paper ekonomi sda (bioekonomi)

5
OUTLINE PAPER EKONOMI SUMBERDAYA ALAM by. Zahra Rasyid 1106115172 PPIE 2011 I. PENDAHULIAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah daratatan 1,9 juta km 2 , wilayah laut sekitar 5,8 juta km 2 , jumlah pulau 17.508 buah dengan panjang garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada yaitu 81.000 km. Dengan kondisi ini membuat Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang sangat besar. Sesuai hasil pengkajian stok ikan di Perairan Indonesia oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Kementrian Kelautan dan Perikanan dan bahwa potensi lestari (MSY) untuk sumberdaya ikan laut Indonesia 6,4 juta ton per tahun dengan jumlah tangkap yang diperbolehkan 5,12 juta ton per tahun (80% dari MSY). Angka tersebut menjadi batas jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) atau Total Allowable Catch (TAC). Sektor Perikanan menyediakan rata-rata paling tidak 15% protein per kapita terhadap penduduk dunia. Ikan memberikan kontribusi untuk ketahanan pangan di banyak wilayah di dunia. Banyak negara berkembang mengandalkan 40% asupan protein hewani pada ikan sebagai sumber utama protein. Selain sebagai sumber protein hewani, perikanan juga sebagai sumber mata pencaharian dan perdagangan (http://www.fao.org/docrep/014/am859e/am859e07.pdf ). 1.2. Problem Setting Sumberdaya perikanan tangkap mempunyai karateristik open access dimana siapa saja boleh memanfaatkan sehingga terdapat kecenderungan pada nelayan untuk menangkap sebanyak mungkin (eksploitasi). Kecenderungan ini menyebabkan usaha perikanan tangkap tidak lagi didasarkan pada efisiensi lestari alam (overfishing) yang pada akhirnya akan menyebabkan ketidakefisiensi ekonomi. Dengan karakteristiknya, maka dalam pemanfaatannya dapat mengalami overfishing sehingga potensi sumberdaya ikan mengalami penurunan dan ikuti dengan penurunan produksi serta pendapatan nelayan (Tambunan, 2012). Ekstraksi sumberdaya ikan merupakan aktivitas ekonomi yang menggunakan input seperti tenaga kerja, kapal, mesin, bahan bakar dan lain-lain. Selain itu, nelayan merupakan agen

Upload: zahrarasyid

Post on 18-Dec-2014

79 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Ekonomi SDA (Bioekonomi)

OUTLINE PAPER EKONOMI SUMBERDAYA ALAM

by. Zahra Rasyid

1106115172

PPIE 2011

I. PENDAHULIAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah daratatan

1,9 juta km2, wilayah laut sekitar 5,8 juta km

2, jumlah pulau 17.508 buah dengan panjang

garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada yaitu 81.000 km. Dengan kondisi ini

membuat Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang sangat besar. Sesuai

hasil pengkajian stok ikan di Perairan Indonesia oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan

(BRKP) Kementrian Kelautan dan Perikanan dan bahwa potensi lestari (MSY) untuk

sumberdaya ikan laut Indonesia 6,4 juta ton per tahun dengan jumlah tangkap yang

diperbolehkan 5,12 juta ton per tahun (80% dari MSY). Angka tersebut menjadi batas

jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) atau Total Allowable Catch (TAC).

Sektor Perikanan menyediakan rata-rata paling tidak 15% protein per kapita

terhadap penduduk dunia. Ikan memberikan kontribusi untuk ketahanan pangan di banyak

wilayah di dunia. Banyak negara berkembang mengandalkan 40% asupan protein hewani

pada ikan sebagai sumber utama protein. Selain sebagai sumber protein hewani, perikanan

juga sebagai sumber mata pencaharian dan perdagangan

(http://www.fao.org/docrep/014/am859e/am859e07.pdf).

1.2. Problem Setting

Sumberdaya perikanan tangkap mempunyai karateristik open access dimana siapa

saja boleh memanfaatkan sehingga terdapat kecenderungan pada nelayan untuk

menangkap sebanyak mungkin (eksploitasi). Kecenderungan ini menyebabkan usaha

perikanan tangkap tidak lagi didasarkan pada efisiensi lestari alam (overfishing) yang pada

akhirnya akan menyebabkan ketidakefisiensi ekonomi. Dengan karakteristiknya, maka

dalam pemanfaatannya dapat mengalami overfishing sehingga potensi sumberdaya ikan

mengalami penurunan dan ikuti dengan penurunan produksi serta pendapatan nelayan

(Tambunan, 2012).

Ekstraksi sumberdaya ikan merupakan aktivitas ekonomi yang menggunakan input seperti

tenaga kerja, kapal, mesin, bahan bakar dan lain-lain. Selain itu, nelayan merupakan agen

Page 2: Paper Ekonomi SDA (Bioekonomi)

ekonomi yang bersifat rasional dimana memiliki tujuan ekonomi memaksimumkan

manfaat yang diperoleh dari ekstraksi alam (Fauzi, 2010).

Kementerian Kelautan dan Perikanan memperkirakan sekitar 70% wilayah perairan

Indonesia mengalami kelebihan tangkap (overfishing). Kelebihan tangkap ini biasanya

terjadi di wilayah dengan penduduk yang cukup padat seperti Selat Malaka, Laut Jawa,

Arafura dan perairan Kalimantan. Peneliti senior Balai Riset Perikanan Laut, Kementerian

Kelautan dan Perikanan Bambang Sumiyono mengatakan, kelebihan tangkap telah

menyebabkan turunnya populasi beberapa jenis ikan

(http://www.greenradio.fm/index.php/news/latest/3257-perairan-indonesia-over-

fishing.html, 2010).

Pada 2010 sumbangan protein ikan dalam total asupan protein hewani rakyat

Indonesia baru 50%, sekarang 62%. Nilai ekspor perikanan juga meningkat dari 1,5 miliar

dollar AS (1999) menjadi 3 miliar dollar AS (2010). Demikian pula dengan kontribusi

sektor kelautan dan perikanan terhadap produk domestik bruto, kini mencapai 3,2% dari

1,9% pada 1999. Namun, ironisnya, stok ikan di beberapa wilayah perairan laut seperti

Selat Malaka, Laut Jawa, pesisir selatan Sulawesi, Selat Bali, dan Arafura telah mengalami

tangkap jenuh (fully-exploited) atau kelebihan tangkap (overfishing) (Kompas, Kamis, 22

Desember 2011).

Peran pembangunan perikanan tangkap saat ini difokuskan kepada pembangunan

ekonomi berkelanjutan yang tidak semata untuk kegiatan bisnis melainkan

mengendepankan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan pembangunan

kelautan dan perikanan yang berkelanjutan melalui pendekatan bioekonomi dimana

pemanfaatan sumberdaya ikan optimal berdasarkan baik secara potensi lestari maksimum

(Maksimum Sustainable Yield) maupun potensi ekonomi maksimum (Maksimum Economic

Yield). Sehingga, dengan meninjau dari aspek biologi perikanan kita dapat menentukan

jumlah tangkapan yang berkelanjutan dan dari aspek ekonomi kita dapat menentukan

eksploitasi yang paling efisien dan menguntungkan.

1.3. Objectives

Provinsi Lampung meliputi areal daratan seluas ± 35.288,35 km2 (Lampung dalam

angka, 2010) dengan luas perairan laut Provinsi Lampung diperkirakan ± 24.820 km2.

Sementara itu panjang garis pantai Provinsi Lampung ± 1.105 km, yang membentuk 4

(empat) wilayah pesisir, yaitu Pantai Barat (221 km), Teluk Semangka (200 km), Teluk

Lampung dan Selat Sunda (160 km), serta Pantai Timur (270 km). Perairan Teluk

Page 3: Paper Ekonomi SDA (Bioekonomi)

Lampung meliputi pesisir Kabupaten Lampung Selatan, pesisir Kotamadya Bandar

Lampung dan pesisir Kabupaten Pesawaran. Perairan Teluk Lampung merupakan perairan

dangkal dengan kedalaman rata-rata 25m sehingga lebih berpotensi untuk sumberdaya ikan

pelagis. Produksi perikanan tangkap di Teluk Lampung dari tahun 2001 hingga 2010

memiliki trend yang terus meningkat.

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, data diolah.

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan kelautan dan perikanan yang

berkelanjutan baik secara ekologi maupun ekonomi adalah belum tersedianya data dan

informasi tentang potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ada. Salah

satu permasalahan utama dalam pemanfaatan sumberdaya ikan adalah seberapa banyak

ikan dapat diambil tanpa mengganggu keberadaan stoknya atau lebih tepatnya biomassa

ikan dapat dimaksimalkan tanpa mengganggu prospek eksploitasi perikanan di masa yang

akan datang. Untuk hasil produksi perikanan tangkap di Teluk Lampung memiliki trend

produksi yang masih terus meningkat dari tahun ke tahun. Akan tetapi keadaan tersebut

tidak menjamin apakah itu akan berkelanjutan hingga masa yang akan datang ataukah pada

saat ini pun hasil produksi tersebut telah melampaui tingkat optimal pemanfaatan yang ada.

Oleh karena itu perlu dikaji kondisi perikanan tangkap di perairan Teluk Lampung.

Masalah–masalah yang dikaji antara lain bagaimana tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan

di Teluk Lampung dan berapakah jumlah hasil tangkapan yang optimal menurut potensi

lestari maksimum (MSY) dan potensi ekonomi maksimum (MEY).

II. LITERATURE REVIEW

Bioekonomi perikanan (Clark, 1985; Anderson, 1986; Hannesson, 1993; Seijo Et

Al., 1998) adalah suatu bidang yang mengintegrasikan sumber daya biologi dan ekologi

dengan perilaku ekonomi nelayan, mempertimbangkan ruang, waktu, dan dimensi

ketidakpastian.

0

50000

100000

Jum

lah

Pro

du

ksi (

Ton

)

Tahun

Produksi Teluk Lampung

Page 4: Paper Ekonomi SDA (Bioekonomi)

Model Gordon-Schaefer

Model bioekomi perikanan pertama kali ditulis oleh Scott Gordon (1954) dalam artikelnya

menyatakan bahwa sumberdaya perikanan pada umumnya bersifat terbuka (open acces)

sehingga setiap orang dapat memanfaatkannya atau tidak seorangpun memiliki hak khusus

untuk memanfaatkan sumberdaya alam ataupun melarang orang lain untuk ikut memanfaatkan

(Common property). Gordon melakukan analisis berdasarkan konsep produksi biologi yang

kemudian dikembangkan oleh Schaefer (1957), kemudian konsep dasar bioekonomi ini dikenal

dengan teori Gordon-Schaefer. Untuk memahami teori Gordon Schaefer maka perlu

dikemukakan konsep dasar biologi terlebih dulu.

Diasumsikan bahwa pertumbuhan populasi ikan (x) pada periode pada suatu daerah

terbatas, adalah fungsi dari jumlah asal populasi tersebut. Secara matematis, hubungan tersebut

adalah sebagai berikut :

........................................................................................................... (1)

Dengan f(x) adalah laju biomassa yang merupakan fungsi dari ukuran biomassa. Persamaan

diatas disebut sebagai persamaan logistik umum, dimana mengasumsikan mortalitas,

natalitas dan berbagai parameter biofisik lainnya disatukan dalam fungsi pertumbuhan.

Jika jumlah populasi relatif kecil dari luas wilayahnya maka dapat diasumsikan bahwa

populasi ikan tersebut tumbuh secara proposional terhadap populasi asal, atau secara

matematis :

............................................................................................................... (2)

Dimana, r = intristic growt rate yaitu pertumbuhan alamiah (natalitas dikurangi mortalitas)

atau yang sering disebut laju pertumbuhan tercepat yang dimiliki oleh suatu jenis ikan.

Dalam kondisi yang ideal, laju pertumbuahan ikan dapat terjadi secara eksponensial,

namun karena keterbatasan daya dukung lingkungan maka ada titik maksimum dimana laju

pertumbuhan akan mengalami penurunan atau berhenti. Pada titik maksimum ini disebut

carrying capacity. Dalam model kuadratik (logistik), maka fungsi logistik tersebut secara

matematis ditulis sebagai berikut :

................................................................................................ (3)

Dengan r adalah laju pertumbuhan intristik (intistik growth rate) dan K adalah carrying

capacity. Dari persamaan (3) di atas terlihat bahwa dalam kondisi kesimbangan (ekuilibrium)

laju pertumbuhan sama dengan nol (dt/dx=0) maka populasi sama dengan carrying capacity

sedangkan pertumbuhan masimum akan terjadi pada setengah dari carrying capacity.

Page 5: Paper Ekonomi SDA (Bioekonomi)

Bentuk kurva pertumbuhan Schaefer tergantung pada kemutlakan dan ukuran

relatif parameter, r dan K. Dengan yang K sama, nilai r yang lebih tinggi akan

meningkatkan pertumbuhan di setiap ukuran-ukuran stok, ketika dengan nilai r yang sama,

K yang lebih tinggi akan meningkatkan cakupan diatas yang mana laju pertumbuhan

positif dan akan meningkatkan laju pertumbuhan itu si setiap ukuran stock.

Gambar.2. Kurva Pertumbuhan Logistik

III. FRAMEWORK (KERANGKA ANALISIS)

Potensi Sumberdaya

Ikan Tongkol

Eksploitasi

Ekonomi Biologi

Kelestarian

Sumberdaya

Keuntungan

Maksimum

Pendekatan

Bioekonomi

Pemanfaatan Optimal

(MSY & MEY)