paradigma sains modern dan sains baru

26
PARADIGMA SAINS MODERN DAN SAINS BARU Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan dari bahasa Latin pada tahun 1483 yaitu paradigma yang berarti suatu model atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan (deik) Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir ( kognitif ), bersikap ( afektif ), dan bertingkah laku ( konatif ). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual. Istilah paradigm pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Khun (1962) dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs (1970). Paradigma menurut Thomas S. Kuhn (dalam Surajiyo, 2007) adalah suatu asumsi dasar dan asumsi teoretis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga menjadi suatu sumber hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.

Upload: risky-nurhikmayani

Post on 20-Dec-2015

884 views

Category:

Documents


191 download

DESCRIPTION

Metodologi Penelitian

TRANSCRIPT

Page 1: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

PARADIGMA SAINS MODERN DAN SAINS BARU

Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang

merupakan kata serapan dari bahasa Latin pada tahun 1483 yaitu paradigma yang

berarti suatu model atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang

berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan

(deik)

Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap

diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif),

bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti

seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam

memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam

disiplin intelektual.

Istilah paradigm pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Khun (1962)

dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs (1970). Paradigma menurut

Thomas S. Kuhn (dalam Surajiyo, 2007) adalah suatu asumsi dasar dan asumsi

teoretis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga menjadi suatu

sumber hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat

menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.

Scott mengartikan paradigma Kuhn sebagai :

a. an achievement, a new, accepted way of solving a problem which then is

used as a model of future work;

b. a set of  shared values, the methods, standard and generalizations shared

by those trained to carry on the scientific work modeled on that paradigm.

Dengan maksud lebih memperjelas lagi, George Ritzer mencoba

mensistesiskan pengertian yang dikemukakan oleh Kuhn,

Mastermann danFriedrich, dengan pengertian paradigma sebagai berikut:

Pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok

persoalan yang semestinya oleh suatu cabang ilmu pengetahuan (diciplin)

Page 2: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

Bertolak dari berbagai pengertian yang telah dikemukakan di atas,

pengertian paradigma oleh mereka tampaknya diberatkan pada beberapa unsur,

yaitu :

1. Sebagai pandangan mendasar sekelompok ilmuwan;

2. objek ilmu pengetahuan yang seharusnya dipelajari oleh suatu displin;

dan

3. metode kerja ilmiah yang digunakan untuk mempelajari objek itu.

Thomas Kuhn telah menggunakan sejarah sebagai dasar untuk menyusun

gagasan paradigmanya. Sejarah telah membantunya untuk menemukan konstelasi

fakta, teori, dan metode-metode yang tersimpan di dalam buku-buku teks sains.

Dengan jalan begitu, Kuhn menemukan suatu proses perkembangan teori yang

kemudian disebutnya sebagai proses perkembangan paradigma yang bersifat

revolusioner. Inilah rangkaianshifting paradigma Khun:

P1 – Ns – A – C – R – P2

P1 = adalah suatu simbol dari suatu paradigma yang telah ada dalam suatu

masyarakat sains

Ns = merupakan simbol dari pengertian ”Normal Science” atau sains yang

normal. Sains yang normal adalah periode akumulasi ilmu pengetahuan, di mana

ilmuwan-ilmuwan berorientasi dan memegang teguh paradigma pendahulunya itu

(P1). Sains yang normal merupakan usaha untuk mewujudkan janji melalui

perluasan pengetahuan dan fakta-fakta, dengan menaikkan tingkat kecocokan

antara fakta-fakta yang diperoleh dengan prakiraan yang terkandung di dalam

paradigma pengetahuannya (P1). Sains yang normal, sering menekan hal-hal baru

yang fundamental, karena hal-hal baru yang fundamental itu akan meruntuhkan

paradigma pendahulunya (P1). 

Keadaan ini tidak akan dapat bertahan secara terus-menerus. Gejala-

gejala baru yang tumbuh dan berkembang sebagai gejala alamiah, senantiasa akan

menjadi sebab yang menantang untuk meruntuhkan paradigma itu. Gejala-gejala

itu merupakan sebab dibutuhkannya penjelajahan-penjelajahan baru yang dapat

menanggapi gejala-gejala itu. Jika telah sampai pada periode ini, maka suatu

proses perkembangan sains segera berada pada periode anomali.

Page 3: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

A= merupakan simbol dari pengertian anomali. Anomali adalah periode

pertentangan antara kelompok ilmuwan yang memegang teguh pencapaian-

pencapaian lama (P2) dengan ilmuwan-ilmuwan yang menanggapi kehadiran

gejala-gejala baru itu, dan karenanya mereka menghendaki perubahan-perubahan

dan perkembangan komitmen-komitmen baru, yang dapat digunakan untuk

menjawab tantangan-tantangan baru dari gejala itu. Sebab utama kehadiran

periode ini adalah gagalnya paradigma lama (P1) untuk memecahkan masalah-

masalah baru yang hadir bersama gejala-gejala baru. Jika pertentangan ini

memuncak, maka proses perkembangan sains segera memasuki periode

terbarunya, yaitu periode krisis.

C= merupakan simbol dari pengertian krisis, yaitu suatu periode

perkembangan sains yang menunjuk pada kondisi pertentangan antara penganut

paradigma lama (P1) dengan kelompok yang menghendaki perubahan terhadap

paradigma lama. 

Krisis ini akan diakhiri oleh munculnya teori baru yang ditandai oleh

suatu proses penggantian kedudukan yang radikal, yaitu revolusi sains.

R = merupakan simbol dari pengertian revolusi sains, yaitu periode

munculnya teori baru yang secara radikal menggantikan teori lama. Revolusi sains

dibuka oleh kesadaran yang semakin tumbuh yang ditandai oleh pandangan

subdivisi masyarakat sains yang cenderung bersifat sempit, yaitu tidak

difungsinya lagi paradigma lama. Karenanya paradigma lama harus digantikan

oleh paradigma baru. Bertolak dari dasar proses ini maka lahirlah paradigma baru

(P2).

P2 = merupakan simbol dari pengertian Paradigma baru, yaitu paradigma

hasil revolusi sains yang menggantikan kedudukan paradigma lama (P1).

Berdasarkan karakter proses ini maka ciri untuk menentukan standar revolusi

sains adalah ada atau tidaknya penerobosan terhadap suatu komitmen sains yang

normal. Ciri lainnya adalah ada tidaknya anomali, krisis dan akhirnya pergantian

kedudukan terhadap suatu teori lama. Menurut Kuhn, revolusi sains tidak selalu

merupakan gejala eksplisit yang tegas.

Page 4: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

Terdapat 3 paradigma sebelum munculnya sains baru yang menjelaskan tentang

ilmu pengetahuan

Moral-Teologikal

(Aristotelian)

Mengacu pada pemikiran Aristoteles. Aristoteles lahir di Stagira, Yunani

Utara dari ayah seorang dokter di Macedonia. Pada usia 18 tahun

Aristoteles belajar di Akademi Plato di Athena dan tetap di akademi ini

sampai meninggalnya Plato, kemudian kembali ke Athena mendirikan

sekolah Lyceum.

Berpangkal pada pandangan ontologik-metafisika.Pandangan ontologik-

metafisika kental dengan pandangan idealistis dan teleologis.

Menurut Aristoteles, alam semesta merupakan suatu dunia ideal,

keseluruhan organis yang saling berhubungan, suatu sistem ide-ide (forms)

yang abadi dan tetap. Ketertiban alam telah ditetapkan sebelumnya (pre-

established) yang semua realitas terpusat dan ditentukan, diprogram, dan

ditata oleh serba keserasian oleh sang pencipta. Keserasian yang sempurna

(perfect harmony), ini ditentukan oleh sang pencipta (teologik).

Rasional(Cartesian):

Mengacu pada pemikiran Rene Descartes

Rene Descartes adalah seorang filsuf dan ahli matematika Perancis yang

lahir di La Haye Touraine, anak keluarga bangsawan. Dia belajar ilmu

pasti dan filsafat Skolastik. Ia senang merantau antara lain ke Jerman,

Belanda, Italia, dan Perancis yang kemudian menemukan ketenangan dan

menetap di negeri Belanda sejak 1629-1649. Pada masa inilah Descartes

banyak menulis karya ilmiah sehingga terkenal dengan sebutan Cartesian.

Berpangkal pada rasio subjek. Rasio subjek menyatakan bahwa manusia

yang berfikir sebagai pusat dunia.

Menurut Rene Descartes, alam memiliki struktur matematis. Descartes

menolak semua kebenaran apabila tidak dapat dideduksi dengan prinsip

matematika yang berangkat dari pengertian-pengertian umum yang

kebenarannya tidak dapat diragukan (clear and distinct). Semua fenomena

alam dapat dijelaskan dengan cara deduksi matematika. Descartes telah

Page 5: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

mematematikakan alam dan berkesimpulan bahwa alam raya

(makrokosmos) adalah mesin raksasa. Alam bekerja sesuai dengan

hukum-hukum mekanik. Segala sesuatu dalam alam materi dapat

diterangkan sebagai tatanan dan gerakan dari bagian-bagianya. Kehidupan

dan spiritualitas dalam alam raya tidak ada tujuan. Adapun manusia

(mikrokosmos) juga seperti itu yang di dalamnya terdapat unsur ruh dan

tubuh. Cara pandang dualisme seperti ini pada gilirannya menciptakan

pola pikir yang serba dikotomis melalui logika biner.

Saintifik(Galilean)

Mengacu pada pemikiran Galileo Galilei. Galileo Galilei lahir di Pisa,

Italia. Ia belajar dan kemudian mengajar di Universitas Pisa. Beberapa

tahun kemudian ia bergabung dengan Universitas Padua dan menetap di

sana hingga 1610. Pada masa inilah produktivitas temuan ilmiah Galileo

tersalurkan.

Berpangkal pada pandangan ontologik-metafisika. Pandangan ontologi-

metafisika Galileo dapat digambarkan bahwa alam semesta tidaklah

harmoni, serasi, selaras, dan seimbang, melainkan terdiri dari unsur-unsur

yang beragam dan penuh kesemrawutan - Menurut Galileo Galilei, alam

semesta tidaklah harmoni, serasi, selaras, dan seimbang, melainkan terdiri

dari unsur-unsur yang beragam dan penuh kesemrawutan (chaos),

bagaikan keberserakan dedaunan yang terjatuh dari pepohonan di musim

gugur. Kesemrawutan seperti ini merupakan koreksi total atas peradaban

manusia yang terjadi selama hampir 19 abad, tidak bergeming dari

pengaruh paradigma normative-teologik-kausatif Aristotelian. Galileo

menetapkan paradigma yang berbeda. Secara cerdas dan cermat Galileo

menetapkan fenomena dan pengamatan empiris sebagai titik tolak ilmu

pengetahuan. Ia meralat teori Aristoteles yang mengajarkan bahwa benda

yang lebih berat, membutuhkan waktu jatuh lebih cepat dari pada benda

yang lebih ringan. Melalui eksperimen, Galileo berkesimpulan bahwa

benda ringan dan benda berat jatuh pada kecepatan yang sama kecuali

sampai batas mereka berkurang kecepatannya akibat pergeseran udara

Persamaan Ketiga Paradigma :

Page 6: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

Sama-sama membahas tentang alam

Ketiga paradigma tersebut sama-sama tidak membenarkan bahwa ilmu

pengetahuan tidak lebih unggul dari agama.

Merupakan pemikiran tentang keseimbangan antara Tuhan, alam dan

manusia

Sains modern yang diprakarsai oleh Cartes dan Newton dimulai dari abad

ke 17 hingga akhir abad ke 20. Memasuki abad ke 20, orang-orang melihat

rusaknya lingkungan akibat ternyadinya eksploitasi secara berlebihan, melihat

fenomena yang nyata dan alami ini berlawanan dengan paradiogma yang ada

sehingga penerapan paradigm yang lama (paradigm sains modern) diaggap tak

lagi sesuai untuk diterapkan sehingga terjadinya perubahan atau pergeseran

paradigm dari paradigm sains modern ke paradigm sains baru yang diprakarsai

oleh Capra. Dalam Paradigma Sains baru ini memiliki konsep holistic sehingga

dianggap manusia merupakan bagian dari ekosistem, bukan bagian terpisah yang

dapat memanfaatkan lingkungannya hanya demi keuntunggannya, sehingga

dengan merasa sebagai bagian dari ekosistem diharapkan orang-orang akan lebih

arif dalam menggunakan lingkungan sekitar agar tidak membawa dampak yang

buruk bagi manusia itu sendiri

CARA BERFIKIR SAINS BARU & MODERN, PERTENTANGANNYA

SERTA PERBEDAANNYA

SAINS MODERN

Sains modern diidentikkan dengan paradigm deterministic, yang dapat

pula disebut paradigma Cartesian dan Newtonian (mengacu pada Rene Descartes

dan Issac Newton). Ada 6 macam asumsi paradigma Cartesian-Newtonian yang

dapat dilihat, yakni:

1. Subjektivisme-Antroposentristik

Dalam hal ini, manusia dipandang sebagai pusat dunia. Descartes melalui

pernyataanya cogito ergo sum, mencetuskan kesadaran subjek yang terarah pada

dirinya sendiri, dan ini adalah basis ontologis terhadap eksistensi realitas eksternal

di luar diri si subjek. Selain itu, subjektivisme ini juga tampak pada pandangan

Francis Bacon mengenai dominasi manusia terhadap alam. Letak subjektivisme

Page 7: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

Newton ada pada ambisi manusia untuk menjelaskan seluruh fenomena alam raya

melalui mekanika yang dirumuskan dalam formula matematika.

2. Dualisme

Pandangan mengenai dualisme ini tampak pada pemikiran Descartes.

Dalam hal ini, realitas dibagi menjadi subjek dan objek. Subjek ditempatkan

sebagai yang superiortas atas objek. Dengan ini, manusia (subjek) dapat

memahami dan mengupas realitas yang terbebas dari konstruksi mental manusia.

Subjek pun dapat mengukur objek tanpa mempengaruhi dan tanpa dipengaruhi

oleh objek. Paham dualisme ini kemudian mempunyai konsekuensi alamiah

dimana seolah-olah “menghidupkan” subjek dan “mematikan” objek. Hal

didasarkan pada pemahaman bahwa subjek itu hidup dan sadar, sedangkan objek

itu berada secara diametral dengan subjek, sehingga objek haruslah mati dan tidak

berkesadaran.

3. Mekanistik-deterministik

Alam raya dipandang sebagai sebuah mesin raksasa yang mati, tidak

bernyawa dan statis. Malahan, segala sesuatu yang di luar kesadaran subjek lalu

dianggap sebagai mesin yang bekerja menurut hukum matematika yang

kuantitatif, termasuk tubuh manusia.

Dalam pandangan mekanistik ini, realitas dianggap dapat dipahami dengan

menganalisis dan memecah-mecahnya menjadi bagian-bagian kecil, lalu

dijelaskan dengan pengukuran kuantitatif. Hasil dari penyelidikan terhadap

bagian-bagian yang kecil itu lalu digeneralisir untuk keseluruhan. Dengan

demikian, keseluruhan itu berarti sama atau identik dengan penjumlahan atas

bagian-bagiannya.

Pandangan yang deterministik juga tampak pada sikap dimana alam

sepenuhnya itu dapat dijelaskan, diramal, dan dikontrol berdasarkan hukum-

hukum yang deterministic (pasti) sedemikan rupa sehingga memperoleh kepastian

yang setara dengan kepastian matematis. Dengan kata lain, masa depan suatu

system, pada prinsipnya dapat diprediksi dari pengetahuan yang akurat terhadap

kondisi system itu sekarang. Prinsip kausalitas pada dasarnya merupakan prinsip

metafisis tentang hukum-hukum wujud. Determinisme ini juga didukung oleh

Laplace. Ia mengatakan bahwa jika kita mengetahui posisi dan kecepatan setiap

Page 8: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

partikel di alam semesta, kita akan dapat/sanggup memprediksi semua kejadian

pada masa depan.

4. Reduksionis

Dalam hal ini, alam semesta hanya dipandang sebagai mesin yang mati,

tanpa makna simbolik dan kualitatif, tanpa nilai, tanpa cita rasa etis dan estetis.

Paradigma ini memandang alam raya ( termasuk di dalamnya realitas

keseluruhan) tersusun/terbangun dari balok-balok bangunan dasar materi yang

terdiri dari atom-atom. Perbedaan antara materi yang satu dengan lainnya

hanyalah soal beda kuantitas dan bobot. Selain itu, pandangan reduksionis ini

berasumsi bahwa perilaku semua entitas ditentukan sepenuhnya oleh perilaku

komponen-komponen terkecilnya.

Pada jaman phytagoras maupun Plato, matematika itu mempunyai symbol

kualitatif. Namun pada masa modern ini, matematika hanya dibatasi pada soal

numeric-kuantitatif, unsure-sunsur simbolik ditiadakan.

5. Instrumentalisme

Focus pertanyaan di sini adalah menjawab soal ‘bagaimana’ dan bukan

“mengapa”. Newton bersikukuh dengan teori gravitasi karena ia sudah dapat

merumuskannya secara matematis meskipun ia tidak tahu mengapa dan apa

penyebab gravitasi itu. Yang lebih penting menurutnya adalah dapat

mengukurnya, mengobservasinya, membuat prediksi-prediksi berdasarkan konsep

itu, daripada soal menjelaskan gravitasi.

Modus berpikir yang instrumentalistik ini tampak pada kecondongan

bahwa kebenaran suatu pengetahuan atau sains itu diukur dari sejauh mana hal itu

dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan/kepentingan material dan praktis.

Semuanya diarahkan pada penguasaan dan dominasi subjek manusia terhadap

alam.

6. Materialisme-saintisme

Saintisme adalah pandangan yang menempatkan metode ilmiah

eksperimental sebagai satu-satunya metode dan bahasa keilmuan yang universal

sehingga segala pengetahuan yang tidak dapat diverifikasi oleh metode tersebut

dianggap tidak bermakna. Pada Descartes, Tuhan itu bersifat instrumentalistik

karena sebagai penjamin kesahihan pengetahuan subjek terhadap realitas

Page 9: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

eksternal. Pada Newton, Tuhan hanya diperlukan pada saat awal pencitpaan.

Tuhan menciptakan partikel-partikel benda, kekuatan antar partikel, hukum gerak

dasar, dan sesudah tercipta lalu alam ini terus bergerak seperti sebuah mesin ayng

diatur oleh hukum-hukum deterministic.

Bagi kaum materialis, pada prinsipnya setiap fenomena mental manusia

dapat ditinjau dengan menggunakan hukum-hukum fisikal dan bahan-bahan

mentah yang sama, yang mampu menjelaskan fotosintesis, nutrisi, dan

pertumbuhan.

Ada 3 pilar utama Sains Modern yang telah menggantikan sistem Aristotelian-

Ptolemeus yang berbau mistik neoplatonis dan teologi kristiani, yaitu:

1. Reduksionisme, yaitu faham yang melihat segala sesuatu terdiri atas bagian-

bagian. Menurut faham ini pemahaman terhadap setiap bagian akan

memberikan gambaran komprehensif tentang sesuatu itu.

2. Determinisme, yaitu faham yang meyakini bahwa semesta bekerja menurut

hukum sebab akibat yang pasti.

3. Objektivisme, yaitu faham yang meyakini kebenaran bersifat objektif, tidak

tergantung kepada pengamat dan cara mengamati. Sains Modern yang

dikenal dengan Newtonian memandang alam semesta tidak lebih dari

suatu sistem mekanis yang tunduk pada hukum-hukum matematika yang

pasti. Semua hal dapat diprediksi secara kuantitatif, sehingga tidak

menyisakan sedikitpun ruang bagi pertimbangan-pertimbangan yang

bernuansa kualitatif termasuk mental spiritual.

Sains Modern telah memberikan sumbangan besar bagi peradaban manusia,

namun dibalik itu semua dirasakan adanya kehampaan makna dan kekosongan

bagi sebagian besar umat manusia. Peradaban yang dihasilkan dari Sains Modern

tidak dapat dipungkiri telah sangat berhasil menggunakan secara optimal potensi

rasio manusia, namun disisi lain Sains Modern telah menjauhkan diri dari hal

lainnya yang lebih kaya dan bermakna. Ilmu pengetahuan dan teknologi di era ini

sangat begitu maju, namun disisi lain membuat manusia terasing dengan

lingkungannya, bahkan tidak mengenal dengan dirinya sendiri. Hal ini mendorong

manusia untuk kembali meneruskan pencariannya.

Page 10: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

SAINS BARU

Dalam paradigm deterministic dijelaskan bahwa ” bahwa manusia

merupakan pusat dunia” dan “alam raya tak lain adalah mesin raksasa”. Prinsip ini

juga mempunyai ciri dominasi manusia terhadap alam raya. Paradigma Cartesian-

Newtonian disatu sisi berhasil mengembangkan sains dan teknologi yang

memudahkan kehidupan manusia, namun di sisi lain mereduksi kompleksitas dan

kekayaan manusia itu sendiri. Pandangan Cartesian Newtonian ini turut

berkontribusi menimbulkan krisis ekologi. Pandangannya yang mekanistik

terhadap alam telah melahirkan pencemaran udara, air, tanah yang mengancam

balik kehidupan manusia. Paradigma ini menimbulkan sikap-sikap yang

antiekologis. Manusia modern secara sadar atau tidak menganut paradigma

Cartesian-Newtonian sebagai bagian, cara dan berada dalam sistem, pola serta

dinamika modernisme.

Sains Modern sangat mencengangkan karena telah menyingkap banyak dari

rahasia alam semesta, namun disisi lain banyak juga menghasilkan dampak

negatif.

Beberapa penemuan sains telah memperingatkan kita untuk meninjau

kembali /merevisi pilar-pilar paradigma Sains Modern. Teori Chaos

memperingatkan kita bahwa kita harus memperhatikan perubahan-perubahan kecil

karena memiliki potensi nyata untuk mengubah masa depan suatu sistem.

Butterfly Effect (Efek sayap kupu-kupu), adalah istilah dalam "Teori Chaos"

(Chaos Theory) yang berhubungan dengan "ketergantungan yang peka terhadap

kondisi awal" (sensitive dependence on initial conditions), dimana perubahan

kecil pada satu tempat dalam suatu sistem non-linear dapat mengakibatkan

perbedaan besar dalam keadaan kemudian. Istilah yang pertama kali dipakai oleh

Edward Norton Lorenz ini merujuk pada sebuah pemikiran bahwa kepakan sayap

kupu-kupu di hutan belantara Brazil secara teori dapat menghasilkan tornado di

Texas beberapa bulan kemudian.

Semesta terbukti tidak linear dan saling terkait satu dengan yang lainnya

secara dinamis. Semesta juga bersifat partisipatif sekaligus tertutup. Semesta

hanya mau menjawab pertanyaan sesuai dengan cara yang kita ajukan, tetapi

menyembunyikan yang lainnya. Fakta ini membuat metode penelitian

Page 11: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

membutuhkan revisi mendasar, meninggalkan pendekatan interogatif dan

menggantikannya dengan pendekatan keterlibatan/dialogis. Pendekatan ilmiah

pun sudah saatnya dilengkapi dengan pendekatan lain yang bersifat kualitatif, agar

kita dapat memanfaatkan secara optimal potensi kemanusiaan kita, seperti emosi,

intuisi, kemampuan spiritual dan kesadaran transendental.

Paradigma sains baru merupakan jawaban dari hasil temuan-temuan baru,

diharapkan dapat menghadirkan dimensi baru yang akan memperkaya makna

kehidupan serta mengantarkan kita untuk lebih dekat dengan hakikat realitas alam

semesta.

Ada dua alternatif paradigma Sains Baru yaitu paradigma Holisme-Dialogis

dan paradigma digitalis-informatisme.

Pada kesempatan ini akan difokuskan pada paradigma Holisme-Dialogis

yang merupakan jawaban langsung dari runtuhnya paradigma Newtonian. 3 Pilar

utama yang menunjang paradigma ini adalah:

1. Holisme-interkoneksitas

2. Probabilisme

3. Kontekstualisme

Sehingga muncullah paradigm sains baru yaitu paradigm holistic. Istilah

holistik mengandung makna menyeluruh atau utuh. Pendekatan holistik

memandang manusia secara utuh, dalam arti manusia dengan unsur kognitif,

afeksi dan perilakunya. Manusia juga tidak bisa berdiri sendiri, namun terkait erat

dengan lingkungannya.

Adapun karakter paradigm Holistik :

Karakter pertama dalam sistem paradigma holistik-dialogis adalah

pandangan ontologis yang mendekonstruksi realitas yang padat, beku dan statis.

Sistem paradigma holistik-dialogis membalikkan skema metafisika Aristotelean.

Karakter kedua filsafat holistik-dialogis adalah sibernetik ekologis.

Maksudnya adalah sebagai suatu pandangan yang memperlakukan alam raya

sebagai sistem hidup yang memiliki sistem pengendalian dan pengaturan diri.

Karakteristik ketiga paradigma holistik-dialogis berkaitan dengan

pandangan antropologisnya bahwa “subjek” merupakan pengertian yang

berkorelasi dengan subjek-subjek lain.

Page 12: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

Keempat, paradigma holistik juga berkarakter realis pluralis, kritis

konstruktif, dan sintesis-dialogis. Oleh karena dibangun atas dasar dialog dan

sintesis, maka paradigma holistik ini dapat berdialog dengan pelbagai wilayah

peradaban manusia, seperti dunia sains, kebudayaan kontemporer dan realitas

kehidupan global dengan segenap problematikanya.

Jadi, terdapat dua paradigma, yang pertama paradigma mekanik.

Paradigma ini di satu sisi berhasil mengembangkan dunia sains sehingga

mempermudah kehidupan manusia, namun di lain sisi mereduksi kompleksitas

dan kekayaan kehidupan manusia itu sendiri. Pendekatan persoalan melalui

paradigma ini cenderung bersifat sebagian;

Yang kedua, paradigma holistik (Capra 1982) merupakan paradigma baru

yg digunakan untuk mengembangkan teori, ilmu, pengetahuan, praktek dan pola

fikir untuk memecahkan masalah kerusakan sumber daya dan pencemaran

lingkungan yg meluas. Paradigma ini hadir sebab paradigma lama (Cartesian)

dipandang tidak memadai lagi untuk menjawab berbagai tantangan dan persoalan

yg dihadapi masyarakat modern.

SAINS MODERN VS SAINS BARU

Perbandingan Sains Modern dan Sains Baru

Pilar Utama Sains Modern Sains Baru

3 Pilar utama Reduksionisme

Determinisme

Objektivisme

Holisme-interkoneksitas

Probabilisme

Kontekstualisme

Objektivisme

Objektivisme merupakan konsekuensi logis paham dualisme yang

membagi alam semesta menjadi subjek dan objek yang saling terpisah secara

absolut. Subjek dalam hal ini manusia dapat mengamati, mengukur, dan

memahami objek sebagaimana adanya, tanpa pengaruh atau dipengaruhi oleh

objek. Hasil pengamatan itu sendiri bersifat objektif, dalam arti bukan

merupakan hasil konstruksi mental manusia dan juga tidak dipengaruhi oleh

proses pengamatan. Dengan demikian realitas atau kebenaran yang ditemukan

Page 13: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

bersifat absolut. Artinya jika sesuatu telah diterima atau dianggap benar,

maka semua yang tidak sesuai atau serupa dengannya pastilah salah.

Agar dapat menghasilkan kebenaran ilmiah, proses pengamatan harus

dilakukan berdasarakan metode ilmiah yang shahih. Jika tidak, hasil yang

diperoleh harus ditolak. Inilah yang kemudian dikenal sebagai paham

Materialisme-Saintisme (materialisme ilmiah) yang menjadi acuan dalam

penelitian-penelitian yang memberikan kontribusi kepada kemajuan sains

seperti yang kita lihat sekarang. Walaupun perlu digarisbawahi, bahwa tidak

sedikit pula temuan ilmiah yang tidak diperoleh melalui metode ilmiah.

Kontekstualisme

Kontekstualisme adalah doktrin yang menyatakan bahwa “ kebenaran”

tidaklah bersifat objektif. Kebenaran sangat tergantung pada pengamat dan

cara mengamati. Artinya bersifat kontekstual. Doktrin ini mengantar kita

kepada simpulan bahwa tidak ada kebenaran absolut karena semuanya

tergantung kepada cara pandang atau paradigma yang kita anut.

Kontekstualisme merupakan salah satu pilar utama dari paradigm

Holisme-Dialogis yaitu salah satu paradigma Sains Baru. Kontekstualisme

sebagai pengganti dari objektivisme pada paradigma Newtonian.

Realitas sangat tergantung kepada posisi dan cara kita mengamatinya.

Tidak terdapat kenyataan objektif yang menunggu untuk diungkapkan

rahasianya. Tidak ada rumus yang tetap untuk menerangkan realitas. Yang

ada hanyalah apa yang kita ciptakan melalui hubungan manusia dengan

manusia dan dengan peristiwa. Dengan demikian segala sesuatu selalu baru

dan unik (Wheatley, 1999). Dengan kata lain, kenyataan hanya akan mewujud

jika ada pengamat. Tanpa kehadiran pengamat, tidak akan ada kenyataan.

Kehadiran pengamat akan meruntuhkan gelombang probabilitas menjadi

kenyataan tunggal.

Dengan demikian, penjelasan atau deskripsi ilmiah yang selama ini

diyakini bersifat objektif yaitu terlepas dari manusia yang mengamati dan

dari proses pengetahuan, tidak lagi dapat dipertahankan. Kesadaran baru

terhadap adalah bahwa epistemologi, pemahaman atas proses ilmu

Page 14: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

pengetahuan, secara eksplisit tercakup ke dalam penjelasan terhadap

fenomena alam. Ini menunjukan bahwa realitas tergantung pada cara

pandang kita. Walaupun pada saat ini belum disepakati format epistemologi

yang tepat, namun mulai dapat diterima bahwa epistemologi harus menjadi

bagian integral dari setiap teori ilmiah(Capra, 1991).

Konsekuensi logis dari pergeseran yang dimaksudkan di atas adalah

bahwa semua penjelasan ilmiah bersifat “perkiraan deskriptif” bukan

merupakan “kebenaran absolut” sebagaimana yang diyakini dalam

paradigma Newtonian. Paradigma lama didasarkan pada keyakinan bahwa

pengetahuan ilmiah mampu mencapai kepastian yang mutlak dan final.

Sedangkan dalam paradigma baru, diakui bahwa semua konsep, teori, dan

hasil penyelidikan selalu terbatas dan hanya bersifat perkiraan.

Hak ini dapat mengantarkan kita kepada kesimpulan bahwa tidak ada

bentuk pengukuran yang netral, karena disadari bahwa semua objek

pengamatan, termasuk pengamatnya sendiri saling terkait dengan

“objek” yang lainnya. Kontekstualisme merupakan kepekaan terhadap

saling ketergantungan antara bagaimana segala sesuatu terlihat dan

lingkungannya yang menyebabkannya tampak demikian.

Perbandingan antara objektivisme dan kontekstualismeUnsur Filsafat Ilmu

Objektivisme Kontekstualisme

Ontologi Realitas berdasarkan objek. Kebenaran bersifat absolut

penjelasan atau deskripsi ilmiah yang selama ini diyakini bersifat objektif yaitu terlepas dari manusia yang mengamati dan dari proses pengetahuan

bahwa “ kebenaran” tidaklah bersifat objektif. Kebenaran sangat tergantung pada pengamat dan cara mengamati. Artinya bersifat kontekstual

tidak ada kebenaran absolut karena semuanya tergantung kepada cara pandang atau paradigma yang kita anut

kenyataan hanya akan mewujud jika ada pengamat. Tanpa kehadiran pengamat, tidak akan ada kenyataan. Kehadiran pengamat akan meruntuhkan gelombang probabilitas menjadi kenyataan tunggal.

Epistemologi Subjek dalam hal ini manusia dapat mengamati, mengukur, dan memahami objek sebagaimana adanya, tanpa pengaruh atau dipengaruhi oleh objek. Hasil pengamatan itu sendiri bersifat objektif, dalam arti bukan merupakan hasil

Realitas sangat tergantung kepada posisi dan cara kita mengamatinya

Wujud semesta/realitas di interpretasikan sesuai dengan persepsi manusia yang dibentuk oleh akumulasi

Page 15: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

konstruksi mental manusia dan juga tidak dipengaruhi oleh proses pengamatan.

Agar dapat menghasilkan kebenaran ilmiah, proses pengamatan harus dilakukan berdasarakan metode ilmiah yang shahih. Jika tidak, hasil yang diperoleh harus ditolak.

pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki

Semesta sangat partisipatif

Aksiologi Ini membuat manusia merasa bebas untuk mengamati semesta demi mendapatkan pengetahuan yang diperlukan untuk memanipulasi, mengontrol dan memanfaatkannya. Dengan kata lain, objektivisme mendorong lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang memberikan dominasi manusia terhadap lingkungannya

alam semesta terdiri dari unsur-unsur yang bertentangan tapi saling melengkapi. Kedua kekuatan saling bertentangan itu sebenarnya bersifat komplementaris, saling melengkapi, khususnya dilihat dari perannya untuk menjaga keberlangsungan proses yang menjadi sifat dasar semesta.

Kontekstualisme memberikan pelajaran bahwa kita harus bisa menerima perbedaan sudut pandang, kebenaran tidak bersifat absolut karena tergantung sudut pandang, oleh karena itu tidak ada bentuk pengukuran yang netral, karena disadari bahwa semua objek pengamatan, termasuk pengamatnya sendiri saling terkait dengan “objek” yang lainnya. Kontekstualisme merupakan kepekaan terhadap saling ketergantungan antara bagaimana segala sesuatu terlihat dan lingkungannya yang menyebabkannya tampak demikian.

Suatu Paradigma dapat mempengaruhi cara berfikir seseorang, karena

paradigm dalam disiplin intelektual merupakan cara pandang seseorang terhadap

diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berfikir, bersikap,

dan bertingkah laku. Suatu paradigm mempengaruhi seseorang biasanya lebih

kuat berasal dari lingkungan sekitar tempat orang tersebut, sesuai dengan shifting

Khun dituliskan pula P1 yang merupakan symbol dari suatu paradigm yang telah

ada dalam suatu masyarakat SAINS. Jadi, paradigm dalam suatu masyarakat akan

mempengaruhi cara berfikir orang-orang dalam masyarakat tersebut, namun tidak

menutup kemungkinan akan terbentuknya paradigm baru atau pergeseran

paradigm, hal ini bergantung aoakah terjadi anomaly atau pun paradigm yang dulu

dianggap sudah tidak sesuai lagi untuk diterapkan sehingga terjadilah pergeseran

dari paradigm lama ke paradigm baru yang dianggap lebih sesuai untuk

diterapkan.

Page 16: Paradigma Sains Modern Dan Sains Baru

DAFTAR PUSTAKA

Firdaus, Azhar. 2015. Paradigma Cartesian-Newton dan Krisis Ekologis. https://www.academia.edu/2397761/PARADIGMA_CARTESIAN-NEWTON DAN_KRISIS_EKOLOGIS. Diakses pada 12 februari 2015 pukul 15.31 WITA.

Saefudin,Imron. 2015. Paradigma Holistik. https://www.academia.edu/2008966/ Paradigma_Holistik. Diakses pada 12 februari 2015 pukul 15.33 WITA.

Soparie, Hery. 2015. Sains Modern vs Sains Baru. https://www.academia.edu/7212268 /Sains_Modern_versus_Sains_Baru. Diakses pada 12 februari 2015 pukul 15.34 WITA.

Usman, Halim. 2013. Peran Paradigma dalam Revolusi Sains Thomas S. Khun. http://pengetahuanhalimusman.blogspot.com/2013/12/peran-paradigma-dalam-revolusi-sains_19.html. Diakses pada 12 februari 2015 pukul 15.35 WITA.

Wikipedia. 2015. Paradigma. http://id.wikipedia.org/wiki/Paradigma. Diakses pada 12 februari 2015 pukul 15.30 WITA.

Winni, Triana. 2013. Mekanistik vs Holistik = Saling Menghargai. http://filsafat. kompasiana.com/2013/11/02/mekanistik-vs-holistik-saling-menghargai-604743.html. Diakses pada 12 februari 2015 pukul 15.32 WITA.