patogenesis dan patofisiologi dm1,2
TRANSCRIPT
Natasya P. Tanri / 0806451486/ Kelompok 12
Patogenesis dan Patofisiologi Diabetes Melitus
A.Diabetes Melitus tipe 1
DM tipe 1 berkembang sebagai akibat dari faktor genetik,
lingkungan, dan faktor imunologi yang menghancurkan sel-sel
β pancreas. Gejala DM tidak akan muncul pada seorang
individu hingga ± 80% sel β pankreas dihancurkan.1 Umumnya
berkembang dari masa anak – anak dan bermanifestasi saat
remaja yang kemudian berprogres seiring bertambahnya umur
(Gambar A-1). DM tipe ini sangat bergantung dengan terapi
insulin karena jika tidak mendapatkan insulin penderita akan
mengalami komplikasi metabolik serius berupa ketoasidosis
dan koma.
Faktor Genetik
Berdasarkan studi yang ada didapatkan berbagai gen yang dapat memicu timbulnya DM tipe 1. Gen yang
paling berpengaruh adalah lokus HLA pada kromosom 6p21 yaitu sekitar 50% penderita DM tipe 1 memiliki
HLA-DR3 atau HLA-DR4 haplotype. Beberapa gen non-HLA yang dapat memicu timbulnya DM tipe 1
adalah insulin dengan variable number of tandem repeats (VNTRs) pada region promoter. Polimorfisme dari
CTLA4 dan PTPN22 menganggu fungsi aktivitasnya sebagai inhibitor respon sel T dapat memicu proses
autoimun pada DM tipe 1.2
Faktor Autoimmunitas
Di antara sekian banyak jenis sel pankreas, hanya sel β yang dihancurkan oleh sistem imun. Walaupun
demikian tipe sel islet lain seperti sel α yang memproduksi glukagon, sel δ yang memproduksi somatostatin,
dan sel PP yang memproduksi polipeptida pankreas, masih berfungsi. Terlebih lagi, secara embriologi sel-sel
islet lain tersebut mirip dengan sel β dan juga mengekspresikan protein yang sebagian besar sama dengan sel
β. Sel β peka terhadap efek toksik dari beberapa sitokin seperti Tumor Necrosis Factor α (TNF α), interferon
γ, dan interleukin 1 (IL-1). Mekanisme dari proses kematian sel β belum diketahui dengan pasti, namun proses
ini dipengaruhi oleh pembentukkan metabolit nitric oxide (NO), apoptosis, dan sitotoksisitas dari sel T
CD8+.1
Dasar dari abnormalitas imun pada DM tipe 1 adalah kegagalan dari self-tolerance sel T. Kegagalan toleransi
ini dapat disebabkan oleh defek delesi klonal pada sel T self-reactive pada timus, defek pada fungsi regulator
atau resistensi sel T efektor terhadap supresi sel regulator. Hal – hal tersebut membuat sel T autoreaktif
bertahan dan siap untuk berespon terhadap self-antigens. Aktivasi awal dari sel tersebut terjadi pada nodus
limfe peripankreatik sebagai respon terhadap antigen yang dilepaskan dari sel Pulau Langerhans yang rusak.
Natasya P. Tanri / 0806451486/ Kelompok 12
Sel T yang teraktivasi bergerak ke pancreas → merusak sel β. Populasi sel T yang dapat menyebabkan
kerusakan tersebut adalah TH1 cells (merusak dengan mensekresi sitokin = including IFN-γ and TNF) dan
CD8+ CTLs.2
Sel islet pankreas yang menjadi target autoimun antara lain adalah Islet cell autoantibodies (ICA) yang
merupakan suatu komposisi dari beberapa antibodi yang spesifik pada molekul sel islet pankreas seperti
insulin, glutamic acid decarboxylase (GAD), ICA-512/IA-2 (homolog tirosin-fosfatase), dan phogrin (protein
granul yang mensekresi insulin). Sehingga antigen tersebut merupakan marker dari proses autoimun DM tipe
1.1,2
Faktor Lingkungan
Berbagai faktor lingkungan sering dikaitkan dengan DM, namun tidak satupun pernah terbukti benar-benar
berpengaruh. Faktor yang diduga memicu DM antara lain meliputi virus (coxsackie B, mumps,
cytomegalovirus dan rubella).1,2 Terdapat 3 hipotesis yang menjelaskan bagaimana virus dapat menimbulkan
DM tipe 1 :
Akibat infeksi virus → inflamasi serta kerusakan sel Pulau Langerhans → pelepasan antigen sel β dan
aktivasi sel T autoreaktif
Virus memproduksi protein yang mirip dengan antigen sel β sehingga memicu respon imun yang juga
beraksi dengan sel β pada pancreas
Infeksi virus terdahulu yang menetap pada jaringan Pankreas kemudian terjadi reinfeksi dengan virus
yang sama yang memiliki epitop antigenic yang sama → memicu respon imun pada sel Pulau
Langerhans
Dari ketiga hipotesis tersebut belum ada yang dapat menjelaskan secara pasti pathogenesis infeksi virus
terhadap timbulnya DM tipe 1. Vaksinasi pada anak tidak ada hubungannya dengan timbulnya DM tipe 1.2
Faktor lain yang dapat memicu DM tipe 1 adalah protein susu bovine dan komponen nitrosurea.1
B. Diabetes Melitus tipe 2
Resistensi insulin dan sekresi insulin yang tidak normal menjadi kunci dari berkembangnya DM tipe 2.
Obesitas, terutama tipe sentral, sering ditemukan pada penderita DM tipe 2. Pada tahap awal, toleransi
glukosa hampir normal karena sel-sel B pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan produksi insulin.
Ketika resistensi insulin dan hiperinsulinemia kompensatorik terus terjadi, pankreas tidak mampu
mempertahankan keadaan hiperinsulinemia tersebut. Akibatnya, terjadi gangguan toleransi glukosa, yang
ditandai dengan peningkatan glukosa darah setelah makan. Setelah itu, penurunan sekresi insulin dan
peningkatan produksi glukosa hati berlanjut pada diabetes berat dengan hiperglikemia saat puasa dan
kegagalan sel beta.1,2
Berdasarkan studi terbaru dikatakan bahwa dalam timbulnya DM tipe 2 terdapat pengaruh faktor genetik yaitu
transcription factor 7–like-2 (TCF7L2) pada kromosom 10q yang mengkode faktor transkripsi pada WNT
Natasya P. Tanri / 0806451486/ Kelompok 12
signaling pathway. Berbeda dengan DM tipe 1 penyakit ini tidak berhubungan dengan gen yang mengatur
toleransi dan regulasi imun seperti HLA, CTLA4, dll.2
Ada 4 karakteristik penyebab DM tipe 2, yaitu resistensi insulin, berkurangnya sekresi insulin, dan
meningkatnya produksi glukosa hati, dan metabolisme lemak yang abnormal.1,2
Resistensi Insulin
Resistensi insulin adalah resistensi terhadap
efek insulin pada uptake, metabolisme, dan
penyimpanan glukosa. Hal tersebut dapat
terjadi akibat defek genetik dan obesitas.1,2
Menurunnya kemampuan insulin untuk
berfungsi dengan efektif pada jaringan
perifer merupakan gambaran DM tipe 2.
Mekanisme resistensi insulin umumnya
disebabkan oleh gangguan pascareseptor
insulin. Polimorfisme pada IRS-1 (Gambar
B-1) berhubungan dengan intoleransi
glukosa dan meningkatkan kemungkinan
bahwa polimorfisme dari berbagai molekul pascareseptor dapat berkombinasi dan memunculkan keadaan
yang resisten terhadap insulin. Resistensi insulin terjadi akibat gangguan persinyalan PI-3-kinase yang
mengurangi translokasi glucose transporter (GLUT) 4 ke membran plasma.1
Ada 3 hal yang berperan dalam resistensi insulin
terkait obesitas,2 yaitu:
1. Asam lemak bebas (free fatty acids/FFA)
Peningkatan trigliserida intraselular dan produk
metabolisme asam lemak menurunkan efek
insulin yang berlanjut pada resistensi insulin.
2. Adipokin
Leptin dan adiponektin meningkatkan kepekaan
insulin, sedangkan resistin meningkatkan
resistensi insulin.
3. PPAR (peroxisome proliferator-activated receptor
gamma) dan TZD (thiazolidinediones)
Gambar B-1. Alur Persinyalan Insulin1
Gambar B-2. Hubungan Obesitas dengan Resistensi Insulin.2
Natasya P. Tanri / 0806451486/ Kelompok 12
PPAR merupakan reseptor intrasel yang
meningkatkan kepekaan insulin. TZD merupakan
antioksidan (antidiabetik) yang mampu berikatan dengan PPAR sehingga menurunkan resistensi insulin.
Berikut ini merupakan table berisi hal – hal yang dapat menurunkan respon terhadap insulin4 :
Factors Reducing Response to Insulin
Prereceptor inhibitors: Insulin antibodies
Receptor inhibitors:
Insulin receptor autoantibodies
"Down-regulation" of receptors by hyperinsulinism:
Primary hyperinsulinism (B cell adenoma)
Hyperinsulinism, secondary to a postreceptor defect (obesity, Cushing's syndrome, acromegaly, pregnancy)
or prolonged hyperglycemia (diabetes mellitus, post-glucose tolerance test)
Postreceptor influences:
Poor responsiveness of principal target organs: obesity, hepatic disease, muscle inactivity
Hormonal excess: glucocorticoids, growth hormone, oral contraceptive agents, progesterone, human
chorionic somatomammotropin, catecholamines, thyroxine
Gangguan Sekresi Insulin
Sekresi insulin dan sensitivitasnya saling berhubungan.1 Pada
DM tipe 2, sekresi insulin meningkat sebagai respon terhadap
resistensi insulin untuk mempertahankan toleransi glukosa.
Namun, lama kelamaan sel beta kelelahan memproduksi
insulin sehingga terjadi kegagalan sel β Gambar B-3).
Kegagalan sel β ini tidak terjadi pada semua penderita DM tipe
2 sehingga diduga ada pengaruh faktor intrinsik berupa faktor
genetik yaitu gen diabetogenik TCF7L2.2 Polipeptida amiloid
pada pulau Langerhans (amilin) disekresikan oleh sel beta dan
membentuk deposit fibriler amiloid pada pankreas penderita
DM tipe 2 jangka panjang. Diduga bahwa amiloid ini bersifat
sitotoksik terhadap sel sehingga massa sel β berkurang. Dapat
disimpulkan bahwa disfungsi yang terjadi dapat bersifat
kualitatif (sel beta tidak mampu mempertahankan
hiperinsulinemia) atau kuantitatif (populasi sel beta
berkurang). Kedua hal tersebut dapat disebabkan oleh toksisitas glukosa dan lipotoksisitas.1,2
Peningkatan Produksi Glukosa Hati
Gambar B-3. Progres Timbulnya DM.2
Natasya P. Tanri / 0806451486/ Kelompok 12
Ketika tubuh semakin resisten terhadap insulin, kadar gula darah yang tinggi akan memaksa tubuh
mensekresikan insulin secara terus menerus ke dalam sirkulasi darah (hiperinsulinemia). Pada keadaan
normal, seharusnya hal ini dapat membuat glukosa dikonversi menjadi glikogen dan kolesterol. Akan tetapi,
pada pasien DM yang resisten terhadap insulin, hal ini tidak terjadi dan sebaliknya ketiadaan respon terhadap
insulin mengakibatkan hati terus menerus memproduksi glukosa (glukoneogenesis). Hal ini pada akhirnya
akan berujung pada terjadinya hiperglikemia. Produksi gula hati baru akan terus meningkat akibat terjadinya
ketidaknormalan sekresi insulin dan munculnya resistensi insulin di otot rangka.1
Abnormalitas Metabolik
Abnormalitas metabolisme otot dan lemak
Resistensi insulin bersifat relatif karena hiperinsulinemia dapat menormalkan kadar gula darah. Akibat
resistensi insulin, penggunaan glukosa oleh jaringan sensitif insulin berkurang, sedangkan hepatic glucose
output bertambah sehingga menyebabkan hiperglikemia.1,2
Akumulasi lipid dalam serat otot rangka, yang mengganggu fosforilasi oksidatif dan penurunan produksi ATP
mitokondria yang dirangsang insulin, menghasilkan reactive oxygen species (ROS), seperti lipid peroksida.
Peningkatan massa adiposit meningkatkan kadar asam lemak bebas dan produk adiposit lainnya. Selain
mengatur berat badan, nafsu makan, dan energy expenditure, adipokin mengatur sensitivitas insulin.
Peningkatan produksi asam lemak bebas dan beberapa adipokin menyebabkan resistensi insulin pada otot
rangka dan hati. Misalnya, asam lemak bebas mengurangi penggunaan glukosa pada otot rangka, merangsang
produksi glukosa dari hati, dan mengganggu fungsi sel beta.1,2 Di sisi lain, produksi adiponektin berkurang
pada obesitas dan menyebabkan resistensi insulin hepatik. Adiponektin memegang peranan penting dalam
resistensi insulin yang dihubungkan dengan struktur molekul dan mekanisme kerjanya yaitu menurunkan
kandungan trigliserida, mengaktivasi PPAR-α dan AMP-Kinase. Kadar adponektin yang rendah merupakan
salah satu faktor risiko dan prediktor terjadinya diabetes melitus tipe 2.3 Selain itu, beberapa produk adiposit
dan adipokin merangsang inflamasi sehingga terjadi peningkatan IL-6 dan C-reactive protein pada DM tipe
2.2
Peningkatan produksi glukosa dan lipid hati
Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada hati menggambarkan kegagalan hiperinsulinemia untuk menekan
glukoneogenesis sehingga terjadi hiperglikemia saat puasa dan penurunan penyimpanan glikogen hati setelah
makan.1 Peningkatan produksi glukosa hati terjadi pada tahap awal diabetes, setelah terjadi abnormalitas
sekresi insulin dan resistensi insulin pada otot rangka. Akibatnya, banyak asam lemak bebas keluar dari
adiposit sehingga terjadi peningkatan sintesis lipid (VLDL dan trigliserida) dalam hepatosit. Penyimpanan
lipid (steatosis) dalam hati dapat berlanjut pada penyakit perlemakan hati nonalkoholik dan abnormalitas
fungsi hati. Selain itu, keadaan tersebut menyebabkan dislipidemia pada penderita DM tipe 2, yaitu
peningkatan trigliserida, peningkatan LDL, dan penurunan HDL.1,2
Natasya P. Tanri / 0806451486/ Kelompok 12
Ringkasan DM 1 vs DM 2.2
Type 1 Diabetes Mellitus Type 2 Diabetes MellitusCLINICAL Onset: usually childhood and adolescence Onset: usually adult; increasing incidence in childhood and
adolescenceNormal weight or weight loss preceding diagnosis Vast majority are obese (80%)Progressive decrease in insulin levels Increased blood insulin (early); normal or moderate decrease in
insulin (late)Circulating islet autoantibodies (anti-insulin, anti-GAD, anti-ICA512)
No islet auto-antibodies
Diabetic ketoacidosis in absence of insulin therapy Nonketotic hyperosmolar coma more commonGENETICS Major linkage to MHC class I and II genes; also
linked to polymorphisms in CTLA4 and PTPN22, and insulin gene VNTRs
No HLA linkage; linkage to candidate diabetogenic and obesity-related genes (TCF7L2, PPARG, FTO, etc.)
PATHOGENESIS Dysfunction in regulatory T cells (Tregs) leading to
breakdown in self-tolerance to islet auto-antigensInsulin resistance in peripheral tissues, failure of compensation by β-cellsMultiple obesity-associated factors (circulating nonesterified fatty acids, inflammatory mediators, adipocytokines) linked to pathogenesis of insulin resistance
PATHOLOGY Insulitis (inflammatory infiltrate of T cells and
macrophages)No insulitis; amyloid deposition in islets
β-cell depletion, islet atrophy Mild β-cell depletion
Daftar Pustaka
1.Fauci, et al. Harrison's : Principles of Internal Medicine. 17th edition. USA : McGraw-Hill, inc.,2008.
2.Maitra A, Abbas AK. The endocrine system. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Edisi ke-7.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.
3.Umar H, Adam J. Low Adiponectin Levels and The Risk of Type 2 Diabetes Mellitus. The Indonesian
Journal of Medical Science Volume 2. 2009 Januari (1) : 56-60.
4.German MS, Masharani U. Pancreatic hormones and diabetes mellitus. Greenspan’s basic and clinical
endocrinology. Edisi ke-8. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2007.