paperr 3

27
HUKUM ACARA PERDATA MATERI PERKULIAHAN 3 Kelompok 2: Wulan Yussilya 1101100900 Vera Marina 1101100900 Raisha Kinanti 110110090106 Rizky Adhitya R 110110090 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN 1

Upload: rhisma83461900106

Post on 02-Aug-2015

60 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: paperr  3

HUKUM ACARA PERDATA

MATERI PERKULIAHAN 3

Kelompok 2:

Wulan Yussilya 1101100900

Vera Marina 1101100900

Raisha Kinanti 110110090106

Rizky Adhitya R 110110090

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

Bandung

1

Page 2: paperr  3

1. GUGATAN

a. Pengertian Gugatan

Gugatan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk

mengajukan atau menggugat permasalahan karena telah terjadi sengketa, baik secara lisan

maupun tertulis kepada Pengadilan. Pihak yang mengajukan gugatan ke Pengadilan disebut

sebagai penggugat, sedangkan pihak lain yang digugat dalam suatu perkara dalam

pengadilan disebut sebagai tergugat. Dalam menggajukan gugatan, terguggat bisa terdiri

dari satu orang atau lebih tergantung pada kondisi perkara, siapa saja orang-orang yang

terlibat dakam perkara tersebut. Dapat pula dimasukkan pihak ketiga yang masih ada

kaitannya dengan perkara yang sedang digugat yang disebut sebagai turut tergugat.

b. Cara Mengajukan Gugatan

Gugatan diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh penggugat atau

wakilnya tanpa dibubuhi materai. Dalam hal penggugat buta huruf ia dapat mengajukan

gugatan secara lisan, dengan cara datang kepada Ketua Pengadilan Negeri atau Ketua

Pengadilan Negeri akan menyuruh mencatat isi dari gugatan lisan tersebut (pasal 120 H.I.R)

Surat gugatan mencantumkan tanggal dan menyebutkan nama penggugat dan tergugat

dengan jelas, seta tempat tinggal, dan kalau perlu dapat pula disebutkan kedudukan

penggugat dan tergugat. Surat gugat dibuat beberapa rangkap, satu helai yang asli untuk

Pengadilan Negeri, satu helai untuk arsip penggugat dan ditambah beberapa salinan untuk

tergugat dan turut tergugat.

Surat gugatan didaftarkan kebagian kepanitreaan Pengadilan Negeri, penggugat

diwajibkan membayar biaya perkara (Pasal 121 (4) HIR) setelah selesai maka surat gugatan

akan mendapatkan nomor registrasi dari perkara tersebut. Ada pula perkara yang diperiksa

secara prodeo, yaitu tanpa suatu bayaran.

Surat gugat harus mencantumkan alamat gugatan ditujukan kepada Ketua Pengadilan

Negeri ditempat tergugat berdomisili (pasal 118 HIR ayat 1). Apabila tergugat lebih dari satu

orang dan mereka berdomisili di kota yang berbeda-beda, maka alamat gugatan ditujukan

kepada salah satu Tergugatnya (pasal 118 HIR ayat 2).

2

Page 3: paperr  3

Jika alamat tergugat tidak diketahui, maka gugatan tersebut dialamatkan kepada

Pengadilan Negeri di mana dia bertempat tinggal terakhir dan dalam surat gugatan harus

disebutkan “bertempat tinggal terakhir”. Bisa juga apabila gugatan tersebut masalah tanah,

rumah atau benda tidak bergerak lainya, karena tergugatnya tidak diketahui, maka gugatan

dialamatkan pada tanah, rumah atau benda tidak bergerak lainnya yang menjadi objek

gugatan/sengketa tersebut berada.

Dalam surat gugat harus pula dilengkapi dengan petitum, yaitu hal-hal apa saja yang

diinginkan atau diminta oleh penggugat agar diputuskan, ditetapkan dan atau diperintahkan

oleh hakim.

c. Tujuan Gugatan

d. Isi Gugatan

Isi gugatan tidak diatur dalam HIRmaupun RBg. Persyaratan mengenai isi gugatan

ditemukan dalam pasal 8 RV yang mengharuskan gugatan pada pokoknya memuat:

1) Identitas Para pihak, yang meliputi: Nama (beserta bin/binti dan aliasnya), umur, agama,

pekerjaan dan tempat tinggal. Bagi pihak yang tempat tinggalnya tidak diketahui

hendaknya ditulis “bertempat tinggal terkahir” dan bila perlu dicantumkan

kewarganegaraan. Pihak-pihak yang ada sangkut pautnya dengan perkara itu harus

disebut secara jelas tentang kedudukannya dalam perkara, apakah sebagai penggugat,

tergugat, turut tergugat, pelawan, terlawan, pemohon, atau termohon. Dalam praktik

dikenal pihak yang disebut turut tergugat dimaksudkan untuk mau tunduk terhadap

putusan pengadilan. Sedangkan istilah turut penggugat tidak dikenal. Untuk

menentukan tergugat sepenuhnya menjadi otoritas penggugat sendiri.

2) Fundamentum Petendi (Posita), yaitu penjelsan tentang keadaan/peristiwa dan

penjelasan yang berhubungan dengan hukum yang dijadikan dasar atau alasan gugat.

Posita memuat dua bagian, yaitu alasan yang berdasarkan fakta/peristiwa hukum, dan

alasan yang berdasarkan hukum, tetapi hal ini bukan merupakan keharusan. Hakimlah

yang harus melengkapinya dalam putusan nantinya.

3

Page 4: paperr  3

3) Petitum (tuntutan), Menurut Pasal 8 Nomor 3 RBg ialah apa yang diminta atau yang

diharapkan oleh penggugat agar diputuskan oleh hakim dalam persidangan. Petitum

akan dijawab oleh majelis hakim dalam amar putusannya. Petitum harus berdasarkan

hukum dan harus pula didukung oleh Posita. Pada prinsipnya posita yang tidak didukung

oleh petitum (tuntutan) berakibat tidak diterimanya tuntutan, pun sebaliknya

petitum/tuntutan yang tidak didukung oleh posita berakibat tuntutan penggugat ditolak.

Mekanisme petitum (tuntutan) dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bagian pokok, yaitu

tuntutan primer (pokok) merupakan tuntutan yang sebenarnya diminta penggugat, dan

hakim tidak boleh mengabulkan lebih dari apa yang diminta (dituntut), tuntutan

tambahan, merupakan tuntutan pelengkap daripada tuntutan pokok, seperti dalam hal

perceraian berupa tuntutan pembayaran nafkah madhiyah, nafkah anak, mut’ah, nafkah

idah, dan pembagian harta bersama, dan tuntutan subsider (pengganti) diajukan untuk

mengantisipasi kemungkinan tuntutan pokok dan tuntutan tambahan tidak diterima

majelis hakim. Biasanya kalimatnya adalah “agar majelis hakim mengadili menurut

hukum yang seadil-adilnya “atau” mohon putusan yang seadil-adilnya” bias juga ditulis

dengan kata-kata “ex aequo et bono”.

e. Dasar Alasan Pengajuan Gugatan

2. PENCABUTAN GUGATAN DAN PERUBAHAN GUGATAN

a. Pencabutan Gugatan

Mencabut gugatan adalah tindakan ini menarik kembali suatu gugatan yang telah di

daftarkan di kepaniteraan pengadilan negeri. Tindakan ini banyak dilakukan dalam praktik

dari berbagai macam alasan.

HIR dan RBG tidak ada mengatur masalah pencabutan gugatan, tetapi ada dalam RV.

Oleh karena itu dalam praktiknya surat gugatan dapat dicabut kembali, selama pihak

tergugat belum mengajukan jawabannya. Apabila tergugat telah mengajukan jawabannya,

maka pencabutan itu dapat dibenarkan apabila pihak tergugat menyetujuinya. Dengan

dicabutnya gugat, maka keadaan kembali seperti semula sebelum ada gugatan. Apabila sita

4

Page 5: paperr  3

jaminan telah di letakan maka dengan adanya pencabutan gugatan itu harus diperintahkan

untuk diangkat.

Menurut RV pencabutan gugatan itu dapat dilakukan :

1) Sebelum gugatan diperiksa di persidangan.

2) Sebelum tergugat memberikan jawabanya.

3) Setelah diberikan jawaban oleh tergugat.

b. Perubahan Gugatan

HIR tidak mengatur mengenai menambah atau mengubah surat gugat. Namun dapat

diperkenankan asalkan kepentingan-kepentingan kedua pihak, baik penggugat maupun

tergugat, terutama kepentingan tergugat sebagai orang yang diserang dan oleh karenanya

berhak membela diri, tidak dirugikan dengan perubahan atau penambahan gugat tersebut

(Pasal 127 RV).

Perihal perubahan atau penambahan gugat yang dimohonkan oleh penggugat setelah

tergugat mengajukan jawaban, hal itu harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari

tergugat, dan apabila pihak tergugat menyatakan keberatannya, maka permohonan

mengenai perubahan atau penambahan gugat tersebut dapat ditolak. Sebaliknya mengenai

pengurangan gugat senantiasa akan diperkenankan oleh hakim.

Batas waktu pengajuan perubahan gugatan:

1) Menurut Pasal 127 RV, batas waktu pengajuan perubahan gugatan sampai saat

perkara diputus.

2) Menurut MA, batas waktu pengajuan perubahan gugatan adalah pada hari pertama

sidang.

3) Menurut praktek pengadilan, cenderung menerapkan bahwa batas waktu seorang

penggugat mengajukan perubahan gugatan adalah sampai pada tahap replik-duplik.

Batasan di dalam merubah surat gugatan, menurut Pasal 127 RV, dilarang atau tidak

dibenarkan perubahan atau pengurangan gugatan apabila hal itu mengubah atau

menambah pokok gugatan. Berdasarkan praktik peradilan, maka pengubahan surat gugatan

5

Page 6: paperr  3

tidak boleh mengubah materi pokok perkara, mengubah posita gugatan, dan merugikan

tergugat.

3. PERIHAL ACARA ISTIMEWA

a. Gugur

Pasal 124 HIR mengatur mengenai dapat gugurnya suatu gugatan apabila pihak

penggugat tidak datang maupun tidak menyuruh wakilnya untuk datang menghadap

Pengadilan Negeri pada hari yang telah ditentukan meskipun ia telah dipanggil secara patut.

Dengan patut di sini maksudnya yang bersangkutan telah dipanggil dengan cara

pemanggilan menurut UU yang dilakukan jurusita dengan membuat berita acara

pemanggilan pihak-pihak yang dilakukan terhadap yang bersangkutan atau wakilnya yang

sah dengan memperhatikan tenggang waktu. Apabila cara pemanggilan tidak dilakukan

dengan sah maka hakim sekali lagi akan menyuruh jurusita untuk memanggil pihak

penggugat tersebut dan biaya pemanggilan tersebut menjadi tanggungan jurusita.

Pada pasal 124 HIR yang mengatur perihal gugur yang berbunyi sebagai berikut:

“Jikalau si penggugat, walaupun dipanggil dengan patut, tidak menghadap pengadilan

negeri pada hari yang ditentukan itu, dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap

selaku wakilnya, maka gugatannya dipandang gugur dan sipenggugat dihukum membayar

biaya perkara; akan tetapi sipenggugat berhak, sesudah membayar biaya yang tersebut,

memasukkan gugatannya sekali lagi.”

Dalam hal penggugat, sebelum dipanggil telah wafat, maka terserah kepada para

ahliwarisnya untuk meneruskan gugatan atau justru mencabut gugatan tersebut.

Putusan pengguguran ini dimaksudkan untuk mewujudkan asas audi et alteram partem

yaitu kepentingan kedua pihak harus diperhatikan. Karena gugatannya gugur, penggugat

dihukum untuk membayar biaya perkara. Apabila sebelum gugurnya gugatan telah

dilaksanakan sita jaminan, maka sita jaminan itu harus diperintahkan untuk diangkat. Pihak

penggugat yang perkaranya digugurkan, diperkenankan untuk mengajukan gugatannya

6

Page 7: paperr  3

sekali lagi setelah ia terlebih dahulu membayar biaya perkara dan membayar persekot untuk

perkara yang baru.

Jika dalam pengajuan perkara yang kedua kalinya ini kemudian digugurkan lagi dalam

HIR tidak diatur secara tegas apakah penggugat masih diperkenankan untuk dapat

mengajukan perkaranya sekali lagi, namun karena hal ini tidak secara nyata dilarang, hal ini

berarti pengajuan gugat tersebut diperkenankan. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.

berpendapat bahwa demi kewibawaan pengadilan agar tidak ada perkara yang berlarut-

larut tidak berketentuan, maka gugatan perlu dicoret dari daftar dan dianggap tidak pernah

ada.

b. Verstek

Verstek adalah pernyataan, bahwa tergugat tidak hadir, meskipun ia telah menurut

hukum acara harus datang. Verstek hanya dapat dinyatakan apabila tergugat kesemuanya

tidak datang menghadap pada sidang pertama dan apabila perkara diundurkan sesuai

dengan pasal 126 HIR, juga pihak tergugat kesemuanya tidak datang menghadap lagi.

Persoalan verstek diatur dalam pasal 125 HIR.

Namun Pasal 126 HIR/150 RBg memberikan keleluasaan bagi hakim untuk

memerintahkan jurusita memanggil sekali lagi tergugat supaya hadir dalam persidangan

berikutnya. Hal ini terjadi apabila hakim memandang perkaranya sangat penting sehingga

tidak layak diputuskan begitu saja tanpa kehadiran tergugat, sebab bisa saja terjadi surat

panggilan pengadilan tidak diterima oleh tergugat.

Apabila tergugat/para tergugat hadir pada sidang pertama dan tidak hadir dalam

sidang-sidang berikutnya lalu hakim mengundurkan sidang, dan pada sidang kedua hadir

namun pada sidang-sidang berikutnya tidak hadir, maka perkara akan diperiksa menurut

acara biasa dan putusan dijatuhkan secara contradictoir (dengan adanya

perlawanan/optegenspraak).

Kemungkinan-kemungkinan dalam pengambilan putusan verstek:

7

Page 8: paperr  3

1. Bila pada sidang pertama tergugat tidak hadir dan hakim memerintahkan untuk

menunda persidangan dan dalam persidangan yang kedua itu tergugat tidak hadir

lagi, hakim menjatuhkan putusan verstek

2. Bila tergugat terdiri atas beberapa orang dan dalam sidang pertama di antara

mereka ada yang tidak hadir dan tidak menyuruh orang lain untuk hadir sebagai

kuasanya, maka pemeriksaan perkara ditunda sampai sidang berikutnya. Jika

ternyata tergugat yang bersangkutan gagal hadir lagi, [emeriksaan perkaranya

diteruskan dan semua tergugat baik yang hadir maupun yang tidak hadir diputuskan

dengan satu putusan saja, dan perlawanan (verzet) atas putusan ini tidak

diperkenanankan (Pasal 151 HIR/127 RBg).

3. Bila tergugat maupun kuasanya tidak hadir pada sidang pertama tetapi mengirimkan

jawaban yang memuat tangkisan (exceptie) yang menyatakan bahwa pengadilan

tidak berwenang untuk mengadili perkaranya, maka pengadilan wajib membei

putusan atas tangkisan itu setelah mendengar pihak penggugat. Bila tangkisan

ditolak, pengadilan memutuskan pokkok perkaranya (Pasal 125 ayat 2 /HIR/149 ayat

2 RBg).

4. Gugatan penggugat akan dikabulkan meskipun tidak hadir kecuali jika itu melawan

hokum (onrechtmatige daad) atau tidak berakasan (ongegrond). Bila gugatan

melawan hokum, maka dalam putusan verstek gugata itu harus dinyatakan tidak

dapat diterima (niet onvankelijk verklaard) dan apabila guatan tidak beralasan maka

dalam putusan verstek gugata itu harus dinyatakan ditolak (iontzegd). Terhadap

putusan tidak dapat diterima, penggugat dapat mengajukan gugatannya kembali ke

Pengadilan negeri, sedangkan terhadap putusan yang menyatakan gugatannya

ditolak, penggugat hanya dapat mengajukan permohonan banding ke Pengadilan

Tinggi.

5. Putusan verstek tidak selalu mengabulkan gugatan penggugat, sehingga meskipun

tergugat tidak hadir dalam persidangan, ia tidak selalu dikalahkan.

6. Bila ddalam putusan verstek hakim mengabulkan gugatan penggugat, maka putusan

itu harus diberitahukan kepada tergugat yang bersangkutan. Tergugat juga harus

diterangkan bahwa ia berhak mengajukan perlawanan (verzet) terhadap putusan itu

kepada Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara tersebut.

8

Page 9: paperr  3

Putusan verstek harus diberitahukan kepada orang yang dikalahkan dan kepadanya

diterangkan bahwa ia berhak untuk mengajukan perlawanan terhadap putusanvperstek

tersebut kepada pengadilan negeri yang sama, dalan tenggang waktu dan dengan cara yang

telah ditentukan dalam pasal 129 HIR.

Dalam surat putusan perstek tertulis siapa yang diperintahkan untuk menjalankan

pemberitahuan putusan tersebut secara lisan atau tertulis, didalamnya juga

menggambarkan keadaan yang benar-benar terjadi. Seperti halnya berita acara

pemanggilan para pihak untuk menghadap sidang maka surat pemberitahuan putusan

verstek dibuat oleh jurusita atas sumpah jabatan dan merupakan akta otentik yang

mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.

4. PENGIKUTSERTAAN PIHAK KETIGA DALAM PROSES

a. Vrijwaring

Perihal vrijwaring diatur dalam Pasal 70-76 RV, yang menyatakan bahwa pada saat

pemeriksaan di pengadilan, di luar kedua belah pihak, ada pihak ketiga yang ditarik dalam

perkara tersebut secara singkat tidak atas kemauannya sendiri.

Vrijwaring diajukan oleh tergugat dengan mengajukan permohonan secara lisan atau

tertulis kepada majelis hakim untuk memanggil seseorang sebagai pihak yang turut

berperkara dalam perkara yang sedang diperiksa majelis tersebut. Permohonan ini disebut

gugatan insidentil dan dengan suatu putusan sela akan diputuskan apakah gugatan insidentil

itu akan dikabulkan atau ditolak karena dianggap tidak beralasan.

Setelah pihak tergugat dalam vrijwaring menghadap, maka pemeriksaan dilakukan

seperti dalam perkara biasa, di mana tergugat dalam vrijwaring diberi kesempatan untuk

menjawab gugat dalam vrijwaring yang diajukan terhadapnya. Penggugat di dalam pokok

perkara ditanya pendapatnya mengenai jawaban yang diajukan oleh tergugat dalam

vrijwaring tersebut.

b. Tussenkomst

9

Page 10: paperr  3

Tussenkomst atau intervensi adalah masuknya pihak ketiga atas kemauan sendiri untuk

ikut dalam proses, di mana pihak ketiga ini tidak memihak penggugat maupun tergugat,

melainkan ia hanya memperjuangkan kepentingan sendiri.

Ciri-ciri tussenkomst :

1. Sebagai pihak ketiga yang berkepentingan dan berdiri sendiri.

2. Adanya kepentingan untuk mencegah timbulnya kerugian kehilangan haknya yang

terancam.

3. Melawan kepentingan kedua belahh pihak yang berperkara.

4. Dengan memasukkan tuntutan terhadap pihak-pihak yang berperkara

(penggabungan tuntutan).

c. Voeging

Voeging adalah penggabungan pihak ketiga yang merasa berkepentingan, lalu

mengajukan permohonan kepada majelis agar diperkenankan mencampuri proses tersebut

dan menyatakan ingin menggabungkan diri kepada salah satu pihak, penggugat atau

tergugat.

Sebelum hakim memperkenankan pihak ketiga untuk masuk ke dalam proses harus

terlebih dahulu mendengar semua pihak tentang maksud tersebut, kemudian hakim akan

mempertimbangkan dalam suatu putusan sela apakah ia menolak atau mengabulkan

pencempuran pihak ketiga.

Putusan sela tidak dibuat secara terpisah, melainkan merupakan bagian dari berita

acara, dan harus memuat terlebih dahulu “Tentang duduknya perkara” dan “Tentang

hukumnya” lengkap seperti putusan biasa.

5. SITA JAMINAN

a. Sita Conservatoir

Sita conservatoir yaitu jaminan berupa uang atau barang yang dimintakan oleh

penggugat kepada pengadilan untuk memastikan agar tuntutan penggugat terhadap

tergugat dapat dilaksanakan/dieksekusi kalau pengadilan mengabulkan tuntutan tersebut.

10

Page 11: paperr  3

Penyitaan dalam sita jaminan bukan dimaksudkan untuk melelang, atau menjual barang

yang disita , namun hanya disimpan (conserveer) oleh pengadilan dan tidak boleh dialihkan

atau dijual oleh termohon/tergugat. Dengan adanya penyitaan, tergugat kehilangan

kewenangannya untuk menguasai barang, sehingga seluruh tindakan tergugat untuk

mengasingkan, atau mengalihkan barang-barang yang dikenakan sita tersebut adalah tidak

sah dan merupakan tindak pidana yang dapat dikenakan pidana pasal 231dan 232 KUHP.

Diatur dalam Pasal 227 HIR:

1) Harus ada sangka yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau

dilaksanakan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang-barangnya.

2) Barang yang disita itu merupakan barang kepunyaan orang yang terkena sita,

artinya bukan milik penggugat.

3) Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara

yang bersangkutan.

4) Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis.

5) Sita Conservatoir dapat dilakukan atau diletakkan baik terhadap barang yang

bergerak dan yang tidak bergerak.

Menurut ketentuan yang termuat dalam Pasal 127 (1) HIR, sita conservatoir dapat

dimohonkan oleh penggugat sebelum dijatuhkan putusan atau sudah ada putusan, akan

tetapi putusan tersebut belum dapat dijalankan.

Dalam praktik sita jaminan dilakukan dalam surat gugat, dan dalam petitum

dimohonkan pernyataan sah dan berharga atau sita jaminan tersebut dengan lain perkataan

permohonan tersebut diajukan sebelum dijatuhkan putusan.

Sesuai Pasal 227 HIR, elemen dugaan yang beralasan, merupakan dasar

pembenar utama dalam pemberian sita tersebut. Apabila penggugat tidak memiliki bukti

kuat, maka sita jaminan tidak akan diberikan. Syarat ini dimaksudkan untuk mencegah

penyalahgunaan agar tidak diadakan penyitaan secara sembarangan, yang akhirnya

hanya merupakan tindakan sia-sia yang tidak mengenai sasaran (vexatoir). Sehingga

dalam sita ini, tersita harus didengar untuk mengetahui kebenaran dugaan tersebut.

Untuk mengabulkan sita conservatoir, harus ada sangka yang beralasan, bahwa

tergugat sedang berdaya upaya untuk menghilangkan barang-barangnya untuk

11

Page 12: paperr  3

menghindari gugatan penggugat. Disini dapat disimpulkan bahwa permohonan

pengajuan sita jaminan lebih diarahkan.

Pada proses kepailitan, permohonan sita jaminan hanya dapat dikabulkan, apabila

hal tersebut diperlukan guna melindungi kepentingan kreditur, dan untuk itu Pengadilan

dapat menentukan penyerahan suatu jaminan dalam jumlah yang dianggap wajar oleh

Pengadilan.

Yang dapat menjadi objek sita conversatoir adalah:

1) Barang bergerak milik debitur.

2) Barang tetap milik debitur.

3) Barang bergerak milik debitur yang berada di tangan orang lain (pihak ketiga).

Penyitaan juga hanya dilakukan terhadap barang-barang yang nilainya diperkirakan

tidak jauh melampaui nilai gugatan (nilai uang yang menjadi sengketa), sehingga nilai sita

seimbang dengan yang digugat. Perlu dicatat juga bahwa Mahkamah Agung pernah

membatalkan sita jaminan karena nilai barang yang disita melebihi nilai utang yang menjadi

pokok perkara.

b. Sita Revindicatior

Sita Revindicatoir diatur dalam pasal 226 HIR. Penyitaan tersebut harus atas barang

bergerak tertentu, terperinci, yang berada di tangan tergugat dan diajukan atas permintaan

penggugat selaku pemilik dari barang tersebut. Perkataan revindicatoir berasal dari

perkataan revindiceer yang artinya mendapatkan. Perkataan revindicatoir beslag

mengandung pengertian penyitaan untuk mendapatkan hak kembali. Maksud penyitaan ini

adalah agar barang yang digugat itu jangan sampai dihilangkan selama proses berlangsung.

Dari pasal 226 HIR, bahwa untuk dapat diletakkan sita revindicatoir itu adalah:

1) Harus berupa barang bergerak.

2) Barang bergerak tersebut adalah merupakan barang milik penggugat yang berada di

tangan tergugat.

3) Permintaannya harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.

4) Permintaan mana dapat diajukan secara lisan atau tertulis.

5) Barang tersebut harus diterangkan dengan seksama dan terperinci.

12

Page 13: paperr  3

Sesuai dengan Pasal 226 HIR, untuk mengajukan permohonan sita revindicatoir,

pemohon dapat langsung mengajukan permohonan, tanpa perlu ada dugaan yang beralasan

bahwa tergugat akan mencoba untuk menggelapkan atau melarikan barang yang

bersangkutan selama proses persidangan.

c. Sita Marital dan Pandbeslag

Sita marital pada dasarnya adalah salah satu jenis dari sita jaminan, akan tetapi jenis

sita ini adalah bertujuan untuk membekukan harta bersama yang diperoleh selama masa

perkawinan melalui penyitaan agar tidak berpindah kepada pihak ketiga selama proses

perkara perceraian atau pembagian harta bersama berlangsung. Dalam konteks ini

pembekuan harta bersama tersebut adalah harta bersama yang dikuasai langsung baik oleh

penggugat/pemohon atau tergugat/termohon.

Sehingga tujuan dari sita marital sendiri adalah untuk menjamin keutuhan,

mengamankan serta serta memelihara keutuhan seluruh harta bersama atas tindakan yang

tidak bertanggung jawab yang diambil oleh tergugat/termohon sampai dengan putusan

perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap, baik yang berada di tangan penggugat atau

di tangan tergugat.

Pengaturan sita marital sendiri dapat dilihat dalam Pasal 190 BW, Pasal 24 ayat (2)

huruf c PP No 9 Tahun 1975, Pasal 78 huruf c UU No 7 Tahun 1989, Pasal 136 ayat (2) huruf

b Kompilasi Hukum Islam, Pasal 823 – 830 Rv.

Suami ataupun istri berdasarkan Pasal 24 PP No9/1975 sama-sama mempunyai hak

untuk mengajukan sita marital. Sita marital diajukan oleh tergugat atau termohon dengan

cara mengajukan gugatan rekonvensi.

Permohonan sita marital dapat dibenarkan jika ada alasan bahwa tindakan suami/istri

telah secara nyata memboroskan harta bersama yang dapat menimbulkan kerugian bagi

tergugat/termohon dan jika tidak adanya ketertiban dalam mengelola dan mengurus harta

bersama yang dapat membahayakan keutuhan harta bersama.

Pengertian dan Penerapan

Menyita Milik Tergugat untuk Menjamin Pembayaran Utang

13

Page 14: paperr  3

Pengertian sita jaminan (conservatoir beslag) diatur dalam Pasal 227 ayat (1) HIR, Pasal 261

RBG atau Pasal 720 RV :

Menyita barang debitur selama belum dijatuhkan putusan dalam perkara perdata

Tujuannya, agar barang itu tidak digelapkan atau diasingkan tergugat selama proses

persidangan berlangsung, sehingga pada saat putusan dilaksanakan, pelunasan pembayaran

utang yang dituntut penggugat dapat dipenuhi, dengan jalan menjual barang sitaan itu

Bertitik tolak pada pasal 227 ayat (1) HIR, penerapan sita jaminan pada dasarnya hanya

terbatas pada sengketa perkara utang piutang yang ditimbulkan oleh wanprestasi. Dengan

diletakannya sita pada barang milik tergugat, barang itu tidak dapat dialihkan tergugat

kepada pihak ketiga, sehingga tetap utuh sampai putusan berkekuatan tetap. Apabila

tergugat tidak memenuhi pembayaran secara sukarela; pelunasan utang atau ganti rugi itu,

diambil secara paksa dari barang sitaan melalui penjualan lelang. Dengan demikian,

tindakan penyitaan barang milik tergugat sebagai debitur :

Bukan untuk diserahkan dan dimiliki penggugat (pemohon sita)

Tetapi diperuntukan melunasi pembayaran utang tergugat kepada pengugat

Dapat diterapkan atas Tuntutan Ganti Rugi

Dalam arti sempit berdasarkan Pasal 227 (1) HIR, sita jaminan hanya dapat diterapkan dalam

perkara utang piutang. Akan tetapi dalam praktik, penerapannya diperluas meliputi

sengketa tuntutan ganti rugi baik yang timbul dari :

Wanprestasi berdasarkan Pasal 1243 Jo Pasal 1247 KUHPerdata dalam bentuk penggantian

biaya, bunga dan keuntungan yang akan diperoleh, atau

Perbuatan melawan hukum (PMH) berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, dalam bentuk ganti

rugi materil dan imateriil

Untuk menjamin pemenuhan pembayaran tuntutan ganti rugi yang diajukan penggugat

berdasarkan wanprestasi atau PMH, dapat meminta kepada pengadilan agar diletakan sita

jaminan terhadap barang milik tergugat. Dengan demikian, praktik peradilan telah

memperluas penafsiran utang meliputi ganti rugi, sehingga terhadap sengketa yang

14

Page 15: paperr  3

demikian dapat dibenarkan untuk menerapkan sita jaminan yang diatur dalam Pasal 227

ayat (1) HIR atau pasal 720 Rv.

Dapat Diterapkan dalam Sengketa Milik

Sita jaminan juga meliputi sengketa hak milik atas benda tidak bergerak. Jika sita jaminan

yang diatur dalam Pasal 227 ayat (1) HIR tidak boleh diterapkan dalam dalam sengketa milik

atas barang tidak bergerak, akan terdapat kekosongan hukum, sehingga tidak mungkin

melindungi penggugat atas tindakan tergugat yang beritikad buruk. Selama proses

persidangan berlangsung, tergugat leluasa menjual atau memindahtangankan barang itu

kepada pihak ketiga tanpa ancaman hukuman jika tidak diletakkan sita jaminan

terhadapnya. Sehubungan dengan gambaran kekosongan hukum tersebut, cukup alasan

menerima perluasan penerapan sita jaminan meliputi sengketa milik atas barang tidak

bergerak.

Demikian gambaran pengertian dan tujuan sita jaminan. Menempatkan dan menahan harta

kekayaan tergugat yang berkedudukan sebagai debitur dibawah penjagaan pengadilan.

Tujuannya, agar keutuhan barang itu tetap terjamin nilai dan keberadaannya sampai

putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila tergugat tidak memenuhi

pembayaran secara sukarela maka harta kekayaan tergugat yang disita tersebut dijual

lelang, dan harga yang diperoleh dipergunakan untuk membayar utang atau ganti rugi yang

dibebankan kepada tergugat.

Sedangkan, apabila gugatannya tentang sengketa milik atas barang tidak bergerak, sita

jaminan yang diletakan bertujuan untuk menjamin keutuhan dan keberadaan barang

sehingga terpelihara selama proses pemeriksaan berlangsung. Dengan demikian, pada saat

putusan telah berkekuatan hukum tetap, barang tersebut dapat dieksekusi riil dengan jalan

mengosongkan atau membongkar bangunan yang ada diatasnya serta sekaligus

menyerahkan kepada penguggat.

Objek Sita Jaminan

Dalam Sengketa Milik, Terbatas atas Barang yang Disengketakan

15

Page 16: paperr  3

Kebolehan meletakan sita jaminan atas harta kekayaan tergugat dalam sengketa hak milik

atas benda tidak bergerak :

Hanya terbatas atas objek barang yang diperkarakan, dan

Tidak boleh melebihi objek tersebut.

Pelanggaran atas prinsip itu, dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang (abuse of

authority), dan sekaligus merupakan pelanggaran atas tata tertib beracara, sehingga

penyitaan itu dikategorikan sebagai undue process atau tidak sesuai dengan hukum acara.

Terhadap objek dalam Sengketa Utang atau Ganti Rugi

Meliputi Seluruh Harta Kekayaan Tergugat

Sepanjang utang atau tuntutan ganti rugi tidak dijamin dengan agunan tertentu, sita

jaminan dapat diletakan di atas seluruh harta kekayaan tergugat. Penerapan yang demikian

bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1131 KUHP Perdata jo pasal 227 ayat (1) HIR yang

menegaskan :

Segala kebendaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, menjadi

tanggungan untuk segala perikatan perseorangan (Pasal 1131 KUHPerdata)

Barang debitur (tergugat) baik yang bergerak maupun tidak bergerak dapat diletakan sita

jaminan untuk pembayaran utangnya atas permintaan kreditor (penggugat)

Akan tetapi, kebolehan menyita seluruh harta milik tergugat dalam sengketa utang atau

ganti rugi harus memperhatikan prinsip yang digariskan Pasal 197 ayat (8) HIR, Pasal 211

RBG :

Dahulukan penyitaan barang bergerak

Jadi yang pertama disita, barang bergerak. Apabila nilai barang bergerak yang disita

mencukupi untuk melunasi jumlah gugatan, penyitaan dihentikan sampai disitu saja

Kalau barang yang bergerak tidak mencukupi jumlah tuntutan, baru dibolehkan meletakan

sita jaminan terhadap barang tidak bergerak

Terbatas pada Barang Agunan

16

Page 17: paperr  3

Jika perjanjian utang piutang dijamin dengan agunan barang tertentu :

Sita jaminan dapat langsung diletakkan di atasnya meskipun bentuknya barang tidak

bergerak;

Dalam perjanjian kredit yang dijamin dengan agunan barang tertentu, pada barang itu

melekat sifat spesialistis yang member hak separatis kepada kreditor, oleh karena prinsip itu

mendahulukan penyitaan barang bergerak disingkirkan oleh perjanjian kredit yang dijamin

dengan agunan.

Pada dasarnya, penyitaan dalam perjanjian kredit dengan agunan barang tertentu, hanya

meliputi barang itu saja, tanpa mempersoalkan apakah nilainya cukup memenuhi jumlah

tuntutan. Sekiranya setelah di eksekusi ternyata nilainya tidak cukup membayar jumlah

tuntutan, pengugat dapat meminta penyempurnaannya dengan jalan menyita eksekusi

(executoir beslag) harta tergugat yang lain sesuai dengan asas yang digariskan Pasal 1131

KUHPerdata.

Dari penjelasan tersebut, sita jaminan dapat diletakan di atas segala bentuk harta kekayaan

tergugat, tanpa mengurangi prinsip mendahulukan barang bergerak dan variabel penyitaan

barang tertentu dalam sengketa milik dan dalam perjanjian kredit yang dijamin dengan

barang agunan terterntu seperti yang dijelaskan diatas.

Tata Cara Pelaksanaan Sita Jaminan

Mengenai tata cara pelaksanaan sita jaminan diatur dalam Pasal 227 ayat (3) HIR.

Dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan

Dituangkan dalam bentuk surat penetapan yang diterbitkan oleh Ketua PN atau majelis

bersangkutan

Berisi perintah kepada panitera atau juru sita untuk melaksanakan sita jaminan terhadap

harta kekayaan tergugat

Penyitaan dilaksanakan panitera atau juru sita

Memberitahukan penyitaan kepada tergugat yang berisi :

17

Page 18: paperr  3

Hari, tanggal, bulan, tahun, dan jam serta tempat penyitaan;

Agar tergugat menghadiri penyitaan

Kehadiran tergugat tidak menjado syarat keabsahan pelaksanaan sita.

Juru sita dibantu oleh dua orang saksi

Dijelaskan nama, pekerjaan, dan tempat tinggal saksi dalam berita acara sita;

Saksi harus penduduk Indonesia

Paling rendah berumur 21 tahun

Orang yang dapat dipercaya

Pelaksanaan sita dilakukan ditempat barang terletak

Juru sita dan saksi datang ditempat barang yang hendak disita, dan

Tidak sah penyitaan yang tidak dilakukan di tempat barang terletak.

Membuat berita acara sita

Hal-hal pokok yang harus dimuat dalam berita acara sita jaminan :

Tanggal dan nomor surat penetapan

Jam, tanggal, hari, bulan, dan tahun penyitaan

Nama, pekerjaan, dan tempat tinggal saksi

Rincian satu persatu jenis barang yang disita

Penjelasan pembuatan berita acara dihadapan tersita (jika hadir)

Penjelasan penjagaan barang sitaan diserahkan kepada tersita

Ditandatangani juru sita dan saksi

Meletakkan barang sitaan di tempat semula

Menyatakan sita sah dan beharga

18

Page 19: paperr  3

Sita Jaminan atas Barang Bergerak

Sita jaminan atas barang bergerak dapat terjadi apabila perjanjian kredit tidak dijamin

dengan agunan barang tertentu atau jaminannya tidak berbentuk fidusia.

Barang sitaan tetap diletakkan pada tempat semula:

Boleh dipindahkan ke tempat lain,

Dengan syarat, apabila hal itu perlu untuk keamanan dan keselamatan barang

Penjagaan dan penguasaan diserahkan kepada tergugat (tersita)

Tidak boleh diserahkan penjagaan dan penguasaannya kepada penggugat,

Juga dilarang menyerahkan penjagaan dan penguasaannya kepada pihak ketiga atau kepala

desa

Tidak boleh diletakkan sita jaminan atas permintaan pengugat lain

Terhadap penyitaan barang bergerak berlaku asas :

Saisie sur saisie ne vaut yang digariskan Pasal 463 RV, yaitu pada saat yang bersamaan tidak

boleh diletakkan sita terhadap barang yang sama

Yang dapat dilakukan atas permintaan sita yang belakangan adalah sita penyesuaian dengan

jalan membuat berita acara penyesuaian (process verbal van vergelijkende beslag)

Secara kasuistis dapat dibebankan jaminan kepada penggugat

Diterapkan ketentuan Pasal 722 Rv dalam sita jaminan :

Pengabulan sita jaminan yang diminta penggugat dibarengi dengan perintah atau

persyaratan, sita jaminan baru dilaksanakan apabila penggugat membayar

Biaya, serta

Kerugian dan bunga yang mungkin timbul akibat penyitaan tersebut

19

Page 20: paperr  3

Dalam hal yang demikian penyerahan uang jaminan, harus diberikan bersamaan dengan

perintah penyitaan;

Mengenai berapa besarnya uang jaminan yang harus diberikan pengugat atas penyitaan itu,

dapat ditetapkan pengadilan melalui sidang insidentil

Ketentuan ini dapat diterapkan secara kasuistis. Oleh karena itu ketentuan Pasal 722 Rv,

tidak boleh dijadikan sebagai syarat yan bersifat generalisasi terhadap setiap penyitaan

barang bergerak.

Tersita Berhak Mengajukan Bantahan

Pasal 724 Rv memberi hak kepada tergugat (tersita) untuk segera mengajukan bantahan

terhadap sita jaminan yang diletakkan terhadap barang bergerak.

Bantahan dapat diajukan di luar sidang atau dalam sidang insidentil

Dapat juga diajukan dalam proses pemeriksaan pokok perkara

Bantahan berisi alasan dan tuntutann agar sita jaminan diangkat, karena tidak sah atau tidak

memenuhi syarat, maupun atas alasan penyitaan bertitik tolak dari dalil gugatan yang tidak

mempunyai dasar hukum.

20