pbl adhd

44
BAB I PENDAHULUAN Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) merupakan kelainan neurobehavioral yang paling sering terjadi pada anak-anak, yang juga merupakan suatu keadaan kronis yang paling sering berpengaruh pada anak-anak usia sekolah, dan merupakan gangguan mental yang sering ditemukan pada anak-anak. 1 ADHD ditandai oleh 3 gejala utama yaitu inatensi, hiperaktivitas, dan impulsivitas. 1,2,3,4 Gejala yang satu bisa jadi menonjol dibandingkan gejala lainnya, atau bisa juga terjadi kombinasi dari gejala-gejala tersebut. 1-8 Dulu seringkali diagnosis ADHD diabaikan, hal ini terjadi karena informasi mengenai ADHd sangatlah terbatas. Bahkan peranan neurologis pada terjadinya ADHD masih diragukan. Dikatakan juga kriteria diagnosis ADHD terlalu luas, dan tidak ada tes yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis ADHD. Namun saat ini, informasi mengenai ADHD semakin berkembang, dan adanya peranan neurologis pada ADHD sudah dapat dibuktikan. 8 ADHD pertama kali didefinisikan oleh Dr. Heinrich Hoffman pada tahun 1845. Beliau merupakan seorang physician yang menulis buku-buku pengobatan dan psikiatri. Dr. Hoffman pernah menulis buku berjudul ” The Story of Fidgety Philip” yang menceritakan mengenai seorang anak yang menderita Attention deficit hyperactivity disorder. Tahun 1902, Sir George F. Still mempublikasikan serial ceramah di Inggris yang mendeskripsikan mengenai sekelompok anak impulsif dengan 1

Upload: ngoti2

Post on 28-Oct-2015

22 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pengalaman belajar lapangan dengan pasien pengidap ADHD

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) merupakan kelainan

neurobehavioral yang paling sering terjadi pada anak-anak, yang juga merupakan suatu

keadaan kronis yang paling sering berpengaruh pada anak-anak usia sekolah, dan

merupakan gangguan mental yang sering ditemukan pada anak-anak.1

ADHD ditandai oleh 3 gejala utama yaitu inatensi, hiperaktivitas, dan

impulsivitas.1,2,3,4 Gejala yang satu bisa jadi menonjol dibandingkan gejala lainnya, atau

bisa juga terjadi kombinasi dari gejala-gejala tersebut.1-8

Dulu seringkali diagnosis ADHD diabaikan, hal ini terjadi karena informasi

mengenai ADHd sangatlah terbatas. Bahkan peranan neurologis pada terjadinya ADHD

masih diragukan. Dikatakan juga kriteria diagnosis ADHD terlalu luas, dan tidak ada tes

yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis ADHD. Namun saat ini, informasi mengenai

ADHD semakin berkembang, dan adanya peranan neurologis pada ADHD sudah dapat

dibuktikan.8

ADHD pertama kali didefinisikan oleh Dr. Heinrich Hoffman pada tahun 1845.

Beliau merupakan seorang physician yang menulis buku-buku pengobatan dan psikiatri.

Dr. Hoffman pernah menulis buku berjudul ” The Story of Fidgety Philip” yang

menceritakan mengenai seorang anak yang menderita Attention deficit hyperactivity

disorder. Tahun 1902, Sir George F. Still mempublikasikan serial ceramah di Inggris

yang mendeskripsikan mengenai sekelompok anak impulsif dengan masalah tingkah laku

yang bermakna. Menurut Sir George, hal tersebut disebabkan oleh disfungsi genetik.

Sejak saat itu, banyak paper scientific yangmembahas mengenai ADHD.6

Dampak ADHD tidak hanya dirasakan oleh anak tersebut, namun juga dirasakan

oleh keluarga. Dampak pada anak bisa berupa prestasi sekolah yang buruk, gangguan

sosialisasi, status pekerjaan yang rendah, dan risiko kecelakaan meningkat. Sedangkan

dampak pada keluarga adalah menimbulkan stres dan depresi pada keluarga,

keharmonisan keluarga terganggu dan perubahan status pekerjaan.1,6

Anak dengan ADHD mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugasnya.

Anak-anak ini memerlukan bantuan, bimbingan, dan pengertian baik dari orang tuanya,

pembimbing, dan sistem pendidikan umum. Prognosis dari ADHD ini umumnya baik,

terutama bila pasien cepat didiagnosis sehingga segera mendapatkan terapi.5,6

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sesuai dengan edisi keempat dari American Psychiatric Association’s Diagnostic and

Statistical Manual (DSM-IV), ADHD adalah suatu keadaan yang menetap dari inatensi

dan/atau hiperaktifitas-impulsivitas yang lebih sering frekuensinya dan lebih berat

dibandingkan dengan individu lain yang secara tipikal diamati pada tingkat

perkembangan yang sebanding.2

ADHD ditandai oleh kurangnya kemampuan memusatkan perhatian, termasuk

peningkatan distraktibilitas dan kesulitan untuk mempertahankan perhatian; kesulitan

mempertahankan kontrol impuls; overaktifitas motorik dan kegelisahan motorik.1

Gejala inatensi atau hiperaktifitas-impulsivitas yang menyebabkan terjadinya

gangguan harus ada sebelum umur 7 tahun, walaupun banyak individu yang didiagnosis

ketika gejalanya ditemukan setelah beberapa tahun. Gejala-gejala tersebut harus ada

minimal pada dua tempat (misalnya di rumah dan di sekolah atau di tempat kerja).

Gangguan tersebut harus jelas berhubungan dengan perkembangan fungsi sosial,

akademik, atau pekerjaan. Gangguan tidak terjadi bersamaan dengan gangguan

perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan tidak digolongkan

sebagai gangguan mental lain (seperti gangguan mood, gangguan cemas, gangguan

disosiatif, atau gangguan kepribadian).2

DSM-IV menetapkan ada 3 tipe dari ADHD yaitu tipe yang dominan hiperaktif,

tipe dominan gangguan perhatian dan tipe kombinasi dari keduanya. Anak yang

mengalami gangguan ini sering mengalami masalah dalam pendidikannya, hubungan

interpersonal dengan anggota keluarga dan teman sebaya, dan rasa harga diri yang

rendah. ADHD juga sering bersamaan terjadinya dengan gangguan emosional, gangguan

tingkah laku, gangguan berbahasa, dan gangguan belajar.1,2

2

2.2 Epidemiologi

DSM IV memperkirakan prevalensi ADHD sebesar 3-5% di antara anak-anak usia

sekolah. Namun dari sampel anak-anak usia sekolah yang berasal dari komunitas,

diperkirakan bahwa prevalensi ADHD sebesar 4-12%.1

Di USA prevalensi ADHD pada anak sebesar 3-7%, sedangkan angka prevalensi

pada anak-anak di negara lain, seperti Jerman, New Zealand dan Kanada dilaporkan rata-

rata 5 – 10%. Prevalensi menurut Health Maintenance Organization berkisar antara 7-9

%.3,5

Penderita ADHD lebih sering dijumpai pada anak laki-laki, rasio perkiraan anak

laki-laki dan anak perempuan adalah 3 : 1 dan 4 : 1 pada populasi klinis. 3,5 Tipe inatensi

lebih banyak ditemukan pada wanita.1 Data pada komunitas lain menunjukkan rasio 2 : 1.

Seiring perkembangan jaman rasio laki-laki berbanding perempuan mengalami penurunan

akibat meningkatnya deteksi dini pada kasus ADHD.

Berdasarkan data ini disetiap kelas di USA akan dijumpai satu atau dua siswa

yang menderita ADHD3 , ini talah dibuktikan pada dalam suatu survei 2004.

Faktor lingkungan seperti stress psikososial, masalah orang tua, dan masalah

dalam pendidikan mungkin berperan pada terjadinya ADHD namun bukan merupakan

faktor penyebab. Penelitian secara epidemiologis menunjukkan bahwa ADHD sering

tidak terdiagnosis sehingga banyak anak-anak yang mengalami gangguan ini tidak

mendapatkan pengobatan.1

2.3 Etiologi

ADHD merupakan kondisi heterogen dimana tidak hanya satu penyebab yang

diidentifikasi. Diperkirakan adanya peranan faktor genetik dan lingkungan mempunyai

pengaruh penting terhadap perkembangan fetus dan postnatal yang kemudian

berpengaruh pada terjadinya ADHD pada anak-anak usia dini.1 Adapun faktor-faktor

yang meningkatkan resiko terjadinya ADHD dihubungkan dengan genetik,

perkembangan, keracunan, post infeksi, dan post trauma.4

1. Faktor genetik

3

Penelitian pada keluarga dan anak kembar memperkirakan adanya peningkatan resiko

ADHD melalui transmisi vertikal langsung dan adanya beberapa gangguan genetik

spesifik seperti sindrom Tourette’s, sindrom fragile-X, dan sindrom Turner sangat

beresiko menderita ADHD.4

Lebih sering didapatkan pada keluarga yang menderita ADHD. Keluarga

keturunan pertama dari anak ADHD didapatkan lima kali lebih banyak menderita

ADHD daripada keluarga anak normal. Angka kejadian orangtua kandung lebih

banyak daripada orangtua angkat anak ADHD. Angka kejadian saudara kembar satu

telur anak ADHD (50-98%) lebih tinggi daripada saudara kembar dua telur anak

ADHD (3%).6,7

Penelitian molekular genetik dan genetic engenering mengindentifikasi

beberapa gen yang terlihat berhubungan dengan ADHD karena efeknya terhadap

reseptor dopamin transport, dopamin reseptor dan dopamin beta - hydroksilase.

Penelitian dari NIMH (National Institute of Mental Health) menunjukkan bahwa

varian gen COMT (Catheco-O-methyltransferase) yang berbeda dihubungkan dengan

level aktivitas dopamin prefrontal yang berbeda. COMT merupakan enzym yang

berperan dalam metabolisme dopamin.5

2. Faktor lingkungan

Kehamilan dan permasalahan sosial, disfungsi keluarga dan kelas sosial bawah dapat

dihubungkan dengan diagnosis ADHD. Walaupun demikian, pada banyak penderita

ADHD tidak berhubungan dengan hal tersebut diatas.5

Adanya paparan saat kehamilan terhadap substansi toksik (alkohol, rokok, kokain,

heroin), zat aditif atau pewarna dalam makanan, dan faktor alergi makanan berperan

terhadap terjadinya ADHD.4,6,7 Adanya timbal dengan dosis tinggi pada tubuh anak-

anak prasekolah juga berperan terhadap terjadinya ADHD. Namun sejak dilarangnya

penggunaan timah pada cat, prevalensi eksposure pada level toksik sudah jarang

terjadi.

Anak-anak yang tinggal di bangunan tua yang dulunya menggunakan cat dengan

kadar timah yang tinggi masih beresiko menderita ADHD.1,6

3. Faktor neurobiologis

4

Beberapa anak dengan kelainan dan kerusakan otak memperlihatkan tanda-tanda

ADHD, namun hanya sedikit anak dengan ADHD yang mempunyai riwayat

kerusakan otak karena trauma.

Ini dapat terjadi misalnya karena infeksi, trauma kelahiran atau komplikasi

kehamilan karena ibu banyak merokok dan mengkonsumsi alkohol saat hamil.1,6

ADHD dihubungkan dengan adanya kelainan pada lobus frontal, mekanisme

inhibisi dari korteks, dan sistem aktivasi retikular.8

Penelitian oleh National Institute of Mental Health (NIMH) pada tahun 2002

dengan functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI), Positron Emission

Tomography (PET), dan Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)

mendapatkan bahwa otak pada anak penderita ADHD lebih kecil 3 – 4% daripada

anak normal, bagian otak yang mengecil ialah bagian lobus frontal, temporal, nukleus

kaudatus dan serebelum. Komunikasi dalam otak pada area tersebut menggunakan

neurotransmitter dopamin dan noradrenalin. Pada anak ADHD terjadi hipofungsi

dopamine dan noradrenalin. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kebanyakan

obat-obatan yang terbukti memiliki khasiat pada ADHD adalah berfungsi untuk

meningkatkan pelepasan dopamin dan menghambat pengambilan kembali

neurotransmiter. 5,6

2.4 Patofisiologi

Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan bahwa area kortek frontal,

seperti frontrosubcortical pathways dan bagian frontal kortek itu sendiri, merupakan area

utama yang secara teori bertanggung jawab terhadap patofisiologi ADHD.5 Mekanisme

inhibitor di kortek, sistem limbik, serta sistem aktivasi retikular juga dipengaruhi. ADHD

dapat mempengaruhi satu, dua, tiga, atau seluruh area ini sehingga muncul tipe dan profil

yang berbeda dari ADHD.4

Sepertimana yang diketahui bahwa lobus frontal berfungsi untuk mengatur agar

pusat perhatian pada perintah, konsentrasi yang terfokus, membuat keputusan yang baik,

membuat suatu rencana, belajar dan mengingat apa yang telah kita pelajari,serta dapat

menyesuaikan diri dengan situasi yang tepat. Mekanisme inhibisi di kortek befungsi

untuk mencegah agar kita tidak hiperaktif, berbicara sesuatu yang tidak terkontrol, serta

marah pada keadaan yang tidak tepat. Dapat dikatakan bahwa 70 % dari otak kita

berfungsi untuk menghambat 30 % yang lain.

5

Pada saat mekanisme inhibitor dari otak tidak dapat berfungsi sebagaimana

mestinya maka hasilnya adalah apa yang disebut dengan ”dis-inhibitor disorder” seperti

perilaku impulsif, quick temper, membuat keputusan yang buruk, hiperaktif, dan lain-lain.

Sedangkan sistem limbik mengatur emosi dan kewaspadaan seseorang. Bila sistem

limbik teraktivasi secara berlebihan, maka seseorang memiliki mood yang labil,

temperamen yang meledak-ledak, menjadi mudah terkejut, selalu menyentuh apapun

yang ada di sekitarnya, memiliki kewaspadaan berlebihan. Sistem limbik yang normal

mengatur perubahan emosional yang normal, level energi normal, rutinitas tidur normal,

dan level stress yang normal. Disfungsi dari sistem limbik mengakibatkan terjadinya

masalah pada hal tersebut.5,6,8

Beberapa data mendukung hal ini yaitu pemeriksaan MRI pada kortek prefrontal

mesial kanan penderita ADHD menunjukkan penurunan aktivasi. Selama pemeriksaan

juga terlihat hambatan respon motorik yang berasal dari isyarat sensorik. MRI pada

penderita ADHD juga menunjukkan aktivitas yang melemah pada korteks prefrontal

inferior kanan dan kaudatum kiri. Neurotransmiter utama yang teridentifikasi lewat fungsi

lobus frontal adalah katekolamin. Neurotranmisi dopaminergik dan noradrenergik terlihat

sebagai fokus utama aktifitas pengobatan yang digunakan untuk penanganan ADHD.

Dopamin merupakan zat yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan sosial,

serta mengontrol aktivitas fisik. Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi, memusatkan

perhatian, dan perasaan. Dukungan terhadap peranan norepinefrin dalam menimbulkan

ADHD juga ditunjukkan dari hasil penelitian yang menyatakan adanya peningkatan kadar

norepinefrin dengan penggunaan stimulan dan obat lain seperti desipramine efektif dalam

memperbaiki gejala dari ADHD. Pengurangan gejala juga terlihat setelah penggunaan

monoamine oxidase inhibitor, yang mengurangi pemecahan terhadap norepinefrin

sehingga kadar norepinefrin tetap tinggi dan menyebabkan gejala ADHD berkurang.4,5

Fungsi neurologis utama yang dipengaruhi oleh ketidakseimbangan

neurotransmiter pada ADHD adalah pada fungsi eksekutif (pelaksana).

Enam peranan utama dari fungsi eksekutif yang berubah pada ADHD adalah

(1) Pergantian dari satu pola pikir atau strategi ke pola pikir atau strategi yang

6

lain (fleksibilitas);

(2) Organisasi (contohnya mengantisipasi masalah dan kebutuhan);

(3) Merencanakan (contoh,menetapkan tujuan);

(4) Memori kerja (menerima,menyimpan, dan mengolah informasi tersebut

melalui memori singkat);

(5) Memisahkan afek dari kognisi (membedakan emosi yang satu dengan alasan

yang tertentu);

(6) Mengendalikan dan mengatur verbal dan aksi motorik.5

2.5 Gejala Klinis

Karakteristik prinsip dari ADHD adalah inatensi, hiperaktifitas, dan impulsivitas yang

mana ini terlihat pada kehidupan awal anak-anak. Biasanya gejala hiperaktifitas dan

impulsivitas mendahului inatensi. Gejala yang berbeda dapat muncul pada tempat yang

berbeda dan tergantung pada situasi. Anak-anak bisa jadi tidak dapat duduk dengan

tenang di kelasnya atau suka mengacau di sekolah, sedangkan tipe inatensi sering terlihat

melamun.

Anak yang impulsif suka bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu, sehingga sering

dianggap memiliki masalah dengan kedisiplinan. Sedangkan anak-anak yang pasif atau

lebih banyak diam dapat terlihat tidak memiliki motivasi.

Semua anak ADHD terkadang terlihat gelisah, terkadang bertindak tanpa berpikir,

terkadang dapat terlihat melamun. Saat hiperaktifitas anak, distraktibilitas, konsentrasi

yang kurang, atau impulsivitas mulai berpengaruh pada penampilan anak di sekolah,

hubungan sosial dengan anak lain, atau perilaku anak di rumah maka terjadinya ADHD

dapat diperkirakan.

Oleh karena gejalanya bervariasi pada tempat yang berbeda, maka ADHD sulit

didiagnosis terutama bila inatensi menjadi gejala utamanya.6

Anak yang hiperaktif biasanya akan terus bergerak. Mereka suka menghancurkan

segala sesuatu di sekitarnya, menyentuh atau bermain dengan apa saja yang dilihatnya,

atau bicara tanpa henti. Anak tersebut menjadi sangat sulit untuk duduk diam saat makan

ataupun di sekolah. Mereka suka menggeliat dan gelisah di tempat duduknya atau suka

mengelilingi kamar. Mereka juga suka menggoyang-goyangkan kakinya, menyentuh

segala sesuatu, atau membuat keributan dengan mengetuk-ketukan pensilnya. Sedangkan

remaja atau orang dewasa yang hiperaktif lebih sering merasakan kegelisahan dalam

7

dirinya. Mereka sering memilih untuk tetap sibuk dan melalukan banyak hal dalam waktu

yang bersamaan.6

Anak yang impulsif terlihat tidak mampu berpikir sebelum bertindak, sering

mengatakan sesuatu yang tidak sesuai tanpa dipikirkan dahulu, memperlihatkan emosinya

tanpa mampu mengendalikannya. Impulsivitas ini membuat anak sulit menunggu sesuatu

yang mereka inginkan atau menunggu giliran untuk bermain. Mereka dapat merampas

mainan dari anak lainnya atau memukul anak lain saat mereka kalah. Pada remaja dan

dewasa, mereka lebih memilih mengerjakan sesuatu dengan segera walaupun gajinya

kecil dibandingkan melakukan sesuatu dengan gaji besar namun penghargaan yang

diterimanya tidak segera didapat.6

Anak dengan tipe inatensi susah memusatkan perhatiannya pada satu hal,

perhatiannya mudah beralih pada suara-suara yang didengarnya atau apa saja yang

dilihatnya, dan mudah bosan dengan tugasnya setelah beberapa menit. Bila mereka

melakukan sesuatu yang sangat disukainya, mereka tidak kesulitan dalam memusatkan

perhatian. Tetapi pemusatan perhatian yang disengaja, perhatian untuk mengatur dan

melengkapi tugas atau belajar sesuatu yang baru sangatlah sulit. Anak-anak tersebut

sering lupa mengerjakan pekerjaan rumahnya atau meninggalkan tugasnya di sekolah.

Mereka juga sering lupa membawa buku atau salah membawa buku. Bila pekerjaan

rumahnya sudah selesai, biasanya banyak sekali kesalahan dan bekas hapusan. Adanya

pekerjaan rumah sering disertai frustasi baik pada anak maupun pada orang tua anak

tersebut. Anak tipe ini juga jarang sekali dapat mengikuti perintah, sering kehilangan

barang seperti mainan, pensil, buku, dan alat-alat untuk mengerjakan tugas; mudah

beralih dari aktivitas yang belum diselesaikannya ke aktivitas lainnya.6

Anak dengan tipe dominan inatensi sering terlihat melamun, mudah bingung,

bergerak lambat, dan letargis. Mereka sulit memproses suatu informasi secara cepat dan

akurat dibandingkan anak-anak lain. Saat gurunya memberikan perintah langsung

maupun tertulis, anak-anak tipe ini membutuhkan waktu yang lama untuk mengerti apa

yang harus mereka lakukan dan mereka seringkali membuat kesalahan. Walaupun anak

terlihat dapat duduk diam, tidak mengacau, dan bahkan terlihat serius bekerja namun

sesungguhnya anak-anak ini tidak mengerti sepenuhnya apa tugasnya. Anak tipe ini tidak

memiliki masalah sosial.6

Diagnosis ADHD didasarkan pada riwayat klinis yang didapat dari wawancara

dengan pasien dan orang tua serta informasi dari guru. Wawancara dengan orang tua

8

tentang gejala yang tampak, usia timbulnya gejala, riwayat perkembangan anak (sejak

dalam kandungan), riwayat medis: fungsi penglihatan dan pendengaran, riwayat

pengobatan, riwayat alergi, adanya penyakit kronis, yang mungkin berpengaruh pada

perkembangan anak, riwayat di sekolah, hubungannya dengan teman, masalah dalam

keluarga misalnya perselisihan dalam keluarga, perceraian, anak kurang kasih sayang

yang mungkin berperan dalam menimbulkan ADHD.5

2.6 Diagnosis

Berdasarkan gejala yang menonjol, ADHD dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:1,2,5,6,7,8

1. Tipe yang dominant gangguan pemusatan perhatian

2. Tipe yng dominant hiperaktivitas dan impulsivitas

3. Tipe campuran (gejalanya campuran dari gangguan pemusatan perhatian,

hiperaktivitas, dan impulsivitas)

Diagnosis ADHD tipe gangguan pemusatan perhatian (menurut DSM IV)

ditegakkan bila minimal ada 6 gejala gangguan pemusatan perhatian untuk waktu

minimal 6 bulan dan didapat kurang dari 6 gejala hiperaktivitas serta dimulai sebelum

usia 7 tahun. Gejala-gejala ini tetap ada pada saat anak di sekolah atau di rumah bersifat

maladaptif, dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak. 1,2,5,6,7,8

Diagnosis ADHD tipe hiperaktivitas dan impulsivitas (menurut DSM IV)

ditegakkan bila minimal ada 6 gejala hiperaktivitas dan impulsivitas untuk waktu minimal

6 bulan dan didapat kurang dari 6 gejala gangguan pemusatan perhatian dan dimulai

sebelum usia 7 tahun. Gejala-gejala ini tetap ada pada saat anak di sekolah atau di rumah

bersifat maladaptif, dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak. 1,2,5,6,7,8

Diagnosis ADHD tipe campuran (menurut DSM IV) ditegakkan bila didapatkan 6

atau lebih gejala gangguan pemusatan perhatian dan 6 atau lebih gejala hiperaktivitas-

impulsivitas yang tetap ada selama paling sedikit 6 bulan, dimulai sebelum usia 7 tahun

serta gejala-gejala ini tetap ada saat di sekolah dan di rumah. 1,2,5,6,7,8

Untuk menegakkan diagnosis dapat digunakan kriteria diagnosis menurut DSM IV,

seperti yang tertera di bawah ini.

9

Tabel 1. Diagnosis Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas

Kriteria Diagnosis DSM IV

A. Salah satu dari (1) atau (2)

(1) Enam (atau lebih) dari gejala-gejala tidak dapat memusatkan perhatian yang menetap

Paling sedikit 6 bulan sampai pada derajat terjadinya maladaptif tidak sesuai dengan

tingkat perkembangan

Tidak dapat memusatkan perhatian

a) Sering gagal memusatkan perhatian pada hal-hal kecil atau membuat kesalahan

yang tidak hati-hati pada pekerjaan sekolah, pekerjaan atau aktivitas lain.

b) Sering sukar mempertahankan perhatian pada tugas atau aktivitas bermain.

c) Sering tampak seperti tidak mendengarkan bila diajak berbicara langsung.

d) Sering tidak mengikuti petunjuk dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah,

tugas, atau kewajiban di tempat kerja ( tidak karena perilaku menentang atau

kegagalan untuk memahami petunjuk)

e) Sering mengalami kesukaran dalam mengatur tugas dan aktivitas.

f) Sering menghindar, tidak suka atau enggan terikat pada tugas yang membutuhkan

dukungan mental yang terus menerus (pekerjaan rumah atau pekerjaan sekolah)

g) Sering menghilangkan benda-benda yang dibutukan dalam tugas atau aktivitas

( misal: pensil, buku, atau alat-alat lain)

h) Sering mudah terganggu oleh rangsangan dari luar.

i) Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari.

(2) Enam atau lebih gejala hiperaktivitas - impulsivitas yang menetap selama 6 bulan

Sampai derajat terjadinya maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan

Hiperaktivitas

a) Sering tampak gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat-geliat di tempat

duduk.

b) Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau tempat lain dimana

situasinya sedang diharapkan untuk tetap duduk.

c) Sering berlari dan memanjat dalam situasi dimana hal tersebut tidak sesuai. ( pada

remaja atau orang dewasa, terdapat perasan subyektif berupa kegelisahan)

d) Sering mengalami kesulitan bila bermain atau bersenang-senang di waktu

10

senggang dengan diam

e) Selalu “bergerak terus” atau berlaku bagaikan di dorong oleh “mesin”

f) Sering berbicara berlebihan.

Impulsivitas

g) Sering menjawab lebih dahulu sebelum pertanyaan selesai diajukan

h) Sering sulit menunggu giliran.

i) Sering menyela dan memaksakan kehendaknya pada orang lain (misalnya

memotong pembicaraan atau permainan)

B. Beberapa gejala hiperaktivitas - impulsivitas atau sukar memusatkan perhatian yang

11

menimbulkan hambatan telah muncul sebelum usia 7 tahun.

C. Beberapa gejala diatas dapat muncul dalam dua atau lebih keadaan misalnya disekolah

di tempat kerja atau dirumah.

D. Harus jelas ada gangguan secara klinis dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.

E. Gejala - gejala ini tidak terjadi semata-mata dalam perjalanan gangguan pervasif,

skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan tidak lebih baik bila bersama-sama

dengan gangguan mental yang lain ( misalnya gangguan afektif, gangguan cemas,

gangguan disosiatif, atau suatu gngguan kepribadian)

Kode berdasarkan tipe :

Gangguan Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas, tipe kombinasi :

Kedua kriteria A1 dan A2 ditemukan dalam 6 bulan terakhir.

Gangguan Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas, dengan kesukaran memusatkan

perhatian sebagai gejala dominan :

Kriteria A1 ditemukan tetapi kriteria A2 tidak ditemukan selama periode 6 bulan

Terakhir

Gangguan Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas , dengan Hiperaktivitas-

impulsivitas sebagai gejala yang dominan :

Kriteria A2 ditemukan tetapi kriteria A1 tidak ditemukan dalam periode 6 bulan

Terakhir

Sumber: DSM IV

Dalam penelitian klinis, skala pengukuran tingkah laku anak ADHD digunakan

untuk menilai efek pengobatan dan keadaan klinis anak ADHD. Skala pengukuran

tersebut dipakai untuk mengukur perubahan tingkah laku anak ADHD sebelum dan

sesudah pengobatan. Skala pengukuran yang banyak digunakan dalam menilai hasil

pengobatan atau penanganan anak ADHD adalah:

A. Conners Parent Rating Scales atau Conners abbreviated rating scale untuk orang tua

dan guru, terdiri dari 10 pernyataan

Tabel 2. Angket Skala Rating Guru versi Indonesia

12

Tidak sama

sekali

Sekali-

sekali

Cukup

sering

Hampir

selalu

1. Tidak kenal lelah atau aktivitas

yang berlebihan.

2. Mudah menjadi gembira,

impulsif.

3. Mengganggu anak-anak lain.

4. Gagal menyelesaikan kegiatan

yang telah dimulai,silang

perhatiannya pendek

5. Menggerak - gerakkan anggota

tubuh/kepala terus-menerus

6. Perhatiannya mudah beralih

7. Permintaannya harus segera

dipenuhi, mudah terjadi frustasi

8. Sering dan mudah menangis

9. Suasana hatinya berubah dengan

cepat dan drastis

10. Ledakan kekesalan, tingkah laku

ekplosif dan tak terduga.

Kemudian angka-angka tersebut dijumlahkan. Apabila jumlahnya ≥ 15 dianggap anak

bersangkutan menderita hiperkinetik/ADHD. Skor ≥ 12 dicurigai gangguan hiperkinetik

dapat dikonsultasikan ke seorang ahli (Psikiater anak).

Terlampir juga Form Deteksi Dini Gangguan Konsentrasi dan Hiperaktivitas-(Lampiran

1).

B. IWOA Conners Subscales (Inattention and overactivity with aggression)

Mengukur dimensi perilaku yang berhubungan dengan ADHD. Terdiri dari 2 skala:

1. Inattention/overactivity subscale

13

terdiri dari 5 item yakni tidak bisa duduk diam, menggumam atau membuat suara

aneh lainnya, mudah terangsang dan bertindak tanpa berpikir (impulsif), tidak dapat

memusatkan perhatian, perhatiannya mudah teralih, gagal menyelesaikan kegiatan

yang telah dimulainya, rentang waktu perhatiannya pendek.

2. Oppositional/Defiant subscale

Terdiri dari 5 item yakni suka bertengkar, berlagak pintar, ledakan kekesalan, tingkah

laku eksflosif dan tidak terduga. Bersikap menantang/menentang. Tidak mau

bekerjasama.

Setiap item dinilai seperti di atas (0-3), bila penilaian > 15, dapat didiagnosis ADHD.

2.7 Pemeriksaan

a. Anamnesis 5

1. Riwayat penyakit sekarang

sesuai dengan kriteria ADHD berdasarkan DSM IV.

2. Riwayat penyakit dahulu

Temukan adanya riwayat pemakaian obat-obatan yang memiliki interaksi negatif

dengan ADHD atau pengobatannya seperti: antikonvulsan, antihipertensi, obat yang

mengandung kafein, pseudoefedrin, monoamin oxidase inhibitors (MAOIs).

Temukan pula adanya penyakit yang memiliki interaksi negatif dengan ADHD atau

pengobatannya seperti: penyakit arterial (mayor), glaukoma sudut sempit, trauma

kepala, penyakit jantung, palpitasi, penyakit hati, hipertensi, kehamilan, dan penyakit

ginjal.

Temukan pula adanya kelainan psikiatrik karena 30-50% penderita ADHD disertai

dengan kelainan psikiatrik. Adapun kelainan psikiatrik yang dimaksud antara lain:

gangguan cemas, gangguan bipolar, gangguan perilaku, depresi, gangguan disosiasi,

gangguan makan, gangguan cemas menyeluruh, gangguan mood, gangguan obsesif-

kompulsif, gangguan panik atau tanpa agorafobia, gangguan perkembangan perfasif,

Posttraumatic stress disorder (PTSD), psikotik, fobia sosial, gangguan tidur,

penyalahgunaan zat, sindrom Tourette’s atau gangguan Tic, dan komorbiditas somatik

(tidak ada komorbiditas somatik yang berhubungan dengan ADHD).

3. Riwayat keluarga

14

Temukan adanya anggota keluarga lain yang menderita ADHD atau mengalami gejala

seperti yang tercantum dalam criteria DSM IV.

4. Riwayat sosial

Meliputi: interaksi antar anggota keluarga, masalah dengan hukum, keadaan di

sekolah, dan disfungsi keluarga.

b. Pemeriksaan fisik :

Perlu observasi yang baik terhadap perilaku penderita ADHD karena pada penderita

ADHD menunjukkan gejala yang sedikit pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik

yang dilakukan meliputi : tanda vital, tinggi badan, berat badan, tekanan darah dan

nadi. Pemeriksaan fisik umum termasuk penglihatan, pendengaran dan neurologis.

Tidak ada pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik untuk ADHD.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara seksama, mungkin dapat membantu dalam

menegakkan diagnosa, dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.5

c. Pemeriksaan psikologis (mental)

Terdiri dari pemeriksaan terhadap kesan umum berupa refleksi menghisap, kontrol

impuls, dan state of arousal. Pemeriksaan mental seperti: tes intelegensia, tes

visuomotorik, tes kemampuan bahasa, dan lain-lain.

d. Pemeriksaan Laboratorium

Liver Function Test

Complete blood cell counts

e. Pemeriksaan Imaging

MRI

PET (Positron Emision Tomography)

2.8 PENATALAKSANAAN

Penanganan holistik anak ADHD yang terbaik adalah1,2,4 :

1. Farmakoterapi (Medikamentosa)

2. Terapi perilaku

15

3. Kombinasi pengobatan medikamentosa dengan terapi perilaku

4. Edukasi pasien dan keluarga mengenai anak ADHD.

Terapi Medikamentosa

Penggunaan obat-obatan dalam terapi ADHD berperan sebagai CNS stimulant, meliputi

sediaan short dan sustained-release seperti methylphenidate, dextroamphetamine,

kombinasi dextroamphetamine dan amphetamine salt. Salah satu keuntungan sediaan

sustained-release untuk anak-anak adalah satu dosis di pagi hari akan bertahan efeknya

sepanjang hari sehingga anak-anak tidak perlu minum dosis kedua maupun ketiga saat

kegiatan di sekolah berlangsung. Keuntungan lain adalah dipertahankannya obat ini pada

level tertentu dalam tubuh sepanjang hari sehingga fenomena rebound dan munculnya

iritabilitas dapat dihindari. FDA (The Food and Drug Administration) menyarankan

penggunaan dextroamphetamine pada anak-anak berusia 3 tahun atau lebih dan

methylphenidate pada anak-anak berusia 6 tahun atau lebih. Kedua obat inilah yang

paling sering dipakai untuk terapi ADHD.kaplan

Terapi second line meliputi antidepresan seperti bupropion, venlafaxine dan juga

terdiri dari Agonis reseptor α-Adrenergik seperti clonidine dan guanfacine. Obat

antidepresan sebaiknya diberikan bila pemberian obat psikostimulan tidak efektif hasilnya

untuk anak ADHD. 5, kaplan

Psikostimulan menstimuli area yang mengalami penurunan aktivasi hingga dapat

mencapai tingkat yang lebih tinggi. Ternyata efek methylphenidate sangat baik terhadap

anak ADHD dimana anak ADHD terjadi hipofungsi dopamin dan adrenalin di sinaps,

sedangkan methylphenidate bekerja untuk menghambat reuptake dopamin dan

noradrenalin kembali ke sel syaraf. Efek methylphenidate menstimulasi korteks serebral

dan struktur sub kortikal5.

Efek samping psikostimulan yang tersering adalah insomnia, berkurangnya nafsu

makan sampai berat badan menurun, kadang-kadang sakit kepala. Bila sebelum dan saat

pengobatan anak ADHD menunjukkan gejala sukar makan, maka perlu diberikan vitamin

untuk nafsu makan. Bila timbul efek samping sukar tidur, sebaiknya pemberian malam

hari tak dilakukan, dilakukan membaca terlebih dahulu sebelum tidur (bedtime reading),

dapat diberikan obat tidur bila sangat diperlukan.5,6,kaplan

Tabel 3 Terapi Medikamentosa yang dipergunakan untuk Pengobatan ADHD

16

Nama Obat Durasi Dosis

Stimulan (first-line treatment)

Methylphenidate

-Short-acting (Ritalin,Methylin)

2-3 jam dua kali per hari

tab @ 10 mg

-Intermediate-acting (Ritalin SR, Methylin ER)

3-8 jam satu kali per hari

tab @ 20 mg

-Long-acting ( Concerta, Metadate CD, Ritalin LA)

8-12 jam satu kali per hari

tab @ 18 mg

Amphetamine

-Short-acting (Dexedrine, Dextrostat)

4-6 jam satu kali per hari

tab @ 5 mg

Antidepresan

Trisiklik (TCA)

- Imipramin, Desipramin 10-25 mg/ hari

Bupropion 3,1 – 7,1 mg/kg/hari

Tabel 3 Terapi Medikamentosa Stimulan yang dipergunakan untuk Pengobatan ADHD

Nama Obat Sediaan

(mg)

Durasi

(Jam)

Dosis yang

Direkomendasikan

Preparat Methylphenidate

Ritalin 5, 10, 15, 20 3-4 0,3-1 mg/kg 3 kali sehari;

sampai dengan 60 mg/hari

Ritalin-SR 20 8 sampai dengan 60 mg/hari

Concerta 18, 36, 54 12 sampai dengan 54 mg/q

Metadate ER 10, 20 8 sampai dengan 60 mg/hari

Metadate CD 20 12 sampai dengan 60 mg/q

Preparat Dexmethylphenidate

Focalin 2,5; 5; 10 3-4 sampai dengan 10 mg

Preparat Dextroamphetamine

Dexedrine 5, 10 3-4 0,15-0,5 mg/kg 2 kali

sehari; sampai dengan 40

17

mg/hari

Dexedrine Spansule 5, 10, 15 8 Sampai dengan 40

mg/hari

Preparat Dextroamphetamine

dan amphetamine salt

Adderall 5, 10, 20, 30 4-6 0,15-0,5 mg/kg 2 kali

sehari; sampai dengan 40

mg/hari

Adderall XR 10, 20, 30 12 Sampai dengan 40 mg/q

Sumber: Kaplan Psikiatri

Tabel 4 Terapi Medikamentosa Stimulan yang dipergunakan untuk Pengobatan ADHD

Nama Obat Sediaan

(mg)

Dosis Yang Direkomendasikan

Preparat Bupropion

Wellbutrin 75, 100 (3-6 mg/kg) 150-300 mg/hari; sampai

18

dengan 150 mg 2 kali per hari

Wellbutrin SR 100,150 (3-6 mg/kg) 150-300 mg/hari; sampai

dengan 150 mg q; >150 mg/hari

gunakan dosis 2 kali sehari

Venlafaxine

Effexor 25; 37,5; 50,75; 100 25-150 mg/hari; gunakan dosis 2 kali

per hari

Effexor SR 37,5; 75; 150 37,5-150 mg q

Agonis α-Adrenergik

Clonidine (Catapres) 0,1; 0,2; 0,3 3-10μg/kg/hari dibagi menjadi 3 kali

per hari; sampai dengan 0,1 mg tiga kali

perhari

Guanfacine (Tenex) 1, 2 0,5-1,5 mg/hari

Sumber: Kaplan Psikiatri

Terapi Perilaku

Berupa :

1.Intervensi pendidikan dan sekolah

Hal ini penting untuk membangun kemampuan belajar anak.

2.Psikoterapi : pelatihan ADHD, suport group, atau penggunaan keduanya pada orang

dewasa dapat membantu menormalisasi gangguan dan membantu penderita agar fokus

pada informasi umum. Konselor terapi perilaku ini dapat melibatkan psikolog, dokter

spesialis tumbuh kembang anak, pekerja sosial dan perawat yang berpengalaman.

Modifikasi prilaku dan terapi keluarga juga dilakukan untuk mendapatkan hasil yang

optimal.

Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi konflik orang tua dan anak serta mengurangi

ketidakpatuhan anak. Terapi perilaku ini terdiri dari beberapa langkah, yakni:3

a. Fase pemberian informasi (Information phase)

Memberikan informasi pada orang tua mengenai keadaan anak sebenarnya

termasuk kesukaran tingkah laku anak.

b. Fase penilaian (Assessment phase)

Menilai seberapa berat gangguan interaksi anak dengan saudara atau orang tua.

19

c. Fase pelatihan (Training phase)

Menawarkan pelatihan keterampilan sosial pada anak, orang tua, bila

memungkinkan gurunya.

d. Fase evaluasi (Review progress)

Menilai kemajuan/perbaikan tingkah laku anak ADHD.

Pendekatan pada anak untuk memperbaiki tingkah lakunya di rumah dan hubungan

interpersonal anak-orang tua dilakukan dengan cara :3

a) Mengidentifikasi situasi permasalahan yang spesifik dan peristiwa yang

menimbulkan tingkah laku yang tidak diinginkan misalnya sikap menentang bila

disuruh belajar, sikap tidak bisa diam, dan sebagainya.

b) Dilakukan monitor kemajuan anak dengan menggunakan skala penilaian yang

sudah baku.

c) Ditingkatkan hubungan/interaksi yang positif antara orang tua dan anak serta

dibatasi interaksi negatif antara orang tua dengan anak.

d) Berusaha untuk berkomunikasi secara efektif dan menetapkan peraturan.

e) Digunakan sistem hadiah (rewards) segera bila anak mencapai target tingkah laku

yang dikehendaki.

f) Digunakan “negative reinforcement” (time out) sebagai hukuman pada anak pada

masalah tingkah laku yang serius.

Pendekatan yang hampir sama dapat dilakukan oleh guru di sekolah pada anak ADHD

yang mengganggu teman-temannya di sekolah.

Terapi perilaku sebaiknya :2

a) Dilakukan pada anak ADHD yang gejalanya ringan (mild ADHD)

b) Anak ADHD dengan komorbiditas yang tidak berespon baik dengan pengobatan

stimulansia (anak depresi, atau gangguan tingkah laku, sikap menentang)

c) Pada keluarga yang tidak mau menggunakan obat untuk terapi anaknya.

d) Anak ADHD yang tidak berespon secara adekuat dengan obat-obatan.

e) Anak ADHD yang tidak tahan / toleran dengan obat-obatan (alergi, reaksi tambah

buruk)

Dalam terapi perilaku sebaiknya orangtua menunjukkan perilaku yang baik yang dapat

ditiru anak (menunda kemarahan/lebih sabar, memberikan disiplin yang konsisten dan

sesuai dengan usia anak). Mengajarkan pada anak bermain olahraga yang banyak

20

mempergunakan gerakan adalah lebih baik daripada permainan yang tenang (catur),

misalnya sepakbola dan tenis.

Terapi Medikamentosa

Penggunaan obat-obatan dalam terapi ADHD berperan sebagai CNS stimulant, meliputi

sediaan short dan sustained-release seperti methylphenidate, dextroamphetamine,

kombinasi dextroamphetamine dan amphetamine salt. Salah satu keuntungan sediaan

sustained-release untuk anak-anak adalah satu dosis di pagi hari akan bertahan efeknya

sepanjang hari sehingga anak-anak tidak perlu minum dosis kedua maupun ketiga saat

kegiatan di sekolah berlangsung. Keuntungan lain adalah dipertahankannya obat ini pada

level tertentu dalam tubuh sepanjang hari sehingga fenomena rebound dan munculnya

iritabilitas dapat dihindari.kaplan

Terapi second line meliputi antidepresan seperti bupropion, venlafaxine dan juga

terdiri dari Agonis reseptor α-Adrenergik seperti clonidine dan guanfacine. Obat

antidepresan sebaiknya diberikan bila pemberian obat psikostimulan tidak efektif hasilnya

untuk anak ADHD.5, kaplan FDA (The Food and Drug Administration) menyarankan

penggunaan dextroamphetamine pada anak-anak berusia 3 tahun atau lebih dan

methylphenidate pada anak-anak berusia 6 tahun atau lebih.Kedua obat inilah yang paling

sering dipakai untuk terapi ADHD.kaplan

Psikostimulan menstimuli area yang mengalami penurunan aktivasi hingga dapat

mencapai tingkat yang lebih tinggi. Ternyata efek methylphenidate sangat baik terhadap

anak ADHD dimana anak ADHD terjadi hipofungsi dopamin dan adrenalin di sinaps,

sedangkan methylphenidate bekerja untuk menghambat reuptake dopamin dan

noradrenalin kembali ke sel syaraf. Efek methylphenidate menstimulasi korteks serebral

dan struktur sub kortikal5.

Efek samping psikostimulan yang tersering adalah insomnia, berkurangnya nafsu

makan sampai berat badan menurun, kadang-kadang sakit kepala. Bila sebelum dan saat

pengobatan anak ADHD menunjukkan gejala sukar makan, maka perlu diberikan vitamin

untuk nafsu makan. Bila timbul efek samping sukar tidur, sebaiknya pemberian malam

hari tak dilakukan, dilakukan membaca terlebih dahulu sebelum tidur (bedtime reading),

dapat diberikan obat tidur bila sangat diperlukan.5,6,kaplan

Tabel 3 Terapi Medikamentosa yang dipergunakan untuk Pengobatan ADHD

21

Nama Obat Durasi Dosis

Stimulan (first-line treatment)

Methylphenidate

-Short-acting (Ritalin,Methylin)

2-3 jam dua kali per hari

tab @ 10 mg

-Intermediate-acting (Ritalin SR, Methylin ER)

3-8 jam satu kali per hari

tab @ 20 mg

-Long-acting ( Concerta, Metadate CD, Ritalin LA)

8-12 jam satu kali per hari

tab @ 18 mg

Amphetamine

-Short-acting (Dexedrine, Dextrostat)

4-6 jam satu kali per hari

tab @ 5 mg

Antidepresan

Trisiklik (TCA)

- Imipramin, Desipramin 10-25 mg/ hari

Bupropion 3,1 – 7,1 mg/kg/hari

Tabel 3 Terapi Medikamentosa Stimulan yang dipergunakan untuk Pengobatan ADHD

Nama Obat Sediaan

(mg)

Durasi

(Jam)

Dosis yang

Direkomendasikan

Preparat Methylphenidate

Ritalin 5, 10, 15, 20 3-4 0,3-1 mg/kg 3 kali sehari;

sampai dengan 60 mg/hari

22

Ritalin-SR 20 8 sampai dengan 60 mg/hari

Concerta 18, 36, 54 12 sampai dengan 54 mg/q

Metadate ER 10, 20 8 sampai dengan 60 mg/hari

Metadate CD 20 12 sampai dengan 60 mg/q

Preparat Dexmethylphenidate

Focalin 2,5; 5; 10 3-4 sampai dengan 10 mg

Preparat Dextroamphetamine

Dexedrine 5, 10 3-4 0,15-0,5 mg/kg 2 kali

sehari; sampai dengan 40

mg/hari

Dexedrine Spansule 5, 10, 15 8 sampai dengan 40 mg/hari

Preparat Dextroamphetamine

dan amphetamine salt

Adderall 5, 10, 20, 30 4-6 0,15-0,5 mg/kg 2 kali

sehari; sampai dengan 40

mg/hari

Adderall XR 10, 20, 30 12 sampai dengan 40 mg/q

Sumber: Kaplan Psikiatri

Tabel 4 Terapi Medikamentosa Stimulan yang dipergunakan untuk Pengobatan ADHD

Nama Obat Sediaan

(mg)

Dosis Yang Direkomendasikan

Preparat Bupropion

Wellbutrin 75, 100 (3-6 mg/kg) 150-300 mg/hari; sampai

dengan 150 mg 2 kali per hari

23

Wellbutrin SR 100,150 (3-6 mg/kg) 150-300 mg/hari; sampai

dengan 150 mg q; >150 mg/hari

gunakan dosis 2 kali sehari

Venlafaxine

Effexor 25; 37,5; 50,75; 100 25-150 mg/hari; gunakan dosis 2 kali

per hari

Effexor SR 37,5; 75; 150 37,5-150 mg q

Agonis α-Adrenergik

Clonidine (Catapres) 0,1; 0,2; 0,3 3-10μg/kg/hari dibagi menjadi 3 kali

per hari; sampai dengan 0,1 mg tiga kali

perhari

Guanfacine (Tenex) 1, 2 0,5-1,5 mg/hari

Sumber: Kaplan Psikiatri

2.9 PROGNOSIS

Prognosis pasien ADHD umumnya baik bila:

1. Tidak ada faktor komorbid utama

2. Pasien dan yang merawatnya memperoleh cukup edukasi mengenai ADHD dan

manajemen penanganannya

3. Taat dalam melaksanakan terapi

4. Learning disabilities yang menyertai didiagnosa dan ditinjau ulang dan

ditangani.

5. Beberapa dan semua masalah emosional diinvestigasi dan ditangani dengan

baik oleh dokter umum atau pasien dirujuk ke pusat kesehatan jiwa yang

profesional.5

Sedikitnya 80% dari anak-anak yang menderita ADHD, gejalanya menetap

sampai remaja bahkan dewasa. Dengan peningkatan usia, maka gejala hiperaktif akan

berkurang tetapi gejala inatensi, impulsivitas, disorganisasi, dan kesulitan dalam

membangun hubungan dengan orang lain biasanya menetap dan semakin menonjol. Bila

gejala ADHD tidak segera diidentifikasi dan diterapi, maka individu yang menderita

24

ADHD dapat mengalami masalah-masalah seperti: prestasi sekolah yang buruk, gangguan

sosialisasi, status pekerjaan yang rendah, risiko gangguan pengunaan zat meningkat,

risiko kecelakaan meningkat, perilaku seksual dan kriminalitas yang juga meningkat.1

Disamping itu dampak pada psikologis yang lain adalah rasa rendah diri, kemampuan

sosial yang kurang, ansietas, depresi, gagal untuk mencapai potensi diri. Sedangkan

dampak pada keluarga adalah menimbulkan stres dan depresi pada keluarga,

keharmonisan keluarga terganggu dan perubahan status pekerjaan.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Simms MD. Attention Deficit/Hyperactivity Disorder. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB (eds). Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition. Saunders, USA. 2004. p. 107-10.

25

2. DSM IV. Attention Deficit/Hyperactivity Disorder. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th edition. American Psychiatric Association, Washington DC. 1994. p. 78-85.

3. Support Group for ADHD Children and ADHD Adults. http://www.adhdnews.com/Last update: 2005. Accessed: August 2nd 2006.

4. Towbin KE, LeckmannJF. Attention Deficit Hyperctivity Disorder. In: Rudolph AM (ed). Rudolph’s Pediatrics. 19th edition. Appleton and Lange, USA,1991, p:115-16.

5. Montauk SL. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder. http://www.emedicine.com. Last update : Juny 2005. Accessed: August 2nd 2006.

6. Attention Deficit Hyperactivity Disorder.. http://www.nimh.nih.gov/publicat/ adhd.cfmcom. Last update: February 18th 2005. Accessed: August 3rd 2006.

7. Chang D.K. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder. http://www.emedicine.com. Last update : Juny 2005. Accessed: August 3 rd 2006.

8. Attention Deficit Disorder. http://www.add-adhd.org/ADHD_attention-deficit.html. Accessed: August 2nd 2006.

TINJAUAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : M.Iqbal

Umur : 2 tahun 5 bulan

26

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jln Soka 113, Kesiman, Denpasar

Tgl Pemeriksaan : 19 Augustus 2006

II. HETEROANAMNESA (IBU)

Keluhan utama :

Anak tidak mau diam-terlalu aktif

Riwayat penyakit Sekarang :

Pasien dikeluhkan tidak mau diam, terus beraktivitas, dan disuruh diam tidak

mau diam-sering ada saja yang dikerjakan.

Dan dkeluhkan juga suka berlari-lari, bermain terus dan jika ada barang baru

langsung dibongkar olehnya.

Terus bermain aktif tanpa ada batas waktu-hanya keliatan diam jika lagi tidur.

Dibandingkan dengan teman-teman peer groupnya,pasien dikatakan paling

tidak bisa diam dan sering mengganggu anak-anak lain.

Bicara sudah jelas-segala kalimat dan pengucapan dapat dimengerti dan sering

ada aja ditanyakan. Misalnya, kenapa air berwarna putih? Apabila sudah

dijawab tetap saja ada pertanyaan yang lain, sampai orang tua pasien

mengeluh jawaban yang seharusnya diberikan

Interaksi bahasa, reseptif dan ekspresif dapat dimengerti.

Suka mengerjakan hal-hal yang baru, misalnya menulis dan mewarna-cepat

mngertikan sesuatu yang diajarin dan langsung dikerjakan dengan cepat.

Dikeluhkan juga dalam mengerjakan sesuatu cepat menjadi bosan-misalnya

ketika diajar untuk membaca, pasien dengan cepat meliat dan meminta

orangtuanya mengajarkan dan dihabiskan meliat gambar-gambar dengan cepat

dan kemudian tidak mau dibaca buku tersebut, seterusnya meminta buku yang

lain.

Minum ASI (+) Normal

BAK/BAB (+) Normal

Makan dan minum seperti biasa.

Riwayat penyakit sebelumnya :.

Tidak ada.

Riwayat pengobatan :

27

Kontrol terus ke poli jiwa dan tumbuh kembang.

Riwayat keluarga :

Di keluarga tidak ada yang seaktif pasien

Riwayat persalinan

Lahir spontan, di dokter Sp.OG dengan BBL 3200 gram, langsung menangis,

kelainan (-).

Riwayat imunisasi :

Lengkap sesuai umur,semua imunisasi yang sudah didapat

Riwayat nutrisi :

ASI : 0 – sekarang

PASI : 5 bulan – sekarang

Bubur susu : 4 bulan – 6 bulan

Nasi Tin : 7 bulan – 10 bulan

Makanan dewasa : 1 tahun – sekarang

III.PEMERIKSAAN FISIK

Status present :

KU : Sedang

Kesadaran : CM

Nadi : 110x/menit isi cukup.

RR : 28 x/menit.

T ax : 37,2 0C

BB : 12,5 kg

PB : 125 cm

Nelson : 90% ( baik)

Status general :

Kepala : Normocephali, UUB datar

Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor

THT : Nch (+) sianosis (-)

Thoraks

Cor : S1S2 Tunggal regular, mur mur (-)

28

Po :Bentuk thorax normal, dada simetris, retraksi (-)

Ves +/+, Wh +/+, Rh +/+

Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, H/L ttb, Asites (-)

Extremitas : Akral hangat (+), sianosis (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Denver II

PS : 1F + 1FC

MH : 12 a – dalam batas normal

B : Dalam batas normal

MK : Dalam batas normal

SKOR DETEKSI DINI GANGGUAN KONSENTRASI DAN

HIPERAKTIVITAS

Perhatian : 12 – Bermasalah dan perlu perhatian

Hiperaktivitas : 13 – Bermasalah dan perlu perhatian

Sosialisasi : > 22 – Tidak Bermasalah

Bersikap Menentang : < 9 – Tidak Bermasalah

V. DIAGNOSIS

ADHD

VI. PENATALAKSANAAN

Terapi Tingkah laku – dikonsul ke RM

Konsul Psikiatri Anak.

VII. MONITORING

Sering Kontrol ke Poli tumbuh kembang.

29

30