panduan mahasiswa devil advocat(2).doc

10
Bioetika, Humaniora & Profesionalisme Kedokteran PANDUAN MAHASISWA Devil’s advocate sebagai media ajar Bioetika” DIBERIKAN PADA MAHASISWA SEMESTER II FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS DISUSUN OLEH : dr. Nasrudin. A.M, SpOG BLOK BIOETIKA, HUMANIORA DAN PROFESIONALISME KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN 1

Upload: ida-irmayanti

Post on 29-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PANDUAN MAHASISWA DEVIL ADVOCAT(2).doc

Bioetika, Humaniora & Profesionalisme Kedokteran

PANDUAN MAHASISWA

“Devil’s advocate

sebagai media ajar Bioetika”

DIBERIKAN PADA MAHASISWA SEMESTER II

FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS

DISUSUN OLEH :

dr. Nasrudin. A.M, SpOG

BLOK BIOETIKA, HUMANIORA DAN PROFESIONALISME KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2013

PENGANTAR 1

Page 2: PANDUAN MAHASISWA DEVIL ADVOCAT(2).doc

Bioetika, Humaniora & Profesionalisme Kedokteran

Etika kedokteran merupakan bagian penting dari profesionalisme yang perlu dikuasai oleh dokter. Pendidikan etika kedokteran seharusnya sudah didapatkan pada masa pendidikan di fakultas kedokteran. Pada kenyataannya, etika kedokteran baru mendapatkan porsi pendidikan kedokteran setelah keluarnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang mendasarkan pendidikan kedokteran pada standar kompetensi yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2005. Dalam standar kompetensi tersebut, Etika Kedokteran menjadi satu dari tujuh area kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang dokter. sehingga materi Bioetika, Humaniora, dan Profesionalisme Kedokteran diharapkan mampu menjawab tantangan untuk meningkatkan profesionalisme lulusan pendidikan dokter di Indonesia.

Ketiadaan pendidikan etika kedokteran yang memadai di masa lalu tidak berarti bahwa dokter Indonesia tidak beretika. Pun tidak adanya tuntutan terhadap seorang dokter memastikan bahwa ia adalah dokter yang beretika.

Pembelajaran tentang Etika, Humaniora, dan Profesionalisme Kedokteran untuk mahasiswa kedokteran dalam masalah yang prularistik seperti di Indonesia merupakan tugas yang mendesak. Pembelajaran tentang etika kedokteran, humaniora, dan Profesionalsme dapat membantu siswa mencapai kematangan secara individual, meningkatkan kewaspadaan etika, mampu bersikap dalam wilayah moral, yang nantinya akan menghasilkan dokter yang humanis dan profesional dalam pelayanan kesehatan.

Dalam kegiatan Devil’s Advocate sebagai media ajar Bioetika ini, dititikberatkan pada skenario yang mengandung dilema etik dan moral dalam praktek pelayanan kesehatan sehari-hari. Diberikan beberapa skenario dan selanjutnya akan dibahas oleh para mahasiswa berdasarkan konsep Devil’s Advocate (pro dan kontra) dan analisa berdasarkan Kaidah Dasar Bioetik, prinsip Etika Klinik menurut Jonsen AR-Siegler, dan prinsip dasar Etika Islam. Pembahasan berhubungan dengan aktivitas Devil’s Advocate yang dilakukan oleh para mahasiswa. Disamping diskusi, para mahasiswa juga mengasah keterampilan sesuai dengan tujuan yaitu melatih keterampilan kedokteran dan sebagai perkenalan terhadap berbagai permasalahan yang akan ditemukan para siswa nantinya, khususnya dalam menjalin kepercayaan, komunikasi, dan hubungan yang baik antara pasien dan dokter serta terampil dalam melakukan dan menerapkan Prinsip / Kaidah Dasar Bioetik terhadap masalah dan keputusan etik klinik serta masalah humaniora kesehatan, sebagai persiapan untuk terjun ke masyarakat dan bertanggung jawab sebagai seorang dokter yang profesional .

Blok Bioetik, Humaniora, dan Profesionalisme Kedokteran ini disajikan pada mahasiswa semester II Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin dengan jumlah beban 4 SKS dan jadwal kegiatan perkuliahan selama 1 semester

Kami berterimakasih pada semua orang, bagian terkait dan segala pihak yang telah membantu menyelesaikan modul ini. Saran dan kritik yang membangun untuk meningkatkan isi modul ini sangat kami harapkan.

Makassar, Januari 2013 Penyusun

PENDAHULUAN 2

Page 3: PANDUAN MAHASISWA DEVIL ADVOCAT(2).doc

Bioetika, Humaniora & Profesionalisme Kedokteran

A. PETUNJUK TEKNIS DEVIL’S ADVOCATE

Pada Devil’s Advocate sebagai media ajar Bioetika, terdapat 2 skenario yang akan dibahas oleh para mahasiswa dalam 180 menit. Setiap skenario akan diselesaikan dalam 1 pleno Devil’s Advocate dengan durasi waktu 90 menit.

Mahasiswa dibagi dalam 4 kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 30-40 siswa yang dipandu oleh 2-3 instruktur sebagai fasilitator. Satu kelas dibagi 2 kelompok besar (Kelompok Pro dan Kontra)

Pada diskusi Devil’s Advocate dipilih seorang ketua dan sekretaris secara bergantian sebagai panitia.

Panitia Devil’s Advocate :

Konfirmasi kesediaan fasilitator

Koordinasi sarana dan prasarana kegiatan kepada koordinator Blok

Distribusi lembar jawaban mahasiswa ke tiap mahasiswa (termasuk panitia)

Notulensi kegiatan tiap kelompok

Oleh Karena itu, semua aturan dan tugas harus dilaksanakan dengan baik untuk mencapai tujan pembelajaran. Sebelum diskusi dimulai, seorang instruktur/fasilitator akan membuka diskusi Devil’s Advocate dengan memperkenalkan dirinya dan instruktur lain kepada para anggota kelompok dan perkenalan antara satu kelompok (pro) dengan kelompok lainnya (kontra), dilanjutkan dengan memimpin doa bersama sebelum diskusi Devil’s Advocate dimulai. Setelah itu instruktur/fasilitator menjelaskan aturan dan tujuan pembelajaran.

Instruktur / Fasilitator Devil’s Advocate:

- Mempunyai pengetahuan yang baik mengenai isu klinis yang akan dijadikan topik

- Mempunyai kemampuan memfasilitasi debat terbuka

- Mampu bersikap netral, tidak diperkenankan untuk memberikan pendapat pribadi selama menfasilitasi kegiatan.

- Memberikan penilaian kepanitiaan berdasarkan ketersediaan sarana prasarana, ketepatan waktu, dan kelancaran acara

- Memberikan penilaian terhadap kemampuan diskusi mahasiswa (individual) berdasarkan kesesuaian dengan peran kelompok dan kesesuaian dengan tujuan pembelajaran

- Memberikan kesimpulan hasil kegiatan diakhir kegiatan.

Tujuan Pembelajaran Devil’s Advocate :

3

Page 4: PANDUAN MAHASISWA DEVIL ADVOCAT(2).doc

Bioetika, Humaniora & Profesionalisme Kedokteran

Mengetahui dan menjelaskan mengenai perbedaan pendapat antara aliran pro-life dengan pro-choose (Kelompok Pro vs Kontra).

Menuangkan pendapat dalam bentuk tertulis

Melakukan silang pendapat mengenai perbedaan pendapat antara aliran pro-life dengan pro-choose (Kelompok Pro vs Kontra).

Memahami dan mampu mengambil sikap bijaksana sesuai dengan pengetahuan, nilai-nilai yang dianut, etika dan hukum kesehatan yang berlaku dan pendapat pribadi

Tehnik Pelaksanaan Devil’s Advocate :

1. Persiapan sebelum pelaksanaan :

Kewajiban koordinator Blok:

o Briefing mahasiswa : Skenario dan teknnis pelaksanaan

kegiatan.

o Briefing fasilitator yang ditunjuk : Skenario dan analisis

serta teknis pelaksanaan kegiatan.

o Membagi kelompok mahasiswa (pro dan kontra) dan

menentukan panitia untuk kedua kelompok.

2. Saat pelaksanaan

Mahasiswa : diberikan 1 kasus isu etika klinis : aborsi atau Euthanasia

Alokasi waktu 10 menit : menulis pendapat di lembar jawaban mahasiswa

Panitia (Time keeper) : memberitahukan fasilitator bahwa waktu 10 menit selesai, mengumpulkan lembar jawaban mahasiswa, dan menyerahkannya lembar jawab mahasiswa kepada fasilitator

Fasilitator : memfasilitasi jalannya diskusi antar kedua kelompok (pro dan kontra) dengan alokasi waktu 60-90 menit. memberikan kesimpulan dari kegiatan (tidak diperkenankan memasukkan pendapat pribadi)

Notulen kegiatan memberikan lembar notulensi kepada fasilitator

B. TOPIC TREE

4

Page 5: PANDUAN MAHASISWA DEVIL ADVOCAT(2).doc

Bioetika, Humaniora & Profesionalisme Kedokteran

MedicalForensic

MEDICAL SCHOOL

Ethics & Medical Research

Ethics Physician-Colleagues

Ethics Physician-Society

Ethics Physician-Patients

Basic principles of medical ethics

Legislations

RegulationsHospital Law

Environmental Health Law

Works Health Law

Ethical Code,KODEKI

MEDICAL LAW

KUHAP, KUHP,

Administration

BIOETHICS

Professional Physician

Human as Biopschycosocial Creature

Medico-ethico-legal

conflict

MEDICAL SCIENCE

HEALTH LAWMEDICAL

ETHICS

Profession standard,Standard Operating

Procedures

C. SKENARIO

Kasus I. Kisah Terri Schiavo

Terri Schiavo (usia 41 tahun) meninggal dunia di negara bagian Florida, 13

hari setelah Mahkamah Agung Amerika memberi izin mencabut alat bantu nafas

(ventilator) dan pipa makanan (feeding tube) yang selama ini memungkinkan pasien

dalam koma ini masih dapat hidup. Komanya mulai pada tahun 1990 saat Terri jatuh

di rumahnya dan ditemukan oleh suaminya, Michael Schiavo, dalam keadaan gagal

jantung. Setelah ambulans tim medis langsung dipanggil, Terri dapat diresusitasi lagi,

tetapi karena cukup lama ia tidak bernapas, ia mengalami kerusakan otak yang berat,

akibat kekurangan oksigen. Menurut kalangan medis, gagal jantung itu disebabkan

oleh ketidakseimbangan unsur potasium dalam tubuhnya. Oleh karena itu, dokternya

kemudian dituduh malpraktek dan harus membayar ganti rugi cukup besar karena

dinilai lalai dalam tidak menemukan kondisi yang membahayakan ini pada pasiennya.

Setelah Terri Schiavo selama 8 tahun berada dalam keadaan koma, maka pada

bulan Mei 1998 suaminya yang bernama Michael Schiavo mengajukan permohonan

ke pengadilan agar pipa alat bantu pernapasan dan makanan pada istrinya bisa dicabut

agar istrinya dapat meninggal dengan tenang, namun orang tua Terri Schiavo yaitu

5

Page 6: PANDUAN MAHASISWA DEVIL ADVOCAT(2).doc

Bioetika, Humaniora & Profesionalisme Kedokteran

Robert dan Mary Schindler menyatakan keberatan dan menempuh langkah hukum

guna menentang niat menantu mereka tersebut. Dua kali pipa tersebut Terri

dilepaskan dengan izin pengadilan, tetapi sesudah beberapa hari harus dipasang

kembali atas perintah hakim yang lebih tinggi. Ketika akhirnya hakim memutuskan

bahwa pipa bantuan pernapasan dan makanan boleh dilepaskan, maka para

pendukung keluarga Schindler melakukan upaya-upaya guna menggerakkan Senat

Amerika Serikat agar membuat undang-undang yang memerintahkan pengadilan

federal untuk meninjau kembali keputusan hakim tersebut. Undang-undang ini

langsung didukung oleh Dewan Perwakilan Amerika Serikat dan ditandatangani oleh

Presiden George Walker Bush. Tetapi, berdasarkan hukum di Amerika kekuasaan

kehakiman adalah independen, yang pada akhirnya ternyata hakim federal

membenarkan keputusan hakim terdahulu.

Kasus II. Kembar Siam

Kembar perempuan lahir di Manchester pada 8 Agustus 2008. Nama yang sebenarnya

tidak diumumkan, tetapi oleh pengadilan Inggris untuk mudahnya diberi nama Mary

dan Jodie. Dari segi medis, kondisi mereka sangat berat. Tulang pinggul mereka

menempel dan tulang punggung beserta seluruh bagian bawah tubuh menyambung.

Kaki-kaki ada pada tempatnya dalam posisi silang menyilang. Keadaan itu tampak

pada gambar yang dikeluarkan oleh RS St. Mary's. Jantung dan paru-paru Mary tidak

berfungsi, lagi pula otaknya tidak berkembang penuh. Jodie tampak dalam keadaan

fisik yang normal, tetapi jantung dan paru-parunya mendapat beban berat, karena

harus menyediakan darah beroksigen juga untuk saudaranya. Menurut para dokter

keadaan ini hanya bisa berlangsung tiga sampai enam bulan. Kalau keadaan ini

dibiarkan lebih lama, dua-duanya akan meninggal dunia.

Dengan demikian kasus kembar siam ini menimbulkan suatu dilema yang

amat memilukan. Orang tua, staf medis, dan semua pihak yang terlibat dalam kasus

ini menghadapi suatu pilihan yang sangat sulit. Jika Mary dan Jodie tidak dipisahkan,

mereka dua-duanya akan meninggal. Jika mereka dipisahkan melalui operasi, Mary

pasti akan mati, karena ia tidak bisa bernafas sendiri, sedangkan Jodie mempunyai

peluang baik untuk hidup dengan agak normal, walaupun dalam keadaan cacat dan

harus menjalani banyak operasi lagi untuk sedikit demi sedikit membetulkan kondisi

fisiknya.

Orang tua kedua bayi perempuan ini adalah pemeluk agama yang saleh.

Mereka berpendapat, Mary dan Jodie sebaiknya tidak dipisahkan, karena cinta

mereka untuk kedua anak ini sama besarnya. Mereka tidak bisa menerima jika yang

6

Page 7: PANDUAN MAHASISWA DEVIL ADVOCAT(2).doc

Bioetika, Humaniora & Profesionalisme Kedokteran

paling lemah harus dikorbankan kepada yang paling kuat. Karena itu mereka memilih

menyerahkan seluruh masalah ini kepada kehendak Tuhan. Jika kedua bayi ini nanti

meninggal mereka bersedia menerimanya sebagai rencana Tuhan. Staf medis di RS

Mary's tidak setuju. Sesuai dengan naluri kedokteran yang umum, mereka

beranggapan bahwa kehidupan yang mungkin tertolong, harus ditolong juga.

7