pbl blok 12-infeksi dan imunitas.docx

22
Penegakan Diagnosis dan Pengelolaan pada Penderita Dengue Syok Syndrome Elmon Patadungan 102014009/D3 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 E-mail: [email protected] Abstract Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an endemic disease that attacks various regions including Indonesia. Dengue virus serotype is divided into four DEN1-4 transmitted by the mosquito Aedes aegypti and Aedes albopictus. In patients with Dengue Fever is almost not found abnormalities. On examination of the pulse, the patient's pulse at first quickly became normal and slow. At Dengue Shock Syndrome, symptoms of shock is characterized by skin that feels damp and cold, peripheral cyanosis which mainly looks at the tip of the nose, fingers and toes, as well as a decrease in blood pressure. Definitive diagnosis is usually using virus isolation with material blood tests taken during the stage of viremia, the virus then cultured in a medium that is usually the network and inspection takes about two weeks, but because it is more complicated, which is more commonly used is the detection of specific antibodies to dengue, namely dengue IgM and IgG. the difference between DF and DHF is to found a DBD plasma leakage, caused by dengue virus belonging to the genus Flavivirus, family Flaviviridae. The first infections occurred and will give the symptoms of dengue fever and dengue virus when exposed for a second time will cause symptoms of dengue fever. When we are dealing with Dengue Shock Syndrome (SSD), the first thing to remember is that the shock must be overcome and therefore the replacement of intravascular fluid. Prevention can be done very dependent on vector control due to dengue vaccine has not been found. 1

Upload: elmon-patadungan

Post on 08-Jul-2016

227 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas.docx

Penegakan Diagnosis dan Pengelolaan pada Penderita Dengue Syok SyndromeElmon Patadungan

102014009/D3

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

E-mail: [email protected]

Abstract

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an endemic disease that attacks various regions

including Indonesia. Dengue virus serotype is divided into four DEN1-4 transmitted by the

mosquito Aedes aegypti and Aedes albopictus. In patients with Dengue Fever is almost not

found abnormalities. On examination of the pulse, the patient's pulse at first quickly became

normal and slow. At Dengue Shock Syndrome, symptoms of shock is characterized by skin

that feels damp and cold, peripheral cyanosis which mainly looks at the tip of the nose,

fingers and toes, as well as a decrease in blood pressure. Definitive diagnosis is usually

using virus isolation with material blood tests taken during the stage of viremia, the virus

then cultured in a medium that is usually the network and inspection takes about two weeks,

but because it is more complicated, which is more commonly used is the detection of specific

antibodies to dengue, namely dengue IgM and IgG. the difference between DF and DHF is to

found a DBD plasma leakage, caused by dengue virus belonging to the genus Flavivirus,

family Flaviviridae. The first infections occurred and will give the symptoms of dengue fever

and dengue virus when exposed for a second time will cause symptoms of dengue fever. When

we are dealing with Dengue Shock Syndrome (SSD), the first thing to remember is that the

shock must be overcome and therefore the replacement of intravascular fluid. Prevention can

be done very dependent on vector control due to dengue vaccine has not been found.

Keywords: dengue virus, flavivirus, IgM and IgG dengue, dengue shock syndrome

Abstrak

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis yang

menyerang berbagai wilayah termasuk Indonesia.  Virus dengue yang terbagi menjadi empat

serotype yaitu DEN1-4 ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Pada pasien Demam Dengue hampir tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan nadi, nadi

1

Page 2: PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas.docx

pasien mula-mula cepat kemudian menjadi normal dan melambat. Pada Dengue Syok

Sindrome, gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin, sianosis

perifer yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan dan kaki, serta penurunan

tekanan darah. Diagnosis pasti biasanya menggunakan isolasi virus dengan bahan

pemeriksaan darah yang diambil saat dalam stadium viremia, virus kemudian dibiakkan

dalam suatu media yang biasanya jaringan dan pemeriksaan memerlukan waktu dua minggu,

tetapi karena lebih rumit, yang lebih sering digunakan adalah deteksi adanya antibodi spesifik

untuk dengue, yaitu IgM dan IgG dengue. perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD

ditemukan adanya kebocoran plasma, disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam

genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Infeksi pertama kali terjadi dan akan memberikan

gejala demam dengue dan ketika terkena virus dengue untuk kedua kalinya akan

menimbulkan gejala demam berdarah dengue. Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok

Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera

diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskular. Pencegahan yang dapat

dilakukan sangat bergantung pada pengendalian vektornya karena vaksin untuk DBD belum

ditemukan.

Kata kunci: virus dengue, flavivirus, IgM dan IgG dengue, sindrom syok dengue

Pendahuluan

Sektor kesehatan Indonesia saat ini berada dalam situasi transisi epidemologi yang harus

menanggung beban berlebih. Meskipun banyak penyakityang bisa ditangani, namun masih

banyak penyakit lain yang belum teratasi, salah satunya demam berdarah dengue. DBD

merupakan penyakit infeksi yang di sebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis

demam, nyeri ototdan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang di tandai

oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah deman berdarah dengue yang

ditandai oleh renjatan/syok. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis

yang menyerang berbagai wilayah termasuk Indonesia.  Virus dengue yang terbagi menjadi

empat serotype yaitu DEN1-4 ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus. Gejala khas dari penyakit ini adalah demam yang naik turun, nyeri otot dan

timbulnya ruam pada kulit. Penyakit DBD dapat menimbulkan berbagai komplikasi bahkan

kematianbagi penderita. Oleh karena itu pasien harus segera mendapat penanganan tepat dan 

2

Page 3: PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas.docx

segera sesuai dengan derajat penyakitnya. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk

mengetahui anamnesa, pemeriksaan, diagnosis, epidemiologi, patofisiologi, gejala,

penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, dan pencegahan penyakit DBD.1

Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan fakta tentang keadaan penyakit pasien dan faktor-

faktor yang mempengaruhinya. Dalam melakukan anamnesis diperlukan teknik komunikasi

dengan rasa empati yang tinggi yang terdiri dari komunikasi verbal dan komunikasi

nonverbal. Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka kurang lebih sekitar 70% diagnosis

penyakit dapat ditegakkan. Bagan anamnesis terdiri atas identitas pasien termasuk nama,

umur, alamat, status keluarga, pekerjaan, pendidikan, keluhan utama yang menjadi sebab ia

datang kedokter, riwayat penyakit sekarang, penyakit dahulu, riwayat sosial ekonomi

budaya.1 adapun data yang diperoleh dari hasil anamnesis adalah sebagai berikut:

Identitas : seorang laki-laki usia 20 tahun

Keluhan Utama : PS tidak sadarkan diri sejak 1 jam yang lalu

RPS : PS demam sejak 5 hari yang lalu, demam naik turun dan disertai

adanya rasa pegal dan mual. BAB kehitaman sehari yang lalu, didapatkan kesadaran apatis

TD= 60 ml/palpasi (tekanan sistol-diastol sudah tidak dapat diketahui), nadi=110 kali/menit

dan teraba lemah, suhu=36oC, dan napas= 24 kali/menit. Pemeriksaan toraks fremitus paru

kiri lemah, perkusi paru redup sebelah kiri, napas lemah pada paru kiri. Lab darah didapatkan

Hb=16 g/dL, Ht = 54 %, leukosit 4000/ul, trombosit = 40.000/ul.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang biasanya dilakukan atau ditemukan pada tersangka demam berdarah

adalah sebagai berikut :

Pada pasien Demam Dengue hampir tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan nadi,

nadi pasien mula-mula cepat kemudian menjadi normal dan melambat.1 Bradikardi

(pelambatan denyut jantung, seperti ditunjukan dengan melambatnya nadi <60) dapat

menetap selama beberapa hari selama masa penyembuhan. Lalu dapat ditemukan lidah

kotor dan kesulitan buang air besar.2 Pada mata dapat ditemukan pembengkakan, injeksi

konjungtiva, lakrimasi dan fotofobia. Eksantem (bercak merah pada kulit yang muncul

saat demam) dapat muncul di awal demam yang terlihat jelas dimuka dan dada,

berlangsung beberapa jam lalu akan mucul kembali pada hari ke 3-6 berupa bercak

ptekie di lengan dan kaki lalu seluruh tubuh.

3

Page 4: PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas.docx

Pada Demam Berdarah Dengue dapat terjadi gejala perdarahan berupa ptekiae, purpura,

ekimosis, hematemesis (muntah darah), melena (tinja berwarna hitam karena adanya

perdarahan pada lambung sehingga Hb akan bereaksi dengan asam lambung dan

menyebabkan tinja berwarna kehitaman) dan epitaksis.2 Hati umumnya membesar dan

terdapat nyeri tekan yang tak sesuai dengan berat penyakit, nyeri tekan epigatrium juga

menandakan kemungkinan adanya perdarahan pada organ. Pada kasus ini didapatkan

tinja berwarna kehitaman.

Pemeriksaan pada demam dengue juga dapat dilakukan dengan uji tornikuet dengan cara

mempertahankan tekanan pada manset sebesar rata-rata antara tekanan sistolik dengan

diastolik selama 5 menit. Hasil positif dikatakan jika terdapat 10 ptchiae dalam area 2.5

cm2 tetapi hasil dapat negatif atau positif palsu pada keadaan DBD tipe III dan IV.

Pada Dengue Syok Sindrome, gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab

dan dingin, sianosis perifer yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan

dan kaki, serta penurunan tekanan darah.2

Pemeriksaan Penunjang3-4

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui demam dengue adalah

dengan melakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologis.

Pada pemeriksaan laboratorium, paling utama yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan

darah untuk melihat kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan sel darah

tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif dan gambaran limfosit plasma biru. Diagnosis

pasti biasanya menggunakan isolasi virus dengan bahan pemeriksaan darah yang diambil saat

dalam stadium viremia, virus kemudian dibiakkan dalam suatu media yang biasanya jaringan

dan pemeriksaan memerlukan waktu dua minggu, tetapi karena lebih rumit, yang lebih sering

digunakan adalah deteksi adanya antibodi spesifik untuk dengue, yaitu IgM dan IgG.

Parameter laboratories yang dapat diperiksa adalah:

Leukosit: dapat normal atau menurun (leukopenia). Mulai hari ke-3 dapat ditemui

limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru lebih

dari 15% dari total leukosit yang dalam keadaan syok dapat lebih meningkat.

Trombosit: umumnya terjadi trombositopenia pada hari ke 3-8 (<100.000/µl darah).

Hematokrit: terjadinya peningkatan hematokrit darah >20% dari hematokrit awal yang

dimulai pada hari ke-3 demam. Peningkatan hematokrit ini menandakan adanya

kebocoran pada plasma darah, dimana pada kebocoran plasma darah ini bisa juga

menyebabkan timbulnya hipoproteinemia dan ascites.

4

Page 5: PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas.docx

SGOT dan SGPT: merupakan enzim-enzim yang terdapat dihati. Dalam pemeriksaan,

akan didapatkan kadar kedua enzim tersebut meningkat didalam darah. Hal ini terjadi

karena adanya kerusakan pada membran sel-sel hati sehingga enzim tersebut akan keluar

dari sitoplasma sel yang rusak sehingga kadar didalam darah akan meningkat. Selain itu,

pada keadaan yang disertai dengan adanya kerusakan fungsi ginjal, akan didapati adanya

peningkatan ureum dan kreatinin.

Imunoserologi: dilakuakan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue, dimana akan

didapatkan;

IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, dan akan

menghilang setelah 60-90 hari.

IgG terdeteksi pada hari ke-14, dimana pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi

pada hari kedua, lebih cepat dibandingkan IgM yang tetap terdeteksi pada hari ke-3 atau

5.

Uji HI (Hemaglutination Inhibition): dilakukan dengan mengambil serum pada saat fase

akut dan saat fase konvalesens (penyembuhan), dimana kemudian dilakukan deteksi pada

IgG dan IgM. Jika didapatkan kenaikan titer Igm dan IgG konvalesen sebanyak 4 kali

dari fase akut diagnosis dapat ditegakkan.

Pada pemeriksaan radiologis, foto dada didapatkan adanya efusi pleura terutama pada bagian

hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma yang berat, efusi pleura dapat

terjadi pada kedua hemitoraks. Selain itu, aschites dan efusi pleura dapat ditemukan melalui

pemeriksaan USG.

Manifestasi Klinik dan Diagnosis3-5

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari dengan rentang 3-14 hari, ada gejala

prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.

Demam dengue (DD), Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2

atau lebih manifestasi klinik yaitu; nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia/atralgia (nyeri

otot/sendi), ruam kulit, leukopenia, dan tes bendung positif.

Demam Berdarah Dengue (DBD), ditegakkan bila ada demam atau riwayat demam akut

antara 2-7 hari, terdapat minimal salah satu manifestasi perdarahan, yaitu: (uji bendung

positif, petekie, ekimosis, purpura, perdarahan mukosa, hematemesis dan melena),

trombositopenia (<100.000/µl darah), terdapat minimal satu tanda kebocoran plasma, yaitu:

(peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan dengan standar sesuai umur dan jenis kelamin,

5

Page 6: PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas.docx

penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai

sebelumnya, efusi pleura, aschites, hipoproteinemia). Dari semua ciri-ciri yang ada,

perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.

Dengan gejala dan pemeriksaan yang telah dilakukan:

Diagnosis Kerja (Working Diagnosis) yang dapat dipastikan adalah DBD derajat 4 atau

dikenal juga dengan Dengue Syok Syndrome. Kriterianya adalah seluruh ciri-ciri pada DBD

disertai dengan adanya kegagalan sirkulasi dan manifestasi nadi yang lemah dan cepat,

tekanan darah turun (≤ 20 mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab serta gelisah. Lihat

tabel 1.DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium

DDDemam disertai 2 atau lebih tanda: Leukopenia

Serologi Dengue

sakit kepala, nyeri retro-orbital,Trombositopenia, tidak ditemukan Positif

mialgia, artralgia bukti kebocoran plasma

DBD IGejala di atas ditambah uji bendung Trombositopenia (<100.000/ul),Positif bukti ada kebocoran plasma

DBD IIGejala di atas ditambah perdarahan Trombositopenia (<100.000/ul),Spontan bukti ada kebocoran plasma

DBD IIIGejala di atas ditambah kegagalan Trombositopenia (<100.000/ul),sirkulasi (kulit dingin dan lembab bukti ada kebocoran plasmaserta gelisah)

DBD IVSyok berat disertai dengan tekanan Trombositopenia (<100.000/ul),darah dan nadi tidak terukur bukti ada kebocoran plasma

DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD)

Differential Diagnosis (Diagnosis Banding)

Demam Tifoid, merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman

Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric

fever) biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan

pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran. Demam, kesadaran menurun, mulut bau,

bibir kering dan pecah-pecah (rhagaden), lidah kotor (coated tongue) dengan ujung dan

tepi kemerahan dan tremor, perut kembung, pembesaran hati dan limpa yang nyeri pada

6

Page 7: PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas.docx

perabaan. Tanda komplikasi di dalam saluran cerna perdarahan usus tinja berdarah

(melena). Dapat pula ditemukan adanya leukopenia atau normal, trombositopenia,

peningkatan kadar SGOT dan SGPT.

Malaria Serebral, paling sering disebabkan oleh Plasmodium falciparum, ditandai

dengan adanya penurunan kesadaran berupa apatis, disorientasi, somnolen, stupor, sopor,

dan koma yang dapat terjadi secara perlahan. Terjadinya ikterus karena timbulnya

mekanisme yang menyebabkan obstruksi mikrovaskuler, adanya kerusakan sel-sel

hepatosit sehingga terjadi peningkatan kadar SGOT dan SGPT, adanya edema paru,

anemia karena adanya peningkatan destruksi sel darah merah dan gangguan eritropoiesis.

Komplikasi dapat menyebabkan timbulnya haemoglobinuria (black water fever) dengan

gejala demam, anemia hemolitik, olguria, dan ikterik. Terjadinya gagal sirkulasi atau

syok sehingga didapatkan tekanan darah < 70 mmHg, dan adanya nyeri disekitar perut.

Etiologi

Demam dengue ataupun deman berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang

termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan

diameter 30 nm yang terdiri dari asam ribonukkeat rantai tunggal dengan berat molekul

4x106. Terdapat empat jenis serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang

semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat jenis

serotype ini ditemukan juga terdapat di Indonesia dengan serotype tipe 3 yang paling banyak.

Infeksi oleh satu tipe virus dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap infeksi

virus yang sama pada masa yang akan datang. Namun, hanya memberikan imunitas

sementara dan parsial terhadap infeksi tipe virus lainnya. Misalnya, seseorang yang telah

terinfeksi oleh virus DEN-2, akan mendapatkan imunitas menetap terhadap infeksi virus

DEN-2 pada masa yang akan datang. Namun, ia tidak memiliki imunitas menetap jika

terinfeksi oleh virus DEN-3 di kemudian hari. Selain itu, ada bukti-bukti yang menunjukkan

bahwa jika seseorang yang pernah terinfeksi oelh salah satu tipe virus dengue, kemudian

terinfeksi lagi oleh virus tipe lainnya, gejala klinis yang timbul akan jauh lebih berat dan

sering kali fatal. Kondisi inilah, yang menyulitkan pembuatan vaksin untuk penyakit DBD.

Meskipun demikian, saat ini para ahli masih terus berupaya memformulasikan vaksin yang

diharapkan akan memberikan kekebalan terhadap seluruh tipe virus dengue.3

Penularan penyakit DBD juga dipengaruhi oleh interaksi tiga faktor, yaitu sebagai berikut :

7

Page 8: PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas.docx

(1) Faktor pejamu (Target penyakit, inang), dalam hal ini adalah manusia yang rentan tertular

penyakit DBD. (2) Faktor penyebar (Vektor) dan penyebab penyakit (Agen), dalam hal ini

adalah virus DEN tipe 1-4 sebagai agen penyebab penyakit, sedangkan nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus berperan sebagai vektor penyebar penyakit DBD. (3) Faktor

lingkungan, yakni lingkungan yang memudahkan terjadinya kontak penularan penyakit

DBD.6

Epidemiologi

Penyakit yang kini kita kenal sebagai DBD pertama dikenali di Filipna pada 1953. Gejala

klinis yang muncul diketahui akibat infeksi virus DEN-2 dan DEN-4, yang berhasil diisolasi

di Filipina pada 1956. Dua tahun kemudian, keempat tipe virus berhasil diisolasi di Thailand.

Selang tiga dekade berikutnya, penyakit DBD ditemukan di Kamboja, Cina, Indonesia, Laos,

Malaysia, Maldives, Myanmar, Singapura, Sri Lanka, Vietnam dan beberapa wilayah di

kepulauan Pasifik. Di Indonesia, penyakit DBD pertama kalidicurigai di Surabaya pada tahun

1968. Namun, konfirmasi pasti melalui isolasi virus baru didapat pada 1970.6

Di Indonesia, penyakit DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968. Namun,

konfirmasi pasti melalui isolasi virus baru didapat pada 1970. Di Jakarta, kasus pertama

dilaporkan pada 1969. Kemudian, DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung dan Yogyakarta

pada 1972. Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan pada 1972 di Sumatera Barat dan

Lampung, disusul oleh daerah Riau, Sulawesi Utara dan Bali pada 1973. Pada 1974, wabah

DBD dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada 1994, DBD telah

menyebar ke seluruh propinsi (pada waktu itu berjumlah 27 propinsi-penyesuaian di

Indonesia. Saat ini DBD menjadi endemi di banyak kota besar, bahkan sejak tahun 1975

penyakit ini telah sampai ke daerah pedesaan. Sejak 1994, seluruh propinsi di Indonesia telah

melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan terjadinya kasus DBD juga

meningkat. Namun, angka kematian menurun tajam dari 41,3% (1968) menjadi 3% (1984),

dan sejak tahun 1991 angka kematian in istabil di bawah 3%. Sewaktu terjadi wabah,

berbagai tipe virus dengue berhasil diisolasi. Virus dengue tipe 2 dan tipe 3 secara bergantian

merupakan tipe dominan. Di Indonesia virus dengue tipe 3 sangat berkaitan dengan kasus

penyakit DBD derajat berat dan fatal. Penyakit DBD mesti mendapatkan perhatian serius dari

semua pihak, mengingat jumlah kasusnya yang cenderung meningkat setiap tahun. Menurut

data Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pada awal 2007 ini saja jumlah penderita

DBD telah mencapai 16.803 orang dan 267 orang di antaranya meninggal dunia. Jumlah

8

Page 9: PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas.docx

orang yang meninggal tersebut jauh lebih banyak dibandingkan kasus kematian manusia

karena flu burung atau Avian Influenza (AI).6

Patofisiologi

Nyamuk Aedes aegepti dan Aedes albopictus membawa virus dengue dan menggigit manusia.

Infeksi pertama kali terjadi dan akan memberikan gejala demam dengue dan ketika terkena

virus dengue untuk kedua kalinya akan menimbulkan gejala demam berdarah dengue. Virus

dengue akan bereplikasi di nodus limfatikus regional dan akan menyebar ke jaringan lain

terutama ke sistem retikuloendotelial dan kulit. Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1)

aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang menyebabkan

peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke

ruang ekstravaskular ;(2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan

menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi trombosit muda dari

sumsum tulang; dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan mengaktivasi faktor

pembekuan. Ketiga faktor diatas akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan

kelainan homeostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia dan koagulopati.7

Komplikasi8

Ensefalopati dengue, Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang

berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai

syok. Gangguan metabolik seperti hipokalsemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat

menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara,

maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara

sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue

dapat menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan

dengan kegagalan hati akut. Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak dan alkalosis,

maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03 - dan

jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan

larutan NaCl(0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan

dexametason 0,5mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna

sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin

K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah

terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila

perludiberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas

9

Page 10: PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas.docx

dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberik

anneomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan

(misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.

Kelainan ginjal, gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat

dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik

walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan

menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi

dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk

mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh

karenabilayok  belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat ter

jadi syokberulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditan

dai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.

Udem paru, adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang

berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang

diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena

perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang

ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya

melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan

mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan

gambaran udem paru pada foto rontgen dada.

Kerusakan Hati, pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,

bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkung

iga kanan (arcus costae), derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit.

Untuk menemukan pembesaran hati ,harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di

daerah hati sering kali ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri

tekan di daerah hati tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan

adanya perdarahan.

Penatalaksanaan3

10

Page 11: PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas.docx

Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus

diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan

intravaskular yang hilang harus segera dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan

indikasi. Angka kematian dengue syok sindrom sepuluh kali lipat dibandingkan dengan

penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita

DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk

kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan

yang tidak adekuat. Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan.

Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan-

pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL),

hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium danklorida, serta ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasisetelah 15-

30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darahsistolik 100 mmHg dan

tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan

volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulittidak pucat serta diuresis 0,5-l

ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120

menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-

120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB jam. Bila 24-

48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis

cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma

yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus

terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjadi).

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan terutama dalam

waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis penyakit masih

berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh

darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan telah

teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan

darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah

hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan

2ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah trombosit dapat

dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.

Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian

cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah

11

Page 12: PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas.docx

20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai

hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan

koloid menjadi pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan

(internal bleeding) maka penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat

diulang sesuai kebutuhan. Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus

mengetahui sifat-sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan

tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum

teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral,

dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-

1,5 u/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH20. Bila keadaan tetap belum

teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit,

hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah

sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat

inotropik/vasopresor. Lihat gambar 1.

Gambar 1. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa

Sumber: www.academia.edu/dengue-syok-syndrome/

Prognosis dan Pencegahan

12

Page 13: PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas.docx

Prognosis, tergantung dari beberapa faktor seperti : lama dan beratnya renjatan,waktu,

metode, adekuat tidaknya penanganan, ada tidaknya rekuren syok yangterjadi terutama dalam

6 jam pertama pemberian infus di mulai, panas selama renjatan, dan tanda-tanda serebral.2

Pencegahan yang dapat dilakukan sangat bergantung pada pengendalian vektornya karena

vaksin untuk DBD belum ditemukan. Hal yang dapat dilakukan antara lain: (1)

Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau menaburkan

bubuk larvasida (abate). (2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air. (3)

Mengubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air. Pemberantasan nyamuk

dewasa dengan pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion , fenthion, piretroid

sintetik dan karbamat. Antisipasi juga dapat dilakukan dengan memelihara ikan pemakan

jentik nyamuk bila di tempat tinggal terdapat kolam.9

Kesimpulan

Penyakit demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang

disebarkan nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus. Yang disertai gejala klinis seperti

sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang. Penurunan jumlah sel darah putih, penurunan

leukosit, hematokrit meningkat dan ruam-ruam bahkan syok, tejadi pendarahan. Seperti

ditemukan pada kasus ini. Jika terlambat ditangani dapat menyebabkan kematian. Cara yang

paling efektif menghindari penyakit ini adalah melakukan pencegahan sedini mungkin

dengan memberantas keberadaan nyamuk Aedes aegpty dan Aedes albopictus.

Daftar Pustaka.

1. Sudoyo AW, Setiyohadi BS, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-1. Jakarta:

Pusat Penerbitan FK UI; 2006: h. 20-3.

2. Tumbelaka AR, Darwis D, Gatot D, dkk. Demam berdarah dengue. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI; 2005: h. 245-50.

3. Sudoyo AW, Setiyohadi BS, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-3. Jakarta:

Pusat Penerbitan FK UI; 2006: h. 1710-13, 1752-3, 1732-45, 1840-3.

4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar ilmu penyakit

dalam. Edisi ke-5 jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2009:h. 2773-79.

5. Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD. Editor, Asdie AH. Prinsip-prinsip ilmu

penyakit dalam. Jakarta: EGC; 2000: h. 948.

6. Ginanjar G. Demam berdarah. Bandung: PT. Mizan Publika; 2006: h. 6-9, 12-8.

13

Page 14: PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas.docx

7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.

Jakarta: EGC; 2005: h. 167-8.

8. Longo DL, Kasper DL, Jameson LJ, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J.

Harrison’sPrinciples of Internal Medicine. 16 ed. New York: Mc-Graw Hill. 2005.

9. Departemen Parasitologi FKUI. Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta:

Badan Penerbit FKUI; 2008: h. 265-6.

14