paper masyarakat desa kota
DESCRIPTION
masyarakat desa kotaTRANSCRIPT
MASYARAKAT DESA DAN KOTA
Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Masyarakat Desa dan Kota
Dosen Pengampu: Suparmini, M.Si
Puji Lestari, M.Hum
Di sususn oleh:
Lutfiana Mar Atus Sholikhah (13416241058)
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS B
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
A. Kajian analisis wilayah pedesaan
1. Jelaskan profil pedesaan Indonesia
2. Identifikasikan permasalahan fisik, sosial, budaya pedesaan
3. Jelaskan klasifikasi tipologi desa serta dasar klasifikasinya
4. Jelaskan proses perubahan sosial masyarakat pedesaan dan beri contoh
B. Kajian wilayah perkotaan
1. Jelaskan teori perkembangan kota Burges, teori sektor dan teori inti ganda
2. Jelaskan karakteristik wilayah masyarakat perkotaan
3. Jelaskan klasifikasi tipologi kota
4. Uraikan bentuk perubahan sosial masyarakat perkotaan
5. Jelaskan kompleksitas permasalahan diperkotaan
C. Kajian Interaksi desa kota
1. Jelaskan sebab - sebab terjadinya interaksi desa kota
2. Buat analisis tentang urbanisasi, penyebab terjadinya serta dampaknya
3. Jelaskan solusi untuk pengendalian proses urbanisasi
4. Jelaskan teori - teori tentang interaksi desa kota
A. Kajian analisis wilayah pedesaan
1. Profil Pedesaan di Indonesia
Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi. Definisi kawasan perdesaan berdasarkan UU No. 26
Tahun 2007 menegaskan bahwa perdesaan merupakan kawasan yang secara
komparatif pada dasarnya memiliki keunggulan sumberdaya alam khususnya pertanian
dan keanekaragaman hayati.
Sampai dengan dilaksanakannya pembangunan Nasional Negara Indonesia di era
reformasi ini, fakta menunjukkan bahwa sektor pertanian masih merupakan mata
pencaharian terbesar penduduk Indonesia, merupakan sektor paling dominan (leading
sector) dalam perekonomian Nasional.
Sebagian besar penduduk Indonesia saat ini masih bertempat tinggal di kawasan
permukiman perdesaan (sekitar 60 persen, data Sensus Penduduk tahun 2000). Selama ini
kawasan perdesaan di Indonesia masih dicirikan oleh besarnya jumlah penduduk miskin,
terbatasnya alternatif lapangan kerja, dan rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja
perdesaan, yang disebabkan oleh adanya kendala seperti rendahnya tingkat penguasaan
lahan pertanian rumah tangga petani dan tingginya ketergantungan pada kegiatan
budidaya pertanian, serta belum meratanya tingkat pelayanan prasarana dan sarana dasar
bagi masyarakat.
Masyarakat pedesaan di Indonesia bersifat homogen, seperti dalam hal mata
pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya. Selain itu, kehidupan masyarakat
pedesaan di Indonesia identik dengan dengan istilah gotong-royong yang merupakan
kerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingan mereka. Kemudian di dalam
kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia juga terdapat beberapa gejala-gejala sosial
yang sering di istilahkan dengan konflik (pertengkaran), kontraversi (pertentangan),
kompetisi (persiapan), kegiatan pada masyarakat pedesaan, dan sistem nilai budaya
petani di Indonesia. Sistem nilai budaya petani Indonesia antara lain para petani di
Indonesia terutama di pulau jawa pada dasarnya menganggap bahwa hidupnya itu sebagai
sesuatu hal yang buruk, penuh dosa, dan kesesengsaraan. Tetapi itu semua tidak berarti
bahwa mereka harus menghindari hidup yang nyata dan menghindarkan diri dengan
bersembunyi di dalam kebatinan atau dengan bertapa, bahkan sebaliknya wajib
menyadari keburukan hidup itu dengan jelas berlaku prihatin dan kemudian sebaik-
baiknya dengan penuh usaha dan ikhtiar. Lalu, mereka juga beranggapan bahwa orang
bekerja itu untuk hidup, dan kadang-kadang untuk mencapai kedudukannya.
Kebanyakan pedesaan di Indonesia mempunyai ciri - ciri seperti berikut ini:
Ciri - ciri masyarakat desa :
adat istiadat norma hukum dan aturan khas yang mengatur tingkah laku warga
suatu kontinyuitas dalam waktu tertentu
suatu identitas yang kuat mengikat semua warga
system kehidupan kelompok berdasarkan system kekeluargaan
pada umumnya hidup dari hasil pertanian
cara bertani belum mengenal mekanisme pertanian
golongan orang tua memegang peranan penting karena itu sukar mengadakan
perubahan perubahan yang nyata pada umumnya golongan tua di golongkan pada
tradisi yang kuat mereka ini di sebut pimpinan formal
system pengendali sosial sangat kuat sehingga perkembangan jiwa individu sangat
sukar di kembangkan
rasa persaudaraan yang sangat kuat sekali anatara warganya saling mengenal dan
saling menolong
Ciri - ciri fisik desa :
jumlah penduduk tidak lebih dari 1000 orang
sebagian besar tanahnya tanah pertanian,kecuali desa nelayan
tidak terlalu di sibukan dengan kendaraan roda empat di desa relative dari jalan
batu dan tanah
2. Identifikasikan permasalahan fisik, sosial, budaya pedesaan
Berdasarkan yang dikutip dari bappenas.go.id Kawasan perdesaan menghadapi
permasalahan-permasalahan yang menghambat perwujudan kawasan permukiman
perdesaan yang produktif, berdaya saing dan nyaman.
a. Permasalahan fisik pedesaan
1) Rendahnya aset yang dikuasai masyarakat perdesaan.
Ini terlihat dari besarnya jumlah rumah tangga petani gurem (petani dengan
pemilikanlahan kurang dari 0,5 ha) yang mencapai 13,7 juta rumah tangga
(RT) atau 56,2 persen dari rumah tangga pertanian pengguna lahan pada tahun
2003.
2) Meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan beririgasi teknis bagi
peruntukan lain.
Di samping terjadinya peningkatan luas lahan kritis akibat erosi dan
pencemaran tanah dan air, isu paling kritis terkait dengan produktivitas sektor
pertanian adalah penyusutan lahan sawah. Kondisi ini selain didorong oleh
timpangnya nilai land rent pertanian dibanding untuk permukiman dan
industri.
3) Meningkatnya degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Sumber daya alam dan lingkungan hidup sebenarnya merupakan aset yang
sangat berharga bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat apabila dikelola
dan dimanfaatkan secara optimal, terutama bagi masyarakat yang tinggal di
sekitarnya. Namun demikian, potensi ini akan berkurang bila praktek-praktek
pengelolaan yang dijalankan kurang memperhatikan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan.
4) Tingginya risiko kerentanan yang dihadapi petani dan pelaku usaha di
perdesaan.
Petani dan pelaku usaha di kawasan perdesaan sebagian besar sangat
bergantung pada alam. Kondisi alam yang tidak bersahabat akan
meningkatkan risiko kerugian usaha seperti gagal. Pada kondisi demikian,
pelaku industri kecil yang bergerak di bidang pengolahan produk-produk
pertanian otomatis akan terkena dampak sulitnya memperoleh bahan baku
produksi.
b. Permasalahan Sosial pedesaan
1) Terbatasnya alternatif lapangan kerja berkualitas.
Kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian, baik industri kecil yang mengolah
hasil pertanian maupun industri kerajinan serta jasa penunjang lainnya sangat
terbatas dipedesaan. Sebagian besar kegiatan ekonomi di perdesaan masih
mengandalkan produksi komoditas primer sehingga nilai tambah yang dihasilkan
kecil.
2) Rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana perdesaan.
Ini tercermin dari total area kerusakan jaringan irigasi yang mencapai sekitar 30
persen, rasio elektrifikasi kawasan perdesaan yang baru mencapai 78 persen
(tahun 2003), jumlah desa yang tersambung prasarana telematika baru mencapai
36 persen (tahun 2003), fasilitas pendidikan yang rusak, terbatasnya pelayanan
kesehatan, dan fasilitas pasar yang masih terbatas di perdesaan khususnya di
Kawasan Timur Indonesia.
3) Rendahnya kualitas SDM di perdesaan yang sebagian besar berketrampilan
rendah
Ini ditunjukkan dengan rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas
baru mencapai 5,84 tahun atau belum lulus SD/MI; Kemampuan keaksaraan
penduduk juga rendah. Mereka berfikiran pendidikan tidaklah penting sehingga
mereka mengabaikan bagaimana pentingnya pendidikan itu sendiri.
c. Permasalahan Budaya
Masalah kebudayaan yang ada di desa yaitu ditandai dengan mulai lunturnya nilai -
nilai cultural desa itu sendiri. Banyak budaya asing yang masuk ke desa tanpa adanya
filterisasi sehingga budaya asing yang berkembang membuat nilai - nilai yang
menjadi identitas desa tersebut hilang
3. Tipologi desa
a. Berdasarkan sistem ikatan kekerabatan
Berdasarkan ciri-ciri fisik desa dalam sistem kehidupan masyarakat, maka
terbentuklan ikatan-ikatan kekerabatan di dalam wilayah pemukiman penduduk.
Setidaknya ada tiga sistem ikatan kekerabatan yang membentuk tipe-tipe desa di
Indonesia, yakni:
Tipe desa geneologis, yaitu suatu desa yang ditempati oleh sejumlah penduduk
dimana masyarakatnya mempunyai ikatan secara keturunan atau masih
mempunyai hubungan pertalian darah. Desa yang terbentuk secara geneologis
dapat dibedakan atas tipe patrilineal, matrilineal, dan campuran.
Tipe desa teritorial, yaitu suatu desa yang ditempati sejumlah penduduk atas dasar
suka rela. Desa teritorial terbentuk menjadi tempat pemukiman penduduk
berdasarkan kepentingan bersama.
Tipe desa campuran, yaitu suatu desa dimana penduduknya mempunyai ikatan
keturunan dan wilayah. Dalam bentuk ini, ikatan darah dan ikatan wilayah sama
kuatnya.
b. Berdasarkan hamparan wilayah
Berdasarkan hamparan wilayahnya, maka desa dapat diklasifikasikan atas desa
pedalaman dan desa pantai/pesisir.
Desa pedalaman adalah desa-desa yang tersebar di berbagai pelosok yang jauh
dari kehidupan kota.
Desa pantai adalah desa-desa yang tersebar di berbagai kawasan pesisir dan di
pulau-pulau kecil yang pada umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan
penangkap ikan dan hasil laut.
c. Berdasarkan pola pemukiman
Menurut Paul Landis (1948) pada dasarnya terdapat empat tipe desa pertanian:
Farm village type, yaitu suatu desa dimana orang bermukim secara besama-sama
dalam suatu tempat dengan sawah ladang yang berada di sekitar tempat mereka.
Nebulous farm village type, yaitu suatu desa dimana penduduknya bermukim
bersama di suatu tempat, dan sebagian lainnya menyebar di luar pemukiman
tersebut bersama sawah ladangnya.
Arranged isolated farm type, yaitu suatu desa dimana penduduknya bermukim di
sekitar jalan-jalan yang menghubungkan dengan pusat perdagangan (trade center)
dan selebihnya adalah sawah ladang mereka.
Pure isolated farm type, yaitu suatu desa di mana penduduknya bermukim secara
tersebar bersama sawah ladang mereka masing-masing.
Selain itu, Soekandar Wiriaatmadja (1972) membagi pola pemukiman di pedesaan
ke dalam empat pola, yakni:
Pola permukiman menyebar
Rumah-rumah para petani tersebar berjauhan satu sama lain. Pola ini terjadi
karena belum adanya jalan-jalan besar, sedangkan orang-orang harus mengerjakan
tanahnya secara terus menerus. Dengan demikian, orang-orang tersebut terpaksa
harus bertempat tinggal di dalam lahan mereka.
Pola permukiman memanjang
Bentuk pemukiman yang terlentak di sepanjang jalan raya atau di sepanjang
sungai, sedangkan tanah pertaniannya berada di belakang rumahnya masing-
masing.
Pola permukiman berkumpul
Bentuk pemukiman di mana rumah-rumah penduduk berkumpul dalam sebuah
kampung, sedangkan tanah pertaniannya berada di luar kampung.
Pola permukiman melingkar
Bentuk pemukiman di mana rumah-rumah penduduk melingkar mengikuti tepi
jalan, sedangkan tanah pertaniannya berada di belakangnya.
d. Berdasarkan mata pencaharian
Tipe masyarakat desa berdasarkan mata pencaharian pokok dapat diklasifikasikan
dalam desa pertanian dan desa industri.
Desa pertanian terdiri atas:
1) desa pertanian dalam artian sempit yang meliputi: desa pertanian lahan basah
dan lahan kering.
2) desa dalam artian luas yang meliputi: desa perkebunan milik rakyat, desa
perkebunan milik swasta, desa nelayan tambak, desa nelayan laut, dan desa
peternakan.
Desa industri yang memproduksi alat pertanian secara tradisional maupun
modern.
4. proses perubahan sosial masyarakat pedesaan
perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian
diantara unsur-unsur yang saling berbeda yang ada dalam kehidupan sosial sehingga
menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak serasi fungsinya bagi masyarakat yang
bersangkutan. Dalam perubahan sosial terdapat faktor yang mendorong perubahan
diantaranya adalah menurut Soerjono Soekanto ada sembilan faktor yang mendorong
terjadinya perubahan sosial, yaitu:
1. Terjadinya kontak atau sentuhan dengan kebudayaan lain.
2. Sistem pendidikan formal yang maju
3. Sikap menghargai hasil karya orang dan keinginan untuk maju.
4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
5. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.
6. Penduduk yang heterogen.
7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu
8. Orientasi ke masa depan
9. Nilai bahwa manusia harus selalu berusaha untuk perbaikan hidup.
Proses perubahan sosial dapat terjadi melalui difusi, akulturasi, asimilasi, dan akomodasi.
(http://ssbelajar.blogspot.com/2012/07/proses-perubahan-sosial.html)
Contoh perubahan sosial di desa:
A. Perubahan Kultural
Perubahan kultural (kebudayaan) adalah perubahan kebudayaan masyarakat desa
dari pola tradisional menjadi bersifat modern. Dalam hal ini yang dimaksud adalah
kebudayaan desa yang awalnya bersifat tradisional mulai dari alat yang digunakan,
ideologi, pendidikan, sedikit demi sedikit menjadi berkembang ke arah yang lebih
modern.
B. Perubahan Struktural
Senada dengan uraian tentang perubahan kebudayaan di atas, bagian ini juga
mencoba mengungkapkan perubahan struktur masyarakat desa yang menjadi semakin
bersifat kompleks.
C. Perubahan Lembaga dan Kelembagaan
Lembaga adalah sebagai wahana untuk memenuhi kebutuhan dalam suatu
masyarakat. Dalam kaitan ini kelembagaan adalah sebagai wujud dari suatu tindakan
bersama (Collective action). Jadi jika suatu masyarakat menginginkan suatu kebutuhan
baru dan beragam maka secara otomatis lembaga lama akan tidak berfungsi lagi.
D. Perubahan dan Pembangunan dalam Bidang Pertanian
Perubahan dan pembangunan di bidang pertanian tidak lepas dari perubahan yang
ada di dunia ini khususya dalam IPTEK dan teknologi yang menunjang peningkatan
dalam sektor pertanian.
B. Kajian analisis wilayah perkotaan
1. Teori Perkembangan kota
I. Teori Konsentris (The Consentric Theory)
Teori ini dikemukakan oleh E.W. Burgess (Yunus, 1999), atas dasar study kasusnya
mengenai morfologi kota Chicago, menurutnya sesuat kota yang besar mempunyai
kecenderungan berkembang ke arah luar di semua bagian-bagiannya. Masing-masing zona
tumbuh sedikit demi sedikit ke arah luar. Oleh karena semua bagian-bagiannya berkembang ke
segala arah, maka pola keruangan yang dihasilkan akan berbentuk seperti lingkaran yang
berlapis-lapis, dengan daerah pusat kegiatan sebagai intinya.
Secara berurutan, tata ruang kota yang ada pada suatu kota yang mengikuti suatu pola
konsentris ini adalah sebagai berikut:
a. Daerah Pusat atau Kawasan Pusat Bisnis (KPB).
Daerah pusat kegiatan ini sering disebut sebagai pusat kota. Dalam daerah ini terdapat
bangunan-bangunan utama untuk melakukan kegiatan baik sosial, ekonomi, poitik dan budaya.
Contohnya : Daerah pertokoan, perkantoran, gedung kesenian, bank dan lainnya.
b. Daerah Peralihan.
Daerah ini kebanyakan di huni oleh golongan penduduk kurang mampu dalam kehidupan
sosial-ekonominya. Penduduk ini sebagian besar terdiri dari pendatang-pendatang yang tidak
stabil (musiman), terutama ditinjau dari tempat tinggalnya. Di beberapa tempat pada daerah ini
terdapat kegiatan industri ringan, sebagai perluasan dari KPB.
c. Daerah Pabrik dan Perumahan Pekerja.
Daerah ini di huni oleh pekerja-pekerja pabrik yang ada di daerah ini. Kondisi
perumahannya sedikit lebih buruk daripada daerah peralihan, hal ini disebabkan karena
kebanyakan pekerja-pekerja yang tinggal di sini adalah dari golongan pekerja kelas rendah.
d. Daerah Perumahan yang Lebih Baik Kondisinya.
Daerah ini dihuni oleh penduduk yang lebih stabil keadaannya dibanding dengan
penduduk yang menghuni daerah yang disebut sebelumnya, baik ditinjau dari pemukimannya
maupun dari perekonomiannya.
e. Daerah Penglaju.
Daerah ini mempunyai tipe kehidupan yang dipengaruhi oleh pola hidup daerah pedesaan
disekitarnya. Sebagian menunjukkan ciri-ciri kehidupan perkotaan dan sebagian yang lain
menunjukkan ciri-ciri kehidupan pedesaan, Kebanyakan penduduknya mempunyai lapangan
pekerjaan nonagraris dan merupakan pekerja-pekerja penglaju yang bekerja di dalam kota,
sebagian penduduk yang lain adalah penduduk yang bekerja di bidang pertanian.
II. TEORI SEKTOR
Teori sektor ini dikemukakan oleh Homer Hoyt (Yunus, 1991 & 1999), dinyatakan
bahwa perkembangan-perkembangan baru yang terjadi di dalam suatu kota, berangsur-angsur
menghasilkan kembali karakter yang dipunyai oleh sector-sektor yang sama terlebih dahulu.
a. Pertumbuhan Vertikal, yaitu daerah ini dihuni oleh struktur keluarga tunggal dan semakin
lama akan didiami oleh struktur keluarga ganda. Hal ini karena ada factor pembatas, yaitu
: fisik, social, ekonomi dan politik.
b. Pertumbuhan Memampat, yaitu apabila wilayah suatu kota masih cukup tersedia ruang-
ruang kosong untuk bangunan tempat tinggal dan bangunan lainnya.
c. Pertumbuhan Mendatar ke Arah Luar (Centrifugal), yaitu biasanya terjadi karena adanya
kekurangan ruang bagi tempat tinggal dan kegiatan lainnya.
III. Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945. Kedua geograf ini
berpendapat, meskipun pola konsentris dan sektoral terdapat dalam wilayah kota, kenyataannya
lebih kompleks dari apa yang dikemukakan dalam teori Burgess dan Hoyt.
Pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat menjadi bentuk yang kompleks. Bentuk
yang kompleks ini disebabkan oleh munculnya nukleus-nukleus baru yang berfungsi sebagai
kutub pertumbuhan. Nukleus-nukleus baru akan berkembang sesuai dengan penggunaan
lahannya yang fungsional dan membentuk struktur kota yang memiliki sel-sel pertumbuhan.
Nukleus kota dapat berupa kampus perguruan tinggi, Bandar udara, kompleks industri,
pelabuhan laut, dan terminal bus. Keuntungan ekonomi menjadi dasar pertimbangan dalam
penggunaan lahan secara mengelompok sehingga berbentuk nukleus. Misalnya, kompleks
industri mencari lokasi yang berdekatan dengan sarana transportasi. Perumahan baru mencari
lokasi yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan dan tempat pendidikan.
Harris dan Ullman berpendapat bahwa karakteristik persebaran penggunaan lahan
ditentukan oleh faktor-faktor yang unik seperti situs kota dan sejarahnya yang khas, sehingga
tidak ada urut-urutan yang teratur dari zona-zona kota seperti pada teori konsentris dan sektoral.
Teori dari Burgess dan Hoyt dianggap hanya menunjukkan contoh-contoh dari kenampakan
nyata suatu kota.
2. Jelaskan karakteristik wilayah masyarakat perkotaan
Kondisi fisik dari masyarakat kota, secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan
perkotaan , setidaknya mengandung 5 unsur yang meliputi:
a. Wisma : unsur ini merupakan bagian ruang kota yang dipergunakan untuk tempat
berlindung terhadap alam sekelilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan
sosial dalam keluarga. Unsur wisma ini diharapkan dapat mengembangkan daerah
perumahan penduduk yang sesuai dengan pertambahan kebutuhan penduduk untuk masa
mendatang, memperbaiki keadaan lingkungan perumahan yang telah ada, agar dapat
mencapai standar mutu kehidpan yang layak, dan memberikan nilai-nilai lingkungan
yang aman dan menyenangkan.
b. Karya: unsur ini merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena unsur
ini merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh jaringan jalan.
c. Marga: unsur ini merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan
hubungan antara suatu tempat dengan tempat lainnya didalam kota, serta hubungan antara
kota itu dengan kota lain atau daerah lainnya.
d. Suka: unsur ini merupakan bagian dari ruang perkotaan untuk memenuhi kebutuhan
penduduk akan fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan kesenian
e. Penyempurna: unsur ini merupakan bagian yang penting bagi suatu kota, tetapi belum
secara tepat tercakup ke dalam keempat unsur termasuk fasilitas pendidikan dan
kesehatan, fasiltias keagamaan, perkuburan kota dan jaringan utilitas kota. (Kaq, 2009)
3. klasifikasi tipologi kota
a. Klasifikasi Bersifat Numerik
Yaitu membuat klasifikasi kota berdasarkan angka-angka seperti jumlah dan kepadatan
penduduk, luas wilayah, jumlah bangunan, panjang jalan, dan jumlah jenis jalan.(wikipedia)
b. Klasifikasi Bersifat Non-Numerik
Klasifikasi Kota menggunakan indicator non-numerik adalah melihat mayoritas pada
fungsi kota itu sendiri dan kekuasaan, yaitu:
Kota pusat produksi, yaitu kota-kota penghasil bahan mentah dan kota-kota yang
mengubah bahan tersebut menjadi barang-barang jadi.
Kota pusat perdagangan, yaitu sebenarnya menjadi sifat umum dari kota-kota tetapi tidak
semua kota didominasi oleh kegiatan perdagangan. Hanya ada penyaluran kebutuhan
sehari-hari warga Kota, ada yang merupakan perantara bagi perdagangan nasional
ataupun perdagangan internasional.
Kota pusat pemerintahan, yaitu kota yang digunakan sebagai pusat-pusat politik atau
pusat pemerintahan.
Kota pusat kebudayaan dan agama, yaitu Kota Roma yang lebih dikenal dengan pusat
keagamaan Katholik dar pada sebagai pusat kota politik dan Mekah merupakan pusat
agama Islam.
Kota pusat kesehatan, yaitu biasanya terdapat di daerah pegunungan yang memiliki udara
bersih dan suhu yang sejuk.
c. Klasifikasi Kota Berdasarkan Ketersediaan dan Fungsi Ruang Publik
Fungi Ruang Publik : Tempat Bertemu, Tempat Berdagang, Tempat Lalulintas.
Pertama adalah kota tradisional, dimana ketiga fungsi ruang public masih hidup secara
bersamaan. Biasanya ini ditemui di Kota kecil dimana penetrasi kendaraan bermotor tidak
terlalu luas.
Kedua adalah kota terserbu (invaded city) di mana satu fungsi biasanya fungsi lalu lintas,
dan itupun lalu lintas kendaraan pribadi – telah menguasai sebagian besar ruang publik,
sehingga tidak ada lagi ruang untuk fungsi yang lain.
Ketiga adalah Kota yang ditinggalkan (abandoned city) di mana ruang public dan kehidupan
public telah hilang.
Keempat adalah Kota yang direbut kembali (reconquered city) di mana ada usaha yang kuat
untuk mengembalikan keseimbangan fungsi ruang public sebagai tempat bertemu, tempat
berdagang dan tempat lalu lintas.
Di Indonesia klasifikasi Kota hanya meliputi 5 tingkatan. Dengan dasar
penggolongannya adalah jumlah penduduk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) mengeluarkan klasifikasi Kota sebagai berikut :
1. Kota Megapolitan populasi >5 juta jiwa
2. Kota Metropolitan populasi 1–5 juta jiw
3. Kota Besar populasi 500.000–1 juta jiwa
4. Kota Sedang populasi 100.000–500.000 jiwa
5. Kota Kecil 20.000–100.000 jiwa(Rahardjo. 1983.)
Klasifikasi Kota, berdasarkan :
A. Jumlah penduduk
1. Megapolitan, yaitu kota yang berpenduduk di atas 5 juta orang.
2. Metropolitan (kota raya), yaitu kota yang berpenduduk antara 1–5 juta orang.
3. Kota besar, yaitu kota yang berpenduduk antara 500.000– 1 juta orang.
4. Kota sedang, yaitu kota yang jumlah penduduknya antara 100.000–500.000 orang.
5. Kota kecil, yaitu kota yang berpenduduk antara 20.000–100.000 orang(Yunus,
Hadi. 2000.)
B. Tingkat perkembangannya (Lewis Munford)
1. Tingkat Eopolis, yaitu suatu wilayah yang berkembang menjadi kota baru.
2. Tingkat Polis, yaitu suatu kota yang masih memiliki sifat agraris.
3. Tingkat Metropolis, yaitu kota besar yang perekonomiannya sudah mengarah ke
industri.
4. Tingkat Megalopolis, yaitu wilayah perkotaan yang terdiri atas beberapa kota
metropolis yang berdekatan lokasinya sehingga membentuk jalur perkotaan yang
sangat besar.
5. Tingkat Tryanopolis, yaitu kota yang kehidupannya sudah dipenuhi dengan
kerawanan sosial, seperti kemacetan lalu lintas dan tingkat kriminalitas yang tinggi.
6. Tingkat Nekropolis, yaitu suatu kota yang berkembang menuju keruntuhan.
( Yunus, Hadi. 2000.)
C. Fungsinya
1. Kota pusat produksi, yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat produksi atau
pemasok, baik yang berupa bahan mentah, barang setengah jadi, maupun barang
jadi. Contoh: Surabaya, Gresik, dan Bontang.
2. Kota pusat perdagangan (Centre of Trade and Commerce), yaitu kota yang
memiliki fungsi sebagai pusat perdagangan, baik untuk domestik maupun
internasional. Contoh: Hongkong, Jakarta, dan Singapura.
3. Kota pusat pemerintahan (Political Capital), yaitu kota yang memiliki fungsi
sebagai pusat pemerintahan atau sebagai ibu kota negara.
4. Kota pusat kebudayaan (Cultural Centre), yaitu kota yang memiliki fungsi
sebagai pusat kebudayaan.( Yunus, Hadi. 2000.)
4. Bentuk perubahan masyarakat perkotaan
a. Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat
Perubahan lambat disebut juga evolusi. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha
masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan kondisi-kondisi baru yang
timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Contoh perubahan evolusi adalah perubahan
pada struktur masyarakat. Perubahan cepat disebut juga dengan revolusi, yaitu perubahan sosial
mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang berlangsung
relatif cepat. Contoh perubahan secara revolusi adalah gerakan Revolusi Islam Iran pada tahun
1978-1979 yang berhasil menjatuhkan pemerintahan Syah Mohammad Reza Pahlevi yang
otoriter dan mengubah sistem pemerintahan monarki menjadi sistem Republik Islam dengan
Ayatullah Khomeini sebagai pemimpinnya.
b. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar
Perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang
tidak membawa pengaruh langsung atau pengaruh yang berarti bagi masyarakat. Contoh
perubahan kecil adalah perubahan mode rambut atau perubahan mode pakaian. Sebaliknya,
perubahan besar adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang membawa
pengaruh langsung atau pengaruh berarti bagi masyarakat. Contoh perubahan besar adalah
dampak ledakan penduduk dan dampak industrialisasi bagi pola kehidupan masyarakat.
c. Perubahan yang Dikehendaki atau Direncanakan dan Perubahan yang Tidak Dikehendaki
atau Tidak Direncanakan
Perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan merupakan perubahan yang telah
diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak melakukan
perubahan di masyarakat.. Contoh perubahan yang dikehendaki adalah pelaksanaan
pembangunan atau perubahan tatanan pemerintahan, misalnya perubahan tata pemerintahan Orde
Baru menjadi tata pemerintahan Orde Reformasi. Perubahan yang tidak dikehendaki atau yang
tidak direncanakan merupakan perubahan yang terjadi di luar jangkauan pengawasan masyarakat
dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan.
Contoh perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan adalah munculnya berbagai
peristiwa kerusuhan menjelang masa peralihan tatanan Orde Lama ke Orde Baru dan peralihan
tatanan Orde Baru ke Orde Reformasi.
5. Kompleksitas permasalahan di perkotaan
Permasalahan yang dihadapi oleh perkotaan tidaklah sederhana. Banyaknya jumlah
penduduk yang tinggal diperkotaan membuat permasalahan terutama permasalahan
kependudukan menjadi semakin kompleks. Berikut adalah beberapa permasalahan yang
tergolong kompleks di perkotaan diantaranya:
a. Masalah Pertambahan Penduduk
Pertambahan penduduk diperkotaan karena tingginya tingkat Urbanisasi membuat
kawasan kota semakin terasa sempit karena semakin sedikitnya lahan kosong. Selain itu
dengan pertambahan penduduk yang begitu tinggi dapat memicu masalah - masalah
lainnya di perkotaaan. Misalnya tingginya pengangguran di perkotaan karena tidak
seimbangnya jumlah pekerjaan yang ada dengan jumlah pekerja yang memenuhi skill.
b. Urbanisasi dan Urbanisme
Wilayah perkotaan yang semakin sempit namun tingkat urbanisasi yang tidak dapat
dibendung menyebabkan salah satu permasalahan yang kompleks di perkotaan. Wilayah
kota yang tidaklah luas dengan bertambahnya penduduk dari luar kota menyebabkan
wilayah kota kekurangan lahan untuk tempat tinggal.
c. Kemiskinan
Kemiskinan juga termasuk permasalahan kompleks diperkotaan. Ini disebabkan karena
kebutuhan di kota yang tinggi dan tidak diimbangi penghasilan yang mencukupi oleh
penduduknya. Selain itu dapat juga disebabkan karena diperkotaan sulitnya mencari
pekerjaan di kota sehingga menambah jumlah pengangguran yang ada di kota.
d. Timbulnya Squatter
Penempatan tanah secara liar atau dalam bahasa asingnya squatter ialah seseorang atau
sekelompok orang yang menduduki atau menempati tanah tanpa membayar sewa ataupun
memiliki kewenangan tanah secara resmi (encyclopedia Americana). Sebagaimana kita
ketahui didalam melewati masa ke masa atau periode ke periode, maka permasalahan dan
penempatan atau penggunaan tanah secara liar tersebut sudah terjadi sejak dahulu setelah
Negara RI merdeka.
C. Kajian Interaksi desa-kota
1. Sebab - sebab terjadinya interaksi desa kota
Menurut Edward ullman, ada tiga factor utama yang mendasari atau mempengaruhi
timbulnya interaksi antar wilayah yaitu:
a. Wilayah yang saling melengkapi (regional complementary), yaitu wilayah yang
memiliki potensi sumber daya yang berbeda –beda, baik secara kualitas maupun
kuantitas.
b. Adanya kesempatan untuk berintervensi (interventing opportunity) yang meliputi dua
pengertian yaitu:
1. Adanya kemungkinan perantara yang dapat menghambat timbulnya interaksi
antara dua wilayah, dan dapat memuhi kebutuhan sumber daya wilayah lain
2. Adanya sumber daya pengganti yang di butuhkan wilayah sehingga melemahkan
interaksi dengan wilayah lain.
c. Adanya kemudahan pemindahan dalam ruang (spatial transfer ability), kemudahan
ini dapat berupa benda, manusia, gagasan atau informasi,adapun beberapa factor
yang mempengaruhi yaitu:
1. Jarak mutlak dan jarak relative antar wilayah
2. Biaya angkutan atau transportasi
3. Kemudahan atau kelancaran transportasi
2. Analisis tentang urbanisasi, penyebab serta dampaknya
urbanisasi dapat diartikan sebagai proses peningkatan konsentrasi penduduk diperkotaan
sehingga proporsi penduduk yang tinggal diperkotaan secara keseluruhan meningkat, dimana
secara sederhana konsentrasi tersebut dapat diukur dari proporsi penduduk yang tinggal
diperkotaan, kecepatan perubahan proporsi tersebut atau kadang-kadang perubahan jumlah pusat
kota.
Adapun faktor-faktor sehingga terjadi urbanisasi dimana faktor sosial ekonomi di daerah
asal yang tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan seseorang menyebabkan orang
tersebut ingin pergi ke daerah lain yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Ada beberapa
kekuatan yang menyebabkan orang terikat pada daerah asal dan ada juga kekuatan yang
mendorong orang untuk meninggalkan daerah asal (Mitchell, 1961).
Everet S. Lee (1976) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat upah kerja antara
perdedaan dengan perkotaan yang menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke
kota yang pesat. Adanya perbedaan tingkat kehidupan antara ke dua daerah tersebut yakni kota
dan desa, baik perbedaan tingkat ekonomi, sosial maupun politik, sehingga kota seakan-akan
selalu memberikan kesan yang menyenangkan bagi penduduk desa, karena dikota segalanya
dapat dipenuhi dengan mudah, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. Kota
memberikan bayangan tentang kesenangan hidup dan mudahnya mencari pekerjaan yang layak
dengan tidak perlu mengotori tangan.
Urbanisasi juga menimbulkan berbagai akibat tertentu yang dirasakan oleh oleh daerah
penerima dan daerah yang ditinggalkan meskipun urbanisasi ini oleh sebagaian ahli, dianggap
membawa dampak positif terutama bagi perkembangan kota, tetapi tidak sedikit pula dampak
negatif yang ditimbulkannya.
Bagi mereka yang memandang urbanisasi membawa dampak positif mengatakan, antara
lain :
Urbanisasi merupakan faktor penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan
Urbanisasi merupakan suatu cara untuk menyerap pengetahuan dan kemajuan-kemajuan
yang ada di kota
Urbanisasi yang menyebabkan terjadinya perkembangan kota, selanjutnya memberikan
getaran (resonansi) perkembangan bagi daerah-daerah perdesaan sekitarnya.
Selain dampak positif yang ditimbulkan juga menimbulkan dampak yang negatif, baik
dampak yang negatif itu dirasakan daerah perkotaan juga dirasakan pula oleh daerah perdesaan.
Urbanisasi di kota dapat menimbulkan masalah “over urbanization” dan “urban primacy “. Over
urbanization” yaitu kelebihan penduduk sehingga melebihi daya tampung kota. Ini merupakan
gejala makin meningkatnya daya tarik kota besar yang menimbulkan dysfunctional condition.
Hal ini dapat dilihat dengan ketimpangan antar daerah dan semakim beratnya beban pemerintah
kota. Sedangkan urban primacy adalah timbulnya dominasi kota besar terhadap kota-kota kecil
sehingga tidak berkembang, dominasi tersebut dapat dilihat dari konsentrasi ekonomi, alokasi
sumber daya, pusat pemasaran, pusat pemerintahan dan nilai-nilai sosial politik.
Over urbanization dan urban primacy adalah merupakan masalah yang di rasakan oleh kota
dimana akan menimbulkan masalah-masalah yang akan mempengaruhi perkembangan suatu
kota, adapun masalah-masalah yang dapat ditimbulkan antara lain :
1. Pengangguran
2. Perumahan / Permukiman Kumuh
3. Transportasi / Lalu Lintas
4. Degradasi Moral dan Kejahatan
3. Solusi Untuk Mengurangi Arus Urbanisasi
Menurut Todaro (1997:343-345) berpendapat bahwa adapun strategi yang tepat untuk
menanggulangi persoalan migrasi dan kaitannya dengan kesempatan kerja secara komprehensif,
adalah sebagai berikut :
Penciptaan keseimbangan ekonomi yang memadai antara desa - kota.
Keseimbangan kesempatan ekonomi yang lebih layak antara desa dan kota merupakan
suatu unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dalam strategi untuk menanggulangi
masalah pengangguran di desa-desa maupun di perkotaan, jadi dalam hal ini perlu ada
titik berat pembangunan ke sektor perdesaan.
Perluasan industri-industri kecil yang padat karya.
Komposisi atau paduan output sangat mempengaruhi jangkauan kesempatan kerja karena
beberapa produk. Membutuhkan lebih banyak tenaga kerja bagi tiap unit output dan tiap
unit modal dari pada produk atau barang lainnya.
Penghapusan distorsi harga faktor-faktor produksi
Untuk meningkatkan kesempatan kerja dan memperbaiki penggunaan sumber daya
modal langka yang tersedia maka upaya untuk menghilangkan distorsi harga faktor
produksi, terutama melalui penghapusan berbagai subsidi modal dan menghentikan
pembakuan tingkat upah diatas harga pasar.
Pemilihan teknologi produksi padat karya yang tepat
Salah satu faktor utama yang menghambat keberhasilan setiap program penciptaan
kesempatan kerja dalam jangka panjang baik pada sektor industri di perkotaan maupun
pada sektor pertanian diperdesaan adalah terlalu besarnya kekaguman dan kepercayaan
pemerintah dari negara-negara dunia ketiga terhadap mesin-mesin dan aneka peralatan
yang canggih (biasanya hemat tenaga kerja) yang diimpor dari negara-negara maju.
Pengubahan keterkaitan langsung antara pendidikan dan kesempatan kerja.
Munculnya fenomena “pengangguran berpendidikan” dibanyak negara berkembang
mengundang berbagai pertanyaan tentang kelayakan pengembangan pendidikan
khususnya pendidikan tinggi secara besar-besaran yang terkadang kelewat berlebihan.
Pengurangan laju pertumbuhan penduduk melalui upaya pengentasan kemiskinan absolut
dan perbaikan distribusi pendapatan yang disertai dengan penggalakan program keluarga
berencana dan penyediaan pelayanan kesehatan di daerah perdesaan.
Pembangunan agropolitan yang dapat mendorong kegiatan sektor pertanian dan sektor
komplemennya di wilayah perdesaan. Untuk itu diharapkan adanya kebijaksanaan
desentralisasi, sehingga terjadi keseimbangan ekonomi secara spasial antar wilayah
perdesaan dengan kawasan perkotaan yang lebih baik dan sekaligus mampu
menyumbang pada pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
4. Teori Interaksi desa-kota
a. Teori grafitasi
Konsep model gravitasi ini di dasarkan atas pernyataan bahwa jika ukuran salah satu atau
kedua wilayah bertambah, maka pengaruh yang terjadi di anatara kedua kota tersebut juga akan
bertambah. Semakin jauh jarak antara kedua wilayah, maka semakn berkurang juga pengaruh
yang terjadi di antara keduanya. Fenomena demikian di kenal sebagai peluruhan jarak (distance
delay). Model gravitasi ini dapat di gunakan untuk menghitung,
Aliran transportasi (lalu lintas)
Migrasi antara kedua wilayah serta
Jumlah penduduk yang cenderung menggunakan satu tempat pusat, misalnya satu tempat
belanja.
Rumus Teori Gravitasi: I ij=P1 P2
( Dij )2
Keterangan: I ij: Interaksi tempat i dan j ( Dij )2: Jarak antara tempat i dan j
P1: Interaksi tempat i
P2: Interaksi tempat j
b. Teori titik henti
Teori ini berusaha memberikan suatau cara dalam memperkirakan lokasi garis batas yang
memisahkan wilayah-wilayah perdagangan dari dua buah kota yang berbeda ukurannya. Selain
itu, juga juga dapat di gunakan untuk memperkirakan penempatan lokasi industry atau
pelayanan-pelayanan sosial antara dua wilayah, sehingga dapat di jangkau oleh penduduk daerah
tersebut.
Rumus teori titik henti:
DAB=d AB
1+√ PA
PB
Keterangan :DAB: Lokasi titik henti yang diukur dari kota atau wilayah yang jumlah
penduduknya lebih kecil
d AB: jarak antara kota A dan B
PA: Jumlah penduduk A yang lebih besar
PB: Jumlah penduduk B yang lebih kecil
DAFTAR PUSTAKA
Aksyar, Muhammad. (November 2011). Urbanisasi dampak dan Strategi. Diperoleh 1 Agustus
2014, dari http://anca45-kumpulan-makalah.blogspot.com/2011/11/urbanisasi-dampak-
dan-strategi.html
Bintarto, R. 1983. Interaksi desa dan kota. Jakarta: Ghalia Indonesia
Langkah Kaq. (2009, 27 Agustus).Ciri Sosial Kehidupan Masyarakat Kota. Diperoleh 1 Agustus
2014, dari http://bcahtimpeh7.wordpress.com/2009/08/27/ciri-sosial- kehidupan-
masyarakat- kota/
Samuel. (2012, 6 Januari). Kehidupan Masyarakat Pedesaan. Diperoleh 1 Agustus 2014, dari
http://samuel-idegue.blogspot.com/2012/01/kehidupan-masyarakat-pedesaan-di.html
Todaro, Michael. 1997. Economic Development, Sixth Edition. London and Ney York: Longman
Yunus, Hadi Sabari. 1999. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar
http://www.bappenas.go.id/files/6113/.../bab-25-pembangunan- perdesaan .pdf
http://psp3.ipb.ac.id/journal/files/journals/1/articles/273/public/273-1072-1-PB.pdf
http://pspk.ugm.ac.id/component/content/frontpage.html