patofisologi trombositopenia
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trombosit sangat penting untuk menjaga integritas endotel pembuluh darah dan
mengendalikan perdarahan yang berasal dari cedera pembuluh darah kecil melalui
pembentukan sumbatan trombosit (hemostasis primer). Cedera yang lebih luas dan
keterlibatan pembuluh darah yang lebih besar memerlukan, selain trombosit, partisipasi dari
system koagulasi untuk menciptakan sumbatan fibrin yang lebih kuat dan stabil (hemostasis
sekunder). Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit pada darah yang kurang
dari 150 x 103/µL atau 150 x 109/L, dan merupakan penyebab utama dalam gangguan
hemostasis primer yang dapat menyebabkan perdarahan signifikan pada anak-anak.
Trombositopenia harus dicurigai ketika seorang anak datang dengan riwayat mudah
memar dan berdarah, terutama pada mukosa atau kulit. Namun, yang paling umum terjadi
dalam pasien anak dengan trombositopenia adalah penemuan tak terduga trombosit rendah
pada hitung darah lengkap (complete blood count) tanpa alasan yang jelas.
Trombositopenia dapat disebabkan oleh satu dari dua mekanisme, yaitu penurunan
produksi trombosit atau peningkatan penghancuran trombosit di dalam sirkulasi. Manajemen
pada trombositopenia harus disertai dengan pemahaman terhadap penyebab dan perjalanan
klinisnya. Tujuan utama manajemen pasien dengan trombositopenia adalah untuk
mempertahankan jumlah trombosit berada pada level yang aman untuk mencegah perdarahan
yang signifikan. Hal-hal yang menentukan berapakah level aman trombosit pada pasien
tertentu bervariasi, tergantung dari penyebab trombositopenia itu sendiri dan pertimbangan
dari semua aspek lain dalam hemostasis, dan tentu pula tingkat aktivitas pasien itu sendiri.
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai trombositopenia pada anak.
1.3 Tujuan Penelitian
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca pada umumnya dan penulis
pada khusunya mengenai penatalaksanaan perdarahan saluran cerna pada anak.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai
literatur.
1.5 Manfaat Penulisan
Referat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan
tentang penatalaksanaan perdarahan saluran cerna pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Tombosit
Trombosit adalah fragmen-fragmen sel tak berinti yang diproduksi dari megakariosit
oleh sumsum tulang. Ketika megakariosit tersebut matur, sejumlah besar trombosit
dilepaskan ke dalam sirkulasi. Setelah dilepaskan, usia trombosit itu sendiri berkisar antara 7
sampai dengan 10 hari, setelah itu mereka dihapus dari peredaran oleh sistem monosit dan
makrofag.
Trombosit yang beredar melakukan banyak fungsi hemostasis penting. Ketika ada
pembuluh darah kecil terbelah, trombosit berakumulasi pada lokasi cedera dan membentuk
sumbatan hemostatik. Adhesi platelet diawali oleh kontak dengan komponen ekstravaskular
seperti kolagen, dan difasilitasi dengan adanya faktor Von Willebrand. Sekresi mediator-
mediator hemostasis seperti tromboksan, adenosine 5 difosfat, serotonin, dan histamine
menyebabkan terjadinya agregasi yang kuat melalui ikatan fibrinogen dan peningkatan
vasokonstriksi lokal. Trombosit juga berperan dalam penghancuran kembali bekuan darah.
Risiko perdarahan meningkat dengan rendahnya jumlah trombosit.
Rentang hitung jumlah trombosit normal berkisar antara 150 - 450 x 103/µL. Risiko
perdarahan tidak akan meningkat sampai penurunan jumlah trombosit yang signifikan hingga
dibawah 100 x 103/µL (Gambar 1). Jumlah trombosit lebih besar dari 50 x 103/µL cukup
untuk kelangsungan hemostasis dalam sebagian besar situasi, dan pasien dengan
trombositopenia ringan kemungkinan besar tidak akan diketahui kecuali jika hitung trombosit
dilakukan atas alasan yang lain. Pasien dengan trombositopenia sedang, dengan jumlah
trombosit antara 30 sampai 50 x 103/µL jarang mengalami gejala (seperti mudah lecet atau
berdarah), bahkan dengan trauma yang signifikan. Pasien yang secara persisten hitung
trombositnya antara 10 - 30 x 103/µL kadangkala juga tanpa gejala dengan aktivitas
keseharian yang normal namun memiliki risiko perdarahan berlebihan pada trauma yang
signifikan. Perdarahan spontan tidak akan terjadi kecuali hitung trombositnya kurang dari 10
x 103/µL. Pasien seperti ini biasanya mengalami ptekie dan lecet, namun bahkan kadangkala
juga asimptomatik. Pada sebagian besar kasus, terlihat bahwa jumlah trombosit harus kurang
dari 5 x 103/µL untuk menyebabkan perdarahan kritis spontan (seperti perdarahan intracranial
tanpa disebabkan trauma).
Gambar 1. Hubungan antara perdarahan mayor dengan jumlah trombosit. Disadur dari
Slichter SJ. Relationship between platelet count and bleeding risk in thrombocytopenic
patients. Transfus Med Rev. 2004;18:153–167
Trombosit muda memiliki ukuran yang lebih besar dan lebih aktif secara hemostasis.
Maka dari itu, pasien dengan trombositopenia destruktif dengan produksi normal tidak akan
mengalami perdarahan hebat karena banyaknya trombosit muda, jika dibandingkan dengan
pasien yang memiliki gangguan fungsi trombosit yang mengakibatkan trombosit tua lebih
banyak di sirkulasi.
2.3 Definisi
Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit pada darah yang kurang dari
150 x 103/µL atau 150 x 109/L, dan merupakan penyebab utama dalam gangguan hemostasis
primer yang dapat menyebabkan perdarahan signifikan pada anak-anak. Jika jumlah
trombosit berkurang manifestasi klinisnya ditandai dengan timbulnya ptekie, purpura,
perdarahan pada mukosa, biasanya sering pada mukosa hidung dan mulut.
2.4 Epidemiologi
ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan didapat yang
banyak ditemukan, insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak
pertahun. 80-90% anak dengan ITP menderita episode perdarahan akut yang akan sembuh
dalam 6 bulan. Pada ITP akut tidak ada perbedaan insiden laki-laki maupun perempuan dan
akan mencapai puncak pada usia 2-5 tahun. ITP kronis terjadi pada anak usia > 7 tahun,
sering terjadi pada anak perempuan. ITP rekuren didefinisikan sebagai adanya episode
trombositopenia > 3 bulan dan terjadi pada 1-4 % dengan ITP.
2.5 Etiologi
Trombositopenia dapat disebabkan karena
1. Produksi trombosit yang berkurang
Pansitopenia
Pansitopenia bisa disebabkan karena keganasan (leukemia) , infiltrasi pada
sumsum tulang (neuroblastoma), kegagalan pada sumsum tulang (anemia
aplastik), infeksi virus (HIV) , obat-obatan yang toksik, dan radiasi.
Trombopoesis yang tidak efektif
- Dapat ditemukan pada kelainan kongenital yang jarang,yaitu
thrombocytopenia – absent radius (TAR) syndrom , Wiskott Aldrich
syndrom, trombosistopenia amegakariosit kongenital, penyakit platelet
raksasa (Bernand-soulier Syndrom)
- Infeksi virus, contonhya EBV, CMV, parvovirus
2. Peningkatan konsumsi trombosit
Imun
- Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP)
- Penyakit autoimun dan kolagen-vaskuler (SLE)
- Disebabkan virus HIV
- Trombositpenia diinduksi obat,contohnya heparin
Nonimun
- Disseminated intravascular coagulation (DIC)
- Hemolytic – Uremic syndrom (HUS)
- Sepsis
- Thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP)
3. Destruksi trombosit
Keadaan ini dapat ditemukan pada hipersplenisme, yaitu aktivitas lien yang
berlebihan dapat disebabkan karean infeksi, inflamasi, kongesti, kelainan sel darah
merah.
4.Dilusi dari trombosit
2.5 Patofisiologi
Penyebab Trombositopenia
Sistem yang digunakan untuk mengklasifikasikan trombositopenia didasarkan oleh
mekanisme penyebab trombositopenia, yaitu peningkatan destruksi trombosit dan
pengurangan produksi trombosit (Tabel 1).
A. Penurunan Produksi
Gangguan produksi trombosit mungkin karena kehilangan infiltrasi dari sumsum tulang,
penghancuran atau kegagalan elemen selular, atau kelainan dalam pembentukan megakariosit
dan diferensiasi sel. Dalam pengaturan ini, pemeriksaan sumsum tulang umumnya
menunjukkan penurunan jumlah megakariosit. Penyebab disfungsi sumsum tulang
meliputi:
● Penyakit jantung sianotik
● Kegagalan Sumsum tulang kegagalan atau infiltrasi sel
● Kekurangan gizi
Gangguan Aktivasi trombosit sistemik dan penggunaan trombosit
A.1 Penyakit Jantung sianotik
Penyakit jantung bawaan sianotic berhubungan dengan trombositopenia. Penyebabnya
tidak jelas, tetapi mekanisme tampaknya melibatkan penurunan produksi megakaryoctes.
Sehingga mengakibatkan tejadinya trombositopenia.
A.2 Kegagalan Sumsum Tulang atau infiltrasi
Trombositopenia terkait dengan anemia dan leukopenia (yaitu, pansitopenia)
menunjukkan disfungsi sumsum tulang umum atau infiltrasi. Gangguan serius seperti
leukemia atau kanker lainnya, lymphohistiocytosis hemophagocytic, anemia aplastik yang
didapat, myelodysplasia, dan sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan seperti
Fanconi pansitopenia sindrom dan dyskeratosis congenita dapat hadir dengan pansitopenia.
Disfungsi sumsum tulang juga dapat disebabkan oleh paparan agen kemoterapi atau radiasi.
Lymphoblastic leukemia akut adalah leukimia yang paling umum. Anak yang terkena
biasanya memiliki temuan klinis dan laboratorium lain selain trombositopenia. Manifestasi
meliputi gejala sistemik seperti demam, nyeri tulang, dan penurunan berat badan serta
hepatosplenomegali, limfadenopati, leukositosis, dan anemia.
Anemia aplastik didapat adalah kelainan langka yang disebabkan oleh kegagalan
sumsum tulang. Gejala spesifik yang terkait dengan anemia aplastik didapat bisa bervariasi,
seperti demam, kelelahan, pusing, lemah, sakit kepala, dan episode perdarahan yang
berlebihan. Pansitopenia merupakan gejala yang sering muncul. Berdasarkan respon, sekitar
50% dari pasien yang diberikan obat imunosupresif, termasuk globulin antithymocyte,
siklosporin, kortikosteroid dosis tinggi, dan cyclophosphamide, kebanyakan kasus sekarang
diyakini disebabkan oleh kerusakan kekebalan yang dimediasi dengan sel-sel induk
hematopoietik.
Sindrom Fanconi pansitopenia merupakan gangguan resesif autosomal yang jarang
terjadi. Usia rata-rata saat diagnosis pansitopenia adalah sekitar 6 sampai 9 tahun, namun
gejala dapat ditemui lebih awal berupa cacat bawaan yang hadir dalam 60% sampai 70% dari
pasien yang terkena. Yang paling umum adalah malformasi makula hipopigmentasi, café-au-
lait makula, kelainan jempol, microcephaly, dan kelainan urogenital. Perawakan pendek pada
prenatal juga dapat dilihat.
A.3 Defisiensi Nutrisi
Kekurangan Folat, vitamin B12, dan besi dikaitkan dengan trombositopenia.
kekurangan Folat dan vitamin B12 dapat mengganggu produksi sumsum tulang untuk
menghasilkan trombosit sehingga bisa terjadi trombositopenia yang akhirnya menjadi
pansitopenia. Sedangkan kekurangan zat besi dapat menyebabkan trombositosis atau
trombositopenia dikarenakan mengganggu tahap akhir dari pembentukan trombosit.
A.4 Penyebab Genetik Gangguan pembentukan trombosit
Sejumlah besar penyakit langka yang diturunkan sering dengan keadaan jumlah
trombosit yang berkurang, dan terganggunya fungsi trombosit. Kondisi ini timbul dari cacat
genetik megakariosit yang menghasilkan gangguan thrombopoiesis. Pertimbangan
trombositopenia bawaan lebih besar dilakukan pada pasien yang memiliki riwayat
trombositopenia berkepanjangan tanpa gejala dengan jumlah trombosit normal atau riwayat
keluarga trombositopenia. Beberapa pasien dengan trombositopenia bawaan dan diagnosis
dugaan ITP hingga ditemukan anggota keluarga lain yang memiliki jumlah trombosit yang
rendah. Tabel 1 menguraikan penyebab genetik thrombopoiesis gangguan.
Penyebab ganguan trombopoiesis
Diagnosis Cara
penurunan
genetik
Penyebab manifestasi
klinis
gambaran
laboratoriu
m
prognosis tatalak
sana
trombosit
poenia
dengan
kehilanga
n radii
syndrome
variable
inheritan
ce
penyebab
genetik
yang belum
jelas
kemungkin
an defek
kematanga
n
megakarios
it.
tidak
melibatkan
trombopoie
tin dan
reseptor
trombositope
ni yang
parah.
Kehilangan
radii
bilateral
Ibu jari
normal
Kelainan
skeletal,
genitourinar
y, dan
jantung .
Tidak ada
atau
menurunn
ya jumlah
megakario
sit yang
nyata.
Pematanga
n Eritroid
dan
mieloid
yang
normal
Angka kematian
banyak terjadi pada
infant akibat
perdarahan
intrakranial.
jika pasien
bertahan,trombositope
nia sering terjadi pada
beberapa tahun
berikutnya.
Transf
usi
platelet
trombopoie
tin
amegakar
iosit
trombosit
penia
kongenita
l
autosoma
l resesif
mutasi pada
gen reseptor
trombopoieti
n,
mengakibatk
an hilangnya
atau tidak
berfungsinya
reseptor
trombopoieti
n
severe but
isolated
trombositopenia
Tidak ada
atau
menurunn
ya jumlah
megakario
sit yang
nyata.
Pematanga
n Eritroid
dan
mieloid
yang
normal
sering berkembang
menjadi pansitopenia
dan transformasi
leukemic.
Plat
elet
tran
sfusi
Tra
nspl
anta
si
sum
sum
tula
ng
Sindrom
Wiskott-
Aldrich
kelainan
x-linked
resesif
gen
abnorman
pada lengan
proksimal
kromosom X
yang
mengode
pengaturan
protein
limfosit dan
fungsi
platelet
Dermatitis
atopik
Trombositopeni
purpura
Peningkatan
kerentanan
terhadap
infeksi
small (3-5
fl)
defective
platelet
gambaran
normal
megakario
sit
angka bertahan hidup
jarang pada remaja.
infeksi dan perdarahan
merupakan penyebab
utama kematian
12% kejadian
merupakan kasus
keganasan
splenek
tomi
dapat
mening
katkan
jumlah
platelet
namun
sering
mangki
batkan
kompli
kasi
sepsis
dan
kemati
an
penyakit autosoma disfungsi mudah memar makrotromb kecenderungan untuk
platelet
raksasa
Be
rn
an
d-
so
uli
er
Sy
nd
ro
m
l resesif atau
kehilangan
reseptor
platelet
untuk faktor
Von
willebrand
(GP-Ib-IX-V)
atau perdarahan
hebat karena
trauma/tindakan
bedah
ositopeni,
disfungsi
platelet
berat
perdarahan sepanjang
hayat
bernar
d-
soulier,
MYH9
rd
desmop
resin
asetat
dapat
mempe
rpende
k
waktu
perdar
ahan,tr
ansfusi
platelet
untuk
kepenti
ngan
bedah/
perdar
ahan
hebat.
Pasien
dengan
Bernar
d-
Soulier
dapat
membe
ntuk
antibod
i
antipla
telet
karena
adanya
GP-Ib-
IX-v
pada
platelet
yang
ditranf
usikan.
MYH9-
Related
Disease
(MYH9
RD)
aotosomi
nal
dominan
Mutasi pada
nonmuscle
myosin heavy
chain gene
(MYH9)
perdarahan,
nefritis, tuli,
katarak,Epstein
fechtner,sebastia
n sindrom atau
May-Hegglin
anomali
didiagnosi
berdasarkan
pada manifestasi
klinis yang
spesifik
makrotromb
ositopenia,
inklusi
leukosit,hem
aturia,protei
nuria,
tuli sensori neural
dengan progresifitas
yang tinggi,
glomeronefritis dan
katarak bisa timbul
kapan saja saat bayi
sampai dewasa
B. Peningkatan Destruksi Trombosit
Gangguan yang menyebabkan peningkatan destruksi atau hilangnya trombosit dari
sirkulasi biasanya menghasilkan gambaran pembesaran trombosit dalam sediaan apus darah
tepi, hal ini menandakan bahwa sumsum tulang memproduksi trombosit baru sebagai
kompensasi atas hancurnya trombosit. Dalam keadaan ini, pemeriksaan sumsum tulang
biasanya menunjukkan megakariosit yang normal atau meningkat. Mekanisme destruksi yang
menyebabkan trombositopenia antara lain :
- Destruksi melalui respons imun
- Aktivasi dan konsumsi trombosit
- Destruksi trombosit secara mekanik
- Mengumpul dan terjebaknya trombosit.
Destruksi melalui respons imun
Adalah penyebab utama trombositopenia akibat peningkatan hancurnya trombosit
pada bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh mekanisme imunitas. Autoantibodi, antibodi
drug-dependent, atau alloantibodi dapat menyebabkan destruksi trombosit melalui interaksi
dengan antigen membrane pada trombosit, yang meningkatkan klirens trombosit dari
sirkulasi.
ITP (Immune Thrombocytopenic Purpura) primer adalah penyakit autoimun yang
ditandai oleh trombositopenia terisolasi tanpa adanya penyebab yang jelas. Sebelumnya ITP
berarti Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Terminologi baru mencerminkan pengetahuan
baru akan sifat autoimun pada penyakit ini dan tidak adanya tanda-tanda perdarahan pada
sebagian besar kasus. Jumlah trombosit yang menggambarkan ITP pada saat ini adalah
kurang dari 100 x 103/µL. Terminologi ITP sekunder merujuk pada trombositopenia immune-
mediated akibat penyakit tertentu atau obat-obatan . perbedaan pada ITP primer dan sekunder
sangat mempengaruhi prognosis dan terapi.
ITP adalah penyebab paling banyak trombositopenia imun pada anak-anak, dengan
tingkat insidens kasus simptomatik antara 3 sampai 8 per 100.000 anak tiap tahun. Pasien
pediatrik yang mengalami ITP biasanya berumur 2 sampai 10 tahun, dengan insidens
tertinggi antara usia 2 sampai 5 tahun. Tidak terdapat bias gender yang signifikan terhadap
insidens ITP pada anak-anak. Merupakan penyebab tersering trombositopenia tanpa anemia
atau neutropenia.
Kasus tipikal ITP simptomatik pada anak-anak ditandai oleh munculnya lecet atau
perdarahan mukokutan tiba-tiba pada anak yang kelihatannya sehat, seringkali diawali oleh
penyakit infeksi virus. Peningkatan risiko ITP juga dihubungkan oleh imunisasi measles,
mumps, dan rubella (MMR) yang berkontribusi sekitar 50% kejadian ITP pada tahun kedua
setelah lahir. Bentuk ITP ini biasanya sementara dan jarang menyebabkan perdarahan yang
parah.
ITP sekarang diklasifikasikan oleh durasi, mulai dari baru didiagnosis, persisten
(durasi 3-12 bulan) dan kronik (lebih dari 12 bulan).Sedangkan ITP pada dewasa biasanya
memiliki onset yang tiba-tiba dan diikuti oleh fase kronik. ITP pada anak biasanya
berlangsung singkat dan sekitar dua pertiga pasien mengalami sembuh total dalam 6 bulan,
dengan atau tanpa pengobatan.
- ITP Kronis
Anak yang mengalami ITP persisten ataupun kronik yang mengalami gejala atipikal
sebaiknya dirujuk atau dikonsulkan kepada hematologis yang berpengalaman dalam
menangani dan merawat pasien dengan ITP.
Patogenesis ITP Kronis adalah :
Sindrom ITP disebabkan oleh trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi trombosit
spesifik (IgG) yang kemudian akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati
setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Faktor
yang memicu produksi autoantibodi belum diketahui, namun kebanyakan pasien mempunyai
antibodi terhadap glikoprotein pada permukaan trombosit. Autoantibodi terbentuk karena
adanya antigen yang berupa kompleks glikoprotein IIb/IIIa.
Sel penyaji antigen (makrofag) akan merusak glikoprotein IIb/IIIa dan memproduksi
epitop kriptik dari glikoprotein dari trombosit lain. Sel penyaji antigen yang teraktifasi
mengekspresikan peptida baru pada permukaan sel dengan bantuan konstimulasi dan sitokin
yang berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif antiglikoprotein Ib/IX antibodi
dan meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa antibodi oleh B-cell clone Sensitisasi
trombosit oleh autoantibodi (biasanya IgG) menyebabkan disingkirkannya trombosit tersebut
secara prematur dari sirkulasi oleh makrofag sistem retikuloendotelial, khususnya limpa.
Biasanya pada tempat-tempat khusus yaitu di Iib-IIIa atau kompleks Ib. Masa hidup
trombosit pun akan menurun menjadi beberapa jam yang seharusnya 7 hari. Massa
megakariosit total dan perputaran trombosit meningkat secara sejajar menjadi sekitar lima
kali normal.
Penyakit Purpura trombositopenia autoimun (idiopatik) dapat ditemukan berkaitan
dengan penyakit autoimun seperti Systemic Lupus Eritematosus (SLE), infeksi Virus
imunodefisiensi manusia (HIV), leukemia limfositik kronis (CLL), penyakit Hodgkin atau
nemia hemolitik autoimun. Sindrom Evans ditandai oleh uji Coombs yang positif pada
anemia hemolitik yang dihubungkan dengan trombositopenia imun. Immune-mediated
Trombositopenia juga terjadi pada sindrom antibody antiphospolipid dan sindrom autoimun
lymphoproliferatif. Penyakit autoimun lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua dan
memiliki onset tiba-tiba dan trombositopenia persisten dalam 6 bulan setelah pasien datang.
-ITP akut
Sering terjadi pada anak-anak. Sekitar 75% pasien, episode tersebut terjadi setelah
vaksinasi atau infeksi seperti cacar air atau mononukleosis infeksiosa. Kelainan yang
swasirna ini paling sering terlihat pada anak-anak sesudah terinfeksi virus (misalnya infeksi
virus rubela, sitomegalovirus, virus hepatitis, monontikleosis infeksiosa). Penghancuran
trombosit disebabkan oleh auto antibodi anti trombosit yang transien. Sebagian besar kasus
terjadi akibat perlekatan kompleks imun non spesifik. Remisi spontan lazim terjadi tetapi 5-
10% kasus penyakit tersebut menjadi kronis (berlangsung > 6 bulan).
a. Infeksi
Trombositopenia akibat infeksi tidak terkait dengan DIC biasanya disebabkan oleh
supresi sumsum tulang. Dalam beberapa kasus, peningkatan kerusakan akibat proses infeksi
yang disebabkan sistem imun atau splenomegali dan hiperaktif retikuloendotelial dapat
menambah masalah pada supresi sumsum tulang. Agen menular yang paling umum yang
terkait dengan trombositopenia karena penekanan sumsum tulang adalah Epstein-Barr virus,
cytomegalovirus, parvovirus, virus varicella, dan rickettsiae.Pada kebanyakan kasus,
trombositopenia bersifat sementara, dengan pemulihan dalam waktu hitungan minggu.
Trombositopenia paling sering ditemukan pada pasien yang terinfeksi human
immunodeficiency virus (HIV) yang penghancuran platelet dan gangguan produksi
sepertinya memainkan peran dalam menurunkan jumlah trombosit.
Trombositopenia akibat infeksi pada beberapa keadaan mempunyai hubungan dengan
produksi berkurang dan meningkatnya penghancuran trombosit. Peningkatan penghancuran
trombosit pada penyakit infeksi, secara keseluruhan tergantung penyebabnya dan diketahui
akibat pengaruh imun dengan mekanisme yang belum jelas.
b. Drug induced trombositopenia
Mekanisme Penyebab Drug Induced Trombocytopenia
Klasifikasi Mekanisme Kejadian Contoh obat
Hapten-
dependent
antibody
Hapten menyambung
secara kovalen pada
membrane protein dan
menginduksi obat dengan
respon imun spesifik
Sangat cepat Penisilin,
Kemungkinan
beberapa antibiotic
sefalosporin
Kuinin Obat menginduksi
antibodi yang mengikat
ke membrane protein
dalam keadaan obat
terlarut
26 dari satu juta
pengguna kuinin per
minggu, mungkin
lebih sedikit
kasusnya pada obat
lainnya
Kuinin, sulfonamide,
anti-inflamasi
nonsteroid (AINS)
Obat tipe Fiban Obat bereaksi dengan GP
IIb/IIIa untuk
menginduksi adanya
perubahan bentuk
(neoepitop) obat
0,2-0,5 % Tirofiban, eftifibatide
Obat-antibodi
spesifik
Antibody mengenali
komponen murin dari
fragmen Fab untuk
membrane trombosit GP
IIIa
0,5-1,0 % setelah
paparan, 10-14%
setelah paparan
kedua
Abciximab
Autoantibodi Obat menginduksi
antibody yang bereaksi
dengan trombosit
autologi dalam
kehilangan obat
1,0% dengan emas,
sangat cepat
prokainamida dan
obat lainnya.
Garam emas,
prokainamida
Kompleks imun Obat mengikat pada
platelet factor 4 (PF4),
memproduksi kompleks
imun untuk antibody
yang spesifik, kompleks
3-6 % diantara pasien
diterapi dengan
heparin selama 7
hari, cepat dengan
heparin berat
Heparin
imun mengaktifkan
trombosit melalui
reseptor Fc
molekul rendah
Kriteria Diagnosis Drug Induced Trombocytopenia:
1. Terapi dengan obat kandidat mendahului terjadinya trombositopenia dan setelah
terapi dihentikan, jumlah trombosit menjadi normal dan hal ini menetap.
2. Obat kadidat adalah satu-satunya obat yang diberikan sebelum onset
trombositopenia, atau jika obat lain terus diberikan setelah penghentian obat kandidat
jumlah trombosit tetap normal.
3. Penyebab trombositopenia lain sudah disingkirkan.
4. Trombositopenia akan kembali terjadi jika obat kandidat diberikan lagi.
Tingkatan Bukti
I (Definite) Pasti = jika kriteria 1,2,3,4 terpenuhi
II (Probable) = jika kriteria 1,2,3 terpenuhi
III (Possible) = jika hanya kriteria 1 terpenuhi
IV (Unlikely) = jika kriteria 1 pun tidak terpenuhi.
(George, et al. 1998, 2007; Rahajuningsih D Setiabudy, 2007).
Kuinin
Kuinin merupakan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit malaria dan kram
otot. Sedangkan kuinidin digunakan sebagai pengobatan terhadap cardiac arrhythmia. DIT
akibat kuinin terjadi bukan pada pemberian pertama, tetapi setelah pemakaian berulang-
ulang. Epitop dari sel target dari antibodi sering di glikoprotein The IIb/IIIa or Ib/V/IX
complexes,the major platelet receptors for fibrinogen and von Willebrand factor.
Antagonis Glikoprotein (GP) IIb/IIIa
GP II b/IIIa merupakan reseptor fibrinogen dalam proses agregasi trombosit maka
obat ini antagonis terhadap reseptor tersebut sehingga menghambat proses agregasi
trombosit sehingga dapat mencegah terjadinya thrombosis. Obat ini bekerja secara
kompetitif dalam menghambat ikatan antara fibrinogen ke GP IIb/IIIa. Ada tiga macam
obat jenis ini yang sedang dikembangkan di Amerika Serikat, yaitu abciximab, tirofiban,
dan eptifibatide. Obat tirofiban dan eptifibatide diduga mengakibatkan perubahan pada
glikoprotein begitu berikatan dengan GP IIb/IIIa. Perubahan yang terjadi menyebabkan
ekspresi dan antigen baru yang dinamakan ligand-induced binding sites (LIBS) yang
kemudian merangsang pembentukan antibodi.
Heparin Induced Thrombocytopenia (HIT)
Heparin mempunyai efek antikoagulan karena meningkatkan aktivitas antitrombin
untuk menetralkan thrombin dan protease serin lainnya. Pada HIT terjadi kompleks antara
antibodi dengan heparin-platelet factor 4 (PF4) akan mengikat trombosit melalui reseptor
Fc sehingga mirip dengan hipotesis innocent bystander.
Hipotesis Hapten- Ackroyd
Obat dianggap sebagai hapten di mana hapten tersebut akan membentuk ikatan
kovalen dengan trombosit sehingga terbentuk kompleks antigen yang terdiri dari obat-
trombosit. Selanjutnya kompleks ini akan merangsang pembentukan antibodi yang dapat
mengenali dan mengikat tombosit dan akan didestruksi oleh RES sehingga terjadi
trombositopenia.
Teori Innocent Bystander oleh Miescher dan Schulman
Teori ini merupakan teori bantahan dari hipotesis hapten Ackroyd setelah
Miescher dan Schulman melakukan penelitian padaquinine-induced
thrombocytopenia. Menurut Schulman ikatan antara obat dengan trombosit bersifat lemah
dan mudah terlepas dengan permbersihan darah. Selain obat tersebut yang bebas yang
berlebih tidak dapat menghambat pengikatan antibody dengan trombosit. Oleh karena itu,
Schulman mengusulkan teori innocent bystander. Teori ini mengungkapkan bahwa obat
berikatan erat dengan protein plasma dan merangsang pembentukan antibodi. Kompleks
imun yang antara antibody-antigen (obat-protein plasma) akan diabsorbsi oleh trombosit
secara non spesifik melalui reseptor Fc dan kemudian trombosit ini dihancurkan oleh
RES.
Namun akhir-akhir ini terdapat bukti yang menentang teori ini karena antibody
mampu mengenali glikoprotein pada membran trombosit serta mengikat trombosit
melalui Fab dan bukan melalui Fc. Kecuali mungkin pada trombositopenia akibat
penicillin dosis tinggi, karena obat golongan tersebut mampu membentuk ikatan kovalen
dengan membran trombosit sehingga trombositopenia terjadi menurut mekanisme hapten.
Obat yang menginduksi terjadinya Autoantibodi
Obat yang menginduksi terjadinya autoantibodi yang akan menginduksi
penghancuran trombosit. Biasanya oleh obat-obatan artritis rheumathoid, procainamid,
antibiotik sulfonamid dan beta alfa interferon.
Drug-induced trombositopenia adalah penyebab jarang trombositopenia pada anak.
Pengobatan dimulai dalam bulan sebelumnya dan lebih mungkin terjadi trombositopenia pada
pengobatan dalam jangka waktu lama. Drug induced thrombocytopenia biasanya disebabkan
oleh antibody-tergantung-obat yang terbentuk terhadap antigen pada permukaan trombosit.
Trombositopenia akibat heparin, yang dapat dihubungkan dengan thrombosis parah,
disebabkan oleh pembentukan antibody terhadap kompleks heparin-platelet factor 4. Jumlah
trombosit akibat heparin biasanya sedikit berkurang.
Meskipun kondisi ini lebih sering terlihat pada dewasa, heparin-induced sering terjadi
pada anak-anak. Obat lain yang biasa digunakan dalam pediatri yang dapat menyebabkan
trombositopenia termasuk carbamazepine,fenitoin, asam valproat, trimethoprim
/sulfamethoxazole, dan vankomisin. Diagnosis pendukung untuk penegakan diagnosis
trombositopenia adalah trombositopenia yang diinduksi obat. Dengan penggunaan
trombositopenia dalam waktu kurang 1 minggu penarikan obat.
Mekanisme Penghancuran Trombosit
Penggunaan extracorporeal terapi, seperti membran extracorporeal oksigenasi bypass,
cardiopulmonary, hemodialisis, dan apheresis, dikaitkan dengan kerusakan mekanis
trombosit, yang dapat mengakibatkan trombositopenia. Transfusi tukar juga dapat
mengurangi jumlah trombosit oleh karena kerugian dalam pertukaran cairan. Perdarahan
berkelanjutan yang memburuk membutuhkan transfusi darah yang cepat dan berulang-ulang
sehingga sel darah merah dapat menyebabkan trombositopenia karena fenomena “cuci
bersih”.
Penyerapan dan Pembersihan Trombosit
Tentang sepertiga dari massa trombosit biasanya dibersihkan dalam limpa pada waktu
tertentu. Sebuah proporsi yang lebih besar dari trombosit yang dibersihkan pada pasien yang
mengalami hipersplenisme sehingga mengurangi jumlah trombosit beredar dan menyebabkan
trombositopenia. Kelangsungan hidup trombosit pada orang yang memiliki hipersplenisme
normal atau hampir normal penyatuan dan tidak tersedianya trombosit yang "Terjebak" di
limpa merupakan masalah. Leukopenia atau anemia juga mengikuti jumlah trombosit yang
rendah disebabkan oleh hipersplenisme. Kondisi dalam kategori ini meliputi:
Penyakit hati kronis dengan hipertensi portal dan kongestif splenomegali. Kadang-
kadang trombositopenia,terdeteksi mungkin manifestasi awal bahwa ini merupakan
penyakit jenis penyakit hati kronis. Jumlah trombosit biasanya dalam kisaran 50
sampai 100 103 /g L (50 sampai 100 103 /? L) dan biasanya tidak mewakili klinis
Masalah penting.
● Tipe 2B dan platelet-tipe von Willebrand penyakit.
Trombositopenia dalam gangguan ini disebabkan oleh meningkatnya penghapusan
trombosit dari peredaran. Peningkatan pengikatan antara lebih besar faktor von
Willebrand multimers dan platelet menyebabkan pembentukan kecil platelet agregat
yang dibersihkan dari sirkulasi,menghasilkan jumlah trombosit rendah.
TROMBOSIT DAN AKTIVASI KONSUMSI
Pada pasien yang mengalami koagulasi intravaskular diseminata (DIC) dan gangguan
mikroangiopati hemolitik-uremik sindrom (HUS) dan trombotik thrombocytopenic purpura
(TTP), trombositopenia terjadi karena aktivasi trombosit sistemik, agregasi,dan konsumsi.
Lebih lokal platelet activation and consumption berkontribusi pada seperti di Kasabach-
Merritt syndrome (KMS), necrotizing enterocolitis (NEC), dan trombosis pada bayi dan
neonatus. Pada bayi yang memiliki KMS, trombositopenia hasil dari masa hidup platelet yang
singkat yang disebabkan oleh penyerapan trombosit dan aktivasi koagulasi malformasi
pembuluh darah trunkus, ekstremitas, atau lapisan visera abdominal. lesi Cutaneous
pembuluh darah pada saat lahir pada sekitar 50% dari pasien. Deteksi lesi viseral
membutuhkan pencitraan. Semua pasien mengalami trombositopenia berat,
hypofibrinogenemia,meningkatkan degradasi fibrin produk, dan fragmentasi sel darah merah
di PBS.
NEC adalah sindrom nekrosis pencernaan yang terjadi pada 2% sampai 10% dari bayi
yang berat lahir yang kurang dari 1.500 g. Trombositopenia merupakan temuan yang sering
dan dapat mengakibatkan pendarahan yang signifikan. Pada awal tahap NEC, jumlah
trombosit menurun berkorelasi dengan kehadiran nekrotik usus dan penyakit memburuk.
Mekanisme utama trombositopenia muncul menjadi penghancuran platelet, meskipun
kerusakan tidak disebabkan oleh laboratorium-terdeteksi DIC dalam kebanyakan kasus.
Trombosis pada bayi dan neonatus sering disertai oleh trombositopenia. Sebuah
gangguan tromboemboli harus dipertimbangkan jika trombositopenia tidak dapat dijelaskan
oleh kondisi lain.
C. Disseminata Intravascular Coagulation (DIC
1. Aktivasi system koagulasi (consumptive coagulopathy)
P a d a p r i n s i p n y a D I C d a p a t d i k e n a l i j i k a t e r d a p a t
a k t i v a s i s i s t e m pembekuan da rah s eca r a s i s t emik . T rombos i t yang
menurun t e ru s -mene rus , komponen fibrin bebas yang terus berkurang, disertai
tanda-tanda perdarahan m e r u p a k a n t a n d a d a s a r y a n g m e n g a r a h
k e c u r i g a a n k e D I C . K a r e n a d i p i c u penyakit/trauma berat, akan terjadi
aktivasi pembekuan darah, terbentuk fibrin d a n d e p o s i s i d a l a m
p e m b u l u h d a r a h , s e h i n g g a m e n y e b a b k a n
t r o m b u s mik rovasku l a r pada be rbaga i o rgan yang menga rah pada
kegaga l an fungs i be rbaga i o rgan . Ak iba t koagu l a s i p ro t e in dan p l a t e l e t
t e r s ebu t , akan t e r j ad i komplikasi perdarahan.
Karena terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi s i s t em
f i b r i no l i t i k yang menyebabkan t e r j ad i bekuan i n t r ava sku l a r .
Da l am sebagian kasus, terjadinya fibrinolisis (akibat pemakaian alfa2-antiplasmin)
juga j u s t ru dapa t menyebabkan pe rda rahan . Ka renanya , pa s i en dengan
DIC dapa t terjadi trombosis sekaligus perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan
ini cukup menyulitkan untuk dikenali dan ditatalaksana.
Pengendapan f i b r i n pada DIC t e r j ad i dengan mekan i sme yang
cukup kompleks. Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan trombin
dengan perantara faktor pembekuan darah. Kedua, terdapat disfungsi
fisiologisan t i koagu l an , m i sa lnya pada s i s t em an t i t r omb in dan s i s t em
p ro t e in C , yang membuat pembentukan trombin secara terus-menerus. Sebenarnya ada
juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi sistem fibrinolitik sehingga menyebabkan
gangguanfibrinolisis, akibatnya endapan fibrin menumpuk di pembuluh darah. Sistem-sistem
yang tidak berfungsi secara normal ini disebabkan oleh tingginya kadar inhibitor
fibrinolitik PAI-1. Seperti yang tersebut di atas, pada beberapa kasus D I C d a p a t
t e r j a d i p e n i n g k a t a n a k t i v i t a s f i b r i n o l i t i k y a n g
m e n y e b a b k a n perdarahan.
2. Depresi Prokoagulan
DIC t e r j ad i ka r ena ke l a inan p roduks i f ak to r pembekuan da rah ,
i t u l ah penyebab u t amanya . Ka rena banyak s eka l i kemungk inan
gangguan p roduks i faktor pembekuan darah, banyak pula penyakit yang akhirnya dapat
menyebabkanke l a inan i n i . Ga r i s s t a r t j a l u r pembekuan da rah i a l ah
t e r s ed i anya p ro t rombin (diproduksi di hati) kemudian diaktivasi oleh faktor-
faktor pembekuan darah,sampai garis akhir terbentuknya trombin sebagai tanda
telah terjadi pembekuandarah.
Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam
setelahterjadinya bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-
antibodi.Fak to r koagu l a s i yang r e l a t i f mayor un tuk d ikena l i a l ah s i s t em
VI I ( a ) yang memulai pembentukan trombin, jalur ini dikenal dengan nama jalur
ekstrinsik.Aktivasi pembekuan darah sangat dikendalikan oleh faktor-faktor itu
sendiri,terutama pada jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik tidak terlalu memegang
peranan penting dalam pembentukan trombin. Faktor pembekuan darah itu sendiri
berasald a r i s e l - s e l m o n o n u k l e a r d a n s e l - s e l e n d o t e l i a l . S e b a g i a n
p e n e l i t i a n j u g a mengungkapkan bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel
polimorfonuklear.
Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasifaktor-
faktor pembekuan darah dapat melipatgandakan pembentukan trombin daniku t and i l
da l am memben tuk f i b r i n . Kada r i nh ib i t o r t r omb in , an t i t r omb in
I I I , t e rde t eks i menurun d i p l a sma pa s i en DIC . Penu runan kada r i n i
d i s ebabkankombinas i da r i konsums i pada pemben tukan t romb in ,
deg radas i o l eh enz im elastasi, sebuah substansi yang dilepaskan oleh netrofil
yang teraktivasi sertas i n t e s i s y a n g a b n o r m a l . B e s a r n y a k a d a r
a n t i t r o m b i n I I I p a d a p a s i e n D I C berhubungan dengan peningkatan mortalitas
pasien tersebut. Antitrombin III yangr e n d a h j u g a d i d u g a b e r p e r a n s e b a g a i
b i a n g k e l a d i t e r j a d i n y a D I C h i n g g a mencapai gagal organ.
Be rka i t an dengan r endahnya kada r an t i t r omb in I I I , dapa t pu l a
t e r j ad i depresi sistem protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur
protein Cini disebabkan down regulation trombomodulin akibat sitokin proinflamatori
darisel-sel endotelial, misalnya tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan
interleukin1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi rendahnya zimogen pembentuk protein C
akanmenyebabkan total protein C menjadi sangat rendah, sehingga bekuan darah akanterus
menumpuk. Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah menunjukkan bahwa
protein C berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas DIC.
Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah
yangmemang berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan
darah.Senyawa ini dinamakan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa
inimemblok pembentukan faktor pembekuan (bukan memblok jalur pembekuan itusendiri),
sehingga kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun jarang sekali kita
kenal dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan TFPI r ekombinan
ke da l am p l a sma , s eh ingga kada r TFPI da l am tubuh j ad i meningkat dari
angka normal, ternyata akan menurunkan mortalitas akibat infeksidan inflamasi sistemik.
Tidak banyak pengaruh senyawa ini pada DIC, namunsebaga i s enyawa yang
mempenga ruh i f ak to r pembekuan da rah , TFPI dapa t dijadikan bahan
pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di masa depan.
3 Defek Fibrinolisis
Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan berhenti,
karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. N a m u n
p a d a k e a d a a n b a k t e r e m i a a t a u e n d o t o k s e m i a , s e l - s e l e n d o t e l
a k a n menghasilkan Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus
DICyang umum, kelainan sistem fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C,dan
aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan t e ru s
menumpuk d i pembu luh da rah . Pada bebe rapa ka sus DIC yang
j a r ang ,mi sa lnya DIC ak iba t a cu t e mye lo id l eukemia M-3 (AML) a t au
bebe rapa t i pe adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi
hiperfibrinolisis, meskipuntrombosis masih ditemukan di mana-mana serta
perdarahan tetap berlangsung.Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan
koagulasi berlebih pada pembuluhdarah, trombosit akan menurun drastis dan
terbentuk kompleks trombus akibatendapan fibrin yang dapat menyebabkan iskemi
hingga kegagalan organ, bahkan kematian. Perdarahan sistemik tidak ada metode khusus
untuk mendiagnosis DIC selain menilai gejala klinis berupa perdarahan terus-
menerus dengan gejala sianosis perifer serta melihat hasil lab dengan trombositopenia, masa
perdarahan global yang memanjang signifikan(PT dan aPTT), serta Fibrin Degradation
Produc (FDP), atau spesifiknya D-dimer akan meningkat (walaupun keduanya juga
meningkat pada trauma berat).
Gambar Patofisiologi DIC Menurut Porth
D. Demam Berdarah Dengue
Teori mediator sekarang ini dipikirkan oleh para ahli karena
melanjutkan teori antibody enhancing. Pasien DBD mempunyai kadar TNF-a, lL-6,
IL-i3, lL-18, dan faktor sitotoksik lebih tinggi dibandingkan pasien DD sedangkan
pada pasien SSD mempunyai kadar IL-4, IL-o, lL-8, dan IL-10 yang tinggi. Sitokin
tersebut sangat berperan meningkatkan permeabilitas vaskular dan syok selama
terinfeksi dengue.
Kompleks virus antibodi yang meliputi sel makrofag akan memproduksi sitokin TNF-a,
lFN-y, lL-Z, lL-6, PAF (piatelet activating factor), dan lain-lain yang selanjutnya
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, kerusakan endotel pembuluh darah
sehingga terjadi kebocoran cairan plasma ke dalam jaringan tubuh dan mengakibatkan
syok. Kompleks virus-antibodi juga akan merangsang komplemen yang bersifat vasoaktif
dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) Serta
perdarahan. Tingginya kadar pelepasan PAF oleh monosit dengan infeIGi sekunder dapat
pula menjelaskan perdarahan pada DBDISSD. Jadi perdarahan pada DBD dapat
disebabkan oleh tiga kelainan hemostasis utama yaitu vaskulopati, kelainan trombosit,
dan penurunan kadar faktor pembekuan. Pada fase awal demam, perdarahan disebabkan
oleh vaskulopati dan trombositopenia, sedangkan pada fase syok dan syok yang lama,
perdarahan disebabkan oleh trombositopeni diikuti oleh koagulopati terutama sebagai
akibat koagulasi intravaskular rnenyuluruh dan peningkatan fibrinalisis.Faktor sitotoksis
memproduksi sel CD4+T yang akan merangsang makrofag memproduksi TNF-ot dan IL-
18. Kadar faktor sitotoksik berhubungan dengan beratnya penyakit. Selama infeksi
dengue berat beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi supresi respons Th1 dan
didapatkan respons Th2 yang lebih dominan.
E. Hemolytic Uremic Syndrome
Kerusakan sel endotel vaskular merupakan patogenesis utama pada semuabentuk HUS,
dimana terjadi juga kerusakan pada sel tubular ginjal. Toksin Shigayang diproduksi Escherichia
coli dan Shigella dysentriae adalah penyebab umumdari colitis hemoragik dan merupakan salah
satu penyebab HUS.Dalam saluran cerna toksin bakteri menghancurkan sel usus dan
menyebabkan diare lendir darah. Toksin kemudian menyebar melalui pembuluh darah dan
menyerang endotel glomerulus ginjal sehingga terjadi penumpukanfibrin dan trombosit di
tempat kerusakan. Kerusakan sel endotel disebabkan olehproses inflamasi dan non inflamasi.
Proses inflamasi ditandai dengan leukositosisyang terjadi pada fase awal penyakit, temuan
infiltrasi leukosit yang bersifatsementara pada glomeruli, dan aktivasi neutrofil. Toksin shiga
menghasilkan lipopolisakarida yang mengaktivasi neutrofil yang melepaskan TNF ɑ, IL1,
elastase, dan radikal bebas. Adhesi leukosit distimulasi oleh Toksin Shiga1 (Stx1),
9
dimana terjadi interaksi antara leukosit dan endotelium in vitro dan meningkatkanadhesi
leukosit melalui regulasi protein yang bersifat adhesif pada permukaan selendotel. TNF-
ɑ atau LPS menyebabkan apoptosis sel endotel yang terpapar toksin
Shiga.Proses non inflamasi terjadi karena peranan faktor-faktor koagulasi. PadaHUS,studi
koagulasi menunjukkan prothrombin dan waktu paruh tromboplastinyang normal, faktor V
dan VII dapat normal ataupun meningkat, turnoverfibrinogen normal, dan peningkatan
produk pecahan fibrin. Trombositopeniaterjadi karena peningkatan penggunaan dan destruksi
platelet. Usia plateletmemendek dan berakhir pada tingkat degranulasi. Aktivasi platelet
dapatmenurunkan fibrinolisis glomerular lokal melalui produksi PAI-1.Fragmentasi eritrosit
disebabkan oleh pelepasan radikal bebas olehneutrofil yang memediasi peroksidasi lipid pada
membran sel darah merah.Akibatnya, membran sel darah merah menjadi lebih kaku sehingga
saat melewatikapiler glomerulus yang sempit akan mengakibatkan sel darah merah menjadi
lisisdan rusak sehingga terjadi anemia hemolitik mikroangiopati dan penurunan lajufiltrasi
glomerulus serta insufisiensi ginjal.
Gambar 3. Kerusakan ginjal pasien dengan toksin Shiga dari kondisi normal (atas)menjadi
HUS(bawah)
10
RTE, renal tubular epithelium; RBC, red blood cell; TNF, tumor necrosis factor;IL-1,
interleukin-1; Gb3, globotriaosylceramide; GEC, glomerular endothelialcell; GepC,
glomerular epithelial cell; PMN, polymorphonuclear cell; mes cell,mesangial cell
10
RTE, renal tubular epithelium; RBC, red blood cell; TNF, tumor necrosis factor;IL-1,
interleukin-1; Gb3, globotriaosylceramide; GEC, glomerular endothelialcell; GepC,
glomerular epithelial cell; PMN, polymorphonuclear cell; mes cell,mesangial cell.
Gambar 4. Patofisologi HUS :
A.
Kapiler glomerulus normal yang dilapisi sel endotelB.
Gambaran sel endotel normal yang terdiri dari kutub negatif dan PGI2dalam jumlah normal
di endotel sehingga trombosit yang bersirkulasi dilumen kapiler tidak menempel ke
endotel.C.
Setelah kerusakan endotel terjadi, sel menjadi bengkak dan terjadikehilangan kutub negatif
serta PGI2, menyebabkan penempelan trombositdan fibrin ke dinding endotel serta terjadi
pemisahan sel endotel daridinding pembuluh darahD.
Akibat penyempitan kapiler glomerulus oleh penumpukan fibrin dantrombus, maka eritrosit
yang melewati kapiler menjadi lisis dan rusak danterjadi anemia hemolitik mikroangiopati,
penurunan laju filtrasiglomerulus, insufisiensi ginjal dan trombositopeni.
11
Beberapa serotype E. Coli yang berhubungan dengan HUS telah dapatdiidentifikasi. Karmali
et al menemukan toksin E. Coli pada 75% pasiendengan HUS. Toksin dari E.coli ini
menyebabkan kematian terhadap sel Veroyaitu sel epitel ginjal monyet hijau sehingga
kemudian dinamai sebagaiverotoksin. Salah satu dari verotoksin ini (VT-1) secara struktural
identik dengan toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentriae dan jenis toksinlain VT-
2 mempunyai 55% - 60% asam amino yang mirip dengan toksinshiga. Verotoksin yang
dihasilkan oleh E.coli O157:H7 juga menyebabkandiare berdarah.Verotoksin terdiri dari sub
unit sentral (A) dan lima sub unit perifer (B).Sub unit perifer (B) membawa reseptor
glikoprotein permukaan sel. Ketikaverotoksin berikatan dengan permukaan sel, terbentuk
endositosis dan subunitsentral (A) dilepaskan ke dalam sitosol, yang kemudian larut dalam
bentuk fragmen (A1). Sub unit A1 berikatan dengan ribosom 60S, menghambattranskripsi
RNA sehingga menyebabkan kematian sel
12
Gambar 5. Verotoksin sub unit B melekat di permukaan sel dan verotoksinmasuk ke dalam
sel melalui endositosis . Sub unit A kemudian dilepaskanke dalam sel dan terpecah menjadi
fragmen A1. Sub unit A1 berikatandengan ribosom 28S menghambat transkripsi RNA dan
mengganggupembentukan sintesis protein menyebabkan kematian sel.
4
Berdasarkan patofisologi ini, hipotesis perkembangan HUS klasikdapat disusun sebagai
berikut :
1. Infeksi verotoksin dari E. Coli/S. dysentriae menghasilkan diareberdarah2. Penyebaran
toksin melalui pembuluh darah dan perlekatan verotoksinke endotel sel glomerulus
3. Pembentukan endositosis dan pelepasan fragmen sub unit sentral dariverotoksin
mengakibatkan gangguan sintesis protein sehinggamenyebabkan kematian dan kerusakan sel
endotel4. Penempelan fibrin dan mikrotrombus ke sel endotel yang rusak menghasilkan
koagulasi intravaskular lokal dan mikroangiopati5. Penyempitan kapiler glomerulus oleh
trombus dan fibrin menyebabkanlisis dan kerusakan sel darah merah yang melewati kapiler.
Sehinggamenyebabkan anemia hemolitik mikroangiopati, penurunan laju filtrasiglomerulus
dan insufisiensi renal.