laporan kasus trombositopenia without lampiran
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
Purpura Trombositopenia Idiopatik
Moderator:
dr. Huiny Tjokrohusada, Sp.A, MH.Kes
Pembimbing:
dr. Yenny Purnama, Sp.A, M.Kes
Disusun Oleh:
Priscilia Pratami Intan
FK UPH
NIM: 07120090034
Dipresentasikan pada Rabu, 3 Juli 2013
KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
JAKARTA
PERIODE 27 MEI – 10 AGUSTUS 2013
1
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AA
Tanggal Lahir : 3 Juni 2013
Umur : 1 tahun 4 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Matraman 92/94
Jakarta.
Agama : Islam
Tgl masuk RS : 30 Mei 2013 Jam 16.30 WIB
No. CM : 40-88-88
Identitas Orang Tua Ayah Ibu
Umur 42 tahun 45 tahun
Pernikahan ke 2 2
Umur saat menikah 41 44
Pekerjaan TNI-AD PNS
Pangkat LETTU -
Agama Islam Islam
Pendidikan terakhir Tamat SMA Tamat S1
Suku Bangsa Jawa Jawa
Keadaan Kesehatan Baik Baik
Konsanguinitas Tidak ada
Hubungan dengan orang tua: Anak kandung.
Pasien merupakan anak tunggal.
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 7 Juni 2013 pukul 13.00 WIB dengan ibu dan
ayah pasien.
2
Keluhan Utama : Bintik-bintik merah pada muka, kaki dan tangan sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan Tambahan : Demam, benjolan di pipi kiri dan kanan, putih-putih pada
mata.
Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan muncul bintik-bintik merah pada muka, kaki
dan tangan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Hal ini disadari oleh ibu pasien
ketika memandikan pasien. Bintik-bintik tersebut tersebar merata pada muka, tangan,
dan kaki, namun tidak ditemukan pada badan pasien. Bintik-bintik tersebut tidak
timbul dan tampak tidak gatal karena pasien tidak menggaruknya. Bintik-bintik
tersebut tidak tampak bertambah ataupun berkurang sejak 1 hari yang lalu. Ibu pasien
mengaku bahwa hal ini baru pertama kali terjadi pada pasien. Ibu pasien menyangkal
adanya riwayat alergi pada pasien sebelumnya. Ibu pasien juga menyangkal
memberikan makanan baru ataupun susu merk lain kepada pasien akhir-akhir ini.
Bintik-bintik merah tersebut disertai dengan keluhan demam mendadak sejak
1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam setiap hari, terus menerus dan tinggi
berkisar antara 39℃. Demam turun sementara setelah diberikan obat penurun panas
parasetamol berupa sirup ataupun yang dimasukkan lewat dubur, namun beberapa jam
kemudian demam kembali. Pasien tidak mengigil, tidak berkeringat dingin, kesadaran
tidak menurun, tidak meracau, tidak mengigau, tidak kejang dan tidak sesak nafas.
Riwayat kejang pada pasien terutama saat demam sebelumnya disangkal. Nafsu
makan pasien berkurang sejak sakit. Keluhan lain berupa batuk, pilek, mencret, mual
dan muntah disangkal. Penurunan berat badan drastis maupun berat badan sulit naik
disangkal.
Pasien kemudian dibawa untuk berobat ke poliklinik anak RSPAD.
Sesampainya di rumah sakit dilakukan pemeriksaan darah terhadap pasien dan
ditemukan hasil kadar trombosit yang sangat rendah. Dokter kemudian
menginstruksikan agar pasien dirawat inap karena dengan jumlah trombosit yang
sangat rendah rentan terjadi perdarahan. Kemudian secara rutin dilakukan
pemeriksaan darah untuk memantau jumlah trombosit pasien, awalnya 2 kali dalam
sehari, lalu 1 kali setiap hari. Hasilnya setiap hari kadar trombosit pasien terus
menerus sangat rendah berkisar di bawah 20.000 kadang naik sedikit lalu turun lagi
tetapi tidak pernah mencapai 50.000. Keluhan perdarahan seperti perdarahan di mata,
3
mimisan, gusi berdarah, buang air besar berwarna gelap, buang air besar ataupun
buang air kecil berdarah disangkal.
Dokter juga memberitahukan bahwa ada kemungkinan pasien terkena demam
berdarah karena adanya bintik-bintik merah, demam, dan nilai trombosit yang rendah
sehingga akan dilakukan pemeriksaan khusus untuk mengetahui adanya infeksi
demam berdarah. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada hari ke-5 pasien dirawat di
rumah sakit dengan hasil negatif. Kemudian dokter mengatakan bahwa karena jumlah
trombosit pasien pada pemeriksaan masih terus menerus rendah, pasien masih perlu
dirawat inap.
Selama dirawat di rumah sakit, bintik-bintik merah pada pasien semakin lama
semakin berkurang. Demam berlangsung selama sekitar 4 hari kemudian pasien tidak
demam lagi. Pasien masih tidak selera selama dirawat di rumah sakit. Keluhan mual
dan muntah disangkal. Keluhan buang air besar seperti mencret maupun sembelit
disangkal. Tidak ada keluhan buang air kecil. Keluhan perdarahan selama dirawat di
rumah sakit seperti perdarahan di mata, mimisan, gusi berdarah, buang air besar
berwarna gelap, buang air besar ataupun buang air kecil berdarah disangkal.
Selain itu terdapat benjolan pada pipi kiri pasien yang disadari sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Benjolan tersebut ketika disadari oleh orang tua pasien
berdiameter kurang lebih 2 sentimeter. Benjolan tersebut tidak merah, tidak panas,
dan tidak nyeri. Benjolan tersebut sudah diperiksakan ke dokter yang kemudian
memberikan obat amoxicillin untuk diminum sampai habis selama 7 hari. Dokter
berpesan jika benjolan tersebut tidak mengecil setelah obat habis, pasien direncanakan
untuk diperiksakan ke bagian bedah anak. Selama beberapa hari minum obat,
benjolan tampak tidak mengecil namun juga tidak membesar. Orang tua menyangkal
terdapat benjolan lainnya pada pasien saat ini maupun pernah sebelumnya.
Selain itu pada kedua mata pasien terdapat bercak berwarna putih sejak lahir.
Mata kiri lebih banyak putih – putihnya dibandingkan mata kanan. Sudah berobat ke
RS Mata Aini pada saat usia 3 bulan, diberikan Cenfresh obat tetes mata 4 kali sehari
yang masih rutin digunakan sampai saat ini. Juga diberikan Hyalid namun saat ini
tidak lagi digunakan. Orangtua merasa putih-putih pada mata pasien agak menipis
sekarang dibandingkan dengan yang dulu.
4
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami demam dan bintik-bintik merah
seperti ini. Orang tua mengaku sejak kecil pasien sehat, hanya sesekali sakit batuk
pilek yang sembuh dalam beberapa hari dengan minum obat dari dokter. Terakhir kali
pasien sakit batuk pilek adalah sekitar 2 bulan yang lalu. Riwayat kejang terutama
saat demam sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit TB paru, keganasan, dan
lainnya disangkal. Riwayat perdarahan sebelumnya seperti mimisan, gusi berdarah,
buang air besar berwarna hitam, disangkal. Riwayat memar-memar kebiruam atau
luka berdarah yang sulit sembuh disangkal. Riwayat operasi disangkal. Riwayat alergi
disangkal. Riwayat transfusi darah sebelumnya disangkal. Riwayat sakit kuning
disangkal.
Riwayat Penyakit dan Kebiasaan Keluarga
Tidak ada dalam keluarga yang memiliki keluhan yang serupa seperti pasien.
Riwayat batuk lama, alergi, dan keganasan dalam keluarga disangkal. Dokter spesialis
anak yang ditemui di poliklinik RSPAD menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
TORCH terhadap ibu pasien yang diakui belum pernah diperiksakan sebelumnya, Ibu
pasien menyangkal adanya gangguan saat kehamilan, atau memiliki riwayat penyakit
tertentu. Ibu pasien mengaku belum pernah vaksinasi MMR. Orang tua pasien juga
menyangkal memiliki riwayat penyakit menular seksual seperti sifilis maupun herpes.
Ibu pasien menyangkal suka makan daging setengah matang seperti steak half done
atau sate, namun mengaku menyukai lalapan. Orang tua pasien menyangkal pernah
memiliki binatang peliharaan seperti kucing atau burung.
Riwayat Kehamilan
Ibu pasien mengaku selama mengandung tidak pernah mengalami sakit
tertentu maupun mengkonsumsi obat-obatan tertentu selain vitamin dan tablet
penambah darah yang diberikan oleh dokter. Ibu pasien melakukan pemeriksaan
kehamilan secara rutin setiap bulan di rumah sakit.
Riwayat Persalinan
Tempat kelahiran : Rumah Sakit
Ditolong oleh : Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan
Cara persalinan : Sectio Caesarea dengan indikasi kehamilan pertama pada
usia tua (43 tahun)
Masa gestasi : Cukup bulan (9 bulan)
Keadaan bayi setelah lahir : Langsung menangis
5
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir : 51 cm
Kelainan bawaan : Kekeruhan pada mata kiri dan kanan.
Kesan : Bayi tunggal, neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan, lahir dengan
bedah section caesaria atas indikasi primigravida tua, langsung menangis,
ditemukan kelainan bawaan kekeruhan mata bilateral.
Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama : 1 tahun
Tengkurap : 5 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : belum bisa
Berbicara : 1 tahun
Gangguan perkembangan mental/emosi: Tidak ada
Kesan : Pertumbuhan gigi pertama terlambat. Riwayat perkembangan lainnya masih
dalam batasan sesuai dengan usia.
Riwayat Makan
Usia ASI/PASI Buah/biskuit Bubur Nasi tim
0-3 bulan ASI > 8 x/hari
4-6 bulan Susu Formula
>8x/hari
6-8 bulan Susu Formula
>8x/hari
Pisang ½ buah per hari
Biskuit 3 buah per hari
3x /hari
@ ½ mangkuk
8-10 bulan Susu formula >6x (4
sendok takar, 150 cc
Pisang ½ buah per hari
Biskuit 3 buah per hari
3x /hari
@ ½ mangkuk
3x/hari
@½ piring
10-12 bulan Susu formula >6x (4
sendok takar, 150 cc
Pisang ½ buah per hari
Biskuit 3 buah per hari
3x /hari
@ ½ mangkuk
3x/hari
@½ piring
Pasien hanya menerima ASI eksklusif sampai usia 3 bulan karena ibu pasien bekerja.
Batas 1 tahun pasien minum susu formula merk Chilmil® minimal 6x/hari, bubur
3x/hari, biskuit dan buah.
6
Jenis Makanan Frekuensi
Nasi 7 hari/minggu, 3 kali/hari, @ ± 10 sendok makan / kali
Sayuran 3 hari/minggu, 2 kali/hari, @ 1 sendok sayur / kali
Daging 1 hari/minggu, 1-2 kali/hari, @ 1 potong / kali
Telur 3-6 hari/minggu, 1-2 kali/hari, @ 1 butir / kali
Ikan 4 hari/minggu, 1-2 kali/hari, @ 1 potong / kali
Tahu/tempe 3-6 hari/minggu, 1 kali/hari @ 1 potong / kali
Susu (Chilmil®) 7 hari/minggu, 4-6 kali/hari @(150cc 4 sendok takar/kali)
Kesan: kuantitas dan kualitas asupan gizi cukup
Riwayat Imunisasi
Jenis Vaksinasi Usia
BCG 3 bulan
Hepatitis B 1 hari 2 bulan 5 bulan
Polio 1 minggu 2 bulan 4 bulan 6 bulan
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan
Kesimpulan: Imunisasi dasar maupun ulangan pada pasien lengkap sesuai dengan
umur. Imunisasi Hib, MMR, Varicella, Hepatitis A, Pneumokokus,
Influenza, dan Typhoid belum dilakukan.
Riwayat Keluarga
Corak reproduksi ibu: P1A0
Keadaan anal:
No. Umur Jenis Kelamin Hidup Lahir
Mati Abortus Mati
Keterangan
Kesehatan
Pendidikan
1. 1 thn Perempuan √ Pasien Belum
sekolah
7
Keadaan Tempat Tinggal
- Anggota lain yang serumah : Tante yaitu adik dari ayah.
- Status rumah tinggal : Rumah dinas.
- Keadaan rumah : Setiap ruangan memiliki celah ventilasi dan mendapat
pencahayaan yang cukup pada siang hari melalui
jendela. Kamar mandi menggunakan kloset duduk dan
bak mandi dikuras setiap minggu. Rumah disapu dan
dipel setiap hari. Sampah dibuang setiap hari ke
dalam tong sampah di depan rumah dan diangkut
petugas kebersihan setiap harinya. Air yang
digunakan sehari-hari adalah air PAM.
- Daerah lingkungan rumah : Rumah berada di dalam kompleks perumahan yang
bersih, tidak rawan banjir, terdapat saluran air cukup
besar dan tidak tersumbat, tempat pembuangan
sampah tertutup. Rumah antar tetangga tidak terlalu
berdesakan. Lokasi tidak berdekatan dengan pasar,
maupun tempat pembuangan akhir.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 7 Juni 2013 pukul 14.00 WIB, di paviliun IKA 2
lantai 1, pada perawatan hari ke-8.
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda – tanda vital
- Laju nadi : 118 x / menit, irama teratur, isi cukup, dan equal.
- Suhu : 37,1oC, per aksilla
- Laju pernapasan : 27 x / menit, spontan, tipe abdominotorakal
8
Data Antropometri
Berat badan : 8 kg
Tinggi badan : 70 cm
BMI : 16,33
LiLA : 14 cm
Lingkar kepala : 44,5 cm
Lingkar dada : 46 cm
BMI : 16,33
Status gizi :
Interpretasi status gizi berdasarkan WHO
BB/U (z-scores) : Antara 0 sampai -2 SD
TB/U (z-scores) : Antara 0 sampai -2 SD
BB/TB (z-scores) : Antara 0 sampai -1 SD
BMI/U (z-scores) : Antara 0 sampai -1 SD
LK/U (z-scores) : Antara 0 sampai -1 SD
Interpretasi status gizi berdasarkan CDC NCHS
TB ideal sesuai umur : 9,5 kg
BB ideal sesuai umur : 73,6 cm
BB Ideal sesuai TB : 8,6 kg
BB/U : baikGizixxumursesuaiBB
terukurBB %84%100
5,9
8%100
TB/U : baikGizixxumursesuaiTB
terukurTB %95%100
6,73
70%100
BB/TB : baikGizixxTBsesuaiBB
terukurBB %93%100
6,8
8%100
Kesan : Pertumbuhan sesuai dengan usia pasien. Status gizi baik.
Pemeriksaan Fisik
Kulit : Warna sawo matang. Petekhie (+) pada wajah, tangan, dan kaki.
Tidak tampak mengelupas. Purpura (-), Ekimosis (-).
Kepala : Normosefal, tidak teraba benjolan, rambut hitam lebat terdistribusi
merata, tidak mudah dicabut, tidak mudah patah. Ubun-ubun besar
sudah menutup.
9
Wajah : Raut wajah normal, gerak otot wajah simetris, tidak ditemukan nyeri
tekan sinus. Tampak petekhie.
Mata : Palpebra tidak edema, tidak cekung. Kedudukan bola mata dan alis
simetris. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Kornea
tampak leukoma bilateral, leukoma dekstra lebih sedikit daripada
kekeruhan kornea sinistra, pupil, lensa, refleks cahaya langsung dan
refleks cahaya tidak langsung mata kanan dan kiri sulit dinilai
karena adanya kekeruhan kornea. Gerakan bola mata bebas ke
segala arah dan dapat mengikuti arah datangnya cahaya atau sinar.
Terdapat nistagmus horizontal.
Telinga : Bentuk daun telinga normal, simetris kanan dan kiri, liang telinga
lapang, tidak terdapat serumen, sekret dan perdarahan pada kedua
telinga. Kedua gendang telinga intak. Kelenjar getah bening
postaurikuler dekstra teraba diameter ± 2 cm, mobile, panas (-),
nyeri tekan (-), konsistensi kenyal, permukaan rata. Kelenjar getah
bening preaurikuler sinistra teraba diameter ± 2,5 cm, mobile, panas
(-), nyeri tekan (-), konsistensi kenyal, permukaan rata.
Hidung : Bentuk tidak ada kelainan, tidak ada deviasi septum, tidak ada
sekret, tidak ada darah, mukosa tidak tampak hiperemis, konka
inferior tidak edema, napas cuping hidung tidak ada.
Tenggorok : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis, uvula tidak
deviasi.
Mulut : Bentuk normal, mukosa bibir lembab, tidak sianosis, lidah tidak
tampak kotor, gigi no I kiri bawah mulai erupsi, gusi tidak berdarah.
Leher : Tidak ada kelainan bentuk leher, pergerakan leher bebas ke segala
arah, kelenjar getah bening tidak teraba. Trakea di tengah. Tidak
ada petekie. Kelenjar tiroid tidak teraba. Tidak teraba massa
lainnya.
10
Dada : Bentuk normochest. Tidak tampak massa, skar maupun diskolorasi.
Paru-paru
1. Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Tidak terlihat retraksi
suprasternal, interkostal maupun epigastrium.
2. Palpasi : Tidak teraba massa, tidak ditemukan nyeri tekan, vokal fremitus
sama kanan dan kiri.
3. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.
4. Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak terdengar rhonki, tidak terdengar
wheezing.
Jantung
1. Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis.
2. Palpasi : Iktus kordis teraba di interkosta IV linea midclavicularis sinistra,
tidak kuat angkat, thrill tidak teraba.
3. Perkusi : Batas kanan jantung pada interkosta IV dekstra di linea parasternalis
dekstra. Batas kiri jantung pada interkosta V sinistra di linea
midklavikularis sinistra. Batas pinggang jantung pada interkosta III
kiri di linea parasternalis sinistra.
4. Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, tidak terdengar murmur, tidak terdengar
gallop.
Abdomen
1. Inspeksi : datar. Tidak terlihat massa, skar maupun diskolorasi.
2. Auskultasi : Bising usus (+) Normal.
3. Palpasi : Supel, Hepar dan Lien tidak teraba, ballotemen ginjal (-/-). Turgor
kulit baik. Tidak teraba massa. Tidak terdapat nyeri tekan di seluruh
region abdomen.
4. Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen.
Ekstremitas : Ekstremitas superior dan inferior, dekstra dan sinistra tidak tampak
deformitas, akral teraba hangat, gerakan aktif dan tidak terbatas,
eutrofi, normotonus, kekuatan motorik baik, tidak ditemukan
adanya edema maupun sianosis, tidak ada jari tabuh, refleks
fisiologis (+) normal. Capillary refill time < 2 detik.
11
KGB : Kelenjar getah bening postaurikuler dekstra teraba diameter ± 2 cm,
mobile, panas (-), nyeri tekan (-), konsistensi kenyal, permukaan
rata. Kelenjar getah bening pretaurikuler sinistra teraba diameter ±
2,5 cm, mobile, panas (-), nyeri tekan (-), konsistensi kenyal,
permukaan rata. Tidak teraba kelenjar getah bening di oksipital,
submandibular, colli anterior, colli posterior, supraklavikula, aksila,
dan inguinal dekstra sinistra.
Genitalia eksterna : Rambut pubis belum tumbuh. Uretra dan vulva bentuk normal, tidak
tampak hiperemis.
Anus : lubang anus (+), fistula(-), tidak tampak hiperemis.
Pemeriksaan Neurologis :
Refleks Fisiologis :
Refleks Biseps : +/+
Refleks Triseps : +/+
Refleks Brachioradialis : +/+
Refleks Patella : +/+
Refleks Achilles : +/+
Refleks Patologis :
Refleks Babinski : +/+ normal
Refleks Chaddock : -/-
Refleks Oppenheim : -/-
Refleks Gordon : -/-
Refleks Hoffmann-Trommer : -/-
Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk : -
Brudzinsky I : -
Brudzinsky II : -
Brudzinsky III : -
Brudzinsky IV : -
Kernig sign : -
Laseque sign : -
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Catatan: Nilai Kritis Pemeriksaan
Lab 30/5 30/5 31/5 31/5 1/6 2/6 3/6 4/6 5/6 6/6 Nilai Rujukan Untuk Usia 1 tahun
8 11:55 20:12 7:03 10:59
Hemoglobin 11 11 10.5 10.2 11.2 10.6 11.4 10.7 11.5 10.9 10.5 – 13.5 g / dL
Hematokrit 33 32 31 31 33 31 34 32 33 31 27 - 43 %
Eritrosit 4.3 4.2 4.1 3.9 4.3 4.1 4.4 4.1 4.3 4.2 3.6 - 5.2 x 106/uL
Leukosit 5600 5500 10000 9100 8100 6300 7500 8900 17800 10400 6000 - 17500 /uL
Basofil - - - 0 - - - - - - 0-1 %
Eosinofil - - - 0 - - - - - - 1-3 %
Neutrofil
batang - - - 0 - - - - - -
2-6 %
Neutrofil
segmen - - - 4 - - - - - -
50 - 70 %
Limfosit - - - 94 - - - - - - 20 - 40 %
Monosit - - - 2 - - - - - - 2 - 8 %
Trombosit 23000 15000 17000 17000 17000 17000 15000 21000 40000 28000 150000 - 400000/uL
MCV 76 76 77 80 77 77 77 76 76 75 70 - 86 fL
MCH 26 26 26 26 26 26 26 26 27 26 27 - 32 pg
MCHC 34 34 34 33 34 34 34 34 35 35 32 36 g/dL
RDW - - - 14.10 - - - - - - 11.5 - 14.5 %
Imunoserologi
Anti Dengue
IgM Negatif Negatif
Anti Dengue
IgG Negatif Negatif
13
III. RESUME
Seorang anak perempuan berusia 1 tahun dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto
dengan keluhan muncul bintik-bintik merah pada muka, kaki dan tangan sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Bintik-bintik tersebar merata pada muka, tangan, dan kaki,
tidak timbul, dan tidak gatal. Disertai demam tinggi terus menerus sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit selama 4 hari. Terdapat anoreksia. Terdapat benjolan pada pipi kiri
sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit berdiameter 2 sentimeter, tidak merah, tidak
panas, tidak nyeri, diobati dengan amoksisilin tidak membaik. Terdapat keluhan bercak
putih pada kedua mata sejak lahir, diberi obat tetes Cenfresh tidak membaik. Keluhan
lain berupa bercak kemerahan atau memar kebiruan, perdarahan mata, mimisan, BAB
warna hitam, BAK atau BAB berdarah disangkal. Mengigil, berkeringat dingin,
penurunan kesadaran, meracau, mengigau, kejang, batuk, pilek, sesak nafas, mencret,
mual, muntah, dan penurunan berat badan drastis atau sulit naik berat badan disangkal.
Terakhir kali sakit batuk pilek dan vaksinasi campak 2 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Riwayat alergi, kejang, perdarahan dan transfusi disangkal. Riwayat gangguan
kehamilan dan persalinan disangkal. Riwayat penyakit tertentu dalam keluarga
disangkal. Ibu mengaku belum pernah vaksinasi MMR dan diperiksa TORCH. Riwayat
penyakit menular seksual pada orang tua pasien disangkal. Kebiasaan ibu pasien makan
daging half done disangkal, mengaku menyukai lalapan. Kebiasaan orang tua pasien
berganti-ganti pasangan disangkal, namun pernikahan yang kali ini merupakan
pernikahan yang kedua dari masing-masing pihak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum pasien tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis. Tanda-tanda vital
baik. Status gizi baik. Pada kulit wajah, tangan, dan kaki terdapat petekhie, leukoma
bilateral dan nistagmus horizontal pada mata, pembesaran KGB postaurikuler dekstra
dan preaurikuler sinistra. Pada pemeriksaan laboratorium hematologi sejak masuk RS
didapatkan trombositopenia berturut-turut selama 8 hari dan peningkatan limfosit pada
hari ke-7 perawatan. Hemoglobin, hematokrit, eritrosit dalam batas normal. Pemeriksaan
hitung jenis pada hari ke-2 perawatan ditemukan peningkatan limfosit. Pemeriksaan
imunoserologi pada febris hari ke-7 Anti Dengue IgM dan IgG negatif.
14
IV. DIAGNOSIS KERJA
Trombositopenia e.c. ITP
Leukoma kongenital bilateral
Limfadenopati preaurikuler bilateral
Nystagmus
V. DIAGNOSIS BANDING
Infeksi kongenital
o Sifilis
o Herpes simpleks
o Rubella
o Toksoplasmosis
o Cytomegalovirus
Keganasan
o Limfoma
o Leukemia
Tuberkulosis
Serum Sickness Like Syndrome
Anemia Aplastik
Demam Berdarah Dengue
VI. RENCANA PEMERIKSAAN
Darah lengkap per 24 jam
Sediaan apus darah tepi
Bleeding Time
Cek PT / APTT
Cek diff count
IgM dan IgG TORCH terhadap ibu pasien
Aspirasi sumsum tulang
15
VIII. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa:
Pembatasan aktivitas fisik
Diet susu ad libitum + makan lunak 800 kkal/hari. Karbohidrat : 400 kkal
Protein : 280 kkal
Lemak : 120 kkal
IVFD D5% ¼ Saline 750 cc / 24 jam
b. Medikamentosa
Cefixime 2 x 40 mg PO selama 10 hari
c. Edukasi
Orang tua diharapkan menjaga kesehatan pasien agar tidak sering sakit dan
lelah. Selain itu diharapkan juga menjaga pasien agar tidak terluka, terjatuh atau
terbentur. Jika ada tanda-tanda perdarahan seperti bercak kemerahan atau
memar kebiruan pada kulit, mimisan, gusi berdarah, muntah atau batuk darah
BAB warna gelap, BAB atau BAK berdarah, harap segera melaporkan kepada
petugas kesehatan. Jangan mengkonsumsi sembarangan obat karena dapat
menyebabkan perdarahan atau keadaan pasien lebih buruk, sebaiknya tanyakan
dulu mengenai obat yang akan dikonsumsi kepada dokter.
IX. PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia ad bonam
b. Ad functionam : dubia ad bonam
c. Ad sanationam : dubia ad bonam
16
FOLLOW UP
Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Hari ke–11
08-06-2013
S: Pasien tidak
ada demam,
mual, muntah,
batuk, pilek,
gangguan BAB
dan BAK. BAB
tidak berwarna
gelap, tidak
mencret. Masih
tidak nafsu
makan. Minum
susu dan air
putih baik.
Mimisan, gusi
berdarah
disangkal.
Bintik-bintik
merah di muka
sudah hilang.
Bintik-bintik
merah di kaki
dan tangan
berkurang.
O: KU: tampak baik, aktif
KS: compos mentis
TTV:
N : 120 x/menit.
RR: 30 x/menit.
S : 36.6 oC.
Kepala: normocephal, UUB
belum menutup.
Mata: Leukoma bilateral
OD<OS, konjungtiva tidak
anemis, tidak ada perdarahan
subkonjungtiva.
THT: teraba limfadenopati post-
aurikuler dekstra, tunggal,
diameter 1 cm (mengecil),
konsistensi kenyal, mobile, nyeri
tekan (-), hiperemis (-). Teraba
limfadenopati preaurikuler
sinistra, tunggal, diameter 2 cm
(mengecil), konsistensi kenyal,
mobile, nyeri tekan (-), hiperemis
(-).
Mulut: bibir tidak pucat, mukosa
lembab, gusi tidak berdarah.
Thorax: pergerakan dada
simetris, tidak tampak retraksi iga.
Cor: Bunyi jantung I-II reguler,
murmur (-), gallop (-).
Pulmo: suara nafas vesikuler,
tidak ditemukan rhonkhi, tidak
ditemukan wheezing.
Abdomen : datar, supel, bising
usus (+) normal, hepar dan lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba,
ballotemen (-).
Ekstremitas: akral hangat, tidak
ditemukan adanya edema di kedua
ekstremitas superior dan kedua
ekstremitas inferior, dekstra dan
sinistra, capillary refill < 2detik.
Petekie di kaki dan tangan (+)
A:
-
trombositopeni
a e.c. suspek
ITP
(hari ke-11)
- Leukoma
bilateral
- Nystagmus
P:
- Cefixime
2 x 40mg p.o.
- makanan lunak 800
kkal, protein 20 gram
- PASI 4x100cc
- Buah 2x
- cek DL
17
Hari ke–12
09-06-2013
S: Pasien tidak
ada keluhan.
Tidak ada
demam, mual,
muntah, batuk,
pilek, gangguan
BAB dan BAK.
Nafsu makan
membaik.
Minum susu
dan air putih
baik. Mimisan,
gusi berdarah
disangkal.
Bintik-bintik
merah di kaki
dan tangan
semakin
berkurang.
O: KU: tampak baik, aktif
KS: compos mentis
TTV:
N : 116 x/menit.
RR: 28 x/menit.
S : 36.7 oC.
Kepala: normocephal, UUB
belum menutup.
Mata: Leukoma bilateral
OD<OS, konjungtiva tidak
anemis, tidak ada tanda
perdarahan subkonjungtiva.
THT: limfadenopati
postaurikuler dekstra tidak
teraba. Teraba limfadenopati
preaurikuler sinistra, tunggal,
diameter 2 cm, konsistensi
kenyal, mobile, nyeri tekan (-),
hiperemis (-).
Mulut: bibir tidak pucat,
mukosa lembab, gusi tidak
berdarah.
Thorax: pergerakan dada
simetris, tidak tampak retraksi
iga.
Cor: Bunyi jantung I-II reguler,
murmur (-), gallop (-).
Pulmo: suara nafas vesikuler,
tidak ditemukan rhonkhi, tidak
ditemukan wheezing.
Abdomen : datar, supel, bising
usus (+) normal, hepar dan lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba,
ballotemen (-).
Ekstremitas: akral hangat,
tidak ditemukan adanya edema
di kedua ekstremitas superior
dan kedua ekstremitas inferior,
dekstra dan sinistra, capillary
refill < 2detik. Petekie di kaki
dan tangan (+)
A:
-
trombositopeni
a e.c. suspek
ITP
(hari ke-12)
- Leukoma
bilateral
- Nystagmus
P:
- Cefixime
2 x 40mg p.o.
- makanan lunak 800
kkal, protein 20 gram
- PASI 4x100cc
- Buah 2x
- Rencana Pulang
18
Hari ke–13
10-06-2013
S: Pasien tidak
ada keluhan.
Tidak ada
demam, mual,
muntah, batuk,
pilek, gangguan
BAB dan BAK.
Nafsu makan
membaik.
Minum susu
dan air putih
baik. Mimisan,
gusi berdarah
disangkal.
Bintik-bintik
merah di kaki
dan tangan
sudah hilang
O: KU: tampak baik, aktif
KS: compos mentis
TTV:
N : 122 x/menit.
RR: 26 x/menit.
S : 37.1 oC.
Kepala: normocephal, UUB
belum menutup.
Mata: Leukoma bilateral
OD<OS, konjungtiva tidak
anemis, tidak ada tanda
perdarahan subkonjungtiva.
THT: limfadenopati
postaurikuler dekstra tidak
teraba. Teraba limfadenopati
preaurikuler sinistra, tunggal,
diameter 1,5 cm (mengecil),
konsistensi kenyal, mobile,
nyeri tekan (-),
hiperemis (-).
Mulut: bibir tidak pucat,
mukosa lembab, gusi tidak
berdarah.
Thorax: pergerakan dada
simetris, tidak tampak retraksi
iga.
Cor: Bunyi jantung I-II reguler,
murmur (-), gallop (-).
Pulmo: suara nafas vesikuler,
tidak ditemukan rhonkhi, tidak
ditemukan wheezing.
Abdomen : datar, supel, bising
usus (+) normal, hepar dan lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba,
ballotemen (-).
Ekstremitas: akral hangat,
tidak ditemukan adanya edema
di kedua ekstremitas superior
dan kedua ekstremitas inferior,
dekstra dan sinistra, capillary
refill < 2detik. Petekie di kaki
dan tangan (-)
A:
- ITP
(hari ke-13)
- Leukoma
bilateral
- Nystagmus
P:
- Metilprednisolon
3 x 5 mg p.o.
- Boleh Pulang
- Cek DL dan
Kontrol minggu
depan
19
Kontrol
minggu
ke–1
18-06-2013
Umur: 1
tahun 15
hari
S: Pasien
dibawa ke
poliklinik anak
RSPAD untuk
kontrol dengan
membawa hasil
laboratorium
pemeriksaan
darah.
O: KU: tampak baik
KS: compos mentis
TTV:
N : 118 x/menit.
RR: 24 x/menit.
S : 36.8 oC.
Kepala: normocephal, UUB
belum menutup.
Mata: Leukoma bilateral
OD<OS, konjungtiva tidak
anemis, tidak ada tanda
perdarahan subkonjungtiva.
THT: limfadenopati
postaurikuler dekstra tidak
teraba. Teraba limfadenopati
preaurikuler sinistra, tunggal,
diameter 1,3 cm (mengecil),
konsistensi kenyal, mobile,
nyeri tekan (-), hiperemis (-).
Mulut: bibir tidak pucat,
mukosa lembab, gusi tidak
berdarah.
Thorax: pergerakan dada
simetris, tidak tampak retraksi
iga.
Cor: Bunyi jantung I-II reguler,
murmur (-), gallop (-).
Pulmo: suara nafas vesikuler,
tidak ditemukan rhonkhi, tidak
ditemukan wheezing.
Abdomen : datar, supel, bising
usus (+) normal, hepar dan lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba,
ballotemen (-).
Ekstremitas: akral hangat,
tidak ditemukan adanya edema
di kedua ekstremitas superior
dan kedua ekstremitas inferior,
dekstra dan sinistra, capillary
refill < 2detik. Petekie di kaki
dan tangan (-)
Hasil Lab: Hb: 11.0, Ht: 32,
L:17.000, trombo: 53.000
A:
- ITP
- Leukoma
bilateral
- Nystagmus
P:
Metilprednisolon
3 x 5 mg p.o.
Cek DL dan kontrol
minggu depan
20
Kontrol
minggu
ke–2
24-06-2013
Umur: 1
tahun 21
hari
S: Pasien
dibawa ke
poliklinik anak
RSPAD untuk
kontrol dengan
membawa hasil
laboratorium
pemeriksaan
darah.
O: KU: tampak baik
KS: compos mentis
TTV:
N : 120 x/menit.
RR: 24 x/menit.
S : 36.5 oC.
Kepala: normocephal, UUB
belum menutup.
Mata: Leukoma bilateral
OD<OS, konjungtiva tidak
anemis, tidak ada tanda
perdarahan subkonjungtiva.
THT: limfadenopati
postaurikuler dekstra tidak
teraba. Teraba limfadenopati
preaurikuler sinistra, tunggal,
diameter 1 cm (mengecil),
konsistensi kenyal, mobile,
nyeri tekan (-), hiperemis (-).
Mulut: bibir tidak pucat,
mukosa lembab, gusi tidak
berdarah.
Thorax: pergerakan dada
simetris, tidak tampak retraksi
iga.
Cor: Bunyi jantung I-II reguler,
murmur (-), gallop (-).
Pulmo: suara nafas vesikuler,
tidak ditemukan rhonkhi, tidak
ditemukan wheezing.
Abdomen : datar, supel, bising
usus (+) normal, hepar dan lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba,
ballotemen (-).
Ekstremitas: akral hangat,
tidak ditemukan adanya edema
di kedua ekstremitas superior
dan kedua ekstremitas inferior,
dekstra dan sinistra, capillary
refill < 2detik. Petekie di kaki
dan tangan (-)
Hasil Lab: Hb: 11.6, Ht: 32,
L:14.200, trombo: 41.000
A:
- ITP
- Leukoma
bilateral
- Nystagmus
P:
Metilprednisolon
3 x 5 mg p.o.
Kontrol 1 minggu
lagi
21
Pemeriksaan apusan darah tepi pada tanggal 11-06-2013 dengan hasil pemeriksaan:
Eritrosit: Normositik Normokrom
Leukosit: jumlah cukup, tidak ada kelainan morfologi
Thrombosit: jumlah kurang, tidak ada kelainan morfologi
Kesan: - anemia (-)
- trombositopenia e.c. DD/ - infeksi virus
- Hipersplenism
- DIC
- ITP
Saran: Periksa - Dengue IgM – IgG
- Fungsi hati + hepatitis marker
- D-Dimer
- BMP
Konsul ke dokter Spesialis Mata pada tanggal 18-06-2013 dengan hasil pemeriksaan:
- Visus ODS: dapat mengikuti arah sinar / cahaya
- Bulbus okuli, gerakan bola mata ke segala arah, supersilia, palpebral superior dan
inferior, konjungtiva palpebralis dan konjungtiva bulbi ODS dalam batas normal.
- Kornea OD: suspek leukoma adheren
Kornea OS: Leukoma
- Segmen mata anterior (kamera oculi anterior, iris, pupil, lensa, korpus vitreum,
tekanan intra okuler): sulit dinilai.
- Segmen mata posterior (fundus): sulit dinilai. Refleks fundus OD (+).
Kesimpulan:
- Diagnosa kerja:
o Nystagmus ODS ec suspek searching nystagmus ec Leukoma OS
o Suspek Leukoma adheren OD
- Rencana pemeriksaan USG ODS dalam sedasi (menggunakan Chloral hidrat) pada
tanggal 27 Mei 2013.
- Pro keratoplasti / transplantasi kornea.
22
Follow Up Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
*Nilai Kritis Pemeriksaan
Lab 7/6 9/6 10/6 18/6 24/6 Nilai Rujukan
Hemoglobin 11.2 10.4 10.3 11 11.6 10.5 – 13.5 g / dL
Hematokrit 32 30 30 32 32 27 - 43 %
Eritrosit 4.2 4.0 3.9 4.2 4.1 3.6 - 5.2 x 106/uL
Leukosit 11300 10900 11300 17000 14200 6000 - 17500 /uL
Trombosit 31000 25000 21000 53000 41000 150000 - 400000/μL
MCV 75 76 76 78 79 70 - 86 fL
MCH 26 26 27 27 28 27 - 32 pg
MCHC 35 34 35 34 36 32 36 g/dL
Golongan
Darah B
Rhesus Positif
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TROMBOSITOPENIA PADA ANAK
Trombosit merupakan komponen penting pada hemostasis primer yaitu dengan
pembentukan plug trombosit. Karakteristik trombosit adalah1,2
:
- Ukuran 1-4 μm (trombosit muda berukuran lebih besar)
- Jumlah: 150.000 – 400.000 /μL
- Distribusi: sepertiga dalam limpa dan dua pertiga dalam aliran darah
- Usia: 7 – 10 hari
- Produksi: 40.000 trombosit tiap hari.
Trombosit mengandung reseptor membran yang membantu proses adhesi yaitu proses
dimana trombosit melekat pada dinding pembuluh darah, dan proses agregasi yaitu proses
dimana trombosit saling melekat satu sama lain. Trombosit dalam darah berperan dalam
pembekuan darah serta mempertahankan integritas pembuluh darah, khususnya kapiler.
Pada umumnya manifestasi perdarahan terjadi bila jumlah trombosit berkurang atau
fungsi trombosit terganggu.
TROMBOSITOPENIA
Definisi trombositopenia ialah bila jumlah trombosit <150.000 /μL. Trombositopenia
merupakan pamrker yang penting dari suatu penyakit yang akut dan kronik demikian juga
gejala klinis yang dapat menggambarkan kelainan primer hematologi. Trombositopenia dapat
menjadi bagian dari penyakit yang lebih serius. Perdarahan jarang terjadi bila trombosit
>50.000 /μL dan dapat terjadi secara spontan atau mengancam jiwa bila trombosit <20.000
/μL. 1
Klasifikasi Trombositopenia 1,2
I. Penghancuran trombosit meningkat
A. Trombositopenia imun:
1) Idiopatik:
a) Purpura Trombositopenia Imun (ITP)
2) Sekunder:
a) Infeksi
24
i. virus: HIV, CMV, EBV, varisela, rubella, mumps, campak, pertusis, hepatitis,
parvovirus B19
ii. bakteri: tuberkulosis, tifoid
b) Obat-obatan: anti-inflamasi, antibiotik, antineoplastik
c) Purpura pasca transfusi
d) Anemia hemolitik autoimun (Sindrom Evans)
e) Lupus eritematosis sistemik
f) Hipertiroid
g) Penyakit limfoproliferatif
3) Trombositopenia imun neonatal
a) Trombositopenia autoimun neonatal
b) Trombositopenia alloimun neonatal
c) Eritroblastosis fetalis- inkompatibilitas Rh
B. Trombositopenia non-imun
1) Platelets consumption
a) Anemia hemolitik mikroangiopatik:
HUS, TTP, HSCT-associated microangiopathy
b) DIC
c) Virus-associated hemophagocytic syndrome
d) Sindrom Kasabah-Merritt (giant hemangioma)
e) Penyakit jantung sianosis
2) Penghancuran trombosit
a) Obat-obatan (heparin, sulphonamide, kuinidin / kuinin, aspirin)
b) Infeksi
c) Kardiak (katup jantung prostese, repair defek intrakardiak, obstruksi aliran
ventrikel kiri)
II. Kelainan distribusi (pooling) atau sekuestrasi
A. Hipersplenisme (hipertensi portal, penyakit Gaucher, CHD, keganasan, infeksi)
B. Hipotermia
III. Produksi trombosit menurun – defisiensi trombopoiesis
A. Hipoplasi atau supresi megakariosit
1) Obat-obatan (chlorotiazid, hormon estrogen, etanol, tolbutamid)
2) Konstitusional
a) Sindrom TAR (Thrombocytopenia Absent Radii)
25
b) Trombositopenia amegakariositik kongenital
c) Sindrom Trombositopenia Agenesis Corpus Callosum
d) Trombositopenia Amegakariositik dengan sinostosis radio-ulna
e) Sindrom Paris-Trousseau
f) Sindrom Rubella
g) Trisomi 13, 18
3) Trombopoiesis ineffective
a) Anemia megaloblastik
b) Anemia defisiensi besi yang berat
c) Trombositopenia familial
d) Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
4) Kelainan mekanisme kontrol
a) Defisiensi trombopoietin
b) Disgenesis trombosit
c) Trombositopenia siklik
5) Kelainan metabolik
a) Asidemia metilmalonik
b) Glisinemia ketotik
c) Defisiensi sintetase holokarboksilase
d) Asidemia isovalerik
e) Hiperglikemia idiopatik
f) Bayi lahir dari ibu hipotiroid
6) Kelainan herediter trombosit
a) Sindrom Bernard-Soulier
b) Anomali dan kelainan gen MYH-9
c) Sindrom Wiskott-Aldrich
d) Trombositopenia pure sex-linked
e) Trombositopenia mediterania
7) Kelainan aplastik didapat
a) Idiopatik
b) Obat-obatan
c) Radiasi
e) Infeksi virus (hepatitis, HIV, EBV)
26
B. Infiltrasi susum tulang
1) Jinak
a) Osteopetrosis
b) Storage disease
2) Keganasan
a) De novo : leukemia, mielofibrosis, histiositosis
b) Sekunder: limfoma, neuroblastoma, metastasis tumor padat
IV. Pseudotrombositopenia
A. Aktivasi trombosit selama pengambilan darah
B. Megatrombosit tidak terhitung
C. In vitro aglutinasi trombosit karena EDTA
D. Antibodi monoklonal yang terikat pada reseptor glikoprotein trombosit (abciximab).
Diagnosis dan Pemeriksaan Awal 1,2
Pada trombositopenia yang ringan, perdarahan mungkin tidak terjadi namun dapat
merupakan awal dari penyakit yang lebih serius. Penting untuk mendapatkan riwayat
penyakit dahulu dan riwayat keluarga pada evaluasi terhadap pasien dengan trombositopenia.
Anamnesis difokuskan pada pencarian penyakit lain yang menyebabkan trombositopenia dan
gejala klinis yang dapat meembedakan perdarahan ringan, sedang atau berat.
Pemeriksaan darah tepi lengkap disertai apusan darah penting dinilai untuk
menyingkirkan adanya pseudotrombositopenia yang dapat disebabkan karena penggunaan
EDTA sehingga terjadi penggumpalan trombosit. Bila pada pemeriksaan darah tepi
didapatkan juga kelainan dari lineage lain (eritropoietik dan granulopoietik) maka
pemeriksaan sumsum tulang perlu dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang umumnya dilakukan pada pasien dengan
trombositopenia (Tabel 1).
Tabel 1. Pemeriksaan Laboratorium Awal pada Pasien dengan Trombositopenia5
Pemeriksaan Tujuan / Diagnosis
Darah tepi lengkap
dengan review apusan
darah tepi
Menyingkirkan leukemia atau kelainan aplastik. Jika banyak
trombosit besar yang hampir mencapai ukuran eritrosit, atau tidak
memiliki granul, atau warnanya abnormal, dipertimbangkan
kelainan platelet yang diturunkan (inherited platelet disorder).
Penggumpalan platelet mengarah pada pseudotrombositopenia.
27
Hitung retikulosit Anemia hemolitik atau perdarahan akut
Golongan darah, Rh,
antibodi
Kemungkinan pengobatan antibodi anti-D
Penyakit hemolitik autoimun
Kimia darah Menyingkirkan penyakit sistemik (HUS, hepatitis)
Skrining DIC Sepsis, sindrom Kasabach-Merrit
Kadar imunoglobulin Menyingkirkan defisiensi imun,
sindrom Wiscott Aldrich
Titer virus (PCR) CMV, EBV, HIV
Panel kolagen vaskuler
(ANA, anti-DNA) Pada pasien yang lebih tua terutama dengan onset yang kronik
B. PURPURA TROMBOSITOPENIK IMUN
Definisi 1,3-6
Purpura Trombositopenik Imun atau Purpura Trombositopenik Idiopatika (PTI) atau
Idiopathic Trombocytopenic Purpura (ITP) atau morbus Wirlhof atau purpura hemorrhagica
adalah sindrom klinis berupa kelainan perdarahan (bleeding disorders), penyakit autoimun
yang didapat yang ditandai dengan adanya trombositopenia akibat penghancuran trombosit.
Faktor Predisposisi 3-6
Riwayat infeksi sebelumnya umumnya virus dalam waktu 1-6 minggu. Infeksi saluran atas
nonspesifik banyak ditemukan mendahului PTI, ataupun infeksi saluran cerna. Pada 20%
kasus riwayat infeksi virus yang dapat diidentifikasi ialah campak, rubella, Epstein-Barr,
varisela atau chicken pox, gondongan / mumps, hepatitis A, B, ataupun C. Trombositopenia
sementara dapat juga timbul setelah vaksinasi campak dan smallpox atau rubeola yang berisi
virus hidup yang dilemahkan. Juga pada pasien dengan riwayat operasi jantung,
hipersplenisme, atau sindrom antibodi antifosfolipid.
Etiologi 10
Penyebab yang pasti belum diketahui (idiopatik), tetapi dikemukakan berbagai kemungkinan
antara lain hipersplenisme, infeksi virus (dengue, morbili, varisela, dsb), intoksikasi makanan
atau obat (asetosal, PAS, fenilbutazon, diamox, kina, sedormid) atau bahan kimia, pengaruh
fisis (radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan (malnutrisi), DIC (misalnya pada DSS,
leukemia, respiratory distress syndrome pada neonatus) dan terakhir dikemukakan bahwa PTI
ini terutama yang kronis merupakan penyakit autoimun.
28
Angka Kejadian dan Epidemiologi 3-6
Pada anak usia 2-6 tahun, dengan insiden 4-8 kasus per 100.000 anak per tahun. Lebih sering
terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan perbandingan berkisar diantara 4 : 3 dan 2 : 1.
Patofisiologi 1,2,4
Dekstruksi prematur trombosit meningkat disebabkan oleh antibodi antitrombosit atau faktor
antiplatelet (IgG) yang dihasilkan oleh sel B dan sel plasma. Antibodi ini menyebabkan
terjadinya fagositosis melalui reseptor Fc yang ada di makrofag dari sistem retikuloendotelial
terutama yang ada di dalam limpa dan limpa merupakan organ penting dalam patofisiologi
PTI. Platelet dengan lapisan antibodi yang tipis dipecah dan dihancurkan oleh lien sedangkan
platelet dengan lapisan antibodi yang tebal dapat dihancurkan oleh liver. Selanjutnya lien
memproduksi lebih banyak antibodi platelet. Beberapa penelitian pada PTI akut mendapatkan
adanya antibodi glikoprotein antitrombosit. Pembentukan antibodi tersebut dapat merupakan
respon imun terhadap infeksi bakteri / virus atau pada imunisasi, yang bereaksi silang dengan
antigen dari trombosit. Mediator-mediator lain yang meningkat selama terjadi respons imun
terhadap infeksi, dapat berperan dalam penekanan terhadap produksi trombosit. Normalnya
jumlah platelet dapat bertahan 8-10 hari dalam sirkulasi darah namum pada ITP platelet
hanya mampu bertahan 1-3 hari atau bahkan kurang. Bila sumsum tulang tidak dapat
meningkatkan produksi dan tetap mempertahankan jumlah trombosit normal dalam sirkulasi
maka akan terjadi trombositopenia dan purpura.
Gambaran Klinis 1, 3-6
- Perdarahan kulit: petekie, purpura dan ekimosis umumnya ditemukan pada bagian anterior
ekstremitas bawah dan kulit diatas tulang yang menonjol seperti lutut, daerah pubis.
Perdarahan kulit ini terjadi pada 50% kasus.
- Perdarahan membran mukosa: petekie dapat ditemukan pada subkonjungtival, mukosa
buccal dan palatum. Epistaksis, perdarahan gusi dan gastrointestinal jarang terjadi.
- Perdarahan organ internal:
a. Susunan saraf pusat: merupakan komplikasi yang serius mengancam jiwa, umumnya
didahului oleh sakit kepala dan pusing. Angka kejadiannya 0,5% - 1,0%.
b. Perdarahan retina.
- Pucat jarang ditemukan kecuali bila perdarahan yang terjadi cukup bermakna.
- Pembesaran kelenjar getah bening, hepatomegali dan splenomegali umumnya tidak
ditemukan.
29
Pemeriksaan Penunjang 1,3-6,10
- Darah Lengkap: Isolated trombositopenia (tidak terdapat anemia dan/atau neutropenia).
Hemoglobin, indeks eritrosit, dan jumlah leukosit normal. Hiperplasia eritroid
memungkinkan jika terdapat kehilangan darah yang bermakna. Dapat ditemukan eosinofil
ringan pada 25% kasus. Peningkatan jumlah limfosit dapat menunjukkan infeksi viral yang
biasanya mencetuskan PTI akut.
- Apusan Darah Tepi: Jumlah platelet menurun, namun jumlah eritrosit dan leukosit normal.
Morfologi eritrosit, leukosit normal, ukuran trombosit normal atau lebih besar (giant
platelets). Tidak ditemukan leukosit imatur seperti pada leukemia, maupun fragmentasi
eritrosit seperti pada purpura trombositopenik trombotik (TTP) ataupun koagulasi
intravaskular diseminata (DIC), sindrom uremik hemolitik (HUS). Juga tidak ditemukan
penggumpalan trombosit seperti trombositopenia artifaktual atau pseudotrombositopenia.
Peningkatan jumlah limfosit normal ataupun atipikal dapat menunjukkan infeksi yang dapat
mencetuskan PTI.
- Retikulosit normal.
- Profil koagulasi
- Masa perdarahan (bleeding time) memanjang. Sehubungan dengan jumlah dan
fungsi trombosit dan juga fungsi vaskular.
- Retraksi pembekuan (clot retraction) untuk memeriksa gangguan fungsi dan jumlah
trombosit, didapatkan hasil bekuan minimal hingga tidak ada dalam 24 jam.
- Prothrombine time (PT), Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) dan kadar
fibrinogen normal. Dimana jalur intrinsik koagulasi pada APTT dan jalur ekstrinsik
koagulasi pada APTT memang diharapkan tidak didapati kelainan.
- Tes konsumsi protrombin terdapat defek utilisasi protrombin.
- Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang pada anak hanya dianjurkan pada keadaan:
- Pemeriksaan laboratorium ditemukan bisitopenia, anemia, atau kelainan jumlah
leukosit seperti neutropenia persisten, ataupun kelainan eritrosit atau leukosit berupa
sel imatur pada pemeriksaan darah tepi.
- Kasus yang gagal terapi standar setelah 6 bulan pengobatan.
Pemeriksaan ini tidak perlu dilakukan bila gambaran klinis dan laboratoris klasik. Hasil
yang ditemukan dapat berupa jumlah megakariosit normal atau meningkat.
- Pemeriksaan pencitraan seperti CT Scan atau USG abdominal untuk menilai splenomegali
jika ditemukan pada pemeriksaan fisik.
30
- ANA, Lupus anticoagulant/APLA, pemeriksaan HIV, fungsi tiroid, jika dirasa perlu
dipertimbangkan untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Gambaran PTI Akut dan Kronis 4
Sebagian besar kasus PTI akut akan sembuh spontan (self-limited). 80% akan sembuh
dalam waktu 6 bulan setelah didiagnosis dan bila tetap trombositopenia lebih dari 6 bulan
maka diagnosis menjadi PTI kronik.
Tabel 2. Gambaran Perbandingan PTI Akut dan Kronis.
AKUT KRONIS
Umur 2-6 tahun Dewasa
Jenis Kelamin Laki : Wanita = 1:1 Laki : Wanita = 1:3
Ada infeksi yang
mendahului
±80% Jarang
Permulaan Akut Perlahan-lahan
Jumlah trombosit <20.000/μL 40.000-80.000/μL
Eosinofilia dan Limfositosis Sering Jarang
Kadar IgA Normal Lebih rendah
Lama penyakit Biasa 2-6 minggu Berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun
Prognosis
Penyembuhan spontan
pada 80% kasus
Perjalanan penyakit menahun
dengan jumlah trombosit
naik turun.
Diagnosis 8,10
1) gambaran klinik berupa perdarahan kulit atau mukosa;
2) isolated trombositopenia (tidak terdapat anemia dan/atau neutropenia) pada
pemeriksaan darah lengkap;
3) sumsum tulang: megakariosit normal atau meningkat;
4) antibodi antiplatelet (IgG) atau platelet-associated antibody dengan menggunakan
direct assay positif (tidak harus dilakukan);
5) tidak ditemukan penyebab trombositopenia sekunder.
31
Diagnosis Banding 10
PTI harus dibedakan dari proses aplasia atau infiltratif sumsum tulang, dimana kedua hal
tersebut kurang mungkin jika pemeriksaan fisik dan hitung darah normal, kecuali
trombositopenia.PTI dapat merupakan manifestasi awal lupus eritematosus sistemik (SLE),
AIDS, atau limfoma tetapi penyakit-penyakit ini jarang pada anak.
Tatalaksana 1,3-6,8
Tujuan utama pada pengobatan PTI akut adalah untuk mendapatkan nilai trombosit
yang aman agar dapat mencegah terjadinya perdarahan.
Tidak ada terapi yang diberikan bila jumlah trombosit >20.000 /μL pada pasien yang
asimptomatik atau dengan perdarahan ringan tanpa perdarahan membran mukosa. Pemberian
aspirin dan ibuprofen dihindari, demikian juga aktifitas olahraga yang bersifat kompetitif.
Terapi terindikasi bila jumlah trombosit <20.000 /μL dan terdapat perdarahan
membran mukosa yang bermakna, atau bila jumlah trombosit <10.000 /μL dengan
perdarahan minor.
Tabel 3. Stadium berdasarkan jumlah trombosit, manifestasi klinis dan petunjuk
intervensi pada anak dengan PTI 3-6
Stadium Trombosit (x10
9/L) Gejala dan
Pemeriksaan Fisik
Rekomendasi
1 >50-150 Tidak ada Tidak ada
2
>20 Tidak ada Pengobatan
individual (terapi /
preventif)
3
>20 dan atau <10 Perdarahan mukosa
Perdarahan minor
Dirawat di rumah
sakit dan diberikan
IVIG atau
kortikosteroid
Indikasi rawat inap 3
Pada penderita yang sudah tegak diagnosisnya, perlu dilakukan rawat inap bila:
- Jumlah hitung trombosit <20.000 /μL
- Perdarahan berat
- Kecurigaan / pasti perdarahan intrakranial
32
- Umur < 3 tahun.
Bila tidak dirawat inap, penderita diwajibkan untuk menghindari obat anti agregasi (seperti
salisilat dan lain sebagainya) dan olahraga yang traumatis, terutama yang dapat
mengakibatkan cedera pada kepala.
Terapi Medikamentosa 1,3-6,8
Pemberian medikamentosa pada PTI masih kontroversial karena PTI umumnya sembuh
sendiri (self-limited disease). Medikamentosa utama yang sering digunakan adalah
immunoglobulin intravena dan prednisone; tidak ada kriteria yang jelas pemilihan terapi
sebagai lini pertama. Selain itu terapi dengan anti-D intravena dan splenektomi juga telah
dicoba pada pasien dengan PTI (Tabel 4).
Penatalaksanaan ITP menurut Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak4:
1. Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila:
- Perdarahan mukosa dengan jumlah trombosit <20.000 /μL
- Perdarahan ringan dengan jumlah trombosit <10.000 /μL
- Steroid yang biasa digunakan ialah prednison, dosis 1-2 mg/kgBB/hari, dievaluasi
setelah pengobatan 1-2 minggu. Bila responsif, pengobatan dilanjutkan sampai 4 minggu
kemudian dosis diturunkan perlahan-lahan sampai kadar trombosit stabil atau
dipertahankan sekitar 30.000 – 50.000 /μL. Prednison dapat juga diberikan dengan dosis
tinggi yaitu 4mg/kgBB/hari selama 4 hari. Bila tidak respons, pengobatan yang diberikan
hanya suportif.
- Pengambilan kadar trombosit akan terjadi perlahan-lahan dalam waktu 2-4 minggu dan
paling lama 6 bulan. Pada ITP dengan kadar trombosit >30.000 /μL dan tidak memiliki
keluhan umumnya tidak akan diberikan terapi, hanya diobservasi saja.
2. Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila:
- Jumlah trombosit <20.000 /μL dengan perdarahan mukosa berulang (epistaksis)
- Perdarahan retina
- Perdarahan berat (epistaksis yang memerlukan tampon, hematuria, perdarahan organ
dalam)
- Jumlah trombosit <50.000 /μL. Bila trombosit >50.000 /μL disamping pemberian
trombosit pikirkan penyebab lain seperti koagulasi.
- Kecurigaan / pasti perdarahan intrakranial
- Akan menjalani operasi, dengan jumlah trombosit <150.000 /μL
33
Tabel 4. Pengobatan Standar pada Anak dengan PTI Akut 1,3-5
Imunoglobulin intravena (IVIG)
Dosis awal: 0,8 g/kgBB, 1 kali pemberian. Dosis yang sama diulang bila trombosit
<30.000 /μL pada hari ke-3 (72 jam setelah infus pertama).
Kegawatan (perdarahan): 0,8 g/kgBB , 1-2 kali pemberian, bersama-sama dengan
pemberian kortikosteroid dan transfusi trombosit.
Kortikosteroid
Prednison 4 mg/kgBB/hari per oral atau intravena selama 7 hari, selanjutnya tappering off
dalam 7 hari.
Kegawatan (perdarahan): metilprednisolon 8-12 mg/kgBB intravena atau deksametason
0,5-1,0 mg/kgBB intravena atau per oral, bersama dengan IVIG atau transfusi suspensi
trombosit.
Antibodi anti-Rh (D)
50 μg/kgBB intravena. 10-25 μg/kgBB/hari selama 2-5 hari, intravena dalam 50 ml NaCl
0,9% dan habis dalam 30 menit
α-interferon
3 x 106 unit subkutan, 3 kali per minggu selama 4 minggu.
Siklosporin
3-8 mg/kgBB per hari dibagi dalam 2-3 dosis
Azatioprin
50-300 mg/m2/hari per oral, selama ≥ 4 bulan.
Beberapa penatalaksanaan lainnya:4
Transfusi trombosit pada umumnya tidak diberikan berhubung adanya zat anti terhadap
trombosit sehingga trombosit yang ditransfusikan dapat lebih cepat dihancurkan..
Splenektomi kadang-kadang dilakukan pada PTI akut dengan dugaan perdarahan otak.
Biasanya dilakukan bersama dengan transfusi trombosit dalam jumlah besar.
Komplikasi4
Komplikasi yang biasanya terjadi pada penderita ITP:
- Anemia karena perdarahan hebat
34
- Perdarahan intrakranial pada 0.5-1% anak, terutama ketika jumlah platelet < 10.000/ μL
dimana separuh kasusnya adalah fatal.
- Sepsis pasca splenektomi
Prognosis
PTI akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan terjadi pada 90% pasien, 50-60%
sembuh dalam 4-6 minggu dan >90% sembuh dalam 3-12 bulan.1 Jika PTI terjadi pada usia
<1tahun atau >10 tahun biasanya cenderung menjadi kronis dan dihubungkan dengan
kelainan imunitas.4-6
Pencegahan 10
PTI tidak dapat dicegah namun dapat dicegah komplikasinya antara lain dengan menghindari
obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan
meningkatkan risiko pendarahan. Selain itu lindungi dari luka yang dapat menyebabkan
memar atau pendarahan, terutama terhadap trauma kepala. Pemberian terapi yang benar
untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang. Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala
infeksi, seperti demam. Hal ini penting terutama bagi pasien yang sudah tidak memiliki
limpa.
35
C. KEKERUHAN KORNEA KONGENITAL 7-9
Kekeruhan kornea ini berbeda dengan katarak kongenital yang merupakan kekeruhan
pada lensa. Kekeruhan kornea ini terjadi pada segmen di depan iris sedangkan katarak
merupakan kekeruhan lensa yang terletak posterior dari iris sehingga dapat dilakukan
shadow test. Pada leukoma yang luas, pupil dan iris sulit terlihat, demikian pula segmen
posterior mata seperti badan vitreus dan retina.
Kekeruhan kornea kongenital berupa leukoma dapat disebabkan oleh keratitis kongenital,
diantaranya adalah:
- Keratitis dendritik. Bentuk dendrit merupakan lesi khas pada epitel kornea yang
disebabkan oleh virus herpes simpleks, mempunyai gambaran seperti pohon
bercabang-cabang yang dapat terlihat lebih jelas dengan pengecatan fluorescein.
- Keratitis interstisial menunjukkan radang stroma kornea yang merupakan salah satu
manifestasi akhir sifilis kongenital yang khas. Vaskularisasi dan kekeruhan kornea
timbul dan biasanya menetap permanen. Keadaan ini biasanya terjadi bilateral.
Manifestasi lanjut terjadi setelah 2 tahun berupa neurosifilis, perubahan tulang
(frontal bossing, high palatal arch, maksila pendek, Hutchinson teeth, saddle nose),
keratitis interstisial dan tuli saraf. Dapat dilakukan pemeriksaan sifilis nontreponemal
test berua RPR (Rapid Plasma Reagin), VDRL (Veneral Disease Research
Laboratory), dan ART (Automated Reagin Test). Sensitivitas sekitar 75% pada sifilis
primer, mendekati 100% pada sifilis sekunder, dan sekitar 75% pada sifilis tersier
atau laten. Pemeriksaan lainnya adalah Treponemal test seperti FTA-ABS
(Fluorescent Treponemal Antibody Absorption Test) atau PCR (Polymerase Chain
Reaction) untuk mendeteksi adanta T.pallidum.
Sindrom Cogan merupakan keratitis interstisial nonsifilis yang disertai kehilangan
pendengaran dan gejala vestibular dimana kedua tanda klinis ini dapat berespon
terhadap kortikosteroid. Pada kasus yang jarang dapat ditemukan pada infeksi
tuberkulosis yang biasanya terdapat unilateral.
Pada infeksi toxoplasmosis kongenital pada mata paling sering terjadi korioretinitis.
Gangguan lainnya adalah strabismus, nistagmus, katarak, mikrokornea, dsb. Dapat pula
ditemukan trombositopenia, atau bahkan trombositopenia purpura pada 3% kasus, serta
limfadenopati pada 17% anak berusia 1 tahun.
Pada infeksi rubella kongenital dapat ditemukan kelainan katarak maupun trombositopenia
purpura dan dapat dilakukan pemeriksaan IgM spesifik Rubella untuk memastikan.
36
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien ini terdiagnosa ITP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan keluhan muncul bintik-bintik merah pada muka, kaki dan
tangan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam, riwayat sakit batuk pilek dan
vaksinasi 2 bulan sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan petekhiae, limfadenopati,
hepar dan lien tidak teraba. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan isolated
trombositopeni terus menerus selama kurang lebih 2 minggu. Hasil apusan darah tepi
menunjukkan morfologi eritrosit, leukosit, dan trombosit yang normal.
Bintik-bintik merah ini merupakan tanda perdarahan pada kulit. Bintik-bintik tersebut
tersebar merata menandakan bahwa hal ini lebih mengarah kepada proses sistemik
dibandingkan suatu proses lokal misalnya pada reaksi alergi. Tanda perdarahan lainnya
berupa bercak kemerahan atau memar kebiruan, perdarahan mata, mimisan, BAB warna
hitam, BAK atau BAB berdarah disangkal menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya
perdarahan yang lebih masif. Terdapat demam dan anoreksia dapat disebabkan karena proses
imunologis yang terjadi dalam patofisiologi ITP. ITP dapat terjadi secara tiba-tiba namun
dapat pula didahului oleh infeksi virus, dimana pada pasien ini didapati demam,
limfadenopati, leukopenia, dan limfositosis yang dapat mengarahkan kepada infeksi virus.
Memungkinkan pula bahwa yang memicu proses pada saat ini adalah infeksi saluran
pernapasan ataupun vaksinasi campak yang berisi virus hidup 2 bulan yang lalu.
Pada pasien didapati bintik-bintik merah, demam, trombositopenia, limfadenopati,
dan leukoma bilateral. Dipertimbangkan apakah masing-masing gejala dan tanda klinis
tersebut merupakan beberapa proses penyakit yang berbeda dan tersendiri atau saling
mempengaruhi, ataukah merupakan suatu perjalanan penyakit yang sama, dan bertolak dari
sana kemudian dipikirkan beberapa diagnosa banding.
Demam yang tinggi, trombositopenia, limfositosis, dan limfadenopati dapat
mengarahkan diagnosis kepada infeksi virus baik akut maupun infeksi virus kronik yang
dapat merupakan infeksi kongenital, dimana pada pasien terdapat leukoma sehingga
mengarahkan diagnosis pada infeksi Sifilis, Herpes simpleks, Rubella, Toksoplasma,
Cytomegalovirus sehingga dianjurkan dilakukan pemeriksaan TORCH terhadap ibu pasien.
37
Selain itu, faktor resiko yang ditemukan adalah karena ibu pasien mengaku belum pernah
menjalani imunisasi MMR. Mengenai Sifilis dan Herpes simpleks yang merupakan penyakit
menular seksual, riwayat mengidap penyakit tersebut ataupun berganti-ganti pasangan pada
orang tua pasien disangkal. Pasien pun tidak memiliki riwayat transfusi darah yang dapat
menjadi sumber penularan virus tertentu. Ibu pasien menyangkal suka makan daging yang
dimasak setengah matang yang merupakan salah satu cara mendapat infeksi toksoplasma.
Kebiasaan ibu pasien menyukai lalapan bisa saja menjadi sumber transmisi kuman jika
sayuran tersebut tercemar dan tidak dicuci ataupun dicuci kurang bersih. Riwayat memiliki
binatang peliharaan yang dapat menjadi sumber transmisi penyakit juga disangkal.
Adanya limfadenopati tanpa tanda peradangan berupa kemerahan, panas, nyeri tekan,
dan yang tidak mengecil dengan pemberian amoksisilin namun mengecil setelah diberikan
steroid mengarahkan diagnosis pada tuberkulosa ataupun keganasan seperti limfoma atau
leukemia. Walaupun pasien sudah menerima vaksinasi BCG, namun seperti yang kita ketahui
bahwa daya lindung vaksinasi BCG yang tersedia saat ini hanya mencakup sekitar 42% saja
sehingga tidak menjamin anak yang telah divaksinasi dapat terinfeksi Mycobacterium
tuberculosa. Selain itu riwayat penyakit TB paru dan keganasan dalam keluarga pun
disangkal. Pasien tidak mengalami penurunan ataupun kesulitan naik berat badan yang dapat
mendukung diagnosa ke arah tuberkulosa dan keganasan. Bahkan pasien memiliki status gizi
yang baik, dimana pada tuberculosis atau keganasan umumnya didapati status gizi kurang
atau bahkan gizi buruk.
Nystagmus yang terjadi pada pasien ini dapat disebabkan oleh karena adaptasi
terhadap penyempitan lapang pandang karena adanya kekeruhan pada daerah sentral kornea.
Demam yang muncul sekitar 3 hari setelah pasien mengkonsumsi amoksisilin
memungkinkan kecurigaan kepada diagnose Serum Sickness Like Syndrome fase awal
dimana juga terdapat gejala demam, petekhie, trombositopenia dan limfadenopati
Pada pasien diagnosa anemia aplastik dapat disingkirkan karena pada pemeriksaan
laboratorium hematologi, kadar hemoglobin, hematokrit, dan leukosit didapati dalam jumlah
yang cukup, tidak mengalami penurunan atau lebih rendah dari batas normal.
Kecurigaan terhadap Demam Berdarah Dengue disebabkan karena gejala yang
menyerupai berupa demam yang tinggi dan terus-menerus, turun pada hari ke-4, muncul
petekhie, dan terdapat trombositopenia. Namun pada pasien ini tidak didapati
hemokonsentrasi, demam pun tidak kembali naik pada hari ke-6 dan ke-7, petekhie tidak
hilang setelah demam hilang, dan trombositopenia menetap selama 2 minggu. Selain itu pada
tes serologi Anti Dengue IgM dan IgG pada hari ke-6 sejak febris didapati hasil negatif,
38
dengan demikian diagnosa DBD dapat disingkirkan. Pemeriksaan serologi lain yang
sebenarnya dapat dilakukan adalah NS-1, biasanya diperiksakan pada hari ke-1 hingga hari
ke-3 febris dan akan positif pada infeksi Dengue dengan sensitivitas dan spesifisitas yang
lebih baik.
Mengenai kemungkinan adanya kelainan genetik, riwayat adanya kelainan genetik
lainnya dalam keluarga disangkal. Pada ibu pasien yang primigravid di usia tua, memiliki
resiko lebih besar terdapatnya mutasi yang menyebabkan kelainan genetik.
Pada pasien kadar hemoglobin yang didapat berada pada ambang batas anemia anak
berusia 1 tahun yang mana berdasarkan Pedoman Pelayanan Medik adalah <10,5 mg/dl dan
indikasi pemberian suplementasi Fe jika Hb <10 mg/dl yang dirasa tidak perlu pada pasien
ini karena untuk meningkatkan hemoglobin masih dapat diupayakan dengan modifikasi diet
berupa daging dan sayuran hijau 6. Nilai hemoglobin pasien yang stabil dan masih termasuk
dalam batasan normal mengindikasikan bahwa adanya perdarahan yang masif ataupun suatu
anemia aplastik dapat dipungkiri.
Interval nilai normal leukosit pada anak-anak berbeda dari orang dewasa sesuai
dengan umur tertentu, dimana untuk anak usia 1 tahun nilai normal berkisar antara 6000-
17500 /μL 8. Pada pasien ini pada pemeriksaan hari pertama perawatan didapatkan
leukopenia yang pada umumnya disebabkan oleh neutropenia karena dalam hitung jenis
leukosit, presentasi neutrophil adalah yang paling besar.
Didapati peningkatan nilai limfosit berupa limfositosis pada hitung jenis leukosit
dimana limfositosis pada bayi dan anak-anak adalah peningkatan jumlah limfosit lebih dari
8000/μL, dimana pada pasien ini jumlah leukosit 9100//μL dengan 94% terdiri dari limfosit
sejumlah 8554/μL Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi virus antara lain Cytomegalovirus,
hepatitis, virus Epstein-Barr mononukleosis infeksiosa, Rubella, dsb, atau infeksi bakteri
kronis seperti tuberkulosis, sifilis, parasit seperti toksoplasmosis, kelainan limfoproliferatif
seperti leukemia limfositik kronik namun biasansya disertai anemia yang tidak ditemukan
pada kasus ini.
Hal yang tidak menunjang diagnosa ITP dalam kasus ini antara lain adalah didapati
limfadenopati lokal pada pemeriksaan fisik dan limfositosis pada pemeriksaan hematologi.
Limfadenopati mengecil dengan pemberian Cefixime dan metilprednisolone. Hasil
pemeriksaan sediaan apusan darah tepi mendukung diagnosa ITP karena didapati morfologi
eritrosit, leukosit, dan trombosit normal.. Pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan
bleeding time yang akan mendukung diagnosa bila didapati memanjang. Pemeriksaan PT dan
APTT untuk menyingkirkan kelainan ganguan koagulasi jalur intrinsik maupun ekstrinsik,
39
bahwa gangguan perdarahan pada pasien murni merupakan kelainan trombosit. Mengenai
perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan sumsum tulang untuk menegakkan diagnosa ITP
merupakan kontroversi, karena diagnosis banding seperti leukemia dan limfadenoma baru
dapat dengan pasti disingkirkan dengan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang. Pada ITP, hasil
pemeriksaan didapati megakariosit normal atau meningkat, tanpa kelainan lainnya. Namun
karena pada anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan lainnya, tidak didapati
kelainan yang dengan kuat mengarahkan diagnosa ke arah keganasan maupun aplasti, pada
pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang.
Karena ITP didiagnosa per eksklusionam, diagnosa pasti dapat ditegakkan bila telah
dipastikan tidak adanya penyebab trombositopenia sekunder. Pada kasus ini setelah dipantau
selama sekitar 2 minggu, dijumpai isolated trombositopenia dengan hasil pemeriksaan yang
mengeksklusi penyakit lain yang mungin menyebabkan trombositopenia sekunder, dengan
demikian diagnosa ITP kemudian ditegakkan sampai jika ternyata kemudian terbukti terdapat
penyebab esensial trombositopeni lainnya.
Dalam penatalaksanaan, pembatasan aktivitas fisik pada pasien diharapkan dapat
mempertahankan trombosit dalam kadar yang aman. Karena dengan meningkatnya aktivitas
fisik, dapat meningkatkan metabolisme dan juga meningkatkan penghancuran trombosit,
terutama pada pasien yang sudah rentan.
Perhitungan nutrisi pasien berdasarkan Recommenden Daily Allowance (RDA) yaitu
100 kkal/kgBB/hari untuk anak berusia 1 tahun. Pada pasien dengan berat badan 8 kg,
didapati total kebutuhan kalori harian 800 kkal/hari dengan rincian proporsi 50% karbohidrat
sejumlah 400 kkal, 35% dari protein sebanyak 280 kkal, dan 15% dari lemak sebanyak 120
kkal.
Untuk cairan infus dipilih D5% ¼ Saline karena pasien tidak nafsu makan dan kurang
minum, dengan perhitungan kebutuhan cairan berdasarkan Holliday Segar yaitu pasien
dengan berat badan 8 kg dikalikan 100cc/kgBB/24 jam dan didapati sejumlah 800cc/24 jam,
namun karena pasien masih bisa minum air dan susu walau sedikit, dapat disesuaikan
menjadi 750cc/24 jam
Awalnya selama dirawat di rumah sakit pasien diberikan antibiotik Cefixime yang
merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga dalam sediaan oral yang
termasuk relatif aman untuk anak. Cefixime bersifat bakterisid dan berspektrum luas terhadap
mikroorganisme gram positif dan gram negatif, seperti sefalosporin oral yang lainnya.
Cefixime juga stabil terhadap β–laktamase, dimana dalam lingkup kota besar seperti Jakarta
ini banyak dijumpai bakteri yang memiliki β–laktamase. Penetrasi Cefixime ke dalam
40
sputum, tonsil, jaringan maxillary sinus mukosal, otorrhea, cairan empedu dan jaringan
kandung empedu sangat baik, sehingga dapat dikatakan Cefixime dapat digunakan untuk
infeksi bakteri secara umum jika pada kasus belum diketahui secara pasti jenis bakteri
maupun lokalisasi infeksinya. Dosis Cefixime 10-15 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10
hari. Pada pasien 10 mg/kgBB/hari x 8kg yaitu 80 mg/hari dibagi 2 dosis masing-masing 40
mg. Pada pasien ini diberikan Cefixime terutama ditujukan untuk limfadenopati yang
dicurigai karena infeksi bakteri tertentu yang tidak mempan dengan pemberian antibiotik.
Memang pada pasien ini setelah diberikan Cefixime, lymphadenopati tersebut tampak
mengecil.
Tujuan utama pengobatan pada pasien ini adalah untuk mendapatkan nilai trombosit
yang aman yaitu >30.000 /μL agar dapat mencegah terjadinya perdarahan. Pada pasien ini
diberikan pengobatan Metilprednisolon 3 x 5 gram per oral, dimana rentang dosis 0,5-2
mg/kgBB/24 jam dibagi pemberian setiap 6-12 jam dengan BB pasien 8 kg didapatkan
rentang dosis 4-16 mg/kgBB/hari yang dibagi menjadi 3 dosis untuk diberikan setiap 8 jam
sehingga setiap kali pemberian dosisnya 5 gram 3 kali dalam 24 jam. Pemberian steroid ini
diharapkan dapat menghambat penghancuran trombosit dalam sistem retikukoendotelial dan
mengurangi pembentukan antibodi terhadap trombosit, serta memiliki efek stabilisasi kapiler
yang dapat mengurangi dan mencegah perdarahan. Menurut literatur steroid yang sering
diberikan adalah prednison, namun pada kasus ini dipilih metilprednisolon yang merupakan
bentuk aktif dari prednisone, sama seperti prednisolon sehingga tidak perlu diolah terlebih
dahulu di hepar mengingat pada pasien ini terjadi trombositopenia dimana sangat mungkin
sebagian trombosit dipecahkan di hepar lebih banyak dari fisiologisnya. Prednisone dan
prednisolon memiliki potensi yang sama dimana glukokortikoidnya yang memiliki efek
antiinflamasi dan imunosupresan lebih dominan dari mineralkortikoid, sedangkan
metilprednisolon jauh lebih poten efek glukokortikoidnya dan lebih minimal efek
mineralkortikoidnya. Pada pasien ini selama berobat jalan, dilakukan evaluasi setiap minggu
berupa pemeriksaan darah lengkap dengan hasil jumlah trombosit 53000/μL pada minggu
pertama dan 41000/μL pada minggu kedua yang dapat dikatakan responsif terhadap
pemberian steroid mengingat sebelumnya.jumlah trombosit berkisar antara 20000/μL. Selama
2 minggu pemberian metilprednisolon, hasil evaluasi menunjukkan kadar trombosit aman,
namun masih belum stabil karena terjadi penurunan sebesar ±10000/ μL sehingga pengobatan
dengan metilprednisolon dengan dosis dilanjutkan dan dilakukan evaluasi lagi minggu
selanjutnya. Jika kadar trombosit stabil atau tetap bertahan pada interval 30.000 – 50.000 /μL
dapat dilakukan tapering down dengan mengurangi dosis 2,5 mg setiap minggunya, hingga
41
mencapai dosis 5 mg dapat dilakukan tapering off karena sudah menyerupai jumlah fisiologis
tubuh.
Pada pengobatan dengan kortikosteroid yang perlu diwaspadai adalah efek
sampingnya, antara lain:
Sasaran Macam Efek Samping
Saluran cerna Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus
peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis ulseratif.
Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul / bahu.
Susunan saraf pusat
Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah
tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecendrungan bunuh
diri), nafsu makan bertambah.
Tulang Osteoporosis, fraktur (terutama tulang panjang), kompresi vertebra,
skoliosis.
Kulit Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis akneiformis,
purpura, telangiektasis.
Mata Glaukoma dan katarak subkapsular posterior
Darah Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit
Pembuluh darah Kenaikan tekanan darah
Kelenjar adrenal
bagian kortek Atrofi, tidak bisa melawan stres
Metabolisme protein,
karbohidrat, dan lemak
Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia, gula meninggi,
obesitas, buffalo hump, perlemakan hati.
Elektrolit Retensi natrium/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani,
aritmia kor)
Sistem immunitas Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes
simplek, keganasan dapat timbul
Pada pemakaian steroid lebih dari 4 minggu dengan dosis lebih dari 5 mg, untuk
menghentikan pemakaian perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap atau tapering
down dan tapering off karena pada saat ada asupan steroid dari luar tubuh, produksi steroid
alami oleh tubuh akan dikurangi untuk mengimbangi, semakin banyak dosis yang diberikan,
semakin sedikit yang tubuh produksi. Dengan demikian pada penghentian pemberian steroid
dosis tinggi yang tiba-tiba atau secara drastis, tubuh belum sempat beradaptasi untuk
42
mengkompensasi produksi steroid hingga mencapai kadar yang fisiologis, sehingga dapat
terjadi supresi kelenjar adrenal. Selain itu jika tiba-tiba kadar steroid dalam tubuh menurun
secara drastic, dapat terjadi gejala steroid withdrawal berupa nyeri pada sendi, otot, kepala,
kelelahan, demam, penurunan tekanan darah, mual, dan muntah.
Pada pasien ini karakteristik yang didapat dan trombositopenia dalam kurun waktu
kurang dari 6 bulan, pada anak, dengan suspek adanya infeksi yang mendahului, dengan
jumlah trombosit rata-rata <20.000/μL , ditemukan limfositosis, lebih mengarahkan diagnosa
kepada PTI akut dibandingkan dengan PTI kronik, dimana pada anak umumnya dapat
sembuh sendiri atau secara spontan dan 80% diantaranya akan mencapai nilai trombosit
normal dalam 6-12 bulan setelah didiagnosis. Perdarahan minimal berupa petekhie yang
dijumpai pada pasien ini tanpa perdarahan lainnya, dan kemudian sembuh secara spontan,
tidak ditemukannya tanda-tanda perdarahan selama 2 minggu evaluasi dengan kadar
trombosit yang walaupun masih rendah namun dalam batas aman, menjadikan prognosis ad
vitam pasien ini dubia ad bonam. Pasien dibatasi dari aktivitas yang berat karena
dikhawatirkan dapat meningkatkan penghancuran trombosit dan karenanya menurunkan
kadar trombosit sehingga ad functionam adalah dubia ad bonam. Sedangkan pada PTI akut
jarang sekali terjadi remisi sehingga ad sanationam adalah dubia ad bonam. Dengan demikian
prognosis pasien ini secara keseluruhan adalah dubia ad bonam.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Windiastuti E. Trombositopenia pada Anak. Dalam: Lubis B, Ali M, Yanni GN,
penyunting. Kumpulan Naskah Lengkap PIT IV IKA Medan 2010. Medan:USU Press,
2010. Hlm. 523-529.
2. Hiller E. Bleeding Disorder. Dalam: Munker R, Hiller E, Glass J, Paquette R, penyunting.
Modern Hematology, Biology and Clinical Management, edisi ke-2. New Jersey: Humana
press, 2007. Hlm. 347-380.
3. Ugrasena IDG. Gangguan Kelainan Jumlah Trombosit. Dalam: Permono HB, Sutaryo,
Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku Ajar Hematologi-
Onkologi Anak. Cetakan ke-3. Jakarta: Badan penerbit IDAI, 2010. Hlm. 133-164.
4. Permono HB, Ugrasena IDG, Andarsini MR. Purpura Trombositopenik Imun (PTI).
Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-3. Buku
Satu. Surabaya: Badan penerbit Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo, 2008. Hlm. 134-
138.
5. Krisnuhoni E. Purpura Trombositopenik Imun. Dalam: Kampono N, penyunting. Panduan
Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Jakarta:Badan penerbit
RSCM, 2007. Hlm. 136-139.
6. Sudarmanto B, Lubis B, Windiastuti E, Harry, dkk. Immune Thrombocytopenic Purpura
(ITP). Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, dkk, penyunting.
Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta:Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011. Hlm. 138-141.
7. Alam A. Bayi Lahir dari Ibu Bermasalah. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S,
Idris NS, dkk, penyunting. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Edisi ke-2. Jakarta:Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011. Hlm. 27-35.
8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th
ed. Philadephia: Saunders; 2007.
9. Ilyas S, Yulianti, Rahayu S. Ilmu Penyakit Mata. IB. Jakarta : FK UI, 2012.
10. Abdoerrachman, Affandi, Agusman, dkk. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP).
Dalam: Hasan R, Alatas H, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I.
Jakarta:FKUI, 2007. Hlm. 479-482.