panter.pdf
TRANSCRIPT
i
PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR SOLAR MELALUI UPPER
TANK RADIATOR TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN
KEPEKATAN ASAP GAS BUANG PADA MESIN ISUZU PANTER
SKRIPSI
Disusun dalam rangka penyelesaian studi Strata 1
Untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
Nama : M. Mohlis
NIM : 5201402028
Program Studi : Pend. Teknik Mesin
Jurusan : Teknik Mesin
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Teknik Universitas Negeri Semarang:
Hari :
Tanggal :
Panitia Ujian Skripsi Ketua Sekretaris
Drs. Pramono Drs. Supraptono, M.Pd NIP. 131474226 NIP. 131125645
Anggota Penguji Dosen Pembimbing I 1. Penguji I
Drs. Winarno D.R, M.Pd Drs. Winarno D.R, M.Pd NIP. 130914969 NIP. 130914969
Dosen Pembimbing II 2. Dosen Penguji II Drs. M. Burhan R.W, M.Pd Drs. M. Burhan R.W, M.Pd NIP. 130894848 NIP. 130894848
3. Penguji III Drs. Ramelan, MT NIP. 130529948
Mengetahui, Dekan FT
Prof. Dr. Soesanto NIP. 130875753
iii
ABSTRAK
M. Mohlis 2007. “Pengaruh Pemanasan Bahan Bakar Solar Melalui Upper Tank Radiator Terhadap Konsumsi Bahan Bakar dan Kepekatan Asap Gas Buang pada Mesin Isuzu Panther”. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Proses pembakaran yang sempurna pada mesin Diesel sangat dipengaruhi oleh homogenitas campuran bahan bakar dan udara. Salah satu langkah yang dilakukan untuk memperoleh homogenitas yang lebih baik adalah menaikkan temperatur bahan bakar dengan pemanasan melalui saluran yang dipasang pada upper tank radiator. Naiknya temperatur menyebabkan partikel-partikel bahan bakar akan terurai dan bahan bakar menjadi semi gas sehingga lebih mudah mengikat oksigen.
Permasalahan yang akan diangkat adalah apakah ada pengaruh pemanasan bahan bakar solar melalui upper tank radiator dengan meninjau suhu awal bahan bakar sebelum masuk ke pompa injeksi terhadap konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap gas buang pada mesin Diesel Isuzu Panther. Tujuan dilakukan penelitian yaitu untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemanasan bahan bakar melalui upper tank radiator terhadap konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap gas buang pada mesin Diesel Isuzu Panther.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Variabel bebasnya adalah pemanasan bahan bakar dengan panjang saluran 0,45 m, 0,90 m, dan 1,35 m. Sedangkan variabel terikatnya adalah konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap gas buang. Penelitian ini dilakukan dengan mengontrol tekanan injeksi nosel pada 100, 110, 120 kg/cm2 dan putaran mesin pada 1000, 1500, 2000, 2500, 3000 rpm. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan 20 cc bahan bakar dan besar kepekatan asap gas buang yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian; pertama, ada pengaruh pemanasan bahan bakar melalui upper tank radiator pada setiap tekanan injeksi nosel 100, 110, 120 kg/cm2
dan putaran mesin 1000, 1500, 2000, 2500, 3000 rpm terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Isuzu Panther. Konsumsi paling irit terjadi pada saluran pemanasan dengan panjang 1,35 m; kedua, ada pengaruh pemanasan bahan bakar melalui upper tank radiator pada setiap tekanan injeksi nosel 100, 110, 120 kg/cm2 terhadap kepekatan asap gas buang. Kepekatan asap gas buang paling rendah yaitu 0,38 K-m-1 terjadi pada saluran pemanasan dengan panjang 1,35 m dan tekanan injeksi nosel 120 kg/cm2. Saran yang diberikan antara lain; pertama, pemanasan bahan bakar merupakan jalan alternatif dalam memodifikasi mesin sebagai upaya menghemat konsumsi bahan bakar dan mengurangi kepekatan asap gas buang; kedua, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yaitu pengaruh pemanasan bahan bakar terhadap daya dan torsi sehingga dapat diketahui hubungan antara variasi pemanasan bahan bakar, daya dan torsi, serta konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap gas buang. Kata Kunci: Pemanasan Bahan Bakar, Upper Tank Radiator, Konsumsi Bahan
Bakar, dan Kepekatan Asap Gas Buang.
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
1. Rencanakan kerjamu dan kerjakan rencanamu meskipun kamu takut untuk
melakukannya.
2. Keberhasilan tidak akan dinikmati tanpa adanya usaha dan pengorbanan. (Q.S Al
An’am: 3)
PERSEMBAHAN
1. Keluargaku yang aku sayangi dan
aku banggakan.
2. Teman-teman PTM 2002.
3. Adikku tersayang.
v
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh pemanasan Bahan Bakar Solar Melalui Upper Tank Radiator
Terhadap Konsumsi Bahan Bakar dan Kepekatan Asap Gas buang pada Mesin Isuzu
Panther”.
Penulis yakin bahwa keberhasilan di dalam menyelesaikan skripsi ini tidak
lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Soesanto, M.Pd, Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
2. Drs. Pramono, Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang.
3. Drs. Winarno D.R, M.Pd, Dosen Pembimbing I.
4. Drs. M. Burhan, M.Pd, Dosen Pembimbing II.
5. Drs. Ramelan, MT, Dosen Penguji.
6. Widi Widayat, S.Pd, Pembimbing Lapangan.
7. Mr. DJ cost boy’s, terima kasih komputernya.
8. Team skripsi pemanasan bahan bakar (Bowo, Dwi, Haryono, dan Eko), kalau
kerja jangan tanggung-tanggung.
9. Untuk seseorang yang ingin memberikan acungan empat jempolnya dan selalu
bilang “kapan lulusnya”, terima kasih karena itu adalah semangatku.
10. Purwoto, Adi, dan Ragil, dukunganmu untuk segera menyelesaikan skripsi ini
sudah aku buktikan.
vi
11. Teman-temanku seperjuangan di PTM 2002.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
hingga selesainya skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Ketidaksempurnaan penulisan ini disebabkan oleh keterbatasan penulis,
namun besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis dan
pembaca pada umumnya.
Semarang, Maret 2007
Penulis,
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii
ABSTRAK .............................................................................................................. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
DAFTAR ISI........................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL................................................................................................... x
DAFTAR GRAFIK................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Perumusan Masalah........................................................................... 2
C. Penegasan Istilah ............................................................................... 3
D. Tujuan Penelitian............................................................................... 4
E. Manfaat Penelitian............................................................................. 4
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS ................................................ 5
A. Landasan Teori.................................................................................. 5
1. Motor Diesel ................................................................................ 5
2. Pembakaran ................................................................................. 8
3. Bahan Bakar Diesel ..................................................................... 12
4. Minyak Solar ............................................................................... 17
viii
5. Konsumsi Bahan Bakar ............................................................... 19
6. Emisi Gas Buang ......................................................................... 20
7. Pemanasan Bahan Bakar ............................................................. 23
8. Radiator ....................................................................................... 25
9. Kerangka Berfikir ........................................................................ 25
B. Hipotesis............................................................................................ 26
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................... 27
A. Pendekatan Penelitian ....................................................................... 27
B. Unit dan Obyek Penelitian ................................................................ 27
C. Variabel Penelitian ............................................................................ 27
D. Pengumpulan Data ............................................................................ 28
1. Bahan Penelitian .......................................................................... 28
2. Alat Penelitian ............................................................................. 30
3. Waktu dan Tempat Penelitian...................................................... 30
4. Desain Eksperimen ...................................................................... 31
E. Analisis Data ..................................................................................... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ....................................... 36
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 36
1. Pengujian Konsumsi Bahan Bakar .............................................. 36
2. Pengujian Kepekatan Asap Gas Buang ....................................... 44
B. Pembahasan....................................................................................... 46
1. Konsumsi Bahan Bakar ............................................................... 46
2. Kepekatan Asap Gas Buang ........................................................ 48
C. Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 50
BAB V PENUTUP................................................................................................ 51
A. Kesimpulan........................................................................................ 51
B. Saran.................................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 53
LAMPIRAN-LAMPIRAN...................................................................................... 54
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 01 : Diagram Indikator Hipotetik Motor Diesel...................................... 9
Gambar 02 : Rancangan Saluran Pemanasan Bahan bakar................................... 29
Gambar 03 : Diagram Desain Eksperimen ........................................................... 33
Gambar 04 : Prinsip Pengukuran Opasitas ........................................................... 59
x
DAFTAR TABEL
Tabel 01. Standar Mutu Bahan Bakar Diesel .................................................. 16
Tabel 02. Spesifikasi Bahan Bakar Solar ........................................................ 18
Tabel 03. Format Pengambilan Data............................................................... 34
Tabel 04. Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar pada Rpm 1000...... 36
Tabel 05. Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar pada Rpm 1500...... 38
Tabel 06. Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar pada Rpm 2000...... 40
Tabel 07. Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar pada Rpm 2500...... 41
Tabel 08. Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar pada Rpm 3000...... 43
Tabel 09. Data Hasil Pengujian Kepekatan Asap Gas Buang ......................... 44
xi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 01. Hubungan Variasi Pemanasan Terhadap Konsumsi Bahan Bakar
pada Rpm 1000 ................................................................................... 37
Grafik 02. Hubungan Variasi Pemanasan Terhadap Konsumsi Bahan Bakar
pada Rpm 1500 ................................................................................... 38
Grafik 03. Hubungan Variasi Pemanasan Terhadap Konsumsi Bahan Bakar
pada Rpm 2000 ................................................................................... 40
Grafik 04. Hubungan Variasi Pemanasan Terhadap Konsumsi Bahan Bakar
pada Rpm 2500 ................................................................................... 42
Grafik 05. Hubungan Variasi Pemanasan Terhadap Konsumsi Bahan Bakar
pada Rpm 3000 ................................................................................... 43
Grafik 06. Hubungan Variasi Pemanasan Terhadap Kepekatan
Asap Gas Buang.................................................................................. 45
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 01. Data Temperatur Bahan Bakar Hasil Prapenelitian ...................... 54
Lampiran 02. Data Hasil Pengujian Waktu ......................................................... 55
Lampiran 03. Data Hasil Konversi Satuan Waktu............................................... 56
Lampiran 04. Contoh Perhitungan Konsumsi Bahan Bakar................................ 57
Lampiran 05. Data Hasil Pengujian Kepekatan Asap Gas Buang....................... 58
Lampiran 06. Prinsip Pengukuran Kepekatan Asap atau Opasitas...................... 59
Lampiran 07. Faktor-faktor dalam Satuan Kepekatan Asap atau Opasitas ........ 60
Lampiran 08. Diagram Aliran Pemanasan Bahan Bakar ..................................... 61
Lampiran 09. Foto Peralatan Uji......................................................................... 62
Lampiran 10. Foto Pengambilan Data ................................................................ 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi alam sekarang sudah sangat memprihatinkan karena pemanasan
global yang disebabkan oleh hasil pembakaran pada motor bakar yang tidak
sempurna. Gas bekas yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor mengandung
unsur-unsur yang berbahaya bagi kesehatan serta dapat merusak lingkungan.
Salah satu polutan dari gas bekas hasil pembakaran yang mengotori lingkungan
adalah asap hitam. Gas ini terutama terbentuk karena hasil dari proses
pembakaran yang tidak sempurna. Kandungan polutan gas buang dari kendaraan
bermotor paling banyak dipengaruhi oleh kesempurnaan proses pembakaran di
dalam silinder. Selain itu menipisnya cadangan bahan bakar minyak sekarang
membuat manusia untuk berusaha mencari sumber bahan bakar alternative lain
atau dengan cara menghemat sebanyak mungkin pemakaian bahan bakar
terutama untuk bahan bakar mesin pembakaran dalam.
Tingginya konsumsi bahan bakar dan kadar polusi dari kendaraan
bermotor pada dasarnya dapat dikendalikan dan dikurangi. Salah satu cara yang
paling tepat adalah dengan cara memperbaiki proses pembakaran yang terjadi di
dalam mesin. Cara-cara yang dapat dilakukan antara lain dengan perbaikan
mutu bahan bakar, homogenitas campuran bahan bakar dan mengatur saat
pembakaran yang tepat.
2
Salah satu syarat agar campuran lebih homogen adalah bahan bakar
harus mudah menguap. Sehingga apabila bahan bakar dipanaskan terlebih
dahulu maka diharapkan bahan bakar akan lebih mudah bercampur dengan
udara yang masuk ke dalam silinder sehingga homogenitas campuran bahan
bakar dan udara akan lebih baik. Jika homogenitas baik maka akan memperbaiki
sistem pembakaran sehingga diharapkan dapat mengurangi besar konsumsi
bahan bakar dan kepekatan asap hitam pada gas buang. Untuk memanaskan
bahan bakar maka dipilihlah bagian atas (upper tank) radiator, sehingga secara
langsung dapat membantu proses pendinginan mesin. Disini penulis ingin
mengadakan penelitian mengenai pengaruh pemanasan bahan bakar terhadap
konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap pada gas buang.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan yang
akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah:
a) Apakah ada pengaruh pemanasan bahan bakar solar pada upper tank
radiator dengan meninjau suhu awal bahan bakar sebelum masuk ke
pompa injeksi terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Isuzu Panther.
b) Apakah ada pengaruh pemanasan bahan bakar solar pada upper tank
radiator dengan meninjau suhu awal bahan bakar sebelum masuk ke
pompa injeksi terhadap kepekatan asap gas buang pada mesin Isuzu
Panther.
3
C. Penegasan Istilah
Penegasan istilah digunakan agar tidak terjadi salah penafsiran dan
pengertian dari isi skripsi, sehingga ada kesatuan persepsi dan pengertian serta
pemahaman dari beberapa istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini.
1. Pemanasan bahan bakar. Pemanasan adalah proses untuk menaikkan
temperatur suatu benda atau zat. Sedangkan bahan bakar adalah suatu zat
yang dapat dibakar dan menghasilkan panas atau api. Sehingga pemanasan
bahan bakar dapat diartikan proses menaikkan temperatur bahan bakar.
2. Konsumsi bahan bakar adalah ukuran banyak sedikitnya bahan bakar yang
digunakan suatu mesin untuk diubah menjadi panas pembakaran dalam
jangka waktu tertentu (Suyanto, 1989 :248).
3. Kepekatan asap gas buang adalah besarnya konsentrasi gas hasil
pembakaran yang membahayakan lingkungan karena mengeruhkan udara
sehingga menggangu pandangan, tetapi juga adanya kemungkinan
mengandung karsinogen (Wiranto Arismunandar, 2002: 52).
4. Motor Diesel adalah motor pembakaran dalam (internal combustion engine)
yang beroperasi dengan menggunkan minyak gas atau minyak berat sebagai
bahan bakar dengan suatu prinsip bahan bakar tersebut disemprotkan
(diinjeksikan) ke dalam silinder yang di dalamnya sudah terdapat udara
dengan tekanan dan suhu yang tinggi sehingga bahan bakar tersebut secara
spontan terbakar (N. Sunarta, 1995:117).
4
5. Upper tank radiator adalah salah satu bagian atas radiator berupa tangki
untuk menampung air panas dari mesin yang dilengkapi dengan tutup
radiator dan juga dihubungkan ke reservoir tank sehingga air pendingin dan
uap berlebihan dapat ditampung.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk:
1. Mengetahui apakah ada pengaruh pemanasan bahan bakar solar terhadap
konsumsi bahan bakar pada mesin Isuzu Panther.
2. Mengetahui apakah ada pengaruh pemanasan bahan bakar solar terhadap
kepekatan asap gas buang pada mesin Isuzu Panther.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini oleh peneliti adalah
sebagai berikut :
1. Secara teoritis dapat dipakai untuk mengetahui pengaruh pemanasan bahan
bakar solar terhadap konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap gas buang
pada mesin Isuzu Panther.
2. Memberikan sumbangan pemikiran yang dapat dipakai sebagai bahan
referensi dan bahan pertimbangan dalam pengembangan di bidang
teknologi.
5
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Motor Diesel
Motor Diesel adalah motor pembakaran dalam (internal combustion
engine) yang beroperasi dengan menggunakan minyak gas atau minyak berat
sebagai bahan bakar dengan suatu prinsip bahan bakar tersebut disemprotkan
(diinjeksikan) ke dalam silinder yang di dalamnya sudah terdapat udara dengan
tekanan dan suhu yang tinggi sehingga bahan bakar tersebut secara spontan
terbakar (N. Sunarta, 1995:117).
Motor Diesel biasa disebut juga sebagai motor penyalaan kompresi
“compression ignition engine”. Motor Diesel mempunyai langkah yang lebih
panjang dari motor bensin, dalam hal ini besar silinder dan pistonnya lebih besar
dari pada motor bensin, sehingga tenaga yang dihasilkan lebih besar dan mampu
bertahan lama. Oleh karena itu motor Diesel harus dibuat lebih kuat dan kokoh,
sehingga lebih berat dan tahan lama.
Prinsip kerja mesin Diesel hampir sama dengan mesin bensin empat
langkah yaitu terdiri dari langkah hisap, langkah kompresi, langkah pembakaran
dan langkah buang. Walaupun secara prinsip kerja sama tetapi ada beberapa
perbedaan yang terdapat di dalamnya. Adapun prinsip kerja dari motor Diesel
adalah :
6
a. Langkah Hisap
Piston membentuk kevakuman di dalam silinder seperti pada mesin bensin,
piston bergerak ke bawah dari titik mati atas ketitik mati bawah. Posisi katup
masuk terbuka selama langkah hisap, karena terjadinya kevakuman di dalam
silinder menyebabkan udara segar masuk ke dalam silinder. Posisi katup
buang tertutup selama langkah hisap. Pada mesin Diesel hanya udara yang
dihisap masuk pada langkah hisap
b. Langkah Kompresi
Piston bergerak dari titik mati bawah ketitik mati atas. Pada saat ini kedua
katup dalam posisi tertutup. Udara yang dihisap selama langkah hisap
ditekan sampai tekanannya naik sekitar 30 kg/cm2 (427 psi, 2.942 kPa)
dengan temperatur sekitar 500-8000 C.
c. Langkah Pembakaran
Udara yang terdapat di dalam silinder didorong ke ruang bakar. Pada akhir
langkah kompresi, nozle menyemprotkan bahan bakar yang berupa kabut ke
dalam ruang bakar dan campuran udara bahan bakar selanjutnya terbakar
oleh panas yang dibangkitkan oleh perubahan tekanan dan temperatur di
dalam ruang bakar yang naik secara drastis. Energi pembakaran
mengekspansikan gas dengan sangat cepat dan piston terdorong ke bawah.
Gaya yang mendorong piston ke bawah diteruskan ke batang torak dan
poros engkol dan diubah menjadi gerak putar untuk memberi tenaga pada
mesin.
7
d. Langkah Buang
Saat piston menuju titik mati bawah, katup buang terbuka dan gas
pembakaran dikeluarkan melalui katup buang pada saat piston bergerak naik
lagi. Gas akan terbuang habis ketika piston mencapai titik mati atas, dan
setelah itu proses dimulai lagi dengan langkah hisap. Selama mesin
menyelesaikan empat langkah (hisap, kompresi, pembakaran dan buang),
poros engkol berputar dua kali dan menghasikan satu tenaga. Ini disebut
dengan siklus Diesel.
Jika dibandingkan dengan mesin bensin pada mesin Diesel memiliki
keuntungan dan kerugian sebagai berikut :
Keuntungan yang dimiliki mesin Diesel adalah :
a. Mesin Diesel mempunyai efisiensi panas yang lebih besar. Hal ini berarti
bahwa penggunaan bahan bakarnya lebih ekonomis jika dibandingkan
dengan mesin bensin.
b. Mesin Diesel lebih tahan lama dan tidak memerlukan electric igniter.
c. Momen pada mesin Diesel tidak berubah pada jenjang tingkat kecepatan
yang luas.
Kerugian yang dimiliki mesin Diesel adalah :
a. Getaran pada mesin Diesel lebih besar jika dibandingkan dengan mesin
bensin.
b. Pada daya kuda yang sama konstruksi mesin Diesel jauh lebih berat dari
pada mesin bensin.
c. Pada pemeliharaannya mesin Diesel memerlukan biaya yang lebih besar.
8
d. Mesin Diesel mempunyai perbandingan kompresi yang lebih tinggi dan
membutuhkan gaya lebih besar untuk memutarnya.
2. Pembakaran
Pembakaran dapat didefinisikan sebagai reaksi oksidasi yang
berlangsung sangat cepat (0,001-0,002 detik) disertai dengan pelepasan energi
dalam jumlah banyak. Pembakaran pada motor Diesel terjadi pada ruang
bakarnya. Pada motor Diesel kadang terdapat ruang bakar tambahan yang
menyebabkan bahan bakar yang disemprotkan nosel tidak langsung masuk pada
ruang bakar utama. Karena itu dikenal dua tipe motor Diesel yaitu : direct
injection (penginjeksian langsung) dan indirect injection (penginjeksian tidak
langsung). Untuk motor Diesel tipe indirect injection dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu :
a. Sistem kamar muka: Kamar pada tipe ini bervolume tidak lebih dari 50%
dari volume sisa, dan dihubungkan dengan ruang bakar utama oleh 3-4
saluran sempit dengan diameter 3-4 mm.
b. Sistem kamar pusar : Kamar pada tipe ini besar volumenya juga tidak lebih
dari 50% volume sisa tetapi jalan penghubung dengan kamar utamanya lebih
besar dari tipe kamar muka dan menaikkan performance pada putaran tinggi
tapi tidak mudah untuk distart.
Ada tiga klasifikasi kecepatan pembakran, yaitu 1). Explosive adalah
suatu proses pembakaran dimana laju pembakaran terjadi sangat cepat tetapi
tidak menampakkan adanya gelombang ledakan “combustion wave”. 2).
9
Deflagration yaitu perambatan api pembakaran yang terjadi pada ruang bakar
dengan kecepatan subsonic. 3) Detonation adalah perambatan api yang terjadi
pada ruang bakar dengan kecepatan supersonik.
Ketepatan saat terjadinya pembakaran merupakan faktor yang sangat
menentukan baik buruknya performa mesin yang dihasilkan. Ketepatan saat
pembakran meyebabkan bahan bakar yang terbakar menjadi lebih efektif dan
tenaga yang dikeluarkan sesuai, walau tidak 100% energi dari bahan bakar yang
terbakar tersebut menjadi tenaga.
Bahan bakar yang disemprotkan ke dalam ruang bakar pada motor
Diesel tidak akan langsung terbakar, tetapi harus melalui beberapa tahap dan
setelah itu baru akan terjadi proses pembakaran. Dibawah ini adalah diagram
proses pembakaran yang terjadi di dalam ruang bakar motor Diesel.
Gambar 01. Diagram Indikator Hipotetik Motor Diesel. (Wiranto Arismunandar, 2002)
10
a. Tahap pertama : Saat tertundanya pembakaran (ignition delay A-B)
Tahap ini merupakan tahap persiapan pembakaran di mana partikel-partikel
bahan bakar yang berbentuk kabut yang telah disemprotkan oleh nosel
bercampur dengan udara yang telah bertekanan tinggi membentuk campuran
yang mudah terbakar.
b. Tahap kedua : Saat perambatan api (flame propagation B-C)
Tahap ini merupakan tahap mulai terjadinya pembakaran dan terjadi
pembakaran yang menyebar ke seluruh ruang bakar. Pembakaran yang
terjadi ini berlangsung sangat cepat dalam waktu yang serentak yang
mengakibatkan terjadinya pembakaran explosive (pembakaran letup).
c. Tahap ketiga : Saat pembakaran langsung (direct combustion C-D)
Tahap ini merupakan tahap di mana bahan bakar yang diinjeksikan ke
dalam silinder langsung terbakar karena adanya nyala api pada tahap
sebelumnya. Pembakaran langsung dapat dikontrol dari jumlah bahan bakar
yang diinjeksikan, jadi pada tahap ini sering disebut tahap pembakaran
terkontrol.
d. Tahap keempat : Pembakaran lanjut (after burning D-E)
Tahap ini merupakan tahap di mana terjadinya akhir penginjeksian yang
terjadi pada titik D tetapi sebagian bahan bakar masih ada di dalam ruang
bakar dan kemungkinan masih terjadi pembakaran lanjutan sehingga disebut
pembakaran lanjut.
11
Periode tertundanya pembakaran (ignition delay) merupakan kerugian
karena terjadinya penyimpangan antara penyetelan saat injeksi dengan
kenyataan mulainya pembakaran, apabila periode tertundanya pembakaran
terlalu lama maka akan terjadi penumpukan fraksi bahan bakar yang berlebihan
di ruang bakar sehingga dapat menyebabkan ledakan besar (knocking) yang
dapat menyebabkan rusaknya komponen mesin. Beberapa penyebab lain
tertundanya pembakaran disebabkan jenis dan kualitas bahan bakar, temperatur
udara yang dikompresikan, turbulensi udara, sistem pengkabutan yang tidak
sempurna, kondisi injektor rusak dan kerja pompa injeksi yang tidak maksimal.
Tuntunan yang berkaitan pembakaran adalah tingkat efisiensi yang
tinggi yaitu menghasilkan performa yang maksimal di antaranya adalah torsi,
daya output maksimal dengan konsumsi bahan bakar yang irit serta sisa
pembakaran yang bersih tidak menimbulkan polusi di atas ambang batas yang
diijinkan. Pembakaran yang sempurna secara teoritis hanya menghasilkan CO2
dan H2O (karbon dioksida dan air).
Pembakaran dapat berlangsung secara sempurna namun dapat juga
berlangsung secara tidak sempurna. Hal ini tergantung dari unsur-unsur yang
terkandung pada bahan bakar tersebut dan juga proses pembakarannya. Apabila
pada bahan bakar tidak mengandung unsur-unsur yang tidak dapat terbakar
maka pembakaran akan berlangsung secara sempurna, sehingga hasil
pembakaran berupa gas bekas yang tidak berbahaya bagi kehidupan dan
lingkungannya. Akan tetapi pada bahan bakar tersebut mengandung unsur-unsur
yang tidak dapat terbakar, maka akan berakibat sisa dari proses pembakaran
12
tersebut menimbulkan gas berbahaya (beracun) bagi kesehatan dan lingkungan.
Untuk mendapatkan hasil pembakaran yang sempurna dilakukan usaha-usaha
sebagai berikut :
a. Membuat ruang pembakaran sedemikian rupa sehingga tidak terdapat
ruangan atau sudut-sudut mati.
b. Pemasukan bahan bakar dalam silinder diusahakan dalam bentuk kabut yang
sangat halus sehingga bahan bakar dapat kontak lebih sempurna dengan
udara pembakaran.
c. Pencampuran yang baik (homogen) antar bahan bakar dengan udara
sehingga pembakaran dapat berlangsung dengan cepat
d. Memberikan jumlah udara yang lebih dari jumlah kebutuhan minimum
sehingga setiap bagian bahan bakar mendapat cukup udara untuk dapat
membakar dalam waktu yang cepat.
e. Mempertinggi kecepatan pembakaran yaitu memperpendek waktu
pembakaran.
3. Bahan Bakar Diesel
Bahan bakar untuk motor Diesel sebagian besar terdiri dari senyawa
hidrokarbon dan senyawa non hidrokarbon. Senyawa hidrokarbon yang dapat
ditemukan dalam bahan bakar Diesel antara lain parafinik, naftenik, olefin dan
aromatik. Sedangkan untuk senyawa nonhidrokarbon terdiri dari senyawa yang
mengandung unsur non logam, yaitu S, N, O dan unsur logam seperti vanadium,
nikel dan besi.
13
Karakteristik yang umum perlu diketahui untuk menilai kinerja bahan
bakar Diesel antara lain sebagai berikut :
a. Viskositas
Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan terhadap
gaya gravitasi dan biasanya dinyatakan dalam waktu dan pada jarak
tertentu. Semakin rendah viskositas yang dimilki suatu benda maka akan
semakin encer dan daya alirnya akan semakin tinggi pula. Karakteristik ini
sangat penting karena mempengaruhi kinerja dari injektor/nosel dari motor
Diesel. Viskositas bahan bakar untuk motor Diesel berkisar antara 1,4 -
26,4 mm2/s (ASTM: 1991).
b. Berat Jenis (spesific gravity)
Berat jenis merupakan sifat minyak yang penting yang memiliki nilai
dalam perdagangan. Berat jenis biasa disebut juga sebagai gravitasi jenis
yaitu suatu perbandingan berat dari bahan bakar minyak dengan berat dari
air pada volume yang sama, dengan suhu yang sama pula. Berat jenis
standart untuk bahan bakar motor Diesel pada suhu 60 oF berkisar antara
0,82 – 0,87 kg/lt (Pertamina: 2005).
c. Angka Setana (Cetane Number)
Angka setana merupakan angka yang menyatakan kualitas pembakaran
dari bahan bakar motor Diesel, yang digunakan untuk mencegah terjadinya
“Diesel knock/fuel knock” atau suara ledakan di dalam ruang bakar. Angka
setana bahan bakar standart untuk motor Diesel lebih besar 30 - 40
(ASTM:1991).
14
d. Nilai Kalori
Nilai kalori adalah besarnya panas yang diperoleh dari pembakaran suatu
jumlah bahan bakar tertentu di dalam zat asam. Makin tinggi berat jenis
minyak maka nilai kalorinya makin rendah. Standart nilai kalor
pembakaran untuk motor Diesel adalah ≥ 9350,62 kkal/kg (ASTM: 1991)
e. Titik Tuang (Pour Point)
Titik tuang merupakan bilangan yang menyatakan suhu terendah dari
bahan bakar minyak sehingga bahan bakar tersebut dapat mengalir dengan
sendirinya karena gravitasi. Titik tuang sangat penting karena
berhubungan dengan mudah atau sulitnya bahan bakar dipompa apabila
suhunya telah di bawah titik tuangnya. Titik tuang untuk bahan bakar solar
adalah 650 C (Bahan Bakar Minyak, Elpiji dan BBG Pertamina : 2003).
f. Titik Didih
Titik didih minyak bervariasi sesuai dengan grafitasinya. Untuk wilayah
yang memiliki grafitasi API rendah, maka minyak tersebut akan memiliki
nilai titik didih yang tinggi karena mempunyai berat jenis yang tinggi.
Titik didih pada bahan bakar untuk motor Diesel adalah 288-338
0C.(ASTM:1991).
g. Titik Nyala (Flash Point)
Titik nyala adalah suhu terendah dari bahan bakar minyak yang dapat
menimbulkan nyala api dalam sekejap apabila pada permukaan bahan
bakar minyak tersebut dipercikkan api. Minyak yang mempunyai grafitasi
API yang tinggi maka titik didihnya rendah sehingga titik nyalanya juga
15
rendah. Untuk keamanan maka titik nyala yang diijinkan bahan bakar
motor Diesel adalah 38 - 55 oC (ASTM: 1991)
h. Kadar Abu
Kadar abu adalah sisa bahan bakar minyak yang tertinggal setelah minyak
tersebut terbakar pada proses pembakaran.
i. Air dan Endapan
Bahan bakar yang terlalu banyak mengandung air ataupun endapan akan
menyebabkan bahan bakar tersebut tidak dapat untuk terbakar sempurna.
Kadar air dan sedimen yang diijinkan untuk bahan bakar motor Diesel
berkisar antara 0,05 – 0,5 % volume (ASTM: 1991)
j. Kadar Residu Karbon (Carbon Residue)
Kadar residu karbon menunjukkan kadar fraksi hidrokarbon yang
mempunyai titik didih lebih tinggi dari range bahan bakar. Adanya fraksi
hidrokarbon ini menyebabkan menumpuknya residu karbon dalam ruang
pembakaran yang dapat mengurangi kinerja mesin. Pada temperatur tinggi
deposit karbon ini dapat membara, sehingga menaikkan temperatur
silinder pembakaran. Kadar karbon yang diijinkan untuk bahan bakar
motor Diesel berkisar antara 0,15 – 0,35 % wt (ASTM: 1991).
k. Kandungan Belerang (sulfur content)
Sulfur pada bahan bakar solar akan menambah deposit pada silinder dan
torak yang cepat merusak silinder dan pegas torak. Jika bahan bakar
minyak mempunyai kandungan sulfur yang besar maka akan
menyebabkan terjadinya keausan pada bagian mesin yang dikarenakan
16
keberadaan oksida belerang yang terkandung di dalamnya. Persentase
Sulfur ini pada prakteknya bila dibawah 1% tidak menyebabkan kerusakan
pada mesin. Kandungan belerang yang diijinkan untuk motor Diesel
adalah 0,5 – 2 %wt (ASTM: 1991).
l. Bau
Bahan bakar minyak ada yang berbau sedap dan tidak sedap. Hal ini
dipengaruhi oleh molekul aromat. Bahan bakar minyak yang berasal dari
Indonesia biasanya berbau tidak sedap karena mengandung senyawa
Nitrogen atau Belerang ataupun juga H2S.
m. Warna
Warna pada bahan bakar minyak berhubungan dengan berat jenisnya.
Warna ini disebabkan adanya berbagai kotoran dan endapan. Minyak yang
memiliki berat jenis yang tinggi warnanya cenderung coklat kehitam-
hitaman. Sedangkan minyak yang memiliki berat jenis yang rendah
warnanya akan cenderung hitam kecoklat-coklatan.
Tabel 01. Standar Mutu Bahan Bakar Diesel
Jenis minyak diesel
Sifat Mesin
Putaran
Tinggi
Mesin
Industri
Mesin
putaran
Rendah dan
Sedang
Angka setane ≥ 40 ≥ 40 ≥ 30
Titik didih (0C) 288 282-338 -
17
Viskositas pada (380 mm2/s) 1,4-2.5 2,0-4.3 5,8-26,4
Titik nyala(0C) ≥ 38 ≥ 52 ≥ 55
Kadar Sulfur (% berat) ≥ 0,50 ≥ 0,50 ≥ 2,0
Kadar air dan endapan (%
volume) ≥ 0,05 ≥ 0,05 ≥ 0,5
Kadar abu (% berat) ≥ 0,01 ≥ 0,01 ≥ 0,1
Ramsboton residu karbon dalam
10%, residu destilasi (% massa) ≥ 0,15 ≥ 0,35 -
Sumber : American society for testing and mineral (ASTM) D-975, 1991.
4. Minyak Solar
Bahan bakar solar adalah bahan bakar minyak hasil sulingan dari minyak
bumi mentah bahan bakar ini berwarna kuning coklat yang jernih (Pertamina:
2005). Penggunaan solar pada umumnya adalah untuk bahan bakar pada semua
jenis mesin Diesel dengan putaran tinggi (di atas 1000 rpm), yang juga dapat
digunakan sebagai bahan bakar pada pembakaran langsung dalam dapur-dapur
kecil yang terutama diinginkan pembakaran yang bersih. Minyak solar ini biasa
disebut juga Gas Oil, Automotive Diesel Oil, High Speed Diesel (Pertamina:
2005).
Mesin-mesin dengan putaran yang cepat (>1000 rpm) membutuhkan
bahan bakar dengan karakteristik tertentu yang berbeda dengan minyak Diesel.
Karakteristik yang diperlukan berhubungan dengan auto ignition (kemampuan
menyala sendiri), kemudahan mengalir dalam saluran bahan bakar, kemampuan
untuk teratomisasi, kemampuan lubrikasi, nilai kalor dan karakteristik lain
(Pertamina: 2005).
18
Bahan bakar solar mempunyai sifat-sifat utama, yaitu :
a. Tidak mempunyai warna atau hanya sedikit kekuningan dan berbau.
b. Encer dan tidak mudah untuk menguap pada suhu normal.
c. Mempunyai titik nyala yang tinggi (400C sampai 1000C).
d. Terbakar secara spontan pada suhu 3500C.
e. Mempunyai berat jenis sekitar 0,82-0,86
f. Mampu menimbulkan panas yang besar (10.500 kcal/kg)
g. Mempunyai kandungan sulfur yang lebih besar dari pada bensin
Tabel 02. Spesifikasi Bahan Bakar Solar
Limits No Properties
Min Max
1 Sulphur content % wt - 0,5
2 Specific Gravity at 60/60 °F 0,82 0,87
3 Cetane Number 45 48
4 Viscosity Kinematics at cSt 1,6 5,8
5 Sulphur Content % wt - 0,5
6 Conrad son Carbon Residu % wt (on 10% vol. bottom) - 0,1
7 Water content %vol - 0,05
8 Ash content % wt - 0,01
9 Flash point P. M. c. c. °F 150 -
10 Calorific Value (kcal/kg) 10500 10667
Sumber: Pertamina 2005
19
5. Konsumsi Bahan Bakar
Konsumsi bahan bakar menurut Suyanto (1989 : 248), adalah ukuran
banyak sedikitnya bahan bakar yang digunakan suatu mesin untuk diubah
menjadi panas pembakaran dalam jangka waktu tertentu. Menurut Suyanto
(1989 : 20), campuran bahan bakar yang ada di dalam silinder akan
mempengaruhi tenaga yang dihasilkan karena jumlah bahan bakar yang akan
dibakar akan menentukan besar panas dan tekanan akhir pembakaran yang
digunakan untuk mendorong torak dari TMA ke TMB pada saat langkah usaha.
Menurut Soenarta (1995 : 21), kualitas bahan bakar dapat juga dipakai
untuk mengetahui prestasi unjuk kerja mesin. Pembakaran yang sempurna akan
menghasilkan tingkat konsumsi bahan bakar yang ekonomis karena pada
pembakaran sempurna campuran bahan bakar dan udara dapat terbakar
seluruhnya dalam waktu dan kondisi yang tepat.
Proses pembakaran tersebut sangat berlawanan dengan pembakaran
tidak sempurna. Bahan bakar yang masuk ke dalam silinder tidak seluruhnya
dapat diubah menjadi panas dan tenaga sehingga untuk mencapai tingkat
kebutuhan panas dan tekanan pembakaran yang sama diperlukan bahan bakar
yang lebih banyak. Menurut Suyanto (1989 : 249), kualitas pembakaran bahan
bakar di dalam silinder dipengaruhi oleh : 1) nilai bahan bakar, 2) angka setane
bahan bakar, 3) komposisi kimia dalam bahan bakar.
20
Konsumsi bahan bakar pada setiap proses penginjeksian untuk empat
silinder dapat dihitung dengan menggunakan rumus hasil konversi dari
konsumsi bahan bakar spesifik pengereman (VL. Maleev, 1991).
V = 2/n
tv
V = konsumsi bahan bakar setiap proses penginjeksian untuk empat
siinder (cc)
tv = volume bahan bakar setiap menit (cc/menit)
n = putaran mesin (rpm)
v = volume bahan bakar yang dihabiskan setiap ‘t’ menit (20 cc)
t = waktu untuk menghabiskan 20 cc bahan bakar (menit)
6. Emisi Gas Buang
Polusi udara oleh gas buang dan bunyi pembakaran motor Diesel
merupakan gangguan terhadap lingkungan. Komponen-komponen gas buang
yang membahayakan itu antara lain adalah asap hitam (angus), hidro karbon
yang tidak terbakar (UHC), karbon monoksida (CO), oksida nitrogen (NO) dan
NO2. NO dan NO2 biasa dinyatakan dengan NOx (W Arismunandar 2002 : 51).
Namun jika dibandingkan dengan motor bensin, motor Diesel tidak banyak
mengandung CO dan UHC. Disamping itu, kadar NO2 sangat rendah jika
dibandingkan dengan NO. Jadi boleh dikatakan bahwa komponen utama gas
buang motor Diesel yang membahayakan adalah NO dan asap hitam.
21
Selain dari komponen tersebut di atas beberapa hal berikut yang
merupakan bahaya atau gangguan meskipun bersifat sementara. Asap putih yang
terdiri atas kabut bahan bakar atau minyak pelumas yang terbentuk pada saat
start dingin, asap biru yang terjadi karena adanya bahan bakar yang tidak
terbakar atau tidak terbakar sempurna terutama pada periode pemanasan mesin
atau pada beban rendah, serta bau yang kurang sedap merupakan bahaya yang
menggangu lingkungan. Selanjutnya bahan bakar dengan kadar belerang yang
tinggi sebaiknya tidak digunakan karena akan menyebabkan adanya SO2 di
dalam gas buang.
Asap hitam membahayakan lingkungan karena mengeruhkan udara
sehingga menggangu pandangan, tetapi juga karena adanya kemungkinan
mengandung karsinogen. Motor Diesel yang mengeluarkan asap hitam yang
sekalipun mengandung partikel karbon yang tidak terbakar tetapi bukan karbon
monoksida (CO). Jika angus yang terjadi terlalu banyak, gas buang yang keluar
dari mesin akan berwarna hitam dan mengotori udara.
Menurut Nakoela Soenarta (1995 : 39) faktor-faktor yang menyebabkan
terbentuknya jelaga atau angus pada gas buang motor Diesel adalah :
a. Konsentrasi oksigen sebagai gas pembakar kurang.
b. Bahan bakar yang disemprotkan ke dalam ruang bakar terlalu banyak.
c. Suhu di dalam ruang bakar terlalu tinggi.
d. Penguapan dan pencampuran bahan bakar dan udara yang ada di dalam
silinder tidak dapat berlangsung sempurna.
22
e. Karbon tidak mempunyai cukup waktu untuk berdifusi supaya bergabung
dengan oksigen.
Terbentuknya karbon-karbon padat (angus) karena butir-butir bahan
bakar yang terjadi saat penyemprotan terlalau besar atau beberapa butir
terkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi. Hal tersebut
disebabakan karena pemanasan udara pada temperatur yang terlalu tinggi
sehingga penguapan dan pencampuran dengan udara tidak dapat berlangsung
sempurna. Saat dimana terlalu banyak bahan bakar yang disemprotkan maka
terjadinya angus tidak dapat dihindarkan. Angus yang terlalu banyak
menyebabkan gas buang yang keluar dari mesin akan berwarna hitam dan
mengotori udara (Wiranto Arismunanadar , 2002: 12).
Pengujian kadar kepekatan asap gas buang dilakukan pada saat
akselerasi pada putaran stasioner hingga mencapai rpm maksimum tahan 1-4
detik. Lepas gas hingga putaran stasioner dan catat nilai opasitas asap
(www.unsrat.ac.id/menlh-5-2006).
Ambang batas kepekatan asap gas buang pada motor Diesel ditetapkan
dalam K-m-1 berdasarkan tahun pembuatan mesin.
Tahun Pembuatan Mesin Kepekatan Asap (K-m1)
Sebelum 1982
1982 – 1987
1988 – 1998
Setelah 1998
2,5
1,6
1,4
1,2
23
7. Pemanasan Bahan Bakar Solar
Karakter utama yang dikembangkan dalam spesifikasi solar yang ramah
lingkungan antara lain adalah menurunkan kandungan sulfur, menurunkan batas
maksimum nilai viscositas, dan meningkatkan angka setana
(www.lemigas.esdm.go.id). Pemanasan bahan bakar adalah proses menaikkan
temperatur bahan bakar yang menyebabkan cairan bahan bakar berubah manjadi
uap. Cairan bahan bakar yang mudah menguap memperhalus butiran bahan
bakar dan memudahkan proses pembakaran sehingga bahan bakar terbakar
seluruhnya (www.energiLIPI.go.id). Bahan bakar yang dipanaskan akan diurai
molekulnya agar mudah mengikat oksigen dan bahan bakar menjadi semi gas
sehingga manghasilkan daya ledak yang baik saat pembakaran
(www.plasaotomotif.com). Menurut Kepala Pusat Penelitian Departemen
Teknik Kimia ITB, pemanasan bahan bakar menurunkan kekentalan agar lancar
saat dipompa dengan injektor.
Pemanasan bahan bakar solar berarti proses untuk meningkatkan suhu
yang menyebabkan turunnya viscositas dan naiknya volume bahan bakar yang
menyebabkan bertambahnya energi. Energi diserap oleh molekul-molekul dan
menyebabkan reaksi jarak antar molekul-molekul tersebut menjadi lebih
renggang sehingga lebih mudah mengikat oksigen
Turunnya viskositas dan terjadinya pemuaian volume menyebabkan
butir-butir bahan bakar akan lebih mudah menguap yang dapat mempengaruhi
proses pengkabutan saat penyemprotan sehingga mempercepat dan
memperbaiki proses pencampuran bahan bakar dengan udara. Viskositas yang
24
terlalu tinggi menyebabkan solar mengalir terlalu lambat dan beban dari pompa
injeksi menjadi lebih berat yang dapat mengakibatkan butir-butir bahan bakar
yang terjadi saat penyemprotan terlalu besar atau beberapa butir terkumpul
menjadi satu (dekomposisi) sehingga bahan bakar lebih sukar terbakar (Wiranto
Arismunandar, 2002: 12).
Aliran bahan bakar yang rendah karena viscositas tinggi menyebabkan
sulit terjadinya atomisasi bahan bakar yang baik. Buruknya proses atomisasi
berkorelasi langsung dengan kualitas pembakaran, daya mesin, dan emisi gas
buang (www.beritaiptek.com). Akibatnya dengan viscositas yang terlalu tinggi
menyebabkan bahan bakar tidak terbakar seluruhnya dan proses pembakaran
tidak terjadi dengan sempurna sehingga mempengaruhi besar konsumsi bahan
bakar. Selain itu banyaknya bahan bakar yang disemprotkan tidak terbakar
karena terjadinya dekomposisi menyebabkan terbentuknya karbon-karbon padat
(angus) yang menyebabkan gas buang yang keluar dari mesin berwarna hitam.
Pemanasan dengan temperatur yang terlalu tinggi yaitu melebihi batas
temperatur titik didih menyebabkan bahan bakar akan menjadi campuran uap
dari cairan sebelum bercampur dengan udara. Di samping itu viskositas bahan
bakar menjadi terlalu rendah yang menyebabkan sifat lumasnya semakin buruk
dan bila disemprotkan ke dalam silinder butiran uapnya akan menjadi terlalu
kecil sehingga jarak terbang udara yang ditekan menjadi lebih pendek dan
pencampuran dengan udara di dalam silinder tidak berlangsung sempurna.
25
8. Radiator
Radiator berfungsi mendinginkan cairan pendingin yang telah menjadi
panas setelah mendinginkan mesin. Radiator terdiri dari tangki air bagian atas
(upper water tank), tangki air bagian bawah (lower water tank) dan radiator core
pada bagian tengahnya. Cairan pendingin masuk ke dalam upper tank dari
selang atas (upper hose). Upper tank dilengkapi dengan selang yang
dihubungkan ke reservoir tank sehingga air pendingin atau uap yang berlebihan
dapat ditampung. Lower tank dilengkapi dengan outlet dan keran penguras. Inti
radiator terdiri dari pipa-pipa yang dapat dilalui air pendingin dari upper tank ke
lower tank dan sirip-sirip pendingin yang fungsinya untuk menyerap panas.
9. Kerangka Berfikir
Ketepatan saat terjadinya pembakaran pada motor Diesel merupakan
faktor yang sangat menentukan baik buruknya performa mesin yang dihasilkan.
Indikasinya adalah berpengaruh terhadap daya dan kemampuan torsi serta
besarnya konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap hitam gas buang.
Pembakaran yang sempurna akan menghasilkan tingkat konsumsi bahan
bakar yang ekonomis dan berkuranganya besar kepekatan asap hitam gas buang
karena pada pembakaran sempurna campuran bahan bakar dan udara dapat
terbakar seluruhnya dalam waktu dan kondisi yang tepat. Agar terjadi
pembakaran yang sempurna maka perlu diperhatikan kualitas bahan bakar
sesuai dengan karakteristiknya sehingga homogemitas campuran bahan bakar
dengan udara dapat terjadi secara sempurna. Viskositas bahan bakar adalah
26
salah satu karakteristik bahan bakar yang sangat menentukan kesempurnaan
proses pembakaran. Viskositas yang tinggi menyebabkan aliran solar terlalu
lambat. Tingginya viskositas menyebabkan beban pada pompa injeksi menjadi
lebih besar dan pengkabutan saat injeksi kurang sempurna sehingga bahan bakar
sulit terbakar.
Pemanasan untuk menaikkan suhu bahan bakar adalah salah satu cara
untuk mengubah karakteristik suatu bahan bakar. Pemanasan pada solar
mengakibatkan turunnya viskositas dan bertambahnya volume yang
menyebabkan butir-butir bahan bakar akan lebih mudah menguap dan
mempengaruhi proses pengkabutan saat penyemprotan. Butiran bahan bakar
yang disemprotkan sangat berpengaruh terhadap proses pembakaran sehingga
tekanan penyemprotan divariasikan untuk mempercepat dan memperbaiki
proses pencampuran bahan bakar dengan udara. Langkah ini dilakukan dengan
tujuan untuk dapat diperoleh homogenitas campuran yang lebih sempurna
sehingga pembakaran yang sempurna dapat tercapai. Dengan langkah ini
diharapkan besar konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap hitam gas buang
dapat dikurangi.
B. Hipotesis
Dari kerangka berfikir di atas maka rumusan hipotesis yang diajukan
oleh peneliti adalah ada pengaruh pemanasan bahan bakar terhadap konsumsi
bahan bakar dan kepekatan asap gas buang pada mesin Isuzu Panther.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara mengadakan penelitian agar
pelaksanaan dan hasil penelitian dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Penelitian ini menggunakan suatu metode pendekatan yaitu metode eksperimen.
Metode eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat
(hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti
dengan menyisihkan faktor-faktor lain yang bisa mengganggu penelitian
(Suharsimi Arikunto, 1998 :4).
B. Unit dan Obyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada mesin Isuzu Panther sedangkan obyek
penelitian ini adalah pemanasan bahan bakar solar melalui upper tank radiator
dengan meninjau suhu awal bahan bakar sebelum masuk pompa injeksi.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah yang berpengaruh terhadap suatu gejala. Variabel
bebas pada penelitian ini adalah suhu awal bahan bakar sebelum masuk pompa
injeksi dengan pemanasan bahan bakar solar melalui upper tank radiator dengan
variasi panjang pipa 0.45 m, 0.90 m, 1.35 m.
28
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh suatu gejala.
Variabel terikat dari penelitian ini adalah konsumsi bahan bakar dan kepekatan
asap gas buang.
3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol dari penelitian ini adalah besarnya tekanan injeksi nosel
100, 110, 120 kg/cm2 dan putaran mesin 1000, 1500, 2000, 2500, 3000 rpm.
D. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah
metode eksperimen.
1. Bahan Penelitian
Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah :
a) Satu unit mesin Isuzu Panther dengan spesifikasi mesin sebagai
berikut:
1. Tipe : C 223 empat silinder
2. Ruang bakar : Swirl Chamber Type (tak langsung)
3. Diameter x langkah : 88 x 92 (mm)
4. Isi silinder : 2.238 (CC)
5. Perbandingan kompresi : 21 : 1 (kg/cm2)
6. Putaran stasioner : 725-775 (rpm)
7. Tekanan kompresi : 31 (kg/cm2)
8. Tekanan injeksi nosel : 110 kg/cm2
29
9. Tipe pompa bahan bakar : model Bosch distributor VE
10. Tipe governor : mekanik/sentrifugal
11. Tipe nosel : throtle type
12. Celah katup masuk : 0,4 (mm)
13. Celah katup buang : 0,4 (mm)
b) Bahan bakar solar dengan angka setana ≥ 45.
c) Radiator yang bagian upper tanknya telah dipasangi tiga pipa
tembaga dengan panjang dan diameter masing-masing pipa 45 cm
dan 6 mm.
In Out
Saluran 1
In
Saluran 2 Out
In
Saluran 3 Out
Gambar 02. Rancangan saluran pemanasan bahan bakar.
30
2. Alat Penelitian
Alat – alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
a) Stopwatch dipakai untuk mengukur waktu konsumsi bahan bakar.
b) Smoke tester dipakai untuk mengukur kepekatan asap dalam gas
buang.
c) Tachometer dipakai untuk mengukur putaran mesin.
d) Nosel pressure gaug untuk mengukur tekanan injeksi nosel.
e) Compression Tester dipakai untuk mengetahui besar kompresi.
f) Water/oil temperatur gauge untuk mengukur temperatur air radiator.
g) Thermocople dipakai untuk mengukur suhu bahan bakar
h) Gelas ukur dipakai untuk mengukur volume bahan bakar .
i) Tool set.
j) Lembar observasi.
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada:
Tanggal : 20 Februari – 10 Maret 2007
Tempat : Lab. Otomotif, gedung E 9
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang
31
4. Desain Eksperimen
Desain eksperimen adalah langkah-langkah atau kegiatan yang perlu
dipersiapkan sebelum eksperimen dilakukan agar data yang didapat bisa
memberikan hasil analisis yang obyektif dan kesimpulan yang berlaku untuk
persoalan yang akan dibahas. Desain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah eksperimental dengan pendekatan menggunakan satu kali pengumpulan
data pada suatu saat (Suharsimi Arikunto, 1998 :36).
a. Tahap Persiapan
Langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain adalah;
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan dipergunakan saat penelitian.
2. Melakukan Tune Up sesuai dengan spesifikasi mesin.
b. Tahap Pelaksanaan.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain adalah;
1. Menghidupkan mesin hingga mencapai suhu kerja mesin.
2. Mengatur tekanan injeksi nosel. Langkah ini dilakukan sebagai
pengaturan awal yang setiap pengaturan digunakan untuk pengaturan
variabel-variabel yang lain.
3. Pemanasan bahan bakar. Pemanasan bahan bakar dilakukan dengan
mengatur panjang saluran pipa di dalam upper tank radiator pada setiap
pengaturan tekanan injeksi nosel. Pemanasan ini dilakukan dengan
mengontrol suhu air dalam upper tank radiator pada 80-90 0C.
32
4. Pengaturan Rpm. Pengaturan rpm dilakukan setiap pengaturan panjang
saluran pemanasan bahan bakar. Setiap pengaturan rpm diukur suhu
suhu output bahan bakar sebelum masuk pompa injeksi.
5. Pengujian konsumsi bahan bakar. Pengujian konsumsi bahan bakar
dilakukan setiap 20 cc bahan bakar dengan menghitung waktu untuk
menghabiskan bahan bakar tersebut. Setiap pengujian dilakukan
sebanyak tiga kali yang kemudian diambil rata-ratanya. Pengujian
dilakukan setiap variasi rpm.
6. Pengujian kepekatan asap gas buang. Untuk pengujian kepekatan asap
gas buang digunakan Smoke Tester. Pengujian dilakukan saat akselerasi
pada putaran mesin 800 rpm hingga mencapai kisaran 2500 rpm. Setiap
pengujian dilakukan tiga kali dan untuk satu kali pengujian terdiri dari
empat kali akselerasi.
7. Pengaturan kembali pemanasan bahan bakar pada saluran 2 dan 3 yang
diikuti langkah-langkah berikutnya.
8. Lakukan kembali pengaturan pada variasi tekanan injeksi nosel yang
juga dilanjutkan dengan langkah-langkah berikutnya.
33
Gambar 03. Diagram Desain Eksperimen
Persiapan
Pengukuran suhu bahan bakar
Pengujian konsumsi bahan bakar dan
Kepekatan asap gas buang
Analisis data dan pembahasan (Deskriptif)
Pemasangan selang bahan bakar pada upper tank radiator
Besar tekanan injeksi nosel pada
100, 110, 120 kg/cm2
Pemanasan mesin
Selang 1 0,45 m
Selang 2 0,90 m
Selang 3 1,35 m
Kesimpulan
Tanpa pemanasan
Penyetelan putaran mesin pada 1000, 1500, 2000, 2500, 3000 rpm
34
Tabel 03. Format Pengambilan Data
Pada putaran mesin (1000, 1500, 2000, 2500, 3000) rpm.*
Konsumsi Bahan Bakar/Kepekatan Asap
Tanpa pemanasan
Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3
Tekanan Injeksi Nosel
(kg/cm2) T D R T D R T D R T D R
100
110
120
Keterangan :
T = suhu bahan bakar pada tiap saluran
D = data hasil pengujian
R = rerata data hasil pengujian
* 1 Lembar untuk setiap variabel pada pengujian konsumsi bahan bakar
35
E. Analisis Data
Analisis data adalah cara yang digunakan untuk mengolah data-data
yang didapatkan dari pengumpulan data dari hasil penelitian yang dilakukan.
Penentuan teknik analisis data disesuaikan dengan permasalahan yang ada,
desain eksperimen dan jenis data yang telah didapatkan.
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif sebagai teknik analisis
data. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui pengaruh pemanasan
bahan bakar solar terhadap konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap gas buang
pada mesin isuzu Panther. Analisis data ini dilakukan dengan menggambarkan
hasil penelitian secara grafis dalam histogram atau polygon frekuensi yang
menggambarkan hubungan antara variasi pemanasan bahan bakar terhadap
konsumsi bahan bakar dan kepekatan gas buang.
Perhitungan analisis selanjutnya dilakukan apabila dibutuhkan
penegasan atau penjelasan yang lebih spesifik dari hasil analsis deskriptif
sebelumnya.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Pengujian Konsumsi Bahan Bakar
Pengujian terhadap konsumsi bahan bakar dilakukan dengan menghitung
waktu (menit) untuk menghabiskan 20 cc bahan bakar. Setiap pengambilan data
diukur suhu bahan bakar sebelum masuk pompa injeksi. Setelah dilakukan
pengujian, data yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel 04 Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar pada putaran 1000 rpm
Konsumsi bahan bakar (cc)
Tanpa pemanasan
(38-39 0C) Saluran pemanasan 1
(46-47 0C) Saluran pemanasan 2
(50-51 0C) Saluran pemanasan 3
(54-56 0C)
Tekanan Injeksi Nosel
(kg/cm2)
waktu (menit)
rerata V (cc)
waktu (menit)
rerata V (cc)
waktu (menit)
rerata V (cc)
waktu (menit)
rerata V (cc)
1.20.47 1.30.32 1.34.34 1.31.44
1.20.69 1.27.65 1.29.14 1.40.14
100
1.20.58
1.20.58 0,0300
1.25.83
1.27.57 0,0276
1.31.48
1.31.48 0,0264
1..35.60
1.35.79 0,0253
1.24.55 1.34.98 1.40.00 1.45.59
1.25.43 1.3390 1.36.37 1.37.00
110
1.23.67
1.24.60 0,0286
1.36.05
1.34.70 0,0255
1.38.68
1.38.99 0,0245
1.41.29
1.41.30 0,0238
1.19.07 1.26.22 1.26.22 1.33.03
1.17.02 1.28.40 1.33.95 1.30.84 120
1.18.05
1.18.25 0,0307
1.30.57
1.28.55 0,0273
1.30.08
1.30.01 0,0267
1.32.44
1.32.22 0,0261
37
rpm 1000
0,03
0,0276
0,02640,0253
0,0286
0,02550,0246
0,0238
0,0307
0,02730,0267
0,0261
0,02
0,022
0,024
0,026
0,028
0,03
0,032
tanpapemanasan(38-39°C)
pemanasan 1(46-47°C)
pemanasan 2(50-51°C)
pemanasan 3(54-56°C)
saluran pemanasan bahan bakar
kons
umsi
bah
an b
akar
(cc)
tek. Nosel 100
tek. Nosel 110
tek. Nosel 120
Grafik 01. Hubungan Konsumsi Bahan Bakar terhadap Variasi Pemanasan Bahan Bakar pada Putaran 1000 rpm
Berdasar tabel 04 dan grafik 01 menunjukkan adanya kenaikan
temperatur bahan bakar dari saluran tanpa pemanasan (38-390C) ke saluran
dengan pemanasan 1 (46-470C), pemanasan 2 (50-510C), dan pemanasan 3 (54-
560C). Penurunan konsumsi bahan bakar juga terjadi dari saluran tanpa
pemanasan ke saluran pemanasan 1, 2, dan 3. Besar konsumsi bahan bakar
berturut-turut pada tekanan injeksi nosel 100 kg/cm2 yaitu 0,0300 cc, 0,0276 cc,
0,0264 cc, dan 0,0253 cc. Untuk tekanan nosel 110 kg/cm2 sebesar 0,0286 cc,
0,0255 cc, 0,0245 cc, dan 0,0238 cc. Kemudian pada tekanan nosel 120 kg/cm2
yaitu 0,0307 cc, 0,0273 cc, 0,0267 cc, dan 0,0261 cc. Pada setiap variasi tekanan
nosel konsumsi bahan bakar paling irit terjadi pada saluran pemanasan 3 dan
paling boros pada saluran tanpa pemanasan. Secara keseluruhan konsumsi
paling irit terjadi pada saluran pemanasan 3 dengan tekanan nosel 110 kg/cm2
38
yaitu 0,0238 cc dan paling boros pada saluran tanpa pemanasan dengan tekanan
injeksi nosel 120 kg/cm2 sebesar 0,0307 cc. Rata-rata konsumsi bahan bakar
paling irit terjadi pada tekanan injeksi nosel 110 kg/cm2.
Tabel 05. Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar pada putaran 1500 rpm
rpm 1500
0,0287
0,02670,0258
0,0243
0,02770,0266
0,0243
0,0223
0,0277
0,0250,0243
0,0232
0,02
0,022
0,024
0,026
0,028
0,03
0,032
tanpapemanasan(38-39°C)
pemanasan 1(47-48°C)
pemanasan 2(51-53°C)
pemanasan 3(56-57°C)
saluran pemanasan bahan bakar
kons
umsi
bah
an b
akar
(cc)
tek. Nosel 100
tek. Nosel 110
tek. Nosel 120
Grafik 02. Hubungan Konsumsi Bahan Bakar terhadap Variasi
Pemanasan Bahan Bakar pada Putaran 1500 rpm
Konsumsi bahan bakar (cc)
Tanpa pemanasan Saluran pemanasan 1 Saluran pemanasan 2 Saluran pemanasan 3
(38-39 0C) (47-48 0C) (51-53 0C) (56-57 0C)
Tekanan Injeksi Nosel
(kg/cm2)
waktu (menit)
rerata V (cc)
waktu (menit)
rerata V (cc)
waktu (menit)
rerata V (cc)
waktu (menit)
rerata V (cc)
0.56.85 1.02.02 1.02.29 1.05.89
0.56.44 0.59.71 1.02.20 1.06.96
100
0.56.65
0.56.60 0,0287
1.00.87
1.01.57 0,0267
1.03.78
1.02.99 0,0258
1.06.46
1.06.10 0,0243
1.00.87 1.01.65 1.06.46 1.15.96
0.56.77 0.58.60 1.19.96 1.08.73
110
0.58.82
0.58.80 0,0277
1.00.03
1.00.45 0,0266
1.07.91
1.06.91 0,0243
1.12.80
1.12.99 0,0223
0.59.11 1.03.65 1.06.04 1.13.12
0.57.46 1.05.16 1.05.41 1.05.46 120
0.58.78
0.58.92 0,0277
1.04.40
1.04.41 0,0250
1.06.66
1.06.10 0,0243
1.09.29
1.08.99 0,0232
39
Berdasar tabel 05 dan grafik 02 menunjukkan adanya kenaikan
temperatur bahan bakar dari saluran tanpa pemanasan (38-390C) ke saluran
dengan pemanasan 1 (47-480C), pemanasan 2 (51-530C), dan pemanasan 3 (56-
570C). Penurunan konsumsi bahan bakar juga terjadi dari saluran tanpa
pemanasan ke saluran pemanasan 1, 2, dan 3. Besar konsumsi bahan bakar
berturut-turut pada tekanan injeksi nosel 100 kg/cm2 yaitu 0,0287 cc, 0,0267 cc,
0,0258 cc, dan 0,0243 cc. Untuk tekanan nosel 110 kg/cm2 sebesar 0,0277 cc,
0,0266 cc, 0,0243 cc, dan 0,0223 cc. Kemudian pada tekanan nosel 120 kg/cm2
yaitu 0,0277 cc, 0,0250 cc, 0,0243 cc, dan 0,0232 cc. Pada setiap variasi tekanan
nosel konsumsi bahan bakar paling irit terjadi pada saluran pemanasan 3 dan
paling boros pada saluran tanpa pemanasan. Konsumsi bahan bakar paling irit
dan paling boros terkadang terjadi pada variasi tekanan injeksi nosel yang
berbeda pada setiap saluran. Pada saluran tanpa pemanasan konsumsi paling irit
terjadi pada tekanan injeksi nosel 110 dan 120 kg/cm2, saluran pemanasan 1
(120 kg/cm2), saluran pemanasan 2 (110 dan 120 kg/cm2), dan saluran
pemanasan 3 (110 kg/cm2). Secara keseluruhan konsumsi paling irit terjadi pada
saluran pemanasan 3 dengan tekanan nosel 110 kg/cm2 yaitu 0,0223 cc dan
paling boros pada saluran tanpa pemanasan dengan tekanan injeksi nosel 100
kg/cm2 yaitu 0,0287 cc.
40
Tabel 06. Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar pada Putaran 2000 rpm
rpm 2000
0,0298
0,028
0,026
0,0241
0,0290,028
0,026
0,0236
0,029
0,02620,0256
0,0248
0,02
0,022
0,024
0,026
0,028
0,03
0,032
tanpapemanasan(38-39°C)
pemanasan 1(48-49°C)
pemanasan 2(52-53°C)
pemanasan 3(57°C)
saluran pemanasan bahan bakar
kons
umsi
bah
an b
akar
(cc)
tek. Nosel 100
tek. Nosel 110
tek. Nosel 120
Grafik 03. Hubungan Konsumsi Bahan Bakar terhadap Variasi
Pemanasan Bahan Bakar pada Putaran 2000 rpm
Konsumsi bahan bakar (cc) Tanpa pemanasan
(38-39 0C) Saluran pemanasan 1
(48-49 0C) Saluran pemanasan 2
(52-53 0C) Saluran pemanasan 3
(57 0C)
Tekanan Injeksi Nosel
(kg/cm2)
waktu (menit)
rerata V (cc)
waktu (menit)
rerata V (cc)
waktu (menit)
rerata V (cc)
waktu (menit)
rerata V (cc)
0.35.68 0.43.67 0.45.01 0.49.81
0.44.27 0.45.52 0.48.34 0.48.56
100
0.39.97
0.40.90 0,0298
0.40.82
0.43.60 0,0280
0.45.17
0.46.25 0,0260
0.48.68
0.49.65 0,0241
0.42.50 0.40.80 0.45.67 0.54.77
0.39.45 0.44.37 0.47.22 0.48.32
110
0.41.05
0.41.00 0,0290
0.42.58
0.43.60 0,0280
0.46.44
0.46.20 0,0260
0..51.55
0.51.50 0,0236
0.41.49 0.46.98 0.46.72 0.46.06
0.40.69 0.46.83 0.48.77 0.50.91 120
0.41.09
0.41.25 0,0290
0.46.68
0.46.83 0,0262
0.47.50
0.47.75 0,0256
0.48.98
0.50.99 0,0248
41
Berdasar tabel 06 dan grafik 03 menunjukkan adanya kenaikan
temperatur bahan bakar dari saluran tanpa pemanasan (38-390C) ke saluran
dengan pemanasan 1 (48-490C), pemanasan 2 (52-530C), dan pemanasan 3
(570C). Penurunan konsumsi bahan bakar juga terjadi dari saluran tanpa
pemanasan ke saluran dengan pemanasan 1, 2, dan 3. Besar konsumsi bahan
bakar berturut-turut pada tekanan injeksi nosel 100 kg/cm2 yaitu 0,0298 cc,
0,0280 cc, 0,0260 cc, dan 0,0241 cc. Untuk tekanan nosel 110 kg/cm2 sebesar
0,0290 cc, 0,0280 cc, 0,0260 cc, dan 0,0236 cc. Kemudian pada tekanan nosel
120 kg/cm2 yaitu 0,0290 cc, 0,0262 cc, 0,0256 cc, dan 0,0248 cc. Setiap saluran
pemanasan konsumsi bahan bakar paling irit terjadi pada variasi tekanan nosel
yang berbeda yaitu antara 110 dan 120 kg/cm2 dan konsumsi bahan bakar
paling irit terjadi pada saluran pemanasan 3 dan paling boros pada saluran tanpa
pemanasan.
Tabel 07. Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar Pada Putaran 2500 rpm
Konsumsi bahan bakar (cc) Tanpa pemanasan
(38-39 0C) Saluran pemanasan 1
(49-51 0C) Saluran pemanasan 2
(53-55 0C) Saluran pemanasan 3
(59-61 0C)
Tekanan Injeksi Nosel
(kg/cm2)
waktu (menit)
rerata V (cc)
waktu (menit)
rerata V (cc)
waktu (menit)
rerata V (cc)
waktu (menit)
rerata V (cc)
0.32.05 0.35.41 0.36.14 0.40.61
0.32.65 0.35.17 0.37.46 0.40.80
100
0.32.35
0.32.34 0,0301
0.36.65
0.35.03 0,0281
0.35.19
0.37.39 0,0260
0.41.00
0.39.70 0,0251
0.33.30 0.37.52 0.36.01 0.40.47
0.35.40 0.34.55 0.37.00 0.40.16
110
0.33.00
0.33.35 0,0294
0.36.53
0.35.53 0,0281
0.36.62
0.36.81 0,0270
0.39.32
0.40.32 0,0241
0.33.05 0.37.05 0.38.99 0.39.02
0.33.00 0.36.69 0.36.59 0.39.85 120
0.3252
0.33.23 0,0294
0.35.37
0.36.17 0,0272
0.36.29
0.37.99 0,0258
0.40.08
0.39.95 0,0251
42
rpm 2500
0,0301
0,0281
0,0268
0,0251
0,0294
0,02810,027
0,0241
0,0294
0,0272
0,02580,0251
0,02
0,022
0,024
0,026
0,028
0,03
0,032
tanpapemanasan(38-39°C)
pemanasan 1(49-51°C)
pemanasan 2(53-55°C)
pemanasan 3(59-61°C)
saluran pemanasan bahan bakar
kons
umsi
bah
an b
akar
(cc)
tek. Nosel 100
tek. Nosel 110
tek. Nosel 120
Grafik 04. Hubungan Konsumsi Bahan Bakar terhadap Variasi
Pemanasan Bahan Bakar pada Putaran 2500 rpm
Berdasar tabel 07 dan grafik 04 menunjukkan adanya kenaikan
temperatur bahan bakar dari saluran tanpa pemanasan (38-390C) ke saluran
dengan pemanasan 1 (49-510C), pemanasan 2 (53-550C), dan pemanasan 3 (59-
610C). Penurunan konsumsi bahan bakar juga terjadi dari saluran tanpa
pemanasan ke saluran dengan pemanasan 1, 2, dan 3. Besar konsumsi bahan
bakar berturut-turut pada tekanan injeksi nosel 100 kg/cm2 yaitu 0,0301 cc,
0,0281 cc, 0,0268 cc, dan 0,0251 cc. Untuk tekanan nosel 110 kg/cm2 sebesar
0,0294 cc, 0,0281 cc, 0,0270 cc, dan 0,0241 cc. Kemudian pada tekanan nosel
120 kg/cm2 yaitu 0,0294 cc, 0,0272 cc, 0,0258 cc, dan 0,0251 cc. Pada setiap
saluran pemanasan konsumsi bahan bakar paling irit terjadi pada variasi tekanan
nosel yang berbeda yaitu antara 110 dan 120 kg/cm2 dan konsumsi bahan bakar
paling irit terjadi pada saluran pemanasan 3 dan paling boros pada saluran tanpa
pemanasan.
43
Tabel 08. Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar pada Putaran 3000 rpm
rpm 3000
0,0308
0,02860,0276
0,0258
0,02970,0286
0,0276
0,0258
0,0297
0,028
0,0267
0,025
0,02
0,022
0,024
0,026
0,028
0,03
0,032
tanpapemanasan(38-39°C)
pemanasan 1(51-52°C)
pemanasan 2(55-57°C)
pemanasan 3(68-70°C)
saluran pemansan bahan bakar
kons
umsi
bah
an b
akar
(cc)
tek. Nosel 100
tek. Nosel 110
tek. Nosel 120
Grafik 05. Hubungan Konsumsi Bahan Bakar terhadap Variasi Pemanasan Bahan Bakar pada Putaran 3000 rpm
Konsumsi bahan bakar (cc) Tanpa pemanasan
(38-39 0C) Saluran pemanasan 1
(51-52 0C) Saluran pemanasan 2
(55-57 0C) Saluran pemanasan 3
(68-700C)
Tekanan Injeksi Nosel
(kg/cm2)
waktu (menit)
rerata V (cc)
waktu (menit)
rerata V (cc)
waktu (menit)
rerata V (cc)
waktu (menit)
rerata V (cc)
0.25.30 0.29.35 0.30.80 0.30.42
0.25.60 0.27.98 0.30.27 0.32.82
100
0.25.00
0.25.45 0,0308
0.28.66
0.28.55 0,0286
0.29.03
0.30.05 0,0276
0.031.62
0.31.63 0,0258
0.26.89 0.30.02 0.29.33 0.30.12
0.28.62 027.64 0.2967 0.33.57
110
0.27.75
0.27.75 0,0297
0.28.83
0.28.60 0,0286
0.30.57
0.29.67 0,0276
0.31.85
0.31.80 0,0258
0.28.75 0.30.43 0.31.35 0.31.35
0.28.05 0.28.99 0.30.98 0.33.98 120
0.26.90
0.27.90 0,0297
0.28.22
0.29.22 0,0280
0.28.02
0.30.95 0,0267
0.32.02
0.32.35 0,0250
44
Berdasar tabel 08 dan grafik 05 menunjukkan adanya kenaikan
temperatur bahan bakar dari saluran tanpa pemanasan (38-390C) ke saluran
dengan pemanasan 1 (51-520C), pemanasan 2 (55-570C), dan pemanasan 3 (68-
700C). Penurunan konsumsi bahan bakar juga terjadi dari saluran tanpa
pemanasan ke saluran dengan pemanasan 1, 2, dan 3. Besar konsumsi bahan
bakar berturut-turut pada tekanan injeksi nosel 100 kg/cm2 yaitu 0,0308 cc,
0,0286 cc, 0,0276 cc, dan 0,0258 cc. Untuk tekanan nosel 110 kg/cm2 sebesar
0,0297 cc, 0,0286 cc, 0,0276 cc, dan 0,0258 cc. Kemudian pada tekanan nosel
120 kg/cm2 yaitu 0,0297 cc, 0,0280 cc, 0,0267 cc, dan 0,0250 cc. Pada setiap
saluran pemanasan konsumsi bahan bakar paling irit terjadi pada variasi tekanan
injeksi nosel 120 kg/cm2 dan paling irit terjadi pada saluran pemanasan 3.
2. Pengujian Kepekatan Asap Gas Buang
Data yang diperoleh dari pengujian terhadap kepekatan asap gas buang
adalah sebagai berikut :
Tabel 09 Data Hasil Pengujian Kepekatan Asap Gas Buang
Opasity / kepekatan asap (K-m-1) Tanpa pemanasan
(38-39 0C) Saluran
pemanasan 1 (45-46 0C)
Saluran pemanasan 2 (51-52 0C)
Saluran pemanasan 3
(55-57 0C)
Tekanan
Injeksi
Nosel
(kg/cm2) data rerata data rerata data rerata data rerata 0,43 0,39 0,39 0,39
0,44 0,40 0,40 0,38
100
0,41
0,426
0,44
0,410
0,40
0,396
0,39
0,386
0,45 0,44 0,35 0,38 0,43 0,38 0,43 0,38
110
0,38
0,420
0,39
0,403
0,40
0,393
0,39
0,383
0,40 0,40 0,39 0,37 0,42 0,39 0,43 0,38
120
0,42
0,413
0,41
0,400
0,35
0,390
0,39
0,380
45
0,426
0,41
0,396
0,386
0,42
0,403
0,393
0,383
0,413
0,4
0,39
0,38
0,36
0,37
0,38
0,39
0,4
0,41
0,42
0,43
tanpapemanasan(38-39°C)
pemanasan 1(45-46°C)
pemanasan 2(51-52°C)
pemanasan 3(55-57°C)
saluran pemanasan bahan bakar
kepe
kata
n as
ap g
as b
uang
(K-m
-1)
tek. Nosel 100
tek. Nosel 110
tek. Nosel 120
Grafik 06. Hubungan Kepekatan Asap Gas Buang
Terhadap Variasi Pemanasan Bahan Bakar
Berdasar tabel 09 dan grafik 06 menunjukkan adanya kenaikan
temperatur bahan bakar dari saluran tanpa pemanasan (38-390C) ke saluran
dengan pemanasan 1 (45-460C), pemanasan 2 (51-520C), dan pemanasan 3 (55-
570C). Penurunan kepekatan asap gas buang juga terjadi dari saluran tanpa
pemanasan ke saluran dengan pemanasan 1, 2, dan 3. Besar kepekatan asap gas
buang berturut-turut pada tekanan injeksi nosel 100 kg/cm2 yaitu 0,426 K-m-1
0,410 K-m-1, 0,393 K-m-1, dan 0,386 K-m-1. Untuk tekanan nosel 110 kg/cm2
sebesar 0,420 K-m-1, 0,403 K-m-1, 0,393 K-m-1, dan 0,386 K-m-1. Kemudian pada
tekanan nosel 120 kg/cm2 yaitu 0,413 K-m-1, 0,400 K-m-1, 0,390 K-m-1, dan 0,380
K-m-1. Kepekatan asap paling rendah pada setiap saluran pemanasan untuk
setiap variasi tekanan nosel terjadi pada saluran pemanasan 3 dan paling besar
pada saluran tanpa pemanasan. Pada setiap saluran kepekatan
46
asap paling tinggi yaitu pada tekanan injeksi nosel 100 kg/cm2 dan paling kecil
pada tekanan injeksi nosel 120 kg/cm2.
B. Pembahasan
1. Konsumsi Bahan Bakar
Berdasarkan tabel 04 dan grafik 01 pada putaran mesin 1000 rpm pada
setiap variasi takanan injeksi nosel antara saluran tanpa pemanasan dan saluran
dengan pemanasan mengalami perubahan konsumsi bahan bakar yang
disebabkan karena naiknya temperatur bahan bakar akibat variasi pemanasan.
Semakin panjang saluran pemanasan maka bahan bakar mengalami proses
pemanasan yang lebih lama sehingga temperaturnya semakin bertambah.
Naiknya temperatur menyebabkan bahan bakar mengalami penurunan
viscositas dan naiknya volume bahan bakar karena bertambahnya energi. energi
yang diserap molekul-molekul menyebabkan reaksi antara jarak molekul-
molekul tersebut menjadi lebih renggang sehingga lebih mudah mengikat
oksigen dan bahan bakar menjadi lebih mudah menguap. Akibatnya
homogenitas campuran menjadi lebih baik dan memudahkan terjadinya proses
pembakaran, sehingga saat tertundanya pembakaran menjadi lebih pendek.
Dengan demikian proses pembakaran berlangsung lebih sempurna dan dapat
mengurangi jumlah bahan bakar yang tidak terbakar saat pembakaran karena
terlalu banyak bahan bakar yang disemprotkan atau terjadinya dekomposisi.
Sehingga proses tersebut mengakibatkan konsumsi bahan bakar menjadi lebih
irit.
47
Kemudian pada setiap variasi saluran pemanasan bahan bakar, konsumsi
bahan bakar paling irit terjadi pada tekanan injeksi nosel 110 kg/cm2. Hal ini
dapat dianalisa karena terjadinya pencampuran yang lebih ideal antara bahan
bakar yang disemprotkan dengan udara yang dihisap ke dalam silinder sehingga
memungkinkan terjadinya pembakaran yang lebih sempurna dan menghasilkan
kerja mesin yang lebih optimal dan bakar menjadi lebih irit. Untuk tekanan
injeksi nosel yang lebih rendah (100 kg/cm2), butiran bahan bakar yang
disemprotkan lebih besar sehingga dengan jumlah udara yang sama maka akan
terjadi pencampuran bahan bakar yang lebih gemuk. Akibatnya butiran bahan
bakar yang tidak terbakar saat proses pembakaran menjadi lebih banyak
sehingga konsumsi bahan bakar menjadi lebih boros. Sedangkan untuk tekanan
injeksi nosel yang lebih tinggi (120 kg/cm2), pengkabutan bahan bakar saat
penyemprotan cenderung lebih lembut dan jumlah bahan bakar yang
disemprotkan lebih sedikit. Hal tersebut memungkinkan terjadi campuran bahan
bakar dan udara dengan jumlah udara yang sama menjadi lebih kurus dan
menyebabkan kerja yang dihasilkan mesin menjadi lebih berkurang. Sehingga
untuk memperoleh hasil kerja mesin yang sama seperti yang terjadi pada
tekanan injeksi nosel 110 kg/cm2 dibutuhkan jumlah bahan bakar yang lebih
banyak dan bahan bakar akan menjadi lebih boros.
Konsumsi bahan bakar pada setiap variasi putaran mesin 1500, 2000,
2500, 3000 rpm pada setiap variasi tekanan injeksi nosel mengalami penurunan
dari saluran tanpa pemanasan ke saluran dengan pemanasan 1, 2, dan 3. Hal
tersebut juga dikarenakan terjadinya proses yang sama halnya pada putaran
48
mesin 1000 rpm. Pada setiap saluran, konsumsi bahan bakar paling irit
terkadang juga terjadi pada tekanan injeksi nosel 120 kg/cm2. Hal ini dapat
dianalisa bahwa pada saat tersebut perbandingan bahan bakar yang
disemprotkan dengan jumlah udara yang dihisap terjadi lebih ideal sehingga
proses pembakaran berlangsung lebih sempurna dan mesin bekerja lebih
optimal. Tetapi pada saat tekanan injeksi nosel lebih rendah (100 dan 110
kg/cm2) memungkinkan terjadinya campuran bahan bakar dan udara dengan
jumlah udara yang sama menjadi lebih gemuk, akibatnya proses pembakaran
kurang sempurna dan bahan bakar menjadi lebih boros. Begitu juga yang terjadi
saat konsumsi bahan bakar paling irit terjadi pada tekanan injeksi nosel 120
kg/cm2 pada setiap variasi saluran pemanasan dan putaran mesin yang lainnya.
tekanan injeksi nosel yang berbeda untuk setiap variasi rpm yang lainnya.
2. Kepekatan Asap Gas Buang
Berdasarkan tabel 09 dan grafik 06 dapat diketahui pengaruh variasi
pemanasan bahan bakar terhadap kepekatan asap gas buang yang mengalami
penurunan dari saluran tenpa pemanasan ke saluran dengan pemanasan 1,
pemanasan 2, dan pemanasan 3 pada masing-masing variasi tekanan injeksi
nosel. Terjadinya penurunan kepekatan asap gas buang karena meningkatnya
temperatur bahan bakar akibat adanya pemanasan bahan bakar. Temperatur
yang semakin tinggi menyebabkan viscositas bahan bakar menjadi lebih rendah
dan lebih mudah terjadinya atomisasi bahan bakar sehingga lebih mudah
menguap. Butiran bahan bakar yang disemprotkan ke ruang silinder saat
49
akselerasi menjadi lebih halus yang menyebabkan terjadinya proses
pencampuran dengan udara yang lebih homogen dan bahan bakar lebih mudah
terbakar di dalam silinder. Dengan temperatur bahan bakar yang semakin tinggi
maka saat tertundanya pembakaran menjadi lebih pendek sehingga butiran
bahan bakar pada saat proses pembakaran terbakar lebih sempurna dan
mengurangi jumlah bahan bakar yang tidak terbakar saat pembakaran. Proses
tersebut dapat mengurangi terbentuknya karbon-karbon padat (angus) yang
disebabkan karena butiran-butiran bahan bakar saat penyemprotan terlalu besar
atau terjadi dekomposisi. Sehingga asap hitam karena angus tersebut yang
keluar mesin juga lebih berkurang. Saat viscositas bahan bakar lebih tinggi yaitu
pada temperatur bahan bakar yang lebih rendah maka butiran bahan bakar yang
disemprotkan saat akselerasi lebih besar dan memungkinkan terjadinya
dekomposisi bahan bakar dan bahan bakar tidak terbakar seluruhnya. Akibatnya
angus yang terbentuk menjadi lebih besar dan kepekatan asap gas buang juga
semakin bertambah.
Besar kepekatan asap setiap saluran pemanasan paling rendah terjadi
pada tekanan injeksi nosel yang lebih tinggi yaitu 120 kg/cm2. Hal ini
disebabkan karena semakin tinggi tekanan injeksi nosel maka butiran bahan
bakar yang disemprotkan akan semakin lembut dan jumlah bahan bakar yang
disemprotkan cenderung lebih sedikit. Dengan demikian kemungkinan
terjadinya dekomposisi bahan bakar dan angus yang terbentuk menjadi lebih
berkurang, sehingga kepekatam asap gas buang yang keluar dari mesin juga
lebih berkurang.
50
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemanasan bahan
bakar melalui upper tank radiator terhadap konsumsi bahan bakar dan kepekatan
asap gas buang pada mesin Isuzu Panther dengan variasi putaran mesin dan
tekanan injeksi nosel. Temperatur bahan bakar diukur pada saluran sebelum
masuk ke pompa injeksi sehingga memungkinkan bahan bakar masih
mengalami proses perubahan temperatur selama berada di dalam pompa injeksi
hingga bahan bakar disemprotkan ke ruang bakar. Karena variasi temperatur
pemanasan awal bahan bakar sebelum masuk ke pompa injeksi, maka
temperatur bahan bakar saat proses penyemprotan juga cenderung berbeda
sesuai besar temperatur awalnya, meskipun besarnya tidak sama dengan
temperatur awal bahan bakar sebelum masuk ke pompa injeksi.
Keterbatasan dalam kemampubacaan yang rendah dan instrumen alat
ukur yang dipakai dimungkinkan terjadinya kesalahan pembacaan. Namun data
yang diperoleh adalah data hasil penelitian sehingga diharapkan diperoleh data
yang valid.
Penelitian ini tidak sampai pada pengaruh pemanasan bahan bakar
terhadap daya dan torsi, sehingga masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui hubungan antara variasi pemanasan bahan bakar, daya dan torsi,
serta konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap gas buang.
51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data dan hasil uji coba pada penelitian pengaruh pemanasan
bahan bakar terhadap konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap gas buang
dengan obyek penelitian mesin Isuzu Panther seri C 223 dapat disimpulkan
bahwa :
1. Ada pengaruh pemanasan bahan bakar pada setiap tekanan injeksi nosel
100, 110, 120 kg/cm2 dan putaran mesin 1000, 1500, 2000, 2500, 3000
rpm terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Isuzu Panther C 223.
Konsumsi bahan bakar pada setiap putaran mesin paling irit dihasilkan
pada saluran pemanasan 3 dengan panjang pipa pemanasan 1,35 m. Besar
konsumsi bahan bakar pada rpm 1000 yaitu 0,0238 cc dengan tekanan
injeksi nosel 110 kg/cm2, rpm 1500 (0,0223 cc pada 110 kg/cm2), rpm
2000 (0,0236 cc pada 110 kg/cm2), rpm 2500 (0,0243 cc pada 110
kg/cm2), dan rpm 3000 (0,025 cc pada 120 kg/cm2). Semakin tinggi
temperatur pemanasan bahan bakar, semakin rendah konsumsi bahan
bakar yang dihasilkan.
2. Ada pengaruh pemanasan bahan bakar pada setiap tekanan injeksi nosel
100, 110, 120 kg/cm2 terhadap kepekatan asap gas buang. Kepekatan asap
paling rendah yaitu 0,38 K-m-1 terjadi pada saluran pemanasan 3 dengan
panjang pipa pemanasan 1,35 m dan tekanan injeksi nosel 120
52
kg/cm2. Semakin tinggi temperatur pemanasan bahan bakar, semakin
rendah kepekatan asap gas buang yang ke luar dari mesin.
B. Saran
Bedasarkan hasil uji coba dan hasil penelitian yang telah dilakukan pada
mesin Isuzu Panther C 223 ada beberapa saran antara lain :
1. Pemanasan bahan bakar merupakan salah satu jalan alternatif dalam
memodifikasi mesin sebagai upaya untuk menghemat konsumsi bahan
bakar dan mengurangi kepekatan asap gas buang yang ke luar dari mesin.
Konsumsi bahan bakar paling irit dan kepekatan asap paling rendah yaitu
dengan panjang pipa saluran pemanasan 1,35 m.
2. Penelitian lebih lanjut bisa dilakukan pada variabel yang lebih luas yaitu
pengaruh pemanasan bahan bakar terhadap daya dan torsi sehingga dapat
diketahui hubungan antara variasi pemanasan bahan bakar, daya dan torsi,
serta konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap gas buang.
53
DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar, Wiranto. 1998. Pedoman Untuk Mencari Sumber Kerusakan, Merawat, dan Menjalankan Kendaraan Bermotor. Jakarta : Pradnya Paramita.
Arismunandar, Wiranto & Koichi Tsuda.2002. Motor Diesel Putaran Tinggi.
Jakarta : PT. Pradnya Paramita. Haryono, G. 1984. Mengenal Motor Bakar. Semarang : CV Aneka Ilmu.
Soenarta, Nakula. 1985. Motor Serba Guna. Jakarta : Paradnya Paramita.
Soenarta, Nakula & Shoici Purunama.1995. Motor Serba Guna. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
Stephenson, George E, 1984, Small Gasoline Engine, New York: Delman
Publisher Inc. Suharsimi, Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta : Rineka Cipta. Suyanto, Wardan. 1989, Teori Motor Bensin, Jakarta: DEPDIKBUD.
VW, Maleev. 1991, Internal Combustion Engine, California: Me Graw-Hill Book Company.
www.beritaiptek.com
www.energiLIPI.go.id
www.lemigas.esdm.go.id
www.library/bahanbakar/2002/php.(ASTM.1991)
www.Pertamina.com/produk/bahanbakarminyak/elpijidanBBG.htm.2003
www.Pertamina.com/produk/bahanbakarminyak/htm.2005. www.plasmaotomotif.com www.unsrat.ac.id/menlh-5-2006
54
Lampiran 01. Data temperatur bahan bakar hasil prapenelitian
Temperatur bahan bakar (0C)
Saluran pemanasan 2
Saluran pemanasan 3
RPM Tanpa
pemanasan Saluran
pemanasan 1
1000 38 45-47 49 55
1500 38 47 51 55-56
2000 38 48-49 51-52 57
2500
38 51 54 62
3000 38 53 58 67
Keterangan : pengujian dilakukan pada tekanan injeksi nosel standar (110 kg/cm2)
55
Lampiran 02. Data hasil pengujian waktu untuk menghabiskan 20 cc bahan bakar.
Waktu (menit-detik) pada putaran 1000 rpm
Waktu (menit-detik) pada putaran 1500 rpm
Tekanan injeksi nosel
(kg/cm2)
TP (38-390C)
s1
(46-470C)
s2 (50-510C)
s3 (54-560C)
TP (38-390C)
s1 (47-480C)
s2 (51-530C)
s3 (56-570C)
1.20.47 1.30.32 1.34.34 1.31.44 0.56.85 1.02.02 1.02.29 1.05.89 1.20.69 1.27.65 1.29.14 1.40.14 0.56.44 0.59.71 1.02.20 1.06.96
100
1.20.58 1.25.83 1.31.48 1.35.60 0.56.65 1.00.87 1.03.78 1.06.46 1.24.55 1.34.98 1.40.00 1.45.59 1.00.87 1.01.65 1.06.46 1.15.96 1.25.43 1.33.90 1.36.37 1.37.00 0.56.77 0.58.60 1.19.96 1.08.73
110
1.23.67 1.36.05 1.38.68 1.41.29 0.58.82 1.00.03 1.07.91 1.12.80 1.19.07 1.26.22 1.26.22 1.33.03 0.59.11 1.03.65 1.06.04 1.13.12 1.17.02 1.28.40 1.33.95 1.30.84 0.57.46 1.05.16 1.05.41 1.05.46
120
1.18.05 1.30.57 1.30.08 1.32.44 0.58.78 1.04.40 1.06.66 1.09.29
Waktu (menit-detik) pada putaran 2000 rpm
Waktu (menit-detik)
pada putaran 2500 rpm
Tekanan injeksi nosel
(kg/cm2)
TP (38-390C)
s1
(48-490C)
s2 (52-530C)
s3 (570C)
TP (38-390C)
s1 (49-510C)
s2 (53-550C)
s3 (59-610C)
0.35.68 0.43.67 0.45.01 0.49.81 0.32.05 0.35.41 0.36.14 0.40.61 0.44.27 0.45.52 0.48.34 0.48.56 0.32.65 0.35.17 0.37.46 0.40.80
100
0.39.97 0.40.82 0.45.17 0.48.68 0.32.35 0.36.65 0.35.19 0.41.00 0.42.50 0.40.80 0.45.67 0.54.77 0.33.30 0.37.52 0.36.01 0.40.47 0.39.45 0.44.37 0.47.22 0.48.32 0.35.40 0.34.55 0.37.00 0.40.16
110
0.41.05 0.42.58 0.46.44 0.51.55 0.33.00 0.36.53 0.36.62 0.39.32 0.41.49 0.46.98 0.46.72 0.46.06 0.33.05 0.37.05 0.38.99 0.39.02 0.40.69 0.46.83 0.48.77 0.50.91 0.33.00 0.36.69 0.36.59 0.39.85
120
0.41.09 0.46.68 0.47.50 0.48.98 0.32.52 0.35.37 0.36.29 0.40.08
Waktu (menit-detik) Pada putaran 3000 rpm
Tekanan injeksi nosel
(kg/cm2)
TP (38-390C)
s1
(51-520C)
s2 (55-570C)
s3 (68-700C)
0.25.30 0.29.35 0.30.80 0.30.42 0.25.60 0.27.98 0.30.27 0.32.82
100
0.25.00 0.28.66 0.29.03 0.31.62 0.26.89 0.30.02 0.29.33 0.30.12 0.28.62 0.27.64 0.29.67 0.33.57
110
0.27.75 0.28.83 0.30.57 0.31.85 0.26.75 0.30.43 0.31.35 0.31.35 0.28.05 0.28.99 0.30.98 0.33.98
120
0.28.90 0.28.22 0.28.02 0.32.02
Keterangan : TP = tanpa pemanasan
s = saluran pemanasan
56
Lampiran 03. Data hasil konversi satuan waktu (menit)
Untuk mengubah satuan detik menjadi menit dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
menitdtkt=
60)(
t = waktu rata-rata untuk menghabiskan 20 cc bahan bakar (detik).
Waktu (menit) pada putaran 1000 rpm
Waktu (menit) pada putaran 1500 rpm
Tekanan injeksi nosel
(kg/cm2)
TP (38-390C)
s1
(46-470C)
s2 (50-510C)
s3 (54-560C)
TP (38-390C)
s1 (47-480C)
s2 (51-530C)
s3 (56-570C)
100 1,3331 1,4482 1,5146 1,5870 0,9296 1,001 1,0332 1,0996
110 1,3984 1,5644 1,6308 1,6806 0,9698 1,003 1,0996 1,1992
120 1,2988 1,4648 1,4980 1,5312 1,0166 1,0664 1,0996 1,1494
Waktu (menit)
pada putaran 2000 rpm Waktu (menit)
pada putaran 2500 rpm Tekanan injeksi nosel
(kg/cm2)
TP (38-390C)
s1
(48-490C)
s2 (52-530C)
s3 (570C)
TP (38-390C)
s1 (49-510C)
s2 (53-550C)
s3 (59-610C)
100 0,6474 0,7138 0,7470 0,7968 0,5312 0,5976 0,6141 0,6309
110 0,6806 0,6972 0,7304 0,8466 0,5810 0,5976 0,6192 0,6640
120 0,6806 0,7636 0,7802 0,7968 0,5810 0,5810 0,6141 0,6640
Waktu (menit)
pada putaran 3000 rpm Tekanan
injeksi nosel
(kg/cm2)
TP (38-390C)
s1
(51-520C)
s2 (55-570C)
s3 (68-700C)
100 0,4301 0,4980 0,4980 0,5146
110 0,4482 0,4648 0,4814 0,5146
120 0,4482 0,4814 0,4648 0,4814
Keterangan : TP = tanpa pemanasan
s = saluran pemanasan
57
Lampiran 04. Contoh perhitungan konsumsi bahan bakar pada setiap proses
penginjeksian untuk empat silinder.
Diketahui : n = 1000 rpm
t = 1,5312 menit
v = 20 cc
Ditanya : Konsumsi bahan bakar pada setiap proses penginjeksian untuk empat
silinder (V).
Jawab : V = 2/n
tv
= 2/1000
5312,120
= 500
071,13
= 0,0261 cc
58
Lampiran 05. Data hasil pengujian kepekatan asap gas buang.
Opasity / kepekatan asap (K-m-1)
Tekanan
Injeksi
Nosel
(kg/cm2)
Tanpa pemanasan (38-39 0C)
Saluran pemanasan 1 (45-46 0C)
Saluran pemanasan 2 (51-52 0C)
Saluran pemanasan 3 (55-57 0C)
0.43 0.37 0.42 0.42
0.43 0.38 0.40 0.40 0.38
0.39 0.39 0.40 0.37 0.40
0.39 0.37 0.37 0.40 0.42
0.39
0.44 0.38 0.42 0.44
0.44 0.40 0.42 0.37 0.41
0.40 0.44 0.42 0.36 0.38
0.40 0.39 0.37 0.36 0.40
0.38
100
0.37 0.43 0.42 0.41
0.41 0.44 0.47 0.40 0.46
0.44 0.40 0.37 0.42 0.41
0.40 0.40 0.38 0.39 0.39
0.39
0.45 0.44 0.48 0.40
0.45 0.43 0.45 0.42 0.38
0.44 0.35 0.35 0.34 0.34
0.35 0.42 0.38 0.35 0.36
0.38
0.37 0.42 0.43 0.48
0.43 0.39 0.41 0.35 0.37
0.38 0.42 0.43 0.46 0.41
0.43 0.41 0.35 0.39 0.37
0.38
110
0.37 0.39 0.40 0.36
0.38 0.40 0.42 0.37 0.37
0.39 0.33 0.43 0.42 0.43
0.40 0.38 0.39 0.40 0.39
0.39
0.36 0.40 0.39 0.43
0.40 0.39 0.38 0.44 0.39
0.40 0.34 0.38 0.43 0.40
0.39 0.35 0.34 0.37 0.41
0.37
0.45 0.44 0.39 0.42
0.42 0.37 0.40 0.37 0.42
0.39 0.45 0.43 0.42 0.42
0.43 0.38 0.40 0.39 0.35
0.38
120
0.44 0.44 0.40 0.40
0.42 0.37 0.43 0.42 0.41
0.41 0.35 0.34 0.36 0.35
0.35 0.40 0.38 0.41 0.37
0.39
Keterangan : Dalam satu pengujian terdiri dari tiga kali akselerasi pada putaran
800 rpm hingga mencapai putaran 2500 rpm
59
Lampiran 06. Prinsip pengukuran kepekatan asap atau opasitas.
Gambar 04. prinsip pengukuran opasitas (Emission of Diesel Vehicles, Sales Meeting 2000, 0500-12)
l0 = Light intensity at entry
l = Light intensity at outlet
K - m-1 = Absorption coefficient
L – m = Measuring length
T0 – K = Ambient temperatur
p – pa = Ambient temperatur
Opasitas diukur berdasar berapa banyaknya cahaya yang terhalang oleh
asap hitam. Sorotan cahaya dari light meter yang melewati asap (tidak terhalang
oleh asap) dapat diserap atau mampu mencapai sebuah receptor. Besarnya cahaya
yang tidak terserap oleh receptor karena terhalang oleh asap menunjukkan
besarnya opasitas atau kepekatan asap pada gas buang. Jika seluruh cahaya dapat
diserap oleh receptor maka kepekatan asapnya adalah nol dan jika tidak ada
cahaya yang mampu diserap oleh receptor maka besarnya kepekatan asap adalah
maksimal. Besarnya kepekatan asap dicantumkan dalam satuan K-m-1.
60
Lampiran 07. Faktor-faktor dalam satuan kepekatan asap atau opasitas.
Menurut Operating Instructions Smoke Analysis Chamber 2000, satuan
opasitas dicantumkan dalam K-m-1 dan persentase dengan Measure Range sebagai
berikut :
OPACITY 0 – 99,9 % resolution 0,1
OPACITY 0 – 9,99 K-m-1 resolution 0,01
K-m-1 adalah koefisien penyerapan cahaya pada setiap jarak pengukuran (meter).
K menunjukkan besarnya cahaya yang terhalang oleh asap sehingga tidak dapat
diterima oleh receptor. Sedangkan m-1 menunjukkan jarak pengukuran yang
dilewati oleh cahaya dari Light Meter hingga mencapai Detector
(ISO 11614:1999 E).
K = L1− x ln (1-
100N )
K = koefisien penyerapan cahaya
L = jarak edar cahaya (m)
N = opacity (100-τ)
τ = l
lo x100
l0 = intensitas cahaya masuk
l = intensitas cahaya keluar
61
Lampiran 08. Diagram aliran bahan bakar return line
Tanki bahan bakar
Priming pump
Upper tank
radiator
Pompa injeksi Nosel
Ruang bakar
Thermo couple (pengujian temperatur bahan bakar
62
Lampiran 09. Foto peralatan pengujian
Foto 01. Saluran pemanasan bahan bakar pada upper tank radiator
Foto 02. Thermo Couple
Foto 03. Display Smoke Tester
63
Lampiran 10. Foto pengambilan data
Foto 04. Pengujian konsumsi bahan bakar
Foto 05. Pengujian kepekatan asap gas buang
Foto 06. Pembacaan besar kepekatan asap gas buang