paper disaster management_penanggulangan polusi jakarta
DESCRIPTION
Penanggulangan Polusi Akibat Asap Kendaraan Bermotor di JakartaTRANSCRIPT
KONSEPSI STRATEGI KOMPREHENSIF DALAM RANGKA PENANGGULANGAN POLUSI UDARA
AKIBAT ASAP KENDARAAN BERMOTOR DI WILAYAH DKI JAKARTA
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kondisi lingkungan Jakarta saat ini berada dalam tingkat yang cukup
memprihatinkan terkait tingginya tingkat polusi yang diakibatkan oleh emisi gas buang
kendaraan bermotor. Berdasarkan data yang dimiliki WHO (World Health
Organization) sampai dengan tahun 2009, Jakarta menempati peringkat ketiga
sebagai kota besar dengan tingkat polusi udara yang sangat tinggi (terburuk) di dunia
setelah Meksiko dan Thailand1. Menurut data tersebut, penyumbang polusi terbesar di
kota Jakarta berasal sektor transportasi yang mencapai 70 persen. Hal ini turut
didorong oleh faktor pertumbuhan jumlah kendaraan yang semakin tak terkendali
sehingga mengakibatkan kualitas udara semakin buruk.
Data lain tentang kualitas udara di Jakarta yaitu sebagaimana yang diungkapkan
oleh Iwan Ismaun, seorang dosen Arsitektur Lanskap Universitas Trisakti Jakarta,
berdasarkan kajian akademis yang dilakukannya menghasilkan kesimpulan bahwa
sektor transportasi di Jakarta menyumbang tingkat polusi hingga 92 persen melalui
emisi gas buang CO2. Sedangkan sektor industri menyumbang 5 persen, pemukiman
2 persen, dan sampah 1 persen. Hal ini diungkapkan dalam forum diskusi yang
diselenggarakan WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) bertajuk ”Fenomena Hutan
Beton dan Polusi Udara di Jakarta”, Rabu 9 September 20092.
Terlepas dari data mana yang paling valid kebenarannya terkait tingkat polusi di
Jakarta, dapat kita lihat dan rasakan bersama sehari-hari kualitas udara Jakarta yang
jauh dari kenyamanan akibat suhu yang kian panas menyengat, asap kendaraan
bermotor yang membuat udara pengap, berbagai penyakit akibat udara yang kotor dan
lain-lain. Faktanya permasalahan-permasalahan tersebut belum teratasi secara
maksimal hingga saat ini walaupun Pemprov DKI Jakarta menyatakan telah
menjalankan berbagai program peningkatan kualitas udara di Jakarta3.
Oleh karena itu, menurut penulis, yang perlu dikaji lebih lanjut terkait dengan
upaya penanggulangan polusi udara akibat asap kendaraan bermotor di Jakarta
adalah menyusun suatu strategi secara komprehensif dengan melibatkan berbagai
pihak terkait guna memperbaiki kualitas udara di Jakarta sehingga masyarakat yang
1 Pipiet Tri Noorastuti dan Lutfi Dwi Puji Astuti, “Fauzi Bowo Klaim Udara Jakarta Makin Bersih” [Berita], diakses dari situs : http://metro. vivanews.com/news/read/98834-fauzi_bowo_klaim_udara_jakarta_makin_bersih, tanggal 24 Oktober 2009.
2 Pipiet Tri Noorastuti dan Zaky Al-Yamani, “Jakarta `Kota Polusi` Ketiga di Dunia” [Berita], diakses dari situs : http://metro.vivanews.com/news/ read/89296-jakarta__kota_polusi__ketiga_di_dunia, tanggal 24 Oktober 2009.
3 Pipiet Tri Noorastuti dan Lutfi Dwi Puji Astuti, loc. cit.
tinggal di Jakarta maupun sekedar beraktivitas di Jakarta dapat menikmati lingkungan
hidup yang sehat. Komprehensifitas diperlukan karena berbagai faktor penyebab
polusi tersebut juga terkait dengan peran dari berbagai pihak lainnya selain Pemprov
DKI, baik elemen pemerintahan (government/GO) maupun non pemerintahan (non
government/NGO). Strategi tersebut sangat diperlukan karena upaya penanggulangan
polusi udara akibat asap kendaraan bermotor di Jakarta dimaksud tidak dapat
dilakukan hanya oleh Pemprov DKI Jakarta sendiri mengingat berbagai aspek
penyebab polusi tersebut juga terkait dengan peran instansi lainnya termasuk
masyarakat pada umumnya. Sebagai contohnya yaitu peran Departemen
Perhubungan, Polri, Departemen Dalam Negeri, Departemen Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi serta para Pengusaha terkait faktor tingginya jumlah kendaraan bermotor
di Jakarta antara lain disebabkan tidak adanya regulasi pembatasan usia pakai
kendaraan bermotor (peran Dephub), traffic management yang belum sesuai dengan
kondisi lalu lintas Jakarta (peran Dephub dan Polri), semakin banyaknya pendatang
dari luar Jakarta yang bekerja di Jakarta akibat sempitnya lapangan pekerjaan di luar
Jakarta (peran Pemprov DKI Jakarta, Depdagri, Depnakertrans dan Pengusaha).
Ternyata dalam satu faktor saja begitu kompleks peranan berbagai pihak yang terkait.
Selanjutnya, dalam paper ini, penulis hendak berupaya menyusun suatu konsepsi
yang berisi strategi komprehensif dalam rangka penanggulangan polusi udara akibat
asap kendaraan bermotor di wilayah DKI Jakarta dengan menggunakan pendekatan
Manajemen Bencana (Disaster Management)4. Pendekatan tersebut dilakukan
mengingat bahwa polusi udara pun termasuk dalam salah satu kategori bencana yang
diakibatkan oleh ulah manusia (bencana non alam) sebagaimana dijelaskan dalam UU
RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana5 maupun merujuk pada
pernyataan Prof. Rusdibjono, I.I.A.P FRANCE. MA. Eco. Pem, Guru Besar Tetap
Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) bahwa polusi udara termasuk dalam salah satu jenis /
sumber bencana6. Melalui pendekatan tersebut diharapkan dapat disusun suatu
strategi yang mencakup aspek penatakelolaan bencana dan pengurangan resiko
bencana sebelum terjadi bencana (before); penanganan tanggap darurat bencana
pada saat terjadi bencana (during); serta rehabilitasi dan rekonstruksi setelah terjadi
4 Bramantyo Djohanputro,PhD, MBA IBF, “Manajemen Bencana (Disaster Management)”, diakses dari situs : http://www.gki-jatiasih.com/index.php/home/2-artikel/10-manajemen-bencana-disaster-management.pdf, tanggal 24 Oktober 2009, h. 1-2. University of Wisconsin mendefinisikan manajemen bencana serangkaian kegiatan yang didesain untuk mengendalikan situasi bencana dan darurat dan untuk mempersiapkan kerangka untuk membantu orang yang rentan-bencana untuk menghindari atau mengatasi dampak bencana tersebut. Manajemen bencana berkaitan dengan situasi yang terjadi sebelum, selama, dan setelah bencana.
5 Penjelasan Bab I. Umum, UU RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana : “Bencana nonalam antara lain kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh manusia, kecelakan transportasi, kegagalan konstruksi/teknologi, dampak industri, ledakan nuklir , pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan.”
6 Prof. Rusdibjono, I.I.A.P FRANCE. MA. Eco. Pem, “Ilmu Pemerintahan Dihubungkan dengan Peranan Departemen Dalam Negeri terhadap Masalah Penanggulangan Bencana (Disasterology : Suatu Cabang Ilmu Pengetahuan yang Baru Dikembangkan)”, disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap IIP, Jakarta, 29 Mei 1995.
2
bencana (after)7. Kendaraan bermotor yang dijadikan fokus obyek pembahasan dalam
paper ini adalah kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi darat, seperti
sepeda motor dan berbagai jenis mobil.
2. Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas, yang menjadi permasalahan dalam paper ini adalah :
”Bagaimana konsepsi strategi komprehensif dalam rangka penanggulangan polusi
udara akibat asap kendaraan bermotor di wilayah DKI Jakarta?”.
3. Persoalan-persoalan
Secara garis besar, beberapa pokok-pokok persoalan yang akan dibahas dalam
paper ini adalah :
a. Bagaimana kondisi obyektif penanggulangan polusi udara akibat asap kendaraan
bermotor di Jakarta saat ini ?
b. Faktor-faktor apa saja yang menghambat penanggulangan polusi udara akibat
asap kendaraan bermotor di Jakarta ?
c. Bagaimana kondisi yang diharapkan dari manajemen penanggulangan polusi
udara akibat asap kendaraan bermotor di Jakarta ?
d. Bagaimana konsepsi strategi komprehensif penanggulangan polusi udara akibat
asap kendaraan bermotor di Jakarta dengan pendekatan manajemen bencana ?
II. PEMBAHASAN
1. Kondisi Obyektif
a. Dampak Polusi Udara
Polusi udara di Jakarta yang antara lain disebabkan akibat asap kendaraan
bermotor ternyata membawa dampak yang merugikan, baik bagi kesehatan
manusia , pencemaran lingkungan, maupun terhadap kegiatan perekonomian.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa fakta antara lain sebagai
berikut:
1) Berdasarkan hasil penelitian bersama antara Laboratorium Udara Sarana
Pengendalian Dampak Lingkungan Kementrian Negara Lingkungan Hidup
(Sarpedal KLH) dengan Japan International Cooperation Agency (JICA)
pada tahun 2000 sampai dengan 2004 menyatakan bahwa parameter
Oksida Nitrogen (NO) di Jakarta sudah mencapai 49,8 ppb (part per billion)
di titik-titik di sekitar jalan raya. Tingkat ini melebihi standar baku mutu
nasional 48,7 ppb. Sedangkan titik yang jauh dari jalan raya-walaupun
masih di bawah standar-kadar NO sudah mengkhawatirkan dengan kisaran
7 Hidayat Pawitan, “Optimalisasi IPTEKS dalam Pengurangan Resiko Bencana”, disampaikan dalam Seminar Nasional Pengurangan Resiko Bencana di Indonesia, Kerjasama Pusat Studi Bencana-LPPM IPB dengan Bakornas PB, Bogor, 5-6 Maret 2008, diakses dari situs : http://bnpb.go.id/website/documents/publikasi/Seminar%20Bogor%204%20%205%20 Maret%2008/Optimal%20IPTEKS%20PRB.pdf, pada tanggal 24 Oktober 2009.
3
8-40 ppb. Parameter TSP (partikel debu) konsentrasi rata-rata tahunannya
juga telah melebihi standar baku mutu nasional (90 mikrogram per
meterkubik), yaitu tercatat berkisar 91 hingga 145 mikrogram per meterkubik
baik dilokasi sekitar maupun yang jauh dari jalan raya. Partikel-partikel
tersebut merupakan penyebab penyakit saluran pernapasan, asma, iritasi
mata dan kulit, bahkan kematian pada manusia8.
2) Kandungan timbal (Pb) dalam asap kendaraan bermotor dapat
menyebabkan penurunan IQ pada anak-anak9.
3) Kandungan logam dalam asap kendaraan bermotor dapat menyebabkan
autis pada anak-anak, terbukti dengan terdeteksinya kandungan logam
tersebut pada urine, darah dan rambut anak-anak penderita autis10.
4) Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mabes Polri dan FKUI pada
tahun 1995 juga mengungkapkan besarnya pengaruh timbal (Pb) dari emisi
kendaraan bermotor terhadap penurunan kualitas air mani polisi lalu lintas
di Jakarta11.
5) Polusi di Jakarta yang diakibatkan tingginya kemacetan lalu lintas, juga
menimbulkan biaya kesehatan yang tinggi. Hasil kajian Bank Dunia
menemukan dampak ekonomi akibat polusi udara di Jakarta sebesar Rp 1,8
triliun12.
b. Upaya Penanggulangan
Upaya penanggulangan polusi udara akibat asap kendaraan bermotor yang
telah dilaksanakan di wilayah DKI Jakarta antara lain sebagai berikut :
1) Pada tahun 1977 Pemerintah DKI telah mengeluarkan Keputusan Gubernur
Nomor 533 Tahun 1977 tentang Kewajiban Pengujian bagi kendaraan
bermotor ke bengkel-bengkel yang telah dilengkapi alat pengujian asap
(smoke tester).
2) Pada tahun 2000 kembali Gubernur DKI mengeluarkan Keputusan Nomor
95 Tahun 2000 mengenai Pemeriksaan Emisi dan Perawatan Mobil
Penumpang Pribadi.
2) Penerbitan Perda Provinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun 2002 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara.
8 “Pencemaran Gas Nitrogen dan Partikel Debu Lampaui Batas” [Berita], Kompas, diakses dari situs : http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-OOT-Fw-Hanya-22-hari-kota-Jakarta-dinyatakan-sehat, pada tanggal 24 Oktober 2009.
9 Ibid.10 Ibid.11 Aira-fluff, “Polusi Udara dan Implikasinya terhadap Kesehatan”, diakses dari situs : http://ligagame.com/lg_smf/index.php?
action=printpage;topic= 69747.0, pada tanggal 24 Oktober 2009.12 Maryadie, “Kendaraan Bermotor Lebih Banyak Dari Orang” [Berita], diakses dari situs : http://metro.vivanews.com/news/read/96953-
kendaraan_bermotor_ lebih_banyak_dari_ orang, pada tanggal 24 Oktober 2009.
4
3) Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 95 Tahun 2000 Tentang
Pemeriksaan Emisi dan Perawatan Mobil Penumpang Pribadi di Propinsi
DKI Jakarta.
4) Program pembangunan dan pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH),
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hutan dan taman kota berupa
pembebasan lahan, pembangunan taman interaktif kelurahan, taman kota
dan hutan kota13.
5) Penyelenggaraan Car free day atau Hari Bebas Kendaraan Bermotor
(HBKB) yang dilaksanakan untuk memperbaiki kualitas lingkungan di Kota
Jakarta14.
6) Pembangunan sarana transportasi massal berupa busway15.
7) Operasionalisasi Traffic Management Centre Polda Metro Jaya.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta beserta instansi terkait
lainnya dengan melibatkan pula peran aktif masyarakat guna menanggulangi polusi
udara khususnya akibat tingginya volume asap kendaraan bermotor, namun hingga
kini belum didapatkan hasil yang optimal berupa kualitas udara Jakarta yang bersih
dan sehat. Tidak optimalnya upaya-upaya tersebut antara lain disebabkan oleh faktor-
faktor sebagai berikut :
a. Tingginya angka kemacetan di Jakarta. Hal ini didukung dengan hasil penelitian
Clean Air Project (CAP) Swisscontact pada 2005 mengenai volume kendaraan
dan polusi udara justru menyebutkan pada saat jam kerja, volume kendaraan di
Jalan Kyai Tapa, Jakarta Barat, paling tinggi dibanding di kawasan lainnya,
termasuk Jalan Thamrin (jalur Blok M-Kota). Penelitian itu juga menyebutkan
bahwa pada hari libur, volume lalu lintas di Jalan Kyai Tapa tetap lebih tinggi
dibandingkan dengan hari kerja16. Akibat kemacetan di Jakarta terjadi
pemborosan biaya transportasi sebesar Rp. 17,2 trilyun pertahun atau Rp 45
miliar perhari, yang ekivalen dengan 7,8 persen total PDRB DKI Jakarta17.
b. Pertumbuhan jumlah kendaraan yang sangat besar hingga mencapai 10,9 persen
per tahun namun tidak didukung oleh volume jalan. Panjang jalan di Jakarta
hanya sekitar 7.650 kilometer dengan luas 40, 1 kilometer persegi, maka panjang
13 Diakses dari situs : http://www.jakarta.go.id/v70/index.php/en/component/content/article/425-penanggulangan-polusi, pada tanggal 24 Oktober 2009.
14 ”Jakarta Gelar Car free day dua kali Sebulan”, [Berita], Kompas, diakses dari situs : http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/02/19/17270058/ Jakarta.Gelar.Car.Free.Day.Dua.Kali.Sebulan, pada tanggal 24 Oktober 2009.
15 Diakses dari situs : http://petamacet.com/berita_det.php?id=26, pada tanggal 24 Oktober 2009.16 Diakses dari situs : http://www.satudunia.net/?q=content/integrasi-kebijakan-transportasi-dan-tata-ruang-kota-jakarta, pada tanggal 24
Oktober 2009.17 Diungkapkan oleh Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup KLH, Masnellyarti Hilman, dalam diskusi
panel bertajuk “Pencemaran Udara dan Dampaknya terhadap Kesehatan Manusia”, di Jakarta, tanggal 16 Desember 2004, diakses dari situs : http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-OOT-Fw-Hanya-22-hari-kota-Jakarta-dinyatakan-sehat, pada tanggal 24 Oktober 2009.
5
jalan hanya sekitar 6,28 persen dari luas wilayahnya. Sementara jumlah
kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 9.993.867. Ironisnya lagi, jumlah
kendaraan bermotor jauh lebih besar dari jumlah penduduk DKI Jakarta yang
hanya 8.513.385 jiwa18. Hal ini didukung pula berdasarkan catatan Polda Metro
Jaya, sekitar 1.250 sampai 1.500 unit kendaraan sepeda motor baru muncul di
jalan setiap harinya. Tiap tahunnya, baik kendaraan roda dua dan roda empat
pertambahannya mencapai 40 persen. Hingga akhir tahun 2006, jumlah yang
terdaftar mencapai 7.015.000 unit. Yang mengeherankan, 98 persen diantaranya
adalah kendaraan milik pribadi. Hingga tahun 2014 nanti jumlah kendaraan
bermotor semua jenis diperkirakan membengkak dua kali lipat antara 10-14 juta
unit19.
c. RTH DKI Jakarta saat ini belum mencapai batas yang ditentukan, yaitu sebesar
13,94 persen dari luas Jakarta. Jakarta saat ini baru memiliki sekitar 9 persen
RTH. Padahal idealnya RTH seluas 30 persen. RTH sangat diperlukan untuk
menyerap polutan demi peningkatan kualitas udara20.
d. Pembangunan properti yang tidak difasilitasi sistem jaringan jalan transportasi
umum yang terintegrasi, namun justru mengepung, menempel dan bergantung
pada jaringan jalan yang sudah ada dan terbatas pula. Hal ini diungkapkan oleh
Eddy Mulyono dalam desertasinya yang berjudul “Implementasi kebijakan
Transportasi Massal untuk Terwujudnya Pelayanan Publik yang Kondusif (studi di
Pemprov DKI Jakarta)” di depan tim promotor dan oponen ahli dalam Sidang
Terbuka Ujian Disertasi yang dilakukan Rabu, tanggal 8 Oktober 2009 di Gedung
Pascasarjana Unpad, Jln. Dipati Ukur 35 Bandung21. Menurut Eddy, Beberapa
faktor lain yang memicu kemacetan di Jakarta, yaitu : Infrastruktur jalan yang
tidak sebanding dengan jumlah kendaraan, kebijakan tata ruang yang tidak
nyambung dengan sistem jaringan transportasi perkotaan, mentalitas dan budaya
disiplin masyarakat dalam berlalu lintas yang masih kurang, ketersediaan sarana
transportasi umum yang kurang memadai dan kurang profesionalnya aparat
penegak hukum yang tidak konsisten dalam menjalankan ketentuan peraturan.
e. Tidak adanya upaya yang komprehensif antar instansi terkait yang berkompeten
dalam penanggulangan polusi akibat asap kendaraan bermotor di wilayah DKI
Jakarta, seperti Pemprov DKI Jakarta, Polda Metro Jaya, Departemen
18 Diakses dari situs : http://metro.vivanews.com/news/read/96953-kendaraan_bermotor_lebih_banyak_dari_orang, pada tanggal 24 Oktober 2009.
19 Diakses dari situs : http://udarakota.bappenas.go.id/view.php?page=newsdetil&id=63, pada tanggal 24 Oktober 2009.20 Diakses dari situs : http://www.forumkami.com/forum/kesehatan/22271-penyakit-akibat-polusi-jakarta.html, pada tanggal 24 Oktober
2009.21 Diakses dari situs : http://www.unpad.ac.id/berita/transportasi-massal-sebagai-solusi-kemacetan-bukan-hanya-pembangunan-jalan/,
pada tanggal 24 Oktober 2009.
6
Perhubungan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Sosial dan lain-lain.
Masing-masing instansi bergerak sendiri-sendiri. Belum ada suatu wadah yang
menjadi tempat maupun regulasi yang menjadi landasan bagi instansi-instansi
tersebut untuk menanggulangi polusi akibat asap kendaraan bermotor di wilayah
DKI Jakarta secara bersama-sama.
f. Tidak ditegakkannya peraturan-peraturan perundang-undangan yang ada secara
optimal oleh aparat yang berwenang.
3. Kondisi yang Diharapkan
Secara umum kondisi yang diharapkan dari penanggulangan polusi udara akibat
asap kendaraan bermotor di wilayah DKI Jakarta melalui pendekatan manajemen
bencana antara lain sebagai berikut :
a. Seluruh instansi pemerintah terkait dapat melakukan sinkronisasi upaya
penanggulangan polusi sehingga didapat formulasi yang efektif, efisien dan
terkoordinasikan dalam rangka penanggulangan polusi.
b. Timbulnya keasadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam penanggulangan
polusi bersama pemerintah.
c. Perbaikan kualitas lingkungan hidup pada umumnya dan kualitas udara di Jakarta
pada khususnya.
d. Kerugian akibat dampak polusi dapat ditekan seminimal mungkin, baik terhadap
masyarakat maupun pemerintah.
4. Konsepsi Pemecahan Masalah
Konsepsi pemecahan masalah penanggulangan polusi ini dilakukan dengan
menyusun suatu strategi komprehensif yang melibatkan berbagai elemen terkait
sehingga upaya penanggulangan polusi tidak lagi dilaukan secara parsial dan tidak
terkoordinasikan. Konsepsi strategi berikut ini disusun dengan menggunakan
pendekatan manajemen bencana yang esensinya adalah pengurangan resiko
bencana. Resiko selalu dikaitkan dengan ketersediaan informasi sehingga besarnya
probabilitas kejadian dan besarnya dampak bisa diperhitungkan. Semakin miskin
informasi, semakin sulit melakukan kuantifikasi, maka semakin dekat ke arah
ketidakpastian. Sebaliknya, semakin banyak data dan informasi tersedia sehingga
dapat mengkuantifikasinya, maka semakin tinggi kualitas resiko, artinya akurasi
kuantifikasi semakin baik. Polusi udara akibat asap kendaraan bermotor seperti di
Jakarta termasuk ke dalam kategori resiko karena ada data-data yang bisa digunakan
untuk memprediksi besarnya probabilitas dan dampak resiko tersebut. Data tersebut
dapat diperoleh dari hasil penelitian-penelitian terhadap kualitas lingkungan hidup
pada umumnya dan kualitas udara pada khususnya yang selanjutnya dapat digunakan
7
untuk membantu penghitungan kuantitas resiko polusi udara akibat asap kendaraan
bermotor di Jakarta.
Berdasarkan karakteristik polusi udara akibat asap kendaraan bermotor di
Jakarta, maka hendaknya ditempuh strategi penanggulangannya dengan tetap
mengacu pada prinsip-prinsip manajemen bencana yang meliputi tindakan-tindakan
dalam siklus pengelolaan bencana (Disaster Management Cycle), yaitu mitigation, risk
reduction, prevention, preparedness, response dan recovery yang tujuannya adalah :
(1) mencegah kehilangan jiwa; (2) mengurangi penderitaan manusia; (3) memberi
informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko, serta (4) mengurangi
kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis22,
sebagai berikut :
a. Optimalisasi pelaksanaan uji emisi gas buang secara berkala dari setiap
kendaraan yang ada di ibukota. Bagi kendaraan yang tidak lolos uji emisi harus
masuk bengkel untuk diperbaiki sehingga memenuhi standar emisi yang berlaku.
b. Sosialisasi kepada masyarakat agar sedapat mungkin menggunakan bahan
bakar gas karena bahan bakar gas lebih ramah lingkungan daripada bahan bakar
minyak.
c. Penerbitan regulasi yang mewajibkan kepada Agen Tunggal Pemegang Merk
(ATPM) untuk memasang Catalytic Converter pada setiap kendaraan baru yang
hendak dipasarkan ke publik.
d. Upaya produksi bahan bakar alternatif yaitu Bahan Bakar Nabati (BBN).
e. Penggunaan teknologi plasma. Prinsip dari teknologi plasma dalam mengatasi
kandungan gas NOx atau SOx sangatlah mudah, plasma terbentuk dari
kumpulan electron bebas, ion serta atom, kemudian aksi-reaksi pada ion dan
elektron dalam plasma seperti reaksi ionisasi, eksitasi, dan dissosiasi dengan
udara bebas disekitarnya berlanjut dengan terbentuk spesies aktif (ion, elektron,
molekul yang mudah bereaksi) seperti Ozone, OH, O, NH3 yang memiliki sifat
radikal sangat mudah bereaksi dengan senyawa-senyawa yang ada disekitarnya.
Spesies aktif yang terbentuk ini kemudian bereaksi dengan gas NOx atau SOx
kemudian mengubah serta menguraikannya23. Teknologi ini telah diterapkan di
Jepang dan cukup efektif mengatasi polusi udara.
f. Netralisasi pencemaran dengan metode biologis atau kimiawi untuk mengurangi
bahkan menghilangkan faktor pencemar/polutan, misalnya metode aerasi.
22 Dr. Ir. Agus Rachmat, Manajemen dan Mitigasi Bencana, diakses dari situs : http://www.bapeda-jabar.go.id/UserFiles/File/warta/Manajemen%20dan%20mitigasi.pdf, pada tanggal 24 Oktober 2009.
23 Diakses dari situs : http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan/atasi_polusi_dengan_plasma/, pada tanggal 24 Oktober 2009.
8
g. Optimalisasi pembangunan sarana transportasi massal modern. Jika perlu tidak
hanya busway seperti yang sudah dilakukan Pemprov DKI Jakarta saat ini.
Alternatif lainnya yaitu pembangunan monorail-proyek ini sudah dilaksanakan
namun terbengkalai akibat anggaran yang mengalami pembengkakan;
pembangunan jalur kereta api bawah tanah (subway); bahkan pembangunan
sarana transportasi air dengan memanfaatkan sungai-sungai besar di Jakarta
seperti sungai Ciliwung-hal ini dapat membawa manfaat dalam menjaga
kebersihan sungai-sungai di Jakarta yang saat ini sangat kotor akibat penuhnya
sampah-sampah yang dibuang masyarakat ke sungai serta mengurangi resiko
banjir di Jakarta karena otomatis akan dilakukan pelebaran dan pengerukan
terhadap sungai-sungai yang akan digunakan sebagai jalur transportasi air ; dan
lain-lain.
h. Penerbitan regulasi yang berisi pembatasan terhadap jumlah maksimal
kendaraan bermotor yang dapat dimiliki oleh tiap individu serta usia pakainya.
g. Pembangunan RTH sampai dengan mencapai batas minimum yang ditentukan.
i. Perbaikan tata ruang kota dengan memperhatikan perkembangan kepadatan
penduduk beserta kawasan permukimannya dan peningkatan jumlah kendaraan
bermotor.
j. Penggunaan teknologi untuk deteksi dini kualitas lingkungan hidup pada
umumnya dan kualitas udara pada khususnya sebagai sarana peringatan dini
manakala terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup secara umum maupun
kualitas udara secara spesifik.
k. Penyusunan SOP (Standard Operational Prosedure) sebagai regulasi guna
menghadapi kontijensi (contigency plan) akibat dampak polusi yang melebihi
ambang batas dan mengakibatkan berbagai efek negatif, baik bagi masyarakat
maupun pemerintah.
l. Pemberian pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat untuk melakukan
medical check up guna mengetahui paparan bahan-bahan polutan dalam diri
mereka, meliputi unsur sulfor oksida, nitrogen oksida dan timbal. Bahkan
pengobatan gratis bagi masyarakat yang terbukti menderita penyakit akibat polusi
asap kendaraan bermotor.
m. Optimalisasi Traffic engineering oleh Polda Metro Jaya dan jajarannya melalui
traffic management centre dengan melibatkan peran Dishub DKI Jakarta.
n. Penghentian pembangunan pusat-pusat perbelanjaan dan kawasan industri di
dalam area DKI Jakarta. Pembangunan prasaranan-prasarana tersebut
hendaknya mulai dilakukan relokasi keluar Jakarta.
9
o. Penegakan hukum secara konsisten dan obyektif terhadap berbagai pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan
lingkungan hidup termasuk pengendalian pencemarannya.
Upaya-upaya tersebut diatas hanyalah sekelumit dari berbagai upaya lainnya
yang dapat dijadikan strategi dalam penanggulangan polusi udara akibat asap
kendaraan bermotor di wilayah DKI Jakarta. Keberhasilan upaya-upaya tersebut
memerlukan peran serta aktif dari berbagai elemen, baik pemerintah, non pemerintah
maupun masyarakat. Upaya-upaya tersebut pun senantiasa perlu diperbarui dengan
menyesuaikan perkembangan kondisi lingkungan sesuai periode waktu tertentu.
III. KESIMPULAN
Tingkat polusi udara akibat asap kendaraan bermotor di wilayah DKI Jakarta saat ini
telah mencapai tahap yang sangat memprihatinkan dengan menurunnya kualitas udara
yang disebabkan pengaruh dari polutan-polutan yang terkandung dalam asap kendaraan
bermotor seperti unsur sulfur oksida, nitrogen oksida maupun timbal. Zat-zat kimia yang
berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor tersebut memiliki dampak yang sangat
membahayakan kesehatan manusia.
Berbagai upaya yang dilakukan dalam penanggulangan polusi udara akibat asap
kendaraan bermotor di Jakarta belum menghasilkan kondisi yang diharapkan berupa
membaiknya kualitas lingkungan hidup di Jakarta secara umum dan kualitas udara secara
khusus. Ketidakberhasilan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain infrastruktur
jalan yang tidak sebanding dengan jumlah kendaraan, kebijakan tata ruang yang tidak
sinkron dengan sistem jaringan transportasi perkotaan, mentalitas dan budaya disiplin
masyarakat dalam berlalu lintas yang masih kurang, ketersediaan sarana transportasi
umum yang kurang memadai dan kurang profesionalnya aparat penegak hukum yang tidak
konsisten dalam menjalankan ketentuan peraturan serta yang terpenting adalah tidak
adanya sinkronisasi upaya penanggulangan polusi udara yang terkoordinasikan antar
instansi terkait yang berkompeten, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan-
permasalahan tersebut melalui pendekatan manajemen bencana sehingga dihasilkan
strategi komprehensif dalam penanggulangan polusi udara akibat asap kendaraan bermotor
di wilayah DKI Jakarta. Terhadap upaya-upaya tersebut senantiasa perlu dilakukan analisa
dan evaluasi untuk mengetahui keberhasilan yang didapat ataupun kelemahan-
kelemahannya sehingga dapat selalu disesuaikan dengan kondisi lingkungan pada periode
waktu tertentu. Dalam rangka aktualisasi strategi dimaksud tersebut dibutuhkan partisipasi
berbagai elemen yang berkompeten sesuai ruang lingkup tupoksinya (tugas pokok dan
fungsi).
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Republik Indonesia. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana.
2. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Perda No. 2 Tahun 2002 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara.
3. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Keputusan Gubernur Nomor 95 Tahun 2000 mengenai
Pemeriksaan Emisi dan Perawatan Mobil Penumpang Pribadi.
4. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Keputusan Gubernur Nomor 533 Tahun 1977 tentang
Kewajiban Pengujian bagi kendaraan bermotor ke bengkel-bengkel yang telah
dilengkapi alat pengujian asap (smoke tester).
5. Noorastuti, Tri Pipiet dan Lutfi Dwi Puji Astuti, “Fauzi Bowo Klaim Udara Jakarta Makin
Bersih” [Berita], diakses dari situs : http://metro. vivanews.com/news/ read/98834-
fauzi_bowo_klaim_udara_jakarta_makin_bersih, tanggal 24 Oktober 2009.
6. Noorastuti, Pipiet Tri dan Zaky Al-Yamani, “Jakarta `Kota Polusi` Ketiga di Dunia” [Berita],
diakses dari situs : http://metro.vivanews.com/news/ read/89296-
jakarta__kota_polusi__ketiga_di_dunia, tanggal 24 Oktober 2009.
7. Djohanputro, Bramantyo, “Manajemen Bencana (Disaster Management)”, diakses dari
situs : http://www.gki-jatiasih.com/index.php/ home/2-artikel/10-manajemen-
bencana-disaster-management.pdf, tanggal 24 Oktober 2009.
8. Rusdibjono, “Ilmu Pemerintahan Dihubungkan dengan Peranan Departemen Dalam Negeri
terhadap Masalah Penanggulangan Bencana (Disasterology : Suatu Cabang Ilmu
Pengetahuan yang Baru Dikembangkan)”, disampaikan dalam Pidato
Pengukuhan Guru Besar Tetap IIP, Jakarta, 29 Mei 1995.
9. Pawitan, Hidayat, “Optimalisasi IPTEKS dalam Pengurangan Resiko Bencana”,
disampaikan dalam Seminar Nasional Pengurangan Resiko Bencana di
Indonesia, Kerjasama Pusat Studi Bencana-LPPM IPB dengan Bakornas PB,
Bogor, 5-6 Maret 2008, diakses dari situs :
http://bnpb.go.id/website/documents/publikasi/Seminar%20Bogor%204%2%
205%20 Maret%2008/Optimal%20IPTEKS%20PRB.pdf, pada tanggal 24 Oktober
2009.
10. “Pencemaran Gas Nitrogen dan Partikel Debu Lampaui Batas” [Berita], Kompas, diakses dari
situs : http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-OOT-Fw-Hanya-22-hari-kota-
Jakarta-dinyatakan-sehat, pada tanggal 24 Oktober 2009.
11
11. Aira-fluff, “Polusi Udara dan Implikasinya terhadap Kesehatan”, diakses dari situs :
http://ligagame.com/lg_smf/index.php?action=printpage;topic= 69747.0, pada
tanggal 24 Oktober 2009.
12. Maryadie, “Kendaraan Bermotor Lebih Banyak Dari Orang” [Berita], diakses dari situs :
http://metro.vivanews.com/news/read/96953-kendaraan_bermotor_lebih_
banyak_dari_orang, pada tanggal 24 Oktober 2009.
13. http://www.jakarta.go.id/v70/index.php/en/component/content/article/425-penanggulangan-
polusi, diakses pada tanggal 24 Oktober 2009.
14. ”Jakarta Gelar Car free day dua kali Sebulan”, [Berita], Kompas, diakses dari situs :
http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/02/19/17270058/ Jakarta.
Gelar.Car.Free.Day.Dua.Kali.Sebulan, pada tanggal 24 Oktober 2009.
15. http://petamacet.com/berita_det.php?id=26, pada tanggal 24 Oktober 2009.
16. http://www.satudunia.net/?q=content/integrasi-kebijakan-transportasi-dan-tata-ruang-kota-
jakarta, pada tanggal 24 Oktober 2009.
17. http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-OOT-Fw-Hanya-22-hari-kota-Jakarta-dinyatakan-
sehat, pada tanggal 24 Oktober 2009.
18. http://udarakota.bappenas.go.id/view.php?page=newsdetil&id=63, pada tanggal 24 Oktober
2009.
19. http://www.forumkami.com/forum/kesehatan/22271-penyakit-akibat-polusi-jakarta.html,
pada tanggal 24 Oktober 2009.
20. http://www.unpad.ac.id/berita/transportasi-massal-sebagai-solusi-kemacetan-bukan-hanya-
pembangunan-jalan/, pada tanggal 24 Oktober 2009.
21. Rachmat, Agus, Manajemen dan Mitigasi Bencana, diakses dari situs : http://www.bapeda-
jabar.go.id/UserFiles/File/warta/Manajemen%20dan%20 mitigasi.pdf, pada
tanggal 24 Oktober 2009.
22. http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan/atasi_polusi_dengan_ plasma/,
pada tanggal 24 Oktober 2009.
12