pangan dan problematikanya umi hanik

4

Click here to load reader

Upload: umi-hanik

Post on 07-Jun-2015

938 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pangan dan problematikanya umi hanik

umihanik.blogspot.com

umihanik.blogspot.com

Pangan dan Problematikanya Umi Hanik

Sebagaimana dijelaskan dalam Gambar 1, secara umum pergerakan angka indeks harga konsumen selama lima tahun terakhir cukup fluktuatif dan sampai dengan akhir tahun 2006 pemerintah berhasil menekan laju inflasi tersebut sampai dengan 4.96%. Namun demikian karena model penanganan yang tidak berorientasi jangka panjang dan tidak mampu mengantisipasi terhadap berbagai gejolak ekonomi yang ada baik domestik maupun internasional, maka indeks harga konsumen kembali bergejolak.

Gambar 1 Laju Inflasi 2001-2007

(% Pertahun) Laju Inflasi di Indonesia 2001-2007 (%)

10.03

6.40

17.11

5.24

12.55

5.06

6.60

4.96

-2.004.006.008.00

10.0012.0014.0016.0018.00

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2006* 2007

Sumber : Indikator Ekonomi BPS

Setelah meneliti dan mengkaji lebih dalam tentang mekanisme penanganan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok oleh pemerintah dapat dilihat bahwa masalah utama dari melambungnya harga kebutuhan bahan-bahan pokok disebabkan oleh tidak dijaganya secara baik aspek supply dari komoditas dimaksud yang berakibat langsung pada kelangkaan bahan-bahan pokok. Karena rentannya aspek supply ini terhadap gangguan maka celah ini banyak dimanfaatkan oleh para spekulan untuk mengeruk keuntungan yang lebih besar dengan menimbun. Lebih jauh, masalah utama dari melambungnya harga-harga bahan kebutuhan pokok disebabkan juga oleh adanya krisis ketersediaan komoditi minyak goreng, minyak tanah, gula, serta komoditi pangan seperti beras, kedelai, dan komoditi pangan lainnya telah menyadarkan betapa pembangunan di sektor pertanian yang dilakukan selama ini masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Pemerintah hanya memberikan banyak perhatian pada sektor industri manufaktur. Di masa mendatang situasi kelangkaan komoditi pertanian akan kerap terjadi selama Indonesia belum memiliki strategi yang komprehensif untuk mengembangkan sektor pertanian. Oleh karenanya Reorientasi Strategi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan diperlukan untuk menyelesaikan berbagai persoalan tanaman pangan mengingat sektor pertanian mampu menyediakan dan menyerap tenaga kerja yang besar. Dari 2,83 Juta kesempatan kerja baru yang tercipta selama periode 1999-2002, sektor pertanian mampu memberikan kontribusi rata-rata sebesar 79,7%. Dalam statistik national account, BPS mengelompokkan sektor pertanian menjadi lima sub sektor: 1) Tanaman bahan makanan, 2) tanaman perkebunan, 3) peternakan, 4)

Page 2: Pangan dan problematikanya umi hanik

umihanik.blogspot.com

umihanik.blogspot.com

kehutanan, dan 5) perikanan. Tanaman bahan makanan mencakup padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai, dan holtikultura. Dalam perdagangan (Standard International Trade Classification); SITC 0 untuk bahan makanan dan binatang hidup, SITC 1 untuk minuman dan tembakau, SITC 22 untuk biji-bijian mengandung minyak baik berkulit keras (kelapa) maupun berkulit lunak (kedelai) dan SITC 4 untuk minyak atau lemak nabati atau hewani. Secara keseluruhan transaksi perdagangan bahan makanan Indonesia selalu mengalami surplus, dimana nilai ekspor melebihi nilai impor. Sebagai contoh pada periode 1998-2002 nilai ekspor mencapai US$ 28,31 Milyar dan impornya hanya US$ 16,50 Milyar. Transaksi perdagangan bahan makanan yang surplus tidak hanya dialami Indonesia, tetapi juga berlaku umum terutama di Negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Pada tahun 2001, nilai ekspor bahan makanan dari Negara-negara berpendapatan rendah dan menengah mencapai US$ 154, 0 Milyar sementara nilai impornya hanya sebesar US$ 117,4 Milyar. Kondisi ini mengindikasikan bahwa Negara-negara sedang berkembang memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi bahan makanan. Kondisi transaksi perdagangan bahan makanan di Indonesia yang senantiasa surplus terutama diakibatkan karena surplusnya perdagangan komoditi minyak dan lemak nabati berupa minyak sawit (CPO), perikanan (SITC 03), kopi, the, coklat, dan rempah-rempah (SITC 07). Lebih lanjut apabila komoditi bahan makanan tersebut dirinci lebih jauh, khususnya berkaitan dengan tanaman bahan makanan menurut pengelompokkan national account BPS, maka akan terlihat gambaran yang berbeda. Secara umum, tanaman bahan makanan belum pernah mengalami surplus sehingga transaksi perdagangan internasional selalu mengalami defisit. Pada periode 1988-1992, nilai kumulatif total impor komoditi tanaman bahan makanan mencapai US$ 4,3 Milyar sementara nilai ekspor hanya US$ 1,9 Milyar. Angka deficit pada lima tahun terakhir bahkan cenderung meningkat dimana nilai kumulatif impor telah mencapai US$ 11, 2 Milyar sementara nilai ekspornya hanya US$ 2,3 Milyar. Nilai impor terbesar terjadi pada komoditi SITC 04 (padi-padian dan umbi-umbian serta produknya) yang meliputi padi, jagung, gandum, dan sorghum. Diikuti SITC 08 (makanan ternak) yang mewakili ubi kayu (gaplek) dan SITC 222 (biji-bijian mengandung minyak berkulit lunak) yang meliputi kacang tanah, kedelai, dan hijau. Komoditi terakhir adalah SITC 05 (sayuran dan buah-buahan) sebagai produk hortikultura. Meskipun secara umum produktivitas sektor pertanian rendah, namun jika dianalisis lebih jauh terlihat bahwa sub sektor tanaman bahan makanan memiliki produktivitas terendah jika dibandingkan dengan produktivitas sub sector lainnya. Pada periode 2000-2002 pertumbuhan produksi tanaman bahan makanan hanya mencapai 0,42% terendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan produksi sub sector pertanian per tahun jauh lebih rendah daripada pertumbuhan penduduk yang diperkirakan mencapai 1,4%-1,5% pertahun. Jika pertumbuhan tanaman bahan makanan lebih lambat daripada pertumbuhan penduduk, maka harus ditutup dengan impor sehingga deficit perdagangan tanaman bahan makanan di masa depan diperkirakan akan semakin besar. Meskipun nilai impor terbesar tanaman bahan makanan terutama pada komoditi SITC 04 yang meliputi padi, jagung, gandum, dan sorghum, namun jika besarnya konsumsi dalam negeri dibandingkan dengan besarnya volume perdagangan dunia maka dari sisi ketahanan pangan (food security) yang paling rawan adalah komoditi beras. Besarnya konsumsi beras di Indonesia hampir 2 kali volume perdagangan beras dunia, sementara jumlah konsumsi dalam negeri untuk komoditas lainnya relative kecil dibandingkan dengan volume perdagangan dunia. Implikasinya kebutuhan tingkat swasembada beras jauh lebih tinggi, tidak boleh kurang dari 90%.

Page 3: Pangan dan problematikanya umi hanik

umihanik.blogspot.com

umihanik.blogspot.com

Sebagian besar produksi padi (57%) dihasilkan di Pulau Jawa dan Bali, dengan kecenderungan lahan sawah yang semakin menurun, biaya produksi padi semakin tingi kecuali jika produktivitas padi dapat ditingkatkan secara signifikan. Oleh karena itu masih dibutuhkan berbagai macam fasilitas yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas padi. Potensi untuk meningkatkan produktivitas padi masih ada seperti diindikasikan oleh adanya disparitas produktivitas padi antar daerah (Jawa dan Bali versus Luar Jawa dan Bali) meskipun disparitas produktivitas antara pilot project dengan penerapannya di lapangan. Fasilitas dan subsidi juga merupakan hal yang lazim dilakukan di negara-negara maju seperti Jepang, Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat. Rendahnya produktivitas padi juga sering dikaitkan dengan minimnya insentif berupa harga padi/beras. Sebagian kalangan menghendaki agar harga padi/beras cukup tinggi untuk menjamin kesejahteraan dan merangsang petani produsen untuk menanam padi. Namun demikian terjadinya kecenderungan harga komoditi tanaman bahan makanan yang terus mengalami penurunan dan indikasi menguatnya nilai Rupiah terhadap Dollar mengakibatkan harga beras di dalam negeri menjadi lebih mahal daripada harga beras internasional sehingga sukar untuk bersaing. Pada tahun 1997 harga beras internasional masih mencapai US$ 293/mt, tetapi pada tahun 2002 sudah menjadi US$ 199/mt. Selain itu kebijakan penetapan harga beras yang mahal tidak cocok dengan pola pengeluaran konsumsi penduduk Indonesia dan karakteristik pertanian dan petani di Indonesia. Rata-rata penduduk Indonesia lebih banyak mengalokasikan pengeluarannya untuk makanan. Pada tahun 2002 kontribusi makanan dalam pola pengeluaran penduduk Indonesia sebesar 58,47%, bahkan untuk kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (miskin), pengeluaran untuk makanan mencakup lebih dari 75% dari anggaran rumah tangganya. Dari data sementara Survey Pertanian yang dipublikasikan BPS terlihat bahwa persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan meningkat dari 52,7% pada tahun 1993 menjadi 56,5% pada tahun 2003, mengindikasikan semakin miskinnya petani Indonesia. Karakteristik gurem ini yang dapat mengubah dengan cepat peranan petani dari pemasok/produsen menjadi konsumen beras. Di sinilah masih dibutuhkan kebijakan floor price agar harga tidak terlalu tinggi saat paceklik. Untuk melindungi petani produsen petani dari serbuan beras impor yang relatif lebih murah pemerintah dapat mengenakan tarif bea masuk, namun demikian besarnya tarif tidak bisa terlalu tinggi, karena tarif yang tinggi hanya akan mendorong penyelundupan. Kombinasi antara penerapan bea masuk dan pemberian berbagai macam fasilitas yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pada akhirnya akan meningkatkan penghasilan para petani.

Page 4: Pangan dan problematikanya umi hanik

Email Address : [email protected] Instant Messaging (with appointment) : [email protected] Online Page : http://umihanik.blogspot.com/ Facebook : http://www.facebook.com/umi.hanik1 Twitter : http://twitter.com/umihanik Citizenship : Indonesian

Professional Histories 1. The World Bank, Jakarta Office, May 2009 – Present; Monitoring & Evaluation (M&E)

Specialist for BOS KITA (Knowledge Improvement for Transparency and Accountability) Program 2. The House Of Representatives (DPR RI), November 2007 – June 2009; Expert Staff for

Commission VI, XI, and Budget Committee, In charge for National Awakening Party 3. National Development Planning Agency (Bappenas), April 2008 – March 2009; M&E Specialist

as a Technical Assistance for the Deputy of Development Performance Evaluation (DPE); under the AusAID-World Bank and GRS II CIDA activities

4. National Development Planning Agency (Bappenas), February 2006 – February 2008; M&E Specialist for PMU (Project Management Unit) of PNPM SPADA (Support for Poor and Disadvantage Area) Program

5. PT. Sinergi Pakarya Sejahtera (Sinergi Consulting), November 2005 – present; Associate Researcher for strategic project concerning planning and public policy research

6. National Development Planning Agency (Bappenas), March 2002 – October 2005; Assistant Specialist for State Minister Advisor on Macro Economics Studies

Educational Background Aug 1997 - Nov 2001, Bachelor of Economics, Faculty of Economics, University of Jember Aug 2007-Jan 2010, Master of Economics, Faculty of Economics, University of Indonesia

Summary Of Economics Legislation Advisory 1. Government Budget-Adjustment 2008 (APBN-P 2008) Law Draft, 2008 2. Transformation of Indonesian Export Bank to Export Financing Board (LPEI) Law Draft, 2008 3. Interruption material submission for the legislators during the interpellation of BLBI, 2008 4. Research development to support the inisiation of the interpellation for food inflation, 2008 5. Tax Package Draft Law (RUU KUP, PPh, PPN and PPn BM), 2008 6. Economic Crisis Mitigation Package Draft Law (Perpu 2, 3, 4/2008), 2008 7. RAPBN 2009 Law Draft, 2008 8. Fiscal stimulus package Law Draft to mitigate the economic crisis for the budget year of 2009 9. Free Trade Zone Law Draft, 2009 10. Research development to support the substance of interpellation for BBM subsidy issue in the

Budget Year of 2009, 2009 11. Other research and writing activities to support press conferences, discussion, public hearing.

Organization Background, Social And Community Involvement 1. 2009 – Present, Board of Forming Committee for the Indonesian Development Evaluation

Community (InDEC) 2. 2009-present, member of Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) 3. 2009–present, Treasurer for Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al-Hidayah Batu 4. 2004-present, Tresurer for The University of Jember Alumni Association, Jakarta Branch 5. March 2008-Present, Committee for the Indonesian Moslem Student Movement (PMII) Alumni

Association, National Committee 6. April 2008-June 2009, General Secretary for Expert Forum FKB DPR RI (FORTA) 7. August 2000–July2001, Chairman of Student Executive Board Faculty of Economic (FoE),

University of Jember (UoJ) 8. 2000-2001, Member of Indonesian Economics Student Senate Association (ISMEI) 9. 2000–2001, Head of External Affairs for the University Student English Forum (USEF), UoJ 10. 1999–2000, Head of Women Empowerment, Indonesian Moslem Student Movement (PMII),

Economics Branch, UoJ 11. 1998–2001, Reporter and writer for Campus Magazine ‘Tegalboto’ and News Paper ‘Tawang

Alun’, UoJ 12. 1997–2000, Presidium Committee for Islam and Environment Research Forum, FoE, UoJ

Personal Information Single, Moslem, Interested in writing, teaching, blogrolling-walking, and listening to top 40 music