panduan_ctl_split_2

4

Click here to load reader

Upload: hamoraon

Post on 22-Jun-2015

2 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Panduan_CTL_split_2

v

MOTTO

STUDENTS LEARN BEST BY ACTIVELY CONSTRUCTING THEIR OWN UNDERSTANDING

(Cara belajar terbaik adalah siswa mengkonstruksikan sendiri secara aktif pemahamannya)

(CTL Academy Fellow, 1999)

Page 2: Panduan_CTL_split_2

APA DAN MENGAPA PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL?1 BAB I

A. RASIONAL Paradigma pembelajaran dewasa ini mengarah pada pentingnya proses “men-

galami” dalam belajar. Belajar akan lebih bermakna apabila peserta didik mengalami apa yang dipelajarinya, bukan sekedar menerima informasi yang disampaikan guru. Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi terbukti hanya berha-sil dalam membangun kompetensi “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali peserta didik dengan kompetensi untuk memecahkan persoalan kehidu-pan dalam jangka panjang. Sering teramati bahwa pembelajaran di sekolah masih berorietasi pada kompetensi “mengingat” sebagai hasil belajar. Akibatnya, penerapan inovasi pembelajaran cenderung terabaikan. Kondisi ini didukung hasil penelitian Direktorat PLP (sekarang PSMP) yang dilakukan sekitar tahun 2000.

Page 3: Panduan_CTL_split_2

2 Pembelajaran Kontekstual

Penelitian tersebut juga menghasilkan temuan bahwa pembelajaran di SMP leb-ih sering dilakukan secara abstrak. Berdasarkan teori perkembangan kognitif, peserta didik SMP sudah berada pada tahap operasional formal, yaitu tahap individu mampu melampaui dunia nyata dan pengalaman konkrit serta mampu berfikir secara abstrak dan logis. Namun demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran peserta didik perlu mendapatkan contoh konkrit untuk membantu mereka melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif.

Sejak saat itu Direktorat PLP menerapkan pembelajaran kontekstual (Contex-tual Teaching and Learning atau disingkat CTL) sebagai salah satu upaya untuk mem-bantu guru dalam memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik. Pembelaja-ran kontekstual dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning. Lembaga tersebut melalui kerjasama dengan Direktorat PLP memberikan pelatihan kepada peserta dari 11 perguruan tinggi dan 20 sekolah dari enam provinsi di Indonesia untuk mempelajari pembelajaran kontekstual di Amerika Serikat.

Pembelajaran kontekstual menurut Blanchard (2001) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara penge-tahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga masyarakat, dan warga negara (Nur, 2004).

Pembelajaran kontekstual merupakan suatu perpaduan dari beberapa praktik pembelajaran yang baik yang dimaksudkan untuk memperkaya relevansi dan fungsi pendidikan bagi peserta didik. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna karena proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam ben-tuk kegiatan peserta didik mengalami secara langsung dan bukan transfer pengeta-huan dari guru. Dengan demikian dalam pembelajaran kontekstual, selain hasil bela-jar, proses pembelajaran juga dipentingkan.

Dalam pembelajaran kontekstual, peserta didik perlu mengetahui tujuan bela-jar, manfaat belajar, pengalaman belajar, dan sejauh mana tujuan itu dicapai. Dengan proses yang seperti itu, mereka menyadari bahwa yang mereka pelajari bermanfaat bagi hidupnya. Berkaitan dengan itu, guru hendaknya berperan sebagai pengarah dan pembimbing. Guru memberikan pengalaman belajar secara kelompok untuk bekerja sama, saling menghargai, dan saling menolong antarpeserta didik. Kelas bisa menjadi miniatur laboratorium untuk mengembangkan demokrasi.

Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang dikembangkan den-gan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna baik untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Karakteristik tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual memiliki potensi yang signifikan da-

Page 4: Panduan_CTL_split_2

3BAB I. Apa dan Mengapa Pembelajaran Kontekstual?

lam mengembangkan karakter peserta didik. Dalam buku panduan ini dibahas kon-sep pembelajaran kontekstual dan implementasinya dalam pengembangan karakter.

B. Teori Belajar yang melandasi Pembelajaran KontekstualFilosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham progresivisme John

Dewey. Inti dari paham progresivisme adalah peserta didik akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mer-eka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah.

Teori kognitif melatar belakangi pula filosofi pembelajaran kontekstual. Pe-serta ddik akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang dipelajari. Peserta didik menunjukkan hasil belajar dalam bentuk apa yang mereka ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan. Teori yang dikembang-kan oleh Piaget ini menyatakan bahwa pengetahuan akan bermakna jika dicari dan ditemukan sendiri oleh peserta didik. Menurut Piaget, setiap individu berusaha dan mampu mengembangkan pengetahuannya sendiri melalui skema yang ada dalam struktur kognitifnya.

Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita diterima oleh pikiran, kita melakukan pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informa-si baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.

Berpijak dari dua pandangan di atas, munculah teori konstruktivisme. Dasarnya, pengetahuan dan keterampilan peserta didik diperoleh dari konteks yang terbatas dan sedikit demi sedikit. Teori Vygotsky beranggapan bahwa pem-belajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemam-puannya (zone of proximal development), yaitu perkembangan kemampuan peserta didik sedikit di atas kemampuan yang sudah dimilikinya. Vygotsky juga menjelaskan bahwa proses belajar terjadi pada dua tahap: tahap pertama terjadi pada saat berko-laborasi dengan orang lain, dan tahap berikutnya dilakukan secara individual yang di dalamnya terjadi proses internalisasi. Selama proses interaksi terjadi, baik antara guru-siswa maupun antar siswa, kemampuan seperti saling menghargai, menguji ke-