papua

77
PAPUA Papua Provinsi Lambang Slogan: Karya Swadaya Peta lokasi Papua Negara Indonesia Hari jadi 1 Mei 1963 (direbut dari Belanda) Ibu kota Jayapura Koordinat 9º 20' - 0º 10' LS 134º 10' - 141º 10' BT Pemerintahan Gubernu r Barnabas Suebu Luas • Total 309.934.4 km 2 (119,666.3 mil²) (setelah pembentukan Papua Barat ) Populasi (2010) [1] • Total 2.851.999 • Kepadat an 9.2/km 2 (24/sq mi) Demografi

Upload: omenjave

Post on 28-Dec-2015

142 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

bangsa

Papua: Suku Aitinyo, Suku Aefak, Suku Asmat, Suku Agast, Suku

Dani, Suku Ayamaru, Suku Mandacan,Suku Biak, Suku Serui,Suku

Mee, Suku Amungme, Suku Kamoro

Non-Papua/Pendatang:Jawa, Makassar, Bugis,Buton, Batak, Minahas

a,Huli, Tionghoa,

 • Agama Protestan (51,2%), Katolik(25,42%), Islam (20%), Hindu(3%), Budha (0,13%)

 • Bahasa Bahasa Indonesia dan 268 Bahasa Daerah

Zona waktu WIT

Kabupaten 27

Kota 2

Kecamatan 214

Lagu daerah Apuse, Yamko Rambe Yamko

Situs web www.papua.go.id

Artikel ini adalah tentang Provinsi Papua. Untuk penggunaan lain dari kata ini, lihatPapua

(disambiguasi).

Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau

Papua atau bagian paling timur West New Guinea (Irian Jaya). Belahan timurnya merupakan

negara Papua Nugini atau East New Guinea.

Burung endemik Tanah Papua

Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat, sehingga sering disebut

sebagai Papua Barat terutama oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), gerakan separatis

yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri. Pada masa

pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagaiNugini Belanda (Nederlands

Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea). Setelah berada bergabung dengan Negara Kesatuan

Republik Indonesia Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak

tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada

saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara

resmi hingga tahun 2002.

Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001 tentangOtonomi

Khusus Papua. Pada tahun 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah

dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur

tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya

Barat (setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah

Provinsi Papua pada saat ini.

Pemerintahan

Otonomi Khusus Papua

Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) memiliki 52 orang anggota.

Kabupaten dan Kota

No. Kabupaten/Kota Ibu kota

1 Kabupaten Asmat Agats

2 Kabupaten Biak Numfor Biak

3 Kabupaten Boven Digoel Tanah Merah

4 Kabupaten Deiyai Tigi

5 Kabupaten Dogiyai Kigamani

6 Kabupaten Intan Jaya Sugapa

7 Kabupaten Jayapura Sentani

8 Kabupaten Jayawijaya Wamena

9 Kabupaten Keerom Waris

10 Kabupaten Kepulauan Yapen Serui

11 Kabupaten Lanny Jaya Tiom

12 Kabupaten Mamberamo Raya Burmeso

13 Kabupaten Mamberamo Tengah Kobakma

14 Kabupaten Mappi Kepi

15 Kabupaten Merauke Merauke

16 Kabupaten Mimika Timika

17 Kabupaten Nabire Nabire

18 Kabupaten Nduga Kenyam

19 Kabupaten Paniai Enarotali

20 Kabupaten Pegunungan Bintang Oksibil

21 Kabupaten Puncak Ilaga

22 Kabupaten Puncak Jaya Kotamulia

23 Kabupaten Sarmi Sarmi

24 Kabupaten Supiori Sorendiweri

25 Kabupaten Tolikara Karubaga

26 Kabupaten Waropen Botawa

27 Kabupaten Yahukimo Sumohai

28 Kabupaten Yalimo Elelim

29 Kota Jayapura -

UU RI Tahun 2008 Nomor 6 adalah dasar hukum pembentukan Kabupaten Nduga di Provinsi

Papua, saat ini tidak terdapat jurisdiksiKabupaten Nduga Tengah.[2]

Daftar gubernur

No Foto NamaMulai

Jabatan

Akhir

JabatanKeterangan

1.Zainal Abidin

Syah1956 1961

Sultan dari Kesultanan Tidore serta

Gubernur Irian Barat.

2. P. Pamuji 1961 1962  

3. Elias Jan Bonai 1962 1964 Gubernur Irian Jaya  

4. Frans Kaisiepo 1964 1973  

5. Acub Zaenal 1973 1975  

6. Sutran 1975 1981  

7.Busiri

Suryowinoto1981 1982  

Amungme

Asmat

Ayamaru , mendiami daerah Sorong

Bauzi

Biak

Dani

Empur , mendiami daerah Kebar dan Amberbaken

Hatam , mendiami daerah Ransiki dan Oransbari

Iha

Kamoro

Mandobo/Wambon

Mee , mendiami daerah pegunungan Paniai

Meyakh , mendiami Kota Manokwari

Moskona , mendiami daerah Merdei

Nafri

Sentani , mendiami sekitar danau Sentani

Souk , mendiami daerah Anggi dan Menyambouw

Waropen

Wamesa

Muyu

Tobati

Enggros

Korowai

Fuyu

Senjata tradisional

Pisau belati Papua

Salah satu senjata tradisional di Papua adalah Pisau Belati. Senjata ini terbuat

dari tulang kaki  burung kasuari dan bulunya menghiasi hulu Belati tersebut. senjata utama

penduduk asli Papua lainnya adalah Busur dan Panah. Busur tersebut dari bambu atau kayu,

sedangkan tali Busur terbuat dari rotan. Anak panahnya terbuat dari bambu, kayu atau tulang

kangguru. Busur dan panah dipakai untuk berburu atau berperang.[3]

Jew, Rumah Adat Suku Asmat

Suku Asmat memiliki rumah adat yang bernama Jew (Rumah Bujang). Rumah Jew memang memiliki

posisi yang istimewa dalam struktur suku Asmat. Di rumah bujang ini, dibicarakan segala urusan yang menyangkut kehidupan warga, mulai dari perencanaan perang, hingga keputusan menyangkut desa mereka. Jew adalah tempat yang dianggap sakral bagi suku Asmat. Ada sejumlah aturan adat di dalamnya yang harus dipelajari dan dipahami oleh orang Asmat sendiri, termasuk syarat membangun Jew. Di dalam rumah adat suku Asmat ini juga tersimpan persenjataan suku Asmat seperti, tombak, panah untuk berburu, dan Noken. Noken adalah serat tumbuhan yang dianyam menjadi sebuah tas. Tidak sembarang orang boleh menyentuh noken yang disimpan di dalam rumah adat suku Asmat ini. Noken ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Ada syarat dan terapi-terapi tertentu yang harus dipatuhi pasien dan dipastikan sembuh. Seorang suku asmat di rumah bujang tersebut menceritakan bahwa pasien yang berobat secara adat, asal mematuhi aturan-aturan tersebut, kelak akan sembuh dalam waktu singkat. Berikut beberapa hal menyangkut rumah adat suku Asmat (Jew) :

Rumah adat suku Asmat yang dibuat dari kayu ini selalu didirikan menghadap ke arah sungai.

Panjang rumah adat suku Asmat ini bisa berpuluh-puluh meter. Bahkan ada Jew yang panjangnya bisa sampai lima puluh meter dengan lebar belasan meter.

Sebagai tiang penyangga utama rumah adat suku Asmat, mereka menggunakan kayu besi yang kemudian diukir dengan seni ukir suku Asmat

Mereka tidak menggunakan paku atau bahan-bahan non alami lainnya, tapi orang Asmat menggunakan bahan-bahan dari alam seperti tali dari rotan dan akar pohon.

Atap rumah adat suku Asmat ini terbuat dari daun sagu atau daun nipah yang telah dianyam. Biasanya warga duduk beramai-ramai menganyamnya sampai selesai.

Jumlah pintu jew sama dengan jumlah tungku api dan patung bis. Patung Bis mencerminkan gambaran leluhur dari masing-masing rumpun suku Asmat. Mereka percaya patung- patung ini akan menjaga rumah mereka dari pengaruh jahat.Jumlah pintu ini juga dianggap mencerminkan jumlah rumpun suku Asmat yang berdiam di sekitar rumah adat suku asmat.

Setelah rumah Jew berdiri, para lelaki biasanya pergi berburu menggunakan perahu Chi untuk memenggal kepala musuh. Suku Asmat memiliki keunikan dalam mendayung perahu Chi yang bentuknya menyerupai lesung, yang terbuat dari pohon ketapang rawa, panjang sebuah chi bisa mencapai dua belas meter. Untuk membuatnya diperlukan waktu satu sampai dua minggu. Dayungnya terbuat dari kayu pala hutan dan bentuknya menyerupai tombak panjang. Sebagian perahu Chi diberi ukiran ular di tepinya serta ukiran khas Asmat di bagian kepalanya. 

Ular merupakan simbol hubungan antara suku asmat dengan alam. Perahu menjadi alat yang penting bagi mereka untuk mencari ikan sepanjang hari. Mengambil sagu, berburu buaya, berdagang, bahkan berperang. Dengan perahu ini, mereka bisa melintasi sungai hingga puluhan kilometer. Kedekatan suku Asmat dengan perahu kini menjadi atraksi menarik. Atraksi ini menggambarkan bagaimana suku Asmat berperang. Namun semenjak misionaris datang sekitar tahun lima puluhan, perang antar suku sudah tidak ada.Saat kembali, tetua adat akan menyambut mereka, menanyakan jumlah musuh yang berhasil dibunuh. Pesta pengukuhan rumah Jew dilakukan sepanjang malam. Mereka menari dan bernyanyi diiringi pukulan alat musik tradisonal Papua, Tifa. Dengan melakukan atraksi ini, orang suku Asmat percaya, roh para leluhur mereka akan datang dan akan menjaga rumah mereka. Jew adalah salah satu bagian dari nilai-nilai suku asmat yang melihat rumah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka. Suku Asmat, selain itu pandai membuat ukiran dan memahat yang sarat simbol leluhur mereka.

Upacara Barapen, Simbol Perdamaian Papua

Makan bersama tak sekedar hal biasa yang dilakukan sehari-hari bersama keluarga jika anda berada di Papua. Masyarakat Papua memiliki satu kebiasaan menyantap makanan bersama yang sebelumnya dilakukan ritual terlebih dahulu. Ritual yang dimaksud adalah upacara adat Barapen atau bakar batu. Upacara ini biasanya dilaksanakan dalam acara-acara adat. Awalnya upacara ini hanyalah sebagai simbol perdamaian. Namun, budaya ini makin hari dimaknai semakin luas. Upacara bakar batu lantas dilakukan untuk peresmian acara tertentu. Seperti peresmian gedung dan pesta adat lainnya.    

                                                                Foto:Berita Daerah-Herwantoro

 

 

Bakar batu ini sudah dilakukan sejak turun temurun oleh suku-suku asli yang tinggal di Papua. Mungkin anda bertanya-tanya, mengapa namanya bakar batu ya? Karena pada prosesi tersebut, mereka tak sekedar menyantap makanan bersama-sama, tetapi biasanya didahului dengan acara membakar batu. Mula-mula batu dibakar hingga panas. Setelah panas, lalu batu dimasukan kedalam lubang yang telah dialasi daun pisang. Kemudian, makanan siap untuk dimasak. Bahan-bahan makanan pun dimasukkan, seperti daging babi, sayur, dan juga umbi-umbian. Setelah semua bahan dimasukkan, lalu ditutup dengan daun dan batu di atasnya. Tunggulah beberapa menit, hingga masakan matang.  Setelah itu, saat yang ditunggu-tunggu pun tiba, yaitu menyantap makanan bersama-sama.  

                                                               Foto:Berita Daerah-Herwantoro

 

 

Makanan yang dimasak menggunakan batu dengan aroma dedaunan memberikan wangi yang begitu menggoda. Hmmm, rasanya tak sabar untuk ikut mencicipinya. Suasana akrab yang terjalin ketika memasak bersama-sama menambah lahap dalam menyantap makanan ini. Di Papua sendiri biasanya upacara bakar batu dapat dijumpai di Kabupaten Jayawijaya.

Tradisi Tato Suku Moi Papua Barat Mulai Luntur

Suku Moi di Papua Barat punya tradisi menghias tubuh dengan tato. (ANTARA/Alexander W

Loen)

 JAYAPURA - Tradisi membuat mentato tubuh Suku Moi di Kabupaten Sorong, Papua Barat, mulai luntur, kata peneliti di Balai Arkeologi Jayapura, Hari Suroto. "Saat ini hanya generasi tua Suku Moi yang masih mentato pada tubuhnya, sedangkan generasi mudanya sudah tidak menerapkan tato lagi," kata Hari Suroto di Jayapura, Papua, Minggu. "Generasi muda saat ini sudah tidak bertato lagi, mungkin juga karena perkembangan jaman ataupun norma dan etika pekerjaan yang ada saat ini," kata alumnus Universitas Udayana Bali itu. Ia menjelaskan, Suku Moi atau Malamoi punya tradisi menghias tubuh dengan tato bermotif khas, yang diperkenalkan oleh penutur Austronesia dari Asia Tenggara yang bermigrasi ke wilayah Sorong, Papua Baray, pada jaman neolitik. "Motif tato ini berupa motif geometris atau garis-garis melingkar serta titik-titik berbentuk segitiga kerucut atau tridiagonal yang dibariskan," katanya. Mereka membuat tato dengan mencelupkan duri pohon sagu atau tulang ikan ke campuran arang halus (yak kibi) dan getah pohon langsat (loum), lalu menusukkannya ke bagian tubuh seperti dada, pipi, kelopak mata, betis, pinggul dan punggung. "Desain tato disesuaikan dengan luas sempit bagian tubuh yang hendak ditato, misalnya tato di hidung akan mengikuti bentuk hidung," katanya. Menurut Hari, tradisi tato Suku Moi perlu dilestarikan. "Pelestarian tradisi suku Moi bisa dilakukan dengan melakukan penelitian dan pendokumentasian, dan mewariskannya ke generasi muda," katanya. 

Seni dan Budaya Papua IndonesiaBudaya Papua Seni Kebudayaan Tradisional Daerah Papua Indonesia - Provinsi Papua yang terletak di

ujung timur negara Indonesia memiliki banyak kebudayaan yang unik dan menarik. Yuk, kita kenal

kebudayaan Papua sebagai salah satu kekayaan budaya indonesia seperti alat musik tradisionalnya,

Tarian Tradisional dan kesenian lainnya yang terdapat di Papua. Baca juga tempat wisata di Papua

Seni dan Budaya Papua Indonesia

Alat Musik Tradisional Papua

Ada Salah satu nama alat musik tradisional yang paling terkenal yang berasal dari Papua yaitu Tifa. Alat

musik Tifa merupakan alat musik tradisional yang berasal dari daerah maluku serta papua. Bentuknya

alat musik Tifa mirip gendang dan cara memainkannya Tifa adalah dengan cara dipukul. Alat musik Tifa

terbuat dari bahan sebatang kayu yang isinya sudah dikosongkan serta pada salah satu ujungnya ditutup

dengan menggunakan kulit hewan rusa yang terlebih dulu dikeringkan. Hal ini dimaksudkan untuk

menghasilkan suara yang bagus dan indah. Alat musik ini sering di mainkan sebagai istrumen musik

tradisional dan sering juga dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional, seperti Tarian perang, Tarian

tradisional asmat,dan Tarian gatsi. 

Tarian Tradisional Daerah Papua

Terdapat berbagai macam tari-tarian dan mereka biasa menyebutnya dengan Yosim Pancar (YOSPAN).

Di dalam tarian ini terdapat aneka bentuk gerak tarian seperti tari Gale-gale, tari Pacul Tiga, tari Seka,

Tari Sajojo, tari Balada serta tari Cendrawasih. Tarian tradisional Papua ini sering di mainkan dalam

berbagai kesempatan seperti untuk penyambutan tamu terhormat, penyambutan para turis asing yang

datang ke Papua serta dimainkan adalah dalam upacara adat.  

Pakaian Adat Tradisional Papua

Pakaian adat Papua untuk pria dan wanita hampir sama bentuknya. Pakaian adat tersebuta memakai

hiasan-hiasan seperti hiasan kepala berupa burung cendrawasih, gelang, kalung, dan ikat pinggang dari

manik-manik, serta rumbai-rumbai pada pergelangan kaki. 

Rumah Adat Papua

Nama rumah asli Papua adalah Honai yaitu rumah khas asli Papua yang dihuni oleh Suku Dani. Bahan

untuk membuat rumah Honai dari kayu dengan dan atapnya berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami

atau ilalang. Rumah tradisional Honai mempunyai pintu yang kecil dan tidak berjendela. Umumnya rumah

Honai terdiri dari 2 lantai yang terdiri dari lantai pertama untuk tempat tidur sedangkan lantai kedua

digunakan sebagai tempat untuk bersantai, makan, serta untuk mengerjakan kerajinan tangan. 

“Snap Mor” Budaya Menangkap Ikan Khas Biak

Di balik kekayaan alam laut wilayah Papua yang melimpah, masyarakat Kabupaten Biak Numfor juga mempunyai atraksi khas berupa "snap mor", yakni menangkap ikan secara tradisional beramai-ramai di kala air laut surut. Tradisi menangkap ikan beramai-ramai di air dengan peralatan tradisional. Snap Mor dilakukan oleh Suku Biak yang bermukim di kawasan Utara Pulau Biak. Peralatan yang mereka gunakan antara lain bambu yang dipasang alat tajam sejenis pisau. Selain itu, ada pula alat tangkap jaring yang dipasang di sekitar air yang surut, kemudian masyarakat menutup tempat-tempat persembunyian ikan. Selang, beberapa waktu kemudian, jaring diangkat untuk mendapatkan ikan buruan di perairan laut setempat. Snap Mor dilakukan penduduk asli Biak secara beramai-ramai dalam waktu dan bulan tertentu, yang memanfaatkan air laut yang surut.

Makamo, Danau Berbentuk Pulau Papua Yang Tersembunyi 

Foto:bd/dtc

 DOGIYAI - Makamo di Kabupaten Dogiyai, Papua, merupakan danau yang sangat indah dengan pemandangan yang masih alami. Uniknya, danau ini berbentuk seperti Pulau Papua. Sayang, potensiMakamo tidak dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Selain keindaan alam, di Wilayah Kamu, Kabupaten Dogiyai terdapat satu telaga kecil yang disebut juga Danau Makamo. Danau ini memiliki luas 1.500 hektar dan berada pada ketinggian 1.700 mdpl. Tidak heran bila kawasan ini punya udara yang sejuk dan pemandangan alam yang sangat indah. 

Danau Makamau di Dogiyai

 Perpaduan antara keindahan danau dengan dataran tinggi dan bukit-bukit yang mengelilinginya memberikan kesejukan tersendiri. Di sekitar danau ini juga menjadi tempat bermukim suku asli Papua, yaitu Suku Mee. Selain berpotensi sebagai lokasi wisata, dahulu warga memanfaatkan lokasi Danau Makamo untuk mencari sumber potensi makanan bergizi. Di sekitar telaga ini terdapat serangga yang menjadimakanan bergizi untuk warga sekitar. Dalam bahasa Suku Mee disebut dengan tani, yukuga, ikan, dan berudu. Sejak zaman nenek moyang sampai sekarang, binatang-binatang kecil ini menjadi sumber protein untuk anak kecil ataupun orang dewasa. Menurut mitos yang berkembang di warga setempat, air telaga ini terkadang dipergunakan untuk pengobatan luka, sakit malaria, dan jenis penyakit lainnya dengan cara diminum atau digunakan untuk mandi. Bila kita memandang telaga ini dari posisi timur, bentuknya menyerupai burung kasuari atau Pulau Papua. Kurang lebih 3,4 km dari pusat Kabupaten Dogiyai, wistawan bisa menemukan danau indah ini. Telaga ini juga diapit oleh Bukit Odeedimi dan Dadiyai di Distrik Kamu Utara.    Kalau saja mau dimanfaatkan sebagai sumber wisata atau meningkatkan kapasitas ekosistem yang ada, pastinya telaga ini akan semakin indah. Ironisnya, akibat maraknya pengembangan dan minimnya perhatian pemerintah dan masyarakat setempat, telaga ini terancam rusak dan tak terawat. 

Foto:bd/dtc

Kondisi Danau Mekamo yang hampir ditutupi rumput

 Di sekitar lokasi Telaga Mekamo masih terdapat banyak rumput-rumput tinggi. Bahkan lokasinya berawa dan rumput hijaunya semakin menebal hingga menutupi telaga. Sebenarnya lokasi telaga ini bisa dimanfaatkan sebagai areal wisata atau pemanfaatan pendapatan daerah oleh pemerintah setempat.

Tablanusu, Desa Matahari Terbenam Di Papua

 Foto: bd/Fadjar

 Papua menyimpan kekayaan alam yang luar biasa banyaknya disamping berita yang didengungkan sebagai daerah yang banyak konflik, kita akan berubah pendapat kita tentang Papua saat memandang desa Tablanusu yang indah.

 Foto: bd/Fadjar

 Desa Tablanusu terletak di Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, desa ini menjadi desa wisata oleh Pemerintah Provinsi Papua. Perjalanan ditempuh kurang lebih dua jam dari Bandara Sentani dengan jarak sekitar 33 kilometer jauhnya.

 Foto: bd/Fadjar

 Menuju desa ini kita melewati bukit dan lembah yang masih dikelilingi hutan lebat Papua, maka kicauan burung khas Papua akan terdengar disana. Desa Tablanusu artinya matahari terbenam, di desa ini diam sepuluh suku Papua, Sumile, Danya, Suwae, Apaserai, Serantow, Wambena, Semisu, Selli, Yufuwai, dan Yakurimlen, yang sebagian besar penduduknya adalah nelayan. Dari desa ini salah satu bekas Bupati Jayapura berasal dan sekarang maju dalam pemilihan calon gubernur Papua, Habel Melkias Suwae.

 Foto: bd/Fadjar

 Tablanusu adalah desa ditepi laut yang sangat indah, pantainya bukan pantai pasir putih,  Tablanusu adalah desa dengan pantai berbatu-batu koral hitam yang sangat banyak bertaburan ratusan meter panjangnya, waktu berita daerah berkunjung kedengaran alunan lagu Papua yang serasi sekali dengan deburan ombaknya.

 Foto: bd/Fadjar

 Banyak keluarga-keluarga dari Kota Jayapura menghabiskan waktu berlibur di Tablanusu, disini disediakan perahu untuk berkeliling pulau indahnya, tarifnya tidak mahal terjangkau untuk masyarakat umumnya.  

Teluk Cendrawasih, Tak Kalah Indah Dengan Raja Ampat!

Penyelam bercengkerama bersama hiu paus di Teluk Cendrawasih (Foto: ickbaleleven-

11.blogspot)

 BERBICARA mengenai keindahan laut Indonesia, biasanya orang spontan langsung menyebut Raja Ampat sebagai tempat terindah untuk melihat alam bawah laut. Padahal, di Papua masih ada keindahan laut lain yang tak kalah menarik dengan Raja Ampat. Raja Ampat berada di Provinsi Papua Barat. Namun kepulauan tersebut bukan satu-satunya yang menyimpan kecantikan alam bawah laut di ujung Timur Indonesia. Di Papua, ada Taman Nasional Teluk Cendrawasih yang tak kalah cantik dari Raja Ampat. Taman Nasional ini membentang dari timur Semenanjung Kwatisore hingga Pulau Rumberpon dengan panjang garis pantai 500 kilometer. Hal ini menjadikannya Taman Nasional Laut terluas di Indonesia, dengan total luas kurang lebih 1.453.000 hektar. Kawasan Teluk Cendrawasih yang dijadikan taman nasional sejak 1993 ini dikenal kaya akan ikan. Setidaknya hidup 209 jenis ikan, seperti butterfly fish, angel fish, damselfish, parrot fish, rabbit fish, dan anemone fish. Selain itu juga menjadi area perkembangbiakan empat jenis penyu, yaitu penyu sisik, penyu hijau, penyu lekang dan penyu belimbing. Sesekali, saat berlayar di Teluk Cendrawasih ini Anda akan melihat ikan duyung atau dugong dan juga lumba-lumba yang berlompatan. Bila beruntung, sering terlihat paus biru besar dan ikan hiu di permukaan air. Hiu paus, spesies hiu terbesar di dunia juga sering nampak di perairan Kwatisore, Nabire ini. Hiu paus merupakan satwa air yang hanya ditemui di perairan Papua, Filipina, Australia, dan Afrika Selatan. Hiu ini bermigrasi untuk mencari

makan dan berkembang biak. Biasanya, di Australia hiu ini hanya terlihat pada saat musim panas namun di Teluk Cendrawasih justru hampir selalu ada, demikian seperti dikutip dari buklet Wisata Bahari dari Kementrian Kehutanan. Keberadaan hiu paus ini menjadikan peluang pariwisata besar bagi Teluk Cendrawasih. Hiu-hiu ini terlihat sering berenang di sekitar kapal nelayan. Bila ingin memanggil mereka, Anda tinggal melempar ikan puri ke laut, kemudian hiu ini akan menyambutnya ke permukaan air. Banyak juga wisatawan yang snorkeling atau diving untuk melihat hiu paus ini dari jarak dekat di bawah laut. Sayangnya, di kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih ini belum tersedia fasilitas pariwisata seperti Dive Center, penginapan atau resor. Wisatawan yang ingin menginap dapat menggunakan pondok wisata milik Taman Nasional di Distrik Rumberpon ataupun di rumah-rumah penduduk. Untuk menuju ke Taman Nasional Laut Teluk Cendrawasih ini, Anda dapat menggunakan pesawat yang terbang ke Manokwari atau Nabire. Dari lokasi tersebut, dilanjutkan perjalanan sepanjang 95 kilometer dengan menggunakan kapal motor. 

Tanjung Inggundi Yang Mempesona

   Foto: bd/Toro

 BIAK -  Biak yang adalah kota karang ternyata banyak menyimpan berjuta pesona pemandangan yang luar biasa indah. Salah satunya adalah Tanjung Inggundi yang terletak di sebuah kampung Opiaref, distrik Oridek, Biak Timur, provinsi Papua. 

   Foto: bd/Toro

 Untuk dapat mencapai ke tempat yang dituju, maka kita dapat menggunakan sepeda motor ataupun kendaraan pribadi. Kalau kita tidak

memiliki kendaraaan pribadi, maka kita dapat menggunakan ojek motor dari dalam kota Biak menuju ke kampung Opiaref, Biak Timur dengan mengeluarkan biaya sekitar Rp 20.000,- - Rp 35.000,-. 

   Foto: bd/Toro

 Sejauh mata memandang di dalam perjalanan anda menyisir jalan sepanjang Biak Timur, maka yang akan anda temui adalah pesona pantai. Dan tidak hanya itu saja, kampung Opiaref ini sangat unik, karena posisi kampung Opiaref berdiri di atas tebing-tebing batu karang. Beberapa rumah mereka sengaja dibangun di tepian batu karang, dan menghubungkan rumah mereka dengan laut, melalui bantuan tali yang terjuntai ke bawah dari teras rumah, yang berfungsi sebagai alat bantu naik dan turun dari rumah ke laut dan sebaliknya. 

  Foto: bd/Toro

 Di atas tebing atau tanjung tempat ini sangat ideal untuk memancing ikan, karena berbagai jenis ikan baik kecil maupun besar yang secara berkelompok sering ada di lokasi ini. Teknik memancing yang sering digunakan oleh orang-orang yang ada disekitar sini biasa disebut Cigi, yaitu pancingan yang berbentuk seperti jangkar dengan 3 mata kail, langsung digunakan untuk memancing tanpa menggunakan umpan, dengan teknik tarikan yang kuat dan cepat, salah satu dari mata pancing akan mengenai beberapa bagian dari ikan yang bergerombol tersebut. Melihatnya terasa

begitu mudah, namun jika tidak berpengalaman memancing tanpa menggunakan umpan pasti akan mengalami kesulitan. 

Keindahan Bawah Laut Kepulauan Padaido ( Biak, Papua ) BIAK - Padaido adalah sebuah kepulauan yang terdiri dari 30 pulau kecil, dan terletak di sepanjang sisi tenggara Pulau Biak, Papua. Dahulu kepulauan ini bernama Kepulauan Schouter, berasal dari nama pemimpin rombongan pelaut Belanda yang pertama kali menemukan kepulauan itu pada 1602, William Schouter. 

 

 Berbicara tentang makna, Padaido berasal dari bahasa setempat yang berarti keindahan yang tak dapat diungkapkan. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Biodiversity Conservation Network (BCN), Kepulauan Padaido merupakan salah satu tempat, yang memiliki keragaman hayati ekosistem koral terbesar di dunia. Karang di kepulauan ini menyimpan 95 spesies koral, dan 155 spesies ikan, seperti berbagai jenis hiu karang dan gurita serta berbagai kekayaan maritim lainnya. 

  Kepulauan Padaido merupakan gugusan pulau-pulau karang dengan 30 pulau, yang berada di Samudera Pasifik pada sisi sebelah timur Pulau Biak. Gugusan pulau-pulau tersebut memiliki keindahan pantai dan berbagai jenis habitat seperti atol, karang tepi, dan goa-goa bawah laut (Pemda Biak, 2005). Kepulauan Padaido memiliki luas terumbu karang untuk reef flat sekitar 9.252,1 ha2 dan deep reef 328,2 ha. 

 

 Beberapa penyelam internasional berpendapat bahwa kawasan pantai Padaido, merupakan salah satu kawasan yang memiliki terumbu karang yang paling spektakuler di dunia.  Maka dari itu, taman laut ini sangat cocok untuk petualangan menyelam dan snorkeling.  Hanya membutuhkan waktu 1 jam dari pelabuhan Bosnik untuk mencapai kepulauan Padaido dengan menggunakan motor boat, dan sekitar 3-4 jam menggunakan kano dayung. Pulau ini menawarkan berbagai daya tarik, gua bawah laut, dan terowongan untuk dijelajahi. 

 

 Kepulauan Padaido adalah surga bagi anda yang suka diving atau snorkeling. Kepulauan Padaido memiliki taman laut yang luar biasa indah, dan berkelas dunia. Pulau yang paling favorit diantaranya adalah pulau Ureb dan Mansurbabo. Pantai disana memiki pasir yang seputih kapas dan air yang jernih sehingga sinar matahari menembus ke dasar laut dan kita dapat melihat biota laut dari daratan.  

 

Selain memiliki keragaman hayati ekosistem koral terbesar di dunia, hal lain yang menarik  para divers, untuk tidak melewatkan menyelam di kepulauan Padaido adalah gua bawah lautnya yang menantang untuk dijelajahi. Selain itu dibawah laut kepulauan Padaido terdapat bangkai-bangkai kapal laut, pesawat terbang, dan tank yang karam. Besi-besi tua itu kini menjadi tempat hidup terumbu karang yang menjadi tumpuan seluruh kehidupan laut. 

 

 

Kawasan wisata bahari ini sangat ideal untuk kegiatan selam, wisata cruise. Program pengembangan wisata bahari di kepulauan padaido ini, antara lain diversifikasi kegiatan nelayan dengan pengembangan wisata memancing menggunakan perahu tradisional nelayan, paket wisata selam di daerah kapal tenggelam sebagai alternatif kegiatan selam, serta pengembangan cruise regional dengan menggunakan kapal phinisi dan sea plane untuk menjangkau pulau-pulau kecil. 

 

 Untuk mencapai Kepulauan Padaido ini, anda dapat menggunakan Speed Boat dari pelabuhan Bosnik selama kurang lebih satu jam, atau perahu nelayan dengan waktu 3 hingga 4 jam perjalanan. Selain itu anda bisa menggunakan pesawat terbang dari Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.

Terdapat maskapai penerbangan yang  menyediakan perjalanan langsung dari Jakarta menuju Pulau Biak, dalam rangka meningkatkan potensi wisata bahari dan lokasi sejarah di kabupaten Biak Numfor, Papua.

Bangunan Rumah Dan Pahatan sakral KamoroPohon sagu penting, karena disamping menjadi makanan pokok juga berfungsi sebagai bahan

bangunan. Banyak jenis pohon lainnya juga dapat digunakan untuk membangun rumah, baik yang

terdapat dalam paya-paya hutan bakau, maupun yang berada dalam hutan tropis. Walaupun

mengumpulkan bahan-bahan tersebut dapat memakan waktu beberapa hari, namun pembangunan

sebuah rumah itu sendiri dapat dilaksanakan hanya dalam satu sampai dua hari oleh satu tim pria yang

penuh dedikasi.

 

Daun pohon sagu merupakan bahan yang lebih disukai untuk atap. Membuat atap secara tradisional

dengan bahan tradisional, kini telah mulai tergeser oleh penggunaan seng. Penampilannya sangat tidak

menarik, sangat panas untuk tinggal di bawah atap tersebut dan jika hujan sangat berisik sehingga tidak

mungkin untuk berpikir secara rasional apalagi berbincang-bincang. Namun sisi positifnya, atap tersebut

terbuat dari bahan besi yang dapat tahan lebih lama, serta dapat pula digunakan untuk mengumpulkan

air. 

 

 

Dinding rumah-rumah di pesisir terbuat dari bagian tengah daun pohon palem sagu. Ini dinamakan gaba-

gaba di Indonesia Timur. Tiang-tiang penyangga tempat-tempat tinggal tersebut terbuat dari dua macam

jenis pohon bakau, yaitu Rhizophora, disamping tiga bakau jenis utama. Bangunan-bangunan terbaik

terbuat dari kayu besi setempat, yaitu intsia bijuga. 

 

Paku-paku juga mulai semakin banyak digunakan untuk membangun rumah, tetapi bahan pengikat yang

terbaik masih tetap rotan, Calamus spp., yang merupakan rambatan hutan yang kencang dan mudah

dipilin. Dalam bahasa Kamoro rotan dinamakan kema, dan dilengkapi oleh dua jenis rambatan lainnya,

yaitu Flagellarta indica dan Mussa enda. 

 

Berbusana lengkap untuk menghadiri festival, Aman mengenakan busana yang dikepang dari batang

tubuh pohon kembang sepatu, Hibiscus Tiliaceous, yang lazim dijumpai di daerah pesisir. Sebelum

adanya gereja dan pemerintahan, penduduk pria tidak berbusana, atau sekedar mengenakan koteka.

Kini, penduduk wanita kadang-kadang mengenakan blus yang terbuat dari bahan batang tubuh pohon

kembang sepatu. Baik pria maupun wanita menggunakan pakaian jadi yang dibeli di toko-toko. 

 

 

Melubangi bagian dalam sebatang tubuh pohon untuk membuat gendang, seorang pria meniup pada

bagian halus yang terdapat di dalam batang pohon dengan sebuah pipa bambu secara teratur dan

terkendali, agar memperoleh ketebalan yang tepat pada sisi-sisinya. Ada dua atau tiga jenis yang

digunakan untuk bahan pembuat gendang: Hibiscus tiliaceous dan Thespesia popuimea. 

 

Freeport telah membangun sebuah sentra pahat bagi penduduk Kamoro di Timika. Selama

pembangunan Kuala Kencana, para pemahat yang bekerja di sentra tersebut menerima banyak

pekerjaan dalam bentuk patung-patung berukuran besar guna mendekorasi kota yang baru tersebut.

Patung-patung yang berdaya tahan lama terbuat dari dua jenis kayu dari pohon yang keras setempat,

Intsia bijuga dan i. pelambica yang lazim disebut kayu besi Maluku. 

 

Sebuah pahatan yang besar, yang dinamakan mbitoro, adalah penting dalam tiap upacara adat

penduduk Kamoro. Patung tersebut melambangkan seorang tua yang baru saja meninggal dunia yang

bantuan dan perlindingannya kini diharapkan. Hanya pohon-pohon terpilih yang digunakan, dan berbeda

dari desa ke desa. Di pesisir jenis tersebut adalah Myristica fatua di Desa Atuka dan Horsfeida irja di

Desa Kekwa. 

 

Sebuah tiang totem, sebagaimana halnya sebuah pahatan, melambangkan satu atau dua orang tua

berkuasa yang baru meninggal dunia dan yang patut diperingati/dihormati oleh seluruh desa. Hanya

beberapa jenis pohon tertentu yang boleh dipergunakan untuk pahatan tersebut, termasuk Myristica fetua

dan Horsfeida irja.

SUKU SUKU PAPUA

Suku MerOrang Mer tinggal di daerah bagian tengah Kepala Burung Irian, yaitu di sekitar mata air Wosimi dan hulu sungai Urema. Daerah tersebut termasuk dalam wilayah Distrik Teluk Etna dan Kabupaten Manokwari. Jumlah populasi mereka sekitar 200 jiwa. Desa-desa mereka antara lain Ure atau Muri dan Javor. Nama lain mereka Muri atau Miere

 

Suku Mandobo, Muyu, AuyuSuku besar yang menempati Boven Digoel adalah Mandobo, Muyu, dan Auyu.

Suku Mandobo menguasai sebagian besar tanah adat di ibu kota kabupaten, sedangkan orang-orang suku Muyu menduduki mayoritas posisi penting dalam struktur birokrasi Boven Digoel. Dari lebih kurang 1.800 pegawai negeri sipil di Boven Digoel, sekitar 45 persennya dari suku Muyu, sekitar 15 persen dari suku Mandobo, dan sisanya dibagi-bagi, seperti Biak, Asmat, Serui, Maluku, Kei, Toraja, Batak, Aceh, Minahasa, Bugis, Buton, dan Jawa.

Suku MairasiSuku bangsa Mairasi mendiami daerah di sekitar teluk Arguni, sampai ke teluk Triton (Etna) dan teluk Wandamen timur laiut, di daerah Leher Burung Irian. Daerah mereka masuk ke dalam kabupaten Kaimana terutama di distrik Kaimana dan Teluk Etna serta sebagian masuk di daerah Kabupaten Manokwari. Jumlah populasi mereka 3.000 jiwa. Kata Mairasi berarti “asli”, bahasa ini termasuk dalam kelompok bahasa Papua. Desa mereka adalah Morano, Faranyao, Sisir, Lobo, Susunu, Warika, Kokoroba, Barari, Urisa, dan Maimai. Nama lain mereka adalah Kaniran, Faranyao.

Suku KwestenSuku Kwesten adalah salah satu suku yang bermukim di daerah Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Mereka menempati tiga wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sarmi, Tor Atas, Pantai Timur. Kampung-kampung pemukiman mereka itu antara lain kampung Ombe, Holmafin, Keder, Dabe, Takar, Betaf, Ansudu, Yamua. 

Mereka merupakan penutur bahasa Kwesten, yang termasuk termasuk kelompok bahasa Tor. Dalam subkelompok bahasa terdapat pula bahasa Breik, Bonerif, Mandar, Itik dan Maremgi.

Suku KwerbaKwerba adalah satu suku yang mendiami Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Mereka terutama berdiam dalam wilayah Kecamatan Sarmi, Kecamatan Mamberamo Tengah, dan Kecamatan Pantai Barat.

 

Suku KuruduKurudu adalah salah satu suku yang mendiami wilayah Kabupaten Yapen Waropen, Provinsi Papua. Mereka terutama berdiam dalam wilayah Kecamatan Yapen Timr dan Kecamatan Waropen Atas.

 

Suku KupolKupol atau biasa pula disebut orang Ketengban adalah satu kelompok etnik, yang merupakan salah satu penduduk asal di Provinsi Papua. 

Mereka berdiam dalam wilayah Kecamatan Okibibab, Kabupaten Jayawiyaja. Kecamatan ini berpenduduk 17.296 jiwa pada tahun 1985. Sumber penelitian ilmu linguistik mengungkapkan bahwa mereka adalah penutur bahasa Kupol atau bahasa Ketengban, dengan jumlah penutur sekitar 11.000 orang. Bahasa ini masih bisa dibagi lima dialek. Bahasa ini termasuk rumpun bahasa Papua.

Informasi lebih jauh tentang kebudayaan masyarakat Kupol ini belum dapat diperoleh. Namun, apabila dilihat dari budaya kelompok tetangganya seperti orang Ngalum, jelas masih dalam keadaan terbelakang. Mereka masih hidup dengan mata pencaharian bercocok tanam dengan sistem ladang berpindah. Teknologi sederhana dan system pengetahuan bersahaja lamban berubah karena lamanya terkurung dalam lingkungan yang terisolasi.

Suku KorowaiPapua tidak hanya kaya akan keindahan alam yang dimilikinya, tapi juga keragaman suku-suku aslinya. Suku Korowai misalnya, mereka dijuluki "suku rumah pohon" karena mereka memang tinggal di atas pohon yang tingginya hingga 30 meter.

Suku KimyalSuku Besar “Kimyal” mendiami lembah Korupun, Duram, Dagi, Debula, Sesebne, Yemindomon, Kobokdua, Kemligin, Sela, Orisin, Megom, Haromon, Senayom, Yaldomon, Baluk dan Kwelamdua. Sedangkan secara administratif dan territorial kewilayahan dalam jangkaun pelayanan publik terhadap suku bangsa ini, di bentuk empat Distrik oleh pemerintah Republik Indonesia kabupaten Yahukimo yakni; Distrik Sela, Korupun, Duram dan Distrik Kwelamdua. Seperti halnya dengan kelompok suku bangsa lainnya dimuka bumi, suku bangsa Kimyal dapat terikat oleh unsur-unsur kebudayaan mereka seperti tatanan pranata sosial atau sistem organisasi sosial (Orsos), nilai-nilai hidup, tatanan dan struktur bahasa, sistem religi, sistem pengetahuan, sistem mata pencarian hidup, ekspresi kesenian, sistem teknologi dan peralatan, pola-pola daur hidup dan tema-tema kehidupan yang lainnya. Selanjutnya akan dibahas unsur-unsur itu pada bagian-bagian berikutnya.

Secara harfiah, arti suku Kimyal dapat diberikan oleh Nona Elinor Young seorang misionaris muda yang datang didaerah Korupun pada tahun 1970-an. Dia melihat perbandingan posisi dan letak geografis antara komunitas masyarakat yang mendiami di wilayah ini dengan suku bangsa Yali di bagian barat (Daerah Soloikma, Lolat, Ninia, Holuwon dan lainnya), maka Nona Elinor menyebut istilah Kimyal yang berakar dari ejaan kata : “Kimban/Khemban” (logat Sela) “Kesengban” (logat Korupun) artinya ”Barat” dan “Yale” artinya “Timur”. Dengan demikian, hanya diambil kata “Kim” dari Kimban atau Khemban dan “Yal” dari kata Yale. Kedua suku kata ini dapat digabung menjadi “Kim-Yal” atau Kimyal. Kebanyakan masyarakat lokal menyebut “Kemyal”, dari Khemban-Yale (Barat-Timur). Tujuan dari pemberian nama dengan istilah Kimyal adalah bermaksud “orang-orang yang mendiami ditengah-tengah kawasan timur dan barat. Akan tetapi penulis sebagai pewaris negeri di suku bangsa ini, sangat tidak setuju dengan pemberian nama suku dengan istilah Kimyal, sebab hal ini diberikan nama secara tidak wajar dan dianggap asing sebelum nama ini terpopuler dan dikenal suku-suku tetangganya sendiri maupun oleh orang luar seperti sekarang ini.

Suku KembranoKembrano adalah satu suku yang menempati wilayah Kabupaten Manokwari, daerah Kepala Burung, di Provinsi Papua. Mereka umumnya mendiami wilayah Kecamatan Nintuni. 

Suku KambrauOrang Kambrau atau Kamberau atau Lambrau berdiam di semenanjung Bomberai sebelah tenggara, di sekitar teluk Kamberau. Desa-desa mereka adalah Ubia Seramuku, Bahomia, Inari, Tanggaromi, Koi, Wamesa dan Coa do wilayah distrik Kaimana dan Distrik Teluk Arguni, Kabupaten Kaimana. Jumlah Populasinya 9000 jiwa. Bahasa mereka masih satu kelompok dengan bahasa Kamoro dan Asmat.

Suku IresimSuku Iresim mendiami daerah pesisir selatan teluk Cendrawasih, yaitu di sebelah barat kota Nabire, dan di dekat danau Yamur. Daerah tersebut berada dalam wilayah distrik teluk Etna, Kabupaten Kaimana. Jumlah populasinya sekitar 100 jiwa. Bahasa mereka termasuk dalam kelompok bahasa Wurm-Hatori (sub-kelompok bahasa teluk Cendrawasih) dari rumpun bahasa Papua.

Suku IrahutuOrang Irahutu atau Irarutu mendiami bagian timur semenanjung Bomberai, di kepala burung Irian, mulai dari sebelah barat daya teluk Arguni sampai ke utara ke teluk Bintuni. Pemukiman mereka tersebar di 40 buah desa dengan jumlah populasi sekitar 4.000 jiwa. Bahasa mereka termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Daerah mereka sendiri berada dalam wilayah Kabupaten Manokwari, sebagia berada di Teluk Arguni. Desa mereka antara lain Manggera, Kupriai, Warmenu, Egerwara, Wararoma, Temia, Warafuta dan Rauna.

Suku ImekoSuku Imeko terdapat di bagian selatan Kabupaten Sorong Selatan. IMEKO adalah singkatan dari nama Inanwatan, Metemani, Kokoda. Ketiganya merupakan nama daerah sebaran mereka. Ada enam kelompok etnik di wilayah IMEKO, yaitu Inanwatan, Iwari, Eme, Awe’e, Dema, dan Meybrat.

Suku Imeko terkenal dengan tarian adat yang disebut noabibido, artinya 'tarian goyang panta't. Tarian adat Imeko sering dilaksanakan pada saat-saat tertentu, seperti saat panen tebu dan memasuki rumah baru. Ciri khas tarian ini adalah gerakan-gerakan tangan yang menyerupai gerakan kepakan berbagai macam burung, seperti burung camar, elang, kasuari, atau kanguru.

Suku Ekari/EkagiSuku Ekari bermukim di wilayah pegunungan tengah Papua. Di wilayah ini sebagian besar penduduknya adalah suku Ekari dan suku Dani. 

Suku Ekari mempunyai tradisi Pesta Yuwo, suatu pesta yang diwarnai dengan pembantaian ratusan ekor babi secara serentak disuatu tempat tertentu. 

Umumnya babi-babi diikat kakinya pada kayu dan ditaruh di tanah. Setelah babi-babi yang tergeletak dibunuh, dengan cara dipukul tengkuknya dengan kampak atau kayu. 

Ada juga yang dengan cara dipanah bagian lambungnya, hingga menembus jantung. Babi dipikul dua orang, lalu dipanah dari samping dari jarak dekat. 

Didekat babi-babi disediakan tumpukan kayu bakar yang sudah dibakar, babi yang sudah dipukul, baik sudah mati atau belum mati dibakar setelahnya.

Setelah babi-babi itu dibakar seperlunya tampak bersih dari bulu dan berwarna hitam dan kaku, mulai babi-babi itu dipotong-potong menjadi empat atau lima bagian, lalu dibagi.

Pesta ini biasanya disponsori oleh orang-orang yang memiliki babi paling banyak dan ada keinginan untuk memasarkannya. Pesta ini tidak bersifat rutin. Kadang-kadang dalam jarak waktu yang cukup lama.

Suku DemisaDemisa adalah salah satu kelompok sosial yang termasuk penduduk asal alam Kabupaten Yapen Waropen di Propinsi Papua. Mereka terutama berdiam dalam wilayah Kecamatan Waropen Bawah.

 

Suku CitakOrang Citak merupakan satu kelompok etnik yang berdiam dalam wilayah Kecamatan Citak Mitak, Kabupaten Merauke, Propinsi Papua. Mereka ini berdiam di sekitar aliran sungai Wildeman dan sungai Sua. Wilayah pemukiman kelompok ini berdekatan dengan beberapa kelompok etnik lainnya, seperti kelompok Awyu, Yaqai, Asmat. Dilihat dari hasil-hasil karya seninya orang Citak bersama dengan orang Mimika dan ketiga kelompok tersebut di atas termasuk wilayah gaya seni Barat-Daya. Hasil penelitian para ahli menyimpulkan, bahwa wilayah gayasenia Barat-Daya ini merupakan satu dari sembilan wilayah gayaseni yang terdapat di Papua.

Orang Citak memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Citak atau terkadang disebut bahasa Kaunak. Ada yang berpendapat bahasa ini merupakan salah satu dialek dari bahasa Asmat yang termasuk rumpun bahasa Papua. Jumlah penutur bahasa ini diperkirakan sekitar 4.000 jiwa, yang sekaligus sebagai perkiraan jumlah orang Citak. Kecamatan Citak Mitak

yang luasnya 2.156 kilometer persegi itu pada tahun 1987 berpenduduk 8.811 jiwa. Dalam wilayah ini masih ada kelompok-kelompok lain, seperti kelompok Butu Katnao, Kuruwai, dan Sirape.

Kelompok orang Citak bersama dengan kelompok lain dalam wilayah gayaseni Barat-Daya tadi masih menunjukkan sifat-sifat khas masing-masing, misalnya bahasa dan beberapa aspek budaya, di samping adanya unsur-unsur persamaan. Sebelum berlangsungnya penetrasi kebudayaan Barat kelompok-kelompok tadi menunjukkan ciri umum seperti berikut ini. Mereka hidup dengan pola semi nomadis, karena mereka selalu mencari daerah baru yang masih kaya akan pohon sagu dan binatang buruan yang hidup pada taraf ekonomi subsisten. Sistem kekerabatannya menganut prinsip matrilineal, adat menetap nikah matrilokal, sistem pergaulan kekerabatan bilateral, sistem istilah kekerabatan yang klasifikatoris. Hal yang terakhir ini dimaksudkan bahwa istilah-istilah  untuk kelompok kerabat dari satu kelompok generasi adalah sama. Mereka juga tidak mengenal sistem klan.

Semula mereka tidak tinggal dalam kampung-kampung permanen, tetapi terpencar dalam kampung-kampung kecil. Setelah ada paksaan dari pemerintah Belanda barulah mereka tinggal dalam dusun-dusun yang lebih besar. Hal ini untuk memudahkan pengawasan dari pihak pemerintah masa itu, yang baru saja memperkenalkan agama Nasrani. Makanan pokok orang Citak adalah sagu dan gizinya diperkaya dengan ikan dan daging. Sagu dan ikan adalah hasil ramuan kaum wanita, dan daging merupakan hasil buruan kaum pria. Dalam memperoleh bahan makanan itu, mereka menggunakan perahu. Perahu untuk kepentingan keluarga panjangnya sekitar 10 meter, sedangkan untuk berburu lebih ramping dan panjangnya sekitar empat meter.

Orang Citak pernah mengembangkan cabang seni semacam seni drama dan seni rupa. Seni tersebut sebagai bagian dari upacara-upacara yang mereka lakukan. Seni memahat dan membuat perisai untuk tarian merupakan satu kemahiran yang luar biasa. Teknik mengukir dan pilihan warna yang ditampilkan pada perisai-perisai orang Citak ini samadengan yang dihasilkan orang Asmat dan orang Awyu.

Suku BuruwaiOrang Buruwai atau Karufa berada di bagian selatan semenanjung Bomberai, bagian barat Teluk Kamrau. Daerah mereka termasuk ke dalam wilayahkabupaten Kaimana. Daerah mereka antara lain Guriasa, Tairi, Hia, Gaka, Yarona, Kuna, Esania dan Marobia. Populasi mereka sekitar 700 jiwa (tahun1997). Nama lainnya Asienara, Madidwana

Suku AsmatSuku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantaidan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu suku Bisman yang berada di antara sungai Sinesty dan sungai Nin serta suku Simai.

 

Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda Asmat. Yang paling mengerikan adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk membunuh musuhnya. Ketika musuh dibunuh, mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya. Otaknya dibungkus daun sago yang dipanggang dan dimakan. Sekarang biasanya, kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu kampung. Setiap kampung punya satu rumah Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. Hari ini, ada kira-kira 70.000 orang Asmat hidup di Indonesia. Mayoritas anak-anak Asmat sedang bersekolah.

 

Suku Asmat yang berjumlah kurang lebih 65.000 jiwa dan mendiami daerah rawa-rawa di bagian selatan propinsi Irian Jaya ini merupakan salah satu suku asli Papua. Mereka hidup di desa-desa yang jumlahnya berkisar antar 35 sampai 2000 jiwa. Sampai sekitar tahun 50an, sebelum sejumlah pendatang tiba, perang suku, perburuan kepala manusia dan kanibalisme merupakan bagian kehidupan mereka sehari-hari. Rumah mereka dibangun di daerah kelokan sungai supaya mereka bisa mengetahui lebih awal jika ada serangan musuh. Pada abad 20an, rumah-rumah mereka yang berada di daerah pantai rata-rata dibangun di atas tiang yang tingginya sekitar 2 meter atau lebih, untuk melindungi warga dari bahaya banjir yang disebabkan dari luapan air sungai. Di sekitar kaki pegunungan Jayawijaya,  suku Asmat hidup di atas rumah pohon yang dulu tingginya sekitar 5 sampai 25 meter di atas permukaan tanah. Di beberapa titik, mereka juga membangun pos pengamatan di atas pohon yang tingginya sekitar 30 meter dari permukaan tanah.

 

Suku Asmat pada dasarnya adalah bangsa pemburu dan mengumpulkan makanan mereka dengan mengambil tepung dari pohon sagu, dengan memancing atau secara berkala berburu babi hutan, kasuari dan buaya. Meskipun populasi Asmat bertambah sejak adanya kontak dengan misionaris dan petugas kesehatan dari pemerintah, tetapi jumlah persediaan hutan sebagai penyuplai makanan semakin berkurang di awal tahun 90an. Menurut seorang Anthropology Tobias Schneebaum, beberapa suku Asmat sudah belajar untuk bercocok tanam sayur-sayuran seperti kacang panjang dan beberapa dari mereka juga mulai berternak ayam. Dengan diperkenalkannya uang yang bisa diperoleh dari industri pengolahan kayu dan penjualan patung dengan pendatang, beberapa anggota suku Asmat mulai beralih kebutuhan pangan mereka pada beras dan ikan, sebagian besar juga mulai terbiasa dengan berpakaian ala orang barat serta mulai menggunakan peralatan dari metal.

 

Suku Asmat percaya bahwa kematian yang datang kecuali pada usia yang terlalu tua atau terlalu muda, adalah disebabkan oleh tindakan jahat, baik dari kekuatan magis atau tindakan kekerasan. Kepercayaan mereka mengharuskan pembalasan dendam untuk korban yang sudah meninggal. Roh leluhur, kepada siapa mereka membaktikan diri, direpresentasikan dalam ukiran kayu spektakuler di kano, tameng atau tiang kayu yang berukir figur manusia. Sampai pada akhir abad 20an,  para pemuda Asmat memenuhi kewajiban dan pengabdian mereka terhadap sesama anggota, kepada leluhur dan sekaligus membuktikan kejantanan dengan membawa kepala musuh mereka, sementara bagian badannya di tawarkan untuk dimakan anggota keluarga yang lain di desa tersebut.

 

Meskipun pemerintah kolonial Belanda tidak mencakup teritorial Asmat sampai tahun 1938, dan misionaris Katolik juga baru memulai misi mereka di tahun 1958, kenyataannya perubahan besar terjadi di wilayah ini setelah tahun 60an. Pada awal 90an, suku Asmat mulai mengikuti program pendidikan dari pemerintah dan mulai memeluk agama Kristen. Ketika industri pengolahan kayu dan minyak mulai melebarkan ekspansinya ke wilayah ini, kondisi lingkungan yang fragil serta hutan bakau di daerah pantainya terancam rusak akibat hasil pembuangan sampah dan pengikisan tanah. Meskipun suku Asmat telah berhasil mencapai penghargaan nasional maupun internasional atas karya seni mereka, kemasyuran ini tidak memberikan input yang signifikan bagi pemerintah Indonesia dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi

penggunaan tanah di wilayah teritorial suku Asmat sampai awal tahun 90-an.

Suku AmungmeSuku Amungme adalah salah satu suku yang tinggal di dataran tinggi Papua. Suku Amungme memiliki tradisi pertanian berpindah, dan berburu.

Mereka mendiami beberapa lembah luas di kabupaten Mimika dan Kabupaten Puncak Jaya antara gunung-gunung tinggi yaitu lembah Tsinga, lembah Hoeya, dan lembah Noema serta lembah-lembah kecil seperti lembah Bella, Alama, Aroanop, dan Wa. Sebagian lagi menetap di lembah Beoga (disebut suku Damal, sesuai panggilan suku Dani) serta dataran rendah di Agimuga dan kota Timika.

Amungme terdiri dari dua kata "amung" yang artinya utama dan "mee" yang artinya manusia.

Menurut legenda yang, konon orang Amungme berasal dari derah Pagema (lembah baleim) Wamena. Hal ini dapat ditelusuri dari kata kurima yang artinya tempat orang berkumpul dan hitigima yang artinya tempat pertama kali para nenek moyang orang-orang Amungme mendirikan honey dari alang-alang.

Orang Amungme memiliki kepercayaan bahwa mereka adalah anak pertama dari anak sulung bangsa manusia, mereka hidup disebelah utara dan selatan pegunungan tengah

yang selalu diselimuti salju yang dalam bahasa Amungme disebut nemangkawi (anak panah putih).

Suku Amungme menggangap bahwa mereka adalah penakluk, pengusa serta pewaris alam amungsa dari tangan Nagawan Into (Tuhan).

Suku Amungme memiliki dua bahasa, yaitu Amung-kal yang dituturkan oleh penduduk yang hidup disebelah selatan dan Damal-kal untuk suku yang menetap di utara.

Suku Amungme juga memiliki bahasa simbol yakni Aro-a-kal. Bahasa ini adalah bahasa simbol yang paling sulit dimengerti dan dikomunikasikan, serta Tebo-a-kal, bahasa simbol yang hanya diucapkan saat berada di wilayah yang dianggap keramat.

Konsep mengenai tanah, manusia dan lingkungan alam mempunyai arti yang intergral dalam kehidupan sehari-hari. Tanah digambarkan sebagai figure seorang ibu yang memberi makan, memelihara, mendidik dan membesarkan dari bayi hingga lanjut usia dan akhirnya mati. Tanah dengan lingkungan hidup habitatnya dipandang sebagai tempat tinggal, berkebun, berburu dan pemakaman juga tempat kediaman roh halus dan arwah para leluhur sehingga ada beberapa lokasi tanah seperti gua, gunung, air terjun dan kuburan dianggap sebagai tempat keramat. Magaboarat Negel Jombei-Peibei (tanah leluhur yang sangat mereka hormati, sumber penghidupan mereka), demikian suku Amungme menyebut tanah leluhur tempat tinggal mereka.

Beberapa model kepemimpinan suku Amungme yaitu menagawan, kalwang, dewan adat, wem-wang, dan wem-mum, untuk menjadi pemimpin tidak ditentukan oleh garis keturunan, seorang pemimpin dapat muncul secara alamiah oleh proses waktu dan situasi sosial serta lingkungan ekologis yang mempengaruhi perilaku kepemimpinan tradisonal pada tingkat budaya mereka sendiri.

Kontak pertama dengan dunia luar terjadi pada tahun 1936 ketika ekpedisi Carstensz yang pimpinan Dr.Colijn cs, melalui misi katolik pada 1954 yang dipimpin oleh Pastor Michael Cammerer dibantu penduduk lokal bernama Moses Kilangin dan pemerintah Belanda, sebagian besar masyarakat Amungme dipindahkan ke daerah pesisir, di Akimuga sampai saat ini, alasan pemindahan disebabkan proses penyebaran agama dan pelayanan terhadap masyarakat Amungme tidak mungkin dilakukan di daerah pegunungan.

Suku Amungme sangat terikat kepada tanah leluhur mereka dan menganggap gunung sebagai sesuatu yang sakral. Gunung yang dijadikan pusat penambangan emas dan tembaga oleh PT. Freeport Indonesia merupakan gunung suci yang di agung-agungkan oleh masyarakat Amungme, dengan nama Nemang Kawi. Nemang artinya panah dan kawi artinya suci. Nemang Kawi artinya panah yang suci (bebas perang/ perdamaian).

Suku Amungme memiliki sebuah lembaga adat bernama Lemasa (Lemaga Adat Suku Amungme) yang memperjuangkan hak-hak dasar masyarakat Amungme.

Suku Amungme sangat terikat kepada tanah leluhur mereka dan menganggap gunung sebagai sesuatu yang sacral. Gunung yang dijadikan pusat penambangan emas dan tembaga oleh PT. Freeport Indonesia merupakan gunung suci yang di agung-agungkan oleh masyarakat Amungme, dengan nama Nemang Kawi. Nemang artinya panah dan kawi artinya suci. Nemang Kawi artinya panah yang suci (bebas perang/ perdamaian).

Suku Amungme memiliki sebuah lembaga adat bernama Lemasa (Lemaga Adat Suku Amungme) yang memperjuangkan hak-hak dasar masyarakat Amungme.

Suku AmbaiAmbai adalah salah satu suku yang menempati pulau kecil sebelah timur Yapen, dalam wilayah Kabupaten Waropen, Propinsi Irian Jaya. 

Suku Airo-SumaghagheOrang Airo-Sumaghaghe berdiam di daerah bagian selatan Kabupaten Merauke. Mereka terutama mendiami aliran sungai Ayip di pedalaman Pirimapun. Daerah ini termasuk wilayah Kecamatan Pantai Kasuari.

 

Flora di PapuaDari seluruh daerah Papua  75% tanah daratanya ditumbuhi oleh hutan-hutan tropis yang tebal serta mengandung ragam jenis kayu yang terbesar secara heterogen. Sebagian besar dari hutan tersebut sesuai topografi daerah belum pernah dijamah oleh manusia. Jenis flora di Papua ada persamaan dengan jenis flora di benua Australia. Adapun jenis flora yang terdapat di Papua adalah Auranlaris, librocolnus, grevillea, ebny-dium dan lain-lain. Sekitar 31 Juta ha di Papua penata gunanya belum ditetapkan secara pasti Hutan lindung diperkirakan seluas  12.750.000 ha. Hutan produksi diperkirakan +/- 12.858.000 ha. Areal pengawetan dan perlindungan diperkirakan ± 5.000.000 ha. Daerah Inclove diperkirakan  114.000 ha, daerah rawa-rawa dan lain-lain diperkirakan +/- 2478.000 ha.Di Papua terdapat flora alam yang pada saat ini sedang dalam pengembangan baik secara nasional maupun internasional yaitu sejenis anggrek yang termasuk di dalam Farmika Orctdacede yang langka di dunia.

Anggrek alam Papua tumbuhnya terbesar dari pantai lautan rawa sampai ke pegunungan. Umumnya hidup sebagai epihite menembel pada pohon-pohon maupun di atas batu-batuan serta di atas tanah, humus di bawah hutan primer.

Zodia Pengusir Nyamuk  

Foto:brmc.biotrop.org

  

Zodia (Evodia suaveolens)  merupakan tanaman yang termasuk ke dalam keluarga Rutaceae. Tanaman ini mengandung evodiamine  dan rutaecarpine .

Zodia adalah tanaman hias anti-nyamuk atau pengusir nyamuk asli Indonsia yang hidup di Papua . Tanaman hias ini biasanya laku terjual saat musim penyakit DBD datang. 

Khasiat Zodia Banyak yang sudah membuktikan bahwa aroma zodia bisa membuat nyamuk enggan mendekat. Konon, daunnya pun bisa mengobati kulit yang bentol karena gigitan nyamuk. Oleh penduduk Papua tanaman ini digunakan untuk menghalau serangga jika hendak ke hutan, yaitu dengan menggosokkan daunnya ke kulit.

Tanaman yang tingginya bisa mencapai 200 cm ini bisa mencapai 200 cm ini bisa ditanam di pot. Aroma wangi daun zodia yang berasal dari gesekan daun ketika tertiup angin dipercaya bisa mengusir nyamuk dan serangga.

Cara Mendapatkan Zodia Tanaman zodia bisa dengan mudah kita dapatkan. Kamu bisa membeli bibitnya dengan harga cukup terjangkau, kira-kira Rp5.000 -- Rp10.000 per pohon.  

Tanaman ini juga bisa diperbayak, yaitu dengan menanam kembali biji yang jatuh di sekitarnya atau dengan stek ranting.

Anggrek Macan yang diburu kolektor

Ini dia si jawara kelas berat dari dunia anggrek. Jawara ini bernama Grammatophyllum speciosum atau seringpula disebut-sebut dengan nama G. papuanum yang diyakini sebagai salah satu variannya. Tanaman ini tersebar luas dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, hingga Papua. Oleh karena itu, tidak heran bila banyak ditemukan varian-variannya dengan bentuk tanaman dan corak bunga yang sedikit berbeda. Dalam satu rumpun dewasa, tanaman ini dapat mencapai berat lebih dari 1 ton dan panjang malai bunga hingga 3

meter dengan diameter malai sekitar1,5-2 cm. Itulah sebabnya malai bunganya mampu menyangga puluhan kuntum bunga berdiameter 7-10 cm.

Dari corak bunganya…penduduk lokal sering menjulukinya dengan sebutan anggrek macan…akan tetapi sebutan ini sering rancu dengan kerabatnya, Grammatophyllum scriptum yang memiliki corak serupa. Oleh sebab itu, anggrek ini populer juga dengan sebutan sebagai anggrek tebu, karena sosok batang tanamannya yang menyerupai batang pohon tebu. Meskipun persebarannya cukup luas…anggrek ini justru menghadapi ancaman serius dari perburuan tak terkendali serta kerusakan habitat. Sosok pohonnya yang sangat besar mudah terlihat oleh para pemburu, terlebih lagi saat memunculkan bunganya yang mencolok. Belum lagi perkembangbiakan alami di habitat dengan biji sangatlah sulit diandalkan karena lambatnya laju pertumbuhan dari fase biji hingga mencapai tanaman dewasa yang siap berbunga. Mungkin hal inilah yang mendasari kenapa anggrek ini menjadi salah satu species anggrek yang dilindungi.

 Sebagai pecinta anggrek, pasti anggrek ini akan menjadi salah satu “most wanted” dalam daftar koleksi. Agar perburuan liar terhadap anggrek ini di habitatnya dapat dikendalikan, maka langkah-langkah budidaya secara vegetatif maupun generatif harus segera diberdayakan. Apalagi anggrek ini terkenal sangat mudah menumbuhkan tunas dari stek bulbnya. Setidaknya, dengan membudidayakannya secara vegetatif atau membeli bibit anggrek tebu hasil perkembangbiakan vegetatif (tunas dari stek bulb) dapat menjadi salah satu upaya memelihara kelestarian anggrek alam Indonesia.

Tanaman Obat Tradisional

DALAM 49 tahun terakhir, kebutuhan obat-obatan masyarakat di Papua cenderung naik setiap tahunnya, akibatnya anggaran kesehatan sebagai program prioritas cenderung bertambah dan sudah pasti dibelanjakan keluar Papua (Capital Play) setiap tahun dan berkelanjutan. Hal ini tentu tidak memberi dampak sehat bagi perekonomian Papua. Dengan makin besarnya kebutuhan masyarakat akan obat, baik produk dalam negeri maupun import, Papua perlu segera mengembangkan, mentransformasi berbagai tanaman hutan menjadi obat (obat tradisional) dengan memanfaatkan kemajuan teknologi guna menjawab kebutuhan masyarakat tersebut agar kualitas kesehatan, kualitas hidup rakyat Papua

ditingkatkan sehingga memancarkan kebahagiaan, kesejahteraan dan masa depan cerah. Sebagai langkah awal, Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua berdasarkan pikiran idealistis yaitu nilai kemanusian dan pelestarian berupayan melakukan konservasi dan pelestarian terhadap tanaman obat tradisional melalui jejaring kerjasama dengan personal Dosen Universitas Duta Wacana (UKDW) Jogjakarta dan telah menghasilkan "Road Map" Pengembangan tanaman obat tradisional. Dilanjutkan kerjasama penelitian dengan Fakultas Kehutanan Universitas Papua Manokwari (UNIPA) Tahun 2009 yang diawali penelitian oleh Adelvita Damaris Kayoi di kampung Papuma dengan judul Penelitian "Inventarisasi Tumbuhan Obat dan Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskola (FMA) yang berasosiasi dengan tumbuhan obat didampingi dua responden utama yaitu Herkanus Woniana dan Andris Kayoi. Keduanya tabib terpercaya dari Kampung Papuma. Dari sekian banyak jenis obat, diambillah 17 jenis tanaman contoh obat. Menurut Tabib Herkanus Woniana, Kampung Papuma mempunyai berbagai kekayaan alam dari hasil hutan seperti Tanaman Obat. Menurut hasil inventarisasi dan identifikasi Tim Unipa Manokwari dan Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua pada tahun 2009 di Kampung Papuma terdapat 70 jenis (41 famili) tumbuhan obat yang digunakan sebagai bahan obat tradisional. Dari 70 jenis tanaman obat yang ditemukan ternyata tiga jenis belum dapat ditetapkan nama botanisnya karena keterbatasan informasi dan bahan identifikasi Beberapa jenis penyakit yang dapat di sembuhkan dengan ramuan obat tradisional adalah patah tulang, darah mati, meningkatkan daya ingat, penyakit mata, penyakit kulit, penyakit paru-paru, panas dalam, penyakit dalam, malaria, rematik, luka dalam, penyakit kelamin, kanker, mata, asma, asam urat. Dan menurut Tim Unipa Manokwari, penyembuhan dan pengobatan penyakit dapat dikategorikan sebagai berikut : mengobati penyakit, mengobati rasa sakit, menghilangkan gejala penyakit, bersifat stimultan bukan untuk penyakit tetapi juga untuk mengatasi yang bersifat racun/bius. 

Tanaman obat dapat diracik serta digunakan dengan berbagai cara seperti ditumbuk dan dicampur dengan minyak kelapa, daun dikunyah dan selanjutnya ditelan, daun ditempel, daun direbus dan airnya dipakai untuk mandi, permukaan daun digosok dalamnya dan dijemur sampai kering terus dikikis dan campur air hangat kemudian diminum. Untuk menjamin kelestarian tanaman obat tradisional di Kampung Papuma.

Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua telah membuat Denplot Tanaman Obat-obatan untuk tujuan koleksi jenis, penelitian, wisata dan sumber bahan baku farmasi yang di pimpin oleh Herkanus Woniana sebagai Tabib.

Dari informasi bapak Herkanus dan hasil penelitian tim Unipa, diketahui bahwa potensi tanaman obat tradisional merupakan aset jangka panjang sangat bernilai sebagai bahan baku obat-obatan modern produksi farmasi, prospeknya sangat menjanjikan dan berpotensi mendukung pelayanan kesehatan di masa depan.

Bukan tidak mungkin jika penelitian yang sudah dilakukan baik bersama personal dosen UKDW Yogyakarta ditambah hasil penelitian Damaris Kayoi dari UNIPA Manokwari serta keahlian para Tabib seperti Bapak Herkanus dan Andris Kayoi, pengembangan tanaman obat hasil hutan Papua bisa menghasilkan produk farmasi unggulan seperti Negara Cina saat ini.

Penelitian dilanjutkan dengan pengembangan dan budidaya dapat memberi manfaat bukan saja kesehatan sebatas pendekatan tradisional bahkan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat. Jika terus ditingkatkan sampai pada industri farmasi bermutu berbasis masyarakat kampung, harapan menjadikan tanaman obat hasil hutan Papua dikenal, digunakan bahkan menjadi rekomendasi bagi peningkatan kesehatan dan mengatasi berbagai penyakit mulai dari kampung, tingkat daerah, nasional bahkan dunia, tidak hanya akan menjadi khayalan tetapi sesungguhnya sangat mungkin untuk direalisasikan.

Kecenderungan masyarakat modern mengandalkan obat tradisional yang dipercaya lebih aman dibandingkan obat kimiawi, haruslah dilihat sebagai peluang pasar.

Dimana-mana sekarang ini menjamur klinik-klinik pengobatan tradisonal lengkap dengan persediaan obat-obatannya. Dengan mengoptimalkan semua potensi juga menggunakan kemajuan teknologi maka pasti tanaman obat hasil hutan seperti yang terdapat di Kampung Papuma dapat dipasarkan ke seluruh dunia. Tentu dengan standar mutu internasional. Kemasan menarik serta memperhatikan masa produksi serta kaduluwarsa penggunaan. Hal-hal lain menyangkut strategi pemasaran juga tidak boleh lepas dari perhatian. Bila hal-hal ini dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka pasti bukan hanya rakyat Papua saja yang menikmati tetapi banyak orang dari berbagai belahan dunia dapat merasakan khasiat tanaman obat

hasil hutan Papua. Dengan ini berarti rakyat Papua dapat mencapai kualitas hidup berimbang tubuh sehat, ekonomi sehat.

Perjalanan menuju Kampung Papuma dapat ditempuh melalui perjalanan laut dengan menggunakan kendaraan laut speedboat dan perahu motor tempel. Dengan waktu tempu menggunakan kendaraan speedboat berkekuatan mesin 160 Pk selama 1,5 jam dan apabila menggunakan perahu motor tempel dengan kekuatan mesin 80 Pk selama 2 jam. Dalam perjalanan menuju Kampung Papuma kita dapat menyaksikan panorama keindahan pantai pasir putih yang dihiasi dengan pemukiman-pemukiman tradisional, tanjung-tanjung karang dengan laut yang biru bersih, pulau-pulau kecil yang indah dan menggoda untuk disinggahi, terumbu karang yang sangat menakjubkan serta bagi mancing mania dapat menyalurkan hobi untuk memancing. 

 

Dengan melihat potensi dan prospek tanaman obat-obatan tradisional pada uraian tersebut di atas, perlu menjadi perhatian Penelitian, Budidaya dan Pengembangan tanaman obat-obatan tradisional, sehingga tidak hanya menjadi sebuah potensi alam yang dibanggakan tanpa memberi manfaat dan kegunaan, bahkan bukan tidak mungkin beberapa jenis tanaman obat tradisional yang ada di Kampung Papuma dapat menjadi obat mujarab

penyakit tertentu yang sampai saat ini masih sulit ditemukan obatnya. Disinilah dibutuhkan penelitian dan pengembangan selanjutnya... Semoga memberi manfaat.

Fauna di Papua

Negara kita tanpa kita sadari, menyimpan banyak kekayaan fauna yang bahkan belum kita ketahui sebelumnya, seperti yang dijelaskan berikut ini dari antara news.

Sebuah ekspedisi ilmiah menemukan sejumlah spesies baru di Pegunungan Foja di pulau Guinea Baru, Provinsi Papua, Indonesia, antara lain katak berhidung duri, tikus besar berbulu, tokek bermata kuning berjari bengkok, merpati kaisar, serta walabi hutan, anggota kangguru terkecil di dunia.

Kepala Komunikasi Conservation International (CI) Elshinta S-Marsden di Jakarta, Senin malam,

menyebutkan, tim tersebut merupakan kolaborasi ilmuwan dari dalam dan luar negeri yang berperan

serta pada Conservation International's Rapid Assessment Program (RAP) termasuk Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI), pada 2008.

 

     "Untuk menentukan bahwa temuan tersebut betul-betul terbaru perlu diteliti dulu famili dan habitatnya,

hal itu bisa butuh waktu bertahun-tahun. Diungkapkan dalam rangka menandai peringatan Hari

Keanekaan Ragam Hayati se-Dunia (International Day for Biological Diversity) pada 22 Mei." katanya

mengutip Ilmuwan Senior CI Bruce Beehler.

Spesies baru itu yakni katak (Litoria sp. nov.) yang diamati memiliki benjolan panjang pada hidung seperti

Pinokio yang menunjuk ke atas bila ada ajakan dari jenis jantan serta mengempis dan mengarah ke

bawah bila aktifitasnya berkurang, yang ditemukan herpetologis, Paulus Oliver, secara kebetulan,

ujarnya.

    

     Sebagai tambahan dari keluarga kangguru temuan baru adalah walabi kerdil (Dorcopsulus sp. nov.),

seekor kangguru pohon berjubah emas yang sudah sangat langka penampakannya dan sangat terancam

keberadaannya karena perburuan dari bagian wilayah Guinea Baru lainnya.

   

     Kejutan terbesar dari ekspedisi itu datang ketika seorang ornitologis, Neville Kemp, melihat sepasang

merpati kaisar yang baru ditemukan (Ducula sp. nov.) dengan bulu-bulu yang terlihat berkarat, agak

putih, dan abu-abu.

Temuan lainnya yang direkam selama survei RAP itu, antara lain kelelawar kembang baru (Syconycteris

sp. nov) yang memakan sari bunga dari hutan hujan, seekor tikus pohon kecil (Pogonomys sp. nov.),

seekor kupu-kupu hitam dan putih (Ideopsis fojana) memiliki hubungan dengan jenis monarh pada

umumnya, dan semak belukar berbunga yang baru (Ardisia hymenandroides).

 

     Pada ekspedisi RAP yang didukung The National Geographic Society dan Smithsonian Institution ini,

para ahli biologi bertahan menghadapi hujan badai yang lebat dan banjir bandang yang mengancam

sambil terus melacak spesies-spesies, mulai dari bukit rendah di Desa Kwerba sampai ke puncaknya

pada kisaran 2.200 meter di atas muka laut.

Disebutkan juga dalam keterangan, Wakil Presiden Regional CI-Indonesia Jatna Supriatna PhD,

mengatakan temuan ini dapat menunjukkan berapa banyak bentuk spesies unik yang hanya hidup di

hutan-hutan pegunungan Papua, dan menyadarkan dunia betapa hutan-hutan ini harus dilestarikan.

"Para peneliti LIPI merasa sangat bersyukur turut terlibat dalam pengungkapan keanekaan ragam hayati

kawasan Pegunungan Foja, Mamberamo. Adanya kerjasama penelitian ini jelas mendukung program-

program konservasi pada kawasan yang memiliki biodiversitas sangat tinggi dan termasuk dalam daftar

perlindungan Undang-Undang RI," kata Ketua Tim Peneliti dari Pusat Penelitian Biologi LIPI Dr. Hari

Sutrisno.

 

     Sedangkan Gubernur Papua, Barnabas Suebu mengingatkan, pihaknya sepakat dan sangat

mendukung agar wilayah-wilayah ber-biodiversitas sangat tinggi di Provinsi Papua dipertahankan, karena

banyak spesies endemik di wilayah ini yang masih terisolasi, dan tidak terdapat di belahan dunia lain.

 

 

Ada 421 Jenis Burung di TN Wasur

 Parotia lawesii -Richard Bowdler Sharpe

  MERAUKE - Balai Taman Nasional (TN) Wasur Merauke, Papua, mencatat setidaknya ada 421 jenis burung endemik maupun migran di dalam kawasan itu. Berbagai jenis burung itu semakin memperkaya satwa dalam TN Wasur. "Saya yakin masih banyak yang belum terdaftar. Macam-macam jenis burung itu menunjukan kekayaan TN Wasur tidak hanya kanguru, rusa, dan cenderawasih," kata Kepala Balai TN Wasur Merauke, Dadang Suganda, di Merauke, Senin (30/7/2012) ini. Aneka jenis burung endemik dan migran tercatat dalam berbagai survei oleh Balai TN Wasur maupun lembaga lain. Beberapa jenis burung endemik yang dilindungi antara lain garuda Irian (Aquila gurneyei), kakatua raja ( Probociger atherimus), mambruk ( Crown pigeons), kasuari ( Cassowary), dan elang laut dada putih ( Haliaetus leucogaster ). TN Wasur pada Agustus-November pun selalu kedatangan ribuan burung migran dari Australia dan New Zealand, seperti burung Ndarau/bangau abu-abu,pelikan, ibis, dan paruh sendok ( Royal spoonbills). Hasil pengamatan 2009, terlihat burung biru laut ekor hitam (Limosa limosa) yang ditandai bendera hitam putih oleh China, bermigrasi mencari makan di Rawa Biru, TN Wasur. Pengamatan burung-burung migran telah menjadi daya tarik khusus, karena hanya terjadi sekali setahun. TN Wasur mimiliki luas 413.810 hektar yang terbentang di tiga distrik, yakni Distrik Sota, Naukenjerai, dan Merauke, di Kabupaten Merauke. Gerbang masuk TN Wasur terletak sekitar 15 kilometer dari pusat kota Merauke.

Ikan Hiu Gergaji, Hewan Langka Dunia Dari Danau Sentani

Penampilan hiu gergaji cukup mengerikan. Namun bukan berarti ia menjadi penguasa sungai. Fakta di lapangan menunjukkan populasi anggota famili Pristidae yang bernama Latin Pristis Microdon ini terus menyusut. Hiu gergaji juga populer dengan nama pari atau hiu sentani karena memang ada di Danau Sentani, Papua. Orang mancanegara menyebutnya Largetooth Jawfish yang berarti ikan hiu bergigi besar. Ikan yang menyebar di Australia, India, Papua Nugini, Afrika Selatan dan Thailand ini tergolong penghuni air tawar dan menyukai daerah tropis. Biasanya mereka hidup di danau-danau besar, sungai besar atau rawa-rawa tertentu. Di Indonesia ikan hiu gergaji terdapat di Sungai Digul, Sungai Mahakam (Kalimantan), Sungai Siak dan Sungai Sepih. Mereka senang memangsa ikan-ikan berukuran sedang atau yang berbadan lebih kecil. Ukuran tubuh hiu gergaji sendiri lumayan besar, mampu mencapai 6,6 meter. Mulutnya yang diselimuti gerigi tajam cukup ampuh untuk melumpuhkan mangsanya dalam sekejap mata. Padahal menurut beberapa ahli, pandangan mata hiu gergaji tidak terlalu baik, bahkan cenderung buram. Mereka lebih mengandalkan daya penciumannya yang lumayan tajam. Tubuhnya tergolong ramping dibandingkan dengan hiu sejenis. Ini menyebabkan mereka bisa berenang dengan kecepatan di atas rata-rata dan dengan mudah melesat mengejar mangsa. Tubuh hiu jenis ini berwarna hitam keabu-abuan. Bagian bawah tubuhnya berwarna lebih pucat atau keputih-putihan. Warna tubuhnya cukup beragam, tergantung di mana habitat mereka. Ikan dengan bentuk moncong unik ini mulai sulit dijumpai. Karena itu ia masuk dalam daftar Red List, yakni daftar spesies yang dilindungi karena sudah terancam punah. Populasi ikan ini makin berkurang akibat kian

kecilnya habitat hidup mereka seiring makin bertambahnya populasi manusia. Di samping itu, mereka kerap diburu oleh para kolektor ikan secara tidak bertanggung jawab. Bahkan penduduk setempat masih sering menangkapnya karena dianggap sebagai predator ikan-ikan lain. 

Wow, Ada 1000 Species Baru di Papua

 Menurut WWF, delapan persen dari seluruh spesies binatang di dunia berada di pulau Papua   

Katak Pohon (Sumber: blogspot)

  Seribu species baru telah di temukan para ilmuwan World Widlife Fund (WWF) di Papua. Jenis species itu antara lain, lumba-lumba kepala bulat berhidung pesek (orcaella heinsohni), kadal pemantau (Varanus Macraei), Kuskus Macan Biru (Spilocuscus Wilsoni), katak pohon (Litoria dux). Selain itu mereka juga menemukan binatang berupa seekor hiu sungai dan puluhan kupu-kupu langka.

Hasil temuan tersebut dilaporkan WWF beberapa hari yang lalu dan dipublikasikan. Tim ilmuwan menemukan rata-rata dua spesies baru dalam waktu seminggu terhitung sejak 1998-2008. Menurut Neil Stronach, Perwakilan WWF Melanesia Barat, laporan ini menunjukkan bahwa hutan dan

sungai Papua merupakan habitat paling kaya dan beragam di dunia.

Seperti yang diketahui, pulau Papua terbagi dua, yaitu Papua Barat dan Papua Timur (Papua Nugini). Penemuan ini tidak sepenuhnya ditemukan di Papua milik Indonesia, namun juga di Papua Nugini. Sebelumnya, penemuan fauna langka di Papua sudah mencengangkan dunia. Salah satunya adalah kupu-kupu terbesar di dunia dengan rentang sayap mencapai 30 sentimeter dan tikus raksasa yang bisa berkembang sepanjang satu meter.

Papua merupakan wilayah dengan tingkat kerusakan alam terendah di kalangan ilmuwan biologi. Bahkan, ekosistemnya dianggap paling spektakuler di dunia. Area hutan tadah hujannya adalah yang terbesar ketiga setelah Amazon dan Kongo. Menurut WWF, delapan persen dari seluruh spesies binatang di dunia berada di Papua. 

Kangguru Indonesia Di Papua Kangguru ternyata tidak hanya terdapat di Autralia saja. Ternyata di Indonesia, tepatnya di Papua, juga memiliki Kangguru, spesies yang mempunyai ciri khas kantung di perutnya (Marsupialia). Kangguru Papua ini memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan Kangguru Australia. Sayang Kangguru yang terdiri atas Kangguru tanah dan Kangguru pohon ini mulai langka sehingga termasuk binatang (satwa) Indonesia yang dilindungi dari kepunahan. Kangguru Papua terdiri atas dua genus yaitu dendrolagus (Kangguru Pohon) dan thylogale (Kangguru Tanah). Kangguru pohon sebagian besar masa hidupnya ada di pohon. Sekalipun begitu satwa tersebut juga sering turun ke tanah, misalnya bila sedang mencari air minum. Moncong kangguru pohon bentuknya lebih runcing jika dibandingkan dengan moncong kangguru darat. Ekornya agak panjang dan bulat, berbulu lebat dari pangkal sampai ekornya. Sedangkan pada kangguru darat kedua kaki depannya lebih pendek dari pada kaki belakangnya, cakarnya pun lebih kecil. Moncongnya agak tumpul dan tidak berbulu. Ekornya makin meruncing ke ujung, bulunya tidak begitu lebat. Kangguru Tanah (lau-lau atau paunaro): 

 

Thylogale brunii (Dusky Pademelon) merupakan jenis kangguru terkecil yang ada di dunia. Beratnya antara 3-6 kilogram, tetapi ada juga yang 10 kilogram. Panjang tubuhnya sekitar 90 sentimeter dengan lebar sekitar 50 sentimeter. Satwa langka yang dilindungi ini adalah hewan endemik Papua, dan hanya terdapat di Papua di kawasan dataran rendah di hutan-hutan di wilayah Selatan Papua, dan Papua Nugini. Di Indonesia, Thylogale brunii terdapat antara lain di Taman Nasional Wasur (Kabupaten Merauke) dan Taman Nasional Gunung Lorentz (Mimika). Thylogale stigmata (red-legged pademelon) merupakan jenis yang hidup di daerah pantai selatan Papua. Thylogale stigmata mempunyai warna kulit tubuh lebih cerah yaitu kuning kecokelatan.  

  Thylogale brownii (Brown’s pademelon). Selain di Papua, binatang ini juga terdapat di Papua New Guinea.  

  Kangguru pohon (lau-lau): Dendrolagus pulcherrimus (Kanguru Pohon Mantel Emas) merupakan sejenis kangguru pohon yang hanya ditemukan di hutan pegunungan pulau Irian. Spesies ini memiliki rambut-rambut halus pendek berwarna coklat muda. Leher, pipi dan kakinya berwarna kekuningan. Sisi bawah perut berwarna lebih pucat dengan dua garis keemasan dipunggungnya. Ekor panjang dan tidak prehensil dengan lingkaran-lingkaran terang. Penampilan Kangguru-pohon Mantel-emas serupa dengan Kanggguru pohon Hias. Perbedaannya adalah Kangguru-pohon Mantel-emas memiliki warna muka lebih terang atau merah-muda, pundak keemasan, telinga putih dan berukuran lebih kecil dari Kangguru-pohon Hias. Beberapa ahli menempatkan Kangguru-pohon Mantel-emas sebagai subspesies dari Kangguru-pohon Hias.

 Kangguru-pohon Mantel-emas merupakan salah satu jenis kangguru-pohon yang paling terancam kepunahan diantara semua kangguru pohon. Spesies ini telah punah di sebagian besar daerah habitat aslinya. 

 Dendrolagus goodfellowi (disebut Kangguru Pohon Goodfellow atau kangguru pohon hias atau Goodfellow’s Tree-kangaroo) merupakan jenis kangguru pohon yang paling sering ditemui. Kulit tubuhnya berwarna cokelat sawo matang dan banyak terdapat di hutan hujan di pulau Papua. 

 Dendrolagus mbaiso (disebut sebagai Kangguru Pohon Mbaiso atau Dingiso). Kangguru ini ditemukan di hutan montane yang tinggi dan subalpine semak belukar di Puncak Sudirman. Kangguru pohon ini mempunyai bulu hitam dengan kombinasi putih di bagian dadanya. Dengrolagus dorianus atau disebut sebagai Kangguru Pohon Ndomea atau Doria’s Tree-kangaroo. 

Dendrolagus ursinus (disebut Vogelkop Tree-kangaroo atau Kangguru Pohon Nemena) merupakan kangguru pohon yang paling awal terklasifikasikan. Mempunyai telinga panjang dan ekor panjang dan hitam. Dendrolagus inustus disebut juga sebagai Kangguru Pohon Wakera atau Grizzled Tree-kangaroo.Dendrolagus stellarum disebut juga sebagai Seri’s Tree-kangaroo. Kangguru pohon ini terdapat di Tembagapura.

 Klasifikasi:Kerajaan: Animalia;Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Infrakelas: Marsupialia;Ordo: Diprotodontia; Famili: Macropodidae Genus: Dendrolagus dan Thylogale 

10 burung dari Surga Terindah

Ada lebih dari tiga lusin spesies dalam keluarga Paradisaeidae, atau lebih dikenal dengan bird of paradise. Ada sekitar 13 Genus dari burung-burung ini dan yang paling terkenal adalah anggota genus Paradisaea. Di Indonesia kita menyebutnya dengan burung cendrawasih. Bercirikan dengan warna yang mencolok dan cerah, bulu berwarna kuning, biru, merah, dan hijau. Dengan warna-warna yang demikian mereka menjadi burung paling indah dan menarik di dunia, sehingga disebut sebagai burung dari surga.Burung cendrawasih banyak ditemukan di Papua atau Papua Nugini dan pulau-pulau sekitarnya, termasuk juga Australia Timur. Sayangnya keberadaan burung ini semakin berkurang seiring dengan banyaknya perburuan liar yang tidak bertanggung jawab.berikut ada sekitar 10 jenis diantara yang terindah dari burung-burung ini. 1. Lesser bird of paradise (Paradisaea minor)

The Lesser bird of paradise dikenal dengan nama Cendrawasih kuning kecil. Burung ini berukuran sedang dengan panjang sekitar 32 cm, berwarna merah-coklat dengan mahkota kuning dan punggung atas kuning kecoklatan. Burung jantan memiliki tenggorokan berwarna zamrud-hijau tua, sepasang ekor panjang dan dihiasi dengan bulu hiasan sayap yang berwarna kuning di daerah pangkal berwarna putih di daerah luarnya. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, memiliki kepala berwarna coklat tua, dada berwarna putih dan tanpa dihiasi bulu-bulu hiasan.Daerah penyabaranya meliputi seluruh hutan bagian utara Papua Nugini, dan pulau-pulau di dekat Misool dan Yapen. 2. Raggiana bird of paradise (Paradisaea Raggiana)

The Raggiana bird of paradise dikenal juga dengan nama Count Raggi’s bird of paradise. Burung ini juga yang paling dikenal sebagai burung Cendrawasih.Habitat burung ini terdistribusi secara luas di Pulau Irian selatan dan timur laut.Memiliki panjang 34 cm panjang, berwarna merah-coklat keabu-abuan, iris kuning dan kaki berwarna cokelat keabu-abuan. Burung jantan memiliki mahkota kuning, tenggorokan zamrud-hijau tua dan kerah kuning di antara tenggorokan. Warna bulu sayap bervariasi dari

merah ke jingga tergantung subspesies. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, dengan muka berwarna coklat dan tidak punya bulu-bulu hiasan. 3. Astrapia Ribbon-tailed (Astrapia mayeri) Ini adalah salah satu burung cendrawasih yang paling spektakuler. Namanya Astrapia Ribbon-tailed dan memiliki bulu ekor terpanjang dalam kaitannya dengan ukuran tubuh, panjangnya mencapai lebih dari tiga kali panjang tubuhnya.Panjang burung dewasa mencapai 32 cm dengan ekor burung jantan yang bisa mencapai 1 meter. Burung jantan memiliki warna hitam dan hijau zaitun sedangkan burung betina berwana coklat. Burung jantan memilki ekor panjang berbentuk pita berwarna putih.Daerah penyebarannya ada di bagian tengah Pulau Irian. 4. Blue bird of paradise (Paradisaea rudolphi)

Namanya mengingatkan nama salah satu angkutan Taksi di Indonesia. Burung ini berukuran sekitar 30 cm, berwarna hitam, iris warna coklat gelap, kaki abu-abu. Burung jantan dihiasi dengan bulu sayap dengan dominasi warna ungu biru . Sehingga disebut juga dengan Cendrawasih Biru.Blue Bird of Paradise adalah burung endemik Papua Nugini.  Daerah penyebarannya meliputi pegunungan tenggara Papua Nugini. 5. Riflebird Paradise (Ptiloris paradiseus)

Kalau anda pernah melihat film Planet Earth, maka anda akan melihat burung ini. Burung ini memiliki panjang sekitar 30 cm dengan burung jantan berwarna hitam dengan warna-warni mahkota biru kehijauan, kaki hitam, iris coklat gelap dan mulut kuning. Burung betina jenis ini berwarna coklat zaitun.Merupakan endemik di Australia timur, Riflebird juga tersebar di hutan hujan di New South Wales dan pusat Queensland. Burung jantan dapat mengembangkan sayapnya dan memamerkannya seraya bergerak ke kanan dan ke kiri di hadapan burung betina untuk memikat mereka 6. Red bird of paradise (Paradisaea rubra)

Kita menamakannya Cendrawasih Merah, panjang sekitar 33cm berwarna kuning dan coklat, serta berparuh kuning. Burung jantan dewasa bisa mencapai 72cm termasuk bulu-bulu hiasannya yang berwarna merah darah dengan ujung berwarna putih pada bagian sisi perutnya. Bulu muka berwarna hijau zamrud gelap dan diekornya terdapat dua buah tali yang panjang berbentuk pilin ganda berwarna hitam. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, dengan muka berwarna coklat tua dan tidak punya bulu-bulu hiasan.Merupakan endemik dari Indonesia, Cendrawasih Merah hanya ditemukan di hutan dataran rendah pada pulau Waigeo dan Batanta di kabupaten Raja Ampat, provinsi Irian Jaya Barat. 7. Lawes’s Parotia (Parotia Lawesii)

Parotia lawesii berukuran sedang sampai dengan 27 cm). Daerah penyebarannya meliputi hutan pegunungan di tenggara dan timur Papua Nugini.Burung jantan memiliki warna hitam dengan kening putih, warnawarni tengkuk biru ungu dan emas bulu dada hijau. Dihiasi dengan tiga kawat hias kepala dari belakang setiap mata dan memanjang mengapit bulu yang berwarna hitam. Burung betina berwarna coklat dengan kepala burung gelap, iris kuning dan gelap. 8. King of Saxony bird of paradise (Pteridophora alberti)

King of Saxonyi adalah sejenis burung pengicau berukuran kecil, dengan panjang sekitar 22cm. Burung jantan dewasa mempunyai bulu berwarna hitam dan kuning tua, dikepalanya terdapat dua helai bulu kawat bersisik biru-langit mengilap seperti panji yang panjangnya mencapai 40cm dan dapat ditegakkan pada waktu memikat betina. Oleh karenanya burung ini dimakan Cendrawasih Panji.Bulu mantel dan punggung tumbuh memanjang berbentuk tudung berwarna hitam. Iris mata berwarna coklat tua, kaki berwarna abu-abu kecoklatan dan paruh berwarna hitam dengan bagian dalam mulut berwarna hijau laut. Burung betina berwarna abu-abu kecoklatan dengan garis-garis dan bintik gelap. Betina berukuran lebih kecil dari burung jantan dan tanpa dihiasi mantel atau bulu kawat hiasan.Daerah penyebarannya ada di hutan pegunungan pulau Irian. 9. Wilson’s Bird of Paradise (Cicinnurus respublica)

Wilson’s Bird of Paradise berukuran lumayan kecil sampai dengan 21 cm. Burun jantan adalah berwarna merah dan hitam dengan jubah kuning di leher, mulut hijau muda, kaki biru dan dua bulu ekor berwarna ungu yang melengkung. Semetara itu betina berwarna kecoklatan dengan mahkota biru.Merupakan endemik Indonesia, dengan daerah penyebaran di bukit dan hutan hujan dataran rendah Kepulauan Waigeo dan Batanta dari Papua Barat. 10. Princess Stephanie’s Astrapia (Astrapia stephaniae)

Stephanie Astrapia berukuran sekitar 37 cm, burung ini berwarna hitam dengan warna-warni kepala biru-hijau dan ungu, disamping itu memiliki bulu ekor panjang hitam keungunan. Burung betinanya berwarna coklat gelap dengan kepala hitam kebiruan.Habitat aslinya ada di pegunungan di pusat dan timur Papua Nugini. 

WISATA BUDAYA & KULINER PAPUA

Lukisan Kulit Kayu Suku Asei

Ilustrasi: Lukisan kulit kayu-travel.detik.com

 Melukis di atas kanvas sudah biasa dilakukan para seniman. Nah, kalau Suku Asei yang tinggal di Danau Sentani, Papua biasa melukis di atas kulit kayu. Hasilnya, lukisan yang sangat artistik! 

Gambar yang dilukis di atas kulit kayu ini sangat beragam mulai dari gambar ikan, burung cendrawasih, tifa (gendang khas Papua-red), sampai buaya. Makna dari sebuah lukisan juga berbeda, misalnya lukisan yang menggambarkan buaya. Buaya merupakan salah satu hewan yang konon menjadi penjaga Ondovolo, seorang Raja Sentani. zaman dulu kulit kayu ini hanya digunakan oleh para bangsawan kerajaan di Sentani sebagai busana atau biasa disebut dengan malow. Sebagai buah tangan lukisan kulit kayu biasanya ditawarkan dengan harga sangat beragam. Harga disesuaikan dengan ukuran serta gambar pada lukisan yang tertuang pada kulit kayu itu. Dari harga yang paling murah Rp 5.000 hingga Rp 300.000. 

Menyantap Buah Merah Papua Berwisata rasanya tak lengkap bila belum mencicipi hidangan khas dari daerah tersebut. Kali ini,Berita Daerah mengajak anda untuk merasakan manisnya buah merah, makanan khas dari tanah Papua. Penasaran? Buah Merah adalah sejenis buah tradisional dari Papua, buah ini disebut kuansu. Nama ilmiahnyaPandanus Conoideus Lam karena tanaman Buah Merah termasuk tanaman keluarga pandan-pandanan dengan pohon menyerupai pandan, namun tinggi tanaman dapat mencapai 16 meter dengan tinggi batang bebas cabang sendiri setinggi 5-8 m yang diperkokoh akar-akar tunjang pada batang sebelah bawah.  

Foto: Berita Daerah-Herwantoro

  Buahnya berbentuk lonjong dengan kuncup tertutup daun buah. Buah Merah sendiri panjang buahnya mencapai 55 cm, diameter 10-15 cm, dan bobot 2-3 kg. Warnanya saat matang berwarna merah marun terang, walau sebenarnya ada jenis tanaman ini yang berbuah berwarna coklat dan coklat kekuningan.

Di kabupaten Mimika / Timika, khususnya di daerah Kwamki Lama, ada sebagian masyarakat asli Papua memiliki kebun buah merah. Biasanya kebun buah merah ini dimiliki secara perorangan, karena disetiap rumah penduduk di daerah Kwamki lama di pekarangan depan atau belakang rumahnya ditanam pohon buah merah. Bagi masyarakat tradisional di Wamena, Timika dan desa-desa dikawasan pegunungan Jayawijaya, Buah Merah disajikan untuk makanan pada pesta adat bakar batu. Namun, banyak pula yang memanfaatkannya sebagai obat. Secara tradisional, Buah Merah dari zaman dahulu secara turun temurun sudah dikonsumsi karena berkhasiat banyak dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti mencegah penyakit mata, cacingan, kulit, meningkatkan stamina, serta berbagai jenis penyakit lainnya.  

Foto: Berita Daerah-Herwantoro

  Biasanya setelah masyarakat memanen Buah Merah, maka buah merah itu bisa langsung dimakan seperti buah pada umumnya atau buah merah itu akan diolah terlebih dahulu untuk mengambil minyak sari buah merah yang berkhasiat menyembuhkan berbagai sakit penyakit. Patut dicoba untuk mengkonsumsi buah merah supaya saudara-saudara memiliki stamina yang kuat dan tidak mudah menderita sakit penyakit. Bagaimana, tak sabar bukan untuk menyantapnya? Kunjungi saja Papua untuk merasakan nikmatnya si buah merah.

This Is It! Pepes Ulat Ala Suku Kamoro

Jika biasanya pepes berbahan dasar ayam atau ikan, maka berbeda di Kampung Kaugapu, Timika, Papua. Masyarakat Suku Kamoro di sana membuat pepes dari ulat dan tepung sagu. Rasanya pun tidak kalah enak! Mengunjungi Suku Kamoro yang tinggal di muara-muara sungai di selatan Timika tidak lengkap tanpa mencicipi kuliner khas mereka. Beberapa kuliner khas dari Suku Kamoro, bisa membuat orang yang tidak biasa dengan kuliner unik akan mengernyitkan dahi. Salah satunya adalah ulat sagu. Ulat sagu, kuliner khas dari suku Kamoro. Dapat dimakan

hidup-hidup ataupun diolah menjadi berbagai macam

santapan

 Di tangan perempuan Kamoro, ulat yang tampak menjijikkan dapat diolah menjadi santapan dengan cita rasa yang tinggi. Ulat sagu dapat dengan mudah ditemukan pada batang-batang pohon sagu yang telah dipangkur. Oleh para perempuan Kamoro, hewan gemuk berwarna kuning dengan kepala berwarna coklat kemerahan ini akan dikumpulkan dan dibawa pulang untuk disajikan kepada seluruh keluarga.

beberapa makanan khas Papuakenali lebih jauh beberapa jenis makanan papua yang unik dan lezat...

Ikan Asap

Bubur Papeda

Papeda dengan Ikan Kuah Kuning

Wisata Sejarah Di Merauke

Kabupaten Merauke merupakan salah satu dari kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua. Bila di sebelah Timur Merauke berbatasan dengan PNG, maka di Utara berhadapan dengan Kabupaten Boven Digul dan Kabupaten Mappi. Sedangkan di bagian Barat dengan Kabupaten Asmat dan di Selatan terbentang Laut Arafura. 

Dengan luas wilayah 45.071 kilometer persegi, Kabupaten Merauke memiliki potensi sumber daya alam yang besar. Sementara pariwisata dan budaya merupakan salah satu potensi yang turut mendukung. 

Beberapa Wisata Sejarah di Merauke : Wisata SejarahBeberapa tugu yang dibangun di Merauke  serta tempat pengasingan Soekarno-Hatta, sebagai media memperingati suatu peristiwa yang bersejarah Tugu Merauke

Tugu yang letaknya di jantung kota ini merupakan tugu untuk mengenang peristiwa kedatangan bangsa asing ke Merauke. Kedatangan bangsa Belanda melalui Sungai Maro hingga bertemu dengan Suku Marind – suku asli Merauke. Dimana pada peristiwa tersebut terjadi kesalahpaaham pengertian bahasa antara Suku Marind dengan bangsa Belanda. Saat menanyakan

mengenai sungai yang mereka lalui, Suku Marind menjawabnya dengan ucapan “Maro-Ka-Ahe” yang artinya “ini Sungai Maro”. Hingga akhirnya menjadi kata Merauke. Pada tugu ini terdapat patung seorang asing bersama dua orang Suku Marind yang berpakaian tradisional sedang mengangkat sebuah hati dan salah satu orangnya menunjuk ke satu arah, yang berarti hati mereka satu dan mereka memiliki tujuan yang sama tanpa ada memandang perbedaan. Itulah yang menggambarkan motto atau semboyan dari kota Merauke “Izakod Bekai Izakod Kai”, yang artinya “Satu Hati Satu Tujuan”.  Tugu Pepera

 Mudah saja untuk anda menemukan tugu ini, karena letaknya yang berada di pusat kota. Tugu Pepera ini dibangun pada 17 September 1969 untuk memperingati bersatunya wilayah Irian Barat (sekarang Papua) ke negara Indonesia.  Tugu L B Moerdani

Tugu L.B. Moerdani, merupakan sebuah tugu peringatan peristiwa penerjunan Tentara Indonesia di bumi Papua untuk merebut Irian Barat (sekarang Papua) dari tangan pemerintah Belanda. Penerjunan ini dilakukan pada tanggal 4 Juni 1962 yang dipimpin oleh Mayor L.B. Moerdani. Tugu yang merupakan persembahan dari masyarakat Merauke untuk menghormati jasa para pejuang pembebasan Irian Barat ini, diresmikan pada tanggal 2 Oktober 1989, dan terletak di distrik Tanah Miring Kabupaten Merauke.  Tugu Kembaran

Yaitu tugu Sabang-Merauke, tugu kembaran yang hanya terdapat di Sabang dan Merauke. Bentuknya yang sama menggambarkan luas wilayah Indonesia dari Sabang hingga Merauke.

Tugu yang masuk ke dalam Distrik Sota ini berjarak sekitar 80 kilometer dari Kota Merauke. Di dekat tugu berdiri pos yang dijaga oleh personil TNI. Tempat yang dulu sepi kini berubah menjadi ramai karena di sekitarnya berjejer warung-warung makanan yang dikelola oleh para pendatang, umumnya berasal dari Pulau Jawa.  Tugu Perbatasan RI-PNG

Tak jauh dari Tugu Sabang-Merauke, kurang lebih 500 meter, berdiri sebuah tugu yang merupakan garis batas Indonesia dan PNG. Tugu setinggi kira-kira 1,6 meter ini diresmikan pada November 1983. Batas tanda ditetapkan dengan koordinat posisi lintang selatan 8 derajat 25' 45" dan bujur timur 141 derajat 01' 10". Kawasan setelah tugu sebenarnya merupakan daerah tak bertuan (no-man's land) namun sering digunakan pelintas batas sebagai jalan setapak untuk kegiatan ekonomi.  Tempat di asingkannya Soekarno-Hatta

 

Anda juga bisa melihat tempat dimana Presiden dan Wakil Presiden pertama, di asingkan ke penjara bawah tanah oleh kaum muda demi kemerdekaan Indonesia. Yang bertempat kurang lebih 600km dari Kabupaten Merauke. Yaitu tepatnya di Kabupaten Boven  Digoel.