problem masyarakat desa

97
Masalah Ekonomi Desa Oleh Yuli Afriyandi Selasa, 25 September 2012 Fenomena meningkatnya arus urbanisasi, sedikit banyak akan berdampak negatif terhadap ekonomi di desa jika tidak ditemukan langkah kebijakan yang bersifat solutif ke akar permasalahannya. Operasi yustisi kependudukan (OYK) yang biasa digelar merupakan langkah kebijakan yang bersifat sementara. Sehingga masih diharapkan suatu kebijakan yang mampu mengatasi fenomena tahunan menyangkut permasalahan urbanisasi di negeri ini. Seperti diketahui, meningkatnya arus urbanisasi pasca lebaran seakan sudah membudaya di tengah masyarakat kita. Kota besar seperti Jakarta masih menjadi kota tujuan utama untuk mewujudkan impian mencari penghidupan yang lebih baik dibandingkan dengan kehidupan di desa. Terbukti, pendatang baru di Jakarta pasca lebaran mencapai 47.832 orang yang berasal dari berbagai daerah. Salah satu alasan klasik minat pendatang baru untuk menyambangi kota besar seperti Jakarta adalah permasalahan ekonomi. Diasumsikan kota masih menjadi lumbung rejeki yang dapat menyajikan kemapanan. Karena, 20 persen kegiatan ekonomi nasional terpusat di Jakarta, sehingga celah untuk mencari pekerjaan yang diinginkan masih terbuka lebar. Selain itu, permasalahan lainnya yakni program-program strategis seperti penanganan masalah kemiskinan masih terpusat pada kota-kota besar, belum maksimal menyebar ke daerah-

Upload: bungsu-ndaq

Post on 26-Nov-2015

236 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

filsafat ilmu

TRANSCRIPT

Page 1: Problem Masyarakat Desa

Masalah Ekonomi Desa

Oleh Yuli Afriyandi 

Selasa, 25 September 2012

Fenomena meningkatnya arus urbanisasi, sedikit banyak akan berdampak negatif terhadap

ekonomi di desa jika tidak ditemukan langkah kebijakan yang bersifat solutif ke akar

permasalahannya. Operasi yustisi kependudukan (OYK) yang biasa digelar merupakan

langkah kebijakan yang bersifat sementara. Sehingga masih diharapkan suatu kebijakan yang

mampu mengatasi fenomena tahunan menyangkut permasalahan urbanisasi di negeri ini.

Seperti diketahui, meningkatnya arus urbanisasi pasca lebaran seakan sudah membudaya di

tengah masyarakat kita. Kota besar seperti Jakarta masih menjadi kota tujuan utama untuk

mewujudkan impian mencari penghidupan yang lebih baik dibandingkan dengan kehidupan

di desa. Terbukti, pendatang baru di Jakarta pasca lebaran mencapai 47.832 orang yang

berasal dari berbagai daerah.

Salah satu alasan klasik minat pendatang baru untuk menyambangi kota besar seperti Jakarta

adalah permasalahan ekonomi. Diasumsikan kota masih menjadi lumbung rejeki yang dapat

menyajikan kemapanan. Karena, 20 persen kegiatan ekonomi nasional terpusat di Jakarta,

sehingga celah untuk mencari pekerjaan yang diinginkan masih terbuka lebar.

Selain itu, permasalahan lainnya yakni program-program strategis seperti penanganan

masalah kemiskinan masih terpusat pada kota-kota besar, belum maksimal menyebar ke

daerah-daerah, apalagi pedesaan. Kenyataan ini telah dibuktikan dengan tingkat keberhasilan

program pengentasan kemiskinan. Bukti tersebut dapat kita lihat pada indeks penurunan

kemiskinan penduduk perkotaan yang lebih tinggi dari pada penduduk pedesaan yakni 0,09

juta orang bagi penduduk miskin perkotaan, dan 0,04 juta orang bagi penduduk pedesaan.

(Sumber BPS periode Maret - September 2011).

Ini, artinya keseriusan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan hingga pelosok pedesaan

masih dipertanyakan di samping menjadi salah satu bukti bahwa instabilitas ekonomi desa

masih menjadi salah satu akar permasalahan dari tingginya angka urbanisasi setiap tahun.

Faktor tingginya angka urbanisasi salah satunya adalah instabilitas ekonomi di desa. Desa

masih menjadi daerah "anak tiri" dalam kerangka program pembangunan nasional. Minimnya

fasilitas dan infrastruktur dalam berbagai aspek menjadi potret yang hingga saat ini masih

saja belum menjadi perhatian yang serius oleh pemerintah pusat maupun daerah. Jika

dicermati, dana APBN yang dikirim ke daerah setiap tahun terus meningkat. Seperti pada

Page 2: Problem Masyarakat Desa

2012, dalam APBNP tercatat Rp 478,8 triliun dana yang ditransfer ke daerah dan meningkat

dalam RAPBN 2013 mencapai Rp 518,9 triliun.

Tentu dipertanyakan, dengan anggaran begitu banyak namun di sisi lain belum menunjukkan

perubahan yang berarti bagi penanganan instabilitas ekonomi di daerah khususnya desa.

Salah satu faktornya, adalah masih adanya program yang sifatnya permukaan (kulit luar) dan

bisa diistilahkan sebagai melempar ikan bukan melempar kail. Dibutuhkan program yang

sifatnya memberdayakan bukan program yang bakal menjerumuskan masyarakat pada

perilaku konsumtif.

Tetapi, upaya pemerintah dalam mewujudkan stabilitas ekonomi di desa patut diapresiasi.

Program teranyar pemerintah yang di rilis Mei 2011, yaitu program Masterplan Percepatan

dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), di gadang-gadang mampu

menciptakan stabilitas ekonomi. Optimisme yang dibangun dari program ini adalah

percepatan pembangunan di wilayah daerah dengan mengerahkan kekuatan pusat dan daerah

untuk saling bahu-membahu dalam mendorong kemajuan suatu daerah dan pemerataan

ekonomi.

Namun, satu tahun berjalan program ini belum menunjukkan hasil yang signifikan. Selain itu

ada kelemahan dalam program MP3EI menurut Djasarmen Purba, seorang anggota Dewan

Perwakilan Daerah, daerah pemilihan Kepulauan Riau (dalam harian Sinar Harapan,

Jumat/24/8/ 2012) mengatakan bahwa program MP3EI tidak terintegrasi dengan program

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional dan Daerah. Sehingga program

tersebut masih membutuhkan kajian lebih lanjut untuk mencapai hasil yang maksimal agar

cita-cita desa sebagai kekuatan ekonomi bisa diwujudkan.

Kekuatan Ekonomi

Iwan Fals dalam sebuah syair lagunya yang berjudul "Desa" dalam album manusia setengah

dewa menyebutkan, "Desa harus jadi kekuatan ekonomi, desa adalah kekuatan sejati, desa

adalah kenyataan, desa dan kota tak terpisahkan, tapi desa harus diutamakan".

Syair lagu Desa tersebut mungkin merupakan sebuah kebenaran yang harus diwujudkan.

Karena mayoritas penduduk desa bermata pencaharian petani, sehingga langkah untuk

membangun kekuatan ekonomi desa seyogyanya harus difokuskan pada sektor pertanian.

Sejalan dengan hal ini, dalam menjadikan sektor pertanian sebagai roda penggerak

pertumbuhan ekonomi maka komitmen untuk memperluas dan meningkatkan swasembada

pangan harus terus diasah. Jika hal ini telah menjadi prioritas utama, maka tentunya untuk

Page 3: Problem Masyarakat Desa

mewujudkan desa sebagai basis kekuatan ekonomi akan mendekati kenyataan. Sehingga

pertumbuhan ekonomi yang diharapkan melalui sektor pertanian inipun dapat dicapai.

Tidak kalah pentingnya adalah potret desa sebagai simbol keterbelakangan dan

ketidakberdayaan dapat terkikis, serta terwujudnya stabilitas ekonomi di desa. Semoga. ***

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=312026 diakses tgl 26/11/2013 at 14:52

Masalah Masyarakat Perkotaan & Masyarakat Pedesaan

Kota adalah suatu ciptaan peradaban budaya umat manusia.

Kota sebagai hasil dari peradaban yang lahir dari pedesaan, tetapi kota berbeda dengan

pedesaan, sedangkan masyarakat kota adalah suatu kelompok teritorial di mana penduduknya

menyelenggarakan kegiatan-kegiatan hidup sepenuhnya, dan juga merupakan suatu

kelompok terorganisasi yang tinggal secara kompak di wilayah tertentu dan memiliki derajat

interkomuniti yang tinggi.Permasalahan di kota adalah pengangguran, rawan pangan, rawan

moral dan lingkungan.

Sedangkan Desa adalah suatu perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik,

dan kultural yang terdapat di suatu daerah dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal

balik dengan daerah lain, sedangkan masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan

perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga atau anggota

masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian

yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di mana ia hidup dicintai serta mempunyai

perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakat atau anggota masyarakat.

Permasalahan yang ada di kota antara lain :

1. konflik (pertengkaran),

2. kontroversi (pertentangan),

3. kompetisi (persaingan),

4. kegiatan pada masyarakat pedesaan, dan

5. sistem nilai budaya.

Kasu-kasus yang mencirikan kemiskinan di pedesaan adalah :

1. lemahnya posisi sumber daya alam,

2. lemahnya posisi sumber daya manusia di pedesaan,

Page 4: Problem Masyarakat Desa

3. kurangnya penguasaan teknologi,

4. lemahnya infrastruktur dan lemahnya aspek kelembagaan, termasuk budaya, sikap, dan

motivasi.

INTERAKSI DESA DAN KOTA

Interaksi sosial dapat terjadi karena adanya kontak sosial dan komunikasi.

1. Pola interaksi sosial pada masyarakat ditentukan oleh struktur sosial masyarakat yang

bersangkutan.

2. Pola interaksi masyarakat pedesaan adalah dengan prinsip kerukunan, sedang masyarakat

perkotaan lebih ke motif ekonomi, politik, pendidikan, dan kadang hierarki.

3. Pola interaksi masyarakat pedesaan bersifat horisontal, sedangkan masyarakat perkotaan

vertikal.

4. Pola interaksi masyarakat kota adalah individual, sedangkan masyarakat desa adalah

kebersamaan.

5. Pola solidaritas sosial masyarakat pedesaan timbul karena adanya kesamaan-kesamaan

kemasyarakatan, sedangkan masyarakat kota terbentuk karena adanya perbedaan-perbedaan

yang ada dalam masyarakat.

Pengaruh kota terhadap desa :

1. kota menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan desa

2. menyediakan tenaga kerja bidang jasa

3. memproduksi hasil pertanian desa

4. penyedia fasilitas-fasilitas pendidikan, kesehatan, perdagangan, rekreasi

5. andil dalam terkikisnya budaya desa

Pengaruh desa terhadap kota :

1. penyedia tenaga kerja kasar

2. penyedia bahan-bahan kebutuhan kota

3. merupakan hinterland

4. penyedia ruang (space).

URBANISASI DAN PENANGGULANGANNYA

Urbanisasi adalah suatu proses perpindahan penduduk dari desa ke kota.

Urbanisasi dilihat dari kacamata sosiolog menunjukkan tiga gejala sosial yaitu

urbanisasi itu sendiri, detribalisasi, dan stabilitas.

Page 5: Problem Masyarakat Desa

Ahli ekonomi melihat pada beralihnya corak mata pencaharian yang baru di kota yang

wujudnya subsistence urbanization sebagai pengganti corak sebelumnya yaitu subsistence

agriculture.

Ahli geografi melihatnya sebagai:

1. Perkembangan persentase penduduk yang bertempat tinggal di perkotaan, baik secara

mondial, nasional, maupun regional.

2. Bertambahnya penduduk yang menjadi bermata pencaharian nonagraris di pedesaan.

3. Tumbuhnya suatu pemukiman menjadi kota.

4. Mekar atau meluasnya struktur artefaktial-morfologis suatu kota ke kawasan sekelilingnya.

5. Meluasnya pengaruh suasana perekonomian kota ke pedesaan.

6. Meluasnya pengaruh suasana sosial, psikologis, dan kultural kota ke pedesaan; dengan

perkataan lain meluasnya aneka nilai dan norma urban ke kawasan di luarnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi urbanisasi

Faktor pendorong :

1. timbulnya kemiskinan di kota

2. kegagalan panen

3. peraturan adat yang kuat

4. kurangnya sarana pendidikan pengembangan diri

5. perang antarkelompok

Faktor penarik :

1. di kota banyak pekerjaan

2. pekerjaan lebih sesuai pendidikan

3. mengangkat status sosial

4. pengembangan usaha di luar bidang pertanian

5. fasilitas pendidikan lebih banyak

6. modal lebih banyak

7. tingkat budaya lebih tinggi

Akibat urbanisasi :

1. berkurangnya tenaga kerja di desa

Page 6: Problem Masyarakat Desa

2. terbentuknya daerah suburban

3. terbentuknya pemukiman kumuh

4. meningkatnya tuna karya

Usaha penanggulangan urbanisasi :

- Lokal jangka pendek :

1. perbaikan perekonomian pedesaan

2. pembersihan pemukiman kumuh

3. penataan pemukiman kumuh

4. memperluas lapangan kerja

5. membuat dan melaksanakan proyek perkotaan

- Lokal jangka panjang

- Nasional jangka pendek

- Nasional jangka panjang

KONFLIK SOSIAL DAN INTEGRASI SOSIAL

- KONFLIK SOSIAL

Perspektif fungsionalisme melihat masyarakat sebagai suatu sistem yang stabil dan selalu

mengandung keseimbangan.

Sebaliknya, teori konflik sebagai reaksi terhadap fungsionalisme pada tahun 1950-an dan

1960-an mengemukakan bahwa masyarakat terdiri atas kelompok-kelompok yang bertikai

yang sering bertempur habis-habisan, bukannya sebagai keluarga besar yang bahagia.

- INTEGRASI SOSIAL

Integrasi sosial dikonsepkan sebagai suatu proses ketika kelompok-kelompok sosial dalam

masyarakat saling menjaga keseimbangan untuk mewujudkan kedekatan hubungan-hubungan

sosial, ekonomi maupun politik.

Kelompok-kelompok sosial tersebut dapat terwujud atas dasar agama atau kepercayaan, suku,

ras, dan kelas.

Dalam konteks ini, integrasi tidak selamanya menghilangkan diferensiasi tetapi yang

terpenting adalah memelihara kesadaran untuk menjaga keseimbangan hubungan.

Pokok-pokok integrasi sosial menurut Dahrendoof (1986) adalah (a) Stabilitas, (b)

Page 7: Problem Masyarakat Desa

Fungsi koordinasi, (c) Konsensus, dan (d) Integrasi yang terstruktur dengan baik.

Sedangkan proses terjadinya integrasi sosial di masyarakat dapat dikelompokkan ke dalam

tiga dimensi, yaitu (1) masyarakat dapat terintegrasi di atas kesepakatan sebagian besar

anggota terhadap nilai-nilai sosial tertentu yang bersifat fundamental dan (2) masyarakat

dapat terintegrasi karena sebagian besar anggotanya terhimpun dalam berbagai unit sosial

sekaligus (cross-cutting affiliations).

Melalui mekanisme demikian, konflik-konflik yang terjadi baik yang tampak maupun yang

laten, teredam oleh loyalitas ganda, dan (3) masyarakat dapat terintegrasi atas saling

ketergantungan di antara unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya untuk memenuhi

kebutuhan ekonomi.

Akibat adanya perbedaan pemilikan dan penguasaan sumber ekonomi, seperti kaya,

menengah, dan miskin.

Ada dua macam mobilitas sosial yaitu vertikal dan horisontal.

Yang vertikal berhubungan dengan perpindahan posisi ke atas atau ke bawah, sedangkan

yang horisontal berhubungan dengan perpindahan dari satu bidang atau dimensi ke bidang

atau dimensi lainnya dalam kelas yang sama.

Pengendalian sosial (kontrol sosial) adalah kontrol yang bersifat psikologik dan nonfisik,

yaitu merupakan tekanan mental terhadap individu, sehingga individu akan bersikap dan

bertindak sesuai dengan penilaian kelompok, karena ia tinggal dalam kelompok.

Adapun hasil dari pengendalian sosial adalah (a) proses pembentukan kepribadian sesuai

dengan keinginan kelompok, dan (b) kelangsungan hidup atau kesatuan kelompok lebih.

- NEGARA HUKUM

Individu adalah orang seorang atau pribadi yang secara kodrati ingin hidup bersama dengan

individu lainnya.

Satu individu akan selalu membutuhkan individu lainnya.

Masyarakat adalah kumpulan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.

Masyarakat tidak akan terbentuk tanpa ada individu-individu yang saling membutuhkan satu

sama lain.

Kumpulan individu tidaklah secara otomatis menjadi masyarakat hukum, misalnya para

penonton sepak bola, pembeli dan pedagang di pasar.

Walaupun sudah dapat disebut sebagai masyarakat tetapi masing-masing individu tidak diikat

oleh satu hukum tertentu yang mewajibkan mereka mengikuti aturan yang diciptakan

Page 8: Problem Masyarakat Desa

bersama oleh anggotanya.

Masyarakat hukum adalah masyarakat di mana para anggotanya diikat oleh satu norma atau

aturan hukum tertentu sebagai patokan untuk bersikap dan bertindak.

Misalnya masyarakat hukum adat, koperasi atau partai politik di mana masing-masing

anggotanya harus tunduk pada aturan yang sudah ditentukan dan jika tidak tunduk, maka

individu tersebut dapat dikenakan sanksi.

Negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang

diorganisasikan oleh lembaga politik dan pemerintah yang sah, mempunyai kedaulatan

sehingga berhak menentukan tujuan nasional negaranya.

Lembaga politik dan pemerintah yang terorganisasikan tersebut dibentuk atas dasar kehendak

bersama dan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi agar dapat mencapai tujuan bersama

pula.

Negara hukum yaitu negara yang menjadikan hukum sebagai kekuasaan tertinggi.

Hukum yang berlaku di negara tersebut haruslah hukum yang mencerminkan keadilan bagi

masyarakatnya dan bukan hukum yang hanya berpihak kepada masyarakat tertentu saja

sehingga kedudukan semua individu atau masyarakat sama di depan hukum.

http://yuliantidwisaputris.blogspot.com/2010/11/masalah-masyarakat-perkotaan-

masyarakat.html

Perbedaan Masalah – Masalah yang ada di Pedesaan dan Perkotaan

 OKTOBER 18, 2012  BY KHOIRULIMAN

Dalam suatu wilayah negara dapat dibagi menjadi dua wilayah berdasarkan keberadaan

sarana , prasarana , kualitas pendidikan dan juga tingkat ekonomi yang ada di wilayah

tersebut . Dua wilayah tersebut biasa disebut Perkotaan dan Pedesaan. Wilayah Perkotaan

umumnya wilayah yang lebih maju dari segi laju ekonomi , kualitas pendidikan dan fasilitas

sosialnya sedangkan wilayah Pedesaan adalah sebuah wilayah yang masih dalam tahap

perkembangan ekonomi dan pembangunan sarana dan prasarana di daerah tersebut. Di setiap

daerah tersebut pasti memiliki masalah – masalah masing masing yang tentunya berbeda satu

sama lain.

Masalah sosial yang ada di Perkotaan :

1.Masalah Kemacetan .

Masalah kemacetan ini adalah sebuah masalah besar yang dialami berbagai kota besar di

dunia tidak hanya di Indonesia yaitu di Jakarta . Banyakanya jumlah kendaraan pribadi

Page 9: Problem Masyarakat Desa

menjadi penyebab utama kemacetan di kota-kota besar . selain itu juga faktor kurang

tertibnya pengendara menambah parah kemacetan dan kurangnya minat masyarakat terhada

transportasi umum yang telah disediakan yang menjadi masalah utama kurangnya minat

masyarakat terhadap transportasi umum adalah kenyamanan. Banyak yang menganggap

bahwa transportasi umum tidak aman dan juga tidak nyaman . ini juga karena faktor

pemerintah yang seolah cuek dengan masalah transportasi .

2.Kemiskinan

Status kota yang dapat diartikan sebagai wilayah yang laju ekonominya sudah berkembang

dengan cepat , namun bukan menjadi jaminan bahwa masyarakat  yang tinggal disana adalah

masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi rendah .Masalah ini bisa terjadi karena

lapangan kerja yang terbatas sudah tidak seimbang dengan jumlah penduduk yang tinggal

disana.

3.Emosi

Entah mengapa masyarakat kota terutama remajanya banyak dari mereka yang tempramental

dan mudah di provokasi . itu juga menyebabkan banyaknya kasus Tawuran antar pelajar

ataupun kelompok masyarakat yang belakangan ini sangat sering terjadi dan sudah memakan

banyak korban.

4.Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk juga menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi setiap pemimpin daerah

tersebut . kepadatan penduduk bisa disebabkan karena tingkat kelahiran yang tinggi dan

juga . arus Urbanisasi yang sangat tinggi . banyak dari masyarakat di desa yang menganggap

bahwa dengan mereka pergi kekota mereka akan mendapatkan pekerjaan . namun

kenyataanya ? mereka harus bersusah payah mencari uang hanya untuk makan . dan kotapun

semakin sesak . permasalahan ini juga cukup sulit di selesaikan karena persepsi yang sudah

melekat di masyarak di desa bahwa mencari kerja di kota mudah.

5.Gaya Hidup

Masyarakat perkotaan cenderung memiliki gaya hidup yang glamour dan menengah keatas.

Ini bisa terjadi karena tuntuan hidup yang ada diperkotaan menuntut mereka bergaya hidup

glamour.  Tetapi tidak semua masyarakat kota yang memiliki penghasilan tinggi . ini juga

yang membuat tingkat kriminal di perkotaan tinggi karena kesenjangan sosial yang terlampau

jau

Masalah Sosial yang ada di Pedesaan:

1.Ekonomi

Page 10: Problem Masyarakat Desa

Masalah Ekonomi adalah salah satu Masalah Terbesar yang terjadi di pedesaan . Laju

Ekonomi     yang tergolong lambat karena lapangan kerja di sektor Formal yang sangat sulit.

Banyak dari mereka yang hanya bekerja sebagai petani , nelayan ataupun sebagai peternak

dan tidak sedikit pula dari mereka yang menganggur. Tentu ini juga menjadi masalah yang

harus diperhatikan oleh pemerintah karena wilayah negara tersebut tidak hanya sebatas

daerah Perkotaan . tetapi juga ada daerah Pedesaan yang justru membutuhkan perhatian lebih

dari pemerintah.

2. Pendidikan

Kualitas Pendidikian di pedesaan menajadi masalah yang sangat penting . karena kualitas

pendidikan masih di bawah kualitas pendidikan di perkotaan. Ini karena sarana pendidikana

yang kurang dan juga tenaga pengajar yang kurang juga menjadi sebab  kurang bagusnya

pendidikan di pedesaan. Dan ini juga menyebabkan kurang terserapnya Tenaga kerja

masyarakat pedesaan untuk lapangn pekerjaan yang formal.

3. Sarana dan Prasarana.

Ini adalah Masalah yang paling utama di pedesaan . minimnya  sarana dan prasaran sudah

memunculkan banyak masalah besar lainya. Sarana dan prasarana  seperti jalan yang memdai

,sekolah , Fasilitas kesehatan dan ada juga fasilitas listrik yang masih belum bisa diikmati

masyarakat pedesaan.

Namun dari semua kekurangan yang dimiliki pedesaan masih banyak sisi positif yang

dimiliki masyarakat pedesaan , seperti hubungan kekeluargaan antar masyarakat , Masyarakat

pedesan cenderung lebih taat kepada agama , Mereka juga masih memegang teguh adat

istiadat yang ada di daerah mereka masing-masing , mereka juga lebih kreatif dalam

memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitar mereka dengan cara yang wajar dan Merek

juga sangat ramah kepada pendatang yang berkunjug ke wilayah mereka.

Di setiap wilayah yaitu Pedesaan dan Perkotaan memiliki kekurangan dan kelebihan masing-

masing . namun dengan adanya persepsi dua wilayah , perkotaan dan pedesaan seharusnya

bukan menjadi perbedaan prioritas pemerintah untuk menjalankan kewajibanya untuk

membangun wilayah negara menjad lebih maju. Begitu juga seluruh masyarakat yang ada

diwilayah itu  . Mereka seharusnya tidah membeda-bedakan berasal darimanakah orang itu.

Karena darimanapun orang tersebut mereka masih bagian dari wilayah tersebut

http://khoiruliman.wordpress.com/2012/10/18/perbedaan-masalah-masalah-yang-ada-di-

pedesaan-dan-perkotaan/

Page 11: Problem Masyarakat Desa

AKAR PENYEBAB DAN PERMASALAHAN KEMISKINAN PERDESAAN

A.       Pengertian Kemiskinan

           Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang sekarang bernama Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan dikembangkan sebagai media untuk

membangun kesadaran masyarakat dan semua pihak terhadap perubahan dan nafas

pembangunan. Gagasan awal dari  PNPM Mandiri Perdesaanyaitu, dalam kondisi krisis dan

proses pemiskinan yang bekepanjangan ini belum adanya sistem perlindungan sosial yang

efektif, besarnya kelompok rentan (vulnerable) di tingkat perdesaan selalu meningkat dan

pada akomulasi tertentu sampai akan menghancurkan cadangan utama penyelamatan (safety

first) di masyarakat perdesaan (Scott, 1989:7).

           Hancurnya sistem sosial, modal sosial seperti sarana prasarana, menurunnya tingkat

kualitas hidup, mandeknya sistem ekonomi kerakyatan, tak berfungsinya kelembagaan di

tingkat masyarakat perdesaan sebagai akar penyebab dari kemiskinan.

           Secara umum Buku Pedoman Komite Penanggulangan Kemiskinan (2002) menyatakan

bahwa masyarakat miskin ditandai adanya ketidakberdayaan atau

ketidakmampuan (powerlessness) dalam hal: a) memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar

seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan (basic need

deprivation); b) melakukan kegiatan yang tidak produktif (unproductiveness); c) tidak bisa

menjangkau akses sumber sosial dan ekonomi (inaccessability); d) menentukan nasibnya

sendiri dan senantiasa mendapatkan perlakukan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan

dan kecurigaan, serta sikap apatis dan vatalistik (vurnerability)dan; e) membebaskan diri dari

mental dan budaya miskin serta senantiasa mempunyai martabat harga diri yang rendah (no

freedom for poor).

           Pengertian Kemiskinan yang ekstrem menurut sebagian para ahli yaitu ditandai dalam

situasi kemiskinan ekstrem ada enam macam modal kapital: 1) Human Capital (modal

sumber daya manusia); 2) Business Capital (modal usaha / perdagangan); 3) Infrastructure

(prasarana / rangka dasar); 4) Nature Capital (modal sumber daya alam); 5) Public

Institusional Capital (lembaga-lembaga umum / publik) dan; 6) Knowledge Capital (modal

pengetahuan / penguasaan pengetahuan) 

           Sementara itu target Pengentasan Kemiskinan menurut Millenium Development Goals

(MDGs) pada tahun 2015, 191 negara anggota PBB berjanji untuk:

    Menghapus kemiskinan absolut dan kelaparan sampai separuh dari jumlah yang ada saat ini.

    Mencapai pendidikan dasar yang universal bagi semua anak perempuan dan laki-laki.

    Mendorong kesetaraan jender di semua tingkat pendidikan dan pemberdayaan perempuan.

Page 12: Problem Masyarakat Desa

    Menurunkan angka kematian bayi dan anak dari dua per tiganya dari jumlah saat ini

    Meningkatkan kesehatan ibu dan mengurangi sampai tiga per empat jumlah anggka kematian

ibu hamil dan melahirkan

    Memberantas HIV / AIDS dan penyakit-penyakit infeksi penyebab utama kematian.

    Menjamin keberlanjutan lingkungan dengan memasukkan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan ke dalam berbagai kebijakan dan program negara.

    Membangun kemitraan global untuk pembangunan dengan mengembangkan sistem

perdagangan terbuka dan sistem keuangan berbasis hukum, teratur, dan tidak diskriminatif.

           Pengertian Kemiskinan Menurut Biro Pusat Statistik (BPS)?

    Terdapat ada 14 Variabel Penentu Kemiskinan yaitu:

1)        Luas lantai per kapita

2)        Jenis lantai bangunan tempat tinggal

3)        Jenis dinding tempat tinggal

4)        Fasilitas buang air besar

5)        Sumber air minum

6)        Sumber penerangan rumahtangga

7)        Bahan bakar untuk masak

8)        Kemampuan membeli daging/ayam/susu per minggu

9)        Frekwensi makan per hari

10)     Kemampuan beli baju baru per tahun

11)     Kemampuan untuk berobat di puskesmas / poliklinik

12)     Lapangan pekerjaan kepala rumahtangga

13)     Pendidikan tertinggi kepala rumahtangga

14)     Pemilikan asset

    Terdapat Empat (4) Variabel Intervensi

1)        Keberadaan balita

2)        Keberadaan anak usia 7 – 18 tahun

3)        Partisipasi WUS berstatus kawin dalam KB

4)        Penerimaan kredit usaha

           Menurut Combers (1983: 145) unsur-unsur kemiskinan terjalin erat dalam suatu mata

rantai dan ada sekitar dua puluh (20) pola kemungkinan hubungan kausal yang dalam

Page 13: Problem Masyarakat Desa

keadaan negatif membentuk semacam jaringan untuk menjebak orang dalam kemelaratan.

Perangkat tersebut berasal dari kemiskinan sebagai faktor utama yang berakibat ke dalam

kelemahan fisik, kerawanan, kerentanan, ketidakberdayaan dan terisolasinya dari akses yang

lebih luas.

           Korten (1972: 15) menyebutnya sebagai akibat dari pemusatan kekayaan dan kekuasaan,

adanya sistem lingkungan yang rapuh dan adanya lembaga modern atau internasional yang

ternyata tidak tepat untuk untuk mengatasi kondisi dan tingkat kebutuhan masyarakat.

           Sementara itu, Yujiro dan Kikuchi, (1987: 158) yang pernah melakukan penelitian

ekonomi desa di Indonesia yang ikut memperparah kemiskinan struktural mengemukakan

bahwa adanya perubahan secara dramatis(polarisasi) dalam sistem kelembagaan desa,

menjadi salah satu indikator bahwa permasalahan polarisasi tersebut menjadi ancaman

terbesar bagi daya kekebalan (resistensi) masyarakat perdesaan.

           Berkaitan dengan berbagai persoalan kemiskinan tersebut dapat merumuskan bahwa

permasalahan kemiskinan disebabkan adanya: a) permasalahan finansial atau kebutuhan

masyarakat sebagai akibat langsung pada permasalahan ekonomi, sarana prasarana dan

kualitas hidup mereka; b) kemiskinan dilihat dari masalah struktural (kebijakan negara,

pemerintah pusat, daerah, pemerintah desa salah satunya tidak adanya informasi yang

transparan di tingkat masyarakat) yang berakibat langsung atau tidak langsung pada

masyarakat menjadi miskin; c) permasalahan mentalitas atau masalah sumber daya manusia

(tingkat pendidikan, pengalaman hidup, dan lain-lain); d) permasalahan tidak adanya

cadangan devisa (safety net) di tingkat masyarakat atau kelompok masyarakat. Misalkan tidak

mempunyai sawah, pekarangan, ternak, harta benda (emas atau perak) dan lain sebagainya;

dan e) permasalahan dari kerentanan usaha (kemiskinan potensial/ produktif) artinya mereka

menjadi tidak miskin apabila dimungkinkan adanya pinjaman usaha atau akses usaha.

           Ada dua peran yang vital bagi program ini dalam memenuhi kebutuhan masyarakat miskin

dan sekaligus menyumbang kepada perkembangan sektor keuangan mikro di perdesaan: a)

perlunya prioritas pemberian kredit kepada masyarakat miskin (termasuk di dalamnya

perempuan) yang mempunyai peluang untuk mengembangkan usaha yang menguntungkan

tetapi tidak memenuhi kredit dari lembaga keuangan; b) perlunya kemandirian dan

pengembangan lembaga keuangan mikro yang mampu memberikan pelayanan kredit bagi

golongan miskin secara sehat dan; pengurangan kemiskinan dan pengangguran.

           Hal ini sejalan dengan pendapat Heilbroner (1994: 45-46) bahwa perlu adanya sikap baru

dalam kegiatan ekonomi di antaranya masyarakat yang berdasarkan status harus digantikan

dengan yang berdasarkan kerja. Tatanan masyarakat di mana orang dilahirkan untuk

Page 14: Problem Masyarakat Desa

menjalankan peranan tertentu dalam suatu masyarakat dengan masyarakat di mana orang

bebas untuk menjalankan peran yang diinginkan.

B.       Akar Masalah dan Penyebab Kemiskinan di Perdesaan

           Margono (1978 : 1-3) mengemukakan bahwa masalah perdesaan, ditinjau dari segi

pembangunan, adalah adanya kesenjangan antara situasi yang ada dengan situasi yang

diinginkan.  Adanya suatu situasi baru yang diinginkan tetapi tidak tercapai juga

menimbulkan ada masalah. 

           Di dalam kegiatan pembangunan desa, masalah akan muncul secara terus menerus dan

dalam bentuk yang bermacam-macam.  Penyebabnya, juga berbeda sehingga diperlukan

proses identifikasi masalah untuk menentukan mana yang prioritas, yang mudah dipecahkan

dan yang sulit dipecahkan

           Pengalaman empiris menunjukkan bahwa masalah rumit di desa ternyata mudah

dipecahkan oleh masyarakat, karena faktor penyebabnya secara dini sudah diketahui

masyarakat. 

           Sering terjadi ada kasus-kasus kecil yang sebenarnya penting untuk mendapat perhatian

tetapi masyarakat baru bertindak setelah keadaan semakin memburuk. 

           Dorodjatun (1994:1) mengemukakan bahwa masalah-masalah pokok masyarakat desa

terdiri dari keterbelakangan dan kemiskinan, atau lebih tepat disebut masalah struktur yang

menampilkan diri dalam wujud makin buruknya perbandingan antara luas tanah dan jumlah

individu dan pola pemilikan atas tanah. 

           Hal ini mendorong meningkatnya jumlah pengangguran baik terselubung maupun terbuka,

serta berlakunya upah yang rendah.  Selain itu, meningkat pula jumlah kaum miskin di

kalangan petani atau masyarakat. 

           Sehingga pemerintah dari pemerintahan lokal sampai pusat perlu menyadari adalah

masalah yang mendasar yang menjadi pangkal problema pembangunan perdesaan yang perlu

mendapat perhatian, yaitu: a) pemikiran mendasar tentang dua titik tolak strategi

pembangunan desa yang berlawanan yaitu pola strategi yang bersifat perencanaan dari atas

dengan pola strategi perencanaan dari bawah; b) masyarakat desa menghadapi masalah

kemiskinan, keterbelakangan, dan ketidaktahuan; c) masalah kepemilikan tanah yang

semakin sempit dan terbatasnya peluang kesempatan kerja di luar sektor pertanian yang

mendorong tingginya tingkat pengangguran dan urbanisasi; d) potensi pembangunan

Indonesia yang terdapat di desa, yang apabila dilaksanakan dengan konsisten, maka

Page 15: Problem Masyarakat Desa

pembangunan desa akan mampu mendorong akselerasi pemecahan masalah nasional yang

multidimensi. 

           Sayangnya, telah terjadi dekadensi kehidupan ekonomi dan sosial budaya di perdesaan,

akibat kesalahan strategi pembangunan yang berorientasi pada pemusatan pembangunan

industri di kota-kota yang menggunakan bahan baku impor.  

           Irawan dan Kartjono (1985:21) mengemukakan, di Indonesia masalah pokok perdesaan

adalah kemiskinan dan keterbelakangan.  Gambaran dari kemiskinan dan keterbelakangan

tersebut adalah: a) pendapatan mayoritas penduduk rendah; b) adanya kesenjangan antara

yang kaya dan yang miskin; dan c) kurangnya partisipasi masyarakat miskin dalam

pembangunan. Di samping dalam pembangunan pedsaan terdapat konsep “Pembangunan

Perdesaan Terpadu” (Intregrated Rural Development-IRD) dan pendekatan ini sangat populer

di negara berkembang.

           Seperti yang dikemukakan Waterson (dalam Andrina Cs., 1991: 368)  yang mengajukan 6

unsur yang harus ada dalam pendekatan IRD yaitu: a) pertanian padat karya; b) pekerjaan

umum skala kecil yang menyerap tenaga kerja; c) industri ringan berskala kecil yang di

bangun di dalam dan di sekitar daerah pertanian; d) swasembada lokal dan partisipasi dalam

pengambilan keputusan; e) pembangunan hirarki perkotaan yang mendukung pembangunan

perdesaan; dan f) kerangka kerja institusional yang tepat guna utuk kemandirian koordinasi

program multisektoral.

C.       Stratifikasi dan Permasalahan Ekonomi Desa

           Menurut Geertz (1989: 476) yang menyatakan bahwa sistem stratifikasisosial yang

mengubah dan mobilitas status yang cenderung melaksanakan adanya kontak di antara

individu-individu dan kelompok-kelompok yang secara sosial dulunya sedikit banyak

terpisah.

           Hayami dan Collier Cs. (1996: 166) telah melakukan penelitian bahwa

adanya polarisasi ekonomi perdesaan atau terjadinya proses kemiskinan disebabkan adanya

pergeseran desa ke kota (proses modernisasi) dan alih teknologi.

           Studi kasus yang dilakukan oleh Boeke (1959) dengan membagi ekonomi di Indonesia

(studi kasus di Jawa) menjadi tiga struktur ekonomi: a) struktur ekonomi modern,

mementingkan ekonomi yang berproduksi pertanian untuk kepentingan pasar internasioal dan

dikendalikan dengan sistem manajemen modern; b) struktur ekonomi pribumi yang

didasarkan tatanan desa komunal dengan solidaritas yang tinggi. Struktur ini bercirikan antara

lain ekonomi pribumi bukan ekonomi pasar seperti negara barat dan; c) struktur eknomi

Page 16: Problem Masyarakat Desa

perdagang perantara yang merkantilistik oleh pemerintah Belanda “diperuntukkan” dengan

bahasa sekarang “dijadangkan” bagi golongan keturunan yaitu Cina, Arab dan India.

Sehingga menurutnya ekonomi Indonesia menggunakan sistem ekonomi ganda yang

cenderung menciptakan ekonomi kerakyatan dan ekonomi kapitalistis.

           Studi yang dilakukan Faisal Kasryno (1984: 302-304) tentang permasalahan perkreditan

dalam membangun pertanian ditemukan bahwa pada awalnya lembaga perkreditan sebagai

ikatan golongan kaya dan miskin serta merupakan bentuk tenggang rasa yang

dimanifestasikan dalam natura(barang). Tetapi setelah adanya peralihan pertanian dari

subsisten ke pertanian komersial perkreditan yang dipahami sebagai ikatan dan tenggang sara

lama-lama menjadi hubungan ekonomis. Dalam studi ini juga dikemukakan bahwa sektor

pertanian merupakan sektor utama dalam membangun ekonomi perdesaan, tetapi

pertumbuhan kredit perbankan hanya 28% pertahun yang lebih rendah dari sektor yang

lainnya.

           Richard Goble (1976) mengemukakan bahwa struktur pembangunan di Indonesia terletak

pada administrasi yang cenderung ke arah birokrasi yang elitis yang dikendalikan dari pusat.

Akibatnya pembangunan di perdesaan menghasilkan pembangunan yang semu. Geertz (1963)

menyebutkan adanya struktur petani Jawa yang menurutnya petani Jawa masa depannya akan

terus mengalami kemiskinan struktural. Sehingga Boeke dan Geerrtz, begitu pesimis

mengenai peranan penduduk pribumi (perdesaan) di Indonesia, karena dasar sejarahnya

cukup menyakitkan.

           Penelitian yang dilakukan oleh Akatiga Bandung (1992) tentang “Gender, Marginalisasi

dan Industri Perdesaan” yang menunjukkan  adanya prosesmarginalisasi dari pekerjaan

produktif perempuan hanya terbatas pada unit-unit usaha rumah tangga atau berskala kecil.

Jenis pekerjaan ini jarang diakui oleh orang lain sekalipun sumbangan mereka dari segi

produktivitas, jam kerja dan masukan-masukan riel ternyata mereka besar.

           Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Oey (1991: 16) dalam data Biro Pusat Strategi

(BPS) dalam “Strategi Kehidupan Wanita Kepala Rumah Tangga” yang menyatakan

pembagian kerja rumah tangga menurut jenis kelamin merupakan gejala universal. Laki-laki

lebih cenderung tampil di tempat umum dan perempuan diberi tempat dalam rumah. Laki-

Laki bekerja mencapai (84% di kota dan 88% di desa) sementara perempuan hanya

separuhnya (47% di kota dan 51% di desa).

           Mubyarto (1991) permasalahan tersebut dengan melakukan deregulasiekonomi dan

strategi pengembangan ekonomi rakyat beberapa yang dianjurkan adalah: a)

perlunya deregulasi bank  dan masyarakat artinya bank penerima simpanan dan memudahkan

Page 17: Problem Masyarakat Desa

pinjaman kredit kepada masyarakat; b) perlunya mempersiapkan rakyat kecil memanfaatkan

jasa bank yang selama ini bank sebagai “penyedot dana masyarakat” dan bukan sebagai

“penyalur dana masyarakat” dan; c) perlunya kerjasama bank dalam membangun ekonomi

rakyat di perdesaan dengan melakukan pendirian badan-badan perkreditan rakyat formal dan

mengembangkan sistem masyarakat bawah.

           Sritua Arief (1993:330) mengemukakan bahwa lembaga keuangan rakyat menciptakan

demokrasi ekonomi yang sebenarnya. Seperti dikemukakan Hatta telah terjadinya hubungan

ekonomi yang bersifat eksploitatif terhadap masyarakat (Sritua Arief, 1999: 131)

D.      Permasalahan Penguatan Kelembagaan Perdesaan

           Berbgai permasalahan pengembangan penguatan komunitas atau kelembagaan itu sendiri.

Seperti kita ketahui bahwa, bahwa prinsip-prinsip yang dipakai untuk mengembangkan

pendekatan dan strategi yang partisipatif sesuai dengan kondisi lokalitas dan komunitas

dengan mempergunakan belum dilandasi pada landasan berfikir untuk mengembangkan

kreativitas semua stakeholders dalam upaya mengembangkan partisipasi dan aspirasi

masyarakat perdesaan.

           Seperti adanya tatanan struktur pemerintahan formal sebenarnya telah ada tanda-tanda

yang mendukung masyarakat sipil. Pada aras pemerintah desa dibentuk adanya Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) yang merupakan perwakilan rakyat yang dipilih secara

demokratis sekarang telah dianulir menjadi perangkat kelembagaan desa. Belum adanya

inovasi dan fasilitasi dalam mendorong adanya kebebasan sistem kelembagaan lokal untuk

membentuk asosiasi sosial, perlindungan hukum, prakarya kemandirian dan pengembangan

dalam melaksanakan tatanan masyarakat sipil bagi semua warga masyarakat juga menjadi

masalah mendasar diperdesaan.

           Disampin itu, juga ada masalah yang mempengaruhi tingkat partisipasi antara lain seperti

yang disimpulkan dan Ndraha (1982, 1987) adalah: a) adanya buta-huruf, sifat acuh,

kemiskinan dan kemunduran, rendahnya kualitas kepemimpinan lokal; b) lemahnya

partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi; c) lemahnya partisipasi karena

kegiatan tertentu dalam program pembangunan kurang cocok atau bertentangan dengan nilai

dan norma setempat; d) lemahnya partisipasi karena tidak memanfaatkan organisasi yang

sudah dikenal atau telah ada di tengah masyarakat dan; e) lemahnya partisipasi karena tidak

dapat memberikan manfaat secara langsung bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat.

E.       Lokalitas Kelembagaan Desa yang Perlu Diperhatikan

Page 18: Problem Masyarakat Desa

           Konsep “komunitas” mengandung makna adanya “keterkaitan” yang tidak hanya secara

ekologis dan ekonomis, tetapi juga secara sosiologis. Terutama pada tingkat pengambilan

keputusan, upaya pengembangan masyarakat akan menciptakan beragam “keterkaitan”

tersebut (level organisasi) tersebut berhubungan secara fungsional karena dipandang sebagai

suatu sistem kelembagaan lokal yang berpengaruh terhadap kehidupan komunitas. Tingkat

institusi lokalitas dengan ciri-ciri oleh kesatuan komunitas yang memiliki relasi sosial dan

ekonomi, dengan pusat interaksi sebagai pusat pertumbuhan.

           Dikemukakan oleh Swamy (dalam Andrina Cs., 1991) bahwa tujuan dampak adanya

kelembagaan lokal adanya perbaikan akses servis bagi perumahan dan afektivitas rumah

sehat dan proverty antara perbandingan dengan dampak adanya askses kesehatan,  pendidikan

dan modal fikologis.

           Tingkat komunitas digambarkan sebagai unit interaksi sosial ekonomi yang lebih

menunjuk kepada sistem administrasi atau teritorial yang lebih rendah. Tingkat kelompok,

sebagai kesatuan masyarakat yang mengidentifikasi diri berdasarkan karakteristik tertentu,

seperti lingkup pekerjaan, kekerabatan, gender dan sebagainya. Sedangkan lingkup organisasi

yang lebih kecil adalah rumah tangga. Organisasi ini tunduk pada pengaruh dari ketiga

tingkat operasional di atasnya. Lebih dari itu, beragam keterkaitan tersebut merupakan

representasi dari suatu “hubungan kelembagaan” antar seluruh stakeholders sistem

administrasi perdesaan.

           Dalam konteks ini, konsep “lokalitas” atau “kelembagaan lokal” mengandung pengertian

pertama “ikatan sosial” yang berlandaskan teritorial di mana masyarakat di kawasan tersebut

hidup dalam suatu lokalitas tertentu dengan eksistensi yang jelas; kedua “ikatan sosial”

berdasarkan lingkup pekerjaan (profesi) di mana hubungan antar anggotanya tidak permanen,

tetapi mempunyai intensitas interaksi yang tinggi dalam suatu waktu tertentu. Ketika “ikatan

sosial” yang dibangun berdasarkan jaringan sosial (social networking) sebagai nilai tambah

dari modal sosial (social capital) dengan satu fokus interaksi pada pengembangan

masyarakat.

           Yustina dan Sudrajat et.al (2003: 208) mengatakan bahwa modal sosial merupakan

cerminan sejauh masyarakat yang terdiri dari individu-individu bersifat “unik” mampu

mengembangkan hubungan-hubungan, interaksi dan transaksi sebagai wujud struktur sosial.

Modal sosial dapat berdegradasi dari yang paling lemah (enter) sampai yang paling

kuat (kental) yang dicirikan masyarakat dari loose structur sampai ke solid structur.

           Uphoff (dalam Dasgupta Cs., 2002:  215)  mengemukakan bahwa modal sosial lebih

dilihat bagian upaya pembelajaran analisis dan eksperimen partisipasi yaitu adanya inisiatif

Page 19: Problem Masyarakat Desa

dan tidak sekedar didasarkan pada bentuk luar tetapi lebih pada dimensi pengembangan

kemanusiaan yang di dalamnya termasuk masalah nilai, norma, kebudayaan, motivasi dan

solidaritas.

           Sehingga secara sosiologis upaya pengembangan masyarakat perlu “didekati” dengan

pengembangan berbasis lokal yang menjalin “ikatan sosial” antara tingkat kelompok,

komunitas dan lokalitas. Seperti yang dikemukakan Hikam (dalam Sondakh et.al, 2002: 25)

bahwa permasalahan tersebut lebih menuju adanya tatanan masyarakat sipil yang sebenarnya

merupakan proses pergerakan demokrasi pada aras lokal yang melewati batas kekuasaan

negara dan batas-batas kelas yang didasarakan pada pemberdayaan masyarakat.

           Adriansyah Samsura (2003) mengemukakan bahwa salah satu hal penting dalam proses

teknis ini adalah upaya pembangunan “institusi masyarakat” yang cukup legitimasi sebagai

wadah bagi masyarakat untuk melakukan proses mobilisasi pemahaman, pengetahuan,

argumen, dan ide menuju terbangunnya sebuah konsensus, sebagai awal tindak kolektif

penyelesaian persoalan publik.

           Oleh karena pembangunan perdesaan merupakan suatu strategi yang dirancang guna

memperbaiki kehidupan sosial dan ekonomi golongan miskin maka usaha untuk

memeratakan pendapatan dituntut adanya perbaikan kelembagaan (Juoro, 1985). Menurut

Soekartawi (1990), aspek kelembagaan sangat penting bukan saja dilihat dari segi ekonomi

pertanian secara keseluruhan, tetapi juga segi ekonomi perdesaan.

           Aspek kelembagaan merupakan syarat pokok yang diperlukan agar struktur pembangunan

di perdesaan dikemukakan maju (Mosher, 1974). Dalam hubungannya dengan model

pembangunan perdesaan, Samonte (dalam Ndraha, 1987) berpendapat bahwa basis strategi

pembangunan perdesaan adalah peningkatan kapasitas dan komitmen masyarakat untuk

terlibat dan berpartisipasi dalam proses pembangunan. Partisipasi masyarakat desa secara

langsung dalam setiap tahap proses pembangunan adalah merupakan ciri utama

pembangunan desa yang ideal, yang membedakannya dari pembangunan lainnya.

F.       Strategi Pengembangan dan Pembangunan Perdesaan

           Dalam proses pembangunan, partisipasi masyarakat berfungsi sebagai masukan dan

keluaran.Proses partisipasi dapat diklasifikasikan menjadi enam tahapan, yaitu mulai dari

penerimaan informasi, pemberian tanggapan terhadap informasi, perencanaan, pelaksanaan,

penilaian dan akhirmya penerimaan kembali hasil pembangunan.

           Conyers (1991) mengajukan tiga komponen pendekatan pengembangan masyarakat yaitu:

a) adanya  penekanan yang diarahkan pada fungsi kemandirian, termasuk sumber-sumber dan

Page 20: Problem Masyarakat Desa

tenaga setempat serta kemampuan manajemen lokal; b) penekanan pada penyatuan

masyarakat sebagai suatu kesatuan; terlihat dari adanya pembentukan organisasi-organsasi

lokal termasuk di dalamnya lembaga-lembaga yang bertanggungjawab atas masalah

administrasi atau suatu bentuk lembaga masyarakat dan; c) keyakinan umum mengenai

situasi dan arah perubahan sosial serta masalah-masalah yang ditimbulkannya. Aspek khusus

dalam perubahan sosial yang menjadi pemikiran pokok berbagai program pembangunan

masyarakat, yaitu adanya ketimpangan baik di dalam maupun di antara komunitas-komunitas

tersebut.

           Pendekatan pertama adalah menolong diri sendiri, di mana masyarakat di kawasan

perdesaan menjadi partisipan yang berarti dalam proses pembangunan dan melakukan kontrol

dalam kegiatan pengembangan. Pendamping menjadi fasilitator. Sedangkan komunitas

(petani) memegang tanggungjawab utama dalam : a) memutuskan apa yang menjadi

kebutuhannya; b) bagaimana memenuhi kebutuhan itu dan;  c) mengerjakannya sendiri.

           Kebutuhan tersebut menghendaki perlunya pemetaan sebaran desa-desa tertinggal di

kawasan perdesaan menurut unit-unit komunitas sosial ekonomi yang terikat dalam

suatu culture area, sehingga suatu komunitas sosial ekonomi merupakan: a) sejumlah desa

yang tergolong miskin; b) secara umum penduduknya bermata pencaharian di bidang

pertanian, dan yang lainnya tetapi masih berkaitan erat dan; c) terdapat dalam wilayah budaya

dan wilayah geografis yang sama.

           Pola pengembangan kelembagaan terpadu dalam model komunitas dan bergerak dengan

kekuatan partisipasi profesional bagi semua strata sosial ekonomi akan lebih mendorong

pertumbuhan dan pemerataan secara bersama-sama. Apabila digunakan model pertumbuhan

Smelser yang mengacu pada diferensiasi struktural, maka kelembagaan ini dapat berperan

dalam mempersiapkan kerangka landasan untuk tahap-tahap pertumbuhan, mulai dari

modernisasi teknologi, komersialisasi pertanian, industrialisasi dan urbanisasi (Long, 1992).

           Masyarakat harus dilihat sebagai Subjek dari proses secara keseluruhan. Sehingga proses

dari pelaksanaan kegiatan pelayanan dapat pengembangan masyarakat selalu

meletakkan community development dan community organizers sebagai landasan. Dalam

kerangka inilah pelayanan dapat pengembangan masyarakat yang berbasis masyarakat

mampu mendorong dari metode "doing for the community", menjadi "doing with the

community".Dikemukakan oleh Topatimasang et.al  (2000: ix) bahwa seorang fasilitator

hanya berfungsi dan bertindak mengolah proses belajar masyarakat berdasarkan kebutuhan

dan pengalaman mereka sendiri atau pengalaman orang lain.

Page 21: Problem Masyarakat Desa

           Kelompok atau komunitas yang sekedar “doing for” (masyarakat pasif, kurang kreatif dan

tidak berdaya, bahkan mendidik masyarakat untuk bergantung) menjadi “doing

with”, (merangsang masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu mengidentifikasi)

mana kebutuhan yang sifatnyareal needs (melalui penggalian gagasan langsung di tingkat

kelompok masyarakat, felt needs (memprioritaskan) kebutuhan ketika terjadi persaingan

usulan di antarkelompok masyarakat) dan expected need (pilihan usulan yang bisa dengan

mudah dikerjakan, kesediaan swadaya dan pelestariannya).

           Diharapkan program pelayanan masyarakat ini telah mengantarkan masyarakat menjadi

komunitas belajar (learned cummunity), masyarakat menjadi komunitas yang semakin

aktif (active society) dalam menolong dirinya sendiri (helping themselves). Dalam proses

inilah, usaha strategi pengembangan berbasis masyarakat dalam rangka untuk mengorganisir

masyarakat miskin di dalam akar rumput menjadi bagian penting dari menciptakan program

yang berkelanjutan. Berbagai unsur kelompok masyarakat (Community Based Organization/

CBOs) didorong dan difasilitasi terus menerus  yang akirnya munculnya adanya pengurangan

angka kemiskinan, peningkatan sumber daya manusia, peluang dan pilihan kerja serta adanya

peningkatan kualitas kelembagaan pelayanan itu sendiri.

http://kpmbwi.blogspot.com/2012/08/akar-penyebab-dan-permasalahan.html

PERMASALAHAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA

I.        PENDAHULUAN

a.      Latar belakang

Pembangunan merupakan salah satu istilah yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-

hari, terutama bila hal itu terkait usaha memajukan kehidupan masyarakat. Masyarakat desa

sebagai bagian dari warga Negara juga tidak terlepas dari proses atau usaha dalam

memajukan kehidupannya baik melalui usaha perorangan maupun lewat program-program

yang dlaksanakan oleh pemerintah dalam upaya memajukan dan mensejahterakan masyarakat

sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Tujuan Pembangunan Nasional yaitu menciptakan

masyarakat Indonesia yang sejahtera di bergabai bidang kjehidupan.

Pembangunan yang sudah menjangkau desa-desa saat ini menyebabkan desa mengalami

perubahan yang cukup besar. Beberapa aspek perubahan ini bahkan belum pernah terjadi

sebelumnya sehingga telah mengubah wajah desa. Berbagai karakteristik yang ditemukan

Page 22: Problem Masyarakat Desa

pada desa-desa tradisional kini tidak ditemukan lagi melainkan digantikan dengan berbagai

kemajua teknologi  yang terasa asing dan merupaan hal baru bagi masyarakat desa.

Masyarakat desa sebagai sebuah komunitas yang sedang mengalami perubahan karena

pembangunan tidaklah lepas dari masalah. Beberapa diantara masalah-masalah tersebut

adalah masalah lama yang belaum terselesaikan atau masalah baru yang muncul akibat

perubahan secara keseluruhan atau sebagai dampak negative dari pembangunan itu sendiri.

Sesuatu disebut masalah apabila terjadi keadaan di mana harapan atau cita-cita tidak

terpenuhi karena sesuatu hal atau apa yang diharapkan terjadi berbeda dengan kenyataan.

Dengan demikian suatu masalah senantiasa memerlukan penyelesaian atau pemecahan

melaui upaya-upaya tertentu agar apa yang dicita-citakan itu tercapai. Disini ditemukan

bahwa tidak semua keadaan desa yang dicita-citakan itu terwujud dalam kehidupan sehari-

hari. Bahkan tidak sedikit desa-desa yang taraf perkembangannya masih sangat jauh dari cita-

cita masyarakat dan pemerintanya.Keadaan seperti ituah yang disebut masalah-masalah di

pedesaan.Masalah-masalah tersebut terjadi sebagai akibat pengaruh dari luar  desa, maupun

sebagai akibat dinamika atau perkembangan intern dari desa itu sendiri. Beberapa contoh

yang biasa digolongkan masalah pedesan tersbut adalah mash tingginya angka kemiskinan,

terbatasnya lapangan kerja yang renumeratif, masih redahnya tingkat pendidikan rat-rata

penduduk, munculnya pengangguran dan setegah pengangguran, pencemaran air dan udara

yang mulai merambah beberapa kawasan pedesaan, erosi, keterbatasan prasarana dan saran

pelayanan umum, dan ebagainya. Berikut akan dibahas secara terbatas beberapa di antara

masalah-masalah tersebut.

b.      Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan pembahasan Penulis membatasi makalah ini pada rumusan masalah pada

masalah kemiskinan dan upaya pengentasannya.

c.       Tujuan penulisan makalah

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1.      Memahami lebih mendalam tentang Permasalahan Pembangunan Masarakat Desa yang

salah satunya adalah maslah kemiskinan

2.      Mengetahui sebab-sebab terjadinya kemiskinan pada masyarakat desa dan upaya untuk

mengatasiya

3.      Salah Satu Tugas Mata kuliah Pembangunan Masyarakat Desa dan Kota pada Jurusan

Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Terbuka Indonesia.

Page 23: Problem Masyarakat Desa
Page 24: Problem Masyarakat Desa

II.      PEMBAHASAN

1.      Masalah kemiskinan

Salah satu masalah penting yang banyak dihadapi masyarakat sepanjang sejarah adalah

kemiskinan. Kemiskinan ini sesungguhnya bisa digolongkan sebagai  masalah social

ekonomi yang juga berkait erat  dengan masalah lainya.

Sekalipun fenomena kemiskinan biasa kita jumpai sehari-hari, namun membuat suatu

rumusan tentang kemiskinan secara lengkap dan utuh bisa menjadi tidak mudah. Hal itu

berkaitan dengan banyaknya dimensi yang perlu dipertimbangkan berkaitan dengan masalah

ini. Salah satu yang dapat  menyulitkan perumusan tentang apa sesungguhnya kemiskinan itu

adalah factor-faktor yang berkaitan dengan penilaian dan subjektivitas. Misalnya bila kepada

sejumlah orang yang mempunyai kondisi social ekonomi yang relative sama ditanyakan

tentang apakah mereka menilai diri mereka miskin atau tidak maka sangat mungkin jawaban

yang kita dapatkan bermacam-macam. Demikian pula sebuah komunitas yang hidup terasing

dengan kondisi ekonomi yang sangat terbatas, boleh jadi tidak pernah menganggap diri

mereka mskin. Demikian pula seorang yang mempunyai taraf hidup di bawah rata-rata di

perkotaan, sekalipun secara riil miskin, namun mereka sendiri tidaklah teralu mempersoalkan

masalah itu. Suparlan (1995) menyebutkan bahwa kesadaran akan kemiskinan yang dialami

baru terasa pada saat membandingkan kehidupan yang dijalani dengan kehidupan orang lain

yang tergolong mempunyai sifat kehidupan social dan ekonomi yang lebih tinggi.

Secara singkat, antropolog Parsodi Suparlan mendefenisikan kemiskina sebagai suatu standar

hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pad sejumlah atau

segolongan orang dibandingkan dengan standar yang umum berlaku dengan masyarakat

bersangkutan. Selanjutnya standar kehidupan yang rendah ini secar langsung tampak

pengaruhnya terhadap keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka

yang tergolong orang miskin.

Sementara itu Ellis (Effendi,1993) menyebutkan bahwa kemiskinan dapat diidentifikasi

menurut dimensi ekonomi, sosial , dan politik. Jadi suatu kekeliruaan menganggap seolah-

olah kemiskinan hanya menyangkut masalah ekonomi semata hingga dengan

penanggulangannya pun tidak dapat semata dengan pendekatan ekonomi.

Disamping itu banyak pengertian-pengertian dan batasan-batasan mengenai kemiskinan yang

dikatakan oleha para ahli seperti kemiskinan structural dan kebudayaan kemiskinandan lain-

lain,  tetapi pada dasarnya kesemuanya itu telah memberikan gambaran bagi kita semua

bahwa kemiskinan merupakan situasi dimana seseorang atau sekumpulan orang mengalami

Page 25: Problem Masyarakat Desa

keterbatasan dan kekurangan baik secara ekonomi, social , politik, struktur dan budaya serta

semua bidang kehidupan lainnya.

2.      Pengukuran Kemiskinan

Di Indonesi kini telah dikenal sejumlah cara bagaimana mengukur kemiskinan. Namun, disini

hanya akan dibahas 2 antanya, yaitu cara pernah dikembangkan oleh sajogyo dan yang

dikembangkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Menurut metode pengukuran Sajogyo, mereka

yang tergolong miskin di pedesaan adalah mereka yang tingkat pengeluaran konsumsi rumah

tangganya dalam satu tahun equivalen harga beras kurang dari 320 kg beras ; kurang dari 240

kg beras tergolong miskin sekali ; dan kurang dari 180 kg beras tergolong paling miskin.

Metode kdua dikembangkan oleh biro pusat statistic (BPS) berdasarkan ukuran objektif ilmu

gizi, berupa ukuran kecukupan kalori perorangan / hari. Batas yang ditetapkan adalah

kecukupan kalori 2100 kalori perorang/hari ditambah paket kebutuhan fisik bukan pangan

seperti sandang, papan, bahan bakar, dan sebagainya. Di Indonesia, criteria batas garis

kemiskinan ini sudah dilakukan sejak tahun 1976. Karena kenaikan harga barang-barag yang

dikonsumsi penduduk juga senantiasa terjadi maka peningkata batas garis kemiskinan yang

dihitung menurut rupiah juga senatiasa meningkat. Pada tahun 1976 misalnya, BPS

menghitung untuk di pedesaan batas garis kemiskinan yang ditetapkan adalah seseorang

harus mengeluarakan minimal Rp. 2.849,- . sehingga apabila dalam satu rumah tangga

terdapat 5 anggota rumah tangga maka setiap bulannya rumah tangga tersebut harus

mempunyai pengeluaraan minimal perbulan untuk tidak digolongkan miskin adalah : Rp.

2.849,- x 5 = Rp. 14.245,-

Pada tahun 1993, batas garis kemiskinan di daerah pedesaan mengalami kenaikan menjadi

Rp. 18.244,-

3.      Upaya Pengentasan Kemiskinan

Seperti yang sudah diketahui bahwa kemiskinan disebabkan karena :

1.      Tetap tingginya tingkat pengangguran dan stengah pengangguran bagi tenaga tak terampil

2.      Rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan.

3.      Rendahnya upah tenaga kerja ( buruh dll.)

4.      Tidak berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan organisasi social,

ekonomi dan politiknya secara sukarela maupun atas prakarsa pemerintah.

Dari sebab-sebab terjadinya kemiskinan baik secara peorangan maupun struktur maka upaya

yang dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan adalah dengan cara :

1.      Membuka sebanyak-banyaknya lapangan pekerjaan bagi penduduk desa dan memberikan

pelatihan dan ketrampilan bagi pengangguran di desa untuk melakukan usaha produktif dan

Page 26: Problem Masyarakat Desa

mandiri yang dikoordinir oleh Balai Latihan Kerja dari Departeman Tenaga Kerja.

Disamping itu membuat program-rogram pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum

masyarakat lainnya yang direncanakan, dikelola dan diawasi sendiri oleh masyarakat serta

memberikan pengertian yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menghargai setiap

produk yang dihasilkan sendiri. (hasil usah produktif dan mandiri masyarakat)

2.      Mengupayakan program pendidikan yang bisa dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat

desa dan melarang para orang tua untuk menjadikan anak-anaknya meninggalkan bangku

pendidikan untuk bekerja.

3.      Mengupayakan kenaikan upah tenaga kerja (buruh) sesuai dengan UMR yang berlaku dan

sesuai jam kerja.

4.      Memberikan pengertian bagi kepada masyarakat golongan berpenghasilan rendah untuk

keluar dari kebiasaan-kebiasaan lama dan berusaha sekuat tenaga untuk meningkatkan

organisasi social, ekonomi dan politiknya agar terlepas dari berbagai keterbelakangan dan

ketertinggalan dalam segala segi kehidupan dan berusaha untuk melakukan penyesuaian-

penyesuaian menuju status social yang lebih baik.

Page 27: Problem Masyarakat Desa

III.    PENUTUP

Pemerintah memegng peranan penting dalam pembangunan. Di Negara berkembang peran

pemerintah lebih penting lagi terutama karena kebanyakn masyarakat masih harus dibangun

prakarsa dan kemampuannya untuk terlibat secara efektif dalam pembangunan. Tngkat

pendidikan rata-rata penduduk yang masih rendah, system politik yang belum cukup

membangun dan member ruang cukup bagi penyaluran kemampuan masyarakat adalah

beberapa alas an masih lemahnya posisi masyarakat dalam pembangunan. Sementara itu

pemerintah dianggap memiliki sejumlah kemampuan seperti pengetahuan/keahlian,

kekuasaan, dana, teknologi dan sebagainya. Oleh karena itu dengan kemampuan yang

dimilikinya, pemerintah diharapkan mampu mengambil peran besar dalam pembangunan,

termasuk dalam menggerakan dan memberikan ruang bagi partisipasi dan perkembangan

masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar pembangunan masyarakat desa dapt diupayakan

secara bersama-sama oleh pemerintah (dalam hal ini dadalh pemerintah desa)dan masyarakat

setempat. Sehingga  masalah kemiskinan yang masih merupakan salah satu permasalah

penting di tingkat desa dapat ditangani secara bersama oleh pemerintah dan semua komponen

masyarakat yang ada di desa .

http://mollo-mutis.blogspot.com/2012/05/permasalahan-pembangunan-masyarakat.html

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Berbicara tentang pembangunan desa, selama ini sebagian diantara kita terlalu terpaku

pada pembangunan berskala besar (atau proyek pembangunan) di wilayah pedesaan. Padahal

pembangunan desa yang sesungguhnya tidaklah terbatas pada pembangunan

berskala “proyek” saja, akan tetapi pembangunan dalam lingkup atau cakupan yang lebih

luas. Pembangunan yang berlangsung di desa dapat saja berupa berbagai proses

pembangunan yang dilakukan di wilayah desa dengan menggunakan sebagian atau seluruh

sumber daya (biaya, material, sumber daya manusia) bersumber dari pemerintah (pusat atau

daerah), selain itu dapat pula berupa sebagian atau seluruh sumber daya pembangunan

bersumber dari desa. Apa sesungguhnya pembangunan desa ?

Sesungguhnya, ada atau tidak ada bantuan pemerintah terhadap desa, denyut nadi

kehidupan dan proses pembangunan di desa tetap berjalan. Masyarakat desa memiliki

kemandirian yang cukup tinggi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, mengembangkan

Page 28: Problem Masyarakat Desa

potensi diri dan keluarganya, serta membangun sarana dan prasarana di desa. Namun

demikian, tanpa perhatian dan bantuan serta stimulan dari pihak-pihak luar desa dan

pemerintah proses pembangunan di desa berjalan dalam kecepatan yang relatif rendah.

Kondisi ini yang menyebabkan pembangunan di desa terkesan lamban dan cenderung

terbelakang.

Jika melihat fenomena pembangunan masyarakat desa pada masa lalu, terutama di era

orde baru, pembangunan desa merupakan cara dan pendekatan pembangunan yang

diprogramkan negara secara sentralistik. Dimana pembangunan desa dilakukan oleh

pemerintah baik dengan kemampuan sendiri (dalam negeri) maupun dengan dukungan

negara-negara maju dan organisasi-organisasi internasional. Pembangunan desa pada era orde

baru dikenal dengan sebutan Pembangunan Masyarakat Desa (PMD), dan Pembangunan

Desa (Bangdes). Kemudian di era reformasi peristilahan terkait pembangunan desa lebih

menonjol“Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD)”. Dibalik semua itu, persoalan

peristilahan tidaklah penting, yang terpenting adalah substansinya terkait pembangunan desa.

B.     Rumusan Masalah

1. Apa  permasalan yang  dihadapi dalam pembangunan desa?

C.    Tujuan

1. Untuk mengetaui permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan desa.

Page 29: Problem Masyarakat Desa

BAB II

PEMBAHASAN

PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DALAM

PEMBANGUNAN DESA

Permasalah yang dihadapi dalam pembangunan Desa umumnya berada pada masalah

sturktural dan sosial budaya. Adapun masalah yang dihadapi dalam upaya pembanguna di

Desa  yaitu :

A.    Masalah Sosial Budaya

1. Rendahnya tingkat pendidikan

Sarana pendidikan masyarakat di desa cenderung rendah. Masyarakat di desa

umumnya hanya berpendidikan SD, SMP dan SMA. Hal ini disebabkan karena masyarakat

belum mengetahui seberapa besar pentingnya pendidikan untuk dirinya. Apabila setelah

menyelesaikan pendidikan hingga SMA atau lebih buruk hanya sampai SD saja orang tua

akan menikahkan anak-anaknya sehingga masa depan pendidikan generasi penerus bangsa

menjadi terputus dan hal ini menyebabkan mereka hanya bergelut pada lingkar kemiskinan

karena minimnya pendidikan. Rendahnya pendidikan ini juga menjadi menjadi akar

permasalahan bahwa kurangnya inisiatif masyarakat dalam menghadapi masalah-masalah

dalam kehidupan mereka. Mereka hanya memikirkan bagaimana caranya agar tetap

mempertahankan hidup tanpa memikirkan bagaimana nasib generasi penerus bangsa di masa

yang akan mendatang. Karena minimnya pendidikan masyarakat hal ini menyebabkan dari

seluruh penduduk desa hampir 95% penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu

masalah rendahnya pendidikan juga menjadikan kendala dalam penerapan inovasi yang

dilakukan oleh penyuluhan. Oleh karena itu masayarakat harus ditingkatkan kesadaran akan

pentingnya pendidikan dengan memperbaiki sarana pendidikan, mengadakan penyuluhan

pendidikan terhadap masyarakat agar tercipta generasi penerus yang memiliki pengetahuan

sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

2.      Minimnya sarana dan prasarana di pedesaan

Salah satu keterbelakangan yang dialami daerah pedesaan di Indonesia dapat dilihat dari

aspek pembangunan sarana dan prasarana. Beberapa sarana dan prasarana pokok dan penting

di daerah pedesaan, antara lain :

    Prasarana dan sarana transportasi

Salah satu prasarana dan sarana pokok dan penting untuk membuka isolasi daerah

pedesaan dengan daerah lainnya adalah prasarana transportasi (seperti jalan raya, jembatan,

Page 30: Problem Masyarakat Desa

prasarana transportasi laut, danau, sungai dan udara), dan sarana transportasi (seperti mobil,

sepeda motor, kapal laut, perahu mesin, pesawat udara dan sebagainya). Ketersediaan

parasarana dan sarana transportasi yang memadai akan mendukung arus orang dan barang

yang keluar dan masuk ke daerah pedesaan. Untuk mendorong peningkatan dinamika

masyarakat daerah pedesaan akan arus transportasi orang dan barang keluar dan masuk dari

dan ke daerah pedesaan, diperlukan prasarana dan sarana transportasi yang memadai.

Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Syaifulah Yusuf, dalam

seminar tentang “Strategi Pembangunan Desa” di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa 12

September 2006, mengemukakan bahwa sekitar 45 persen atau sebanyak 32.379 Desa di

Indonesia termasuk dalam kategori Desa Tertinggal (Ken Yunita, 2006).

Salah satu penyebab daerah pedesaan masih terisolasi atau tertinggal adalah masih

minimnya prasarana dan sarana transportasi yang membuka akses daerah pedesaan dengan

daerah lainnya. Kondisi prasarana dan sarana transportasi yang minim berkontribusi terhadap

keterbelakangan ekonomi daerah pedesaan. Secara umum, masyarakat daerah pedesaan

menghasilkan jenis produk yang relatif sama, sehingga transaksi jual beli barang atau produk

antar sesama penduduk di suatu desa relatif kecil. Dalam kondisi prasarana dan sarana

transportasi yang minim, produk yang dihasilkan masyarakat daerah pedesaan sulit untuk

diangkut dan dipasarkan ke daerah lain. Jika dalam kondisi seperti itu, masyarakat daerah

pedesaan menghasilkan produk pertanian dan non pertanian dalam skala besar, maka produk

tersebut tidak dapat diangkut dan dipasarkan ke luar desa dan akan menumpuk di desa.

Penumpukan dalam waktu yang lama akan menimbulkan kerusakan dan kerugian. Kondisi

seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi warga masyarakat di daerah pedesaan.

Sebaliknya, hal tersebut akan mendorong sebagian warga masyarakat di daerah pedesaan

untuk merantau atau berpindah ke daerah lain terutama daerah perkotaan yang dianggap lebih

menawarkan masa depan yang lebih baik.

    Prasarana dan sarana pendidikan yang kurang memadai

Sebagian dari masyarakat di daerah pedesaan telah memiliki kesadaran untuk

mendidik anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Keadaan prasarana

pendidikan seperti lembaga pendidikan dan gedung sekolah di daerah pedesaan relatif

terbatas. Ketersediaan prasarana pendidikan di daerah pedesaan yang masih kurang memadai

dapat terlihat dari terbatasnya jumlah lembaga pendidikan serta kondisi fisik bangunan

sekolah yang kurang representatif (rusak, tidak terawat dengan baik, kekurangan jumlah

ruang kelas dan sebagainya). Selain itu, sarana pendidikan di daerah pedesaan juga sangat

terbatas seperti kurangnya ketersediaan buku-buku ajar, kondisi kursi dan meja belajar yang

Page 31: Problem Masyarakat Desa

seadanya, tidak tersedianya sarana belajar elektronik, tidak tersedianya alat peraga dan

sebagainya. Keterbatasan prasarana dan sarana pendidikan di daerah pedesaan mendorong

sebagian masyarakat daerah pedesaan untuk menyekolahkan anak-anaknya ke luar desa

terutama ke daerah perkotaan. Hal ini turut mendorong laju migrasi penduduk dari daerah

pedesaan ke daerah perkotaan.

3.      Terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan

Indonesia sebagai negara agraris sampai saat ini dapat dilihat dari besarnya jumlah

penduduk yang masih mengandalkan penghasilannya serta menggantungkan harapan

hidupnya pada sektor pertanian. Dominasi sektor pertanian sebagai matapencaharian

penduduk dapat terlihat nyata di daerah pedesaan. Sampai saat ini lapangan kerja yang

tersedia di daerah pedesaan masih didominasi oleh sektor usaha bidang pertanian. Kegiatan

usaha ekonomi produktif di daerah pedesaan masih sangat terbatas ragam dan jumlahnya,

yang cenderung terpaku pada bidang pertanian (agribisnis). Aktivitas usaha dan

matapencaharian utama masyarakat di daerah pedesaan adalah usaha pengelolaan/

pemanfaatan sumber daya alam yang secara langsung atau tidak langsung ada kaitannya

dengan pertanian. Bukan berarti bahwa lapangan kerja di luar sektor pertanian tidak ada, akan

tetapi masih sangat terbatas. Peluang usaha di sektor non-pertanian belum mendapat sentuhan

yang memadai dan belum berkembang dengan baik. Kondisi ini mendorong sebagian

penduduk di daerah pedesaan untuk mencari usaha lain di luar desanya, sehingga mendorong

mereka untuk berhijrah/migrasi dari daerah pedesaan menuju daerah lain terutama daerah

perkotaan. Daerah perkotaan dianggap memiliki lebih banyak pilihan dan peluang untuk

bekerja dan berusaha.

Upaya untuk mendorong dan melepaskan daerah pedesaan dari berbagai

ketertinggalan atau keterbelakangan, maka pembangunan desa dalam aspek fisik perlu

mendapat perhatian serius dari pemerintah dan komponen masyarakat lainnya. Pembangunan

desa dalam aspek fisik, selanjutnya dalam tulisan ini disebut Pembangunan Desa, merupakan

upaya pembangunan sarana, prasarana dan manusia di daerah pedesaan yang merupakan

kebutuhan masyarakat daerah pedesaan dalam mendukung aktivitas dan kehidupan

masyarakat pedesaan.

Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa betapa daerah pedesaan memerlukan

adanya ketersediaan prasarana dan sarana fisik dalam hidup dan kehidupan masyarakat desa.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang

dimaksud dengan Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

Page 32: Problem Masyarakat Desa

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,

berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hak untuk mengurus kepentingan

daerahnya sendiri (dalam istilah modern disebut “hak otonomi”). Hak otonomi sifatnya

sangat luas. Hampir semua hal yang menyangkut urusan di desa. Hanya saja tingkat materi

dan cara pelaksanaan atau pengerjaannya masih sangat sederhana, termasuk hal-hal yang

berkaitan dengan pembangunan desa.

Bercermin dari masa lalu, di era orde baru pemerintahan bersifat sangat sentralistik

yang mengusung konsep filosofi keseragaman. Segala sesuatu yang berkaitan dengan

pembangunan diseragamkan, diatur dan dikendalikan dari pusat. Sementara bangsa Indonesia

terdiri dari beragam suku bangsa, lebih dari 70.000 buah desa dengan karakter, budaya dan

tradisi yang berbeda satu sama lain. Konsep keseragaman yang diusung dan dipaksakan pada

masa lalu, kini sudah tidak tepat lagi. Oleh karenanya, konsep pembangunan desa ke depan

tidak dapat dilakukan dengan pola keseragaman.Seiring dengan perubahan paradigma

pemerintahan sentralistik ke paradigma pemerintahan desentralistik, maka seyogyanya

pembangunan desa lebih mengedepankan konsep keanekaragaman dalam kesatuan dan

bukan konsepkeseragaman. Pembangunan desa dengan konsep keanekaragam dalam

kesatuan, diharapkan mampu mendorong dinamika pembangunan desa yang berbasis budaya

dan karakteristik lokal yang pada akhirnya akan memperkaya keragaman nuansa etnik dalam

pembangunan bangsa. Masyarakat dan pemerintah desa diberi kekeluasaan untuk

memperkaya warna dan model pembangunan desanya dengan kekayaan etnik yang mereka

miliki. Upaya tersebut diharpakan akan menumbuhkan dan memupuk partisipasi aktif dan

rasa tanggung jawab masyarakat dalam membangun desa.

Peran pemerintah (pusat dan daerah) dalam pembangunan desa ditempatkan pada

posisi yang tepat. Pemerintah diharapkan berperan dalam memberi motivasi, stimulus,

fasilitasi, pembinaan, pengawasan dan hal-hal yang bersifat bantuan terhadap pembanguan

desa. Untuk kepentingan dan tujuan tertentu, intervensi pemerintah terhadap pembangunan

desa dapat saja dilakukan setelah melalui kajian dan pertimbangan yang matang dan

komprehensif. Intervensi yang dimaksudkan di sini adalah turut campur secara aktif dan

bertanggungjawab pemerintah dalam proses pembangunan desa, seperti membuka

keterisolasian desa (karena ketiadaan biaya, desa tidak mampu melepaskan diri dari

keterisolasian), membangun fasilitas jalan, jembatan, gedung sekolah, puskesmas dan

sebagainya. Meskipun pemerintah melakukan intervensi terhadap proses pembangunan

fasilitas tertentu di daerah pedesaan, pemerintah tidak boleh mengabaikan potensi setempat,

Page 33: Problem Masyarakat Desa

jangan sampai pemerintah mengabaikan keberadaan masyarakat setempat, dan masyarakat

jangan sampai hanya diposisikan sebagai penonton. Keterlibatan masyarakat sangat

diperlukan dalam pembangunan desa. Karena proses pembangunan desa bukan hanya sebatas

membangun prasarana dan sarana yang diperlukan, tetapi proses pembangunan desa

memerlukan waktu yang panjang, banyak pengorbanan, dan bertalian dengan banyak pihak

dalam masyarakat termasuk masyarakat di daerah pedesaan. Proses pembangunan desa

dimulai dari tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan. Seyogyanya

pada semua tahapan pembangunan desa ini terjadi keterlibatan partisipasi aktif masyarakat

daerah pedesaan.

Bertolak dari konsep dan praktik pembangunan desa pada masa lalu yang bersifat

sentralistik. Potensi masyarakat lokal seringkali dikesampingkan oleh pelaksana di lapangan.

Hal ini yang menyebabkan hasil pembangunan yang telah dilakukan tidak memberikan

dampak dan manfaat yang luas bagi masyarakat. Seringkali terjadi kerusakan bahkan hancur

sebelum usia pakainya habis. Karena tidak muncul kepedulian dan rasa tanggung jawab pada

masyarakat dalam memelihara atau menjaga prasarana dan sarana yang telah dibangun oleh

pemerintah. Meskipun sesungguhnya prasarana dan sarana yang dibangun oleh pemerintah

ditujukan untuk kepentingan masyarakat di daerah pedesaan itu sendiri.

Sebaliknya, jika suatu proyek pembangunan prasarana dan sarana yang muncul dari

masyarakat daerah pedesaan, direncanakan, dan dilaksanakan secara bersama oleh

masyarakat daerah pedesaan, maka kepedulian dan rasa memiliki dari masyarakat sangat

tinggi. Masyarakat secara sadar dan tanpa pamrih turut berpartisipasi aktif untuk

mensukseskan pembangunan tersebut. Hal ini berdampak pula pada munculnya rasa

tanggung jawab yang tinggi untuk menjaga keberlangsungan pembangunan dan hasil

pembangunannya.

Oleh karena itu, perlu diingat bahwa pembangunan desa dalam aspek pembangunan

fisik, pembangunan prasarana dan sarana di daerah pedesaan semestinya menempatkan

penduduk atau masyarakat desa sebagai subjek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan

menunjukkan bahwa masyarakat daerah pedesaan berperan sebagai pelaku pembangunan.

Sudah semestinya masyarakat sebagai pelaku pembangunan mengambil posisi untuk

berperan secara aktif dalam proses pembangunan. Peran aktif masyarakat dapat diwujudkan

dalam berbagai bentuk keterlibatan atau pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan,

apakah pada tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan atau pada semua

tahap proses pembangunan tersebut. Di masa mendatang pola pembangunan yang

mengedepankan peran masyarakat lebih didorong untuk menjadi ujung tombak dalam

Page 34: Problem Masyarakat Desa

pembangunan desa. Pola bottom-up planning mungkin menjadi salah satu alternatif yang

mengedepan. Pemerintah menempatkan diri sebagai motivator dan fasilitator aktif (tentunya

tidak berpangku tangan hanya menunggu dari masyarakat). Pemerintah memotivasi

masyarakat untuk membangun daerahnya seraya pemerintah menyiapkan bantuan prasarana,

sarana dan dana yang dibutuhkan. Pemerintah juga dapat melemparkan ide-ide pembangunan

desa kepada masyarakat. Namun dalam tahap berikutnya masyarakat dilibatkan dalam

menentukan keputusan mengenai apa yang akan dibangun, membuat dan menyusun rencana

pembangunan, dalam pelaksanaan pembangunan sampai pada pemeliharaan hasil

pembangunan.

Berkaitan dengan manusia (penduduk daerah pedesaan) sebagai subjek pembangunan,

maka dituntut berbagai hal terhadap kapasitas dan kualitas manusia itu sendiri. Salah satu

tuntutan peran sebagai subjek (pelaku) pembangunan yang semestinya dapat dan mampu

dipenuhi oleh masyarakat di daerah pedesaan adalah kemampuan menciptakan atau daya

cipta. Soedjatmoko (1995) mengemukakan bahwa pengembangan (pemekaran) daya cipta

suatu bangsa bukan saja suatu kemampuan serta kejadian individual, melainkan juga suatu

proses sosial yang ditentukan oleh kondisi-kondisi sosial pula. Maksudnya adalah adanya

lembaga dan kebijaksanaan yang diperlukan untuk mencapai perkembangan daya cipta dalam

pembangunan masyarakat.

Bahwasanya untuk lebih menggerakkan dan memacu pembangunan desa secara lebih

berdaya guna dan berhasil guna, maka yang pertama dan utama perlu dibangun adalah

manusia sebagai pelaku dan calon pelaku pembangunan itu sendiri. Kritik bagi model

pembangunan kita selama ini adalah bangsa kita lebih cenderung mengedepankan

pembangunan fisik daripada pembangunan manusianya.

Soedjatmoko (1995) mengemukakan bahwa pada pembangunan ekonomi ada

kecenderungan mengaggap esensi pertumbuhan ekonomi ialah besarnya penanaman modal

untuk keperluan produksi. Ini dianggap faktor paling menentukan untuk mencapai suatu

tingkat ekonomi yang lebih tinggi.

Peneropongan teoritis, lebih berkisar pada soal penentuan besar kecilnya penanaman

modal yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih pesat. Penanaman

modal dipandang lebih menentukan daripada cacah jiwanya., sehingga kurang mendapat

perhatian dan berjalan sendiri. Kalaupun faktor seperti pendidikan, stabilitas politik dan

faktor sosial lainnya turut ditinjau, peninjauan itupun tetap berporos pada investasi modal.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka ke depan kita perlu menata ulang format

pembangunan desa. Bangsa ini harus memilah, memilih dan menata secara lebih arif. Tidak

Page 35: Problem Masyarakat Desa

mungkin lagi membuat kebijakan pembangunan yang seragam untuk semua desa. Akan

tetapi, kita perlu secara arif dan bijaksana melihat desa per desa dari berbagai aspek. Bagi

desa yang sudah memiliki manusia (penduduk) yang berkualitas, maka perlu didorong dan

distimulir untuk memacu percepatan pembangunan desa dalam semua aspek. Sebaliknya, jika

suatu desa yang belum memiliki kualitas dan kuantitas manusia yang mumpuni, maka perlu

didorong untuk lebih mengedepankan pembangunan manusianya, seperti pendidikan,

pembimbingan, pelatihan dan sebagainya. Pembangunan manusia dalam konteks

pengembangan daya cipta. Daya cipta dalam perspektif yang luas, termasuk melakukan

pembaharuan dan penemuan atas berbagai hal terkait kehidupan manusia seperti menambah

dan mengembangkan berbagai macam alat (instrument) dan cara (metode/teknik) yang

berguna dalam menunjang atau mendukung kehidupan masyarakat di daerah pedesaan atau

masyarakat luas.

4. Rendahnya Kesadaran Petani terhadap adopsi inovasi pertanian

Karena minimnya pendidikan masyarakat hal ini menyebabkan penduduk desa hampir

95% penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu masalah rendahnya pendidikan

juga menjadikan kendala dalam penerapan inovasi yang dilakukan oleh penyuluhan. Dalam

mengelola pertanian mereka hanya menggunakan cara-cara yang mereka terapkan selama ini

secara turun temurun tanpa ada pembaharuan atau inovasi yang dilakukan untuk

meningkatkan hasil tani mereka.

B.     Masalah ekonomi

1.      Keterbelakangan perekonomian

Jika di daerah perkotaan geliat perekonomian begitu fenomenal dan pantastis.

Sebaliknya, hal yang berbeda terjadi di daerah pedesaan, dimana geliat perekonomian

berjalan lamban dan hampir tidak menggairahkan. Roda perekonomian di daerah pedesaan

didominasi oleh aktivitas produksi. Aktivitas produksi yang relatif kurang beragam dan

cenderung monoton pada sektor pertanian (dalam arti luas : perkebunan, perikanan, petanian

tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, kehutanan, dan produk turunannya). Kalaupun

ada aktivitas di luar sektor pertanian jumlah dan ragamnya masih relatif sangat terbatas.

Aktivitas perekonomian yang ditekuni masyarakat di daerah pedesaan tersebut sangat

rentan terhadap terjadinya instabilitas harga. Pada waktu dan musim tertentu produk

(terutama produk pertanian) yang berasal dari daerah pedesaan dapat mencapai harga yang

begitu tinggi dan pantastik.

Namun pada waktu dan musim yang lain, harga produk pertanian yang berasal dari

daerah pedesaan dapat anjlok ke level harga yang sangat rendah. Begitu rendahnya harga

Page 36: Problem Masyarakat Desa

produk pertanian menyebabkan para petani di daerah pedesaan enggan untuk memanen hasil

pertaniannya, karena biaya panen lebih besar dibandingkan dengan harga jual produknya.

Kondisi seperti ini menimbulkan kerugian yang luar biasa bagi petani.

Kondisi seperti ini hampir selalu terjadi sampai saat ini. Namun demikian, suatu ironi

bagi pemerintah, karena belum dapat memberikan solusi tepat. Masih segar dalam ingatan

kita, pada tahun 2010, cabai mencapai harga di atas Rp.100.000,- per kilogram dan

merupakan harga tertinggi sepanjang sejarah. Kondisi berbalik terjadi pada bulan-bulan di

awal tahun 2011, dimana harga cabai mengalami penurunan secara drastis. Beberapa daerah

harga cabai mencapai di bawah Rp. 10.000,- per kilogram. Kasus yang mirip terjadi beberapa

tahun sebelumnya, petani tomat mengalami masa-masa pahit. Harga buah tomat sangat

rendah, sehingga biaya produksi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual hasil panen

tomat. Petani enggan memanen tomatnya dan lebih memilih untuk membiarkan buah tomat

membusuk di kebun atau melakukan pemusnahan tanaman tomat dan menggantikan dengan

tanaman lain yang berbeda. Kejadian serupa pada produk pertanian lainnya seringkali terjadi

dan menerpa kehidupan para petani di daerah pedesaan.

Meskipun penduduk di daerah pedesaan mayoritas bermatapencaharian sebagai

petani, namun tidak semua petani di daerah pedesaan memiliki lahan pertanian yang

memadai. Banyak diantara mereka memiliki lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar, yang

disebut dengan istilah petani gurem. Lebih ironis lagi, sebagian dari penduduk di daerah

pedesaan yang malah tidak memiliki lahan pertanian garapan sendiri. Mereka berstatus

sebagai petani penyewa, penggarap atau sebagai buruh tani. Petani penyewa adalah para

petani yang tidak memiliki lahan pertanian garapan milik sendiri melainkan menyewa lahan

pertanian milik orang lain. Petani penggarap adalah para petani yang tidak memiliki lahan

pertanian garapan milik sendiri melainkan menggarap lahan pertanian milik orang lain

dengan sistem bagi hasil atau lainnya. Buruh tani adalah petani yang tidak memiliki lahan

pertanian garapan milik sendiri melainkan bekerja sebagai buruh yang menggarap lahan

pertanian milik orang lain dengan memperoleh upah atas pekerjaannya.

2.      Tidak tersedianya permodalan untuk petani dan Harga pupuk yang lumayan tinggi

Permodalan untuk kelompok tani Karya Baru belum mendapatkan dana bantuan

Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Sebagai contoh penyuluhan yang

dilakukan adalah penerapan pemupukan yang berimbang terhadap tanaman padi. Petani

umumnya ingin menerapkan pemupukan yang berimbang tersebut namun petani terkendala

permodalan sehingga dalam mengadopsi suatu inovasi petani mengalami kesulitan karena

harga pupuk mahal. Namun menyikapi hal tersebut pemerintah menjalankan pupuk

Page 37: Problem Masyarakat Desa

bersubsidi untuk anggota kelompok tani. Walaupun pupuk dari pemerintah telah disubsidi

namun tetap saja mereka terkadang ada yang tidak sanggup membeli pupuk bersubsidi

tersebut. Pembelian pupuk bersubsidi oleh anggota kelompok tani tidak dikenakan batasan

jadi petani dapat membeli pupuk berdasarkan kemampuan petani dalam membeli pupuk

tersebut. Hendaknya pupuk dapat diberikan kredit kepada petani berupa dana bantuan seperti

program PUAP agar mereka dapat membeli pupuk sehingga petani dapat melakukan

pemupukan yang berimbang pada tanaman padi mereka.

Selain itu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri)

berupa pembuatan jalan usaha tani. Pembuatan jalan usaha tani ini ditujukan untu

memudahkan petani menuju lahan tani mereka serta jalan ini memudahkan pengangkutan

hasil panen para petani sehingga lebih mudah untuk sampai kerumah masyarakat.

Dalam semua jenis pembangunan yang dilaksanakan di pedesaan yang pelu diingat

dan digaris bawahi yaitu pemerintah seharusnya tidak hanya membantu permodalan namun

juga memberdayakan masyarakat agar dapat membatu masyarakat agar dapat mengelola

sumberdaya yang ada secara optimum.

C.    Masalah Geografis

1.      Prediksi terhadap iklim yang sulit

Varietas tanaman padi yang ditanam merupakan jenis varietas lokal walaupun kadang

bisa juga membudidayakan padi unggul namun bila musim memungkinkan. Masalah geografi

yang terjadi seperti air, banyak para petani yang mengeluh dengan adanya banjir kiriman dari

daerah pegunungan yang menyebabkan petani gagal panen. Banjir yang datang umumnya

menggenangi tanaman padi yang hanya berumur masih muda sehingga tanaman padi muda

ini tidak dapat bertahan sehingga busuk dan mati. Dari hal tersebut bahwa petani terus

mengalami kerugian karen banyaknya bibit tanaman yang terbuang padahal untuk dapat

menanam padi petani harus menyemai benih padi yang sudah direndam selama 20 hari

barulah bibit dapat ditanam. Namun apabila banjir kiriman yang terjadi menggenangi

tanaman yang sudah berumur cukup lama umumnya tanaman padi masih bisa bertahan hidup

karena tanaman padi sudah mempunyai anakan yang cukup banyak serta tanaman padi

tersebut sudah cukup tinggi. Pada sawah yang lebih tinggi umumnya tanaman padi bisa

bertahan hidup bila dibandingkan dengan tanaman padi di daerah sawah bawahan. Solusi

untuk permasalah banjir ini yaitu seperti pembuatan irigasi agar dapat menyalurkan air dari

sungai agar tidak meluap langsung ke areal persawahan. Namun walaupun rencana ini pernah

di ajukan dalam musrembang rencana ini belum dapat dilaksanakan karena memakan biaya

yang jumlah sangat pantastis sehingga pemerintah kabupaten belum sanggup membangunkan

Page 38: Problem Masyarakat Desa

irigasi yang dikehandaki oleh masyarakat. Namun selain pembuatan irigasi solusi yang lain

adalah pembersihan areal sungai-sungai yang mengalami pendangkalan akibat samapah.

Dengan membersihkan areal sungai yang mengalami pendangkalan maka diharapkan laju

jalannya air tidak meluap ke areal persawahan.

Pindahnya penduduk daerah pedesaan ke daerah perkotaan didorong oleh kondisi

ketertinggalan daerah pedesaan dalam berbagai aspek kehidupan. Berbagai faktor internal

daerah pedesaan yang mendorong penduduk dari daerah pedesaan untuk berhijrah atau

pindah ke daerah perkotaan, antara lain.

2.      Keadaan tanah

Di Indonesia mempunyai tingkat kesuburan tanah yang berbeda disetiap wilayah.

Tingkat kesuburan tanah juga sangat berpengaruh dalam pembangunan desa, desa yang

mempunyai keadaan tanah yang subur cenderung akan mempengaruhi hasil tani yang akan

dihasilkan. Semakin baik dan banyak hasil tani yang dihasilkan oleh desa tersebut maka akan

sangat mempengaruhi dari pendapatan masayarakat itu sendiri. Semakin besar pendapatan

masyarakat maka pertumbuhan ekonomi didesa tersebut akan semakin baik.

3.      Letak wilayah

Letak wilayah desa juga sangat mempengaruhi dari pembangunan desa itu sendiri.

Desa yang yang letak wilayahnya lebih strategis yang dalam hal ini dekat dengan peradaban

kota akan berbeda dengan desa yang letaknya sulit dijangkau. Desa yang letaknya sulit

dijangkau akan cenderung akan mengalami pembangunan ekonomi yang lambat. Hal ini

disebabkan karena sulitnya akses pemerintah dan dunia luar untuk menjangkaunya. Jadi letak

desa yang strategis juga sangat berpengaruh dalam pembangunan desa itu sendiri.

Page 39: Problem Masyarakat Desa

BAB III

KESIMPULAN

Permasalah yang dihadapi dalam pembangunan Desa umumnya berada pada masalah

sturktural dan sosial budaya. Adapun masalah yang dihadapi dalam upaya pembanguna di

Desa  yaitu : Masalah Sosial Budaya, masalah ekonomi dan masalah geografis. Masalah

sosial budaya terdiri dari Rendahnya tingkat pendidikan,Minimnya sarana dan prasarana di

pedesaan yaitu Prasarana dan sarana transportasi, Prasarana dan sarana pendidikan yang

kurang memadai ,Terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan dan Rendahnya Kesadaran

Petani terhadap adopsi inovasi pertanian.

Masalah ekonimi terdiri dari Keterbelakangan perekonomian dan Tidak tersedianya

permodalan untuk petani dan Harga pupuk yang lumayan tinggi. Selain itu masalah

geografisnya yaitu prediksi terhadap iklim yang sulit, keadaan tanah dan letak wilayah.

Page 40: Problem Masyarakat Desa

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Ir. Ali Hanapiah Muhi,MP Fenomena pembangunan desa. Institut Pemerintahan Dalam

Negeri, Jatinangor, Jawa Barat, 2011 (Ebook diakses 14 oktober 2012)

http://endanghas.wordpress.com/2010/01/16/masalah-ekonomi-sosial-budaya-danfisik/ (online).

Diakses 14 Oktober 2012

http://dedelasmawati.blogspot.com/2012/11/my-risset-masalah-yang-dihadapi-dalam.html

Stratifikasi dan Permasalahan Ekonomi Desa

           Menurut Geertz (1989: 476) yang menyatakan bahwa sistemstratifikasi sosial yang

mengubah dan mobilitas status yang cenderung melaksanakan adanya kontak di antara

individu-individu dan kelompok-kelompok yang secara sosial dulunya sedikit banyak

terpisah.

           Hayami dan Collier Cs. (1996: 166) telah melakukan penelitian bahwa

adanya polarisasi ekonomi perdesaan atau terjadinya proses kemiskinandisebabkan adanya

pergeseran desa ke kota (proses modernisasi) dan alih teknologi.

           Studi kasus yang dilakukan oleh Boeke (1959) dengan membagi ekonomi di Indonesia

(studi kasus di Jawa) menjadi tiga struktur ekonomi: a) struktur ekonomi modern,

mementingkan ekonomi yang berproduksi pertanian untuk kepentingan pasar internasioal dan

dikendalikan dengan sistem manajemen modern; b) struktur ekonomi pribumi yang

didasarkan tatanan desa komunal dengan solidaritas yang tinggi. Struktur ini bercirikan antara

lain ekonomi pribumi bukan ekonomi pasar seperti negara barat dan; c) struktur eknomi

perdagang perantara yangmerkantilistik oleh pemerintah Belanda “diperuntukkan” dengan

bahasa sekarang “dijadangkan” bagi golongan keturunan yaitu Cina, Arab dan India.

Sehingga menurutnya ekonomi Indonesia menggunakan sistem ekonomi ganda yang

cenderung menciptakan ekonomi kerakyatan dan ekonomi kapitalistis.

           Studi yang dilakukan Faisal Kasryno (1984: 302-304) tentangpermasalahan

perkreditan dalam membangun pertanian ditemukan bahwa pada awalnya lembaga

perkreditan sebagai ikatan golongan kaya dan miskin serta merupakan bentuk tenggang rasa

yang dimanifestasikan dalam natura (barang). Tetapi setelah adanya peralihan pertanian dari

subsisten ke pertanian komersial perkreditan yang dipahami sebagai ikatan dan tenggang sara

Page 41: Problem Masyarakat Desa

lama-lama menjadi hubungan ekonomis. Dalam studi ini juga dikemukakan bahwa sektor

pertanian merupakan sektor utama dalam membangun ekonomi perdesaan, tetapi

pertumbuhan kredit perbankan hanya 28% pertahun yang lebih rendah dari sektor yang

lainnya.

           Richard Goble (1976) mengemukakan bahwa struktur pembangunan diIndonesia terletak

pada administrasi yang cenderung ke arah birokrasi yang elitis yang dikendalikan dari pusat.

Akibatnya pembangunan di perdesaan menghasilkan pembangunan yang semu. Geertz (1963)

menyebutkan adanya struktur petani Jawa yang menurutnya petani Jawa masa depannya akan

terus mengalami kemiskinan struktural. Sehingga Boeke dan Geerrtz, begitu pesimis

mengenai peranan penduduk pribumi (perdesaan) di Indonesia, karena dasar sejarahnya

cukup menyakitkan.

           Penelitian yang dilakukan oleh Akatiga Bandung (1992) tentang “Gender, Marginalisasi

dan Industri Perdesaan” yang menunjukkan  adanya prosesmarginalisasi dari pekerjaan

produktif perempuan hanya terbatas pada unit-unit usaha rumah tangga atau berskala kecil.

Jenis pekerjaan ini jarang diakui oleh orang lain sekalipun sumbangan mereka dari segi

produktivitas, jam kerja dan masukan-masukan riel ternyata mereka besar.

           Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Oey (1991: 16) dalam data Biro Pusat Strategi

(BPS) dalam “Strategi Kehidupan Wanita Kepala Rumah Tangga” yang menyatakan

pembagian kerja rumah tangga menurut jenis kelamin merupakan gejala universal. Laki-laki

lebih cenderung tampil di tempat umum dan perempuan diberi tempat dalam rumah. Laki-

Laki bekerja mencapai (84% di kota dan 88% di desa) sementara perempuan hanya

separuhnya (47% di kota dan 51% di desa).

           Mubyarto (1991) permasalahan tersebut dengan melakukan deregulasiekonomi dan

strategi pengembangan ekonomi rakyat beberapa yang dianjurkan adalah: a)

perlunya deregulasi bank  dan masyarakat artinya bank penerima simpanan dan memudahkan

pinjaman kredit kepada masyarakat; b) perlunya mempersiapkan rakyat kecil memanfaatkan

jasa bank yang selama ini bank sebagai “penyedot dana masyarakat” dan bukan sebagai

“penyalur dana masyarakat” dan; c) perlunya kerjasama bank dalam membangun ekonomi

rakyat di perdesaan dengan melakukan pendirian badan-badan perkreditan rakyat formal dan

mengembangkan sistem masyarakat bawah.

           Sritua Arief (1993:330) mengemukakan bahwa lembaga keuangan rakyat menciptakan

demokrasi ekonomi yang sebenarnya. Seperti dikemukakan Hatta telah terjadinya hubungan

ekonomi yang bersifat eksploitatif terhadap masyarakat (Sritua Arief, 1999: 131)

Page 42: Problem Masyarakat Desa

http://www.bintan-s.web.id/2011/03/stratifikasi-dan-permasalahan-ekonomi.html

PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP KEHIDUPAN EKONOMI

MASYARAKAT PEDESAAN

7052012

Abstrak

            Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian,

moral, hukum dan adat-istiadat dan lain-lain kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang

didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang

berisikan kewajiban-kewajiban, larangan-larangan dan tindakan-tindakan yang diizinkan.

Kebudayaan itu bersifat spesifik sebab aspek ini menggambarkan pola kehidupan. Setiap

kesatuan masyarakat pola kehidupannya berbeda. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup

bersama, yang menghasilkan kebudayaan. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.

Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok

merasa dirinya terikat satu dengan lainnya. Keterikatan ini menyebabkan kebudayaan

memiliki pengaruh bagi setiap perilaku masyarakat. Dalam makalah ini, saya akan

menganalisis pengaruh-pengaruh kebudayaan terhadap kehidupan masyarakat pedesaan

terutama kehidupan ekonominya serta bagaimana dampak-dampak yang timbulkan akibat

pengaruh itu. Makalah ini menggunakan metode data sekunder dimana data-data untuk

menyusun makalah ini didapat dari literatur seperti buku, jurnal, dan internet.

 

Kata Kunci: kebudayaan, masyarakat, pengaruh, perilaku, kehidupan ekonomi.

 

 

KATA PENGANTAR

 

 

Kebudayaan yang dikembangkan oleh setiap kelompok masyarakat senantiasa akan mencari

dan membentuk nilai-nilai dan norma-norma yang fungsional untuk dirinya sehingga

menghasilkan wujud yang sangat beraneka ragam antar kelompok masyarakat. Kebudayaan

dapat diidentifikasikan sebagai sebagai hadirnya seperangkat nilai-nilai dan norma-norma

yang menjadi pedoman atau acuan perilaku bagi masyarakat yang hidup di dalamnya. Oleh

karena itu, kebudayaan memiliki pengaruh yang sangat kuat bagi setiap kehidupan

masyarakat, termasuk di dalamnya kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Akibat

Page 43: Problem Masyarakat Desa

keterkaitan itu, seringkali kebudayaan yang tidak sesuai dapat menjadi faktor penyebab

kemiskinan.

 

Puji syukur penulis panjatkan ke khadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan

rahmay-Nya, akhirnya penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Tak lupa penulis ucapkan

terima kasih pada pihak-pihak yang baik secara langsung atau pun tidak langsung telah

membantu proses penulisan makalah yang berjudul “Pengaruh Kebudayaan terhadap

Kehidupan Ekonomi Masyarakat Pedesaan” dari awal hingga akhir.

 

Secara garis besar, makalah ini akan membahas pengaruh kebudayaan terhadap kehidupan

ekonomi masyarakat pedesaan.

 

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis ucapkan maaf jika makalah ini

belumlah sempurna. Penulis sadar, masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu,

kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

 

 

Bogor, Desember 2011

                       

 

                                                                                                                                                       

    Anggita Widasari                                                                                                   I34100023

Daftar Isi

 

Abstrak…………………………………………………………………………………………

………. i

Kata

Pengantar……………………………………………………………………………………….

ii

Daftar Isi

……………………………………………………………………………………………… iii

PENDAHULUAN………………………………………………………………………………

… 1

Page 44: Problem Masyarakat Desa

KEBUDAYAAN

Kebudayaan……………………………………………………………………………………

…….. 2

Pengaruh Kebudayaan terhadap Kehidupan Ekonomi………………………………… 2

PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP KEHIDUPAN EKONOMI MASYARAKAT

PEDESAAN

Pengaruh Kebudayaan terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat Pedesaan… 4

SIMPULAN……………………………………………………………………………………

……. 6

DAFTAR

PUSTAKA……………………………………………………………………………. 7

 

 

 

 

 

 

 

Pendahuluan

 

     Kebudayaan adalah hasil cipta, karsa dan rasa manusia oleh karenanya kebudayaan

mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan perkembangan manusia itu.

Perkembangan tersebut dimaksudkan untuk kepentingan manusia itu sendiri, karena

kebudayaan diciptakan oleh dan untuk manusia. Menurut E. B. Taylor, kebudayaan

merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,

adat istiadat, dan kemampuan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat,

sehingga kebudayaan mancakup seluruh hal yang diperoleh atau dipelajari manusia sebagai

anggota masyarakat meliputi seluruh pola pikir, merasakan dan bertindak. Sedangkan

menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi berpendapat bahwa kebudayaan adalah

semua hasil karya  kemampuan menghasilkan teknologi dan kebudayaan materi), rasa

(kemampuan jiwa manusia dalam mewujudkan norma dan sistem nilai lainnya), cipta

(kemampuan mental dan pikiran untuk menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan)

masyarakat. Sistem nilai budaya merupakan wujud abstrak dari sebuah kebudayaan. Sebuah

sistem nilai budaya yang hidup di masyarakat dapat mempengaruhi tindakan orang-orang

Page 45: Problem Masyarakat Desa

yang terikat dengan budaya itu sendiri. Masyarakat adalah orang atau manusia yang hidup

bersama yang menghasilkan kebudayaan, keduanya tidak dapat dipisahkan.

Oleh karena itu, kebudayaan memiliki pengaruh yang kuat bagi setiap tindak tanduk

masyarakat yang hidup didalamnya. Akibat pengaruh ini, seringkali terjadi masalah

didalamnya. Salah satunya adalah masalah ekonomi. Kebudayaan yang tidak sesuai bisa saja

menjadi salah satu penyebab kemiskinan di masyarakat.

Saya akan menganalisis pengaruh kebudayaan terhadap kehidupan ekonomi masyarakat

pedesaan serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Adapun tujuan penulisan

antara lain mengkaji bagaimana pengaruh kebudayaan terhadap kehidupan ekonomi

masyarakat pedesaan serta menganalisis faktor-faktor apa saja yang menyebabkan

kebudayaan memiliki pengaruh terhadap kehidupan ekonomi masyarakat pedesaan.

 

 

KEBUDAYAAN

 

Kebudayaan

 

Dalam pengertian sehari-hari, istilah kebudayaan sering diartikan sama dengan kesenian,

terutama seni suara dan seni tari. Akan tetapi apabila istilah kebudayaan diartikan menurut

ilmu-ilmu sosial, maka kesenian merupakan salah satu bagian saja dari kebudayaan. Kata

“kebudayaan” berasal dari (bahasa sansekerta) buddhayah yang merupakan bentuk jamak

kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang

bersangkutan dengan budi atau akal”.  Ralph Linton, seorang ahli antropologi yang

terkemuka, mengemukakan bahwa kebudayaan secara umum diartikan sebagai way of

life suatu masyarakat (Linton 1936). Way of  life dalam pengertian ini tidak sekedar berkaitan

dengan bagaimana cara orang untuk bisa hidup secara biologis, melainkan jauh lebih luas dari

itu. Dijabarkan secara lebih rinci, way of life mencakup way of thinking (cara berfikir,

bercipta), way of feeling (cara berasa, mengekspresikan rasa), dan way of doing (cara berbuat,

berkarya). Hampir bersamaan dengan pendapat ini, Selo Soemardjan dan Soelaeman

Soemardi mendefinisikan kebudayaaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat

(1964: 113).

 

Pengaruh Kebudayaan terhadap Kehidupan Masyarakat Pedesaan

 

Page 46: Problem Masyarakat Desa

            Budaya tercipta atau terwujud merupakan hasil dari interaksi antara manusia dengan

segala isi yang ada di alam raya ini. Manusia di ciptakan oleh tuhan dengan dibekali oleh akal

pikiran sehingga mampu untuk berkarya di muka bumi ini dan secara hakikatnya menjadi

khalifah di muka bumi ini.  Disamping itu manusia juga memiliki akal, intelegensia, intuisi,

perasaan, emosi, kemauan, fantasi dan perilaku. Dengan semua kemampuan yang dimiliki

oleh manusia maka manusia bisa menciptakan kebudayaan. Ada hubungan antara manusia

dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah

produk kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena manusia yang menciptakannya

dan  manusia dapat hidup ditengah kebudayaan yang diciptakannya. Kebudayaan akan terus

hidup manakala ada manusia sebagai pendukungnya. Kebudayaan mempunyai fungsi yang

sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Bermacam kekuatan yang harus dihadapi

masyarakat dan anggota-anggotanya seperti kekuatan alam, maupun kekuatan-kekuatan

lainnya di dalam masyarakat itu sendiri tidak selalu baik baginya. Selain itu, manusia dan

masyarakat memerlukan kepuasan, baik di bidang spiritual maupun materiil. Kebutuhan-

kebutuhan masyarakat tersebut di atas untuk sebagian dipengaruhi oleh kebudayaan yang

bersumber pada masyarakat itu sendiri. 

“… masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain,

sedangkan kebudayaan adalah sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi

pegangan masyarakat tersebut …” (Horton dan Hunt 1987).

            Pengertian kebudayaan memang sangat luas. Hampir tidak ada segala sesuatu yang

berada di sekitar kita ini yang tak tercakup atau tak terjamah oleh konsep kebudayaan.

Kebudayaan mencakup aspek materiil maupun non-materiil. Kebudayaan dapat bersifat

kompleks sekali, namun juga dapat bersifat bersahaja, sesuai dengan tingkat perkembangan

masyarakatnya. Batasan yang dikemukakan oleh Horton dan Hunt di atas lebih berkaitan

dengan aspek kebudayaan non-materiil, lebih melihat kebudayaan sebagai sistem nilai dan

norma.

            Masyarakat adalah orang yang  hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.

Dengan demikian, tak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya

tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah pendukungnya. Kebudayaan tidak

dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat karena semua aspek dalam kehidupan

masyarakat dapat dikatakan sebagai wujud dari kebudayaan, misalnya gagasan atau pikiran

manusia , aktivitas manusia, atau karya yang dihasilkan manusia. Segala sesuatu  yang

terdapat di dalam masyarakat ditentukan oleh adanya kebudayaan yang dimiliki oleh

masyarakat itu.

Page 47: Problem Masyarakat Desa

            Kadiah-kaidah kebudayaan berarti peraturan tentang tingkah laku atau tindakan yang

harus dilakukan dalam suatu keadaan tertentu. Peraturan bertujuan membawa suatu

keserasian dan memerhatikan hal-hal yang bersangkut-paut dengan keadaan lahiriah maupun

batiniah. Dengan demikian, maka kaidah sebagai bagian dari kebudayaan mencakup tujuan

kebudayaan maupun cara-cara yang dianggap baik untuk untuk mencapai tujutan tersebut.

Kaidah-kaidah kebudayaan mencakup bidang yang luas sekali. Berlakunya kaidah dalam

suatu kelompok manusia tergantung pada kekuatan kaidah tersebut sebagai petunjuk tentang

seseorang bagaimana harus berlaku. Artinya, sampai berapa jauh kaidah-kaidah tersebut

dapat diterima oleh anggota kelompok, sebagai petunjuk prilaku yang pantas.  Apabila

manusia sudah dapat mempertahankan diri dan menyesuaikan diri pada alam, juga telah dapat

hidup dengan manusia-manusia lain dalam suasana damai, timbullah keinginan manusia

untuk menciptakan sesuatu untuk menyatakan perasaan dan keinginannya kepada orang lain,

yang juga merupakan fungsi kebudayaan. Dengan demikian, fungsi kebudayaan sangat besar

bagi manusia, yaitu untuk melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan antarmanusia

dan sebagai wadah segenap perasaan manusia.

            Kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya kehidupan  manusia. Walaupun hal

itu jarang disadari oleh manusia sendiri, namun tak mungkin seseorang mengetahui dan

meyakini seluruh unsur kebudayaannya. Betapa sulitnya bagi seorang individu untuk

menguasai seluruh unsur-unsur  kebudayaan yang didukung oleh masyarakat sehingga

seolah-olah kebudayaan dapat dipelajari secara terpisah dari manusia yang menjadi

pendukungnya.

 

 

 

 

PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP KEHIDUPAN EKONOMI

MASYARAKAT PEDESAAN

 

 

 

Pengaruh Kebudayaan terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat Pedesaan

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang bersifat global. Artinya kemiskinan merupakan

masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian banyak orang. Semua negara  di dunia ini

Page 48: Problem Masyarakat Desa

sepakat bahwa kemiskinan merupakan problema kemanusiaan yang menghambat

kesejahteraan dan peradaban.

Kemisikinan cultural merupakan kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan

kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjuk pada konsep kemiskinan kultural yang

menghubungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau mentalitas. Penelitian Oscar Lewis

di Amerika Latin menemukan bahwa orang miskin memiliki sub-kultur atau kebiasaan

tersendiri, yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan (Suharto, 2008).

Dari analisis faktor kemiskinan oleh masyarakat, muncul bahwa biaya ritual yang tinggi

menjadi penyebab kemiskinan. Untuk memenuhi berbagai kebutuhan ritual itu, mereka harus

merelakan diri untuk meminjam uang atau berhutang kepada renternir walaupun dengan

jumlah bunga yang cukup besar. Berikut adalah contoh kasus bahwa kebudayaan dapat

menyebabkan kemiskinan.

 

Ritual Banjar-Banjar Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Barat,

NTB

            Kekompakkan dalam gotong royong tampak jelas manakala ada hajatan-hajatan dan

musibah yang menimpa salah satu anggota Banjar. Ada dua upacara adat dalam ritual besar

untuk menjalankan apa yang disebut sebagai bagian dari Adat Krama (adat perkawinan) dan

Adat Gama (upacara adat yang berkaitan dengan agama). Upacara-upacara ini disebut Gawe

yang dibagi menjadi Gawe Ala dan Gawe Ayu.

            Gawe Ala adalah upacara-upacara ritual yang berkaitan dengan upacara kemiskinan

yang membutuhkan pembiayaan tidak sedikit mulai dari rangkaian acara penguburan,

selamatan nyusur tana-7, malam tahlilan, upcara hari ke-7, hari ke-9, hari ke-40, hari ke-100,

nekolang hingga hari ke-1000 atau menyonyang (mengakhiri semua urusan dengan yang

meninggal).

            Gawe Ayu adalah upacara-upacara ritual yang berkaitan dengan upacara hidup

(terkadang disebut Gawe Urip). Upacara-upacara ini seperti upacara cukur rambut, asah gigi,

sunatan, pesta perkawinan dan lain-lain.

            Dalam proses ritual atau acara-acara adat dan hajatan di kampung-kampung tidak

sedikit biaya yang dibutuhkan. Karena kebiasaan yang terjadi di masyarakat adat Desa

Bentek adalah dalam pelaksanaan acara begawe atau tasyakuran harus mengundang seluruh

anggota Banjar dan jumlahnya cukup banyak dan yang dijamu dengan aneka raggam

makanan mulai dari jenis tradisional hingga jenis kue modern. Pada acara ini pos pembiayaan

yang punya hajatan sangat tinggi mulai dari persiapan acara dimana warga Banjar tempat

Page 49: Problem Masyarakat Desa

tinggalnya dan keseluruhan warga Banjar yang bekerja ini dijamu untuk makan siang dan

malam harinya.

 

 

Budaya Nyumbang di Jawa

Bagi masyarakat Jawa tentu tidak asing dengan budaya nyumbang. Budaya ini sudah begitu

akrab di telinga kita. Nyumbang biasanya dilakukan dengan membantu kerabat, tetangga,

teman, saudara yang sedang punya hajat, entah itu hajat melahirkan, mantu (mantenan),

sunatan, maupun kematian. Bentuk sumbangan bisa berwujud uang, barang, tenaga maupun

pikiran.

Semula nyumbang sebagai sesuatu yang bernilai agung, wujud solidaritas sosial masyarakat

guna mengurangi beban warga yang sedang hajatan. Ketika ada tetangga, rekan atau kerabat

yang sedang punya hajat, masyarakat sekitar secara suka rela membantunya, sehingga warga

yang hajatan tidak terlalu terbebani. Masyarakat Jawa warna budayanya sangat kental.

Hampir setiap tahapan kehidupan bisa dipastikan ada ritual-ritual yang mesti dijalankan,

sejak lahir, sunatan, hamil, melahirkan, ritual kematian hingga pascakematian. Jika perayaan

ritual ini semua ditanggung sendirian, akan memakan biaya yang tidak sedikit.

Seiring perjalanan waktu, tradisi nyumbang ikut mengalami pergeseran nilai. Tradisi yang

semula bernilai solidaritas sosial tinggi ini pada akhirnya mengalami proses

kapitalisasi. Nyumbang yang awalnya kental dengan nuansa solidaritas organis,

solidaritas berdasarkan ketulusan,  telah berubah menuju solidaritas mekanis, solidaritas

berdasarkan untung rugi. Penyelenggaraan hajatan tidak lagi semata-mata wujud akan

ketaatan kepada tradisi, namun kepentingan-kepentingan ekonomi ikut bermain. Tradisi

nyumbang sudah bergeser dari orientasi sakral menuju kepentingan uang. 

            Dari dua contoh kasus diatas, dapat kita bayangkan betapa besarnya biaya yang

dibutuhkan untuk acara-acara semacam itu, belum lagi mereka harus memotong hewan

kurban. Satu ekor sapi saja bisa dikatakan tidak cukup dalam prosesi adat itu, minimal dua

ekor sapi untuk dipergunakan dalam acara tersebut yang akan disuguhkan kepada semu

undangan yang hadir. Menariknya lagi, ketika akan dilaksanankan acara hajatan semacam itu,

tidak mengenal apakah orang tersebut kaya atau miskin, kondisi acaranya berbeda,

suguhannya pun juga tidak jauh berbeda. Orang kaya memotong kerbau, orang miskin pun

memotong kerbau. Inilah kondisi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat danterjadi secara

turun-temurun. Bahkan untuk melaksanakan prosesi tersebut masyarakat rela untuk

meminjam uang, menggadaikan apa yang dimiliki, serta menjual harta keluarga. Sehingga

Page 50: Problem Masyarakat Desa

biaya ritual tinggi menjadi sebuah kebiasaan turun temurun, yang berdampak pada tingkat

ekonomi masyarakat khususnya masyarakat pedesaan.

            Ritual sebagai perwujudan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam

konteks adat, budaya rasa syukur tidak cukup hanya dengan lisan, namun perlu diwujudkan

dalam bentuk upacara ritual dan kalimat syukur itu diucapkan berbarengan dengan acara

ritual.

            Tidak sebanding dengan nilai kepuasan bathin yang sulit diukur, nilai negative yang

ditimbulkan oleh acara adalah sebagai sebuah pemborosan, yang menyebabkan kemiskinan

yang berdampak pada :

Timbulnya hutang

Hidup dalam pas-pasan tanpa memperhatikan gizi makanan karena sebagian penghasilan

disimpan untuk persiapan hajatan

Menggadaikan hak miliknya untuk kepentingan ritual

Budaya gengsi

 

 

SIMPULAN

 

            Masyarakat adalah orang yang  hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.

Dengan demikian, tak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya

tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah pendukungnya. Segala sesuatu  yang

terdapat di dalam masyarakat ditentukan oleh adanya kebudayaan yang dimiliki oleh

masyarakat itu.

            Kebudayaan merupakan perangkat peraturan tentang tingkah laku atau tindakan yang

harus dilakukan oleh masyarakat yang hidup di dalamnya dalam suatu keadaan tertentu.

Namun terkadang karena keterikatan ini, timbul adanya suatu ketimpangan. Ketimpangan ini

terjadi akibat kebudayaan yang tidak sesuai dimana ketidaksesuaian ini menjadi masalah

terutama masalah ekonomi di suatu masyarakat di pedesaan. Dengan kata lain, kebudayaan

ini bisa disebut sebagai salah satu faktor kemiskinan yang terjadi di suatu masyarakat

pedesaan.

            Masalah seperti ini memang sangat sulit dan membutuhkan waktu untuk

mengatasinya. Karena kebudayaan yang telah mengakar pada suatu masyarakat tertentu sulit

untuk dirubah bahkan dihilangkan. Untuk itu, diperlukan cara untuk meminimalisir

Page 51: Problem Masyarakat Desa

kebudayaan yang tidak sesuai serta mencari alternatif agar unsur yang tidak sesuai tersebut

tidak tetap tumbuh dalam kebudayaan sehingga tidak menyebabkan kemisikinan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anonim. 2002. Jurnal antropologi dan konsep kebudayaan. [Internet] [diunduh 10 November

2011]. Dapat diunduh dari: http://www.papuaweb.org

 

Anonim. 2010. Kemiskinan budaya .[Internet] [diunduh 7 Desember 2011]. Dapat diunduh

dari: http://www.antaranews.com

Page 52: Problem Masyarakat Desa

 

Lason. 2008. Makalah pengentasan kemiskinan. [Internet]. [diunduh 10 November 2011].

Dapat diunduh dari: http://www.lasonearth.com

 

Raharjo. 2004.Pengantar sosiologi pedesaan dan pertanian. Yogyakarta[ID]: Gadjah Mada

University Press.

 

Rahmatullah. 2008. Kemiskinan kultural buah dari kemiskinan structural .[Internet] [diunduh

10 November 2011]. Dapat diunduh dari: http://www.banten-institute.org

 

Ranjabar J. 2006. Sistem sosial budaya indonesia. Bogor[ID]: Ghalia Indonesia.

 

Soekanto S. 2009. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta[ID]: Rajawali Pers.

http://anggitawidasari.wordpress.com/2012/05/07/pengaruh-kebudayaan-terhadap-kehidupan-

ekonomi-masyarakat-pedesaan/

PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

Memperhatikan kondisi dan

situasi pada saat ini, begitu banyak terdengar iklan politik yang begitu syahdu dan sangat

memabukan bagi orang awam saparti saya ini. Mereka begitu lantang dalam meneriakan

sebagai pengayon masyarakat yang berlagak sebagi malaikat penyelamat dalam mengatasi

problem ekonomi yang sedang di hadapi oleh masyarakat Indonesia pada umumnya.

Page 53: Problem Masyarakat Desa

Jargon ekonomi merupakan makanan empuk bagi para calon presiden dan wakil presiden

dalam meyakinkan mayarakat untuk memilih mereka pada saat nanti hari pencoblosan. Dari

sekian banyak potesi ekonomi mereka saling berlomba menyuguhkan Jargon Ekonomi

kerakyatan dan seolah-oleh mereka yakin akan bisa mewujudkan janji manis yang selama ini

di beberkan.

Apakah mereka sadar atau tidak, bahwa selama ini perekonomian Indonesia banyak

dipengaruhi oleh kegiatan perekonomian masyarakat pedesaan yang merupakan basis

masyarakat Indonesia. Namun kenyataannya dewasa ini, masyarakat pedesaan seolah-olah

tidak bisa berperan dalam membangun perekonomiaan Indonesia dan tenggelam dalam

bayang-bayang ketidakjelasan arah pembangunan pemerintah dalam menguatkan peran

pedesaan sebagai basis ekonomi kerakyatan. bahkan semenjak krisi moneter menghantam

Indonesia tahun 1997 peran pemerintah terhadap kegiatan perekonomian pedesaan kurang

sebab mereka lebih memprioritaskan wilayah perkotaan. Bimbingan dan penyuluhan dirasa

kurang dan sama sekali tidak ada, lebih-lebih untuk pedesaan terpencil yang jauh dari ibukota

kabupaten atauibukota kecamatan serta akses transfortasi yang sulit terjangkau oleh

kendaraan.

Jumlah desa di Indonesia berjumlah ribuan dengan tekstur dan karakter Sumber Daya

Manusia serta Sumber Dalam Alam berbeda yang merupakan potensi untuk mengembangkan

ekonomi kerakyatan yang berbasiskan pertanian, peternakan, perikanan, usaha kecil dan

menengah.

Oleh karena itu, pemerintah yang akan datang harus jeli dan konsisten dalam menggali,

memberdayakan serta mengembankan potensi ekonomi pedesaan sehingga tercipta sebuah

dinamika perekonomian yang benar-benar pro rakyat. Walaupun selama ini pemerintah terus-

terusan memberikan bantuan untuk masyarakat di pedesaan namun ada banyak beberapa hal

yang kurang diperhatiakan dan dijalankan pemerintah.

Dalam memberdayakan ekonomi pedesaan maka diperlukan kebijakan, strategi dan system

ekonomi yang berpihak kepada rakyat serta didesain secara sistematis. Salah satu kebijakan

dan strategi yaitu menganut system pembangunan yang beroreintasi kerakyatanyang berpihak

pada kepentingan rakyat, tidak berarti akan menghambat upaya mempertahankan atau

meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan tetapi pertumbuhan hanya akan

Page 54: Problem Masyarakat Desa

berkesinambungan dalam jangka panjang jika sumber utamanya berasal dari rakyat itu

sendiri, baik berupa produktivitas rakyat maupun sumber daya yang berkembang melalui

penguatan ekonomi rakyat.

Maka untuk membangun pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan yang berbasis Ekonomi

pedesaan pemerintah harus :

1. Membangun kembali jaringan penyuluhan dan pembinaan yang benar-benar berkelanjutan,

terorganisir serta tepat sasaran.

2. Membangun lahan pertanian,perikanan, peternakan, usaha kecil dan menengah sesuai

dengan karakteristik desa tersebut.

3. Membangun dan memperbaiki saluran irigasi dengan memampaatkan alam sekitar dan

tidak merusak lingkungan.

4. Membangun jaringan pemasaran hasil produk dengan memberdayakan koperasi secara

mandiri dan professional.

Mewujudkan tujuan itu, pemberdayaan dan pembangunan harus di tunjang dengan

melaksanakan program organisasi, manajemen, keuangan, permodalan dan pengembangan

usaha menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya dan juga meninjau serta menata kembali

langkah-langkah peningkatan tersebut sebagai jalan menuju visi masa depan yang lebih baik.

Didalam menjalankan Pemberdayaan Ekonomi pedesaan, mempunyai tujuan yang harus

dicapai yaitu mensejahterakan masyarakat pedesaan serta untuk tetap berdiri eksis di tengah

gempuran ekonomi kapitalis dan neoliberalis. Salah satu contohnya yaitu pengembangan

usaha yang efesien, mandiri dan handal melalui kegiatan produksi, perdagangan, pelayanan

jasa dan transaksi lainnya.

Namun itu semua harus di dukung oleh stockholder yang benar-benar konsisten tidak

memandang suku, agam,dan ras, di samping itu juga, masyarakat harus bisa menjalankan

yang sesuai dengan yang telah di programkan pemerintah dengan kemauan yang ihlas daan

menginginkan perubahan terhadap kehidupan perekonomian yang sejahtera.

http://agrabintanewsa.blogspot.com/2011/10/pembangunan-ekonomi-pedesaan.html

Page 55: Problem Masyarakat Desa

Masalah Agraria dan Kemiskinan di Pedesaan

Share

Tweet

Jutaan orang yang mendiami daerah pedesaan memiliki seribu satu

masalah dalam kehidupan. Masalah pertama dan paling utama yang ingin kita tunjukkan di sini

adalah masalah mendapatkan pekerjaan. Penyediaan pekerjaan layak bagi masyarakat miskin

pedesaan sepanjang tahun -- entah mungkin dari tanah pertanian atau dari jenis pekerjaan lain --

merupakan hal yang paling menonjol yang dihadapi dalam kehidupan pedesaan. Kita tahu bahwa

pendistribusian tanah adalah hal yang penting, tetapi ini bukanlah masalah utama. Karena

mengingat jumlah minimum tanah yang harus dialokasikan untuk sebuah keluarga -- untuk bisa

bertahan hidup dan memenuhi biaya lain -- ada kelangkaan lahan yang dibutuhkan untuk

distribusi di antara seluruh penduduk desa di Indonesia hari ini. Artinya penyelesaian masalah

pedesaan saat ini adalah bukan dengan hanya melakukan tugas mendistribusikan tanah kepada

massa pedesaan tetapi juga mengakhiri kemiskinan dari buruh tani, petani tak bertanah dan

miskin di desa-desa. Ini tidak berarti bahwa dengan menyatakan ini kita mengabaikan kebutuhan

atau mencoba untuk meremehkan pentingnya mendukung gerakan petani yang menyerukan

pemulihan dan pendistribusian tanah di antara buruh tani, petani tak bertanah dan miskin.

Pada tahun 1963, dengan penduduk kurang lebih 66 juta jiwa, diperkirakan tanah untuk

menghidupi keluarga petani, sekitar 1 bau atau sekitar 0,71 hektar. Seiring dengan meningkatnya

populasi penduduk dan meningkatnya harga, kebutuhan akan tanahpun meningkat, diiringi

dengan meningkatnya jumlah pekerjaan yang dibutuhkan. Apa yang terjadi kemudian ketika

mereka tidak mampu mendapatkan pekerjaan di desa? Mereka harus meninggalkan desa dan

pindah ke kota, berkerumun untuk mencari pekerjaan sebagai buruh. Dengan demikian,

mendistribusikan tanah tidak dapat dengan sendirinya menyelamatkan petani.

Kita akan menganalisa lebih jauh permasalahan ini, bahwa mendistribusikan tanah tidak pula

menyelesaikan masalah dari buruh tani, petani tak bertanah dan miskin. Pertama, seperti tersebut

di atas, melaksanakan tugas distribusi tanah tidak akan membuat tanah tersedia bagi semua buruh

tani, petani tak bertanah, dan miskin. Kedua, mereka mendapatkan tanah tetapi mereka tidak bisa

terus berpegang terhadap tanah yang dimilikinya. Karena, seperti yang kita tahu, anggota setiap

keluarga terus meningkat dalam jumlah, tetapi tanah tidak tumbuh dalam ukuran. Katakanlah, Si

Page 56: Problem Masyarakat Desa

A adalah seorang petani dan Si A sudah mendapatkan 1 hektar tanah. Mungkin sebagian dari kita

berpikir bisa mengelola rumah tangga dengan ini. Namun keluarga Si A mempunyai lima anak,

atau bila sesuai norma yang ditentukan oleh pemerintah, maka Si A memiliki katakanlah dua

anak. Setelah menikah, setiap anak kebagian hanya 0.5 hektar, dan seterusnya setelah mereka

punya anak juga.

Meskipun petani menerima, katakanlah 1 bau, yang dapat memecahkan masalah hidup mereka,

tidak lantas mereka terus bertahan. Jika anak dari keluarga tidak memiliki pekerjaan lain dan

petani tidak dapat menambah lebih banyak lahan miliknya -- tentunya dengan bersaing dengan

petani-petani lainnya -- ia akan terpaksa menggadaikan tanahnya pada saat-saat sulit: sakit,

upacara pernikahan, dan lain-lain. Lalu ia pun akan bergabung dengan barisan petani tak

bertanah. Ini adalah kejadian yang tak terelakkan dalam ekonomi kapitalis pedesaan di negara

terbelakang seperti kita.

Perkotaan pun sudah penuh dengan barikade-barikade pengangguran. Angka penganguran dan

semi-bekerja melonjak. Di bawah kapitalisme, setiap upaya mekanisasi pertanian, yaitu

memodernisasi pertanian dengan traktor dan mesin, akan melemparkan jutaan orang di desa-desa

keluar dari pekerjaan dengan sekali pukul. Dengan masalah pengangguran yang sudah begitu

parah, kapitalisme tidak dapat melakukan tugas modernisasi pertanian tanpa menciptakan gejolak

ekonomi dan sosial yang besar. Oleh karena itu, dengan tatanan sistem ekonomi kapitalis dan

mesin negaranya yang ada hari ini, jalan ini tidak dapat mengarah pada solusi dari permasalahan.

Dari sudut ini dapat dilihat bahwa penyelesaian tugas revolusi agraria di negara kita terikat kuat

dengan tugas mencapai revolusi sosialis.

Dengan berbekal hanya medistribusikan tanah saja, penderitaan di dalam kehidupan pedesaan

tidak dapat berakhir dan petani tidak dapat bertahan hidup. Kecuali ada kepastian kerja untuk

setiap individu dari keluarga petani miskin di desa. Menyediakan lapangan kerja adalah masalah

dasar yang dihadapi kehidupan pedesaan hari ini. Jadi, tidak diragukan lagi, distribusi tanah

secara merata merupakan masalah penting dari gerakan petani tapi bukan masalah yang pokok.

Dan isu penting dari gerakan petani adalah bagaimana mengembangkan ekonomi pedesaaan

melalui mekanisasi dan modernisasi pertanian serta berdampingan membuka jalan menuju

industrialisasi dalam rangka memberikan pekerjaan kepada setiap insan di pedesaan.

Sekarang pertanyaannya adalah: bagaimana memberikan pekerjaan kepada setiap individu di

desa? Siapa yang akan dan dapat menyediakan ini? Satu-satunya cara untuk menciptakan

lapangan pekerjaan adalah dengan membuka jalan menuju industrialisasi yang berkelanjutan.

Pabrik-pabrik dapat dibangun dan pengembangan industri bisa berjalan tanpa hambatan. Dengan

Page 57: Problem Masyarakat Desa

kata lain, bila jalan menuju industrialisasi skala-penuh bisa dibuka, maka upaya bersama bisa

terus berjalan dalam ekonomi pertanian untuk mekanisasi dan modernisasi. Industri pendukung

dan pembantu dalam ekonomi pertanian bisa mulai berkembang di daerah pedesaan, dan

membuat pertumbuhan yang cepat dalam produksi pertanian dan menyerap pengangguran di

desa. Penampilan desa secara radikal akan berubah. Namun kita tahu bahwa industrialisasi dan

penyediaan lapangan pekerjaan tidak dapat terlaksanakan dalam batasan kapitalisme. Bila di

pekotaan saja, yang merupakan pusat dari ekonomi kapitalis, lapangan pekerjaan yang memadai

tidak dapat disediakan, apalagi di pedesaan. Belum lagi krisis ekonomi dunia baru-baru ini telah

menghancurkan ratusan juta lapangan pekerjaan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Dalam situasi ini, kebutuhan negara terbelakang seperti kita adalah untuk melakukan

industrialisasi dengan inisiatif yang selalu baru sehingga dapat menyerap tenaga pengangguran.

Sekarang, industrialisasi kita berjalan dengan motifnya mendapatkan keuntungan maksimum atas

dasar hubungan produksi kapitalis, dan berdiri sebagai hambatan utama kemajuan masyarakat.

Oleh karena itu, selama sistem ini tidak dihapus, kita tidak dapat menyelesaikan  tugas revolusi

agraria -- yang berarti memodernisasi pertanian dan menyediakan lapangan kerja untuk penduduk

pedesaan secara menyeluruh. Untuk menyelesaikan masalah dasar dari kehidupan pedesaan dan

mewujudkan pembangunan industri secara sosialis, kita perlu mengakhiri sistem ekonomi saat

ini, yakni sistem kapitalis.  Kekuasaan buruh dan tani harus didirikan dan mengganti sistem

kapitalis dengan sistem sosialisme.

Tetapi di antara gerakan kiri Indonesia, ada yang mengatakan bahwa perjuangan utama di

Indonesia hari ini adalah menentang kapital monopoli dan feodalisme. Mari kita menelisik lebih

jauh apa yang dimaksud anti kapital monopoli dan feodalisme dalam perjuanganya di negara

kapitalis Indonesia sekarang.

Kapitalisme secara keseluruhan hidup dari ekploitasi rakyat pekerja. Gerakan kiri di Indonesia

yang menentang kapital monopoli dan feodalisme menempatkan tanggung jawab ekploitasi kelas

kapitalis secara keseluruhan ini pada segelintir kapitalis monopoli. Alih-alih berdiri mengambil

sikap menggulingkan negara kapitalis secara keseluruhan, mereka menyembunyikan karakter dari

eksploitasi kapitalis itu sendiri. Kapitalisme monopoli hanyalah bentuk dari kapitalisme itu

sendiri. Ia adalah tahapan tertinggi dari perkembangan kapitalisme. Jika mereka-mereka ini tidak

memiliki program revolusi sosialis, maka semua tugas mereka memerangi kapital monopoli

adalah slogan kosong. Mereka mencoba melindungi kelas borjuis secara keseluruhan dari rakyat

pekerja dengan menggeser tanggungjawab dari semua kelakuan buruk dari borjuasi secara

keseluruhan ke pundak beberapa kapitalis monopoli.

Page 58: Problem Masyarakat Desa

Sedikit refleksi juga mengungkapkan bahwa slogan dari pihak anti feodalisme tidak lebih dari

sebuah slogan kosong. Apapun bentuk kapitalisme di negara kita, bagaimanapun 

keterbelakangannya, kapitalisme adalah fitur utama dan ekploitasi kapitalis dilakukan baik di

dalam pertanian maupun industri. Sekarang marilah kita melihat lebih jauh sifat-sifat ekonomi

pertanian di negara kita. Dari pembahasan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa hampir lebih

dari separuh dari penduduk pedesaan telah berkurang ke tingkat petani tak bertanah dan buruh

tani. Secara bertahap mereka kehilangan lahannya, sementara sebagian besar tanah di negara ini

telah terkonsentrasi di tangan segelintir orang. Di sisi lain sebagian besar masyarakat pedesaan

bergeser ke tingkat proletariat pedesaan. Ini adalah hukum yang tidak terelakkan dari

perkonomian kapitalis.

Kita tahu bahwa negara kita menjalankan ekonomi kapitalis yang menjadi akar dari eksploitasi.

Entah di perkotaan ataupun di pedesaan, produksi dilakukan atas dasar hubungan produksi

kapitalis, yakni di satu pihak adalah pemilik modal (atau pemilik alat produksi) dan di lain pihak

adalah buruh yang bekerja untuk upah. Dalam kata lain, kerja-upahan. Di pedesaan, kita juga

melihat hubungan kerja-upahan antara buruh tani dan pemilik lahan, baik itu lahan perorangan

maupun lahan agrobisnis.

Mari sekarang kita periksa karakter ekonomi pedesaan. Apakah karakter ekonomi pedesaan hari

ini feodal, pemilik tanah menghasilkan sebagian besar untuk konsumsi mereka sendiri dan untuk

memenuhi kebutuhan hidup lainnya, dan mereka menjual sebagian dari produk ini di pasar lokal

sesuai hukum dari pasar lokal? Atau, apakah pemilik lahan menghasilkan produk menurut

tuntutan pasar nasional dan dunia? Selain itu, apakah harga hasil pertanian di desa tetap dalam

hukum pasar lokal, atau komoditas pertanian berubah menjadi komoditas pasar nasional dan

dunia hari ini?

Coba nyalakan televisi, Anda dapat mengetahui bahwa hasil pertanian hari ini dikendalikan oleh

pasar saham, pasar grosir, dan pasar modal. Para pemilik tanah menjual produk mereka di pasar-

pasar raksasa ini, sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh mereka. Jadi, hari ini tanah juga

berubah menjadi sarana investasi modal selayaknya seperti pabrik.

Oleh karena itu, semua  ini – terkonsentrasinya sebagian besar tanah di tangan segelintir orang,

penurunan sebagian besar orang desa ke tingkat proletar, transformasi negeri ini ke dalam alat

investasi modal, produksi pertanian terjadi atas dasar kerja-upahan dan transformasi hasil

pertanian menjadi komoditas pasar nasional dan dunia – menunjukkan bahwa ekonomi pertanian

Indonesia adalah ekonomi yang sepenuhnya kapitalis. Namun, kapitalisme Indonesia mundur dan

terbelakang. Kaum kapitalis Indonesia tidak mandiri dan tidak progresif. Elit penguasa mabuk

Page 59: Problem Masyarakat Desa

kebiasaan feodal. Namun, ada yang menyangkal bahwa ekonomi pertanian negara kita adalah

ekonomi kapitalis. Mereka yang mengucapkan itu kurang mengerti bahwa kapitalisme membuat

terobosan terhadap ekonomi pertanian di negara terbelakang.

Pada abad ke-18, ketika kapitalisme progresif, revolusi dunia berada pada tahap revolusi borjuis

(kapitalis). Kapitalisme membuat langkah melalui perjuangan tanpa kompromi melawan

feodalisme. Transformasi revolusioner produksi dan industrialisasi dalam skala luas berlangsung

atas dasar hubungan kapitalis. Kapitalisme membuat terobosan ke pertanian dengan mekanisasi

untuk pasokan bahan baku, untuk memenuhi kebutuhan industrialisasi dan menciptakan kerja

surplus dari mayoritas rakyat desa untuk diserap ke dalam industri. Tetapi di era sekarang, ketika

kapitalisme secara intensif menghadapi krisis, banyak industri yang terpaksa tutup karena kalah

bersaing. Ini menyebabkan kembalinya momok pengangguran. Kapitalisme dan mesin negaranya

tidak dapat menyelamatkan situasi ini. Itulah sebabnya, di bawah sistem kapitalisme, modernisasi

sistem pertanian besar-besaran tidak dapat terwujud. Ini yang dinamakan “konspirasi” kapitalis

yang memaksa jutaan orang pedesaan dalam keadaan kelaparan.

Kapitalisme di negara kita dibesarkan di atas kompromi dengan feodalisme. Karena itu, kita

menjadi negara terbelakang, mabuk feodal dalam kebiasaan dan praktek yang masih bertahan

sebagai pencampuran hubungan dasar kapitalis dan ekploitasi dalam proses produksi pertanian.

Sama seperti kotoran bercampur emas. Dalam situasi ini, orang yang menganjurkan memukul

sisa-sisa feodal, adalah mereka yang memohon untuk eksploitasi kapitalis, tidak peduli mereka

menggunakan retorika melawan borjuasi. Kita harus memahami masalah ini dengan jelas. Kita

harus menyadari bahwa, musuh utama dari perjuangan revolusioner kaum buruh, petani dan

elemen tertindas lainya adalah kaum borjuis.

Dari setiap sudut kita menemukan bahwa dari tiga masalah dalam kehidupan petani, salah

satunya adalah penyediaan lapangan pekerjaan bagi kelebihan penduduk yang jumlahnya

bertambah setiap hari. Masalah lain juga menyangkut memodernisasi dan mekanisasi pertanian.

Dan solusi atas kedua masalah dasar ini tak terpisahkan dan terkait erat dengan revolusi industri

yang membuka pintu untuk pengembangan industri tanpa hambatan. Dan kemajuan industri tanpa

hambatan hanya dapat dicapai ketika kita dapat terbebas dari hubungan produksi kapitalis,

menggulingkan sistem kapitalisme dan negaranya dengan kekuatan revolusi sosialis.

Jadi, demi kemajuan untuk mengakhiri penderitaan buruh tani dan petani miskin, serta

menghilangkan kegelapan dari kehidupan pedesaan, modernisasi dan mekanisasi pertanian adalah

kebutuhan. Tetapi dalam situasi saat ini, hal ini tidak dapat dicapai di bawah sistem kapitalisme.

Jika dicoba, bagian yang sangat luas dari buruh tani dan tani miskin akan terlempar menganggur

Page 60: Problem Masyarakat Desa

dalam sekali pukul. Oleh sebab itu, demi kelangsungan hidup dan kepentingan buruh tani, petani

tak bertanah, petani miskin, semua harus bersatu tanpa ditunda lagi dan bergabung dengan

proletariat industri untuk terlibat dalam menyelesaikan tugas revolusi sosialis. Mereka harus

mempersiapkan diri untuk menggantikan kapitalisme, karena dengan menggulingkannya akan

menjamin kemajuan industri tanpa hambatan. Modernisasi dan mekanisasi pertanian akan

dimungkinkan, yang lalu akan menyelesaikan masalah kemiskinan dan kelangkaan pekerjaan di

pedesaan.

http://www.militanindonesia.org/analisa-politik/17-akhir/8283-masalah-agraria-dan-

kemiskinan-di-pedesaan.html

Prof Dr Maryunani SE MS: Penguatan Perekonomian Desa

     

Dikirim oleh prasetya1 pada 22 October 2007 | Komentar : 0 | Dilihat : 1313

MaryunaniDi tengah maraknya pembangunan ekonomi di seluruh dunia, kemiskinan dan

pengangguran masih terjadi di banyak tempat. Karenanya, tinjauan teoritis dan praktis

pembangunan ekonomi harus mengarah langsung kepada masyarakat sebagai indikator utama

kemajuan pembangunan ekonomi. 

Demikian Prof Maryunani dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar ilmu ekonomi

Page 61: Problem Masyarakat Desa

pembangunan, yang disampaikannya di hadapan Senat Universitas Brawijaya pada Senin 22

Oktober 2007 di Gedung Widyaloka. Maryunani dikukuhkan sebagai guru besar Universitas

Brawijaya dari Fakultas Ekonomi. 

Dalam orasinya yang berjudul ?Sentuhan Pembangunan Ekonomi dalam Penguatan

Perekonomian Desa di Indonesia?, Maryunani lebih lanjut mengungkapkan, kemajuan

pemba-ngunan seringkali dibarengi dengan memburuknya ketimpangan kesejah-teraan.

Sehingga laju pertumbuhan dan pendapatan nasional perlu diimbangi oleh perhatian yang

lebih mementingkan aspek distribusinya. 

Meningkatnya pendapatan rata-rata di Indonesia sebagai dampak pembangunan yang

berlangsung selama ini, ternyata belum mampu memperbaiki tingkat hidup penduduk miskin

baik di perkotaan maupun pedesaan. Permasalahan itu terjadi akibat pemahaman mengenai

pembangunan ekonomi oleh para pelaksana pembangunan yang tidak relevan dengan

masalah hidup yang dialami masyarakat miskin. Akibatnya, strategi dan program

pembangunan ekonomi yang digunakan tidak sesuai dengan kenyataan hidup dan

kepentingan rakyat miskin. Sehingga, pembangunan harus mencakup berbagai sisi kehidupan

dan melibatkan seluruh komponen masyarakat. 

Pada akhir orasinya Maryunani menandaskan, selama masa pemba-ngunan dipandang

sebagai persoalan teknis semata yang segala permasa-lahannya dapat diselesaikan secara

ekonomis dan dengan perhitungan kuantitatif, akan menyebabkan pemba-ngunan hanya

menyentuh permukaan saja (trickle down effects), menyentuh permasalahan yang dapat

dihitung saja dan biasanya hanya berhubungan dengan kelompok ekonomi tertentu saja.

Bahwa pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah pembangunan manusia. Karena

pembangunan prasarana dan sarana, dilakukan hanya sebatas untuk menunjang kegiatan

manusia dalam pembangunan. Jika bermaksud menghindari persoalan kemiskinan,

kesenjangan ekonomi dan kerusakan lingkungan, sudah saatnya kita melakukan

pembangunan berencana untuk perekonomian desa. Percepatan pembangunan ekonomi

pedesaan terutama yang berada di kantong daerah tertinggal, harus segera menjadi prioritas

dan diprioritaskan. [nik]

http://prasetya.ub.ac.id/berita/Prof-Dr-Maryunani-SE-MS-Penguatan-Perekonomian-Desa-

7885-id.html