pangan dalam perspektif islam - …conference.ppsub.ub.ac.id/files/site/k03-mamduh-farhan.pdf ·...

Download PANGAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM - …conference.ppsub.ub.ac.id/files/site/K03-mamduh-farhan.pdf · Makalah Ilmiah PANGAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM Disampaikan oleh: Syekh Mamdūḥ Farḥān

If you can't read please download the document

Upload: lenhi

Post on 06-Feb-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Makalah Ilmiah

    PANGAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

    Disampaikan oleh:

    Syekh Mamd Farn al-Buairiy

    (Komisaris Umum Majalah Islam Qiblati Indonesia)

    Dalam Seminar allan ayyiba Di Universitas Brawijaya

    Malang, 18 21 Februari 2014

    1. PENDAHULUAN

    Salah satu mukjizat Alquran Karim ialah perhatiannya terhadap persoalan pangan

    sebagai unsur penting dalam kehidupan manusia; Islam memberikan perhatian khusus

    terhadap masalah pangan dalam seluruh fase kehidupan manusia bersamaan dengan segala

    bentuk dan unsur-unsur pangan tersebut. Terdapat sejumlah besar ayat dalam Alquran yang

    secara spesifik berbicara tentang pangan dan kaidah-kaidah yang memadai untuk menjadi

    standar mutu pangan dan metode-metode penjaminannya, bahkan Alquran dipandang sebagai

    konstitusi langit pertama [atau satu-satunya] yang diturunkan dengan sejumlah besar ayat

    yang membahas persoalan pangan, termasuk di dalamnya regulasi pengawasan pangan. Ini

    secara terang terlihat [misalnya] dalam ayat:

    .... Maka suruhlah salah seorang di antara kalian untuk pergi ke kota dengan membawa uang

    perak kalian ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah

    ia membawa makanan itu untuk kalian, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah

    sekali-kali menceritakan hal kalian kepada seorangpun! [Q.S. al-Kahfi/018: 19].

    Jika pakar gizi menyeriusi ajaran Islam tentang konsep pangan, niscaya akan diperoleh

    kesimpulan bahwa madrasah Islam memiliki kurikulum yang terus terbarukan dan kompatibel

    dengan perkembangan zaman, dibangun di atas dasar kaidah-kaidah ilmiah yang akurat

    sehingga mempedomaninya menjadi kemenangan besar bagi umat manusia.

    Di antara tujuan utama syariat Islam ialah memproteksi agama, akal, nyawa,

    keturunan, dan kekayaan. Oleh karenanya asy-Syri yang Mahabijaksana mengharamkan

  • segala sesuatu yang berpotensi membahayakan target tersebut. Teori hukum dalam syariat

    Islam yang mengatur interaksi [manusia] dengan alam sekitarnya ialah bahwa pada dasarnya

    segala sesuatu itu hukumnya halal, berdasarkan firman Allah ,

    ....

    Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu... [Q.S. al-Baqarah|02:

    29]

    arf (kata depan) la [dalam frasa lakum] mengandung makna pemberian dan mempersilahkan;

    tidak mungkin merealisasikannya kecuali dengan suatu pembolehan dan penghalalan. Namun

    sebalik itu, Allah mengharamkan segala sesuatu yang berpotensi merusak fisik, agama, dan

    akhlak.

    Berangkat dari bahwa tujuan dasar Islam ialah membina manusia yang selamat, sehat,

    dan tunduk serta patuh kepada aturan Islam, maka sudah seyogianya pula Islam memberikan

    perhatian besar terhadap keterjaminan kesehatan yang mendukung, dan memberikan arahan

    yang benar bagi manusia. Pengkajian ilmu kesehatan berkenaan dengan manusia dari aspek

    fisik, kejiwaan, akal, termasuk pola hidup, karena keterjaminan aspek-aspek ini membuat

    manusia hidup betul-betul dengan aman; Allah berfirman,

    Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (1) [Yaitu] kebiasaan mereka bepergian pada musim

    dingin dan musim panas, (2) Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini

    (Ka'bah), (3) yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan

    mengamankan mereka dari ketakutan (4). [Q.S. Quraysy|106: 1-4]

    Oleh karena itu berserah diri dan patuh kepada Allah dengan menaati perintah-perintah dan

    larangan-Nya dalam masalah makanan dan minuman termasuk memberdayakan alam dengan

    kemaslahatan.

    2. KESEHATAN FISIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM

    Sesungguhnya Islam memiliki perhatian besar terhadap pembinaan fisik yang kuat dan

    sehat; Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.

    Allah berfirman,

  • Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, "Wahai Bapakku ambillah ia sebagai

    orang yang bekerja [pada kita], karena sesungguhnya orang yang paling baik yang Engkau

    ambil untuk bekerja [pada kita] ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya." [Q.S. al-Qaa|

    28: 26]

    Oleh karena itu Islam memberikan motivasi untuk mengonsumsi yang baik-baik dan menjauhi

    yang segala yang buruk;

    ... dan yang menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka

    segala yang buruk... [Q.S. al-Arf| 07: 157]

    Maka Islam mengharamkan makanan dan minuman yang mengandung, seperti: bangkai,

    darah, daging babi, khamar, dan lain sebagainya. Sebaliknya mendorong untuk mengonsumsi

    segala sesuatu yang bermanfaat bagi fisik, dari jenis daging-dagingan, susu, buah-buahan,

    sayur-mayur, madu, dan kurma.

    Setiap muslim diperintahkan untuk memperoleh asupan yang bermanfaat bagi

    tubuhnya bukan yang bermudarat. Terlepas dari haramnya makanan yang bermudarat,

    mengonsumsinya pada hakikatnya adalah tindakan menyiksa tubuh. Oleh karenanya memberi

    nutrisi kepada tubuh merupakan suatu tanggung jawab yang wajib dilaksanakan secara benar

    sesuai dengan penjelasan Islam dalam ajaran-ajarannya. Karena itu pula kita perhatikan, Allah

    mengarahkan pandangan [kita] terhadap pentingnya nutrisi yang halal dalam firman-Nya uilla

    lakum a-ayyibt.

    3. KEISTIMEWAAN MUSLIM DALAM MASALAH MAKAN DAN MINUM

    Di antara nikmat yang khusus Allah anugerahkan kepada kaum muslim ialah bahwa

    Allah biarkan orang-orang selain mereka tidak terikat [oleh halal-haram] dalam masalah makan

    dan minum; umumnya non muslim bebas mengonsumsi segala sesuatu. Mereka secara leluasa

    mengonsumsi daging babi dan berbagai varian hasil olahannya, bangkai, binatang yang tidak

    disemblih secara syariat, bahkan terkadang sesuatu yang tergolong najis seperti darah,

    meminum khamar, demikian pula bebas menentukan cara mengonsumsinya. Sedangkan bagi

    seorang muslim, sejak semula ia meyakini bahwa Allah menciptakan alam dengan segala isinya

    untuk kemaslahatan manusia, oleh karena itu sudah semestinya Ia mengatur tindak tanduk

    manusia itu, melarangnya dalam beberapa hal sebagai ujian sanggupkan dia menaati Allah

    yang telah menganugerahkan segala yang didapatkannya. Inilah sebabnya kita perhatikan

  • seorang muslim tidak memakan dan meminum sesuatu yang haram: babi atau hewan-hewan

    lain yang diharamkan, khamar, daging hewan ternak yang tidak disembelih secara syariat

    dengan menyebut nama Allah saat proses penyembelihan sebagai simbol bahwa yang

    membolehkannya adalah Yang telah menciptakannya, dan atas izin-Nya pulalah kita

    menghilangkan nyawanya.

    4. HIKMAH DI BALIK LARANGAN MENGONSUMSI MAKANAN DAN

    MINUMAN YANG HARAM

    Di antara nama Allah ialah al-Laf (Yang Mahalembut) dan al-akm (Yang

    Mahabijaksana); [Oleh karena itu Ia menurunkan syariat dan menetapkan hukum yang terbaik

    bagi kemaslahatan manusia] . Daging babi dan hewan-hewan lain yang haram dikonsumsi

    mengandung mudarat bagi manusia, demikian juga dengan khamar yang merusak tubuh.

    Mudarat atau bahaya dimaksud bisa jadi berdampak pada akhlak, jika bukan pada fisik, sebab

    nutrisi yang dikonsumsi memiliki pengaruh terhadap kejiwaan manusia; orang yang tidak

    pernah mengecap daging secara psikis akan berbeda dengan orang yang selalu melahap

    daging. Demikian juga jenis daging tertentu pun memiliki pengaruh tertentu dalam membentuk

    kejiwaan seseorang. Tidak tertutup kemungkinan bahwa gaya hidup hedonisme masyarakat

    Barat, ketidakpedulian mereka dengan norma-norma kesucian pergaulan, sedikit banyaknya

    dipengaruhi oleh konsumsi daging babi mereka.

    Bagi seorang muslim mematuhi rambu-rambu konsumsi nutrisi ini merupakan suatu

    keharusan mutlak. Tanpa dipengaruhi oleh ada tidaknya mudarat, bahwa semata diperintah

    Allah maka mematuhinya adalah kewajiban; perintah Allah wajib dilaksanakan karena Dia-lah

    pemilik dan penguasa sejati alam ini, oleh karena itu Dia berhak melarang manusia berdasarkan

    kehendak-Nya semata sesuai dengan hikmah yang Dia ketahui. Menyimak dan menaatinya

    merupakan kewajiban kita kepada Allah.

    5. STANDAR KUALITAS MAKANAN

    Alquran telah menjelaskan perihal halalnya mengonsumsi makanan dan minuman yang

    baik, pun tentang keharaman mengonsumsi yang tidak baik. Ketika menerangkan perihal

    kewajiban mempedomani Nabi Muhammad , Allah mengatakan, Dia menghalalkan bagi

    mereka segala sesuatu yang baik dan mengharamkan untuk mereka segala sesuatu yang

    keji/buruk. Dengan demikian, pangan yang baik ialah yang dibolehkan syariat, dan yang buruk

    ialah yang diharamkannya, karena asy-Syri (Allah) tidak menghalalkan selain yang baik dan

    mengandung manfaat bagi orang yang mengonsumsinya. Adalah Suatu kemustahilan untuk

    menetapkan nilai baik dan tidak baik dimaksud berdasarkan penilaian manusia semata, karena

    faktanya sebagian komunitas menganggap baik suatu makanan atau minuman tertentu

  • padahal makanan dan minuman dimaksud berbahaya bahkan tidak jarang dapat menyebabkan

    kematian. Sebaliknya mereka menganggap buruk pangan tertentu padahal bermanfaat. Oleh

    karenanya, tidak ada yang lebih baik daripada menjadikan timbangan syariat sebagai standar

    baik-buruknya pangan yang hendak dikonsumsi.

    Kalangan Ulama telah merumuskan batasan pangan yang halal, haram, baik, dan

    diragukan, sebagai berikut:

    a. Pangan halal, yaitu: segala sesuatu yang diperbolehkan Allah dan Rasulullah ;

    b. Pangan haram, yaitu: segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah dan Rasulullah ;

    c. Pangan yang baik, yaitu: yang bagus, bermanfaat, steril dari mudarat.

    d. Pangan yang meragukan, yaitu: yang hukumnya tidak diketahui secara tegas, halal atau

    haramkah, sehingga dibutuhkan pendapat hukum mujtahid untuk menjelaskannya.

    6. PANDANGAN SYARIAT ISLAM TENTANG PANGAN YANG

    TERKONTAMINASI NAJIS ATAU ZAT HARAM DALAM PROSES

    MANUFAKTUR

    Pangan yang tersusupi najis atau zat lain yang diharamkan tidak terlepas dari kasus-

    kasus pencampuran pangan dalam proses manufakturnya dengan bahan-bahan yang berasal

    dari babi atau bangkai, atau darah, atau alkohol dan khamar, atau bahan-bahan tambahan

    yang merusak kesehatan. Sudah menjadi konsensus Ulama-Ulama Fikih, haram mengonsumsi

    materi yang berasal dari babi secara terpisah maupun setelah dipadukan dengan bahan pangan

    lainnya. Demikian pula dengan bangkai-bangkai yang diharamkan, dan darah yang mengalir

    dari hewan saat proses sembelihan, karena Allah berfirman,

    Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, .... [Q.S. al-M`idah | 05: 03]

    Mereka juga sepakat tentang haramnya mengonsumsi pangan yang dicampur dengan alkohol

    atau khamar dalam proses penyajiannya, karena Allah berfirman,

    Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban

    untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, termasuk perbuatan setan, maka jauhilah

    perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. [Q.S. al-M`idah| 05: 90]

  • Rasulullah bersabda, Setiap yang memabukkan adalah khamar, dan setiap khamar

    hukumnya haram.

    Bahan-bahan tambahan yang mengandung mudarat: penguat dan pengaya rasa, bahan

    pewarna, pengembang dan sejenisnya, pengawet, termasuk kategori haram dikonsumsi

    berdasarkan firman Allah,

    ... ...

    ... dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, ... [Q.S. al-

    Baqarah|02: 195]

    Rasulullah juga bersabda, Jangan berbuat mudarat, jangan pula mengatasi mudarat dengan

    mudarat.

    7. KAIDAH NABAWI UNTUK MENGHINDARI SYUBHAT

    Sebagian kalangan ahli pangan menyepelekan persoalan pencampuran bahan-bahan

    turunan dari babi dan khamar ke beberapa jenis makanan dnegan dalih bahwa itu tidak akan

    mempengaruhi unsur dasar makanan selagi persentasenya dalam produk sangat rendah. Ini

    telah menyalahi aturan Islam dan petunjuk Nabi yang memberikan perhatian sangat besar

    terhadap keselamatan dan keamanan pangan agar tidak tercampur sedikit pun dengan unsur-

    unsur yang mengandung syubhat. Diriwayatkan dari Adiy Bin tim raiallhu anhu bahwa

    dia berkata, Rasulullah telah bersabda kepada saya, Jika Anda [hendak] melepaskan anjing

    [pemburu] Anda maka sebutlah nama Allah, jika Anjing itu menangkap buruan untuk Anda dan

    Anda temukan ternyata buruan itu masih hidup maka sembelihlah, tetapi jika Anda dapatkan

    buruannya itu telah mati dan anjing itu tidak memakannya maka makanlah, namun jika dia

    memakannya maka janganlah Anda makan, demikian juga jika Anda dapatkan ada anjing lain

    bersama anjing Anda dan buruan itu ternyata telah mati maka janganlah makan, karena Anda

    tidak tahu anjing mana yang telah membunuh buruan itu. [Muttafaq alaih]

    Dari hadis di atas dapat kita rasakan betapa Nabi begitu memperhatikan umatnya

    sehingga beliau tidak rida umatnya memakan hewan buruan tersebut padahal belum tentu

    anjing asing itu memakannya. Ini merupakan suatu syubhat, dan ternyata beliau melarang

    umatnya memakan hewan dengan kondisi seperti ini. Demikian juga bahwa ternyata Nabi

    tidak cukup dengan mencuci bejana yang dijilat anjing, satu kali, dua kali, atau tiga saja; Beliau

    membasuhnya sebanyak tujuh kali [dan salah satunya dicampur dengan tanah]. Beliau

    bersabda, Jika Anjing menjilat bejana milik salah seorang di antara kalian, hendaklah ia

    membasuhnya sebanyak tujuh kali. [Muttafaq alaih]

  • Setelah itu semua, mengapa kita masih saja menemukan orang-orang yang menganggap

    enteng tindakan memasukkan zat-zat yang haram ke dalam makanan dengan alasan yang

    dimasukkan tersebut hanya sedikit dan tidak memberi pengaruh apa-apa.

    8. PANDANGAN ISLAM TENTANG SEMBELIHAN NON MUSLIM

    Ulama Fikih sepakat tentang haramnya mengonsumsi hewan yang disemblih oleh non

    muslim selain Ahlulkitab. Termasuk dalam kategori yang diharamkan ini sembelihan penganut

    majusi, paganisme, atheis, dan orang yang murtad dari agama Islam, karena di antara mereka

    ada yang menyebut nama selain Allah ketika menyemblih, ada pula yang tidak menyebut apa-

    apa sama sekali. Syariat Islam melarang mengonsumsi makanan dari sembelihan-sembelihan

    seperti ini. Tentang sembelihan Ahlulkitab, Ulama sepakat tentang kebolehannya berdasarkan

    firman Allah,

    ... makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan

    kamu halal (pula) bagi mereka... [Q.S. al-M`idah|05 : 05]

    Yang dimaksud dengan makanan dalam ayat di atas ialah hewan sembelihan Ahlulkitab bukan

    semua yang mereka makan, karena mereka juga makan bangkai, darah, dan babi yang sama

    sekali tidak halal bagi kita. Dalam hal sembelihan Ahlulkitab yang belum dibacakan nama Allah

    saat proses penyembelihannya, maka ada dua kondisi yaitu: sembelihan-sembelihan yang

    dilakukan tidak dengan menyebut nama Allah maupun maupun nama selain Allah, ini halal

    dikonsumsi, karena firman Allah dan makanan [berupa sembelihan] orang-orang yang

    diturunkan kepada mereka kitab suci halal bagi kalian di atas. Berikutnya sembelihan yang

    dilakukan dengan menyebut nama selain Allah seperti al-Mas, atau Salib, dan lain sebagainya

    maka haram mengonsumsinya, karena firman Allah dalam surah al-M`idah ayat ketiga,

    Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa-apa yang disemblih

    dengan [menyebut] nama selain Allah.

    9. DAGING IMPOR DARI NEGARA NON ISLAM

    Tidak ada perbedaan hukum daging dengan kategori ini dengan daging sembelihan

    non muslim seperti yang telah dijelaskan. Jika daging tersebut berasal dari negara yang

    penduduknya menganut selain agama samawi maka hukumnya haram berdasarkan konsensus

    ulama-ulama Fikih, karena mereka menyembelih dengan menyebut nama selain Allah. Apabila

    daging dimaksud berasal dari negara penganut Yahudi dan atau Nasrani maka hukumnya

    seperti yang telah dijelaskan di atas, yaitu tentang sembelihan yang dilakukan Ahlulkitab tanpa

  • menyebut nama Allah dan nama selain Allah, dan penyembelihan yang mereka lakukan dengan

    menyebut nama selain Allah. Kecuali dalam kondisi tertentu terkait proses pengolahan daging

    dan unggas yang diimpor tersebut, tentang bagaimana mematikan hewan dan unggas

    dimaksud, sebab untuk keperluan ini mereka lazim melakukan dengan cara mencekik, memukul

    kepala hewan dengan benda keras, sengatan listrik, atau dengan membuat pingsan unggas

    kemudian membenamkannya ke dalam air panas dengan suhu tinggi sehingga mati di sana.

    Semua proses mematikan yang disebutkan tanpa menggunakan benda tajam sebagai alat

    semblih. Cara-cara mematikan hewan seperti ini tidak halal, maka tidak halal pula

    mengonsumsi hewan-hewan yang diperlakukan seperti itu.

    10. PANDANGAN SYARIAT TERHADAP PRODUK PANGAN SELAIN DAGING

    PRODUK NON MUSLIM

    Pangan selain daging yang diproduksi oleh non muslim, baik berupa hasil pengolahan

    susu, atau roti-rotian, atau manisan, dan berbagai ragam minuman, diatur oleh standar

    pemilihan pangan dalam syariat Islam sebagaimana telah dipaparkan di atas. Jika pangan hasil

    olahan susu berasal dari hewan yang halal; tidak dicampur dengan zat-zat yang haram seperti

    darah, enzim yang berasal dari bangkai (hewan yang mati tanpa semblihan yang sah) atau

    hewan yang tidak halal, zat-zat yang memabukkan, najis; dan dalam pengolahannya

    menggunakan wadah yang diduga kuat terjaga kesuciannya, maka halal dikonsumsi. Ketentuan

    serupa berlaku pada jenis-jenis pangan lainnya: roti-rotian, manisan, dan minuman yang tidak

    memabukkan. Ini berlaku sama bagi produsen yang beragama samawi dan selain mereka. Jika

    kriteria-kriteria sebagaimana disebutkan tidak terpenuhi maka produk-produk tersebut tidak

    boleh dikonsumsi dan dipandang haram atau mengandung zat yang haram.

    11. PANGAN UMAT ISLAM ERA MODERN

    Negara-negara Islam dewasa ini, di tengah perkembangan ilmu pengetahuan yang

    begitu pesat, ternyata menghadapi masalah di mana sebagian produk pangan tidak memenuhi

    standar ajaran Islam. Godaan persaingan pasar lokal dan global memiliki andil terjadinya

    campur aduk produk halal dengan yang haram, yang baik dan buruk, sehingga syubhat dapat

    dikatakan menjadi kualifikasi umum produk makanan dan minuman karena banyaknya produk

    yang menggunakan zat-zat tambahan yang haram atau mengandung syubhat. Dampak negatif

    revolusi industri di segmen pangan telah mengantarkan teknologi pengolahan pangan sampai

    kepada tingkat sulit untuk mencurigai kandungan dan sumber produk yang dihasilkan, sehingga

    konsumen yang terpelajar pun terpana dibuatnya apalagi konsumen awam dari kalangan umat

    Islam. Oleh karena itu pabrikasi makanan dan minuman tergolong masalah yang patut

    dikhawatirkan pada era modern ini.

  • 12. HAK UMAT ISLAM DAN KEWAJIBAN KITA

    Studi lapangan dan penelitian yang dilakukan di beberapa pasar negara-negara Islam

    menunjukkan bahwa pangan haram dan yang terkontaminasi unsur-unsur haram mendapatkan

    jalan yang mudah dan lahan yang subur, bahkan pada sebagian produk tidak ditemukan sama

    sekali pedoman yang dapat memberikan informasi tentang keberadaan zat-zat yang

    diharamkan dalam produk dimaksud, sehingga konsumen betul-betul tidak tahu bagaimana

    membedakan antara produk halal dan produk haram.

    Umat Islam dewasa ini memiliki kebutuhan sangat besar untuk mensterilkan makanan

    dan minuman mereka dari unsur-unsur yang diharamkan, untuk memberikan perhatian besar

    terhadap keamanan pangan mereka dari bahan-bahan tambahan yang haram. Suatu yang

    mengundang penyesalan bahwa banyak negara-negara Islam terkesan abai membangun SDM,

    dan tidak memberikan perhatian yang serius terhadap masalah pangan, tidak menjadikannya

    sebagai skala perioritas. Ini setidaknya disebabkan oleh: ketidakmengertian tentang urgensi

    kesehatan dan pangan bermutu bagi manusia di tengah masyarakat; atau karena lembaga

    yang mengurus masalah pangan tidak memiliki visi yang jelas; atau minimnya penelitian ilmu

    terkait masalah ini bahkan barangkali tidak ada sama sekali.

    Pengawasan pangan merupakan kewajiban pihak-pihak terkait. Sudah seharusnya

    SDM yang menanggungjawapi masalah pengawasan pangan ini menghayati kandungan firman

    Allah berikut untuk semakin menegaskan pentingnya mengawasi mutu produk pangan.

    Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah [di jalan Allah] sebagian dari hasil usahamu

    yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan

    janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal

    kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.

    dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. [Q.S. al-Baqarah|02: 267]

    Ayat tersebut merupakan seruan tegas untuk mengawasi [mutu] pangan yang ditujukan

    kepada setiap insan yang bergelut di bidang pangan: produsen, distributor, pembeli, petani,

    pedagang dan pabrik, laboratorium, dan setiap pihak yang berwenang dalam pengawasan

    pangan. Mereka semua memiliki kewajiban kolektif yang krusial yaitu menjamin mutu dan

  • keamanan produk pangan sehingga masyarakat dapat hidup dengan aman dan tenang,

    tentram dan sejahtera.

    13. CATATAN TENTANG PABRIKASI MAKANAN

    Menjamurnya pabrik makanan yang dimiliki oleh non muslim memiliki andil besar

    dalam tersebarnya produk pangan yang tidak memenuhi standar syariat Islam. Fenomena ini

    tidak daapt dijadikan alasan untuk memaafkan sebagian pelaku bisnis muslim yang tidak

    memiliki kepedulian agama dan perasaan yang cukup untuk menumbuhkan kesadaran mereka.

    Mereka tidak peduli dan tetap memakai unsur-unsur yang diharamkan dalam produk pangan

    yang mereka produksi. Inilah faktor utama keberadaan bahan pokok yang mengandung lemak

    babi di pasar, demikian juga dengan beberapa jenis makanan yang mengandung alkohol

    apalagi gelatin hewani yang tidak jelas berasal dari hewan apa.

    Umat Islam menolak membeli produk-produk seperti ini sebagai salah satu upaya

    menghindari syubhat. Suatu yang tidak dapat diterima, produsen tidak memperhatikan [hak-

    hak] ratusan juta yang menjadi pasar produk mereka, sementara itu mereka berlomba-lomba

    mempromosikan bahwa produk-produk pangan mereka bersih dari unsur-unsur yang haram

    dikonsumsi umat Islam. Disayangkan pula, [dengan kondisi seperti itu] ternyata sebagian

    produsen berhasil mendapatkan sertifikat standar mutu yang menyatakan bahwa komoditas

    mereka telah sesuai ketentuan syariat Islam, bebas dari zat-zat yang diharamkan. Ini semua

    tidak lepas dari upaya memanipulasi konsumen dan meyakinkan mereka dengan segala cara,

    yang berdampak pada terguncangnya kepercayaan konsumen kepada lembaga yang

    berwenang mengeluarkan sertifikat standar mutu, atau sertifikat halal. Ketidakpercayaan ini

    bahkan sampai pada tingkat banyak kalangan berkesimpulan bahwa [label] halal ternyata

    sudah menjadi salah satu komoditi dagangan.

    Seiring booming usaha dan kompetisi perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik untuk

    mendapatkan sertifikat halal, aspek bisnis dalam permasalahan ini lebih menonjol dari aspek

    keagamaan dan layanan masyarakat. Sesungguhnya telah terjadi permainan dalam pemberian

    sertifikan halal yang dilakukan oleh sebagian lembaga berwenang, yang mana produk pangan

    apa saja yang telah mendapatkan sertifikat halal seharusnya terbebas dari zat-zat yang

    diharamkan seperti babi dan hasil-hasil olahannya, dan alkohol dan turunannya tetapi amat

    disayangkan sebagian lembaga yang berwenang itu tetap mengeluarkan sertifikat halal untuk

    produk yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan syariat, juga tidak mengawasi proses

    manufaktur, sehingga fungsi mereka tinggal sekedar menerbitkan sertifikat. Anehnya sertifikasi

    juga diberikan untuk segala jenis produk pangan [meskipun tidak perlu dan tidak tepat], seperti

    produk ikan yang diberi label disembelih sesuai dengan syariat Islam. Ini tentu merusak nilai

    sertifikat halal itu sendiri baik nilai-nilai ilmiah, sosial maupun etika.

  • 14. RAHASIA DAPUR PENGOLAHAN SEBAGIAN PRODUK PANGAN

    Terdapat sejumlah makanan yang pada asalnya halal tetapi menjadi haram karena

    prosedur pengolahannya. Misalnya ikan yang pada dasarnya merupakan pangan halal, tetapi

    kita temukan di sebagian pasar-pasar Islam ada sejenis ikan olahan (salmon kukus) yang

    ternyata proses pengolahannya, yaitu dikukus denga uap air, dilakukan dengan cara tertentu

    yang tidak diketahui banyak orang. Misalnya keharusan menaruh beberapa potong tulang babi

    di dalam wadah pengukusan di mana uap panas air mengepul dari sela-sela tulang babi yang

    ditempatkan di bawah ikan-ikan tersebut. Cara pengolahan seperti ini lazim dilakukan di

    Thailand karena besarnya populasi babi di sana. Sangat disesalkan produk ini ternyata laris

    manis dan mendatangkan keuntungan besar di beberapa negara Islam karena telah

    mendapatkan sertifikat halal. Ini tentu mengindikasikan kelemahan dalam pengawasan produk

    pangan, juga menunjukkan bahwa lembaga yang berwenang merasa cukup dengan

    mengetahui jenis produk tanpa memperhatikan proses manufakturnya. Dengan demikian

    penelitian cara penyajian makanan menjadi kebutuhan yang medesak; tidak cukup

    memberikan kesimpulan hukum hanya berdasarkan jenis bahan baku utama produk tanpa

    mengetahui metode pengolahannya.

    15. SARAN DAN MASUKAN

    1. Tidak seyogianya tergiur dengan berbagai publikasi menyesatkan yang

    disampaikan oleh produsen-produsen produk pangan yang berasal dari negara-

    negara non muslim, terutama pemakaian label disembelih secara syariat Islam

    apalagi jika digunakan juga untuk produk makanan/minuman yang tidak berasal

    dari hewan sembelihan, suatu pelecehan terhadap intelegensi konsumen

    khususnya dari kalangan muslim.

    2. Hendaknya dilakukan analisis dan penelitian yang serius terhadap sampel-sampel

    produk pangan di laboratorium yang didukung oleh sarana dan sumber daya

    memadai untuk mengetahui kandungannya secara tepat, halal atau tidaknya

    unsur-unsur tersebut.

    3. Pentingnya keberadaan dan memberdayakan institusi pengawas pasar; hal ini akan

    cukup berperan untuk meningkatkan kepercayaan umat Islam terhadap pihak yang

    berwenang mengeluarkan sertifikat halal.

    4. Memberlakukan undang-undang atau peraturan yang keras untuk mencegah

    beredarnya zat-zat yang diharamkan sehingga konsumen merasa aman

    mengonsumsi makanan dan minuman tanpa merasa takut mengonsumsi yang

    haram tanpa sadar.

  • 5. Bertindak tegas terhadap penyedap rasa yang mengandung zat-zat yang berasal

    dari babi karena penyedap-penyedap semacam ini digunakan untuk berbagai jenis

    makanan.

    6. Mengawasi proses manufaktur produk pangan, tidak sekedar memeriksa jenis

    pangan tanpa memperhatikan proses produksinya.

    7. Urgennya peran serta lembaga halal dalam membuka wawasan masyarakat

    tentang masalah ini dengan mempublikasikan brosur-brosur yang menjelaskan

    maksud kode-kode produk pangan dan angka-angka yang lazim termaktub pada

    kemasan produk dan terlihat rumit sehingga sehingga konsumen awam merasa

    kesulitan untuk mengidentifikasi produk yang memenuhi standar syariat, karena

    unsur-unsur kandungan produk ditulis dengan bahasa angka-angka, huruf-huruf,

    atau kode-kode bukan dengan bahasa konvensional yang terang. Lemak babi dan

    turunnya, misalnya, memiliki kode tertentu, gelatin hewan dengan kode tertentu

    lainnya, alkohol pun demikian, sehingga konsumen kesulitan untuk memahami

    kode-kode ini.

    Demikian, semoga Allah senantiasa bersalawat melimpahkan berkah-Nya kepada Nabi

    kita Muhammad , kepada keluarga dan sahabat-sahabat beliau.