pbl 1 ecce 2 derajat syok hipovolemik akibat perdarahaan menurut atls

Upload: abamvc-muhammad-akbar

Post on 09-Oct-2015

136 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Derajat Syok Hipovolemik akibat perdarahaan menurut ATLS

TRANSCRIPT

SKENARIO I

PAK BADRUN YANG MALANG...................

INFO 1

Tn badrun, usia 20 tahun seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta di Purwokerto dibawa ke IGD dalam keadaan tidak sadar setelah mengalami kecelakaan lalulintas. Menurut pengantar korban, motor yang dikendara Ramona menabrak bis, Ramona mengalami kecelakaan lalu lintas sekitar 1 jam sebelum masuk RS. Pertama kali ditemukan di tempat kejadian, Ramona masih dalam kondisi sadar, selama perjalanan ke IGD, nampak sering menguap dan mulai tidak sadarkan diri.

1. Tingkat kesadaranadalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkatkesadaran dibedakan menjadi :

1. Compos Mentis(conscious),yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

4. Somnolen(Obtundasi, Letargi),yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

5. Stupor(soporo koma),yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.

6. Coma(comatose),yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Perubahantingkat kesadarandapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.

Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angkamorbiditas(kecacatan) danmortalitas(kematian).

Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.

Penyebab Penurunan KesadaranPenurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis) ; pada keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi.

2. Batasan masalah

a. identitasnama: tuan badrun (mahasiswa PTS di pwt)usia: 20 tahun b. keluhan utama : tidak sadarkan diri karena kecelakaan lalulintasc. Onset

: satu jam sebelum di bawa ke Rumah Sakit. d. Kronologis : motor yg dikendarai menabrak bis, awalnya masih sadar, selama perjalanan ke IGD nampak sering menguap dan mulai tidak sadarkan diri. 3. Analisis masalah

a. Apakah pasien ini merupakan kasus gawat darurat?

Kondisi gawat darurat dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Kumpulan materi mata kuliah Gadar:2005):

1) Gawat darurat : Suatu kondisi dimana dapat mengancam nyawa apabila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya. Contoh : gawat nafas, gawat jantung, kejang, koma, trauma kepala dengan penurunan kesadaran

2) Gawat tidak darurat : Suatu keadaan dimana pasien berada dalam kondisi gawat tetapi tidak memerlukan tindakan yang darurat contohnya : kanker stadium lanjut

3) Darurat tidak gawat : Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba tetapi tidak mengancam nyawa atau anggota badannya contohnya : fraktur tulang tertutup.

4) Tidak gawat tidak darurat : Pasien poliklinik yang datang ke UGD

Pasien yang masuk kategori gawat adalah kasus yang mengancam nyawa, sedangkan kategori darurat adalah pasien yang membutuhkan pertolongan segera. Dalam kasus ini, pasien termasuk pasien gawat darurat karena pasien mengalami kecelakaan hebat sehingga terjadi penurunan kesadaran dan akhirnya koma.

b. Tentukan langkah initial assessment pada pasien tersebut, yang meliputi :

1) Persiapan Persiapan pada penderita berlangsung dalam dua fase yang berbeda, yaitu fase pra rumah sakit / pre hospital, dimana seluruh penanganan penderita berlangsung dalam koordinasi dengan dokter di rumah sakit. Fase kedua adalah fase rumah sakit/hospital dimana dilakukan persiapan untuk menerima penderita sehingga dapat dilakukan resusitasi dengan cepat.

a) Fase pra rumah sakit

Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas di lapangan akan menguntungkan penderita. Pada fase pra rumah sakit, hal yang perlu diperhatikan adalah penjagaan airway, kontrol pendarahan dan syok, imobilisasi penderita dan segera dibawa ke rumah sakit terdekat dengan fasilitas yang memadai. Waktu di tempat kejadian (scene time) yang lama harus dihindari. Selain itu juga penting mengumpulkan keterangan yang nanti dibutuhkan di rumah sakit, seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian, serta riwayat penderita. Sehingga dapat ditentukan jenis dan berat dari trauma.

b) Fase rumah sakit

Pada fase rumah sakit perlu dilakukan perencanaan sebelum penderita tiba, sebaiknya ada ruangan khusus resusitasi serta perlengkapan airway (laringoskop, endotracheal tube) yang sudah dipersiapkan. Selain itu, perlu dipersiapkan cairan kristaloid (mis : RL) yang sudah dihangatkan, perlengkapan monitoring serta tenaga laboratorium dan

radiologi. Semua tenaga medik yang berhubungan dengan penderita harus dihindarkan dari kemungkinan penularan penyakit menular dengan cara penganjuran menggunakan alat-alat protektif seperti masker/face mask, proteksi mata/google, baju kedap air, sepatu dan sarung tangan kedap air.

2) Triase Suatu metode yang banyak digunakan dalam multiple casualty incidentdisebutTriaseyang berarti memilah dan mendiagnosa pasien berdasarkan kebutuhan terapi dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki.

Tujuan dari Triase adalah:

a) Identifikasi cepat korban yang memerlukan stabilisasi segera (perawatan di lapangan)

b) Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan (life-saving surgery)

Penggolongan pasien dibagi menjadi empat kategori warna, yaitu :

a) Merah

Penanda korban membutuhkan stabilisasi segera dan korban yang mengalami:

1) Syok oleh berbagai kausa

2) Gangguan pernapasan

3) Perdarahan eksternal massif

b) Kuning

Sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat ditunda sementara.

1) Fraktur multiple

2) Fraktur femur, pelvis

3) Luka bakar luas

c) Hijau

Sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan sehingga dapat ditunda.

1) Fraktur minor

2) Luka minor, luka bakar minor

d) Hitam

Korban telah meninggal

3) Survey primer Gangguan pernafasan dapat timbul spontan oleh obstruksi tiba-tiba atau perlahan karena mekanisme lain. Nafas cepat merupakan tanda awal terhadap kebutuhan tubuh akan oksigen. Ketakutan atau gelisah pada pasien tidak sadar harus dievaluasi berulang, apakah ini berhubungan dengan proses sakitnya atau beban psikologi. Kasus dengan melibatkan cedera kepala, pemakaian obat-obatan, alcohol, cedera toraks dapat menyebabkan gangguan airway. Tanda objektif gangguan airway meliputi (Sjamsuhidajat, 2004):

a. Look

Pasien gelisah dan perubahan kesadaran. Menandakan gejala hipoksia dan hiperkarbia. Terlihat sianosis terutama pada kulit sekitar mulut dan kuku. Tampak pula usaha untuk nafas dengan bantuan otot pernafasan tambahan. Lihat pula apakah ada pergerakan nafas, retraksi iga, benda asing, dll.

b. Listen

Dengarkan apakah ada suara, ngorok, seperti berkumur, bersiul, yang mungkin berhubungan dengan adanya sumbatan parsial dari laring.

c. Feel

Rasakan apakah ada aliran udara yang keluar dari mulut, adakah getara di leher akibat sumbatan parsial.

4) Resusitasi Pasien yang mengalami trauma berat harus dievaluasi dan ditangani dengan cara yang sistematis, dengan menekankan penentuan prioritas perwatan berdasarkan sifat dan beratnya cedera. Penilaian awal berupa survey primer secepatnya pada jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi dilakukan bersamaan dengan upaya stabilisasi fungsi-fungsi vital-diikuti dengan survey sekunder secara menyeluruh, dengan melakukan pemeriksaan fisik lengkap dan pemeriksaan diganostik sesuai indikasi (Michael Jay Bresler, 2006).

a) Airway

Penatalaksanaan jalan napas merupakan prioritas tertinggi. Patensi jalan napas harus dipastikan juga, dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya cedera tulang belakang. Pada pasien tidak sadar, maneuver pengaturan posisi seperti chin lift, head tilt dan jaw thrust dapat menghasilkan patensi jalan napas. Hati-hati bahwa leher jangan sampai hiperekstensi. Pada penderita dengan masalah airway harus cepat diketahui apakah ada benda asing, cairan lambung, darah di saluran cerna bagian atas, fraktur mandibula, fraktur laring atau fraktur tulang wajah. Jika karena benda asing maka harus segera dicoba untuk dikeluarkan baik secara manual, atau dengan suction. Jika sumbatan dikarenakan oleh makanan, maka dapat dilakukan abdominal thrust (Michael Jay Bresler, 2006).

b) Breathing

Oksigenasi dan pertukaran udara harus dipastikan berjalan dengan baik. Semua korban trauma mayor harus mendapat oksigen aliran tinggi, kecuali ada kontraindikasi khusus.dukungan ventilasi dengan face mask harus dipasang jika upaya pernafasan tidak adekuat. Intubasi ET harus dilakukan sesegera mungkin jika da indikasi. Vertebrae cervical harus distabilkan secara manual dan atau menggunakan rigid collar jika ada kemungkinan cedera leher. Dada hendaknya diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi untuk mencari tanda fraktur iga, pneumoythoraks, hemothoraks, kontusio paru, dan flail chest (Michael Jay Bresler, 2006).

c) Sirkulasi

Jika ada kecurigaan trauma signifikan, pasang dua jalur IV berkaliber besar, dan pasang infuse larutan salin normal atau ringer laktat. Perkiraan kasar kecukupan perfusi dapat diperoleh dengan menilai warna kulit dan suhu, pengisian kapiler (capillary refill), kecepatan denyut nadi, dan tingkat kesadaran (Michael Jay Bresler, 2006).

d) Status neurologis

Dinilai jika airway, breathing and circulation semua sudah stabil (Michael Jay Bresler, 2006).

5) Tambahan dari survey primer dan resusitasi

6) Survey sekunder ( head to toe dan anamnesa ) Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe). Tujuannya untuk mendeteksi penyakit atau trauma yang diderita pasien sehingga dapat ditangani lebih lanjut (Eko, 2008). Peralatan :

Stetoskop, tensi meter, jam, lampu pemeriksaan/senter, gunting, thermometer, catatan, alat tulis

Prosedur :

1. Anamnesis :

Riwayat AMPE yang harus diingat yaitu :

A : Alergi

M : Medikasi (obat yang diminum sebelumnya)

P : Past illness (penyakit sebelumnya)/Pregnancy (hamil)

E : Event/ environment (lingkungan yang berhubungan dengan kegawatan) (Eko, 2008)2. Pemeriksaan fisik :

a. Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh

1) Posisi saat ditemukan

2) Tingkat kesadaran

3) Sikap umum, keluhan

4) Trauma, kelainan

5) Keadaan kulit

b. Pemeriksaan kepala dan leher

1) Rambut dan kulit kepala

Perdarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan2) Telinga

Perlukaan, darah, cairan

3) Mata

Perlukaan, pembengkakan, perdarahan, reflek pupil, kondisi kelopak mata, adanya benda asing, pergerakan abnormal

4) Hidung

Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping hidung, kelainan anatomi akibat trauma

5) Mulut

Perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi, bau, dapat buka mulut/ tidak

6) Bibir

Perlukaan, perdarahan, sianosis, kering

7) Rahang

Perlukaan, stabilitas, krepitasi8) Kulit

Perlukaan, basah/kering, darah, suhu, warna

9) Leher

Perlukaan, bendungan vena, deviasi trakea, spasme otot, stoma, stabilitas tulang leher

c. Pemeriksaan dada

Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri tekan, perlukaan (luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi, suara nafas

d. Pemeriksaan perut

Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi

e. Pemeriksaan tulang belakang

Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot

f. Pemeriksaan pelvis/genetalia

Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia

g. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah

Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa, bengkak, denyut nadi, warna luka (Eko, 2008).7) Tambahan dari survey sekunder

8) Pemantauan dan re-evaluasi lanjut

9) Penanganan definitive Untuk keputusan merujuk penderita dapat dipakai interhospital triage criteria. Criteria ini memakai data fisiologis penderita, cedera anatomis, mekanisme perlukaan, penyakit penyerta, serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis.

c. Jenis-jenis syok Berdasarkan etiloginya maka syok digolongkan atas beberapa macam yaitu :Syok Hipovolemik, Syok Kardiogenik, Syok Distributif, dan Syok Obstruktif

1) Syok hipovolemik

Disebabkan oleh volume darah yang rendah ( SV turun yang disebabkan oleh perdarahan atau dehidrasi). Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen intavaskular dan interstitial. Volume cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan intravascular. Syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai 25%. Hal ini akan menggambarkan kehilangan 750 ml sampai 1300 ml pada pria dgn berat badan 70 kg.

Kondisi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok hipovolemik adalah (1) kehilangan cairan eksternal seperti : trauma, pembedahan, muntah-muntah, diare, diuresis, (2) perpindahan cairan internal seperti : hemoragi internal, luka baker, asites dan peritonitis

2) Syok kardiogenik

Disebabkan oleh penurunan kontraktilitas jantung (SV turun), yang biasanya disebabkan oleh infark miokard massif. Gangguan irama juga dapat menyebabkan syok. Dengan menurunkan heart rate, bradikardia langsung menurunkan cardiac output dan kemungkinan juga tekanan darah. Meskipun takikardi adalah respon heart rate yang meninggi, efek ini mungkin lebih kecil daripada akan dikalahkan oleh penurunan SV yang cukup besar untuk menurunkan cardiac output,sehingga menyebabkan hipotensi. Takikardi mungkin tidak member cukup waktu untuk pengisian diastolic atau perfusi miokard. Dengan demikian, disritmia dapat menyebabkan syok, tetapi istilah kardiogenik biasanya menyatakan kegagalan pompa akibat infark miokard massif (Bresler and Sternbach, 2006). Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.

syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner.Koroner, disebabkan oleh infark miokardium, SedangkanNon-koronerdisebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung, dan disritmia.

3) Syok distributive

Disebabkan oleh hilangnya tonus arteri yang normal sehingga darah tidak dapat terdistribusi ke seluruh tubuh. Biasanya disebabkan oleh sepsis, anafilaksis, transeksi medulla spinalis, overdosis obat, dan defisiensi endokrin ).Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer.

Syok distributif dapat disebabkanbaik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu(1) syok neurogenikseperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2)syok anafilaktikseperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi

Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok distributif lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :

a) Syok NeorugenikPada syok neurogenik, vasodilatasi terjadi sebagai akibat kehilangan tonus simpatis. Kondisi ini dapat disebabkan oleh cedera medula spinalis, anastesi spinal, dan kerusakan sistem saraf. Syok ini juga dapat terjadi sebagai akibat kerja obat-obat depresan atau kekurangan glukosa (misalnya : reaksi insulin atau syok). Syok neurogenik spinal ditandai dengan kulit kering, hangat dan bukan dingin, lembab seperti terjadi pada syok hipovolemik. Tanda lainnya adalah bradikardi.

b) Syok AnafilaktikSyok anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) mengalami reaksi anti gen- anti bodi sistemik.

c) Syok SeptikSyok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang cermat, melakukan debriden luka ntuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan secara menyeluruh.

4) Syok obstruktif

Disebabkan oleh obstruksi sirkulasi sentral. SV turun misalnya oleh karena emboli paru massif, tamponade pericardium, tension pneumothoraks, diseksi aorta thorakalis (Bresler and Sternbach, 2006).

Syok yang terjadi karena adanya gangguan venous return (Jumlah darah yang kembali ke jantung dari seluruh tubuh). Syok ini dapat disebabkan oleh pneumotoraks, efusi perikardium, ventilasi kendali

d. Jenis syok pada kasus dan alasan Jenis syok yang terjadi pada kasus adalah syok hipovolemik yaitu setelah didapatkan informasi dari survey primer yaitu didapatkan :

1. Tekanan darah 80/55 mmHg, tekanan darah sangan menurun

2. Nadi : 128 x/menit, reguler isi dan tekanan kurang. Pasien mengalami takikardi

3. RR : 32 x/menit

Dari hasil vital sign didapatkan tanda-tanda syok yaitu tekanan darah yang menurun, takikardi, dan RR yang meningkat. Kemungkinan syok yang dialami pada pasien ini adalah syok hipovolemik derajat III akibat kecelakaan lalu lintas, kemungkinan telah mengalami kehilangan darah sebanyak 1500-2000 ml (30%-40% volume darah).

Tabel. Derajat Syok Hipovolemik akibat perdarahaan menurut ATLS

KELAS IKELAS IIKELAS IIIKELAS IV

Kehilangan darah (ml)Sampai 750750 - 15001500 2000>2000

Kehilangan darah (% volume darah)Sampai 15 %15%-30%30%-40%>40%

Denyut nadi100>120>140

Tekanan darahNormalNormalMenurunMenurun

Tekanan nadi (mmHg)Normal/naikMenurunMenurunMenurun

Frekuensi pernapasan14 2020 30 30 40 >35

Produksi urin (ml/jam)>3020 - 305 15Tidak berarti

CNS/Status MentalSedikit cemasAgak cemasCemas, bingungBingung, lesu (letargi)

Penggantian Cairan

(Hukum 3:1)Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan darahKristaloid dan darah

e. Penanganan syok pada kasus Penatalaksanaan dalam kasus syok hipovolemik tindakan yang harus dilakukan adalah menempatkan kaki kasien dalam posisi lebih tinggi, menjaga jalur pernafasan dan diberikan resusitasi cairan dengan cepat melalui intravena atau pemasangan kateter CVP ( central venous pressure ) atau jalur intraarterial. Cairan yang diberikan adalah garam isotonik yang diteteskan dengan cepat. Bila kehilangan darah berlanjut dengan kadar hemoglobin syok hipovolemik (recovery)

b. GCS : E3M6V5 (compos mentis)

c. Kepala : tampak kulit kepala robek yang ada dalam sekitar area temporalis kanan yang terus menerus merembeskan darah (vulnus laseratum region temporal dekstra)

d. Mata : conjunctiva anemis +/+, pupil isokor 2mm/2mm, reflek cahaya +N/+N (todak ada lesi umn)

e. Hidung dan telinga : dbn

f. Leher : tampak abrasi di leher bagian kanan, trakea di tengah (abrasi lerher,tidak ada fracture cervical)

g. Thorax : I : Nampak jejas pada thorax dekstra, Pa : vocal fremitus kanan < kiri dan nyeri tekan +, Pe : redup pada region thorax kanan, Au : suara vesikuler kiri normal kanan menurun( curiga hemoatothorax -> usul ro pa/lat thorak dan ct scan thorak)

h. Abdomen : tampak abrasi, abdomen terasa nyeri (curiga trauma intra peritoneal/revered pain->usul ct abdomen atau USG cito)

i. Pelvis : stabil

j. Ekstremitas : tampak abrasi pada tungkai bawah, pembengkakan yang luas serta nyeri tekan pada paha kanan, pulsasi dorsalis pedis kanan lemah (fracture tertutup femoral dekstra->usul ro pa/lat kan kontra lat )

Informasi 4

Rontgen dada menunjukkan fraktur komplit pada costa 5 dan 6 dekstra, ruang pleura dekstra translusen dengan tak tampaknya gambaran pembuluh darah paru, sinus costophrenicus kanan dan kiri lancip, parenkim paru dekstra tampak mengecil/kolaps.Interpretasi informasi 4Dari hasil rontgen dada menunjukkan bahwa pasien mengalami hematothorax dextra dan fraktur komplit costae 5, 6. Pada ruang pleura diisi cairan darah (hematothorax).

4. Sasaran belajar a. Jelaskan jenis-jenis dan indikasi pemberian kristaloidb. Jelaskan jenis-jenis dan indikasi pemberian steroidc. Jelaskan jenis-jenis dan indikasi pemberian anti histamine

d. Jelaskan jenis-jenis dan indikasi pemberian bronkodilator

e. Jelaskan komposisi cairan infus

f. Jelaskan tipe-tipe cairan infus

g. Jelaskan cara menghitung kecepatan tetesan infus

h. Jelaskan mekanisme trauma pada kecelakaan

i. Jelaskan jenis-jenis trauma

j. Jelaskan patofisiologi syok hipovolemik

5. Penjelasan dari sasaran belajara. Jelaskan jenis-jenis dan indikasi pemberian kristaloid EGIKristaloid bertahan dalam intravascular hanya sebentar, yaitu satu jam, dan dia dapat mentebabkan edema paru. Sedangkan koloid bertahan di intravascular lebih lama, yaitu lebih dari 4 jam, dan dia mengurangi resiko terjadinya edema paru.

b. Jelaskan jenis-jenis dan indikasi pemberian steroid

KARINc. Jelaskan jenis-jenis dan indikasi pemberian anti histamineJenis-jenis anti histamine :

1. Anti histamin penghambat reseptor H1 (AH-1)

1). AH-1 generasi pertama, disebut juga AH-1 tradisional karena sudah lama dikenal dalam pengobatan.

Contoh : a. Etanolamin : - difenhidramin

- dimenhidrinat

- klemastin

- karbinoksamin maleat

b. rtilendiamin : - pirilamin maleat

- tripelenamin sitrat

c. Alkilamin : - klorfeniramin maleat

- dekslorfeniramin

d. piperazin : - hidroksizin HCL

- Siklizin HCL

e. Fenitiazin : - metdilazi HCL

f. Piperidin : - azatadin

- suproheptadin

2). AH-1 generasi kedua, disebut juga AH-1 nonsedasi, karena tidak menembus sawar darah-otak sehingga tidak member efek sedasi.

Contoh : a. Astemizol

b. Loratadin

c. cetirizin

2. Anti histamin penghambat reseptor H2 (AH-2)

Contoh : a. simetidin

b. ranitidin

c. famotidin

d. nizatidin

Antihistamin biasa diberikan pada pasien dengan kasus syok anafilaktik. Syok anafilaktik terjadi karena adanya antigen antibody dimana antigen antibody ini mengeleuarkan banyak interleukin yang nantinya menghasilkan histamine dan akhirnya menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah timbul lah syok. Antihistamin ini digunakan untuk memblok pengeluaran histamine sehingga pembuluh darah tidak vasodilatasi berlebih dan syok nya berkurang.

d. Jelaskan jenis-jenis dan indikasi pemberian bronkodilator

Tipe utama bronkodilator :

1. Adrenergik

Yang digunakan adalah b2-simpatomimetika (singkatnya b2-mimetika) yang berikut : salbutamol, terbulatin, tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol (Meptin), dan klenbuterol (Spriropent). Lagi pula, obat long-acting yang agak baru, yaitu salmoterol dan formoterol (dorudil).

Mekanisme kerjanya adalah melalui stimulasi reseptor b2 di trachea (batang tenggorok) dan bronchi, yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclic-adenosin monophosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh mast cells.

Obat-obat adrenergik yang sering digunakan sebagai bronkodilator :

e. Adrenalin epinefrin Lidonest 2%Zat adrenergik ini dengan efek alfa + beta adalah bronchodilator terkuat dengan kerja cepat tetapi singkat dan digunakan untuk serangan asma yang hebat.Efek samping berupa efek sentral (gelisah, tremor, nyeri kepala) dan terhadap jantung palpitasi, aritmia), terutama pada dosis lebih tinggi. Timbul pula hyperglikemia, karena efek antidiabetika oral diperlemah.

Dosis pada serangan asma i.v. 0,3 ml dari larutan 1 : 1.000 yang dapat diulang dua kali setiap 20 meter (tartrat)f. Efedrin : *Asmadex, * Asmasolon, * BronchicumDerivat adrenalin ini memiliki efek sentral lebih kuat dengan efek bronchodilatasi lebih ringan dan bertahan lebih lama (4 jam). Efedrin dapat diberikan secara oral maka banyak digunakan sebagai obat asma (bebas berbatas tanpa resep) dalam berbagai sediaan populer, walaupun efek sampingnya dapat membahayakan.Efek samping, pada orang yang peka, efedrin dalam dosis rendah sudah dapat menimbulkan kesulitan tidur, tremor, gelisah dan gangguan berkemih. Pada overdose, timbul efek berbahaya terhadap SSP dan jantung (palpitasi).

g. Isoprenalin : Isuprel AleudrinDerivat ini mempunyai efek b1 + b2 adrenergis dan memiliki daya bronchodilatasi baik tetapi resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur. Resorpsinya dari mulut (oromukosal sebagai tablet atau larutan agak lebih baik dan cepat, dan efeknya sudah timbul setelah beberapa menit dan bertahan sampai 1 jam.

h. Orsiprenalin (Metaproterenol, Alupent, Silomat comp) Orsiprenalin adalah isomer isoprenalin dengan resorpsi lebih baik, yang efeknya dimulai lebih lambat (oral sesudah 15-20 menit tetapi bertahan lebih lama, sampai 4 jam. Mulai kerjanya melalui inhalasi atau injeksi adalah setelah 10 menit. Dosis 4 dd 20 mg (sulfat), i.m. atau s.c. 0,5 mg yang dapat diulang setelah jam, inhalasi 3 4 dd 2 semprotan.i. Salbutamol: ventolin, salbuvenDerivat isoprenalin ini merupakan adrenergikan pertama (1986) yang pada dosis biasa memiliki daya kerja yang lebih kurang spesifik terhadap reseptor b2. selain berdaya bronchodilatasi baik, salbutamol juga memiliki efek lemah terhadap stabilisasi mastcell, maka sangat efektif mencegah maupun meniadakan serangan asma. Dewasa ini obat ini sudah lazim digunakan dalam bentuk dosis-aerosol berhubung efeknya pesat dengan efek samping yang lebih ringan daripada penggunaan per oral. Pada saat inhalasi seruk halsu atau larutan, kira-kira 80% mencapai trachea, tetapi hanya 7 -8% dari bagian terhalus (1-5 mikron) tiba di bronchioli dan paru-paru.

Efek samping jarang terjadi dan biasanya berupa nyeri kepala, pusing-pusing, mual, dan tremor tangan. Pada overdose dapat terjadi stimulasi reseptor b-1 dengan efek kardiovaskuler: tachycardia, palpitasi, aritmia, dan hipotensi. Oleh karena itu sangat penting untuk memberikan instruksi yang cermat agar jangan mengulang inhalasi dalam waktu yang terlalu singkat, karena dapat terjadi tachyfylaxis (efek obat menurun dengan pesat pada penggunaan yang terlalu sering).Dosis 3-4 dd 2-4 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 100 mcg, pada serangan akut 2 puff yang dapat diulang sesudah 15 menit. Pada serangan hebat i.m. atau s.c. 250-500 mcg, yang dapat diulang sesudah 4 jam.

j. Terbutalin : Bricasma, BricanylDerivat metil dari orsiprenalin (1970) ini juga berkhasiat b2 selektif. Secara oral, mulai kerjanya sesudah 1-2 jam, sedangkan lama kerjnya ca 6 jam. Lebih sering mengakibatkan tachycardia. Dosis 2-3 dd 2,5-5 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 250 mcg, maksimum 16 puff sehari, s.c. 250 mcg, maksimum 4 kali sehari.k. Fenoterol (berotec)Fenoterol adalah derivat terbutalin dengan daya kerja dan penggunaan yang sama. Efeknya lebih kuat dan bertahan ca 6 jam, lebih lama daripada salbutamol (ca 4 jam). Dosis : 3 dd 2,5-5 mg (bromida), suppositoria malam hari 15 mg, dan inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 200 mcg.2. Antikolinergik

Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang mengentalkan dahak dan tachycardia, yang tidak jarang mengganggu terapi. Yang terkenal pula adalah efek atropin, seperti mulut kering, obstipasi, sukar berkemih, dan penglihatan buram akibat gangguan akomodasi. Penggunaanya sebagai inhalasi meringankan efek samping ini.

Contoh obat antikolinergik yang sering digunakan sebagai bronchodilator :

a. Ipratropium : Atrovent

Derivat-N-propil dari atropin ini (1974) berkhasiat bronchodilatasi, karena melawan pembentukan cGMP yang menimbulkan konstriksi. Ipratropin berdaya mengurangi hipersekresi di bronchi, yakni efek mengeringkan dari obat antikolinergika, maka amat efektif pada pasien yang mengeluarkan banyak dahak.Resorpsinya secara oral buruk (seperti semua senyawa amonium kwaterner). Secara tracheal hanya bekerja setempat dan praktis tidak diserap. Keuntungannya ialah zat ini juga dapat digunakan oleh pasien jantung yang tidak tahan terhadap adrenergika. Efek sampingnya jarang terjadi dan biasanya berupa mulut kering, mual, nyeri kepala, dan pusing. Dosis inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 20 mcg (bromida)

3. Xanthin

Daya bronchorelaksasinya diperkirakan berdasarkan blokade reseptor adenosin. Selain itu, teofilin seperti kromoglikat mencegah meningkatnya hiperektivitas dan berdasarkan ini bekerja profilaksi.Obat-obat golongan xanthin yang sering digunakan sebagai bronkodilator :

k. Teofilin : 1,3 dimryilkdsnyin, Quibron-T/SR TheobronEfek bronchodilatasinya tidak berkorelasi baik dengan dosis, tetapi memperlihatkan hubungan jelas dengan kadar darahnya dan kadar di air liur. Luas terapeutisnya sempit, artinya dosis efektifnya terletak berdekatan dengan dosis toksisnya.Efek sampingnya yang terpenting berupa mual dan muntah, baik pada penggunaan oral maupun rektal atau parenteral. Pada overdose terjadi efek sentral (gelisah, sukar tidur, tremor, dan konvulsi) serta gangguan pernafasan, juga efek kardiovaskuler, seperti tachycardia, aritmia, dan hipotensi. Anak kecil sangat peka terhadap efek samping teofilin. Dosis 3-4 dd 125 250 mg microfine (retard).1 mg teofilin 0 aq = 1,1 g teofilin 1 aq = 1,17 g aminofilin 0 aq = 1,23 g aminofilin 1 aq.

l. Aminofilin (teofilin-etilendiamin, Phyllocomtin continus, Euphylllin)Adalah garam yang dalam darah membebaskan teofilin kembali. Garam ini bersifat basa dan sangat merangsang selaput lendir, sehingga secara oral sering mengakibatkan gangguan lambung (mual, muntah), juga pada penggunaan dalam suppositoria dan injeksi intramuskuler (nyeri). Pada serangan asma, obat ini digunakan sebagai injeksi i.v.

e. Jelaskan komposisi cairan infus

1) Larutan nacl, berisi air dan elektrolit (na+, cl -),

2) Larutan dextrose, berisi air atau garam dan kalori

3) Ringer laktat, berisi air dan elektrolit (na+, k-, cl -, ca++, laktat)

4) Balans isotonik, isi bervariasi : air, elektrolit, kalori ( na+,k mg ci-.hco3-.glukonat).

5) Whole blood (darah lengkap) dan komponen darah.

6) Plasma expanders, berisi albumin, dextran, fraksi protein plasma 5 % plasmanat), hespan yang dapat meningkatkan tekanan osmotik, menarik cairan dari interstisiall kedalam sirkulasi dan meningkatkan volume darah sementara.

7) Hiperalimentasi parenteral (cairan, elektrolit, asam amino, dan kalori).

Komposisi cairan pengganti

a. b. NaClc. RLd. RD

Na150130147

K -44

Laktat -28-

Cl 150108155

Kalori --200

Ca -24

f. Jelaskan jenis dan tujuan cairan infus

1) Cairan hipotonik :

Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang lebih kecil daripada yang ada didalam plasma darah. Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan dilusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk kedalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di intrasel dan ekstrasel, sel-sel tersebut akan membesar atau membengkak.a. Dextrose 2,5 % dalam NaCI 0,45 %b. NaCI 0,45%c. NaCI 0,2 %Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah nacl 45% dan dekstrosa 2,5% (Cummins, 1997).2) Cairan isotonik :

Suatu cairan yang memiliki tekanan osmotik yang sama dengan yang ada didalam plasma.

a. NaCI normal 0,9 %b. Ringer laktatc. Komponen -komponen darah (albumin 5 %, plasma)d. Dextrose 5 % dalam air (D 5 W)Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan ringer-laktat (rl), dan normal saline/larutan garam fisiologis (nacl 0,9%) (Delp, 1996).3) Cairan hipertonik :Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang lebih tinggi daripada yang ada di dalam plasma darah. Pemberian cairan ini meningkatkan konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk kedalam sel untuk memperbaiki keseimbangan osmotik, sel kemudian akan menyusut.

a. Dextrose 5 % dalam NaCI 0,9 %

b. Dextrose 5 % dalam NaCI 0,45 % ( hanya sedikit hipertonis karena dextrose dengan cepat dimetabolisme dan hanya sementara mempengaruhi tekanan osmotik).

c. Dextrose 10 % dalam air

d. Dextrose 20 % dalam air

e. NaCI 3% dan 5%

f. Larutan hiperalimentasi

g. Dextrose 5 % dalam ringer laktat

h. Albumin 25

Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya dextrose 5%, nacl 45% hipertonik, dextrose 5%+ringer-lactate, dextrose 5%+nacl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin (Degowin, 2000).

g. Jelaskan cara menghitung kecepatan tetesan infus

EGI

h. Jelaskan mekanisme trauma pada kecelakaanMekanisme trauma

1) Deselerasi

Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme dari jaringan, biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dn tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan otak terjadi pada saat trauma, oragan dalam yang mobile ( bronkus, sebagian aorta,, organ visera ) masih bergerak dan gaya merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding thoraks atau rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.

2) Akselerasi

Kerusakan terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan sesuai dengan hokum newton II kerusakan yang terjadi juga tergantung pada luas jaringan yang menerima gaya perusak dari trauma tersebut ).

3) Torsio dan rotasi

Gaya torsio dan rotasi yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat atau fiksasi seperti isthmus aorta diafraghma. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu.

4) Blast injury

Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan penyebab trauma seperti ledakan bom.Fase gerakan pengemudi pada kecelakaan lalu lintas menggunakan mobil dalam mekanisme trauma :

1) korban akan tersungkur ke depan dan lututnya membentur dasbor sehingga terjadi fraktur patella dan atau luksasi sendi panggul

2) kepala membentur bingkai kaca depan dan dapat terjadi trauma kepala, cedera otak, fraktur servikal, dan jika kepala membentur kaca depan dapat terjadi trauma wajah

3) dada korban membentur kemudi sehingga dapat terjadi fraktur sternum, fraktur iga, dan cedera jantung dan paru

4) korban terbanting kembali ke tempat duduknya dan kalau tidak ada sandaran kepala maka terjadi cedera gerak cambuk pada tulang leher (whisplash).

Pada mekanisme trauma dibagi menjadi 2 jenis yaitu tumpul dan penetrasi. Untuk tumpul dibagi menjadi 2 lagi yaitu dengan kecepatan tinggi dan dengan kecepatan rendah. Contoh pada cedera tumpul kecepatan tinggi adalah kecelakaan lalu lintas sedangkan kecepatan rendah adalah kecelakaan pada sewaktu bekerja (kecelakaan kerja). Untuk cedera penetrasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu luka tembak dan penetrasi lainnya. Penetrasi lainnya contohnya adalah luka bacok pada bagian kepala (Iskandar, 1981).

i. Jelaskan jenis-jenis trauma1) Trauma tajam

2) Trauma tumpul

Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Trauma tumpul dapat berupa benturan benda tumpul, deselerasi, atau kompresi. Benturan pada thorak dapat menimbulkan patah tulang iga. Patah tulang iga majemuk dapat menyebabkan pneumothoraks, f;ail chest, dan hematothoraks. Sedangkan benturan pada abdomen dpat menyebabkan perforasi dan perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan amsih melaju dan kemudian tertahan benda keras, sedangkan bagian tubuh yang relative tidak terpancang bergerak terus dan menyebabkan terjadinya robekan pada hilus organ tersebut, organ yang mungkin robek adalah aorta, jantung, kaki ginjal, tampuk limpa. Cedera kompresi terjadi bila orang tertimbun reruntuhan yang menimbulkan tekanan secara tiba-tiba pada rongga dada (Sjamsuhidajat, 2004).

3) Trauma tembak

4) Trauma majemuk

Hamper semua trauma adalah trauma majemuk Penting untuk menentukan berapa organ dan system tubuh yang cedera. Cedera berat bila mengenai 1 atau lebih daerah tubuh seperti kepala, leher, toraks, vertebra, abdomen, pelvis, tungkai. Cedera kritis bila mengenai satu atau lebih system tubuh seperti saraf, respirasi, cardiovascular, hati, ginjal, pancreas (Sjamsuhidajat, 2004).

5) Ledakan

6) Panas

7) Kimia

8) Trauma lainya (tenggelam, terkena ledakan, tersengat listrik)

Jenis trauma lainnya adalah :1) Translasi Akselerasi ( Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut

2) Translasi Deselerasi ( Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secara tiba-tiba dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba terhenti gerakannya (Harsono, 2003).

Trauma termal

Luka bakar dapat terjadi sendiri atau dalam kombinasi dengan trauma tumpul atau trauma tajam akibat mobil terbakar, ledakan, benda yang terjatuh, usaha penyelamatan diri ataupun serangan pisau dan senjata api. Cedera dan keracunan monoksida dapat menyertai luka bakar. Secara khusus perlu ditanyakan tempat terjadinya kejadian perlukaan (ruang tertutup / terbakar) atau bahan yang ikut terbakar (bahan kimia, plastik, dsb) dan perlukaan lain yang menyerta.

Hipotermia akut atau kronik dapat menyebabkan kehilangan panas umum atau local. Kehilangan panas dalam jumlah besar dapat terjadi walaupun tidak dalam suhu yang terlalu dingin (15-20c) yaitu bila penderita memakai pakaian yang basah, tidak bergerak aktif atau minum alcohol, sehingga tubuh tidak bisa menyimpan panas.

9) Jelaskan patofisiologi syok hipovolemik

Shock adalah kondisi dimana tekanan darah turun sedemikian rendah sehingga aliran darah ke jaringan tidak lagi dapat dipertahankan secara adekuat (Sherwood L.2001).

10) Penatalaksanaan lanjutan dari informasiSetelah mendapatkan informasi 3 yaitu survey sekunder, maka initial assessment selanjutnya adalah :

a. Anamnesis

Setiap pemeriksaan lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat perlukaan.

Biasanya data ini tidak bisa didapat dari penderita sendiri dan harus didapat dari keluarga atau petugas lapangan.

Ditanyakan juga Riwayat AMPLE :

A: Alergi

M: Medikasi (obat yang diminum saat ini)

P: Past Illness (penyakit penyerta) / pregnancy

L: Last meal

E: Even / environment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan

b. Tambahan terhadap secondary survey

Dalam melakukan secondary survey, dapat dilakukan pemeriksaan diagnostic yang lebih spesifik seperti misalnya foto tambahan dari tulang belakang serta ekstremitas, CT-Scan kepala, dada, abdomen dan spine, urografi dan angiografi, USG transesofageal, bronkoskopi, esofagoskopi dan prosedur diagnostic lain.

c. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan

Penurunan keadaan dapat dikenali apabila dilakukan evaluasi ulang secara terus menerus, sehingga gejala yang baru timbul, segera dapat dikenali dan dapat ditangani secepatnya. Monitoring tanda vital dan produksi urin sangat penting. Produksi urin pada orang dewasa sebaiknya dijaga . cc/kgBB/jam, pada anak 1cc/kgBB/jam.

Penanganan rasa nyeri merupakan hal yang penting. Rasa nyeri dan ketakuatan akan

timbul pada penderita trauma, terutama pada perlukaan muskulo-skeletal. Golongan opiate atau anxiolitika harus diberikan secara intravena dan sebaiknya jangan intra-muskular.

d. Penanganan definitif

Untuk keputusan merujuk penderita dapat dipakai Interhospital Triage Criteria. Kriteria ini memakai data fisiologis penderita, cedera anatomis, mekanisme perlukaan, penyakit penyerta serta faktor faktor yang dapat mempengaruhi prognosis.

Informasi 5

ANGGEN INFORMASINYA DITULIS YA.............

Interpretasi informasi 5

IPI

Informasi 6

Pemeriksaan penunjang

Darah : Hb : 8 gram/dl

Leukosit : 12.800 sel/mm3

Hematokrit : 25, 4 %

Interpretasi informasi 6

Pasien menunjukkan kada Hb yang sangat rendah maka harus diberi ventilator untuk pernafasannya. Kadar leukosit meninggi dan hematokrit menurun.

BAB III

KESIMPULANDAFTAR PUSTAKAAmerican College of Surgeons. 2004. Syok dalam buku Advanced Trauma Life Support For Doctors (ATLS Edisi ke-7. Jakarta : IKABI ; 79.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC

Bresler Jay Michael, Sternbach L George. 2006. Manual of Emergency Medicine 6th ed. Jakarta : EGCBrunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Vol.3. Jakarta : EGCCarpenito L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Pediatrik Klinis. (terjemahan) Edisi 6. Jakarta : EGCChada, P.V. 1993. Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi (Terjemahan). Jakarta : Widya MedikaCummins, r.o. 1997. Advanced Cardiac Life Support.American Hearth Association. Usa.

Degowin, rl. And brown, dd. 2000. Diagnostic Examination, 7th Ed. Mc graw-hill co. New yorkDelp, mh. And manning, rt. 1996. Major Diagnosis Fisik. Jakarta : EGC

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan). Edisi. Jakarta : EGCEko. 2008. Initial Assessment dan Pengelolaannya. Didapat dari: http://www.bedahurologi.com/2008/06/trauma-ugd-dr-ekost.doc. Diakses tanggal 23 Mei 2012.FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa AksaraGuyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. Jakarta : EGCHarsono. 2003. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajah Mada University PressHudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGCIskandar J. 1981. Cedera Kepala, PT Dhiana Populer. Kelompok Gramedia, JakartaLeksana, Ery. 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit. Semarang: FK UNDIPMansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Medika Auskulapius FKUIMuhiman, m. 1989. Penatalaksanaan Pasien Di Intensive Care Unit. Jakarta : Bagian Anestesiologi, FKUI

Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima MedikaSherwood, Lauralee. 2001. Susunan Saraf Pusat. Dalam: Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGCSjamsuhidajat R, Wim de Jong. 2004. Trauma dan Bencana dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. Jakarta : EGC

Tucker.S.M. 1998. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa dan Evaluasi (Terjemahan). Volume 2. Edisi 2. Jakarta : EGCWillson.J.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : EGCWindle, Jill. 2006. Manchester Triage Group Staff; Mackway-Jones, Kevin; Marsden, Janet Emergency triage. Cambridge, MA: Blackwell Pub.

Pucat

Ekstremitas terasa dingin

Pengisian kapiler memanjang

RR meningkat

Denyut jantung meningkat

Nadi lemah

Bibir kering

Urin pekat, oliguria

haus

Osmolalitas plasma darah meningkat

pusing

Suplai darah otak menurun

Peningkatan volume & tekanan darah

Peningkatan curah jantung

Vasokonstriksi perifer, peningkatan aliran balik vena

Hormonal:

Adrenalin & noradrenalin

Aktivasi saraf simpatis

Kenaikan volume darah

Perangsangan sistem kardiovaskuler

SSP

Stimulasi baroreseptor & kemoreseptor

Hormonal:

ADH

Angiotensin II

Saraf

Hormonal:

ADH

Angiotensin II

Aldosteron

EPO

Respon Jangka Pendek

Respon Jangka Panjang

Penurunan volume & tekanan darah

Jantung

Otak

Jaringan

Kulit pucat & dingin

Disorientasi

penurunan kesadaran

Asidosis metabolik

kematian

Sirkulasi kolaps

Vasodilatasi general

Perubahan kimia yang drastis pada jaringan

Aliran darah perifer sangat rendah

Kerusakan SSP ireversibel

Aktivitas simpatis menurun

Aliran darah ke SSP menurun

Tekanan arteri menurun

Kerusakan ireversibel miokardium

Aktivasi simpatis & respon iskemik sentral

Kerusakan miokardium

Aliran darah ke jantung menurun

Aliran darah perifer menurun

Tekanan arteri menurun

Curah jantung menurun

Penurunan sangat besar pada volume darah

Kompensasi hipovolemik gagal

Penurunan aliran balik vena

Peningkatan permeabilitas kapiler

Peningkatan asam laktat, pH, CO2

Jaringan kekurangan O2

Penggumpalan darah pada pembuluh darah

Penurunan curah jantung bertahap

Kecepatan rendah

Tumpul

Penetrasi

Kecepatan tinggi

Luka tembak

Luka penetrasi lain

Mekanisme