pajak inter (2)

3
Apa posisi negara anda? Apakah ada banyak perjanjian pajak yang berlaku? Adakah kebijakan mengenai perundingan perjanjian aktif? Dasar hukum yang mengatur tentang perjanjian pajak internasional di Indonesia tidaklah memiliki kecenderungan ke OECD Model ataupun UN Model. Hukum yang mengatur tentang perjanjian pajak internasional di Indonesia adalah hukum pajak nasional/unilateral yang mengandung unsur asing. Dasar hukum tersebut terbagi menjadi beberapa sumber, yaitu : 1. Kaedah hukum pajak nasional/unilateral yang mengandung unsur asing, diantaranya : Peraturan Perpajakan Nasional yang mengatur P3B (Pasal 32 A UU PPh) tentang ”pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak”; Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 2 UU PPh) tentang : Subjek Pajak Luar Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT); Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang : Tidak Termasuk Subjek Pajak; Peraturan perpajakan Nasional (Pasal 5 (2) UU PPh) tentang : Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang Tidak Termasuk Subjek Pajak Bentuk Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tengang TidakTermasuk Subjek Pajak Usaha tetap.; Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 18 UU PPh) tentang Hubungan Istimewa, Bilamana Terdapat Ketidakwajaran dalm Perpajakan; Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 24 UU PPh) tentang Kredit Pajak Luar Negeri; Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 26 UU PPh) tentang Pemotongan Pajak atas Subjek Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia. 2. Kaedah-kaedah yang berasal dari traktat : Perjanjian Bilateral; Perjanjian ini diwujudkan dengan adanya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), yang sampai ditulisnya buku ini sudah ada 56 P3B;

Upload: budi-darsono

Post on 09-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

asdasd

TRANSCRIPT

Page 1: Pajak Inter (2)

Apa posisi negara anda? Apakah ada banyak perjanjian pajak yang berlaku? Adakah

kebijakan mengenai perundingan perjanjian aktif?

Dasar hukum yang mengatur tentang perjanjian pajak internasional di Indonesia tidaklah memiliki kecenderungan ke OECD Model ataupun UN Model. Hukum yang mengatur tentang perjanjian pajak internasional di Indonesia adalah hukum pajak nasional/unilateral yang mengandung unsur asing. Dasar hukum tersebut terbagi menjadi beberapa sumber, yaitu :

1. Kaedah hukum pajak nasional/unilateral yang mengandung unsur asing, diantaranya : Peraturan Perpajakan Nasional yang mengatur P3B (Pasal 32 A UU PPh)

tentang ”pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak”;

Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 2 UU PPh) tentang : Subjek Pajak Luar Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT);

Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang : Tidak Termasuk Subjek Pajak;

Peraturan perpajakan Nasional (Pasal 5 (2) UU PPh) tentang : Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang Tidak Termasuk Subjek Pajak Bentuk Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tengang TidakTermasuk Subjek Pajak Usaha tetap.;

Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 18 UU PPh) tentang Hubungan Istimewa, Bilamana Terdapat Ketidakwajaran dalm Perpajakan;

Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 24 UU PPh) tentang Kredit Pajak Luar Negeri;

Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 26 UU PPh) tentang Pemotongan Pajak atas Subjek Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2. Kaedah-kaedah yang berasal dari traktat : Perjanjian Bilateral; Perjanjian ini diwujudkan dengan adanya Perjanjian Penghindaran Pajak

Berganda (P3B), yang sampai ditulisnya buku ini sudah ada 56 P3B; Perjanjian multilateral, perjanjian ini seperti Konvensi Wina.

3. Keputusan Hakim Nasional atau komisi internasional tentang pajak-pajak internasional. Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya putusan pengadilan pajak yang menyangkut tentang perpajakan internasional, atau Keputusan Pengadilan Internasional Den Haag yang memuat soal-soal perpajakan.

Apa hubungan antara perjanjian pajak dan hukum domestik di negara anda?

1. Jika tidak ada perjanjian pajak antara Republica dengan Indonesia, maka Software House Inc, akan dikenakan pajak sesuai hukum domestik, yaitu Pasal 26 UU PPh tentang pemotongan pajak atas Subjek Pajak Luar Negeri yang memperoleh

Page 2: Pajak Inter (2)

penghasilan dari Indonesia jika Software House Inc, memperluas bisnisnya di Indonesia.

2. Jika ada perjanjian pajak antara Republica dengan Indonesia, maka dasar pengenaan pajak royalti Software House Inc, akan mengacu pada hasil perjanjian tersebut. Keputusan pengenaan tarif bisa menggunakan acuan dari OECD Model, UN Model, konfrensi Wina, dan keputusan hakim nasional dan komisi internasional sesuai dengan kesepakatan.

Bagaimana sumber pendapatan ditentukan menurut hukum domestik di negara

anda? Apakah peraturan mengenai asal pendapatan ditetapkan dalam hukum

domestik? Atau apakah asal pendapatan ditentukan oleh keputusan pengadilan? Atau

apakah itu campuran antara hukum domestik dan keputusan pengadilan?

Pada kasus ini, menurut saya pendapatan tersebut dapat dikarakterisasi menjadi pendapatan royalti, sesuai dengan UU PPh pasal 26 yang mengatur tentang pemotongan pajak atas Subjek Pajak Luar Negeri atas penghasilan di Indonesia. Tidak menggunakan OECD Model karena Indonesia tidak menggunakannya. Namun jika Republica sebagai Negara Sumber dari Sofware House Inc tidak menyetujui hukum domestik yang ada di Indonesia, maka keputusan karakterisasi pendapatan akan diserahkan ke keputusan pengadilan yaitu keputusan hakim nasional dan komisi internasional.