patogenesis wilson disease

5
PATOGENESIS WILSON DISEASE Tembaga adalah elemen esensial dalam tubuh manusia serta merupakan komponen yang diperlukan oleh banyak protein. Kelebihan tembaga menyebabkan kerusakan oksidatif pada hepatosit dan dapat terjadi pelepasan ke dalam darah. Hal ini akan menumpuk pada organ lain seperti otak, ginjal, dan kornea, memicu kerusakan bersifat toksik. Bagaimanapun, kelebihan tembaga pada sel akan memyebabkan kerusakan saraf dan gangguan fungsi metabolisme. Hal ini tampak pada luasnya gejala yang muncul pada penyakit Wilson. Gen ATP7B yang cacat bertanggung jawab atas terjadinya kelainan tersebut. Homeostasis tembaga Penyakit Wilson dapat dipahami dengan baik melalui pemahaman metabolisme tembaga. Kebutuhan tubuh sehari- hari terhadap tembaga sekitar 1-2 mg per hari, yang dipenuhi lewat makanan sehari-hari sejumlah 2-5 mg per hari. Tembaga diabsorbsi oleh sel-sel intestinal dan disimpan bersama metllothionin dalam bentok non toksik. Tembaga tersebut kemudian diangkut menuju sirkulasi oleh protein transporter tembaga, yaitu transporter-tembaga ATPase 1 (ATP7A) yang berlokasi pada membran enterocyt. Selanjutnya diikat oleh albumin dan diangkut menuju hepar lalu diterima oleh hepatosit. Di Dalam hepatosit ATOX 1 chaperone protein mengarahkan tembaga kepada target pasangan ikantannya. Sebagian tembaga berikatan dengan metallothionein untuk disimpan, sedangkan sisanya

Upload: fiyya-agilatunnisa

Post on 10-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

MEDIS

TRANSCRIPT

PATOGENESIS WILSON DISEASETembaga adalah elemen esensial dalam tubuh manusia serta merupakan komponen yang diperlukan oleh banyak protein. Kelebihan tembaga menyebabkan kerusakan oksidatif pada hepatosit dan dapat terjadi pelepasan ke dalam darah. Hal ini akan menumpuk pada organ lain seperti otak, ginjal, dan kornea, memicu kerusakan bersifat toksik. Bagaimanapun, kelebihan tembaga pada sel akan memyebabkan kerusakan saraf dan gangguan fungsi metabolisme. Hal ini tampak pada luasnya gejala yang muncul pada penyakit Wilson. Gen ATP7B yang cacat bertanggung jawab atas terjadinya kelainan tersebut. Homeostasis tembagaPenyakit Wilson dapat dipahami dengan baik melalui pemahaman metabolisme tembaga. Kebutuhan tubuh sehari-hari terhadap tembaga sekitar 1-2 mg per hari, yang dipenuhi lewat makanan sehari-hari sejumlah 2-5 mg per hari. Tembaga diabsorbsi oleh sel-sel intestinal dan disimpan bersama metllothionin dalam bentok non toksik. Tembaga tersebut kemudian diangkut menuju sirkulasi oleh protein transporter tembaga, yaitu transporter-tembaga ATPase 1 (ATP7A) yang berlokasi pada membran enterocyt. Selanjutnya diikat oleh albumin dan diangkut menuju hepar lalu diterima oleh hepatosit. Di Dalam hepatosit ATOX 1 chaperone protein mengarahkan tembaga kepada target pasangan ikantannya. Sebagian tembaga berikatan dengan metallothionein untuk disimpan, sedangkan sisanya diekskresi ke dalam canalikuli bilier yang diregulasi oleh ATP7B. ATP7B juga memfasilitasi tranfer tembaga menuju apoceruloplasmin untuk membentuk protein berikatan -6 molekul tembaga yang disebut ceruloplasmin yang merupakan 2-globulin. Ceruloplasmin dilepaskan ke dalam darah, dengan membawa 90% tembaga yang terdapat dalam plasma darah dan berfungsi sebagai sumber cadangan tembaga bagi organ organ perifer seperti otak dan ginjal. ATP7A dan ATP7B merupakan protein transporter tembaga yang homolog. Mutasi dari gen ATP7A menyebabkan penumpukan di enterocyts, mencegah masuknya tembaga ke dalam sirkulasi darah sehingga menyebabkan defisiensi tembaga komplit. Kondisi ini dikenal sebagai penyakit Menkes, kelainan x-linked yang ditandai dengan gangguan neurologis dan gangguan fungsi jaringan ikat yang berat. Penemuan ini membantu dalam mengungkap aktivitas gen bermutasi di hepar pada penyakit Wilson. Gen penyakit Wilson, ATP7B mengkode ATP-ase tipe P yang berfungsi sebagai transporter tembaga, ATP7B. ATP7B memiliki peran ganda, berperan dalam ekskresi tembaga oleh bilier dan menggabungkkan tembaga dengan ceruloplasmin yang baru saja terbentuk. ATP7B memiliki sistem pengaturan trans-membran (terdiri dari 8 domain), sebuah domain ikatan ATP menuju karboksi terminal dan sebuah ujung amino yang terdiri atas 6 unit ikatan tembaga. Normalnya, terdapat di jaringan trans-Golgi. Lalu lintas ATP7B diatur oleh siklus translokasi tembaga. Penelitian terhadap gen ATP7B mutasi menunjukkan perlunya tembaga dalam lalu lintas ATP7B, dimana dibutuhkan adanya penambahan ikatan tembaga dalam protein. Kapasitas transportasi tembaga pada ATP7B mutasi berkurang atau hampir hilang seluruhnya. Menurut penelitian oleh Hauser dkk, jika mutasi menyebabkan penyimpangan ATP7B, maka akan berakibat disfungsi yang berat yang berujung pada ketiadaan transport tembaga. Sebagai tambahan, kelainan ATP7B secara invitro dapat diobati dengan chaperones4-fenilbutirat dan curcumin. Meskipun demikian, penggunaan pada in vivo masih memerlukan penjelasan lebih lanjut. Disamping itu, kerusakan pada domain ikatan ATP juga menyebabkan hilang atau berkurang atau hilangnya kapasitas transport tembaga.Toksisitas tembagaMutasi gen ATP7B mengakibatkan berkurangnya konversi apoceruloplasmin menjadi ceruloplasmin, sehingga kadar ceruloplasmin umumnya rendah pada pasien Wilson Disease. Disfungsi ATP7B menghasilkan penumpukan tembaga di hepar. Kegagalan proses ekskresi tembaga ke dalam kanalikuli biliaris mengakibatkan terjadinya proses menjadi toksik di dalam hepatosit. Toksisitas tembaga dan disfungsi mitokondria berkaitan erat. Produksi energi mitokondria terganggu. Tembaga yang berlebih dapat merusak mitokondria, yang akhirnya menghasilkan kerusakan oksidatif sel-sel dan tembaga terlepas ke dalam darah. Selanjutnya terjadi penumpukan pada organ-organ lainnya seperti otak, ginjal, kornea dan sel darah merah kemudian memicu kerusakan toksik. Masih belum jelas apakah stres oksidatif yang diinduksi penumpukan tembaga menyebabkan disfungsi mitokondria, ataukah penumpukan tembaga di mitokondria yang menyebabkan produksi stres oksidatif. Dimungkinkan keduannya merupakan mekanisme yang sama pentingnya. Pada akhirnya stres oksidatif dan disfungdi mitokondria menyebabkan terjadinya apoptosis. Pada penyakit Wilson, kejadian apoptotik sel (kematian sel) juga dipicu oleh inhibisi IAPs (protein inhibitor apoptosis ) yang disebabkan oleh penumpukan toksik dari tembaga di intraseluler. Pada kondisi normal, IAPs menghambat caspase-3 dan caspase-7 yang bertanggung jawab atas kematian sel apoptosis. Namun demikian, masih belum jelas jalur apoptosis manakah yang berperan terhadap hilangnya sel pada lesi organ penderita penyakit Wilson.Nukleus lenticular merupakan area utama di otak yang terganggu pada penyakit Wilson, dimana secara makroskopis tampak berwarna coklat dikarenakan penumpukan tembaga. Degnerasi berlangsung selama perjalanan penyakit, menuju terjadinya nekrosis, gliosis, dan perubahan menjadi kistik. Lesi dapat dilihat pada batang otak, talamus, serebelum, dan kortek serebral. Pada fase awal penyakit terjadi proliferasi astrocyt protoplasma besar. Sejalan dengan progresifitas penyakit, penumpukan tembaga menyebabkan terjadinya degenarasi vakuoler pada sel tubulus proksimal ginjal, sindrom Fanconi, dan munculnya cincin Kayser-Fleischer yang berwarna coklat keemasan di membran Descement kornea. Terlepasnya tembaga ke dalam sirkulasi darah secara tiba-tiba dapat meyebabkan kerusakan sel darah merah, hal ini memacu kajadian hemolisis.