parental care behaviour

72
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makhluk hidup memiliki ciri-ciri yang yang membedakannya dengan makhluk tak hidup lainnya seperti kemampuannya untuk bergerak, memerlukan makanan, tumbuh dan berkembang, dan yang paling utama yaitu kemampuannya untuk berkembang biak untuk melestarikan jenisnya. Jika membahas tentang berkembang biak maka erat hubungannya dengan perilaku seksual dan pemeliharaan anak atau keturunan dari induknya. Jika anak atau individu baru telah lahir dari hasil perkembangbiakan maka yang menjadi masalah adalah bagaimana sistem pemeliharaan anak oleh induknya. Dalam pemeliharaan anak oleh induknya sering kali kita melihat anak atau keturunannya biasanya dipelihara oleh salah satu induknya (hanya oleh induk jantan atau betina) maupun dipelihara oleh kedua induknya. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pemeliharaan anak berhunbungan erat dengan sistem perkawinannya. Jika anaknya dipelihara oleh salah satu induknya baik jantan maupun betina maka hal ini mengindikasikan bahwa sistem perkawinannya yaitu poligami baik poliandri maupun poligini. Bila anak dipelihara oleh kedua induknya maka dapat dikatakan hewan ini 1

Upload: alit-biokunt

Post on 26-Oct-2015

509 views

Category:

Documents


33 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makhluk hidup memiliki ciri-ciri yang yang membedakannya

dengan makhluk tak hidup lainnya seperti kemampuannya untuk bergerak,

memerlukan makanan, tumbuh dan berkembang, dan yang paling utama yaitu

kemampuannya untuk berkembang biak untuk melestarikan jenisnya. Jika

membahas tentang berkembang biak maka erat hubungannya dengan perilaku

seksual dan pemeliharaan anak atau keturunan dari induknya. Jika anak atau

individu baru telah lahir dari hasil perkembangbiakan maka yang menjadi

masalah adalah bagaimana sistem pemeliharaan anak oleh induknya. Dalam

pemeliharaan anak oleh induknya sering kali kita melihat anak atau

keturunannya biasanya dipelihara oleh salah satu induknya (hanya oleh induk

jantan atau betina) maupun dipelihara oleh kedua induknya. Sehingga dapat

dikatakan bahwa sistem pemeliharaan anak berhunbungan erat dengan sistem

perkawinannya. Jika anaknya dipelihara oleh salah satu induknya baik jantan

maupun betina maka hal ini mengindikasikan bahwa sistem perkawinannya

yaitu poligami baik poliandri maupun poligini. Bila anak dipelihara oleh

kedua induknya maka dapat dikatakan hewan ini menganut sistem

perkawinan monogami atau setia pada satu pasangan sehingga kecenderungan

hidup anaknya sangat tinggi karena kedua tetuanya silih berganti menjaga

anaknya. Oleh karena itulah untuk lebih mendalami mengenai tingkah laku

memelihara anak pada hewan baik pada hewan invertebrata maupun

vertebrata yaitu dari superclass pisces, amphibi, reptile, aves dan mamalia

maka penulis merasa tertarik untuk membahas mengenai tingkah laku hewan

memelihara anak (Parental Care Behaviour).

1

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut.

1.2.1 Bagaimana bentuk tingkah laku pemeliharaan anak pada hewan?

1.2.2 Bagaimana tingkah laku pemeliharaan anak oleh hewan invertebrata?

1.2.3 Bagaimana tingkah laku pemeliharaan anak oleh hewan vertebrata?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut.

1.3.1 Untuk mengetahui bentuk tingkah laku pemeliharaan anak pada

hewan.

1.3.2 Untuk mengetahui tingkah laku pemeliharaan anak oleh hewan

invertebrata.

1.3.3 Untuk mengetahui tingkah laku pemeliharaan anak oleh hewan

vertebrata.

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bentuk Tingkah Laku Pemeliharaan Anak

Perilaku memelihara anak tidak dapat dilepaskan dari perilaku

berkembang biak (sexual behavior) dan mencari makanan (foraging

behaviour). Makhluk hidup dalam memelihara anak akan melakukan

beberapa tingkah laku yang unik dalam merawat anak-anaknya. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan anak oleh induknya

berhubungan erat dengan sistem perkawinan kedua induknya.

Pemeliharaan anak (parental care) didefinisikan sebagai segala bentuk

tingkah laku orang tua yang bertujuan untuk meningkatkan kelangsungan

hidup keturunannya. Perilaku memeliharaan anak meliputi persiapan liang

atau sarang sebagai tempat anak tumbuh berkembang setelah lahir,

penjagaan telur atau anak yang baru dilahirkan, menyiapkan proses

kelahiran dan memberikan makanan yang cukup untuk keberlangsungan

anak hingga siap dilepas ke alam bebas, serta perlindungan anak dari

predator.

1. Pemeliharaan Anak oleh Induk Betina (Maternal care)

Pada beberapa spesies hewan, sistem perkawinan mempunyai

hubungan yang erat dengan mekanisme pemeliharaan anak oleh

induknya. Pada sistem perkawinan poligini (polygyny), pemeliharaan

anak umumnya dilakukan oleh induk betina (maternal care). Pada

sistem ini, seekor hewan jantan kawin dengan beberapa hewan betina

sedangkan setiap hewan betina hanya kawin dengan seekor hewan

jantan. Pada beberapa kasus, pemeliharaan anak oleh induk betina

merupakan akibat dari fertilisasi internal serta adanya perbedaan

waktu antara proses perkawinan dengan kehamilan (gestation).

Fertilisasi internal yang terjadi di dalam tubuh hewan betina

menyebabkan hewan jantan kurang dipersiapkan untuk melaksanakan

pemeliharaan anak karena ketidakyakinan hewan jantan tersebut

tentang pewarisan faktor genetik kepada anaknya (paternity certain).

3

Selain itu, fertilisasi internal dan perkembangan embrio yang terjadi di

dalam tubuh hewan betina menyebabkan hubungan antar induk betina

dengan keturunnanya menjadi lebih besar sehingga pemeliharaan anak

oleh hewan betina menjadi sesuatu yang wajar. Adanya perbedaan

waktu antara proses perkawinan dengan kehamilan cenderung

memberi kesempatan kepada hewan jantan untuk mencari betina lain

di tempat berbeda. Dengan meninggalkan pasangannya, hewan jantan

lebih beruntung karena keberhasilan berkembangbiak selama

hidupnya lebih besar tergantung frekuensi perkawinannya. Berikut

merupakan contoh hewan yang mengembangkan perilaku maternal

care antara lain Ikan nila (Oreochromis sp.), Lele Amerika

(Platystacus cotylephorus), beberapa genus amphibia seperti

Gastrotheca, Flectonotus, Stefania, dan sebagainya.

2. Pemeliharaan Anak oleh Induk Jantan (Paternal care)

Perilaku memelihara anak oleh induk jantan memiliki

frekuensi yang lebih kecil dibandingkan pemeliharaan anak oleh induk

betina. Apabila pemeliharaan anak oleh induk betina berdasarkan

sistem perkawinan poligini, pemeliharaan anak oleh induk jantan

dikembangkan oleh spesies yang menganut sistem perkawinan

poliandri (polyandry). Seekor hewan betina kawin dengan beberapa

hewan jantan baik dalam waktu yang relatif bersamaan maupun dalam

waktu yang berurutan. Contoh pemeliharaan anak oleh induk jantan

yaitu Kuda laut (Hippocampus sp.) pada kelas Pisces yang melakukan

fertilisasi eksternal, katak Darwin (Rhinoderma darwinii) pada kelas

Amphibia, burung Rhea (Rhea americana) serta burung Jacana

(Jacana spinosus) pada kelas Aves.

Pada spesies burung Jacana, burung betina memelihara harem

yang terdiri dari beberapa burung jantan. Burung betina, yang

memiliki ukuran tubuh lebih besar daripada burung jantan,

mempertahankan harem dengan gigih agar tidak ada burung betina

lain yang datang untuk kawin dengan haremnya. Untuk setiap burung

jantan, pemilik harem akan bertelur beberapa butir. Setelah menetas,

4

anak akan dipelihara oleh burung jantan tanpa dibantu oleh pemilik

harem.

3. Pemeliharaan Anak oleh Kedua Induk (Biparental care)

Pemeliharaan anak oleh kedua induk, baik jantan maupun

betina, banyak dijumpai pada kelompok hewan yang menganut sistem

perkawinan monogami (monogamy). Pada sistem ini, seekor hewan

jantan dan seekor hewan betina membentuk pasangan, baik dalam

jangka waktu yang singkat maupun untuk jangka waktu yang lama.

Sistem perkawinan monogami jarang ditemukan pada kebanyakan

kelompok hewan, namun pada kelas Aves sistem tersebut banyak

dijumpai. Dimulai dari pembuatan sarang, mengerami telur hingga

memberikan makanan kepada anak dilakukan bersama-sama oleh

induk jantan dan betina.

Hal inilah yang menjadi kunci keberhasilan

perkembangbiakan spesies hewan yang mengembangkan perilaku

biparental care karena perlindungi terhadap pemangsa dan pemberian

makanan menjadi jauh lebih efisien dibandingkan hanya dilakukan

oleh salah satu induk saja. Perilaku pemeliharaan anak oleh kedua

induknya juga umum dilakukan oleh beberapa spesies hewan yang

termasuk dalam ordo Primata.

2.2 Tingkah Laku Pemeliharaan Anak oleh Hewan Invertebrata

Sebagai makhluk hidup yang masih sederhana, perilaku

memelihara anak pada hewan invertebrata sangat terbatas dan hanya

dilakukan oleh beberapa spesies. Hal ini mengingat sumberdaya yang dimiliki

oleh hewan betina seluruhnya digunakan untuk memproduksi telur sehingga

tidak ada cadangan energi untuk memelihara anak yang dihasilkan. Meskipun

demikian, bagi filum yang tingkat evolusinya lebih tinggi, contoh Filum

Arthropoda, perilaku memelihara anak sudah mulai dikembangkan seperti

yang ditunjukkan pada dua kelas berikut.

5

1. Kelas Insecta

Pada kelas Insecta, bentuk pemeliharaan yang paling umum setelah

menetas yaitu perlindungan anak terhadap predator serta penyediaan

nutrisi hingga anak mandiri. Pada sebagian besar kelas Insecta,

pemeliharaan anak dilakukan oleh induk betina (maternal care) namun

ada juga tipe pemeliharaan anak lain yang dilakukan oleh beberapa

hewan.

a. Lebah Madu (Apis mellifera)

Serangga yang memelihara anaknya antara lain lebah madu

(Apis mellifera). Lebah madu merupakan salah satu serangga sosial.

Koloni lebah madu yang ideal terdiri atas satu lebah ratu, kurang lebih

50.000 lebah pekerja, beberapa lebah jantan, kurang lebih 6.000 telur,

10.000 larva, dan 20.000 pupa. Lebah ratu merupakan satu-satunya

lebah dalam koloni yang mampu menghasilkan telur. Telur yang

dihasilkan 1.000-1.600 butir per hari. Lebah ratu dapat mengontrol

semua lebah dalam satu koloni dengan memproduksi feromon. Seekor

lebah ratu hanya mengalami satu kali kawin selama masa hidupnya.

Lebah jantan berasal dari telur yang tidak dibuahi. Lebah jantan hanya

berperan sebagai pejantan yang bertugas mengawini lebah betina

calon ratu lebah. Sperma yang diperoleh dari lebah jantan disimpan

dalam spermateka di bagian abdomen untuk membuahi telur yang

dihasilkan. Telur yang terbuahi akan berkembang menjadi lebah

betina sedangkan yang tidak terbuahi akan berkembang menjadi

jantan.

Sang ratu meletakkan sebutir telur di bagian dasar tiap-tiap

sel. Posisi telur berada di tengah sel dengan salah satu ujungnya

melekat pada dasar sel. Telur akan menetas 3 hari kemudian. Ketika

menetas dari telur, larva memproduksi feromon yang merangsang

lebah pekerja untuk memproduksi royal jelly. Selama 3 hari larva

tersebut diberikan royal jelly yang diproduksi dari kelenjar yang

terdapat di kepala lebah pekerja.

6

Gambar 1. Lebah pekerja memelihara larva dalam sel (kiri) dan larva

yang telah diberikan makanan berupa royal jelly (kanan)

Fase larva berlangsung selama 6 hari. Larva lebah betina

yang hanya diberikan royal jelly selama 3 hari akan menjadi lebah

pekerja yang steril, sementara larva yang terus diberi asupan royal

jelly akan menjadi lebah betina yang fertil. Sel-sel setiap larva

tersebut kemudian ditutup dengan lilin selama 12 hari. Setelah 21 hari

mulai dari peletakan telur oleh ratu, lebah pekerja dewasa akan

menetas. Pemeliharaan anak yang dihasilkan sepenuhnya merupakan

tanggung jawab lebah pekerja tanpa melibatkan campur tangan ratu.

b. Kumbang Air Raksasa (Belostoma sp.)

Kumbang air raksasa (Belostoma sp.) merupakan serangga

terbesar dalam ordo Hemiptera. Panjang tubuhnya kira-kira 3,8 cm,

beberapa jenis bahkan dapat mencapai ukuran 10 cm. Sungai dan

danau yang bersih serta ditumbuhi tumbuhan akuatik merupakan

habitat yang disukai oleh hewan ini. Meskipun tidak terlalu

berbahaya, kumbang air raksasa dapat menggigit manusia yang

mencoba memegangnya sehingga menyebabkan jemari dan tangan

membengkak.

7

Gambar 2. Kumbang air raksasa jantan (Belostoma sp.) dengan telur pada sayap

Kumbang air raksasa memperlihatkan perilaku pemeliharaan

anak oleh induk jantan (paternal care). Setelah perkawinan, betina

akan menempelkan telur-telurnya pada sayap jantan. Jumlah telur

yang dihasilkan sekitar 150 butir dan dibawa oleh induk jantan

kemanapun ia pergi. Induk jantan harus menjaga agar telur ini tetap

kering dan tidak ditumbuhi jamur selama tiga minggu sampai seluruh

telur menetas. Selama menjaga anaknya, hewan jantan tidak dapat

melakukan perkawinan. Jantan lebih banyak menginvestasikan waktu

dan energi dalam pemeliharaan anak, sementara hewan betina

berperan aktif mencari jantan untuk melakukan perkawinan.

2. Kelas Arachnida

a. Laba-laba (Stegodyphus lineatus)

Stegodyphus lineatus termasuk ke dalam genus Araneomorph

dan famili Eresidae. Telah ditemukan 21 jenis spesies dari genus ini.

Persebarannya mulai dari benua Afrika, Eopa sampai ke Asia. Namun

2 spesies yakni S. manaus dan S. annulipes hanya ditemukan di Brasil.

Salah satu jenis spesies yang telah dipelajari yakni Stegodyphus

lineatus. Laba-laba ini memiliki keunikan dalam tingkah lakunya

mengasuh anak.

Setelah mengeluarkan telurnya, laba-laba Stegodyphus

lineatus betina menempatkan kepompong telur di jaring laba-laba. Ia

kemudian menjaga telur-telur itu sampai bayinya menetas. Setelah

menetas, sang induk laba-laba terus mencari makan. Namun sebagian

besar makanan yang dimakan dimuntahkan kembali untuk menjadi

8

Gambar 3. Laba-laba (Stegodyphus lineatus)

makanan penuh nutrisi bagi anak-anaknya saat mereka masih kecil

dan tinggal di jaring laba-laba induknya. Hal ini dilakukan oleh induk

laba-laba hingga anaknya berusia sekitar satu bulan. Setelah sebulan

berlalu, induk laba-laba kemudian akan berbaring terlentang.

Tujuannya agar anak-anak laba-laba bisa memanjat tubuhnya lalu

membunuhnya. Anak-anak laba-laba itu kemudian memanjat tubuh

lalu membunuh induknya. Caranya, mereka menyuntikkan racun dan

enzim pencernaan ke tubuh sang ibu lalu memakannya. Setelah

mereka memakan induknya, para anak-anak ini lalu berpaling ke

sesamanya untuk saling memakan. Mereka memakan sebanyak

mungkin saudara mereka sebelum meninggalkan jaring laba-laba

milik induk betina yang telah mati itu.

b. Kalajengking (Heterometrus spinifer)

Hewan arachnida atau hewan berkaki delapan biasanya

memiliki anak dengan cara bertelur,namun ternyata kalajengking tidak

temasuk kedalam hewan arachnida yang bertelur. Kalajengking justru

seperti mamalia, melahirkan anak. Cara beranak seperti ini dikenal

dengan nama ovovivipar, yaitu telur berkembang di dalam tubuh

hewan betina, janinnya memanfaatkan makanan dari induk, dan

saatnya melahirkan tiba, bayinya akan keluar. Ketika melahirkan,

jumlah anak yang dikeluarkan berjumlah 12 ekor atau lebih. Mereka

keluar satu per satu. Setelah semua anaknya lahir, mereka diletakkan

diatas punggung ibunya hingga anak-anak ini cukup besar dan kuat

untuk hidup sendiri. Di bawah ini adalah gambar larva yang

diletakkan di punggung induk dan anak-anaknya yang sudah mulai

meninggalkan induknya.

9

2.3 Tingkah Laku Pemeliharaan Anak oleh Hewan Vertebrata

Hewan-hewan vertebrata yang lebih maju dari hewan invertebrata,

menunjukkan tingkah laku yang lebih kompleks dalam hal memelihara anak.

Perkembangan tingkah laku hewan-hewan ini dalam memelihara anak

semakin berkembang seiring dengan semakin tinggi kelas mereka. Perbedaan

tingkah laku hewan vertebrata disetiap kelas, mulai dari pisces, ampibia,

reptil, aves dan mamalia akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Superclass Pisces

Ikan sebagai salah satu hewan perairan mempunyai cara yang sangat

beragam dan kadangkala melakukan hal-hal yang unik dalam melindungi

telur-telurnya. Pemeliharaan anak pada ikan pelaksanaanya sangat sederhana,

yang sering tampak adalah menjaga telur atau mengipasi (fanning) telur yang

telah dibuahi. Beberapa ikan yang hidup di perairan dangkal, menghasilkan

telur yang lebih sedikit tetapi mereka cenderung melindungi telur-telur

mereka dari bahaya ataupun perubahan suhu. Beberapa telur ada yang

diletakkan pada batuan atau tumbuhan air. Hal ini membuat telur-telur

tersebut tahan terhadap hempasan arus, tapi mempermudah bagi pemangsa

untuk menemukan telur-telur tersebut. Penjagaan induk terhadap telur-telur

tersebut itulah yang dapat mencegah mereka menjadi santapan hewan lain

(Fahmi, 2001). Tentang induk mana yang bertugas dalam hal pemeliharaan

anak berhubungan dengan fertilisasi. Jika fertilisasi berlangsung didalam

tubuh ikan betina, pemeliharaan tersebut dilaksanakan oleh ikan betina

10

Gambar 4. Kalajengking (Heterometrus spinifer) dengan

anak-anaknya yang baru dilahirkan

(30%). Sebaliknya, jika fertilisasi berlangsung di luar tubuh ikan betina,

pemeliharaan tersebut dilakukan oleh ikan jantan (70%).

Sebagain besar jenis ikan melakukan fertilisasi secara eksternal,

dimana sel gamet dilepaskan begitu saja ke dalam air tanpa adanya

pengawasan. Tujuan dari dilakukannya metode ini adalah untuk

menghasilkan jumlah keturunan yang maksimum dengan harapan akan

mendapatkan lebih banyak keturunan yang dapat bertahan hidup. Tapi ada

juga beberapa spesies ikan yang melakukan pemeliharaan anak hanya kepada

keturunan yang memiliki kesempatan untuk bertahan yang lebih besar.

Terdapat beberapa macam cara pemeliharaan anak yang sering terjadi pada

kelas pices yakni:

a. Oral Brooding

Cara pemeliharaan anak jenis ini tidak banyak terjadi namun dapat

dijumpai pada Cichlidae, salah satunya Tilapia. Setelah fertilisasi ikan ini

akan memasukkan telur yang telah dibuahi ke dalam mulut hewan betina.

Dengan melakukan hal tersebut, kerusakan pada telur akan lebih rendah

daripada dibiarkan di alam bebas. Selain hal tersebut, dengan

menempatkan telur di dalam mulut, hewan betina dapat memberikan

perlindungan penuh kepada telurnya, serta dapat memberikan pasokan

oksigen yang banyak.

Salah satu spesies ikan yang melakukan pemeliharaan anak dengan

oral brooding adalah ikan nila (Oreochromis sp.). Setelah fertilisasi, telur

yang telah dibuahi dimasukkan ke dalam mulut hewan betina, dan dijaga

sampai telur menetas. Selama proses pengeraman ini, hewan betina tidak

11

Gambar 5. Oral brooding pada Tilapia

dapat makan sehingga tubuh hewan betina tampak sangat kurus. Setelah

dua hari, telur dalam mulut ikan nila akan menetas. Pada saat itu, anak-

anak ikan nila (burayak) masih memiliki cadangan makanan berupa

kuning telur, sampai kuning telur itu habis, sekitar 5-7 hari, burayak ini

masih tinggal di dalam mulut hewan betina dan akan dikeluarkan jika

waktunya tiba. Ketika burayak itu masih lemah, induk betina masih tetap

mengiring mereka dari belakang, namun setelah burayak bisa berenang

dengan kuat, induk betina akan mulai meninggalkan mereka dan

membiarkan mereka hidup mandiri.

b. Brood Pouches

Seperti cara oral brooding, brood pouches juga jarang ditemui.

Tapi cara ini dapat dilihat pada Sygnathildae. Salah satu spesies yang

melakukan pemeliharaan anak pada Brood Pouches yakni kuda laut

(Hippocampus sp.). Fertilisasi kuda laut terjadi ketika hewan betina

memasukkan sirip dubur ke dalam kantung telur jantan (Brood Pouches).

Setelah masuk ke kantung telur, betina mulai mengeluarkan sel telurnya.

Adanya sel telur ini menginduksi jantan mengeluarkan sperma. Hewan

jantan kemudian menjaga telur-telur ini tetap di kantungnya selama 2-3

minggu. Di dalam kantung telur jantan terdapat pembuluh kapiler yang

berfungsi memberikan makanan dan oksigen kepada anak-anak kuda laut.

Pada saat jantan siap melahirkan, kantung telurnya memanjang dan

berbentuk seperti elips. Kemudian terjadi tegangan otot dan kantung telur

mulai bergerak ke depan dan ke belakang, baru kemudian anak kuda laut

lahir (Effendi, 2002).

Anak-anak kuda laut tersebut tidak keluar secara langsung,

namun dibutuhkan waktu beberapa jam bahkan beberapa hari hingga

semua anak dalam kantung telur dikeluarkan. Setelah melahirkan ada

beberapa kuda laut jantan yang mengalami kematian akibat adanya

pembusukan sisa anak yang tidak berhasil dikeluarkan (mati) di dalam

kantung. Anak-anak ini sudah lebih dulu mati karena terlalu lama

menunggu antrian untuk keluar. Bangkainya tentu saja mengundang

infeksi bakteri yang dapat membuat kuda laut jantan meninggal. Untuk

12

kuda laut jantan yang berhasil hidup, kantung telurnya akan kembali ke

ukuran semula setelah melahirkan dan kemudian siap untuk kawin

kembali.

c. Integumentary cups

Pemeliharaan anak menggunakan integumentary cups terjadi pada

genus Platystacus. Pemeliharaan anak ini dilakukan dengan

menempatkann telur yang telah dibuahi di bagian lembut kulit ikan yakni

di bagian ventral tubuhnya. Salah satu spesies yang melakukan

pemeliharan anak seperti ini adalah Platystacus cotylephorus. Platystacus

cotylephorus sering disebut dengan ikan lele Amerika, karena ikan ini

hanya dapat ditemukan di Amerika.

Pemeliharaan anak ikan ini dilakukan oleh hewan betina. Ketika

pemijahan telah terjadi hewan betina akan mengeluarkan lendir dari bagian

ventaral tubuh, dan menempelkan lendir tersebut ke atas telur yang telah

13

Gambar 6. Brood Pouches pada kuda laut (Hippocampus sp.)

Gambar 7. Integumentary cups pada Platystacus cotylephorus di bagian

ventral tubuhnya (kiri), telur yang menempel diperbesar (kanan)

dibuahi. Pemeliharaan telur seperti ini memberikan posokan oksigen yang

cukup pada embrio di dalam telur serta mengurangi resiko terjadinya

sedimentasi telur pada lahan yang berlumpur. Selama proses pengeraman

ini yakni kurang lebih 2-3 hari, ikan betina akan berenang dengan sangat

berhati-hati dan menghindari gesekan dengan lumpur. Setelah telur

menetas, hewan betina akan menuntun anaknya dari belakang sampai

anaknya mampu berenang dengan baik dan dirasa aman untuk hidup

sendiri di alam liar.

d. Membuat Sarang

Pembuatan sarang pada ikan, hanya dilakukan oleh beberapa

spesies ikan saja. Sarang yang dibuat oleh ikan tidaklah seperti pembuatan

sarang pada burung, sarang ikan biasanya sangat sederhana dengan

menggunakan pasir, tumbuhan air maupun gelembung-gelembuang air

yang dibuat menjadi busa. Namun tidak semua spesies ikan membuat

sarang yang sederhana seperti itu, ada pula ikan yang membuat sarang

yang lebih rumit. Contohnya ikan Stickleback, ikan ini membuat sarang

dari tumbuhan air dengan merakitnya dengan bantuan lendir yang

dikeluarkan oleh ginjalnya. Spesies ikan lainnya adalah Heterotis

(Heterotis niloticus) dari Afrika. Ikan ini akan membuat sebuah dinding

dengan bahan tumbuahan air dan berlantaikan lumpur halus. Biasanya

tinnginya mencapai 100 cm dan jarak antar dinding berkisar 20-60 cm.

Setelah melakukan pemijahan di dalam sarang tersebut, maka hewan

betina akan pergi meninggalkan sarang melalui lubang yang telah dibuat di

dinding. Sedangkan hewan jantan akan tetap berada disana sampai telur-

telur mereka menetas. Lima hari setelah menetas, hewan jantan akan tetap

mengawasi anak-anaknya agak tidak dimangsa oleh predator, kemudian

setelah mereka mandiri maka hewan jantan tersebut akan meninggalkan

anak-anaknya sendiri di alam bebas.

14

Salah satu sarang ikan yang unik adalah sarang busa. Sarang busa

ini biasanya mengambang di permukaan air. Sarang ini dibuat oleh ikan

jantan dengan membuat gelembung dari mulutnya dari bahan udara dan

saliva. Pada Paradise fish (Macropodus opercularis), hewan jantan akan

membangun sarang busa dan menarik hewan betina untuk melakukan

pemijahan di sarang tersebut. Setelah pemijahan selesai hewan jantan akan

memasukkan setiap telur yang telah dibuahi ke dalam gelembung-

gelembung pada sarang satu persatu. Sekali pemijahan hewan betina dapat

mengeluarkan 500 buah telur. Setelah semua telur telah dimasukkan ke

dalam gelembung, hewan jantan akan terus berada disarang tersebut dan

menjaga telur-telur dari serangan predator. Pada masa-masa ini hewan

jantan akan mengamai perubahan psikologis diman hewan ini akan

menjadi sangat agresif.

15

Gambar 8. Heterotis (Heterotis niloticus) dari Afrika membuat sarang

dengan bahan tumbuhan air

Gambar 9. Telur-telur yang terdapat di dalam gelembung

Salah satu spesies ikan yakni Hoplian malabaricus, merupakan

salah satu spesies ikan yang membuat sarang dengan cara mengibaskan

ekornya pada dasar sungai dan membuat cekungan tempat menaruh telur.

Setelah sarang selasai dibuat, hewan jantan akan berusaha menarik

perhatian betina menuju sarang yang telah dia buat. Selanjutnya mereka

akan melakukan pemijahan di atas sarang. Telur yang telah dibuahi

kemudian akan diletakkan pada bagian cekungan sarang dan ditutupi

dengan menggunakan tumbuhan air oleh hewan. Hewan betina akan

meninggalkan telur-telurnya begitu saja, sedangkan hewan jantan akan

rutin mengunjungi sarang tersebut 2 kali sehari yakni pada siang dan

malam hari. Hewan jantan akan berubah menjadi agresif ketika hewan lain

mendekati sarangnya.

.

e. Swan Mussle

Ikan Bitterling (Rhodeus amorus) memiliki tingkah laku yang unik

dalam memelihara anak mereka. Ikan Bitterling betina tidak akan mau

mengelurkan sel telurnya tanpa adanya kerang (Swan Mussle). Jadi

sebelum melakukan pemijahan hewan jantan akan mencari kerang hidup

(Swan Mussle) yang cocok untuk melakukan pemijahan. Selama

menunggu hewan betina, hewan jantan akan menjaga kerang tersebut agar

tidak ada ikan lain yang mendekati area itu. Setelah ikan betina tertarik,

hewan jantan akan mengeluarkan spermanya di dalam shipon dari kerang,

16

Gambar 10. Induk jantan Hoplian malabaricus yang membuat

cekungan sarang ditutupi oleh tumbuhan air

kemudian hewan betina juga akan memasukkan sel telurnya ke dalam

shipon kerang dengan mengeluarkan ovopositor yang panjang. Selama

poses pengeraman, telur-telur tersebut akan tetap aman karena berada di

dalam kerang. Selama itu pula hewan jantan akan terus melindungi daerah

tempat kerang tersebut berada sampai telur-telurnya menetas dan keluar

dari kerang.

2. Kelas Amphibia

Apabila dibandingkan dengan kelas Reptilia, Aves ataupun

Mamalia, secara umum hewan pada kelas Amfibia menunjukkan perilaku

memelihara anak yang lebih sedikit namun menunjukkan kemajuan apabila

dibandingkan dengan kelas Piseces. Pada beberapa tahun terakhir baik di

lapangan ataupun penelitian di laboratorium, ditemukan beberapa bukti yang

mendukung adanya pemeliharaan anak pada kelas Amfibia. Pada hewan-

hewan Amfibi, pemeliharaan anak termasuk penyiapan sarang, penjagaan

telur atau berudu serta memberikan makanan kepada berudu. Telur-telur

sebagian besar hewan reptilia kekurangan cangkang pelindung sehingga lebih

rentan terhadap bahaya. Telur dapat mengalami serangan bakteri patogen,

jamur, sejumlah predator seperti lintah, serangga, laba-laba, ular serta hewan

lain. Pemeliharaan anak pada Amfibia mungkin telah berevolusi sebagai

tanggapan terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh ancaman fisik dan biologis

untuk bertahan hidup. Pada Amfibia, bentuk tingkah laku pemeliharaan anak

umum terjadi pada ordo Anura. Penelitian terhadap tingkah laku

pemeliharaan anak sebagian besar dilakukan pada beberapa spesies katak,

beberapa pada caecilian, sebagian juga terjadi pada salamander.

17

Gambar 11. Swan Mussle pada Ikan Bitterling (Rhodeus amorus)

a. Pemeliharaan anak pada Ordo Anura

Penyiapan Sarang

Pada beberapa hewan ordo Anura, baik jantan maupun betina

membangun sarang untuk meletakkan telur tetapi induk tidak selalu

menjaga telurnya setelah diletakkan. Sarang ini dapat berupa cekungan

lumpur di tepi sungai, liang bawah tanah, sarang berbusa yang

ditempatkan di atas air atau vegetasi, dan sarang yang dibuat dengan

beralaskan daun di sekitar telur.

Pembuatan sarang merupakan bentuk paling umum dari tingkah

laku pemeliharaan anak pada ordo Anura. Pada katak pohon Hyla

rosenbergi, induk jantan membangun sarang berlumpur dimana telur

diletakkan. Panjagaan induk di sarang jarang ditemukan, tetapi induk

jantan Hyla faber menjaga sarang ketika banyak katak jantan lain berada

di sekitar sarang. Ini menunjukkan manfaat utama dari pemeliharaan anak

pada spesies ini adalah untuk melindungi telur yang dikeluarkan dari

kerusakan oleh jantan pengganggu. Pada betina dari spesies Leptodactylus

tetap berada dengan telur-telurnya dalam sarang yang berupa liang di

dekat air, betina tersebut seringkali tetap di dalam sarang hingga telur

menetas. Pada spesies Leptodactylus fallax, kedua induk tetap berada di

dalam sarang busa di rongga tanah dan bersikap agresif terhadap hewan

lain pengganggu. Pembuatan sarang busa oleh induk jantan juga terdapat

pada Adelotus brevis, Nectophyrne afra, Engystomops pustulosus, dan

Trichobatrachus robustus.

18

Busa yang digunakan dalam pembuatan sarang merupakan hasil

sekresi dari betina sebelum telur dikeluarkan dari dalam tubuh. Induk

jantan akan berada di atas punggung betina kemudian menggerakkan

kakinya sehingga gerakan tersebut menyebabkan busa semakin

mengembang. Beberapa ahli berpendapat bahwa, di dalam busa katak

terdapat protein yang disebut Ranaspumin (Katak=Rana, Foam=spuma)

yang menyebabkan busa katak tidak mudah rusak.

Selain itu, terdapat beberapa hewan yang meletakkan telurnya di

permukaan daun. Salah satunya adalah katak dari genus Philautus,

Philautus femoralis. Philautus femoralis memulai ritual perkawinannya

dengan panggilan dari jantan, keduanya melakukan amplexus

(percumbuan). Selama amplexus, betina memilih daun yang terletak

sekitar 0,3 – 2 meter di atas tanah. Telur ini diletakkan di bagian ventral

daun sehingga mengurangi predator dari atas serta guyuran hujan deras.

Telur juga diletakkan di bagian ujung tepi, sehingga memungkinkan

untuk tetesan daun menuju kesana, hal ini menyebabkan telur akan

lembab dan kebutuhan air tercukupi. Betina akan mengeluarkan 7 – 22

telurnya sedangkan jantan akan mulai melakukan fertilisasi. Kedua induk

akan meninggalkan telur-telur tersebut, namun induk betina akan

menungguinya selama 1 hingga 3 jam. 37 – 49 hari kemudian, katak

muda berwarna coklat kehitaman muncul, katak muda jatuh ke tanah

tetapi kemudian berhasil merangkak naik kembali ke semak-semak.

19

Gambar 12. Induk jantan Hyla faber dari Brazil menjaga telur di

bagian tepi sarang yang dibuatnya

Penjagaan telur atau berudu

Pada beberapa famili seperti Alytes (Discoglossidae), menunjukkan

adanya bentuk penjagaan telur yang unik. Setelah telur dibuahi, induk

jantan membawa telur di sekitar kaki belakangnya, dilakukan dalam

waktu sekitar sebulan hingga berudu menetas dan dilepaskan di kolam.

Induk jantan mampu membawa hingga 100 telur sekaligus seperti terlihat

pada gambar 13 di bawah ini.

Selain pemidahan telur yang dilakukan oleh induk jantan,

pemindahan oleh induk betina juga terjadi pada beberapa spesies. Pada

famili Pipidae, genus Pipa, menunjukkan adanya perilaku memelihara

anak. Setelah telur dikeluarkan dalam air oleh induk betina dan dibuahi

oleh jantan, pasangan ini menunjukkan gerakan akrobatik yang kompleks

di air yang menyebabkan telur melekat ke punggung betina. Dalam

20

Gambar 14. Induk jantan Alytes sp. yang membawa telur di sekitar kaki

belakang

Gambar 13. Kedua induk Philautus femoralis dan telurnya

beberapa jam kemudian, jaringan berkembangan di sekitar telur sehingga

terbentuk kista yang menutupi telur. Pada beberapa spesies, termasuk

Pipa parva, P. myersi, dan P. carvalhoi, telur berkembang menjadi

berudu dan melanjutkan perkembangannya di air. Sepesies lain termasuk

P. pipa, P. arrabali, dan P. snethblageae, telur berkembang menjadi

katak muda baru kemudian keluar dari punggung induknya.

Pada tiga genus katak terestrial, Hemiphractus, Cryptobatrachus,

dan Stefania, telur dibawa di bagian punggung induk betina tanpa adanya

kantung pengeraman (brood pouch) yang tertutup. Beberapa peneliti

berasumsi bahwa kelenjar mukus di punggung induk betina menyekresikan

zat menyerupai lem yang menyebabkan telur melekat di tempatnya.

Kemungkinan telur menempel di punggung betina karena produksi mukus

dari oviduk. Tetapi belum ada penelitian lebih lanjut tentang proses

perkawinan dan peletakan telur. Semua telur pada genus ini mengalami

perkembangan langsung tanpa adanya fase berudu, langsung menetas

menjadi katak muda. Gambar 15 di bawah ini menunjukkan adanya telur

di punggung katak betina dari 3 genus yang berbeda.

21

Gambar 15. Induk betina katak Surinam (Pipa pipa) dengan telur di punggungnya

(kiri), proses kelahiran katak muda (kanan)

Pada genus Flectonotus, katak pohon, telur dibawa di bagian

kantong pengeraman dorsal dengan bukaan di bagian bawah tengah. Pada

F. goeldii dan F. obausi juga memiliki kantung pengeraman (brood

pouch). Kantong pengeraman yang paling sempurna pada genus ini

ditemukan pada spesies F. pygmaeus dan F. fitzgeraldi, dua spesies yang

berkerabat dekat. Kantong pengeraman tersebut benar-benar tertutup.

Jaringan pada kantong mengalami pembengkakan dan tervaskularisasi,

menunjukkan bahwa terdapat pertukaran gas antara induk dan embrio.

Perilaku mengerami (brooding) yang paling kompleks dari kelas

Amfibia dapat ditemui pada beberapa genus Gastrotheca, beberapa

kelompok yang termasuk ke dalam spesies arboreal dan terestrial. Katak

tersebut memiliki kantong pengereman yang telah tertutup sempurna

dengan bukaan kecil di bagian posterior. Induk jantan mendorong telur

22

Gambar 16. Induk betina dari genus Stefania (kiri), Hemiphractus fasciatus

(tengah), dan Cryptobatrachus pedroruizi dengan telur di punggung

Gambar 17. Induk betina dari spesies F. pygmaeus dan F. fitzgeraldi dengan

telur di punggungnya

ke dalam kantong. Jaringan di sekeliling telur membengkak dan menjadi

sangat tervaskularisasi, kemungkinan untuk menyediakan pertukaran gas

antara induk betina dan embrio namun tidak termasuk nutrien. Lebih dari

setengah spesies dalam genus memiliki menyelesaikan perkembangan

langsung dalam telur. Spesies lain dalam genus tersebut, menetas

menjadi berudu dan berkembang menjadi katak muda. Banyak spesies

mengeluarkan berudu di dalam kolam, namun beberapa menempatkan

berudu langsung di dalam air.

Beberapa spesies katak juga memiliki cara yang berbeda dalam

memindahkan serta menjaga telur yang sudah menetas (fase berudu).

Pada katak darwin (Rhinoderma darwinii), setelah telur menetas, induk

jantan membawa berudu ke dalam mulut mereka dan menurunkannya ke

dalam kantung vokal di mana hingga berudu berubah menjadi katak muda

(froglets). Induk jantan bisa membawa lebih dari satu kecebong di

kantung vokal mereka.  Setelah enam sampai delapan minggu, berudu-

berudu yang telah bermetamorfosis menjadi katak muda akan keluar dari

mulut induk jantan dan menyelesaikan perkembangannya di dalam air.

Berudu dari katak darwin memperoleh nutrisi dari membran kantung

vokal induk jantan. Struktur internal dari kantung vokal mengindikasikan

adanya aktivitas sekresi. Berudu yang baru menetas tidak mampu

23

Gambar 18. Induk betina dari Gastrotheca cornuta (kiri) dan Garstrotheca

ovifera dengan katak muda yang dikeluarkan dari punggungnya (kanan)

melakukan penyerapan melalui usus sehingga setiap nutrient diserap

melalui kulit.

Memberikan Makanan kepada Berudu

Bentuk pemeliharaan anak yang paling tidak biasa dari ordo Anura

adalah memberi makan berudu dengan telur yang dibuahi atau tidak

dibuahi. Perilaku ini berkaitan dengan berudu yang memiliki sumber

makanan terbatas. Induk betina Anotheca spinosa (Hylidae)

mengeluarkan telur-telur yang tidak dibuahi ke dalam kolam air yang

berisi berudu-berudu miliknya. Berudu tersebut kemudian memakan

semua telur yang tidak dibuahi tersebut pada perkembangan awalnya

sebelum cukup mampu memperoleh makanan sendiri.

Pada spesies Leptodactylus fallax, telur dikeluarkan dalam sarang

busa yang letakknya jauh dari sumber air seperti di bawah batu atau kayu,

batang pohon, atau liang bawah tanah. Induk jantan akan melindungi

24

Gambar 19. Katak Darwin (Rhinoderma darwinii) jantan dengan

katak muda di dalam kantung vokal

Gambar 20. Katak Anotheca spinosa (kanan) dan berudu yang

mengandung telur yang tidak dibuahi (kanan)

tempat daerahnya dan menarik betina ke tempat tersebut. Pasangan ini

memerlukan waktu hingga 14 jam untuk membangun sarang kemudian

bertelur. Ukuran sarang relatif kecil namun ukuran telur juga kecil serta

tidak memiliki cadangan kuning telur yang cukup untuk berudu dalam

menyelesaikan perkembangannya. Kedua induk menjaga sarang, induk

betina memasuki sarang secara berkala untuk meletakkan telur yang tidak

dibuahi sehingga dapat dimakan oleh berudu. Perkembangan berudu

relatif lambat, membutuhkan waktu hingga dua bulan hingga dapat

bermetamorfosis. Induk betina mengeluarkan telur rata-rata tiga hari

sekali, dengan berudu dalam satu sarang mengkonsumsi sekitar 10.000-

25.000 telur.

b. Pemeliharaan anak pada Ordo Urodela

Apabila dibandingkan dengan ordo Anura, perilaku pemeliharaan anak

pada ordo Urodela lebih sederhana. Salamander tidak menunjukkan

perlaku memindahkan telur atau memberi makan larva sehingga tingkah

laku hewan ordo Urodela dibatasi pada penyiapan sarang. Fenomena yang

jarang terjadi dalam pemeliharaan anak (parental care) dilaporkan pada

Ambystoma opacum, Hemidactylium scutatum dan Stereochilus

marginatus yang memiliki sarang bersama serta sejumlah betina yang

meletakkan telurnya pada sarang yang sama. Pada populasi Ambystoma

opacum, bersama dalam satu sarang jarang ditemukan, hanya sekitar 6-

5% atau lebih dari 300 sarang berisi telur dengan dua atau tiga induk

jantan. Pada beberapa kasus, lebih dari satu betina dengan telur-telurnya

25

Gambar 21. Induk betina Leptodactylus fallax sedang menjaga sarang

(kiri) dan berudu dalam sarang busa (kanan)

namun pada kasus lainnya hanya satu betina yang tampak dalam sarang.

Penelitian tentang sarang bersama pada Stereochilus marginatus hanya

sedikit dilakukan sedangkan lebih banyak penelitian tentang spesies

Hemidactylium scutatum. Beberapa peneliti berpendapat bahwa kehadiran

telur dengan lebih dari satu induk betina kemungkinan merupakan hasil

dari saling menggantikan antara induk betina di dalam sarang. Salah satu

betina akan meletakkan telurnya dalam sarang kemudian

meninggalkannya dengan telur lain yang memang sebelumnya terdapat

disana. Peneliti juga menemukan setelah betina memasuki sarang kembali

kemungkinan memakan beberapa telur individu lain untuk menambah

energi selama menunggu pengeluaran telurnya. Tidak ada bukti yang

menunjukkan betina saling menggantikan satu sama lain juga betina yang

datang paling akhir yang akan menjaga telur-telurnya. Namun fakta yang

kemudian ditemukan pada beberapa kasus, betina pertama tetap

meletakkan telur-telurnya meskipun di dekatnya terdapat sarang lain.

Bukti tentang perkelahian antara betina dan pemakan telur juga belum

ditemukan. Sarang bersama tidak muncul sebagai bentuk dari induk

parasit (brood parasitism) seperti pada beberapa burung, karena betina

memiliki keberhasilan reproduksi yang sama dengan telurnya sendiri atau

berkontribusi dalam sarang bersama yang terlihat pada Gambar 21 .

Perilaku memelihara anak (parental behavour) oleh induk betina

(maternal care) umum terjadi, termasuk pada genus Aneides,

Chiropterotriton, Desmognathus, Ensatina, Hydromantes, Lineatriton,

Parvimolge, Plethodon, dan Pseudoeurycea.

26

Gambar 22. Dua induk betina (Ambystoma opacum) berbagi sarang bersama

dengan telur yang terbungkus lumpur (kiri), betina Hemidactylium scutatum

dengan menempel telur pada lumut (kanan)

c. Pemeliharaan anak pada Ordo Caecilians

Hampir semua aspek biologi pada ordo Caecilians kurang dipahami

karena kebiasaan hewan ini yang tersembunyi serta habitatnya di bawah

tanah. Meskipun morfologi dari sistem reproduksi telah diketahui namun

aspek lain dari reproduksi belum diketahui. Induk betina pada kebanyakan

spesies yang bertelur menunjukkan perilaku menjaga telurnya. Spesies Sri

Lankan, Ichtyophis glutinosus, induk betina melilit telur yang akhirnya

menetas menjadi larva akuatik. Hampir semua laporan tentang penetasan

telur berasal dari famili Caecilidae, semua spesies dengan perkembangan

langsung. Ini termasuk Idiocranium russeli, Afrocaecilia taitana,

Siphonops paulensis, dan beberapa spesies dari genus Grandisonia,

Hypogeophis, dan Praslinia

3. Kelas Reptilia

Reptilia (dalam bahasa latin, reptil = melata) memiliki kulit

bersisik yang terbuat dari zat tanduk (keratin). Sisik berfungsi mencegah

kekeringan. Reptil hidup hidup di air dan darat dan terdiri dari 4 ordo yaitu

Crocodilia, Sphenodontia, Squamata, dan Testudinata. Tetapi tidak semua

reptil memiliki perilaku untuk memelihara anaknya. Pada saat akan menetas

dari telur, anak reptilia akan menggunakan tonjolan tajam di ujung

27

Gambar 23. Induk betina (Ichtyophis glutinosus) dengan telur dililitannya

(kiri) dan Siphonops paulensis dengan telur yang telah menetas (kanan)

moncongnya yang disebut “gigi telur” untuk melubangi dinding cangkang

telurnya. “ gigi telur” itu akan tanggal setelah menetas.

Pemeliharaan anak pada reptil didefinisikan sebagai perilaku pasca

ovipositional dari orang tua untuk meningkatkan kemungkinan kelangsungan

hidup keturunannya. Perilaku seperti ini jarang ditemukan pada kura-kura,

tetapi secara umum pemeliharaan anak dijumpai pada squamata dan buaya.

Pemeliharaan anak pada squamata (kadal dan ular) sangat sederhana yaitu

dari tahap pembuatan sarang sebagai tempat untuk meletakkan telur dan

menjaga sarang. Setelah anaknya lahir induknya akan pergi meninggalkan

anaknya. Pada beberapa jenis kadal dan ular, misalnya pada ular viper hutan

bergaris dua, telur-telur berada dalam tubuh induknya sampai menetas

(ovovivipar). Namun setelah lahir sang induk tidak akan merawat anaknya

dan membiarkan anaknya hidup sendiri langsung ke alam. Sehingga pada

squamata dapat dikatakan bahwa pemeliharaannya terbatas hanya pada

pengeraman telur sampai kelahiran anak.

28

Gambar 24. Kadal muda yang baru menetas dari telur

Gambar 25. ular Pit viper hutan bergaris dua dan anaknya sesaat

setelah kelahiran.

Perawatan anak atau keturunan setelah kelahiran secara umum

jarang ditemukan pada reptil. Pada squamata walaupun bisa dijumpai tetapi

terbatas pada periode waktu yang sangat singkat. Kecuali pada buaya,

pemeliharaan anak dapat dijumpai dari tahap pembuatan sarang, melindungi

sarang, dan menjaga keturunan atau anaknya sampai mereka mampu hidup

sendiri di lingkungan luar. Anak buaya Crocodylus niloticus dan

Mississipiensis alligator yang masih muda sering dirawat oleh induknya

dengan meletakkannya pada kantong pada mulutnya.

Buaya merupakan reptil yang yang mempunyai bentuk fisik mirip

dengan cicak raksasa. Ekor buaya bertindak sebagai dayung ketika berenang,

sehingga membantu bergerak cepat di dalam air. Selain sangat cepat bergerak

dalam air, buaya juga mampu berjalan di darat dengan kecepatan sekitar 28

mil/jam atau sekitar 45 km/jam. Buaya ada yang menguburkan telur-telurnya

tetapi ada beberapa jenis buaya tidak menggali lubang, tetapi membuat sarang

di air dari rumput liar. Bila suhu sarang naik, buaya mendinginkan sarang

dengan memercikkan air seni pada sarang. Ketika telur akan menetas, muncul

suara nyaring dari sarang. Suara ini mengingatkan induk bahwa saat yang

dinantikan segera tiba. Induk buaya mengeluarkan telur dan membantu

anaknya keluar dari cangkang telur, menggunakan giginya sebagai penjepit.

Tempat paling aman bagi anak yang baru lahir adalah kantung pelindung di

dalam mulut induknya, yang dirancang khusus untuk memuat setengah dari

bayi buaya yang telah dilahirkan. Induk betinanya akan sering membawa bayi

buaya dalam mulutnya ke dalam air, tempat anak-anak itu dijaga selama

beberapa minggu sampai cukup besar untuk hidup secara mandiri. Perilaku

ini menunjukkan bahwa buaya tidak hanya memiliki kekuatan gigitan yang

hebat, namun rahang buaya ini juga bisa dikontrol sesuai dengan tugas

tertentu.

29

Tetapi berbeda halnya dengan buaya Caimans yang ditemukan di

Amerika. Anak buaya yang telah lahir akan tetep berada dalam kelompok

buaya dewasa selama beberapa bulan. Begitu juga pada induk betina dari

Tuatara (Sphenodon punctatus) bertelur di sarang dan menjaga telur selama 4

hari.

Pemeliharaan anak pada reptil tidak berlangsung lama. Pada

spesies reptile yang memelihara anaknya, biasanya akan menunjukkan adanya

perubahan perilaku seperti bisa saja induknya memengsa anakny sendiri. Hal

ini terjadi jika terjadi gangguan dari luar seperti gangguan karena ulah

predator terhadap telur atau anakkya yang baru lahir. Seperti perilaku

reproduksi, pemeliharaan anak tidak didorong oleh mekanisme hormonal.

4. Kelas Aves

Tingkah laku pemeliharaan anak pada kelas Aves sudah lebih

berkembang dibandingkan dengan vertebrata lain kecuali kelas Mamalia.

Hampir seluruh spesies pada hewan kelas Aves menunjukkan adanya perilaku

memelihara anak setelah telur dikeluarkan, kecuali pada beberapa spesies

induk parasit yang meletakkan telurnya pada sarang spesies lain. Bentuk

pemeliharaan anak oleh induk jantan lebih umum ternjadi pada kelas Aves

dibandingkan dengan kelas vertebrata lain. Terkadang, perilaku memelihara

anak yang ditunjukkan oleh induk jantan dilakukan secara tidak langsung

seperti ketika induk jantan membantu membangun sarang ataupun memberi

makan betina pada saat bertelur dan mengerami. Pemeliharaan anak oleh

induk jantan ini dilakukan karena anak yang baru menetas biasanya lemah

dan tidak mampu mencari makan sendiri sehingga harus diberi makan oleh

indukmya (spesies altricial). Peran induk jantan disini sangat besar karena

kemampuannya mencari makan dan memberi perlindungan lebih besar

dibandingkan induk betina. Pemeliharaan anak oleh induk jantan dianggap

dapat meningkatkan ketahanan hidup anak. Sedangkan ketahanan hidup anak

30

Gambar 26. Buaya sedang membawa anaknya pada mulut.

apabila dipelihara oleh induk betina hanya ½ dari telur yang ditetaskan. Maka

dari itu, untuk mendapatkan keturunan yang sama, jantan dengan sistem

perkawinan poligini tanpa melakukan pemeliharaan anak harus memperoleh

minimal dua pasangan betina. Oleh karena itu, sebagian besar spesies altricial

cenderung memiliki sistem perkawinan monogami dengan bentuk

pemeliharaan anak oleh kedua induk (biparental care). Pada sebagian besar

subfamili avian yang dilaporkan oleh Silver et all (1970) dalam Ketterson

(1994), induk jantan mengerami telur dan menjaga anak (68%), selain itu

yang lainnya juga menunjukkan perilaku memberi makan anak (71%) atau

mengarahkan anak ke tempat makanan (73%).

Setelah telur menetas, beberapa spesies anak pada kelas Aves

sepenuhnya tergantung pada induk, sementara yang lain dapat meninggalkan

sarang dan mulai mencari makan sendiri. Berdasarkan perbedaan tersebut,

anak baru menetas dikategorikan sebagai altricial dan precocial. Karena

terdapat variasi dalam kedua kategori tersebut, ornitolog

mengklasifikasikannya ke dalam empat pola yaitu Precocial, Semiprecocial,

Semialtricial, dan Altricial. Berikut merupakan penjelasan dari masing-

masing pola tersebut.

Precocial. Spesies yang termasuk kategori ini menetas dengan keadaan

mata terbuka, dan tubuh sudah ditumbuhi bulu-bulu halus. Menurut

beberapa ahli, terdapat tiga tingkatan dalam pola Precocial yaitu:

1) Superprecocial, merupakan pola yang ditemukan pada anak ayam dari

Megapoda, yang benar-benar mandiri dan tidak menunjukkan adanya

perilaku memelihara anak setelah lahir oleh induknya. Spesies pada

kelompok ini tidak mengerami telurnya. Telur dari kelompok ini

diletakkan dalam sebuah lubang yang ditutupi dengan ranting-ranting

atau dedaunan kering. Setelah menetas anak burung akan keluar tanpa

bantuan dari induknya. Contoh burung dari kelompok ini adalah

burung maleo (Macrocephalon maleo) dan kalkun liar (Meleagris

gallopavo);

Burung maleo (Macrocephalon maleo)

31

Maleo termasuk burung yang bersifat monogami, setiap pasangan

jantan dan betina hampir dipastikan akan selamanya menjadi pasangan

yang tidak terpisahkan. Maleo tidak mengerami telurnya seperti bangsa

burung yang lain tetapi meletakkan telurnya di dalam tanah dan proses

penetasan terjadi dengan bantuan suhu lapisan tanah yang bersumber

dari panas bumi. Jumlah telur yang dihasilkan seekor maleo betina per

tahun tidak diketahui dengan pasti tetapi diperkirakan bertelur setiap

12-13 hari atau sekitar 30 butri setahun. Sebelum telur menetas, induk

maleo jantan mengumpulkan daun-daun kering sebagai tempat telur

diletakkan. Telur maleo akan menetas setelah 60 sampai 80 hari dan

anak maleo yang baru menetas secara perlahan berusaha untuk

menembus timbunan tanah dan muncul ke permukaan. Anak maleo

mulai menjalani kehidupan di alam bebas secara mandiri tanpa

pengawalan induknya. Aktivitas mencari makan, bertahan hidup

sampai dewasa, dan harus mampu mengatasi berbagai tantangan

membuat keberadaan maleo dan telur maleo menjadi sangat rawan

terhadap predator.

2) Precocial, pola ini ditemukan pada burung pantai (shorebirds) atau

unggas air (waterfowl), anak yang baru menetas mengikuti induknya

namun mampu menemukan makanan sendiri. Contoh hewan yang

termasuk dalam kelompok ini adalah angsa (Cygnus olor), bebek pekin

(Anas domestica)

Angsa (Cygnus olor)

Angsa putih merupakan hewan kelas Aves yang menunjukkan perilaku

hidup berkelompok kecuali pada saat mengerami telur induk angsa

selalu berpasangan. Pada habitat aslinya, induk angsa akan bersama

membuat sarang dari potongan ranting-ranting pohon, dedaunan, dan

bulu-bulu yang sudah tanggal, posisi sarang antara satu dan yang

lainnya biasanya saling berjauhan. Umumnya, angsa akan bertelur di

dalam sarang yang telah dibuatnya. Jumlah telur yang diletakkan

dalam sarang umumnya berjumlah 4-7 butir. Lama waktu pengeraman

telur adalah 28-35 hari. Induk angsa jantan menunjukkan perilaku

32

menjaga induk betina yang sedang mengerami dari berbagai gangguan

di dalam wilayahnya. Pada proses pengeraman telur, induk angsa

betina selalu mengambil peran yang lebih besar dibandingkan induk

angsa jantan. Sedangkan pada saat pengasuhan anak yang dilahirkan,

induk jantan dan betina akan melakukan bersama. Anak angsa yang

telah menetas, akan selalu mengikuti induknya. Beberapa penelitian

dilakukan untuk mengetahui bagaimana anak angsa yang baru menetas

mengetahui bahwa induknya yang akan diikuti. Dalam kajian yang

paling terkenal, Kontrad Lorenz membagi sarang telur angsa berkaki

abu-abu, meninggalkan beberapa telur dengan induknya dan menaruh

sisanya di inkubator (mesin pengeraman). Anak angsa yang dibesarkan

oleh induknya menunjukkan perilaku yang normal, yaitu mengikuti

induknya sebagaimana layaknya anak angsa dan akhirnya akan tumbuh

besar, berinteraksi, dan kawin dengan angsa lain. Ketika telur yang

dierami secara tiruan menetas, angsa itu menghabiskan beberapa jam

pertamanya dengan peneliti sebagai pengganti induknya. Dari hari

pertama menetas sampai seterusnya, anak angsa tersebut mengikuti

peneliti tanpa pernah berubah dan menunjukkan tidak ada pengenalan

terhadap induknya sendiri atau angsa dewasa dari spesies yang sama.

Sebagai angsa dewasa, angsa tersebut lebih menyukai didampingi

Lorenz dan manusia lain dibandingkan dengan spesiesnya sendiri.

Lorenz menyimpulkan bahwa apa yang dibawa oleh burung-burung itu

adalah kemampuan atau kecenderungan untuk memberi respon,

sedangkan dunia luar memberikan stimulus yang ditanamkan

(imprinting stimulus). Imprinting memiliki periode kritis (critical

period) yaitu suatu fase terbatas dalam perkembangans seekor hewan

ketika pembelajaran perilaku tertentu dapat berlangsung. Imprinting

secara umum telah dianggap sebagai sesuatu yang melibatkan hewan

yang sangat muda dan periode kritis yang agak pendek.

3) Subprecocial, anak yang baru menetas mengikuti induk serta diberi

makan oleh induk karena belum mampu memperoleh makanan sendiri.

33

Contoh hewan yang termasuk dalam kelompok ini yaitu burung grebes

(Echmophorus clarkii) dan burung loon (Gavia immer)

Great Northern Loon (Gavia immer)

Great Northern Loon (Gavia immer) merupakan kelompok burung

Loon akuatik paling besar yang ditemukan di berbagai tempat di

Amerika Utara atau selatan Eurasia. Burung Loon merupakan spesies

hewan yang menganut sistem perkawinan monogami dan tipe

pemeliharaan anak biparental care. Selama musim panas, loon

membangun sarang di atas danau atau kolam besar. Loon akan

menggunakan berbagai material yang ditemukan di sekitar tempat

tersebut untuk membangun sarang termasuk rumput, dedaunan pohon,

lumut, dan terkadang lumpur. Kedua induk bersama melakukan

pembangunan sarang dan pengeraman yang biasanya berlangsung

selama 26-31 hari. Anak loon yang baru menetas mampu bergerak dan

berenang stelah menetas namun belum mampu mendapatkan makanan

sendiri. Oleh karena itu, anak loon akan tetap berasa di sarang atau

terkadang berada di punggung induknya. Perilaku ini membuat anak

loon beristirahat, mempertahankan panas, dan menghindari predator

seperti ikan karnivora besar, kura-kura, burung camar, elang, dan

gagak. Anak loon akan tetap diasuh oleh induknya higga berumur 8

minggu. Setelah 8 minggu, mereka akan mampu menyelam untuk

mencari makanan sendiri. Pada umur 11 – 12 minggu, anak akan

terlepas dari asuhan induk dan memulai kehidupan mandiri.

34

Gambar 27. Anak burung maleo (Macrocephalon maleo) yang baru menetas

(kiri), angsa putih dan anaknya (tengah), burung loon dan anaknya (kanan)

Semiprecocial. Kelompok burung ini menetas dengan kedaan mata

terbuka, tubuh ditutupi dengan bulu halus, bisa berjalan atau berenang

setelah menetas akan tetapi anak burung akan tetap berada di dekat

induknya atau di dalam sarang. Contoh spesies dari kelompok ini adalah

burung camar.

Burung Camar Perak (Chroicocephalus novaehollandiae)

Burung camar adalah burung laut besar dan kuat dengan kaki yang

berselaput. Terdapat lebih dari 40 jenis burung camar yang hidup di daerah

pesisir seluruh dunia. Sebagian besar burung camar merupakan genus

Larus. Makanan dari burung camar yaitu ikan, telur, cacing dan serangga.

Burung camar merupakan pasangan monogami yang menjaga telurnya

bersama-sama. Proses perkawinan terjadi pada akhir April hingga awal

Juni. Sebelum bertelur, kedua induk akan membuat sarang bersama-sama.

Sarang ini dapat berupa dedaunan kering, jerami, ataupun bahan-bahan

yang diperoleh di pinggir pantai. Burung camar betina mampu

menghasilkan 2 – 3 telur. Kedua induk camar ini akan mengerami telurnya

bersama selama 3 – 4 minggu. Setelah telurnya menetas, anaknya tetap

tinggal di dalam sarang, kedua induknya secara bergantian memberikan

makanan kepada anaknya hingga anak mampu keluar dari sarang secara

mandiri.

Semialtricial. Burung pada kelompok ini menetas dengan tubuh tertutup

bulu halus. Anak yang baru menetas tidak mampu bergerak bebas

35

Gambar 28. Pasangan induk camar perak (Chroicocephalus

novaehollandiae) (kiri), Anak burung camar (Larus fuscus) yang baru

menetas tetap tinggal di dalam sarang (kanan)

sehingga tidak dapat meninggalkan sarang. Terdapat dua jenis semiatrial

yaitu: 1) semiatrial 1, anak lahir dengan mata terbuka contohnya elang dan

bangau; 2) semiatrial 2, anak lahir dengan mata tertutup contohnya burung

hantu.

Burung hantu Serak Jawa (Tyto alba)

Seperti sebagian besar hewan pada kelas Aves, burung hantu Serak Jawa

melakukan sistem perkawinan monogami, induk jantan dan betina

merawat anaknya bersama. Secara umum, Tyto alba aktif berburu setelah

senja dan dini hari, kecuali saat merawat anak perburuan berlangsung

sepanjang malam. Dalam hal bersarang, Tyto alba hampir sama dengan

burung hantu lainnya, hanya memanfaatkan sarang yang telah ada tanpa

ada usaha untuk membangun sarang. Mereka bersarang di lubang pohon,

celah batuan, bekas sarang burung lain, gua, bangunan tua, dan konstruksi

buatan manusia. Ada beberapa karakter yang menentukan keberadaan

sarang, seperti ketersediaan tempat untuk bersarang, jarak antar teritori,

kawasan untuk berburu, dan populasi mangsa. Burung hantu Tyto

alba memerlukan waktu sekitar 30 – 34 hari untuk mengerami telurnya

yang sejumlah 3 – 12 butir. Setelah menetas, induk jantan dan betina akan

merawat anak – anak selama lebih dari 75 hari hingga anak mereka

mampu pergi meninggalkan sarang (dispersal). Individu dewasa dalam

satu malam mampu memangsa 2 – 3 ekor tikus dewasa dan pada musim

berkembang biak konsumsi akan meningkat sesuai jumlah anak yang

menetas. Dapat diperkirakan, selama musim berkembang biak,

sepasang Tyto alba dan lima anaknya mampu memangsa lebih dari 1080

tikus. Ketika berlebih, terkadang hasil tangkapan berupa tikus atau

binatang lainnya disimpan sebagai cadangan di sarang atau tempat

tersembunyi lainnya

36

Altricial. Kelompok burung ini menetas dengan kondisi mata tertutup,

tubuh telanjang (tidak ditutupi bulu halus) dan tidak berdaya. Contoh

burung dalam kelompok ini adalah burung gereja, burung pelatuk, burung

merpati.

Burung pelatuk paruh gading (Campephilus principalis)

Pelatuk paruh-gading (Campephilus principalis) adalah salah satu spesies

dari familia Burung pelatuk, Picidae; binatang ini secara resmi didaftarkan

sebagai spesies terancam, namun pada akhir abad ke-20 telah ditetapkan

secara luas sebagai spesies yang telah punah. Pelatuk paruh gading hidup

secara berpasangan. Setiap pasangan diperkirakan selalu pergi bersama.

Pasangan burung ini akan kawin setiap tahun antara bulan Januari dan

Mei. Sebelum betina bertelur, mereka membuat sarang pada pohon mati

sekitar 8-15 meter dari tanah. Biasanya 2 atau 5 telur diletakkan dan

dierami selama 3 sampai 5 minggu. Kedua induk akan mengerami telur

dan menjaga anaknya, induk jantan bertanggung jawab terhadap sarangnya

pada malam hari karena siang hari bertugas mencari makanan. Kedua

induk akan memberi makan anak tersebut selama beberapa bulan. Pada

saat anak menetas, tubuhnya lemas, tidak tertutupi bulu halus, dan tidak

mempu bergerak keluar sarang sehingga tidak mampu mendapatkan

makanannya sendiri. Sekitar 5 minggu setelah menetas, anak akan mulai

belajar terbang. Bahkan, setelah mampu terbang sendiri induk akan tetap

memberikan makanan selama dua bulan lagi. Kedua induknya akan

berpisah dengan anaknya pada akhir musim gugur atau awal musim

dingin.

37

Gambar 29. Burung elang ekor putih (Buteo albicaudatus) (kiri) dan burung

hantu Serak Jawa (Tyto Alba) (kanan) sedang memberi makan anaknya

Meskipun sebagian besar hewan dari kelas Aves menunjukkan

tingkah laku pemeliharaan anak namun terdapat beberapa hewan yang

menunjukkan adanya penyimpangan tingkah laku pemeliharaan anak.

Hewan-hewan tersebut sebagian besar merupakan induk parasit, yaitu induk

yang membiarkan telurnya di dalam sarang hewan lain. Beberapa di antara

hewan induk parasit tersebut adalah:

a. Burung Cuckoo (Plaintive cuckoo)

Burung cuckoo merupakan salah satu induk burung parasit obligat

yang meletakkan telurnya pada sarang hewan lain, sebagian besar

diletakkan pada sarang beberapa burung gereja. Ketika tiba saatnya

bertelur, induk cuckoo betina akan bersembunyi di antara dedaunan

sambil mengawasi burung lain yang tengah membangun sarang. Belum

ditemukan kriteria apa yang digunakan oleh induk cuckoo betina untuk

memilih sarang burung yang akan dijadikan host (inang). Pada saat

burung inang akan meninggalkan sarang, induk burung cuckoo terbang

ke sarang tersebut dan bertelur di situ. Setelah itu, burung cuckoo akan

membuang salah satu telur pemilik sarang, kemungkinan untuk

mengurangi kecurigaan dari burung pemilik sarang.

Induk cuckoo menjalankan strategi yang hebat dengan penentuan

waktu yang tepat, sehingga anaknya dijamin memulai kehidupan yang

aman. Dalam satu musim cuckoo betina bertelur tidak hanya satu, tetapi

dua puluh butir. Oleh sebab itu, dia harus menemukan banyak induk

burung untuk memelihara anaknya, mengawasi banyak induk burung,

dan menentukan waktu yang tepat untuk bertelur. Induk cuckoo bertelur

sebutir setiap dua hari, dan setiap telur membutuhkan lima hari untuk

terbentuk di dalam ovarium. 

38

Gambar 30. Burung gereja Amerika (Spizella passerina) (kiri), burung pelatuk perut

merah (Melanerpes carolinus) (tengah), burung merpati New Zealand (Hemiphaga

novaeseelandiae) (kanan) yang sedang memberi makan anaknya

Setelah dua belas hari masa pengeraman, telur menetas. Empat hari

kemudian, ketika pertama kali membuka mata, anak cuckoo melihat

induk yang penuh kasih sayang—yang bukan induknya. Hal pertama

yang dilakukannya setelah menetas adalah membuang telur-telur yang

lain dari sarang ketika induknya pergi. Induk yang merawatnya itu

memberi makan anak cuckoo, yang dikiranya anaknya sendiri, dengan

hati-hati. Menjelang minggu keenam ketika anak cuckoo meninggalkan

sarang, akan terlihat seekor burung besar diberi makan oleh dua ekor

burung kecil yang merupakan pasangan burung yang bukan induknya.

5. Kelas Mamalia

Pemeliharaan anak pada mamalia sedikit berbeda dengan

pemeliharaan anak pada hewan lainnya. Hal ini disebabkan karena rata-rata

mamalia memiliki jumlah keturunan yang sedikit, sehingga mamalia

cenderung sangat memperhatikan keselamatan dari keturunannya. Proses

pemeliharaan anak pada mamalia dimulai dari masa kehamilan sampai pada

melepasakan anaknya saat dirasa cukup untuk hidup secara mandiri.

Pada mammalia pemeliharaan anak dilakukan oleh mammalia

betina (maternal care). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

Sistem perkawinan sebagian besar secara poligini. Dalam sistem ini seekor

mammalia jantan dapat mengawini beberapa betina dalam waktu

39

Gambar 31. Burung cukcoo di dalam sarang (kiri), burung inang

(Acrocephalus scirapaceus) yang sedang memberi makan

bersamaan, sehingga tanggung jawab pemeliharaan anak menjadi

tanggung jawab betina.

Sebagian besar mammalia betina mengandung anaknya di dalam rahim,

hal ini membuat induk betina lebih dekat dengan anaknya, jadi

pemeliharaan dilakukan langsung oleh betina.

Mammalia betina memiliki glandulla mammae yang aktif mengeluarkan

susu, sehingga dapat menyusui anaknya yang baru lahir.

Tingkah laku memelihara anak yang biasa terjadi pada mamalia

adalah proses menyusui. Tingkah laku spesifik dari spesies mamalia akan

dijelaskan sebagai berikut:

a. Eutheria/Placentalia

Orangutan (Pongo pygmaeus)

Eutheria merupakan Mamalia dengan jumlah terbesar dibandingkan

dengan golongan mamalia lain yakni Monotremes dan Marsupialia.

Eutheria memiliki plasenta yang berperan dalam pemberian nutrisi bagi

embrio saat masa kehamilan. Saalah satu contoh dari Eutheria adalah

primata. Primata merupakan mamalia yang memelihara anaknya dengan

sangat ekstensif. Proses pemeliharaan pada primata telah sangat

berkembang bahkan mendekati manusia. Proses pemeliharaan anak pada

primata ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Contoh

primata yang akan dijelaskan secara lebih terperinci adalah orangutan.

Orangutan memiliki sifat semi-soliter yang tidak biasa terjadi pada

ordo primata. Hewan jantan dewasa den hewan remaja jantan maupun

betina yang bebas akan bergabung. Sedangkan hewan betina dewasa hanya

akan bergaul dengan keturunannya serta sesama hewan betina yang telah

memiliki keturunan. Prilaku yang ditunjukkann oleh orangutan ini

menyebabkan proses pemeliharaan anak hanya dilakukan oleh hewan

betina saja.

Proses pemeliharaan anak oleh hewan betina orangutan sangat

intensif, karena keturunannya tidak akan pernah dilepaskan sampai usia

40

tertentu. Pada saat lahir sampai usia dua tahun bayi orangutan sangat

bergantung pada induknya, bayi ini akan selalu dibawa baik dalam

perjalanan, mencari makan dan tidur di sarang pada malam hari. Selama

empat bulan pertama hubungan induk-anak ini tidak pernah terpisah dan

selalu melakukan kontak ventro-ventral. Jumlah kontak fisik seperti ini

akan mulai berkurang selama bulan-bulan berikutnya sehingga pada usia

satu tahun, bayi orangutan hanya akan berhubungan dengan induknya

selama 25% waktu saja.

Pada usia dua tahun, induk mulai mengajarkan aktivitas fisik

seperti memanjat dan berayun. Periode remaja berlangsung ketika

orangutan memasuki usia dua sampai lima tahun dan pada masa ini

orangutan muda akan mulai melakukan eksplorasi sendiri tanpa

didampingi oleh induknya, namun eksplorasi tetap dilakukan di

lingkungan yang masih bisa dilihat oleh induknya. Pada usia ini juga

merupakan masa dimana induk betina melakukan penyapihan. Penyapihan

ini biasa dilakukan pada usia empat tahun. Pada usia delapan tahun

orangutan mulai menunjukkan perilaku seksualnya dan secara tidak

langsung tidak lagi bergantung kepada induknya.

b. Marsupialia

Kanguru (Macropus rufus)

Hewan Marsupials atau berkantung biasa menjaga anaknya di

dalam kantung yang terdapat di bagian ventral tubuhnya yang disebut

marsupium. Salah satu hewan Marsupial adalah Kangguru (Macropus

rufus). Pada kangguru, masa kehamilannya sangat pendek. Keturunan

yang dilahirkan ini berupa neonatus yang belum berkembang dengan baik.

Pada masa ini neonatus hanya berukuran beberapa centimeter saja dan

memiliki kondisi morfologi yang belum lengkap. Neonatus berada dalam

keadaan buta, dan tidak memiliki kaki belakang. Segera setelah dilahirkan

neonatus ini akan dipindahkan ke dalam marsupium. Pada marsupium ini

terdapat kelenjar susu sehingga dapat menutrisi neonatus yang akan

berkembang.

41

Setelah memasuki masrsupium, neonatus akan menghisap puting

susu dengan kuat dan menyebabkan puting susu induk betina

membengkak, hal ini menyebabkan neonatus akan tetap pada posisinya

walaupun induk betina melakukan aktivitasnya. Proses ini akan

berlangsung sampai anak kangguru dapat terlihat dari luar marsupium, dan

kemudian dapat meninggalkan marsupium. Namun anak kangguru ini

masih dapat berlindung di marsupim induk betina sampai anak tersebut

dapat melindungi dirinya sendiri.

c. Monotremata

Semua mamalia berkembang biak secara vivivar kecuali pada dua

famili dari Monotrenes yakni Ornithorhynchidae dan Tachyglossidae yang

berkembang biak secara ovivar.

Pada Platypus (Ornythorynchus anatinus), induk betina dapat

memproduksi 1-2 telur, 11-12 hari setelah kopulasi dan inkubasi selama

11-12 hari di dalam liang bawah tanah. Setelah proses kopulasi, hewan

betina akan membuat sebuat liang yang lebih dalam dan lebih rumit yang

mencapai 5-10 meter. Pintu masuk liang akan ditutup dengan dedaunan

agar dapat terlindung dari predator. Hewan jantan tidak berpartisipasi

dalam proses pemeliharaan anak ini. Hewan jantan akan mundur dari liang

tempat telurkurang lebih selama setahun, sedangkan betina akan menuju

bagian ujung dari liang dan membuat sarangnya di sana dengan

menggunakanan dedaunan. Dedaunan tersebut akan diangkut dengan cara

menyelipkannya di bawah ekornya yang melengkung. Setelah 11-12 hari

kopulasi, hewan betina akan menghasilkan 1-2 telur dan meletakkannya di

atas sarang yang telah dibuatnya. Telur yang dihasilkan berukuran kecil,

mirip dengan telur reptil namun sedikit lebih bulat dari telur burung. Telur

42

Gambar 32. Neonates kangguru di dalam kantong induknya

berkembang selama 28 hari dengan hanya sekitar 11-12 hari masa inkubasi

eksternal. Setelah meletakkan telurnya hewan betina akan melingkar di

atas telur untuk menjaga agar telurnya tetap hangat. Masa inkubasi

dipisahkan menjadi tiga bagian. Pada masa inkubasi pertama, embrio

belum memiliki organ fungsional dan bergantung pada kantung kuning

untuk bertahan hidup. Selama masa inkubasi kedua, telah terjadi

perkembangan pada jari dan gigi. Kemudian telur menetas dan

menghasilkan keturunan yang masih rentan dan buta. Masa inkubasi ketiga

yakni induk betina mulai menyusui anaknya.

Meskipun memiliki kelenjar susu namun Platypus tidak memiliki

puting susu. Pada bagian ventarl tubuh hewan betina terdapat alur yang

membentuk suatu cekungan yang akan menjadi tempat keluarnya susu

yang memungkinkan anaknya untuk menyusu. Proses menyusui ini akan

berlangsung selama tiga sampai empat bulan. Selama masa penyapihan,

hewan betina akan meninggalkan anakknya dalam jangka waktu yang

pendek dan membuat lapisan tanah yang tipis pada pintu masuk liang agar

anaknya tetap terlindungi dari predator. Setelah sekitar lima minggu,

hewan betina akan mulai menghabiskan waktu yang lebih lama di luar

liang dan setelah empat bulan, anak platypus akan mulai berani untuk

pergi meninggalkan liangnnya.

.

43

Gambar 33. Neonates Platypus (Ornythorynchus anatinus) sedang menyusu

Pada Echidna moncong pendek (Tachyglossus aculeatus), induk

betina dapat memproduksi hanya satu buah telur yang akan tetap berada di

dalam oviduct selama 27 hari. Induk betina kemudian akan memindahkan

telur tersebut ke dalam kantung inkubasi yang terletak di bagian ventral

tubuhnya dengan cara melengkungkan tubuhnya sehingga bagian kloaka

dapat bersentuhan dengan kantung inkubasi tesebut. Telur diinkubasi

dalam kantung tersebut dan akan menetas setelah 10-12 hari kemudian.

Telur yang telah menetas akan menghasilkan anak yang masih rentan, dan

induk betina akan merawat dan menyusuinya selama dua bulan. Setelah

dua bulan induk betina akan mengeluarkan dari kantung, namun sampai

berumur lima bulan induk betina masih mau memberikan susu pada

anaknya.

d. Mamalia Akuatik

Paus (Megaptera novaeangliae)

Seperti mamalia terseterial, Paus sebagai mamalia aquatik juga

memelihara anak mereka dengan cara menyusui dan juga selalu berada di

dekat keturunannya, sampai keturunnya dapat menjaga diri secara mandiri.

Paus memiliki masa kehamilan yang cukup lama yakni berkisar antara 15-

18 bulan kehamilan. Pada masa kehamilan ini paus akan menuju daerah

yang memiliki kondisi air yang sesuai dan sumber nutrisi yang cukup,

walaupun induk betina harus menempuh jarak bermil-mil untuk mencapai

44

Gambar 34. Echidna moncong pendek (Tachyglossus aculeatus)

tempat tersebut. Hal ini dilakukan agar keturunanya jauh dari predator dan

juga mendapat cukup sumber nutrisi.

Beberapa hari setelah dilahirkan, anak paus masih memiliki sirip

dan ekor yang lentur dan secara bertahap sirip ini nantinya akan menjadi

kaku. Induk betina akan terus menyusui dan menjaga anak mereka sampai

kira-kira berumur satu tahun atau beberapa kasus terjadi selama dua tahun.

Air susu dari paus memiliki kandungan lemak yang sangat tinggi.

Lemak merupakan sumber energi yang efisien untuk mendorong

metabolisme anak. Tingginya kandungan lemak pada air susu ini sangat

berguna bagi pembentukan lapisan kulit yang kaya lemak. Cadangan lemak

ini akan terus meningkat pada anak paus yakni sekitar 6% saat baru lahir,

menjadi 43% ketika saat beranjak dewasa, dan mencapai 300% setelah

menginjak waktu tua. Cadangan lemak ini menyebabkan paus bisa hidup

tanpa makananan selama bertahun-tahun.

Untuk dapat menyusu maka anak paus harus berenang ke sisi

bawah induknya untuk mencari celah susu yang ada di bagian perut induk

betina.

Anak paus hanya menyusu selam 5-10 detik setiap waktu dalan

melakuakannya beberapa kali selama satu jam. Selain dengan menyusui

paus selalu menjaga anaknya. Untuk mengurangi penggunaan energi oleh

anak, maka paus akan berenang di atas anaknya, hal ini menyebabkan

tekanan air di bawahnya berkurang, sehinga anak paus tidak memerlukan

energi yang besar untuk berenang.

45

Gambar 35. Anak paus yang menyusu dengan berenang ke sisi

bawah induknya

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Dari pembahasan di atas dapat dirumuskan beberapa simpulan seperti di

bawah ini.

1. Bentuk tingkah laku pemeliharaan anak yang terdapat pada hewan

terdiri dari 3 yaitu pemeliharaan anak yang dilakukan oleh induk Induk

Betina (Maternal care), oleh induk Jantan (Paternal care ) dan oleh

kedua induknya baik jantan maupun betina (Biparental care ).

2. Pada hewan invertebrata terdapat beberapa spesies hewan dari Class

Insecta seperti Lebah Madu (Apis mellifera) dan Kumbang Air

Raksasa (Belostoma sp.) dan dari Class Arachnida yang memelihara

anaknya yaitu Laba-Laba (Stegodyphus lineatus)dan Kalajengking

(Heterometrus spinifer).

3. Pada hewan vertebrata perilaku memelihara anak dapat dijumpai pada

beberapa spesies hewan dari ke 5 superclass yang ada pada vertebrata

baik dari superclass pisces contohnya kuda laut (Hipocampus sp.) dll,

Superclass Amphibi contohnya Katak Darwin (Rhinoderma darwinii),

46

Gambar 36. Anak paus berenang di sisi bawah induknya

Superclass Reptile contohnya Buaya (Crocodylus niloticus),

Superclass Aves contohnya Burung Cuckoo (Plaintive Cuckoo) dan

dari Superclass Mamalia contohnya Kanguru (Macropus rufus)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Eggs-Laying Mammals. South Brisbane. Queensland Museum

Setford,S.Ular dan reptilia lain diakses dalam http://books.google.co.id/book?

Taylor, C. 2000. Science Encyclopedia. Hong Kong. Kingfisher diakses dalam

http://books.google.co.id/books?

id=daKPJ7T8FhIC&printsec=frontcover&dq=kingfisher+science&hl=

en&sa=X&ei=zo1cUeHeHoLBrAf5l4CYAQ&ved=0CC4Q6AEwAA

Warmick,C dan Murphy,F. Health and Welfare of Captive Reptiles

Mandal, F. B. 2010. Textbook of Animal Behaviour (online). New Delhi: PHI

Learning Private Limited http://books.google.co.id/books?

id=LklwKsp4OnsC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=fal

se diakses tanggal 30 Maret 2013

Brock. Clutton, T.H. 1991. The Evolution of Parental Care (online). New Jersey:

Priceton University Press http://books.google.co.id/books?

id=uRS2WusqW8kC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=f

alse diakses tanggal 30 Maret 2013

Wells, K.D. 2010. The Ecology and Behaviour of Amphibians (online). Chicago:

University of Chicago Press.

http://books.google.co.id/books/about/The_Ecology_and_Behavior_of

47

_Amphibians.html?id=eDKEKy5JJbIC&redir_esc=y diakses tanggal

30 Maret 2013

Anonim. (Tanpa Tahun). BIO 554/754 Ornithology Parental care (online).

http://people.eku.edu/ritchisong/parentalcare.html diakses tanggal 2

April 2013

48