pai
TRANSCRIPT
Ujian Tengah Semester Pendidikan Agama Islam
1. Mengapa Allah menciptakan manusia?
Jawaban saya: Allah menciptakan manusia karena memiliki tujuan tertentu
yaitu untuk sebagai khalifah di muka Bumi, sehingga Allah menciptakan
manusia disertai dengan akal dan pikiran berbeda dengan makhluk lainnya.
Dengan adanya akal pikiran diharapkan manusia dapat menjaga dan
memelihara semua ciptaan Allah yang ada di muka Bumi.
Berdasarkan literature yang telah diperoleh, tidak diragukan lagi
bahwasannya Allah Swt adalah Wujud Yang Maha Kaya (tidak
membutuhkan), untuk mengatasi persoalan diatas, tidaklah terlepas dari dua
pokok proposisi:
a. Allah Swt, sebagai Wujud Yang Maha Sempurna, dan tidak membutuhkan,
juga bagiNya tidak mempunyai tujuan dalam pencapaian suatu kebutuhan.
b. Perbuatan Allah Swt tidaklah menuju kesia-siaan, haruslah bagiNya meraih
tujuan. Tujuan tersebut berkenaan dengan tindakan (objek),bukanlah bagi
pelaku perbuatan(subjek).
Dalam alqur’an Allah Swt berfirman: “ Maka apakah kamu mengira, bahwa
Sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa
kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS Al-Mukminun ayat 115)
dalam surat lain, Allah Swt berfirman:. “…………..Dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah
kami dari siksa neraka.” (QS Al-Imran ayat 191),
juga dalam ayatNya : “ Dan tidaklah kami ciptakan Iangit dan bumi dan segala
yang ada di antara keduanya dengan bermain-main”. (QS Anbiya’ ayat 16)
Maksud dan kandungan ayat-ayat diatas bahwasanya Allah Swt menciptakan
langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya itu adalah dengan
maksud dan tujuan yang mengandung hikmat. Poin penting adalah tidaklah
1
maksud dan tujuan tersebut kecuali untuk kesempurnaan makhluk tidaklah
bagi kesempurnaan zatNya (Allah Swt).
Allah berfirman kepada para malaikat ketika akan menciptakan Adam,
''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi''. (Al-
Baqarah:30). Banyak kaum muslimin yang keliru dalam memahami ayat ini,
yakni sebagai wakil/pengganti Allah dalam mengurus bumi. Makna khalifah
yang benar adalah kaum yang akan menggantikan satu sama lain, kurun demi
kurun, dan generasi demi generasi, demikian penjelasan dalam ringkasan Tafsir
Ibnu Katsier
''Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ''Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'' Mereka berkata:
''Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?''. Tuhan
berfirman: ''Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui''(Al-
Baqarah:30)
Syaikh Muhammad Nasib Ar-Rifa’i berpendapat dalam ringkasan Tafsir Ibnu
Katsiernya :
1. Adalah mustahil tiadanya Allah dari kerajaan-Nya, baik secara total maupun
sebagian. Dia senantiasa mengurus langit dan bumi dan tidak ada suatu perkara
seberat Dzarrah pun yang ada di langit dan di bumi yang terlepas dari
pengetahuan-Nya. Jadi, Dia tidak membutuhkan khalifah, wakil, pengganti, dan
tidak pula butuh kepada pihak yang ada di dekat-Nya.
2. Jika keberadaan Adam atau jenis manusia itu layak untuk menggantikan
Allah, maka dia harus memiliki sifat-sifat yang menyerupai sifat-sifat Allah
Ta'ala, dan Mahasuci Allah dari sifat-sifat yang dapat diserupai manusia. Jika
manusia, sebagaimana seluruh makhluk lainnya, tidak menyandang sifat-sifat
yang menyerupai sifat-sifat Allah, bahkan makhluk tidak memilikinya,
2
sedangkan Allah Maha Sempurna pada seluruh sifat-Nya, maka terjadilah
ketidaksamaan secara total. Maka bagaimana mungkin orang yang
berkekurangan menggantikan pihak Yang Mahas Sempurna? Maha Suci Allah
dari adanya pihak yang menandingi dan menyerupai. ''Tidak ada sesuatu pun
yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.'' (asy-Syuura: 11)
3. Adalah sudah pasti bahwa manusia tidak layak menjadi khalifah atau wakil
Allah, bahkan hal sebaliknyalah yang benar, yaitu Allah sebagai khalifah dan
wakil. Simaklah beberapa firman berikut ini. ''Cukuplah Allah menjadi Wakil
(Penolong) kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung''(Ali Imran: 173). ''Dan
Allah Maha Mewakili segala sesuatu.''(Hud: 12). ''Dan barangsiapa bertawakal
kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.''(At-Thalaq: 3).
''Dan cukuplah Allah sebagai Wakil''(An-Nisa': 81) Dalam hadits mengenai doa
bepergian, Nabi shalallahu wa alaihi wa sallam bersabda, ''Ya Allah,�
Engkaulah yang menyertai perjalanan dan yang menggantikan dalam mengurus
keluarga yang ditinggalkan)
4. Tidak ada satu dalil pun, baik yang eksplisit, implisit, maupun hasil inferensi,
baik di dalam Al-Qur'an maupun Sunnah yang menyatakan bahwa manusia
merupakan khalifah Allah di bumi, karena Dia berfirman, ''Sesungguhnya Aku
akan menjadikan seorang khalifah di bumi''. Ayat ini jangan dipahami bahwa
Adam alaihis salam adalah khalifah Allah di bumi, sebab Dia bertirman,
''Sesungguhnya Aku akan menjadikan khalifah di bumi.'' Allah mengatakannya
demikian, dan tidak mengatakan, ''Sesungguhnya Aku akan menjadikan, untuk-
Ku, seorang khalifah di bumi'', atau Dia mengatakan, ''Sesungguhnya Aku akan
menjadikan seorang khalifah bagi-Ku di bumi'', atau ''menjadikan khalifah-Ku''.
Dari mana kita menyimpulkan bahwa Adam atau spesies manusia sebagai
khalifah Allah di bumi? Ketahuilah, sesungguhnya urusan Allah itu lebih mulia
dan lebih agung daripada itu, dan Maha Tinggi Allah dari perbuatan itu. Namun,
mayoritas mufasirin mengatakan, ''Yakni, suatu kaum menggantikan kaum yang
3
lain, kurun demi kurun, dan generasi demi generasi.'' (Ar-Rifa’i, Muhammad
Nasib: Akhir Ramadhan 1390 H).
2. Mengapa manusia perlu beragama dan mengapa Anda
beragama Islam?
Jawaban saya: Manusia perlu beragama karena manusia perlu penuntun dan
pedoman hidup dalam menjalani kehidupannya, dalam hal ini agama sangat
berperan penting dimana Agama memiliki aturan, norma, dan petunjuk
yang telah di atur oleh Yang Maha Kuasa untuk menjalani kehidupan
manusia.Dengan adanya Agama, umat manusia berharap agar dapat hidup
selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat.
Berdasarkan literature yang diperoleh, Istilah agama merupakan
terjemahan dari Ad-Din (dalam bahasa Arab). Ad-Din dalam Al Quran
disebutkan sebanyak 92 kali. Secara bahasa, dîn diartikan sebagai “balasan”
yaitu di dalam Al Quran yang menyebutkan kata dîn dalam surat Al-Fatihah
ayat 4, “Maliki yaumiddin – “(Dialah) Pemilik (raja) hari pembalasan. Begitu
juga pada sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, ad-dînu nashihah
(Agama adalah ketaatan).Juga dalam Al-Baqarah ayat 256 “Laa ikraaha
fiddin” (“tidak ada paksaan dalam agama …“).
Secara istilah, din diartikan sebagai sekumpulan keyakinan, kepercayaan, hukum, dan
norma yang diyakini dapat mengantarkan seseorang menuju kebahagiaan manusia.
Kebahagian dan keselamatan inilah yang sering menjadi cita-cita yang ingin dicapai
tiap umat manusia di dunia. Dan kebanyakan orang sangat berharap dengan
kebahagiaan dunia dan akhirat (Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib: Akhir Ramadhan
1390 H).
1. Manusia secara naluri dan fitrahnya memang sangat membutuhkan agama.
4
Manusia pada dasarnya membutuhkan agama karena hal ini yang
membedakan manusia dengan mahluk lain seperti hewan. Dalam beberapa hal,
ada kesamaan antara manusia dengan hewan, yaitu sama-sama sebagai mahluk
Allah SWT, sama-sama mempunyai keinginan-keinginan biologis dan sama-
sama mempunyai perasaan takut, sedih, dan gembira dan lain-lain. Manusia
merupakan mahluk yang unik dan istimewa. Secara fisik manusia lebih lemah
dibandingkan dengan hewan tetapi manusia mempunyai jiwa dan akal yang
dapat membedakan baik dan buruk, benar dan salah dan lain sebagainya.
2. Manusia sangat membutuhkan pedoman untuk mengatur kehidupan di dunia
dan mempersiapkan dirinya untuk kehidupan di akhirat.
Manusia sebagai mahluk individu sekaligus sebagai mahluk sosial sangat
memerlukan aturan dalam seluruh aspek kehidupannya. Mulai dari
menyalurkan kebutuhan yang paling dasar sampai memenuhi kebutuhannnya
yang primer, sekunder dan tersier. Semua aspek kehidupan ada aturannya
apalagi untuk kehidupan di dunia dan akhirat. Ilmuwan barat di antaranya
Schumacher menyatakan bahwa materialisme sudah mati, manusia sekarang
mencari spiritualisme sehingga menurut hemat kita pencarían dan kembalinya
manusia terhadap agama merupakan jawaban yang tepat.
Jawaban saya: Saya beragama Islam karena pertama saya dilahirkan sebagai
anak yang beragama Islam sehingga saya di ajarkan Islam sedari kecil, atas
dasar itu sampai sekarang saya tetap memeluk agama Islam dikarenakan Islam
telah mengajarakan saya pada keimanan terhadap Allah walaupun Allah tidak
berwujud, bagaimana kita selalu mengimani bahwa Allah itu selalu ada di dekat
kita bahkan sedekat urat nadi. Dan karna ini sudah di takdirkan oleh Allah, saya
telah dilahirkan sebagai Islam dan saya sangat bersyukur.
Berdasarkan literature, Al-Qur’an Surat Al-Ar’af menerangkan kepada
kita bahwa sesungguhnya di alam ruh manusia sudah berjanji dan menyaksikan
bahwa Allah SWT adalah sang Maha Pencipta.
5
Juga Al-Quran Surat Al-Baqarah dari ayat 1 s/d ayat 20 menceritakan golongan-
golongan manusia. Para mufasirin menfasirkan bahwa ayat 1 – 5 menerangkan
orang-orang yang beriman, ayat 6 – 7 menerangkan orang-orang yang kafir,
dan ayat 8 – 20 menerangkan keadaan orang yang munafik. Dari 20 ayat yang
diturunkan pada awal surat ini ternyata hanya 2 ayat saja yang menerangkan
mengenai orang-orang kafir. Hal ini yang ditafsirkan bahwa kebanyakan
manusia sebenarnya beriman namun yang paling banyak jumlahnya adalah
golongan orang-orang atau kaum munafiqin yang senantiasa berada dan ragu
di antara keimanan dan kemunakran mereka.
2. Manusia tidak mempunyai jawaban yang pasti terhadap pertanyaan-
pertanyaan tentang alam semesta.
Pada saat Nabi Adam diturunkan ke bumi maka timbul kebingungan dalam
dirinya tentang bagaimana menghadapi kehidupan di bumi, maka Allah SWT
memberi tuntunan melalui wahyu dan isyarat-isyarat yang diturunkan kepada
beliau. Bahkan sebelum Nabi Adam diciptakan-Nya para malaikat berdialog
dengan Allah SWT tentang mahluk yang akan diciptakan Allah untuk menjadi
khalifah di bumi (Al-Baqarah ayat 30-34). Pertanyaan yang disampaikan
malaikat adalah bentuk keprihatinan kepada manusia yang cenderung menjadi
mahluk pembangkang namun Allah berfirman bahwa Allah lebih mengetahui
daripada apa yang diketahui para malaikat. Dan selanjutnya Allah memberikan
pelajaran mengenai nama-nama benda kepada nabi Adam sebagai
pengetahuan dan menjadikan kedudukan atau derajat Nabi Adam yang lebih
tinggi daripada malaikat sehingga malaikat diperintahkan sujud kepada Nabi
Adam ((Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib: Akhir Ramadhan 1390 H).
6
3. Apakah tujuan Allah menurunkan wahyu dan mengutus Rasul
kemuka Bumi?
Jawaban saya: Tujuan Allah mengutus Rasul adalah untuk menyampaikan
wahyu yang telah diterimanya kepada seluruh umat manusia, agar umat
manusia berada di jalan yang benar.
Berdasarkan literature yang diperoleh, Tujuan Allah mengutus Rasul kemuka
Bumi adalah untuk menyampaikan wahyu kepada manusia agar tidak ada
hujjah (alasan) bagi mereka dihadapan Allah Ta’ala di hari kiamat kelak. Allah
Ta’ala mengutus mereka kepada kaumnya dengan diperkuat bukti-bukti dan
berbagai mukjizat. Nabi yang diangkat sebagai rasul pertama adalah Nabi Nuh,
sedangkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi dan Rasul
pungkasan.
Dan di antara yang membedakan antara nabi dan rasul adalah, bahwa
kenabian adalah syarat kerasulan, maka tidak bisa menjadi rasul orang yang
bukan nabi. Kenabian lebih umum dari kerasulan. Setiap rasul pasti nabi, tetapi
tidak setiap nabi adalah rasul. Dan rasul adalah orang yang membawa risalah
kepada suatu kaum yang tidak mengerti tentang agama dan syari’at Allah
Ta’ala, atau kepada kepada kaum yang telah mengubah syariat dan agama,
untuk mengajari mereka atau mengembalikan mereka ke dalam syariat Allah
Ta’ala. Dia adalah hakim bagi mereka. Sedangkan nabi diutus dengan dakwah
kepada syariat nabi atau rasul sebelumnya.
Dalil-Dalil yang Mewajibkan Beriman kepada Para Rasul
* Dalil- Dalil Naqli (al-Qur’an dan al-Hadits)
1. Di antara khabar yang berasal dari Allah Ta’ala tentang rasul-rasulNya dan
tentang penetapan mereka menjadi rasul dan risalah-risalah (misi) yang
mereka bawa, adalah terdapat dalam ayat-ayat berikut, “Dan sesungguhnya
7
Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan),
‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu’…” (QS. an-Nahl:36)
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami
telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan
Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’qub dan
anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur
kepada Daud. Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh Kami
kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami
kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa
dengan langsung. (Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita
gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia
membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa’:163-165)
2. Berita dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang dirinya dan tentang
saudara-saudaranya para rasul dan para nabi, hal tersebut tercantum dalam
hadits-hadits yang sangat banyak di antaranya:
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya oleh Abu Dzar tentang
jumlah para nabi dan rasul, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
“Seratus dua puluh ribu nabi, dan yang menjadi rasul di antara mereka
sebanyak tiga ratus tiga belas (rasul).” (HR. Ibnu Hibban).
Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Allah tiada mengutus seorang nabi
melainkan ia telah memberikan peringatan kaumnya akan si buta sebelah
matanya lagi pendusta, yaitu al-Masih Dajjal”. (HR. Bukhari dan Muslim)
* Dalil-Dalil ‘Aqli
1. Rububiyyah Allah Ta’ala dan rahmat-Nya memastikan pengangkatan rasul
dariNya untuk segenap umat manusia agar memperkenalkan (Rabb) kepada
8
mereka dan membimbing mereka menuju jalan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
2. Allah Ta’ala menciptakan manusia supaya beribadah kepadaNya, firmanNya,
artinya, “Dan Aku tidak sekali-kali menciptakan jin dan manusia kecuali supaya
mereka beribadah kepadaKu.” (Adz-Dzariyat: 56). Maka hal ini menuntut
adanya pemilihan manusia sebagai rasul agar mengajarkan kepada manusia
bagaimana seharusnya beribadah kepada Allah Ta’ala. Sebab yang demikian
itulah tugas dan tujuan penciptaan manusia.
3. Adanya pahala dan hukuman yang berkaitan dengan pengaruh ketaatan dan
kemaksiatan pada jiwa (hati) hingga menjadi bersih atau kotor merupakan
perkara yang memastikan pengutusan para rasul dan pengangkatan manusia
menjadi nabi. Juga di hari Kiamat kelak tidak ada manusia yang mengatakan,
“Sesungguhnya kami ya Rabb kami tidak mengetahui cara patuh kepada
Engkau, sehingga kami bisa mematuhiMu, dan kami pun tidak mengetahui sisi
kedurhakaan kepadaMu sehingga kami menjauhinya; Dan pada hari ini tidak
ada kezhaliman di sisiMu, maka janganlah Engkau menyiksa kami.” Allah Ta’ala
menegaskan dalam firmanNya, artinya, “(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul
pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan
bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa’:165) (Anonim A,
2011).
Jawaban saya: Tujuan Allah menurunkan wahyu adalah untuk memberi
petunjuk kepada Nabi atau Rasul Allah dalam menyebarkan Agama Allah. Para
nabi mengaku bahwa mereka memiliki hubungan langsung dan khusus dengan
Tuhan, mereka menerima hakikat di mana manusia biasa tidak akan mampu
menampungnya. Para nabi melihat dan mendengar suara Malaikat sang
pembawa wahyu dengan indra-indra batin. Dan para nabi bertugas untuk
menyampaikan berita dan perintah Tuhan kepada umat manusia, membimbing
9
dan memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Nya. Hubungan khusus yang
bersifat rahasia itu, dalam istilah, disebut sebagai wahyu.
Berdasarkan literature Syekh Mufid menyatakan, "Ketika wahyu
dinisbahkan kepada Tuhan, dalam istilah Islam, maka wahyu itu hanyalah
dikhususkan kepada para nabi As."
Hamu menuliskan, "Terkadang Tuhan mengispirasikan sesuatu kepada sebagian
manusia dalam keadaan tidur dan kemudian hal tersebut benar-benar terjadi,
maka inspirasi ini dalam terminologi Islam tidak disebut wahyu. Dengan
demikian, tidak dikatakan bahwa fulan telah mendapatkan wahyu. Kami
meyakini bahwa para imam suci menerima ilmu akan tetapi tidak disebut
sebagai wahyu, hal ini karena kaum muslimin sepakat bahwa pasca Nabi
Muhammad saw tidak turun lagi wahyu kepada seorangpun."
Telah banyak defenisi wahyu yang telah dikemukakan, akan tetapi bukanlah
defenisi yang bersifat hakiki. Pada dasarnya, kita mustahil mendefenisikan
wahyu dari segi hakikatnya, karena wahyu bukanlah sejenis hubungan biasa
sehingga kita bisa memahaminya kemudian mendefenisikannya.
Allamah Thabathabai mengungkapkan, "Wahyu ialah sejenis makrifat dan
pengetahuan khusus di dalam batin para nabi dimana tak seorangpun bisa
mengetahuinya kecuali dengan bantuan dan inayah Tuhan."
Lebih lanjut dia katakan, "Wahyu ialah perkara yang sangat ajaib, sejenis
persepsi-persepsi batin, dan pengetahuan yang sangat simbolik dimana tidak
terjangkau oleh indra-indra lahiriah."
Dan Muhammad Farid berkata, "Wahyu adalah pengajaran Tuhan kepada para
nabi dengan perantaraan malaikat mengenai perkara-perkara agama.
Muhammad Rasyid Ridha berkata, "Mereka mendefenisikan wahyu sebagai
pengajaran Tuhan tentang hukum agama kepada salah seorang nabi, akan tetapi saya
10
mendefenisikan wahyu sebagai sebuah bentuk pengetahuan dimana seseorang
mendapatkannya dalam dirinya sendiri dan meyakini bahwa hal tersebut dari Tuhan
baik dengan perantara ataupun tanpa perantara."
Zarqani menulis, "Wahyu dalam defenisi agama adalah bahwa Tuhan
menginformasikan apa-apa yang hendak diajarkan kepada hamba-hamba pilihan-Nya
namun dengan cara rahasia dan tersembunyi."
Poin penting yang harus disampaikan adalah kata "wahyu" telah digunakan di tiga
tempat :
1. Bermakna mengirim wahyu dimana merupakan sifat dari pemberi wahyu;
2. Bermakna pengetahuan dan pemahaman atas sesuatu, yakni sebagai sifat dari
penerima wahyu;
3. Bermakna diwahyukan yakni hasil dari perbuatan Tuhan dan para nabi dimana
merupakan sifat dari ilmu-ilmu, pengetahuan-pengetahuan, dan hukum-hukum
agama. Maka dalam hal ini, al-Quran digolongkan sebagai wahyu
Wahyu adalah sebuah eksistensi transendental yang berada di luar ranah dan wilayah
akal pikiran manusia, karena itu manusia mustahil mengetahui esensi dan hakikat
wahyu dengan perantaraan akal. Wahyu bukanlah mengetahuinya dengan
menggunakan perangkat-perangkat indrawi dan alat-alat ilmu empirik.
Hakikat wahyu tidaklah bisa dideskripsikan oleh akal dan tidak bisa didefenisikan
dengan apapun. Para nabi memahami hakikat wahyu dan menyaksikannya dengan
keluasan dan kesucian batinnya.
Hakikat wahyu yang disaksikan langsung oleh para nabi bukan dalam bentuk huruf-
huruf dan tidak bisa disampaikan kepada yang orang lain, akan tetapi kandungan
wahyu yang kaya dan sarat dengan informasi dari Tuhanlah yang bisa ditransfer
kepada orang lain. Ketika para nabi menyampaikan wahyu tidaklah berarti bahwa para
11
nabi menyampaikan pengalaman batinnya di alam metafisika yang merupakan sebuah
eksistensi di luar alam materi dan alam tabiat. Para pengikut dan sahabat hanyalah
menyaksikan tanda-tanda bahwa nabi menerima wahyu dan mereka tidak mengalami
apa yang terjadi pad nabi pada saat menerima hakikat wahyu.
Oleh karena itu, kami dengan jelas mengatakan bawa kita tidak bisa menjelaskan dan
memahami hakikat wahyu dan tidak dapat memberikan definisi yang komprehensif
terhadap sebuah eksistensi transendental yang diluar jangkauan akal manusia. Dan
para pembaca yang budiman sebaiknya tidak berharap demikian, akan tetapi tujuan
kami adalah menjelaskan apa-apa yang akan membantu kita dalam memahami wahyu
secara lahiriah dan mendekatkan pikiran kita tentang hubungan rahasia dan luar biasa
ini. Inilah tujuan kami ketika mengutip dan menyandarkan perkataan kami kepada para
filosof dan para urafa. Dan dengan menalaah perkataan para ilmuwan tersebut akan
memberikan perspektif yang benar tentang wahyu pada kita.
Bukan berarti bahwa dengan ketidakmampuan mengetahui esensi wahyu
menyebabkan pengingkaran pada wahyu, kenabian, rasul, dan pembawa wahyu itu
sendiri, karena kenabian adalah masalah yang telah dibahas dan diteliti secara cermat
dalam buku-buku teologi dan filsafat serta sudah dibuktikan keberadaannya dengan
mengemukakan argumentasi logikal dan rasional. Pembuktian kebenaran kenabian
tidak bergantung pada pengetahuan kita tentang hakikat dan esensi wahyu.
Al-Quran dengan tegas memperkenalkan dirinya sebagai mukjizat nabi yang
bersumber langsung dari Tuhan dan menantang para pengingkar al-Quran untuk
menghadirkan seperti kita suci itu.
Nabi Muhammad saw mengumumkan kepada umat manusia bahwa al-Quran
bukanlah perkataan beliau dan beliau pun tidak bisa menciptakan ayat al-Quran sesuai
dengan keinginannya ataukah mengganti ayat dengan ayat yang lain, hal sebagaimana
diungkapkan, "Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata,
orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata,
“Datangkanlah Al-Qur’an yang lain dari ini atau gantilah Al-Qur’an ini.” Katakanlah,
12
“Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut
kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut kepada siksa hari
yang besar (kiamat) jika aku mendurhakai Tuhanku.” Katakanlah, “Seandainya Allah
menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu dan Allah tidak (pula)
memberitahukannya kepadamu. Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa
lama sebelumnya (dan aku belum pernah membawakan sebuah ayat pun). Maka
apakah kamu tidak memikirkannya?" "Dan apabila (ayat Al-Qur’an terlambat turun
dan) kamu tidak membawa suatu ayat Al-Qur’an pun kepada mereka, mereka berkata,
“Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?” Katakanlah, “Sesungguhnya aku hanya
mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al-Qur’an ini adalah bukti-
bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk, dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman." (Anonim B, 2012)
4. Apakah Allah Maha Adil atau Maha Berkehendak terhadap
perbuatan manusia atau nasib manusia?
Jawaban saya: Allah Maha Adil terhadap perbuatan manusia karena Allah memiliki
nama-nama yang baik (Asma’ul Husna) salah satunya yaitu Al-Adlu yang berarti Maha
Adil. Sifat Adil hanya dimiliki oleh Allah, sebagai umat muslim sudah sepatutnya tahu
dan paham akan nama-nama Allah ‘Azza wa Jalla yang berjumlah 99 yang terlampir
dalam Asma’ u al-Husna. Dan nama-nama Allah ‘Azza wa Jallah tersebut bukan hanya
sekedar pengertian atau wacana agama Islam itu sendiri melainkan itu memang
gambaran dari sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla yang sangat amat sempurna dan terbukti
kebenarannya sampai-sampai para ulama mengatakan bahwa dengan Asma’ u al-
Husna saja tidak cukup untuk menggambarkan Keagungan dan Kesempurnaan Allah
‘Azza wa Jalla sebagai pencipta alam semesta ini begitu pula alam Akhirat yang tidak
diragukan lagi keberadaannya kecuali oleh orang-orang yang tidak berakal.
13
Berdasarkan literature yang diperoleh, Al-‘Adl, berasal dari tiga suku kata ‘a-da-la,
yang berarti lurus dan sama. Seorang yang adil, menurut definisi ini adalah mereka
yang lurus, tidak plin-plan, dan sikapnya senantiasa menggunakan ukuran yang sama,
bukan standar ganda. Ketika berhadapan dengan suatu masalah, orang yang adil
bersikap obyektif, tidak berpihak pada salah satu yang bersengketa.
Allah Maha Adil. Dia menempatkan semua manusia pada posisi yang sama dan
sederajat. Tidak ada yang ditinggikan hanya karena keturunan, kekayaan, atau karena
jabatannya. Dekat jauhnya posisi seseorang dengan Allah hanya diukur dari seberapa
besar mereka berusaha meningkatkan taqwanya. Semakin tinggi taqwanya, semakin
tinggi pula posisinya, semakin mulia dan dimuliakan oleh Allah SWT. Begitupun
sebaliknya.
Dia berfirman: “Sesungguhnya semulia-mulia kalian di sisi Allah adalah yang paling
besar, dalam, dan tinggi taqwanya.”
Sebagian dari keadilan-Nya, Dia hanya menghukum dan memberi sanksi kepada
mereka yang terlibat langsung dalam perbuatan maksiat atau dosa. Tidak dikenal oleh-
Nya istilah dosa turunan, juga tidak ada hukum karma. Di hadapan-Nya masing-masing
individu akan mempertanggungjawabkan dirinya sendiri.
Lebih dari itu, keadilan-Nya selalu disertai dengan sifat kasih sayang. Dia memberi
pahala sejak seseorang berniat berbuat baik dan melipatgandakan pahalanya jika
kemudian direalisasikan dalam amal perbuatan. Sebaliknya, Dia tidak langsung
memberi catatan dosa selagi masih berupa niat berbuat jahat. Sebuah dosa baru
dicatat apabila seseorang telah benar-benar berlaku jahat.
Adil juga berarti menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya. Lawan kata adil
adalah Dzalim atau aniaya. Seseorang yang menempatkan sesuatu tidak pada tempat
yang semestinya disebut dzalim atau berbuat aniaya.
Untuk memahami keadilan Allah, mari kita jelajahi benda-benda angkasa. Adakah di
antara benda-benda itu yang ditempatkan semau-Nya? Semua tertata rapi, masing-
14
masing menempati posisi yang pas dengan tingkat presisi yang sempurna. Bayangkan
jika tidak presisi, tentu akan timbul benturan antara yang satu dengan lainnya. Sudah
bisa diduga, berapa umur dunia ini.
Perhatikan firman-Nya:
“Maka apakah mereka tidak melihat langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak
sedikitpun.” (Qs. Qaf: 6)
Lalu perhatikan diri kita sendiri, betapa Allah dengan sifat Adil-Nya telah
menempatkan seluruh anggota tubuh kita pada tempat yang semestinya. Dia telah
menempatkan hidung, mata, telinga, kepala, tangan, dan kaki pada tempat yang pas.
Bayangkan jika tempat masing-masing anggota tubuh kita tidak pada posisinya seperti
sekarang ini. Duh, Maha Adil Engkau Ya Allah. “Dan pada dirimu sendiri, maka apakah
kamu tidak memperhatikan?” (Qs. Adz-Dzariyat: 21) “Sesungguhnya Allah menyuruh
(kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan” (Qs. An Nahl 90) (Muthahhari, Murtadha:
1981)
Jawaban saya: Allah Maha Berkehendak terhadap nasib manusia seperti Qada dan
Qadar. "Allah tidak akan mengubah suatu kaum sebelum kaum itu merubahnya” Setiap
hal yang terjadi pada manusia merupakan kehendak dan ketentuan yang telah di atur
oleh Allah. Tak ada seorang manusia pun yang mampu menolak kehendak ALLah.
Manusia hanya bias berencana, berusaha, dan berdo’a tetapi sepenuhnya Allah lah
yang menentukan.
Berdasarkan literature yang diperoleh akan dijabarkan berikut ini,
Iroodah (Berkehendak)
Sifat Allah adalah Iroodah (Maha Berkehendak). Allah melakukan sesuatu sesuai
dengan kehendaknya. Mustahil Allah itu Karoohah (Melakukan sesuatu dengan
terpaksa).
15
“Maa yaftahillaahu linnaasi mir rohmatin, falaa mumsika lahaa; Jika Allah sudah
berkenan memberikan rahmat kepada seseorang, berkenan memberi perubahan
nasib, berkenan memberi keberuntungan, berkenan memberi jalan-jalan untuk
seseorang menjadi kaya dan bahagia, maka tidak ada seorangpun yang mampu
menahannya.
Wa maa yumsik, falaa mursila lahuu mim ba’dih; Tapi bila Allah sudah berkenan juga
untuk menahan rahmat buat seseorang dan berbuat sebaliknya, maka tidak ada
satupun yang sanggup menghalangi-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa Lagi Maha
Bijaksana”.
(Qs. Faathir: 2).
“Yaa-ayyuhannaasudz kuruu ni’matawloohi ‘alaikum; wahai manusia, ingat-ingatlah
lebih banyak lagi akan ni’mat Allah ketimbang kesulitan hidup, ingat-ingatlah hal-hal
yang lebih menyenangkan ketimbang hal-hal yang menyesakkan dada, ingat-ingatlah
lebh banyak lagi karunia Allah ketimbang musibah dan bala.
Hal min khooliqin ghoiruwloohi yarzuqukum minassamaa-i wal ardh, apakah ada
selain Allah yang bisa bikin kamu susah dan senang, kamu kaya dan miskin, kamu
banyak harta dan sedikit, kamu bertambah harta dan berkurang harta, selain Allah?
Laa-ilaaha illaa-huu, tidak ada, kecuali Allah saja yang bisa berbuat itu ke kamu. Fa-
annaa yu’fakuun; maka janganlah kita berpaling dari-Nya”. (Qs. Faathir: 3)
((Muthahhari, Murtadha: 1981)
5. Bagaimana proses Allah menciptakan manusia dan mengapa Allah
menciptakan manusia lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk-
makhluk lainnya?
Jawaban saya: Allah menciptakan manusia bukan berasal dari hewan yang seperti
dikemukakan oleh teori Evolusi Darwin. Allah menciptakan manusia meliputi dua
aspek, yaitu debu tanah dan kemudian meniupkan nafas hidup kepadanya,
16
sedangkan Hawa dibuat dari tulang rusuk Adam. Allah menciptakn manusia dengan
kekuasaan-Nya sendiri, maka setiap ciptaan Allah akan kembali kepada-Nya.
Berdasarkan literature Proses Allah menciptakan manusia berasal dari:
Mengenai proses dan fase perkembangan manusia sebagai makhluk biologis,
ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an, yang artinya:
12. Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. 13. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). 14. Kemudian air mani itu kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
Secara sederhana, Quraish Shihab menyatakan bahwa manusia dinamai basyar
karena kulitnya yang tampak jelas dan berbeda dengan kulit-kulit binatang yang
lain. Dengan kata lain, kata basyar senantiasa mengacu pada manusia dari aspek
lahiriahnya, mempunyai bentuk tubuh yang sama, ia, makan dan minum dari bahan
yang sama yang ada di dunia ini (Sanyoto, Siswo: 2008)
Jawaban saya: Allah menciptakan manusia lebih sempurna dibandingkan makhluk-
makhluk lainnya karena Manusia merupakan makhluk yang paling istimewa
dibandingkan dengan makhluk yang lain. Menurut Ismail Rajfi manusia adalah makhluk
kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi dengan semua pembawaan dan syarat-
syarat yang diperlukan.
Manusia mempunyai kelebihan yang luar biasa. Kelebihan itu adalah dikaruniainya
akal.
Dengan dikarunia akal, manusia dapat mengembangkan bakat dan potensi yang
dimilikinya serta mampu mengatur dan mengelola alam semesta ciptaan Allah adalah
sebagai amanah. Selain itu manusia juga dilengakapi unsur lain yaitu qolbu (hati).
Dengan qolbunya manusia dapat menjadikan dirinya sebagai makhluk bermoral,
merasakan keindahan, kenikmatan beriman dan kehadiran Ilahi secara spiritual.
17
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling tinggi derajadnya dibanding makhluk
lain.
Berdasarkan literature yang diperoleh,keistimewaan Manusia adalah:
Manusia diberi kelebihan atas makhluk Allah yang lain ,dalam berbagai segi. Manusia
memiliki karakter yang khusus dengan karunia Allah agar mampu mengemban amanah
yang dibebankan kepadanya didunia. Kelebihan manusia dibandingkan dengan
makhluk lain adalah:
1. Dalam segi Penciptaan
Manusia adalah sشtu-satunya makhluk yang dinyatakan Allah sebagai sebaik-baik
penciptaan (Ahsanuttaqwim) sebagaimana firman-Nya :
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalm bentuk sebaik-baiknya … ( At
Tiin : 4)
Kita dapat membandingkan setiap organ tubuh manusia dengan makhluk lain, tentu
lebih sempurna. Perhatikan organ dalam manusia seperti jantung, ginjal, paru-paru,
semuanya memiliki peran yang lebih sempurna dibandingkan dengan binatang jenis
apapun. Termasuk organ tubuh lainnya seperti tangan, kaki, mata, telinga dan lain
sebagainya semua serba lebih sempurna .
2. Dalam segi Ilmu
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat menyerap ilmu dan sekaligus
mengembangkannya. Hal ini tak mungkin terjadi pada makhluk lain. Hewan hanya
memiliki instink , sehingga segala gerak dan perbuatannya merupakan sekedar
instinktif. Meskipun hewan mampu dilatih untuk suatu hal tertentu , namun itu juga
sekedar instink dan bukan ilmu sehingga ia tak dapat mengembangkannya.
Allah yang Maha Berilmu telah menetapkan dan mengajarkan ilmu-ilmu kepada
manusia, sebagaimana firman-Nya :
“ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya “
(Al Baqarah :31)
Dalam ayat lain Allah berfirman :
“Dia mengajarkan kepada manusia apa-apa yang belum diketahuinya”
18
(Al ‘Alaq : 5).
3. Dalam segi Kehendak
Manusia adalah makhluk yang bebas berhendak. Ia dapat memilih jalan yang baik,
dapat pula memilih jalan yang sesat. Sekedar ilmu, belum tentu bias mengarahkan
orang kepada kebaikkan . yang bias menjadi baik hanya karena ilmunya, tanpa
dibarengi kehendak yang kuat untuk menjadikan dirinya baik.
Allah berfirman:
“Sesunggunya Kami telah menunjukkannya (manusia ) jalan yang lurus, ada yang
bersyukur ada pula yang kufur” (Al Insan : 73)
Manusia memiliki banyak kemungkinan dan peluang dalam menyelesaikan satu
masalah tertentu, sebab ia memilki kehendak (iradah). Menentukan jalan hidup,
manusia banyak pilihan, sehingga ada yang memilih jalan Islam, ada pula yang kufur.
Hewan hanya memiliki satu peluang dan kesempatan untuk menghadapi satu masalah
tertentu, sebab pada dasarnya hewan tidak memiliki kehendak.
Demikianpun para malaikat , hanya memiliki kemungkinan satu-satunya yakni taat
kepada Allah atas perintah yang diberikan kepada mereka.
4. Dalam segi Posisi/kedudukan
Allah memberikan kedudukan yang tinggi kepada manusia diantara makhluk lainnya di
bumi, yakni ia sebagai pemimpin. Sehingga manusia dapat memanfaatlkan alam
semesta ini untuk keperluan hidupnya , sebagaimana firman Allah :
“ Tidak kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk
(kepentingan)mu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi “ (Luqman :
20)
Dalam ayat lain , Allah berfirman :
“Dialah (Allah) yang menjadikan segala apa yang ada di bumi untuk kamu “ (Al Baqarah
: 9)
Segala yang di alam ini telah disediakan Allah untuk kepentingan manusia karena
memang manusialah yang bertugas memakmurkan bumi. Firman Allah :
“ Dia telah menciptakan kamu dari bumi(tanah) dan menjadikan sebagai
pemakmurnya ( Hud : 61)
19
Dengan ilmu yang dimilikinya, manusia dapat memanfaatkan segala sesuatu di alam ini
sehingga bermanfaat untuk kemakmuran bersama.
5. Dalam segi Kemampuan Berbicara
Jika kita perhatikan , seluruh makhluk hidup yang diberikan indera mulut dan alat
suara, semuanya dapat berbicara dengan bahasa masing-masing, seperti berkicau,
mendengus, mencicit dan lain-lain. Adapun manusia berbicara dengan berbagai
macam bahasa dan suara, termasuk menirukan bunyi-bunyian alam dan binatang.
Allah berfirman:
“ Ar Rahman, yang telah mengajarkan Al quran. Dia menciptakan manusia ,
mengajarnya pandai bicara “ (Ar-rahman : 1-4)
Allah juga berfirman :
“ Bukan kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan buah bibir”
(Al Balad : 8-9)
6. Dalam segi Kemampuan Akal, Pengamatan, Intuisi dan Imajinasi
Hanya manusia yang memilki kemampuan akal , dengannya dapat berfikir, melakukan
pengamatan dan menyimpulkan . Manusia juga berkembang daya intuisi dan
imajinasinya . Ia bisa mengkhayalkan sesuatu yang belum pernah terjadi.
Akalnya berkembang menjadi sarana berkembangnya ilmu dan teknologi.
Begitu pula kemampuan imajinasinya akan berkembang sehingga mengembangkan
kreatifitas dalam berkarya. Hal ini semua tidak terjadi pada binatang.
7. Dalam segi tendensi moral
Manusia memiliki peluang untuk dibentuk menjadi baik ataupun buruk. Bahkan dapat
juga berperan ganda sebagaimana orang munafiq di satu sisi ia kelihatan baik namun
ternyata ia adalah orang yang berniat jahat.
Berbagai macam sifat dan sikap dapat ia miliki sekaligus . Tampak betul dalam segi ini
manusia memang berbeda dengan binatang . Binatang sulit atau bahkan tidak dapat
dibentuk dengan sifat dan karakter yang bermacam-macam padanya. Sebab ia tidak
memilki kelengkapan tendensi yang memungkinkan untuk dapat bersifat menjadi
seperti baik atau menjadi buruk.
Demikianlah antara lain , keistimewaan manusia dibandingkan makhluk ciptaan Allah
20
yang lain. Manusia diciptakan oleh Allah dengan kelebihan tertentu atas makhluk lain,
namun jika ia keliru mengambil jalan hidup, ia bisa mencapai derajat yang lebih rendah
ketimbang binatang sekalipun. Sebagaimana yang telah Allah sifatkan kepada orang-
orang yang lalai dari jalan Allah:
“ Mereka itu seperti binatang ternak , bahkan mereka lebih seat lagi. Merekalah orang-
orang yang lalai” ( Al-A’raf : 179)
Dengan demikian, keistimewaan manusia ini penuh dengan konsekuensi yang
menyertai misi keberadaanya di muka bumi ini (Sanyoto, Siswo: 2008)
6. Apakah yang dimaksud dengan Al-Qur’an dan apa fungsi Al-Qur’an
bagin manusia?
Jawaban saya: Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah secara
langsung kepada Nabi Muhammad SAW selama 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hari. Isi
kandungan Al-Qur’an menjawab dan menjelaskan masalah yang terjadi pada
manusia, menceritakan tentang peristiwa dan masalah yang telah terjadi di masa
lalu (cerita Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW) dan masa yang akan dating
(tentang hari kiamat, kehidupan di akhirat, surge dan neraka).
Berdasarkan literature, Secara bahasa Al-Qur`an berasal dari bahasa Arab , yaitu qarr-
yaqrau quraanan yang berarti bacaan.
Hal itu dijelaskan sendiri oleh Al-qur`an dalam Surah Al-Qiyanah ayat 17-18:
"Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur`an (didalam dadamu) dan (menetapkan)
bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan kami. (Karena itu), jika kami telah
membacakannya hendaklah kamu ikuti bacaannya".
Secara istilah Al-Qur`an adalah : "Kalam ALLAH yang merupakan mukjizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang diturunkan secara mutawatir dan
membacanya adalah ibadah".
Al-Qur`an adalah kalamullah, firman ALLAH Swt, ia bukanlah kata-kata manusia, bukan
21
pula kata-kata jin, setan, atau malaikat. Al-Qur`an bukan berasal dari pikiran makhluk,
bukan syair, bukan sihir, bukan pula produk kontemplasi atau hasil pemikiran filsafat
manusia. Hal ini ditegaskan olah ALLAH Swt dalam Al-Qur`an Surah An-Najm ayat 3-4:
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur`an) menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)"
Menurut Syekh Muhammad Khudri Beik, Al-Qur`an ialah firman ALLAH Swt
yang berbahasa Arab, diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk dipahami
isinya, disampaikan kepada kita secara mutawatir, ditulis dalam mushaf dimulai
dengan Surah Al-Fatihah dan diakhiri Surah An-Nas.
Menurut Syekh Muhammad Abduh, Al-Kitab atau Al-Qur`an ialah bacaan yang
telah tertulis dalam mushaf yang terjaga dalam hafalan-hafalan umat Islam.
Menurut Muhammad Abdul Azim az-Zarqani, Al-Qur`an adalah kitab yang
menjadi mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, ditulis dalam
mushaf dan disampaikan secara mutawatir (Anonim C, 2013)
Jawaban saya, Fungsi Al-Qur’an adalah:
1. Memberikan keamanan (menghilangkan sifat syirik)
2. Agar manusia dapat berlaku adil dan beradab
3. Sebagai pedoman dan penuntun hidup manusia
4. Menciptakan persatuan dan kesatuan umat Islam
5. Memberikan perlindungan kepada manusia
Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Berdasarkan literature, Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber
pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam,baik yang mengatur hubungan manusia dengan
dirinya sendiri,hubungan manusia dengan Allah SWT,hubungan manusia dengan
sesamanya,dan hubungan manusia dengan alam. Al-Qur’an berfungsi sebagai waf of life
22
yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat kelak. Ia
mempunyai sendi utama yang esensial berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang
sebaik-baiknya. Allah berfirman, Sesungguhnya Al-Qur’an ini member petunjuk menuju
jalan yang sebaik-baiknya (QS 17:9). (Shihab, Quraish: 1992).
23
DAFTAR PUSTAKA
Anonim A, 2011. http://aljaami.wordpress.com/2011/02/09/iman-kepada-rasul-rasul-
allah-taala/ Diakses pada tanggal 1 Mei 2013.
Anonim B, 2012. http://quran.al-shia.org / Diakses pada tanggal 1 Mei 2013.
Anonim C, 2013. http://www.lam-alif.com/showthread.php/461-Pengertian-AL-Qur-
an-menurut-para-ahli/ Diakses pada tanggal 1 Mei 2013.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. Akhir Ramadhan 1390 H. Tafsir Ibnu Katsir. Kota Haleb:
Gema Insani Press.
Muthahhari, Murtadha.1981. Keadilan Ilahi Asas Pandangan-Dunia Islam. Bandung: PT
Mizan Pustaka.
Sanyoto, Siswo. 2008. Membuka Tabir Pintu Langit. Jakarta: PT. Mizan Publika.
Shihab, Quraish. 1992. Membumikan AL-Quran: Fungsi Dan Penerapan Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat. Bandung: PT Mizan Pustaka.
24