pandangan terkait nishfu sya

2
PAndangan terkait nishfu sya’ban Rasulullah Saw bersabda, "Jika malam nisfu sya'ban, maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasa pada siangnya. Karena sesungguhnya Allah turun pada saat menjelang terbenam matahari ke langit yang paling terdekat. Lalu Allah menyeru, 'Siapa orang yang beristighfar kepadaKU maka akan AKU ampuni. Siapa yang meminta rizki, maka AKU akan memberikan rizki. Siapa yang sakit, maka akan AKU sembuhkan! Siapa yang begini, siapa yang begini...dan seterusnya hingga terbit fajar" HR. Ibnu Majah, Baihaqi dalam Syu'abul Iman dari Imam Ali karamahullahu Wajhahu Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah turun pada malam nisfu sya'ban ke langit terdekat. Memberikan pengampunan lebih banyak dari jumlah bulu domba Bano Kalb". HR. Tirmidzi, Ibnu Abi Syaibah, Al Baihaqi, dan Ibnu Majah dari Aisyah. Allah menemui hamba-Nya pada malam nisfu sya'ban dan memberikan ampunan kepada hamba-Nya kecuali dua orang; yang suka bertengkar dan melakukan bunuh diri" HR. Ahmad bin Hanbal dalam Musnad dari Abdullah bin Amr bin Ash jika hadis hadis tersebut diatas kedudukannya kuat dan selamat dari penyakit hadis, maka akan menjadi dalil dan hujjah bagi keutamaan malam nisfu sya'ban. Namun sangat disayangkan, ternyata hadis-hadis tersebut mendapatkan komentar dari para ulama hadis dan mereka melemahkannya. Sebagian dari muhadisin mengatakan bahwa hadis pertama sanadnya adalah dhaif (lemah), diantara mereka adalah Al Iraqi. Sedangkan Al Hafiz Al Mundziri berkomentar bahwa hadis yang ketiga sanadnya "Layyin" (lembek). Bahkan Al Hafiz Abu Bakar Al Araby mengakatakan, "Tidak ada yang shahih tentang Nisfu Sya'ban". Adapun saya berkeyakinan bahwa hadis-hadis ini memang dhaif, namun kita tidak bisa mengingkari bahwa malam nisfu sya'ban

Upload: darmanto

Post on 13-Feb-2016

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Panfdangan terkait nishfu say'ban

TRANSCRIPT

Page 1: PAndangan Terkait Nishfu Sya

PAndangan terkait nishfu sya’ban

Rasulullah Saw bersabda, "Jika malam nisfu sya'ban, maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasa pada siangnya. Karena sesungguhnya Allah turun pada saat menjelang terbenam matahari ke langit yang paling terdekat. Lalu Allah menyeru, 'Siapa orang yang beristighfar kepadaKU maka akan AKU ampuni. Siapa yang meminta rizki, maka AKU akan memberikan rizki. Siapa yang sakit, maka akan AKU sembuhkan! Siapa yang begini, siapa yang begini...dan seterusnya hingga terbit fajar" HR. Ibnu Majah, Baihaqi dalam Syu'abul Iman dari Imam Ali karamahullahu Wajhahu

Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah turun pada malam nisfu sya'ban ke langit terdekat. Memberikan pengampunan lebih banyak dari jumlah bulu domba Bano Kalb". HR. Tirmidzi, Ibnu Abi Syaibah, Al Baihaqi, dan Ibnu Majah dari Aisyah.

Allah menemui hamba-Nya pada malam nisfu sya'ban dan memberikan ampunan kepada hamba-Nya kecuali dua orang; yang suka bertengkar dan melakukan bunuh diri" HR. Ahmad bin Hanbal dalam Musnad dari Abdullah bin Amr bin Ash

jika hadis hadis tersebut diatas kedudukannya kuat dan selamat dari penyakit hadis, maka akan menjadi dalil dan hujjah bagi keutamaan malam nisfu sya'ban. Namun sangat disayangkan, ternyata hadis-hadis tersebut mendapatkan komentar dari para ulama hadis dan mereka melemahkannya. Sebagian dari muhadisin mengatakan bahwa hadis pertama sanadnya adalah dhaif (lemah), diantara mereka adalah Al Iraqi. Sedangkan Al Hafiz Al Mundziri berkomentar bahwa hadis yang ketiga sanadnya "Layyin" (lembek). Bahkan Al Hafiz Abu Bakar Al Araby mengakatakan, "Tidak ada yang shahih tentang Nisfu Sya'ban".

Adapun saya berkeyakinan bahwa hadis-hadis ini memang dhaif, namun kita tidak bisa mengingkari bahwa malam nisfu sya'ban memiliki keutamaan daripada malam-malam lainnya di bulan ini. Bila ingin melakukan shalat malam, maka lakukanlah shalat yang disyariatkan dan bila ingin melakukan shaum di siang harinya, maka lakukanlah shaum yang disyariatkan. Demikian pula melakukan hal-hal yang mustahabbat pada hari-hari tersebut, sesuai dengan kaidah mengamalkan hadis dhaif dalam fadhail amal. Namun dengan syarat, tidak menganggap sebagai ibadah. sebab tidak ada dalil dalam hal tersebut