pancasila (ambar)
TRANSCRIPT
PENGALAMAN
PENGIMPLEMENTASIAN
PANCASILA
Disusun Oleh :
Ambar Febriyanti (K7112012)
PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD) JURUSAN ILMU
PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2012
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila merupakan ideology bangsa Indonesia. Dimana nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya bisa di implementasikan dalam kehidupan kita sehari-
hari. Hal-hal positif yang ada merupakan cerminan diri kita sebagai bangsa
Indonesia. Makna-makna yang terkandung di dalam pancasila bisa merekatkan
kita sebagai suatu kesatuan yang tidak bisa terpecah. Pancasila juga bisa
dijadikan sebagi jalan keluar suatu masalah jika bangsa Indonesia sedang
mengalami permasalahan-permasalahan.
Permasalahan-permasalahan tersebut seperti misalnya perbedaan-perbedaan
yang ada di antara kita, seperti perbedaan agama, perbedaan suku, bahasa, dan
budaya, serta perbedaan-perbedaan mendasar lainnya. Perlu di ingat bahwa
Indonesia merupakan Negara kepulauan, dimana di setiap pulau yang ada
mengandung banyak keragaman. Keragaman bukan merupakan pemecah akan
tetapi sebagai perekat dan merupakan sesuatu yang memperkaya bangsa kita.
Setiap masalah yang ada bisa di selesaikan dengan pancasila. Dan pendahulu-
pendahulu kita juga mengharapkan hal yang sama, yaitu pancasila sebagai jalan
keluar bagi setiap permasalahan yang ditimbulkan oleh
keanekaragaman/perbedaan yang dimiliki oleh Indonesia.
Pancasila tidak akan memiliki makna tanpa pengamalan. Pancasila bukan
sekedar simbol persatuan dan kebanggaan bangsa. Tetapi, Pancasila adalah
acuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, kita
wajib mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Tingkah
laku sehari-hari kita harus mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila. Untuk
mengamalkan Pancasila kita tidak harus menjadi aparat negara. Kita juga tidak
harus menjadi tentara dan mengangkat senjata. Kita dapat mengamalkan nilai-
nilai Pancasila di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kita dapat
memulai dari hal-hal kecil dalam keluarga. Misalnya melakukan musyawarah
keluarga. Setiap keluarga pasti mempunyai masalah. Nah, masalah dalam
keluarga akan terselesaikan dengan baik melalui musyawarah. Kalian dapat
belajar menyatukan pendapat dan menghargai perbedaan dalam keluarga.
Biasakanlah melakukannya dalam keluarga.
Seiring dengan derasnya arus globalisasi saat ini yang mana setiap individu
sering melupakan bahkan mempertanyakan nilai-nilai yang ada dalam pancasila
maka dirasakan makin kuat pula desakan untuk terus menerus mengkaji nilai-
nilai yang terkandung dalam pancasila yang merupakan sumber dari segala
sumber hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia ini.
Berbicara tentang nilai, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila memiliki
arti yang mendalam baik itu secara historis maupun pengamalannya dalam
kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai pancasila ini bagi bangsa Indonesia
meupakan landasan atau dasar, cita-cita dalam melakukan sesuatu juga sebagai
motivasi dalam perbuatannya, baik dalam kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat maupun dalam kehidupan kenegaraan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah peristiwa/ pengalaman yang mengesankan yang merupakan
pengalaman yang melanggar nilai-nilai pancasila?
2. Apakah peristiwa/ pengalaman yang mengesankan yang merupakan
pengalaman yang menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila?
PEMBAHASAN
Implementasi Pancasila dalam Kehidupan masyarakat sangat penting
dilakukan agar setiap warga negara dalam berpikir dan bertindak berdasarkan
etika yang bersumber dari Pancasila.
Pemahaman implementasi Pancasila diharapkan akan adanya tata
kehidupan yang serasi dan harmonis dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
A. Pengalaman tentang pelanggaran nilai-nilai pancasila
Suatu pengalaman yang melanggar nilai-nilai pancasila kadang-kadang
membuatg hati gelisah. Berikut adalah contoh pengalaman saya yang melanggar
pancasila
1. Menyontek.
Salah satu hal yang pernah saya lakukan adalah menyontek. Itu saya lakukan
pada waktu ulangan bahkan ujian. Adakalanya saya merasa gelisah dan was-was
ketika melakukan hal itu. Tapi bagaimana lagi, teman-teman yang lain juga
melakukan hal itu, malah lebih ekstem misalnya dalam ujian dengan
menggunakan HP. Ketika saya mencoba untuk tidak menyontek justru nilai saya
berada dibawah orang-orang yang notabene pengetahuannya di bawah saya
namun justru nilai mereka lebih bagus gara-gara menyontek. Jadi ada sebagian
teman-teman juga yang menganggap bahwa kadang-kadang “jujur itu ajur”.
Kemudian saya menilai kebudayaan menyontek ini juga merupakan suatu
sistem yang salah. Kadang-kadang ada orang yang pintar dan dia tidak mau
menyontek. Tetapi ada teman-teman yang lain yang takut ujian nilai jelek mau si
pintar itu memberikan jawaban padanya dengan cara dipaksa. Otomatis orang
yang tidak mau menyontek itu mau memberikan jawaban karena dia juga
temannya dan takut akan dikucilkan.
Namun, kalau saya menyadari, dalam menyontek itu saya tidak meminta
jawaban seluruhnya. Saya mengerjakan soal itu terlebih dahulu, kemudian jika
ada soal yang ragu-ragu saya baru meminta jawaban teman/menyontek.
Mencontek bukan lagi dianggap sebagai suatu hal yang tabu, bagi remaja
mencontek menjadi sebuah keharusan. Tindakan mencontek tidak lagi dilakukan
seorang siswa secara diam-diam tetapi dilakukan oleh sekelompok siswa dengan
koordinasi yang baik dan rapi. Sehingga, guru tidak menyadari tindakan tersebut.
Tidak sedikit siswa yang memaksa dan mengancam temannya untuk memberikan
contekan. Siswa yang tidak mencontek atau memberi contekan akan dijauhi oleh
teman-temannya. Celaan “sok pinter”, “sok bisa”, “sok suci” dan celaan lain akan
meluncur dari mulut remaja dan ditujukan pada temannya yang menolak untuk
mencontek atau dimintai contekan.
Praktik mencontek ini tidak lagi hanya dilakukan dengan mencontek
pekerjaan temannya tetapi dengan cara-cara lain yang dianggap sangat aman
baginya. Misalnya, menuliskan materi-materi yang diperkirakan akan keluar saat
ujian pada selembar kertas kecil dengan tulisan yang tidak kalah kecil atau
memotret catatannya sehingga dapat dibuka lagi ketika ujian. Pada mata
pelajaran fisika, cara ini sangat sering dipakai siswa mengingat rumus-rumus
yang cukup banyak dalam setiap materi yang diberikan. Dengan kemajuan
teknologi, mencontek dapat dilakukan dengan browsing jawaban di Google atau
berdiskusi melalui grup diskusi disalah satu jejaring sosial di dunia maya. Dengan
berdalih menggunakan fitur kalkulator dari handphone mereka, siswa mengakses
internet melalui handphone dengan aman tanpa dicurigai guru.
Sebenarnya mencontek merupakan sebuah kecurangan yang tidak dapat
ditolerir. Mencontek, secara disadari maupun tidak, telah mengikis nilai-nilai
kejujuran dalam diri remaja. Remaja telah membohongi dirinya, gurunya, orang
tuanya dan orang-orang di sekitarnya. Seorang teman penulis pernah berkata,”
Untuk apa bangga dengan nilai bagus, la wong ulangan saya itu hasil
mencontek”. Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa sebenarnya siswa
sadar bahwa mencontek bukan perbuatan baik.
Apabila perbuatan mencontek dapat ditolerir, maka siswa akan menganggap
bahwa kecurangan dapat dimaafkan. Lalu, apa yang akan dilakukan siswa kelak
saat dia dewasa? Bukankah hal tersebut dapat menyebabkan perbuatan korupsi,
menipu dan perilaku menyimpang lain disamakan dengan mencontek yang dapat
ditolerir. Padahal untuk orang dewasa, perilaku menyimpang tersebut sudah
dikategorikan sebagai tindak kriminal yang dapat dituntut secara hukum.
Mengingat, di jaman modern ini, segala sesuatu berjalan begitu cepat.
Begitu juga dengan perkembangan remaja. Remaja seharusnya sudah dianggap
sebagai pribadi yang cukup tahu mana yang baik dan mana yang buruk bagi
dirinya. Jelas perbuatan mencontek bukanlah perbuatan yang baik. Sehingga,
perlu diberikan sebuah hukuman bagi pelaku mencontek ini agar kelak siswa
tidak mengulangi perbuatan ini. Kenyataannya, hukuman sekarang ini bukan
menjadi sesuatu yang menakutkan bagi siswa. Hukuman bagi siswa adalah
sesuatu yang perlu dijalani tanpa perlu dimaknai. Apalagi apabila hukuman itu
dijalani bersama siswa lain yang senasib. Mereka mengganggap hal tersebut
bukan sesuatu yang memalukan karena bukan hanya dirinya yang mengalami hal
tersebut.
2. Membuat SIM dengan tidak tes (suap dengan uang)
Pada waktu itu saya sedang pengurusan SIM C. Saya diajak teman ke sebuah
Lembaga Pembuatan SIM. Waktu itu kami mendaftar karena lembaga itu siap
untuk membuatkan SIM dengan cara mudah namun harus membayar 225.000.
Kesalahan pertama yang saya lakukan adalah pemalsuan tahun lahir. Saya yang
baru berumur 16 tahun dinaikkan menjadi 17 tahun.
Kemudian sistem pembuatan SIM tersebut adalah sebenarnya Lembaga
itu juga mengadakan tes. Aku sudah berpikir bahwa pasti tesnya sangat susah
dan sulit. Namun pada hari H. Tes yang dijalani sangatlah mudah, yang
membuatku terbelalak, lembaga itu juga memanggil anggota kepolisian untuk
membantu dalam hal tes tersebut, dengan kata lain polisi juga sudah mengetahui
bahwa kita mengerjakan tes dengan cara instan. Cara instan tersebut adalah
setelah diberi soal dan lembar jawab, ternyata lembar jawab itu sudah ADA
jawabanya. Jadi kita hanya mengisi identitas dan SELESAI. Dan itu juga TIDAK
ADA TES PRAKTEKnya juga.
Selanjutnya saya juga berpikir pada waktu itu saya menyadari bahwa saya
memang sepenuhnya belum bisa menggunakan sepeda motor tapi ternyata bisa
mendapatkan SIM dengan mudah.
Kemudian kadang-kandang saya menyadariu berarti polisi juga ikut campur
dalam tindak pelanggaran tersebut, MESKIPUN tidak semuanya begitu.
Kedua sikap itu menunjukkan perbuatan yang melanggar nilai-nilai
pancasila sila ke 5 “Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Karena
perbuatan itu membuat kita tidak adil terhadap orang yang benar-benar mau
jujur dalam ujian maupun dalam mencari SIM. Kita juga tidak adil terhadap orang
yang memang sudah belaar dengan giat dan berjuang melawan tes tulis dan
praktek untuk mendapatkan SIM yang halal.
B. Pengalaman yang menjunjung tinggi nilia-nilai Pancasila
1. Hujan di tengah berseragam Dewan Tonti
Pada waktu SMA, Saya mengikuti dewan tonti. Sebagai peringatan
Paskibraka Indonesia ada acara Lomba Baris Berbaris (LBB) tingkat Provinsi. Kami
satu pleton dari SMA 1 BANTUL berlatih bersama untuk mengikuti ajang
bergengsi itu. Kami mengenakan pakaian kebanggan merah putih. Ada Garuda di
dadaku. Kami menjaga perilaku saat membawa nama sekolah dan tanah air kami.
Kami tak menghiraukan semua teriakan yang membersamai kami sewaku
penilaian. Itulah motto kami, tak boleh berhenti sebelum sampai. Sampai di POS
terakhir, akhirnya hujan mengguyur, kami sedang melakukan formasi. Namun,
kami terus berbaris melanjutkan perjuangan kami. Kami bersatu sampai akhir.
Hujan menyertai kami sampai selesai. Hingga berhenti kamu disambut
tepuk riuh dan teriakan semangat dari pembina kami. Kami bangga, kami senang
telah berjuang di atas nama sekolah dan bangsa kami sebagai generasi pemuda
yang tegas dan tak kenal putus asa.
Meskipun seragam kami basah, tapi kami menjunjung tinggi nilai,
perjuangan dan kerja keras kami. Kesalahan demi kesalahan kami lewati bersama
tanpa ada suatu salah menyalah antara satu dengan yang lain. Pada saat itu,
Kami khususnya saya sangat bangga menjadi bagian dari satu kesatuan kelompok
itu. Kami menangis bangga karena telah melakukan yang terbaik.
Itulah Pengalaman yang menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila sila ke 3
“Persatuan Indonesia”. Kami bersatu menjunjung tinggi cinta tanah air dan
bangga akan bangsa Indonesia.
2. Menghargai perbedaan dalam satu ikatan persahabatan
Pada waktu SD saya mempunyai teman dekat. Kami sangat dekat karena
rumah kami dekat. Hingga berjalannya waktu naik ke kelas yang lebih tinggi kami
lebih dekat dan akrab. Dia adalah anak seumuranku yang mempunyai agama non
Islam (Kristen) dia juga sangat kaya, hinga dia pernah membagi-bagikan uang
dengan cuma-cuma.
Pada waktu itu, dia sering belajar di rumahku. Aku pun sering sekali bermain
di rumahnya hingga larut. Tak jarang aku diberi makanan dan uang hanya untuk
sekedar membeli jajanan. Namun, pada suatu hari aku pernah dilarang oleh
orang tuaku untuk pergi ke rumahnya. Pada waktu itu aku masih kelas 4 SD jadi
aku tidak tahu alasan orang tuak kenapa tepatnya kenapa, mungkin gara-gara
pada waktu itu dirumahnya baru mengadakan pesta pernikahan besar-besaran
dan strata sosialku tidak sebanding dengannya. Karena aku jarang ke rumah
temanku itu, temanku terus mencariku.
Dia terus mengatakan padaku “tidak apa-apa main kerumahku aja yuk”. Aku
pun bermain ke rumahnya. Pada waktu itu sedang melakukan sembahyang untuk
orang-orang nasrani di keluarga besarnya, Aku tidak mengikutinya tapi hanya
diam melihatnya. Bahkan temanku itu tahu, dia mengajakku masuk ke dalam
rumah dan bermain sendiri.
Itulah kami yang baru kelas 4 SD, meskipun berbeda agama dan strata sosial
tapi kami saling menghargai untuk menyongsong pertemanan dan persahabatan
yang rukun.
Itulah Penerapan nilai pancasila sila Ketuhanan yang Maha Esa. Karena kami
saling menghargai dan mengormati antar umat beragama.
3. Belum mandi untuk membantu adik kelas.
Waktu itu, saya kedatangan adik kelasku. Dia baru menjadi mahasiswa baru di
Sekolah Menengah Atas. Karena dia belum tahu apa-apa, dan tiba-tiba dia
datang ke rumahnku untuk mwembantunya ke internet mengerjakan tugas MOS
yang harus dikumpulkan di internet. Dia sangat gugup dan terburu-buru karena
waktu itu sudah pukul 18.00 sedangkan akhir pengumpulan tugas pukul 19.00.
Kurelakan aku yang belum mandi untuk pergi menemaninya ke internet
membuat tugas di Internet. Walaupun saya belum mandi, saya merasa bahagia
melihat adik kelas senang telang menyelesaikan tugas dan tidak mendapat
hukuman.
Itulah sedikit pengalaman yang mungkin sedikit aneh yang menurut saya
mesuk ke nilai pancasila sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Karena kita
sesama manusia harus tolong-menolong dan mementingkan kepentingan oraang
lain daripada kepentingan diri sendiri.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat di simpulkan bahwa pancasila sebagai
ideologi Negara memiliki nila-nilai positif yang terkandung di dalamnya.
Dimana nilai-nilai positif tersebut sudah kita laksanakan dalam kehidupan
sehari-hari, dan sudah seharusnya nilai-nilai positif tersebut tetap kita jaga
dan laksanakan.
Pada dasarnya pengimplementasian pancasila yang bisa berupa
pelanggaran dan menjunjung tinggi nilai pancasila sudah banyak terjadi
dalam aktivitas ataupun pengalaman kita dalam kehidupan sehari-hari.
Tinggal bagaimana caranya kita menyikapi untuk terus dikembangakan
perbuatan yang menjunjung tinggi tersebut dan dicegah/dikurangi untuk
yang melanggar nilai pancasila.
Kurangnya pengamalan terhadap ideologi Pancasila oleh masyarakat
dapat terjadi, karena prinsip-prinsip dasar dan arah tujuan yang terkandung
dalam ideologi tersebut tidak dipahami, dimengerti, dipergunakan dan
dilaksanakan sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara.
Agar generasi sekarang bisa kembali kepada pancasiala adalah dengan
menanamkan nilai-nilai pancasila sejak dini. Sebagai calon guru pengaja,
sangat memiliki peranan yang penting dalam penanaman nilai-nilai
pancasila.
Pancasila tidak hanya harus dihafalkan oleh seluruh rakyat Indonesia,
namun juga harus dimengerti, dan diamalkan, serta dilaksanakan dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara agar fungsi pancasila sebagai
ideologi Negara tetap terjaga. Setiap rakyat Indonesia perlu lebih memaknai
inti dari sila-sila pancasila agar tercipta kehidupan bermasyarakat dan
bernegara yang lebih nyaman. Apalagi generasi muda lebih menghargai
ideologi bangsa kita sendiri dengan cara mengamalkan pancasila di dalam
kehidupannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://mster-al.blogspot.com/2012/09/makalah-nilai-dan-sikap-positif.html
research.amikom.ac.id/index.php/STI/article/download/6673/4808
http://muamartarifazis.blogspot.com/2012/03/pengamalan-nilai-nilai-pancasila-
dalam.html
http://merah-putih-indonesia.blogspot.com/2012/01/pancasila-bukan-
pajangan.html
http://setya-wa2n.blogspot.com/2011/02/pengamalan-nilai-nilai-pancasila-
dalam.html
http://blog.kenz.or.id/2006/06/01/45-butir-pengamalan-pancasila.html
http://putracenter.net/2010/04/05/implementasi-pancasila-dalam-kehidupan-
berbangsa/
http://sederetmedia.com/pancasila-dan-implementasinya/
Winarno.2012.Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.Surakarta:Yuma
Pressindo.