pathway
TRANSCRIPT
MAKALAH SISTEM PENCERNAAN
“ASKEP LABIO PALATO SKIZIS”
DosenPembimbing :
Suratmi, S.Kep.Ns.M.Kep
Di SusunOleh : Kelompok 5/4A Keperawatan
NamaAnggota :
Anik retnosari
Afif mardiyanto
Dwi rohmaningsih
Nasyiatul aisiyah
Nailatin Asyifa
Septy kartikasari
Trully eko s
Wisnu aditama
PRODI SI KEPERAWATAN
STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN
TAHUN AJARAN 2013/2014
KATA PENGANTAR
وبركاته ورحمةالله عليكم السالم
Puji syukur kehadirat Allah Maha Rahman, atas segala rahmat dan karunia-
Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini.
Sholawatulloh wassalamuhu semoga abadi tak henti tercurah kehadirat
baginda al-musthofa yang telah mengantarkan kita pada zaman yang lebih baik.
Makalah yang berjudul“Askep Labiopalatoskizis ”ini di susun berdasarkan
tugas yang diberikan dosen pembimbing mata kuliah Sistem Pencernaan 3 pada
program studi S1-Keperawatan di STIKES Muhammadiyah Lamongan. Dengan
harapan mahasiswanya memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sebagai cara untuk
menambah wawasan dan membuka cakrawala berfikir agar tidak menjadi manusia
yang ketinggalan zaman.
Dan tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :
Drs. H.Budi Utomo, Amd.Kep., M.Kes. selaku ketua STIKES
Arifal Aris, S.Kep., Ns, M.Mkes. selaku Ka. Prodi S1-Keperawatan
Suratmi, M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah Sistem Pencernaan
Dan semua pihak yang menyisihkan waktunya membantu menyelesaikan
makalah ini, baik itu berupa bantuan moral maupun spiritual.
Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
sebagai evaluasi penyusunan makalah yang akan datang. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi mahasiswa, dosen, dunia pendidikan kesehatan pada umumnya.
وبركاته ورحمةالله عليكم والسالم
Lamongan,mei 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...............................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan............................................................................ 2
1.4. Metode Penulisan...........................................................................3
1.5. Sistematika Penulisan....................................................................3
1.6. Manfaat Penulisan..........................................................................3
BAB II : PEMBAHASAN
2.1. Definisi labiopalatoskizis...............................................................6
2.2. Etiologi labiopalatoskizis...............................................................6
2.3. ManifestasiKlinik labiopalatoskizis...............................................7
2.4. Patofisiologi labiopalatoskizis.......................................................7
2.5. Penatalaksanaan labiopalatoskizis.................................................8
2.7. Pathway labiopalatoskizis..............................................................9
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian......................................................................................10
3.2. Diagnosa Keperawatan..................................................................13
3.3. Intervensi.......................................................................................15
BAB IV : PENUTUP
4.1. Kesimpulan....................................................................................19
4.2. Saran ............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera
setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering
diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan
merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan.
Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan
dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil
untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital
berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan
diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi
pre - ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu
misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan
embrional dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik,
faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya
sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga
dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai
tidak diketahui.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa definisi dari Labiopalatoskiziz?
2. Bagaimana etiologi labiopalatoskizis?
3. manifestasi klinik labiopalatoskizi
4. Bagaimana patofisiologi labiopalatoskizis?
5. Bagaimana penatalaksanaan labiopalatoskizis?
6. Bagaimana Pathway tumor abiopalatoskizis
7. Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
abiopalatoskizis?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum :
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pembuatan makalah mata kuliah Sistem Neurobehaviour serta
mempresentasikannya.
1.3.2. Tujuan Khusus :
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memahami definisi dari labiopalatoskizis
2. Mengetahui etiologi labiopalatoskizis
3. Dapat mengetahui manifestasi klinik labiopalatoskizis
4. Memahami patofisiologi labiopalatoskizis
5. Mengetahui penatalaksanaan labiopalatoskizis
6. Mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan labiopalatoskizis
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan melakukan studi pustaka dari berbagai buku
referensi dan internet.
1.4. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari makalah ini adalah BAB I PENDAHULUAN, terdiri
dari : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan,
sistematika penulisan dan manfaat penulisan. BAB II PEMBAHASAN, dan BAB
III ASUHAN KEPERAWATAN, BAB IV PENUTUP terdiri dari kesimpulan
dan saran.
1.5. Manfaat Penulisan
1. Mengetahui penyebab dan proses perjalanan penyakit labiopalatoskizis
2. Mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan labiopalatoskizis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah
lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan
oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu
seleksi alami terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang
dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi
berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya.
Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal
dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan
laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir,
dikenal pula adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa
cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air
ketuban dan darah janin.
Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja
atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai
kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum
ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa
waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi kedokteran,
kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus.
Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu
kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan
bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan
ditetemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila
ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan
kelainan kongenital besar sebesar 90%.
2.2 Angka kejadian
Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15 per 1000 kelahiran
angka kejadian ini akan menjadi 4-5% biIa bayi diikuti terus sampai berumur 1 tahun.
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (I975-1979), secara klinis ditemukan
angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di antara 19.832 kelahiran
hidup atau sebesar 11,6I per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Rumah Sakit Dr.
Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di antara 14.504 kelahiran
bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (1974-1979) sebesar 1.64dari
4625 kelahiran bayi. Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-
beda untuk berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula dapat tergantung pada cara
perhitungan besar keciInya kelainan kongenital.
2.3 Etiologi
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embryonal dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan
kongenital antara lain:
1) Kelainan Genetik dan Khromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas
kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang
bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai
unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan
kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah
selanjutya.
Dengan adanya kemajuan dafam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat
diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah
dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan
khromosom autosomai trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolism) kelainan
pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.
2) Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan
kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor
predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya
deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes
pada kaki seperti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus
(clubfoot)
3) Faktor infeksi.
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi
pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya
infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam
pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat
menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya
abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus
Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester
pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan
pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan.
Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan
kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis,
kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan
pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau
mikroftalmia.
4) Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama
kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital
pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau
mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan
tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.
Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian
obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar
dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada
pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat
hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-
baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.
5) Faktor umur ibu
Semakin tua usia ubu semakin beresiko terjadinya kelainan bawaan. Telah
diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit
Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka
kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif
sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang
ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk
kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44
tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.
6) Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan
kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes
mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila
dibandingkan dengan bayi yang normal.
7) Faktor radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang
tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali
dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk
keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan,
khususnya pada hamil muda.
8) Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan
menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi
yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi
protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan
kejadian &elainan kongenital.
2.4 Macam-Macan kelainan konginetal :
1. Labio/ Palato Skizis
a) Definisi
Labioskizis / Palatoskisis adalah merupakan konginetal anomali yang
berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah.
Celah bibir (Bibir sumbing) adalah suatu ketidaksempurnaan pada
penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah
hidung.
Celah langit-langit adalah suatu saluran abnormal yang melewati langit-
langit mulut dan menuju ke saluran udara di hidung.
b) Patofisiologi
Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau
tulang selama fase embrio pada trimester pertama.
Kegagalan bibir sumbing adalah terbelahnya / bibir dan atau hidung
karena kegagalan proses nasal medial dan maksilaris untuk menyatu
selama masa kehamilan 6 – 8 minggu.
Palato Skisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang
disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa
kehamilan 7 – 12 minggu.
Penggabungan komplit garis tengah atau bibir antara 7 dan 8 minggu
masa kehamilan.
c) Manifestasi Klinis
Pada labio skisis
1. Distorsi pada hidung
2. Tampak sebagian atau keduanya
3. Adanya celah pada bibir
Pada palato skisis
1. Tampak ada celah pada tekak (uvula)
2. Adanya rongga pada hidung
3. Distorsi hidung
4. Teraba ada celah / terbakarnya langit-langit saat diperiksa
dengan jari.
5. Kesukaran dalam menghisap atau makan
d) Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan tergantung pada beratnya kecacatan.
2. Prioritas pertama adalah pada teknik pemberian nutrisi yang adekuat.
3. Mencegah komplikasi
4. Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan
5. Pembedahan : pada labio sebelum kecacatan palato : perbaikan dengan
pembedahan usia 2 – 3 hari atau sampai usia beberapa minggu
prosthesis intra oral atau ekstraoral untuk mencegah kolaps maxilaris,
merangsang pertumbuhan tulang, dan membantu dalam
perkembangan bicara dan makan, dapat dilakukan sebelum
pembedahan perbaikan.
6. Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 5 tahun,
ada juga antara 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat kecacatan.
Awal fasilitas penutupan adalah untuk perkembangan bicara.
2. Omphalokel dan Gastroskizis
a. Definisi
secara bahasa berasal dari bahasa yunani omphalos yang berarti
umbilicus=tali pusat dan cele yang berarti bentuk hernia. Omphalokel
diartikan sebagai suatu defek sentral dinding abdomen pada daerah cincin
umbilikus (umbilical ring) atau cincin tali pusar sehingga terdapat herniasi
organ-organ abdomen dari cavum abdomen namun masih dilapiasi oleh
suatu kantong atau selaput. Omphalocele juga dapat diartikan sebagai
kantong bening tidak berpembuluh darah yang terdiri dari lapisan
peritoneum dan lapisan amnion pada pangkal tali pusat. Jadi, omfalokel
adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar pusar yang
hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi oleh kulit.
Gastroskisis adalah keluarnya usus dari titik terlemah di kanan
umbilikus dimana usus akan berada di luar rongga perut tanpa dibungkus
peritoneum dan amnion. Jadi Gastroskisis adalah bentuk amfolokel yang
mengalami ruptur.
b. Patofisiologi
Pada janin usia 5 - 6 minggu isi abdomen terletak di luar embrio. Pada
usia 10 minggu akan terjadi pengembangan lumen abdomen sehingga usus
dari ekstraperitonium akan masuk ke rongga perut. Bila proses ini
terhambat, maka akan terjadi kantong di pangkal umbilikus yang berisi
usus, lambung, dan kadang hati. Dinding yang tipis, terdiri dari lapisan
peritoneum dan lapisan amnion yang keduanya kering sehingga isi kantong
tampak dari luar, keadaan ini disebut omfalokel. Bila usus keluar dari titik
terlemah di kanan umbilikus, usus akan berada di luar rongga perut tanpa
dibungkus peritorium dan amnion, keadaan ini disebut gastroskisis.
c. Manifestasi Klinis
ketebalan dinding perut yang lokasinya biasanya di sebelah kanan
umbilikus.
Usus yang keluar dari lubang abdomen memperlihatkan tanda-tanda
peritonitis kimia sebagai akibat pengeluaran cairan amnion.
Usus menjadi tebal, pendek dan kaku dengan edema yang jelas di
dinding usus.
Peristaltis tidak ada.
kadang-kadan terjadi iskemik karena puntiran kelainan fascia.
Usus tampak pendek.
rongga abdomen janin menjadi sempit.
Pada anak memperlihatkan gambaran udara sebagai hasil dilatasi
perut dan usus kecil bagian proksimal, isi intra abdominal normal
jelas terlihat dengan kelainan, yang mana herniasi terjadi pada periode
post natal.
d. Penatalaksanaan
Pemasangan sonde lambung dan pengisapan yang kontinu untuk
mencegah distensi usus-usus yang mempersulit pembedahan.
Pemberian cairan dan elektrolit/kalori intervena.
Antibiotika dengan spektrum luas secara intravena dan pra bedah.
Suhu dipertahankan secara baik.
Pencegahan kontaminasi usus-usus dengan menutup kasa steril
lembab dengan cairan NaCl steril.
Tindakan bedah.
3. Atresia esofagus
a. Definisi
Atresia esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital yang terdiri
atas gangguan kontinuitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten
dengan trakea. Pada penyakit ini, terdapat suatu keadaan dimana bagian
proksimal dan distal esofagus tidak berhubungan. Pada bagian atas esofagus
mengalami dilatasi yang kemudian berakhir sebagai kantung dengan dinding
muskuler yang mengalami hipertrofi yang khas memanjang sampai pada
tingkat vertebra torakal segmen 2-4. Bagian distal esofagus merupakan bagian
yang mengalami atresia dengan diameter yang kecil dan dinding muskuler
yang tipis. Bagian ini meluas sampai bagian atas diafragma).
b. Patofisiologi
Beberapa teori menjelaskan bahwa masalah pada kelainan ini terletak
pada proses perkembangan esophagus. Trakea dan esophagus berasal dari
embrio yang sama. Selama minggu keempat kehamilan, bagian mesodermal
lateral pada esophagus proksimal berkembang. Pembelahan galur ini pada
bagian tengah memisahkan esophagus dari trakea pada hari ke- 26 masa
gestasi.
Kelainan notochord, disinkronisasi mesenkim esophagus dan laju
pertumbuhan epitel, keterlibatan sel neural, serta pemisahan yang tidak
sempurna dari septum trakeosofageal dihasilkan dari gangguan proses
apoptosis yang merupakan salah satu teori penyebab embryogenesis atresia
esophagus. Sebagai tambahan bahwa insufisiensi vaskuler, faktor genetik,
defisiensi vitamin, obat-obatan dan penggunaan alkohol serta paparan virus
dan bahan kimia juga berkontribusi pada perkembangan atresia esophagus.
Berdasarkan pada teori-teori tersebut, beberapa fektor muncul
menginduksi laju dan waktu pertumbuhan dan froliferasi sel pada proses
embrionik sebelumnya. Kejadian ini biasa terjadi sebelum 34 hari masa
gestasi. Organ lainnya seperti traktus intestinal, jantung, ginjal, ureter dan
sistem masculoskeletal, juga berkembang pada waktu ini, dan organ-organ
tersebut tidak berkembang secara teratur dengan baik.
c. Manifestasi Klinis
Secara umum atresia esofagus harus dicurigai pada pasien dengan :
kateter yang digunakan untuk resusitasi pada waktu lahir tidak bisa
dimasukkan ke dalam lambung,
bayi mengeluarkan sekresi mulut yang berlebihan,
tersendak, sionosis, atau batu pada waktu berupaya menelan makanan.
d. Penatalaksanaan
Pada prabedah, pasien ditengkurapakan untuk mengurangi kemungkinan
isi lambung masuk ke paru-paru,
Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk
mencegah aspirasi sekret.
pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomaly penyerta.
Foto thoraks dapat mengevaluasi abnormalitas skeletal, malformasi
kordiovaskular, pneumonia dan lengkung aorta kanan. Foto abdomen
bertujuan mengevaluasi abnormalitas skeletal, obstruksi intestinal dan
malrotasi. Foto thoraks dan abdomen biasanya sudah mencukupi,
penggunaan kontraks tidak terlaku sering dibutuhkan untuk
mengevaluasi atresia esofagus.
Pembedahan.
4. Atresia Ani
a. Definisi
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya
nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah
keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ
tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak
adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran
atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi
kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat
terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu
tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus
imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan
operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.
b. Patofisiologi
Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena
ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
atau tiga bulan
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari
tonjolan embrionik
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
c. Manifestasi klinis
Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula).
Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)
d. Penatalaksanaan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya.
Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti
perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal)
dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12
bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan
pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi
untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan
ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang
pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya
memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi
degan hemostratau skapel.
SKEMA PATOFISIOLOGI
Penumpukan sekret
Terbelahnya palatum
Ketidaksempurnaan pembentrukan rongga hidung
Bersihan jalan nafas tidak
efektif
Bersihan jalan nafas tidak
efektifNutrisi kurang dari kebutuhanNutrisi kurang dari kebutuhan
Kegagalan menghisap ASI
Kemampuan menghisap lemah
Terbelahnya bibir
Kegagalan penyatuan prosessus Nasal Medial
dan maksilaris
Lobioskizis
Kegagalan perkembangan jaringan lunak dan tulang pada trimester 1
Infeksi(rubella, etyomegali virus, toxcoplasma)
Predisposisi(genetic, hormonal,
factor obat)
Palatoskizis
Ansietas
Resiko infeksiResiko infeksi
Pada hidung Pembedahan
Pada bibir
Kegagalan penyatuan susunan palato
Kurang pengetahuan
Kurang pengetahuan
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1. Biodata
Dijumpai pada bayi baru lahir / bulan / tahun, lingkungan tempat tinggal
orang tua dekat dengan bahan toksik (periode fusi kedua). Rasio bayi laki-
laki dan perempuan 6 : 4.
2. Keluhan Untama
Ibu pasien mengatakan Pasien mengalami tersedak berulang kali
3. Riwayat kesehatan
1) Prenatal
Adanya satu atau lebih faktor predisposisi terjadinya labio /
palatoskisis antara lain toksisitas selama kehamilan, misal : rubella,
pecandu alkohol, terapi fenitoin, genetik, minimum obat / jamu, upaya.
2) Post Natal
Kondisi labio / palatoskisis adanya riwayat kesulitan dalam proses
manipulasi meneteki, mudah tersedak, distress pernafasan, dipsnea.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan TTV
(1) Suhu : Demam tinggi
(2) Nadi : Takikardi
(3) TD : Meningkat
(4) RR: Meningkat
Pemeriksaan Head to Toe
(1) Kepala, leher : Rambut tipis, menkilat, tipis, wajah tampak
pucat.
(2) Mata : sklera mata putih, konjungtiva merah muda,
(3) Telinga: bersih.
(4) Hidung : adanya celah, penumpukan sekret.
(5) Mulut : adanya celah,
(6) Paru-paru
Inspeksi: terdapat tarikan intercostae,simetris,takhipnea
Palpasi : tidak ada krepitasi
Perkusi: Suara paru sonor pada semua lapang paru
Auskultasi: suara nafas vesikuler
(7) Jantung
Inspeksi: tidak ada pembesaran
Palpasi : teraba ictus kordis
Perkusi: bunyi jantung pekak
Auskultasi : irama gallop,murmur
(8) Abdomen :
Inspeksi: bulat datar
Auskultasi: bising usus 35 x/ menit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi: suara perut timpani
(9) Ekstrimitas : jumlah jari 10
5. Pemeriksaan penunjang Rontgen
Sonde
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau tidak efektif dalam mendeteksi
ASI berhubungan dengan ketidakmampuan menelan / kesukaran dalam
makan sekunder dan kecacatan dan pembedahan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
mengeluarkan sekresi sekunder dan palato skisis, efek anastesi.
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
4. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan tehnik pemberian
makan dan perawatan di rumah
3. PERENCANAAN
Dx 1:
nutrisi kurang dari kebutuhan atau tidak efektif dalam meneteki ASI berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan …x 24 jam nutrisi yang adekuat dapat
dipertahankan.
Kriteria hasil :
- Orang Tua klien mampu mengetahui dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi anaknya.
- Orang tua pasien mengatakan bahwa ada peningkatan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi.
- Pasien dapat menghabiskan susu yang diberikan
- Adanya peningkatan berat badan
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan menelan dan
menghisap
mengidentifikasi makanan yang masuk
adekuat.
2. Gunakan dot botol yang lunak dan
besar atau dot khusus dengan lubang
yang sesuai untuk pemberian
minuman.
menurunkan resiko cidera pada area
mukosa palato skisis
3. Tempatkan dot pada samping bibir
mulut bayi dan usahakan lidah
mendorong makan / minuman ke
dalam
.
memberi kemudahan pemasukan nutrisi
adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolic
4. Berikan posisi tegak lurus atau semi
duduk selama makan.
membantu mempermudah jalannya
makanan masuk ke dalam saluran
pencernaan
5. Tepuk punggung bayi setiap 15 ml
minuman yang diminum, tetapi
jangan diangkat dot selama bayi
masih menghisap
membantu memfokuskan jalannya
makanan ke dalam saluran pencernaan.
6. Berikan makan pada anak sesuai
dengan jadwal dan kebutuhan
makanan yang masuk disesuaikan
dengan kebutuhan tubuh.
7. Jelaskan pada orang tua tentang
prosedur operasi; puasa 6 jam;
pemberian infus dan lainnya.
memberikan pengetahuan dasar untuk
membuat pilihan berdasarkan informasi
tentang pembedahan.
8. Prosedur perawatan setelah operasi,
rangsangan untuk menelan atau
menghisap, dapat menggunakan jari-
jari dengan cuci tangan yang bersih
atau dot sekitar mulut 7 – 10 hari;
bila sudah toleran berikan minuman
pada bayi dan minuman atau
makanan lunak untuk anak sesuai
dengan diitnya.
mengoptimalkan pengobatan tepat untuk
penyembuhan.
Dx 2:
Bersihkan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan jadwal kebutuhan
mengeluarkan sekresi sekunder dari plato skisis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan ...x 24 jam jalan nafas efektif.
Kriteria hasil :
- RR : 40-60 x/mnt
- Orang tua pasien mengetahui cara mengurangi resiko infeksi pasca
pembedahan
- Orang tua pasien mampu mendemonstrasikan cara mengurangi infeksi
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji status pernafasan selama
pemberian makanan
berguna dalam evaluasi derajat kesulitan
kemampuan menelan menghisap
2. Gunakan dot agak besar, rangsang
hisap dengan sentuhan dot pada bibir
mengontrol nutrisi yang masuk adekuat
3. Perhatikan posisi bayi pada saat
memberi makanan; tegak atau
setengah duduk.
membantu penelanan dan penurunan
resiko aspirasi
4. Beri makan secara perlahan mencegah resiko tersedak dan infeksi
5. Lakukan penepukan punggung
setelah pemberian minum
meningkatkan proses penyembuhan dan
menurunkan resiko infeksi.
6. Rubah posisi sesuai kebutuhan atau 2
jam sekali setelah pembedahan untuk
memudahkan drainage
peninggian kepala mempermudah fungsi
pernafasan
7. Lakukan isap lendir bila perlu menurunkan ketidaknyamanan
sehubungan dengan pengumpulan lendir
8. Bersihkan mulut setelah minum /
makan
menghilangkan partikel makanan dan
menurunkan resiko infeksi
DX 3:
Resiko Infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan ...x 24 jam klien tidak menunjukkan tanda-tanda
infeksi sesudah operasi
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi
2. Luka tampak bersih, kering
3. Tidak oedema
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk
drainage, bau dan demam
identifikasi dini dan pengobatan infeksi
dapat mencegah komplikasi lebih serius
2. Lakukan perawatan luka dengan hati-
hati dengan menggunakan tehni
steril
menurunkan resiko infeksi
3. Perhatikan posisi jahitan, hindari
jangan kontak dengan alat-alat tidak
steril misalnya alat tenun dan
lainnya.
meningkatkan penyembuhan dan
menurunkan resiko infeksi dengan
mempertahankan garis jahitan bersih
dan utuh.
4. Monitor keutuhan jahitan kulit mengontrol perkembangan kesembuhan
5. Hindari gosok gigi pada anak kira-
kira 1 – 2 minggu.
melindungi jaringan mulut dari cedera.
6. Perhatikan perdarahan, edema, dan
drainage
kondisi vaskuler jaringan meningkatkan
resiko perdarahan
DX 4: Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan tehnik pemberian
makan dan perawatan di rumah
Tujuan : orang tua dapat memahami metode pemberian makan pada
anak.
Krieria hasil :
- Orang tua mengetahui cara pemberian makanan dirumah
- Orang tua pasien mengatakan bisa memberi nutrisi sesuai anjuran
- Orang tua dapat mampu mendemonstrasikan cara peberian
makanan dirumah
- Berat badan meningkat
Intervensi Rasional
1. Jelaskan prosedur operasi sebelum dan
sesudah operasi.
memberikan pengetahuan dasar
untuk membuat pilihan
berdasarkan informasi tentang
perawatan selanjutnya dan
hasil.
2. Ajarkan pada orang tua dalam perawatan
anak; cara pemberian makan / minum
dengan alat, mencegah infeksi, dan
mencegah aspirasi, pada posisi saat
pemberian makan / minum, lakukan
penepukan punggung, bersihkan mulut
setelah makan.
membantu dalam
penyembuhan dan menurunkan
resiko infeksi
BAB III
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Labioskizis / Palatoskisis adalah merupakan konginetal anomali yang
berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Patofisiologi Kegagalan
penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase
embrio pada trimester pertama. Kegagalan bibir sumbing adalah terbelahnya /
bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nasal medial dan maksilaris
untuk menyatu selama masa kehamilan 6 – 8 minggu. Pada Palato Skisis
kegagalan penyatuan palatum pada masa kehamilan 7 – 12 minggu.
Penggabungan keduanya 7 dan 8 minggu masa kehamilan. Manifestasi Klinis
Pada labio skisis :Distorsi pada hidung, Tampak sebagian atau keduanya,
Adanya celah pada bibir. Pada palato skisis :Tampak ada celah pada tekak
(uvula), Adanya rongga pada hidung, Distorsi hidung, Teraba ada celah /
terbakarnya langit-langit saat diperiksa dengan jari, Kesukaran dalam
menghisap atau makan
Penatalaksanaan : Penatalaksanaan tergantung pada beratnya
kecacatan. Prioritas pertama adalah pada teknik pemberian nutrisi yang
adekuat, Mencegah komplikasi, Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan,
Pembedahan
4.2. Saran
Kepada seluruh pembaca baik mahasiswa, dosen pembimbing, tenaga
kesehatan, masyarakat, maupun instansi kesehatan untuk melakukan pencapaian
kualitas keperawatan secara optimal sebaiknya proses keperawatan selalu
dilaksanakan secara berkesinambungan karena perawatan tidak kalah pentingnya
dengan pengobatan karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan
yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai. Oleh sebab
itu perlu adanya penjelasan atau promosi kesehatan pada seluruh lapisan
masyarakat mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan terutama pada
pembahasan materi ini yaitu penyakit Labiopalatoskizis serta perawatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Yuliani, Rita, Suriadi, (2001), Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi I, Jakarta : CV.
Sagung Seto.
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, Jakarta : EGC.
Adele Pilliteri, Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak, EGC, Jakarta.
Cecily L. Betz. Linda, Linda A. Sowden, Buku Saku Keperawatan Pediatri, EGC,
Kedokteran : Jakarta, 2002.
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15, 2000, EGC : Jakarta.s