p3tb.pu.go.idp3tb.pu.go.id/uploads_file/20191211110547.lampiran-esmf.pdflampiran 1 volume-2 lampiran...
TRANSCRIPT
Lampiran
1
VOLUME-2
LAMPIRAN
LAMPIRAN-1 KAK PENYUSUNAN RIPT UNTUK BATCH-1 ..................... 2
LAMPIRAN-2 : KAK PENYUSUNAN RIPT BROMO-TENGGER-SEMERU ...............................................................................................61
LAMPIRAN-3 : KAK PENYUSUNAN RIPT LABUAN BAJO-FLORES ..............................................................................................135
LAMPIRAN-4 : KAK PENYUSUNAN RIPT WAKATOBI .........................210
Lampiran-5 : Outline UKL-UPL dan AMDAL ............................................281
LAMPIRAN-6 : KERANGKA KERJA PROSES PEMINDAHAN PENDUDUK SECARA SUKARELA .................................................289
LAMPIRAN-7 : OUTLINE LARAP ..............................................................301
LAMPIRAN-8 : PROSEDUR PENEMUAN BCB TAK TERDUGA ............306
LAMPIRAN-9 : KONSULTASI MASYARAKAT ADAT ...........................308
LAMPIRAN-10 : KAJIAN SOSIAL MASYARAKAT ADAT .....................312
LAMPIRAN-11 : DAFTAR KEBERADAAN MASYARAKAT ADAT .......314
LAMPIRAN-12 : OUTLINE IPP ...................................................................318
LAMPIRAN-13 : KATEGORISASI PROYEK MENURUT BANK DUNIA ...............................................................................................320
LAMPIRAN-14 : FORMAT HASIL PENAPISAN .......................................322
LAMPIRAN-15 : DOKUMENTASI KONSULTASI PUBLIK ....................323
LAMPIRAN-16 : PROFIL MASYARAKAT ADAT .....................................379
Lampiran
2
LAMPIRAN-1 : KAK PENYUSUNAN RIPT UNTUK BATCH-1
I. PENDAHULUAN
Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk melakukan transformasi perekonomian
Indonesia dengan menggunakan pariwisata sebagai salah satu pendorong
pertumbuhan utama. Lebih khusus lagi, hal ini bertujuan untuk meningkatkan
kunjungan wisatawan mancanegara, kunjungan wisatawan domestik, penerimaan
devisa, ketenagakerjaan, dan daya saing pariwisata melalui percepatan pembangunan
sepuluh daerah tujuan wisata prioritas. Pemerintah sedang menyiapkan program
pembangunan pariwisata yang secara keseluruhan di bawah arahan Tim Koordinasi
Kepariwisataan Nasional dengan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) sebagai
koordinator dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian
PUPR) sebagai badan pelaksana, bekerja sama dengan kementerian-kementerian dan
institusi-institusi lainnya sebagai unit-unit pelaksana, serta menyatukan APBN,
APBD-I, dan APBD-II2 untuk melaksanakan program Pemerintah ini dan mencapai
tujuan-tujuannya.
Pemerintah memutuskan untuk mengurutkan prioritas pembangunan daerah tujuan
wisata dan memulai program pada tahun 2017 dengan Danau Toba di Provinsi
Sumatera Utara, Pulau Lombok di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Borobudur-
Yogyakarta-Prambanan di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta3.
Program ini akan mencakup penyusunan Rencana Induk Pariwisata Terpadu (ITMP -
Integrated Tourism Master Plan) untuk setiap daerah tujuan wisata prioritas guna
memberikan kerangka kerja yang kuat untuk pembangunan pariwisata dan
pengembangan lahan yang efektif dan berkelanjutan.
Pemerintah Indonesia bermaksud untuk mengajukan pembiayaan dari Bank Dunia
untuk biaya Program Pembangunan Pariwisata Indonesia (“Operasi”). Pemerintah
telah meminta dana Di Muka dan Hibah untuk persiapan dan pelaksanaan awal dari
Operasi yang diusulkan yang terdiri dari pembiayaan Program-untuk-Hasil (Program-
for-Results) dan komponen Pembiayaan Proyek Investasi untuk jasa konsultasi yang
terpilih. Bank Dunia telah menyediakan dana Di Muka dari Fasilitas Persiapan Proyek
Bank Dunia dan Hibah dari Dana Perwalian untuk Dukungan Infrastruktur Indonesia.
2 APBN - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; APBD-I - Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi; APBD-II -
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk tingkat Kabupaten atau Kota).
3 Ditambah dengan KSPN Semarang – Karimunjawa; KSPN Solo – Sangiran; KSPN Gunung Sewu; KSPN Dieng.
Lampiran
3
Jasa konsultasi ("Jasa") mencakup pengembangan Rencana Induk Pariwisata Terpadu
untuk pembangunan pariwisata berkelanjutan di [pilih salah satu: Daerah tujuan
wisata Danau Toba/daerah tujuan wisata Borobudur-Yogyakarta-Prambanan4/daerah
tujuan wisata Lombok]. [Dalam hal daerah tujuan wisata Borobudur-Yogyakarta-
Prambanan, tambahkan: Jasa tersebut mencakup pengembangan Rencana Pengelolaan
Wisatawan/Pengunjung untuk Kompleks Candi Borobudur, seperti yang dijelaskan
dalam Lampiran 4].
Kerangka acuan kerja ini akan dikonsultasikan sebagai bagian dari konsultasi publik
mengenai Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (KPLS), dan setiap revisi yang
diminta yang teridentifikasi selama proses konsultasi ini akan ditambahkan ke dalam
kerangka acuan kerja tersebut dan didiskusikan dengan Konsultan pada saat Negosiasi
Kontrak.
II. LINGKUP PEKERJAAN
Konsultan akan menyiapkan Rencana Induk Pariwisata Terpadu (RIPT), yang terdiri
dari a) penahapan rencana pembangunan keseluruhan untuk seluruh daerah tujuan
wisata dan rencana pembangunan detil untuk kawasan wisata utama prioritas di
daerah tujuan wisata (yang didefinisikan dalam Lampiran 1); b) rencana investasi dan
pembiayaan untuk infrastruktur dan jasa; dan c) program pengembangan kelembagaan
dan program pembangunan kapasitas. Rencana Induk Pariwisata Terpadu ini akan
menyediakan kerangka kerja yang diperlukan untuk pembangunan pariwisata yang
efektif dan berkelanjutan, dan akan menjadi pedoman bagi perbaikan dan/atau
penyusunan rencana tata ruang, rencana induk sektoral dan rencana terkait lainnya di
tingkat Pusat dan daerah (diidentifikasi dalam Lampiran 3). Pendekatan terpadu sangat
penting, menggabungkan pengalaman internasional dan pengetahuan lokal,
mengupayakan sinergi di antara inisiatif-inisiatif pembangunan yang luas, yang
menghubungkan pembangunan infrastruktur multi sektoral dengan perencanaan
pengembangan tata ruang, dan menggabungkan pembangunan pariwisata
berkelanjutan dengan pelestarian kekayaan alam (termasuk keanekaragaman hayati),
warisan budaya dan aset-aset sosial. Dengan adanya dampak kumulatif dan dampak
ikutan, serta dampak dari fasilitas terkait, maka sebagai bagian dari penyiapan RIPT,
kajian lingkungan, sosial dan warisan budaya serta kendala-kendalanya memerlukan
pendekatan yang holistik dan sistematis. Sangatlah penting untuk secara aktif
melibatkan berbagai pemangku kepentingan selama proses perencanaan, termasuk
lembaga di semua tingkat pemerintahan, badan usaha milik negara (BUMN), sektor
swasta dan masyarakat setempat.
Lingkup pekerjaan untuk penyusunan Rencana Induk Pariwisata Terpadu ini
mencakup delapan kategori tugas utama yang saling terkait berikut ini:
4 Ditambah dengan KSPN Semarang – Karimunjawa; KSPN Solo – Sangiran; KSPN Gunung Sewu; KSPN Dieng.
Lampiran
4
A. Analisis kerangka kelembagaan dan hukum, peraturan dan kebijakan;
B. Analisis permintaan dan peluang pengembangan daerah tujuan wisata;
C. Analisis kondisi awal (baseline) rencana tata ruang, kesenjangan infrastruktur
dan obyek wisata serta fasilitas bagi pengunjung;
D. Artikulasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial, sosial-ekonomi, dan
warisan budaya;
E. Penyusunan proyeksi pertumbuhan dan skenario pembangunan;
F. Merinci skenario pembangunan yang dipilih;
G. Perumusan rencana induk pariwisata terpadu; dan
H. Memastikan keterlibatan aktif dari para pemangku kepentingan.
Rencana Induk Pariwisata Terpadu ini disusun sebagai landasan (platform) koordinasi
untuk pengembangan daerah tujuan wisata dan sebagai instrumen yang akan
membuka jalan bagi pembangunan pariwisata yang efektif dan berkelanjutan. RIPT
dimaksudkan untuk mencegah dampak yang merugikan yang dapat terjadi jika
pembangunan pariwisata berlangsung secara tidak terintegrasi, misalnya,
pertumbuhan jumlah wisatawan yang melebihi ketersediaan fasilitas untuk mengelola
beban pertumbuhan tersebut yang pada akhirnya akan membebani habitat alami dan
budaya serta masyarakat setempat. Rencana ini akan mengidentifikasi program
prioritas yang diperlukan untuk memperkuat kegiatan pariwisata di tingkat lokal dan
akan memberikan rekomendasi terinci untuk penyusunan dan perubahan rencana tata
ruang lokal dan provinsi dan rencana induk sektoral (jika diperlukan), namun tidak
dengan sendirinya rencana ini menjadi suatu dokumen perencanaan tata ruang yang
memiliki konsekuensi hukum berdasarkan Kerangka Perencanaan Perkotaan
Indonesia.
III. TUGAS/PEKERJAAN KHUSUS
Konsultan akan melakukan sejumlah kegiatan yang telah diidentifikasi sebagai
kegiatan yang penting untuk penyusunan Rencana Induk Pariwisata Terpadu untuk
masing-masing dari delapan kategori tugas utama yang saling terkait tersebut.
Konsultan akan melakukan kajiannya sendiri, mengidentifikasi kegiatan dan
persyaratan tambahan serta menyusun rencana kerjanya di dalam Proposal Teknis.
Tugas/Pekerjaan A, B, C dan D akan menghasilkan analisis dan pemahaman
menyeluruh tentang kondisi awal. Tugas/Pekerjaan E-G merupakan perencanaan
strategis dan partisipatif yang akan menghasilkan perumusan Rencana Induk
Pariwisata Terpadu. Keterlibatan aktif para pemangku kepentingan — tugas H —
adalah bagian tak terpisahkan dari keseluruhan pendekatan selama penugasan.
Dalam melakukan Tugas C, D, E, F, G dan H, Konsultan harus menggunakan dan
mematuhi KPLS dari Proyek Pembiayaan Infrastruktur Program Nasional
Pengembangan Pariwisata, yang akan diberikan kepada konsultan oleh Badan
Lampiran
5
Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW), Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan dan tersedia di tautan www. Dalam menyusun RIPT, konsultan
diharapkan melakukan tugasnya di kantor yang disiapkan dan berlokasi di daerah
tujuan wisata.
A. Analisis kerangka kelembagaan dan hukum, kerangka peraturan dan kerangka
kebijakan
Konsultan akan melakukan analisis menyeluruh terhadap kerangka kelembagaan dan
hukum yang berkaitan dengan pariwisata terpadu dan pengembangan tata ruang di
daerah tujuan wisata. Hal ini termasuk identifikasi instansi yang bertanggung jawab
atas pengembangan pariwisata, perencanaan pengembangan tata ruang, perencanaan
infrastruktur, serta pengelolaan lingkungan, sosial dan budaya. Kerangka hukum ini
terdiri dari, antara lain, dokumen perencanaan tata ruang, seperti Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) di Kecamatan, Kota/Kabupaten dan di tingkat Provinsi5 serta
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR); rencana induk sektoral, seperti untuk penyediaan
air bersih, pengelolaan limbah padat, dan pasokan tenaga listrik; rencana pengelolaan
lingkungan dan sosial, seperti AMDAL, UKL-UPL, dan LARAP;6 studi/dokumen
mengenai Masyarakat Adat, dan rencana pengelolaan situs warisan budaya. Konsultan
akan memasukkan kegiatan spesifik berikut ini dalam analisis:
• Identifikasi pihak/pihak-pihak berwenang dalam perencanaan di daerah tujuan wisata untuk berbagai komponen; misalnya penggunaan lahan, transportasi, utilitas dan pengelolaan pengunjung/wisatawan ke Situs Warisan Dunia (WHSs - World Heritage Sites) utama.
• Identifikasi semua pemangku kepentingan dan pengaturan kerjasama di antara mereka untuk mengembangkan program kepariwisataan; misalnya Pemerintah, BUMN, sektor swasta, masyarakat, dan organisasi non-pemerintah (LSM).
• Evaluasi kerangka peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan dari perencanaan.
• Mengkaji dan mengevaluasi rencana pembangunan tata ruang dan sektoral yang relevan (termasuk rencana untuk taman nasional, bila ada), termasuk semua instrumen peraturan dan dokumen kebijakan terkait yang ada saat ini untuk memandu dan mengendalikan pembangunan.
B. Analisis permintaan dan peluang bagi pembangunan daerah tujuan wisata
Konsultan akan menganalisis kondisi perekonomian lokal dan kecenderungan
pembangunan setempat untuk mendapatkan pemahaman terinci mengenai situasi
yang ada saat ini dan potensi pengembangan daerah tujuan wisata dalam hal
kependudukan, lapangan pekerjaan, dan perekonomian daerah dengan fokus khusus
5 Di Indonesia, tata kelola pemerintahan meliputi empat tingkatan: (1) provinsi, (2) kota dan kabupaten, (3) kecamatan dan (4) kelurahan atau desa.
6 AMDAL - Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; UKL-UPL - Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup - Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup; LARAP - Land Acquisition and Resettlement Action Plan (Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali). ESMF perlu digunakan sebagai referensi.
Lampiran
6
pada pengembangan pariwisata. Analisis ini akan mencakup kegiatan khusus berikut
ini:
• Mengumpulkan dan mengkaji informasi tentang kependudukan (termasuk etnis minoritas, kelompok rentan, Penduduk Asli/Masyarakat Adat) dan kecenderungan pertumbuhan lapangan pekerjaan termasuk warga pendatang musiman dan migran pencari kerja
• Mengumpulkan dan mengkaji informasi tentang semua bidang pertumbuhan ekonomi potensial, seperti produksi pertanian, perikanan, pengolahan makanan, usaha komersial, industri, dan jasa termasuk pariwisata dan perjalanan, untuk mengidentifikasi dan mengkaji keterkaitan antara berbagai sektor ekonomi yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembangunan pariwisata di daerah tujuan wisata.
• Mengumpulkan dan mengkaji informasi tentang pengunjung/wisatawan dalam negeri dan mancanegara serta akomodasi, fasilitas, dan obyek wisata yang terkait, kecenderungan pengunjung/wisatawan di masa lalu serta proyeksi pertumbuhannya, dan permintaan terkait untuk perusahaan dan jasa layanan pariwisata baru dengan penekanan khusus pada Studi Analisis Pasar dan Kajian Permintaan yang ditugaskan oleh Grup Bank Dunia dalam kontrak terpisah (Tambahkan tautan untuk mengakses setiap penilaian - Kemenpar dan/atau KemenPUPR diminta untuk mengunggahnya).
• Mengumpulkan dan mengkaji informasi (yaitu dari studi Analisis Pasar dan Kajian Permintaan), mengenai kemampuan dan keterampilan bisnis lokal, terutama perusahaan setempat dan masyarakat setempat untuk berperan aktif di dalam, dan mendapatkan keuntungan dari, percepatan pembangunan pariwisata.
C. Analisis kondisi awal (baseline)
Konsultan akan menganalisis semua aspek yang relevan untuk pengembangan
pariwisata secara menyeluruh, termasuk kecenderungan dan pola pengembangan tata
ruang, infrastruktur dan penyediaan jasa, obyek wisata, dan fasilitas bagi pengunjung.
Analisis tersebut harus menghasilkan pemahaman mendalam tentang kondisi awal
pengembangan pariwisata dan akan mengidentifikasi masalah-masalah tata ruang (C1)
dan infrastruktur serta penyediaan jasa (C2).
C.1 Analisis data awal perencanaan tata ruang
Konsultan akan mengumpulkan, menghimpun dan menganalisis informasi yang
relevan mengenai kondisi tata ruang, lingkungan dan budaya, termasuk namun tidak
terbatas pada:
• Penggunaan lahan yang ada dan perencanaan penggunaan lahan yang ditetapkan oleh rencana tata ruang dan kesenjangannya.
• Pola pengembangan tata ruang, terutama pola pertumbuhan dan kecenderungan di perkotaan, semi perkotaan, dan perdesaan.
• Rencana inisiatif pembangunan baru yang terkait dengan pembangunan ekonomi.
• Akomodasi wisata, obyek wisata dan nilai lingkungan, budaya atau sosial, kawasan dan fasilitas rekreasi, termasuk investasi baru yang direncanakan.
Lampiran
7
• Kepemilikan lahan (termasuk warisan persoalan tanah – land legacy issues-- yang pernah dan masih ada sampai sekarang7) dengan penekanan khusus pada kawasan wisata utama dan lokasi pembangunan yang strategis.
• Topografi, vegetasi dan hidrologi.
• Kawasan yang membutuhkan perhatian khusus dan/atau memiliki arti penting dari segi lingkungan - kawasan lindung, habitat alami, keanekaragaman hayati, jenis hewan dan tumbuhan langka/terancam punah, badan air, sawah beririgasi, daerah bencana alam, dll.8
• Kondisi kesehatan lingkungan - kualitas air dan udara, kebersihan, timbulnya/kejadian penyakit yang disebabkan oleh air dan vektor (malaria, demam berdarah, dll.), dan bahaya kesehatan, keamanan dan keselamatan lainnya, dll.
• Kawasan yang memiliki makna budaya - historis, religius, pemandangan, situs arkeologi, jalur bersejarah.
• Jika ada, keberadaan Penduduk Asli/Masyarakat Adat (dengan peta), karakteristik sosial ekonomi, habitat dan tanah adat.
• Konflik sosial.
C.2 Analisis data awal penyediaan infrastruktur dan jasa 9
Konsultan akan mengumpulkan, menghimpun dan menganalisis informasi yang
relevan mengenai penyediaan infrastruktur dan penyediaan jasa, mengidentifikasi dan
mengukur kekurangan dan kendala-kendalanya. Ini termasuk kegiatan berikut:
• Analisis konektivitas terhadap/akses eksternal ke daerah tujuan wisata (berdasarkan Studi Analisis Pasar dan Kajian Permintaan), termasuk identifikasi kondisi yang ada saat ini, kekurangannya dan rencana investasi untuk bandara dan kapasitas angkutan udara, pelabuhan, jaringan jalan tol, jalan nasional dan provinsi, kereta api, dan sistem angkutan umum eksternal (jarak jauh).10
7 Konsultan harus mengacu pada Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (ESMF), bagian Kerangka
Pengadaan Lahan dan Pemukiman Kembali (LARPF) paragraph 84-87 tentang tugas-tugas konsultan ITMPs untuk mengkaji warisan persoalan tanah yang pernah dan masih ada sampai sekarang
8 [[Tambahan untuk KA untuk daerah tujuan wisata Danau Toba: Atas permintaan Pemerintah Indonesia, Bank Dunia telah memberi penugasan untuk suatu studi mengenai kualitas air untuk Danau Toba; Konsultan akan menerima hasil akhir dari studi ini (diharapkan pada bulan September 2017) untuk memasukkan temuan-temuannya kedalam proses penyusunan Rencana Induk Pariwisata Terpadu ini].
9 Standar untuk pasokan air baku (baseline) dimasukkan di dalam SPM Permen PU 01/PRT/M/2014 dan SNI 03-7065-2005; Untuk limbah padat, SPM Permen PU 01/PRT/M/2014, Permen PU 03-2013, SNI 19-2454-2002 dan untuk limbah cair, SPM Permen PU 01/PRT/M/2014. Konsultan akan memastikan bahwa semua paduk memenuhi standar yang sesuai untuk tujuan pengembangan pariwisata.
10 [Tambahan untuk Lombok: Berdasarkan Analisis Pasar dan Kajian Permintaan, akses eksternal ke Lombok didominasi oleh: (i) Pelabuhan Pamenang, berada di bagian utara pulau dan melayani sebagian besar pengunjung internasional yang tiba dengan kapal cepat; (ii) Pelabuhan Lembar, berada di sebelah barat, dan melayani mayoritas wisatawan dalam negeri; dan (ii) Bandara Internasional Lombok, di sebelah selatan, dan diharapkan menjadi pintu gerbang yang dominan menuju daerah tujuan wisata di masa depan; Tambahan untuk Danau Toba: Berdasarkan Analisis Pasar dan Kajian Permintaan, pintu gerbang utama menuju daerah tujuan wisata Danau Toba adalah Bandara Internasional Kualanamu untuk wisatawan asing, dan koridor Medan-Tebing Tinggi-Pematang Siantar-Parapat (170 km), melayani mayoritas wisatawan dalam negeri/domestik dan internasional.; Tambahan untuk Borobudur-Yogyakarta-Prambanan: Berdasarkan Studi Analisis Pasar dan Kajian Permintaan, titik masuk utama ke Borobudur-Yogyakarta-Prambanan adalah: (i) untuk wisatawan dalam negeri, jaringan jalan regional di dalam wilayah segitiga Yogyakarta-Solo-Semarang (JOGLOSEMAR); (ii) bagi wisatawan mancanegara/internasional, dominasi Bandara Internasional Adi Sucipto saat ini di Yogyakarta diperkirakan akan bergeser setelah adanya pembangunan Bandara Kulon Progo yang baru. Konsultan akan meninjau Rencana Induk dan Rencana Pembangunan yang sesuai (MPDP - Master Plan andi
Lampiran
8
• Inventarisasi terinci atas infrastruktur dan layanan yang ada dan investasi yang direncanakan, baik oleh sektor swasta maupun pemerintah, di seluruh daerah tujuan wisata termasuk jalan dan angkutan, drainase dan perlindungan terhadap banjir, pasokan air bersih, pengelolaan limbah cair, pengelolaan limbah padat/sampah, pasokan tenaga listrik, TI dan layanan serta fasilitas khusus untuk pariwisata.
• Mengumpulkan dan menyediakan semua peta infrastruktur (infrastruktur yang ada dan yang direncanakan oleh pemerintah dan/atau sektor swasta).
• Uraian dan analisis terinci mengenai infrastruktur dan tingkat layanan saat ini sebagai informasi/data dasar untuk pemantauan dan evaluasi program di tingkat daerah tujuan wisata dan di tingkat kawasan wisata utama. Hal ini termasuk penyusunan data dasar berupa tingkat layanan untuk pasokan air minum, sanitasi, sampah, dan jalan di tingkat kecamatan menggunakan standar KemenPUPR yang terkait.
• Mengidentifikasi dan mengukur kesenjangan yang ada saat ini dalam penyediaan infrastruktur dan penyediaan jasa dibandingkan dengan standar nasional di tingkat daerah tujuan wisata dan di tingkat kawasan wisata utama. Hal ini termasuk penyusunan data awal tentang tingkat pelayanan air minum, sanitasi, sampah, dan jalan di tingkat kecamatan menggunakan standar dari KemenPUPR yang relevan.
• Menganalisis apakah dan sejauh mana investasi pemerintah dan swasta yang direncanakan akan meringankan atau mengatasi kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan apa yang masih ada.
D. Artikulasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial, sosial-ekonomi dan
warisan budaya
Rencana Induk Pariwisata Terpadu ini akan memandu skala dan lokasi dari
pertumbuhan tata ruang, infrastruktur, dan menetapkan kebijakan dan praktik di masa
depan untuk memastikan bahwa lingkungan, sosial, masyarakat dan kekayaan warisan
budaya yang penting dilindungi dan dampaknya dikelola serta dipantau dengan baik.
Pemahaman mendalam tentang hambatan dan peluang untuk pengembangan daerah
tujuan wisata sangat diperlukan untuk memastikan bahwa pengembangan pariwisata
akan berkelanjutan. Fondasi dari industri pariwisata adalah warisan budaya,
lingkungan alam (termasuk keanekaragaman hayati), dan identitas budaya yang unik.
Oleh karena itu Konsultan akan mengumpulkan dan menginterpretasikan data awal
yang relevan dan mengembangkan peta serta laporan tentang tantangan, peluang, dan
hambatan bagi pertumbuhan berkelanjutan yang ramah lingkungan dan sosial dan
untuk berbagai jenis fasilitas pariwisata dan infrastruktur pendukungnya. Potensi
dampak dan risiko lingkungan dan sosial dari pengembangan pariwisata umumnya,
dan khususnya dari rencana pembangunan infrastruktur dan aktivitas lainnya yang
disebutkan dalam Rencana Induk akan dikaji. Jika tidak dikelola dengan hati-hati,
pembangunan pariwisata dapat mengakibatkan, misalnya, penurunan kualitas
Development Plan) yang berlaku untuk Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) JOGLOSEMAR yang relevan dan merekomendasikan program mana yang termasuk di dalam daftar program yang harus diprioritaskan dari program pariwisata.
Lampiran
9
kawasan yang dilindungi, punahnya keanekaragaman hayati dan jenis-jenis hewan dan
tumbuhan langka/terancam punah, dan degradasi aset budaya penting. Meskipun
demikian, pariwisata juga memiliki potensi yang besar sebagai penggerak dalam
konservasi kekayaan alam negara, perlindungan keanekaragaman hayati dan
lingkungan alam, perlindungan kekayaan budaya dan dalam penyadaran lingkungan
serta penciptaan lapangan kerja.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan/peraturan kawasan lindung atau zona
penyangga Situs Warisan Dunia (WHS - World Heritage Sites), peta tersebut harus
menampilkan zona-zona “larangan pembangunan”, zona yang hanya sesuai untuk
jenis pembangunan tertentu saja, zona dengan sedikit atau tidak ada batasan pada jenis
pembangunan, dan peraturan bangunan yang direkomendasikan, dll. Kebijakan
pengamanan (environmental and social safeguards) Bank Dunia akan diperhatikan
dalam tugas ini, sesuai dengan panduan yang disajikan secara terinci dalam Kerangka
Pengelolaan Lingkungan dan Sosial.11 Unsur-unsur kebijakan yang memberi pedoman
bagi pembangunan untuk menciptakan hasil yang positif pada kondisi lingkungan,
sosial (termasuk gender), sosial-ekonomi dan warisan budaya akan diperhitungkan
dalam mengidentifikasi peluang, dan larangan serta batasan yang disampaikan dalam
beberapa kebijakan akan menjadi bagian dari hambatan. Kebijakan pengamanan yang
paling relevan pada tahap perencanaan ini12 adalah:
• OP 4.01 Kajian Lingkungan dan hierarki pengelolaan dampaknya – mencegah, meminimalkan, mengurangi, dan memberi kompensasi dalam urutan preferensi yang menurun.
• OP 4.04 Habitat Alami dan pembatasan konversi habitat sensitif dan alami
• OP 4.10 Masyarakat Adat yang memiliki tujuan antara lain untuk menghindari atau meminimalkan dampak buruk pada masyarakat adat
• OP 4.11 Sumber Daya Benda Cagar Budaya yang bertujuan untuk melindungi kekayaan budaya yang sudah diketahui dan yang secara kebetulan ditemukan
• OP 4.12 Pemukiman Kembali Secara Terpaksa dengan perhatian khusus pada prinsip menghindari atau meminimalkan pemindahan, termasuk pemindahan ekonomi melalui pembatasan akses terhadap sumber daya alam adat
• Pedoman Lingkungan, Kesehatan, dan Keselamatan (Grup Bank Dunia, pemutakhiran tahun 2007 ke atas, biasa disebut sebagai Pedoman K2L)13. Bagian yang berlaku adalah Pedoman Umum, yang mencakup standar kualitas udara, air, dan kebisingan; Keamanan masyarakat dan tempat kerja; Pencegahan pencemaran; Konservasi energi dan air, dll., ditambah sejumlah pedoman sektoral, antara lain: ▪ Pembangunan Pariwisata dan Perhotelan
▪ Fasilitas Pengelolaan Sampah
▪ Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi
11 [Tambahkan: Tautan ke situs web dan/atau rancangan dokumen yang diunggah di situs web WB dan/atau BPIW].
12 Lihat juga ESMF sebagai referensi
13 www.ifc.org/ehsguidelines
Lampiran
10
▪ Pelabuhan, dan Terminal
▪ Bandara
▪ Jalan tol
▪ Saluran Transmisi dan Distribusi Tenaga Listrik.
Pokok-pokok kebijakan pengamanan disampaikan secara rinci dalam Kerangka
Pengelolaan Lingkungan dan Sosial. Relevansi Pedoman K2L sektoral dalam Tugas 5
terutama dilakukan dalam pemilihan lokasi untuk berbagai jenis infrastruktur. Aspek
lain dari pedoman yang disediakan akan menjadi penting dalam Tugas 7.
E. Penyusunan proyeksi pertumbuhan dan skenario pembangunan
Berdasarkan analisis kondisi yang ada saat ini dan potensi pertumbuhannya, langkah
selanjutnya adalah menyusun proyeksi pertumbuhan (E1) dan menerjemahkannya ke
dalam persyaratan tata ruang dalam hal skenario pembangunan yang memungkinkan
(E2) dengan mempertimbangkan peluang dan kendala yang teridentifikasi (D).
Konsultan akan menyiapkan model berbasis GIS untuk proyeksi pertumbuhan dan
untuk penyusunan serta visualisasi skenario pengembangan tata ruang yang berbeda.
Diharapkan model tersebut akan direplikasi dan digunakan di daerah-daerah tujuan
wisata lainnya dan mendukung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
dan/atau pemerintah daerah dalam penyusunan rencana pengembangan pariwisata.
E.1 Penyusunan proyeksi pertumbuhan dan standar perencanaan terdedikasi/khusus
Konsultan akan menyusun proyeksi pertumbuhan untuk jangka waktu 25 tahun dan
proyeksi pertumbuhan jangka menengah selama 5 tahun, termasuk pariwisata, sektor
ekonomi lokal lainnya, kependudukan dan lapangan kerja. Proyeksi pertumbuhan
penduduk harus mempertimbangkan penduduk tetap, penduduk sementara
(wisatawan asing dan domestik), dan kemungkinan masuknya pencari kerja dan
keluarga mereka yang tertarik oleh peluang ekonomi karena percepatan pembangunan
kepariwisataan. Pertumbuhan wisatawan dan proyeksi pekerjaan terkait pariwisata
akan didapat dari Studi Analisis Pasar dan Kajian Permintaan yang memungkinkan
dilakukannya kuantifikasi indikator permintaan seperti beban puncak wisatawan (baik
di daerah tujuan wisata maupun di tingkat kawasan wisata utama), jumlah kamar hotel
tambahan, kapasitas tambahan jaringan transportasi (jalan, bandara dll.), jumlah tenaga
kerja terampil yang dibutuhkan dll.
Lampiran
11
E.2 Menyusun dan membahas skenario pengembangan tata ruang alternatif
Konsultan akan menyiapkan setidaknya tiga skenario pengembangan tata ruang yang
berbeda untuk mengakomodasi dan menjadi pedoman bagi proyeksi pertumbuhan dan
akan mempresentasikan serta membahas temuan, standar perencanaan yang diusulkan
dan skenario pembangunan dengan semua pemangku kepentingan terkait. Skenario-
skenario ini harus mencerminkan berbagai konsep pertumbuhan pariwisata dan model
pembangunan yang berbeda dari penggunaan lahan di masa depan, serta peluang dan
kendala yang terkait dengan lingkungan, sosial, social-ekonomi dan warisan budaya.
Satu skenario akan dipilih untuk dijabarkan lebih lanjut, melalui konsultasi mendalam
dengan Pemerintah Indonesia dan yang mencerminkan pandangan semua pemangku
kepentingan terkait. Tugas khusus ini akan mencakup kegiatan-kegiatan berikut ini:
• Mengidentifikasi kebutuhan lahan tambahan untuk kebutuhan kawasan perumahan, industri, komersial, dan pariwisata di masa depan, dan kebutuhan infrastruktur, termasuk persyaratan lahan untuk perumahan pekerja di bidang pariwisata dan keluarga mereka.
• Mengidentifikasi tuntutan persaingan untuk lahan, sumber daya alam dan infrastruktur untuk pengembangan pariwisata dan sektor ekonomi lainnya (non-pariwisata).
• Mengidentifikasi peluang dan kendala lingkungan, sosial, social-ekonomi, dan warisan budaya untuk pertumbuhan (lihat tugas D).
• Mengidentifikasi peluang untuk pengelompokan (clustering) pembangunan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, infrastruktur dan penyediaan layanan, termasuk kesempatan penyediaan layanan gabungan dan subsidi silang layanan wisata untuk akomodasi dan fasilitas wisata serta masyarakat setempat (berpenghasilan rendah).
• Mengkaji infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan di masa depan (jalan, pasokan air bersih, pengelolaan limbah cair, pengelolaan drainase dan banjir, pengelolaan limbah padat/sampah, perumahan, transportasi, energi, telekomunikasi dan utilitas lainnya).
• Mengidentifikasi intervensi strategis, kawasan atau kegiatan yang dapat mendorong atau memfasilitasi sektor swasta, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam berpartisipasi di dalam pengembangan infrastruktur, fasilitas, dan obyek wisata yang terkait dengan pengunjung.
• Mengevaluasi setiap skenario pembangunan dengan rincian yang memadai agar para pemangku kepentingan dapat membandingkannya dengan dampak ekonomi, lingkungan, sosial (termasuk gender) dan budaya yang positif dan negatif serta kepatuhan terhadap pokok-pokok kebijakan pengamanan Bank Dunia yang berlaku.
E.3 Penyusunan sistem pendukung pengambilan keputusan tata ruang berbasis GIS
Konsultan juga akan menyiapkan peta berbasis GIS yang akan menunjukkan proyeksi
pertumbuhan di daerah tujuan wisata dan menghubungkannya dengan skenario
pengembangan tata ruang yang akan membantu para pemangku kepentingan untuk
membuat keputusan yang terbaik berdasarkan pilihan skenario yang berbeda.
Diharapkan model tersebut dapat direplikasi di daerah-daerah tujuan wisata lainnya,
Lampiran
12
dengan menerapkan variabel serupa atau berbeda dengan model yang dianggap
penting untuk daerah tujuan wisata tersebut. Kementerian PUPR akan menyediakan
akses ke peta-peta yang relevan dengan skala 1: 25.000 untuk daerah tujuan wisata
tersebut dan jika tersedia, peta dengan skala 1: 5.000 yang relevan dengan kawasan
pariwisata utama yang diidentifikasi. Konsultan akan menggunakannya untuk
menyajikan representasi visual dari skenario ini.
F. Merinci skenario pengembangan yang diinginkan
Setelah memilih skenario yang diinginkan, tugas selanjutnya adalah menyusun rencana
pengembangan secara keseluruhan untuk seluruh daerah tujuan wisata (F1) dan
rencana pengembangan terinci untuk kawasan wisata utama masa depan yang sudah
ada dan yang terpilih (F2) (lihat Lampiran 1 untuk batasan tata ruang wilayah sasaran
untuk perencanaan).
F.1 Penyusunan rencana pengembangan secara keseluruhan untuk seluruh daerah
tujuan wisata berdasarkan skenario pengembangan yang diinginkan dengan
menggunakan peta GIS.
Rincian kegiatannya meliputi:
• Menyiapkan peta penggunaan lahan sementara untuk seluruh daerah tujuan wisata (untuk tahun 2022 dan 2042) termasuk lokasi, bentuk, dan ukuran wilayah pengembangan baru secara rinci dengan penekanan khusus pada pengembangan pariwisata. Peta tersebut dapat menyajikan zona “tidak ada pembangunan”, zona yang hanya sesuai untuk jenis pembangunan tertentu saja (zona terlarang), zona dengan sedikit atau tidak ada batasan pada jenis pembangunannya, dll.
• Mengidentifikasi masalah (seperti kesenjangan, hambatan) dalam kerangka kerja hukum, kebijakan, dan perencanaan yang relevan, serta implementasinya, dan memberikan saran yang akan memberi manfaat bagi hasil yang berkelanjutan dari sektor pariwisata. Konsultan akan memberikan saran khusus tentang bagaimana memperkuat program dan kegiatan yang ada dari rencana tata ruang dan sektoral agar sesuai dengan visi yang diajukan di dalam skenario pembangunan yang terpilih.14
• Mengidentifikasi dan membahas masalah pengadaan tanah dan kepemilikan terkait dengan skenario pembangunan yang dipilih.
• Bekerja sama secara intensif dengan instansi pemerintah terkait, sektor swasta dan masyarakat setempat untuk mengevaluasi, membahas dan menetapkan setiap kawasan wisata utama yang ada dan yang baru, ditinjau dari perspektif pengembangan yang optimal, termasuk daya dukung, jenis dan tingkat akomodasi, fasilitas dan pelayanan bagi wisatawan.
• Mengevaluasi opsi penahapan (phasing) dan memilih prioritas kawasan wisata utama yang ada dan yang baru untuk pembangunan dengan ukuran dan bentuk terinci yang terkait, yang sesuai dengan proyeksi permintaan untuk semua
14 Tambahkan untuk Borobudur-Yogyakarta-Prambanan: Konsultan akan merekomendasikan, jika ada, penetapan prioritas program yang terkait dengan pariwisata sebagaimana diidentifikasi di dalam MPDP (Master Plan dan Development Plan).
Lampiran
13
penggunaan lahan dan dengan penekanan khusus pada pengembangan pariwisata dalam periode lima tahunan (2018-2022 / 2023-2027 / 2028-2032 / 2033-2037/2038-2042). Studi Analisis Pasar dan Kajian Permintaan telah mengusulkan kawasan wisata utama prioritas yang sudah ada dan yang baru (Lampiran 1), namun ini harus disempurnakan, disesuaikan dan/atau dikonfirmasikan, sebagai bagian dari pekerjaan ini.
• Menyusun rancangan konseptual dan perkiraan biaya untuk semua infrastruktur dan layanan yang dibutuhkan dengan rentang perencanaan masing-masing 5 dan 25 tahun untuk seluruh daerah tujuan wisata.
• Identifikasi kebutuhan peningkatan secara bertahap ambang batas kapasitas utama (perluasan bandara, fasilitas pengolahan limbah, tempat pembuangan sampah, dll.) dan menyusun rencana penahapan 25 tahun untuk investasi ambang batas yang diantisipasi dari semua infrastruktur dan jasa.
• Menyusun rencana penahapan terpadu untuk lokasi dan waktu penyediaan infrastruktur dan jasa secara bertahap, memastikannya memenuhi proyeksi permintaan wisatawan dan dirancang untuk mendukung dan menjadi pedoman bagi pembangunan pariwisata dan meminimalkan risiko, dengan rentang perencanaan masing-masing 5 tahun dan 25 tahun.
• Mengkaji dampak lingkungan, sosial (termasuk bagi Masyarakat Adat) dan warisan budaya yang terkait dengan skenario pembangunan yang dikehendaki pada skala dan tingkat rincian yang sesuai, dengan mempertimbangkan dampak kumulatif dan dampak ikutan (induced) serta dampak dari fasilitas terkait, dan menyusun rencana mitigasi tingkat tinggi dan rencana pemantauan sesuai dengan KPLS.
• Mengidentifikasi dan membahas masalah sumberdaya alam (termasuk keanekaragaman hayati) dan pelestarian warisan budaya yang terkait dengan skenario pembangunan yang dikehendaki serta mencari penyelesaian-penyelesaian yang cocok, daripada saling bersaing, dengan penyediaan infrastruktur dan pelayanan dari scenario pengembangan yang dipilih.
• Mengidentifikasi kesadaran serta kebutuhan pembangunan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat untuk pembangunan pariwisata inklusif.
• Mengidentifikasi peluang dan kebutuhan pengembangan keterampilan untuk pasokan bagi pasar pariwisata (pendidikan, pengembangan UKM).
• Mengidentifikasi pengaturan kelembagaan untuk melaksanakan skenario pembangunan.
F.2 Penyusunan rencana pengembangan terinci untuk kawasan wisata utama prioritas
Bekerja sama erat dengan instansi pemerintah terkait, sektor swasta dan masyarakat
setempat, Konsultan akan menyusun rencana pengembangan bertahap yang terinci
(rentang perencanaan selama 5 tahun) untuk semua kawasan wisata utama saat ini di
dalam daerah tujuan wisata (klaster fasilitas hotel dan fasilitas bagi wisatawan serta
obyek wisata yang sudah ada) dan untuk kawasan wisata utama baru yang telah
diprioritaskan untuk pengembangan pariwisata dalam 5 tahun pertama (2018-2022).
Daftar strategi, sasaran, kebijakan dan program yang teridentifikasi yang termasuk di
dalam rencana 5 tahun tersebut harus dijabarkan secara bertahap setiap tahun
(2018/2019/2020/2021/2022). Rencana tersebut harus disajikan pada skala 1:5.000
berikut dengan garis besar desain dan perkiraan biaya untuk semua infrastruktur dan
Lampiran
14
penyediaan jasa dengan menggunakan peta berbasis GIS. Konsultan akan menyusun
perencanaan sampai ke tingkat pra-kelayakan untuk infrastruktur dan penyediaan jasa
yang terpilih (misalnya 2018). Kriteria pemilihan infrastruktur berikut dengan rencana
pra-kelayakan akan disepakati oleh BPIW dan Konsultan. Rencana pembangunan
terinci tersebut harus dikaitkan langsung dengan proyeksi pertumbuhan wisatawan
dan harus cukup fleksibel untuk memungkinkan penyesuaian jika pertumbuhan riil
melebihi atau tidak memenuhi harapan selama tahun-tahun tersebut.
Rencana pembangunan tersebut akan menyediakan peta dan uraian terinci mengenai
jenis dan karakter dari kawasan wisata utama yang sudah ada dan yang baru di masa
mendatang, penggunaan lahan yang terinci, spesifikasi kapasitas akomodasi dan
jenisnya, fasilitas bagi pengunjung, layanan dan obyek wisata, perumahan untuk para
karyawan sektor pariwisata dan keluarga mereka, infrastruktur dan layanan yang
sudah ada dan yang direncanakan, peraturan bangunan dan pengendalian
pembangunan. Rencana pembangunan terinci ini akan memberikan standar dan
pedoman perencanaan khusus yang direkomendasikan untuk mengelola dan
mengendalikan pembangunan, termasuk namun tidak terbatas pada:
• Kerapatan bangunan, rasio luas lantai dan ruang, dan ketinggian bangunan maksimum
• Perencanaan dan pengelolaan lalu lintas
• Permintaan, distribusi dan pengelolaan air bersih
• Bangkitan dan pengelolaan limbah cair
• Bangkitan dan pengelolaan limbah padat/sampah
• Drainase dan perlindungan banjir
• Penerangan jalan
• Permintaan tenaga listrik
• Layanan internet berjangkauan luas (broadband)
• Bencana alam dan mitigasi risiko
• Gaya arsitektur dan pelestarian warisan budaya
• Standar perencanaan jalan untuk mengakomodasi tidak hanya permintaan lalu lintas, namun juga persyaratan untuk manajemen lalu lintas, pejalan kaki, keselamatan jalan raya, lanskap, tempat parkir, papan petunjuk jalan, dll.
• Lanskap yang terkait dengan kawasan hunian, fasilitas wisatawan, dan penggunaan lahan lainnya
• Pedoman perlindungan lingkungan untuk melindungi dan memulihkan daerah alami dan keanekaragaman hayati
• Pedoman budaya, religi, sejarah, dan arkeologi untuk melindungi fitur berharga
• Perencanaan Pengelolaan Pengunjung/Pengendalian Massa (Crowd Control) untuk obyek wisata dengan daya dukung terbatas seperti candi, petilasan, dan desa budaya.
• Usulan pengaturan kelembagaan untuk memantau kondisi kekayaan alam, sosial dan budaya dan untuk menerapkan rencana perlindungan bagi kekayaan tersebut
• Pedoman bagi ruang terbuka hijau, pemandangan indah, dan gardu pandang
• Sungai dan danau untuk penggunaan rekreasi
Lampiran
15
• Penggunaan air yang efisien dalam penggunaan domestik, komersial, dan industri.
• Pedoman Pengelolaan Sosial untuk menghindari atau meminimalkan potensi konflik sosial atau dampak negatif akibat pelaksanaan rencana pembangunan
• Kerangka/Pedoman Perencanaan Masyarakat Adat untuk menjadi pedoman bagi para pemangku kepentingan dalam melaksanakan rencana pembangunan jika kegiatan berpotensi memiliki dampak terhadap Masyarakat Adat15
G. Perumusan rencana induk pariwisata terpadu ini,16 terdiri dari rencana
pengembangan pariwisata bertahap (G1), rencana investasi dan pembiayaan
untuk infrastruktur dan jasa (G2 dan G3), program pengembangan kelembagaan
(G4) dan program pembangunan kapasitas (G5)17
G.1 Menyusun rencana penahapan pengembangan infrastruktur dan layanan terpadu
Mengkonsolidasikan hasil rencana pengembangan secara keseluruhan (tugas F1) dan
rencana pengembangan terinci (tugas F2) serta menyusun rencana pengembangan
pariwisata bertahap di peta GIS, yang terdiri dari:
• Rencana penggunaan lahan (1:25.000)
• Rencana penahapan yang menunjukkan lokasi prioritas pembangunan periode lima tahunan (2018-2022 / 2023-2027 / 2028-2032 / 2033-2037 / 2038-2042)
• Rencana pembangunan terinci selama 5 tahun (skala 1:5.000) untuk semua kawasan wisata utama yang sudah ada dan untuk kawasan wisata utama baru yang terpilih yang diprioritaskan untuk 5 tahun pertama dari Program ini
• Rencana penahapan pembangunan akomodasi pariwisata, fasilitas dan l jasa, masing-masing selama 5 dan 25 tahun.
• Jika Rencana Pembangunan Rinci mengindikasikan suatu usulan rencana pembangunan fisik atau pengembangan lahan/perubahan penggunaan lahan akan melibatkan pengadaan tanah dan/atau pemindahan penduduk, maka Konsultan akan menentukan bagian ESMF18 yang relevan untuk menangani pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali tersebut.
• Pelestarian kekayaan alam dan rencana pengelolaan lingkungan dan sosial
• Rencana pengelolaan pelestarian warisan budaya
• Rencana mitigasi risiko bencana alam
• Jika Rencana Pembangunan Rinci mengindikasikan suatu usulan rencana pembangunan fisik atau pengembangan lahan/perubahan penggunaan lahan akan memberikan dampak (positif maupun negatif) terhadap Masyarakat Adat (Indigenous Peoples), Konsultan akan menentukan bagian ESMF yang relevan untuk menangani dampak terhadap Masyarakat Adat tersebut.
15 Lihat tautan ke ESMF
16 Rencana induk pariwisata terpadu ini akan memberikan panduan kepada pihak berwenang setempat dan di tingkat provinsi selama proses perbaikan rencana tata ruang dan sektoral setempat dan provinsi. Rencana induk pariwisata terpadu ini akan mengidentifikasi program, infrastruktur dan layanan prioritas yang dibutuhkan untuk memperkuat kegiatan pariwisata di daerah tujuan wisata.
17 Lihat Lampiran 2 untuk gambaran indikatif dari daftar isi.
18 Lihat ESMF, termasuk Lampiran-lampiran terkait, sebagai pedoman.
Lampiran
16
• Pengaturan pelaksanaan termasuk rekomendasi mengenai inisiatif hukum dan peraturan yang disyaratkan untuk memberikan efek hukum/legal pada rencana induk pariwisata terpadu (RIPT) dan bagian-bagiannya.19
G.2 Menyusun rencana pentahapan pengembangan infrastruktur dan layanan terpadu
Mengkonsolidasikan hasil dari rencana pengembangan secara keseluruhan (tugas F1)
dan rencana pengembangan terinci (tugas F2) dan menyusun rencana pengembangan
infrastruktur dan layanan prioritas terpadu secara bertahap serta perkiraan biaya yang
terkait untuk semua sektor sampai ke tingkat pra-kelayakan selama 5 dan 25 tahun,
berikut dengan desain konseptualnya. Menyusun perkiraan biaya terinci dan rencana
investasi untuk lima tahun pertama. Menyusun rencana pembiayaan 5 tahun termasuk
kontribusi pemerintah dan sektor swasta serta evaluasi kelayakan ekonomi dari
investasi yang diajukan.
Rencana investasi harus dikaitkan langsung dengan proyeksi pertumbuhan wisatawan
dan harus cukup fleksibel untuk memungkinkan penyesuaian jika pertumbuhan riil
melebihi atau tidak memenuhi harapan selama tahun-tahun tersebut. Rencana investasi
tersebut harus mendukung dan menjadi pedoman bagi pengembangan pariwisata dan
akan mencakup:
• Pembangunan kembali kawasan
• Akses dari luar: kapasitas bandara dan angkutan udara, pelabuhan, jalan tol, jaringan jalan nasional dan provinsi,20 kereta api, angkutan umum eksternal (jarak jauh)
• Akses internal: jaringan jalan internal, sarana angkutan umum internal dan jarak pendek termasuk angkutan air, fasilitas angkutan tidak bermotor, pengelolaan lalu lintas, trotoar, keamanan jalan, parkir, dll. 21
• Drainase dan perlindungan banjir
• Pasokan air bersih
• Pengelolaan limbah cair dan sanitasi
• Pengelolaan sampah dan kebersihan
• Pasokan tenaga listrik
• Penerangan jalan
• Fasilitas umum
• Layanan internet berjangkauan luas (broadband)
• Infrastruktur terkait wisata khusus seperti pusat pengunjung, marina, dermaga, trotoar, jalur berjalan kaki dan bersepeda, zona pejalan kaki, papan petunjuk, dll.
19 Dalam hal telah ditetapkan bahwa perlu adanya undang-undang atau peraturan baru untuk menerapkan rencana induk ini, hal ini akan menjadi subyek yang terpisah.
20 Untuk jaringan jalan yang merupakan bagian dari Program, rencana ini juga harus memasukkan kebutuhan untuk pemeliharaan dan perbaikan dari jaringan jalan yang sudah ada untuk periode lima tahun.
21 Untuk jaringan jalan yang merupakan bagian dari Program, rencana ini juga harus memasukkan kebutuhan untuk pemeliharaan dan perbaikan dari jaringan jalan yang sudah ada untuk periode lima tahun.
Lampiran
17
G.3 Menyusun program investasi infrastruktur dan layanan yang mendesak di tahun
2018
Sementara proses penganggaran Pemerintah Indonesia mensyaratkan bahwa di sekitar
bulan Agustus 2017 program investasi untuk tahun fiskal 2018 (Januari sampai
Desember) ditetapkan, proses revisi anggaran terus berlanjut. Untuk mengantisipasi
penyusunan skenario pembangunan dan rencana pengembangan infrastruktur dan
layanan, dan untuk mempercepat pembangunan daerah tujuan wisata, investasi
dengan prioritas tertinggi untuk daerah-daerah ini pada tahun 2018 harus diidentifikasi
oleh Konsultan pada bulan Desember 2017, dan akan dibiayai dengan sumber dana
dari manapun yang memungkinkan.
Investasi pada peningkatan akses eksternal hanya terkait sedikit dengan perencanaan
tata ruang pembangunan di daerah tujuan wisata. Kebutuhan dan penahapan dari
infrastruktur konektivitas semacam ini sangat bergantung pada kekurangan yang ada
dan perspektif pertumbuhan secara keseluruhan. Keputusan yang diinformasikan
mengenai investasi jenis ini untuk tahun 2018 dapat dilakukan dengan cara yang dapat
dipertanggung-jawabkan meskipun skenario pembangunan tata ruangnya belum siap.
Untuk tujuan ini, Konsultan akan menyusun dan mendiskusikan dengan semua
lembaga pemerintah terkait mengenai program investasi terpadu untuk peningkatan
akses eksternal secara bertahap termasuk semua moda transportasi sesuai dengan
jadwal yang dapat mengikuti perkembangan jumlah wisatawan dan penyesuaian dapat
dilakukan jika jumlah wisatawan aktual melebihi atau kurang dari yang diperkirakan,
masing-masing untuk 5 tahun dan 25 tahun, dan mengidentifikasi kebutuhan investasi
tahun pertama yang mendesak termasuk:
• Kapasitas bandara dan angkutan udara
• Pelabuhan
• Jalan tol, jaringan jalan nasional dan provinsi (termasuk pemeliharaan dan perbaikan)
• Kereta api
• Sistem angkutan umum eksternal (jarak jauh).
Selain akses eksternal, investasi lain yang sangat mendesak untuk tahun fiskal 2018
perlu diidentifikasi pada bulan Desember 2017 juga. Konsultan akan mempersiapkan
dan mendiskusikan secara tepat waktu dengan semua lembaga pemerintah terkait
suatu program investasi 2018 mengenai investasi yang sangat dibutuhkan yang
kemungkinan besar akan menjadi prioritas berdasarkan Rencana Induk. Hal ini tidak
saja menyangkut investasi yang dapat mengatasi kekurangan penyediaan infrastruktur
dan layanan yang ada saat ini, tetapi juga intervensi mendesak lainnya yang telah
teridentifikasi pada tahap proses penyusunan Rencana Induk ini sebagai hal yang layak
dan tidak dapat dihindari, dan yang secara teknis, lingkungan dan sosial dinilai baik
dan memungkinkan dilakukannya peningkatan bertahap di masa depan sesuai dengan
Lampiran
18
pertumbuhan jumlah penduduk dan pertumbuhan pariwisata serta peningkatan
permintaan infrastruktur dan layanan yang terkait.
G.4 Menyusun program pengembangan kelembagaan
Konsultan akan menyusun program pengembangan kelembagaan untuk pengelolaan
pembangunan pariwisata berkelanjutan di daerah tujuan. Program pengembangan
kelembagaan ini harus memastikan bahwa semua lembaga pemerintah yang terkait
berkomitmen untuk menerapkan Rencana Induk Pariwisata Terpadu (RIPT) secara
terpadu. Penyusunan program pengembangan kelembagaan tersebut akan dilakukan
melalui kerja sama erat dengan semua pemangku kepentingan di daerah tujuan wisata
(lembaga pemerintah, BUMN, pemerintah daerah, swasta, masyarakat setempat, dan
lain-lain) dan setidaknya akan mencakup kegiatan-kegiatan berikut ini:
• Kajian minat dan komitmen pemerintah daerah setempat, pemerintah pusat (kementerian), sektor swasta dan masyarakat setempat terhadap realisasi rencana induk pariwisata terpadu tersebut
• Identifikasi peran dan tanggung jawab semua lembaga pemerintah yang terkait dalam pelaksanaan rencana induk pariwisata terpadu
• Identifikasi tanggung jawab pengelolaan dan koordinasi, termasuk penyusunan rencana tindak tahunan, pemantauan dan evaluasi indikator kemajuan dan kinerja, pengamanan lingkungan dan sosial, dll.
• Identifikasi mekanisme perencanaan dan koordinasi untuk pengelolaan pembangunan di seluruh daerah tujuan wisata dan pengaturan khusus yang diperlukan untuk sub-wilayah, yaitu kawasan wisata utama, situs warisan budaya, kawasan yang sensitif terhadap masalah lingkungan dan sosial, dll.
• Identifikasi kebutuhan revisi rencana dan peraturan formal (tata ruang) di tingkat hilir dan identifikasi lembaga pemerintah yang bertanggung jawab.
G.5 Menyusun program pembangunan kapasitas
Program pembangunan kapasitas harus memastikan bahwa semua pemangku
kepentingan siap dan mampu melaksanakan Rencana Induk Pariwisata Terpadu.
Program pembangunan kapasitas tersebut harus mencakup lembaga pemerintah
terkait, sektor swasta dan masyarakat setempat dan akan terdiri dari:
• Program pembangunan kapasitas lembaga pemerintah
• Program pengembangan kapasitas sektor swasta, UKM dan pengembangan keterampilan, dengan fokus peningkatan kompetensi yang bersertifikat yang sesuai dengan kebutuhan sektor swasta serta peningkatan kemampuan perusahaan terkait dengan kualitas pelayanan
• Program pembangunan kapasitas masyarakat setempat
Penyusunan program pembangunan kapasitas tersebut akan dilakukan dengan bekerja
sama erat dengan para pemangku kepentingan terkait dan setidaknya akan mencakup
kegiatan-kegiatan berikut ini:
Lampiran
19
• Kajian kapasitas pemerintah daerah setempat, pemerintah pusat (kementerian), sektor swasta, dan masyarakat setempat untuk mewujudkan rencana induk pariwisata terpadu.
• Identifikasi kebutuhan pembangunan kapasitas kelembagaan untuk pengelolaan pengembangan pariwisata
• Identifikasi kebutuhan pembangunan kapasitas untuk pelaksanaan rencana mitigasi dan pemantauan lingkungan dan sosial termasuk perlindungan.
• Identifikasi kebutuhan pembangunan kapasitas masyarakat untuk pengembangan pariwisata inklusif
• Identifikasi kebutuhan pengembangan tambahan untuk sektor swasta, UKM dan pengembangan keterampilan
• Identifikasi kebutuhan pendidikan formal, non-formal, dan pendidikan bagi orang dewasa
H. Memastikan keterlibatan aktif para pemangku kepentingan
Sangatlah penting untuk melibatkan sektor swasta, masyarakat lokal, pemerintah
daerah, dan lembaga pemerintah pusat terkait melalui penjangkauan secara proaktif
dan presentasi publik. Berdasarkan pemetaan awal para pemangku kepentingan22 dan
berdasarkan Rencana Keterlibatan Pemangku Kepentingan (sebagai bagian dari
Laporan Pendahuluan) melalui konsultasi rutin dengan lembaga pemerintah dan para
pemangku kepentingan lainnya, Konsultan harus mencari masukan dan konsensus
mengenai semua hasil antara dan hasil akhir pekerjaan akhir.23 Konsultan harus
memastikan bahwa semua masukan dan/atau pertimbangan yang disampaikan selama
proses persetujuan dan ratifikasi formal tercermin di dalam rancangan akhir Rencana
Induk Pariwisata Terpadu. Dalam upaya mendapatkan umpan balik dan dukungan
para pemangku kepentingan, setidaknya harus mencakup hal-hal tentang:
• Tujuan dan visi dari Rencana Induk Pariwisata Terpadu;
• Kisaran peluang wisata yang sesuai dengan daerah tujuan wisata;
• Keragaman pengembangan penggunaan lahan yang seharusnya dilakukan di daerah tujuan wisata dan di lokasi-lokasi di mana pengembangan tersebut harus dilakukan;
• Potensi dampak dan risiko lingkungan dan sosial dari usulan pembangunan/perubahan penggunaan lahan atau pembangunan fisik; aspek ini perlu dimasukkan sebagai pertimbangan dalam merumuskan skenario alternatif pengembangan lahan/pembangunan
• Skenario pengembangan alternatif yang diusulkan serta skenario pengembangan akhir yang dikehendaki;
• Peran dan tanggung jawab semua lembaga pemerintah yang terkait di dalam pelaksanaan rencana induk pariwisata terpadu tersebut
22 BPIW akan berbagi pemetaan dengan Konsultan setelah Penandatanganan Kontrak. 23 [TAMBAHKAN untuk Borobudur-Yogyakarta-Prambanan : Konsultan akan memastikan bahwa proses konsultasi penyusunan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur (Lampiran 4) akan melibatkan semua pemangku kepentingan terkait termasuk PT. TWC, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kabupaten Magelang.]
Lampiran
20
• Peran dan tanggung jawab masyarakat setempat, asosiasi, pemerintah desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi dalam pelaksanaan rencana induk pariwisata terpadu tersebut, terutama dalam mengelola obyek wisata.
• Peluang kerja yang ada dan yang akan ada di bidang pariwisata, perusahaan komersial, industri, produksi pertanian, dll;
• Potensi daerah di mana sektor swasta, pemerintah daerah dan BUMN tertarik untuk berinvestasi di sektor pariwisata;
• Kebutuhan pendidikan formal, non formal dan pendidikan bagi orang dewasa.
• Rancangan akhir dari Rencana Induk Pariwisata Terpadu tersebut
IV. HASIL PEKERJAAN DAN TATA WAKTU
Tugas Hasil Pekerjaan
Waktu (bulan sejak
penanda-tanganan
kontrak)
Laporan Awal, termasuk rencana keterlibatan
pemangku kepentingan
1
Laporan Analisis Data Awal (Baseline)
(Tugas/Pekerjaan A, B, C, D)
4
Proyeksi pertumbuhan dan skenario
pembangunan (Tugas E)
5
Rencana pembangunan keseluruhan (Tugas F1) 9
Rencana pengembangan terinci untuk area
prioritas utama (Tugas F2)
9
Rencana penahapan pengembangan pariwisata
(Tugas G1)
11
Rencana penahapan pengembangan
infrastruktur dan layanan terpadu (Tugas G2)
11
Program investasi 2018 yang mendesak (Tugas
G3)
Desember 2017
Program pembangunan kapasitas (Task G4) 11
Rencana Induk Pariwisata Terpadu Akhir
(Tugas G)
12
Lampiran
21
V. TENAGA AHLI UTAMA
Jabatan Kualifikasi Minimum
1. Ketua Tim (Perencana
Perkotaan/ Insinyur Sipil)
Tingkat pendidikan perguruan tinggi yang relevan
(setingkat Master) dan mempunyai pengalaman
internasional minimal 15 tahun di bidang yang terkait
2. Tenaga ahli pembangunan
kepariwisataan (Ahli
Ekonomi)
Tingkat pendidikan perguruan tinggi yang relevan
(setingkat Master) dan mempunyai pengalaman
internasional minimal 15 tahun di bidang yang terkait
[untuk Borobudur-Yogyakarta-Prambanan, termasuk
mempunyai pengalaman internasional terkait rencana
pengelolaan wisatawan]
3. Perencana perkotaan/daerah Tingkat pendidikan perguruan tinggi yang relevan
(setingkat Master) dan berpengalaman minimal 10
tahun di bidang yang terkait
4. Arsitek/Perencana perkotaan Tingkat pendidikan perguruan tinggi yang relevan
(setingkat Master) dan berpengalaman minimal 10
tahun di bidang yang terkait
5. Perencana jalan dan angkutan
jalan (Insinyur Konstruksi
Jalan)
Tingkat pendidikan perguruan tinggi yang relevan
(setingkat Master) dan berpengalaman minimal 10
tahun di bidang yang terkait
6. Tenaga Ahli WATSAN (Water
and Sanitation – Air dan
Sanitasi) dan SWM (Solid
Waste Mgt. – Pengelolaan
Sampah) (Tenaga Ahli
Sanitasi)
Tingkat pendidikan perguruan tinggi yang relevan
(setingkat Master) dan berpengalaman minimal 10
tahun di bidang yang terkait
7. Tenaga ahli lingkungan Tingkat pendidikan perguruan tinggi yang relevan
(setingkat Master) dan mempunyai pengalaman
internasional minimal 10 tahun di bidang yang terkait
8. Tenaga ahli pembangunan
sosial
Tingkat pendidikan perguruan tinggi yang relevan
(setingkat Master) dan berpengalaman minimal 10
tahun di bidang yang terkait
9. Tenaga ahli kekayaan warisan
benda cagar budaya
Tingkat pendidikan perguruan tinggi yang relevan
(setingkat Master) dan mempunyai pengalaman
internasional minimal 10 tahun di bidang yang terkait
[untuk Borobudur-Yogyakarta-Prambanan,
mempunyai pengalaman internasional minimal 15
tahun, termasuk rencana pengelolaan wisatawan]
10. Tenaga ahli pengembangan
kelembagaan/ pembangunan
Tingkat pendidikan perguruan tinggi yang relevan
(setingkat Master) dan berpengalaman minimal 10
Lampiran
22
Jabatan Kualifikasi Minimum
kapasitas tahun di bidang yang terkait
11. Tenaga ahli pengembangan
keahlian/kapasitas
perusahaan
Tingkat pendidikan perguruan tinggi yang relevan
(setingkat Master) dan berpengalaman minimal 10
tahun di bidang yang terkait
Sebagai tambahan atas tenaga ahli utama di atas, untuk melaksanakan tugasnya,
Konsultan harus menyiapkan staf pendukung, seperti tenaga ahli kebandaraan, tenaga
ahli kepelabuhan, tenaga ahli perkeretaapian, dan tenaga ahli transportasi umum
sebagai bagian dari pool tenaga ahli dan stal lainnya, yaitu: administrasi, pemetaan,
teknisi, dan dukungan logistik operasional lainnya yang terkait dengan tugas-tugas.
Lampiran
23
Lampiran 1. Daerah Tujuan Wisata dan Kawasan Wisata Utama
Daerah Tujuan Wisata Lombok
Saat ini, Lombok adalah daerah tujuan wisata yang biasanya merupakan ‘bagian dari
tujuan wisata’ atau ‘perjalanan sampingan’ dari Bali. Hingga saat ini, sebagian besar
pengunjung /wisatawan ke Lombok mengunjungi Kepulauan Gili dan daerah sekitar
Senggigi. Lombok menerima 2 juta wisatawan pada tahun 2015, di antaranya 52%
adalah wisatawan mancanegara. 50% wisatawan mancanegara ini berasal dari Eropa
dan lebih dari 18% dari Australia. Sebagai pulau, konektivitas eksternal Lombok
ditentukan oleh kualitas dan frekuensi akses angkutan udara dan laut. Sebagian besar
wisatawan mancanegara (68%) tiba melalui angkutan laut, terutama dengan kapal
cepat/speedboat dari Bali ke Kepulauan Gili. Wisatawan domestik juga sebagian besar
datang melalui laut (70%) namun biasanya menggunakan layanan kapal feri reguler.
Angkutan udara digunakan oleh sekitar 30% dari seluruh wisatawan (mancanegara
dan domestik) ke Lombok.
Jika dikelola dengan baik, Kepulauan Gili dan Senggigi dapat menyerap semakin
banyak wisatawan. Agar Kepulauan Gili dapat mempertahankan daya tariknya di
masa depan, kelestarian lingkungan perlu ditingkatkan dengan mengatasi kekurangan
pelayanan dasar (seperti pengelolaan air bersih, sanitasi dan pengelolaan sampah).
Untuk pengembangan Senggigi, dan pengembangan ke utara sampai ke Tanjung, akan
sangat penting untuk menetapkan dan menerapkan kendali perencanaan untuk
mempertahankan karakter 'butik', yang diciptakan melalui pengembangan hotel
berskala kecil dengan rentang 20 tahun.
Ke depan, Lombok juga dapat menjadi 'daerah tujuan' atau 'enklaf (enclave - daerah
kantong)' untuk beberapa sumber pasar mancanegara. Berdasarkan Analisis Pasar dan
Kajian Permintaan, untuk mewujudkan potensi penuh Lombok, tahapan lebih lanjut
dari pengembangan hotel berskala lebih besar (seperti di dalam pipeline (aktivitas, item
informasi, material, atau produk, di antara titik awal dan titik penyelesaian proses) untuk
wilayah Mandalika Resort) nampaknya dibutuhkan di daerah pantai selatan, karena
hal ini dapat memberi insentif pada pembentukan jalur angkutan udara secara
langsung ke sumber pasar terdekat, terutama Australia. PT Pengembangan Pariwisata
Indonesia (Indonesia Tourism Development Corporation - ITDC) adalah Badan Usaha Milik
Negara yang bertanggung jawab atas pengembangan Mandalika dan telah menyusun
Rencana Induk Detil untuk wilayah tersebut. Sampai saat ini, investor swasta enggan
mendirikan hotel di Mandalika, yang baru-baru ini juga ditetapkan sebagai kawasan
ekonomi khusus (KEK) melalui Peraturan Pemerintah No. 52 tahun 2014. ITDC
sekarang memainkan peran sebagai ‘penggerak pertama’ dengan membangun hotel-
hotel baru dan membangun infrastruktur di lokasi tersebut, yang dapat
mendiversifikasi penawaran pariwisata Lombok dan menarik pasar wisatawan baru ke
Mandalika (untuk pengalaman resor terpadu) dan di sepanjang pantai selatan yang
lebih besar (dengan akomodasi kelas atas dan dengan kepadatan yang rendah), jika
Lampiran
24
perhatian yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan alami (termasuk kebersihan)
ditangani.
Angkutan laut merupakan moda kedatangan yang penting bagi semua wisatawan
Lombok saat ini, namun diperkirakan akan bergeser. Pada tahun 2015, 68%
wisatawan internasional dan 70% wisatawan domestik tiba melalui laut. Dalam hal
wisatawan mancanegara, 63% dari mereka yang tiba melalui kapal, menggunakan
kapal cepat ke Kepulauan Gili (Pelabuhan Pemenang) dan 37% tiba di Lembar,
mempergunakan kapal feri (32%) dan kapal pesiar (5%). Dalam hal wisatawan
domestik, 82% tiba dengan mempergunakan kapal feri ke Pelabuhan Lembar dan 18%
dengan kapal cepat ke Kepulauan Gili. Pangsa kedatangan perjalanan udara saat ini
adalah 31%, namun hal ini cenderung meningkat secara signifikan di masa depan
mengingat perjalanan melalui udara dibandingkan dengan perjalanan melalui laut
lebih nyaman dan mengingat Lombok juga diharapkan dapat menjadi tujuan wisata
tersendiri. Total wisatawan yang tiba melalui udara diperkirakan meningkat menjadi
43% pada tahun 2021 dan 66% pada tahun 2041.
Dengan bertambahnya pasokan hotel, konektivitas udara diperkirakan akan
meningkat. Misalnya, penerbangan langsung dari Australia ke Lombok dapat
dipulihkan (berdasarkan koneksi Perth-Lombok Jetstar yang singkat pada tahun 2014),
dan wisatawan Australia dapat mengunjungi Lombok sebagai tujuan utama, bukan
hanya sebagai perjalanan sampingan dari Bali. Lombok, dengan pengembangan resor
di selatan, dan pemasaran yang terkait, juga dapat menjadi tujuan baru bagi wisatawan
Tiongkok dan Asia Timur lainnya. Jumlah wisatawan Timur Tengah ke Lombok dapat
tumbuh dari basis yang rendah, namun ada batasan untuk mempertahankan
pertumbuhan yang cepat ini karena jaraknya yang jauh, gejala musiman, dan pilihan
alternatif untuk pasar sumber ini. Thailand, dengan 660.000 wisatawan dari Timur
Tengah pada tahun 2015 (pertumbuhan 36% sejak 2009), adalah contoh dari daerah
tujuan wisata yang berhasil untuk pasar ini.
Implikasi dari mengejar skenario pertumbuhan pariwisata yang tinggi untuk
kebutuhan perencanaan dan investasi disampaikan pada Gambar 1. Konsultan akan
menyusun Rencana Induk Pariwisata Terpadu yang terdiri dari: rencana
pengembangan keseluruhan untuk daerah tujuan wisata, yaitu pulau Lombok (25 tahun)
dan rencana pembangun terinci (5 tahun) untuk kawasan wisata utama prioritas, yaitu:
a. Daerah Kepulauan Gili-Senggigi meliputi tiga Kecamatan: Batu Layar, Pemenang
dan Tanjung.
b. Daerah pesisir selatan meliputi empat Kecamatan: Pujut, Praya Barat, Sekotong
dan Jerowaru.
Sebagai bagian dari Tugas F Jasa Layanan, Konsultan akan menyesuaikan atau
mengkonfirmasi kawasan wisata utama prioritas tersebut.
Lampiran
25
Gambar 1: Penetapan daerah tujuan wisata Lombok:
Legenda:
1. Senggigi di Kecamatan Batu Layar
2. Tanjung di Kecamatan Tanjung
3. Kepulauan Gili di Kecamatan
Pemenang
4. Kota Mataram
5. Mandalika di Kecamatan Pujut
6. Sekotong di Kecamatan Sekotong
7. Teluk Mekaki di Kecamatan Pujut
8. Kawasan Guling di Kecamatan
Sekotong
9. Bukit Jogo di Kecamatan Praya Barat
10. Pantai Pink di Kecamatan Jerowaru
11. Selong Balanak di Kecamatan Praya
Barat
12. Tanjung Aan di Kecamatan Pujut
13. Gunung Rinjani di Kecamatan
Sembalun
Implikasi Terperinci untuk Jasa Konsultan Rencana Induk Pariwisata Terpadu:
Rencana Induk Pariwisata Terpadu terdiri dari: (a) rencana pembangunan keseluruhan pulau
Lombok sebagai daerah tujuan wisata (25 tahun) dan (b) rencana pembangunan terinci (5 tahun)
untuk kawasan wisata utama prioritas:
− Kepulauan Gili-daerah Senggigi termasuk lokasi # 1-3, dan meliputi: Kecamatan Batu
Layar di Kabupaten Lombok Barat; dan Kecamatan Pemenang dan Kecamatan
Tanjung di Kabupaten Lombok Utara.
− Daerah pesisir selatan termasuk lokasi # 5-12, dan meliputi: Kecamatan Pujut dan
Kecamatan Praya Barat di Kabupaten Lombok Tengah; Kecamatan Sekotong di
Kabupaten Lombok Barat; dan Kecamatan Jerowaru di Kabupaten Lombok Timur.
Sebagai bagian dari Tugas F dari Jasa Layanan, Konsultan akan menyesuaikan atau
mengkonfirmasi kawasan wisata utama prioritas dan akan memberikan rekomendasi mengenai
bagaimana mengintegrasikan pengembangan lokasi Mandalika dengan kerangka kerja masa
depan dan pengembangan pariwisata yang diusulkan di dalam Rencana Induk Pariwisata
Terpadu.
Lampiran
26
Daerah Tujuan Wisata Danau Toba
Saat ini, pada hakekatnya Danau Toba merupakan daerah tujuan wisata lokal,
dengan daya tarik yang menurun. Mayoritas (> 97%) wisatawan ke daerah tujuan
wisata Danau Toba pada tahun 2015 adalah wisatawan domestik. Wisatawan
mancanegara terutama berasal dari Malaysia (50%) dan Singapura (10%). Wisatawan
jarak jauh (terutama dari Eropa Utara, terutama Belanda dan Jerman) kebanyakan
backpackers (para traveler dengan anggaran minim dengan barang-barang pribadi yang dibawa
menggunakan tas punggung/ransel – pent.) atau ‘flash packers’ (backpacker yang
membelanjakan lebih banyak pada biaya akomodasi) yang tinggal di Indonesia untuk
jangka waktu yang lebih lama (2 minggu atau lebih). Sebagian besar wisatawan ke
Danau Toba adalah warga dari Sumatera Utara dan tiba dengan mobil atau bus dari
Medan (5 sampai 6 jam dari Medan ke Parapat). Parapat adalah pintu gerbang utama
karena adanya akomodasi dan layanan yang tersedia dan kemudahan akses ke obyek-
obyek wisata utama Danau Toba lainnya, yang terletak di Pulau Samosir, yang dapat
diakses dengan kapal feri. Lama tinggalnya bervariasi antara 1 sampai 3 malam.
Jalan raya adalah moda transportasi yang paling sering digunakan untuk akses
eksternal. Pada tahun 2015, 97% wisatawan domestik tiba melalui perjalanan darat dan
sisanya melalui perjalanan udara, sementara 85% wisatawan mancanegara tiba melalui
perjalanan udara dan sisanya melalui laut. Hampir semua wisatawan internasional ke
Danau Toba tiba di Bandara Internasional Kualanamu di Medan. Selain wisatawan
domestik yang melakukan perjalanan darat, semua wisatawan lain yang tiba melalui
udara dan laut menggunakan jalan darat untuk mencapai Parapat. Sekitar 90%
wisatawan datang ke Parapat dari Medan melalui koridor Medan-Tebing Tinggi-
Pematang Siantar-Parapat (170 km). Moda transportasi ini diperkirakan akan tetap
sama dengan kecenderungan yang ada saat ini. Pada tahun 2021 dan 2041 sekitar 97%
wisatawan domestik diperkirakan tiba melalui perjalanan darat dan sisanya melalui
perjalanan udara. Bagi wisatawan internasional, bandara akan tetap menjadi pintu
gerbang utama, 85% diperkirakan tiba melalui perjalanan udara pada 2021 dan 2041.
Diperkirakan Bandara Internasional Kualanamu akan tetap menjadi pintu gerbang
utama dan sebagian besar wisatawan masih akan melakukan perjalanan ke Parapat
dari Medan.
Melalui perbaikan kelestarian lingkungan, aksesibilitas dan aktivitas, Danau Toba
dapat menjadi tujuan wisata yang menarik bagi lebih beragam wisatawan domestik
dan beberapa wisatawan mancanegara. Bila waktu tempuh dari Medan ke Parapat
berkurang, maka hal ini dapat membuka Danau Toba untuk para penikmat akhir pekan
dari Sumatera Utara dan para penglaju (day tripper). Ini juga dapat membuka peluang
bagi kunjungan para wisatawan MICE (meetings, incentives, conferences, and events -
pertemuan, insentif, konferensi, dan acara) dari Medan – suatu peluang penting untuk
meningkatkan hunian pada hari kerja (dan keuntungan hotel dan daya tarik bagi
investasi di sektor perhotelan secara keseluruhan). Danau Toba juga dapat menjadi
Lampiran
27
bagian dari beberapa pilihan akhir pekan dari Jakarta. Mereka yang mengunjungi
teman dan kerabat dapat berkunjung lebih sering, tetapi mungkin untuk jangka waktu
yang lebih pendek. Kedekatan dan obyek wisata yang disempurnakan dapat menarik
pasar jarak pendek para penikmat akhir pekan dari Singapura dan Malaysia. Untuk
pasar jarak jauh, Danau Toba memiliki potensi pertumbuhan yang terbatas karena
jaraknya dari daerah tujuan wisata lain di Indonesia, sehingga mempersulit untuk
mengintegrasikannya ke dalam penawaran paket wisata untuk wisatawan
mancanegara, dan karena orang Eropa diperkirakan akan melakukan perjalanan jarak
jauh dan mengambil liburan yang lebih singkat di masa mendatang.
Saran untuk Peningkatan Kualitas Air. Atas permintaan Pemerintah Indonesia, Bank
Dunia telah menugaskan suatu studi mengenai kualitas air untuk Danau Toba.
Tujuannya adalah untuk (a) mengidentifikasi sifat dan besarnya dampak terhadap
kualitas air yang terkait dengan pencemaran dan membedakan titik sumbernya (PS –
point sources) dan non-titik sumber (NPS non-point sources); dan (b) mengembangkan
dan merekomendasikan pengelolaan pengendalian pencemaran dan pemantauan data
serta pilihan analisis yang tepat; dan (c) membahas pilihan dengan para pemangku
kepentingan terkait untuk perbaikan dan pelestarian kualitas air di Danau Toba.
Temuan penelitian ini akan tersedia untuk Konsultan pada bulan September 2017
(perkiraan pengiriman laporan akhir), dan Konsultan akan menggabungkan temuan ini
di dalam penyusunan Rencana Induk Pariwisata Terpadu. Penelitian tersebut
mencakup pengembangan praktik terbaik menurut pilihan pengelolaan pencemaran
berstandar internasional dengan perkiraan anggaran untuk biaya investasi dan biaya
pemeliharaan. Pemerintah akan dapat membuat keputusan sendiri mengenai pilihan
terbaik yang paling sesuai dengan kebutuhan dan anggaran tahunan mereka.
Implikasi dari mengejar skenario pariwisata yang berkembang dengan pesat untuk
kebutuhan perencanaan dan investasi disampaikan pada Gambar 1. Untuk
memastikan adanya perbaikan kelestarian lingkungan, Konsultan akan menyiapkan
Rencana Induk Pariwisata Terpadu yang terdiri dari: rencana pengembangan
keseluruhan untuk daerah tujuan wisata, yaitu sebagaimana diuraikan dalam Peraturan
Presiden No. 81 No. 2014 tentang “Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan
Sekitarnya”, dan rencana pembangunan detil (5 tahun) untuk kawasan wisata utama
prioritas yang meliputi empat kecamatan: Girsang Sipangan Bolon (Parapat),
Simanindo, Pangururan dan Balige.
Sebagai bagian dari Tugas F Jasa Layanan, Konsultan akan menyesuaikan atau
mengkonfirmasi kawasan wisata utama prioritas.
Lampiran
28
Gambar 2: Penetapan Daerah Tujuan Wisata Danau Toba
Implikasi Terinci untuk Jasa Konsultan Rencana Induk Pariwisata Terpadu:
Rencana Induk Pariwisata Terpadu terdiri dari:
A) Rencana pembangunan keseluruhan Danau Toba sebagaimana diuraikan dalam
Peraturan Presiden No. 81 No. 2014 tentang “Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan
Toba dan Sekitarnya” (25 tahun),24 dengan perhatian khusus (yaitu data awal (baseline)
dan target) terhadap limbah cair dan limbah padat/sampah: Simanando, Pangururan,
Nainggolan, Onan Runggu, Palipi, Ronggur Nihuta, Silahisabungan, Merek, Muara,
Baktiraja, Lintongnihuta, Paranginan, Pematang Silimahuta, Silimakuta, Purba,
Haranggaol Horison, Dolok Pardamean, Pematang Sidamanik, Girsang Sipangan Bolon,
Ajibata, Lumban Julu, Uluan, Porsea, Siantar Narumonda, Sigumpar, Laguboti, Balige,
Tampahan, Sianjur Mulamula, Harian and Sitiotio.
b) Rencana pembangunan terinci (5 tahun) untuk prioritas kawasan wisata utama:
− Parapat di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon di Kabupaten Simalungun dan
Kecamatan Simanindo dan Kecamatan Pangururan di Kabupaten Samosir.
− Kecamatan Balige di Kabupaten Toba Samosir.
24 Daerah tujuan wisata Danau Toba yang ditetapkan sesuai dengan Peraturan Presiden No. 81 No 2014 mencakup semua Kecamatan di dalam Outer Ring Road yang diproyeksikan, kecuali di Kecamatan Kerajaan dan Kecamatan Sumbul, yang jauh dari daerah tujuan wisata dan belum diidentifikasi sebagai kawasan wisata utama daerah. Sejauh Jalan Outer Ring diidentifikasi berdasarkan tugas C.2 sebagai hal yang penting untuk konektivitas eksternal dari daerah tujuan wisata, Konsultan akan memberikan rekomendasi khusus terkait dengan pariwisata berkenaan dengan semua segmen yang terkait dengan Jalan ini.
Lampiran
29
Daerah Tujuan Wisata Borobudur-Yogyakarta-Prambanan25
Di JOGLOSEMAR, Borobudur, Kota Yogyakarta, dan Prambanan merupakan
pendorong utama pertumbuhan pariwisata. Daerah lain di Joglosemar, seperti Kota
Semarang, kelihatannya tidak menarik minat wisata yang signifikan. Sebagian besar
(93%) pengunjung Candi Borobudur adalah wisatawan domestik yang kebanyakan
datang dengan mobil atau bus. Pada tahun 2015, 79% wisatawan domestik tiba melalui
jalan darat, 11% melalui udara dan sisanya dengan kereta api. Sebagian besar
wisatawan mancanegara (65%) tiba dengan pesawat udara dari Jakarta atau Bali ke
Bandara Internasional Adi Sucipto Yogyakarta dan sebagian besar berasal dari Eropa (>
80%). Jadi, angkutan darat merupakan moda angkutan yang penting bagi wisatawan
domestik, sementara bandara merupakan gerbang utama bagi wisatawan
mancanegara. Yogyakarta adalah tempat tujuan bagi wisatawan domestik dan
mancanegara, karena merupakan pusat penghubung (hub) transportasi untuk jalan
raya, udara dan kereta api, dan kelompok utama akomodasi yang tersedia (91% kamar
hotel berada di DI Yogyakarta, 9% berada di Kabupaten Magelang) dan jasa, dan
karena kedekatannya dengan obyek wisata utama lainnya seperti di daerah
Prambanan. Sekitar 73% pengunjung diperkirakan datang ke Borobudur dan
Prambanan dari Yogyakarta. Sekitar 18% dan 9% pengunjung masing-masing berasal
dari Semarang dan Solo. Banyak wisatawan domestik dan proporsi yang cukup besar
dari wisatawan mancanegara ke Yogyakarta tidak mengunjungi Borobudur. Sebagian
besar wisatawan hanya tinggal dalam waktu singkat. Rata-rata lama tinggal di hotel di
DI Yogyakarta dan Kabupaten Magelang adalah 1,8 malam untuk tamu mancanegara
dan 1,4 malam untuk tamu domestik.
Borobudur-Yogyakarta-Prambanan26 diperkirakan akan tetap menjadi bagian dari
tujuan wisata bagi lebih banyak wisatawan mancanegara (sebagai hal yang ‘harus
dikunjungi’), tetapi juga bisa menjadi tujuan tersendiri untuk beberapa pasar di
kawasan tersebut. Jika pengalaman wisata Borobudur ditingkatkan, dapat menarik
lebih banyak wisatawan Asia, yang bagi Borobudur-Yogyakarta-Prambanan27 bisa
menjadi tujuan tersendiri. Melalui obyek wisata yang disempurnakan (seperti desa
budaya di sekitar Borobudur dan peningkatan pengalaman wisata di Kota Yogyakarta
dan Prambanan), rata-rata lama menginap dan pengeluaran harian dapat meningkat.
Diharapkan pola dan distribusi kedatangan wisatawan akan tetap sama dengan
konteks yang ada saat ini. Wisatawan domestik akan terus mengandalkan angkutan
darat untuk bepergian; misalnya, pada tahun 2041 diperkirakan sekitar 73% wisatawan
domestik akan tiba melalui jalan darat dan 18% melalui udara. Sebagai bagian dari
jalan tol Trans Jawa, koridor Bawen-Magelang-Yogyakarta yang direncanakan,
diharapkan dapat bermanfaat bagi wisatawan, namun hal ini tidak memiliki
25 Ditambah dengan KSPN Semarang – Karimunjawa; KSPN Solo – Sangiran; KSPN Gunung Sewu, dan KSPN Dieng.
26 Ibid 82
27 Ibid 82
Lampiran
30
pembenaran dari sudut pandang pariwisata karena pada dasarnya jalan tersebut
melayani konektivitas regional. Wisatawan mancanegara diperkirakan akan terus
berdatangan melalui udara dan Bandara Kulon Progo yang baru diperkirakan akan
menjadi pintu gerbang utama.
Kunci untuk meningkatkan daya tarik wisata, terutama bagi wisatawan
mancanegara, adalah pengembangan Yogyakarta, Borobudur, dan Prambanan28
sebagai tujuan budaya yang koheren. Hal ini dipertimbangkan untuk
mengembangkan daerah tujuan wisata ini sebagai simbol budaya tradisional Jawa yang
diakui secara internasional. Kota Yogyakarta merupakan pusat utama untuk
infrastruktur pariwisata dan transportasi. Selain menjadi kota yang ramai dengan
suasana yang menyenangkan dan jalan perbelanjaan yang terkenal (Malioboro), tempat
ini dilengkapi dengan warisan budaya Jawa yang kaya. Kraton (istana) kota
Yogyakarata adalah kota berdinding di dalam kota. Bukan hanya kediaman Sultan dan
keluarganya saja, tetapi juga merupakan museum hidup yang berpusat pada budaya
Jawa. Di Kraton, wisatawan dapat belajar dan melihat secara langsung bagaimana
budaya Jawa terus hidup dan dilestarikan. Di istana terdapat sebuah museum dan
terdapat pertunjukan seni Jawa yang teratur seperti gamelan, wayang kulit, dan tarian
tradisional. Taman Air (Taman Sari) berada di dalam kawasan Kraton dan dibangun
pada pertengahan abad ke-18. Taman ini memiliki empat kawasan yang berbeda:
danau buatan besar dengan pulau dan paviliun yang terletak di barat, kompleks
pemandian di tengahnya, kompleks paviliun dan kolam di selatan, dan danau kecil di
bagian timur. Saat ini hanya kompleks pemandian di bagian tengah yang terpelihara
dengan baik. Berjarak satu jam berkendara dari Yogyakarta, Borobudur dan
Prambanan adalah kompleks candi Jawa yang megah yang berasal dari abad 8 sampai
9 dan abad 9 sampai 10. Candi-candi tersebut adalah Situs Warisan Dunia UNESCO
dan dikelola oleh PT. TWC.
• Kompleks Candi Borobudur terdiri dari tiga monumen, candi Borobudur utama
dan dua candi kecil di dekatnya (candi Mendut dan Pawon). Candi utama,
Borobudur, adalah candi Budha terbesar di dunia. Terlepas dari skalanya yang
megah, Borobudur terkenal dengan relief dan patung batu yang indah.
• Kompleks Candi Prambanan adalah Candi Hindu terbesar dari masa Jawa
kuno. Delapan candi utama dan delapan candi kecil membentuk kompleks
candi Prambanan utama, namun sisa-sisa lebih dari 200 candi kecil yang
sebagian besar hancur mengelilingi kompleks candi utama. Di dekatnya
terdapat candi Plaosan, terdiri dari dua candi utama yang sudah dipugar dan
lebih dari 100 candi kecil yang kebanyakan hancur.
• Situs lain dengan potensi pertumbuhan pariwisata adalah situs Ratu Boko, yang
terletak berdekatan dengan kompleks Candi Prambanan. Situs ini adalah
kompleks istana Hindu yang sebagian rusak, yang mencakup 16 hektar. Sejarah
28 Ibid 82
Lampiran
31
Ratu Boko tidak jelas, dan banyak dari apa yang dipahami tentang situs tersebut
berasal dari prasasti dan bahkan cerita rakyat. Campuran struktur Budha dan
Hindu ditemukan di kompleks tersebut. Prasasti tertua yang ditemukan di situs
ini diyakini berasal dari tahun 792 Masehi.
Tantangan untuk melaksanakan penyusunan Rencana Induk ini adalah
merencanakan dan memberi pedoman bagi pengembangan pariwisata dengan sangat
hati-hati untuk memastikan bahwa kekayaan sejarah, budaya dan agama akan
dipertahankan dan dapat dinikmati sebagai warisan yang hidup. Beberapa dampak
negatif kepadatan penduduk oleh wisatawan sudah dapat dilihat di Borobudur yang
mengalami peningkatan ketidakpuasan pengunjung dan pertumbuhan pengunjung
yang merosot. Dengan demikian, salah satu elemen Rencana Induk Pariwisata Terpadu
ini adalah Rencana Pengelolaan Pengunjung untuk Borobudur (lihat Lampiran 4).
Rencana ini akan membantu menurunkan ketidakpuasan dan stagnasi yang terus
berlanjut, terutama di antara wisatawan mancanegara, dan untuk mempertahankan
nilai-nilai yang menjadi dasar dari masuknya Kompleks Candi Borobudur ke dalam
Daftar Warisan Dunia.
Implikasi dari mengejar skenario pariwisata yang berkembang dengan pesat untuk
kebutuhan perencanaan dan investasi disajikan pada Gambar 1. Rencana
konektivitas regional memastikan konektivitas yang memadai antara Borobudur,
Yogyakarta dan Prambanan, serta bandara baru dan yang sudah ada sekarang ini.
Konsultan akan menyusun Rencana Induk Pariwisata Terpadu yang terdiri dari:
(a) Rencana pembangunan secara keseluruhan 25 tahun untuk daerah tujuan
wisata yang terdiri dari Klaster Borobudur yang meliputi Kecamatan
Tempuran, Kecamatan Mertoyudan, Kecamatan Muntilan, Kecamatan
Borobudur dan Kecamatan Mungkid29; Klaster Prambanan-Boko yang meliputi
Kecamatan Prambanan di Kabupaten Sleman dan Kecamatan Prambanan di
Klaten Kabupaten Klaten dan Yogyakarta yang meliputi Kota Yogyakarta.
(b) Rencana pembangunan terinci (5 tahun) untuk kawasan wisata utama prioritas:
i. Klaster Borobudur meliputi dua Kecamatan: Borobudur dan Mungkid.
ii. Klaster Prambanan-Boko yang meliputi Kecamatan Prambanan di
Kabupaten Sleman dan Kecamatan Prambanan di Kabupaten Klaten.
iii. Klaster Yogyakarta termasuk Kraton, Taman Sari dan Jalan Malioboro di
Kecamatan berikut: Kraton, Gedongtengen, Danurejan, Ngampilan,
Kotagede dan Gondomanan.
29 Peraturan Presiden 58/2014 mencakup tujuh kecamatan di dalam batasan Rencana Induk Tata Ruang Borobudur: Tempuran, Mertoyudan, Muntilan, Kalibawang, Samigaluh, Borobudur, dan Mungkid. ITMP telah mengecualikan Kecamatan Kalibawang dan Samigaluh mengingat bahwa wilayah yang termasuk di dalam Rencana Tata Ruang minimal dan tidak ada peluang wisata utama yang teridentifikasi di Kecamatan-Kecamatan ini.
Lampiran
32
(c) Penyusunan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur
Sebagai bagian dari Tugas F Jasa Layanan Konsultan akan menyesuaikan atau
mengkonfirmasi kawasan wisata utama prioritas.
Gambar 3 Penetapan Daerah Tujuan Wisata Borobudur-Yogyakarta-Prambanan30
Implikasi terinci untuk Jasa Konsultan Rencana Induk Pariwisata Terpadu:
Rencana Induk Pariwisata Terpadu terdiri dari:
(A) Rencana pembangunan secara keseluruhan 25 tahun untuk daerah tujuan wisata yang
terdiri dari Kluster Borobudur yang meliputi Kecamatan Tempuran, Kecamatan
Mertoyudan, Kecamatan Muntilan, Kecamatan Borobudur dan Kecamatan Mungkid;
Klaster Prambanan-Boko yang meliputi Kecamatan Prambanan di Kabupaten Sleman
dan Kecamatan Prambanan di Klaten Kabupaten Klaten dan Yogyakarta yang
meliputi Kota Yogyakarta; Ditambah dengan KSPN Semarang-Karimunjawa, KSPN
Solo-Sangiran; KSPN Gunung Sewu, KSPN Dieng.
(b) Rencana pembangunan terinci (5 tahun) untuk kawasan wisata prioritas utama:
i. Klaster Borobudur meliputi dua Kecamatan: Borobudur dan Mungkid.
ii. Klaster Prambanan-Boko yang meliputi Kecamatan Prambanan di Kabupaten
Sleman dan Kecamatan Prambanan di Kabupaten Klaten.
iii. Klaster Yogyakarta termasuk Kraton, Taman Sari dan Jalan Malioboro yang
meliputi kecamatan berikut ini: Kraton, Gedongtengen, Danurejan, Ngampilan,
Kotagede dan Gondomanan.
IV. KSPN Semarang-Karimunjawa, KSPN Solo-Sangiran; KSPN Gunung Sewu, KSPN
Dieng.
(c) Penyusunan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur (Lampiran 4)
30 Ditambah dengan KSPN Semarang – Karimunjawa; KSPN Solo – Sangiran; KSPN Gunung Sewu, dan KSPN Dieng.
Lampiran
33
Lampiran 2: Gambaran Indikatif Daftar Isi
Bagian I: PENDEKATAN UMUM
1. TUJUAN RENCANA PEMBANGUNAN PARIWISATA TERPADU
2. VISI STRATEGIS
Potensi wisata
Daya dukung wisata dan pariwisata berkelanjutan
Partisipasi masyarakat setempat, penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan
Mengaktifkan lingkungan bisnis
Pengaturan kelembagaan
BAGIAN II: ANALISIS PASAR UNTUK DAERAH X/Y/Z (Berdasarkan hasil studi
analisis pasar dan penilaian permintaan)
1. PENILAIAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN PASAR WISATA
Penilaian pasokan
Penilaian permintaan
Analisis investor
2. STRATEGI PASAR
Analisis permintaan pasar masa depan
Strategi pemasaran dan pemerekan (branding - membangun kekuatan sebuah merek di
dalam persaingan pasar)
BAGIAN III: STRATEGI PEMBANGUNAN UNTUK DAERAH X/Y/Z
1. ANALISIS SITUASI YANG ADA
Definisi batas Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Terpadu Wilayah X/Y/Z
Penilaian kerangka perencanaan yang ada dan tinjauan rencana tata ruang saat ini
Meninjau kerangka kelembagaan setempat yang ada
Penilaian situasi sosial-ekonomi dan kecenderungan pembangunan (10 tahun terakhir)
Meninjau keseluruhan kegiatan ekonomi di daerah tersebut
Analisis kegiatan ekonomi yang terkait pariwisata di daerah X/Y/Z (berdasarkan hasil
analisis Pasar dan Hasil Penilaian Permintaan), termasuk:
• Jumlah wisatawan, lokal dan mancanegara, lama tinggal, pola pengeluaran,
dll.
• Akomodasi semalam berdasarkan jenis, kapasitas, dan lokasi
• Restoran berdasarkan jenis, kapasitas, dan lokasi
• Lokasi wisata budaya dan alam menurut jenis, lokasi, dan jumlah
pengunjung
• Tempat wisata buatan (manmade) menurut jenis, lokasi, dan jumlah
pengunjung (taman bermain, pasar wisata, pusat perbelanjaan, dll)
• Dll.
Lampiran
34
Kondisi ketenagakerjaan di industri pariwisata lokal (berdasarkan hasil analisis Pasar dan
Hasil Kajian Permintaan), mis.:
• Kesenjangan permintaan dan penawaran pekerjaan terkait pariwisata
• Kesenjangan (dalam jumlah dan kualitas) dalam persyaratan keterampilan
• Posisi dan potensi UKM setempat
Uraian terinci tentang kondisi kekayaan alam dan budaya (berdasarkan hasil analisis Pasar
dan Permintaan Penilaian dan studi sebelumnya), termasuk:
• Identifikasi kekayaan alam dan budaya di Daerah Tujuan Wisata
• Penilaian kualitas dan keunikan kekayaan alam dan budaya
• Meninjau kondisi kekayaan alam dan budaya saat ini
Kondisi kesehatan lingkungan (kualitas air dan kualitas udara, kebersihan, kejadian malaria
dan gangguan kesehatan lainnya, dll.)
Masalah keamanan
Penggunaan lahan saat ini (peta)
Peta yang menunjukkan lokasi dan ukuran kawasan wisata yang ada:
• daerah tempat wisatawan menginap
• daerah tempat wisatawan rekreasi: daerah pantai, pusat perbelanjaan,
pasar(-wisata), restoran, bar, dll.
• daerah dekat obyek wisata (budaya, alam, buatan manusia)
Inventarisasi infrastruktur dan penyediaan layanan saat ini, dengan fokus pada kawasan
wisata utama yang ada dan yang baru (berdasarkan hasil analisis Kajian Pasar dan
Permintaan), yaitu:
• Akses eksternal: kapasitas bandara dan angkutan udara, pelabuhan,
jaringan jalan nasional dan provinsi, kereta api, sistem angkutan umum
eksternal (jarak jauh).
• Akses internal: jaringan jalan internal, fasilitas angkutan umum internal
dan jarak pendek, fasilitas angkutan tidak bermotor, fasilitas pejalan kaki,
keselamatan jalan, dll.
• Drainase dan perlindungan banjir
• Penyediaan air bersih
• Sanitasi dan saluran pembuangan
• Pengelolaan limbah padat/sampah
• Penyediaan tenaga listrik
• Penerangan jalan
• Kebersihan dan perawatan
Lampiran
35
• Pengelolaan lalu lintas dan parkir
• Fasilitas pejalan kaki
• Fasilitas umum
• Layanan internet berjangkauan luas (broadband)
Rincian identifikasi kesenjangan dalam penyediaan infrastruktur dan pemberian pelayanan
Inisiatif sektor publik dan swasta yang sedang berjalan dan yang direncanakan:
• Investasi sektor publik: apa dan kapan?
• Inisiatif sektor swasta: apa dan kapan?
Dampak investasi yang direncanakan untuk mengatasi kekurangan dan kesenjangan
layanan yang teridentifikasi
2. SKENARIO PEMBANGUNAN
Proyeksi pertumbuhan untuk jangka waktu 25 tahun dan proyeksi pertumbuhan jangka
menengah yang terkait selama 5 tahun (berdasarkan tinjauan statistik, rencana dan
dokumen yang ada):
• Proyeksi pertumbuhan ekonomi
• Proyeksi pertumbuhan industri
• Proyeksi pertumbuhan pengunjung
• Proyeksi pertumbuhan lapangan kerja
• Proyeksi pertumbuhan penduduk, termasuk penduduk sementara
(wisatawan) dan perpindahan warga pencari kerja yang memasuki
wilayah
Merencanakan standar untuk infrastruktur dan layanan pariwisata (dengan
mempertimbangkan bahwa pengunjung memiliki harapan yang relatif tinggi terhadap
standar infrastruktur dan pelayanan).
Identifikasi kebutuhan lahan tambahan untuk kebutuhan perumahan, industri, kawasan
komersial, dan pengunjung di masa depan, termasuk persyaratan lahan untuk perumahan
pegawai sektor pariwisata dan keluarga mereka
Identifikasi kesadaran masyarakat dan kebutuhan pembangunan kapasitas untuk
pengembangan pariwisata inklusif
Identifikasi kebutuhan terhadap pengembangan keterampilan untuk penyediaan pasar
pariwisata (pendidikan, pengembangan UKM)
Penyajian setidaknya tiga skenario pengembangan tata ruang yang berbeda untuk
mengakomodasi proyeksi pertumbuhan
Kajian dampak lingkungan dan sosial dari setiap skenario pembangunan
Lampiran
36
3. EVALUASI SKENARIO PEMBANGUNAN
Identifikasi pemangku kepentingan dan perwakilan pemangku kepentingan, paling tidak
dari: Instansi pemerintah, perwakilan sektor swasta, penduduk dan komunitas bisnis
setempat, LSM setempat
Pembahasan temuan, standar perencanaan yang diusulkan dan skenario dengan semua
pemangku kepentingan
Pemilihan satu skenario untuk diuraikan lebih lanjut
Identifikasi para pemangku kepentingan yang secara aktif akan memberikan kontribusi
untuk merinci skenario pembangunan yang dikehendaki
4. SKENARIO PEMBANGUNAN YANG DIKEHENDAKI
Merinci skenario pengembangan yang dikehendaki dalam kerja sama erat dengan para
pemangku kepentingan yang teridentifikasi:
• Mempresentasikan peta penggunaan lahan (2022 dan 2042) termasuk
rincian lokasi, bentuk dan ukuran kawasan wisata utama yang ada dan
yang baru
• Mengidentifikasi dan membahas masalah kepemilikan lahan yang terkait
dengan skenario pembangunan yang dikehendaki
• Mengidentifikasi dan mitigasi dampak lingkungan dan sosial yang terkait
dengan skenario pembangunan yang dikehendaki
• Mengidentifikasi dan membahas masalah pelestarian warisan budaya dan
alam yang terkait dengan skenario pembangunan yang dikehendaki
• Mengevaluasi pilihan penahapan dan menyeleksi lokasi prioritas untuk
pembangunan dengan rincian ukuran dan bentuk yang sesuai dengan
proyeksi permintaan untuk semua penggunaan lahan dan dengan
penekanan khusus pada pembangunan pariwisata dalam kelompok lima
tahunan (2018-2022 / 2023-2027 / 2028-2032 / 2033 -2037 / 2038-2042)
• Mengidentifikasi kebutuhan tambahan akan infrastruktur dan pelayanan
berdasarkan kekurangan yang ada sesuai dengan skenario pembangunan
dan standar infrastruktur yang dikehendaki dengan rentang perencanaan
masing-masing 5 tahun dan 25 tahun.
• Menghadirkan rencana penahapan terpadu untuk menentukan waktu
penyediaan infrastruktur dan pelayanan secara bertahap dan hati-hati
untuk meminimalkan risiko dan menjadi pedoman bagi pengembangan
• Mengidentifikasi kebutuhan tambahan untuk pengembangan UKM dan
keterampilan
• Mengidentifikasi peran dan tanggung jawab semua pemangku
kepentingan dalam pelaksanaan skenario yang dikehendaki
• Menilai minat dan komitmen sektor swasta terhadap realisasi skenario
pembangunan
Lampiran
37
• Menilai minat dan komitmen masyarakat terhadap realisasi skenario
pembangunan
• Mengidentifikasi kebutuhan akan revisi di tingkat hilir terhadap rencana
dan peraturan formal lainnya (tata ruang) (untuk daftar indikatif lihat
Lampiran 3).
5. RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN WISATA UTAMA PRIORITAS
Menyampaikan rencana pembangunan terinci dengan rentang perencanaan 5 tahun dan 25
tahun untuk semua kawasan wisata utama prioritas yang ada saat ini di dalam Kawasan
Wisata (klaster kegiatan dan fasilitas wisata dan kawasan wisata yang ada) dan untuk
kawasan wisata utama baru yang telah diprioritaskan untuk pengembangan pariwisata
dalam 5 tahun pertama (2018-2022) Program, termasuk peta, standar perencanaan,
peraturan bangunan dan desain konseptual dengan perkiraan biayanya.
6. RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN JASA TERPADU
Rencana investasi jangka menengah dan jangka panjang
Menyampaikan hasil gabungan keseluruhan skenario pembangunan dan rencana
pembangunan terinci dan menunjukkan rencana pembangunan infrastruktur dan pelayanan
terpadu dan bertahap serta perkiraan biaya yang terkait untuk semua sektor pada tingkat
pra-kelayakan selama 5 dan 25 tahun, berikut dengan desain konseptualnya. Rencana
investasi ini harus mendukung dan menjadi pedoman bagi pengembangan pariwisata dan
akan mencakup:
• Pembangunan kembali area
• Akses eksternal: kapasitas bandara dan angkutan udara, pelabuhan, jalan
tol, jaringan jalan nasional dan provinsi, kereta api, dan angkutan umum
eksternal (jarak jauh)
• Akses internal: jaringan jalan internal, sarana angkutan umum internal dan
jarak pendek termasuk transportasi air, fasilitas angkutan tidak bermotor,
pengelolaan lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, keamanan jalan, parkir, dll.
• Drainase dan perlindungan banjir
• Penyediaan air bersih
• Pengelolaan limbah cair dan sanitasi
• Pengelolaan limbah padat/sampah dan kebersihan
• Penyediaan tenaga listrik
• Penerangan jalan
• Fasilitas umum
• Layanan internet berjangkauan luas (broadband)
• Infrastruktur terkait wisata khusus seperti pusat informasi, dermaga,
trotoar, papan petunjuk, dll.
Rencana investasi jangka pendek
Menyampaikan rencana investasi tahun pertama yang mendesak (2018) untuk
meningkatkan konektivitas dan investasi infrastruktur dasar tahun pertama yang penting.
Lampiran
38
7. PEMBANGUNAN KAPASITAS
Menyampaikan program pembangunan kapasitas bekerja sama dengan erat dengan para
pemangku kepentingan yang teridentifikasi, termasuk pembangunan kapasitas kelembagaan
di semua tingkat pemerintahan, pemantauan upaya pengamanan dan revisi rencana tata
ruang, pembangunan kapasitas masyarakat, dan pengembangan keterampilan dan UKM.
8. RENCANA INDUK PARIWISATA TERPADU
Menyampaikan rencana induk pariwisata terpadu untuk semua sektor pada tingkat pra-
kelayakan, termasuk desain konseptual untuk semua infrastruktur dan pelayanan untuk
masing-masing 5 tahun dari jangka waktu 25 tahun, terdiri dari:
• rencana penggunaan lahan
• rencana penahapan yang menunjukkan lokasi prioritas untuk pembangunan
dalam kelompok lima tahunan (2018-2022 / 2023-2027 / 2028-2032 / 2033-2037
/ 2038-2042)
• rencana pembangunan terinci untuk kawasan wisata prioritas utama
• rencana pembangunan fasilitas pariwisata bertahap selama masing-masing 5
tahun dari jangka waktu 25 tahun
• rencana pengembangan infrastruktur dan layanan terpadu bertahap selama
masing-masing 5 tahun dari jangka waktu 25 tahun
• rencana pengembangan sektor swasta, UKM dan keterampilan
• rencana pembangunan kapasitas masyarakat untuk pembangunan inklusif
• rencana pengembangan kelembagaan untuk pengelolaan pengembangan
pariwisata
• jika informasi yang memadai tentang pengadaan lahan dan/atau pemukiman
kembali tersedia untuk pengembangan lahan /infrastruktur/fasilitas tertentu
seperti yang direkomendasikan oleh ITMP, dan jika telah diputuskan bahwa
rekomendasi ITMP tersebut akan dilaksanakan, maka Konsultan juga akan
menyusun Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali
(LARAP) sesuai dengan LARPF sebagaimana ditentukan dalam ESMF.
• jika informasi yang memadai tentang adanya dampak dan potensi dampak
pada Penduduk Asli/Masyarakat Adat tersedia untuk pengembangan
lahan/infrastruktur/fasilitas tertentu seperti yang direkomendasikan oleh
ITMP, dan jika telah diputuskan bahwa rekomendasi ITMP tersebut akan
dilaksanakan, maka Konsultan juga akan menyusun Rencana Tindak bagi
Masyarakat Adat (IPP) sesuai dengan Kerangka Kerja Masyarakat Adat (IPPF)
sebagaimana tercantum dalam ESMF
• pelestarian sumber daya alam dan rencana pengelolaan lingkungan
• rencana pengelolaan pelestarian warisan budaya
• pengaturan pelaksanaan
• perkiraan biaya dan rencana investasi 5 tahun yang terinci
• rencana pembiayaan termasuk pembedaan kontribusi sektor publik dan swasta
Lampiran
39
9. EVALUASI PEREKONOMIAN
10. EVALUASI DAMPAK LINGKUNGAN DAN RENCANA MITIGASINYA
11. EVALUASI DAMPAK SOSIAL DAN RENCANA MITIGASINYA
Lampiran
40
Lampiran 3: Tanggung jawab untuk mengkaji rencana setelah selesainya Rencana
Induk Pariwisata Terpadu
Setelah Rencana Induk Pariwisata Terpadu disusun, sejumlah rencana tata ruang dan
sektoral harus ditinjau dan diperbaiki atau disusun, termasuk:
1. Tinjauan rencana tata ruang:
a. RTRW Provinsi
b. RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kawasan Strategis Pariwisata
(lintas kota/kabupaten)
c. RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota/Kabupaten
d. RDTR (Rencana Detil Tata Ruang) Kawasan Strategis Pariwisata
2. Tinjauan Rencana Induk sektoral:
a. Jalan
b. Angkutan
c. Drainase dan pengendalian banjir
d. Persediaan air bersih
e. Pengelolaan limbah cair
f. Pengelolaan limbah padat
g. Sumber Tenaga listrik
h. Rencana Taman Nasional (jika ada)
Sejumlah besar instansi pemerintah akan dilibatkan dalam menyusun/mengkaji ulang
rencana tersebut. Sebagian besar pekerjaan ini akan dilakukan dalam kerja sama dan
konsultasi yang erat dengan para pemangku kepentingan terkait. Catatan awal ini
dimaksudkan untuk mengidentifikasi instansi pemerintah mana di tingkat
pemerintahan mana yang secara formal bertanggung jawab atas penyusunan dan/atau
pengkajian rencana ini. Ini adalah upaya awal untuk mengidentifikasi kebutuhan
perencanaan di tingkat hilir yang akan dikembangkan dan diperbaiki oleh Konsultan.
Ad 1. Rencana tata ruang
Yang bertanggung jawab atas penyusunan/peninjauan RTRW dan RDTR
adalah Bappeda Kota atau Kabupaten dari daerah yang tercakup. Jika wilayah
perencanaan mencakup lebih dari satu pemerintah daerah, yang sering kali
melibatkan RTRW untuk wilayah strategis, Bappeda Provinsi adalah pihak yang
bertanggung jawab.
Ad 2. Rencana induk sektoral.
Jalan
Terdapat sejumlah instansi di setiap tingkat pemerintahan yang bertanggung
jawab di sektor jalan. Sebagian besar tanggung jawabnya berada pada
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR).
Rincian tanggung jawab tersebut adalah sebagai berikut.
Lampiran
41
Instansi Tanggungjawab
Ditjen. Bina Marga - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
• Mengembangkan rencana induk jalan nasional
• Mengembangkan dan memelihara jaringan jalan nasional, termasuk beberapa jalan tol
• Rekonstruksi dan pemeliharaan jalan provinsi dan kabupaten yang telah diklasifikasikan sebagai jalan strategis
• Mengatur sektor jalan
Badan Pengatur Jalan Tol - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
• Mengatur jalan tol
• Menyeleksi operator jalan tol
Pemerintah Provinsi
• Mengembangkan rencana induk jalan provinsi
• Membangun dan memelihara jaringan jalan provinsi
• Membangun jalan daerah
Pemerintah Kota / Kabupaten
• Mengembangkan rencana induk jalan kota/kabupaten dan daerah
• Membangun dan memelihara jaringan jalan kota/ kabupaten
• Membangun dan memelihara jalan daerah
Pemerintah Desa • Jalan desa
Angkutan
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bertanggung jawab atas pembangunan
infrastruktur dan layanan angkutan di jaringan nasional (kecuali jalan raya),
dan pemerintah provinsi dan kota/kabupaten bertanggung jawab atas jaringan
jalan provinsi dan kota/kabupaten. Rincian tanggung jawabnya adalah sebagai
berikut.
Instansi Tanggungjawab
Ditjen. Perhubungan Darat – Kementerian Perhubungan
• Mengembangkan rencana induk pelayanan angkutan jalan
• Mengembangkan rencana induk angkutan feri dan penyeberangan
• Mengatur angkutan darat
• Mengaktifkan jaringan jalur angkutan umum lintas provinsi
• Mengeluarkan izin layanan angkutan umum antar-provinsi kepada operator
• Membangun terminal angkutan umum antar provinsi
• Menyetujui desain teknis dan pengoperasian terminal angkutan umum berbasis jalan
• Membangun dan memelihara pelabuhan feri dan angkutan penyeberangan
• Mengembangkan jaringan rute feri
• Mengeluarkan izin layanan feri kepada operator
Ditjen. Perhubungan Udara – Kementerian Perhubungan
• Mengembangkan rencana induk bandara
• Mengembangkan rencana induk pelayanan angkutan udara
• Mengatur sektor angkutan udara
• Mengaktifkan jaringan rute penerbangan reguler
• Mengeluarkan perizinan pelayanan angkutan udara reguler kepada operator
Lampiran
42
Instansi Tanggungjawab
• Membangun bandara
• Menyetujui desain teknis dan pengoperasian bandara
Ditjen. Perhubungan Laut – Kementerian Perhubungan
• Mengembangkan rencana induk pelabuhan
• Mengembangkan rencana induk perkapalan
• Mengatur sektor angkutan laut
• Mengaktifkan jaringan rute pengapalan
• Mengeluarkan perizinan layanan pengapalan reguler kepada operator
• Membangun pelabuhan
• Menyetujui desain teknis dan pengoperasian pelabuhan
Ditjen. Perkeretaapian – Kementerian Perhubungan
• Mengembangkan rencana induk perkeretaapian
• Mengatur sektor perkeretaapian
• Membangun dan memelihara jaringan kereta api antar-provinsi
• Mengeluarkan izin layanan angkutan kereta api antar-provinsi kepada operator
• Menyetujui desain teknis dan pengoperasian jalur kereta api
Pemerintah Provinsi
• Sama seperti Kementerian Perhubungan, tetapi untuk jaringan di tingkat provinsi. Pemerintah provinsi harus meminta persetujuan dari Kemenhub mengenai rancangan dan pengoperasian teknis.
Pemerintah Kota/ Kabupaten
• Sama seperti Kementerian Perhubungan, tetapi untuk jaringan di tingkat kota/kabupaten. Pemerintah kota/ kabupaten harus meminta persetujuan dari Kemenhub mengenai rancangan dan pengoperasian teknis.
Drainase dan pengendalian banjir
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR)
bertanggung jawab atas pembangunan jaringan drainase dan pengendalian
banjir dan pemerintah provinsi dan kota/kabupaten bertanggung jawab atas
jaringan di tingkat provinsi dan kota/kabupaten. Rincian tanggung jawabnya
adalah sebagai berikut.
Instansi Tanggungjawab
Kementerian PUPR - Ditjen. Sumber Daya Air
• Mengembangkan rencana induk pengelolaan sumber daya air dan konservasi air
• Mengatur pengelolaan sumber daya air dan konservasi air
• Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan pengelolaan sumber daya air
• Mengembangkan rencana induk jaringan utama drainase
• Mengembangkan standardisasi pengelolaan sumber daya air
• Mengembangkan dan mengawasi pedoman teknis pengelolaan sumber daya air
• Mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air
Kementerian PUPR – Ditjen. Cipta Karya
• Mengembangkan peraturan untuk sistem drainase di lokasi pemukiman
• Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan sistem drainase
• Mengembangkan sistem drainase di lokasi pemukiman
• Mengatur standardisasi sistem drainase di kawasan
Lampiran
43
Instansi Tanggungjawab
pemukiman
• Mengembangkan rencana pemukiman nasional untuk mendukung kawasan wisata
• Mengembangkan dan mengawasi pedoman teknis pengembangan drainase di pemukiman
• Memfasilitasi serah terima aset pembangunan dan pembangunan sistem drainase di kawasan pemukiman ke Pemda
Dinas Pekerjaan Umum di Tingkat Provinsi
• Mengatur operasi pengelolaan sumber daya air di tingkat provinsi dan antar kota/kabupaten
• Mengembangkan RPI2JM untuk infrastruktur pelayanan drainase
• Mengawasi operasional dan teknis sumber daya air dan drainase
• Memberikan perizinan penggunaan air dan sumber daya air
• Mengevaluasi dan mengendalikan pengelolaan sumber daya air
• Melaksanakan desentralisasi kewenangan sektor sumber daya air di tingkat provinsi
• Membangun sistem drainase regional
• Pengawasan teknis untuk pekerjaan konstruksi
• Melakukan pekerjaan konstruksi fisik sistem drainase dan air
Dinas Pekerjaan Umum di tingkat Kota / Kabupaten
• Sama seperti Dinas Pekerjaan Umum di tingkat provinsi, namun untuk jaringan di tingkat kota/kabupaten
• Mengembangkan RPI2JM untuk infrastruktur layanandrainase
• Berkoordinasi dengan pemerintah kota lain untuk sistem drainase antar-sambungan dan pengelolaan sumber daya air
Penyediaan Air Minum
Penyediaan air bersih biasanya diatur di tingkat Kota atau Kabupaten. Yang
bertanggung jawab untuk penyusunan dan pelaksanaan rencana induk adalah
PDAM kota/kabupaten.
Instansi Tanggungjawab
Kementerian PUPR – Ditjen. Cipta Karya
• Mengatur pengelolaan sistem penyediaan air minum di daerah perkotaan, pedesaan dan daerah tertentu
• Mengembangkan rencana penyediaan air minum nasional untuk mendukung kawasan wisata
• Melaksanakan dan memfasilitasi pengaturan sistem penyediaan air minum
• Mengatur standardisasi untuk sistem penyediaan air minum
• Memfasilitasi lembaga di sektor penyediaan air minum
Kementerian PUPR - BPPSPAM (Badan Pendukung Pengembangan
• Mengatur standardisasi penyediaan air bersih terutama untuk sistem air minum
• Mengawasi sistem penyediaan air bersih ke pemerintah provinsi dan daerah
Lampiran
44
Instansi Tanggungjawab
Sistem Penyediaan Air Minum)
Provinsi – Dinas Pekerjaan Umum
• Mengembangkan rencana induk penyediaan air minum untuk tingkat provinsi (RISPAM - Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum)
• Mengembangkan RPI2JM (Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah) untuk penyediaan air bersih
• Mengembangkan pelayanan penyediaan air bersih di tingkat daerah
• Pengawasan teknis untuk pekerjaan konstruksi Melakukan pekerjaan konstruksi fisik penyediaan air bersih
Pemerintah Kota – PDAM di tingkat kota
• Mengembangkan peraturan dan strategi pengelolaan penyediaan air minum dan pengelolaan limbah cair
• Mengembangkan rencana induk penyediaan air minum untuk tingkat kota (RISPAM), termasuk pemeliharaan dan pengendaliannya
• Mengembangkan RPI2JM untuk penyediaan air minum
• Mengembangkan Rencana Aksi Daerah Penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (RAD AMPL)
• Menyediakan sambungan air minum Rumah Tangga, pekerjaan konstruksi dan O&M jaringan air minum kota
Pengelolaan limbah cair dan pengelolaan limbah padat/sampah
Instansi Tanggungjawab
Ditjen. Cipta Karya
• Mengatur sistem pembuangan limbah cair dan limbah padat/persampahan
• Mengembangkan rencana pengelolaan limbah cair dan limbah padat/persampahan nasional untuk mendukung kawasan wisata
• Melaksanakan peraturan sistem pengelolaan limbah cair air dan limbah padat/persampahan termasuk memfasilitasi penyediaan lahannya
• Mengawasi pedoman teknis pengelolaan limbah cair dan limbah padat/persampahan
• Mengembangkan standardisasi pengelolaan limbah cair dan limbah padat/persampahan
Dinas Pekerjaan Umum di Tingkat Provinsi
• Mengembangkan sistem pengelolaan limbah padat/persampahan dan limbah cair di tingkat daerah
• Pengawasan teknis untuk pekerjaan konstruksi
• Mengembangkan konstruksi fisik sistem pengelolaan limbah cair dan limbah padat/persampahan
Pemerintah Kota • Mengembangkan rencana induk sanitasi (Buku Putih Sanitasi/BPS, Memorandum Program Sanitasi (MPS) dan Strategi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
• Mengembangkan peraturan teknis untuk sistem pengelolaan limbah cair dan limbah padat/persampahan
• Menyediakan layanan pengelolaan limbah cair dan limbah padat/persampahan
Lampiran
45
Setiap pemerintah daerah harus menyusun Strategi Sanitasi Kota/ Kabupaten
(SSK) yang mencakup pengelolaan limbah cair dan pengelolaan limbah
padat/sampah. Yang bertanggung jawab atas persiapan dan penyusunannya
adalah Dinas PU setempat.
Penyediaan tenaga listrik
Yang bertanggung jawab atas penyusunan dan pelaksanaan rencana induk
Penyediaan Tenaga Listrik adalah PT PLN, yang juga merupakan penyedia
tenaga listrik nasional.
Instansi Tanggungjawab
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral – Ditjen. Listrik dan Pemanfaatan Energi
• Mengatur sektor kelistrikan
• Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan di sektor kelistrikan
• Mengembangkan rencana induk kelistrikan
• Mengatur standardisasi sektor kelistrikan
• Mengawasi pedoman teknis sektor kelistrikan
• Mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral di Tingkat Provinsi
• Mengembangkan peraturan teknis untuk sektor energi (termasuk listrik) dan sumber daya mineral
• Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan di sektor kelistrikan
• Mengkoordinasikan dan mengawasi unit pelaksana teknis di tingkat kabupaten dan kota / kabupaten
PLN di tingkat daerah
• Mengembangkan rencana induk penyediaan tenaga listrik di tingkat daerah
• Menyediakan sistem penyediaan tenaga listrik
Potensi untuk meningkatkan efisiensi
Harap dicatat bahwa tanggung jawab untuk berbagai rencana induk sektoral
didelegasikan kepada pemerintah daerah (Kabupaten/Kota) sebagai akibat
adanya dorongan desentralisasi. Namun hal ini dapat menghasilkan
penyediaan infrastruktur yang kurang efisien. Misalnya, penggunaan gabungan
sumber air baku atau tempat pembuangan sampah oleh lebih dari satu
pemerintah daerah mungkin jauh lebih efisien daripada setiap pemerintah
daerah memiliki fasilitas sendiri. Oleh karena itu, Rencana Induk Pariwisata
Terpadu harus mengidentifikasi peluang untuk menggabungkan penggunaan
sumber daya dan fasilitas antar daerah. Dalam hal seperti ini, provinsi dapat
memimpin dalam menyusun rencana induk sektoral dengan kerja sama yang
erat dengan pemerintah daerah yang terlibat. Contoh yang baik dari kerja sama
semacam itu sudah ada di Provinsi Jawa Tengah, di mana Kota Yogyakarta dan
Kabupaten Sleman, Bantul dan Wonogiri bekerja sama di bawah bimbingan
Provinsi Jawa Tengah untuk menyusun rencana induk terpadu untuk
pengelolaan limbah padat/sampah, drainase dan sanitasi. Hal yang sama dapat
dilakukan untuk jalan dan angkutan jalan di mana provinsi dapat menjadi
Lampiran
46
pemimpin dalam penyusunan rencana induk sektoral yang mencakup semua
lapisan pemerintahan.
[Tambahan Lampiran ini hanya untuk KA BOROBUDUR-YOGYAKARTA-
PRAMBANAN]
Lampiran 4: Rencana Pengelolaan Pengunjung/Wisatawan Borobudur
Obyek wisata bagi pengunjung Borobudur
Kompleks Candi Borobudur, Situs Warisan Dunia UNESCO, terletak sekitar 40 km ke
arah barat laut pusat kota Yogyakarta. Terdiri dari tiga monumen, candi Borobudur
utama dan dua candi yang lebih kecil (Candi Mendut dan Pawon). Candi utama
Borobudur adalah candi Budha terbesar di dunia. Terlepas dari skala dan
penampakannya yang megah, Borobudur terkenal dengan relief dan patung batu yang
indah.
Pada tahun 2015, jumlah pengunjung mencapai hampir 3,6 juta, yang menjadikan
Borobudur sebagai situs budaya berbayar yang paling banyak dikunjungi di Indonesia.
Candi ini telah dibuka bagi para pengunjung selama beberapa dekade. Pada tahun
1974, ketika pekerjaan restorasi dimulai, tercatat hanya 260.000 pengunjung, di
antaranya 36.000 pengunjung adalah pengunjung mancanegara. Sejak saat itu, jumlah
pengunjung mengalami pertumbuhan yang signifikan dengan tingkat rata-rata
tahunan sebesar 8,8%. Selama 5 tahun terakhir, jumlah pengunjung meningkat sebesar
1,1 juta, yang mencerminkan pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 7,8%.
Gambar 4 : Jumlah Kunjungan ke Candi Borobudur 1975 – 2015 (ribu kunjungan)
Sumber: TWC
260
717
1,372
2,440
2,118
3,024
3,376 3,4283,559
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
1975 1990 2000 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Lampiran
47
Harga tiket masuk untuk penduduk Indonesia adalah Rp 30.000 (~ USD 2,3) untuk
orang dewasa dan Rp 15.000 (~ USD 1,15) untuk pelajar. Harga tiket masuk untuk
orang asing adalah USD20 untuk orang dewasa dan USD10 untuk pelajar. Candi
Borobudur banyak dikunjungi oleh pengunjung dalam negeri:
• Siswa dan anak sekolah (1,2 juta, 33%)
• Pengunjung dewasa dalam negeri (2,1 juta, 60%).
• Pengunjung/wisatawan mancanegara (256.000, 7%)
Lima kebangsaan teratas untuk pengunjung/wisatawan mancanegara (angka tahun
2014) adalah Belanda, Jepang, Malaysia, Perancis dan Jerman. Malaysia, Singapura,
Tiongkok dan Australia kurang terwakili dibandingkan dengan jumlah pengunjung
dari negara-negara tersebut ke Indonesia.
Periode puncak pengunjung terjadi pada saat liburan musim panas di Eropa, hari
Lebaran dan Waisak (yang terakhir tercatat sebesar 40.000 sampai 60.000 pengunjung,
kebanyakan berasal dari Indonesia). Kedatangan wisatawan mancanegara ke
Borobudur meningkat dengan mantap dari tahun 2011 sampai 2014 sebelum turun
sedikit di tahun 2015. Kedatangan wisatawan dalam negeri menunjukkan peningkatan
yang tinggi dalam jangka panjang meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini
pertumbuhan tampaknya telah melambat. Karena Borobudur adalah tujuan wisata
warisan budaya yang terkenal di Indonesia, wisatawan dalam negeri datang dari kota-
kota di seluruh Indonesia (dengan persentase yang lebih besar dari Jawa).
Telah terjadi beberapa fluktuasi jumlah pengunjung selama beberapa tahun terakhir
yang mencerminkan terjadinya bencana alam seperti letusan Gunung Merapi pada
akhir tahun 2010 yang mengakibatkan penutupan sementara bandara regional dan
menyebabkan kerusakan pada Borobudur karena abu vulkanik.
Gambar 5: Pertumbuhan kunjungan ke Borobudur, 2010-2015
Tahun Kunjungan wisatawan
mancanegara
Tingkat pertumbuhan
kunjungan wisatawan
mancanegara
Kunjungan wisatawan
dalam negeri
Tingkat pertumbuh
an kunjungan wisatawan
dalam negeri
Total kunjungan
Tingkat pertumbuhan
total kunjungan
2010 156.247 - 2.283.532 - 2.439.779 -
2011 168.028 8% 1.949.817 -15% 2.117.845 -13%
2012 193.982 15% 2.830.230 45% 3.024.212 43%
2013 227.337 17% 3.148.368 11% 3.375.705 12%
2014 268.664 18% 3.159.744 0% 3.428.408 2%
2015 256.362 -5% 3.302.328 5% 3.558.690 4%
Sumber: Laporan tahunan of PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko
Penataan kawasan dan pengaturan pengelolaan kawasan warisan budaya Borobudur
Lampiran
48
Pemerintah Indonesia membentuk lima zona pengelolaan untuk Borobudur dengan
dukungan UNESCO dan Japan International Cooperation Agency (JICA). Area
pengelolaan keseluruhan mencakup lebih dari 15.000 meter persegi.
Zona I meliputi daerah dengan radius 100 sampai 300 meter dari candi utama, dan
terdiri dari tiga candi. Dalam bidang ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
wajib melindungi dan memelihara keadaan fisik candi-candi tersebut.
Zona II, dengan radius sampai 2,5 kilometer, adalah daerah di mana kegiatan wisata,
penelitian, dan konservasi dilakukan. Kawasan ini dikelola oleh sebuah lembaga milik
negara, PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (PT.TWC).
Zona III-V mencakup area 2,5 kilometer di luar candi, di mana perencanaan,
penggunaan atau pengembangan dipantau dan dikelola oleh pemerintah daerah
Kabupaten Magelang.
Kerangka kerja kelembagaan dan para pemangku kepentingan utama
Beberapa pemangku kepentingan berpartisipasi dalam pelestarian, pengelolaan dan
pengembangan Borobudur.
UNESCO - mengkoordinasikan dan mendanai restorasi Borobudur (lembaga ini
menyediakan jumlah total USD 7 juta antara tahun 1972 dan 1983); menawarkan
dukungan finansial dan teknis jika terjadi kerusakan; dan mendukung pengembangan
pariwisata berkelanjutan, baik dalam memotivasi dan mendukung masyarakat
setempat di wilayah Borobudur, maupun dalam mendukung pelestarian monumen.
Kementerian Koordintor bidang Kemaritiman dan Kementerian Pariwisata, pada bulan
Juli 2017, menluncurkan Badan Otorita Pariwisata Borobudur. Pembentukan BOP
Borobudur ini berdasarkan pada Peraturan Presiden No. 46 tahun 2017 yang
ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 11 April. Diharapkan bahwa
BOP akan berkoordinasi dengan perencanaan Borobudur, dan pembangunan candi
menjadi tujuan wisata nasional dan internasional. Pembentukannya mungkin
berdampak pada peran dari tiga pihak seperti di bawah ini.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Balai Studi dan Konservasi Borobudur ,
diberi tugas pengelolaan konservasi dan pengelolaan Candi Borobudur (Zona I). Badan
ini bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan berbagai mitra lokal
lainnya, dalam melaksanakan program-program ini.
PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko - sebuah perusahaan milik
negara yang mengelola kegiatan wisata di Zona II; memasarkan dan mempromosikan
Borobudur, baik di pasar lokal maupun internasional; dan memastikan masyarakat
setempat mendapat manfaat dari pengembangan pariwisata Borobudur.
Kabupaten Magelang - mengelola dan menerapkan tata ruang, tata guna lahan dan
pengendalian pembangunan di daerah Borobudur raya (Zona III - V).
Lampiran
49
Penduduk desa di sekitar kawasan ini juga merupakan pemangku kepentingan utama,
dan harus dilibatkan dalam pengembangan, pengoperasian, dan pengelolaan daerah
tujuan wisata. Kecamatan Borobudur terdiri dari 20 desa yang merupakan bagian dari
inisiatif pariwisata pemerintah yang mendukung aset lokal untuk mendatangkan
wisatawan.
Kerangka hukum, rencana tata ruang dan pengelolaan
Pada tahun 1979, Rencana Induk Borobudur JICA disusun sebagai rencana
komprehensif yang mencakup strategi konservasi, pengelolaan lingkungan, lanskap,
pembangunan kembali infrastruktur, perbaikan desa, rencana penggunaan lahan, pintu
masuk dan fasilitas tambahan, anggaran, dan struktur administrasi. Rencana ini tidak
dilembagakan oleh Pemerintah Indonesia (kecuali untuk zonasi parsial yang diadopsi
oleh Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1992). Sejak saat itu,
sejumlah besar rencana tata ruang dan rencana pengelolaan Borobudur telah disusun,
sebagaimana dirangkum dalam tabel berikut ini:
Rencana Tata Ruang Rencana Pengelolaan
Internasional
1979 – Rencana Induk JICA
1991- Didaftar sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO
Nasional
UU No. 26/2007 – Pengelolaan Tata Ruang
Keputusan Presiden No. 1/1992 - Pengelolaan Candi Borobudur dan Candi Prambanan
Peraturan Pemerintah No. 26/2008 – Rencana Tata Ruang Nasional
Beberapa studi telah dilakukan untuk Situs Borobudur: - Studi Evaluasi Sarana Pendukung
Fasilitas Wisata di Candi Borobudur (2005);
- Studi mengenai Persepsi Masyarakat di Wilayah Sekitar mengenai Kondisi Konservasi dan Pemanfaatan Candi Borobudur (2009);
- Studi mengenai Daya Dukung Fisik Candi Borobudur (2009);
- Studi Perilaku Pengunjung di Zona I Candi Borobudur (2010):
- Studi Pola Distribusi dan Arus Pengunjung (2010);
- Studi Pengelolaan Pengunjung Candi Borobudur I (2012);
- Prosedur Operasional Standar (SOP) untuk Konservasi Candi Borobudur dan Kawasan di Sekitarnya (2013);
- Studi mengenai Persepsi Pengunjung terhadap Kenyamanan Kunjungan di Candi Borobudur (2013);
- Studi Pengelolaan Pengunjung Candi Borobudur I (2014), dan
- Laporan Pemantauan dan Evaluasi Candi Borobudur, Candi Mendut dan
Lampiran
50
Rencana Tata Ruang Rencana Pengelolaan
Candi Pawon (2016).
Keputusan Presiden No. 58/2014 - Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan Sekitarnya
Peraturan Presiden 46/2017 – Pembentukan Badan Otorita Pariwisata Borobudur
Provinsi Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 6/2010 - RTRW Provinsi Jawa Tengah 2009-2029
Kabupaten Peraturan Daerah Kabupaten Magelang No. 5/2011 – RTRW Kabupaten Magelang 2010 – 2030
Rencana yang paling akhir adalah Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan
Sekitarnya (Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 2014). Pasal 42 ayat 2 menunjukkan
bahwa Rencana Pengelolaan Kawasan Borobudur harus dilaksanakan oleh
Kementerian yang bertanggung jawab di bidang kebudayaan.
Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan Sekitarnya adalah rencana di tingkat
lokal serta alat koordinasi dan operasional sehubungan dengan RTRW yang lebih
besar, untuk menjamin pelestarian kawasan Borobudur sebagai lokasi warisan nasional
dan dunia.
Rencana tersebut menunjukkan kawasan warisan ini dan memberi arahan bagi
kawasan ini mengenai intensitas penggunaan lahan, persentase maksimum bangunan
tapak, luas area minimum ruang terbuka hijau, tinggi bangunan maksimum, karakter
bangunan, dan infrastruktur minimum yang dibutuhkan. Selain itu, rencana tersebut
mengidentifikasi zonasi yang luas, menyatakan maksud dari pembangunan, dan berisi
peraturan yang berkaitan dengan kegiatan yang diizinkan.
Kendala dan kekhawatiran
Terlepas dari statusnya sebagai Situs Warisan Dunia dan upaya serta sumber daya
pemasaran yang signifikan (mis., TWC menginvestasikan Rp 8,2 miliar pada tahun
2014 untuk pemasaran dan penelitian Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko),
Borobudur tidak mendapat pengakuan yang sama dengan obyek wisata lain yang
memiliki tingkat pengakuan internasional yang setara. Pengunjung mancanegara
hanya menyumbang 6% sampai 8% dari total kunjungan menurut angka wisatawan
yang masuk dari TWC, dan mereka terutama orang Eropa.
Berbagai pihak pengelola Borobudur (Kantor Konservasi Borobudur, TWC, dan
Kabupaten Magelang) kurang memiliki visi dan mekanisme yang jelas untuk
mengkoordinasikan konservasi dan promosi Borobudur. Masing-masing pihak
memiliki mandat dan tujuannya sendiri dan bertanggung jawab atas bagian situs yang
berbeda-beda. TWC lebih berorientasi bisnis, sedangkan kepentingan utama
Lampiran
51
pemerintah daerah adalah kontribusi pariwisata terhadap pendapatan daerah dan
pendapatan warga setempat serta lapangan kerja. Dengan demikian, dapat dimengerti
bahwa organisasi ini menginginkan lebih banyak pengunjung untuk meningkatkan
pendapatan dan berkontribusi pada perekonomian setempat. Di sisi lain, sebagai
lembaga konservasi, Kantor Konservasi Borobudur lebih mengkhawatirkan dampak
buruk bagi candi yang mungkin terjadi karena pengunjung.
Candi Borobudur, meskipun sebuah monumen yang mengesankan dan masif, terlihat
agak kecil, berukuran sekitar 15.000 meter persegi, dibandingkan dengan keajaiban
dunia dengan skala yang jauh lebih besar seperti Tembok Besar Tiongkok atau Angkor
Wat di Kamboja. Meningkatnya jumlah pengunjung menyebabkan masalah kelebihan
beban, terutama di saat musim puncak. Hal ini merusak candi sekaligus merugikan
bagi pengalaman berwisata para pengunjung. Beban berlebih juga mengancam citra
situs ini di antara pasar internasional, terutama Eropa, sebagaimana dibuktikan dengan
meningkatnya rekomendasi dari situs web buatan pengguna untuk menghindari situs
Borobudur karena “terlalu padat wisatawan”.
Saat ini tidak ada sistem yang dapat mengatur atau membatasi jumlah pengunjung
atau mengenalkan tur yang wajib berpemandu untuk mengatur kegiatan wisata.
Meskipun ada tanda peringatan di semua tingkat untuk tidak menyentuh apapun,
penyampaian peringatan secara teratur melalui pengeras suara dan kehadiran penjaga,
vandalisme pada relief dan patung adalah kejadian yang biasa ditemui. Beberapa
kerusakan akibat vandalisme oleh wisatawan sudah tidak dapat diperbaiki lagi.
UNESCO tidak memberikan angka mengenai daya dukung harian atau jumlah
pengunjung per tahun, akan tetapi Kantor Konservasi Borobudur melakukan kajian
daya dukung fisik pada tahun 2009 dan terus dilakukan pemutakhiran setelahnya.
Sedangkan UNESCO menganggap potensi “kerusakan yang diakibatkan oleh
pengunjung yang tidak diawasi” adalah kecil, sedangkan potensi kerusakan akibat
risiko adanya letusan gunung Merapi atau gunung berapi lainnya adalah lebih besar
dari pada masalah daya dukung ini. Candi Borobudur berada di dataran bukit
dikelilingi oleh beberapa gunung berapi dan formasi perbukitan, yaitu dua gunung
kembar – Gunung Sindoro dan Sumbing di Barat Laut dan Gunung Merbabu dan
Merapi di Timur Laut, juga Pegunungan Menoreh di Selatan, dan Gunung Tidar di sisi
Utara. Pada tahun 2010, debu vulkanik dari letusan Gunung Merapi dengan tingkat
keasaman pH 3-4, menyelimuti candi dan menempel pada batu. Staf Kantor Konservasi
Borobudur memerlukan waktu 40 hari untuk melakukan pembersihan darurat; akan
tetapi, operasi pembersihan paska letusan memerlukan waktu satu tahun.
Selain ancaman dari bencana alam seperti letusan gunung berapi dan gempa,
kerusakan alami dari dampak iklim juga membahayakan relief batuan dan struktur
Candi Borobudur secara keseluruhan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
melalui Kantor Konservasi Biribudur memerankan peranan penting dalam memastikan
pengamanan dari Candi Borobudur baik bagi generasi sekarang maupun mendatang
Lampiran
52
dengan melakukan kegiatan konservasi secara terus menerus. UNESCO Jakarta juga
telah memberikan bantuan untuk konservasi dan perlindungan kepada Kantor
Konservasi Borobudur sejak 2011 melalui pelaksanaan beberapa teknik konservasi,
temuan dari penelitian, dan memfasilitasi kerja sama dengan tenaga ahli konservasi
dari Jerman dalam kerangka kerja Proyek Pendanaan UNESCO/Jerman.
Kantor Konservasi Borobudur telah mengindikasikan (didukung oleh baik oleh TWC
maupun Kabupaten Magelang) bahwa daya dukung Candi yang optimal hanya
mampu menampung kurang dari 200 pengunjung sekaligus, yang sesuai dengan daya
dukung harian sekitar 3.000 pengunjung (1 jam per pengunjung dan 15 jam
operasional). Saat ini, kapasitas ini sudah sangat terlampaui, dengan rata-rata jumlah
pengunjung harian rata-rata sebesar 9.750 dengan puncaknya sebesar 20.200 di bulan
Desember. Oleh karena itu tampaknya sangat mungkin diperlukan adanya tindakan
pembatasan atau peraturan batasan jumlah pengunjung.
Kekhawatiran lainnya adalah pengelolaan pedagang asongan yang buruk di kompleks
Borobudur yang mengganggu kenyamanan para wisatawan, meninggalkan citra
negatif dari daerah tujuan wisata ini. Terdapat 2 komponen untuk masalah pedagang
asongan ini. Yang pertama adalah kios-kios pedagang yang kacau balau dan yang
harus dilewati oleh para pengunjung sebelum keluar dari kompleks Borobudur yang
tidak sesuai dengan harapan pengunjung akan situs berkelas warisan dunia. Banyak
pedagang yang berasal dari sekitar Jawa yang mendirikan warung, dan tidak memberi
manfaat bagi masyarakat setempat. Yang kedua melibatkan warga desa setempat yang
mendapat akses bebas seumur hidup ke Kompleks Candi di saat mereka terusir dari
rumah mereka untuk memberi jalan bagi pembentukan Kompleks tersebut. Saat,
mereka memasuki Candi dan menjual barang-barang yang tidak ada kaitannya seperti
air minum dan makanan ringan yang dekat dengan candi itu sendiri. Kedua masalah
tersebut diperburuk selama masa puncak yang mengganggu dan membuat frustrasi
para wisatawan. Sementara TWC telah mencoba untuk mengendalikan pedagang
asongan selama lebih dari satu dekade, badan ini memiliki kekuatan yang terbatas
dibandingkan dengan polisi untuk mengatur masyarakat setempat.
Rencana Proyek (aktivitas, item informasi, material, atau produk, di antara titik awal
dan titik penyelesaian proses) di sekitar Borobudur
TWC bersama-sama dengan pemerintah daerah Magelang berencana untuk
memindahkan para pedagang yang saat ini ada di dekat kompleks candi Borobudur ke
pasar baru (seluas sekitar 6 hektar) dengan parkir mobil di luar Borobudur. Tempat
pasar yang saat ini ada bisa diubah menjadi kebun raya.
Ada juga rencana untuk menambah satu pintu masuk lagi dan tempat penjualan tiket.
Dipahami bahwa hal ini masih dalam tahap perencanaan.
Lampiran
53
TWC sedang mencoba mengembangkan sistem penjualan tiket (ticketing) pintar untuk
dapat lebih mengatur jumlah dan arus wisatawan. Dipahami bahwa hal ini sudah
dianggarkan oleh TWC.
TWC memiliki kampanye yang sedang berlangsung untuk mengembangkan desa-desa
di sekitar untuk menjadi desa-desa wisata di mana para wisatawan dapat tinggal
dengan tema berdasarkan keistimewaan masing-masing desa. Program ini
menawarkan bantuan di bidang infrastruktur dan pelatihan dan telah diluncurkan di
beberapa desa perintis pertama. Program akan mencakup keseluruhan 20 desa di
dalam Kecamatan Borobudur. TWC berada di bawah pengawasan dari KemenBUMN
dan sekarang ini bekerja dengan 19 BUMN memberikan dukungan pada
pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan Balai Ekonomi Desa (Balkondes),
merupakan sebuah balai masyarakat yang mendukung potensi desa dan dapat
digunakan oleh masyarakat lokal untuk memasarkan produk mereka dan
menyediakan kegiatan seperti lokakarya kerajinan tangan, pembuatan keramik,
pertunjukan tradisional, wisata desa skala kecil, juga pelatihan untuk pengelolaan
rumah wisata dan pembuatan makanan setempat.
UNESCO telah melaksanakan program pemberdayaan masyarakat di Borobdur dan
Prambanan sejak 2013. Dengan dukungan dari AUSAID, pada tahun 2014, UNESCO
dan Pemerintah Indonesia meluncurkan galeri masyarakat (dinamakan Galeri
Komunitas) di Desa Karanganyar dalam Kecamatan Borobudur. Galeri Komunitas
memberikan dukungan kerajinan tangan lokal dan mempromosikan usaha kecil di
sekitar Borobudur. UNESCO bekerja sama dengan mitra lokal dan sektor swasta
melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) dalam memfasilitasi inervensi
pemberdayaan masyarakat dan kampanye kepedulian masyarakat dalam perlindungan
warisan di Borobudur dan Prambanan.
Pada tahun ini, dengan dukungan dari Citi Foundation, UNESCO Jakarta sedang
melaksanakan proyek “Pemberdayaan Ekonomi Pemuda di Lokasi Warisan di
Indonesia, melalui Pembangungan Kapasitas dan Pariwisata yang Berkelanjutan” di 6
Kabupten (Sleman, Klaten, Magelang, Yogyakarta, Smosir dan Toba Samosir). Proyek
ini bertujuan untuk membantu Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan mata
pencaharian masyarakat, terutama pemuda (usia 18-25 tahun) melalui pembangunan
kapasitas dalam produksi hasil budaya dan melalui promosi pariwisata berkelanjutan
di dalam dan sektar lokasi warisan dunia UNESCO, dan daerah tujuan wisata prioritas
lainnya yang ditetapkan sebagai prioritas oleh Presiden Indonesia Joko Widodo pada
awal tahun 2016. Proyek ditujukan untuk 450 pemuda dan bertujuan untuk
memberikan bantuan pengembangan usaha melalui pemetaan budaya, pembangungan
kapasitas, mengelola persaingan, dan kegiatan promosi. Di dalam proyek ini, UNESCO
Jakarta akan mencakup 150 pemuda di kawasan Borobudur dan Prambanan.
Di kawasan konservasi dan dukungan dari Pemerintah Jerman, pada tahun 2017,
UNESCO Jakarta telah memberikan bantuan teknis di kawasan konservasi candi
Lampiran
54
melalui pelaksanaan proyek “Pembangunan Kapasitas untuk Konservasi dari
Kompleks Candi Borobudur dalam Kerangka Kerja Pengurangan Risiko Bencana”. Di
bawah proyek UNESCO Jakarta mendukung tim dari Kantor Konservasi Borobudur
melalui pelaksanaan upaya pembangunan kapasitas dalam pelaksanaan mitigasi
bencana di dalam kegiatan konservasi mereka.
Di dalam kawasan zona 1, di bawah kerangka proyek UNESCO/Indonesia Fund-
In_Trust yaitu “Promosi Dialog Antar Budaya melalui Pelatihan Pembangunan
Kapasitas untuk Pembangunan Museum di Lokasi Warisan Dunia UNESCO di
Indonesia dan Afganistan” UNESCO Jakarta bekerja sama dengan Kantor Konservasi
Borobudur dan TWC untuk meningkatkan Museum Karmawibhangga di Borobudur,
Magelang. Sebelum pertengahan September 2017, museum yang telah diperbaik akan
dibuka dan diharapkan akan meningkatkan kepedulian masyarakat tentang filosofi dan
sejarah tentang Candi Borobudur dan obyek-obyek yang dilindungi.
Persyaratan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur
Borobudur tidak dapat mempertahankan, apalagi meningkatkan daya tariknya tanpa
upaya yang signifikan yang bertujuan untuk meningkatkan dan memperkaya
pengalaman wisata para pengunjungnya. Untuk menghindari ketidakpuasan dan
stagnasi yang meningkat, terutama di kalangan wisatawan mancanegara, dibutuhkan
adanya revisi pengalaman berwisata di Borobudur melalui penyusunan Rencana
Pengelolaan Pengunjung Kompleks Candi Borobudur.
Sampai saat ini, posisi pasar (positioning) alamiah candi Borobudur sebagai situs
budaya dan agama yang unik di Indonesia dan Asia belum cukup untuk menjadikan
daerah ini sebagai tempat tujuan wisata internasional (atau bahkan domestik) yang
signifikan. Perumusan kembali pengalaman berwisata para pengunjung harus
menguntungkan pelestarian situs sambil berkontribusi terhadap peningkatan
pendapatan. Untuk meningkatkan jumlah pengunjung dan jumlah pengeluaran rata-
rata per pengunjung, Kompleks Candi Borobudur harus menjadi dan dipromosikan
sebagai situs warisan kelas dunia yang menawarkan pengalaman berwisata yang luar
biasa, yang hampir dapat mengubah kehidupan, bagi para pengunjung. Mengunjungi
Kompleks Candi Borobudur harus menjadi pengalaman damai dan spiritual sebagai
bagian dari perjalanan budaya ke jantung budaya Jawa kuno yang hidup di segitiga
Borobudur-Yogyakarta-Prambanan. Seharusnya situs ini menjadi:
• suatu kompleks candi di tengah lanskap budaya yang lebih luas, menampilkan ciri-
ciri budaya Jawa yang bersejarah dan yang terkini;
• tempat di mana para pengunjung akan tenggelam dan “terinisiasi” ke dalam
budaya Budha; dan
• mewakili salah satu hal yang menarik dari “inisiasi” tersebut, dengan menjadi
teladan dalam hal kualitas pengalaman berwisata para pengunjung (informasi,
Lampiran
55
pemahaman tentang situs, skenario dan pelayanan) dan konservasi warisan
budaya.
Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur harus berupaya untuk menjamin
kelestarian situs ini untuk generasi sekarang dan masa depan, sekaligus memperbaiki
kondisi kunjungan dan memaksimalkan dampak ekonomi lokal. Rencana tersebut
harus menghasilkan pengalaman berwisata para pengunjung yang lebih baik di
Kompleks Candi Borobudur, dengan informasi yang lebih baik, peraturan arus
pengunjung yang lebih baik dan pengendalian para pedagang yang lebih baik. Rencana
tersebut juga harus dibangun dan dipelajari dari pengalaman sebelumnya di mana
beragam upaya perencanaan telah memberikan hasil yang tidak memadai. Rencana
tersebut harus menangani semua kendala dan kekhawatiran dan memberikan arahan
yang jelas mengenai pengelolaan gabungan kompleks candi, arus pengunjung dan
pengendalian massa (crowd management), akses ke candi yang diatur dan dibatasi,
pengaturan tarif masuk, pemanfaatan obyek wisata di dalam kompleks yang efisien
dan informasi pengunjung yang lebih baik.
Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur akan berfokus pada kawasan para
pengunjung langsung dari kompleks candi dan daerah sekitarnya sejauh mereka
terpengaruh oleh pola lalu lintas pengunjung seperti jalur masuknya pengunjung,
tempat berkumpul; dan pintu masuk. Selain itu, Rencana tersebut juga harus
menangani masalah perencanaan tata ruang di luar area kunjungan langsung, seperti
pengelolaan akses dan kendaraan serta pengelolaan penggunaan lahan di daerah
sekitarnya. Berdasarkan hasil tinjauan rencana yang ada dan pembahasan dengan
instansi pemerintah terkait, Rencana tersebut harus memberikan arahan untuk
memastikan bahwa integritas Kompleks Candi Borobudur (termasuk candi Mendut
dan Pawon) tidak akan terganggu oleh perkembangan di daerah sekitarnya. Arahan ini
kemudian harus memberikan informasi mengenai komponen perencanaan tata ruang
dari Rencana Induk Pariwisata Terpadu yang lebih luas serta rencana daerah setempat
yang spesifik. Hal tersebut harus mencakup, namun tidak terbatas pada, menyusun
pedoman perencanaan dan tindakan pembatasan dalam hal zonasi, penggunaan lahan,
pergerakan pejalan kaki dan kendaraan, ketinggian dan kepadatan bangunan, rasio
ruang-lantai, ruang terbuka hijau, pemandangan terbuka, gaya arsitektur, lanskap,
kebisingan dan pencemaran udara, dan lain-lain. Pedoman dan langkah perencanaan
tata ruang harus ambisius namun realistis, berdasarkan komitmen yang sungguh-
sungguh dari semua pemangku kepentingan, terutama instansi pemerintah terkait,
untuk menegakkan peraturan yang telah disepakati.
Mengingat masalah kelembagaan yang ada saat ini mengenai pengelolaan kompleks
candi dan sekitarnya, sangatlah penting untuk menyusun Rencana Pengelolaan
Pengunjung Borobudur dengan bekerja sama dengan semua instansi pemerintah terkait
dan para pemangku kepentingan lainnya dengan maksud untuk mencapai konsensus
Lampiran
56
dan komitmen terhadap visi yang sama untuk memastikan pelaksanaan dan koordinasi
yang efektif dari intervensi yang direncanakan. Ini mungkin secara eksplisit
menyertakan usulan untuk revisi peran dan tanggung jawab instansi pemerintah
terkait jika hal ini dianggap perlu untuk memperbaiki pengelolaan Kompleks Candi
Borobudur dan wilayah sekitarnya. Hasilnya harus dimasukkan dalam program
pengembangan kelembagaan dan program pembangunan kapasitas untuk disusun
sebagai bagian dari lingkup kerja Rencana Induk Pariwisata Terpadu secara
keseluruhan.
Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur akan memiliki rentang perencanaan 25
tahun, sesuai dengan Rencana Induk Pariwisata Terpadu secara keseluruhan untuk
seluruh daerah tujuan wisata, dan akan mengusulkan intervensi dan investasi jangka
menengah dan jangka panjang berikut dengan perkiraan biaya terkait pada tingkat pra-
kelayakan untuk masing-masing 5 tahun dari jangka waktu 25 tahun. Semua intervensi
dan investasi yang diusulkan harus dikonsolidasikan di dalam Rencana Induk
Pariwisata Terpadu secara keseluruhan.
Lingkup Pekerjaan
Ruang lingkup pekerjaannya adalah menyusun Rencana Pengelolaan Pengunjung
untuk Kompleks Candi Borobudur. Untuk melakukan pekerjaan tersebut, Konsultan
akan mengikuti prinsip dan kriteria yang ditetapkan di dalam Pedoman Operasional
untuk Pelaksanaan Konvensi Warisan Dunia dan juga panduan dari Pedoman Praktis
UNESCO untuk Pengelola Situs Warisan Dunia. Konsultan juga akan meninjau kembali
kajian Rencana Konservasi dan Daya Tampung yang ada yang telah dilakukan untuk
Borobudur dan memasukkan temuan-temuannya di dalam kajian saat ini.
Penugasan ini juga harus didasarkan pada temuan-temuan Studi Analisis Pasar dan
Kajian Permintaan Borobudur-Prambanan-Yogyakarta. Kajian tersebut menyajikan
informasi yang relevan mengenai data dasar/awal pasokan, skala dan jenis permintaan
yang akan mendorong pengembangan daerah tujuan wisata terpilih dan kebutuhan
investasi (lunak dan keras) serta mengidentifikasi kesenjangannya. Kajian ini
memberikan dasar bagi pengembangan daerah tujuan wisata terpadu dan akan
membantu menginformasikan proses penyusunan rencana induk daerah tujuan wisata
yang dipimpin oleh Pemerintah.
Konsultan akan melakukan tiga tugas berikut ini. Untuk itu, Konsultan akan
melakukan pengkajiannya sendiri, mengidentifikasi kegiatan dan persyaratan
tambahan serta menyusun rencana kerjanya di dalam Proposal Teknis.
Lampiran
57
Tugas 1. Meninjau dan merefleksikan Nilai Warisan Dunia Borobudur
A. Meninjau berkas inskripsi situs untuk membantu merumuskan tujuan kebijakan
dan pengelolaan di masa depan.
• Menganalisis bagaimana kriteria pencatatan situs harus tercermin dalam
kebijakan pariwisata secara keseluruhan dan tujuan pengelolaannya;
• Mengembangkan garis besar yang dapat digunakan untuk pengembangan
kebijakan di bawah Tugas 2.
B. Membuat daftar cara dimana nilai Warisan Dunia dari situs dapat tercermin dan
dimasukkan ke dalam program interpretasi.
• Meninjau kembali kriteria lokasi yang dipilih untuk inskripsi di Daftar Warisan
Dunia, serta tujuan kebijakan dan pengelolaan lokasi yang telah ditetapkan;
• Memilih spesies, monumen, barang seni, dll., yang dapat dengan baik dikenali
sebagai nilai Warisan Dunia dari situs ini;
• Menjelaskan bagaimana obyek wisata ini dapat terwakili dengan baik di dalam
materi interpretasi.
C. Membuat daftar tentang cara untuk memantau obyek-obyek wisata yang mewakili
nilai Warisan Dunia.
• Meninjau bagian formulir aplikasi konvensi Warisan Dunia yang berjudul
“Format untuk Pelaporan Berkala” serta berkas nominasi aslinya;
• Menetapkan unsur-unsur mana yang paling mewakili nilai Warisan Dunia dan
menarik wisatawan, dan mengubah keadaan yang mungkin sesuai dengan
permintaan data pelaporan pemantauan berkala.
Tugas. 2. Tetapkan tujuan kebijakan, tujuan pengelolaan dan susun rencana
infrastruktur
A. Menganalisis tujuan kebijakan dan pengelolaan yang ada
• Meninjau undang-undang dan kebijakan termasuk yang ada di tingkat nasional
terkait dengan pengelolaan pengunjung;
• Meninjau undang-undang, peraturan dan kebijakan yang terkait dengan
kerangka perencanaan tata ruang Borobudur, termasuk yang ada di tingkat
nasional, provinsi dan lokal. Konsultan harus membangunnya berdasarkan
temuan Studi Analisis Pasar dan Kajian Permintaan Borobudur-Prambanan-
Yogyakarta;
• Meninjau rencana pengelolaan atau strategi pengelolaan yang ada saat ini dan
menganalisis tujuan pengelolaan pengunjung sebelumnya;
• Meninjau rencana pengelolaan dan kebijakan pengunjung sebelumnya,
termasuk garis besar mengenai siapa yang telah melakukan apa dan kekuatan
dan kelemahan dari upaya ini;
• Mengidentifikasi kesenjangan, yaitu kebijakan dan tujuan apa yang harus
diperkuat, dan menyoroti kebutuhan pengunjung di masa depan yang memicu
Lampiran
58
disusunnya saran dan masukan awal mengenai tindakan untuk memenuhi
kebutuhan ini.
B. Mengumpulkan data yang berkaitan dengan jumlah pengunjung, perilaku dan
persepsinya
• Menetapkan apakah pengunjung ke situs adalah penduduk lokal, wisatawan
mancanegara, atau kelompok lain seperti pelajar, pengunjung harian, dll;
• Mengidentifikasi karakteristik dari berbagai kelompok pengunjung, memeriksa
perilaku pengunjung, pola aliran arus, dan menentukan bagaimana kelompok-
kelompok yang berbeda menggunakan situs termasuk akses masuk dan keluar
situs.
• Mengumpulkan statistik kunjungan yang ada mengenai penggunaan,
kecenderungan, pola perjalanan, kegiatan dan jumlah pengeluaran di lokasi;
• Mengembangkan dan menerapkan survei pengunjung yang menanyakan kepada
wisatawan tentang perilaku, aktivitas, jumlah pengeluaran, kepuasan, persepsi,
dan preferensi mereka serta membandingkannya dengan tempat-tempat yang
sebanding dengan pengalaman mereka; mengidentifikasi masalah pengunjung
atau area yang menjadi perhatian khusus; dan memetakannya;
• Melakukan survei terhadap operator tur dan perusahaan perjalanan yang aktif
dalam membawa pengunjung ke situs tersebut untuk mendapatkan informasi
mengenai kebutuhan dan preferensi pengunjung dan operator dan meminta
mereka untuk mengevaluasi situs tersebut dibandingkan dengan obyek wisata di
sekitar dan yang sebanding;
• Untuk tugas ini, Konsultan harus mendasarkannya pada temuan Studi Analisis
Pasar dan Kajian Permintaan Borobudur-Prambanan-Yogyakarta.
C. Mengadakan pertemuan dengan para pemangku kepentingan individu, dalam
wawancara atau dengan mengadakan lokakarya, dan mengembangkan rancangan
makalah mengenai permasalahan terkini yang mempengaruhi konservasi dan
pengelolaan Borobudur. Konsultan harus berkonsultasi dengan:
• pemimpin masyarakat untuk mendapatkan masukan dari mereka untuk
perencanaan, pengembangan pariwisata di masyarakat sekitar dan jenis
keterampilan yang ada di masyarakat;
• staf manajemen dan administrasi dari berbagai badan yang memiliki mandat
hukum untuk mengelola situs ini (yaitu PT TWC, Balai Studi dan Konservasi
Borobudur, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kabupaten Magelang)
untuk mengidentifikasi masalah dan permasalahan mereka;
• pemandu lokal untuk mendapatkan pandangan mereka mengenai pengelolaan
pengunjung serta kondisi sosial dan lingkungan di lokasi;
• ilmuwan dan peneliti untuk lebih lanjut mempelajari tentang kondisi lingkungan
dan sosial situs terkait dengan dampak kunjungan;
Lampiran
59
• pemilik hotel dan pengelola untuk mendapatkan pandangan mereka mengenai
masalah pengelolaan, misalnya, sistem reservasi dan komunikasi antara situs
dan hotel; dan
• Operator tur yang mengemas dan menjual tur ke situs ini untuk menentukan
kebutuhan dan preferensi para wisatawan dan operator.
D. Tuliskan kebijakan pariwisata
• Berdasarkan hasil kegiatan A, B dan C, mengembangkan kebijakan pengelolaan
pengunjung untuk Kompleks Candi Borobudur. Kebijakan ini harus
mencerminkan kebutuhan kebijakan bagi situs, parameter pengelolaan,
kepentingan stakeholder, keunggulan komparatif situs, dan undang-undang
serta konvensi internasional yang ada;
• Menyusun dokumen kebijakan dan pernyataan visi.
E. Mengembangkan tujuan pengelolaan
• Jika sesuai, dan dengan mempertimbangkan pernyataan visi, pertimbangan para
pemangku kepentingan dan preferensi manajemen untuk lokasi ini, gunakan
keluaran yang dikembangkan dalam kegiatan sebelumnya untuk
mengidentifikasi dan memetakan tujuan pengelolaannya menurut kelas
Spektrum Peluang Rekreasi (ROS - Recreation Opportunity Spectrum) yang
berbeda32 atau teknik yang serupa;
• Merancang tujuan pengelolaan untuk keseluruhan lokasi atau untuk setiap kelas
peluang, jika ROS yang digunakan;
F. Menyusun rencana pembangunan infrastruktur
• Berdasarkan tujuan pengelolaan yang teridentifikasi, menyusun rencana
pembangunan infrastruktur untuk lokasi ini;
• Mengkaji dan menganalisis kerangka perencanaan hukum dan tata ruang yang
ada untuk Kompleks Candi Borobudur yang diuraikan di dalam kegiatan A;
• Menyusun satu set pedoman dan rekomendasi untuk penyusunan Rencana
Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Prambanan-Yogyakarta dan untuk
peninjauan dan penyusunan rencana tata ruang atau sektoral tambahan yang
terkait dengan daerah tujuan wisata ini.
32 Spektrum Peluang Rekreasi (ROS - Recreation Opportunity Spectrum) – ROS adalah sarana untuk menggambarkan bagaimana pariwisata dan rekreasi akan dikelola untuk area yang berbeda dalam sebuah lokasi. ROS bekerja dengan asumsi bahwa kegiatan tertentu paling sesuai dilakukan di bidang fisik tertentu. Identifikasi dan pemetaan kelas peluang menetapkan kondisi yang diinginkan untuk wilayah yang berbeda dan memberikan panduan untuk tujuan pengelolaannya termasuk kegiatan pariwisata/rekreasi dan pembangunan infrastruktur. Setiap klasifikasi mencakup standar manajemen dan kondisi yang diinginkan yang termasuk di dalam tujuan kebijakan suatu lokasi. Informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi dan menetapkan kelas peluang suatu daerah harus diambil dari informasi latar belakang mengenai tujuan kebijakan, peraturan perundangan yang ada, dan keinginan para pemangku kepentingan.
Lampiran
60
Tugas 3. Mengembangkan sistem pemantauan Kompleks Candi Borobudur
A. Tugas 3. Mengembangkan sistem pemantauan Kompleks Candi Borobudur
• Melakukan penelitian literatur/dokumen/informasi data sekunder dan
berkonsultasi dengan pemangku kepentingan untuk mengembangkan daftar
prioritas dampak dan ancaman yang ada di lokasi;
• Memeriksa hubungan sebab-akibat dari dampak yang teridentifikasi;
• Menyusun uraian umum tentang dampak dan daftar awal tindakan yang
diperlukan untuk menguranginya.
B. Mengidentifikasi indikator
• Berdasarkan hasil kegiatan sebelumnya, mengembangkan daftar awal indikator
pariwisata dengan justifikasi untuk pemilihannya, dan perkirakan biaya
pemantauan yang terkait.
C. Mengumpulkan data awal (baseline) pada indikator yang dipilih
• Mengembangkan program pemantauan dan menyusun manual pemantauan;
• Menetapkan metode untuk pengumpulan data;
• Menetapkan bagaimana mitra pemangku kepentingan dapat dilibatkan dalam
proses pemantauan.
D. Menetapkan standar untuk indikator
• Berdasarkan data dari kegiatan C dan studi daya dukung sebelumnya,
mengembangkan seperangkat indikator awal;33
• Jika kelas peluang ROS yang digunakan, tetapkan standar yang mencerminkan
berbagai pengalaman yang diinginkan di daerah-daerah yang berbeda;
Menyusun satu set pedoman dan rekomendasi untuk pemilihan indikator yang akan
dipantau oleh Observatori Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism
Observatories, STO) dari UNWTO34 di tingkat daerah tujuan wisata untuk
memaksimalkan upaya dan mengkoordinasikan pengumpulan data dan arus
informasi.
33 Standar pengukuran untuk indikator memberikan target untuk mengukur dampak wisata agar tetap di dalam batas yang dapat diterima. Setelah standar ini ditetapkan, suatu kerangka pemantauan reguler akan digunakan untuk menentukan sejauh mana kondisi yang ada berbeda dari kondisi yang diinginkan. 34 Observatori Pariwisata Berkelanjutan ((Sustainable Tourism Observatories - STOs) sedang dibentuk oleh Kementerian Pariwisata di daerah-daerah tujuan wisata utama di bawah program pariwisata berkelanjutan dari Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO). Pembentukan STO tersebut telah dipilih untuk tujuan berikut: Sesaot, Lombok; Sleman, Yogyakarta, Pangandaran, Jawa Barat dan Danau Toba di Sumatera Utara. STO tersebut diformalkan melalui suatu MOU yang ditandatangani antara UNWTO dan Kementerian Pariwisata di Jakarta pada bulan September 2016.
Lampiran
61
Lampiran-2 : KAK PENYUSUNAN RIPT BROMO-
TENGGER-SEMERU
Daftar Isi:
1. Pendahuluan
2. Kerangka kerja
3. Tugas-tugas khusus
4. Deliverables, waktu pelaksanaan, dan manajemen proyek
5. Kebutuhan Tenaga Ahli
Lampiran-lampiran:
1. Wilayah Destinasi Pariwisata (TDA) dan Key Tourism Areas (KTA)
2. Kerangka Indikatif Daftar Isi Laporan Akhir
3. Tanggung jawab atas peninjauan rencana-rencana setelah penyelesaian Integrated
Tourism Master Plan
4. TOR untuk Tugas C.2: Analisis Data Baseline Penyediaan Infrastruktur dan Jasa
TABEL PENGENDALIAN DOKUMEN – AKAN DIHAPUS SEBELUM TOR DITERBITKAN
Version Date Comments
v1 31 May 2019 • Asli sebagaimana yang dikirimkan ke Bank
v2 9 July 2019 • Komentar-komentar Bank pada v1menggunakan
Track Perubahan-perubahan
v3 22 July 2019 • Komentar-komentar Bank dimasukkan
• Komentar-komentar PMS untuk peninjauan
RIDA– teks warna biru
v4 30 Oct 2019 • DOKUMEN INI
• Untuk konsultasi publik
Lampiran
62
1 PENDAHULUAN
1.1 Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk melakukan transformasi ekonomi
Indonesia melalui pariwisata sebagai salah satu pendorong pertumbuhan utama.
Secara lebih spesifik, pemerintah bertujuan untuk meningkatkan wisatawan
asing, wisatawan domestik, pendapatan valuta asing, lapangan pekerjaan dan
daya saing pariwisata melalui pembangunan terintegrasi destinasi wisata
prioritas. Integrated Infrastruktur Development for National Tourism Strategic Areas
Pemerintah (Indonesia Tourism Development Project, atau “Proyek”) dengan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai badan
pelaksana, bekerja sama dengan beberapa Kementerian dan Badan-badan
pemerintah lainnya sebagai badan-badan pelaksana, menggabungkan APBN,
APBDI, dan APBDII35untuk melaksanakan program tersebut dan mencapai
tujuan ini.
1.2 Pemerintah memutuskan untuk menyusun pembangunan destinasi-destinasi
prioritas dan memulai program tersebut dariLombok di provinsi Nusa Tenggara
Barat, Borobudur-Yogyakarta-Prambanan di provinsi Jawa Tengah dan DI
Yogyakarta, serta Danau Toba di provinsi Sumatra Utara. Program tersebut
mencakup persiapan Rencana Induk Pariwisata Terpadu (RIPT) untuk masing-
masing destinasi prioritas ini untuk memberikan kerangka kerja yang kuat demi
pembangunan pariwisata dan lahan yang efektif dan berkelanjutan.
1.3 Proyek tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan akses ke
infrastruktur dan layanan dasar terkait pariwisata, memperkuat perekonomian
daerah yang dikaitkan dengan pariwisata, serta menarik penanaman modal
swasta di wilayah destinasi wisata prioritas di Indonesia. Di antara sasaran-
sasaran inti, Proyek akan diupayakan untuk meningkatkan kapasitas
kelembagaan negara untuk memfasilitasi pembangunan pariwisata terintegrasi
dan berkelanjutan, yang memungkinkan Indonesia untuk dapat membangun
destinasi-destinasi lebih lanjut di seluruh nusantara.
1.4 Untuk memersiapkan pembangunan destinasi di masa datang, Pemerintah
meminta pembiayaan Hibah untuk persiapan tiga Rencana Induk Pariwisata
Terintegrasi (RIPT) atau Integrated Tourism Master Plan (ITMP) tambahan untuk
destinasi Taman Nasional Komodo/Labuan Bajo di Pulau Flores,Bromo-Tengger-
Semeru dan Wakatobi Jasa Konsultansi (“Jasa”) yang dimaksud mencakup
pengembangan Integrated Tourism Master Plan untuk pembangunan pariwisata
berkelanjutan di Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo di Pulau Flores.
1.5 Terms of reference (Kerangka Acuan Kerja, KAK) ini akan dikonsultasikan
sebagai bagian dari konsultasi publik tentang Instrumen Perlindungan
35 APBN - AnggaranPendapatan dan Belanja Negara Indonesia (State Expenditure Budget); APBDI -
AnggaranPendapatan dan BelanjaProvinsi(Regional Expenditure Budget for Provincial level); APBDII - AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah (Regional Expenditure Budget for District level).
Lampiran
63
Lingkungan dan Sosial (yaitu Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
Proyek atau instrumen yang setara) yang akan memandu Konsultan, dan segala
revisi yang dibutuhkan yang teridentifikasi selama proses konsultasi ini akan
ditambahkan pada Terms of Reference dan dibahas dengan Konsultan pada saat
perundingan kontrak.
2 LINGKUP KERJA
2.1 Konsultan akan memersiapkan Integrated Tourism Master Plan, yang terdiri atas:
A. Rencana pembangunan bertahap selama 25 tahun untuk keseluruhan
wilayahDestinasi wisata dan rencana pembangunan terperinci selama 5
tahun untuk kawasan inti pariwisata yang diprioritaskan di dalam destinasi
wisata prioritas (Dijelaskan dalam Lampiran 1).
B. Rencana penanaman modal dan pembiayaan untuk infrastruktur dan jasa.
C. Program pembangunan kelembagaan dan program pembinaan kapasitas
Program-program ini dirumuskan dengan mempertimbangkan baseline
analisiskondisi-kondisi sosio-ekonomi (selama sepuluh tahun terakhir dan
menggunakan baseline year yang konsisten) beserta demand analysis untuk kondisi
yang akan datang (sejalan dengan perencanaan bertahap selama 25-tahun).
2.2 Integrated Tourism Master Plan akan memberikan kerangka yang diperlukan
untuk pembangunan pariwisata yang efektif dan berkelanjutan serta akan
memandu revisi hilir dan/atau persiapan rencana-rencana tata ruang, rencana
induk sektoral serta rencana-rencana yang relevan lainnya di tingkat pusat dan
daerah (daftar pendahuluan diidentifikasi dalam Lampiran 3).
2.3 Sebuah pendekatan terintegrasi merupakan hal yang amat penting, yang
menggabungkan pengalaman internasional dengan pengetahuan daerah,
mengupayakan sinergi antara inisiatif pebangunan yang luas, berkenaan dengan
unsur-unsur yang berwujud maupun tidak berwujud dalam pembangunan
pariwisata, menautkan pembangunan infrastruktur multi-sektoral dengan
perencanaan pembangunan spasial, serta meleburkan pembangunan pariwisata
yang berkelanjutan dengan kelestarian aset-aset alami (termasuk keaneka-
ragaman hayati), warisan budaya dan sosial.
2.4 Dengan dampak kumulatif dan yang disebabkan, serta dampak-dampak fasilitas
terkait, dari pembangunan pariwisata, sebuah pendekatan menyeluruh dan
sistematis untuk analisis lingungan, peluang dan hambatan warisan sosial dan
budaya dijamin menjadi bagian dari persiapan dari Integrated Tourism Master
Plan ini.
2.5 Hal yang amat penting adalah agar secara aktif melibatkan banyak pemangku
kepentingan di seluruh proses perencanaan, termasuk lembaga-lembaga pada
semua tingkat pemerintahan, BUMN, sektor swasta dan masyarakat setempat.
Lampiran
64
2.6 Sebuah peta dasar terstandar harus dibuat dan terus digunakan (sebanyak
mungkin) dalam dokumen, dari analisis baseline mengenai pariwisata,
infrastruktur, perlindungan, selain aspek-aspek lain, untuk merencanakan
tentang aspek-aspek tersebut.
2.7 Lingkup kerja untuk persiapan Integrated Tourism Master Plan mencakup
sembilan kategori luas dari tugas-tugas yang saling terkait berikut ini:
A. Analisis kerangka kelembagaan dan hukum, peraturan dan kebijakan yang
mencakup Indonesian planning, peraturan perundang-undangan
lingkungan dan sosial, seperti yang berkenaan dengan pembebasan lahan
dan masyarakat adat.
B. Analisis tentang permintaan dan peluang untuk pembangunan Wilayah
Destinasi wisata.
C. Analisis tentang kondisi dasar tata ruang, kesenjangan infrastruktur dan
atraksi serta fasilitas pengunjung dan lingkungan penerima tempat
pembangunan yang direncanakan berlokasi. Ini juga mencakup
analisisdasar tentang kondisi sosio-ekonomi khususnya mengenai
pembangunan SDM, pemberdayaan masyarakat, pembangunan industri
pariwisata, dan memungkinkan iklim untuk penanaman modal swasta dan
business entry (masuknya pemain baru).
D. Artikulasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial, sosio-ekonomi, dan
warisan budaya.
E. Berdasarkan temuan-temuan dalam huruf A-D, meringkas kesenjangan
kritis dan peluang untuk memastikan pembangunan pariwisata
berkelanjutan di Wilayah Destinasi wisata, termasuk pembangunan atraksi-
atraksi wisata dan sumber daya (alam, budaya, buatan manusia, dan SDM),
memberikan fasilitas dan layanan pendukung, stimulasi permintaan dan
pembangunan kapasitas kelembagaan.
F. Persiapan proyeksi pertumbuhan dan skenario pembangunan.
G. Memerinci skenario pembangunan yang dipilih.
H. Perumusan integrated tourism master plan.
I. Memastikan keterlibatan pemangku kepentingan secara aktif dan
bermakna.
2.8 Integrated Tourism Master Plan:
A. Diciptakan sebagai sebuah program koordinasi untuk pembangunan
wilayah Destinasi Pariwisata yang optimal dan sebagai instrumen yang akan
membuka jalan untuk pembangunan pariwisata yang efektif dan
Lampiran
65
berkelanjutan yang dimaksudkan untuk menciptakan pertumbuhan
ekonomi dan lapangan pekerjaan bagi warga setempat, sembari mencegah
dampak negative yang dapat terjadi jika pembangunan pariwisata
dilakukan dengan cara yang tidak terintegrasi, sehingga pertumbuhan
kedatangan pengunjung melampaui penyediaan fasilitas untuk mengelola
beban yang dapat diakibatkan oleh pertumbuhan itu terhadap sumber
daya-sumber daya alam dan kultural36 serta masyarakat yang menjadi tuan.
B. akan mengidentifikasi program-program prioritas yang diperlukan untuk
memperkuat kegiatan-kegiatan pariwisata di tingkat lokal dan akan
memberikan rekomendasi-rekomendasi terperinci untuk persiapan dan
revisi rencana tata ruang local dan provinsi serta rencana induk sektoral
(jika perlu), tetapi tidak dengan sendirinya merupakan dokumen
perencanaan tata ruang dengan efek wajib menurut Kerangka Perencanaan
Perkotaan Indonesia tidak dengan sendirinya merupakan dokumen
perencanaan tata ruang dengan pemberlakuan wajib menurut Kerangka
Perencanaan Perkotaan Indonesian.
3. TUGAS-TUGAS KHUSUS
3.1 Konsultan akan mengadakan kegiatan-kegiatan yang telah diidentifikasi sebagai
kegiatan yang sangat penting untuk persiapan Integrated Tourism Master Plan
untuk masing-masing dari enam kategori luas dalam tugas-tugas yang saling
terkait. Konsultan akan membuat penilaian sendiri, mengidentifikasi kegiatan-
kegiatan dan kebutuhan tambahan serta memersiapkan rencana kerjanya dalam
Proposal Teknis sesuai dengan hal itu.
3.2 Tugas-tugas besar berikut ini juga termasuk dalam lingkupnya:
Analisis
A. Analisiskerangka kelembagaan dan hukum, peraturan dan kebijakan.
B. Analisispermintaan dan peluang untuk pembangunan Wilayah Destinasi
Pariwisata.
C. Analisiskondisi dasar/baseline: perencanaan tata ruang + infrastrukturdan
penyediaan jasa.
D. Artikulasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial, sosio-ekonomi dan
warisan budaya.
E. Ringkasan tentang kesenjangan kritis dan peluang untuk pembangunan
destinasi yang berkelanjutan.
36 Rujukan tentang sumber daya atau asset-aset “budaya”, “kultural”, dan “wilayah-wilayah dengan signifikansi kultural”
mencakup tetapi tidak terbatas pada “warisan budaya”.Ini dapat mencakup situs-situs Masyarakat adat yang menjadi atraksi pariwisata.
Lampiran
66
Perencanaan strategis
A. Persiapan proyeksi-proyeksi pertumbuhan dan scenario pembangunan.
B. Persiapan arah pertumbuhan strategis pariwisata (a tourism strategic
growth direction), persiapan keseluruhan rencana pembangunan untuk
seluruh Wilayah Destinasi Pariwisata, dan persiapan rencana pembangunan
terperinci untuk Kawasan Inti Pariiwisata (Key Tourism Areas).
C. Perumusan integrated tourism master plan, terdiri atas:
a. Rencana pembangunan pariwisata bertahap (H1)
b. Rencana penanaman modal dan pembiayaan untuk infrastruktur dan
jasa (H2) + (H3)
c. Program pembangunan kelembagaan (H4)
d. Program pembinaan kapasitas (H5)
Keterlibatan pemangku kepentingan (Stakeholder)
A. memastikan keterlibatan pemangku kepentingan secara aktif dimasukkan
dalam seluruh proyek.
3.3 Tugas A, B, C, D dan E akan menghasilkan sebuah analisis menyeluruh serta
pemahaman tentang kondisi baseline. Tugas F-H merupakan suatu pelaksanaan
perencanaan strategis dan bagianisipatif yang akan menghasilkan perumusan
Integrated Tourism Master Plan. Keterlibatan pemangku kepentingan secara aktif—
Tugas I—adalah bagian dan bidang dari keseluruhan pendekatan di seluruh
penugasan.
3.4 Sambil menjalankan Tugas C, D, E, F, G, H, dan I, Konsultan akan harus
menerapkan dan mematuhi Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (19
Januari 2018, atau pembaruan terakhir) Proyek (atau Instrumen Pengamanan
Lingkungan dan Sosial yang setara yang akan ditegaskan pada saat perundingan
kontrak).37
3.5 TUGAS A: Analisis kerangka kelembagaan dan hukum, peraturan dan kebijakan
mencakup hal-hal berikut ini:
A.1 Konsultan akan melakukan analisismenyeluruh atas kerangka
kelembagaan dan hukum yang ada yang terkait dengan pariwisata terintegrasi
dan pengembangan tata ruang di Wilayah Destinasi Pariwisatadan
mengidentifikasi kekurangan, ketidaksesuaian serta kesenjangan dalam
kerangka kelembagaan dan hukum serta peraturan dan kebijakan yang ada
37ESMF available at:http://documents.worldbank.org/curated/en/827001518354497151/Environmental-and-social-management-framework-final.
Lampiran
67
serta mengevaluasi dampaknya terhadap pengembangan pariwisata. Analisis
ini harus menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang jelas mengenai persoalan-
persoalan kelembagaan dan hukum yang harus dipecahkan untuk memfasilitasi
pengembangan pariwisata..
A.2 Ini mencakup identifikasi badan-badan yang bertanggung jawab atas
pengembangan pariwisata, perencanaan pembangunan tata ruang, perencanaan
infrastruktur, seperti pengelolaan lingkungan, sosial (termasuk pembebasan
lahan) dan kultural.
A.3 Kerangka hukum terdiri atas:
• Dokumen-dokumen perencanaan tata ruang, seperti Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) di tingkat kota/kabupaten, provinsi dan
pusat38serta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
• Rencana induk sektoral, seperti untuk penyediaan air bersih,
pengelolaan limbah padat, sanitasi, pengangkutan, dan listrik
• Analisis dampak lingkungan dan sosial serta rencana-rencana
pengelolaan, seperti AMDAL, UKL/UPL, dan LARAP39
• Studi/dokumen Masyarakat adat
• Rencana pengelolaan situs warisan alam dan budaya natural, beberapa
di antaranya
A.4 Konsultan akan memasukkan kegiatan-kegiatan spesifik berikut ini
dalam analisis:
• Identifikasi otoritas perencanaan di dalam destinasi wisata untuk
berbagai komponen; misalnya, penggunaan lahan, pengangkutan,
utilitas, pengelolaan pengunjung ke taman nasional, situs-situs warisan
budaya, situs-situs Warisan Dunia, Geopark, Biosfer, dan wilayah-
wilayah yang dilindungi Laut.
• Identifikasi semua pemangku kepentingan dan pengaturan kerjasama di
antara mereka untuk mengembangkan program pariwisata; misalnya,
pemerintah, SOE, sektor swasta, masyarakat (termasuk Masyarakat
adat), dan LSM, termasuk peran dan tanggung jawab para pemangku
kepentingan saat ini, kesenjangan, serta kerjasama saat ini seperti
mengevaluasi dampak terhadap pengembangan pariwisata. Analisis ini
akan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang jelas mengenai perna,
38 Di Indonesia, penatalaksanaan subnasional mencakup empat tingkat: (1) Provinsi, (2) Kotadan Kabupaten, (3)
Kecamatanatau Distrik dan (4) Kelurahan atau Desa.
39AMDAL - Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; UKL-UPL - Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup / Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup; LARAP - Land Acquisition and Resettlement Action Plan (Rencana Tindak Pembebasan Lahan dan Relokasi). Lihat juga Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (atau Instrumen Penjagaan Lingkungan dan Sosial yang setara untuk ditegaskan pada saat Perundingan Kontrak).
Lampiran
68
tanggung jawab dan pengaturan kerjasama yang harus dipecahkan
untuk memfasilitasi pengembangan pariwisata.
• Evaluasi tentang kerangka peraturan perundang-undangan yang di
dalamnya pelaksanaan perencanaan akan terjadi.
• Peninjauan dan evaluasi rencana pengembangan tata ruang dan sektoral
yang ada (termasuk rencana-rencana untuk taman-taman nasional dan
situs-situs warisan, jika perlu), termasuk semua instrumen peraturan
perundang-undangan serta dokumen-dokumen kebijakan terkait yang
berlaku saat ini untuk memandu dan mengendalikan pengembangan.
3.6 TUGAS B: Analisistentang permintaan dan peluang untuk pembangunan Wilayah
Destinasi Pariwisata mencakup hal-hal berikut ini:
B.1 Konsultan akan menganalisis kondisi ekonomi dan tren pembangunan
setempat (selama sepuluh tahun terakhir dan menggunakan tahun baseline
yang konsisten) untuk memeroleh pemahaman yang seksama tentang situasi
saat ini dan potensi pengembangan Wilayah Destinasi Pariwisatadalam kaitannya
dengan populasi, pekerjaan, dan perekonomian wilayah dengan fokus khusus
pada pengembangan pariwisata (memberikan prakiraan sejalan dengan
perencanaan bertahap selama 25-tahun)..
B.2 Analisis ini akan memasukkan kegiatan-kegiatan khusus berikut:
• Mengumpulkan dan meninjau informasi tentang populasi (termasuk etnis
minoritas, kelompok-kelompok rentan, Masyarakat adat /Indigenous
Peoples (IPs)) dan tren pertumbuhan pekerjaan, termasuk penduduk
sementara (pengunjung) serta pendatang yang mencari pekerjaan.
• Mengumpulkan dan meninjau informasi untuk menilai hubungan antara
berbagai sector perekonomian yang memengaruhi, dan dipengaruhi oleh
pengembangan pariwisata di Wilayah Destinasi Pariwisata. Sektor-sektor
terkait, diantaranya, termasuk pertanian, perikanan, dan pemrosesan
makanan, di Wilayah Destinasi.
• Mengumpulkan dan meninjau informasitentang jumlah historis
pengunjung dalam negeri dan asing seperti karakteristik intinya (misalnya
pasar-pasar sumber besar, tujuan kunjungan, rata-rata lama menginap, rata-
rata pengeluaran harian, dan jenis akomodasi yang digunakan). Ini juga
harus mencakup setiap informasi tentang permintaan pengunjung atas
fasilitas-fasilitas dan atraksi-atraksi khusus, seperti permintaan untuk
berbagai jasa pariwisata (misalnya, pengangkutan, restoran, tur). Analisis
Pasar dan studi Penilaian Permintaan (Demand Penilaian) yang ditugaskan
oleh World Bank Group di bawah kontrak terpisa40mencakup sebuah
40 bpiw.pu.go.id/itmp
Lampiran
69
penilaian pertama.Konsultan harus menggunakan laporan ini sebagai
pijakan, meninjau, melengkapi dan memperbarui informasi jika perlu, dan
membuat penilaiannya Ini harus mencakup proyeksi-proyeksi bertahap
selama 25-tahun untuk jumlah kedatangan pengunjung, pengeluaran harian
dan lama menginap, untuk pengunjung baik domestik maupun asingpaling
tidak dengan dua skenario (untuk diperhalus lebih lanjut menurut TugasF),
yaitu: sebuah skenario “business as usual” dimana Pemerintah Indonesia
tidak melakukan intervensi khusus; dan sebuah skenario “kasus-terbaik”
dimana Pemerintah melakukan penanaman modal dalam infrastruktur
keras dan lunak yang amat penting yang dianggap perlu untuk memenuhi
permintaan di masa datang.
• Mengumpulkan, meninjau dan memutakhirkan informasi (yaitudari
AnalisisPasar dan studi Demand Penilaian) mengenai kapabilitas dan
keahlian dunia usaha setempat, khususnya perusahaan-perusahaan dan
masyarakat setempat untuk memainkan peran aktif dalam, dan memeroleh
manfaat dari, pembangunan pariwisata yang dipercepat.
3.7 TUGAS C: Analisis kondisi baseline. Konsultan akan menganalisa secara seksama
semua aspek yang berkenaan dengan pembangunan pariwisata, termasuk trend an
pola-pola pengembangan tata ruang, penyediaan infrastruktur dan jasa, atraksi
pengunjung, serta fasilitas-fasilitas pengunjung dan lingkungan yang menerima
tempat pengembangan-pengembangan yang direncanakan akan berlokasi.
3.8 Untuk perencanaan infrastruktur,penting untuk memahami tren dan pola-pola
penyebaran tata ruang serta pembangunan cipta karya, industry, perdagangan dan
pariwisata di masa lalu. Konsultan karenanya harus:
• Menetapkan wilayah-wilayah mana saja yang termasuk perdesaan dan
perkotaan
• Menetapkan kepadatan penduduk di masing-masing Kecamatan
• Memetakan penyebaran cipta karya tata ruang
• memetakan lokasi dan tipologi penggunaan lahan industrial dan komersial
• memetakan lokasi klaster-klaster akomodasi pariwisata
• menganalisa tren pertumbuhan tata ruang permukiman, industry,
perdagangan dan akomodasi pariwisata selama sepuluh tahun terakhir
• menetapkan proyek-proyek saluran pipa yang dikonfirmasi serta
karakteristiknya (perumahan, industri, perdagangan dan pariwisata) serta
memetakan lokasi terencananya, dll
3.9 Analisis tersebut harus menghasilkan pemahaman yang mendalam mengenai
kondisi dasar untuk pembangunan pariwisata dan akan mengidentifikasi
persoalan-persoalan perencanaan tata ruang (C1) maupun penyediaan infrastruktur
dan jasa (C2).
Lampiran
70
C.1 Analisis data dasar perencanaan tata ruang: Konsultan akan
mengumpulkan, menyusun dan menganalisa informasi terkait mengenai
kondisi-kondisi tata ruang, lingkungan, sosial dan budaya, termasuk tapi
tidak terbatas pada:
1) Penggunaan lahan yang ada dan perencanaan penggunaan lahan
yang terdapat dalam rencana-rencana tata ruang.
2) Pola-pola pengembangan tata ruang, terutama pola-pola dan tren-tren
pertumbuhan wilayah perkotaan, semi-perkotaan, dan perdesaan
selama sepuluh tahun terakhir.
3) Inisiatif-inisiatif pengembangan baru yang direncanakan terkait
dengan pembangunan ekonomi.
4) Akomodasi pariwisata, atraksi dan signifikasi lingkungan, kultural
atau sosialnya, area dan fasilitas rekreasi, termasuk penanaman
modal baru yang direncanakan.
5) Kepemilikan lahan (termasuk persoalan warisan tanah41) dengan
penekanan khusus pada Kawasan Inti Pariiwisataatau Key Tourism
Areasdan lokasi-lokasi pengembangan yang signifikan secara
strategis.
6) Uraian tentang lingkungan penerima, baik saat ini maupun di bawah
skenario perubahan iklim yang diantisipasi, untuk mencakup hal-hal
berikut ini:
a) Sumber daya fisik:
• topografi
• tanah: stratigrafi sub-permukaan
• geologi dan bahaya geologis: gempa bumi, patahan, lines,
gunung berapi, sinkholes
• iklim dan meteorologi, termasuk perubahan iklim
• hidrologi
• reseptor sensitif
• kualitas udara
• kebisingan
• getaran
• kualitas air: data sampling kualitas air dasar dan sampling
kualitas air sekunder.
b) Sumber daya ekologis:
• sumber daya daratan
• fauna terrestrial
• sumber daya akuatik
41Lihat Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial pada LARPF alinea 84–87 tentang tugas-tugas untuk Konsultan
ITMP untuk menilai persoalan warisan tanah.
Lampiran
71
• fauna akuatik.
c) Sumber daya sosial dan kultural:
• demografi
• ekonomi
• pendidikan
• kesehatan
• sejarah, budaya dan arkeologi.
7) Jika mungkin, keberadaan Masyarakat adat(Indigenous Peoples (IPs))
(dengan peta), karakteristik perekonomian masyarakat, habitat
(termasuk total rumah tangga/warga) tanah adat, integrasi kultural
dan masyarakat, kondisi kesehatan, pengetahuan, dan lembaga adat.
8) Konflik-konflik sosial, hubungan/kerjasama sosial.
C.2 Analisis data baseline penyediaan infrastruktur dan jasa42 Konsultan
akan mengumpulkan, menyusun dan menganalisa informasi yang terkait
tentang penyediaan infrastruktur dan pemberian jasa, mengidentifikasi
dan mengkuantifikasi kekurangan dan hambatan-hambatannya.
Tugas C.2 mencakup kegiatan-kegiatan berikut ini (TOR terperinci untuk
sub-tugas khusus ini diberikan dalam Lampiran 4):
1) Mengumpulkandan menyediakan semua peta infrastruktur
(infrastruktur yang ada dan yang direncanakan oleh pemerintah
dan/atau sektor swasta).
2) Menetapkansuatu dasar populasi terperinci untuk tujuan
perencanaan infrastruktur.43
3) Menetapkansebuah model permintaan transportasiasi untuk Wilayah
Destinasi Pariwisata untuk menganalisa
a. Keseluruhan permintaan transportasiasi seperti permintaan
transportasiasi terkait pariwisata dan volume lalu lintas
b. konektifitas/akses eksternal ke Wilayah Destinasi Pariwisata
(berdasarkan Market Analisisdan studi Demand Penilaian, yang
membutuhkan pemutakhiran dan perluasan), termasuk
identifikasi kondisi sekarang, kekurangan dan penanaman modal
yang direncanakan dalam kapasitas bandara dan angkutan udara,
pelabuhan, jalan tol, jaringan jalan nasional dan provinsi, kereta
api, dan sistem transportasi umum eksternal (jarak jauh)
42Standar-standar untuk dasar-dasar penyediaan airdimasukkan dalam SPM Permen PU 01/PRT/M/2014
dan SNI 03-7065-2005; untuk limbah padat, SPM Permen PU 01/PRT/M/2014, Permen PU 03-2013, SNI
19-2454-2002 dan untuk air limbah, SPM Permen PU 01/PRT/M/2014. Konsultan akan memastikan
bahwa semua baseline memenuhi standar-standar yang tepat untuk tujuan pembangunan pariwisata.
43Paling tidak data penduduk sampai dengan tingkat kecamatan, khususnya untuk Wilayah Pariwisata Kunci atau Key
Tourism Areas.
Lampiran
72
c. konektifitas internal, termasuk jalan-jalan, lalu litas kendaraan
bermotor dan bukan kendaraan bermotor, keselamatan jalan,
angkutan darat umum dan swasta serta angkutan laut/air.
4) Menganalisa drainase dan perlindungan banjir.
5) Menganalisa infrastruktur kebutuhan dasar, termasuk pasokan air,
pengelolaan limbah cair, dan pengelolaan limbah padat.
6) Menganalisa pasokan listrik, IT serta jasa dan fasilitas khusus
pariwisata.
7) Mengidentifikasi dan menganalisa wilayah-wilayah bencana alam
(banjir, longsor, tsunami, aktifitas gunung berapi, gempa bumi, dll.)
dan peta-peta terperinci saat ini yang memerlihatkan wilayah-wilayah
berisiko, jenis-jenis risiko dan jumlah penduduk dan dunia usaha
yang terdampak. Mengidentifikasi kebutuhan infrastruktur untuk
memitigasi risiko. Mengidentifikasi dan menganalisa wilayah-wilayah
bahaya akibat manusia (seperti pengambilan ikan secara berlebihan,
pencemaran air laut, dll.).
Analisis tersebut harus menghasilkan sebuah uraian dasar yang jelas,
termasuk tapi tidak terbatas pada:
8) Sebuah uraian terhitung tentang tingkat infrastruktur dan jasa saat ini
sebagai dasar untuk pemantauan dan evaluasi program di tingkat
Wilayah Destinasi Pariwisatadan Key Tourism Area.
9) Sebuah uraian terhitung tentang kesenjangan-kesenjangan yang ada
dalam penyediaan infrastruktur dan penyediaan jasa dibandingkan
dengan standar-standar nasional di tingkat Wilayah Destinasi
Pariwisatadan di tingkat Key Tourism Area. Ini mencakup penetapan
tingkat dasar pelayanan untuk pasokan air, sanitasi, pengelolaan
limbah padat dan jalan-jalan di tingkat kecamatan menggunakan
standar-standar MPWH.
10) Sebuah uraian terhitung tentang kebutuhan infrastruktur untuk
memitigasi risiko-risiko bahaya alam atau akibat manusia.
11) Sebuah analisis terhitung mengenai seberapa taraf penanaman modal
public dan swasta yang direncanakan akan mengentaskan atau
memecahkan kekurangan-kekurangan yang teridentifikasi dan
kesenjangan di bidang apa yang masih ada.
3.10 TUGAS D: artikulasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial, sosio-sekonomi dan
warisan budaya. Landasan-landasan inti dari industry pariwisata adalah warisan
budaya, lingkungan alam (termasuk keragaman hayati), dan identitas budaya
yang khas.
Lampiran
73
3.11 Pembangunan pariwisata, jika tidak dikelola dengan cara seksama, dapat
mengakibatkan—misalnya—degradasi daerah-daerah yang dilindungi, hilangnya
keragaman hayati dan spesies langka, serta penurunan asset-aset yang signifikan
secara kultural. Namun demikian, pariwisata juga memiliki potensi yang kuat
sebagai kekuatan pendorong dalam hal konservasi asset lingkungan Negara,
perlindungan keragaman hayati dan habitat-habitat alaminya, perlindungan asset-
aset budaya, seperti dalam hal kesadaran lingkungan dan pembukaan lapangan
pekerjaan.
3.12 Integrated Tourism Master Plan akan memandu skala dan lokasi spasial dari
pertumbuhan spasial dan infrastruktur yang akan dating serta menetapkan
kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik untuk memastikan bahwa asset-aset
lingkungan, sosial, masyarakat dan warisan budaya yang sangat penting tetap
dilindungi, dan dampak-dampaknya dikelola dan dipantau dengan semestinya.
Pemahaman yang mendalam mengenai hambatan dan peluang untuk
pengembangan Wilayah Destinasi Pariwisata karenanya merupakan prasyarat untuk
memastikan bahwa pengembangan pariwisata akan dilakukan berkelanjutan.
D.1 Konsultan akan (a) mengumpulkan dan menafsirkan data dasar
yang terkait dan (b) mengembangkan peta-peta dan laporan-laporan
tentang tantangan, peluang dan hambatan untuk pertumbuhan yang
berkelanjutan secara lingkungan dan sosial dan untuk berbagai jenis
fasilitas pariwisata serta infrastruktur pendukung.
Dalam menjalankan subtugas D.1, Konsultan harus mengakui bahwa
konsep peluangdan hambatan dapat diterapkan secara berbeda
tergantung pada apakah wilayah yang sedang dipertimbangkan telah
memiliki fasilitas-fasilitas pariwisata atau belum berkembang.
• Jika fasilitas-fasilitas pariwisata sudah ada, peluang dapat mencakup
perluasan, peningkatan, restorasi, atau pelestarian.
• Contoh-contoh hambatan dalam hal ini adalah: pengembangan di
sekitarnya yang tidak konsisten dengan atau menyimpang dari nilai
atau tujuan-tujuan pariwisata; kurangnya akses yang memadai;
degradasi lingkungan; kurangnya peraturan yang diperlukan;
ketiadaan pengendalian untuk mencegah penggunaan yang berlebih;
kurangnya marka/display publik (marka-marka, display public),
pusat-pusat informasi, dan kemudahan-kemudahan wisatawan; atau
kapasitas pengelolaan limbah yang tidak memadai.
• Dalam situasi yang tidak/belum berkembang atau lahan hijau
(greenfield), peluangnya adalah hal-hal yang tersedia yang
merupakan asset lingkungan, sosial, atau kultural.
Lampiran
74
• Hambatan yang akan diterapkan adalah hal-hal yang dapat mencegah
pengembangan asset-aset yang akan mengakibatkan dampak negatif
terhadap peluang-peluang tersebut. Contoh-contohnya dapat
mencakup: belum ada pengembangan terhadap lereng-lereng curam
atau di wilayah rawan banjir, kode-kode bangunan khusus di
wilayah-wilayah dengan risiko seismik, pengendalian pada lokasi
serta karakteristik struktur untuk menghindari dampak-dampak
terhadap viewscape, atau penyediaan jasa pengelolaan limbah yang
beriringan dengan pengembangan.
D.2 Sejalan dengan anggaran rumah tangga/undang-undang tentang
wilayah yang dilindungi serta zona-zona inti dan penyangganya
(misalnyaTaman Nasional, Situs-situs Warisan Dunia, Geopark, Biosfer,
dan Wilayah Terlindung Laut/Marine Protected Areas), peta-peta tersebut
harus menampilkan zona-zona “larangan pengembangan”, zona-zona
yang cocok hanya untuk jenis-jenis pengembangan tertentu, zona-zona
dengan sedikit atau tanpa pembatasan terhadap jenis pengembangan, dan
setiap peraturan bangunan yang direkomendasikan, dll. Ini harus
memasukkan pembatasan-pembatasan pengembangan dan kondisi-
kondisi yang terkait dengan mitigasi risiko bahaya alam secara jelas.
D.3 Kebijakan penjagaan World Bank harus diperhitungkan dalam
tugas ini, panduan berikut ini sebagaimana yang disajikan secara
terperinci dalam Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (atau
Instrumen Penjagaan Lingkungan dan Sosialyang setara, akan ditegaskan
pada saat perundingan kontrak). Unsur-unsur kebijakan yang memandu
pengembangan ke arah hasil-hasil yang positif terhadap kondisi
lingkungan, sosial (termasuk gender), sosio-ekonomi dan warisan budaya
akan diperhitungkan dalam mengidentifikasi peluang, dan pelarangan
serta pembatasan-pembatasan yang disajikan dalam beberapa kebijakan
tersebut akan menjadi bagian dari hambatan. Kebijakan-kebijakan yang
paling sesuai pada tahap perencanaan ini44:
1) OP 4.01 Analisis Lingkungan dan hierarki pengelolaan
dampaknya – cegah, minimalisir, mitigasi, dan imbangi dengan
urutan preferensi menurun.
2) OP 4.04 Habitat Alam dan batasan-batasannya terhadap konversi
habitat kritis dan alam.
44Lihat juga kerangka Pengelolaan Lingkungan dan SosialManagement Framework (atau Instrumen Penjagaan
Lingkungan dan Sosial yang setara yang akan ditegaskan pada saat Perundingan Kontrak).
Lampiran
75
3) OP 4.10 Masyarakat adat yang memiliki tujuan-tujuan yang
diantaranya ialah menghindari atau meminimalisir dampak
buruk terhadap masyarakat asli.
4) OP 4.11 Sumber daya Fisik Kultural yang bertujuan untuk
melindungi sifat kultural yang diketahui dan ditemukan secara
kebetulan.
5) OP 4.12 Relokasi Spontan dengan perhatian khusus terhadap
asas-asas penghindaran atau minimalisir pemindahan, termasuk
pemindahan ekonomi melalui batasan akses ke sumber daya
alam adat.
6) Panduan Lingkungan, Kesehatan, dan Keselamatan (World Bank
Group, 2007 plus pemutakhiran, umumnya disebut sebagai EHS
Guidelines)45. Bagian-bagian yang berlaku adalah Panduan
Umum, yang termasuk standar udara, air, dan kebisingan;
keselamatan masyarakat dan tempat kerja; pencegahan polusi;
perlindungan energi dan air, dll. Ditambah sejumlah panduan
sektoral termasuk:
i. Pengembangan Pariwisata dan Keramah-tamahan
ii. Fasilitas-fasilitas Pengelolaan Limbah
iii. Air dan Sanitasi
iv. Pelabuhan, Dermaga dan Terminal
v. Bandar Udara
vi. Jalan Tol
vii. Transmisi dan Distribusi Tenaga Listrik.
3.13 Asas-asas dari kebijakan penjagaan disajikan secara terperinci dalam Kerangka
Pengelolaan Lingkungan dan Sosial. Relevansi Panduan EHS sektoral dalam Tugas
E terutama dalam pemilihan tapak untuk berbagai jenis infrastruktur. Aspek-aspek
lain dari panduan yang mereka sediakan akan merupakan hal yang penting dalam
Tugas G.
3.14 TUGAS E: Ringkasan kesenjangan kritis dan peluang untuk pengembangan destinasi
berkelanjutan. Berdasarkan temuan-temuan dalam A-D, Konsultan akan mengutip
kesenjangan kritis dan peluanguntuk memastikan pengembangan destinasi yang
berkelanjutan. Tugas ini termasuk hal-hal sebagai:
E. Meringkas Kekuangan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (Strengths,
Weaknesses, Opportunities and Threats—SWOT) pariwisata di destinasi di
seluruh rantai nilai pariwisata: berdasarkantemuan dari analisis baseline yang
diadakan dalam Tugas-tugas A sampai D, Konsultan akan menyusun daftar
45 www.ifc.org/ehsguidelines
Lampiran
76
Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (Strengths, Weaknesses,
Opportunities and Threats (SWOT)) pariwisata pada destinasi, sesuai
dengan empat pilar daya saing destinasi berikut ini:
1) Kondisi permintaan, termasuk:
i. Tren pengunjung: kedatangan pariwisata domestic dan
internasional, pengeluaran, lama menginapdan musiman.
ii. Konsentrasi dan penyebaran pengunjung spasial.
iii. Akses pengunjung: pilihan akses udara, darat dan laut serta
biaya komparatif; kondisi dan ongkos masuk atraksi.
iv. Profil dan preferensi pengunjung: demografis, segmen,
pengalaman dan kegiatan.
v. Saluran-saluran distribusi dan reservasi: perekonomian berbagi
(sharing economy), saluran pemesanan digital, perantara-
perantara perdagangan perjalanan.
2) Sumber daya pariwisata, termasuk:
i. Fitur-fitur, atraksi dan pengalaman pariwisata alam.
ii. Fitur-fitur, atraksi dan pengalaman pariwisata budaya.
iii. Atraksi dan pengalaman pariwisata buatan manusia.
iv. Kapasitas sumber daya manusia dan usaha.
v. Kondisi ketersediaan, kualitas dan kepemilikan lahan untuk
pengembangan pariwisata.
vi. Keberlanjutan dan daya tampung sumber daya alam dan
budaya.
3) fasilitas dan jasa pendukung, termasuk:
i. Kapasitas, hunian, pendapatan dan penetapan harga
akomodasi.
ii. Keragaman dan kualitas Katering/restoran.
iii. Pilihan-pilihan pengangkutan pengunjung (termasuk frekuensi
layanan per hari atau per minggu) seperti waktu perjalanan
dan ongkos dari masing-masing pilihan.
iv. Pengoperasian tamasya, pengoperasian kegiatan serta ragam
dan kualitas pemanduan.
v. Kapasitas dan kualitas infrastruktur terkait pariwisata
(bandara, jalan, air, listrik, pengelolaan limbah, dll.).
vi. Ketersediaan dan kualitas kemudahan-kemudahan pengunjung
(sanitasi, informasi, marka/display publik, tempat duduk,
perlindungan, dll.)
vii. Fasilitas dan sumber daya pelatihan pariwisata.
viii. Kualitas dan ragam ritel dan belanja.
Lampiran
77
ix. Fasilitas dan layanan terkait pariwisata lainnya (misalnya
finansial).
x. Konsentrasi dan penyebaran spasial fasilitas dan layanan
pendukung.
4) Struktur dan organisasi industri termasuk:
i. Organisasi, kapasitas dan keahlian pariwisata sektor publik,
sektor swasta dan berbasis masyarakat.
ii. Relevansi dan cakupan kebijakan dan perencanaan.
iii. Keberadaan dan relevansi program-program pemasaran dan
strategi branding serta tindakan.
iv. Rasio kinerja, kemajuan dan keberhasilan dengan kebijakan
dan rencana pelaksanaan.
v. Kemitraan dan kerjasama Publik-swasta-masyarakat.
vi. Inisiatif jaminan kualitas.
vii. Kebijakan-kebijakan dan promosi investasi pariwisata.
E.2 Mengartikulasi faktor-faktor keberhasilan yang amat penting untuk
pengembangan pariwisata berkelanjutan: Menyusun prioritas dan, jika perlu,
mengelompokkan unsur-unsur SWOT untuk memeroleh peluangdan
kesenjangan kritis yang harus diselesaikan dalam ITMP, untuk memastikan
dan memaksimalisir pertumbuhan pariwisata berkelanjutan.
3.15 TUGAS F: Persiapan proyeksi pertumbuhan dan skenario pengembangan.
Berdasarkanan analisis kondisi saat ini dan potensi pertumbuhan, langkah
selanjutnya adalah memersiapkan proyeksi pertumbuhan (F1) dan untuk
menerjemahkan semua ini menjadi kebutuhan spasial dalam kaitannya dengan
kemungkinan skenario pengembangan (F2) sembari mempertimbangkan dengan
baik peluangdan hambatan (D) serta analisis SWOT (E1) yang telah teridentifikasi.
3.16 Konsultan akan memersiapkan model-model berbasia GIS untuk proyeksi
pertumbuhan serta untuk persiapan dan visualisasi skenario pengembangan
spasial yang berbeda. Diharapkan bahwa model tersebut akan direplikasi dan
digunakan pada destinasi-destinasi wisata lain dan mendukung Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan/atau pejabat setempat dalam
persiapan rencana pembangunan pariwisata.
Lampiran
78
F.1 Memersiapkan proyeksi pertumbuhandan standar-standar perencanaan
berdedikasi:
1) Konsultan akan memersiapkan proyeksi pertumbuhan untuk
jangka waktu 25 tahun dan proyeksi pertumbuhan jangka
menengah selama 5 tahun, termasukpariwisata, sektor-sektor
ekonomi daerah lain, kepadatan penduduk dan peluang kerja.
2) Proyeksi pertumbuhan penduduk harus memertimbangkan
penduduk tetap, penduduk sementara (pengunjung asing dan
domestik), serta kemungkinan membanjirnya pencari kerja dan
keluarga mereka yang tertarik oleh peluang ekonomi karena
pengembangan pariwisata yang dipercepat.
3) Proyeksi pertumbuhan pengunjung dan lapangan pekerjaan terkait
pariwisata akan tumbuh, tetapi meningkatkan dan memutakhirkan
AnalisisPasar dan Studi Demand Penilaian untuk memungkinkan
kuantifikasi indikator-indikator permintaan seperti:
• Beban pengunjung puncak (baik di tingkat Wilayah Destinasi
Pariwisata maupun Key Tourism Area)
• Jumlah kamar hotel tambahan
• Kapasitas tambahan jaringan transportasiasi (jalan, bandara,
pelabuhan laut, dll.)
• Jumlah staf ahli yang dibutuhkan, dll.
F.2 Memersiapkan dan membahas skenario pengembangan tata ruang
alternatif:
1) Konsultan akan memersiapkan paling tidak tiga skenario
pengembangna spasial yang berbeda untuk mengakomodir dan
memandu pertumbuhan yang diproyeksikan dan akan menyajikan
serta membahas temuan-temuan, standar-standar perencanaan
yang diajukan dan skenario-skenario pengembangan dengan
semua pemangku kepentingan terkait.
2) Semua skenario ini akan mencerminkan keragaman konsep
pertumbuhan pariwisata dan model-model pengembangan
penggunaan lahan di masa depan yang berbeda, serta peluang dan
hambatan lingkungan, sosial, sosio-ekonomi dan warisan budaya
terkait.
3) Satu skenario akan dipilih untuk penjabaran lebih lanjut, dengan
berkonsultasi secara melekat dengan Pemerintah Indonesia dan
yang mencerminkan pandangan dari semua pemangku
kepentingan terkait.
Lampiran
79
4) Persiapan skenario pengembangan spasial untuk mencakup
kegiatan-kegiatan berikut ini:
i. Mengidentifikasi kebutuhan lahan tambahan untuk
kebutuhan tempat tinggal, industri, komersil dan
pariwisata yang akan datang, serta kebutuhan
infrastruktur, termasuk kebutuhan lahan untuk perumahan
para karyawan pariwisata beserta keluarga mereka.
ii. Mengidentifikasi persaingan permintaan akan lahan,
sumber daya alam dan infrastruktur untuk pengembangan
pariwisata dan sektor-sektor ekonomi lain (bukan
pariwisata).
iii. Mengidentifikasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial,
sosio-ekonomi, dan warisan budaya untuk pertumbuhan
(lihat tugas D).
iv. Mengidentifikasi peluang untuk pengelompokan
pengembangan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan
lahan, penyediaan infrastruktur dan jasa, termasuk peluang
untuk penyediaan jasa gabungan dan subsidi silang untuk
akomodasi dan fasilitas wisatawan serta masyarakat
setempat (yang berpendapatan rendah).
v. Mengidentifikasi dan mengkuantifikasi investasi yang
dibutuhkan untuk memerbaiki kekurangan dalam hal
infrastruktur dan penyediaan layanan saat ini yang
teridentifikasi dalam Tugas C2 dan di samping investasi
yang dibutuhkan dalam mendukung pengembangan yang
akan datang (bandara, pelabuhan, jalan dan angkutan,
penyediaan air bersih, pengelolaan air limbah, pengelolaan
drainase dan air hujan, pengelolaan limbah padat, mitigasi
bencana alam dan buatan, perumahan, energi,
telekomunikasi dan utilitas-utilitas lainnya).
vi. Mengidentifikasi intervensi, area atau kegiatan strategis
yang dapat memajukan atau memfasilitasi sektor swasta,
pemda, serta masyarakat untuk ikut serta dalam
pengembangan infrastruktur, fasilitass, dan atraksi terkait
pengunjung.
vii. Mengevaluasi masing-masing skenario pengembangan
dengan cukup terperinci untuk agar para pemangku
kepentingan dapat membandingkannya dalam kaitannya
dengan dampak ekonomi, lingkungan, sosial (termasuk
gender) dan warisan budaya yang positif dan negatif dan
Lampiran
80
kepatuhan terhadap asas-asas kebijakan penjagaan World
Bank yang berlaku.
F.3 Persiapan sistem dukungan pembuatan keputusan spasial berbasis GIS.
Konsultan juga akan memersiapkan peta berbasis GIS yang akan
memerlihatkan proyeksi pertumbuhan di destinasi wisata dan
menautkannya dengan skenario-skenario pengembangan spasial yang
akan membantu para pemangku kepentingan untuk membuat keputusan
terbaik berdasarkan pilihan-pilihan skenario yang berbeda. Diharapkan
bahwa model tersebut dapat direplikasi di destinasi wisata lainnya,
dengan menerapkan variabel-variabel yang serupa atau berbeda terhadap
model yang dianggap penting untuk destinasi-destinasi tersebut.
MPWH akan memberikan akses ke peta-peta skala 1:25000 yang terkait
untuk destinasi tersebut dan, jika ada, peta-peta skala 1:5000 yang relevan
untuk Key Tourism Areas yang teridentifikasi. Konsultan akan
menggunakannya untuk menyajikan representasi visual dari skenario-
skenario tersebut.
3.17 TUGAS G: Memerinci skenario pengembangan yang diinginkan. Setelah memilih
skenario yang diinginkan, tugas selanjutnya adalah merumuskan suatu arah
pertumbuhan strategis (G1) dan memersiapkan sebuah Keseluruhan Rencana
Pembangunan (Rencana Pengembangan Keseluruhan) untuk keseluruhan Wilayah
Destinasi Pariwisata (G2) dan rencana-rencana pengembangan terperinci untuk Key
Tourism Areas yang ada dan terpilih di masa datang (G3). Lihat Lampiran 1 untuk
batas-batas spasial wilayah-wilayah target untuk perencanaan.
G1 Merumuskan suatu arah pertumbuhan strategis pariwisata, untuk
memandu keputusan-keputusan mengenai sifat dan taraf proposal-
proposal pengembangan dan tindakan-tindakan yang dimasukkan dalam
rencana pengembangan keseluruhan dan terperinci yang membentuk
ITMP. Ini harus mencakup:
1) Sebuah visi destinasi wisata selama 25-tahun. Visi tersebut harus singkat
dan padat serta memberikan suatu pernyataan tentang karakter,
skala dan dampak pariwisata di wilayah destinasi.
2) Tujuan pertumbuhan, yang harus spesifik, terukur, dapat dicapai,
relevan dan berfokus pada waktu, berdasarkan proyeksi skenario
yang dipilih. Tujuan-tujuan ini harus terkait dengan faktor-faktor
keberhasilan kritis untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan
yang teridentifikasi dalam E2.
Lampiran
81
3) Asas-asas pengembangan, yang akan bertindak sebagai titik
kedatangan serta landasan-landasan untuk jenis pariwisata yang
diusahakan serta pendekatan-pendekatan pembangunan yang
diterapkan dalam merumuskan rencana pembangunan keseluruhan
dan terperinci yang membentuk ITMP.
4) Pemosisioan destinasi dan rencana penjualan yang khas, yang menyoroti
landasan untuk melakukan diferensiasi dan promosi destinasi
sehubungan dengan destinasi-destinasi kompetitor di Indonesia
dan, jika mungkin, secara internasional, dan implikasi-implikasi
pemosisian demikian terhadap alam dan skala pengembangan
pariwisata.
G.2 Persiapan Rencana Pengembangan Keseluruhan untuk seluruh
Wilayah Destinasi Pariwisata berdasarkan skenario pengembangan yang
diinginkan menggunakan peta-peta GIS. Kegiatan-kegiatan khusus
mencakup:
1) Memersiapkan sebuah peta penggunaan lahan sementara untuk
seluruh Wilayah Destinasi Pariwisata (untuk tahun 2025 dan 2045)
termasuk lokasi terperinci, bentuk dan ukuran wilayah-wilayah
pengembangan baru dengan penekanan khusus pada
pengembangan pariwisata. Peta tersebut dapat menyajikan zona-
zona “larangan pengembangan”, zona-zona yang sesuai hanya
untuk jenis pengembangan tertentu (terbatas), zona-zona dengan
sedikit atau tanpa batasan tentang jenis pengembangan, dll.
2) Mengidentifikasi persoalan-persoalan (seperti kesenjangan,
batasan-batasan) dalam hal kerangka legislatif, kebijakan dan
perencanaan yang terkait, serta pelaksanaannya, dan memberikan
rekomendasi-rekomendasi yang akan memberikan manfaat bagi
hasil-hasil sektor pariwisata yang berkelanjutan. Konsultan akan
memberikan rekomendasi khusus mengenai cara untuk
memerkuat program-program dan kegiatan-kegiatan rencana
spasial dan sektoral yang ada sehingga semua ini dapat beriringan
dengan visi dan tema yang diajukan dalam skenario
pengembangan yang dipilih.
3) Mengidentifikasi dan membahas persoalan-persoalan pembebasan
dan pemilikan lahan terkait dengan skenario pengembangan yang
diinginkan. Sebagaimana yang skenario pengembangan yang
dipilih. Sebagaimana yang berlaku, mengidentifikasi dan
membahas situs-situs/permukiman-permukiman terkait IPs yang
menarik wisatawan, terkait dengan skenario pengembangan yang
dipilih.
Lampiran
82
4) Dengan kerjasama melekat dengan badan-badan pemerintah
terkait, SOE, sektor swasta dan masyarakat setempat
mengevaluasi, membahas dan menetapkan untuk masing-masing
Key Tourism Area yang ada dan yang baru, sudut pandang
pengembangan optimal, termasuk “batas-batas perubahan yang
dapat diterima,”46 tipologi dan taraf akomodasi, fasilitas dan
layanan pengunjung.
5) Mengevaluasi pilihan-pilihan pentahapan dan memilih Key
Tourism Areas prioritas yang ada dan yang baru untuk
dikembangkan dengan ukuran dan bentuk terperinci terkait yang
konsisten dengan permintaan yang diproyeksikan untuk semua
penggunaan lahan dengan penekanan khusus pada
pengembangan pariwisata masing-masing selama lima tahun
(2021-2025 / 2026-2030 / 2031-2035 / 2036-2040/2041-2045).
Analisis Pasar dan studi Demand Penilaian sudah mengajukan Key
Tourism Areas prioritas yang ada dan yang baru (Lampiran 1),
tetapi pada tahap ini dalam proses perencanaan pemilihan Key
Tourism Areas harus diperbaiki, disesuaikan dan/atau ditegaskan
sebagai bagian dari tugas ini.
6) Memersiapkan desain-desain konseptual dan perkiraan biaya
untuk semua infrastruktur dan jasa yang dibutuhkan dengan
batas-batas waktu perencanaan selama 5 dan 25 tahun berturut-
turut untuk seluruh Wilayah Destinasi Pariwisata, termasuk
penanaman modal yang dibutuhkan untuk memperbaiki
kekurangan dalam infrastruktur saat ini dan pemberian layanan
yang teridentifikasi di bawah Tugas C2 dan di samping
penanaman modal yang dibutuhkan untuk mendukung
pengembangan yang akan datang (bandara. pelabuhan, jalan dan
angkutan, penyediaan air bersih, pengelolaan air limbah, mitigasi
risiko bencana alam, pengelolaan drainase dan air hujan,
pengelolaan limbah padat, perumahan, energi, telekomunikasi dan
utilitas-utilitas lainnya).
7) Mengidentifikasi kebutuhan kapasitas ambang batas naik utama
(perluasan bandara, fasilitas-fasilitas perawatan, lokasi
46Strategi-strategi pengelolaan “Daya tampung”—membatasi jumlah pengunjung sampai suatu batas mutlak—
merupakan hal yang menarik tetapi memiliki batasan-batasan karena: (i) dampak pariwisata tergantung tidak hanya pada jumlah mutlak wisatawan tetapi juga pada perilaku wisatawan, infrastruktur, dan pengelolaan; (ii) penduduk setempat juga menciptakan dampak yang negatif secara potensial dan penggunaan sumber daya; dan (iii) kualitas pengalaman pengunjung tidak begitu saja meningkat sebagai akibatnya. Bahkan, menerapkan strategi pengelolaan adaptif berdasarkan “batas-batas perubahan yang dapat diterima” dapat membantu memastikan bahwa nilai-nilai destinasi yang menarik wisatawan dapat teridentifikasi, terpantau, dan terpelihara dari waktu ke waktu. Hasil-hasil dari pemantauan kemudian dapat digunakan untuk menerapkan strategi-strategi untuk menjaga kondisi ekologis optimum.
Lampiran
83
pembuangan, dll.) dan memrsiapkan rencana pentahapan selama
25 tahun untuk investasi ambang batas utama yang diantisipasi
untuk semua infrastruktur dan layanan.
8) Memersiapkan sebuah rencana pentahapan terintegrasi untuk
penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan secara bertahap,
memastikan semua itu menjawab dan memecahkan kekurangan-
kekurangan yang ada dan permintaan pengunjung yang
diproyeksikan serta dirancang untuk mendukung dan memandu
pengembangan pariwisata dan meminimalisir risiko, dengan batas
waktu perencanaan selama 5 tahun dan 25 tahun berturut-turut.
9) Mengevaluasi kelayakan ekonomi investasi-investasi yang
diajukan dan membahas kemungkinan penyesuaian pada program
investasi dan/atau pentahapan program jika dianggap perlu untuk
meningkatkan dampak dan kelayakan ekonomi (proses berulang).
10) Menilai dampak-dampak lingkungan, sosial (termasuk IPs) dan
warisan budaya terkait dengan skenario pengembangan yang
dipilih pada skala dan tingkat perincian yang tepat, yang
memerhitungkan dampak-dampak kumulatif dan yang dihasilkan
serta dampak-dampak fasilitas-fasilitas terkait, dan memersiapkan
rencana-rencana mitigasi dan pemantauan tingkat tinggi sesuai
dengan Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (atau
Instrumen Penjagaan Lingkungan dan Sosial yang setara yang
akan ditegaskan pada saat Perundingan Kontrak).
11) Mengidentifikasi dan membahas persoalan perlindungan alam
(termasuk keragaman hayati) dan warisan budaya terkait dengan
skenario pengembangan yang dipilih dan mencari solusi-solusi
yang cocok, bukannya bersaing, dengan penyediaan infrastruktur
dan pemberian layanan dari skenario pengembangan yang dipilih.
12) Mengidentifikasi kesadaran pemerintah dan masyarakat serta
kebutuhan pembinaan kapasitas untuk pengembangan pariwisata
inklusif.
13) Mengidentifikasi peluang dan kebutuhan akan pengembangan
keahlian untuk penyediaan pasar pariwisata (pendidikan,
pengembangan UMKM).
14) Mengidentifikasi pengaturan-pengaturan kelembagaan untuk
melaksanakan skenario pembangunan.
G.3 Persiapan rencana-rencana pengembangan terperinci untuk Key
Tourism Areas prioritas. Dengan bekerjasama secara melekat dengan
badan-badan pemerintah terkait, SOE, sektor swasta dan masyarakat
Lampiran
84
setempat, Konsultan akan memersiapkan rencana pengembangan
bertahap terperinci (lingkup perencanaan 5 tahun) untuk:
a) Semua Key Tourism Areas yang ada dalam Wilayah Destinasi
Pariwisata (klaster-klaster hotel serta fasilitas-fasilitas dan atraksi
pengunjung yang ada);
b) Untuk Key Tourism Areas yang baru yang telah diprioritaskan
untuk pengembangan pariwisata dalam 5 pertama (2021-2025).
3.18 Daftar strategi-strategi, tujuan, kebijakan dan program-program yang
teridentifikasi dalam rencana 5 tahun harus dilakukan bertahap setiap tahun (2021
/ 2022 / 2023 / 2024 / 2025).
3.19 Rencana-rencana tersebut harus disajikan pada skala 1:5000 bersamaan dengan
desain garis besar dan perkiraan biaya untuk semua penyediaan infrastruktur dan
pemberian layanan menggunakan Peta-peta berbasis GIS.
3.20 Desain-desain garis besar dan perkiraan-perkiraan biaya tersebut akan mencakup
semua investasi yang dibutuhkan untuk memecahkan kekurangan-kekurangan
dalam Key Tourism Areas dalam penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan
saat ini di bawah Tugas C2 dan di samping investasi-investasi yang dibutuhkan
untuk mendukung pengembangan yang akan datang (pengembangan tapak, jalan
dan angkutan termasuk angkutan bukan motor, penyediaan air bersih,
pengelolaan air limbah, pengelolaan drainase dan air hujan, pengelolaan limbah
padat, mitigasi risiko bencana alam, perumahan, energi, telekomunikasi dan
utilitas-utilitas lainnya).
3.21 Konsultan akan memersiapkan rencana sampai dengan tingkat kelayakan untuk
penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan terpilih untuk tahun pertama
penanaman modal dan rencana pembiayaan.misalnyaKriteria untuk pemilihan
infrastruktur dengan rencana kelayakan akan disepakati oleh RIDA dan
Konsultan. Tahun pertama dalam rencana lima tahun ini akan dikenal sebagai
Urgent Investment Plan dan akan perlu dilengkapi pada akhir bulan Juni. Pada
gilirannya ini berarti bahwa Konsultan mungkin perlu menjalankan persiapan
Urgent Investment Plan sejalan dengan pengerjaan Analisis Baseline dan dalam
memilih sub-proyek potensial akan perlu memastikan bahwa semua ini tidak
membahayakan Strategi Pengembangan Pariwisata yang belum dipersiapkan.
3.22 Rencana pengembangan terperinci harus ditautkan secara langsung dengan
pertumbuhan pengunjung yang diproyeksikan dan harus cukup fleksibel untuk
memungkinkan penyesuaian dalam hal pertumbuhan sebenarnya melebihi atau
jauh di bawah harapan selama tahun-tahun tersebut.
Lampiran
85
3.23 Rencana-rencana pengembangan akan memberikan peta-peta dan uraian-uraian
terperinci dalam kaitannya dengan tipologi dan karakter yang ada dan yang akan
datang mengenai Key Tourism Areas yang ada dan yang baru diprioritaskan,
penggunaan lahan terperinci, spesifikasi kapasitas dan tipologi akomodasi
pengunjung, fasilitas-fasilitas pengunjung, layanan dan atraksi, perumahan untuk
para karyawan di sektor pariwisata serta keluarganya, infrastruktur dan layanan
yang ada dan yang direncanakan, peraturan bangunan dan pengendalian
pengembangan.
3.24 Rencana pengembangan terperinci akan menyediakan standar-standar dan
panduan-panduan perencanaan berdedikasi yang disarankan untuk mengelola
dan mengendalikan pembangunan, termasuk tapi tidak terbatas pada:
a) Kepadatan bangunan, rasio lantai-ruang, tinggi bangunan maksimum.
b) Perencanaan dan pengelolaan lalu lintas.
c) Permintaan, distribusi dan pengelolaan air.
d) Produksi dan pengelolaan air limbah.
e) Produksi limbah padat dan pengelolaan limbah.
f) Drainase dan perlindungan banjir.
g) Penerangan jalan.
h) Permintaan listrik.
i) Layanan internet pita lebar.
j) Mitigasi bahaya dan risiko alam.
k) Warisan gaya arsitektur dan konservasi
l) Standar-standar desain jalan untuk mengakomodir tidak hanya
permintaan lalu lintas, tetapi juga persyaratan untuk pengelolaan lalu
lintas, pejalan kaki, keselamatan jalan, seni pertamanan, parkir,
marka/display publik, dll.
m) Seni pertamanan terkait dengan tempat tinggal, fasilitas pengunjung, dan
penggunaan lahan lainnya.
n) Panduan-panduan perlindungan alam untuk melindungi dan
mengembalikan wilayah-wilayah alami dan keragaman hayati.
o) Panduan-panduan kultural, agamis, historis dan arkeologis untuk
melindungi fitur-fitur yang bernilai.
p) Pengelolaan Pengunjung / Rencana Pengendalian Keramaian untuk
tapak-tapak pariwisata dengan daya dukung terbatas, seperti candi, situs-
situs warisan dan desa-desa budaya.
q) Pengaturan-pengaturan kelembagaan yang diajukan untuk memantau
kondisi aset alamiah, sosial dan budaya serta untuk melaksanakan
rencana-rencana untuk perlindungannya.
r) Panduan Ruang terbuka hijau, pemandangan yang indah, dan sudut
pandang.
Lampiran
86
s) Penggunaan sungai dan danau rekreational.
t) Penggunaan air yang efisien dalam rumah tangga, komersil maupun
industri.
u) Panduan-panduan Pengelolaan Sosial untuk menghindari atau
meminimalisir konflik sosial atau efek negatif potensial karena
pelaksanaan rencana pengembangan.
v) Panduan-panduan untuk Rencana Tindak Pembebasan Lahan atau
Relolasi untuk menyarankan para pemangku kepentingan yang
melaksanakan rencana pengembangan dalam hal kegiatan-kegiatan yang
diajukan berpotensi membutuhkan pembebasan lahan47
w) Kerangka /Panduan Perencanaan Masyarakat adat untuk memandu para
pemangku kepentingan yang melaksanakan rencan apengembangan
dalam hal kegiatan-kegiatan yang diajukan berpotensi memengaruhi
Masyarakat adat48
3.25 TUGAS H: Perumusan Integrated Tourism Master Plan,4950terdiri atas:
1. Rencana Pengembangan Pariwisata (G1) bertahap
2. Rencana Investasi dan Pembiayaan untuk Infrastruktur dan layanan (G2
dan G3)
3. Masukan-masukan untuk program-program pemasarna destinasi (B
dan H)
4. Sebuah Program Pengembangan Kelembagaan (G4)
5. Sebuah Program Pembinaan Kapasitas (G5)
Dan yang mencakup subtugas-subtugas berikut ini:
H.1
Memersiapkan sebuah Rencana Pengembangan Pariwisata bertahap.
Konsolidasikan hasil-hasil Keseluruhan Rencana Pengembangan (tugas F1)
dan rencana pengembangan terperinci (tugas F2) dan memersiapkan
sebuah Rencana Pengembangan Pariwisata Bertahap (Phased Tourism
Development Plan) dalam peta GIS, terdiri atas:
47Lihat juga Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (atau Instrumen Penjagaan Lingkungan dan Sosial yang
setara yang akan ditegaskan pada saat Perundingan Kontrak).
48Lihat juga Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (atau Instrumen Penjagaan Lingkungan dan Sosial yang
setara yang akan ditegaskan pada saat Perundingan Kontrak).
49 Integrated Tourism Master Plan akan menyediakan panduan untuk pejabat setempat dan provinsi selama proses
revisi rencana spasial dan sektoral setempat dan provinsi. Integrated Tourism Master Plan akan mengidentifikasi program-program prioritas, infrastruktur dan layanan yang diperlukan untuk memerkuat kegiatan-kegiatan pariwisata di destinasi.
50Lihat Lampiran 2 untuk kerangka indikatif daftar isi.
Lampiran
87
a) Sebuah rencana penggunaan lahan (1:25.000).
b) Sebuah rencana pentahapan yang menunjukkan lokasi-lokasi
prioritas yang akan dikembangkan, selama masing-masing lima
tahun (lihat alinea 3.23-5 di atas untuk tahapan selama lima
tahun).
c) Rencana-rencana pengembangan terperinci selama 5 tahun
(skala 1:5.000) untuk semua Key Tourism Areas yang ada dan
untuk setiap Key Tourism Areas baru yang diprioritaskan untuk
5 tahun pertama..
d) Sebuah rencana pengembangan akomodasi, fasilitas dan
layanan pariwisata bertahap selama 5 dan 25 tahun berturut-
turut.
e) Pelestarian aset alamiah dan rencana pengelolaan lingkungan
dan sosial.
f) Sebuah rencana pengelolaan pelestarian warisan budaya.
g) Sebuah rencana mitigasi risiko bencana alam.
h) Pengaturan perencanaan, termasuk rekomendasi mengenai
inisiatif hukum dan peraturan yang dibutuhkan untuk
pemberlakuan wajib terhadap integrated tourism master plan
dan bagian-bagian komponennya.51
Jika Rencana Pengembangan Terperinci menunjukkan bahwa
pembangunan fisik atau pengembangan/perubahan penggunaan yang
diajukan akan melibatkan pembebasan lahan tidak sukarela dan/atau
relokasi, Konsultan akan menetapkan bagian Kerangka Pengelolaan
Lingkungan dan Sosial yang relevan (19 Januari 2018) untuk menangani
pembebasan lahan dan/atau relokasi tersebut.
Jika Rencana Pengembangan Terperinci menunjukkan bahwa
pembangunan fisik atau pengembangan lahan/perubahan penggunaan
yang diajukan akan memengaruhi Masyarakat adat, Konsultan akan
menetapkan bagian Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial yang
relevan (19 Januari 2018) untuk menangani dampak terhadap Masyarakat
adat.
H.2
Memersiapkan sebuah Rencana Investasi dan Pembiayaan /Investment and
Financing Plan untuk Infrastruktur dan layanan
51Jika ditentukan bahwa dibutuhkan hukum atau peraturan baru untuk melaksanakan rencana induk
tersebut, ini akan menjadi pokok pekerjaan yang terpisah.
Lampiran
88
Konsolidasikan hasil-hasil Keseluruhan Rencana Pembangunan (tugas F1)
dan rencana pengembangan terperinci (tugas F2) dan memersiapkan
sebuah Rencana Investasi dan Pembiayaan terintegrasi dan bertahap untuk
Infrastruktur dan layanan dan perkiraan biaya terkait untuk semua sektor
pada tingkat pra-kelayakan untuk 5 dan 25 tahun berturut-turut,
bersamaan dengan desain-desain konseptual.
Memersiapkan perkiraan biaya dan sebuah rencana investasi terperinci
untuk lima tahun pertama baik untuk investasi publik maupun swasta
termasuk asumsi-asumsi yang menjadi dasar perkiraan-perkiraan ini.
Memersiapkan sebuah rencana pembiayaan 5-tahun termasuk pembedaan
kontribusi sektor publik dan swasta.
Mengevaluasi kelayakan ekonomi program terkonsolidasi dan membahas
kemungkinan penyesuaian untuk program penanaman modal dan/atau
pentahapan program jika dianggap perlu untuk meningkatkan dampak
dan kelayakan ekonomi (proses berulang).
Rencana investasi tersebut harus dihubungkan secara langsung untuk
memecahkan kekurangan-kekurangan dalam penyediaan infrastruktur
dan pemberian layanan saat ini sebagaimana yang teridentifikasi di bawah
Tugas C2 dan untuk mendukung pertumbuhan pengunjung yang
diproyeksikan dan harus cukup fleksibel untuk memungkinkan
penyesuaian dalam hal pertumbuhan nyata melebihi atau melebihi atau
jauh di bawah harapan selama tahun-tahun tersebut. Rencana investasi
tersebut harus mendukung dan memandu pembangunan pariwisata dan
akan mencakup hal-hal berikut ini:
a) Pengembangan kembali wilayah tersebut
b) Akses eksternal: bandara dan kapasitas angkutan udara,
pelabuhan, jalan tol, jaringan jalan nasional dan provinsi,52 kereta
api, angkutan umum eksternal (jarak jauh)
c) akses internal: jaringan jalan internal,53 fasilitas-fasilitas angkutan
umum internal dan jarak pendek termasuk angkutan air, fasilitas-
fasilitas angkutan tidak bermotor, pengelolaan lalu lintas, trotoar,
keamanan jalan, parkir, dll.
d) drainase dan perlindungan banjir
e) penyediaan air bersih
52Untuk jaringan jalan, yang merupakan bagian dari Pryek, rencana ini juga harus mencakup kebutuhan dalam kaitannya
dengan pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan jalan yang ada selama jangka waktu lima tahun.
53Untuk jaringan jalan, yang merupakan bagian dari Pryek, rencana ini juga harus mencakup kebutuhan dalam kaitannya
dengan pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan jalan yang ada selama jangka waktu lima tahun.
Lampiran
89
f) pengelolaan air limbah dan sanitasi
g) pengelolaan limbah padat dan kebersihan
h) mitigasi bencana alam dan buatan
i) pasokan listrik
j) penerangan jalan
k) kemudahan-kemudahan publik
l) layanan internet pita lebar
m) infrastruktur terkait wisatawan khusus seperti pusat-pusat
pengunjung, marina, dermaga, jalur jalan kaki, jalur tanjakan dan
bersepeda, zona-zona pejalan kaki, marka/display publik, dll.
H.3
Memberikan masukan untuk program-program pemasaran destinasi untuk
dipersiapkan oleh Agen Pemasaran Destinasi.
Berdasarkan pekerjaan Konsultan di bawah Tugas B (Analisis Permintaan
dan peluang untuk pengembangan Wilayah Destinasi Pariwisata) dan
pengembangan rencana-rencana pembangunan pariwisata bertahap
selanjutnya (Tugas H), Konsultan akan memersiapkan masukan-masukan
yang akan membantu dalam perumusan rencana-rencana pemasaran
destinasi untuk mempromosikan destinasi tersebut di dalam negeri dan
secara internasional, di seluruh masa berlangsung dan fase-fase ITMP.
Tanggung jawab untuk mengembangkan dan melaksanakan rencana
pemasaran destinasi akan tetap berada pada Dirjen Pemasaran
Kementerian Pariwisata seperti agen-agen pemasaran destinasi lokal dan
regional. Dalam hal program-program pemasaran destinasi untuk
destinasi tersebut telah dipersiapkan, Konsultan akan menyediakan
umpan balik dan masukan-masukan mengenai revisi yang diperlukan,
jika ada, tentang rencana-rencana yang sedang berlangsung.
Masukan-masukan harus dalam bentuk panduan umum tetapi paling
tidak harus memasukkan hal-hal berikut ini:
a) Proposal untuk mengidentifikasi/memperkuat identitas merk,
citra serta nilai destinasi dan bagaimana hal ini dapat berubah
seiring waktu;
b) Penilaian, identifikasi dan profiling pasar-pasar sumber target
geografis dan segmen-segmen pasar;
c) Rekomendasi-rekomendasi untuk campuran pemasaran
(marketing mix) yang sesuai untuk segmen-segmen pasar target
yang menunjukkan produk-produk, layanan dan pengalaman-
pengalaman pariwisata, untuk dijadikan fokus, inisiatif-inisiatif
Lampiran
90
promosional dan material untuk saluran produksi dan distribusi
yang akan ditargetkan
H.4
Memersiapkan sebuah program pengembangan kelembagaan.
Konsultan akan memersiapkan sebuah program pembangunan
kelembagaan untuk pengelolaan pembangunan pariwisata berkelanjutan
di wilayah destinasi. Program pembangunan kelembagaan harus
memastikan bahwa semua lembaga yang relevan berkomitmen untuk
melaksanakan ITMP dengan upaya bersama.
Persiapan program pembangunan kelembagaan akan dilakukan dengan
kerjasama melekat dengan semua pemangku kepentingan di wilayah
destinasi (lembaga-lembaga pemerintah, SOE, pejabat (semi-)
pemerintahan, sektor swasta, masyarakat setempat, Masyarakat
masyarakat adat, dll.) dan paling tidak akan mencakup kegiatan-kegiatan
berikut ini:
a) Penilaian pemerintah daerah/pemerintah sub-nasional,
pemerintah pusat (kementerian terkait), SOEs, sektor swasta serta
kepentingan dan komitmen masyarakat setempat untuk
mewujudkan ITMP.
b) Identifikasi peran dan tanggung jawab semua lembaga-lembaga
(semi-) pemerintah terkait dalam pelaksanaan ITMP.
c) Identifikasi tanggung jawab pengelolaan dan koordinasi,
termasuk persiapan rencana tindak tahunan, pemantauan dan
evaluasi indikator-indikator kemajuan dan kinerja, penjagaan
lingkungan dan sosial, dll.
d) Identifikasi mekanisme UMKM perencanaan dan koordinasi
untuk pengelolaan pembangunan di seluruh Wilayah Destinasi
Pariwisata dan pengaturan-pengaturan spesifik jika diperlukan
untuk sub-wilayah, yaitu Key Tourism Areas, situs-situs warisan,
wilayah-wilayah yang sensitif secara lingkungan dan sosial, dll.
e) Identifikasi kebutuhan akan revisi hilir rencana-rencana dan
peraturan-peraturan (spasial) formal serta identifikasi lembaga-
lembaga pemerintah yang bertanggung jawab.
Lampiran
91
H.5
Memersiapkan sebuah program pembinaan kapasitas.
Program pembinaan kapasitas harus memastikan bahwa semua
pemangku kepentingan telah siap dan mampu untuk melaksanakan
Integrated Tourism Master Plan. Program pembinaan kapasitas harus
mencakup lembaga-lembaga pemerintah yang terkait, SOEs, sektor swasta
dan masyarakat setempat (termasuk Masyarakat masyarakat adat) dan
akan terdiri atas:
a) Sebuah program pembinaan kapasitas lembaga pemerintah.
b) Program pengembangan sektor swasta, kewirausahaan dan
keahlian, dengan fokus pada peningkatan sertifikasi berbasis
kompetensi yang disesuaikan dengan kebutuhan sektor swasta
dan meningkatkan kapabilitas perusahaan terkait dengan akses
pasar, kualitas layanan dan profitabilitas bisnis.
c) Sebuah program pembinaan kapasitas masyarakat setempat.
Persiapan program pembinaan kapasitas tersebut akan dilakukan dengan
kerjasama erat dengan pemangku kepentingan terkait dan paling tidak
akan mencakup kegiatan-kegiatan berikut ini:
a) Penilaian pemerintah setempat/pemerintah sub-nasional,
pemerintah pusat pemerintah pusat (kementerian terkait), SOEs,
sektor swasta, dan kapasitas masyarakat setempat untuk
mewujudkan ITMP.
b) Identifikasi kebutuhan pembinaan kapasitas kelembagaan untuk
pengelolaan pembangunan pariwisata.
c) Identifikasi kebutuhan pembinaan kapasitas untuk pelaksanaan
rencana-rencana mitigasi dan pemantauan lingkungan dan sosial
termasuk penjagaan.
d) Identifikasi kebutuhan pembinaan kapasitas masyarakat untuk
pembangunan pariwisata inklusif.
e) Identifikasi kebutuhan tambahan untuk sektor swasta, UMKM
dan pengembangan keahlian.
f) Identifikasi kebutuhan formal, non-formal, dan pembelajar
dewasa.
Lampiran
92
3.26 TUGAS I: Memastikan keterlibatan pemangku kepentingan yang aktif. Presentasi dan
jangkauan publik proaktif sangatlah penting untuk melibatkan sektor swasta,
SOEs, masyarakat setempat, universitas, pemerintah setempat, dan lembaga-
lembaga pemerintah pusat terkait. Tepat sejak permulaan penugasan, dalam fase
pendahuluan, Konsultan harus memersiapkan sebuah Rencana Keterlibatan
Pemangku Kepentingan / Rencana Keterlibatan Pemangku Kepentingan.
Membangun pemetaan pemangku kepentingan awal54 dan berdasarkan Rencana
Keterlibatan Pemangku Kepentingan, melalui konsultasi teratur dengan lembaga-
lembaga pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya, Konsultan harus
mengupayakan umpan balik dan mufakat mengenai semua deliverables menengah
dan final.
3.27 Konsultan harus memastikan bahwa semua komentar dan/atau pertimbangan
yang muncul selama proses persetujuan dan ratifikasi formal tercermin dalam
rancangan final Integrated Tourism Master Plan. Mengupayakan umpan balik dan
dukungan pemangku kepentingan harus paling tidak sampai taraf:
a) Tujuan dan visi Integrated Tourism Master Plan
b) Berbagai peluang pariwisata yang disesuaikan dengan destinasi
c) Keragaman pembangunan penggunaan lahan dan perairan yang harus terjadi
di destinasi dan tempat pembangunan ini dilakukan
d) Dampak-dampak lingkungan dan sosial potensial dan risiko-risiko
penggunaan lahan/rencana/perubahan pembangunan atau pengembangan
fisik yang diajukan; ini harus dimasukkan sebagai pertimbangan dalam
mengembangkan pembangunan alternatif/skenario pengembangan
penggunaan lahan
e) Skenario pembangunan alternatif yang diajukan seperti skenario
pembangunan final yang diinginkan
f) Peran dan tanggung jawab semua lembaga (semi-) pemerintah terkait dalam
pelaksanaan integrated tourism master plan
g) peran dan tanggung jawab masyarakat setempat, asosiasi, pemerintah desa,
kecamatan, kabupaten dan provinsi dalam pelaksanaan integrated tourism
master plan, khususnya dalam mengelola atraksi wisatawan
h) peluang pekerjaan yang ada dan masa datang dalam bidang pariwisata,
perusahaan komersil, industri, produksi pertanian, dll.
i) Wilayah-wilayah potensial dimana sektor swasta, pemerintah setempat dan
SOEs tertarik untuk menanamkan modal dalam sektor terkait pariwisata
j) kebutuhan pendidikan formal, non-formal dan pembelajar dewasa
k) rancangan final Integrated Tourism Master Plan.
54 RIDA akan berbagi pemetaan dengan Konsultan pada saat Penetapan Kontrak.
Lampiran
93
4. DELIVERABLES, WAKTU PELAKSANAAN, DAN PENGELOLAAN PROYEK
4.1 Deliverables Tabel berikut ini menetapkan deliverables dan waktu pelaksanaan
yang diharapkan.
Tugas Deliverable (dalam bahasa Inggris dan Bahasa
Indonesia)
Waktu pelaksanaan sementara (bulan
sejak penandatanganan
kontrak)55
1 Laporan Pendahuluan, termasuk:
• Rencana Keterlibatan Pemangku Kepentingan
• Perubahan-perubahan pada propsoal teknis yang timbul dari penyelidikan dan keterlibatan pemangku kepentingan awal
1.5
2 Laporan Analisis Dasar
• Tugas-tugas A, B, C, D dan E 4
3 Rencana Investasi Mendesak / Urgent Investment Plan
• Tugas G3 Akhir Juni
4 Proyeksi dan Pertumbuhan dan Skenario Pembangunan
• Tugas F 5
5 Keseluruhan Rencana Pembangunan
• Tugas G1 9
6 Rencana Pembangunan Terperinci Untuk wilayah inti prioritas
• Tugas G2
9
7 Tourism Development Plan Bertahap
• Tugas H1
11
8 Rencana Pembangunan Infrastruktur dan layanan Terintegrasi Bertahap
• Tugas H2
11
9 Program Pembinaan Kapasitas
• Tugas H4 11
10 Integrated Tourism Master Plan Final
• Tugas H
12
11 Laporan Kemajuan
• Ringkasan tentang kegiatan-kegiatan bulan sebelumnya: sebuah uraian singkat tentang kegiatan-kegiatan di bulan yang akan datang, termasuk tanggal-tanggal dan deliberable kunci serta keterlibatan pemangku kepentingan yang diajukan.
• Persoalan untuk dibahas dalam bentuk Agenda.
Bulanan (dalam 10 hari kalendar
dari akhir bulan)
55 Dimungkinkan untuk memperpendek jangka waktu, seusi dengan Wilayah Destinasi Pariwisata dan Key Tourism
Areas final. Ini akan diklarifikasi dalam TOR sebagaimana dimasukkan dalam Permintaan Proposal.
Lampiran
94
4.2 Format dokumen. Semua laporan akan diserahkan dalam format MS Word dan
PDF. Dibutuhkan 20 (dua puluh) salinan keras dari semua laporan (dalam Bahasa
Indonesia maupun bahasa Inggris). Didorong agar dibuat penetapan program
kerja umum daring sehingga tautan-tautan ke dokumen dapat dikirimkan
sebagai ganti dokumen itu sendiri.
4.3 Peninjauan dokumen. Minimal, deliverables di atas akan ditinjau oleh RIDA.
Untuk masing-masing tinjauan diharapkan bahwa masing-masing deliverable
akan dipresentasikan pada rapat yang akan diadakan di Jakarta, dengan
dokumen diberikan paling lambat satu minggu sebelumnya. Setelah presentasi,
waktu selama dua minggu diberikan agar menyelesaikan RIDA komentar tertulis
resmi. Konsultan dapat mengidentifikasi perincian tinjauan tambahan, dan RIDA
memerlukan waktu peninjauan yang cukup. Proposal agar mengidentifikasi
dengan jelas semua periode peninjauan.
4.4 Pengelolaan proyek. Jasa akan dikelola oleh RIDA melalui sebuah Technical
Steering Committee yang mencakup seorang Manajer Proyek RIDA yang
ditugaskan. RIDA dapat meminta bantuan kepada unit Project Management
Support (PMS) untuk mengawasi pekerjaan ini. Tunjangan akan diberikan untuk
rapat-rapat kemajuan bulanan di Jakarta, dengan Laporan Kemajuan sebagai
fokus pembahasan.
4.5 Kantor proyek. Sembari menjalankan tugas ini, Konsultan diharapkan untuk
mengatur, dan menjalankan tugas-tugas dari kantor lapangan di destinasi.
Pertimbangan penting dalam memilih lokasi di antaranya adalah kemudahan
akses ke Jakarta dan lokasi pemangku kepentingan lokal yang diantisipasi.
Dibutuhkan seorang Perwakilan di Jakarta untuk memastikan hubungan dan
kerjasama yang kuat di tingkat pusat.
4.6 Informasi manajemen. Proyek menetapkan (awal 2019) sebuah sistem informasi
manajemen (MIS) daring: data yang dihasilkan dalam Jasa ini harus disimpan
dalam MIS ini oleh Konsultan, sejalan dengan prosedur-prosedur verifikasi yang
sedang ditetapkan.
Lampiran
95
5. KEBUTUHAN TENAGA AHLI
5.1 Tenaga ahli Inti. Tabel berikut ini mengidentifikasi keahlian inti yang akan
dibutuhkan untuk Jasa tersebut. Sejumlah 90 orang bulan disediakan untuk
tenaga ahli inti.
Tenaga Ahli Inti ~ posisi Kualifikasi Minimum
Team Leader
➢ Pengalaman mengelola proyek ➢ Pengalaman pembangunan pariwisata /
perencanaan pariwisata ➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan
(Gelar master atau yang setara) ➢ Pengalaman internasional yang relevan paling
sedikit 15 tahun ➢ Kompetensi dasar bahasa Indonesia adalah
nilai tambah
Tenaga Ahli Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman internasional yang relevan paling sedikit 15 tahun
➢ Pengalaman merencanakan pariwisata pantai dan laut
➢ Pengetahuan/pengalaman dalam pariwisata berkelanjutan
Ahli ekonomi/Ahli evaluasi ekonomi
& Co-team leader
➢ Pengalaman mengelola proyek ➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan
(Gelar master atau yang setara) ➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun ➢ Fasih berbahasa Inggris dan Indonesia baik
lisan maupun tulisan
Perencana Kota/Daerah ➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Arsitek / Desainer Perkotaan ➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun ➢ Pengalaman solid dalam desain perkotaan
Perencana Transportasiasi ➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Ahli Teknik Jalan ➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Tenaga Ahli WATSAN dan SWM
(Tenaga Teknik Sanitasi)
➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Tenaga Ahli Lingkungan ➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan
Lampiran
96
Tenaga Ahli Inti ~ posisi Kualifikasi Minimum
(Gelar master atau yang setara) ➢ Pengalaman internasional relevan minimal 10
tahun ➢ Pengetahuan/pengalaman dalam konservasi
satwa liar ➢ Pengetahuan/pengalaman dalam pengelolaan
taman nasional
Tenaga Ahli Pembangunan Sosial
➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun ➢ Memiliki pengalaman dalam mengidentifikasi
cagar budaya, tempat bersejarah dan sejenisnya ➢ Kecakapan dalam mengidentifikasi nilai
budaya masyarakat yang perlu diakomodasi dalam pengembangan dan pembangunan suatu daerah
➢ Mampu menyusun rekomendasi tentang pemanfaatan warisan budaya daerah sebagai elemen ruang pengembangan daerah
Tenaga Ahli Kehutanan /ekologi
➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun ➢ Memiliki pengalaman dalam konservasi
sumberdaya alam khususnya bidang kehutanan
Tenaga Ahli Pembangunan / Pembinaan Kapasitas
Kelembagaan
➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Tenaga Ahli Pengembangan Keahlian / Kapabilitas
Perusahaan
➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Catatan:
Pengalaman internasional relevan’ berarti pekerjaan proyek yang serupa sebelumnya
paling tidak di negara-negara selain negara asal Tenaga Ahli Kunci.
5.2 Tenaga Ahli Non-inti Di samping Tenaga ahli inti di atas, Konsultan akan perlu
menyediakan tenaga ahli non-inti jika dianggap perlu selama jalannya
penugasan. Ini dapat mencakup tenaga ahli bandara, tenaga ahli pelabuhan,
seorang konsultan dengan pengalaman di bidang penyelaman dan/atau industri
kelautan, tenaga ahli warisan budaya, tenaga ahli masyarakat adat (IPs), dan
seorang tenaga ahli angkutan umum sebagai bagian dari kelompok tenaga ahli
dan staf pendukung lainnya, yaitu administrasi, pemetaan, GIS, teknisi, dan
dukungan operasional logistik lainnya terkait dengan tugas. Konsultan juga
harus mampu memerlihatkan pengalaman dalam hal pengelolaan risiko bencana.
Lampiran
97
5.3 Stasiun Tugas Semua pekerjaan akan dilakukan di daerah Indonesia. Team Leader
dan Co-team leader harus dimobilisir untuk bekerja purna waktu pada proyek
selama keseluruhan durasi proyek. Salah satu dari dua posisi ini akan berbasis di
Jakarta. Untuk tenaga ahli inti asing, Konsultan harus mengajukan pertanyaan
tentang proses dan waktu yang dibutuhkan untuk memeroleh izin kerja dan visa
yang dibutuhkan untuk mobilisasi ke lapangan.
Lampiran
98
Lampiran 1.
Destinasi wisata dan Key Tourism Areas
Cagar Biosfer Bromo Tengger Semeru-Arjuno (penunjukan diperoleh pada tahun 2015)
terletak di provinsi Jawa Timur dan mencakup area gunung berapi aktif, Gunung
Bromo (2.392 m dpl). Terdapat 1.025 spesies flora yang dilaporkan yang 226 spesies
diantaranya adalah anggrek dan 260 spesies merupakan tanaman herbal dan hiasan.
Beberapa dari spesies mamalia di situs tersebut termasuk dalam daftar merah spesies
terancam punah International Union for Conservation of Nature (IUCN). Beberapa jenis
ekosistem darat ditemukan dalam cagar tersebut termasuk area-area yang dibudidaya,
hutan sekunder dan hutan primer. Hutan primer juga mencakup hutan hujan daratan
rendah, hutan hujan pegunungan, padang pasir, sabana, dan ekosistem sub-alpine. Di
samping itu, dalam cagar termasuk danau-danau, ekosistem air dan ekosistem riparia.
Cagar Biosfer tersebut terdiri atas:
1) Area Inti. Area inti BTSA-BR mencakup dua area konservasi yang amat penting
di Jawa Timur, yaitu Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (secara
keseluruhan sekitar 50.276,20) dan Taman Hutan Rakyat R. Soerjo (Tahura R.
Soerjo) dengan luas area sekitar 27.868,30 ha. Taman Nasional BTS National
Park dibentuk pada tahun 2005 (178/Menhut-II/2005) dan dikelola oleh
Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, sementara Taman Hutan Rakyat
Raden Soerjo Forest merupakan taman provinsi yang dikelola oleh Pemda Jawa
Timur (Perda Jawa Timur No 8 Tahun 2002). Badan Pengelola Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru dan Tahura R. Soerjo bertanggung jawab untuk
mengendalikan area inti.
2) Zona Penyangga (96.349,56 ha): Sebagian besar dari area ini merupakan hutan
lindung dan hutan produksi yang dikelola oleh Kementerian Badan Usaha Milik
Negara melalui PERHUTANI wilayah pengelolaan II (Kesatuan Pemangkuan
Hutan (KPH) Malang, Pasuruan dan Jombang)57. Juga terdapat wilayah
pertanian, permukiman (perdesaan dan pinggir kota) serta area industrial.
Pemda Malang, Lumajang, Probolinggo, Pasuruhan. Mojokerjo, Jombang,
Kabupaten Kediri dan Kota Batu City serta Perum Perhutani Wilayah Jawa
Timur (KPH Malang, Pasuruan, Jombang, Mojokerto, Probolinggo, Kediri)
bertanggung jawab untuk mengendalikan dan secara berkelanjutan
menggunakan sumber daya alam di zona penyangga BTSA-BR. Meskipun
BTSA-BR mengajukan peraturan pemerintah untuk penataan ruang, tidak
nampak terdapat landasan hukum untuk zona penyangga tersebut.
57 BTSA-BR Management Plan, p. 61.
Lampiran
99
3) Area Transisi (238.880,51 ha): mencakup pertanian (persawahan, perkebunan
buah-buahan, perkebunan), permukian, dan area industrial/pinggiran kota.
Lagi-lagi, meskipun BTSA-BR mengajukan peraturan pemerintah untuk
penataan ruang, tidak nampak terdapat landasan hukum untuk zona transisi
tersebut. Pemda Malang, Lumajang, Probolinggo, Pasuruhan. Mojokerjo,
Jombang, Kabupaten Kediri dan Kota Batu serta Perum Perhutani Wilayah Jawa
Timur (KPH Malang, Pasuruan, Jombang, Mojokerto, Probolinggo, Kediri),
perusahaan-perusahaan swasta dan LSM bertanggung jawab atas pengelolaan
area ini.
Gambar 6: Cagar Biosfer Bromo Tengger Semeru-Arjuno
Sebuah Rencana Pengelolaan untuk Cagar Biosfer Bromo Tengger Semeru-Arjuno
dibuat oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesian (LIPI) pada tahun 2014,
bekerjasama dengan Pemda Jawa Timur, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan
Hidup serta Taman Nasional BTS. Rencana tersebut memberikan gambaran tentang
zona-zona dalam BTS-BR, tantangan-tantangan dan persoalan-persoalan yang dihadapi
(dari sudut pandang pengelolaan, ekologis dan sosial), strategi untuk pengelolaan
terintegrasi untuk zona-zona tersebut, dan rencana tindak (2015-2020). rencana tindak
mencakup sejumlah inisiatif yang terkait dengan ‘eko-wisata’.
Sebuah Forum Pengelolaan BTSA-BR (SK Gubernur 188t 243 /KPTS/o13t2015)
dibentuk oleh Pemda Jawa Timur pada tahun 2015. Forum tersebut mencakup
kelompok-kelompok kerja untuk: (a) konservasi, pendidikan dan penelitian: (b)
pengembangan masyarkaat; (c) pembangunan berkelanjutan. Forum tersebut
dikoordinir oleh Departemen Kehutanan, dengan para anggota yang berasal dari
beberapa lembaga dan perwakilan masyarakat, termasuk:
Lampiran
100
• Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur
• Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Timur
• Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS)
• Tahura R. Soerjo
• Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)
• Pemda Malang, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Mojokerto, Jombang, Kediri
dan Kota Batu
• Perum PERHUTANI Wilayah Jawa Timur
• Perguruan Tinggi setempat (Negeri dan swasta )
• Lembaga Swadaya Masyarakat
• Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI-Purwodadi Botanical Garden,
Purwodadi Pasuruan)
Cagar Biosfer tersebut mencakup 10 kabupaten. Memiliki jumlah populasi sekitar
750.000 penduduk, 2.000 di antaranya tinggal di area inti. Sebagian besar penduduk
setempat berasal dari suku Tengger, tinggal di lereng Gunung Bromo dan Semeru.
Masyarakat Tengger masih memegang teguh tradisi kuno budaya Jawa dan Hindu
Dharma, dan mempraktikkan cara-cara hidup yang berbeda dibandingkan dengan
suku-suku Jawa lainnya. Suku Tengger diyakini sebagai keturunan rakyat Kerajaan
Majapahit yang pindah ke wilayah tempat mereka tinggali saat ini karena mereka ingin
menjaga keyakinan dan budaya mereka selama masuknya agama Islam. Secara
geografis, Suku Tengger tinggal di wilayah-wilayah di Kabupaten Pasuruan, Lumajang,
Probolinggo dan Malang dan sebagian besar di antara mereka memeluk agama Hindu.
Masyarakat ini memiliki dialek yang berbeda dengan bahasa Jawa umum dan mereka
mempertahankan bahasa Kawi dan kosakata Jawa kuno. Kegiatan-kegiatan ekonomi
utama di wilayah ini yaitu pariwisata, pertanian, peternakan hewan, serta
mengumpulkan kayu dan hasil-hasil hutan non kayu lainnya.
A. Berdasarkan Temuan-temuan Analisis Pasar dan Demand Assessment, Wilayah
Destinasi Wisata (Tourism Destination Area) Bromo – Tengger- Semeru terdiri atas
Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru dan aera penyangga sekitarnya di
Provinsi Jawa Timur. Ini merupakan bagian dari empat kabupaten: Lumajang,
Malang, Pasuruan dan Probolingo. Ada tiga kota besar yang berdekatan dengan
destinasi wisata – yaitu Kota Malang, Kota Pasuruan dan Kota Probilinggo.
Kota-kota ini merupakan titik masuk utama ke Bromo-Tengger-Semeru.
Karenanya, sebagai TDA mencakup: Kab. Pasuruan, Kab. Probolinggo, Kab. Lumajang, Kab. Malang, dan Kota Malang. Sedangkan KTA mencakup: 1) Kec. Tosari - Kab. Pasuruan; 2) Kec. Sukapura - Kab. Probolinggo; 3) Kec. Pasrujambe - Kab. Lumajang; 4) Kecamatan tertentu di Kota Malang yang akan ditentukan kemudian.
Lampiran
101
Gambar 7: Bromo – Tengger- Semeru Tourism Destination Area
Atraksi-atraksi pariwisata inti di destinasi Bromo-Tengger-Semeru termasuk:
• Gunung Bromo
• Gunung Batok
• Gunung Pananjakan
• Cemoro Lawang
• Pasir Berbisik /Bukit Savana
• Gunung Semeru
Lampiran
102
Gambar 8: Atraksi-atraksi inti di Bromo-Tengger-Smeru
Taman Nasional menckakup area seluas 800 km persegi di bagian tengah Jawa Timur.
Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru merupakan daratan tinggi vulkanik seluas
hampir 40 kilometer utara-selatan dan 20-30 kilometer timur-barat, mencakup area
seluas 50.276 hektar dan ketinggian berkisar antara 1000 sampai 3676 meter. Gn
Semeru, merupakan sebuah gunung berapi aktif yang tingginya mencapai 3.676 meter
di atas permukaan laut. Kaldera Tengger merupakan yang terbesar di Jawa, dengan
lautan pasir seperti padang pasir seluas 10 km. Terdapat patahan dalam kerucut
gunung berapi Batok dan Bromo, yang belakangan masih aktif dengan kawah dalam
yang menghembuskan asap ke arah langit. Suhu pada puncak Gn Bromo berkisar
antara 5-18 Derajat Celsius.
Di sebelah selatan taman terdapat dataran tinggi berbukit-bukit yang dipisahkan oleh
lembah-lembah dan dengan beberapa titik berupa danau kecil yang indah, memanjang
ke kaki Gn Semeru. Ada lima gunung berapi di dalam kaldera Tengger yang sangat
luas: Gunung Bromo (2329 meter), Gunung Batok (2470 meter), Gunung Kursi (2581
meter), Gunung Watangan (2661 meter), dan Gunung Widodaren (2650 meter).
Lampiran
103
Meskipun Gunung Bromo bukanlah puncak tertinggi, gunung inilah yang paling
terkenal karena aksesibilitasnya yang lebih mudah dan kegiatan yang dilakukan secara
teratur. Gunung ini merupakan salah satu dari gunung berapi yang paling aktif di
dunia dan memiliki diameter kawah sekitar 600 meter. Semua gunung berapi di sana
masih aktif kecuali Gunung Batok.
Gunung Pananjakan (2770 meter) adalah sudut pandang tertinggi di pegunungan
tersebut yang berada di sebelah utara kaldera Bromo yang dapat diakses melalui jalan
aspal dari Tosari dan terkenal dengan kendaraan jip dan bus. Cemoro Lawang
merupakan sudut pandang alternatif untuk melihat pemandangan kaldera yang
menakjubkan tanpa harus berdesakan. Bukit Pasir Berbisik di Gunung Bromo
merupakan area pasir halus yang amat luas yang menghasilkan suara seperti bisikan.
Destinasi-destinasi inilah yang paling banyak dikunjungi wisatawan setelah menikmati
matahari terbit dan melihat kawah. Gunung Semeru (3676 meter) merupakan
pengunungan tertinggi di Jawa dan terkenal di antara pendaki gunung.
Gunung-gunung berapi tersebut dikelilingi oleh Lautan Pasir Tengger (sebuah cagar
alam yang dilindungi sejak tahun 1919) yang merupakan wilayah pasir yang luas
dengan ekosistem istimewa. Area tersebut tertutup dalam sedimentasi pasir vulkanik
dari aktifitas Gunung Bromo dengan area yang dihasilkan dipercaya sebagai satu-
satunya yang terkenal seperti padang pasir di Indonesia.
Saat ini, Gunung Bromo merupakan wilayah yang dicalonkan sebagai Taman Bumi
(Geopark) nasional– sebuah langkah pertama sebelum memasuki Jaringan Taman Bumi
Global (Global Geopark Network) UNESCO – karena kekayaan geologis dan
keragaman hayatinya.
Mempertimbangkan keragaman hayati yang sensitif di destinasi wisata ini, penting
agar dilakukan identifikasi setiap perencanaan spesifik dan/atau instrumen
pengelolaan yang dibutuhkan untuk pelestarian situs tersebut. ITMP merupakan
sebuah peluang strategis untuk memastikan bahwa semua instrumen perencanaan
telah ditetapkan untuk destinasi tersebut.
Lampiran
104
(Dari Peta Google)
Sumber: RIPPARNAS, 2011
Lampiran
105
Lampiran 2.
Kerangka Indikatif Daftar Isi Laporan Akhir
BAGIAN I: PENDEKATAN UMUM
1. TUJUAN INTEGRATED TOURISM MASTER PLAN
2. VISI STRATEGIS
Potensi Pariwisata
Daya tampung pariwisata dan pariwisata berkelanjutan
Partisipasi Lokal, penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan
Menciptakan iklim usaha
Pengaturan-pengaturan kelembagaan
BAGIAN II: ANALISIS PASAR UNTUK AREA X/Y/Z
1. PENILAIAN SUPPLY AND DEMAND PASAR WISATAWAN
Penilaian Supply
Demand Assessment
Analisis Investor
2. STRATEGI PASAR
Analisis permintaan pasar yang akan datang
Strategi Pemasaran dan Branding
BAGIAN III: STRATEGI PENGEMBANGAN UNTUK AREA X/Y/Z
1. ANALISIS SITUASI SAAT INI
Definisi batasan Integrated Tourism Development Master Plan Area X/Y/Z
Penilaian kerangka perencanaan yang ada dan peninjauan rencana tata ruang yang
berlaku
Peninjauan kerangka kelembagaan daerah yang ada
Penilaian situasi sosio-ekonomi dan tren pengembangan (10 tahun terakhir)
Peninjauan kegiatan ekonomi keseluruhan di area tersebut
Analisis kegiatan ekonomi terkait pariwisata di area X/Y/Z (berdasarkan Analisis Pasar
dan hasil studi Demand Assessment), termasuk:
• Jumlah wisatawan, lokal dan asing, lama menginap, pola belanja, dll.
• Akomodasi semalam menurut jenis, kapasitas dan lokasi.
• Makanan menurut jenis, kapasitas dan lokasi.
• Situs-situs wisatawan budaya dan alam menurut jenis, kapasitas, lokasi,
dan jumlah pengunjung
• Atraksi wisatawan buatan menurut jenis, kapasitas, lokasi, dan jumlah
pengunjung (taman tema, pasar wisatawan, pusat belanja, dll.).
• Dll.
Lampiran
106
Kondisi pekerjaan dalam industri pariwisata setempat (berdasarkan Analisis Pasar dan
hasil studi Demand Assessment), yaitu:
• Kesenjangan dalam hal permintaan dan persediaan dalam hal pekerjaan
terkait pariwisata.
• Kesenjangan (dalam hal kuantitas dan kualitas) persyaratan keahlian.
• Posisi dan potensi UMKM setempat.
Uraian terperinci tentang kondisi aset alamiah dan budaya (berdasarkan Analisis Pasar
dan Hasil studi Demand Assessment dam studi-studi lain sebelumnya), termasuk:
• Identifikasi aset alamiah dan budaya di dalam Wilayah Destinasi
Pariwisata.
• Penilaian kualitas dan kekhasan aset alamiah dan budaya.
• Peninjauan kondisi aset alamiah dan budaya saat ini.
Kondisi kesehatan lingkungan (kualitas air dan udara, pengelolaan limbah, kejadian
malaria dan bahaya kesehatan lain, dll.)
Perhatian mengenai keamanan
Penggunaan lahan dan laut saat ini (peta)
Peta yang menunjukkan lokasi danukuran area pariwisata yang ada:
• area-area tempat wisatawan menginap di malam hari
• area-area tempat wisatawan rekreasi: wilayah pantai, pusat
perbelanjaan, pasar-pasar (wisatawan), restoran, bar, dll.
• area-area dekat atraksi wisatawan (budaya, alam, buatan).
Inventaris penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan saat ini, dengan fokus pada
Key Tourism Areas yang ada dan yang baru (berdasarkan Analisis Pasardan Hasil
studi Demand Assessment), yaitu:
• Akses eksternal: bandara dan kapasitas angkutan udara, pelabuhan,
jaringan jalan nasional dan provinsi, kereta api, sistem angkutan umum
eksternal (jarak jauh).
• Akses internal: jaringan jalan internal, fasilitas-fasilitas angkutan umum
internal dan jarak pendek, fasilitas-fasilitas angkutan tidak bermotor,
fasilitas pejalan kaki, keamanan jalan, dll.
• Drainase dan perlindungan banjir.
• Penyediaan air bersih.
• Sanitasi dan saluran pembuangan limbah.
• Pengelolaan limbah padat.
• Pasokan listrik.
• Penerangan jalan.
• Pengelolaan limbah dan pemeliharaan.
• Pengelolaan lalu lintas dan parkir.
Lampiran
107
• Fasilitas pejalan kaki.
• Kemudahan-kemudahan publik.
• Layanan internet pita lebar.
Identifikasi terperinci mengenai kesenjangan-kesenjangan dalam penyediaan
infrastruktur dan pemberian layanan
Inisiatif sektor publik dan swasta yang sedang berlangsung dan yang direncanakan:
• Investasi sektor Publik: apa dan kapan?
• Inisiatif Sektor swasta: apa dan kapan?
Dampak investasi-investasi yang direncanakn terhadap pemecahan kekurangan-
kekurangan dan kesenjangan layanan yang teridentifikasi
2. SKENARIO PEMBANGUNAN
a. Proyeksi pertumbuhan untuk periode 25 tahun dan proyeksi pertumbuhan
jangka menengah terkait selama 5 tahun (berdasarkan peninjauan statistik,
rencana dan dokumen yang ada):
I. Proyeksi pertumbuhan ekonomi.
II. Proyeksi pertumbuhan industrial.
III. Proyeksi pertumbuhan pengunjung.
IV. Proyeksi pertumbuhan pekerjaan.
V. Proyeksi pertumbuhan populasi, termasuk penduduk sementara
(wisatawan) dan pencari kerja pendatang.
b. Standar-standar perencanaan untuk infrastruktur dan layanan pariwisata
(memperhitungkan bahwa pengunjung memiliki harapan yang relatif tinggi
mengenai standar-standar infrastruktur dan layanan).
c. Identifikasi kebutuhan lahan tambahan untuk tempat tinggal, industri,
perdagangan, dan kebutuhan pengunjung di masa datang, termasuk kebutuhan
lahan untuk perumahan karyawan di bidang pariwisata dan tanggungan
mereka.
d. Identifikasi tentang kesadaran masyarakat dan kebutuhan pembinaan kapasitas
untuk pembangunan pariwisata inklusif.
e. Identifikasi kebutuhan akan pengembangan keahlian untuk persediaan pasar
pariwisata (pendidikan, pengembangan UMKM).
f. Presentasi paling tidak tentang tiga skenario pengembangan tata ruang yang
berbeda untuk mengakomodasi pertumbuhan yang diproyeksikan.
g. Penilaian dampak-dampak lingkungan dan sosial dari masing-masing skenario
pengembangan.
Lampiran
108
3. EVALUASI SKENARIO PENGEMBANGAN
a) Identifikasi para pemangku kepentingan dan perwakilan pemangku kepentinga,
paling tidak dari: Lembaga-lembaga pemerintah, perwakilan sektor swasta,
penduduk setempat dan komunitas bisnis, LSM setempat.
b) Pembahasan tentang temuan, standar-standar perencanaan yang diajukan serta
skenario-skenario dengan semua pemangku kepentingan.
c) Pemilihan satu skenario dijelaskan lebih lanjut.
d) Identifikasi para pemangku kepentingan yang akan berkontribusi secara aktif dalam
perincian skenario pengembangan yang dipilih.
4. SKENARIO PENGEMBANGAN YANG DIPILIH
Rincian Skenario pengembangan yang dipilih dalam kerjasama erat dengan pemangku
kepentingan yang didentifikasi:
a) Menyajikan peta penggunaan lahan untuk tahun yang ditetapkan pada
alinea 3.23 G.1 (1) dalam kerangka kerja di atas termasuk lokasi
terperinci, bentuk dan ukuran Key Tourism Areas yang ada dan yang
baru.
b) Mengidentifikasi dan membahas persoalan kepemilikan lahan terkait
dengan skenario pengembangan yang dipilih.
c) Mengidentifikasi dan memitigasi dampak-dampak lingkungan dan
sosial impacts terkait dengan skenario pengembangan yang dipilih.
d) Mengidentifikasi dan membahas pelestarian warisan budaya dan alam
persoalan terkait dengan skenario pengembangan yang dipilih.
e) Mengevaluasi pilihan-pilihan pentahapan dan memilih lokasi-lkasi
prioritas untuk dikembangkan dengan ukuran dan bentuk terperinci
terkait yang konsisten dengan proyeksi permintaan untuk semua
penggunaan lahan dengan penekanan khusus pada pengembangan
pariwisata masing-masing selama lima tahun sebagaimana termuat
dalam alinea 3.23 G.1 (5) dalam kerangka kerja di atas.
f) Mengidentifikasi kebutuhan tambahan untuk infrastruktur dan layanan
di atas kekurangan-kekurangan yang ada berdasarkan skenario
pengembangan yang dipilih dan standar-standar infrastruktur dengan
lingkup perencanaan selama 5 tahun dan 25 tahun berturut-turut.
g) Menyajikan sebuah rencana pentahapan terintegrasi untuk penetapan
waktu penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan dengan cara
bertahap dan berhati-hati untuk meminimalisir risiko dan untuk
memandu pembangunan.
h) Mengidentifikasi kebutuhan tambahan untuk UMKM dan
pengembangan keahlian.
i) Mengidentifikasi peran dan tanggung jawab semua pemangku
kepentingan dalam pelaksanaan skenario yang diinginkan.
Lampiran
109
j) Menilai minat dan komitmen sektor swasta terhadap perwujudan
skenario pengembangan.
k) Menilai minat dan komitmen masyarakat terhadap perwujudan skenario
pengembangan.
l) Mengidentifikasi kebutuhan akan revisi hilir terhadap rencana dan
peraturan formal (tata ruang) lainnya (untuk daftar indikatif lihat
Lampiran 3).
5. RENCANA-RENCANA PENGEMBANGAN UNTUK KEY TOURISM AREAS
PRIORITAS
Menyajikan rencana-rencana pengembangan terperinci dalam lingkup perencanaan
selama 5 tahun dan 25 tahun untuk:
a) Semua Key Tourism Areas prioritas saat ini dalam Wilayah Destinasi
Pariwisata (klaster-klaster hotel dan fasilitas dan atraksi wisatawan yang
ada) dan untuk
b) Key Tourism Areas baru yang telah diprioritaskan pembangunan
pariwisatanya dalam 5 tahun pertama Program,
c) termasuk peta-peta, standar-standar perencanaan, peraturan-peraturan
bangunan dan desain konseptual dengan perkiraan biaya.
6. RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN LAYANAN
TERINTEGRASI
A) Rencana investasi jangka menengah dan panjang
Menyajikan:
a) Hasil-hasil konsolidasi keseluruhan skenario pengembangan dan
rencana pengembangan terperinci
b) Rencana pengembangan infrastruktur dan layanan terintegrasi dan
bertahap
c) Perkiraan biaya terkait untuk semua sector dengan tingkat prakelayakan
selama 5 dan 25 tahun berturut-turut, bersamaan dengan desain-desain
konseptual.
B) Rencana investasi tersebut harus mendukung dan memandu pembangunan
pariwisata dan akan mencakup:
a) Pembangunan Area kembali.
b) Akses eksternal: bandara dan kapasitas angkutan udara, pelabuhan,
jalan tol, jaringan jalan nasional dan provinsi, kereta api, angkutan
umum eksternal (jarak jauh)
c) Akses internal: jaringan jalan internal, fasilitas-fasilitas angkutan umum
internal dan jarak pendek termasuk angkutan air, fasilitas-fasilitas
Lampiran
110
angkutan tidak bermotor, pengelolaan lalu lintas, fasilitas pejalan kaki,
keamanan jalan, parkir, dll.
d) Drainase dan perlindungan banjir.
e) Penyediaan air bersih.
f) Pengelolaan air limbah dan sanitasi.
g) Pengelolaan limbah padat dan pemeliharaan.
h) Pasokan listrik.
i) Penerangan jalan.
j) Kemudahan-kemudahan publik.
k) Layanan internet pita lebar.
l) Infrastruktur terkait wisatawan khusus seperti pusat-pusat pengunjung,
dermaga, jalur jalan kaki, marka/display publik, dll.
C) Rencana Investasi Mendesak
Menyajikan:
a) rencana investasi tahun pertama untuk perbaikan konektifitas dan
b) investasi infrastruktur dasar tahun pertama yang amat penting.
7. PEMBINAAN KAPASITAS
Menyajikan:
a) a Program Pembinaan Kapasitas yang bekerjasama erat dengan
pemangku kepentingan yang teridentifikasi
b) termasuk pembinaan kapasitas keembagaan di semua tingkat
pemerintah, pemantauan penjagaan dan revisi rencana tata ruang hilir,
pembinaan kapasitas masyarakat, dan UMKM serta pengembangan
keahlian.
8. INTEGRATED TOURISM MASTER PLAN
Menyajikan:
a) sebuah integrated tourism master plan untuk semua sektor pada tingkat
prakelayakan, termasuk desain-desain konseptual untuk semua infrastruktur dan
layanan untuk 5 dan 25 tahun, terdiri atas:
a) rencana penggunaan lahan
b) rencana pentahapan yang menunjukkan lokasi-lokasi prioritas yang
akan akan dikembangkan masing-masing dalam jangka waktu lima
tahun sebagaimana termuat dalam alinea 3.23 G.1 (5) kerangka kerja
c) rencana-rencana pengembangan terperinci untuk Key Tourism Areas
prioritas
d) rencana pembangunan fasilitas pariwisata bertahap selama 5 dan 25
tahun
Lampiran
111
e) rencana pembangunan a phased integrated infrastruktur dan layanan
terintegrasi bertahap selama 5 dan 25 tahun
f) rencana sektor swasta, UMKM dan pengembangan keahlian
g) rencana pembinaan kapasitas masyarakat setempat untuk pembangunan
inklusif
h) rencana pembangunan kelembagaan untuk pengelolaan pembangunan
pariwisata
i) jika informasi yang memadai tentang pembebasan lahan dan/atau
relokasi tersedia untuk pembangunan lahan/infrastruktur/fasilitas
tertentu sebagaimana yang direkomendasikan oleh ITMP, dan jika telah
diputuskan bahwa rekomendasi ITMP akan dilaksanakan, maka
Konsultan juga akan memersiapkan rencana tindak pembebasan lahan
dan relokasi atau land acquisition and resettlement action plan (LARAP)
sesuai dengan LARPF sebagaimana ditetapkan dalam Kerangka
Penjagaan Lingkungan dan sosial
j) jika informasi yang memadai tentang keberadaan dan potensi dampak-
dampak terhadap Masyarakat adat tersedia untuk pembangunan
lahan/infrastruktur/fasilitas tertentu sebagaimana yang
direkomendasikan oleh ITMP, dan jika telah diputuskan bahwa
rekomendasi ITMP akan dilaksanakan, maka Konsultan juga akan
memersiapkan rencana Masyarakat adat atau Indigenous Peoples Plan
(IPP) sesuai dengan Kerangka Perencanaan Masyarakat adat atau
Indigenous Peoples Planning Framework (IPPF) sebagaimana ditetapkan
dalam Kerangka Penjagaan Lingkungan dan sosial
k) rencana pelestarian aset alami dan pengelolaan lingkungan
l) sebuah rencana pengelolaan pelestarian warisan budaya
m) pengaturan pelaksanaan
n) perkiraan biaya dan rencana investasi 5 tahun terperinci
o) rencana pembiayaan termasuk pembedaan kontribusi sektor publik dan
sektor swasta.
9. EVALUASI EKONOMI
10. EVALUASI DAN RENCANA MITIGASI DAMPAK LINGKUNGAN
11. EVALUASI DAN RENCANA MITIGASI DAMPAK SOSIAL
Lampiran
112
Lampiran 3.
Tanggung jawab atas peninjauan rencana-rencana setelah penyelesaian Integrated
Tourism Master Plan
Begitu Integrated Tourism Master Plan telah dipersiapkan, sejumlah rencana tata ruang
dan sektoral harus ditinjau dan ditingkatkan atau dipersiapkan juga, termasuk:
1. Peninjauan rencana-rencana tata ruang:
a. RTRW Provinsi
b. RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kawasan Strategis Pariwisata
(seluruh kota/kabupaten)
c. RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) kota/kabupaten
d. RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) Kawasan Strategis Pariwisata
2. Peninjauan Rencana Induk sektoral:
a. jalan
b. transportasi
c. drainase dan pengendalian banjir
d. penyediaan air bersih
e. pengelolaan air limbah
f. pengelolaan limbah padat
g. persediaan listrik
h. rencana-rencana Taman Nasional dan/atau Laut (jika perlu)
i. rencana-rencana induk terkait lainnya termasuk tapi tidak terbatas pada
Rencana Pengelolaan Tapak, termasuk Penilaian Daya Tampung,
Rencana Konservasi, Rencana Pengelolaan Pengunjung, Penilaian
Dampak Warisan dan Penilaian-penilaian Pengaturan Kelembagaan
terkait (jika perlu).
Sejumlah besar lembaga-lembaga pemerintah akan terlibat dalam
memersiapkan/meninjau rencana-rencana ini. Sebagian besar pekerjaan tersebut akan
dilakukan melalui kerjasama erat dan konsultasi dengan para pemangku kepentingan
yang relevan. Catatan pendahuluan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi badan
pemerintah mana di tingkat pemerintah yang mana yang secara resmi bertanggung
jawab untuk persiapan dan/atau peninjauan rencana-rencana ini. Adalah upaya awal
untuk mengidentifikasi kebutuhan perencanaan hilir yang akan dibangun dan
diperbaiki oleh Konsultan.
Ad 1. Rencana tata ruang
Yang bertanggung jawab untuk persiapan/peninjauan terhadap RTRW dan
RDTR adalah Bappeda Kota atau Kabupaten dari area yang tercakup. Jika area
perencanaan mencakup lebih dari satu pemerintah daerah, yang seringkali
Lampiran
113
terjadi untuk RTRW untuk wilayah-wilayah strategis, Bappeda Provinsi-lah
yang bertanggung jawab.
Ad 2. Rencana Induk Sektoral.
Warisan Alam
Kemungkinan rencana induk sektoral hilir terkait Warisan Alam termasuk
tetapi tidak terbatas pada Rencana Pengelolaan Situs, termasuk Penilaian Daya
Tampung, Rencana Konservasi, Rencana Pengelolaan Pengunjung, Analisa
Dampak dan Penilaian-penilaian Pengaturan Kelembagaan terkait.
Warisan Budaya
Kemungkinan rencana induk sektoral hilir terkait Warisan Budaya termasuk
tetapi tidak terbatas pada Rencana Pengelolaan Situs, termasuk Penilaian Daya
Tampung, Rencana Konservasi, Rencana Pengelolaan Pengunjung, Penilaian
Dampak Warisandan Penilaian-penilaian Pengaturan Kelembagaan terkait.
Jalan
Ada sejumlah lembaga di masing-masing tingkat pemerintah yang bertanggung
jawab dalam sektor jalan. Sebagian besar tanggung jawab tersebut jatuh pada
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (MPWH). Rincian
tanggung jawabnya sebagaimana termuat dalam tabel berikut ini.
Lembaga Tanggung jawab
Ditjen Jasa Marga -
Kementerian
Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
Mengembangkan rencana induk jalan nasional
Mengembangkan dan memelihara jaringan jalan
nasional, termasuk beberapa jalan tol
Rekonstruksi dan memelihara jalan provinsi dan
kabupaten yang telah digolongkan sebagai jalan
strategis
Mengatur sektor jalan
Otoritas Jasa Marga –
Kementerian Pekerjaan
Umum dan
Perumahan Rakyat
Mengatur jalan tol
Memilih operator jalan tol
Pemerintah daerah
provinsi
Mengembangkan rencana induk jalan provinsi
Mengembangkan dan memelihara jaringan jalan
provinsi
Mengembangkan jalan lokal
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
Mengembangkan rencana induk jalan Kabupaten/Kota
dan daerah
Mengembangkan dan memelihara jaringan jalan
Lampiran
114
Lembaga Tanggung jawab
Kabupaten/Kota
Mengembangkan dan memelihara jalan daerah
Pemerintah Desa Jalan desa
Transportasi
Kementerian Perhubungan (MOTr) bertanggung jawab atas pengembangan
infrastruktur-infrastruktur dan layanan transportasi di jaringan nasional
(kecuali jalan), dan Pemerintah Daerah provinsi dan Kabupaten/Kota
bertanggung jawab untuk jaringan provinsi dan Kabupaten/Kota. Perincian
tanggung jawabnya sebagaimana tabel berikut ini.
Lembaga Tanggung jawab
Dirjen Angkutan
Darat- MOTr
Mengembangkan rencana induk layanan pengangkutan
jalan
Mengembangkan rencana induk jalan air ferry dan darat
Mengatur sektor angkutan jalan
Memberlakukan jaringan rute pengangkutan umum antar
provinsi berbasis jalan
Menerbitkan izin layanan pengangkutan publik berbasis
jalan antar provinsi kepada operator
Mengembangkan terminal pengangkutan publik berbasis
jalan antar provinsi
Menyetujui desain teknis dan pengoperasian terminal
pengangkutan publik berbasis jalan antar provinsi
Mengembangkan dan memelihara pelabuhan jalan air
ferry dan darat
Mengembangkan jaringan rute ferry
Menerbitkan izin layanan ferry kepada operator
Dirjen Angkutan
Udara- MOTr
Mengembangkan rencana induk bandara
Mengembangkan rencana induk layanan pengangkutan
udara
Mengatur sektor pengangkutan udara
Memberlakukan jaringan rute pengangkutan udara
reguler
Menerbitkan izin layanan angkutan udara reguler kepada
operator
Mengembangkan bandara
Menyetujui desain teknis dan pengoperasian bandara
Dirjen Angkutan
Laut - MOTr
Mengembangkan rencana induk pelabuhan
Mengembangkan rencana induk jalur pelayaran
Lampiran
115
Lembaga Tanggung jawab
Mengatur sektor angkutan laut
Memberlakukan jaringan rute pelayaran
Menerbitkan izin layanan angkutan pelayaran reguler
kepada operator
Mengembangkan pelabuhan
Menyetujui desain teknis dan pengoperasian pelabuhan
Dirjen
Perkeretaapian -
MOTr
Mengembangkan rencana induk perkeretaapian
Mengatur sektor perkeretaapian
Mengembangkan dan memelihara jaringan rel kereta api
antar provinsi
Menerbitkan izin layanan angkutan umum kereta api
antar provinsi kepada operator
Menyetujui desain teknis dan pengoperasian jalur kereta
api
Pemerintah daerah
provinsi
Serupa dengan MOTr, tetapi untuk jaringan provinsi.
Pemerintah daerah provinsi harus meminta persetujuan
dari MOTr mengenai desain teknis dan pengoperasian.
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
Serupa dengan MOTr, tetapi untuk jaringan provinsi.
Pemerintah daerah Kabupaten/Kota harus meminta
persetujuan dari MOTr mengenai desain teknis dan
pengoperasian.
Drainase dan pengendalian banjir
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (MPWH) bertanggung
jawab atas pengembangan jaringan drainase serta pengendalian banjir dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi bertanggung jawab untuk
jaringan-jaringan provinsi dan kabupaten/kota. Perincian tanggung jawabnya
adalah sebagiamana dalam tabel berikut ini.
Lembaga Tanggung jawab
Kementerian
Pekerjaan Umum
dan Perumahan
Rakyat – Dirjen
Sumber Daya Air
Mengembangkan rencana induk pengelolaan sumber
daya air dan pelestarian air
Mengatur pengelolaan sumber daya air dan pelestarian
air
Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan tentang
pengelolaan sumber daya air
Mengembangkan rencana induk jaringan utama
drainase
Mengembangkan standarisasi untuk pengelolaan
sumber daya air
Lampiran
116
Lembaga Tanggung jawab
Mengembangkan dan mengawasi pedoman teknis untuk
pengelolaan sumber daya air
Mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air
Kementerian
Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat –
Dirjen Cipta Karya
Mengembangkan peraturan untuk sistem drainase di
lokasi permukiman
Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan sistem
drainase
Mengembangkan sistem drainase di lokasi permukiman
Mengatur standarisasi sistem drainase di permukiman
Mengembangkan rencana permukiman nasional untuk
mendukung wilayah pariwisata
Mengembangkan dan mengawasi pedoman teknis untuk
pengembangan drainase di permukiman
Memfasilitasi pengembangan serah terima aset dan
pengembangan sistem untuk drainase di permukiman
kepada Pemerintah Daerah
Dinas Pekerjaan
Umum di Tingkat
Provinsi
Mengatur pengoperasian pengelolaan sumber daya air di
tingkat provinsi dan antar kota/ kabupaten
Mengembangkan RPI2JM untuk infrastruktur layanan
drainase
Mengawasi pengoperasian dan teknis sumber daya air
dan drainase
Memberikan izin penggunaan air dan sumber daya air
Mengevaluasi dan mengendalikan pengelolaan sumber
daya air
Melaksanakan desentralisasi wewenang untuk sektor
sumber daya air di tingkat provinsi
Mengembangkan sistem drainase regional
Pengawasan teknis untuk konstruksi
Mengadakan konstruksi fisik sistem drainase dan air
Dinas Pekerjaan
Umum di Tingkat
Kota/Kabupaten
Serupa dengan Dinas Pekerjaan Umum di tingkat
provinsi, tetapi untuk jaringan Kabupaten/Kota
Mengembangkan RPI2JM untuk infrastruktur layanan
drainase
Berkoordinasi dengan pemerintah kota lainnya untuk
mengkoordinir sistem drainase dan pengelolaan sumber
daya air antar-koneksi
Penyediaan air bersih
Lampiran
117
Penyediaan air bersih biasanya diorganisir di tingkat kota atau kabupaten. Yang
bertanggung jawab untuk persiapan dan pelaksanaan rencana induk sektoral
adalah perusahaan penyediaan air bersih daerah kota/kabupaten PDAM.
Lembaga Tanggung jawab
Kementerian
Pekerjaan Umum
dan Perumahan
Rakyat – Dirjen Cipta
Karya
Mengatur pengelolaan sistem air minum di daerah
perkotaan, perdesaan dan khusus
Mengembangkan rencana penyediaan air bersih nasional
untuk mendukung wilayah pariwisata
Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan tentang
sistem air minum
Mengatur standarisasi for sistem air minum
Fasilitasi kelembagaan sektor air minum
Kementerian
Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat–
BPPSPAM
Mengatur standarisasi untuk penyediaan air bersih
khususnya untuk sistem air minum
Mengawasi sistem penyediaan air bersih untuk
pemerintah provinsi dan daerah
Dinas Pekerjaan
Umum– Provinsi
Mengembangkan rencana induk air minum untuk
tingkat provinsi (RISPAM)
Mengembangkan RPI2JM untuk penyediaan air bersih
Mengembangkan layanan penyediaan air bersih services
di tingkat regional
Pengawasan teknis untuk konstruksi
Mengadakan konstruksi fisik penyediaan air bersih
Pemerintah Kota–
PDAM di tingkat
kota
Mengembangkan peraturan dan strategi tentang air
minum dan pengelolaan air limbah
Mengembangkan rencana induk air minum untuk
tingkat kota (RISPAM), termasuk pemeliharaan dan
pengendalian
Mengembangkan RPI2JM untuk penyediaan air bersih
Mengembangkan Rencana Aksi Daerah Penyediaan Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan (RAD AMPL)
Menyediakan Koneksi air HH, Konstruksi serta O&M
jaringan air minum kota
Lampiran
118
Pengelolaan air limbah dan pengelolaan limbah padat
Setiap Pemerintah Daerah harus memersiapkan sebuah Strategi Sanitasi
Kota/Kabupaten (SSK) yang mencakup Pengelolaan air limbah dan pengelolaan
limbah padat. Yang bertanggung jawab untuk persiapan dan pelaksanaannya
adalah Dinas PU.
Lembaga Tanggung jawab
Dirjen Cipta Karya Mengatur sistem air limbah dan limbah padat
Mengembangkan rencana pengelolaan air limbah dan
limbah padat nasional untuk mendukung wilayah
pariwisata
Melaksanakan sistem peraturan air limbah dan limbah
padat termasuk memfasilitasi penyediaan lahan
Mengawasi pedoman teknis untuk sistem pengelolaan
air limbah dan limbah padat
Mengembangkan standarisasi untuk pengelolaan air
limbah dan limbah padat
Dinas Pekerjaan
Umum di tingkat
provinsi
Mengembangkan sistem peraturan air limbah dan
limbah padat di tingkat regional
Pengawasan teknis untuk konstruksi
Mengembangkan konstruksi fisik sistem air limbah dan
limbah padat
Pemerintah Kota Mengembangkan rencana induk sanitasi (Buku Putih
Sanitasi/BPS, Memorandum Program Sanitasi (MPS)
dan Strategi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Mengembangkan peraturan teknis untuk sistem
pengelolaan air limbah dan limbah padat
Menyediakan layanan pengelolaan air limbah dan
limbah padat
Persediaan listrik
Yang bertanggung jawab untuk persiapan dan pelaksanaan rencana induk
Penyediaan listrik sektoral adalah Perusahaan Penyedia listrik Nasional PLN,
yang juga penyedia pasokan listrik.
Lembaga Tanggung jawab
Kementerian Energi
dan Sumber Daya
Mineral – Dirjen
Listrik
Mengatur sektor listrik
Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan tentang
sektor listrik
Mengembangkan rencana induk listrik
Mengatur standarisasi sektor listrik
Lampiran
119
Lembaga Tanggung jawab
Mengawasi pedoman teknis sektor listrik
Mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air
Dinas Energi dan
Sumber Daya
Mineral provinsi
Mengembangkan peraturan teknis untuk sektor energi
(termasuk listrik) dan sumber daya mineral
Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan tentang
sektor listrik
Berkooordinasi dan mengawasi unit pelaksanaan teknis
di tingkat daerah dan kota / kabupaten
Perusahaan Penyedia
listrik di tingkat
regional
Mengembangkan rencana induk pasokan listrik di
tingkat regional
Menyediakan sistem pasokan listrik
Potensi untuk peningkatan efisiensi
Mengingat tanggung jawab bagi banyak rencana induk sektoral diberikan kepada
Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) sebagai akibat dari dorongan untuk
desentralisasi. Namun, ini dapat mengakibatkan penyediaan infrastruktur yang kurang
efisien. Misalnya, penggunaan gabungan sumber daya air mentah atau lokasi
pembuangan libah padat oleh lebih dari satu Pemerintah Daerah dapat jauh lebih
efisien daripada masing-masing Pemerintah Daerah memiliki fasilitasnya sendiri.
Karenanya, Integrated Tourism Master Plan harus mengidentifikasi peluang untuk
penggunaan gabungan terhadap sumber daya dan fasilitas antara daerah-daerah.
Dalam hal demikian, Provinsi dapat memimpin dalam persiapan rencana induk
sektoral dengan kerjasama erat dengan pemerintah setempat yang terlibat. Contoh
yang baik dari kerjasama tersebut sudah ada di Provinsi Jawa Tengah, dimana Kota
Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, Bantul, dan Wonogiri bekerja sama secara erat di
bawah panduan Provinsi Jawa Tengah untuk membuat rencana-rencana induk
terintegrasi untuk pengelolaan limbah padat, drainase dan sanitasi. Hal yang sama
dapat dilakukan untuk jalan dan pengangkutan jalan dimana Provinsi bisa menjadi
pemimpin dalam persiapan rencana induk sektoral master yang mencakup semua
lapisan pemerintah.
Lampiran
120
Lampiran 4.
TOR Terperinci untuk Tugas C2: Analisis Data Dasar Penyediaan infrastruktur dan
pemberian layanan
Umum
Data dasar/baseline harus dapat direplikasi untuk tujuan pemantauan dalam 25 tahun
berikutnya. Karenanya, sumber data dan metodologi pengumpulan data harus
disajikan dengan jelas. Dalam hal sumber data todal lpmsostem ITMP harus memilih
sumber data yang paling dapat diandalkan dan menyesuaikan pilihan tersebut.
Semua perhitungan baseline harus disesuaikan untuk sampai di baseline perusahaan
untu satu tahun dasar tetap untuk semua sektor infrastruktur yaitu 2018.
Setiap sub-bab infrastruktur harus menyajikan sebuah tabel ringkasan data inti baseline
mengenai penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan saat ini dan kesenjangan-
kesenjangan yang teridentifikasi dibandingkan dengan standar-standar nasional.
ITMP tidak hanya haurs menyajikan informasi statistik tetapi juga analisis data
menyeluruh, tingkat infrastruktur dan layanan untuk memeroleh pemahaman
mendalam mengenai situasi dasar serta kesenjangan-kesenjangan dalam hal
penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan.
Populasi
Untuk perencanaan infrastruktur, penting untuk menetapkan sebuah dasar populasi
yang menyeluruh untuk tahun dasar tetap untuk masing-masing kecamatan dan untuk
masing-masing KTA, dengan tabel ringkasan menurut kabupaten/kota. Populasi
menurut kecamatan harus disajikan dalam tabel keseluruhan tunggal termasuk
populasi perkotaan, perdesaan dan total, rata-rata ukuran rumah tangga, jumlah rumah
tangga, luas area dalam ha, dan kepadatan populasi.
Untuk masing-masing kecamatan Compound Annual Growth Rate (CAGR) harus
dihitung berdasarkan data populasi selama sepuluh tahun terakhir dan CAGR ini harus
digunakan untuk memersiapkan proyeksi populasi menurut Kecamatan.
Dalam hal sebuah Kecamatan yang berukuran relatif besar, yaitu jika Kecamatan
tersebut lebih besar daripada KTA, maka data populasi harus dipisah-pisahkan lebih
jauh menjadi data populasi per Kelurahan/Desa. Ini sudah jelas dalam hal Kecamatan
Komodo, dimana data populasi harus disajikan di tingkat kelurahan/desa level.
Lampiran
121
Permintaan transportasi dan volume lalu lintas terkait pariwisata
ITMP harus menghitung permintaan transportasi dan volume lalu lintas terkait
pariwisata, sebagai sebuah kondisi dasar untuk menyesuaikan investasi dari sebuah
sudut pandang permintaan pariwisata. Analisis Pasar dan laporan Demand
Assessment menyajikan sebuah penilaian berdasarkan jumlah pengunjung puncak
(internasional resp. domestik) per hari dan analisis modal split, termasuk cara
datangnya (udara, laut, darat) dan moda transportasi di dalam TDA (mobil pribadi,
taxi, bus umum, bus wisatawan, dll.). ITMP harus membuat Analisis Pasar dan
temuan-temuan Demand Assessment, memutakhirkan dan melengkapi data jika
diperlukan dan menyajikan sebuah analisis yang lebih mendalam.
Ini harus termasuk, tapi tidak terbatas pada:
• lalu lintas yang diakibatkan pariwisata eksternal, termasuk asal (domestik juga
asing), volume, modal split (udara, laut, darat), dan titik kedatangan di TDA
• lalu lintas yang diakibatkan pariwisata internal, termasuk volume menurut moda
perjalanan (mobil pribadi/rental / taxi, bus umumw, bus wisatawan, motor, dll),
pada bagian-bagian jalan antara titik kepentingan utama untuk wisatawan di dalam
TDA (pelabuhan, bandara, KTAs, atraksi wisatawan utama, dll)
• alokasi volume lalu lintas darat terkait pariwisata untuk jaringan jalan dan
identifikasi volume dan persentasi lalu lintas terkait pariwisata di seksi jalan
eksternal dan internal terpilih yang dianggap penting untuk pembangunan
pariwisata.
Konektifitas udara Eksternal
Laporan Analisis Pasar dan Demand Assessment memberikan informasi terperinci
tentang infrastruktur, fasilitas dan hambatan kapasitas bandara, (membuat perbedaan
antara landasan pacu, taxiway, apron, kapasitas gedung terminal, kapasitas
pengangkutan udara, dll.) dan perbaikan-perbaikan yang direncanakan selama tahun
tersebut. Informasi ini harus ditinjau, dimutakhirkan dan dilengkapi jika perlu. ITMP
harus menganalisa data dan mengidentifikasi serta menghitung kekurangan-
kekurangan.
Analisis kapasitas bandara harus mencakup periode perencanaan ITMP selama 25
tahun penuh dan harus mengidentifikasi investasi ambang batas yang diperlukan dan
penetapan waktunya.
Mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan baik oleh sektor
publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai taraf mana
investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-kekurangan
yang teridentifikasi dan kesenjangan apa yang masih ada.
Lampiran
122
Konektifitas laut Eksternal
Laporan Analisis Pasar dan Demand Assessment memberikan informasi terperinci
tentang infrastruktur, fasilitas dan hambatan kapasitas pelabuhan laut yang harus
ditinjau, dimutakhirkan dan dilengkapi jika perlu. ITMP harus menganalisa data dan
mengidentifikasi serta menghitung kekurangan-kekurangan.
Menilai potensi penumpang kapal pesiar untuk mengunjungi TDA (juga disebut
dengan Analisis Pasar dan laporan analisis Demand Assessment; ditinjau,
dimutakhirkan dan dilengkapi jika perlu).
Mengidentifikasi dan menganalisa mata rantai angkutan air eksternal (dari pulau-
pulau lain ke TDA): rute pelayaran reguler untuk penumpang resp. ferry mobil,
frekuensi, kapasitas penyeberangan harian yang ditawarkan, waktu perjalanan, harga
tiket, dll.
Menganalisa kapasitas yang tersedia untuk transportasi laut versus permintaan pada
hari-hari puncak pada musim wisata.
Mengidentifikasi dan menganalisa fasilitas-fasilitas pelabuhan pesiar yang ada, jumlah
kedatangan kapal pesiar serta karakteristik kapal pesiar dan mengidentifikasi
kekurangan-kekurangannya.
Mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan baik oleh sektor
publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai taraf mana
investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-kekurangan
yang teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa yang masih ada.
Konektifitas jalan Eksternal
Mengidentifikasi jalan utama yang membantu memberikan akses eksternal ke TDA.
ITMP harus menyajikan informasi dasar mengenai bagian-bagian jalan ini dalam
kaitannya dengan karakter jalan (klasifikasi, panjang, lebar, jenis jalan aspal), volume
lalu lintas, % lalu lintas terkait pariwisata (lihat bagian sebelumnya tentang
“Permintaan Transportasi dan Volume Lalu Lintas terkait Pariwisata”), komposisi lalu
lintas, VCR dan kondisi saat ini mengenai bagian-bagian jalan ini membedakan antara
IRI < 6 resp. > 6. ITMP harus menganalisa data tersebut dan mengidentifikasi serta
menghitung kekurangan-kekurangan.
Konektifitas jalan Internal
Proyek terutama akan memfokuskan pada peningkatan akses internal (berlawanan
dengan konektifitas eksternal). Karena itu, diperlukan inventarisasi dan analisis
menyeluruh tentang akses internal. ITMP harus menganalisa data tersebut dan
Lampiran
123
mengidentifikasi serta menghitung kekurangan-kekuranganya. Ini harus paling tidak
memuat analisis dasar berikut ini:
• Jaringan jalan internal terkait pariwisata
ITMP harus dengan jelas mengidentifikasi bagian-bagian jaringan jalan internal
sections (dalam batas-batas TDA) yang sangat penting untuk pembangunan
pariwisata. Biasanya ini akan berkenaan dengan bagian-bagian jalan yang
menghubungkan titik-titik kepentingan bagi pengunjung (bandara, pelabuhan,
KTA, atraksi wisatawan utama, pantai, dll.). Selanjutnya, karakter jalan
(klasifikasi, panjang, lebar, jenis jalan aspal), volume lalu lintas, % lalu lintas
terkait pariwisata (lihat bagian sebelumnya tentang “Permintaan Transportasi
dan Volume Lalu Lintas terkait Pariwisata”), komposisi lalu lintas, VCR dan
kondisi saat ini mengenai bagian-bagian jalan ini harus ditetapkan sebagai dasar
untuk pemantauan, membedakan antara IRI < 6 resp. > 6. Ini adalah informasi
yang sangat penting untuk mengukur salah satu dari indikator pemantauan
proyek.
• Parkir kendaraan wisata
Jumlah pengunjung masing-masing KTA dan modal split pengunjung harus di
analisa untuk menetapkan kapasitas parkir kendaraan yang dibutuhkan untuk
masing-masing KTA (mobil, sepeda motor dan bus wisatawan). Diperlukan
sebuah analisis terpisah untuk atraksi wisatawan utama dalam TDA. Ini harus
dibandingkan dengan kapasitas yang ada saat ini dan kesenjangan yang harus
diidentifikasi.
• Analisis waktu perjalanan
Sebuah peninjauan mengenai jarak dan waktu perjalanan menggunakan moda
transportasi antara titik-titik kepentingan utama untuk wisatawan harus
ditetapkan sebagai baseline. Menyajikan sebuah matriks yang memerlihatkan
rata-rata waktu perjalanan dari pintu ke pintu yang sebenarnya menggunakan
mobil, bus umum dan sepeda (sebagaimana berlaku).
• Analisis lalu lintas bukan kendaraan bermotor
Sebuah analisis tentang volume lalu lintass bukan kendaraan bermotor dan
infrastruktur terkait saat ini harus disajikan sebagai dasar. Ini akan mencakup
lalu lintas sepeda/becak dan pejalan kaki serta dalam beberapa kasus
kendaraan-kendaraan yang ditarik hewan sebagaimana berlaku.
Analisis tentang akses di dalam KTAs harus mencakup sebuah analisis tentang
rute-rute dan jaringan-jaringan pejalan kaki yang menghubungkan titik
kepentingan lokal bagi pengunjung di dalam masing-masing KTA. Ini akan
mencakup misalnya lebar dan kualitas trotoar, penyeberangan pejalan kaki di
Lampiran
124
jalan utama, titik-black spot kecelakaan lalu lintas, peran becak atau kendaraan
tidak bermotor lain dalam hal berjalan menjadi hal yang menyulitkan,
identifikasi tentang kesenjangan-kesenjangan kualitas dalam jaringan-jaringan
jalur pejalan kaki, dll. Mengidentifikasi bagian-bagian jalan dimana pejalan kaki
dan lalu lintas sepeda terkonsentrasi dan menganalisa komposisi dan volume
lalu lintas saat ini untuk menilai kebutuhan akan lajur terdedikasi, trotoar dan
lokasi untuk fasilitas penyeberangan pejalan kaki. Transportasi bukan
kendaraan bermotor di tempat-tempat wisata mengharuskan kualitas yang
lebih tinggi daripada standar-standar Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat yang biasa, yaitu dengan lebar jalur minimum 2 m, tidak
terhalang oleh rintangan-rintangan dan lebih baik lagi jika jalur tersebut teduh
dengan pepohonan.
• Analisis keamanan jalan
Menyajikan inventarisasi dan analisis data kecelakaan lalu lintas jalan dan
korban jiwa. Area black spot, persimpangan dan lokasi-lokasi harus
diidentifikasi berdasarkan jumlah kecelakaan dan korban jiwa, khususnya di
wilayah pariwisata inti.
• Parameter pertumbuhan lalu lintas jalan
ITMP harus menganalisa parameter-parameter yang akan digunakan untuk
proyeksi pertumbuhan lalu lintas. Ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada,
rangkaian waktu data lalu lintas pada bagian-bagian jalan inti, tren kepemilikan
kendaraan dan tren modal split.
• Investasi-investasi yang direncanakan
ITMP harus mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan
ditegaskan baik oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa
apakah dan sampai taraf mana investasi-investasi ini akan mengentaskan atau
memecahkan kekurangan-kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan-
kesenjangan apa yang masih ada.
Layanan dan infrastruktur angkutan umum
ITMP harus menganalisa layanan dan infrastruktur angkutan umum saat ini, termasuk
kondisi terminal-terminal, halte bus, dan tingkat layanan bus. Konsultan dapat
mewawancarai operator angkutan umum mengenai volume penumpang harian per
rute, penuh-tidaknya kendaraan, dan jumlah wisatawan asing/lokal yang
menggunakan angkutan umum. Menyajikan jaringan angkutan umum di peta-peta.
ITMP harus menganalisa data tersebut dan mengidentifikasi serta menghitung
kekurangan-kekurangannya. Ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada:
Lampiran
125
• Akses eksternal (antar daerah) saat ini dengan bus umum ke TDA: trayek bus,
waktu perjalanan, frekuensi, tarif, titik keberangkatan /terminals dalam TDA,
dll.
• Terminal-terminal dalam TDA: lokasi, desain, fasilitas, kondisi (pemeliharaan)
saat ini, hambatan kapasitas jika ada.
• Angkutan umum internal saat ini dalam wilayah TDA jika ada (bus umum,
minibus, ojek, taxi): ketersediaan, trayek, frekuensi, tarif, waktu perjalanan
antara daerah asal utama dengan destinasi wisata dalam TDA, dll.
• Menganalisa apa yang dapat ditawarkan oleh angkutan umum kepada
pengunjung. Misalnya: bagaimana kualitas angkutan umum yang tersedia pada
saat kedatangan di pelabuhan /bandara dalam kaitannya dengan jenis
kendaraan, trayek, frekuensi, waktu perjalanan, keandalan dan biaya untuk
melakukan perjalanan ke daerah pariwisata inti.
Angkutan air
Analisis tentang angkutan air harus mencakup angkutan air baik laut maupun darat
sebagaimana berlaku tetapi tidak hanya untuk angkutan internal dalam TDA. Bagian
sebelumnya tentang “Konektifitas laut eksternal” mencakup koneksi-koneksi angkutan
laut eksternal. ITMP harus menganalisa data tersebut dan mengidentifikasi serta
menghitung kekurangan-kekurangannya. Data inventaris dan analisis harus termasuk,
tapi tidak terbatas pada:
• Inventarisasi dan karakteristik berbagai pelabuhan, terminal ferry, tempat-
tempat penambatan perahu dan marina (desain, fasilitas, kapasitas bangunan
terminal, kapasitas penambatan, kapasitas parkir mobil, konektifitas angkutan
darat umum, kapasitas saat ini dan hambatan kapasitas, persoalan lingkungan,
investasi-investasi yang direncanakan, ketersediaan ruang untuk perluasan
kapasitas, dll.).
• Karakteristik armada Ferry mobil dan ferry penumpang pejalan kaki (kapasitas,
kualitas, kepemilikan, dll.).
• Hubungan angkutan air internal (antara pelabuhan dalam TDA): rute pelayaran
reguler untuk penumpang resp. ferry mobil, frekuensi, kapasitas
penyeberangan harian yang ditawarkan, waktu perjalanan, harga tiket, dll.
• Angkutan air tidak teratur yang ditawarkan dan karakteristiknya
• Analisis Kapasitas-permintaan pada hari-hari puncak di musim wisata.
• Analisis keselamtan angkutan air, termasuk kecelakaan yang lalu, peraturan,
kelebihan muatan, peralatan keselamatan di atas kapal, keahlian dan perizinan
kapten dan awak kapal, sertifikasi, desain kapal dan kondisi pemeliharaan,
persoalan pengawasan dan penegakan, persoalan keselamatan terminal ferry,
dll. Keselamatan Angkutan air merupakan kondisi dasar bagi pembangunan
pariwisata, yang membutuhkan suatu pendekatan terintegrasi yang
menggabungkan banyak sekali intervensi. Proses perencanaan ITMP
Lampiran
126
menyediakan program yang sempurna untuk menangani permasalahan
keselamatan angkutan air yang saling terkait dengan kerjasama yang erat
dengan semua pemangku kepentingan. Proses ITMP harus menghasilkan
pendekatan yang berkelanjutan dan terintegrasi untuk mengatasi kekhawatiran-
kekhawatiran tentang keselamatan.
• Mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan baik
oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai
taraf mana investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan
kekurangan-kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa
yang masih ada.
Drainase dan perlindungan banjir
ITMP harus menyajikan sebuah daftar inventaris mengenai infrastruktur drainase dan
perlindungan banjir yang ada (saluran-saluran drainase, selokan, stasiun pemompa,
dll.) dan menganalisa efektifitasnya. Persoalan Drainase dan banjir untuk keseluruhan
TDA harus diidentifikasi, dihitung dan ditetapkan sebuah baseline yang tetap termasuk
tapi tidak terbatas pada: lokasi dan ukuran wilayah rawan banjir, penyebab banjir,
jumlah penduduk dan dunia usaha yang terdampak, daerah wisata yang terdampak,
frekuensi banjir, rata-rata dan maksimum kedalaman bajir, dampak terhadap potensi
pembangunan pariwisata, dll. ITMP harus menyajikan sebuah analisis terperinci
mendalam tentang risiko-risiko banjir saat ini untuk daerah wisata inti dan
infrastruktur terkait pariwisata (khususnya bandara, pelabuhan, jalan utama yang
menghubungkan daerah-daerah wisata inti dengan bandara dan pelabuhan).
ITMP harus juga memasukkan sebuah penilaian tentang risiko banjir daerah pantai dan
dampaknya terhadap pebangunan pariwisata. Risiko banjir terkait dengan laut tinggi,
dampak kenaikan permukaan laut, dan risiko tsunami harus diidentifikasi. Kenaikan
permukaan laut karena perubahan iklim yang diperkirakan terjadi dalam periode
perencanaan ITMP selama 25 tahun membutuhkan analisis menyeluruh sebagai suatu
persoalan yang amat penting yang memengaruhi pembangunan pariwisata pantai.
Area-area mana saja yang berpotensi akan terdampak? Bagaimana dengan akibat-
akibat untuk wilayah pariwisata berorientasi pantai dan pulau-pulau kecil
berpenduduk secara khusus? Tindakan-tindakan mitigasi apa saja yang dapat
dipertimbangkan? Apakah artinya ini bagi skenario pengembangan?
ITMP harus mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan
baik oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai
taraf mana investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-
kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa yang masih ada.
Lampiran
127
Infrastruktur kebutuhan dasar
Sebuah baseline populasi tunggal dan tahun dasaryaituharus digunakan secara
konsisten di seluruh bab ini untuk menetapkan dasar untuk penyediaan layanan
kebutuhan dasar. Ini harus mencakup untuk masing-masing kecamatan perkotaan,
perdesaan dan total populasi, pertumbuhan populasi, rata-rata ukuran rumah tangga,
jumlah rumah tangga, luas daerah dalam ha, dan kepadatan populasi.
Dalam hal kecamatan yang berukuran relatif besar, yaitu jika kecamatan yang
berukuran lebih besar daripada KTA, then data populasi should be further
disaggregated menjadi data per Kelurahan/Desa. Ini sudah jelas dalam hal Kecamatan
Komodo, where data populasi should be presented pada tingkat kelurahan/desa.
Penyediaan air bersih
ITMP harus menyajikan sebuah daftar inventaris menyeluruh dan analisis tentang
kondisi penyediaan air bersih saat ini dalam TDA dan secara lebih terperinci dalam
KTAs. Ini harus menghasilkan pemahaman yang mendalam mengenai situasi dan
kekurangan-kekurangan saat ini dalam hal penyediaan infrastruktur dan pemberian
layanan.
Analisis permintaan air
ITMP harus menetapkan dasar untuk permintaan saat ini. Titik awalnya adalah
jumlah populasi dan jumlah pengunjung saat ini. Di samping itu, kebutuhan air
untuk pertanian, industri dan perdagangan harus diidentifikasi. Analisis
permintaan air harus berdasarkan standar-standar SNI; yaitu SPM Permen
PU 01/PRT/M/2014, dan SNI 03-7065-2005; artinya penyediaan air bersih yang
aman adalah 60 berturut-turut 120l/kapita/hari untuk pengguna domestik; 150
l/tempat tidur/hari untuk hotel tidak berbintang dan 250 l/ tempat tidur/hari
untuk hotel berbintang.
Dasar Penyediaan air bersih
Daftar inventaris dan analisis kondisi penyediaan air bersih saat ini harus
mencakup baik PDAM, bukan-PDAM dan/atau sistem berbasis masyarakat.
Untuk masing-masing sistem PDAM dan masing-masing sistem berbasis
masyarakat sebuah uraian terperinci tentang infrastruktur dan cakupan layanan
saat ini harus disajikan, disertai dengan peta-peta untuk menggambarkan
cakupan dan perincian teknis. Infrastruktur termasuk, tetapi tidak terbatas
pada: lokasi dan kapasitas sumber air baku, asupan, transmisi, fasilitas dan
kapasitas perawatan, tank penyimpanan dan embung, produksi air, air yang
disampaikan kepada konsumen akhir, jaringan distribusi, cakupan wilayah
jaringan, jumlah konseksi rumah/konsumen, meteran air, pipa umum, hydrant,
dll. ITMP harus juga menyajikan sebuah analisis kualitatif tentang kondisi
penyediaan air bersih saat ini. Ini akan termasuk, tapi tidak terbatas pada: UFW,
Lampiran
128
kualitas air, keberlangsungan pasokan, tekanan air, tarif air, keterjangkauan dan
kemauan untuk membayar, persoalan pengoperasian dan pemeliharaan, dll.
ITMP harus menyajikan, menganalisa dan menghitung informasi mengenai
kualitas pemberian layanan untuk memeroleh pemahaman menyeluruh
mengenai kondisi dan tantangan-tantangan dasar. ITMP harus mengidentifikasi
dan menghitung kekurangan-kekurangan dan hambatan dalam kaitannya
dengan: ketersediaan air baku, fluktuasi dan kekurangan musiman; kapasitas
produksi; kapasitas penyipanan; kapasitas transmisi; kehilangan air /UFW;
permintaan jam puncak versus kapasitas pasokan; keberlangsungan pasokan
dan jam-jam layanan harian (24 jam atau kurang); tekanan air; kualitas air; tarif
air dan keterjangkauan; jaringan distribusi, cakupan jaringan distribusi; dll.
Dasar penyediaan air bersih untuk masyarakat pulau kecil berpenghuni berhak
untuk diperhatikan secara khusus. ITMP harus menganalisa untuk masing-
masing permintaan air di pulau kecil berpenghuni (berdasarkan SNI 03-7065-
2005) serta infrastruktur dan pemberian layanan saat ini dalam kaitannya
dengan sumber dan kapasitas air baku, transmisi, pengolahan, kapasitas
produksi dan penyimpanan, UFW, distribusi, koneksi rumah, tarif air,
keberlangsungan pasokan, kualitas air, dll.
Analisis permintaan-pasokan
ITMP harus menyajikan sebuah analisis tentang permintaan air sesuai dengan
standar-standar SNI dan kondisi pasokan saat ini serta mengidentifikasi
kesenjangan-kesenjangan dalam pemberian layanan. ITMP juga harus
memperhitungkan periode jam puncak dan faktor-faktor kehilangan air dalam
menganalisa pasokan tersebut.
Tingkat layanan Penyediaan air bersih
ITMP harus menetapkan sebuah baseline yang tetap menurut kecamatan untuk
tahun dasar yang tetap yang diberikan di atas untuk indikator pemantauan
proyek “Penduduk yang diberikan akses ke sumber air yang baik” dan
menghitung kekurangan-kekurangan sebenarnya yang harus diperbaiki untuk
mencapai tingkat layanan yang sesuai dengan standar-standar nasional. Ini
adalah informasi yang sangat penting untuk mengukur salah satu dari indikator
pemantauan proyek.
Di Indonesia definisi-definisi global telah diterapkan untuk akses ke sumber air
yang baik, yaitu definisi WHO-UNICEF Joint Monitoring Program (JMP)
tentang sumber air yang “diperbaiki” yang mencakup sumber-sumber berikut
ini: koneksi rumah tangga / Pipa tegak umum / sumur bor/ sumur gali
terlindungi /mata air terlindung /pengumpulan air hujan.
Lampiran
129
ITMP harus menyajikan sebuah tabel tingkat layanan ringkasan dasar untuk
masing-masing Kecamatan, masing-masing Kabupaten/Kota, masing-masing
KTA dan TDA secara keseluruhan. Tabel-tabel ini harus menyajikan:
• # populasi, # rumah tangga
• % dari populasi yang terlayani oleh PDAM
• % dari populasi yang memiliki akses ke sumber air yang “diperbaiki”
lain
• % dari populasi tanpa akses ke sumber air yang baik.
Yang belakangan merupakan kesenjangan layanan yang akan diisi. Persentase
populasi yang menggunakan layanan penyediaan air bersih yang “diperbaiki”
harus memerhitungkan kepatuhan terhadap standar-standar dalam kaitannya
dengan kuantitas dan kualitas, yaitu persentasi populasi yang memiliki akses ke
PDAM, sumur bor, atau sumber lainnya dengan ketersediaan air kurang dari
120 l/kapita/hari untuk penggunaan rumah tangga dan harus dianggap
sebagai populasi tanpa akses ke sumber air yang baik.
Dalam hal terdapat temuan bahwa orang-orang mengandalkan air tanah
dangkal dan mata air untuk penyediaan air bersih, ITMP harus memberikan
data tentang kualitas air untuk mengevaluasi apakah sumber-sumber ini dapat
dianggap sebagai sumber air yang aman. Ini sangat penting khususnya dalam
KTAs, karena pengunjung yang menginap di penginapan rumahan akan
menggunakan air dari sumber yang sama.
Dalam hal kecamatan yang berukuran relatif besar, yaitu jika kecamatan yang
berukuran lebih besar daripada KTA, maka data tingkat layanan harus dipisah-
pisahkan lebih jauh menjadi data per kelurahan/desa. Ini sudah jelas dalam hal
Kecamatan Komodo, dimana data tingkat layanan harus disajikan pada tingkat
kelurahan/desa. Bahkan perincian lebih lanjut diperlukan untuk menganalisa
persoalan penyediaan air bersih di pulau-pulau kecil berpenduduk dan Taman
Nasional Komodo.
ITMP harus mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan
ditegaskan baik oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa
apakah dan sampai taraf mana investasi-investasi ini akan mengentaskan atau
memecahkan kekurangan-kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan-
kesenjangan apa yang masih ada. Menggunakan Rencana Induk penyediaan air
minum (RISPAM) untuk mengidentifikasi apakah peningkatan penyediaan air
bersih dalam jangka pendek, menengah dan panjang harus dicapai melalui
sistem penyediaan air bersih berpipa atau tanpa pipa.
Lampiran
130
Pengelolaan Air Limbah
Analisis pengelolaan air limbah harus didasarkan pada standar-standar SNI; yaitu SPM
Permen PU 01/PRT/M/2014.
ITMP harus menyajikan sebuah daftar inventaris dan analisis lengkap serta
mengidentifikasi kekurangan-kekurangan dalam infrastruktur dan layanan saat ini
termasuk sistem pembuangan air (jika ada), fasilitas-fasilitas perawatan, sistem-sistem
komunal, MCKs, fasilitas penyedotan, sistem septik, dll.
Penghasilan air limbah untuk masing-masing kecamatan harus dihitung. Tingkat
penghasilan air limbah dapat diasumsikan sebesar 80% dari permintaan air. Ini harus
dibandingkan dengan air limbah yang dikumpukan dan diolah mengidentifikasi
kesenjangan dalam hal kapasitas untuk pengelolaan air limbah. Tingkat risiko Sanitasi
menurut kecamatan harus menjadi bagian dari analisis dasar dengan penekanan
khusus pada KTAs. Di samping hal itu, Konsultan harus juga mengevaluasi faktor-
faktor seperti kepadatan penduduk, ketinggian, ketersediaan air, keinginan untuk
membayar untuk menentukan dalam rangka mengevaluasi apakah sistem saat ini di
area tertentu adalah yang paling sesuai. Informasi ini harus tersedia dalam rencana
induk sanitasi (SSK).
ITMP harus menganalisa praktik-praktik penyedotan saat ini (keseluruhan TDA dan
KTAs lebih khusus) termasuk, tapi tidak terbatas pada kapasitas truk-truk penyedotan
yang tersedia, cakupan wilayah, biaya layanan, keterjangkauan dan keinginan untuk
membayar, lokasi dan kapasitas IPLTs, identifikasi tentang kesenjangan kapasitas (truk
dan IPLTs).
ITMP harus menetapkan sebuah baseline yang tetap menurut kecamatan untuk tahun
dasar yang tetap yang dinyatakan di atas untuk indikator pemantauan proyek
“Penduduk yang disediakan dengan akses ke layanan sanitasi yang baik” dan
menghitung kekurangan-kekurangan yang sebenarnya yang harus diselesaikan untuk
mencapai tingkat layanan yang sesuai dengan standar-standar nasional. Ini adalah
informasi yang sangat penting untuk mengukur salah satu indikator pemantauan.
Di Indonesia definisi global telah digunakan untuk akses ke layanan sanitasi yang baik,
yaitu definisi WHO-UNICEF Joint Monitoring Program (JMP) yang menjelaskan
“sanitasi yang baik” sebagai: koneksi ke saluran pembuangan umum, koneksi ke sistem
septik, toilet siram-flush, toilet lubang sederhana, atau toilet lubang berventilasi yang
ditingkatkan. Jumlah penduduk tanpa akses ke layanan sanitasi yang baik di masing-
masing kecamatan merupakan kesenjangan yang akan diisi.
Lampiran
131
ITMP harus menyajikan sebuah tabel ringkasan dasar tingkat layanan untuk masing-
masing kecamatan, masing-masing kabupaten/kota, masing-masing KTA dan TDA
secara keseluruhan. Tabel-tabel ini harus menyajikan:
• # populasi
• # rumah tangga
• % dari populasi dengan akses ke sanitasi yang baik
• % dari populasi tanpa akses ke sanitasi yang baik (yang belakangan adalah
kesenjangan layanan yang akan diisi), seperti % populasi yang masih
mempraktikkan ODF.
Dalam hal kecamatan yang berukuran relatif besar, yaitu jika kecamatan yang
berukuran lebih besar daripada KTA, maka data tingkat layanan harus dipisah-
pisahkan lebih jauh menjadi data per kelurahan/desa. Ini sudah jelas dalam hal
Kecamatan Komodo, dimana data tingkat layanan harus disajikan pada tingkat
kelurahan/desa. Bahkan perincian lebih lanjut diperlukan untuk menganalisa
persoalan sanitasi di pulau kecil berpenduduk dan pada Taman Nasional Komodo.
Sebuah persoalan khusus yang akan diselesaikan yaitu pengelolaan air limbah yang
dihasilkan di kapal baik kapal wisatawan maupun kapal-kapal daerah.
ITMP harus mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan
baik oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai
taraf mana investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-
kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa yang masih ada.
Pengelolaan limbah padat
Analisis pengelolaan limbah padat harus didasarkan pada standar-standar SNI; yaitu
SPM Permen PU 01/PRT/M/2014.
ITMP harus menganalisa praktik-praktik pengelolaan limbah padat saat ini dan
mengidentifikasi kekurangan-kekurangannya. ITMP harus menetapkanpekerjaan pada
baseline yang diberikan di atas untuk masing-masing kecamatan untuk indikator
pemantauan proyek “Penduduk yang disediakan dengan akses ke layanan
pengumpulan limbah padat berkelanjutan.” Ini adalah informasi yang sangat penting
untuk mengukur salah satu indikator pemantauan.
Keberlanjutan berarti kepatuhan terhadap standar-standar layanan nasional (SPM
Permen PU 01/PRT/M/2014). Akses ke layanan pengumpulan limbah padat
berkelanjutans ditegaskan sebagai memiliki layanan pengumpulan paling tidak dua
kali satu minggu dan pengangkutan limbah yang dikumpulkan ke sebuah stasiun
pemindahan atau ke sebuah unit pemrosesan.
Lampiran
132
ITMP harus membahas tingkat penghasilan limbah yang sesuai dengan kondisi
setempat untuk penduduk, pengunjung siang hari dan pengunjung menginat, industri,
perdagangan, dll. ITMP harus juga membahas tingkat konversi dari volume ke berat.
Asumsi-asumsi dan metode penghitungan tingkat yang diajukan harus dibuat dengan
jelas dan harus disesuaikan.
Cakupan wilayah dan karakteristik sistem dari sistem pengelolaan limbah saat ini serta
jumlah penduduk yang dilayani harus dianalisa untuk masing-masing kecamatan.
Dalam hal kecamatan yang berukuran relatif besar, yaitu jika kecamatan yang
berukuran lebih besar daripada KTA, maka data tingkat layanan harus dipisah-
pisahkan lebih jauh menjadi data per kelurahan/desa. Ini sudah jelas dalam hal
Kecamatan Komodo. Bahkan perincian lebih lanjut diperlukan untuk menganalisa
pengelolaan limbah persoalan pada pulau-pulau kecil berpenduduk dan di Taman
Nasional Komodo. Sebuah persoalan khusus yang akan diselesaikan yaitu pengelolaan
limbah yang dihasilkan di kapal baik kapal wisatawan maupun kapal-kapal daerah.
Praktik-praktik, peralatan dan fasilitas saat ini harus dianalisa secara terperinci. Ini
termasuk, tetapi tidak terbatas pada:
• Asumsi tingkat penghasilan limbah, termasuk penghasilan limbah dari
pengunjung yang menginap dan pengunjung siang hari berturut-turut ke KNP.
• Limbah padat yang dihasilkan dan limbah yang dikumpulkan menurut
kecamatan dan dalam hal Kecamatan Komodo menurut desa.
• Praktik pengelolaan limbah padat yang dihasilkan saat ini:
o Di kapal baik dari kapal wisatawan maupun kapal-kapal daerah
o Oleh pengunjung KNP
o Pada pulau-pulau kecil berpenduduk.
• Peta yang menunjukkan wilayah cakupan untuk sistem pengumpulan saat ini.
• Persoalan Operasional (pengoperasian publik/swasta).
• Kualitas sistem pengumpulan dan pembuangan limbah padat saat ini serta
karakteristik menurut kecamatan, di KTAs dan untuk pulau-pulau kecil
berpenduduk individual (cakupan wilayah, frekuensi pengumpulan, persentase
populasi dan dunia usaha yang dilayani menurut pengumpulan dari pintu-ke
pintu, resp. Pengumpulan tidak langsung melalui TPS, penyapuan jalan, praktik
pembuangan sementara dan akhir).
• Ongkos pengumpulan Limbah padat.
• Lokasi dan kapasitas TPS yang ada dan yang direncanakan.
• TPA yang ada dan yang direncanakan (lokasi, ukuran dalam ha, kapasitas
desain, kapasitas tersisa, jenis pengoperasian, peralatan operasional di lokasi,
dll.).
• Kendaraan pengumpul limbah (pick-up, truk sampah dan truk arm roll, kapal,
dll): usia, status operasional, kapasitas, dll.
• Jumlah staf yang terlibat saat ini.
Lampiran
133
• Pengumpulan Limbah padatKeterjangkauan dan keinginan untuk membayar.
Dengan menerima kepatuhan dengan standar-standar layanan nasional (SPM Permen
PU 01/PRT/M/2014), yaitu memiliki layanan pengumpulan paling tidak dua kali
seminggu dan pengangkutan limbah yang dikumpulkan ke sebuah stasiun
pemindahan atau ke unit pemrosesan, dan target pengumpulan limbah ITMP sebesar
100%, ITMP harus mengidentifikasi dan menghitung kekurangan-kekurangan dan
hambatan dalam kaitannya dengan wilayah-wilayah dan penduduk yang saat ini
belum dilayani, volume limbah yang saat ini belum dikumpulkan, jumlah dan
kapasitas kendaraan/kapal pengumpulan tambahan yang dibutuhan, kapasitas
pembuangan sementara (TPS) dan pembuangan akhir (TPA) yang diperlukan
dibandingkan dengan kapasitas yang tersedia, investasi tambahan yang dibutuhkan
untuk mengganti praktik pembuangan terbuka saat ini menurut pengoperasian tempat
pembuangan sampah terkendali, kebutuhan pengawakan tambahan, dll.
ITMP harus mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan
baik oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai
taraf mana investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-
kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa yang masih ada.
Daerah bencana alam dan mitigasi risiko melalui pengendalian infrastruktur dan
pembangunan
Perencanaan induk tata ruang dan tindakan-tindakan infrastruktural untuk
mengurangi risiko bencana alam membutuhkan informasi dasar khusus mengenai
jenis-jenis risiko, lokasi-lokasi yang berisiko serta jumlah penduduk dan dunia usaha
yang berpotensi terdampak. Ini berhubungan dengan banyak sekali risiko seperti tanah
longsor (misalnya membutuhkan dinding turap), letusan gunung berapi (area-area
larangan pergi dan jalan evakuasi), kekeringan (penyediaan penampungan air), banjir
(area-area larangan pergi, selokan, stasiun pemompaan), gempa bumi (area-area
larangan pergi, standar konstruksi yang lebih tinggi dan biaya konstruksi; penyediaan
rute evakuasi darurat; batasan pelarangan bangunan khususnya pada lereng terjal dan
tanah yang tidak stabil), dll.
Sebagai bagian dari Tugas C2 ITMP harus mengidentifikasi dan menganalisa bahaya
alam ini dan menyajikan peta-peta terperinci yang menunjukkan daerah-daerah yang
berisiko, jenis-jenis risiko dan jumlah penduduk dan dunia usaha yang terdampak.
ITMP harus mengidentifikasi dan menghitung kebutuhan infrastruktur untuk
memitigasi risiko-risiko ini.
TOR Tugas D mengharuskan Konsultan untuk memersiapkan peta-peta terintegrasi
yang menampilkan zona-zona “larangan pengembangan”, zona-zona yang sesuai
Lampiran
134
hanya untuk jenis pengembangan tertentu, zona-zona dengan sedikit atau tanpa
batasan tentang jenis pengembangan, dan setiap peraturan bangunan yang
direkomendasikan, dll. Ini harus secara jelas mencakup larangan-larangan
pembangunan dan kondisi-kondisi terkait dengan mitigasi risiko bencana alam.
Lampiran
135
LAMPIRAN-3 : KAK PENYUSUNAN RIPT LABUAN
BAJO-FLORES
Daftar Isi:
1. Pendahuluan
2. Kerangka kerja
3. Tugas-tugas khusus
4. Deliverables, waktu pelaksanaan, dan manajemen proyek
5. Kebutuhan Tenaga Ahli
Lampiran-lampiran:
1. Wilayah Destinasi Pariwisata (TDA) dan Key Tourism Areas (KTA)
2. Kerangka Indikatif Daftar Isi Laporan Akhir
3. Tanggung jawab atas peninjauan rencana-rencana setelah penyelesaian Integrated
Tourism Master Plan
4. TOR untuk Tugas C.2: Analisis Data Baseline Penyediaan Infrastruktur dan Jasa
TABEL PENGENDALIAN DOKUMEN – AKAN DIHAPUS SEBELUM TOR DITERBITKAN
Versi Tanggal Komentar
v1 31 Mei 2019 • Asli sebagaimana yang dikirimkan ke Bank
v2 9 July 2019 • Komentar-komentar Bank pada v1menggunakan
Track Perubahan-perubahan
v3 22 July 2019 • Komentar-komentar Bank dimasukkan
• Komentar-komentar PMS untuk peninjauan
RIDA– teks warna biru
v4 30 Okt 2019 • DOKUMEN INI
• Untuk konsultasi publik
Lampiran
136
1. PENDAHULUAN
1.1 Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk melakukan transformasi ekonomi
Indonesia melalui pariwisata sebagai salah satu pendorong pertumbuhan utama. Secara
lebih spesifik, pemerintah bertujuan untuk meningkatkan wisatawan asing, wisatawan
domestik, pendapatan valuta asing, lapangan pekerjaan dan daya saing pariwisata
melalui pembangunan terintegrasi destinasi wisata prioritas. Integrated Infrastruktur
Development for National Tourism Strategic Areas Pemerintah (Indonesia Tourism
Development Project, atau “Proyek”) dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai badan pelaksana, bekerja sama dengan beberapa
Kementerian dan Badan-badan pemerintah lainnya sebagai badan-badan pelaksana,
menggabungkan APBN, APBDI, dan APBDII58untuk melaksanakan program tersebut dan
mencapai tujuan.
1.2 Pemerintah memutuskan untuk menyusun pembangunan destinasi-destinasi prioritas
dan memulai program tersebut dariLombok di provinsi Nusa Tenggara Barat, Borobudur-
Yogyakarta-Prambanan di provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, serta Danau Toba di
provinsi Sumatra Utara. Program tersebut mencakup persiapan Rencana Induk
Pariwisata Terpadu (RIPT) untuk masing-masing destinasi prioritas ini untuk
memberikan kerangka kerja yang kuat demi pembangunan pariwisata dan lahan yang
efektif dan berkelanjutan.
1.3 Proyek tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan akses ke infrastruktur dan
layanan dasar terkait pariwisata, memperkuat perekonomian daerah yang dikaitkan
dengan pariwisata, serta menarik penanaman modal swasta di wilayah destinasi wisata
prioritas di Indonesia. Di antara sasaran-sasaran inti, Proyek akan diupayakan untuk
meningkatkan kapasitas kelembagaan negara untuk memfasilitasi pembangunan
pariwisata terintegrasi dan berkelanjutan, yang memungkinkan Indonesia untuk dapat
membangun destinasi-destinasi lebih lanjut di seluruh nusantara.
1.4 Untuk memersiapkan pembangunan destinasi di masa datang, Pemerintah meminta
pembiayaan Hibah untuk persiapan tiga Rencana Induk Pariwisata Terintegrasi (RIPT)
atau Integrated Tourism Master Plan (ITMP) tambahan untuk destinasi Taman Nasional
Komodo/Labuan Bajo di Pulau Flores,Bromo-Tengger-Semeru dan Wakatobi. Jasa
Konsultansi (“Jasa”) yang dimaksud mencakup pengembangan Integrated Tourism
Master Plan untuk pembangunan pariwisata berkelanjutan di Labuan Bajo dan Taman
Nasional Komodo di Pulau Flores.
1.5 Terms of Reference (Kerangka Acuan Kerja, KAK) ini akan dikonsultasikan sebagai
bagian dari konsultasi publik tentang Instrumen Perlindungan Lingkungan dan Sosial
(yaitu Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial Proyek atau instrumen yang setara)
yang akan memandu Konsultan, dan segala revisi yang dibutuhkan yang teridentifikasi
58 APBN - AnggaranPendapatan dan Belanja Negara Indonesia (State Expenditure Budget); APBDI -
AnggaranPendapatan dan BelanjaProvinsi(Regional Expenditure Budget for Provincial level); APBDII - AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah (Regional Expenditure Budget for District level).
Lampiran
137
selama proses konsultasi ini akan ditambahkan pada Terms of Reference dan dibahas
dengan Konsultan pada saat perundingan kontrak.
2. KERANGKA KERJA
2.1 Konsultan akan memersiapkan Integrated Tourism Master Plan, yang terdiri atas:
A. Rencana pembangunan bertahap selama 25 tahun untuk keseluruhan wilayahDestinasi
wisata dan rencana pembangunan terperinci selama 5 tahun untuk kawasan inti
pariwisata yang diprioritaskan di dalam destinasi wisata prioritas (Dijelaskan dalam
Lampiran 1).
B. Rencana penanaman modal dan pembiayaan untuk infrastruktur dan jasa.
C. Program pembangunan kelembagaan dan program pembinaan kapasitas.
Program-program ini dirumuskan dengan mempertimbangkan baseline analisiskondisi-
kondisi sosio-ekonomi (selama sepuluh tahun terakhir dan menggunakan baseline year
yang konsisten) beserta demand analysis untuk kondisi yang akan datang (sejalan dengan
perencanaan bertahap selama 25-tahun).
2.2 Integrated Tourism Master Plan akan memberikan kerangka yang diperlukan untuk
pembangunan pariwisata yang efektif dan berkelanjutan serta akan memandu revisi hilir
dan/atau persiapan rencana-rencana tata ruang, rencana induk sektoral serta rencana-
rencana yang relevan lainnya di tingkat pusat dan daerah (daftar pendahuluan
diidentifikasi dalam Lampiran 3)
2.3 Sebuah pendekatan terintegrasi merupakan hal yang amat penting, yang menggabungkan
pengalaman internasional dengan pengetahuan daerah, mengupayakan sinergi antara
inisiatif pebangunan yang luas, berkenaan dengan unsur-unsur yang berwujud maupun
tidak berwujud dalam pembangunan pariwisata, menautkan pembangunan infrastruktur
multi-sektoral dengan perencanaan pembangunan spasial, serta meleburkan
pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dengan kelestarian aset-aset alami
(termasuk keaneka-ragaman hayati), warisan budaya dan sosial.
2.4 Dengan dampak kumulatif dan yang disebabkan, serta dampak-dampak fasilitas terkait,
dari pembangunan pariwisata, sebuah pendekatan menyeluruh dan sistematis untuk
analisis lingungan, peluang dan hambatan warisan sosial dan budaya dijamin menjadi
bagian dari persiapan dari Integrated Tourism Master Plan ini.
2.5 Hal yang amat penting adalah agar secara aktif melibatkan banyak pemangku
kepentingan di seluruh proses perencanaan, termasuk lembaga-lembaga pada semua
tingkat pemerintahan, BUMN, sektor swasta dan masyarakat setempat (termasuk
Masyarakat Adat).
2.6 Sebuah peta dasar terstandar harus dibuat dan terus digunakan (sebanyak mungkin)
dalam dokumen, dari analisis baseline mengenai pariwisata, infrastruktur, perlindungan,
selain aspek-aspek lain, untuk merencanakan tentang aspek-aspek tersebut.
Lampiran
138
2.7 Kerangka kerja untuk persiapan Integrated Tourism Master Plan mencakup sembilan
kategori dari tugas-tugas yang saling terkait berikut ini:
A. Analisis kerangka kelembagaan dan hukum, peraturan dan kebijakan yang
mencakup Indonesian planning,peraturan perundang-undangan lingkungan dan
sosial, seperti yang berkenaan dengan pembebasan lahan dan masyarakat adat.
B. Analisis tentang permintaan dan peluang untuk pembangunan Wilayah Destinasi
wisata.
C. Analisis tentang kondisi dasar tata ruang, kesenjangan infrastruktur dan atraksi serta
fasilitas pengunjung dan lingkungan penerima tempat pembangunan yang
direncanakan berlokasi. Ini juga mencakup analisisdasar tentang kondisi sosio-
ekonomi khususnya mengenai pembangunan SDM, pemberdayaan masyarakat,
pembangunan industri pariwisata, dan memungkinkan iklim untuk penanaman
modal swasta dan business entry (masuknya pemain baru).
D. Artikulasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial, sosio-ekonomi, dan warisan
budaya.
E. Berdasarkan temuan-temuan dalam huruf A-D, meringkas kesenjangan kritis dan
peluang untuk memastikan pembangunan pariwisata berkelanjutan di
WilayahDestinasi wisata, termasuk pembangunan atraksi-atraksi wisata dan sumber
daya (alam, budaya, buatan manusia, dan SDM), memberikan fasilitas dan layanan
pendukung, stimulasi permintaan dan pembangunan kapasitas kelembagaan.
F. Persiapan proyeksi pertumbuhan dan skenario pembangunan.
G. Memerinci skenario pembangunan yang dipilih.
H. Perumusan Integrated Tourism Master Plan.
I. Memastikan keterlibatan pemangku kepentingan secara aktif dan bermakna.
2.8 Integrated Tourism Master Plan:
A. Diciptakan sebagai sebuah program koordinasi untuk pembangunan wilayah
Destinasi Pariwisata yang optimal dan sebagai instrumen yang akan membuka jalan
untuk pembangunan pariwisata yang efektif dan berkelanjutan yang dimaksudkan
untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan bagi warga
setempat, sembari mencegah dampak negative yang dapat terjadi jika
pembangunan pariwisata dilakukan dengan cara yang tidak terintegrasi, sehingga
pertumbuhan kedatangan pengunjung melampaui penyediaan fasilitas untuk
mengelola beban yang dapat diakibatkan oleh pertumbuhan itu terhadap sumber
daya-sumber daya alam dan kultural59serta masyarakat yang menjadi tuan
rumahnya.
B. akan mengidentifikasi program-program prioritas yang diperlukan untuk
memperkuat kegiatan-kegiatan pariwisata di tingkat lokal dan akan memberikan
rekomendasi-rekomendasi terperinci untuk persiapan dan revisi rencana tata ruang
local dan provinsi serta rencana induk sektoral (jika perlu), tetapi tidak dengan
59 Rujukan tentang sumber daya atau asset-aset “budaya”, “kultural”, dan “wilayah-wilayah dengan signifikansi kultural”
mencakup tetapi tidak terbatas pada “warisan budaya”.Ini dapat mencakup situs-situs Masyarakat adat yang menjadi atraksi pariwisata.
Lampiran
139
sendirinya merupakan dokumen perencanaan tata ruang dengan efek wajib
menurut Kerangka Perencanaan Perkotaan Indonesia tidak dengan sendirinya
merupakan dokumen perencanaan tata ruang dengan pemberlakuan wajib menurut
Kerangka Perencanaan Perkotaan Indonesian
3. TUGAS-TUGAS KHUSUS
3.1 Konsultan akan mengadakan kegiatan-kegiatan yang telah diidentifikasi sebagai kegiatan
yang sangat penting untuk persiapan Integrated Tourism Master Plan untuk masing-
masing dari enam kategori luas dalam tugas-tugas yang saling terkait. Konsultan akan
membuat penilaian sendiri, mengidentifikasi kegiatan-kegiatan dan kebutuhan tambahan
serta memersiapkan rencana kerjanya dalam Proposal Teknis sesuai dengan hal itu.
3.2 Tugas-tugas besar berikut ini juga termasuk dalam lingkupnya:
Analisis
A. Analisiskerangka kelembagaan dan hukum, peraturan dan kebijakan.
B. Analisispermintaan dan peluang untuk pembangunan Wilayah Destinasi Pariwisata.
C. Analisiskondisi dasar/baseline: perencanaan tata ruang + infrastrukturdan
penyediaan jasa.
D. Artikulasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial, sosio-ekonomi dan warisan
budaya.
E. Ringkasan tentang kesenjangan kritis dan peluang untuk pembangunan destinasi
yang berkelanjutan.
Perencanaan strategis
B. Persiapan proyeksi-proyeksi pertumbuhan dan scenario pembangunan.
C. Persiapan arah pertumbuhan strategis pariwisata (a tourism strategic growth
direction), persiapan keseluruhan rencana pembangunan untuk seluruh Wilayah
Destinasi Pariwisata, dan persiapan rencana pembangunan terperinci untuk Kawasan
Inti Pariiwisata(Key Tourism Areas) prioritas.
D. Perumusan integrated tourism master plan, terdiri atas:
a. Rencana pembangunan pariwisata bertahap (H1)
b. Rencana penanaman modal dan pembiayaan untuk infrastruktur dan jasa
(H2) + (H3)
c. Program pembangunan kelembagaan (H4)
d. programpembinaan kapasitas (H5).
Keterlibatan pemangku kepentingan (Stakeholder)
E. memastikan keterlibatan pemangku kepentingan secara aktif dimasukkan dalam
seluruh proyek.
3.3 Tugas A, B, C, Ddan E akan menghasilkan sebuah analisismenyeluruh serta pemahaman
tentang kondisi baseline. Tugas F-Hmerupakan suatu pelaksanaan perencanaan strategis
dan partisipatif yang akan menghasilkan perumusan Integrated Tourism Master Plan.
Keterlibatan pemangku kepentingan secara aktif—TugasI—adalah bagian dan bidang dari
keseluruhan pendekatan di seluruh penugasan.
Lampiran
140
3.4 Sambil menjalankan Tugas C, D, E, F, G, Hdan I,Konsultan akan harus menerapkan dan
mematuhi Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (19 Januari 2018, atau pembaruan
terakhir) Proyek (atau Instrumen Pengamanan Lingkungan dan Sosial yang setara yang
akan ditegaskan pada saat perundingan kontrak).60
3.5 TUGAS A: Analisiskerangka kelembagaan dan hukum, peraturan dan kebijakanmenckaup hal-hal
berikut ini:
A.1 Konsultan akan melakukan analisismenyeluruh atas kerangka
kelembagaan dan hukum yang ada yang terkait dengan pariwisata terintegrasi
dan pengembangan tata ruang di Wilayah Destinasi Pariwisatadan
mengidentifikasi kekurangan, ketidaksesuaian serta kesenjangan dalam kerangka
kelembagaan dan hukum serta peraturan dan kebijakan yang ada serta
mengevaluasi dampaknya terhadap pengembangan pariwisata. Analisis ini harus
menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang jelas mengenai persoalan-persoalan
kelembagaan dan hukum yang harus dipecahkan untuk memfasilitasi
pengembangan pariwisata.
A.2 Ini mencakup identifikasi badan-badan yang bertanggung jawab atas
pengembangan pariwisata, perencanaan pembangunan tata ruang, perencanaan
infrastruktur, seperti pengelolaan lingkungan, sosial (termasuk pembebasan
lahan) dan kultural.
A.3 Kerangka hukum terdiri atas:
• Dokumen-dokumen perencanaan tata ruang, seperti Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) di tingkat kota/kabupaten, provinsi dan pusat61serta
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
• Rencana induk sektoral, seperti untuk penyediaan air bersih, pengelolaan
limbah padat, sanitasi, pengangkutan, dan listrik
• Analisis dampak lingkungan dan sosial serta rencana-rencana
pengelolaan, seperti AMDAL, UKL/UPL, dan LARAP62
• Studi/dokumen Masyarakat adat
• Rencana pengelolaan taman/situs warisan alam dan budaya, termasuk di
antaranya.
A.4 Konsultan akan memasukkan kegiatan-kegiatan spesifik berikut ini
dalam analisis:
60ESMF tersedia pada:http://documents.worldbank.org/curated/en/827001518354497151/Environmental-and-sosial-management-framework-final.
61 Di Indonesia, penatalaksanaan subnasional mencakup empat tingkat: (1) Provinsi, (2) Kotadan Kabupaten, (3)
Kecamatanatau Distrik dan (4) Kelurahan atau Desa.
62AMDAL - Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; UKL-UPL - Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup / Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup; LARAP - Land Acquisition and Resettlement Action Plan (Rencana Tindak Pembebasan Lahan dan Relokasi). Lihat juga Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (atau Instrumen Penjagaan Lingkungan dan Sosial yang setara untuk ditegaskan pada saat Perundingan Kontrak).
Lampiran
141
i. Identifikasi otoritas perencanaan di dalam destinasi wisata untuk
berbagai komponen; misalnya, penggunaan lahan, penggunaan sumber
daya, pengangkutan, utilitas, pengelolaan pengunjung ke Taman-taman
Provinsi, Taman-taman nasional, situs-situs warisan budaya, situs-situs
Warisan Dunia, Geopark, Biosfer, dan wilayah-wilayah yang dilindungi
Laut.
ii. Identifikasi semua pemangku kepentingan dan pengaturan kerjasama di
antara mereka untuk mengembangkan program pariwisata; misalnya,
pemerintah, SOE, sektor swasta, masyarakat (termasuk Masyarakat adat),
dan LSM, termasuk peran dan tanggung jawab para pemangku
kepentingan saat ini, kesenjangan, serta kerjasama saat ini seperti
mengevaluasi dampak terhadap pengembangan pariwisata. Analisis ini
akan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang jelas mengenai perna,
tanggung jawab dan pengaturan kerjasama yang harus dipecahkan untuk
memfasilitasi pengembangan pariwisata.
iii. Evaluasi tentang kerangka peraturan perundang-undangan yang di
dalamnya pelaksanaan perencanaan akan terjadi.
iv. Peninjauan dan evaluasi rencana pengembangan tata ruang dan sektoral
yang ada (termasuk rencana-rencana untuk taman-taman Provinsi,
Taman-taman Nasional, Situs-situs Warisan Budaya, Situs Warisan
Dunia, Taman Bumi/Geopark, Biosfer, dan Wilayah-wilayah Laut yang
dilindungi, jika perlu), termasuk semua instrumen peraturan perundang-
undangan serta dokumen-dokumen kebijakan terkait yang berlaku saat
ini untuk memandu dan mengendalikan pengembangan.
3.6 TUGAS B: Analisistentang permintaan dan peluang untuk pembangunan Wilayah Destinasi
Pariwisatamencakup hal-hal berikut ini:
B.1 Konsultan akan menganalisis kondisi ekonomi dan tren pembangunan
setempat (selama sepuluh tahun terakhir dan menggunakan tahun baseline yang
konsisten) untuk memeroleh pemahaman yang seksama tentang situasi saat ini
dan potensi pengembangan Wilayah Destinasi Pariwisata dalam kaitannya dengan
populasi, pekerjaan, dan perekonomian wilayah dengan fokus khusus pada
pengembangan pariwisata (memberikan prakiraan sejalan dengan perencanaan
bertahap selama 25-tahun).
B.2 Analisis ini akan memasukkan kegiatan-kegiatan khusus berikut:
i. Mengumpulkan dan meninjau informasi tentang populasi (termasuk etnis
minoritas, kelompok-kelompok rentan, Masyarakat adat /Indigenous
Peoples (IPs)) dan tren pertumbuhan pekerjaan, termasuk penduduk
sementara (pengunjung) serta pendatang yang mencari pekerjaan.
Lampiran
142
ii. Mengumpulkan dan meninjau informasi untuk menilai hubungan antara
berbagai sector perekonomian yang memengaruhi, dan dipengaruhi oleh
pengembangan pariwisata di Wilayah Destinasi Pariwisata. Sektor-sektor
terkait, diantaranya, termasuk pertanian, perikanan, dan pemrosesan
makanan, di Wilayah Destinasi Pariwisata.
iii. Mengumpulkan dan meninjau informasitentang jumlah historis
pengunjung dalam negeri dan asing seperti karakteristik intinya
(misalnya pasar-pasar sumber besar, tujuan kunjungan, rata-rata lama
menginap, rata-rata pengeluaran harian, dan jenis akomodasi yang
digunakan). Ini juga harus mencakup setiap informasi tentang
permintaan pengunjung atas fasilitas-fasilitas dan atraksi-atraksi khusus,
seperti permintaan untuk berbagai jasa pariwisata (misalnya,
pengangkutan, restoran, tur). Analisis Pasar dan studi Penilaian
Permintaan (Demand Penilaian) yang ditugaskan oleh World Bank Group
di bawah kontrak terpisa63mencakup sebuah penilaian
pertama.Konsultan harus menggunakan laporan ini sebagai pijakan,
meninjau, melengkapi dan memperbarui informasi jika perlu, dan
membuat penilaiannya sendiri.Ini harus mencakup proyeksi-proyeksi
bertahap selama 25-tahun untuk jumlah kedatangan pengunjung,
pengeluaran harian dan lama menginap, untuk pengunjung baik
domestik maupun asingpaling tidak dengan dua skenario (untuk
diperhalus lebih lanjut menurut Tugas F), yaitu: sebuah skenario
“business as usual” dimana Pemerintah Indonesia tidak melakukan
intervensi khusus; dan sebuah skenario “kasus-terbaik” dimana
Pemerintah melakukan penanaman modal dalam infrastruktur keras dan
lunak yang amat penting yang dianggap perlu untuk memenuhi
permintaan di masa datang.
iv. Mengumpulkan, meninjau dan memutakhirkan informasi (yaitudari
AnalisisPasar dan studi Demand Penilaian) mengenai kapabilitas dan
keahlian dunia usaha setempat, khususnya perusahaan-perusahaan dan
masyarakat setempat untuk memainkan peran aktif dalam, dan
memeroleh manfaat dari, pembangunan pariwisata yang dipercepat.
3.7 TUGAS C: Analisis kondisi baseline. Konsultan akan menganalisa secara seksama semua
aspek yang berkenaan dengan pembangunan pariwisata, termasuk trend an pola-pola
pengembangan tata ruang, penyediaan infrastruktur dan jasa, atraksi pengunjung, serta
fasilitas-fasilitas pengunjung dan lingkungan yang menerima tempat pengembangan-
pengembangan yang direncanakan akan berlokasi.
3.8 Untuk perencanaan infrastruktur,penting untuk memahami tren dan pola-pola penyebaran
tata ruang serta pembangunan cipta karya, industry, perdagangan dan pariwisata di masa
lalu. Konsultan karenanya harus:
63 bpiw.pu.go.id/itmp
Lampiran
143
• Menetapkan wilayah-wilayah mana saja yang termasuk perdesaan dan
perkotaan
• Menetapkan kepadatan penduduk di masing-masing Kecamatan
• Memetakan penyebaran cipta karya tata ruang
• memetakan lokasi dan tipologi penggunaan lahan industrial dan komersial
• memetakan lokasi klaster-klaster akomodasi pariwisata
• menganalisa tren pertumbuhan tata ruang permukiman, industry, perdagangan
dan akomodasi pariwisata selama sepuluh tahun terakhir
• menetapkan proyek-proyek saluran pipa yang dikonfirmasi serta
karakteristiknya (perumahan, industri, perdagangan dan pariwisata) serta
memetakan lokasi terencananya, dll.
3.9 Analisis tersebut harus menghasilkan pemahaman yang mendalam mengenai kondisi dasar
untuk pembangunan pariwisata dan akan mengidentifikasi persoalan-persoalan
perencanaan tata ruang (C1) maupun penyediaan infrastruktur dan jasa (C2).
C.1 Analisis data dasar perencanaan tata ruang: Konsultan akan
mengumpulkan, menyusun dan menganalisa informasi terkait mengenai kondisi-
kondisi tata ruang, lingkungan, sosial dan budaya, termasuk tapi tidak terbatas
pada:
1) Penggunaan lahan yang ada dan perencanaan penggunaan lahan yang
terdapat dalam rencana-rencana tata ruang.
2) Pola-pola pengembangan tata ruang, terutama pola-pola dan tren-tren
pertumbuhan wilayah perkotaan, semi-perkotaan, dan perdesaan selama
sepuluh tahun terakhir.
3) Inisiatif-inisiatif pengembangan baru yang direncanakan terkait dengan
pembangunan ekonomi.
4) Akomodasi pariwisata, atraksi dan signifikasi lingkungan, kultural atau
sosialnya, area dan fasilitas rekreasi, termasuk penanaman modal baru
yang direncanakan.
5) Kepemilikan lahan (termasuk persoalan warisan tanah64) dengan
penekanan khusus pada Kawasan Inti Pariiwisataatau Key Tourism
Areasdan lokasi-lokasi pengembangan yang signifikan secara strategis.
6) Uraian tentang lingkungan penerima, baik saat ini maupun di bawah
skenario perubahan iklim yang diantisipasi, untuk mencakup hal-hal
berikut ini:
a) Sumber daya fisik:
• topografi
64Lihat Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial pada LARPF alinea 84–87 tentang tugas-tugas untuk Konsultan
ITMP untuk menilai persoalan warisan tanah.
Lampiran
144
• tanah: stratigrafi sub-permukaan
• geologi dan bahaya geologis: gempa bumi, patahan, lines,
gunung berapi, sinkholes
• iklim dan meteorologi, termasuk perubahan iklim
• hidrologi
• reseptor sensitif
• kualitas udara
• kebisingan
• getaran
• kualitas air: data sampling kualitas air dasar dan
sampling kualitas air sekunder.
b) Sumber daya ekologis:
• sumber daya daratan
• fauna terrestrial
• sumber daya akuatik
• fauna akuatik.
(d) Sumber daya sosial dan kultural:
• demografi
• ekonomi
• pendidikan
• kesehatan
• sejarah, budaya dan arkeologi.
7) Jika mungkin, keberadaan Masyarakat adat(Indigenous Peoples (IPs))
(dengan peta), karakteristik perekonomian masyarakat, habitat (termasuk
total rumah tangga/warga) tanah adat, integrasi kultural dan masyarakat,
kondisi kesehatan, pengetahuan, dan lembaga adat.
8) Konflik-konflik sosial, hubungan/kerjasama sosial. (Kemungkinan
konflik-konflik yang dapat timbul dari saling klaim terhadap sumber
daya alam (misalnya, mata pencaharian masyarakat versus perlindungan
habitat alam).
C.2 Analisis data baseline penyediaan infrastruktur dan jasa65 Konsultan
akan mengumpulkan, menyusun dan menganalisa informasi yang terkait tentang
penyediaan infrastruktur dan pemberian jasa, mengidentifikasi dan
mengkuantifikasi kekurangan dan hambatan-hambatannya.
65Standar-standar untuk dasar-dasar penyediaan airdimasukkan dalam SPM Permen PU 01/PRT/M/2014
dan SNI 03-7065-2005; untuk limbah padat, SPM Permen PU 01/PRT/M/2014, Permen PU 03-2013, SNI
19-2454-2002 dan untuk air limbah, SPM Permen PU 01/PRT/M/2014. Konsultan akan memastikan
bahwa semua baseline memenuhi standar-standar yang tepat untuk tujuan pembangunan pariwisata.
Lampiran
145
Tugas C.2 mencakup kegiatan-kegiatan berikut ini (TOR terperinci untuk sub-
tugas khusus ini diberikan dalam Lampiran 4):
1) Mengumpulkandan menyediakan semua peta infrastruktur (infrastruktur
yang ada dan yang direncanakan oleh pemerintah dan/atau sektor swasta).
2) Menetapkansuatu dasar populasi terperinci untuk tujuan perencanaan
infrastruktur.66
3) Menetapkansebuah model permintaan transportasiasi untuk Wilayah Destinasi
Pariwisata untuk menganalisa:
a. Keseluruhan permintaan transportasiasi seperti permintaan
transportasiasi terkait pariwisata dan volume lalu lintas
b. konektifitas/akses eksternal ke Wilayah Destinasi Pariwisata
(berdasarkan Market Analisisdan studi Demand Penilaian, yang
membutuhkan pemutakhiran dan perluasan), termasuk identifikasi
kondisi sekarang, kekurangan dan penanaman modal yang
direncanakan dalam kapasitas bandara dan angkutan udara,
pelabuhan, jalan tol, jaringan jalan nasional dan provinsi, kereta
api, dan sistem transportasi umum eksternal (jarak jauh)
c. konektifitas internal, termasuk jalan-jalan, lalu litas kendaraan
bermotor dan bukan kendaraan bermotor, keselamatan jalan,
angkutan darat umum dan swasta serta angkutan laut/air.
4) Menganalisa drainase dan perlindungan banjir.
5) Menganalisa infrastruktur kebutuhan dasar, termasuk pasokan air,
pengelolaan limbah cair, dan pengelolaan limbah padat.
6) Menganalisa pasokan listrik, IT serta jasa dan fasilitas khusus pariwisata.
7) Mengidentifikasi dan menganalisa wilayah-wilayah bencana alam (banjir,
longsor, tsunami, aktifitas gunung berapi, gempa bumi, dll.) dan peta-
peta terperinci saat ini yang memerlihatkan wilayah-wilayah berisiko,
jenis-jenis risiko dan jumlah penduduk dan dunia usaha yang terdampak.
Mengidentifikasi kebutuhan infrastruktur untuk memitigasi risiko.
Mengidentifikasi dan menganalisa wilayah-wilayah bahaya akibat
manusia (seperti pengambilan ikan secara berlebihan, pencemaran air
laut, dll.).
Analisis tersebut harus menghasilkan sebuah uraian dasar yang jelas,
termasuk tapi tidak terbatas pada:
66Paling tidak data penduduk sampai dengan tingkat kecamatan, khususnya untuk Wilayah Pariwisata Kunci atau Key
Tourism Areas.
Lampiran
146
8) Sebuah uraian terhitung tentang tingkat infrastruktur dan jasa saat ini
sebagai dasar untuk pemantauan dan evaluasi program di tingkat
Wilayah Destinasi Pariwisatadan Key Tourism Area.
9) Sebuah uraian terhitung tentang kesenjangan-kesenjangan yang ada
dalam penyediaan infrastruktur dan penyediaan jasa dibandingkan
dengan standar-standar nasional di tingkat Wilayah Destinasi
Pariwisatadan di tingkat Key Tourism Area. Ini mencakup penetapan
tingkat dasar pelayanan untuk pasokan air, sanitasi, pengelolaan limbah
padat dan jalan-jalan di tingkat kecamatan menggunakan standar-
standar MPWH.
10) Sebuah uraian terhitung tentang kebutuhan infrastruktur untuk
memitigasi risiko-risiko bahaya alam atau akibat manusia.
11) Sebuah analisis terhitung mengenai seberapa taraf penanaman modal
public dan swasta yang direncanakan akan mengentaskan atau
memecahkan kekurangan-kekurangan yang teridentifikasi dan
kesenjangan di bidang apa yang masih ada.
3.10 TUGAS D: artikulasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial, sosio-sekonomi dan warisan
budaya. Landasan-landasan inti dari industry pariwisata adalah warisan budaya,
lingkungan alam (termasuk keragaman hayati), dan identitas budaya yang khas
(termasuk identitas Masyarakat Adat).
3.11 Pembangunan pariwisata, jika tidak dikelola dengan cara seksama, dapat
mengakibatkan—misalnya—degradasi daerah-daerah yang dilindungi, hilangnya
keragaman hayati dan spesies langka, serta penurunan asset-aset yang signifikan secara
kultural. Namun demikian, pariwisata juga memiliki potensi yang kuat sebagai kekuatan
pendorong dalam hal konservasi asset lingkungan Negara, perlindungan keragaman
hayati dan habitat-habitat alaminya, perlindungan asset-aset budaya, seperti dalam hal
kesadaran lingkungan dan pembukaan lapangan pekerjaan.
3.12 Integrated Tourism Master Plan akan memandu skala dan lokasi spasial dari
pertumbuhan spasial dan infrastruktur yang akan dating serta menetapkan kebijakan-
kebijakan dan praktik-praktik untuk memastikan bahwa asset-aset lingkungan, sosial,
masyarakat dan warisan budaya yang sangat penting tetap dilindungi, dan dampak-
dampaknya dikelola dan dipantau dengan semestinya. Pemahaman yang mendalam
mengenai hambatan dan peluang untuk pengembangan Wilayah Destinasi Pariwisata
karenanya merupakan prasyarat untuk memastikan bahwa pengembangan pariwisata
akan dilakukan berkelanjutan.
D.1 Konsultan akan (a) mengumpulkan dan menafsirkan data dasar yang
terkait dan (b) mengembangkan peta-peta dan laporan-laporan tentang
tantangan, peluang dan hambatan untuk pertumbuhan yang berkelanjutan secara
Lampiran
147
lingkungan dan sosial dan untuk berbagai jenis fasilitas pariwisata serta
infrastruktur pendukung.
Dalam menjalankan subtugas D.1, Konsultan harus mengakui bahwa konsep
peluangdan hambatan dapat diterapkan secara berbeda tergantung pada apakah
wilayah yang sedang dipertimbangkan telah memiliki fasilitas-fasilitas pariwisata
atau belum berkembang.
• Jika fasilitas-fasilitas pariwisata sudah ada, peluang dapat
mencakup perluasan, peningkatan, restorasi, atau pelestarian.
• Contoh-contoh hambatan dalam hal ini adalah: pengembangan di
sekitarnya yang tidak konsisten dengan atau menyimpang dari nilai
atau tujuan-tujuan pariwisata; kurangnya akses yang memadai;
degradasi lingkungan; kurangnya peraturan yang diperlukan;
ketiadaan pengendalian untuk mencegah penggunaan yang
berlebih; kurangnya marka/display publik (marka-marka, display
public), pusat-pusat informasi, dan kemudahan-kemudahan
wisatawan; atau kapasitas pengelolaan limbah yang tidak memadai.
• Dalam situasi yang tidak/belum berkembang atau lahan hijau
(greenfield), peluangnya adalah hal-hal yang tersedia yang
merupakan asset lingkungan, sosial, atau kultural.
• Hambatanyang akan diterapkan adalah hal-hal yang dapat
mencegah pengembangan asset-aset yang akan mengakibatkan
dampak negatif terhadap peluang-peluang tersebut. Contoh-
contohnya dapat mencakup: belum ada pengembangan terhadap
lereng-lereng curam atau di wilayah rawan banjir, kode-kode
bangunan khusus di wilayah-wilayah dengan risiko seismik,
pengendalian pada lokasi serta karakteristik struktur untuk
menghindari dampak-dampak terhadap viewscape, atau penyediaan
jasa pengelolaan limbah yang beriringan dengan pengembangan.
D.2 Sejalan dengan anggaran rumah tangga/undang-undang tentang
wilayah yang dilindungi serta zona-zona inti dan penyangganya (misalnya,
Taman-taman Provinsi, Taman Nasional, Situs-situs Warisan Dunia, Geopark,
Biosfer, dan Wilayah Terlindung Laut/Marine Protected Areas), peta-peta
tersebut harus menampilkan zona-zona “larangan pengembangan”, zona-zona
yang cocok hanya untuk jenis-jenis pengembangan tertentu, zona-zona dengan
sedikit atau tanpa pembatasan terhadap jenis pengembangan, dan setiap
peraturan bangunan yang direkomendasikan, dll. Ini harus memasukkan
pembatasan-pembatasan pengembangan dan kondisi-kondisi yang terkait dengan
mitigasi risiko bahaya alam secara jelas.
Lampiran
148
D.3 Kebijakan penjagaan World Bank harus diperhitungkan dalam tugas
ini, panduan berikut ini sebagaimana yang disajikan secara terperinci dalam
Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (atau Instrumen Penjagaan
Lingkungan dan Sosialyang setara, akan ditegaskan pada saat perundingan
kontrak). Unsur-unsur kebijakan yang memandu pengembangan ke arah hasil-
hasil yang positif terhadap kondisi lingkungan, sosial (termasuk gender), sosio-
ekonomi dan warisan budaya akan diperhitungkan dalam mengidentifikasi
peluang, dan pelarangan serta pembatasan-pembatasan yang disajikan dalam
beberapa kebijakan tersebut akan menjadi bagian dari hambatan. Kebijakan-
kebijakan yang paling sesuai pada tahap perencanaan ini67 adalah:
1) OP 4.01 Analisis Lingkungan dan hierarki pengelolaan dampaknya – cegah,
minimalisir, mitigasi, dan imbangi dengan urutan preferensi menurun.
2) OP 4.04 Habitat Alam dan batasan-batasannya terhadap konversi habitat
kritis dan alam.
3) OP 4.10 Masyarakat adat yang memiliki tujuan-tujuan yang diantaranya ialah
menghindari atau meminimalisir dampak buruk terhadap masyarakat asli.
4) OP 4.11 Sumber daya Fisik Kultural yang bertujuan untuk melindungi sifat
kultural yang diketahui dan ditemukan secara kebetulan.
5) OP 4.12 Relokasi Spontan dengan perhatian khusus terhadap asas-asas
penghindaran atau minimalisir pemindahan, termasuk pemindahan ekonomi
melalui batasan akses ke sumber daya alam adat.
6) Panduan Lingkungan, Kesehatan, dan Keselamatan (World Bank Group, 2007 plus
pemutakhiran, umumnya disebut sebagai EHS Guidelines)68. Bagian-bagian
yang berlaku adalah Panduan Umum, yang termasuk standar udara, air, dan
kebisingan; keselamatan masyarakat dan tempat kerja; pencegahan polusi;
perlindungan energi dan air, dll. Ditambah sejumlah panduan sektoral
termasuk:
i. Pengembangan Pariwisata dan Keramah-tamahan
ii. Fasilitas-fasilitas Pengelolaan Limbah
iii. Air dan Sanitasi
iv. Pelabuhan, Dermaga dan Terminal
v. Bandar Udara
vi. Jalan Tol
vii. Transmisi dan Distribusi Tenaga Listrik.
67Lihat juga kerangka Pengelolaan Lingkungan dan SosialManagement Framework (atau Instrumen Penjagaan
Lingkungan dan Sosial yang setara yang akan ditegaskan pada saat Perundingan Kontrak).
68 www.ifc.org/ehsguidelines
Lampiran
149
3.13 Asas-asas dari kebijakan penjagaan disajikan secara terperinci dalam Kerangka
Pengelolaan Lingkungan dan Sosial. Relevansi Panduan EHS sektoraldalam Tugas E
terutama dalam pemilihan tapak untuk berbagai jenis infrastruktur. Aspek-aspek lain dari
panduan yang mereka sediakan akan merupakan hal yang penting dalam Tugas G.
3.14 TUGAS E: Ringkasan kesenjangan kritis dan peluang untuk pengembangan destinasi
berkelanjutan. Berdasarkan temuan-temuan dalam A-D, Konsultan akan mengutip
kesenjangan kritis dan peluanguntuk memastikan pengembangan destinasi yang
berkelanjutan. Tugas ini termasuk hal-hal sebagai berikut:
E.1 Meringkas Kekuangan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (Strengths, Weaknesses,
Opportunities and Threats—SWOT) pariwisata di destinasi di seluruh rantai nilai
pariwisata: berdasarkantemuan dari analisis baseline yang diadakan dalam Tugas-
tugas A sampai D, Konsultan akan menyusun daftar Kekuatan, Kelemahan,
Peluang dan Ancaman (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT))
pariwisata pada destinasi, sesuai dengan empat pilar daya saing destinasi berikut
ini:
1) Kondisi permintaan, termasuk:
i. Tren pengunjung: kedatangan pariwisata domestic dan
internasional, pengeluaran, lama menginapdan musiman.
ii. Konsentrasi dan penyebaran pengunjung spasial.
iii. Akses pengunjung: pilihan akses udara, darat dan laut serta biaya
komparatif; kondisi dan ongkos masuk atraksi.
iv. Profil dan preferensi pengunjung: demografis, segmen, pengalaman
dan kegiatan.
v. Saluran-saluran distribusi dan reservasi: perekonomian berbagi
(sharing economy), saluran pemesanan digital, perantara-perantara
perdagangan perjalanan.
2) Sumber daya pariwisata, termasuk:
i. Fitur-fitur, atraksi dan pengalaman pariwisata alam.
ii. Fitur-fitur, atraksi dan pengalaman pariwisata budaya.
iii. Atraksi dan pengalaman pariwisata buatan manusia.
iv. Kapasitas sumber daya manusia dan usaha.
v. Kondisi ketersediaan, kualitas dan kepemilikan lahan untuk
pengembangan pariwisata.
vi. Keberlanjutan dan daya tampung sumber daya alam dan budaya.
3) fasilitas dan jasa pendukung, termasuk:
i. Kapasitas, hunian, pendapatan dan penetapan harga akomodasi.
ii. Keragaman dan kualitas Katering/restoran.
iii. Pilihan-pilihan pengangkutan pengunjung (termasuk frekuensi
layanan per hari atau per minggu) seperti waktu perjalanan dan
ongkos dari masing-masing pilihan.
Lampiran
150
iv. Pengoperasian tamasya, pengoperasian kegiatan serta ragam dan
kualitas pemanduan.
v. Kapasitas dan kualitas infrastruktur terkait pariwisata (bandara,
jalan, air, listrik, pengelolaan limbah, dll.).
vi. Ketersediaan dan kualitas kemudahan-kemudahan pengunjung
(sanitasi, informasi, marka/display publik, tempat duduk,
perlindungan, dll.)
vii. Fasilitas dan sumber daya pelatihan pariwisata.
viii. Kualitas dan ragam ritel dan belanja.
ix. Fasilitas dan layanan terkait pariwisata lainnya (misalnya finansial).
x. Konsentrasi dan penyebaran spasial fasilitas dan layanan
pendukung.
4) Struktur dan organisasi industri termasuk:
i. Organisasi, kapasitas dan keahlian pariwisata sektor publik, sektor
swasta dan berbasis masyarakat.
ii. Relevansi dan cakupan kebijakan dan perencanaan.
iii. Keberadaan dan relevansi program-program pemasaran dan
strategi branding serta tindakan.
iv. Rasio kinerja, kemajuan dan keberhasilan dengan kebijakan dan
rencana pelaksanaan.
v. Kemitraan dan kerjasama Publik-swasta-masyarakat.
vi. Inisiatif jaminan kualitas.
vii. Kebijakan-kebijakan dan promosi investasi pariwisata.
E.2 Mengartikulasi faktor-faktor keberhasilan yang amat penting untuk pengembangan
pariwisata berkelanjutan: Menyusun prioritas dan, jika perlu, mengelompokkan
unsur-unsur SWOT untuk memeroleh peluangdan kesenjangan kritis yang harus
diselesaikan dalam ITMP, untuk memastikan dan memaksimalisir pertumbuhan
pariwisata berkelanjutan.
3.15 TUGAS F: Persiapan proyeksi pertumbuhan dan skenario pengembangan. Berdasarkanan
analisis kondisi saat ini dan potensi pertumbuhan, langkah selanjutnya adalah
memersiapkan proyeksi pertumbuhan (F1) dan untuk menerjemahkan semua ini menjadi
kebutuhan spasial dalam kaitannya dengan kemungkinan skenario pengembangan (F2)
sembari mempertimbangkan dengan baik peluangdan hambatan (D) serta analisis SWOT
(E1) yang telah teridentifikasi.
3.16 Konsultan akan memersiapkan model-model berbasia GIS untuk proyeksi pertumbuhan
serta untuk persiapan dan visualisasi skenario pengembangan spasial yang berbeda.
Diharapkan bahwa model tersebut akan direplikasi dan digunakan pada destinasi-
destinasi wisata lain dan mendukung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat dan/atau pejabat setempat dalam persiapan rencana pembangunan pariwisata.
Lampiran
151
F.1 Memersiapkan proyeksi pertumbuhandan standar-standar perencanaan
berdedikasi:
1) Konsultan akan memersiapkan proyeksi pertumbuhan untuk jangka waktu
25 tahun dan proyeksi pertumbuhan jangka menengah selama 5 tahun,
termasukpariwisata, sektor-sektor ekonomi daerah lain, kepadatan
penduduk dan peluang kerja.
2) Proyeksi pertumbuhan penduduk harus memertimbangkan penduduk
tetap, penduduk sementara (pengunjung asing dan domestik), serta
kemungkinan membanjirnya pencari kerja dan keluarga mereka yang
tertarik oleh peluang ekonomi karena pengembangan pariwisata yang
dipercepat.
3) Proyeksi pertumbuhan pengunjung dan lapangan pekerjaan terkait
pariwisata akan tumbuh, tetapi meningkatkan dan memutakhirkan
AnalisisPasar dan Studi Demand Penilaian untuk memungkinkan
kuantifikasi indikator-indikator permintaan seperti:
• Beban pengunjung puncak (baik di tingkat Wilayah Destinasi
Pariwisata maupun Key Tourism Area)
• Jumlah kamar hotel tambahan
• Kapasitas tambahan jaringan transportasiasi (jalan, bandara,
pelabuhan laut, dll.)
• Jumlah staf ahli yang dibutuhkan, dll.
F.2 Memersiapkan dan membahas skenario pengembangan tata ruang alternatif:
1) Konsultan akan memersiapkan paling tidak tiga skenario pengembangna
spasial yang berbeda untuk mengakomodir dan memandu pertumbuhan
yang diproyeksikan dan akan menyajikan serta membahas temuan-temuan,
standar-standar perencanaan yang diajukan dan skenario-skenario
pengembangan dengan semua pemangku kepentingan terkait.
2) Semua skenario ini akan mencerminkan keragaman konsep pertumbuhan
pariwisata dan model-model pengembangan penggunaan lahan di masa
depan yang berbeda, serta peluang dan hambatan lingkungan, sosial,
sosio-ekonomi dan warisan budaya terkait.
3) Satu skenario akan dipilih untuk penjabaran lebih lanjut, dengan
berkonsultasi secara melekat dengan Pemerintah Indonesia dan yang
mencerminkan pandangan dari semua pemangku kepentingan terkait.
4) Persiapan skenario pengembangan spasial untuk mencakup kegiatan-
kegiatan berikut ini:
i. Mengidentifikasi kebutuhan lahan tambahan untuk kebutuhan
tempat tinggal, industri, komersil dan pariwisata yang akan datang,
Lampiran
152
serta kebutuhan infrastruktur, termasuk kebutuhan lahan untuk
perumahan para karyawan pariwisata beserta keluarga mereka.
ii. Mengidentifikasi persaingan permintaan akan lahan, sumber daya
alam dan infrastruktur untuk pengembangan pariwisata dan sektor-
sektor ekonomi lain (bukan pariwisata).
iii. Mengidentifikasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial, sosio-
ekonomi, dan warisan budaya untuk pertumbuhan (lihat tugas D).
iv. Mengidentifikasi peluang untuk pengelompokan pengembangan
untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, penyediaan
infrastruktur dan jasa, termasuk peluang untuk penyediaan jasa
gabungan dan subsidi silang untuk akomodasi dan fasilitas
wisatawan serta masyarakat setempat (yang berpendapatan rendah).
v. Mengidentifikasi dan mengkuantifikasi investasi yang dibutuhkan
untuk memerbaiki kekurangan dalam hal infrastruktur dan
penyediaan layanan saat ini yang teridentifikasi dalam Tugas C2 dan
di samping investasi yang dibutuhkan dalam mendukung
pengembangan yang akan datang (bandara, pelabuhan, jalan dan
angkutan, penyediaan air bersih, pengelolaan air limbah, pengelolaan
drainase dan air hujan, pengelolaan limbah padat, mitigasi bencana
alam dan buatan, perumahan, energi, telekomunikasi dan utilitas-
utilitas lainnya).
vi. Mengidentifikasi intervensi, area atau kegiatan strategis yang dapat
memajukan atau memfasilitasi sektor swasta, pemda, serta
masyarakat untuk ikut serta dalam pengembangan infrastruktur,
fasilitass, dan atraksi terkait pengunjung.
vii. Mengevaluasi masing-masing skenario pengembangan dengan
cukup terperinci untuk agar para pemangku kepentingan dapat
membandingkannya dalam kaitannya dengan dampak ekonomi,
lingkungan, sosial (termasuk gender) dan warisan budaya yang
positif dan negatif dan kepatuhan terhadap asas-asas kebijakan
penjagaan World Bank yang berlaku.
F.3 Persiapan sistem dukungan pembuatan keputusan spasial berbasis GIS.
Konsultan juga akan memersiapkan peta berbasis GIS yang akan memerlihatkan
proyeksi pertumbuhan di destinasi wisata dan menautkannya dengan skenario-
skenario pengembangan spasial yang akan membantu para pemangku
kepentingan untuk membuat keputusan terbaik berdasarkan pilihan-pilihan
skenario yang berbeda. Diharapkan bahwa model tersebut dapat direplikasi di
destinasi wisata lainnya, dengan menerapkan variabel-variabel yang serupa atau
Lampiran
153
berbeda terhadap model yang dianggap penting untuk destinasi-destinasi
tersebut.
3.17 MPWH akan memberikan akses ke peta-peta skala 1:25000 yang terkait untuk destinasi
tersebut dan, jika ada, peta-peta skala 1:5000 yang relevan untuk Key Tourism Areas yang
teridentifikasi. Konsultan akan menggunakannya untuk menyajikan representasi visual
dari skenario-skenario tersebut.
3.18 TUGAS G: Memerinci skenario pengembangan yang diinginkan. Setelah memilih skenario
yang diinginkan, tugas selanjutnya adalah merumuskan suatu arah pertumbuhan
strategis (G1) dan memersiapkan sebuah Keseluruhan Rencana Pembangunan (Rencana
Pengembangan Keseluruhan) untuk keseluruhan Wilayah Destinasi Pariwisata (G2) dan
rencana-rencana pengembangan terperinci untuk Key Tourism Areas yang ada dan terpilih
di masa datang (G3). Lihat Lampiran 1 untuk batas-batas spasial wilayah-wilayah target
untuk perencanaan.
3.19 G1 Merumuskan suatu arah pertumbuhan strategis pariwisata, untukmemandu
keputusan-keputusan mengenai sifat dan taraf proposal-proposal pengembangan dan
tindakan-tindakan yang dimasukkan dalam rencana pengembangan keseluruhan dan
terperinci yang membentuk ITMP. Ini harus mencakup:
1) Sebuah visi destinasi wisata selama 25-tahun. Visi tersebut harus singkat dan
padat serta memberikan suatu pernyataan tentang karakter, skala dan
dampak pariwisata di wilayah destinasi.
2) Tujuan pertumbuhan, yang harus spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan
dan berfokus pada waktu, berdasarkan proyeksi skenario yang dipilih.
Tujuan-tujuan ini harus terkait dengan faktor-faktor keberhasilan kritis
untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan yang teridentifikasi dalam
E2.
3) Asas-asas pengembangan, yang akan bertindak sebagai titik kedatangan serta
landasan-landasan untuk jenis pariwisata yang diusahakan serta
pendekatan-pendekatan pembangunan yang diterapkan dalam
merumuskan rencana pembangunan keseluruhan dan terperinci yang
membentuk ITMP.
4) Pemosisioan destinasi dan rencana penjualan yang khas, yang menyoroti
landasan untuk melakukan diferensiasi dan promosi destinasi sehubungan
dengan destinasi-destinasi kompetitor di Indonesia dan, jika mungkin,
secara internasional, dan implikasi-implikasi pemosisian demikian
terhadap alam dan skala pengembangan pariwisata.
Lampiran
154
3.20 G.2 Persiapan Rencana Pengembangan Keseluruhan untuk seluruh Wilayah Destinasi
Pariwisata berdasarkan skenario pengembangan yang diinginkan menggunakan peta-peta GIS.
Kegiatan-kegiatan khusus mencakup:
1) Memersiapkan sebuah peta penggunaan lahan sementara untuk seluruh
Wilayah Destinasi Pariwisata (untuk tahun 2025 dan 2045) termasuk lokasi
terperinci, bentuk dan ukuran wilayah-wilayah pengembangan baru dengan
penekanan khusus pada pengembangan pariwisata. Peta tersebut dapat
menyajikan zona-zona “larangan pengembangan”, zona-zona yang sesuai
hanya untuk jenis pengembangan tertentu (terbatas), zona-zona dengan
sedikit atau tanpa batasan tentang jenis pengembangan, dll.
2) Mengidentifikasi persoalan-persoalan (seperti kesenjangan, batasan-
batasan) dalam hal kerangka legislatif, kebijakan dan perencanaan yang
terkait, serta pelaksanaannya, dan memberikan rekomendasi-
rekomendasi yang akan memberikan manfaat bagi hasil-hasil sektor
pariwisata yang berkelanjutan. Konsultan akan memberikan rekomendasi
khusus mengenai cara untuk memerkuat program-program dan kegiatan-
kegiatan rencana spasial dan sektoral yang ada sehingga semua ini dapat
beriringan dengan visi dan tema yang diajukan dalam skenario
pengembangan yang dipilih.
3) Mengidentifikasi dan membahas persoalan-persoalan pembebasan dan
pemilikan lahan terkait dengan skenario pengembangan yang diinginkan.
Sebagaimana yang skenario pengembangan yang dipilih. Sebagaimana
yang berlaku, mengidentifikasi dan membahas situs-situs/permukiman-
permukiman terkait IPs yang menarik wisatawan, terkait dengan skenario
pengembangan yang dipilih.
4) Dengan kerjasama melekat dengan badan-badan pemerintah terkait, SOE,
sektor swasta dan masyarakat setempat mengevaluasi, membahas dan
menetapkan untuk masing-masing Key Tourism Area yang ada dan yang
baru, sudut pandang pengembangan optimal, termasuk “batas-batas
perubahan yang dapat diterima,”69 tipologi dan taraf akomodasi, fasilitas
dan layanan pengunjung.
5) Mengevaluasi pilihan-pilihan pentahapan dan memilih Key Tourism Areas
prioritas yang ada dan yang baru untuk dikembangkan dengan ukuran
dan bentuk terperinci terkait yang konsisten dengan permintaan yang
diproyeksikan untuk semua penggunaan lahan dengan penekanan
69Strategi-strategi pengelolaan “Daya tampung”—membatasi jumlah pengunjung sampai suatu batas mutlak—
merupakan hal yang menarik tetapi memiliki batasan-batasan karena: (i) dampak pariwisata tergantung tidak hanya pada jumlah mutlak wisatawan tetapi juga pada perilaku wisatawan, infrastruktur, dan pengelolaan; (ii) penduduk setempat juga menciptakan dampak yang negatif secara potensial dan penggunaan sumber daya; dan (iii) kualitas pengalaman pengunjung tidak begitu saja meningkat sebagai akibatnya. Bahkan, menerapkan strategi pengelolaan adaptif berdasarkan “batas-batas perubahan yang dapat diterima” dapat membantu memastikan bahwa nilai-nilai destinasi yang menarik wisatawan dapat teridentifikasi, terpantau, dan terpelihara dari waktu ke waktu. Hasil-hasil dari pemantauan kemudian dapat digunakan untuk menerapkan strategi-strategi untuk menjaga kondisi ekologis optimum.
Lampiran
155
khusus pada pengembangan pariwisata masing-masing selama lima
tahun (2021-2025 / 2026-2030 / 2031-2035 / 2036-2040/2041-2045).
Analisis Pasar dan studi Demand Penilaian sudah mengajukan Key
Tourism Areas prioritas yang ada dan yang baru (Lampiran 1), tetapi pada
tahap ini dalam proses perencanaan pemilihan Key Tourism Areas harus
diperbaiki, disesuaikan dan/atau ditegaskan sebagai bagian dari tugas
ini.
6) Memersiapkan desain-desain konseptual dan perkiraan biaya untuk
semua infrastruktur dan jasa yang dibutuhkan dengan batas-batas waktu
perencanaan selama 5 dan 25 tahun berturut-turut untuk seluruh Wilayah
Destinasi Pariwisata, termasuk penanaman modal yang dibutuhkan untuk
memperbaiki kekurangan dalam infrastruktur saat ini dan pemberian
layanan yang teridentifikasi di bawah Tugas C2 dan di samping
penanaman modal yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan
yang akan datang (bandara. pelabuhan, jalan dan angkutan, penyediaan
air bersih, pengelolaan air limbah, mitigasi risiko bencana alam,
pengelolaan drainase dan air hujan, pengelolaan limbah padat,
perumahan, energi, telekomunikasi dan utilitas-utilitas lainnya).
7) Mengidentifikasi kebutuhan kapasitas ambang batas naik utama
(perluasan bandara, fasilitas-fasilitas perawatan, lokasi pembuangan, dll.)
dan memrsiapkan rencana pentahapan selama 25 tahun untuk investasi
ambang batas utama yang diantisipasi untuk semua infrastruktur dan
layanan.
8) Memersiapkan sebuah rencana pentahapan terintegrasi untuk penyediaan
infrastruktur dan pemberian layanan secara bertahap, memastikan semua
itu menjawab dan memecahkan kekurangan-kekurangan yang ada dan
permintaan pengunjung yang diproyeksikan serta dirancang untuk
mendukung dan memandu pengembangan pariwisata dan meminimalisir
risiko, dengan batas waktu perencanaan selama 5 tahun dan 25 tahun
berturut-turut.
9) Mengevaluasi kelayakan ekonomi investasi-investasi yang diajukan dan
membahas kemungkinan penyesuaian pada program investasi dan/atau
pentahapan program jika dianggap perlu untuk meningkatkan dampak
dan kelayakan ekonomi (proses berulang).
10) Menilai dampak-dampak lingkungan, sosial (termasuk IPs) dan warisan
budaya terkait dengan skenario pengembangan yang dipilih pada skala
dan tingkat perincian yang tepat, yang memerhitungkan dampak-
dampak kumulatif dan yang dihasilkan serta dampak-dampak fasilitas-
fasilitas terkait, dan memersiapkan rencana-rencana mitigasi dan
pemantauan tingkat tinggi sesuai dengan Kerangka Pengelolaan
Lampiran
156
Lingkungan dan Sosial (atau Instrumen Penjagaan Lingkungan dan Sosial
yang setara yang akan ditegaskan pada saat Perundingan Kontrak).
11) Mengidentifikasi dan membahas persoalan perlindungan alam (termasuk
keragaman hayati) dan warisan budaya terkait dengan skenario
pengembangan yang dipilih dan mencari solusi-solusi yang cocok,
bukannya bersaing, dengan penyediaan infrastruktur dan pemberian
layanan dari skenario pengembangan yang dipilih.
12) Mengidentifikasi kesadaran pemerintah dan masyarakat serta kebutuhan
pembinaan kapasitas untuk pengembangan pariwisata inklusif.
13) Mengidentifikasi peluang dan kebutuhan akan pengembangan keahlian
untuk penyediaan pasar pariwisata (pendidikan, pengembangan
UMKM).
14) Mengidentifikasi pengaturan-pengaturan kelembagaan untuk
melaksanakan skenario pembangunan.
3.21 G.3 Persiapan rencana-rencana pengembangan terperinci untuk Key Tourism Areas
prioritas. Dengan bekerjasama secara melekat dengan badan-badan pemerintah terkait,
SOE, sektor swasta dan masyarakat setempat, Konsultan akan memersiapkan rencana
pengembangan bertahap terperinci (lingkup perencanaan 5 tahun) untuk:
c) Semua Key Tourism Areas yang ada dalam Wilayah Destinasi Pariwisata
(klaster-klaster hotel serta fasilitas-fasilitas dan atraksi pengunjung yang
ada);
d) Untuk Key Tourism Areas yang baru yang telah diprioritaskan untuk
pengembangan pariwisata dalam 5 pertama (2021-2025).
3.22 Daftar strategi-strategi, tujuan, kebijakan dan program-program yang teridentifikasi
dalam rencana 5 tahun harus dilakukan bertahap setiap tahun (2021 / 2022 / 2023 / 2024
/ 2025).
3.23 Rencana-rencana tersebut harus disajikan pada skala 1:5000 bersamaan dengan desain
garis besar dan perkiraan biaya untuk semua penyediaan infrastruktur dan pemberian
layanan menggunakan Peta-peta berbasis GIS.
3.24 Desain-desain garis besar dan perkiraan-perkiraan biaya tersebut akan mencakup semua
investasi yang dibutuhkan untuk memecahkan kekurangan-kekurangan dalam Key
Tourism Areas dalam penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan saat ini di bawah
Tugas C2 dan di samping investasi-investasi yang dibutuhkan untuk mendukung
pengembangan yang akan datang (pengembangan tapak, jalan dan angkutan termasuk
angkutan bukan motor, penyediaan air bersih, pengelolaan air limbah, pengelolaan
Lampiran
157
drainase dan air hujan, pengelolaan limbah padat, mitigasi risiko bencana alam,
perumahan, energi, telekomunikasi dan utilitas-utilitas lainnya).
3.25 Konsultan akan memersiapkan rencana sampai dengan tingkat kelayakan untuk
penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan terpilih untuk tahun pertama
penanaman modal dan rencana pembiayaan.misalnyaKriteria untuk pemilihan
infrastruktur dengan rencana kelayakan akan disepakati oleh RIDA dan Konsultan.
Tahun pertama dalam rencana lima tahun ini akan dikenal sebagai Urgent Investment
Plan dan akan perlu dilengkapi pada akhir bulan Juni. Pada gilirannya ini berarti bahwa
Konsultan mungkin perlu menjalankan persiapan Urgent Investment Plan sejalan dengan
pengerjaan Analisis Baseline dan dalam memilih sub-proyek potensial akan perlu
memastikan bahwa semua ini tidak membahayakan Strategi Pengembangan Pariwisata yang
belum dipersiapkan.
3.26 Rencana pengembangan terperinci harus ditautkan secara langsung dengan pertumbuhan
pengunjung yang diproyeksikan dan harus cukup fleksibel untuk memungkinkan
penyesuaian dalam hal pertumbuhan sebenarnya melebihi atau jauh di bawah harapan
selama tahun-tahun tersebut.
3.27 Rencana-rencana pengembangan akan memberikan peta-peta dan uraian-uraian
terperinci dalam kaitannya dengan tipologi dan karakter yang ada dan yang akan datang
mengenai Key Tourism Areas yang ada dan yang baru diprioritaskan, penggunaan lahan
terperinci, spesifikasi kapasitas dan tipologi akomodasi pengunjung, fasilitas-fasilitas
pengunjung, layanan dan atraksi, perumahan untuk para karyawan di sektor pariwisata
serta keluarganya, infrastruktur dan layanan yang ada dan yang direncanakan, peraturan
bangunan dan pengendalian pengembangan.
3.28 Rencana pengembangan terperinci akan menyediakan standar-standar dan panduan-
panduan perencanaan berdedikasi yang disarankan untuk mengelola dan mengendalikan
pembangunan, termasuk tapi tidak terbatas pada:
a) Kepadatan bangunan, rasio lantai-ruang, tinggi bangunan maksimum.
b) Perencanaan dan pengelolaan lalu lintas.
c) Permintaan, distribusi dan pengelolaan air.
d) Produksi dan pengelolaan air limbah.
e) Produksi limbah padat dan pengelolaan limbah.
f) Drainase dan perlindungan banjir.
g) Penerangan jalan.
h) Permintaan listrik.
i) Layanan internet pita lebar.
j) Mitigasi bahaya dan risiko alam.
k) Warisan gaya arsitektur dan konservasi
l) Standar-standar desain jalan untuk mengakomodir tidak hanya permintaan lalu
lintas, tetapi juga persyaratan untuk pengelolaan lalu lintas, pejalan kaki,
keselamatan jalan, seni pertamanan, parkir, marka/display publik, dll.
Lampiran
158
m) Seni pertamanan terkait dengan tempat tinggal, fasilitas pengunjung, dan
penggunaan lahan lainnya.
n) Panduan-panduan perlindungan alam untuk melindungi dan mengembalikan
wilayah-wilayah alami dan keragaman hayati.
o) Panduan-panduan kultural, agamis, historis dan arkeologis untuk melindungi
fitur-fitur yang bernilai.
p) Pengelolaan Pengunjung / Rencana Pengendalian Keramaian untuk tapak-tapak
pariwisata dengan daya dukung terbatas, seperti candi, situs-situs warisan dan
desa-desa budaya.
q) Pengaturan-pengaturan kelembagaan yang diajukan untuk memantau kondisi
aset alamiah, sosial dan budaya serta untuk melaksanakan rencana-rencana untuk
perlindungannya.
r) Panduan Ruang terbuka hijau, pemandangan yang indah, dan sudut pandang.
s) Penggunaan sungai dan danau rekreational.
t) Penggunaan air yang efisien dalam rumah tangga, komersil maupun industri.
u) Panduan-panduan Pengelolaan Sosial untuk menghindari atau meminimalisir
konflik sosial atau efek negatif potensial karena pelaksanaan rencana
pengembangan.
v) Panduan-panduan untuk Rencana Tindak Pembebasan Lahan atau Relolasi untuk
menyarankan para pemangku kepentingan yang melaksanakan rencana
pengembangan dalam hal kegiatan-kegiatan yang diajukan berpotensi
membutuhkan pembebasan lahan70
w) Kerangka /Panduan Perencanaan Masyarakat adat untuk memandu para
pemangku kepentingan yang melaksanakan rencan apengembangan dalam hal
kegiatan-kegiatan yang diajukan berpotensi memengaruhi Masyarakat adat71
3.29 Untuk ITMP KNP/Labuan Bajo: Memertimbangkan keragaman hayati (laut dan darat)
yang sensitif di Taman Nasional Komodo (salau satu Key Tourism Areas, sesuai dengan
Lampiran 1), Konsultan harus mengidentifikasi dan memersiapkan perencanaan yang
terlewat dan/atau instrumen pengelolaan yang dibutuhkan untuk perlindungan situs
tersebut serta menyarankan tentang, jika dibutuhkan, revisi-revisi tentang rencana-
rencana yang ada untuk taman tersebut. Sebuah penilaian awal tentang rencana-rencana
yang ada serta kesenjangan-kesenjangan yang ada dimasukkan dalam Lampiran 1. Dalam
memersiapkan rencana-rencana dan insturmen-instrumen pengelolaan ini, atau revisi-
revisi yang diajukan tentang rencana-rencana dan instrumen-instrumen pengelolaan yang
diajukan, Konsultan harus mengikuti panduan UNESCO tentang WHS berbasis alam,
tersedia di:
https://www.iucn.org/sites/dev/files/import/downloads/iucn_advice_note_environm
ental_assessment_18_11_13_iucn_template.pdf
70Lihat juga Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (atau Instrumen Penjagaan Lingkungan dan Sosial yang
setara yang akan ditegaskan pada saat Perundingan Kontrak).
71Lihat juga Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (atau Instrumen Penjagaan Lingkungan dan Sosial yang
setara yang akan ditegaskan pada saat Perundingan Kontrak).
Lampiran
159
3.30 TUGAS H: Perumusan Integrated Tourism Master Plan,7273terdiri atas:
6. Rencana Pengembangan Pariwisata (G1) bertahap
7. Rencana Investasi dan Pembiayaan untuk Infrastruktur dan layanan (G2 dan G3)
8. Masukan-masukan untuk program-program pemasarna destinasi (B dan H)
9. Sebuah Program Pengembangan Kelembagaan (G4)
10. Sebuah Program Pembinaan Kapasitas (G5)
Dan yang mencakup subtugas-subtugas berikut ini:
3.31 H.1
Memersiapkan sebuah Rencana Pengembangan Pariwisata bertahap.
Konsolidasikan hasil-hasil Keseluruhan Rencana Pengembangan (tugas F1) dan
rencana pengembangan terperinci (tugas F2) dan memersiapkan sebuah Rencana
Pengembangan Pariwisata Bertahap (Phased Tourism Development Plan) dalam peta
GIS, terdiri atas:
a) Sebuah rencana penggunaan lahan (1:25.000).
b) Sebuah rencana pentahapan yang menunjukkan lokasi-lokasi prioritas
yang akan dikembangkan, selama masing-masing lima tahun (lihat alinea
3.23-5 di atas untuk tahapan selama lima tahun).
c) Rencana-rencana pengembangan terperinci selama 5 tahun (skala 1:5.000)
untuk semua Key Tourism Areas yang ada dan untuk setiap Key Tourism
Areas baru yang diprioritaskan untuk 5 tahun pertama..
d) Sebuah rencana pengembangan akomodasi, fasilitas dan layanan
pariwisata bertahap selama 5 dan 25 tahun berturut-turut.
e) Pelestarian aset alamiah dan rencana pengelolaan lingkungan dan sosial.
f) Sebuah rencana pengelolaan pelestarian warisan budaya.
g) Sebuah rencana mitigasi risiko bencana alam.
h) Pengaturan perencanaan, termasuk rekomendasi mengenai inisiatif hukum
dan peraturan yang dibutuhkan untuk pemberlakuan wajib terhadap
integrated tourism master plan dan bagian-bagian komponennya.74
72 Integrated Tourism Master Plan akan menyediakan panduan untuk pejabat setempat dan provinsi selama proses
revisi rencana spasial dan sektoral setempat dan provinsi. Integrated Tourism Master Plan akan mengidentifikasi program-program prioritas, infrastruktur dan layanan yang diperlukan untuk memerkuat kegiatan-kegiatan pariwisata di destinasi.
73Lihat Lampiran 2 untuk kerangka indikatif daftar isi.
74Jika ditentukan bahwa dibutuhkan hukum atau peraturan baru untuk melaksanakan rencana induk
tersebut, ini akan menjadi pokok pekerjaan yang terpisah.
Lampiran
160
3.32 Jika Rencana Pengembangan Terperinci menunjukkan bahwa pembangunan fisik atau
pengembangan/perubahan penggunaan yang diajukan akan melibatkan pembebasan
lahan tidak sukarela dan/atau relokasi, Konsultan akan menetapkan bagian Kerangka
Pengelolaan Lingkungan dan Sosial yang relevan (19 Januari 2018) untuk menangani
pembebasan lahan dan/atau relokasi tersebut.
3.33 Jika Rencana Pengembangan Terperinci menunjukkan bahwa pembangunan fisik atau
pengembangan lahan/perubahan penggunaan yang diajukan akan memengaruhi
Masyarakat adat, Konsultan akan menetapkan bagian Kerangka Pengelolaan Lingkungan
dan Sosial yang relevan (19 Januari 2018) untuk menangani dampak terhadap Masyarakat
adat.
3.34 H.2
Memersiapkan sebuah Rencana Investasi dan Pembiayaan /Investment and Financing
Plan untuk Infrastruktur dan layanan
Konsolidasikan hasil-hasil Keseluruhan Rencana Pembangunan (tugas F1) dan
rencana pengembangan terperinci (tugas F2) dan memersiapkan sebuah Rencana
Investasi dan Pembiayaan terintegrasi dan bertahap untuk Infrastruktur dan layanan
dan perkiraan biaya terkait untuk semua sektor pada tingkat pra-kelayakan untuk
5 dan 25 tahun berturut-turut, bersamaan dengan desain-desain konseptual.
3.35 Memersiapkan perkiraan biaya dan sebuah rencana investasi terperinci untuk lima tahun
pertama baik untuk investasi publik maupun swasta termasuk asumsi-asumsi yang
menjadi dasar perkiraan-perkiraan ini.
3.36 Memersiapkan sebuah rencana pembiayaan 5-tahun termasuk pembedaan kontribusi
sektor publik dan swasta.
3.37 Mengevaluasi kelayakan ekonomi program terkonsolidasi dan membahas kemungkinan
penyesuaian untuk program penanaman modal dan/atau pentahapan program jika
dianggap perlu untuk meningkatkan dampak dan kelayakan ekonomi (proses berulang).
3.38 Rencana investasi tersebut harus dihubungkan secara langsung untuk memecahkan
kekurangan-kekurangan dalam penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan saat ini
sebagaimana yang teridentifikasi di bawah Tugas C2 dan untuk mendukung
pertumbuhan pengunjung yang diproyeksikan dan harus cukup fleksibel untuk
memungkinkan penyesuaian dalam hal pertumbuhan nyata melebihi atau melebihi atau
jauh di bawah harapan selama tahun-tahun tersebut. Rencana investasi tersebut harus
mendukung dan memandu pembangunan pariwisata dan akan mencakup hal-hal berikut
ini:
a) Pengembangan kembali wilayah tersebut
Lampiran
161
b) Akses eksternal: bandara dan kapasitas angkutan udara, pelabuhan, jalan tol,
jaringan jalan nasional dan provinsi,75 kereta api, angkutan umum eksternal (jarak
jauh)
c) akses internal: jaringan jalan internal,76 fasilitas-fasilitas angkutan umum internal dan
jarak pendek termasuk angkutan air, fasilitas-fasilitas angkutan tidak bermotor,
pengelolaan lalu lintas, trotoar, keamanan jalan, parkir, dll.
d) drainase dan perlindungan banjir
e) penyediaan air bersih
f) pengelolaan air limbah dan sanitasi
g) pengelolaan limbah padat dan kebersihan
h) mitigasi bencana alam dan buatan
i) pasokan listrik
j) penerangan jalan
k) kemudahan-kemudahan publik
l) layanan internet pita lebar
m) infrastruktur terkait wisatawan khusus seperti pusat-pusat pengunjung, marina,
dermaga, jalur jalan kaki, jalur tanjakan dan bersepeda, zona-zona pejalan kaki,
marka/display publik, dll.
3.39 H.3
Memberikan masukan untuk program-program pemasaran destinasi untuk dipersiapkan oleh Agen
Pemasaran Destinasi.
Berdasarkan pekerjaan Konsultan di bawah Tugas B (Analisis Permintaan dan peluang
untuk pengembangan Wilayah Destinasi Pariwisata) dan pengembangan rencana-rencana
pembangunan pariwisata bertahap selanjutnya (Tugas H), Konsultan akan memersiapkan
masukan-masukan yang akan membantu dalam perumusan rencana-rencana pemasaran
destinasi untuk mempromosikan destinasi tersebut di dalam negeri dan secara
internasional, di seluruh masa berlangsung dan fase-fase ITMP. Tanggung jawab untuk
mengembangkan dan melaksanakan rencana pemasaran destinasi akan tetap berada pada
Dirjen Pemasaran Kementerian Pariwisata seperti agen-agen pemasaran destinasi lokal
dan regional. Dalam hal program-program pemasaran destinasi untuk destinasi tersebut
telah dipersiapkan, Konsultan akan menyediakan umpan balik dan masukan-masukan
mengenai revisi yang diperlukan, jika ada, tentang rencana-rencana yang sedang
berlangsung.
3.40 Masukan-masukan harus dalam bentuk panduan umum tetapi paling tidak harus
memasukkan hal-hal berikut ini:
a) Proposal untuk mengidentifikasi/memperkuat identitas merk, citra serta nilai
destinasi dan bagaimana hal ini dapat berubah seiring waktu;
75Untuk jaringan jalan, yang merupakan bagian dari Pryek, rencana ini juga harus mencakup kebutuhan dalam kaitannya
dengan pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan jalan yang ada selama jangka waktu lima tahun.
76Untuk jaringan jalan, yang merupakan bagian dari Pryek, rencana ini juga harus mencakup kebutuhan dalam kaitannya
dengan pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan jalan yang ada selama jangka waktu lima tahun.
Lampiran
162
b) Penilaian, identifikasi dan profiling pasar-pasar sumber target geografis dan segmen-
segmen pasar;
c) Rekomendasi-rekomendasi untuk campuran pemasaran (marketing mix) yang sesuai
untuk segmen-segmen pasar target yang menunjukkan produk-produk, layanan dan
pengalaman-pengalaman pariwisata, untuk dijadikan fokus, inisiatif-inisiatif
promosional dan material untuk saluran produksi dan distribusi yang akan
ditargetkan.
3.41 H.4
Memersiapkan sebuah program pengembangan kelembagaan.
Konsultan akan memersiapkan sebuah program pembangunan kelembagaan untuk
pengelolaan pembangunan pariwisata berkelanjutan di wilayah destinasi. Program
pembangunan kelembagaan harus memastikan bahwa semua lembaga yang relevan
berkomitmen untuk melaksanakan ITMP dengan upaya bersama.
3.42 Persiapan program pembangunan kelembagaan akan dilakukan dengan kerjasama
melekat dengan semua pemangku kepentingan di wilayah destinasi (lembaga-lembaga
pemerintah, SOE, pejabat (semi-) pemerintahan, sektor swasta, masyarakat setempat,
Masyarakat adat, dll.) dan paling tidak akan mencakup kegiatan-kegiatan berikut ini:
a) Penilaian pemerintah daerah/pemerintah sub-nasional, pemerintah pusat
(kementerian terkait), SOEs, sektor swasta serta kepentingan dan komitmen
masyarakat setempat untuk mewujudkan ITMP.
b) Identifikasi peran dan tanggung jawab semua lembaga-lembaga (semi-) pemerintah
terkait dalam pelaksanaan ITMP.
c) Identifikasi tanggung jawab pengelolaan dan koordinasi, termasuk persiapan
rencana tindak tahunan, pemantauan dan evaluasi indikator-indikator kemajuan dan
kinerja, penjagaan lingkungan dan sosial, dll.
d) Identifikasi mekaniUMKM perencanaan dan koordinasi untuk pengelolaan
pembangunan di seluruh Wilayah Destinasi Pariwisata dan pengaturan-pengaturan
spesifik jika diperlukan untuk sub-wilayah, yaitu Key Tourism Areas, situs-situs
warisan, wilayah-wilayah yang sensitif secara lingkungan dan sosial, dll.
e) Identifikasi kebutuhan akan revisi hilir rencana-rencana dan peraturan-peraturan
(spasial) formal serta identifikasi lembaga-lembaga pemerintah yang bertanggung
jawab.
3.43 H.5
Memersiapkan sebuah program pembinaan kapasitas.
Program pembinaan kapasitas harus memastikan bahwa semua pemangku kepentingan
telah siap dan mampu untuk melaksanakan Integrated Tourism Master Plan. Program
pembinaan kapasitas harus mencakup lembaga-lembaga pemerintah yang terkait, SOEs,
sektor swasta dan masyarakat setempat (termasuk Masyarakat masyarakat adat) dan
akan terdiri atas:
a) Sebuah program pembinaan kapasitas lembaga pemerintah.
Lampiran
163
b) Program pengembangan sektor swasta, kewirausahaan dan keahlian, dengan fokus
pada peningkatan sertifikasi berbasis kompetensi yang disesuaikan dengan
kebutuhan sektor swasta dan meningkatkan kapabilitas perusahaan terkait dengan
akses pasar, kualitas layanan dan profitabilitas bisnis.
c) Sebuah program pembinaan kapasitas masyarakat setempat.
3.44 Persiapan program pembinaan kapasitas tersebut akan dilakukan dengan kerjasama erat
dengan pemangku kepentingan terkait dan paling tidak akan mencakup kegiatan-
kegiatan berikut ini:
a) Penilaian pemerintah setempat/pemerintah sub-nasional, pemerintah pusat
pemerintah pusat (kementerian terkait), SOEs, sektor swasta, dan kapasitas
masyarakat setempat untuk mewujudkan ITMP.
b) Identifikasi kebutuhan pembinaan kapasitas kelembagaan untuk pengelolaan
pembangunan pariwisata.
c) Identifikasi kebutuhan pembinaan kapasitas untuk pelaksanaan rencana-rencana
mitigasi dan pemantauan lingkungan dan sosial termasuk penjagaan.
d) Identifikasi kebutuhan pembinaan kapasitas masyarakat untuk pembangunan
pariwisata inklusif.
e) Identifikasi kebutuhan tambahan untuk sektor swasta, UMKM dan pengembangan
keahlian.
f) Identifikasi kebutuhan formal, non-formal, dan pembelajar dewasa.
3.45 TUGAS I: Memastikan keterlibatan pemangku kepentingan yang aktif. Presentasi dan
jangkauan publik proaktif sangatlah penting untuk melibatkan sektor swasta, SOEs,
masyarakat setempat (Termasuk Masyarakat Adat), universitas, pemerintah setempat,
dan lembaga-lembaga pemerintah pusat terkait. Tepat sejak permulaan penugasan, dalam
fase pendahuluan, Konsultan harus memersiapkan sebuah Rencana Keterlibatan
Pemangku Kepentingan / Rencana Keterlibatan Pemangku Kepentingan. Membangun
pemetaan pemangku kepentingan awal77 dan berdasarkan Rencana Keterlibatan
Pemangku Kepentingan, melalui konsultasi teratur dengan lembaga-lembaga pemerintah
dan para pemangku kepentingan lainnya, Konsultan harus mengupayakan umpan balik
dan mufakat mengenai semua deliverables menengah dan final.
3.46 Konsultan harus memastikan bahwa semua komentar dan/atau pertimbangan yang
muncul selama proses persetujuan dan ratifikasi formal tercermin dalam rancangan final
Integrated Tourism Master Plan. Mengupayakan umpan balik dan dukungan pemangku
kepentingan harus paling tidak sampai taraf:
a) Tujuan dan visi Integrated Tourism Master Plan
b) Berbagai peluang pariwisata yang disesuaikan dengan destinasi
c) Keragaman pembangunan penggunaan lahan dan perairan yang harus terjadi di
destinasi dan tempat pembangunan ini dilakukan
77 RIDA akan berbagi pemetaan dengan Konsultan pada saat Penetapan Kontrak.
Lampiran
164
d) Dampak-dampak lingkungan dan sosial potensial dan risiko-risiko penggunaan
lahan/rencana/perubahan pembangunan atau pengembangan fisik yang diajukan;
ini harus dimasukkan sebagai pertimbangan dalam mengembangkan pembangunan
alternatif/skenario pengembangan penggunaan lahan
e) Skenario pembangunan alternatif yang diajukan seperti skenario pembangunan final
yang diinginkan
f) Peran dan tanggung jawab semua lembaga (semi-) pemerintah terkait dalam
pelaksanaan integrated tourism master plan
g) peran dan tanggung jawab masyarakat setempat (Termasuk Masyarakat Adat),
asosiasi, pemerintah desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi dalam pelaksanaan
integrated tourism master plan, khususnya dalam mengelola atraksi wisatawan
(termasuk, jika memungkinkan, penggunaan sumber daya-sumber daya taman oleh
masyarakat)
h) peluang pekerjaan yang ada dan masa datang dalam bidang pariwisata, perusahaan
komersil, industri, produksi pertanian, dll.
i) Wilayah-wilayah potensial dimana sektor swasta, pemerintah setempat dan SOEs
tertarik untuk menanamkan modal dalam sektor terkait pariwisata
j) kebutuhan pendidikan formal, non-formal dan pembelajar dewasa
k) rancangan final Integrated Tourism Master Plan.
4. DELIVERABLES, WAKTU PELAKSANAAN, DAN PENGELOLAAN PROYEK
4.1 Deliverables. Tabel berikut ini menetapkan deliverables dan waktu pelaksanaan yang
diharapkan.
Tugas Deliverable (dalam bahasa Inggris dan Bahasa
Indonesia)
Waktu pelaksanaan
sementara (bulan sejak
penandatanganan
kontrak)78
1 Laporan Pendahuluan, termasuk:
• Rencana Keterlibatan Pemangku Kepentingan
• Perubahan-perubahan pada propsoal teknis yang
timbul dari penyelidikan dan keterlibatan
pemangku kepentingan awal
1.5
2 Laporan Analisis Dasar
• Tugas-tugas A, B, C, D dan E
4
3 Rencana Investasi Mendesak / Urgent Investment Plan
• Tugas G3
Akhir Juni
4 Proyeksi dan Pertumbuhan dan Skenario Pembangunan
• Tugas F
5
5 Keseluruhan Rencana Pembangunan
• Tugas G1
9
78 Dimungkinkan untuk memperpendek jangka waktu, seusi dengan Wilayah Destinasi Pariwisata dan Key Tourism
Areas final. Ini akan diklarifikasi dalam TOR sebagaimana dimasukkan dalam Permintaan Proposal.
Lampiran
165
Tugas Deliverable (dalam bahasa Inggris dan Bahasa
Indonesia)
Waktu pelaksanaan
sementara (bulan sejak
penandatanganan
kontrak)78
6 Rencana Pembangunan Terperinci Untuk wilayah inti
prioritas
• Tugas G2
9
7 Tourism Development Plan Bertahap
• Tugas H1
11
8 Rencana Pembangunan Infrastruktur dan layanan
Terintegrasi Bertahap
• Tugas H2
11
9 Program Pembinaan Kapasitas
• Tugas H4
11
10 Integrated Tourism Master Plan Final
• Tugas H
12
11 Laporan Kemajuan
• Ringkasan tentang kegiatan-kegiatan bulan
sebelumnya: sebuah uraian singkat tentang
kegiatan-kegiatan di bulan yang akan datang,
termasuk tanggal-tanggal dan deliberable kunci
serta keterlibatan pemangku kepentingan yang
diajukan.
• Persoalan untuk dibahas dalam bentuk Agenda.
Bulanan
(dalam 10 hari kalendar dari
akhir bulan)
4.2 Format dokumen. Semua laporan akan diserahkan dalam format MS Word dan PDF.
Dibutuhkan 20 (dua puluh) salinan keras dari semua laporan (dalam Bahasa Indonesia
maupun bahasa Inggris). Didorong agar dibuat penetapan program kerja umum daring
sehingga tautan-tautan ke dokumen dapat dikirimkan sebagai ganti dokumen itu sendiri.
4.3 Peninjauan dokumen. Minimal, deliverables di atas akan ditinjau oleh RIDA. Untuk
masing-masing tinjauan diharapkan bahwa masing-masing deliverable akan
dipresentasikan pada rapat yang akan diadakan di Jakarta, dengan dokumen diberikan
paling lambat satu minggu sebelumnya. Setelah presentasi, waktu selama dua minggu
diberikan agar menyelesaikan RIDA komentar tertulis resmi. Konsultan dapat
mengidentifikasi perincian tinjauan tambahan, dan RIDA memerlukan waktu peninjauan
yang cukup. Proposal agar mengidentifikasi dengan jelas semua periode peninjauan.
4.4 Pengelolaan proyek. Jasa akan dikelola oleh RIDA melalui sebuah Technical Steering
Committee yang mencakup seorang Manajer Proyek RIDA yang ditugaskan. RIDA dapat
memnta bantuan kepada unit Project Management Support (PMS) untuk mengawasi
pekerjaan ini. Tunjangan akan diberikan untuk rapat-rapat kemajuan bulanan di Jakarta,
dengan Laporan Kemajuan sebagai fokus pembahasan.
Lampiran
166
4.5 Kantor proyek. Sembari menjalankan tugas ini, Konsultan diharapkan untuk mengatur,
dan menjalankan tugas-tugas dari kantor lapangan di destinasi. Pertimbangan penting
dalam memilih lokasi di antaranya adalah kemudahan akses ke Jakarta dan lokasi
pemangku kepentingan lokal yang diantisipasi. Dibutuhkan seorang Perwakilan di
Jakarta untuk memastikan hubungan dan kerjasama yang kuat di tingkat pusat.
4.6 Informasi manajemen. Proyek menetapkan (awal 2019) sebuah sistem informasi
manajemen (MIS) daring: data yang dihasilkan dalam Jasa ini harus disimpan dalam MIS
ini oleh Konsultan, sejalan dengan prosedur-prosedur verifikasi yang sedang ditetapkan.
Lampiran
167
5. KEBUTUHAN TENAGA AHLI
5.1 Tenaga ahli Inti . Tabel berikut ini mengidentifikasi keahlian inti yang akan dibutuhkan
untuk Jasa tersebut.Sejumlah 90 orang bulan disediakan untuk tenaga ahli inti.
Tenaga Ahli Inti ~ position
Kualifikasi Minimum
Team Leader
➢ Pengalaman mengelola proyek
➢ Pengalaman pembangunan pariwisata /
perencanaan pariwisata
➢ Tingkat pendidikan universitas yang
relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman internasional yang relevan
paling sedikit 15 tahun
➢ Kompetensi dasar bahasa Indonesia adalah
nilai tambah
Tenaga Ahli Pembangunan
Pariwisata Berkelanjutan
➢ Tingkat pendidikan universitas yang
relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman internasional yang relevan
paling sedikit 15 tahun
➢ Pengalaman merencanakan pariwisata
pantai dan laut
➢ Pengetahuan/pengalaman dalam
pariwisata berkelanjutan
Ahli ekonomi/Ahli evaluasi ekonomi
& Co-team leader
➢ Pengalaman mengelola proyek
➢ Tingkat pendidikan universitas yang
relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
➢ Fasih berbahasa Inggris dan Indonesia baik
lisan maupun tulisan
Perencana Kota/Daerah ➢ Tingkat pendidikan universitas yang
relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Arsitek / Desainer Perkotaan ➢ Tingkat pendidikan universitas yang
relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
➢ Pengalaman solid dalam desain perkotaan
Perencana Transportasiasi ➢ Tingkat pendidikan universitas yang
relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Ahli Teknik Jalan ➢ Tingkat pendidikan universitas yang
relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Tenaga Ahli WATSAN dan SWM
(Tenaga Teknik Sanitasi)
➢ Tingkat pendidikan universitas yang
relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Lampiran
168
Tenaga Ahli Inti ~ position
Kualifikasi Minimum
Tenaga Ahli Lingkungan ➢ Tingkat pendidikan universitas yang
relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman internasional relevan minimal
10 tahun
➢ Pengetahuan/pengalaman dalam
konservasi satwa liar
➢ Pengetahuan/pengalaman dalam
pengelolaan Taman Nasional
Tenaga Ahli Pembangunan Sosial ➢ Tingkat pendidikan universitas yang
relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
➢ Paling tidak pengalaman relevan selama 5
tahun dengan konsultasi gratis,
sebelumnya yang diinformasikan.
➢ Memiliki pengalaman dalam mengidentifikasi cagar budaya, tempat bersejarah dan sejenisnya
➢ Kecakapan dalam mengidentifikasi nilai budaya masyarakat yang perlu diakomodasi dalam pengembangan dan pembangunan suatu daerah
➢ Mampu menyusun rekomendasi tentang
pemanfaatan warisan budaya daerah
sebagai elemen ruang pengembangan
daerah
Tenaga Ahli Biologi Kelautan /ekologi ➢ Tingkat pendidikan universitas yang
relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
➢ Memiliki pengalaman dalam konservasi
sumberdaya alam khususnya bidang
kelautan seperti terumbu karanag,
mangrove, dll
Tenaga Ahli Pembangunan /
Pembinaan Kapasitas Kelembagaan
➢ Tingkat pendidikan universitas yang
relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Tenaga Ahli Pengembangan Keahlian /
Kapabilitas Perusahaan
➢ Tingkat pendidikan universitas yang
relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Catatan:
‘Pengalaman internasional relevan’ berarti pekerjaan proyek yang serupa sebelumnya paling tidak di
negara-negara selain negara asal Tenaga Ahli Kunci.
5.2 Tenaga Ahli Non-inti. Di samping Tenaga ahli inti di atas, Konsultan akan perlu
menyediakan tenaga ahli non-inti jika dianggap perlu selama jalannya penugasan. Ini dapat
Lampiran
169
mencakup tenaga ahli bandara, tenaga ahli pelabuhan, seorang konsultan dengan
pengalaman di bidang penyelaman dan/atau industri kelautan, tenaga ahli warisan budaya,
tenaga ahli masyarakat adat (IPs), dan seorang tenaga ahli angkutan umum sebagai bagian
dari kelompok tenaga ahli dan staf pendukung lainnya, yaitu administrasi, pemetaan, GIS,
teknisi, dan dukungan operasional logistik lainnya terkait dengan tugas. Konsultan juga
harus mampu memerlihatkan pengalaman dalam hal pengelolaan risiko bencana.
5.3 Stasiun Tugas. Semua pekerjaan akan dilakukan di daerah Indonesia. Team Leader dan
Co-team leader harus dimobilisir untuk bekerja purna waktu pada proyek selama
keseluruhan durasi proyek. Salah satu dari dua posisi ini akan berbasis di Jakarta. Untuk
tenaga ahli inti asing, Konsultan harus mengajukan pertanyaan tentang proses dan waktu
yang dibutuhkan untuk memeroleh izin kerja dan visa yang dibutuhkan untuk mobilisasi
ke lapangan.
Lampiran
170
Lampiran 1. Wilayah Destinasi Pariwisata dan Kawasan Inti Pariwisata/ Key
Tourism Areas
Arahan Pengembangan Kepariwisataan di Kawasan Labuan Bajo mengacu pada arahan
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Kepariwisataan
Nasional Tahun 2010 – 2025. Dalam Lingkup Wilayah Kajian Labuan Bajo-Flores telah
ditetapkan prioritas pengembangan yang ditunjukkan dengan adanya DPN Komodo-
Ruteng dan sekitarnya dengan KSPN Komodo dan sekitarnya dengan KPPN Labuan
Bajo dan KPPN Ruteng sebagai daya tarik utama serta DPN Kelimutu-Maumere dan
sekitarnya dengan KSPN Ende-Kelimutu serta KPPN Bajawa dan KPPN Maumere
sebagai daya tarik utama.
Gambar 9: Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Komodo-Ruteng
Sumber: RIPPARNAS, 2011
Lampiran
171
Gambar 10 : Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Kelimutu – Maumere
Sumber: RIPPARNAS, 2011
Gambar 11 : Peta Kabupaten Manggarai Barat (kiri) dan Kabupaten Manggarai (kanan), Nusa
Tenggara TImur
Di ujung paling barat Pulau Flores, kota Labuan Bajo, juga disebut sebagai Labuhan
Bajo, merupakan sebuah lokasi memancing yang kecil yang saat ini telah berkembang
menjadi pintu gerbang ke banyak destinasi di Nusa Tenggara Timur. Ini merupakan
Lampiran
172
pintu gerbang maskapai penerbangan utama, pusat akomodasi dan layanan untuk
wisatawan ke Kabupaten Manggarai Barat.
Taman Nasional Komodo (TNK), terletak antara Pulau Sumbawa dan Flores, yang
ditetapan pada tahun 1980 yang bertujuan untuk melindungi ekosistem hewan
endemik Komodo yang hanya terdapat di Pulau Flores. Penetapan tersebut diperkuat
dengan adanya Keputusan Menteri Kehutanan nomor 306/KPTS-II/92 tanggal 29
Februari 1992, SK DJPHKA nomor SK.21/IV-SET/2012, serta Pemberlakuan retrospektif
Statements of Outstanding Universal Value (WHC-13/37.COM/8E). Kawasan Komodo
dan Sekitarnya pada tahun 1977 ditetapkan sebagai Kawasan Keanekaragaman Hayati
(Biosfer) yang kemudian disusun zonasinya pada tahun 2014 dengan luasan 1.118.003
ha yang terdiri dari Kawasan Inti: 173,300 ha; Kawasan Penyangga: 288.353 ha; dan
Kawasan Transisi: 656.350 ha di cakupan wilayah Kabupaten Manggarai, Manggarai
Barat, dan Bima. Sebagai hasil dari usaha perlindungan tersebut, pada tahun 1991,
UNESCO menetapkan Taman Nasional Komodo sebagai World Heritage Site dengan
luasan wilayah 219.322 ha yang diambil dari perpaduan antara cakupan wilayah
Taman Nasional Komodo dan Kawasan Inti Cagar Biosfer.
Fokus awal dari KNP tersebut adalah untuk melindungi spesies Komodo (Varanus
komodoensis) dan habitatnya tetapi sejak itu telah diperluas untuk melindungi
keseluruhan daerah tersebut sebagai landasan vital di Wilayah Ekologi Banda-Flores.
Keragaman hayati lautnya menjadikan taman tersebut sebagai salah satu destinasi yang
paling dicari bagi para penyelam scuba divers.
Gambar 12 : Zonasi Taman Nasional Komodo (Kiri) dan Cakupan Komodo Biosfer (Kanan)
Ketika wilayah perlindungan KNP ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan
di tahun 1992, luas areanya sebesar 173.300 Ha. Luas area tersebut lebih kecil
dibandingkan dengan ketentuan UNESCO WHS (219.322 Ha). Taman tersebut terdiri
atas Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, dan banyak pulau kecil lainnya. Taman
Nasional Komodo merupakan rumah bagi sekitar 3.500 penduduk yang tinggal di
empat desa. Permukiman terbesar adalah Desa Komodo di Pulau Komodo;
permukiman-permukiman lainnya adalah Desa Rinca dan Desa Kerora di Pulau Rinca;
Lampiran
173
dan Desa Paparagan di Pulau Paparagan.80 Di Pulau Komodo terdapat 1 desa, Desa
Komodo (1.818 jiwa) yang termasuk dalam Zona Permukiman Khusus yang mencakup
area seluas 17,6 Ha, Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal PHKA Nomor: SK.21 /
IV-SET / 2012 tanggal 24 Februari, 2012, sekitar 68% mata pencaharian masyarakat di
bidang usaha pariwisata mulai dari pemandu wisata, pengelola rumah penginapan,
kapal-kapal wisata, pengrajin ukiran dan penjual cenderamata. Sementara di Pulau
Rinca ada 2 desa yaitu Desa Papagarang (1.417 penduduk) dan Desa Pasir Panjang
(1.607 penduduk) yang mata pencahariannya sebagai nelayan.
Nilai-nilai universal KNP adalah pemandangan darat dan pemandangan laut yang
unggul serta keragaman hayatinya, khususnya Komodo.81 KNP telah ditetapkan dalam
Daftar Warisan Dunia karena pentingnya bagi dunia pengetahuan dan khususnya
memenuhi dua kriteria pemilihan: kriteria vii – memuat fenomena alami superlative
atau wilayah dengan kecantikan alami dan kepentingan estetika yang luar biasa; dan
kriteria x – mengandung habitat alamiah yang paling penting dan signifikan untuk
konservasi keragaman biologis in-situ, termasuk kriteria-kriteria yang memuat spesies
terancam dari nilai universal yang luar biasa dari sudut pandang ilmu pengetahuan
atau konservasi. Pemandangan lautnya karenanya bukanlah alasan utama untuk status
WHS, tetapi menjadi salah satu aspek pentingnya.
Situs Warisan Dunia UNESCO dilindungi dengan sebaik-baiknya dan dianggap
menyatu secara fundamental,82 dan menarik semakin banyak pengunjung, dari 32.000
orang di tahun 2009 menjadi hampir 120.000 di tahun 2017. Namun demikian,
pemandangan laut situs tersebut menghadapi dampak negatif dan ancaman-ancaman
yang bermunculan terhadap spesies lautnya karena pertumbuhan penduduk dan
penggunaan sumber daya yang tidak berkelanjutan, khususnya praktik-praktik
memancing ikan ilegal dan merusak. Tingkat kunjungan yang meningkat di dalam dan
di sekitar taman telah menambahkan tekanan lebih lanjut. Jumlah pengunjung yang
menemukan kerusakan karang dan sampah laut naik dari kurang dari 10 persen di
tahun 2009 menjadi lebih dari 50 persen di tahun 2017.83 Perbaikan-perbaikan pada
strategi pengelolaan dapat membantu melindungi nilai-nilai luar biasa pada KNP dan
mengurangi kemungkinan ancaman-ancaman ini mencegah para pengunjung untuk
datang di masa yang akan datang. Tantangan-tantangan terkait laut saat ini, misalnya,
harus diatasi, termasuk melalui persiapan dan pelaksanaan rencana pengelolaan laut,
80http://florestourism.com/districts/komodo-national-park/
81UNESCO. 2013. Pemberlakuan retrospektif Statements of Outstanding Universal Value (WHC-13/37.COM/8E). Komite
Warisan Dunia - World Heritage Committee. Sesi ke 37, Juni 2013. https://whc.unesco.org/en/decisions/4964.
82IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources). 2017. Conservation Outlook 2017.
Komodo National Park.International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. https://www.worldheritageoutlook.iucn.org/explore-sites/wdpaid/67725.
83Harvey A, Sujatmiko TN, Rosady V, Johnstone R. 2018. Menilai keandalan dan kegunaan data pengetahuan warga
untuk memantau dan mengelola satwa liar dan ekosistem laut. 5th International Marine Conservation Congress, Kuching, Malaysia.
Lampiran
174
untuk menjaga status ini. sebuah laporan dari UNESCO & UNEP (2016) tentang World
Heritage and Tourism in a Changing Climate yang mengidentifikasi ancaman-ancaman
berikut ini terhadap situs tersebut: (i) Perubahan iklim: Populasi Komido di pulau
terpencil amat rentan khususnya terhadap perubahan lingkungan; dan asidifikasi
Lautan serta suhu yang menghangat menimbulkan sebuah ancaman terhadap gugusan
karang di pulau tersebut dan kenaikan permukaan laut menghadirkan risiko potensial
bagi hutan bakau; dan (ii) Pariwisata: jika tidak terencana, tidak terkendali atau
dikelola dengan buruk, pariwisata dapat menghadirkan akibat negatif yang luas bagi
WHS dan masyarakat setempat. Di tahun 2018, UNESCO menerima ungkapan
kekuatiran dari berbagai sumber mengenai perkembangan terbaru di Komodo.
Kekuatiran tersebut termasuk: (i) praktik-praktik memancing ilegal dan merusak:
memancing di dalam area yang dilindungi, peningkatan praktik memancing yang
merusak dengan jaring-jaring besar yang merusak karang dan menangkap spesies yang
dilindungi, memancing dengan bom dan mengambil sirip hiu; (ii) Kenaikan pariwisata
yang tidak diatur: operator-operator jahat yang tidak ramah lingkungan yang
menyebabkan kerusakan dengan menjangkar sauh di area-area yang dilindungi; dan
(iii) Limbah: tidak ada inisiatif daur ulang dan fasilitas-fasilitas limbah dan usaha yang
memadai yang didanai pemerintah. Ungkapan kekuatiran tersebut disampaikan
kepada Pihak Negara sesuai dengan Alinea 174 Panduan Operasional Konvensi
Warisan Dunia. Pihak Negara telah menjawab ungkapan kekuatiran tersebut dan
mengemukakan komitmen Pemerintah Indonesia terhadap perlindungan Nilai
Universal Komodo yang Luar Biasa. ITMP merupakan sebuah peluang strategis untuk
memastikan bahwa semua instrumen perencanaan yang dibutuhkan telah tersedia
untuk wilayah destinasi.
Meskipun Rencana Pengelolaan Biosfer (2014)—yang dipersiapkan oleh Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI)—telah ada, tetapi tidak memberikan panduan khusus
untuk perencanaan tata ruang dan investasi infrastruktur—kesenjangan yang harus
diisi oleh ITMP. Forum Biosfer memberikan sebuah platform untuk pembahasan dan
pengelolaan serta mencakup para pemangku kepentingan publik, masyarakat dan
swasta, tetapi perlu perkuatan. Hal ini telah ditetapkan pada tahun 2014 melalui
keputusan Pemerintah Daerah.
Begitu pula, Rencana Pengelolaan KNP selama 25-tahun (2000-2025) terdiri atas tiga
buku, yaitu: (1) Rencana Pengelolaan; (2) Data dan Analisis; dan (3) Perencanaan
Tapak. Rencana tersebut dipersiapkan untuk menjawab beberapa persoalan yang
diajukan oleh para pemangku kepentingan mengenai KNP, termasuk:
i. Batasan yang lemah dalam pengaturan batasan dan zonasi
ii. Pertumbuhan penduduk yang cepat di desa-desa yang berbatasan dengan KNP
iii. degradasi sumber daya alam dan lingkungan
iv. kurangnya koordinasi di antara semua pemangku kepentingan
Lampiran
175
v. data dan informasi yang lemah untuk pengelolaan
vi. pengelolaan pariwisata yang lemah
vii. penegakan hukum lingkungan dan kehutanan yang lemah
viii. perbedaan pandangan di antara para pemangku kepentingan mengenai fungsi
Komodo.
Versi revisi tahun 2016 Rencana tersebut memasukkan dorongan dan saran-saran dari
Laporan Periodik untuk Biosfer Komodo (2012). Namun, beberapa bagian dari rencana
pengelolaan tersebut dianggap terlalu umum untuk memandu investasi dan
pengelolaan. Misalnya, tidak ada rencana untuk mempekerjakan masyarakat dan tidak
ada rencana induk untuk penelitian.
Manajemen KNP memersiapkan sebuah rencana induk untuk wisata ramah lingkungan
ecotourism di tahun 2018. Namun, rencana-rencana ini tidak memasukkan rencana
investasi dan pembiayaan masih berlum diketahui. Setiap perencanaan investasi
tergantung pada perencanaan kementerian terkait—kesenjangan yang harus diisi oleh
ITMP melalui Rencana Pengembangan Terperinci untuk Key Tourism Area.
Manajemen KNP di tahun 2018 mengevaluasi zona-zona KNP internal. Berdasarkan
evaluasi tersebut, KNP mengajukan beberapa penyesuaian terhadap zona-zona
tersebut untuk permukiman dan pariwisata. Konsultasi publik mengenai perubahan-
perubahan ini diharapkan akan terjadi di tahun 2019. Manajemen KNP ingin memulai
sistem pemesanan daring untuk mengelola jumlah pengunjung per hari sebagai bagian
dari rencana pengelolaan pengunjungnya. Ini akan membutuhkan kerjasama dan
pengertian dari para operator industri pariwisata. Terdapat kebutuhan untuk
mengadakan penelitian mengenai penggunaan pemesanan daring untuk pengelolaan
pengunjung yang lebih baik. Manajemen KNP juga menyebutkan peluang untuk
mengarahkan para pengunjung ke tempat-tempat lain di Flores (di luar KNP) tempat
Komodo juga dapat ditemukan.
Pengelolaan limbah yang terintegrasi dan sistematis juga menjadi hal penting karena
ini tidak dapat diserahkan kepada jagawana taman untuk pembersihannya.
Pembuangan akhir sampah dari KNP dijalankan oleh sebuah perusahaan swasta yang
mengirimkannya ke Labuan Bajo untuk pemisahan sampah dan pembuangan akhir.
Mempertimbangkan keragaman hayati (laut dan darat) yang sensitif dalam KNP,
Konsultan harus mengidentifikasi dan memersiapkan instrumen-instrumen
perencanaan dan/atau pengelolaan yang terlewat yang dibutuhkan untuk pelestarian
situs tersebut dan memberikan saran, jika diperlukan untuk dilakukan revisi atas
rencana-rencana yang ada untuk taman tersebut. Box 1 memasukkan daftar awal
rencana-rencana, studi dan laporan yang sudah terkumpul atau teridentifikasi.
Lampiran
176
Box 1: Daftar Indicatif rencana-rencana, studi dan laporan terkait dengan Taman Nasional Komodo: Rencana dan Rencana Induk (termasuk rancangan)
- Rencana Induk 25-tahun untuk TNK (2000 – 2025) (2016, diperbarui) - Dokumen Zonasi TNK (2012). - Evaluasi Zonasi TNK (2018). - Rencana Induk Terperinci untuk pelaksanaan Rencana Pengelolaan TNK
(rencana keseluruhan dan daftar rencana-rencana yang ditunda/dibutuhkan).
- Rencana Pengelolaan Biosfer (2014) - Pembangunan Pariwisata Alam MOEF dalam Rencana Induk Wilayah
Konservasi (2018 – 2078) (2018) - Daya Tampung Pariwisata Komodo National Park dengan WWF Indonesia.
2018 - Swisscontact (WISATA I) - Rencana Induk Destinasi Ekowisata Flores 2011 - Kementerian Pariwisata – Rencana Pembangunan Labuan Bajo (n.d) - Kementerian Pariwisata – Rencana Pembangunan untuk Komodo dan
wilayah sekitarnya 2014 – 2034 - RPJP Rencana Pengelolaan untuk TNK (2016-2025) - WWF – Rencana Induk untuk Komodo National Park (draft - 2017) - WWF – Rencana Induk untuk Komodo National Park (final – 2017) - Rencana Induk Kawasan Semenanjung Kokotuku - (draft- Juli 2017) - Rencana Induk Kawasan Semenanjung Kokotuku - (final- Juli 2018)
Laporan Pemantauan
- Studi Penilaian Lingkungan Komodo National Park (2002) - Pelaporan Periodik UNESCO (2003) - Ringkasan Pelaporan Periodik UNESCO (2003) - Laporan Kemajuan Proyek Konservasi Kelautan Komodo Konservasi Alam
2002 - Tinajauan Periodik tentang Pelestarian Biosfer Komodo 2012 - MAB Program Country Report 2016-2017
Panduan:
- World Heritage Advice Note: Environmental Penilaian. https://www.iucn.org/sites/dev/files/import/downloads/iucn_advice_note_environmental_penilaian_18_11_13_iucn_template.pdf
- Panduan untuk WHS berbasis alam, dan Pelestarian Biosfer: [ADD LINK] Peta:
- Marine tourism map Komodo National Park.
Studi-studi terkait - Laporan Evaluasi Zonasi Komodo National Park Kab Manggarai Barat,
Prov. NTT. (2018) - Swisscontact (WISATA I) – Peta Kota Labuan Bajo (2015) - Swisscontact (WISATA I) – Peta Wisata Bersepeda Flores (2015) - Swisscontact (WISATA I) – Subsector Survey Flores (2015) - Swisscontact (WISATA I) – Exit Survey Flores (2015) - Swisscontact (WISATA I) – Dampak Pariwisata di Labuan Bajo (2017) - Swisscontact (WISATA I) – Pariwisata Berbasis Masyarakat di Flores:
Dampak dan Daya Tampung (2017)
Lampiran
177
Tabel berikut ini memasukkan daftar indicatif pemangku kepentingan inti terkait
dengan KNP:
Lembaga Peran
Kementerian Lingkungan dan Kehutanan - Perumusan dan pelaksanaan kebijakan
tentang konservasi sumber daya alam dan
ekosistem.
- tanggung jawabnya mencakup: (i) konservasi
keragaman hayati; (ii) pengelolaan wilayah-
wilayah konservasi dan taman nasional; (iii)
layanan lingkungan wilayah-wilayah
konservasi termasuk wisata alam.
- DG Conservation adalah anggota Komite
Nasional Program Manusia dan Biosfer.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Perumusan dan pelaksanaan kebijakan tentang
wilayah-wilayah laut, termasuk: (i)
pengelolaan keragaman hayati laut dan (ii)
wilayah-wilayah konservasi laut.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Peran pembuatan kebijakan dan pengawasan
terhadap langkah-langkah yang diperlukan
oleh Pemerintah Indonesia untuk memenuhi
Komite Warisan Dunia untuk melestarikan
status Situs Warisan Dunia.
Pejabat Taman Nasional Komodo (Balai
Taman Nasional Komodo)
Bertanggung jawab untuk pengelolaan Taman
Nasional Komodo. Unit Pelaksana Teknis ini
berada di bawah Dirjen Konservasi Sumber
Daya Alam dan Ekosistem, (DG KSDAE)
dalam Kementerian Lingkungan dan
Kehutanan.
Komite Nasional Manusia dan Biosfer
Indonesia – Indonesia Man and Biosphere
(MAB) National Committee
Memberikan pengelolaan yang efektif
terhadap Biosphere Reserves (BR) dan
mengembangkan program-program untuk
pelestariannya.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Menjadi tuan rumah Sekretariat Komite
Nasional Program MAB UNESCO.
Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT)
Bertanggung jawab untuk pelaksanaan
kebijakan pemerintah untuk pengelolaan
sektor pariwisata, termasuk promosi KNP
sebagai destinasi wisatawan.
Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT).
Badan perencana pembangunan di tingkat
provinsi
Bappeda Kabupaten Manggarai Barat dan
Kabupaten Manggarai
Badan perencana pembangunan di tingkat
Kabupaten.
Komodo Biosphere Reserve Forum (Forum Diresmikan pada tahun 2014 oleh Bupati
Lampiran
178
Lembaga Peran
Koordinasi dan Komunikasi Pengelolaan Cagar
Biosfer Komodo)
Kabupaten Manggarai Barat Forum
memberikan koordinasi di antara para
pemangku kepentingan untuk pengelolaan
Cagar Biosfer, termasuk kerjasama untuk
persiapan rencana kerja terintegrasi BR.
UNESCO Dengan menyatakan KNP sebagai Situs
Warisan Dunia dan Cagar Biosfer, UNESCO
memberikan bantuan pemantauan dan teknis
terus-menerus untuk Pulau Komodo.
WWF- Indonesia Pembinaan kapasitas pendukung untuk
pengelolaan KNP, termasuk pelatihan
pemandu untuk wisata alam, memersiapkan
rencana induk pariwisata dan ikut serta dalam
kegiatan patroli gabungan dengan badan-
badan pemerintah yang bertanggung jawab.
KNP bertanggung jawab untuk memantau populasi Komodo, rusa dan spesies lainnya.
Berdasarkan sebuah laporan pemantauan tahun 2017 dari Manajemen KNP dan
Komodo Survival Programme, populasi Komodo pada saat itu sebesar 2.762 dan rusa
3.900. Sesuai dengan laporan tersebut, perburuan rusa sebagian besar dilakukan oleh
pemburu gelap dari masyarakat setempat. Manajemen KNP berkoordinasi dengan
polisi setempat untuk menyelesaikan persoalan ini. Program pembudidayaan rusa juga
telah dikembangkan di Kecamatan Sape, Kabupaten Bima. Di samping itu, Manajemen
KNP berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan untuk mengatasi ancaman-
ancaman di dalam taman tersebut yaitu Dive Operator Community Komodo untuk
patroli, Komodo Survival Programme dan WWF Indonesia untuk pemantauan spesies,
Direktorat Penegakan Hukum untuk para pemburu gelap, Direktorat Pengelolaan
Sampah dan Limbah Berbahaya untuk sampah, dan seterusnya. Pada 6 Februari 2019,
menurut laporan, sebuah rapat diselenggarakan antara Direktorat Jenderal Konservasi
Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur
dan Kabupaten Manggarai Barat untuk membahas ancaman-ancaman yang dihadapi
KNP. Telah disimpulkan bahwa keputusan-keputusan lebih lanjut mengenai taman
tersebut akan dibuat setelah sebuah study yang akan diadakan secara bersama-sama
oleh MOEF, Kementerian Pariwisata, LIPI dan Pemda. Pengelolaan Taman-taman
Nasional di Indonesia—termasuk KNP– berada di bawah otoritas Pemerintah Pusat,
yaitu Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Ditjen
KSDAE), Kementerian Kehutanan dan Lingkungan (MOEF). Jika ditegaskan pada saat
pelaksanaan Jasa, Konsultan harus mengkonsultasikan studi ini dengan seksama.
Dalam Mendukung Pengembangan Pariwisata di Pulau Flores yang yang memberikan
dampak bagi kesejahteraan masyarakat dan perlindungan ekosistem penting,
Lampiran
179
diidentifikasi adanya destinasi baik di dalam maupun di luar Key Tourism Area (KTA)
yang dapat meningkatkan daya tarik (attraction) dan waktu tinggal (length of stay).
Destinasi ini dikembangkan untuk memastikan adanya penciptaan nilai tambah
ekonomi bagi masyarakat. Pengembangan Daya Tarik di Luar lokasi Taman Nasional
Komodo merupakan syarat untuk menciptakan kegiatan pariwisata berkelanjutan di
kawasan Labuan Bajo dan Sekitarnya yang memiliki daya tampung terbatas (carrying
capacity).
Dengan demikian, sebagai Tourism Destination Area (TDA) adalah Kabupaten
Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Key Tourism Area (KTA)
adalah Kecamatan Komodo.
Atraksi wisata terkait adalah Gunung Mbeliling, merupakan pegunungan tertinggi di
wilayah ini. Cagar Hutan Mbeliling, yang terentang di atas wilayah seluas 15.000
hektar, merupakan habitat dari banyak spesies tumbuhan dan burung endemik. Flora
dan faunanya yang sangat beragam membuatnya menjadi destinasi trekking yang
sempurna, khususnya selama musim kemarau.
Desa Roe, yang terletak di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut di kaki bukit
Gunung Mbeliling (1239m), merupakan titik awal untuk trek ke pegunungan tersebut.
Desa tersebut berjarak hanya 27 km dari Labuan Bajo di jalan raya Trans Flores.
Anggota masyarakat Roe mengatur perjalanan trekking ke Gunung Mbeliling, dan tur
ke lembah Cunca Wulang.
Tempat-tempat lain yang menarik bagi pengunjung termasuk pulau-pulau di sekitar
Labuan Bajo, Danau Kawah Sano Nggoang, Desa Tado, Gua Batu Kapur Batu Cermin,
Melo dan Warloka.84
Pada tahun 2019 telah dilakukan studi oleh SUSTour terkait aktivitas wisata di Labuan
Bajo – Flores.85 Sejak dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, terdapat
pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara hingga menjadi 125.100 per tahun.
Pasar Wisatawan Labuan Bajo – Flores didominasi Turis dari Australia dan Eropa,
sementara Turis dari Asia tidak terlalu banyak karena lebih memilih fasilitas kelas atas,
pusat perbelajaan, dan hiburan yang berbeda dengan atraksi di Flores. Tren permintaan
wisatawan mancanegara berkutat pada aktivitas leisure, komodo, wildlife, beach (54%),
diving (35%), dan disusul oleh ecotourism dan culture (11%).
84http://florestourism.com/districts/komodo-national-park/#
85 Pergerakan Arus Wisatawan (Strategic Visitor Flow) Destinasi Labuan Bajo – Flores - SUSTOUR
Lampiran
180
Gambar 13 : Pangsa Pasar Wisata Internasional di Pulau Flores
Selain pasar wisatawan dan tren permintaan wisatawan, dilakukan juga studi yang
melihat pola pergerakan wisatawan mancanegara di Labuan Bajo – Flores. Hasil studi
menunjukan setiap wisatawan yang datang ke Labuan Bajo – Flores semuanya
mengunjungi Taman Nasional Komodo (100% Kunjungan), kemudian Taman Nasional
Kelimutu (23% kunjungan), Ngada – Bena – Luba – Jerebu – Kep. Riung (10%
kunjungan), Wae Rebo – Todo _ Cancar (5% kunjungan), dan Manggarai Timur
(2,5%).Terlihat bahwa destinasi utama yang pasti dikunjungi oleh wisatawan yang
berkunjung adalah Taman Nasional Komodo.
Gambar 14 : Tren Karakter Wisatawan Internasional
11% 11% 10%
8% 8% 8%
6%
3%
54%
Leisure, Komodo Wildlife, Beach
35%
Diving 11%
Ecotourism &
Culture
Lampiran
181
Gambar 15 : Peta Arah Pergerakan Arus Wisatawan di Pulau Flores
Jumlah kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo – Flores pada tahun 2015 berjumlah
61.257 wisatawan yang terdiri dari 15.885 Wisatawan Nusantara dan 45.372 Turis
Mancanegara. Rata –rata pertumbuhan wisatawan tahun 2016 – 2021 sebesar 5,2 %
yang terbagi menjadi 1,3% untuk pertumbuhan wisatawan nusantara dan 6,4% untuk
Turis Mancanegara. Hasil studi proyeksi kunjungan wisatawan dan tren pertumbuhan
wisatawan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1 : Jumlah, Proyeksi, dan Tren Pertumbuhan Wisatawan86
Taman Nasional Komodo menjadi destinasi utama yang dikunjungi oleh wisatawan.
Untuk menjaga kelestariannya, kunjungan wisata harus memperhatikan daya dukung
dari Taman Nasional Komodo. Kapasitas daya dukung perairan di TN Komodo adalah
116.813 orang/tahun, sementara daya dukung daratannya 249.295 orang/tahun. Jika
kita lihat pada tabel proyeksi wisatawan, pada tahun 2026, jumlah wisatawan sudah
mencapai 116.100 dan sudah mendekati daya dukung perairan TN Komodo. Untuk itu,
perlu adanya pengembangan destinasi baru pada tahun 2026 untuk menjaga
kelestarian keanekaragaman hayati di Kawasan TN Komodo.
Tabel 2 : Daya Dukung Daratan dan Perairan TN Komodo87
86 Komodo National Park And Labuan Bajo (Flores) Baseline Demand & Supply, Market Demand Forecasts, And
Investment Needs
87 Daya Dukung dan Daya Tampung Taman Nasional Komodo
Lampiran
182
Jika ditelusuri lebih jauh, terdapat potensi wisata di Kabupaten Manggarai Barat yang
dapat dikembangkan selain Taman Nasional Komodo antara lain: objek wisata ekologis
Koko Tuku, wisata budaya Kampung Adat Behal. Situs lain yang menarik bagi
pengunjung termasuk pulau-pulau di sekitar Labuan Bajo, Danau Kawah Sano
Nggoang, Desa Tado, Gua Batu Batu kapur Batu, Melo dan Warloka.88 Selain itu,
terdapat usulan KEK Golamori (dekat Danau Sanonggoa) dan usulan KEK Tana Naga
(lokasi komodo di daratan Pulau Flores);
88 http://florestourism.com/districts/komodo-national-park/#
Lampiran
183
Lampiran 2. Kerangka Indikatif Daftar Isi Laporan Akhir
BAGIAN I: PENDEKATAN UMUM
1. TUJUAN INTEGRATED TOURISM MASTER PLAN
2. VISI STRATEGIS
Potensi Pariwisata
Daya tampung pariwisata dan pariwisata berkelanjutan
Partisipasi Lokal, penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan
Menciptakan iklim usaha
Pengaturan-pengaturan kelembagaan
BAGIAN II: ANALISIS PASAR UNTUK AREA X/Y/Z
3. PENILAIAN SUPPLY AND DEMAND PASAR WISATAWAN
Penilaian Supply
Demand Assessment
Analisis Investor
4. STRATEGI PASAR
Analisis permintaan pasar yang akan datang
Strategi Pemasaran dan Branding
BAGIAN III: STRATEGI PENGEMBANGAN UNTUK AREA X/Y/Z
1. ANALISIS SITUASI SAAT INI
Definisi batasan Integrated Tourism Development Master Plan Area X/Y/Z
Penilaian kerangka perencanaan yang ada dan peninjauan rencana tata ruang yang berlaku
Peninjauan kerangka kelembagaan daerah yang ada
Penilaian situasi sosio-ekonomi dan tren pengembangan (10 tahun terakhir)
Peninjauan kegiatan ekonomi keseluruhan di area tersebut
Analisis kegiatan ekonomi terkait pariwisata di area X/Y/Z (berdasarkan Analisis Pasar dan hasil
studi Demand Assessment), termasuk:
• Jumlah wisatawan, lokal dan asing, lama menginap, pola belanja, dll.
• Akomodasi semalam menurut jenis, kapasitas dan lokasi.
• Makanan menurut jenis, kapasitas dan lokasi.
• Situs-situs wisatawan budaya dan alam menurut jenis, kapasitas, lokasi, dan
jumlah pengunjung
• Atraksi wisatawan buatan menurut jenis, kapasitas, lokasi, dan jumlah
pengunjung (taman tema, pasar wisatawan, pusat belanja, dll.).
• Dll.
Kondisi pekerjaan dalam industri pariwisata setempat (berdasarkan Analisis Pasar dan hasil
studi Demand Assessment), yaitu:
• Kesenjangan dalam hal permintaan dan persediaan dalam hal pekerjaan terkait
pariwisata.
• Kesenjangan (dalam hal kuantitas dan kualitas) persyaratan keahlian.
Lampiran
184
• Posisi dan potensi UMKM setempat.
Uraian terperinci tentang kondisi aset alamiah dan budaya (berdasarkan Analisis Pasar dan
Hasil studi Demand Assessment dam studi-studi lain sebelumnya), termasuk:
• Identifikasi aset alamiah dan budaya di dalam Wilayah Destinasi Pariwisata.
• Penilaian kualitas dan kekhasan aset alamiah dan budaya.
• Peninjauan kondisi aset alamiah dan budaya saat ini.
Kondisi kesehatan lingkungan (kualitas air dan udara, pengelolaan limbah, kejadian malaria dan
bahaya kesehatan lain, dll.)
Perhatian mengenai keamanan
Penggunaan lahan dan laut saat ini (peta)
Peta yang menunjukkan lokasi danukuran area pariwisata yang ada:
• area-area tempat wisatawan menginap di malam hari
• area-area tempat wisatawan rekreasi: wilayah pantai, pusat perbelanjaan, pasar-
pasar (wisatawan), restoran, bar, dll.
• area-area dekat atraksi wisatawan (budaya, alam, buatan).
Inventaris penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan saat ini, dengan fokus pada Key
Tourism Areas yang ada dan yang baru (berdasarkan Analisis Pasardan Hasil studi Demand
Assessment), yaitu:
• Akses eksternal: bandara dan kapasitas angkutan udara, pelabuhan, jaringan
jalan nasional dan provinsi, kereta api, sistem angkutan umum eksternal (jarak
jauh).
• Akses internal: jaringan jalan internal, fasilitas-fasilitas angkutan umum internal
dan jarak pendek, fasilitas-fasilitas angkutan tidak bermotor, fasilitas pejalan
kaki, keamanan jalan, dll.
• Drainase dan perlindungan banjir.
• Penyediaan air bersih.
• Sanitasi dan saluran pembuangan limbah.
• Pengelolaan limbah padat.
• Pasokan listrik.
• Penerangan jalan.
• Pengelolaan limbah dan pemeliharaan.
• Pengelolaan lalu lintas dan parkir.
• Fasilitas pejalan kaki.
• Kemudahan-kemudahan publik.
• Layanan internet pita lebar.
Identifikasi terperinci mengenai kesenjangan-kesenjangan dalam penyediaan infrastruktur dan
pemberian layanan
Inisiatif sektor publik dan swasta yang sedang berlangsung dan yang direncanakan:
• Investasi sektor Publik: apa dan kapan?
• Inisiatif Sektor swasta: apa dan kapan?
Lampiran
185
Dampak investasi-investasi yang direncanakn terhadap pemecahan kekurangan-kekurangan dan
kesenjangan layanan yang teridentifikasi
2. SKENARIO PEMBANGUNAN
a. Proyeksi pertumbuhan untuk periode 25 tahun dan proyeksi pertumbuhan jangka menengah
terkait selama 5 tahun (berdasarkan peninjauan statistik, rencana dan dokumen yang ada):
I. Proyeksi pertumbuhan ekonomi.
II. Proyeksi pertumbuhan industrial.
III. Proyeksi pertumbuhan pengunjung.
IV. Proyeksi pertumbuhan pekerjaan.
V. Proyeksi pertumbuhan populasi, termasuk penduduk sementara
(wisatawan) dan pencari kerja pendatang.
b. Standar-standar perencanaan untuk infrastruktur dan layanan pariwisata
(memperhitungkan bahwa pengunjung memiliki harapan yang relatif tinggi mengenai
standar-standar infrastruktur dan layanan).
c. Identifikasi kebutuhan lahan tambahan untuk tempat tinggal, industri, perdagangan, dan
kebutuhan pengunjung di masa datang, termasuk kebutuhan lahan untuk perumahan
karyawan di bidang pariwisata dan tanggungan mereka.
d. Identifikasi tentang kesadaran masyarakat dan kebutuhan pembinaan kapasitas untuk
pembangunan pariwisata inklusif.
e. Identifikasi kebutuhan akan pengembangan keahlian untuk persediaan pasar pariwisata
(pendidikan, pengembangan UMKM).
f. Presentasi paling tidak tentang tiga skenario pengembangan tata ruang yang berbeda untuk
mengakomodasi pertumbuhan yang diproyeksikan.
g. Penilaian dampak-dampak lingkungan dan sosial dari masing-masing skenario
pengembangan.
3. EVALUASI SKENARIO PENGEMBANGAN
a) Identifikasi para pemangku kepentingan dan perwakilan pemangku kepentinga, paling tidak
dari: Lembaga-lembaga pemerintah, perwakilan sektor swasta, penduduk setempat dan
komunitas bisnis, LSM setempat.
b) Pembahasan tentang temuan, standar-standar perencanaan yang diajukan serta skenario-
skenario dengan semua pemangku kepentingan.
c) Pemilihan satu skenario dijelaskan lebih lanjut.
d) Identifikasi para pemangku kepentingan yang akan berkontribusi secara aktif dalam
perincian skenario pengembangan yang dipilih.
4. SKENARIO PENGEMBANGAN YANG DIPILIH
Rincian Skenario pengembangan yang dipilih dalam kerjasama erat dengan pemangku
kepentingan yang didentifikasi:
a) Menyajikan peta penggunaan lahan untuk tahun yang ditetapkan pada alinea
3.23 G.1 (1) dalam kerangka kerja di atas termasuk lokasi terperinci, bentuk dan
ukuran Key Tourism Areas yang ada dan yang baru.
b) Mengidentifikasi dan membahas persoalan kepemilikan lahan terkait dengan
skenario pengembangan yang dipilih.
Lampiran
186
c) Mengidentifikasi dan memitigasi dampak-dampak lingkungan dan sosial
impacts terkait dengan skenario pengembangan yang dipilih.
d) Mengidentifikasi dan membahas pelestarian warisan budaya dan alam
persoalan terkait dengan skenario pengembangan yang dipilih.
e) Mengevaluasi pilihan-pilihan pentahapan dan memilih lokasi-lkasi prioritas
untuk dikembangkan dengan ukuran dan bentuk terperinci terkait yang
konsisten dengan proyeksi permintaan untuk semua penggunaan lahan dengan
penekanan khusus pada pengembangan pariwisata masing-masing selama lima
tahun sebagaimana termuat dalam alinea 3.23 G.1 (5) dalam kerangka kerja di
atas.
f) Mengidentifikasi kebutuhan tambahan untuk infrastruktur dan layanan di atas
kekurangan-kekurangan yang ada berdasarkan skenario pengembangan yang
dipilih dan standar-standar infrastruktur dengan lingkup perencanaan selama 5
tahun dan 25 tahun berturut-turut.
g) Menyajikan sebuah rencana pentahapan terintegrasi untuk penetapan waktu
penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan dengan cara bertahap dan
berhati-hati untuk meminimalisir risiko dan untuk memandu pembangunan.
h) Mengidentifikasi kebutuhan tambahan untuk UMKM dan pengembangan
keahlian.
i) Mengidentifikasi peran dan tanggung jawab semua pemangku kepentingan
dalam pelaksanaan skenario yang diinginkan.
j) Menilai minat dan komitmen sektor swasta terhadap perwujudan skenario
pengembangan.
k) Menilai minat dan komitmen masyarakat terhadap perwujudan skenario
pengembangan.
l) Mengidentifikasi kebutuhan akan revisi hilir terhadap rencana dan peraturan
formal (tata ruang) lainnya (untuk daftar indikatif lihat Lampiran 3).
5. RENCANA-RENCANA PENGEMBANGAN UNTUK KEY TOURISM AREAS PRIORITAS
Menyajikan rencana-rencana pengembangan terperinci dalam lingkup perencanaan selama 5
tahun dan 25 tahun untuk:
a) Semua Key Tourism Areas prioritas saat ini dalam Wilayah Destinasi Pariwisata
(klaster-klaster hotel dan fasilitas dan atraksi wisatawan yang ada) dan untuk
b) Key Tourism Areas baru yang telah diprioritaskan pembangunan pariwisatanya
dalam 5 tahun pertama Program,
c) termasuk peta-peta, standar-standar perencanaan, peraturan-peraturan
bangunan dan desain konseptual dengan perkiraan biaya.
6. RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN LAYANAN TERINTEGRASI
A) Rencana investasi jangka menengah dan panjang
Menyajikan:
a) Hasil-hasil konsolidasi keseluruhan skenario pengembangan dan rencana
pengembangan terperinci
b) Rencana pengembangan infrastruktur dan layanan terintegrasi dan bertahap
Lampiran
187
c) Perkiraan biaya terkait untuk semua sector dengan tingkat prakelayakan selama
5 dan 25 tahun berturut-turut, bersamaan dengan desain-desain konseptual.
B) Rencana investasi tersebut harus mendukung dan memandu pembangunan pariwisata dan
akan mencakup:
a) Pembangunan Area kembali.
b) Akses eksternal: bandara dan kapasitas angkutan udara, pelabuhan, jalan tol,
jaringan jalan nasional dan provinsi, kereta api, angkutan umum eksternal
(jarak jauh)
c) Akses internal: jaringan jalan internal, fasilitas-fasilitas angkutan umum internal
dan jarak pendek termasuk angkutan air, fasilitas-fasilitas angkutan tidak
bermotor, pengelolaan lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, keamanan jalan, parkir,
dll.
d) Drainase dan perlindungan banjir.
e) Penyediaan air bersih.
f) Pengelolaan air limbah dan sanitasi.
g) Pengelolaan limbah padat dan pemeliharaan.
h) Pasokan listrik.
i) Penerangan jalan.
j) Kemudahan-kemudahan publik.
k) Layanan internet pita lebar.
l) Infrastruktur terkait wisatawan khusus seperti pusat-pusat pengunjung,
dermaga, jalur jalan kaki, marka/display publik, dll.
C) Rencana Investasi Mendesak
Menyajikan:
c) rencana investasi tahun pertama untuk perbaikan konektifitas dan
d) investasi infrastruktur dasar tahun pertama yang amat penting.
7. PEMBINAAN KAPASITAS
Menyajikan:
a) Program Pembinaan Kapasitas yang bekerjasama erat dengan pemangku
kepentingan yang teridentifikasi
b) termasuk pembinaan kapasitas keembagaan di semua tingkat pemerintah,
pemantauan penjagaan dan revisi rencana tata ruang hilir, pembinaan kapasitas
masyarakat, dan UMKM serta pengembangan keahlian.
8. INTEGRATED TOURISM MASTER PLAN
Menyajikan:
a) sebuah integrated tourism master plan untuk semua sektor pada tingkat prakelayakan,
termasuk desain-desain konseptual untuk semua infrastruktur dan layanan untuk 5 dan 25
tahun, terdiri atas:
Lampiran
188
a) rencana penggunaan lahan
b) rencana pentahapan yang menunjukkan lokasi-lokasi prioritas yang akan akan
dikembangkan masing-masing dalam jangka waktu lima tahun sebagaimana
termuat dalam alinea 3.23 G.1 (5) kerangka kerja
c) rencana-rencana pengembangan terperinci untuk Key Tourism Areas prioritas
d) rencana pembangunan fasilitas pariwisata bertahap selama 5 dan 25 tahun
e) rencana pembangunan a phased integrated infrastruktur dan layanan
terintegrasi bertahap selama 5 dan 25 tahun
f) rencana sektor swasta, UMKM dan pengembangan keahlian
g) rencana pembinaan kapasitas masyarakat setempat untuk pembangunan
inklusif
h) rencana pembangunan kelembagaan untuk pengelolaan pembangunan
pariwisata
i) jika informasi yang memadai tentang pembebasan lahan dan/atau relokasi
tersedia untuk pembangunan lahan/infrastruktur/fasilitas tertentu
sebagaimana yang direkomendasikan oleh ITMP, dan jika telah diputuskan
bahwa rekomendasi ITMP akan dilaksanakan, maka Konsultan juga akan
memersiapkan rencana tindak pembebasan lahan dan relokasi atau land
acquisition and resettlement action plan (LARAP) sesuai dengan LARPF
sebagaimana ditetapkan dalam Kerangka Penjagaan Lingkungan dan sosial
j) jika informasi yang memadai tentang keberadaan dan potensi dampak-dampak
terhadap Masyarakat adat tersedia untuk pembangunan
lahan/infrastruktur/fasilitas tertentu sebagaimana yang direkomendasikan
oleh ITMP, dan jika telah diputuskan bahwa rekomendasi ITMP akan
dilaksanakan, maka Konsultan juga akan memersiapkan rencana Masyarakat
adat atau Indigenous Peoples Plan (IPP) sesuai dengan Kerangka Perencanaan
Masyarakat adat atau Indigenous Peoples Planning Framework (IPPF)
sebagaimana ditetapkan dalam Kerangka Penjagaan Lingkungan dan sosial
k) rencana pelestarian aset alami dan pengelolaan lingkungan
l) sebuah rencana pengelolaan pelestarian warisan budaya
m) pengaturan pelaksanaan
n) perkiraan biaya dan rencana investasi 5 tahun terperinci
o) rencana pembiayaan termasuk pembedaan kontribusi sektor publik dan sektor
swasta.
9. EVALUASI EKONOMI
10. EVALUASI DAN RENCANA MITIGASI DAMPAK LINGKUNGAN
11. EVALUASI DAN RENCANA MITIGASI DAMPAK SOSIAL
Lampiran
189
Lampiran 3. Tanggung jawab atas peninjauan rencana-rencana setelah penyelesaian
Integrated Tourism Master Plan
Begitu Integrated Tourism Master Plan telah dipersiapkan, sejumlah rencana tata ruang dan
sektoral harus ditinjau dan ditingkatkan atau dipersiapkan juga, termasuk:
1. Peninjauan rencana-rencana tata ruang:
a. RTRW Provinsi
b. RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kawasan Strategis Pariwisata (seluruh
kota/kabupaten)
c. RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) kota/kabupaten
d. RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) Kawasan Strategis Pariwisata
2. Peninjauan Rencana Induk sektoral:
a. jalan
b. transportasi
c. drainase dan pengendalian banjir
d. penyediaan air bersih
e. pengelolaan air limbah
f. pengelolaan limbah padat
g. persediaan listrik
h. rencana-rencana Taman Nasional dan/atau Laut (jika perlu)
i. rencana-rencana induk terkait lainnya termasuk tapi tidak terbatas pada
Rencana Pengelolaan Tapak, termasuk Penilaian Daya Tampung, Rencana
Konservasi, Rencana Pengelolaan Pengunjung, Penilaian Dampak Warisan dan
Penilaian-penilaian Pengaturan Kelembagaan terkait (jika perlu).
Sejumlah besar lembaga-lembaga pemerintah akan terlibat dalam memersiapkan/meninjau
rencana-rencana ini. Sebagian besar pekerjaan tersebut akan dilakukan melalui kerjasama erat
dan konsultasi dengan para pemangku kepentingan yang relevan. Catatan pendahuluan ini
dimaksudkan untuk mengidentifikasi badan pemerintah mana di tingkat pemerintah yang
mana yang secara resmi bertanggung jawab untuk persiapan dan/atau peninjauan rencana-
rencana ini. Adalah upaya awal untuk mengidentifikasi kebutuhan perencanaan hilir yang akan
dibangun dan diperbaiki oleh Konsultan.
Ad 1. Rencana tata ruang
Yang bertanggung jawab untuk persiapan/peninjauan terhadap RTRW dan RDTR
adalah Bappeda Kota atau Kabupaten dari area yang tercakup. Jika area perencanaan
mencakup lebih dari satu pemerintah daerah, yang seringkali terjadi untuk RTRW
untuk wilayah-wilayah strategis, Bappeda Provinsi-lah yang bertanggung jawab.
Ad 2. Rencana Induk Sektoral.
Warisan Alam
Kemungkinan rencana induk sektoral hilir terkait Warisan Alam termasuk tetapi tidak
terbatas pada Rencana Pengelolaan Situs, termasuk Penilaian Daya Tampung, Rencana
Lampiran
190
Konservasi, Rencana Pengelolaan Pengunjung, Analisa Dampak dan Penilaian-penilaian
Pengaturan Kelembagaan terkait.
Warisan Budaya
Kemungkinan rencana induk sektoral hilir terkait Warisan Budaya termasuk tetapi
tidak terbatas pada Rencana Pengelolaan Situs, termasuk Penilaian Daya Tampung,
Rencana Konservasi, Rencana Pengelolaan Pengunjung, Penilaian Dampak Warisandan
Penilaian-penilaian Pengaturan Kelembagaan terkait.
Jalan
Ada sejumlah lembaga di masing-masing tingkat pemerintah yang bertanggung jawab
dalam sektor jalan. Sebagian besar tanggung jawab tersebut jatuh pada Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (MPWH). Rincian tanggung jawabnya
sebagaimana termuat dalam tabel berikut ini.
Lembaga Tanggung jawab
Ditjen Jasa Marga -
Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
Mengembangkan rencana induk jalan nasional
Mengembangkan dan memelihara jaringan jalan nasional,
termasuk beberapa jalan tol
Rekonstruksi dan memelihara jalan provinsi dan kabupaten
yang telah digolongkan sebagai jalan strategis
Mengatur sektor jalan
Otoritas Jasa Marga –
Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
Mengatur jalan tol
Memilih operator jalan tol
Pemerintah daerah
provinsi
Mengembangkan rencana induk jalan provinsi
Mengembangkan dan memelihara jaringan jalan provinsi
Mengembangkan jalan lokal
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
Mengembangkan rencana induk jalan Kabupaten/Kota dan
daerah
Mengembangkan dan memelihara jaringan jalan
Kabupaten/Kota
Mengembangkan dan memelihara jalan daerah
Pemerintah Desa Jalan desa
Transportasi
Kementerian Perhubungan (MOTr) bertanggung jawab atas pengembangan
infrastruktur-infrastruktur dan layanan transportasi di jaringan nasional (kecuali jalan),
dan Pemerintah Daerah provinsi dan Kabupaten/Kota bertanggung jawab untuk
jaringan provinsi dan Kabupaten/Kota. Perincian tanggung jawabnya sebagaimana
tabel berikut ini.
Lembaga Tanggung jawab
Dirjen Angkutan Mengembangkan rencana induk layanan pengangkutan jalan
Lampiran
191
Lembaga Tanggung jawab
Darat- MOTr Mengembangkan rencana induk jalan air ferry dan darat
Mengatur sektor angkutan jalan
Memberlakukan jaringan rute pengangkutan umum antar
provinsi berbasis jalan
Menerbitkan izin layanan pengangkutan publik berbasis jalan
antar provinsi kepada operator
Mengembangkan terminal pengangkutan publik berbasis jalan
antar provinsi
Menyetujui desain teknis dan pengoperasian terminal
pengangkutan publik berbasis jalan antar provinsi
Mengembangkan dan memelihara pelabuhan jalan air ferry dan
darat
Mengembangkan jaringan rute ferry
Menerbitkan izin layanan ferry kepada operator
Dirjen Angkutan
Udara- MOTr
Mengembangkan rencana induk bandara
Mengembangkan rencana induk layanan pengangkutan udara
Mengatur sektor pengangkutan udara
Memberlakukan jaringan rute pengangkutan udara reguler
Menerbitkan izin layanan angkutan udara reguler kepada
operator
Mengembangkan bandara
Menyetujui desain teknis dan pengoperasian bandara
Dirjen Angkutan Laut
- MOTr
Mengembangkan rencana induk pelabuhan
Mengembangkan rencana induk jalur pelayaran
Mengatur sektor angkutan laut
Memberlakukan jaringan rute pelayaran
Menerbitkan izin layanan angkutan pelayaran reguler kepada
operator
Mengembangkan pelabuhan
Menyetujui desain teknis dan pengoperasian pelabuhan
Dirjen Perkeretaapian
- MOTr
Mengembangkan rencana induk perkeretaapian
Mengatur sektor perkeretaapian
Mengembangkan dan memelihara jaringan rel kereta api antar
provinsi
Menerbitkan izin layanan angkutan umum kereta api antar
provinsi kepada operator
Menyetujui desain teknis dan pengoperasian jalur kereta api
Pemerintah daerah
provinsi
Serupa dengan MOTr, tetapi untuk jaringan provinsi.
Pemerintah daerah provinsi harus meminta persetujuan dari
MOTr mengenai desain teknis dan pengoperasian.
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
Serupa dengan MOTr, tetapi untuk jaringan provinsi.
Pemerintah daerah Kabupaten/Kota harus meminta persetujuan
dari MOTr mengenai desain teknis dan pengoperasian.
Lampiran
192
Drainase dan pengendalian banjir
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (MPWH) bertanggung jawab
atas pengembangan jaringan drainase serta pengendalian banjir dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dan Provinsi bertanggung jawab untuk jaringan-jaringan provinsi dan
kabupaten/kota. Perincian tanggung jawabnya adalah sebagiamana dalam tabel berikut
ini.
Lembaga Tanggung jawab
Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat – Dirjen
Sumber Daya Air
Mengembangkan rencana induk pengelolaan sumber daya air
dan pelestarian air
Mengatur pengelolaan sumber daya air dan pelestarian air
Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan tentang
pengelolaan sumber daya air
Mengembangkan rencana induk jaringan utama drainase
Mengembangkan standarisasi untuk pengelolaan sumber
daya air
Mengembangkan dan mengawasi pedoman teknis untuk
pengelolaan sumber daya air
Mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air
Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat – Dirjen Cipta
Karya
Mengembangkan peraturan untuk sistem drainase di lokasi
permukiman
Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan sistem drainase
Mengembangkan sistem drainase di lokasi permukiman
Mengatur standarisasi sistem drainase di permukiman
Mengembangkan rencana permukiman nasional untuk
mendukung wilayah pariwisata
Mengembangkan dan mengawasi pedoman teknis untuk
pengembangan drainase di permukiman
Memfasilitasi pengembangan serah terima aset dan
pengembangan sistem untuk drainase di permukiman kepada
Pemerintah Daerah
Dinas Pekerjaan Umum
di Tingkat Provinsi
Mengatur pengoperasian pengelolaan sumber daya air di
tingkat provinsi dan antar kota/ kabupaten
Mengembangkan RPI2JM untuk infrastruktur layanan
drainase
Mengawasi pengoperasian dan teknis sumber daya air dan
drainase
Memberikan izin penggunaan air dan sumber daya air
Mengevaluasi dan mengendalikan pengelolaan sumber daya
air
Melaksanakan desentralisasi wewenang untuk sektor sumber
daya air di tingkat provinsi
Mengembangkan sistem drainase regional
Pengawasan teknis untuk konstruksi
Mengadakan konstruksi fisik sistem drainase dan air
Lampiran
193
Lembaga Tanggung jawab
Dinas Pekerjaan Umum
di Tingkat
Kota/Kabupaten
Serupa dengan Dinas Pekerjaan Umum di tingkat provinsi,
tetapi untuk jaringan Kabupaten/Kota
Mengembangkan RPI2JM untuk infrastruktur layanan
drainase
Berkoordinasi dengan pemerintah kota lainnya untuk
mengkoordinir sistem drainase dan pengelolaan sumber daya
air antar-koneksi
Penyediaan air bersih
Penyediaan air bersih biasanya diorganisir di tingkat kota atau kabupaten. Yang
bertanggung jawab untuk persiapan dan pelaksanaan rencana induk sektoral adalah
perusahaan penyediaan air bersih daerah kota/kabupaten PDAM.
Lembaga Tanggung jawab
Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat – Dirjen Cipta
Karya
Mengatur pengelolaan sistem air minum di daerah perkotaan,
perdesaan dan khusus
Mengembangkan rencana penyediaan air bersih nasional
untuk mendukung wilayah pariwisata
Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan tentang sistem air
minum
Mengatur standarisasi for sistem air minum
Fasilitasi kelembagaan sektor air minum
Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat– BPPSPAM
Mengatur standarisasi untuk penyediaan air bersih khususnya
untuk sistem air minum
Mengawasi sistem penyediaan air bersih untuk pemerintah
provinsi dan daerah
Dinas Pekerjaan
Umum– Provinsi
Mengembangkan rencana induk air minum untuk tingkat
provinsi (RISPAM)
Mengembangkan RPI2JM untuk penyediaan air bersih
Mengembangkan layanan penyediaan air bersih services di
tingkat regional
Pengawasan teknis untuk konstruksi
Mengadakan konstruksi fisik penyediaan air bersih
Pemerintah Kota–
PDAM di tingkat kota
Mengembangkan peraturan dan strategi tentang air minum
dan pengelolaan air limbah
Mengembangkan rencana induk air minum untuk tingkat kota
(RISPAM), termasuk pemeliharaan dan pengendalian
Mengembangkan RPI2JM untuk penyediaan air bersih
Mengembangkan Rencana Aksi Daerah Penyediaan Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan (RAD AMPL)
Menyediakan Koneksi air HH, Konstruksi serta O&M jaringan
air minum kota
Lampiran
194
Pengelolaan air limbah dan pengelolaan limbah padat
Setiap Pemerintah Daerah harus memersiapkan sebuah Strategi Sanitasi
Kota/Kabupaten (SSK) yang mencakup Pengelolaan air limbah dan pengelolaan limbah
padat. Yang bertanggung jawab untuk persiapan dan pelaksanaannya adalah Dinas PU.
Lembaga Tanggung jawab
Dirjen Cipta Karya Mengatur sistem air limbah dan limbah padat
Mengembangkan rencana pengelolaan air limbah dan limbah
padat nasional untuk mendukung wilayah pariwisata
Melaksanakan sistem peraturan air limbah dan limbah padat
termasuk memfasilitasi penyediaan lahan
Mengawasi pedoman teknis untuk sistem pengelolaan air
limbah dan limbah padat
Mengembangkan standarisasi untuk pengelolaan air limbah
dan limbah padat
Dinas Pekerjaan Umum
di tingkat provinsi
Mengembangkan sistem peraturan air limbah dan limbah
padat di tingkat regional
Pengawasan teknis untuk konstruksi
Mengembangkan konstruksi fisik sistem air limbah dan
limbah padat
Pemerintah Kota Mengembangkan rencana induk sanitasi (Buku Putih
Sanitasi/BPS, Memorandum Program Sanitasi (MPS) dan
Strategi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Mengembangkan peraturan teknis untuk sistem pengelolaan
air limbah dan limbah padat
Menyediakan layanan pengelolaan air limbah dan limbah
padat
Persediaan listrik
Yang bertanggung jawab untuk persiapan dan pelaksanaan rencana induk Penyediaan
listrik sektoral adalah Perusahaan Penyedia listrik Nasional PLN, yang juga penyedia
pasokan listrik.
Lembaga Tanggung jawab
Kementerian Energi
dan Sumber Daya
Mineral – Dirjen Listrik
Mengatur sektor listrik
Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan tentang sektor
listrik
Mengembangkan rencana induk listrik
Mengatur standarisasi sektor listrik
Mengawasi pedoman teknis sektor listrik
Mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air
Dinas Energi dan
Sumber Daya Mineral
provinsi
Mengembangkan peraturan teknis untuk sektor energi
(termasuk listrik) dan sumber daya mineral
Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan tentang sektor
Lampiran
195
Lembaga Tanggung jawab
listrik
Berkooordinasi dan mengawasi unit pelaksanaan teknis di
tingkat daerah dan kota / kabupaten
Perusahaan Penyedia
listrik di tingkat
regional
Mengembangkan rencana induk pasokan listrik di tingkat
regional
Menyediakan sistem pasokan listrik system
Potensi untuk peningkatan efisiensi
Mengingat tanggung jawab bagi banyak rencana induk sektoral diberikan kepada Pemerintah
Daerah (Kabupaten/Kota) sebagai akibat dari dorongan untuk desentralisasi. Namun, ini dapat
mengakibatkan penyediaan infrastruktur yang kurang efisien. Misalnya, penggunaan gabungan
sumber daya air mentah atau lokasi pembuangan libah padat oleh lebih dari satu Pemerintah
Daerah dapat jauh lebih efisien daripada masing-masing Pemerintah Daerah memiliki
fasilitasnya sendiri. Karenanya, Integrated Tourism Master Plan harus mengidentifikasi peluang
untuk penggunaan gabungan terhadap sumber daya dan fasilitas antara daerah-daerah. Dalam
hal demikian, Provinsi dapat memimpin dalam persiapan rencana induk sektoral dengan
kerjasama erat dengan pemerintah setempat yang terlibat. Contoh yang baik dari kerjasama
tersebut sudah ada di Provinsi Jawa Tengah, dimana Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman,
Bantul, dan Wonogiri bekerja sama secara erat di bawah panduan Provinsi Jawa Tengah untuk
membuat rencana-rencana induk terintegrasi untuk pengelolaan limbah padat, drainase dan
sanitasi. Hal yang sama dapat dilakukan untuk jalan dan pengangkutan jalan dimana Provinsi
bisa menjadi pemimpin dalam persiapan rencana induk sektoral master yang mencakup semua
lapisan pemerintah.
Lampiran 4. TOR Terperinci untuk Tugas C2: Analisis Data Dasar Penyediaan
infrastruktur dan pemberian layanan
Umum
Data dasar/baseline harus dapat direplikasi untuk tujuan pemantauan dalam 25 tahun
berikutnya. Karenanya, sumber data dan metodologi pengumpulan data harus
disajikan dengan jelas. Dalam hal sumber data todal lpmsostem ITMP harus memilih
sumber data yang paling dapat diandalkan dan menyesuaikan pilihan tersebut.
Semua perhitungan baseline harus disesuaikan untuk sampai di baseline perusahaan
untu satu tahun dasar tetap untuk semua sektor infrastruktur yaitu 2018.
Setiap sub-bab infrastruktur harus menyajikan sebuah tabel ringkasan data inti baseline
mengenai penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan saat ini dan kesenjangan-
kesenjangan yang teridentifikasi dibandingkan dengan standar-standar nasional.
ITMP tidak hanya haurs menyajikan informasi statistik tetapi juga analisis data
menyeluruh, tingkat infrastruktur dan layanan untuk memeroleh pemahaman
Lampiran
196
mendalam mengenai situasi dasar serta kesenjangan-kesenjangan dalam hal
penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan.
Populasi
Untuk perencanaan infrastruktur, penting untuk menetapkan sebuah dasar populasi
yang menyeluruh untuk tahun dasar tetap untuk masing-masing kecamatan dan untuk
masing-masing KTA, dengan tabel ringkasan menurut kabupaten/kota. Populasi
menurut kecamatan harus disajikan dalam tabel keseluruhan tunggal termasuk
populasi perkotaan, perdesaan dan total, rata-rata ukuran rumah tangga, jumlah rumah
tangga, luas area dalam ha, dan kepadatan populasi.
Untuk masing-masing kecamatan Compound Annual Growth Rate (CAGR) harus
dihitung berdasarkan data populasi selama sepuluh tahun terakhir dan CAGR ini harus
digunakan untuk memersiapkan proyeksi populasi menurut Kecamatan.
Dalam hal sebuah Kecamatan yang berukuran relatif besar, yaitu jika Kecamatan
tersebut lebih besar daripada KTA, maka data populasi harus dipisah-pisahkan lebih
jauh menjadi data populasi per Kelurahan/Desa. Ini sudah jelas dalam hal Kecamatan
Komodo, dimana data populasi harus disajikan di tingkat kelurahan/desa level.
Permintaan transportasi dan volume lalu lintas terkait pariwisata
ITMP harus menghitung permintaan transportasi dan volume lalu lintas terkait
pariwisata, sebagai sebuah kondisi dasar untuk menyesuaikan investasi dari sebuah
sudut pandang permintaan pariwisata. Analisis Pasar dan laporan Demand
Assessment menyajikan sebuah penilaian berdasarkan jumlah pengunjung puncak
(internasional resp. domestik) per hari dan analisis modal split, termasuk cara
datangnya (udara, laut, darat) dan moda transportasi di dalam TDA (mobil pribadi,
taxi, bus umum, bus wisatawan, dll.). ITMP harus membuat Analisis Pasar dan
temuan-temuan Demand Assessment, memutakhirkan dan melengkapi data jika
diperlukan dan menyajikan sebuah analisis yang lebih mendalam.
Ini harus termasuk, tapi tidak terbatas pada:
• lalu lintas yang diakibatkan pariwisata eksternal, termasuk asal (domestik juga
asing), volume, modal split (udara, laut, darat), dan titik kedatangan di TDA
• lalu lintas yang diakibatkan pariwisata internal, termasuk volume menurut moda
perjalanan (mobil pribadi/rental / taxi, bus umumw, bus wisatawan, motor, dll),
pada bagian-bagian jalan antara titik kepentingan utama untuk wisatawan di dalam
TDA (pelabuhan, bandara, KTAs, atraksi wisatawan utama, dll)
• alokasi volume lalu lintas darat terkait pariwisata untuk jaringan jalan dan
identifikasi volume dan persentasi lalu lintas terkait pariwisata di seksi jalan
Lampiran
197
eksternal dan internal terpilih yang dianggap penting untuk pembangunan
pariwisata.
Konektifitas udara Eksternal
Laporan Analisis Pasar dan Demand Assessment memberikan informasi terperinci
tentang infrastruktur, fasilitas dan hambatan kapasitas bandara, (membuat perbedaan
antara landasan pacu, taxiway, apron, kapasitas gedung terminal, kapasitas
pengangkutan udara, dll.) dan perbaikan-perbaikan yang direncanakan selama tahun
tersebut. Informasi ini harus ditinjau, dimutakhirkan dan dilengkapi jika perlu. ITMP
harus menganalisa data dan mengidentifikasi serta menghitung kekurangan-
kekurangan.
Analisis kapasitas bandara harus mencakup periode perencanaan ITMP selama 25
tahun penuh dan harus mengidentifikasi investasi ambang batas yang diperlukan dan
penetapan waktunya.
Mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan baik oleh sektor
publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai taraf mana
investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-kekurangan
yang teridentifikasi dan kesenjangan apa yang masih ada.
Konektifitas laut Eksternal
Laporan Analisis Pasar dan Demand Assessment memberikan informasi terperinci
tentang infrastruktur, fasilitas dan hambatan kapasitas pelabuhan laut yang harus
ditinjau, dimutakhirkan dan dilengkapi jika perlu. ITMP harus menganalisa data dan
mengidentifikasi serta menghitung kekurangan-kekurangan.
Menilai potensi penumpang kapal pesiar untuk mengunjungi TDA (juga disebut
dengan Analisis Pasar dan laporan analisis Demand Assessment; ditinjau,
dimutakhirkan dan dilengkapi jika perlu).
Mengidentifikasi dan menganalisa mata rantai angkutan air eksternal (dari pulau-
pulau lain ke TDA): rute pelayaran reguler untuk penumpang resp. ferry mobil,
frekuensi, kapasitas penyeberangan harian yang ditawarkan, waktu perjalanan, harga
tiket, dll.
Menganalisa kapasitas yang tersedia untuk transportasi laut versus permintaan pada
hari-hari puncak pada musim wisata.
Mengidentifikasi dan menganalisa fasilitas-fasilitas pelabuhan pesiar yang ada, jumlah
kedatangan kapal pesiar serta karakteristik kapal pesiar dan mengidentifikasi
kekurangan-kekurangannya.
Lampiran
198
Mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan baik oleh sektor
publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai taraf mana
investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-kekurangan
yang teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa yang masih ada.
Konektifitas jalan Eksternal
Mengidentifikasi jalan utama yang membantu memberikan akses eksternal ke TDA.
ITMP harus menyajikan informasi dasar mengenai bagian-bagian jalan ini dalam
kaitannya dengan karakter jalan (klasifikasi, panjang, lebar, jenis jalan aspal), volume
lalu lintas, % lalu lintas terkait pariwisata (lihat bagian sebelumnya tentang
“Permintaan Transportasi dan Volume Lalu Lintas terkait Pariwisata”), komposisi lalu
lintas, VCR dan kondisi saat ini mengenai bagian-bagian jalan ini membedakan antara
IRI < 6 resp. > 6. ITMP harus menganalisa data tersebut dan mengidentifikasi serta
menghitung kekurangan-kekurangan.
Konektifitas jalan Internal
Proyek terutama akan memfokuskan pada peningkatan akses internal (berlawanan
dengan konektifitas eksternal). Karena itu, diperlukan inventarisasi dan analisis
menyeluruh tentang akses internal. ITMP harus menganalisa data tersebut dan
mengidentifikasi serta menghitung kekurangan-kekuranganya. Ini harus paling tidak
memuat analisis dasar berikut ini:
• Jaringan jalan internal terkait pariwisata
ITMP harus dengan jelas mengidentifikasi bagian-bagian jaringan jalan internal
sections (dalam batas-batas TDA) yang sangat penting untuk pembangunan
pariwisata. Biasanya ini akan berkenaan dengan bagian-bagian jalan yang
menghubungkan titik-titik kepentingan bagi pengunjung (bandara, pelabuhan,
KTA, atraksi wisatawan utama, pantai, dll.). Selanjutnya, karakter jalan
(klasifikasi, panjang, lebar, jenis jalan aspal), volume lalu lintas, % lalu lintas
terkait pariwisata (lihat bagian sebelumnya tentang “Permintaan Transportasi
dan Volume Lalu Lintas terkait Pariwisata”), komposisi lalu lintas, VCR dan
kondisi saat ini mengenai bagian-bagian jalan ini harus ditetapkan sebagai dasar
untuk pemantauan, membedakan antara IRI < 6 resp. > 6. Ini adalah informasi
yang sangat penting untuk mengukur salah satu dari indikator pemantauan
proyek.
• Parkir kendaraan wisata
Jumlah pengunjung masing-masing KTA dan modal split pengunjung harus di
analisa untuk menetapkan kapasitas parkir kendaraan yang dibutuhkan untuk
masing-masing KTA (mobil, sepeda motor dan bus wisatawan). Diperlukan
sebuah analisis terpisah untuk atraksi wisatawan utama dalam TDA. Ini harus
Lampiran
199
dibandingkan dengan kapasitas yang ada saat ini dan kesenjangan yang harus
diidentifikasi.
• Analisis waktu perjalanan
Sebuah peninjauan mengenai jarak dan waktu perjalanan menggunakan moda
transportasi antara titik-titik kepentingan utama untuk wisatawan harus
ditetapkan sebagai baseline. Menyajikan sebuah matriks yang memerlihatkan
rata-rata waktu perjalanan dari pintu ke pintu yang sebenarnya menggunakan
mobil, bus umum dan sepeda (sebagaimana berlaku).
• Analisis lalu lintas bukan kendaraan bermotor
Sebuah analisis tentang volume lalu lintass bukan kendaraan bermotor dan
infrastruktur terkait saat ini harus disajikan sebagai dasar. Ini akan mencakup
lalu lintas sepeda/becak dan pejalan kaki serta dalam beberapa kasus
kendaraan-kendaraan yang ditarik hewan sebagaimana berlaku.
Analisis tentang akses di dalam KTAs harus mencakup sebuah analisis tentang
rute-rute dan jaringan-jaringan pejalan kaki yang menghubungkan titik
kepentingan lokal bagi pengunjung di dalam masing-masing KTA. Ini akan
mencakup misalnya lebar dan kualitas trotoar, penyeberangan pejalan kaki di
jalan utama, titik-black spot kecelakaan lalu lintas, peran becak atau kendaraan
tidak bermotor lain dalam hal berjalan menjadi hal yang menyulitkan,
identifikasi tentang kesenjangan-kesenjangan kualitas dalam jaringan-jaringan
jalur pejalan kaki, dll. Mengidentifikasi bagian-bagian jalan dimana pejalan kaki
dan lalu lintas sepeda terkonsentrasi dan menganalisa komposisi dan volume
lalu lintas saat ini untuk menilai kebutuhan akan lajur terdedikasi, trotoar dan
lokasi untuk fasilitas penyeberangan pejalan kaki. Transportasi bukan
kendaraan bermotor di tempat-tempat wisata mengharuskan kualitas yang
lebih tinggi daripada standar-standar Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat yang biasa, yaitu dengan lebar jalur minimum 2 m, tidak
terhalang oleh rintangan-rintangan dan lebih baik lagi jika jalur tersebut teduh
dengan pepohonan.
• Analisis keamanan jalan
Menyajikan inventarisasi dan analisis data kecelakaan lalu lintas jalan dan
korban jiwa. Area black spot, persimpangan dan lokasi-lokasi harus
diidentifikasi berdasarkan jumlah kecelakaan dan korban jiwa, khususnya di
wilayah pariwisata inti.
• Parameter pertumbuhan lalu lintas jalan
Lampiran
200
ITMP harus menganalisa parameter-parameter yang akan digunakan untuk
proyeksi pertumbuhan lalu lintas. Ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada,
rangkaian waktu data lalu lintas pada bagian-bagian jalan inti, tren kepemilikan
kendaraan dan tren modal split.
• Investasi-investasi yang direncanakan
ITMP harus mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan
ditegaskan baik oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa
apakah dan sampai taraf mana investasi-investasi ini akan mengentaskan atau
memecahkan kekurangan-kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan-
kesenjangan apa yang masih ada.
Layanan dan infrastruktur angkutan umum
ITMP harus menganalisa layanan dan infrastruktur angkutan umum saat ini, termasuk
kondisi terminal-terminal, halte bus, dan tingkat layanan bus. Konsultan dapat
mewawancarai operator angkutan umum mengenai volume penumpang harian per
rute, penuh-tidaknya kendaraan, dan jumlah wisatawan asing/lokal yang
menggunakan angkutan umum. Menyajikan jaringan angkutan umum di peta-peta.
ITMP harus menganalisa data tersebut dan mengidentifikasi serta menghitung
kekurangan-kekurangannya. Ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada:
• Akses eksternal (antar daerah) saat ini dengan bus umum ke TDA: trayek bus,
waktu perjalanan, frekuensi, tarif, titik keberangkatan /terminals dalam TDA,
dll.
• Terminal-terminal dalam TDA: lokasi, desain, fasilitas, kondisi (pemeliharaan)
saat ini, hambatan kapasitas jika ada.
• Angkutan umum internal saat ini dalam wilayah TDA jika ada (bus umum,
minibus, ojek, taxi): ketersediaan, trayek, frekuensi, tarif, waktu perjalanan
antara daerah asal utama dengan destinasi wisata dalam TDA, dll.
• Menganalisa apa yang dapat ditawarkan oleh angkutan umum kepada
pengunjung. Misalnya: bagaimana kualitas angkutan umum yang tersedia pada
saat kedatangan di pelabuhan /bandara dalam kaitannya dengan jenis
kendaraan, trayek, frekuensi, waktu perjalanan, keandalan dan biaya untuk
melakukan perjalanan ke daerah pariwisata inti.
Angkutan air
Analisis tentang angkutan air harus mencakup angkutan air baik laut maupun darat
sebagaimana berlaku tetapi tidak hanya untuk angkutan internal dalam TDA. Bagian
sebelumnya tentang “Konektifitas laut eksternal” mencakup koneksi-koneksi angkutan
laut eksternal. ITMP harus menganalisa data tersebut dan mengidentifikasi serta
menghitung kekurangan-kekurangannya. Data inventaris dan analisis harus termasuk,
tapi tidak terbatas pada:
Lampiran
201
• Inventarisasi dan karakteristik berbagai pelabuhan, terminal ferry, tempat-
tempat penambatan perahu dan marina (desain, fasilitas, kapasitas bangunan
terminal, kapasitas penambatan, kapasitas parkir mobil, konektifitas angkutan
darat umum, kapasitas saat ini dan hambatan kapasitas, persoalan lingkungan,
investasi-investasi yang direncanakan, ketersediaan ruang untuk perluasan
kapasitas, dll.).
• Karakteristik armada Ferry mobil dan ferry penumpang pejalan kaki (kapasitas,
kualitas, kepemilikan, dll.).
• Hubungan angkutan air internal (antara pelabuhan dalam TDA): rute pelayaran
reguler untuk penumpang resp. ferry mobil, frekuensi, kapasitas
penyeberangan harian yang ditawarkan, waktu perjalanan, harga tiket, dll.
• Angkutan air tidak teratur yang ditawarkan dan karakteristiknya
• Analisis Kapasitas-permintaan pada hari-hari puncak di musim wisata.
• Analisis keselamtan angkutan air, termasuk kecelakaan yang lalu, peraturan,
kelebihan muatan, peralatan keselamatan di atas kapal, keahlian dan perizinan
kapten dan awak kapal, sertifikasi, desain kapal dan kondisi pemeliharaan,
persoalan pengawasan dan penegakan, persoalan keselamatan terminal ferry,
dll. Keselamatan Angkutan air merupakan kondisi dasar bagi pembangunan
pariwisata, yang membutuhkan suatu pendekatan terintegrasi yang
menggabungkan banyak sekali intervensi. Proses perencanaan ITMP
menyediakan program yang sempurna untuk menangani permasalahan
keselamatan angkutan air yang saling terkait dengan kerjasama yang erat
dengan semua pemangku kepentingan. Proses ITMP harus menghasilkan
pendekatan yang berkelanjutan dan terintegrasi untuk mengatasi kekhawatiran-
kekhawatiran tentang keselamatan.
• Mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan baik
oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai
taraf mana investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan
kekurangan-kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa
yang masih ada.
Drainase dan perlindungan banjir
ITMP harus menyajikan sebuah daftar inventaris mengenai infrastruktur drainase dan
perlindungan banjir yang ada (saluran-saluran drainase, selokan, stasiun pemompa,
dll.) dan menganalisa efektifitasnya. Persoalan Drainase dan banjir untuk keseluruhan
TDA harus diidentifikasi, dihitung dan ditetapkan sebuah baseline yang tetap termasuk
tapi tidak terbatas pada: lokasi dan ukuran wilayah rawan banjir, penyebab banjir,
jumlah penduduk dan dunia usaha yang terdampak, daerah wisata yang terdampak,
frekuensi banjir, rata-rata dan maksimum kedalaman bajir, dampak terhadap potensi
pembangunan pariwisata, dll. ITMP harus menyajikan sebuah analisis terperinci
mendalam tentang risiko-risiko banjir saat ini untuk daerah wisata inti dan
Lampiran
202
infrastruktur terkait pariwisata (khususnya bandara, pelabuhan, jalan utama yang
menghubungkan daerah-daerah wisata inti dengan bandara dan pelabuhan).
ITMP harus juga memasukkan sebuah penilaian tentang risiko banjir daerah pantai dan
dampaknya terhadap pebangunan pariwisata. Risiko banjir terkait dengan laut tinggi,
dampak kenaikan permukaan laut, dan risiko tsunami harus diidentifikasi. Kenaikan
permukaan laut karena perubahan iklim yang diperkirakan terjadi dalam periode
perencanaan ITMP selama 25 tahun membutuhkan analisis menyeluruh sebagai suatu
persoalan yang amat penting yang memengaruhi pembangunan pariwisata pantai.
Area-area mana saja yang berpotensi akan terdampak? Bagaimana dengan akibat-
akibat untuk wilayah pariwisata berorientasi pantai dan pulau-pulau kecil
berpenduduk secara khusus? Tindakan-tindakan mitigasi apa saja yang dapat
dipertimbangkan? Apakah artinya ini bagi skenario pengembangan?
ITMP harus mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan
baik oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai
taraf mana investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-
kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa yang masih ada.
Infrastruktur kebutuhan dasar
Sebuah baseline populasi tunggal dan tahun dasaryaituharus digunakan secara
konsisten di seluruh bab ini untuk menetapkan dasar untuk penyediaan layanan
kebutuhan dasar. Ini harus mencakup untuk masing-masing kecamatan perkotaan,
perdesaan dan total populasi, pertumbuhan populasi, rata-rata ukuran rumah tangga,
jumlah rumah tangga, luas daerah dalam ha, dan kepadatan populasi.
Dalam hal kecamatan yang berukuran relatif besar, yaitu jika kecamatan yang
berukuran lebih besar daripada KTA, then data populasi should be further
disaggregated menjadi data per Kelurahan/Desa. Ini sudah jelas dalam hal Kecamatan
Komodo, where data populasi should be presented pada tingkat kelurahan/desa.
Penyediaan air bersih
ITMP harus menyajikan sebuah daftar inventaris menyeluruh dan analisis tentang
kondisi penyediaan air bersih saat ini dalam TDA dan secara lebih terperinci dalam
KTAs. Ini harus menghasilkan pemahaman yang mendalam mengenai situasi dan
kekurangan-kekurangan saat ini dalam hal penyediaan infrastruktur dan pemberian
layanan.
Analisis permintaan air
ITMP harus menetapkan dasar untuk permintaan saat ini. Titik awalnya adalah
jumlah populasi dan jumlah pengunjung saat ini. Di samping itu, kebutuhan air
Lampiran
203
untuk pertanian, industri dan perdagangan harus diidentifikasi. Analisis
permintaan air harus berdasarkan standar-standar SNI; yaitu SPM Permen
PU 01/PRT/M/2014, dan SNI 03-7065-2005; artinya penyediaan air bersih yang
aman adalah 60 berturut-turut 120l/kapita/hari untuk pengguna domestik; 150
l/tempat tidur/hari untuk hotel tidak berbintang dan 250 l/ tempat tidur/hari
untuk hotel berbintang.
Dasar Penyediaan air bersih
Daftar inventaris dan analisis kondisi penyediaan air bersih saat ini harus
mencakup baik PDAM, bukan-PDAM dan/atau sistem berbasis masyarakat.
Untuk masing-masing sistem PDAM dan masing-masing sistem berbasis
masyarakat sebuah uraian terperinci tentang infrastruktur dan cakupan layanan
saat ini harus disajikan, disertai dengan peta-peta untuk menggambarkan
cakupan dan perincian teknis. Infrastruktur termasuk, tetapi tidak terbatas
pada: lokasi dan kapasitas sumber air baku, asupan, transmisi, fasilitas dan
kapasitas perawatan, tank penyimpanan dan embung, produksi air, air yang
disampaikan kepada konsumen akhir, jaringan distribusi, cakupan wilayah
jaringan, jumlah konseksi rumah/konsumen, meteran air, pipa umum, hydrant,
dll. ITMP harus juga menyajikan sebuah analisis kualitatif tentang kondisi
penyediaan air bersih saat ini. Ini akan termasuk, tapi tidak terbatas pada: UFW,
kualitas air, keberlangsungan pasokan, tekanan air, tarif air, keterjangkauan dan
kemauan untuk membayar, persoalan pengoperasian dan pemeliharaan, dll.
ITMP harus menyajikan, menganalisa dan menghitung informasi mengenai
kualitas pemberian layanan untuk memeroleh pemahaman menyeluruh
mengenai kondisi dan tantangan-tantangan dasar. ITMP harus mengidentifikasi
dan menghitung kekurangan-kekurangan dan hambatan dalam kaitannya
dengan: ketersediaan air baku, fluktuasi dan kekurangan musiman; kapasitas
produksi; kapasitas penyipanan; kapasitas transmisi; kehilangan air /UFW;
permintaan jam puncak versus kapasitas pasokan; keberlangsungan pasokan
dan jam-jam layanan harian (24 jam atau kurang); tekanan air; kualitas air; tarif
air dan keterjangkauan; jaringan distribusi, cakupan jaringan distribusi; dll.
Dasar penyediaan air bersih untuk masyarakat pulau kecil berpenghuni berhak
untuk diperhatikan secara khusus. ITMP harus menganalisa untuk masing-
masing permintaan air di pulau kecil berpenghuni (berdasarkan SNI 03-7065-
2005) serta infrastruktur dan pemberian layanan saat ini dalam kaitannya
dengan sumber dan kapasitas air baku, transmisi, pengolahan, kapasitas
produksi dan penyimpanan, UFW, distribusi, koneksi rumah, tarif air,
keberlangsungan pasokan, kualitas air, dll.
Lampiran
204
Analisis permintaan-pasokan
ITMP harus menyajikan sebuah analisis tentang permintaan air sesuai dengan
standar-standar SNI dan kondisi pasokan saat ini serta mengidentifikasi
kesenjangan-kesenjangan dalam pemberian layanan. ITMP juga harus
memperhitungkan periode jam puncak dan faktor-faktor kehilangan air dalam
menganalisa pasokan tersebut.
Tingkat layanan Penyediaan air bersih
ITMP harus menetapkan sebuah baseline yang tetap menurut kecamatan untuk
tahun dasar yang tetap yang diberikan di atas untuk indikator pemantauan
proyek “Penduduk yang diberikan akses ke sumber air yang baik” dan
menghitung kekurangan-kekurangan sebenarnya yang harus diperbaiki untuk
mencapai tingkat layanan yang sesuai dengan standar-standar nasional. Ini
adalah informasi yang sangat penting untuk mengukur salah satu dari indikator
pemantauan proyek.
Di Indonesia definisi-definisi global telah diterapkan untuk akses ke sumber air
yang baik, yaitu definisi WHO-UNICEF Joint Monitoring Program (JMP)
tentang sumber air yang “diperbaiki” yang mencakup sumber-sumber berikut
ini: koneksi rumah tangga / Pipa tegak umum / sumur bor/ sumur gali
terlindungi /mata air terlindung /pengumpulan air hujan.
ITMP harus menyajikan sebuah tabel tingkat layanan ringkasan dasar untuk
masing-masing Kecamatan, masing-masing Kabupaten/Kota, masing-masing
KTA dan TDA secara keseluruhan. Tabel-tabel ini harus menyajikan:
• # populasi, # rumah tangga
• % dari populasi yang terlayani oleh PDAM
• % dari populasi yang memiliki akses ke sumber air yang “diperbaiki”
lain
• % dari populasi tanpa akses ke sumber air yang baik.
Yang belakangan merupakan kesenjangan layanan yang akan diisi. Persentase
populasi yang menggunakan layanan penyediaan air bersih yang “diperbaiki”
harus memerhitungkan kepatuhan terhadap standar-standar dalam kaitannya
dengan kuantitas dan kualitas, yaitu persentasi populasi yang memiliki akses ke
PDAM, sumur bor, atau sumber lainnya dengan ketersediaan air kurang dari
120 l/kapita/hari untuk penggunaan rumah tangga dan harus dianggap
sebagai populasi tanpa akses ke sumber air yang baik.
Dalam hal terdapat temuan bahwa orang-orang mengandalkan air tanah
dangkal dan mata air untuk penyediaan air bersih, ITMP harus memberikan
data tentang kualitas air untuk mengevaluasi apakah sumber-sumber ini dapat
Lampiran
205
dianggap sebagai sumber air yang aman. Ini sangat penting khususnya dalam
KTAs, karena pengunjung yang menginap di penginapan rumahan akan
menggunakan air dari sumber yang sama.
Dalam hal kecamatan yang berukuran relatif besar, yaitu jika kecamatan yang
berukuran lebih besar daripada KTA, maka data tingkat layanan harus dipisah-
pisahkan lebih jauh menjadi data per kelurahan/desa. Ini sudah jelas dalam hal
Kecamatan Komodo, dimana data tingkat layanan harus disajikan pada tingkat
kelurahan/desa. Bahkan perincian lebih lanjut diperlukan untuk menganalisa
persoalan penyediaan air bersih di pulau-pulau kecil berpenduduk dan Taman
Nasional Komodo.
ITMP harus mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan
ditegaskan baik oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa
apakah dan sampai taraf mana investasi-investasi ini akan mengentaskan atau
memecahkan kekurangan-kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan-
kesenjangan apa yang masih ada. Menggunakan Rencana Induk penyediaan air
minum (RISPAM) untuk mengidentifikasi apakah peningkatan penyediaan air
bersih dalam jangka pendek, menengah dan panjang harus dicapai melalui
sistem penyediaan air bersih berpipa atau tanpa pipa.
Pengelolaan air limbah
Analisis pengelolaan air limbah harus didasarkan pada standar-standar SNI; yaitu SPM
Permen PU 01/PRT/M/2014.
ITMP harus menyajikan sebuah daftar inventaris dan analisis lengkap serta
mengidentifikasi kekurangan-kekurangan dalam infrastruktur dan layanan saat ini
termasuk sistem pembuangan air (jika ada), fasilitas-fasilitas perawatan, sistem-sistem
komunal, MCKs, fasilitas penyedotan, sistem septik, dll.
Penghasilan air limbah untuk masing-masing kecamatan harus dihitung. Tingkat
penghasilan air limbah dapat diasumsikan sebesar 80% dari permintaan air. Ini harus
dibandingkan dengan air limbah yang dikumpukan dan diolah mengidentifikasi
kesenjangan dalam hal kapasitas untuk pengelolaan air limbah. Tingkat risiko Sanitasi
menurut kecamatan harus menjadi bagian dari analisis dasar dengan penekanan
khusus pada KTAs. Di samping hal itu, Konsultan harus juga mengevaluasi faktor-
faktor seperti kepadatan penduduk, ketinggian, ketersediaan air, keinginan untuk
membayar untuk menentukan dalam rangka mengevaluasi apakah sistem saat ini di
area tertentu adalah yang paling sesuai. Informasi ini harus tersedia dalam rencana
induk sanitasi (SSK).
Lampiran
206
ITMP harus menganalisa praktik-praktik penyedotan saat ini (keseluruhan TDA dan
KTAs lebih khusus) termasuk, tapi tidak terbatas pada kapasitas truk-truk penyedotan
yang tersedia, cakupan wilayah, biaya layanan, keterjangkauan dan keinginan untuk
membayar, lokasi dan kapasitas IPLTs, identifikasi tentang kesenjangan kapasitas (truk
dan IPLTs).
ITMP harus menetapkan sebuah baseline yang tetap menurut kecamatan untuk tahun
dasar yang tetap yang dinyatakan di atas untuk indikator pemantauan proyek
“Penduduk yang disediakan dengan akses ke layanan sanitasi yang baik” dan
menghitung kekurangan-kekurangan yang sebenarnya yang harus diselesaikan untuk
mencapai tingkat layanan yang sesuai dengan standar-standar nasional. Ini adalah
informasi yang sangat penting untuk mengukur salah satu indikator pemantauan.
Di Indonesia definisi global telah digunakan untuk akses ke layanan sanitasi yang baik,
yaitu definisi WHO-UNICEF Joint Monitoring Program (JMP) yang menjelaskan
“sanitasi yang baik” sebagai: koneksi ke saluran pembuangan umum, koneksi ke sistem
septik, toilet siram-flush, toilet lubang sederhana, atau toilet lubang berventilasi yang
ditingkatkan. Jumlah penduduk tanpa akses ke layanan sanitasi yang baik di masing-
masing kecamatan merupakan kesenjangan yang akan diisi.
ITMP harus menyajikan sebuah tabel ringkasan dasar tingkat layanan untuk masing-
masing kecamatan, masing-masing kabupaten/kota, masing-masing KTA dan TDA
secara keseluruhan. Tabel-tabel ini harus menyajikan:
• # populasi
• # rumah tangga
• % dari populasi dengan akses ke sanitasi yang baik
• % dari populasi tanpa akses ke sanitasi yang baik (yang belakangan adalah
kesenjangan layanan yang akan diisi), seperti % populasi yang masih
mempraktikkan ODF.
Dalam hal kecamatan yang berukuran relatif besar, yaitu jika kecamatan yang
berukuran lebih besar daripada KTA, maka data tingkat layanan harus dipisah-
pisahkan lebih jauh menjadi data per kelurahan/desa. Ini sudah jelas dalam hal
Kecamatan Komodo, dimana data tingkat layanan harus disajikan pada tingkat
kelurahan/desa. Bahkan perincian lebih lanjut diperlukan untuk menganalisa
persoalan sanitasi di pulau kecil berpenduduk dan pada Taman Nasional Komodo.
Sebuah persoalan khusus yang akan diselesaikan yaitu pengelolaan air limbah yang
dihasilkan di kapal baik kapal wisatawan maupun kapal-kapal daerah.
ITMP harus mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan
baik oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai
Lampiran
207
taraf mana investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-
kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa yang masih ada.
Pengelolaan limbah padat
Analisis pengelolaan limbah padat harus didasarkan pada standar-standar SNI; yaitu
SPM Permen PU 01/PRT/M/2014.
ITMP harus menganalisa praktik-praktik pengelolaan limbah padat saat ini dan
mengidentifikasi kekurangan-kekurangannya. ITMP harus menetapkanpekerjaan pada
baseline yang diberikan di atas untuk masing-masing kecamatan untuk indikator
pemantauan proyek “Penduduk yang disediakan dengan akses ke layanan
pengumpulan limbah padat berkelanjutan.” Ini adalah informasi yang sangat penting
untuk mengukur salah satu indikator pemantauan.
Keberlanjutan berarti kepatuhan terhadap standar-standar layanan nasional (SPM
Permen PU 01/PRT/M/2014). Akses ke layanan pengumpulan limbah padat
berkelanjutans ditegaskan sebagai memiliki layanan pengumpulan paling tidak dua
kali satu minggu dan pengangkutan limbah yang dikumpulkan ke sebuah stasiun
pemindahan atau ke sebuah unit pemrosesan.
ITMP harus membahas tingkat penghasilan limbah yang sesuai dengan kondisi
setempat untuk penduduk, pengunjung siang hari dan pengunjung menginat, industri,
perdagangan, dll. ITMP harus juga membahas tingkat konversi dari volume ke berat.
Asumsi-asumsi dan metode penghitungan tingkat yang diajukan harus dibuat dengan
jelas dan harus disesuaikan.
Cakupan wilayan dan karakteristik sistem dari sistem pengelolaan limbah saat ini serta
jumlah penduduk yang dilayani harus dianalisa untuk masing-masing kecamatan.
Dalam hal kecamatan yang berukuran relatif besar, yaitu jika kecamatan yang
berukuran lebih besar daripada KTA, maka data tingkat layanan harus dipisah-
pisahkan lebih jauh menjadi data per kelurahan/desa. Ini sudah jelas dalam hal
Kecamatan Komodo. Bahkan perincian lebih lanjut diperlukan untuk menganalisa
pengelolaan limbah persoalan pada pulau-pulau kecil berpenduduk dan di Taman
Nasional Komodo. Sebuah persoalan khusus yang akan diselesaikan yaitu pengelolaan
limbah yang dihasilkan di kapal baik kapal wisatawan maupun kapal-kapal daerah.
Praktik-praktik, peralatan dan fasilitas saat ini harus dianalisa secara terperinci. Ini
termasuk, tetapi tidak terbatas pada:
• Asumsi tingkat penghasilan limbah, termasuk penghasilan limbah dari
pengunjung yang menginap dan pengunjung siang hari berturut-turut ke KNP.
• Limbah padat yang dihasilkan dan limbah yang dikumpulkan menurut
kecamatan dan dalam hal Kecamatan Komodo menurut desa.
Lampiran
208
• Praktik pengelolaan limbah padat yang dihasilkan saat ini:
o Di kapal baik dari kapal wisatawan maupun kapal-kapal daerah
o Oleh pengunjung KNP
o Pada pulau-pulau kecil berpenduduk.
• Peta yang menunjukkan wilayah cakupan untuk sistem pengumpulan saat ini.
• Persoalan Operasional (pengoperasian publik/swasta).
• Kualitas sistem pengumpulan dan pembuangan limbah padat saat ini serta
karakteristik menurut kecamatan, di KTAs dan untuk pulau-pulau kecil
berpenduduk individual (cakupan wilayah, frekuensi pengumpulan, persentase
populasi dan dunia usaha yang dilayani menurut pengumpulan dari pintu-ke
pintu, resp. Pengumpulan tidak langsung melalui TPS, penyapuan jalan, praktik
pembuangan sementara dan akhir).
• Ongkos pengumpulan Limbah padat.
• Lokasi dan kapasitas TPS yang ada dan yang direncanakan.
• TPA yang ada dan yang direncanakan (lokasi, ukuran dalam ha, kapasitas
desain, kapasitas tersisa, jenis pengoperasian, peralatan operasional di lokasi,
dll.).
• Kendaraan pengumpul limbah (pick-up, truk sampah dan truk arm roll, kapal,
dll): usia, status operasional, kapasitas, dll.
• Jumlah staf yang terlibat saat ini.
• Pengumpulan Limbah padatKeterjangkauan dan keinginan untuk membayar.
Dengan menerima kepatuhan dengan standar-standar layanan nasional (SPM Permen
PU 01/PRT/M/2014), yaitu memiliki layanan pengumpulan paling tidak dua kali
seminggu dan pengangkutan limbah yang dikumpulkan ke sebuah stasiun
pemindahan atau ke unit pemrosesan, dan target pengumpulan limbah ITMP sebesar
100%, ITMP harus mengidentifikasi dan menghitung kekurangan-kekurangan dan
hambatan dalam kaitannya dengan wilayah-wilayah dan penduduk yang saat ini
belum dilayani, volume limbah yang saat ini belum dikumpulkan, jumlah dan
kapasitas kendaraan/kapal pengumpulan tambahan yang dibutuhan, kapasitas
pembuangan sementara (TPS) dan pembuangan akhir (TPA) yang diperlukan
dibandingkan dengan kapasitas yang tersedia, investasi tambahan yang dibutuhkan
untuk mengganti praktik pembuangan terbuka saat ini menurut pengoperasian tempat
pembuangan sampah terkendali, kebutuhan pengawakan tambahan, dll.
ITMP harus mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan
baik oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai
taraf mana investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-
kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa yang masih ada.
Lampiran
209
Daerah bencana alam dan mitigasi risiko melalui pengendalian infrastruktur dan
pembangunan
Perencanaan induk tata ruang dan tindakan-tindakan infrastruktural untuk
mengurangi risiko bencana alam membutuhkan informasi dasar khusus mengenai
jenis-jenis risiko, lokasi-lokasi yang berisiko serta jumlah penduduk dan dunia usaha
yang berpotensi terdampak. Ini berhubungan dengan banyak sekali risiko seperti tanah
longsor (misalnya membutuhkan dinding turap), letusan gunung berapi (area-area
larangan pergi dan jalan evakuasi), kekeringan (penyediaan penampungan air), banjir
(area-area larangan pergi, selokan, stasiun pemompaan), gempa bumi (area-area
larangan pergi, standar konstruksi yang lebih tinggi dan biaya konstruksi; penyediaan
rute evakuasi darurat; batasan pelarangan bangunan khususnya pada lereng terjal dan
tanah yang tidak stabil), dll.
Sebagai bagian dari Tugas C2 ITMP harus mengidentifikasi dan menganalisa bahaya
alam ini dan menyajikan peta-peta terperinci yang menunjukkan daerah-daerah yang
berisiko, jenis-jenis risiko dan jumlah penduduk dan dunia usaha yang terdampak.
ITMP harus mengidentifikasi dan menghitung kebutuhan infrastruktur untuk
memitigasi risiko-risiko ini.
TOR Tugas D mengharuskan Konsultan untuk memersiapkan peta-peta terintegrasi
yang menampilkan zona-zona “larangan pengembangan”, zona-zona yang sesuai
hanya untuk jenis pengembangan tertentu, zona-zona dengan sedikit atau tanpa
batasan tentang jenis pengembangan, dan setiap peraturan bangunan yang
direkomendasikan, dll. Ini harus secara jelas mencakup larangan-larangan
pembangunan dan kondisi-kondisi terkait dengan mitigasi risiko bencana alam.
Lampiran
210
LAMPIRAN-4 : KAK PENYUSUNAN RIPT WAKATOBI
Daftar Isi:
1. Pendahuluan
2. Kerangka kerja
3. Tugas-tugas khusus
4. Deliverables, waktu pelaksanaan, dan manajemen proyek
5. Kebutuhan Tenaga Ahli
Lampiran-lampiran:
1. Wilayah Destinasi Pariwisata (TDA) dan Key Tourism Areas (KTA)
2. Kerangka indikatif Daftar Isi Laporan Akhir
3. Tanggung jawab atas peninjauan rencana-rencana setelah penyelesaian Integrated
Tourism Master Plan
4. TOR untuk Tugas C.2: Analisis Data Baseline Penyediaan Infrastruktur dan Jasa
TABEL PENGENDALIAN DOKUMEN – AKAN DIHAPUS SEBELUM TOR DITERBITKAN
Versi Tanggal Komentar
v1 31 Mei 2019 • Asli sebagaimana yang dikirimkan ke Bank
v2 9 July 2019 • Komentar-komentar Bank pada v1menggunakan
Track Perubahan-perubahan
v3 22 July 2019 • Komentar-komentar Bank dimasukkan
• Komentar-komentar PMS untuk peninjauan
RIDA– teks warna biru
v4 30 Oct 2019 • DOKUMEN INI
• Untuk keperluan Konsultasi Publik
1
Lampiran
211
1. PENDAHULUAN
1.1 Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk melakukan transformasi ekonomi
Indonesia melalui pariwisata sebagai salah satu pendorong pertumbuhan utama.
Secara lebih spesifik, pemerintah bertujuan untuk meningkatkan wisatawan
asing, wisatawan domestik, pendapatan valuta asing, lapangan pekerjaan dan
daya saing pariwisata melalui pembangunan terintegrasi destinasi wisata
prioritas. Integrated Infrastruktur Development for National Tourism Strategic Areas
Pemerintah (Indonesia Tourism Development Project, atau “Proyek”) dengan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai badan
pelaksana, bekerja sama dengan beberapa Kementerian dan Badan-badan
pemerintah lainnya sebagai badan-badan pelaksana, menggabungkan APBN,
APBDI, dan APBDII89 untuk melaksanakan program tersebut dan mencapai
tujuan ini.
1.2 Pemerintah memutuskan untuk menyusun pembangunan destinasi-destinasi
prioritas dan memulai program tersebut dariLombok di provinsi Nusa Tenggara
Barat, Borobudur-Yogyakarta-Prambanan di provinsi Jawa Tengah dan DI
Yogyakarta, serta Danau Toba di provinsi Sumatra Utara. Program tersebut
mencakup persiapan Rencana Induk Pariwisata Terpadu (RIPT) untuk masing-
masing destinasi prioritas ini untuk memberikan kerangka kerja yang kuat demi
pembangunan pariwisata dan lahan yang efektif dan berkelanjutan.
1.3 Proyek tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan akses ke
infrastruktur dan layanan dasar terkait pariwisata, memperkuat perekonomian
daerah yang dikaitkan dengan pariwisata, serta menarik penanaman modal
swasta di wilayah destinasi wisata prioritas di Indonesia. Di antara sasaran-
sasaran inti, Proyek akan diupayakan untuk meningkatkan kapasitas
kelembagaan negara untuk memfasilitasi pembangunan pariwisata terintegrasi
dan berkelanjutan, yang memungkinkan Indonesia untuk dapat membangun
destinasi-destinasi lebih lanjut di seluruh nusantara.
1.4 Untuk memersiapkan pembangunan destinasi di masa datang, Pemerintah
meminta pembiayaan Hibah untuk persiapan tiga Rencana Induk Pariwisata
Terintegrasi (RIPT) atau Integrated Tourism Master Plan (ITMP) tambahan untuk
destinasi Taman Nasional Komodo/Labuan Bajo di Pulau Flores,Bromo-Tengger-
Semeru dan Wakatobi Jasa Konsultansi (“Jasa”) yang dimaksud mencakup
pengembangan Integrated Tourism Master Plan untuk pembangunan pariwisata
berkelanjutan di Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo di Pulau Flores.
89 APBN - AnggaranPendapatan dan Belanja Negara Indonesia (State Expenditure Budget); APBDI -
AnggaranPendapatan dan BelanjaProvinsi(Regional Expenditure Budget for Provincial level); APBDII - AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah (Regional Expenditure Budget for District level).
Lampiran
212
1.5 Terms of reference (Kerangka Acuan Kerja, KAK) ini akan dikonsultasikan
sebagai bagian dari konsultasi publik tentang Instrumen Perlindungan
Lingkungan dan Sosial (yaitu Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
Proyek atau instrumen yang setara) yang akan memandu Konsultan, dan segala
revisi yang dibutuhkan yang teridentifikasi selama proses konsultasi ini akan
ditambahkan pada Terms of Reference dan dibahas dengan Konsultan pada saat
perundingan kontrak.
2. LINGKUP KERJA
2.1 Konsultan akan memersiapkan Integrated Tourism Master Plan, yang terdiri atas:
A. Rencana pembangunan bertahap selama 25 tahun untuk keseluruhan
wilayah destinasi wisata dan rencana pembangunan terperinci selama 5 tahun
untuk kawasan inti pariwisata yang diprioritaskan di dalam destinasi wisata
prioritas (Dijelaskan dalam Lampiran 1).
B. Rencana penanaman modal dan pembiayaan untuk infrastruktur dan jasa.
C. Program pembangunan kelembagaan dan program pembinaan kapasitas
Program-program ini dirumuskan dengan mempertimbangkan baseline
analisiskondisi-kondisi sosio-ekonomi (selama sepuluh tahun terakhir dan
menggunakan baseline year yang konsisten) beserta demand analysis untuk kondisi
yang akan datang (sejalan dengan perencanaan bertahap selama 25-tahun).
2.2 Integrated Tourism Master Plan akan memberikan kerangka yang diperlukan
untuk pembangunan pariwisata yang efektif dan berkelanjutan serta akan
memandu revisi hilir dan/atau persiapan rencana-rencana tata ruang, rencana
induk sektoral serta rencana-rencana yang relevan lainnya di tingkat pusat dan
daerah (daftar pendahuluan diidentifikasi dalam Lampiran 3).
2.3 Sebuah pendekatan terintegrasi merupakan hal yang amat penting, yang
menggabungkan pengalaman internasional dengan pengetahuan daerah,
mengupayakan sinergi antara inisiatif pebangunan yang luas, berkenaan dengan
unsur-unsur yang berwujud maupun tidak berwujud dalam pembangunan
pariwisata, menautkan pembangunan infrastruktur multi-sektoral dengan
perencanaan pembangunan spasial, serta meleburkan pembangunan pariwisata
yang berkelanjutan dengan kelestarian aset-aset alami (termasuk keaneka-
ragaman hayati), warisan budaya dan sosial.
2.4 Dengan dampak kumulatif dan yang disebabkan, serta dampak-dampak fasilitas
terkait, dari pembangunan pariwisata, sebuah pendekatan menyeluruh dan
sistematis untuk analisis lingungan, peluang dan hambatan warisan sosial dan
Lampiran
213
budaya dijamin menjadi bagian dari persiapan dari Integrated Tourism Master
Plan ini.
2.5 Hal yang amat penting adalah agar secara aktif melibatkan banyak pemangku
kepentingan di seluruh proses perencanaan, termasuk lembaga-lembaga pada
semua tingkat pemerintahan, BUMN, sektor swasta dan masyarakat setempat.
2.6 Sebuah peta dasar terstandar harus dibuat dan terus digunakan (sebanyak
mungkin) dalam dokumen, dari analisis baseline mengenai pariwisata,
infrastruktur, perlindungan, selain aspek-aspek lain, untuk merencanakan
tentang aspek-aspek tersebut.
2.7 Lingkup kerja untuk persiapan Integrated Tourism Master Plan mencakup
sembilan kategori luas dari tugas-tugas yang saling terkait berikut ini:
A. Analisis kerangka kelembagaan dan hukum, peraturan dan kebijakan yang
mencakup Indonesian planning,peraturan perundang-undangan
lingkungan dan sosial, seperti yang berkenaan dengan pembebasan lahan
dan penduduk asli.
B. Analisis tentang permintaan dan peluang untuk pembangunan Wilayah
Destinasi wisata.
C. Analisis tentang kondisi dasar tata ruang, kesenjangan infrastruktur dan
atraksi serta fasilitas pengunjung dan lingkungan penerima tempat
pembangunan yang direncanakan berlokasi. Ini juga mencakup
analisisdasar tentang kondisi sosio-ekonomi khususnya mengenai
pembangunan SDM, pemberdayaan masyarakat, pembangunan industri
pariwisata, dan memungkinkan iklim untuk penanaman modal swasta dan
business entry (masuknya pemain baru).
D. Artikulasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial, sosio-ekonomi, dan
warisan budaya.
E. Berdasarkan temuan-temuan dalam huruf A-D, meringkas kesenjangan
kritis dan peluang untuk memastikan pembangunan pariwisata
berkelanjutan di Wilayah Destinasi wisata, termasuk pembangunan atraksi-
atraksi wisata dan sumber daya (alam, budaya, buatan manusia, dan SDM),
memberikan fasilitas dan layanan pendukung, stimulasi permintaan dan
pembangunan kapasitas kelembagaan.
F. Persiapan proyeksi pertumbuhan dan skenario pembangunan.
G. Memerinci skenario pembangunan yang dipilih.
H. Perumusan integrated tourism master plan.
I. Memastikan keterlibatan pemangku kepentingan secara aktif dan
bermakna.
Lampiran
214
2.8 Integrated Tourism Master Plan:
A. Diciptakan sebagai sebuah program koordinasi untuk pembangunan wilayah
Destinasi Pariwisata yang optimal dan sebagai instrumen yang akan membuka
jalan untuk pembangunan pariwisata yang efektif dan berkelanjutan yang
dimaksudkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan lapangan
pekerjaan bagi warga setempat, sembari mencegah dampak negative yang
dapat terjadi jika pembangunan pariwisata dilakukan dengan cara yang tidak
terintegrasi, sehingga pertumbuhan kedatangan pengunjung melampaui
penyediaan fasilitas untuk mengelola beban yang dapat diakibatkan oleh
pertumbuhan itu terhadap sumber daya-sumber daya alam dan kultural90
serta masyarakat yang menjadi tuan.
B. Akan mengidentifikasi program-program prioritas yang diperlukan untuk
memperkuat kegiatan-kegiatan pariwisata di tingkat lokal dan akan
memberikan rekomendasi-rekomendasi terperinci untuk persiapan dan revisi
rencana tata ruang local dan provinsi serta rencana induk sektoral (jika
perlu), tetapi tidak dengan sendirinya merupakan dokumen perencanaan
tata ruang dengan efek wajib menurut Kerangka Perencanaan Perkotaan
Indonesia tidak dengan sendirinya merupakan dokumen perencanaan tata
ruang dengan pemberlakuan wajib menurut Kerangka Perencanaan
Perkotaan Indonesian.
3. TUGAS-TUGAS KHUSUS
3.1 Konsultan akan mengadakan kegiatan-kegiatan yang telah diidentifikasi sebagai
kegiatan yang sangat penting untuk persiapan Integrated Tourism Master Plan
untuk masing-masing dari enam kategori luas dalam tugas-tugas yang saling
terkait. Konsultan akan membuat penilaian sendiri, mengidentifikasi kegiatan-
kegiatan dan kebutuhan tambahan serta memersiapkan rencana kerjanya dalam
Proposal Teknis sesuai dengan hal itu.
3.2 Tugas-tugas besar berikut ini juga termasuk dalam lingkupnya:
Analisis
A. Analisiskerangka kelembagaan dan hukum, peraturan dan kebijakan.
B. Analisispermintaan dan peluang untuk pembangunan Wilayah Destinasi
Pariwisata.
C. Analisiskondisi dasar/baseline: perencanaan tata ruang + infrastrukturdan
penyediaan jasa.
90 Rujukan tentang sumber daya atau asset-aset “budaya”, “kultural”, dan “wilayah-wilayah dengan signifikansi kultural”
mencakup tetapi tidak terbatas pada “warisan budaya”.Ini dapat mencakup situs-situs Penduduk Asli yang menjadi atraksi pariwisata.
Lampiran
215
D. Artikulasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial, sosio-ekonomi dan
warisan budaya.
E. Ringkasan tentang kesenjangan kritis dan peluang untuk pembangunan
destinasi yang berkelanjutan.
Perencanaan strategis
A. Persiapan proyeksi-proyeksi pertumbuhan dan scenario pembangunan.
B. Persiapan arah pertumbuhan strategis pariwisata (a tourism strategic growth
direction), persiapan keseluruhan rencana pembangunan untuk seluruh
Wilayah Destinasi Pariwisata, dan persiapan rencana pembangunan terperinci
untuk Kawasan Inti Pariiwisata(Key Tourism Areas).
C. Perumusan integrated tourism master plan, terdiri atas:
a. Rencana pembangunan pariwisata bertahap (H1)
b. Rencana penanaman modal dan pembiayaan untuk infrastruktur dan
jasa (H2) + (H3)
c. Program pembangunan kelembagaan (H4)
d. Program pembinaan kapasitas (H5)
Keterlibatan pemangku kepentingan (Stakeholder)
A. memastikan keterlibatan pemangku kepentingan secara aktif dimasukkan
dalam seluruh proyek.
3.3 Tugas A, B, C, Ddan E akan menghasilkan sebuah analisismenyeluruh serta
pemahaman tentang kondisi baseline. Tugas F-Hmerupakan suatu pelaksanaan
perencanaan strategis dan bagianisipatif yang akan menghasilkan perumusan
Integrated Tourism Master Plan. Keterlibatan pemangku kepentingan secara
aktif—TugasI—adalah bagian dan bidang dari keseluruhan pendekatan di
seluruh penugasan.
3.4 Sambil menjalankan Tugas C, D, E, F, G, Hdan I,Konsultan akan harus
menerapkan dan mematuhi Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (19
Januari 2018, atau pembaruan terakhir) Proyek (atau Instrumen Pengamanan
Lingkungan dan Sosial yang setara yang akan ditegaskan pada saat perundingan
kontrak).91
91ESMF available at:http://documents.worldbank.org/curated/en/827001518354497151/Environmental-and-social-management-framework-final.
Lampiran
216
3.5 TUGAS A: Analisis kerangka kelembagaan dan hukum, peraturan dan kebijakan
mencakup hal-hal berikut ini:
A.1 Konsultan akan melakukan analisismenyeluruh atas kerangka
kelembagaan dan hukum yang ada yang terkait dengan pariwisata
terintegrasi dan pengembangan tata ruang di Wilayah Destinasi
Pariwisatadan mengidentifikasi kekurangan, ketidaksesuaian serta
kesenjangan dalam kerangka kelembagaan dan hukum serta peraturan
dan kebijakan yang ada serta mengevaluasi dampaknya terhadap
pengembangan pariwisata. Analisis ini harus menghasilkan kesimpulan-
kesimpulan yang jelas mengenai persoalan-persoalan kelembagaan dan
hukum yang harus dipecahkan untuk memfasilitasi pengembangan
pariwisata..
A.2 Ini mencakup identifikasi badan-badan yang bertanggung jawab
atas pengembangan pariwisata, perencanaan pembangunan tata ruang,
perencanaan infrastruktur, seperti pengelolaan lingkungan, sosial
(termasuk pembebasan lahan) dan kultural.
A.3 Kerangka hukum terdiri atas:
• Dokumen-dokumen perencanaan tata ruang, seperti Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) di tingkat kota/kabupaten, provinsi dan
pusat92serta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
• Rencana induk sektoral, seperti untuk penyediaan air bersih,
pengelolaan limbah padat, sanitasi, pengangkutan, dan listrik
• Analisis dampak lingkungan dan sosial serta rencana-rencana
pengelolaan, seperti AMDAL, UKL/UPL, dan LARAP93
• Studi/dokumen Penduduk Asli
• Rencana pengelolaan situs warisan alam dan budaya natural,
beberapa di antaranya
A.4 Konsultan akan memasukkan kegiatan-kegiatan spesifik berikut
ini dalam analisis:
i. Identifikasi otoritas perencanaan di dalam destinasi wisata untuk
berbagai komponen; misalnya, penggunaan lahan, pengangkutan,
utilitas, pengelolaan pengunjung ke taman nasional, situs-situs
92 Di Indonesia, penatalaksanaan subnasional mencakup empat tingkat: (1) Provinsi, (2) Kotadan Kabupaten, (3)
Kecamatanatau Distrik dan (4) Kelurahan atau Desa.
93AMDAL - Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; UKL-UPL - Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup / Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup; LARAP - Land Acquisition and Resettlement Action Plan (Rencana Tindak Pembebasan Lahan dan Relokasi). Lihat juga Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (atau Instrumen Penjagaan Lingkungan dan Sosial yang setara untuk ditegaskan pada saat Perundingan Kontrak).
Lampiran
217
warisan budaya, situs-situs Warisan Dunia, Geopark, Biosfer, dan
wilayah-wilayah yang dilindungi Laut.
ii. Identifikasi semua pemangku kepentingan dan pengaturan
kerjasama di antara mereka untuk mengembangkan program
pariwisata; misalnya, pemerintah, SOE, sektor swasta, masyarakat
(termasuk Penduduk Asli), dan LSM, termasuk peran dan
tanggung jawab para pemangku kepentingan saat ini, kesenjangan,
serta kerjasama saat ini seperti mengevaluasi dampak terhadap
pengembangan pariwisata. Analisis ini akan menghasilkan
kesimpulan-kesimpulan yang jelas mengenai perna, tanggung
jawab dan pengaturan kerjasama yang harus dipecahkan untuk
memfasilitasi pengembangan pariwisata.
iii. Evaluasi tentang kerangka peraturan perundang-undangan yang
di dalamnya pelaksanaan perencanaan akan terjadi.
iv. Peninjauan dan evaluasi rencana pengembangan tata ruang dan
sektoral yang ada (termasuk rencana-rencana untuk taman-taman
nasional dan situs-situs warisan, jika perlu), termasuk semua
instrumen peraturan perundang-undangan serta dokumen-
dokumen kebijakan terkait yang berlaku saat ini untuk memandu
dan mengendalikan pengembangan.
3.6 TUGAS B: Analisistentang permintaan dan peluang untuk pembangunan Wilayah
Destinasi Pariwisata mencakup hal-hal berikut ini:
B.1 Konsultan akan menganalisis kondisi ekonomi dan tren pembangunan
setempat (selama sepuluh tahun terakhir dan menggunakan tahun baseline yang
konsisten) untuk memeroleh pemahaman yang seksama tentang situasi saat ini
dan potensi pengembangan Wilayah Destinasi Pariwisatadalam kaitannya dengan
populasi, pekerjaan, dan perekonomian wilayah dengan fokus khusus pada
pengembangan pariwisata (memberikan prakiraan sejalan dengan perencanaan
bertahap selama 25-tahun)..
B.2 Analisis ini akan memasukkan kegiatan-kegiatan khusus berikut:
i. Mengumpulkan dan meninjau informasi tentang populasi (termasuk
etnis minoritas, kelompok-kelompok rentan, Penduduk Asli
/Indigenous Peoples (IPs)) dan tren pertumbuhan pekerjaan, termasuk
penduduk sementara (pengunjung) serta pendatang yang mencari
pekerjaan.
Lampiran
218
ii. Mengumpulkan dan meninjau informasi untuk menilai hubungan
antara berbagai sector perekonomian yang memengaruhi, dan
dipengaruhi oleh pengembangan pariwisata di Wilayah Destinasi
Pariwisata. Sektor-sektor terkait, diantaranya, termasuk pertanian,
perikanan, dan pemrosesan makanan, di Wilayah Destinasi.
iii. Mengumpulkan dan meninjau informasitentang jumlah historis
pengunjung dalam negeri dan asing seperti karakteristik intinya
(misalnya pasar-pasar sumber besar, tujuan kunjungan, rata-rata lama
menginap, rata-rata pengeluaran harian, dan jenis akomodasi yang
digunakan). Ini juga harus mencakup setiap informasi tentang
permintaan pengunjung atas fasilitas-fasilitas dan atraksi-atraksi
khusus, seperti permintaan untuk berbagai jasa pariwisata (misalnya,
pengangkutan, restoran, tur). Analisis Pasar dan studi Penilaian
Permintaan (Demand Penilaian) yang ditugaskan oleh World Bank
Group di bawah kontrak terpisa94mencakup sebuah penilaian
pertama.Konsultan harus menggunakan laporan ini sebagai pijakan,
meninjau, melengkapi dan memperbarui informasi jika perlu, dan
membuat penilaiannya Ini harus mencakup proyeksi-proyeksi
bertahap selama 25-tahun untuk jumlah kedatangan pengunjung,
pengeluaran harian dan lama menginap, untuk pengunjung baik
domestik maupun asingpaling tidak dengan dua skenario (untuk
diperhalus lebih lanjut menurut TugasF), yaitu: sebuah skenario
“business as usual” dimana Pemerintah Indonesia tidak melakukan
intervensi khusus; dan sebuah skenario “kasus-terbaik” dimana
Pemerintah melakukan penanaman modal dalam infrastruktur keras
dan lunak yang amat penting yang dianggap perlu untuk memenuhi
permintaan di masa datang.
iv. Mengumpulkan, meninjau dan memutakhirkan informasi (yaitudari
AnalisisPasar dan studi Demand Penilaian) mengenai kapabilitas dan
keahlian dunia usaha setempat, khususnya perusahaan-perusahaan
dan masyarakat setempat untuk memainkan peran aktif dalam, dan
memeroleh manfaat dari, pembangunan pariwisata yang dipercepat.
3.7 TUGAS C:Analisiskondisi baseline. Konsultan akan menganalisa secara seksama
semua aspek yang berkenaan dengan pembangunan pariwisata, termasuk trend
an pola-pola pengembangan tata ruang, penyediaan infrastruktur dan jasa, atraksi
pengunjung, serta fasilitas-fasilitas pengunjung dan lingkungan yang menerima
tempat pengembangan-pengembangan yang direncanakan akan berlokasi.
94 bpiw.pu.go.id/itmp
Lampiran
219
3.8 Untuk perencanaan infrastruktur,penting untuk memahami tren dan pola-pola
penyebaran tata ruang serta pembangunan cipta karya, industry, perdagangan
dan pariwisata di masa lalu. Konsultan karenanya harus:
• Menetapkan wilayah-wilayah mana saja yang termasuk perdesaan dan
perkotaan
• Menetapkan kepadatan penduduk di masing-masing Kecamatan
• Memetakan penyebaran cipta karya tata ruang
• memetakan lokasi dan tipologi penggunaan lahan industrial dan
komersial
• memetakan lokasi klaster-klaster akomodasi pariwisata
• menganalisa tren pertumbuhan tata ruang permukiman, industry,
perdagangan dan akomodasi pariwisata selama sepuluh tahun terakhir
• menetapkan proyek-proyek saluran pipa yang dikonfirmasi serta
karakteristiknya (perumahan, industri, perdagangan dan pariwisata)
serta memetakan lokasi terencananya, dll
3.9 Analisis tersebut harus menghasilkan pemahaman yang mendalam mengenai
kondisi dasar untuk pembangunan pariwisata dan akan mengidentifikasi
persoalan-persoalan perencanaan tata ruang (C1) maupun penyediaan
infrastruktur dan jasa (C2).
C.1 Analisis data dasar perencanaan tata ruang: Konsultan akan
mengumpulkan, menyusun dan menganalisa informasi terkait mengenai kondisi-
kondisi tata ruang, lingkungan, sosial dan budaya, termasuk tapi tidak terbatas
pada:
1) Penggunaan lahan yang ada dan perencanaan penggunaan lahan yang
terdapat dalam rencana-rencana tata ruang.
2) Pola-pola pengembangan tata ruang, terutama pola-pola dan tren-tren
pertumbuhan wilayah perkotaan, semi-perkotaan, dan perdesaan selama
sepuluh tahun terakhir.
3) Inisiatif-inisiatif pengembangan baru yang direncanakan terkait dengan
pembangunan ekonomi.
4) Akomodasi pariwisata, atraksi dan signifikasi lingkungan, kultural atau
sosialnya, area dan fasilitas rekreasi, termasuk penanaman modal baru yang
direncanakan.
5) Kepemilikan lahan (termasuk persoalan warisan tanah95) dengan penekanan
khusus pada Kawasan Inti Pariiwisataatau Key Tourism Areasdan lokasi-
lokasi pengembangan yang signifikan secara strategis.
95Lihat Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial pada LARPF alinea 84–87 tentang tugas-tugas untuk Konsultan
ITMP untuk menilai persoalan warisan tanah.
Lampiran
220
6) Uraian tentang lingkungan penerima, baik saat ini maupun di bawah
skenario perubahan iklim yang diantisipasi, untuk mencakup hal-hal berikut
ini:
a) Sumber daya fisik:
• topografi
• tanah: stratigrafi sub-permukaan
• geologi dan bahaya geologis: gempa bumi, patahan, lines, gunung
berapi, sinkholes
• iklim dan meteorologi, termasuk perubahan iklim
• hidrologi
• reseptor sensitif
• kualitas udara
• kebisingan
• getaran
• kualitas air: data sampling kualitas air dasar dan sampling kualitas air
sekunder.
b) Sumber daya ekologis:
• sumber daya daratan
• fauna terrestrial
• sumber daya akuatik
• fauna akuatik.
c) Sumber daya sosial dan kultural:
• demografi
• ekonomi
• pendidikan
• kesehatan
• sejarah, budaya dan arkeologi.
7) Jika mungkin, keberadaan Penduduk Asli(Indigenous Peoples (IPs)) (dengan
peta), karakteristik perekonomian masyarakat, habitat (termasuk total rumah
tangga/warga) tanah adat, integrasi kultural dan masyarakat, kondisi
kesehatan, pengetahuan, dan lembaga adat.
8) Konflik-konflik sosial, hubungan/kerjasama sosial.
Lampiran
221
C.2 Analisis data baseline penyediaan infrastruktur dan jasa96 Konsultan
akan mengumpulkan, menyusun dan menganalisa informasi yang terkait tentang
penyediaan infrastruktur dan pemberian jasa, mengidentifikasi dan
mengkuantifikasi kekurangan dan hambatan-hambatannya.
Tugas C.2 mencakup kegiatan-kegiatan berikut ini (TOR terperinci untuk sub-
tugas khusus ini diberikan dalam Lampiran 4):
1) Mengumpulkandan menyediakan semua peta infrastruktur (infrastruktur
yang ada dan yang direncanakan oleh pemerintah dan/atau sektor swasta).
2) Menetapkansuatu dasar populasi terperinci untuk tujuan perencanaan
infrastruktur.97
3) Menetapkansebuah model permintaan transportasiasi untuk Wilayah
Destinasi Pariwisata untuk menganalisa
a. Keseluruhan permintaan transportasiasi seperti permintaan
transportasiasi terkait pariwisata dan volume lalu lintas
b. konektifitas/akses eksternal ke Wilayah Destinasi Pariwisata
(berdasarkan Market Analisisdan studi Demand Penilaian,
yang membutuhkan pemutakhiran dan perluasan), termasuk
identifikasi kondisi sekarang, kekurangan dan penanaman
modal yang direncanakan dalam kapasitas bandara dan
angkutan udara, pelabuhan, jalan tol, jaringan jalan nasional
dan provinsi, kereta api, dan sistem transportasi umum
eksternal (jarak jauh)
c. konektifitas internal, termasuk jalan-jalan, lalu litas
kendaraan bermotor dan bukan kendaraan bermotor,
keselamatan jalan, angkutan darat umum dan swasta serta
angkutan laut/air.
4) Menganalisa drainase dan perlindungan banjir.
5) Menganalisa infrastruktur kebutuhan dasar, termasuk pasokan air,
pengelolaan limbah cair, dan pengelolaan limbah padat.
6) Menganalisa pasokan listrik, IT serta jasa dan fasilitas khusus pariwisata.
7) Mengidentifikasi dan menganalisa wilayah-wilayah bencana alam (banjir,
longsor, tsunami, aktifitas gunung berapi, gempa bumi, dll.) dan peta-peta
terperinci saat ini yang memerlihatkan wilayah-wilayah berisiko, jenis-jenis
risiko dan jumlah penduduk dan dunia usaha yang terdampak.
96Standar-standar untuk dasar-dasar penyediaan airdimasukkan dalam SPM Permen PU 01/PRT/M/2014
dan SNI 03-7065-2005; untuk limbah padat, SPM Permen PU 01/PRT/M/2014, Permen PU 03-2013, SNI
19-2454-2002 dan untuk air limbah, SPM Permen PU 01/PRT/M/2014. Konsultan akan memastikan
bahwa semua baseline memenuhi standar-standar yang tepat untuk tujuan pembangunan pariwisata.
97Paling tidak data penduduk sampai dengan tingkat kecamatan, khususnya untuk Wilayah Pariwisata Kunci atau Key
Tourism Areas.
Lampiran
222
Mengidentifikasi kebutuhan infrastruktur untuk memitigasi risiko.
Mengidentifikasi dan menganalisa wilayah-wilayah bahaya akibat manusia
(seperti pengambilan ikan secara berlebihan, pencemaran air laut, dll.).
8) Analisis tersebut harus menghasilkan sebuah uraian dasar yang jelas,
termasuk tapi tidak terbatas pada:
9) Sebuah uraian terhitung tentang tingkat infrastruktur dan jasa saat ini
sebagai dasar untuk pemantauan dan evaluasi program di tingkat Wilayah
Destinasi Pariwisatadan Key Tourism Area.
10) Sebuah uraian terhitung tentang kesenjangan-kesenjangan yang ada dalam
penyediaan infrastruktur dan penyediaan jasa dibandingkan dengan standar-
standar nasional di tingkat Wilayah Destinasi Pariwisatadan di tingkat Key
Tourism Area. Ini mencakup penetapan tingkat dasar pelayanan untuk
pasokan air, sanitasi, pengelolaan limbah padat dan jalan-jalan di tingkat
kecamatan menggunakan standar-standar MPWH.
11) Sebuah uraian terhitung tentang kebutuhan infrastruktur untuk memitigasi
risiko-risiko bahaya alam atau akibat manusia.
12) Sebuah analisis terhitung mengenai seberapa taraf penanaman modal public
dan swasta yang direncanakan akan mengentaskan atau memecahkan
kekurangan-kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan di bidang apa
yang masih ada.
3.10 TUGAS D: artikulasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial, sosio-sekonomi dan
warisan budaya. Landasan-landasan inti dari industry pariwisata adalah warisan
budaya, lingkungan alam (termasuk keragaman hayati), dan identitas budaya
yang khas.
3.11 Pembangunan pariwisata, jika tidak dikelola dengan cara seksama, dapat
mengakibatkan—misalnya—degradasi daerah-daerah yang dilindungi, hilangnya
keragaman hayati dan spesies langka, serta penurunan asset-aset yang signifikan
secara kultural. Namun demikian, pariwisata juga memiliki potensi yang kuat
sebagai kekuatan pendorong dalam hal konservasi asset lingkungan Negara,
perlindungan keragaman hayati dan habitat-habitat alaminya, perlindungan
asset-aset budaya, seperti dalam hal kesadaran lingkungan dan pembukaan
lapangan pekerjaan.
3.12 Integrated Tourism Master Plan akan memandu skala dan lokasi spasial dari
pertumbuhan spasial dan infrastruktur yang akan dating serta menetapkan
kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik untuk memastikan bahwa asset-aset
lingkungan, sosial, masyarakat dan warisan budaya yang sangat penting tetap
dilindungi, dan dampak-dampaknya dikelola dan dipantau dengan semestinya.
Pemahaman yang mendalam mengenai hambatan dan peluang untuk
Lampiran
223
pengembangan Wilayah Destinasi Pariwisata karenanya merupakan prasyarat
untuk memastikan bahwa pengembangan pariwisata akan dilakukan
berkelanjutan.
D.1 Konsultan akan (a) mengumpulkan dan menafsirkan data dasar
yang terkait dan (b) mengembangkan peta-peta dan laporan-laporan
tentang tantangan, peluang dan hambatan untuk pertumbuhan yang
berkelanjutan secara lingkungan dan sosial dan untuk berbagai jenis
fasilitas pariwisata serta infrastruktur pendukung.
Dalam menjalankan subtugas D.1, Konsultan harus mengakui bahwa
konsep peluangdan hambatan dapat diterapkan secara berbeda
tergantung pada apakah wilayah yang sedang dipertimbangkan telah
memiliki fasilitas-fasilitas pariwisata atau belum berkembang.
• Jika fasilitas-fasilitas pariwisata sudah ada, peluang dapat mencakup
perluasan, peningkatan, restorasi, atau pelestarian.
• Contoh-contoh hambatan dalam hal ini adalah: pengembangan di
sekitarnya yang tidak konsisten dengan atau menyimpang dari nilai
atau tujuan-tujuan pariwisata; kurangnya akses yang memadai;
degradasi lingkungan; kurangnya peraturan yang diperlukan;
ketiadaan pengendalian untuk mencegah penggunaan yang berlebih;
kurangnya marka/display publik (marka-marka, display public),
pusat-pusat informasi, dan kemudahan-kemudahan wisatawan; atau
kapasitas pengelolaan limbah yang tidak memadai.
• Dalam situasi yang tidak/belum berkembang atau lahan hijau
(greenfield), peluangnya adalah hal-hal yang tersedia yang merupakan
asset lingkungan, sosial, atau kultural.
• Hambatan yang akan diterapkan adalah hal-hal yang dapat mencegah
pengembangan asset-aset yang akan mengakibatkan dampak negatif
terhadap peluang-peluang tersebut. Contoh-contohnya dapat
mencakup: belum ada pengembangan terhadap lereng-lereng curam
atau di wilayah rawan banjir, kode-kode bangunan khusus di wilayah-
wilayah dengan risiko seismik, pengendalian pada lokasi serta
karakteristik struktur untuk menghindari dampak-dampak terhadap
viewscape, atau penyediaan jasa pengelolaan limbah yang beriringan
dengan pengembangan.
D.2 Sejalan dengan anggaran rumah tangga/undang-undang tentang
wilayah yang dilindungi serta zona-zona inti dan penyangganya
(misalnyaTaman Nasional, Situs-situs Warisan Dunia, Geopark, Biosfer,
dan Wilayah Terlindung Laut/Marine Protected Areas), peta-peta tersebut
Lampiran
224
harus menampilkan zona-zona “larangan pengembangan”, zona-zona
yang cocok hanya untuk jenis-jenis pengembangan tertentu, zona-zona
dengan sedikit atau tanpa pembatasan terhadap jenis pengembangan, dan
setiap peraturan bangunan yang direkomendasikan, dll. Ini harus
memasukkan pembatasan-pembatasan pengembangan dan kondisi-
kondisi yang terkait dengan mitigasi risiko bahaya alam secara jelas.
D.3 Kebijakan penjagaan World Bank harus diperhitungkan dalam
tugas ini, panduan berikut ini sebagaimana yang disajikan secara
terperinci dalam Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (atau
Instrumen Penjagaan Lingkungan dan Sosialyang setara, akan ditegaskan
pada saat perundingan kontrak). Unsur-unsur kebijakan yang memandu
pengembangan ke arah hasil-hasil yang positif terhadap kondisi
lingkungan, sosial (termasuk gender), sosio-ekonomi dan warisan budaya
akan diperhitungkan dalam mengidentifikasi peluang, dan pelarangan
serta pembatasan-pembatasan yang disajikan dalam beberapa kebijakan
tersebut akan menjadi bagian dari hambatan. Kebijakan-kebijakan yang
paling sesuai pada tahap perencanaan ini98:
1) OP 4.01 Analisis Lingkungan dan hierarki pengelolaan dampaknya
– cegah, minimalisir, mitigasi, dan imbangi dengan urutan
preferensi menurun.
2) OP 4.04 Habitat Alam dan batasan-batasannya terhadap konversi
habitat kritis dan alam.
3) OP 4.10 Penduduk Asli yang memiliki tujuan-tujuan yang
diantaranya ialah menghindari atau meminimalisir dampak buruk
terhadap masyarakat asli.
4) OP 4.11 Sumber daya Fisik Kultural yang bertujuan untuk
melindungi sifat kultural yang diketahui dan ditemukan secara
kebetulan.
5) OP 4.12 Relokasi Spontan dengan perhatian khusus terhadap asas-
asas penghindaran atau minimalisir pemindahan, termasuk
pemindahan ekonomi melalui batasan akses ke sumber daya alam
adat.
98Lihat juga kerangka Pengelolaan Lingkungan dan SosialManagement Framework (atau Instrumen Penjagaan
Lingkungan dan Sosial yang setara yang akan ditegaskan pada saat Perundingan Kontrak).
Lampiran
225
6) Panduan Lingkungan, Kesehatan, dan Keselamatan (World Bank
Group, 2007 plus pemutakhiran, umumnya disebut sebagai EHS
Guidelines)99. Bagian-bagian yang berlaku adalah Panduan Umum,
yang termasuk standar udara, air, dan kebisingan; keselamatan
masyarakat dan tempat kerja; pencegahan polusi; perlindungan
energi dan air, dll. Ditambah sejumlah panduan sektoral termasuk:
i. Pengembangan Pariwisata dan Keramah-tamahan
ii. Fasilitas-fasilitas Pengelolaan Limbah
iii. Air dan Sanitasi
iv. Pelabuhan, Dermaga dan Terminal
v. Bandar Udara
vi. Jalan Tol
vii. Transmisi dan Distribusi Tenaga Listrik.
3.13 Asas-asas dari kebijakan penjagaan disajikan secara terperinci dalam Kerangka
Pengelolaan Lingkungan dan Sosial. Relevansi Panduan EHS sektoraldalam
Tugas E terutama dalam pemilihan tapak untuk berbagai jenis infrastruktur.
Aspek-aspek lain dari panduan yang mereka sediakan akan merupakan hal yang
penting dalam Tugas G.
3.14 TUGAS E: Ringkasan kesenjangan kritis dan peluang untuk pengembangan destinasi
berkelanjutan. Berdasarkan temuan-temuan dalam A-D, Konsultan akan mengutip
kesenjangan kritis dan peluanguntuk memastikan pengembangan destinasi yang
berkelanjutan. Tugas ini termasuk hal-hal sebagai:
E. Meringkas Kekuangan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (Strengths,
Weaknesses, Opportunities and Threats—SWOT) pariwisata di destinasi di
seluruh rantai nilai pariwisata: berdasarkantemuan dari analisis baseline yang
diadakan dalam Tugas-tugas A sampai D, Konsultan akan menyusun daftar
Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (Strengths, Weaknesses,
Opportunities and Threats (SWOT)) pariwisata pada destinasi, sesuai
dengan empat pilar daya saing destinasi berikut ini:
1) Kondisi permintaan, termasuk:
i. Tren pengunjung: kedatangan pariwisata domestic dan
internasional, pengeluaran, lama menginapdan musiman.
ii. Konsentrasi dan penyebaran pengunjung spasial.
iii. Akses pengunjung: pilihan akses udara, darat dan laut serta
biaya komparatif; kondisi dan ongkos masuk atraksi.
99 www.ifc.org/ehsguidelines
Lampiran
226
iv. Profil dan preferensi pengunjung: demografis, segmen,
pengalaman dan kegiatan.
v. Saluran-saluran distribusi dan reservasi: perekonomian
berbagi (sharing economy), saluran pemesanan digital,
perantara-perantara perdagangan perjalanan.
2) Sumber daya pariwisata, termasuk:
i. Fitur-fitur, atraksi dan pengalaman pariwisata alam.
ii. Fitur-fitur, atraksi dan pengalaman pariwisata budaya.
iii. Atraksi dan pengalaman pariwisata buatan manusia.
iv. Kapasitas sumber daya manusia dan usaha.
v. Kondisi ketersediaan, kualitas dan kepemilikan lahan untuk
pengembangan pariwisata.
vi. Keberlanjutan dan daya tampung sumber daya alam dan
budaya.
3) fasilitas dan jasa pendukung, termasuk:
i. Kapasitas, hunian, pendapatan dan penetapan harga
akomodasi.
ii. Keragaman dan kualitas Katering/restoran.
iii. Pilihan-pilihan pengangkutan pengunjung (termasuk
frekuensi layanan per hari atau per minggu) seperti waktu
perjalanan dan ongkos dari masing-masing pilihan.
iv. Pengoperasian tamasya, pengoperasian kegiatan serta ragam
dan kualitas pemanduan.
v. Kapasitas dan kualitas infrastruktur terkait pariwisata
(bandara, jalan, air, listrik, pengelolaan limbah, dll.).
vi. Ketersediaan dan kualitas kemudahan-kemudahan
pengunjung (sanitasi, informasi, marka/display publik,
tempat duduk, perlindungan, dll.)
vii. Fasilitas dan sumber daya pelatihan pariwisata.
viii. Kualitas dan ragam ritel dan belanja.
ix. Fasilitas dan layanan terkait pariwisata lainnya (misalnya
finansial).
x. Konsentrasi dan penyebaran spasial fasilitas dan layanan
pendukung.
4) Struktur dan organisasi industri termasuk:
i. Organisasi, kapasitas dan keahlian pariwisata sektor publik,
sektor swasta dan berbasis masyarakat.
ii. Relevansi dan cakupan kebijakan dan perencanaan.
Lampiran
227
iii. Keberadaan dan relevansi program-program pemasaran dan
strategi branding serta tindakan.
iv. Rasio kinerja, kemajuan dan keberhasilan dengan kebijakan
dan rencana pelaksanaan.
v. Kemitraan dan kerjasama Publik-swasta-masyarakat.
vi. Inisiatif jaminan kualitas.
vii. Kebijakan-kebijakan dan promosi investasi pariwisata.
E.2 Mengartikulasi faktor-faktor keberhasilan yang amat penting untuk
pengembangan pariwisata berkelanjutan: Menyusun prioritas dan, jika perlu,
mengelompokkan unsur-unsur SWOT untuk memeroleh peluangdan
kesenjangan kritis yang harus diselesaikan dalam ITMP, untuk memastikan
dan memaksimalisir pertumbuhan pariwisata berkelanjutan.
3.15 TUGASF: Persiapan proyeksi pertumbuhan dan skenario pengembangan.
Berdasarkanan analisis kondisi saat ini dan potensi pertumbuhan, langkah
selanjutnya adalah memersiapkan proyeksi pertumbuhan (F1) dan untuk
menerjemahkan semua ini menjadi kebutuhan spasial dalam kaitannya dengan
kemungkinan skenario pengembangan (F2) sembari mempertimbangkan dengan
baik peluangdan hambatan (D) serta analisis SWOT (E1) yang telah
teridentifikasi.
3.16 Konsultan akan memersiapkan model-model berbasia GIS untuk proyeksi
pertumbuhan serta untuk persiapan dan visualisasi skenario pengembangan
spasial yang berbeda. Diharapkan bahwa model tersebut akan direplikasi dan
digunakan pada destinasi-destinasi wisata lain dan mendukung Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan/atau pejabat setempat dalam
persiapan rencana pembangunan pariwisata.
3.17 F.1 Memersiapkan proyeksi pertumbuhandan standar-standar perencanaan
berdedikasi:
1) Konsultan akan memersiapkan proyeksi pertumbuhan untuk jangka waktu
25 tahun dan proyeksi pertumbuhan jangka menengah selama 5 tahun,
termasukpariwisata, sektor-sektor ekonomi daerah lain, kepadatan
penduduk dan peluang kerja.
2) Proyeksi pertumbuhan penduduk harus memertimbangkan penduduk tetap,
penduduk sementara (pengunjung asing dan domestik), serta kemungkinan
membanjirnya pencari kerja dan keluarga mereka yang tertarik oleh peluang
ekonomi karena pengembangan pariwisata yang dipercepat.
Lampiran
228
3) Proyeksi pertumbuhan pengunjung dan lapangan pekerjaan terkait
pariwisata akan tumbuh, tetapi meningkatkan dan memutakhirkan
AnalisisPasar dan Studi Demand Penilaian untuk memungkinkan
kuantifikasi indikator-indikator permintaan seperti:
• Beban pengunjung puncak (baik di tingkat Wilayah Destinasi Pariwisata
maupun Key Tourism Area)
• Jumlah kamar hotel tambahan
• Kapasitas tambahan jaringan transportasiasi (jalan, bandara, pelabuhan
laut, dll.)
• Jumlah staf ahli yang dibutuhkan, dll.
3.18 F.2 Memersiapkan dan membahas skenario pengembangan tata ruang alternatif:
1) Konsultan akan memersiapkan paling tidak tiga skenario pengembangna
spasial yang berbeda untuk mengakomodir dan memandu pertumbuhan
yang diproyeksikan dan akan menyajikan serta membahas temuan-temuan,
standar-standar perencanaan yang diajukan dan skenario-skenario
pengembangan dengan semua pemangku kepentingan terkait.
2) Semua skenario ini akan mencerminkan keragaman konsep pertumbuhan
pariwisata dan model-model pengembangan penggunaan lahan di masa
depan yang berbeda, serta peluang dan hambatan lingkungan, sosial, sosio-
ekonomi dan warisan budaya terkait.
3) Satu skenario akan dipilih untuk penjabaran lebih lanjut, dengan
berkonsultasi secara melekat dengan Pemerintah Indonesia dan yang
mencerminkan pandangan dari semua pemangku kepentingan terkait.
4) Persiapan skenario pengembangan spasial untuk mencakup kegiatan-
kegiatan berikut ini:
i. Mengidentifikasi kebutuhan lahan tambahan untuk kebutuhan tempat
tinggal, industri, komersil dan pariwisata yang akan datang, serta
kebutuhan infrastruktur, termasuk kebutuhan lahan untuk perumahan
para karyawan pariwisata beserta keluarga mereka.
ii. Mengidentifikasi persaingan permintaan akan lahan, sumber daya alam
dan infrastruktur untuk pengembangan pariwisata dan sektor-sektor
ekonomi lain (bukan pariwisata).
iii. Mengidentifikasi peluang dan hambatan lingkungan, sosial, sosio-
ekonomi, dan warisan budaya untuk pertumbuhan (lihat tugas D).
iv. Mengidentifikasi peluang untuk pengelompokan pengembangan untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, penyediaan infrastruktur
dan jasa, termasuk peluang untuk penyediaan jasa gabungan dan
subsidi silang untuk akomodasi dan fasilitas wisatawan serta
masyarakat setempat (yang berpendapatan rendah).
Lampiran
229
v. Mengidentifikasi dan mengkuantifikasi investasi yang dibutuhkan
untuk memerbaiki kekurangan dalam hal infrastruktur dan penyediaan
layanan saat ini yang teridentifikasi dalam Tugas C2 dan di samping
investasi yang dibutuhkan dalam mendukung pengembangan yang
akan datang (bandara, pelabuhan, jalan dan angkutan, penyediaan air
bersih, pengelolaan air limbah, pengelolaan drainase dan air hujan,
pengelolaan limbah padat, mitigasi bencana alam dan buatan,
perumahan, energi, telekomunikasi dan utilitas-utilitas lainnya).
vi. Mengidentifikasi intervensi, area atau kegiatan strategis yang dapat
memajukan atau memfasilitasi sektor swasta, pemda, serta masyarakat
untuk ikut serta dalam pengembangan infrastruktur, fasilitass, dan
atraksi terkait pengunjung.
vii. Mengevaluasi masing-masing skenario pengembangan dengan cukup
terperinci untuk agar para pemangku kepentingan dapat
membandingkannya dalam kaitannya dengan dampak ekonomi,
lingkungan, sosial (termasuk gender) dan warisan budaya yang positif
dan negatif dan kepatuhan terhadap asas-asas kebijakan penjagaan
World Bank yang berlaku.
3.19 F.3 Persiapan sistem dukungan pembuatan keputusan spasial berbasis GIS.
Konsultan juga akan memersiapkan peta berbasis GIS yang akan memerlihatkan
proyeksi pertumbuhan di destinasi wisata dan menautkannya dengan skenario-
skenario pengembangan spasial yang akan membantu para pemangku
kepentingan untuk membuat keputusan terbaik berdasarkan pilihan-pilihan
skenario yang berbeda. Diharapkan bahwa model tersebut dapat direplikasi di
destinasi wisata lainnya, dengan menerapkan variabel-variabel yang serupa atau
berbeda terhadap model yang dianggap penting untuk destinasi-destinasi
tersebut.
3.20 MPWH akan memberikan akses ke peta-peta skala 1:25000 yang terkait untuk
destinasi tersebut dan, jika ada, peta-peta skala 1:5000 yang relevan untuk Key
Tourism Areas yang teridentifikasi. Konsultan akan menggunakannya untuk
menyajikan representasi visual dari skenario-skenario tersebut.
3.21 TUGAS G: Memerinci skenario pengembangan yang diinginkan. Setelah memilih
skenario yang diinginkan, tugas selanjutnya adalah merumuskan suatu arah
pertumbuhan strategis (G1) dan memersiapkan sebuah Keseluruhan Rencana
Pembangunan (Rencana Pengembangan Keseluruhan) untuk keseluruhan Wilayah
Destinasi Pariwisata (G2) dan rencana-rencana pengembangan terperinci untuk
Key Tourism Areas yang ada dan terpilih di masa datang (G3). Lihat Lampiran 1
untuk batas-batas spasial wilayah-wilayah target untuk perencanaan.
Lampiran
230
3.22 G1 Merumuskan suatu arah pertumbuhan strategis pariwisata, untukmemandu
keputusan-keputusan mengenai sifat dan taraf proposal-proposal pengembangan
dan tindakan-tindakan yang dimasukkan dalam rencana pengembangan
keseluruhan dan terperinci yang membentuk ITMP. Ini harus mencakup:
1) Sebuah visi destinasi wisata selama 25-tahun. Visi tersebut harus singkat dan
padat serta memberikan suatu pernyataan tentang karakter, skala dan
dampak pariwisata di wilayah destinasi.
2) Tujuan pertumbuhan, yang harus spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan dan
berfokus pada waktu, berdasarkan proyeksi skenario yang dipilih. Tujuan-
tujuan ini harus terkait dengan faktor-faktor keberhasilan kritis untuk
pengembangan pariwisata berkelanjutan yang teridentifikasi dalam E2.
3) Asas-asas pengembangan, yang akan bertindak sebagai titik kedatangan serta
landasan-landasan untuk jenis pariwisata yang diusahakan serta pendekatan-
pendekatan pembangunan yang diterapkan dalam merumuskan rencana
pembangunan keseluruhan dan terperinci yang membentuk ITMP.
4) Pemosisioan destinasi dan rencana penjualan yang khas, yang menyoroti landasan
untuk melakukan diferensiasi dan promosi destinasi sehubungan dengan
destinasi-destinasi kompetitor di Indonesia dan, jika mungkin, secara
internasional, dan implikasi-implikasi pemosisian demikian terhadap alam
dan skala pengembangan pariwisata.
3.23 G.2 Persiapan Rencana Pengembangan Keseluruhan untuk seluruh Wilayah
Destinasi Pariwisata berdasarkan skenario pengembangan yang diinginkan menggunakan
peta-peta GIS. Kegiatan-kegiatan khusus mencakup:
1) Memersiapkan sebuah peta penggunaan lahan sementara untuk seluruh
Wilayah Destinasi Pariwisata (untuk tahun 2025 dan 2045) termasuk lokasi
terperinci, bentuk dan ukuran wilayah-wilayah pengembangan baru dengan
penekanan khusus pada pengembangan pariwisata. Peta tersebut dapat
menyajikan zona-zona “larangan pengembangan”, zona-zona yang sesuai
hanya untuk jenis pengembangan tertentu (terbatas), zona-zona dengan
sedikit atau tanpa batasan tentang jenis pengembangan, dll.
2) Mengidentifikasi persoalan-persoalan (seperti kesenjangan, batasan-batasan)
dalam hal kerangka legislatif, kebijakan dan perencanaan yang terkait, serta
pelaksanaannya, dan memberikan rekomendasi-rekomendasi yang akan
memberikan manfaat bagi hasil-hasil sektor pariwisata yang berkelanjutan.
Konsultan akan memberikan rekomendasi khusus mengenai cara untuk
memerkuat program-program dan kegiatan-kegiatan rencana spasial dan
sektoral yang ada sehingga semua ini dapat beriringan dengan visi dan tema
yang diajukan dalam skenario pengembangan yang dipilih.
Lampiran
231
3) Mengidentifikasi dan membahas persoalan-persoalan pembebasan dan
pemilikan lahan terkait dengan skenario pengembangan yang diinginkan.
Sebagaimana yang skenario pengembangan yang dipilih. Sebagaimana yang
berlaku, mengidentifikasi dan membahas situs-situs/permukiman-
permukiman terkait IPs yang menarik wisatawan, terkait dengan skenario
pengembangan yang dipilih.
4) Dengan kerjasama melekat dengan badan-badan pemerintah terkait, SOE,
sektor swasta dan masyarakat setempat mengevaluasi, membahas dan
menetapkan untuk masing-masing Key Tourism Area yang ada dan yang baru,
sudut pandang pengembangan optimal, termasuk “batas-batas perubahan
yang dapat diterima,”100 tipologi dan taraf akomodasi, fasilitas dan layanan
pengunjung.
5) Mengevaluasi pilihan-pilihan pentahapan dan memilih Key Tourism Areas
prioritas yang ada dan yang baru untuk dikembangkan dengan ukuran dan
bentuk terperinci terkait yang konsisten dengan permintaan yang
diproyeksikan untuk semua penggunaan lahan dengan penekanan khusus
pada pengembangan pariwisata masing-masing selama lima tahun (2021-
2025 / 2026-2030 / 2031-2035 / 2036-2040/2041-2045). Analisis Pasar dan
studi Demand Penilaian sudah mengajukan Key Tourism Areas prioritas yang
ada dan yang baru (Lampiran 1), tetapi pada tahap ini dalam proses
perencanaan pemilihan Key Tourism Areas harus diperbaiki, disesuaikan
dan/atau ditegaskan sebagai bagian dari tugas ini.
6) Memersiapkan desain-desain konseptual dan perkiraan biaya untuk semua
infrastruktur dan jasa yang dibutuhkan dengan batas-batas waktu
perencanaan selama 5 dan 25 tahun berturut-turut untuk seluruh Wilayah
Destinasi Pariwisata, termasuk penanaman modal yang dibutuhkan untuk
memperbaiki kekurangan dalam infrastruktur saat ini dan pemberian
layanan yang teridentifikasi di bawah Tugas C2 dan di samping penanaman
modal yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan yang akan
datang (bandara. pelabuhan, jalan dan angkutan, penyediaan air bersih,
pengelolaan air limbah, mitigasi risiko bencana alam, pengelolaan drainase
dan air hujan, pengelolaan limbah padat, perumahan, energi, telekomunikasi
dan utilitas-utilitas lainnya).
7) Mengidentifikasi kebutuhan kapasitas ambang batas naik utama (perluasan
bandara, fasilitas-fasilitas perawatan, lokasi pembuangan, dll.) dan
100Strategi-strategi pengelolaan “Daya tampung”—membatasi jumlah pengunjung sampai suatu batas mutlak—
merupakan hal yang menarik tetapi memiliki batasan-batasan karena: (i) dampak pariwisata tergantung tidak hanya pada jumlah mutlak wisatawan tetapi juga pada perilaku wisatawan, infrastruktur, dan pengelolaan; (ii) penduduk setempat juga menciptakan dampak yang negatif secara potensial dan penggunaan sumber daya; dan (iii) kualitas pengalaman pengunjung tidak begitu saja meningkat sebagai akibatnya. Bahkan, menerapkan strategi pengelolaan adaptif berdasarkan “batas-batas perubahan yang dapat diterima” dapat membantu memastikan bahwa nilai-nilai destinasi yang menarik wisatawan dapat teridentifikasi, terpantau, dan terpelihara dari waktu ke waktu. Hasil-hasil dari pemantauan kemudian dapat digunakan untuk menerapkan strategi-strategi untuk menjaga kondisi ekologis optimum.
Lampiran
232
memrsiapkan rencana pentahapan selama 25 tahun untuk investasi ambang
batas utama yang diantisipasi untuk semua infrastruktur dan layanan.
8) Memersiapkan sebuah rencana pentahapan terintegrasi untuk penyediaan
infrastruktur dan pemberian layanan secara bertahap, memastikan semua itu
menjawab dan memecahkan kekurangan-kekurangan yang ada dan
permintaan pengunjung yang diproyeksikan serta dirancang untuk
mendukung dan memandu pengembangan pariwisata dan meminimalisir
risiko, dengan batas waktu perencanaan selama 5 tahun dan 25 tahun
berturut-turut.
9) Mengevaluasi kelayakan ekonomi investasi-investasi yang diajukan dan
membahas kemungkinan penyesuaian pada program investasi dan/atau
pentahapan program jika dianggap perlu untuk meningkatkan dampak dan
kelayakan ekonomi (proses berulang).
10) Menilai dampak-dampak lingkungan, sosial (termasuk IPs) dan warisan
budaya terkait dengan skenario pengembangan yang dipilih pada skala dan
tingkat perincian yang tepat, yang memerhitungkan dampak-dampak
kumulatif dan yang dihasilkan serta dampak-dampak fasilitas-fasilitas
terkait, dan memersiapkan rencana-rencana mitigasi dan pemantauan tingkat
tinggi sesuai dengan Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (atau
Instrumen Penjagaan Lingkungan dan Sosial yang setara yang akan
ditegaskan pada saat Perundingan Kontrak).
11) Mengidentifikasi dan membahas persoalan perlindungan alam (termasuk
keragaman hayati) dan warisan budaya terkait dengan skenario
pengembangan yang dipilih dan mencari solusi-solusi yang cocok, bukannya
bersaing, dengan penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan dari
skenario pengembangan yang dipilih.
12) Mengidentifikasi kesadaran pemerintah dan masyarakat serta kebutuhan
pembinaan kapasitas untuk pengembangan pariwisata inklusif.
13) Mengidentifikasi peluang dan kebutuhan akan pengembangan keahlian
untuk penyediaan pasar pariwisata (pendidikan, pengembangan UMKM).
14) Mengidentifikasi pengaturan-pengaturan kelembagaan untuk melaksanakan
skenario pembangunan.
3.24 G.3 Persiapan rencana-rencana pengembangan terperinci untuk Key Tourism Areas
prioritas. Dengan bekerjasama secara melekat dengan badan-badan pemerintah
terkait, SOE, sektor swasta dan masyarakat setempat, Konsultan akan
memersiapkan rencana pengembangan bertahap terperinci (lingkup perencanaan
5 tahun) untuk:
a) Semua Key Tourism Areas yang ada dalam Wilayah Destinasi Pariwisata
(klaster-klaster hotel serta fasilitas-fasilitas dan atraksi pengunjung yang
ada);
Lampiran
233
b) Untuk Key Tourism Areas yang baru yang telah diprioritaskan untuk
pengembangan pariwisata dalam 5 pertama (2021-2025).
3.25 Daftar strategi-strategi, tujuan, kebijakan dan program-program yang
teridentifikasi dalam rencana 5 tahun harus dilakukan bertahap setiap tahun
(2021 / 2022 / 2023 / 2024 / 2025).
3.26 Rencana-rencana tersebut harus disajikan pada skala 1:5000 bersamaan dengan
desain garis besar dan perkiraan biaya untuk semua penyediaan infrastruktur
dan pemberian layanan menggunakan Peta-peta berbasis GIS.
3.27 Desain-desain garis besar dan perkiraan-perkiraan biaya tersebut akan mencakup
semua investasi yang dibutuhkan untuk memecahkan kekurangan-kekurangan
dalam Key Tourism Areas dalam penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan
saat ini di bawah Tugas C2 dan di samping investasi-investasi yang dibutuhkan
untuk mendukung pengembangan yang akan datang (pengembangan tapak,
jalan dan angkutan termasuk angkutan bukan motor, penyediaan air bersih,
pengelolaan air limbah, pengelolaan drainase dan air hujan, pengelolaan limbah
padat, mitigasi risiko bencana alam, perumahan, energi, telekomunikasi dan
utilitas-utilitas lainnya).
3.28 Konsultan akan memersiapkan rencana sampai dengan tingkat kelayakan untuk
penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan terpilih untuk tahun pertama
penanaman modal dan rencana pembiayaan.misalnyaKriteria untuk pemilihan
infrastruktur dengan rencana kelayakan akan disepakati oleh RIDA dan
Konsultan. Tahun pertama dalam rencana lima tahun ini akan dikenal sebagai
Urgent Investment Plan dan akan perlu dilengkapi pada akhir bulan Juni. Pada
gilirannya ini berarti bahwa Konsultan mungkin perlu menjalankan persiapan
Urgent Investment Plan sejalan dengan pengerjaan Analisis Baseline dan dalam
memilih sub-proyek potensial akan perlu memastikan bahwa semua ini tidak
membahayakan Strategi Pengembangan Pariwisata yang belum dipersiapkan.
3.29 Rencana pengembangan terperinci harus ditautkan secara langsung dengan
pertumbuhan pengunjung yang diproyeksikan dan harus cukup fleksibel untuk
memungkinkan penyesuaian dalam hal pertumbuhan sebenarnya melebihi atau
jauh di bawah harapan selama tahun-tahun tersebut.
3.30 Rencana-rencana pengembangan akan memberikan peta-peta dan uraian-uraian
terperinci dalam kaitannya dengan tipologi dan karakter yang ada dan yang akan
datang mengenai Key Tourism Areas yang ada dan yang baru diprioritaskan,
penggunaan lahan terperinci, spesifikasi kapasitas dan tipologi akomodasi
Lampiran
234
pengunjung, fasilitas-fasilitas pengunjung, layanan dan atraksi, perumahan untuk
para karyawan di sektor pariwisata serta keluarganya, infrastruktur dan layanan
yang ada dan yang direncanakan, peraturan bangunan dan pengendalian
pengembangan.
3.31 Rencana pengembangan terperinci akan menyediakan standar-standar dan
panduan-panduan perencanaan berdedikasi yang disarankan untuk mengelola
dan mengendalikan pembangunan, termasuk tapi tidak terbatas pada::
a) Kepadatan bangunan, rasio lantai-ruang, tinggi bangunan maksimum.
b) Perencanaan dan pengelolaan lalu lintas.
c) Permintaan, distribusi dan pengelolaan air.
d) Produksi dan pengelolaan air limbah.
e) Produksi limbah padat dan pengelolaan limbah.
f) Drainase dan perlindungan banjir.
g) Penerangan jalan.
h) Permintaan listrik.
i) Layanan internet pita lebar.
j) Mitigasi bahaya dan risiko alam.
k) Warisan gaya arsitektur dan konservasi
l) Standar-standar desain jalan untuk mengakomodir tidak hanya
permintaan lalu lintas, tetapi juga persyaratan untuk pengelolaan lalu
lintas, pejalan kaki, keselamatan jalan, seni pertamanan, parkir,
marka/display publik, dll.
m) Seni pertamanan terkait dengan tempat tinggal, fasilitas pengunjung, dan
penggunaan lahan lainnya.
n) Panduan-panduan perlindungan alam untuk melindungi dan
mengembalikan wilayah-wilayah alami dan keragaman hayati.
o) Panduan-panduan kultural, agamis, historis dan arkeologis untuk
melindungi fitur-fitur yang bernilai.
p) Pengelolaan Pengunjung / Rencana Pengendalian Keramaian untuk
tapak-tapak pariwisata dengan daya dukung terbatas, seperti candi, situs-
situs warisan dan desa-desa budaya.
q) Pengaturan-pengaturan kelembagaan yang diajukan untuk memantau
kondisi aset alamiah, sosial dan budaya serta untuk melaksanakan
rencana-rencana untuk perlindungannya.
r) Panduan Ruang terbuka hijau, pemandangan yang indah, dan sudut
pandang.
s) Penggunaan sungai dan danau rekreational.
t) Penggunaan air yang efisien dalam rumah tangga, komersil maupun
industri.
Lampiran
235
u) Panduan-panduan Pengelolaan Sosial untuk menghindari atau
meminimalisir konflik sosial atau efek negatif potensial karena
pelaksanaan rencana pengembangan.
v) Panduan-panduan untuk Rencana Tindak Pembebasan Lahan atau
Relolasi untuk menyarankan para pemangku kepentingan yang
melaksanakan rencana pengembangan dalam hal kegiatan-kegiatan yang
diajukan berpotensi membutuhkan pembebasan lahan101
w) Kerangka /Panduan Perencanaan Penduduk Asli untuk memandu para
pemangku kepentingan yang melaksanakan rencan apengembangan
dalam hal kegiatan-kegiatan yang diajukan berpotensi memengaruhi
Penduduk Asli102
3.32 TUGAS H: Perumusan Integrated Tourism Master Plan,103104terdiri atas:
1. Rencana Pengembangan Pariwisata (G1) bertahap
2. Rencana Investasi dan Pembiayaan untuk Infrastruktur dan layanan (G2
dan G3)
3. Masukan-masukan untuk program-program pemasarna destinasi (B
dan H)
4. Sebuah Program Pengembangan Kelembagaan (G4)
5. Sebuah Program Pembinaan Kapasitas (G5)
Dan yang mencakup subtugas-subtugas berikut ini:
3.33 H.1
Memersiapkan sebuah Rencana Pengembangan Pariwisata bertahap.
Konsolidasikan hasil-hasil Keseluruhan Rencana Pengembangan (tugas F1) dan
rencana pengembangan terperinci (tugas F2) dan memersiapkan sebuah Rencana
Pengembangan Pariwisata Bertahap (Phased Tourism Development Plan) dalam peta
GIS, terdiri atas:
a) Sebuah rencana penggunaan lahan (1:25.000).
b) Sebuah rencana pentahapan yang menunjukkan lokasi-lokasi prioritas yang
akan dikembangkan, selama masing-masing lima tahun (lihat alinea 3.23-5 di
atas untuk tahapan selama lima tahun).
101Lihat juga Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (atau Instrumen Penjagaan Lingkungan dan Sosial yang
setara yang akan ditegaskan pada saat Perundingan Kontrak).
102Lihat juga Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (atau Instrumen Penjagaan Lingkungan dan Sosial yang
setara yang akan ditegaskan pada saat Perundingan Kontrak).
103 Integrated Tourism Master Plan akan menyediakan panduan untuk pejabat setempat dan provinsi selama proses
revisi rencana spasial dan sektoral setempat dan provinsi. Integrated Tourism Master Plan akan mengidentifikasi program-program prioritas, infrastruktur dan layanan yang diperlukan untuk memerkuat kegiatan-kegiatan pariwisata di destinasi.
104Lihat Lampiran 2 untuk kerangka indikatif daftar isi.
Lampiran
236
c) Rencana-rencana pengembangan terperinci selama 5 tahun (skala 1:5.000)
untuk semua Key Tourism Areas yang ada dan untuk setiap Key Tourism Areas
baru yang diprioritaskan untuk 5 tahun pertama..
d) Sebuah rencana pengembangan akomodasi, fasilitas dan layanan pariwisata
bertahap selama 5 dan 25 tahun berturut-turut.
e) Pelestarian aset alamiah dan rencana pengelolaan lingkungan dan sosial.
f) Sebuah rencana pengelolaan pelestarian warisan budaya.
g) Sebuah rencana mitigasi risiko bencana alam.
h) Pengaturan perencanaan, termasuk rekomendasi mengenai inisiatif hukum
dan peraturan yang dibutuhkan untuk pemberlakuan wajib terhadap
integrated tourism master plan dan bagian-bagian komponennya.105
3.34 Jika Rencana Pengembangan Terperinci menunjukkan bahwa pembangunan fisik
atau pengembangan/perubahan penggunaan yang diajukan akan melibatkan
pembebasan lahan tidak sukarela dan/atau relokasi, Konsultan akan menetapkan
bagian Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial yang relevan (19 Januari
2018) untuk menangani pembebasan lahan dan/atau relokasi tersebut.
3.35 Jika Rencana Pengembangan Terperinci menunjukkan bahwa pembangunan fisik
atau pengembangan lahan/perubahan penggunaan yang diajukan akan
memengaruhi Penduduk Asli, Konsultan akan menetapkan bagian Kerangka
Pengelolaan Lingkungan dan Sosial yang relevan (19 Januari 2018) untuk
menangani dampak terhadap Penduduk Asli.
3.36 H.2 Memersiapkan sebuah Rencana Investasi dan Pembiayaan /Investment and
Financing Plan untuk Infrastruktur dan layanan
Konsolidasikan hasil-hasil Keseluruhan Rencana Pembangunan (tugas F1) dan
rencana pengembangan terperinci (tugas F2) dan memersiapkan sebuah Rencana
Investasi dan Pembiayaan terintegrasi dan bertahap untuk Infrastruktur dan layanan
dan perkiraan biaya terkait untuk semua sektor pada tingkat pra-kelayakan
untuk 5 dan 25 tahun berturut-turut, bersamaan dengan desain-desain
konseptual.
3.37 Memersiapkan perkiraan biaya dan sebuah rencana investasi terperinci untuk
lima tahun pertama baik untuk investasi publik maupun swasta termasuk
asumsi-asumsi yang menjadi dasar perkiraan-perkiraan ini.
105Jika ditentukan bahwa dibutuhkan hukum atau peraturan baru untuk melaksanakan rencana induk
tersebut, ini akan menjadi pokok pekerjaan yang terpisah.
Lampiran
237
3.38 Memersiapkan sebuah rencana pembiayaan 5-tahun termasuk pembedaan
kontribusi sektor publik dan swasta.
3.39 Mengevaluasi kelayakan ekonomi program terkonsolidasi dan membahas
kemungkinan penyesuaian untuk program penanaman modal dan/atau
pentahapan program jika dianggap perlu untuk meningkatkan dampak dan
kelayakan ekonomi (proses berulang).
3.40 Rencana investasi tersebut harus dihubungkan secara langsung untuk
memecahkan kekurangan-kekurangan dalam penyediaan infrastruktur dan
pemberian layanan saat ini sebagaimana yang teridentifikasi di bawah Tugas C2
dan untuk mendukung pertumbuhan pengunjung yang diproyeksikan dan harus
cukup fleksibel untuk memungkinkan penyesuaian dalam hal pertumbuhan
nyata melebihi atau melebihi atau jauh di bawah harapan selama tahun-tahun
tersebut. Rencana investasi tersebut harus mendukung dan memandu
pembangunan pariwisata dan akan mencakup hal-hal berikut ini:
a) Pengembangan kembali wilayah tersebut
b) Akses eksternal: bandara dan kapasitas angkutan udara, pelabuhan, jalan tol,
jaringan jalan nasional dan provinsi,106 kereta api, angkutan umum eksternal
(jarak jauh)
c) akses internal: jaringan jalan internal,107 fasilitas-fasilitas angkutan umum
internal dan jarak pendek termasuk angkutan air, fasilitas-fasilitas angkutan
tidak bermotor, pengelolaan lalu lintas, trotoar, keamanan jalan, parkir, dll.
d) drainase dan perlindungan banjir
e) penyediaan air bersih
f) pengelolaan air limbah dan sanitasi
g) pengelolaan limbah padat dan kebersihan
h) mitigasi bencana alam dan buatan
i) pasokan listrik
j) penerangan jalan
k) kemudahan-kemudahan publik
l) layanan internet pita lebar
m) infrastruktur terkait wisatawan khusus seperti pusat-pusat pengunjung,
marina, dermaga, jalur jalan kaki, jalur tanjakan dan bersepeda, zona-zona
pejalan kaki, marka/display publik, dll.
106Untuk jaringan jalan, yang merupakan bagian dari Pryek, rencana ini juga harus mencakup kebutuhan dalam
kaitannya dengan pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan jalan yang ada selama jangka waktu lima tahun.
107Untuk jaringan jalan, yang merupakan bagian dari Pryek, rencana ini juga harus mencakup kebutuhan dalam
kaitannya dengan pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan jalan yang ada selama jangka waktu lima tahun.
Lampiran
238
3.41 H.3 Memberikan masukan untuk program-program pemasaran destinasi untuk
dipersiapkan oleh Agen Pemasaran Destinasi.
Berdasarkan pekerjaan Konsultan di bawah Tugas B (Analisis Permintaan dan
peluang untuk pengembangan Wilayah Destinasi Pariwisata) dan pengembangan
rencana-rencana pembangunan pariwisata bertahap selanjutnya (Tugas H),
Konsultan akan memersiapkan masukan-masukan yang akan membantu dalam
perumusan rencana-rencana pemasaran destinasi untuk mempromosikan
destinasi tersebut di dalam negeri dan secara internasional, di seluruh masa
berlangsung dan fase-fase ITMP. Tanggung jawab untuk mengembangkan dan
melaksanakan rencana pemasaran destinasi akan tetap berada pada Dirjen
Pemasaran Kementerian Pariwisata seperti agen-agen pemasaran destinasi lokal
dan regional. Dalam hal program-program pemasaran destinasi untuk destinasi
tersebut telah dipersiapkan, Konsultan akan menyediakan umpan balik dan
masukan-masukan mengenai revisi yang diperlukan, jika ada, tentang rencana-
rencana yang sedang berlangsung.
3.42 Masukan-masukan harus dalam bentuk panduan umum tetapi paling tidak harus
memasukkan hal-hal berikut ini:
a) Proposal untuk mengidentifikasi/memperkuat identitas merk, citra serta
nilai destinasi dan bagaimana hal ini dapat berubah seiring waktu;
b) Penilaian, identifikasi dan profiling pasar-pasar sumber target geografis dan
segmen-segmen pasar;
c) Rekomendasi-rekomendasi untuk campuran pemasaran (marketing mix) yang
sesuai untuk segmen-segmen pasar target yang menunjukkan produk-
produk, layanan dan pengalaman-pengalaman pariwisata, untuk dijadikan
fokus, inisiatif-inisiatif promosional dan material untuk saluran produksi dan
distribusi yang akan ditargetkan
3.43 H.4 Memersiapkan sebuah program pengembangan kelembagaan.
Konsultan akan memersiapkan sebuah program pembangunan kelembagaan
untuk pengelolaan pembangunan pariwisata berkelanjutan di wilayah destinasi.
Program pembangunan kelembagaan harus memastikan bahwa semua lembaga
yang relevan berkomitmen untuk melaksanakan ITMP dengan upaya bersama.
3.44 Persiapan program pembangunan kelembagaan akan dilakukan dengan
kerjasama melekat dengan semua pemangku kepentingan di wilayah destinasi
(lembaga-lembaga pemerintah, SOE, pejabat (semi-) pemerintahan, sektor swasta,
masyarakat setempat, Masyarakat penduduk asli, dll.) dan paling tidak akan
mencakup kegiatan-kegiatan berikut ini:
Lampiran
239
a) Penilaian pemerintah daerah/pemerintah sub-nasional, pemerintah pusat
(kementerian terkait), SOEs, sektor swasta serta kepentingan dan komitmen
masyarakat setempat untuk mewujudkan ITMP.
b) Identifikasi peran dan tanggung jawab semua lembaga-lembaga (semi-)
pemerintah terkait dalam pelaksanaan ITMP.
c) Identifikasi tanggung jawab pengelolaan dan koordinasi, termasuk persiapan
rencana tindak tahunan, pemantauan dan evaluasi indikator-indikator
kemajuan dan kinerja, penjagaan lingkungan dan sosial, dll.
d) Identifikasi mekaniUMKM perencanaan dan koordinasi untuk pengelolaan
pembangunan di seluruh Wilayah Destinasi Pariwisata dan pengaturan-
pengaturan spesifik jika diperlukan untuk sub-wilayah, yaitu Key Tourism
Areas, situs-situs warisan, wilayah-wilayah yang sensitif secara lingkungan
dan sosial, dll.
e) Identifikasi kebutuhan akan revisi hilir rencana-rencana dan peraturan-
peraturan (spasial) formal serta identifikasi lembaga-lembaga pemerintah
yang bertanggung jawab.
3.45 H.5 Memersiapkan sebuah program pembinaan kapasitas.
Program pembinaan kapasitas harus memastikan bahwa semua pemangku
kepentingan telah siap dan mampu untuk melaksanakan Integrated Tourism
Master Plan. Program pembinaan kapasitas harus mencakup lembaga-lembaga
pemerintah yang terkait, SOEs, sektor swasta dan masyarakat setempat
(termasuk Masyarakat penduduk asli) dan akan terdiri atas:
a) Sebuah program pembinaan kapasitas lembaga pemerintah.
b) Program pengembangan sektor swasta, kewirausahaan dan keahlian,
dengan fokus pada peningkatan sertifikasi berbasis kompetensi yang
disesuaikan dengan kebutuhan sektor swasta dan meningkatkan kapabilitas
perusahaan terkait dengan akses pasar, kualitas layanan dan profitabilitas
bisnis.
c) Sebuah program pembinaan kapasitas masyarakat setempat.
3.46 Persiapan program pembinaan kapasitas tersebut akan dilakukan dengan
kerjasama erat dengan pemangku kepentingan terkait dan paling tidak akan
mencakup kegiatan-kegiatan berikut ini:
a) Penilaian pemerintah setempat/pemerintah sub-nasional, pemerintah pusat
pemerintah pusat (kementerian terkait), SOEs, sektor swasta, dan kapasitas
masyarakat setempat untuk mewujudkan ITMP.
b) Identifikasi kebutuhan pembinaan kapasitas kelembagaan untuk
pengelolaan pembangunan pariwisata.
Lampiran
240
c) Identifikasi kebutuhan pembinaan kapasitas untuk pelaksanaan rencana-
rencana mitigasi dan pemantauan lingkungan dan sosial termasuk
penjagaan.
d) Identifikasi kebutuhan pembinaan kapasitas masyarakat untuk
pembangunan pariwisata inklusif.
e) Identifikasi kebutuhan tambahan untuk sektor swasta, UMKM dan
pengembangan keahlian.
f) Identifikasi kebutuhan formal, non-formal, dan pembelajar dewasa.
3.47 TUGAS I: Memastikan keterlibatan pemangku kepentingan yang aktif. Presentasi dan
jangkauan publik proaktif sangatlah penting untuk melibatkan sektor swasta,
SOEs, masyarakat setempat, universitas, pemerintah setempat, dan lembaga-
lembaga pemerintah pusat terkait. Tepat sejak permulaan penugasan, dalam fase
pendahuluan, Konsultan harus memersiapkan sebuah Rencana Keterlibatan
Pemangku Kepentingan / Rencana Keterlibatan Pemangku Kepentingan.
Membangun pemetaan pemangku kepentingan awal108 dan berdasarkan Rencana
Keterlibatan Pemangku Kepentingan, melalui konsultasi teratur dengan lembaga-
lembaga pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya, Konsultan harus
mengupayakan umpan balik dan mufakat mengenai semua deliverables menengah
dan final.
3.48 Konsultan harus memastikan bahwa semua komentar dan/atau pertimbangan
yang muncul selama proses persetujuan dan ratifikasi formal tercermin dalam
rancangan final Integrated Tourism Master Plan. Mengupayakan umpan balik
dan dukungan pemangku kepentingan harus paling tidak sampai taraf:
a) Tujuan dan visi Integrated Tourism Master Plan
b) Berbagai peluang pariwisata yang disesuaikan dengan destinasi
c) Keragaman pembangunan penggunaan lahan dan perairan yang harus
terjadi di destinasi dan tempat pembangunan ini dilakukan
d) Dampak-dampak lingkungan dan sosial potensial dan risiko-risiko
penggunaan lahan/rencana/perubahan pembangunan atau pengembangan
fisik yang diajukan; ini harus dimasukkan sebagai pertimbangan dalam
mengembangkan pembangunan alternatif/skenario pengembangan
penggunaan lahan
e) Skenario pembangunan alternatif yang diajukan seperti skenario
pembangunan final yang diinginkan
f) Peran dan tanggung jawab semua lembaga (semi-) pemerintah terkait
dalam pelaksanaan integrated tourism master plan
108 RIDA akan berbagi pemetaan dengan Konsultan pada saat Penetapan Kontrak.
Lampiran
241
g) peran dan tanggung jawab masyarakat setempat, asosiasi, pemerintah desa,
kecamatan, kabupaten dan provinsi dalam pelaksanaan integrated tourism
master plan, khususnya dalam mengelola atraksi wisatawan
h) peluang pekerjaan yang ada dan masa datang dalam bidang pariwisata,
perusahaan komersil, industri, produksi pertanian, dll.
i) Wilayah-wilayah potensial dimana sektor swasta, pemerintah setempat dan
SOEs tertarik untuk menanamkan modal dalam sektor terkait pariwisata
j) kebutuhan pendidikan formal, non-formal dan pembelajar dewasa
k) rancangan final Integrated Tourism Master Plan.
4. DELIVERABLES, WAKTU PELAKSANAAN, DAN PENGELOLAAN PROYEK
4.1 Deliverables. Tabel berikut ini menetapkan deliverables dan waktu pelaksanaan
yang diharapkan.
Tugas Deliverable (dalam bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia) Waktu pelaksanaan sementara (bulan sejak
penandatanganan kontrak)109
1 Laporan Pendahuluan, termasuk:
• Rencana Keterlibatan Pemangku Kepentingan
• Perubahan-perubahan pada propsoal teknis yang timbul dari penyelidikan dan keterlibatan pemangku kepentingan awal
1.5
2 Laporan Analisis Dasar
• Tugas-tugas A, B, C, D dan E
4
3 • Rencana Investasi Mendesak / Urgent Investment Plan
• Tugas G3
Akhir Juni
4 • Proyeksi dan Pertumbuhan dan Skenario Pembangunan
• Tugas F
5
5 • Keseluruhan Rencana Pembangunan
• Tugas G1
9
6 • Rencana Pembangunan Terperinci Untuk wilayah inti prioritas
• Tugas G2
9
7 • Tourism Development Plan Bertahap
• Tugas H1
11
8 • Rencana Pembangunan Infrastruktur dan layanan Terintegrasi Bertahap
• Tugas H2
11
9 • Program Pembinaan Kapasitas
• Tugas H4
11
10 Integrated Tourism Master Plan Final
• Tugas H
12
11 Laporan Kemajuan
• Ringkasan tentang kegiatan-kegiatan bulan sebelumnya: sebuah uraian singkat tentang kegiatan-kegiatan di bulan yang akan datang, termasuk tanggal-tanggal dan deliberable kunci serta keterlibatan pemangku kepentingan yang diajukan.
• Persoalan untuk dibahas dalam bentuk Agenda.
Bulanan (dalam 10 hari kalendar
dari akhir bulan)
109 Dimungkinkan untuk memperpendek jangka waktu, seusi dengan Wilayah Destinasi Pariwisata dan Key Tourism
Areas final. Ini akan diklarifikasi dalam TOR sebagaimana dimasukkan dalam Permintaan Proposal.
Lampiran
242
4.2 Format dokumen. Semua laporan akan diserahkan dalam format MS Word dan
PDF. Dibutuhkan 20 (dua puluh) salinan keras dari semua laporan (dalam Bahasa
Indonesia maupun bahasa Inggris). Didorong agar dibuat penetapan program
kerja umum daring sehingga tautan-tautan ke dokumen dapat dikirimkan
sebagai ganti dokumen itu sendiri.
4.3 Peninjauan dokumen. Minimal, deliverables di atas akan ditinjau oleh RIDA.
Untuk masing-masing tinjauan diharapkan bahwa masing-masing deliverable
akan dipresentasikan pada rapat yang akan diadakan di Jakarta, dengan
dokumen diberikan paling lambat satu minggu sebelumnya. Setelah presentasi,
waktu selama dua minggu diberikan agar menyelesaikan RIDA komentar tertulis
resmi. Konsultan dapat mengidentifikasi perincian tinjauan tambahan, dan RIDA
memerlukan waktu peninjauan yang cukup. Proposal agar mengidentifikasi
dengan jelas semua periode peninjauan.
4.4 Pengelolaan proyek. Jasa akan dikelola oleh RIDA melalui sebuah Technical
Steering Committee yang mencakup seorang Manajer Proyek RIDA yang
ditugaskan. RIDA dapat meminta bantuan kepada unit Project Management
Support (PMS) untuk mengawasi pekerjaan ini. Tunjangan akan diberikan untuk
rapat-rapat kemajuan bulanan di Jakarta, dengan Laporan Kemajuan sebagai
fokus pembahasan.
4.5 Kantor proyek. Sembari menjalankan tugas ini, Konsultan diharapkan untuk
mengatur, dan menjalankan tugas-tugas dari kantor lapangan di destinasi.
Pertimbangan penting dalam memilih lokasi di antaranya adalah kemudahan
akses ke Jakarta dan lokasi pemangku kepentingan lokal yang diantisipasi.
Dibutuhkan seorang Perwakilan di Jakarta untuk memastikan hubungan dan
kerjasama yang kuat di tingkat pusat.
4.6 Informasi manajemen. Proyek menetapkan (awal 2019) sebuah sistem informasi
manajemen (MIS) daring: data yang dihasilkan dalam Jasa ini harus disimpan
dalam MIS ini oleh Konsultan, sejalan dengan prosedur-prosedur verifikasi yang
sedang ditetapkan.
Lampiran
243
5. KEBUTUHAN TENAGA AHLI
5.1 Tenaga ahli Inti . Tabel berikut ini mengidentifikasi keahlian inti yang akan
dibutuhkan untuk Jasa tersebut. Sejumlah 90 orang bulan disediakan untuk
tenaga ahli inti.
Tenaga Ahli Inti ~ posisi Kualifikasi Minimum
Team Leader
➢ Pengalaman mengelola proyek ➢ Pengalaman pembangunan pariwisata /
perencanaan pariwisata ➢ Tingkat pendidikan universitas yang
relevan (Gelar master atau yang setara) ➢ Pengalaman internasional yang relevan
paling sedikit 15 tahun ➢ Kompetensi dasar bahasa Indonesia adalah
nilai tambah
Tenaga Ahli Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman internasional yang relevan paling sedikit 15 tahun
➢ Pengalaman merencanakan pariwisata pantai dan laut
➢ Pengetahuan/pengalaman dalam pariwisata berkelanjutan
Ahli ekonomi/Ahli evaluasi ekonomi & Co-team leader
➢ Pengalaman mengelola proyek ➢ Tingkat pendidikan universitas yang
relevan (Gelar master atau yang setara) ➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun ➢ Fasih berbahasa Inggris dan Indonesia baik
lisan maupun tulisan
Perencana Kota/Daerah ➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Arsitek / Desainer Perkotaan ➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun ➢ Pengalaman solid dalam desain perkotaan
Perencana Transportasiasi ➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Ahli Teknik Jalan ➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Tenaga Ahli WATSAN dan SWM (Tenaga Teknik Sanitasi)
➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Tenaga Ahli Lingkungan ➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman internasional relevan minimal 10 tahun
➢ Pengetahuan/pengalaman dalam konservasi satwa liar
➢ Pengetahuan/pengalaman dalam
Lampiran
244
Tenaga Ahli Inti ~ posisi Kualifikasi Minimum
pengelolaan Taman Nasional
Tenaga Ahli Pembangunan Sosial ➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun ➢ Memiliki pengalaman dalam
mengidentifikasi cagar budaya, tempat bersejarah dan sejenisnya
➢ Kecakapan dalam mengidentifikasi nilai budaya masyarakat yang perlu diakomodasi dalam pengembangan dan pembangunan suatu daerah
➢ Mampu menyusun rekomendasi tentang pemanfaatan warisan budaya daerah sebagai elemen ruang pengembangan daerah
Tenaga Ahli Biologi Kelautan /ekologi ➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun ➢ Memiliki pengalaman dalam konservasi
sumberdaya alam khususnya bidang kelautan seperti terumbu karanag, mangrove, dll
Tenaga Ahli Pembangunan / Pembinaan Kapasitas Kelembagaan
➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Tenaga Ahli Pengembangan Keahlian / Kapabilitas Perusahaan
➢ Tingkat pendidikan universitas yang relevan (Gelar master atau yang setara)
➢ Pengalaman terkait paling sedikit 10 tahun
Catatan:
‘Pengalaman internasional relevan’ berarti pekerjaan proyek yang serupa sebelumnya paling
tidak di negara-negara selain negara asal Tenaga Ahli Kunci.
5.5 Tenaga Ahli Non-inti Di samping Tenaga ahli inti di atas, Konsultan akan perlu
menyediakan tenaga ahli non-inti jika dianggap perlu selama jalannya
penugasan. Ini dapat mencakup tenaga ahli bandara, tenaga ahli pelabuhan,
seorang konsultan dengan pengalaman di bidang penyelaman dan/atau industri
kelautan, tenaga ahli warisan budaya, tenaga ahli penduduk asli (IPs), dan
seorang tenaga ahli angkutan umum sebagai bagian dari kelompok tenaga ahli
dan staf pendukung lainnya, yaitu administrasi, pemetaan, GIS, teknisi, dan
dukungan operasional logistik lainnya terkait dengan tugas. Konsultan juga
harus mampu memerlihatkan pengalaman dalam hal pengelolaan risiko bencana.
5.6 Stasiun Tugas. Semua pekerjaan akan dilakukan di daerah Indonesia. Team
Leader dan Co-team leader harus dimobilisir untuk bekerja purna waktu pada
proyek selama keseluruhan durasi proyek. Salah satu dari dua posisi ini akan
berbasis di Jakarta. Untuk tenaga ahli inti asing, Konsultan harus mengajukan
Lampiran
245
pertanyaan tentang proses dan waktu yang dibutuhkan untuk memeroleh izin
kerja dan visa yang dibutuhkan untuk mobilisasi ke lapangan.
Lampiran
246
Lampiran 1.
Area Destinasi Wisata / Tourism Destination Area dan Area Wisata Inti / Key Tourism
Areas
Arahan Pengembangan Kepariwisataan di Kawasan Wakatobi mengacu pada arahan
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Kepariwisataan
Nasional Tahun 2010 – 2025. Dalam Lingkup Wilayah Kajian Kendari-Wakatobi, telah
ditetapkan prioritas pengembangan yang ditunjukkan dengan adanya Destinasi
Pariwisata Nasional Kendari-Wakatobi dan Sekitarnya terdiri atas:
a. Tiga (3) Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN): Rawa Aopa
Watumohai, Kendari, Bau-Bau
b. Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN): Wakatobi
Gambar 1: Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Kendari-Wakatobi
Sumber: RIPPARNAS, 2011
Cakupan Wilayah delineasi ITMP Wakatobi mengacu ke Arahan Pengembangan
Wakatobi dari RIPARDA Sulawesi Tenggara Perda Prov. Sulawesi Tenggara No.5/
2016 tentang RIPPARDA Tahun 2016-2031dan Perda Kab. Wakatobi No.4/ 2017
tentang RIPPARDA Tahun 2016-2025.
Lampiran
247
Gambar 2: Struktur Pelayanan Pariwisata Daerah di Wakatobi
Kabupaten Wakatobi terletak di sebelah tenggara Pulau Sulawesi, antara Laut Banda di
sebelah timur laut dan laut Flores di sebelah barat daya. Taman Nasional Wakatobi
(WNP) mencakup empat Pulau Wakatobi utama – nama Eakatobi sendiri merupakan
lakuran/portmanteau dari dua huruf pertama masing-masing pulau utama: wangi-
Wangi, Kaledupa, Tomia and Binongko. WNP juga mencakup pulau-pulau yang lebih
kecil dan atol-atol seperti Tokabao, Lintea Utara, Lintea Selatan, Kampenaune, Hoga
dan Tolandono.
Lampiran
248
Kawasan Inti Pariwisata untuk Wakatobi dan Indikasi Rencana Induk Pariwisata
Teritegrasi (ITMP) Wakatobi adalah:
1. Pulau Wangi-Wangi
a. Sombu Dive
b. Bajo Mola
c. Kraton Liya
2. Pulau Kaledupa
a. Hoga Dive
b. Pantai Sambono
c. Benteng Ollo
3. Pulau Tomia
a. Tomia Dive
b. Puncak Kahiyangan
4. Pulau Binongko
a. Pantai Palahidu
Gambar 3: Indikasi untuk Rencana Induk Pariwisata Teritegrasi (ITMP) Wakatobi
Wakatobi terletak di pusat Segitiga Terumbu Karang dunia, yang mencakup perairan
laut Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Pulau Solomon dan Timor-Leste.
Wakatobi telah dijelaskan sebagai ’Amazon di laut, yang mencakup 5,7 juta kilometer
persegi perairan samudera dan mengandung hampir 600 spesies yang berbeda di
terumbu karang, enam dari tujuh spesies penyu laut dunia dan lebih dari 2.000 spesies
ikan karang. WNP mencakup hampir 20.000 kilometer persegi, kurang lebih 19.200
Lampiran
249
(96%) di antaranya merupakan daerah laut, dan menjadi rumah bagi banyak spesies
laut yang berwarna-warni serta batu karang tropis.
Kementerian Pariwisata RI menjelaskan Wakatobi sebagai:
Sebuah Taman Laut Nasional111 yang mencakup seluruh Kabupaten Wakatobi, terdiri
dari sejumlah 1,4 juta hektar, 900.000 hektar di antaranya dihiasi dengan spesies batuan
karang tropis warna-warni yang berbeda. Wakatobi secara luas dikenal memiliki
jumlah karang dan spesies ikan yang paling banyak di dunia. Pulau-pulau tersebut juga
terkenal karena terumbu karang terbesar di Indonesia. Di sini dapat ditemukan atol-
atol dan terumbu karang yang luar biasa dan menawarkan lebih dari 50 tempat-tempat
menyelam yang spektakuler yang dapat diakses dengan mudah dari pulau-pulau
besar. Ini merupakan habitat bagi spesies ikan besar dan kecil, taman bermain lumba-
lumba, penyu dan bahkan paus. Wakatobi sendiri katakan memiliki 942 spesies ikan
dan 750 spesies batu karang dari sejumlah 850 koleksi seluruh dunia.’112
Sebuah sistem pengelolaan zonasi dilaksanakan untuk Taman Nasional (Keputusan
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No: SK.149 / IV-KK /
2007). Taman tersebut dibagi menjadi 5 (lima) zona113:
(1) zona inti seluas ± 1.300 ha, (terletak di pulau Moromaho yang dianggap sebagai
area asli yang dimaksudkan untuk pelestarian sumber daya biologis);
(2) zona kelautan dilindungi yang mencakup area seluas ± 36.450 ha, (perlindungan
dan pemfungsian sumber daya sebagai "bank" untuk ikan dan sumber daya
lainnya);
(3) zona pariwisata seluas ± 6.180 ha (dimaksudkan untuk kegiatan pariwisata yang
juga berfungsi sebagai zona tanpa penggunaan ekstraktif);
(4) zona eksploitasi lokal seluas ± 804.000 ha (zona yag paling luas untuk
dimanfaatkan oleh masyarakat Wakatobi)
(5) zona utilisasi umum seluas ± 495.700 ha (terletak di laut dalam 4 mil dari
terumbu karang atau pulau dan dimaksudkan untuk kepentingan
pengembangan perikanan laut terbuka skala besar); dan (5) zona khusus /
wilayah seluas ± 46.370 ha (dimaksudkan untuk pengembangan infrastruktur
masyarakat dan pemerintah kabupaten Wakatobi)
Sebuah rangkuman mengenai ancaman-ancaman yang teridentifikasi dalam laporan
WWF tahun 2016 (10 Years of Managing the Wakatobi National Park: Successes and
Challenges of Marine Conservation) mencakup114:
111Wilayah Terlindung Laut di bawah Keputusan Meteri Kehutanan, (Surat Keputusan menteri kehutanan Republic of
Indonesia No. 7651/KptsII/2002 tanggal 19/08/2002).
112 Wonderful Indonesia: www.indonesia.travel/gb/en/destinations/sulawesi/wakatobi
113https://www.wwf.or.id/?2723 and
https://web.archive.org/web/20180827161319/http://wakatobinationalpark.com/website/detailkonten/6
Lampiran
250
• praktik memancing yang merusak (memancing menggunakan bom dan sianida,
jaring muro-ami, dll.)
• penipisan persediaan ikan (memancing berlebihan dan pengeboman)
• praktik memancing yang merusak dengan Bajau, termasuk menggunakan
sianida yang berhubungan dengan perdagangan ikan karang hidup
• penambangan pasir
• persoalan pengelolaan limbah
• penebangan bakau
• pemutihan karang
Rencana pengelolaan tersebut dirancang untuk memecahkan persoalan ini, termasuk
strategi penjangkauan, pengawasan dan pemantauan.115
Program pengawasan Wakatobi mencakup tiga komponen: Jagawana WNP, polisi
daerah, masyarakat setempat, dinas perikanan kabupaten, dan Badan Kelautan dan
Perikanan Wakatobi melaksanakan pengawasan 10 hari/bulan, menggunakan Floating
Ranger Stations (FRS) disekitar Wakatobi. di samping itu, jagawana WNP dan polisi
melaksanakan patroli mendadak, dan akhirnya, patroli terintegrasi oleh para jagawana
WNP, Angkatan Laut Indonesian, polisi, dan Badan Kelautan dan Perikanan Wakatobi
yang dilakukan beberapa kali setiap bulan.
Ada banyak program pemantauan di Taman Nasional Wakatobi yang menilai
efektifitas rencana pengelolaan tersebut:
• Jagawana WNP dan Badan Kelautan dan Perikanan Wakatobi merekam
perincian pengguna sumber daya di taman tersebut selama beberapa hari survei
setiap bulan.
• Selama bulan purnama di musim bertelur, staf Otoritas Taman Nasional
Wakatobi mencatat jumlah dan spesies ikan di lokasi Pengumpulan Peneluran
Ikan
• setiap 1-2 tahun, jagawana WNP mengumpulkan data tentang kondisi populasi
ikan dan terumbu karang di seluruh taman.
• Pengawasan oportunistik fauna laut besar (paus dan lumba-lumba) dicatat di
semua survey.
• Selama bulan purnama setiap bulan, tim pemantauan WNP mensurvey pantai-
pantai tempat kura-kuran bersarang dan mencatat spesies, ukuran dan jumlah
kura-kura yang bersarang.
• setiap 2 tahun, jagawana WNP memantau habitat burung laut dan lokasi
bersarang, hutan bakau dan padang lamun.
114https://www.researchgate.net/publication/322853835_Satu_Dekade_Pengelolaan_Taman_Nasional_Wakatobi_Keber
hasilan_dan_Tantangan_Konservasi_Laut
115https://reefresilience.org/case-studies/indonesia-mpa-management/
Lampiran
251
tiga survey telah diadakan untuk mengevaluasi persepsi pemangku kepentingan
tentang efisiensi pengelolaan MPA, dan untuk meningkatkan efektifitas program
penjangkauan dengan memahami tren pada persepsi local.
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
252
Lampiran 2. Kerangka indikatif Daftar Isi
BAGIAN I: PENDEKATAN UMUM
1. TUJUAN INTEGRATED TOURISM MASTER PLAN
2. VISI STRATEGIS
Potensi Pariwisata
Daya tampung pariwisata dan pariwisata berkelanjutan
Partisipasi Lokal, penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan
Menciptakan iklim usaha
Pengaturan-pengaturan kelembagaan
BAGIAN II: ANALISIS PASAR UNTUK AREA X/Y/Z
3. PENILAIAN SUPPLY AND DEMAND PASAR WISATAWAN
Penilaian Supply
Demand Assessment
Analisis Investor
4. STRATEGI PASAR
Analisis permintaan pasar yang akan datang
Strategi Pemasaran dan Branding
BAGIAN III: STRATEGI PENGEMBANGAN UNTUK AREA X/Y/Z
1. ANALISIS SITUASI SAAT INI
Definisi batasan Integrated Tourism Development Master Plan Area X/Y/Z
Penilaian kerangka perencanaan yang ada dan peninjauan rencana tata ruang yang berlaku
Peninjauan kerangka kelembagaan daerah yang ada
Penilaian situasi sosio-ekonomi dan tren pengembangan (10 tahun terakhir)
Peninjauan kegiatan ekonomi keseluruhan di area tersebut
Analisis kegiatan ekonomi terkait pariwisata di area X/Y/Z (berdasarkan Analisis Pasar dan
hasil studi Demand Assessment), termasuk:
• Jumlah wisatawan, lokal dan asing, lama menginap, pola belanja, dll.
• Akomodasi semalam menurut jenis, kapasitas dan lokasi.
• Makanan menurut jenis, kapasitas dan lokasi.
• Situs-situs wisatawan budaya dan alam menurut jenis, kapasitas, lokasi, dan
jumlah pengunjung
• Atraksi wisatawan buatan menurut jenis, kapasitas, lokasi, dan jumlah
pengunjung (taman tema, pasar wisatawan, pusat belanja, dll.).
• Dll.
Kondisi pekerjaan dalam industri pariwisata setempat (berdasarkan Analisis Pasar dan hasil
studi Demand Assessment), yaitu:
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
253
• Kesenjangan dalam hal permintaan dan persediaan dalam hal pekerjaan
terkait pariwisata.
• Kesenjangan (dalam hal kuantitas dan kualitas) persyaratan keahlian.
• Posisi dan potensi UMKM setempat.
Uraian terperinci tentang kondisi aset alamiah dan budaya (berdasarkan Analisis Pasar dan
Hasil studi Demand Assessment dam studi-studi lain sebelumnya), termasuk:
• Identifikasi aset alamiah dan budaya di dalam Wilayah Destinasi Pariwisata.
• Penilaian kualitas dan kekhasan aset alamiah dan budaya.
• Peninjauan kondisi aset alamiah dan budaya saat ini.
Kondisi kesehatan lingkungan (kualitas air dan udara, pengelolaan limbah, kejadian malaria
dan bahaya kesehatan lain, dll.)
Perhatian mengenai keamanan
Penggunaan lahan dan laut saat ini (peta)
Peta yang menunjukkan lokasi danukuran area pariwisata yang ada:
• area-area tempat wisatawan menginap di malam hari
• area-area tempat wisatawan rekreasi: wilayah pantai, pusat perbelanjaan,
pasar-pasar (wisatawan), restoran, bar, dll.
• area-area dekat atraksi wisatawan (budaya, alam, buatan).
Inventaris penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan saat ini, dengan fokus pada Key
Tourism Areas yang ada dan yang baru (berdasarkan Analisis Pasardan Hasil studi Demand
Assessment), yaitu:
• Akses eksternal: bandara dan kapasitas angkutan udara, pelabuhan, jaringan
jalan nasional dan provinsi, kereta api, sistem angkutan umum eksternal
(jarak jauh).
• Akses internal: jaringan jalan internal, fasilitas-fasilitas angkutan umum
internal dan jarak pendek, fasilitas-fasilitas angkutan tidak bermotor, fasilitas
pejalan kaki, keamanan jalan, dll.
• Drainase dan perlindungan banjir.
• Penyediaan air bersih.
• Sanitasi dan saluran pembuangan limbah.
• Pengelolaan limbah padat.
• Pasokan listrik.
• Penerangan jalan.
• Pengelolaan limbah dan pemeliharaan.
• Pengelolaan lalu lintas dan parkir.
• Fasilitas pejalan kaki.
• Kemudahan-kemudahan publik.
• Layanan internet pita lebar.
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
254
Identifikasi terperinci mengenai kesenjangan-kesenjangan dalam penyediaan infrastruktur
dan pemberian layanan
Inisiatif sektor publik dan swasta yang sedang berlangsung dan yang direncanakan:
• Investasi sektor Publik: apa dan kapan?
• Inisiatif Sektor swasta: apa dan kapan?
Dampak investasi-investasi yang direncanakn terhadap pemecahan kekurangan-kekurangan
dan kesenjangan layanan yang teridentifikasi
2. SKENARIO PEMBANGUNAN
a. Proyeksi pertumbuhan untuk periode 25 tahun dan proyeksi pertumbuhan jangka
menengah terkait selama 5 tahun (berdasarkan peninjauan statistik, rencana dan
dokumen yang ada):
VI. Proyeksi pertumbuhan ekonomi.
VII. Proyeksi pertumbuhan industrial.
VIII. Proyeksi pertumbuhan pengunjung.
IX. Proyeksi pertumbuhan pekerjaan.
X. Proyeksi pertumbuhan populasi, termasuk penduduk sementara
(wisatawan) dan pencari kerja pendatang.
b. Standar-standar perencanaan untuk infrastruktur dan layanan pariwisata
(memperhitungkan bahwa pengunjung memiliki harapan yang relatif tinggi mengenai
standar-standar infrastruktur dan layanan).
c. Identifikasi kebutuhan lahan tambahan untuk tempat tinggal, industri, perdagangan, dan
kebutuhan pengunjung di masa datang, termasuk kebutuhan lahan untuk perumahan
karyawan di bidang pariwisata dan tanggungan mereka.
d. Identifikasi tentang kesadaran masyarakat dan kebutuhan pembinaan kapasitas untuk
pembangunan pariwisata inklusif.
e. Identifikasi kebutuhan akan pengembangan keahlian untuk persediaan pasar pariwisata
(pendidikan, pengembangan UMKM).
f. Presentasi paling tidak tentang tiga skenario pengembangan tata ruang yang berbeda
untuk mengakomodasi pertumbuhan yang diproyeksikan.
g. Penilaian dampak-dampak lingkungan dan sosial dari masing-masing skenario
pengembangan.
3. EVALUASI SKENARIO PENGEMBANGAN
a) Identifikasi para pemangku kepentingan dan perwakilan pemangku kepentinga, paling tidak
dari: Lembaga-lembaga pemerintah, perwakilan sektor swasta, penduduk setempat dan
komunitas bisnis, LSM setempat.
b) Pembahasan tentang temuan, standar-standar perencanaan yang diajukan serta skenario-
skenario dengan semua pemangku kepentingan.
c) Pemilihan satu skenario dijelaskan lebih lanjut.
d) Identifikasi para pemangku kepentingan yang akan berkontribusi secara aktif dalam perincian
skenario pengembangan yang dipilih.
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
255
4. SKENARIO PENGEMBANGAN YANG DIPILIH
Rincian Skenario pengembangan yang dipilih dalam kerjasama erat dengan pemangku
kepentingan yang didentifikasi:
a) Menyajikan peta penggunaan lahan untuk tahun yang ditetapkan pada alinea 3.23
G.1 (1) dalam kerangka kerja di atas termasuk lokasi terperinci, bentuk dan ukuran
Key Tourism Areas yang ada dan yang baru.
b) Mengidentifikasi dan membahas persoalan kepemilikan lahan terkait dengan
skenario pengembangan yang dipilih.
c) Mengidentifikasi dan memitigasi dampak-dampak lingkungan dan sosial impacts
terkait dengan skenario pengembangan yang dipilih.
d) Mengidentifikasi dan membahas pelestarian warisan budaya dan alam persoalan
terkait dengan skenario pengembangan yang dipilih.
e) Mengevaluasi pilihan-pilihan pentahapan dan memilih lokasi-lkasi prioritas untuk
dikembangkan dengan ukuran dan bentuk terperinci terkait yang konsisten dengan
proyeksi permintaan untuk semua penggunaan lahan dengan penekanan khusus
pada pengembangan pariwisata masing-masing selama lima tahun sebagaimana
termuat dalam alinea 3.23 G.1 (5) dalam kerangka kerja di atas.
f) Mengidentifikasi kebutuhan tambahan untuk infrastruktur dan layanan di atas
kekurangan-kekurangan yang ada berdasarkan skenario pengembangan yang
dipilih dan standar-standar infrastruktur dengan lingkup perencanaan selama 5
tahun dan 25 tahun berturut-turut.
g) Menyajikan sebuah rencana pentahapan terintegrasi untuk penetapan waktu
penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan dengan cara bertahap dan berhati-
hati untuk meminimalisir risiko dan untuk memandu pembangunan.
h) Mengidentifikasi kebutuhan tambahan untuk UMKM dan pengembangan keahlian.
i) Mengidentifikasi peran dan tanggung jawab semua pemangku kepentingan dalam
pelaksanaan skenario yang diinginkan.
j) Menilai minat dan komitmen sektor swasta terhadap perwujudan skenario
pengembangan.
k) Menilai minat dan komitmen masyarakat terhadap perwujudan skenario
pengembangan.
l) Mengidentifikasi kebutuhan akan revisi hilir terhadap rencana dan peraturan formal
(tata ruang) lainnya (untuk daftar indikatif lihat Lampiran 3).
5. RENCANA-RENCANA PENGEMBANGAN UNTUK KEY TOURISM AREAS
PRIORITAS
Menyajikan rencana-rencana pengembangan terperinci dalam lingkup perencanaan selama 5
tahun dan 25 tahun untuk:
a) Semua Key Tourism Areas prioritas saat ini dalam Wilayah Destinasi Pariwisata
(klaster-klaster hotel dan fasilitas dan atraksi wisatawan yang ada) dan untuk
b) Key Tourism Areas baru yang telah diprioritaskan pembangunan
pariwisatanya dalam 5 tahun pertama Program,
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
256
c) termasuk peta-peta, standar-standar perencanaan, peraturan-peraturan
bangunan dan desain konseptual dengan perkiraan biaya.
6. RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN LAYANAN TERINTEGRASI
A) Rencana investasi jangka menengah dan panjang
Menyajikan:
a) Hasil-hasil konsolidasi keseluruhan skenario pengembangan dan rencana
pengembangan terperinci
b) Rencana pengembangan infrastruktur dan layanan terintegrasi dan bertahap
c) Perkiraan biaya terkait untuk semua sector dengan tingkat prakelayakan
selama 5 dan 25 tahun berturut-turut, bersamaan dengan desain-desain
konseptual.
B) Rencana investasi tersebut harus mendukung dan memandu pembangunan pariwisata
dan akan mencakup:
a) Pembangunan Area kembali.
b) Akses eksternal: bandara dan kapasitas angkutan udara, pelabuhan, jalan tol,
jaringan jalan nasional dan provinsi, kereta api, angkutan umum eksternal
(jarak jauh)
c) Akses internal: jaringan jalan internal, fasilitas-fasilitas angkutan umum
internal dan jarak pendek termasuk angkutan air, fasilitas-fasilitas angkutan
tidak bermotor, pengelolaan lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, keamanan jalan,
parkir, dll.
d) Drainase dan perlindungan banjir.
e) Penyediaan air bersih.
f) Pengelolaan air limbah dan sanitasi.
g) Pengelolaan limbah padat dan pemeliharaan.
h) Pasokan listrik.
i) Penerangan jalan.
j) Kemudahan-kemudahan publik.
k) Layanan internet pita lebar.
l) Infrastruktur terkait wisatawan khusus seperti pusat-pusat pengunjung,
dermaga, jalur jalan kaki, marka/display publik, dll.
C) Rencana Investasi Mendesak
Menyajikan:
a) rencana investasi tahun pertama untuk perbaikan konektifitas dan
b) investasi infrastruktur dasar tahun pertama yang amat penting.
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
257
7. PEMBINAAN KAPASITAS
Menyajikan:
a) Program Pembinaan Kapasitas yang bekerjasama erat dengan pemangku
kepentingan yang teridentifikasi
b) termasuk pembinaan kapasitas keembagaan di semua tingkat pemerintah,
pemantauan penjagaan dan revisi rencana tata ruang hilir, pembinaan
kapasitas masyarakat, dan UMKM serta pengembangan keahlian.
8. INTEGRATED TOURISM MASTER PLAN
Menyajikan:
sebuah integrated tourism master plan untuk semua sektor pada tingkat prakelayakan,
termasuk desain-desain konseptual untuk semua infrastruktur dan layanan untuk 5 dan 25
tahun, terdiri atas:
a) rencana penggunaan lahan
b) rencana pentahapan yang menunjukkan lokasi-lokasi prioritas yang akan
akan dikembangkan masing-masing dalam jangka waktu lima tahun
sebagaimana termuat dalam alinea 3.23 G.1 (5) kerangka kerja
c) rencana-rencana pengembangan terperinci untuk Key Tourism Areas
prioritas
d) rencana pembangunan fasilitas pariwisata bertahap selama 5 dan 25 tahun
e) rencana pembangunan a phased integrated infrastruktur dan layanan
terintegrasi bertahap selama 5 dan 25 tahun
f) rencana sektor swasta, UMKM dan pengembangan keahlian
g) rencana pembinaan kapasitas masyarakat setempat untuk pembangunan
inklusif
h) rencana pembangunan kelembagaan untuk pengelolaan pembangunan
pariwisata
i) jika informasi yang memadai tentang pembebasan lahan dan/atau relokasi
tersedia untuk pembangunan lahan/infrastruktur/fasilitas tertentu
sebagaimana yang direkomendasikan oleh ITMP, dan jika telah diputuskan
bahwa rekomendasi ITMP akan dilaksanakan, maka Konsultan juga akan
memersiapkan rencana tindak pembebasan lahan dan relokasi atau land
acquisition and resettlement action plan (LARAP) sesuai dengan LARPF
sebagaimana ditetapkan dalam Kerangka Penjagaan Lingkungan dan sosial
j) jika informasi yang memadai tentang keberadaan dan potensi dampak-
dampak terhadap Penduduk asli tersedia untuk pembangunan
lahan/infrastruktur/fasilitas tertentu sebagaimana yang direkomendasikan
oleh ITMP, dan jika telah diputuskan bahwa rekomendasi ITMP akan
dilaksanakan, maka Konsultan juga akan memersiapkan rencana Penduduk
Asli atau Indigenous Peoples Plan (IPP) sesuai dengan Kerangka
Perencanaan Penduduk Asli atau Indigenous Peoples Planning Framework
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
258
(IPPF) sebagaimana ditetapkan dalam Kerangka Penjagaan Lingkungan dan
sosial
k) rencana pelestarian aset alami dan pengelolaan lingkungan
l) sebuah rencana pengelolaan pelestarian warisan budaya
m) pengaturan pelaksanaan
n) perkiraan biaya dan rencana investasi 5 tahun terperinci
o) rencana pembiayaan termasuk pembedaan kontribusi sektor publik dan
sektor swasta.
9. EVALUASI EKONOMI
10. EVALUASI DAN RENCANA MITIGASI DAMPAK LINGKUNGAN
11. EVALUASI DAN RENCANA MITIGASI DAMPAK SOSIAL
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
259
Lampiran 3.
Tanggung jawab atas peninjauan rencana-rencana setelah penyelesaian Integrated
Tourism Master Plan
Begitu Integrated Tourism Master Plan telah dipersiapkan, sejumlah rencana tata ruang dan
sektoral harus ditinjau dan ditingkatkan atau dipersiapkan juga, termasuk:
5. Peninjauan rencana-rencana tata ruang:
a. RTRW Provinsi
b. RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kawasan Strategis Pariwisata (seluruh
kota/kabupaten)
c. RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) kota/kabupaten
d. RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) Kawasan Strategis Pariwisata
6. Peninjauan Rencana Induk sektoral:
a. jalan
b. transportasi
c. drainase dan pengendalian banjir
d. penyediaan air bersih
e. pengelolaan air limbah
f. pengelolaan limbah padat
g. persediaan listrik
h. rencana-rencana Taman Nasional dan/atau Laut (jika perlu)
i. rencana-rencana induk terkait lainnya termasuk tapi tidak terbatas pada
Rencana Pengelolaan Tapak, termasuk Penilaian Daya Tampung, Rencana
Konservasi, Rencana Pengelolaan Pengunjung, Penilaian Dampak Warisan
dan Penilaian-penilaian Pengaturan Kelembagaan terkait (jika perlu).
Sejumlah besar lembaga-lembaga pemerintah akan terlibat dalam memersiapkan/meninjau
rencana-rencana ini. Sebagian besar pekerjaan tersebut akan dilakukan melalui kerjasama
erat dan konsultasi dengan para pemangku kepentingan yang relevan. Catatan
pendahuluan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi badan pemerintah mana di tingkat
pemerintah yang mana yang secara resmi bertanggung jawab untuk persiapan dan/atau
peninjauan rencana-rencana ini. Adalah upaya awal untuk mengidentifikasi kebutuhan
perencanaan hilir yang akan dibangun dan diperbaiki oleh Konsultan.
Ad 1. Rencana tata ruang
Yang bertanggung jawab untuk persiapan/peninjauan terhadap RTRW dan RDTR
adalah Bappeda Kota atau Kabupaten dari area yang tercakup. Jika area perencanaan
mencakup lebih dari satu pemerintah daerah, yang seringkali terjadi untuk RTRW
untuk wilayah-wilayah strategis, Bappeda Provinsi-lah yang bertanggung jawab.
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
260
Ad 2. Rencana Induk Sektoral.
Warisan Alam
Kemungkinan rencana induk sektoral hilir terkait Warisan Alam termasuk tetapi
tidak terbatas pada Rencana Pengelolaan Situs, termasuk Penilaian Daya Tampung,
Rencana Konservasi, Rencana Pengelolaan Pengunjung, Analisa Dampak dan
Penilaian-penilaian Pengaturan Kelembagaan terkait.
Warisan Budaya
Kemungkinan rencana induk sektoral hilir terkait Warisan Budaya termasuk tetapi
tidak terbatas pada Rencana Pengelolaan Situs, termasuk Penilaian Daya Tampung,
Rencana Konservasi, Rencana Pengelolaan Pengunjung, Penilaian Dampak
Warisandan Penilaian-penilaian Pengaturan Kelembagaan terkait.
Jalan
Ada sejumlah lembaga di masing-masing tingkat pemerintah yang bertanggung
jawab dalam sektor jalan. Sebagian besar tanggung jawab tersebut jatuh pada
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (MPWH). Rincian tanggung
jawabnya sebagaimana termuat dalam tabel berikut ini.
Lembaga Tanggung jawab
Ditjen Jasa Marga -
Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
Mengembangkan rencana induk jalan nasional
Mengembangkan dan memelihara jaringan jalan nasional,
termasuk beberapa jalan tol
Rekonstruksi dan memelihara jalan provinsi dan
kabupaten yang telah digolongkan sebagai jalan strategis
Mengatur sektor jalan
Otoritas Jasa Marga –
Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
Mengatur jalan tol
Memilih operator jalan tol
Pemerintah daerah
provinsi
Mengembangkan rencana induk jalan provinsi
Mengembangkan dan memelihara jaringan jalan provinsi
Mengembangkan jalan lokal
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
Mengembangkan rencana induk jalan Kabupaten/Kota
dan daerah
Mengembangkan dan memelihara jaringan jalan
Kabupaten/Kota
Mengembangkan dan memelihara jalan daerah
Pemerintah Desa Jalan desa
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
261
Transportasi
Kementerian Perhubungan (MOTr) bertanggung jawab atas pengembangan
infrastruktur-infrastruktur dan layanan transportasi di jaringan nasional (kecuali
jalan), dan Pemerintah Daerah provinsi dan Kabupaten/Kota bertanggung jawab
untuk jaringan provinsi dan Kabupaten/Kota. Perincian tanggung jawabnya
sebagaimana tabel berikut ini.
Lembaga Tanggung jawab
Dirjen Angkutan
Darat- MOTr
Mengembangkan rencana induk layanan pengangkutan jalan
Mengembangkan rencana induk jalan air ferry dan darat
Mengatur sektor angkutan jalan
Memberlakukan jaringan rute pengangkutan umum antar
provinsi berbasis jalan
Menerbitkan izin layanan pengangkutan publik berbasis
jalan antar provinsi kepada operator
Mengembangkan terminal pengangkutan publik berbasis
jalan antar provinsi
Menyetujui desain teknis dan pengoperasian terminal
pengangkutan publik berbasis jalan antar provinsi
Mengembangkan dan memelihara pelabuhan jalan air ferry
dan darat
Mengembangkan jaringan rute ferry
Menerbitkan izin layanan ferry kepada operator
Dirjen Angkutan
Udara- MOTr
Mengembangkan rencana induk bandara
Mengembangkan rencana induk layanan pengangkutan
udara
Mengatur sektor pengangkutan udara
Memberlakukan jaringan rute pengangkutan udara reguler
Menerbitkan izin layanan angkutan udara reguler kepada
operator
Mengembangkan bandara
Menyetujui desain teknis dan pengoperasian bandara
Dirjen Angkutan
Laut - MOTr
Mengembangkan rencana induk pelabuhan
Mengembangkan rencana induk jalur pelayaran
Mengatur sektor angkutan laut
Memberlakukan jaringan rute pelayaran
Menerbitkan izin layanan angkutan pelayaran reguler
kepada operator
Mengembangkan pelabuhan
Menyetujui desain teknis dan pengoperasian pelabuhan
Dirjen
Perkeretaapian -
Mengembangkan rencana induk perkeretaapian
Mengatur sektor perkeretaapian
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
262
Lembaga Tanggung jawab
MOTr Mengembangkan dan memelihara jaringan rel kereta api
antar provinsi
Menerbitkan izin layanan angkutan umum kereta api antar
provinsi kepada operator
Menyetujui desain teknis dan pengoperasian jalur kereta api
Pemerintah daerah
provinsi
Serupa dengan MOTr, tetapi untuk jaringan provinsi.
Pemerintah daerah provinsi harus meminta persetujuan dari
MOTr mengenai desain teknis dan pengoperasian.
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
Serupa dengan MOTr, tetapi untuk jaringan provinsi.
Pemerintah daerah Kabupaten/Kota harus meminta
persetujuan dari MOTr mengenai desain teknis dan
pengoperasian.
Drainase dan pengendalian banjir
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (MPWH) bertanggung jawab
atas pengembangan jaringan drainase serta pengendalian banjir dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi bertanggung jawab untuk jaringan-jaringan
provinsi dan kabupaten/kota. Perincian tanggung jawabnya adalah sebagiamana
dalam tabel berikut ini.
Lembaga Tanggung jawab
Kementerian
Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat –
Dirjen Sumber Daya
Air
Mengembangkan rencana induk pengelolaan sumber daya
air dan pelestarian air
Mengatur pengelolaan sumber daya air dan pelestarian air
Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan tentang
pengelolaan sumber daya air
Mengembangkan rencana induk jaringan utama drainase
Mengembangkan standarisasi untuk pengelolaan sumber
daya air
Mengembangkan dan mengawasi pedoman teknis untuk
pengelolaan sumber daya air
Mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air
Kementerian Pekerjaan
Umum dan
Perumahan Rakyat –
Dirjen Cipta Karya
Mengembangkan peraturan untuk sistem drainase di lokasi
permukiman
Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan sistem drainase
Mengembangkan sistem drainase di lokasi permukiman
Mengatur standarisasi sistem drainase di permukiman
Mengembangkan rencana permukiman nasional untuk
mendukung wilayah pariwisata
Mengembangkan dan mengawasi pedoman teknis untuk
pengembangan drainase di permukiman
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
263
Lembaga Tanggung jawab
Memfasilitasi pengembangan serah terima aset dan
pengembangan sistem untuk drainase di permukiman
kepada Pemerintah Daerah
Dinas Pekerjaan
Umum di Tingkat
Provinsi
Mengatur pengoperasian pengelolaan sumber daya air di
tingkat provinsi dan antar kota/ kabupaten
Mengembangkan RPI2JM untuk infrastruktur layanan
drainase
Mengawasi pengoperasian dan teknis sumber daya air dan
drainase
Memberikan izin penggunaan air dan sumber daya air
Mengevaluasi dan mengendalikan pengelolaan sumber
daya air
Melaksanakan desentralisasi wewenang untuk sektor
sumber daya air di tingkat provinsi
Mengembangkan sistem drainase regional
Pengawasan teknis untuk konstruksi
Mengadakan konstruksi fisik sistem drainase dan air
Dinas Pekerjaan
Umum di Tingkat
Kota/Kabupaten
Serupa dengan Dinas Pekerjaan Umum di tingkat provinsi,
tetapi untuk jaringan Kabupaten/Kota
Mengembangkan RPI2JM untuk infrastruktur layanan
drainase
Berkoordinasi dengan pemerintah kota lainnya untuk
mengkoordinir sistem drainase dan pengelolaan sumber
daya air antar-koneksi
Penyediaan air bersih
Penyediaan air bersih biasanya diorganisir di tingkat kota atau kabupaten. Yang
bertanggung jawab untuk persiapan dan pelaksanaan rencana induk sektoral adalah
perusahaan penyediaan air bersih daerah kota/kabupaten PDAM.
Lembaga Tanggung jawab
Kementerian
Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat –
Dirjen Cipta Karya
Mengatur pengelolaan sistem air minum di daerah
perkotaan, perdesaan dan khusus
Mengembangkan rencana penyediaan air bersih nasional
untuk mendukung wilayah pariwisata
Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan tentang sistem
air minum
Mengatur standarisasi for sistem air minum
Fasilitasi kelembagaan sektor air minum
Kementerian Pekerjaan
Umum dan
Mengatur standarisasi untuk penyediaan air bersih
khususnya untuk sistem air minum
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
264
Lembaga Tanggung jawab
Perumahan Rakyat–
BPPSPAM
Mengawasi sistem penyediaan air bersih untuk pemerintah
provinsi dan daerah
Dinas Pekerjaan
Umum– Provinsi
Mengembangkan rencana induk air minum untuk tingkat
provinsi (RISPAM)
Mengembangkan RPI2JM untuk penyediaan air bersih
Mengembangkan layanan penyediaan air bersih services di
tingkat regional
Pengawasan teknis untuk konstruksi
Mengadakan konstruksi fisik penyediaan air bersih
Pemerintah Kota–
PDAM di tingkat kota
Mengembangkan peraturan dan strategi tentang air minum
dan pengelolaan air limbah
Mengembangkan rencana induk air minum untuk tingkat
kota (RISPAM), termasuk pemeliharaan dan pengendalian
Mengembangkan RPI2JM untuk penyediaan air bersih
Mengembangkan Rencana Aksi Daerah Penyediaan Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan (RAD AMPL)
Menyediakan Koneksi air HH, Konstruksi serta O&M
jaringan air minum kota
Pengelolaan air limbah dan pengelolaan limbah padat
Setiap Pemerintah Daerah harus memersiapkan sebuah Strategi Sanitasi
Kota/Kabupaten (SSK) yang mencakup Pengelolaan air limbah dan pengelolaan
limbah padat. Yang bertanggung jawab untuk persiapan dan pelaksanaannya adalah
Dinas PU.
Lembaga Tanggung jawab
Dirjen Cipta Karya Mengatur sistem air limbah dan limbah padat
Mengembangkan rencana pengelolaan air limbah dan
limbah padat nasional untuk mendukung wilayah
pariwisata
Melaksanakan sistem peraturan air limbah dan limbah
padat termasuk memfasilitasi penyediaan lahan
Mengawasi pedoman teknis untuk sistem pengelolaan air
limbah dan limbah padat
Mengembangkan standarisasi untuk pengelolaan air limbah
dan limbah padat
Dinas Pekerjaan
Umum di tingkat
provinsi
Mengembangkan sistem peraturan air limbah dan limbah
padat di tingkat regional
Pengawasan teknis untuk konstruksi
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
265
Lembaga Tanggung jawab
Mengembangkan konstruksi fisik sistem air limbah dan
limbah padat
Pemerintah Kota Mengembangkan rencana induk sanitasi (Buku Putih
Sanitasi/BPS, Memorandum Program Sanitasi (MPS) dan
Strategi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Mengembangkan peraturan teknis untuk sistem
pengelolaan air limbah dan limbah padat
Menyediakan layanan pengelolaan air limbah dan limbah
padat
Persediaan listrik
Yang bertanggung jawab untuk persiapan dan pelaksanaan rencana induk
Penyediaan listrik sektoral adalah Perusahaan Penyedia listrik Nasional PLN, yang
juga penyedia pasokan listrik.
Lembaga Tanggung jawab
Kementerian Energi
dan Sumber Daya
Mineral – Dirjen
Listrik
Mengatur sektor listrik
Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan tentang sektor
listrik
Mengembangkan rencana induk listrik
Mengatur standarisasi sektor listrik
Mengawasi pedoman teknis sektor listrik
Mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air
Dinas Energi dan
Sumber Daya Mineral
provinsi
Mengembangkan peraturan teknis untuk sektor energi
(termasuk listrik) dan sumber daya mineral
Melaksanakan dan memfasilitasi peraturan tentang sektor
listrik
Berkooordinasi dan mengawasi unit pelaksanaan teknis di
tingkat daerah dan kota / kabupaten
Perusahaan Penyedia
listrik di tingkat
regional
Mengembangkan rencana induk pasokan listrik di tingkat
regional
Menyediakan sistem pasokan listrik
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
266
Potensi untuk peningkatan efisiensi
Mengingat tanggung jawab bagi banyak rencana induk sektoral diberikan kepada
Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) sebagai akibat dari dorongan untuk desentralisasi.
Namun, ini dapat mengakibatkan penyediaan infrastruktur yang kurang efisien. Misalnya,
penggunaan gabungan sumber daya air mentah atau lokasi pembuangan libah padat oleh
lebih dari satu Pemerintah Daerah dapat jauh lebih efisien daripada masing-masing
Pemerintah Daerah memiliki fasilitasnya sendiri. Karenanya, Integrated Tourism Master
Plan harus mengidentifikasi peluang untuk penggunaan gabungan terhadap sumber daya
dan fasilitas antara daerah-daerah. Dalam hal demikian, Provinsi dapat memimpin dalam
persiapan rencana induk sektoral dengan kerjasama erat dengan pemerintah setempat yang
terlibat. Contoh yang baik dari kerjasama tersebut sudah ada di Provinsi Jawa Tengah,
dimana Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, Bantul, dan Wonogiri bekerja sama secara
erat di bawah panduan Provinsi Jawa Tengah untuk membuat rencana-rencana induk
terintegrasi untuk pengelolaan limbah padat, drainase dan sanitasi. Hal yang sama dapat
dilakukan untuk jalan dan pengangkutan jalan dimana Provinsi bisa menjadi pemimpin
dalam persiapan rencana induk sektoral master yang mencakup semua lapisan pemerintah.
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
267
Lampiran 4.
TOR Terperinci untuk Tugas C2: Analisis Data Dasar Penyediaan infrastruktur dan
pemberian layanan
Umum
Data dasar/baseline harus dapat direplikasi untuk tujuan pemantauan dalam 25 tahun
berikutnya. Karenanya, sumber data dan metodologi pengumpulan data harus disajikan
dengan jelas. Dalam hal sumber data todal lpmsostem ITMP harus memilih sumber data
yang paling dapat diandalkan dan menyesuaikan pilihan tersebut.
Semua perhitungan baseline harus disesuaikan untuk sampai di baseline perusahaan untu
satu tahun dasar tetap untuk semua sektor infrastruktur yaitu 2018.
Setiap sub-bab infrastruktur harus menyajikan sebuah tabel ringkasan data inti baseline
mengenai penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan saat ini dan kesenjangan-
kesenjangan yang teridentifikasi dibandingkan dengan standar-standar nasional.
ITMP tidak hanya haurs menyajikan informasi statistik tetapi juga analisis data menyeluruh,
tingkat infrastruktur dan layanan untuk memeroleh pemahaman mendalam mengenai
situasi dasar serta kesenjangan-kesenjangan dalam hal penyediaan infrastruktur dan
pemberian layanan.
Populasi
Untuk perencanaan infrastruktur, penting untuk menetapkan sebuah dasar populasi yang
menyeluruh untuk tahun dasar tetap untuk masing-masing kecamatan dan untuk masing-
masing KTA, dengan tabel ringkasan menurut kabupaten/kota. Populasi menurut
kecamatan harus disajikan dalam tabel keseluruhan tunggal termasuk populasi perkotaan,
perdesaan dan total, rata-rata ukuran rumah tangga, jumlah rumah tangga, luas area dalam
ha, dan kepadatan populasi.
Untuk masing-masing kecamatan Compound Annual Growth Rate (CAGR) harus dihitung
berdasarkan data populasi selama sepuluh tahun terakhir dan CAGR ini harus digunakan
untuk memersiapkan proyeksi populasi menurut Kecamatan.
Dalam hal sebuah Kecamatan yang berukuran relatif besar, yaitu jika Kecamatan tersebut
lebih besar daripada KTA, maka data populasi harus dipisah-pisahkan lebih jauh menjadi
data populasi per Kelurahan/Desa. Ini sudah jelas dalam hal Kecamatan Komodo, dimana
data populasi harus disajikan di tingkat kelurahan/desa level.
Permintaan transportasi dan volume lalu lintas terkait pariwisata
ITMP harus menghitung permintaan transportasi dan volume lalu lintas terkait pariwisata,
sebagai sebuah kondisi dasar untuk menyesuaikan investasi dari sebuah sudut pandang
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
268
permintaan pariwisata. Analisis Pasar dan laporan Demand Assessment menyajikan sebuah
penilaian berdasarkan jumlah pengunjung puncak (internasional resp. domestik) per hari
dan analisis modal split, termasuk cara datangnya (udara, laut, darat) dan moda
transportasi di dalam TDA (mobil pribadi, taxi, bus umum, bus wisatawan, dll.). ITMP
harus membuat Analisis Pasar dan temuan-temuan Demand Assessment, memutakhirkan
dan melengkapi data jika diperlukan dan menyajikan sebuah analisis yang lebih mendalam.
Ini harus termasuk, tapi tidak terbatas pada:
• lalu lintas yang diakibatkan pariwisata eksternal, termasuk asal (domestik juga asing),
volume, modal split (udara, laut, darat), dan titik kedatangan di TDA
• lalu lintas yang diakibatkan pariwisata internal, termasuk volume menurut moda
perjalanan (mobil pribadi/rental / taxi, bus umumw, bus wisatawan, motor, dll), pada
bagian-bagian jalan antara titik kepentingan utama untuk wisatawan di dalam TDA
(pelabuhan, bandara, KTAs, atraksi wisatawan utama, dll)
• alokasi volume lalu lintas darat terkait pariwisata untuk jaringan jalan dan identifikasi
volume dan persentasi lalu lintas terkait pariwisata di seksi jalan eksternal dan internal
terpilih yang dianggap penting untuk pembangunan pariwisata.
Konektifitas udara Eksternal
Laporan Analisis Pasar dan Demand Assessment memberikan informasi terperinci tentang
infrastruktur, fasilitas dan hambatan kapasitas bandara, (membuat perbedaan antara
landasan pacu, taxiway, apron, kapasitas gedung terminal, kapasitas pengangkutan udara,
dll.) dan perbaikan-perbaikan yang direncanakan selama tahun tersebut. Informasi ini harus
ditinjau, dimutakhirkan dan dilengkapi jika perlu. ITMP harus menganalisa data dan
mengidentifikasi serta menghitung kekurangan-kekurangan.
Analisis kapasitas bandara harus mencakup periode perencanaan ITMP selama 25 tahun
penuh dan harus mengidentifikasi investasi ambang batas yang diperlukan dan penetapan
waktunya.
Mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan baik oleh sektor
publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai taraf mana investasi-
investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-kekurangan yang
teridentifikasi dan kesenjangan apa yang masih ada.
Konektifitas laut Eksternal
Laporan Analisis Pasar dan Demand Assessment memberikan informasi terperinci tentang
infrastruktur, fasilitas dan hambatan kapasitas pelabuhan laut yang harus ditinjau,
dimutakhirkan dan dilengkapi jika perlu. ITMP harus menganalisa data dan
mengidentifikasi serta menghitung kekurangan-kekurangan.
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
269
Menilai potensi penumpang kapal pesiar untuk mengunjungi TDA (juga disebut dengan
Analisis Pasar dan laporan analisis Demand Assessment; ditinjau, dimutakhirkan dan
dilengkapi jika perlu).
Mengidentifikasi dan menganalisa mata rantai angkutan air eksternal (dari pulau-pulau lain
ke TDA): rute pelayaran reguler untuk penumpang resp. ferry mobil, frekuensi, kapasitas
penyeberangan harian yang ditawarkan, waktu perjalanan, harga tiket, dll.
Menganalisa kapasitas yang tersedia untuk transportasi laut versus permintaan pada hari-
hari puncak pada musim wisata.
Mengidentifikasi dan menganalisa fasilitas-fasilitas pelabuhan pesiar yang ada, jumlah
kedatangan kapal pesiar serta karakteristik kapal pesiar dan mengidentifikasi kekurangan-
kekurangannya.
Mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan baik oleh sektor
publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai taraf mana investasi-
investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-kekurangan yang
teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa yang masih ada.
Konektifitas jalan Eksternal
Mengidentifikasi jalan utama yang membantu memberikan akses eksternal ke TDA. ITMP
harus menyajikan informasi dasar mengenai bagian-bagian jalan ini dalam kaitannya
dengan karakter jalan (klasifikasi, panjang, lebar, jenis jalan aspal), volume lalu lintas, % lalu
lintas terkait pariwisata (lihat bagian sebelumnya tentang “Permintaan Transportasi dan
Volume Lalu Lintas terkait Pariwisata”), komposisi lalu lintas, VCR dan kondisi saat ini
mengenai bagian-bagian jalan ini membedakan antara IRI < 6 resp. > 6. ITMP harus
menganalisa data tersebut dan mengidentifikasi serta menghitung kekurangan-kekurangan.
Konektifitas jalan Internal
Proyek terutama akan memfokuskan pada peningkatan akses internal (berlawanan dengan
konektifitas eksternal). Karena itu, diperlukan inventarisasi dan analisis menyeluruh
tentang akses internal. ITMP harus menganalisa data tersebut dan mengidentifikasi serta
menghitung kekurangan-kekuranganya. Ini harus paling tidak memuat analisis dasar
berikut ini:
• Jaringan jalan internal terkait pariwisata
ITMP harus dengan jelas mengidentifikasi bagian-bagian jaringan jalan internal
sections (dalam batas-batas TDA) yang sangat penting untuk pembangunan
pariwisata. Biasanya ini akan berkenaan dengan bagian-bagian jalan yang
menghubungkan titik-titik kepentingan bagi pengunjung (bandara, pelabuhan, KTA,
atraksi wisatawan utama, pantai, dll.). Selanjutnya, karakter jalan (klasifikasi,
panjang, lebar, jenis jalan aspal), volume lalu lintas, % lalu lintas terkait pariwisata
(lihat bagian sebelumnya tentang “Permintaan Transportasi dan Volume Lalu Lintas
terkait Pariwisata”), komposisi lalu lintas, VCR dan kondisi saat ini mengenai
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
270
bagian-bagian jalan ini harus ditetapkan sebagai dasar untuk pemantauan,
membedakan antara IRI < 6 resp. > 6. Ini adalah informasi yang sangat penting
untuk mengukur salah satu dari indikator pemantauan proyek.
• Parkir kendaraan wisata
Jumlah pengunjung masing-masing KTA dan modal split pengunjung harus di
analisa untuk menetapkan kapasitas parkir kendaraan yang dibutuhkan untuk
masing-masing KTA (mobil, sepeda motor dan bus wisatawan). Diperlukan sebuah
analisis terpisah untuk atraksi wisatawan utama dalam TDA. Ini harus
dibandingkan dengan kapasitas yang ada saat ini dan kesenjangan yang harus
diidentifikasi.
• Analisis waktu perjalanan
Sebuah peninjauan mengenai jarak dan waktu perjalanan menggunakan moda
transportasi antara titik-titik kepentingan utama untuk wisatawan harus ditetapkan
sebagai baseline. Menyajikan sebuah matriks yang memerlihatkan rata-rata waktu
perjalanan dari pintu ke pintu yang sebenarnya menggunakan mobil, bus umum dan
sepeda (sebagaimana berlaku).
• Analisis lalu lintas bukan kendaraan bermotor
Sebuah analisis tentang volume lalu lintass bukan kendaraan bermotor dan
infrastruktur terkait saat ini harus disajikan sebagai dasar. Ini akan mencakup lalu
lintas sepeda/becak dan pejalan kaki serta dalam beberapa kasus kendaraan-
kendaraan yang ditarik hewan sebagaimana berlaku.
Analisis tentang akses di dalam KTAs harus mencakup sebuah analisis tentang rute-
rute dan jaringan-jaringan pejalan kaki yang menghubungkan titik kepentingan
lokal bagi pengunjung di dalam masing-masing KTA. Ini akan mencakup misalnya
lebar dan kualitas trotoar, penyeberangan pejalan kaki di jalan utama, titik-black
spot kecelakaan lalu lintas, peran becak atau kendaraan tidak bermotor lain dalam
hal berjalan menjadi hal yang menyulitkan, identifikasi tentang kesenjangan-
kesenjangan kualitas dalam jaringan-jaringan jalur pejalan kaki, dll. Mengidentifikasi
bagian-bagian jalan dimana pejalan kaki dan lalu lintas sepeda terkonsentrasi dan
menganalisa komposisi dan volume lalu lintas saat ini untuk menilai kebutuhan
akan lajur terdedikasi, trotoar dan lokasi untuk fasilitas penyeberangan pejalan kaki.
Transportasi bukan kendaraan bermotor di tempat-tempat wisata mengharuskan
kualitas yang lebih tinggi daripada standar-standar Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat yang biasa, yaitu dengan lebar jalur minimum 2 m, tidak
terhalang oleh rintangan-rintangan dan lebih baik lagi jika jalur tersebut teduh
dengan pepohonan.
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
271
• Analisis keamanan jalan
Menyajikan inventarisasi dan analisis data kecelakaan lalu lintas jalan dan korban
jiwa. Area black spot, persimpangan dan lokasi-lokasi harus diidentifikasi
berdasarkan jumlah kecelakaan dan korban jiwa, khususnya di wilayah pariwisata
inti.
• Parameter pertumbuhan lalu lintas jalan
ITMP harus menganalisa parameter-parameter yang akan digunakan untuk proyeksi
pertumbuhan lalu lintas. Ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada, rangkaian waktu
data lalu lintas pada bagian-bagian jalan inti, tren kepemilikan kendaraan dan tren
modal split.
• Investasi-investasi yang direncanakan
ITMP harus mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan
baik oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai
taraf mana investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan
kekurangan-kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa yang
masih ada.
Layanan dan infrastruktur angkutan umum
ITMP harus menganalisa layanan dan infrastruktur angkutan umum saat ini, termasuk
kondisi terminal-terminal, halte bus, dan tingkat layanan bus. Konsultan dapat
mewawancarai operator angkutan umum mengenai volume penumpang harian per rute,
penuh-tidaknya kendaraan, dan jumlah wisatawan asing/lokal yang menggunakan
angkutan umum. Menyajikan jaringan angkutan umum di peta-peta. ITMP harus
menganalisa data tersebut dan mengidentifikasi serta menghitung kekurangan-
kekurangannya. Ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada:
• Akses eksternal (antar daerah) saat ini dengan bus umum ke TDA: trayek bus, waktu
perjalanan, frekuensi, tarif, titik keberangkatan /terminals dalam TDA, dll.
• Terminal-terminal dalam TDA: lokasi, desain, fasilitas, kondisi (pemeliharaan) saat
ini, hambatan kapasitas jika ada.
• Angkutan umum internal saat ini dalam wilayah TDA jika ada (bus umum, minibus,
ojek, taxi): ketersediaan, trayek, frekuensi, tarif, waktu perjalanan antara daerah asal
utama dengan destinasi wisata dalam TDA, dll.
• Menganalisa apa yang dapat ditawarkan oleh angkutan umum kepada pengunjung.
Misalnya: bagaimana kualitas angkutan umum yang tersedia pada saat kedatangan
di pelabuhan /bandara dalam kaitannya dengan jenis kendaraan, trayek, frekuensi,
waktu perjalanan, keandalan dan biaya untuk melakukan perjalanan ke daerah
pariwisata inti.
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
272
Angkutan air
Analisis tentang angkutan air harus mencakup angkutan air baik laut maupun darat
sebagaimana berlaku tetapi tidak hanya untuk angkutan internal dalam TDA. Bagian
sebelumnya tentang “Konektifitas laut eksternal” mencakup koneksi-koneksi angkutan laut
eksternal. ITMP harus menganalisa data tersebut dan mengidentifikasi serta menghitung
kekurangan-kekurangannya. Data inventaris dan analisis harus termasuk, tapi tidak
terbatas pada:
• Inventarisasi dan karakteristik berbagai pelabuhan, terminal ferry, tempat-tempat
penambatan perahu dan marina (desain, fasilitas, kapasitas bangunan terminal,
kapasitas penambatan, kapasitas parkir mobil, konektifitas angkutan darat umum,
kapasitas saat ini dan hambatan kapasitas, persoalan lingkungan, investasi-investasi
yang direncanakan, ketersediaan ruang untuk perluasan kapasitas, dll.).
• Karakteristik armada Ferry mobil dan ferry penumpang pejalan kaki (kapasitas,
kualitas, kepemilikan, dll.).
• Hubungan angkutan air internal (antara pelabuhan dalam TDA): rute pelayaran
reguler untuk penumpang resp. ferry mobil, frekuensi, kapasitas penyeberangan
harian yang ditawarkan, waktu perjalanan, harga tiket, dll.
• Angkutan air tidak teratur yang ditawarkan dan karakteristiknya
• Analisis Kapasitas-permintaan pada hari-hari puncak di musim wisata.
• Analisis keselamtan angkutan air, termasuk kecelakaan yang lalu, peraturan,
kelebihan muatan, peralatan keselamatan di atas kapal, keahlian dan perizinan
kapten dan awak kapal, sertifikasi, desain kapal dan kondisi pemeliharaan,
persoalan pengawasan dan penegakan, persoalan keselamatan terminal ferry, dll.
Keselamatan Angkutan air merupakan kondisi dasar bagi pembangunan pariwisata,
yang membutuhkan suatu pendekatan terintegrasi yang menggabungkan banyak
sekali intervensi. Proses perencanaan ITMP menyediakan program yang sempurna
untuk menangani permasalahan keselamatan angkutan air yang saling terkait
dengan kerjasama yang erat dengan semua pemangku kepentingan. Proses ITMP
harus menghasilkan pendekatan yang berkelanjutan dan terintegrasi untuk
mengatasi kekhawatiran-kekhawatiran tentang keselamatan.
• Mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan baik oleh
sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai taraf
mana investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-
kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa yang masih ada.
Drainase dan perlindungan banjir
ITMP harus menyajikan sebuah daftar inventaris mengenai infrastruktur drainase dan
perlindungan banjir yang ada (saluran-saluran drainase, selokan, stasiun pemompa, dll.)
dan menganalisa efektifitasnya. Persoalan Drainase dan banjir untuk keseluruhan TDA
harus diidentifikasi, dihitung dan ditetapkan sebuah baseline yang tetap termasuk tapi tidak
terbatas pada: lokasi dan ukuran wilayah rawan banjir, penyebab banjir, jumlah penduduk
dan dunia usaha yang terdampak, daerah wisata yang terdampak, frekuensi banjir, rata-rata
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
273
dan maksimum kedalaman bajir, dampak terhadap potensi pembangunan pariwisata, dll.
ITMP harus menyajikan sebuah analisis terperinci mendalam tentang risiko-risiko banjir
saat ini untuk daerah wisata inti dan infrastruktur terkait pariwisata (khususnya bandara,
pelabuhan, jalan utama yang menghubungkan daerah-daerah wisata inti dengan bandara
dan pelabuhan).
ITMP harus juga memasukkan sebuah penilaian tentang risiko banjir daerah pantai dan
dampaknya terhadap pebangunan pariwisata. Risiko banjir terkait dengan laut tinggi,
dampak kenaikan permukaan laut, dan risiko tsunami harus diidentifikasi. Kenaikan
permukaan laut karena perubahan iklim yang diperkirakan terjadi dalam periode
perencanaan ITMP selama 25 tahun membutuhkan analisis menyeluruh sebagai suatu
persoalan yang amat penting yang memengaruhi pembangunan pariwisata pantai. Area-
area mana saja yang berpotensi akan terdampak? Bagaimana dengan akibat-akibat untuk
wilayah pariwisata berorientasi pantai dan pulau-pulau kecil berpenduduk secara khusus?
Tindakan-tindakan mitigasi apa saja yang dapat dipertimbangkan? Apakah artinya ini bagi
skenario pengembangan?
ITMP harus mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan baik
oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai taraf mana
investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-kekurangan yang
teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa yang masih ada.
Infrastruktur kebutuhan dasar
Sebuah baseline populasi tunggal dan tahun dasaryaituharus digunakan secara konsisten di
seluruh bab ini untuk menetapkan dasar untuk penyediaan layanan kebutuhan dasar. Ini
harus mencakup untuk masing-masing kecamatan perkotaan, perdesaan dan total
populasi, pertumbuhan populasi, rata-rata ukuran rumah tangga, jumlah rumah tangga,
luas daerah dalam ha, dan kepadatan populasi.
Dalam hal kecamatan yang berukuran relatif besar, yaitu jika kecamatan yang berukuran
lebih besar daripada KTA, then data populasi should be further disaggregated menjadi data
per Kelurahan/Desa. Ini sudah jelas dalam hal Kecamatan Komodo, where data populasi
should be presented pada tingkat kelurahan/desa.
Penyediaan air bersih
ITMP harus menyajikan sebuah daftar inventaris menyeluruh dan analisis tentang kondisi
penyediaan air bersih saat ini dalam TDA dan secara lebih terperinci dalam KTAs. Ini harus
menghasilkan pemahaman yang mendalam mengenai situasi dan kekurangan-kekurangan
saat ini dalam hal penyediaan infrastruktur dan pemberian layanan.
Analisis permintaan air
ITMP harus menetapkan dasar untuk permintaan saat ini. Titik awalnya adalah
jumlah populasi dan jumlah pengunjung saat ini. Di samping itu, kebutuhan air
untuk pertanian, industri dan perdagangan harus diidentifikasi. Analisis permintaan
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
274
air harus berdasarkan standar-standar SNI; yaitu SPM Permen PU 01/PRT/M/2014,
dan SNI 03-7065-2005; artinya penyediaan air bersih yang aman adalah 60 berturut-
turut 120l/kapita/hari untuk pengguna domestik; 150 l/tempat tidur/hari untuk
hotel tidak berbintang dan 250 l/ tempat tidur/hari untuk hotel berbintang.
Dasar Penyediaan air bersih
Daftar inventaris dan analisis kondisi penyediaan air bersih saat ini harus mencakup
baik PDAM, bukan-PDAM dan/atau sistem berbasis masyarakat. Untuk masing-
masing sistem PDAM dan masing-masing sistem berbasis masyarakat sebuah uraian
terperinci tentang infrastruktur dan cakupan layanan saat ini harus disajikan,
disertai dengan peta-peta untuk menggambarkan cakupan dan perincian teknis.
Infrastruktur termasuk, tetapi tidak terbatas pada: lokasi dan kapasitas sumber air
baku, asupan, transmisi, fasilitas dan kapasitas perawatan, tank penyimpanan dan
embung, produksi air, air yang disampaikan kepada konsumen akhir, jaringan
distribusi, cakupan wilayah jaringan, jumlah konseksi rumah/konsumen, meteran
air, pipa umum, hydrant, dll. ITMP harus juga menyajikan sebuah analisis kualitatif
tentang kondisi penyediaan air bersih saat ini. Ini akan termasuk, tapi tidak terbatas
pada: UFW, kualitas air, keberlangsungan pasokan, tekanan air, tarif air,
keterjangkauan dan kemauan untuk membayar, persoalan pengoperasian dan
pemeliharaan, dll.
ITMP harus menyajikan, menganalisa dan menghitung informasi mengenai kualitas
pemberian layanan untuk memeroleh pemahaman menyeluruh mengenai kondisi
dan tantangan-tantangan dasar. ITMP harus mengidentifikasi dan menghitung
kekurangan-kekurangan dan hambatan dalam kaitannya dengan: ketersediaan air
baku, fluktuasi dan kekurangan musiman; kapasitas produksi; kapasitas
penyipanan; kapasitas transmisi; kehilangan air /UFW; permintaan jam puncak
versus kapasitas pasokan; keberlangsungan pasokan dan jam-jam layanan harian (24
jam atau kurang); tekanan air; kualitas air; tarif air dan keterjangkauan; jaringan
distribusi, cakupan jaringan distribusi; dll.
Dasar penyediaan air bersih untuk masyarakat pulau kecil berpenghuni berhak
untuk diperhatikan secara khusus. ITMP harus menganalisa untuk masing-masing
permintaan air di pulau kecil berpenghuni (berdasarkan SNI 03-7065-2005) serta
infrastruktur dan pemberian layanan saat ini dalam kaitannya dengan sumber dan
kapasitas air baku, transmisi, pengolahan, kapasitas produksi dan penyimpanan,
UFW, distribusi, koneksi rumah, tarif air, keberlangsungan pasokan, kualitas air, dll.
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
275
Analisis permintaan-pasokan
ITMP harus menyajikan sebuah analisis tentang permintaan air sesuai dengan
standar-standar SNI dan kondisi pasokan saat ini serta mengidentifikasi
kesenjangan-kesenjangan dalam pemberian layanan. ITMP juga harus
memperhitungkan periode jam puncak dan faktor-faktor kehilangan air dalam
menganalisa pasokan tersebut.
Tingkat layanan Penyediaan air bersih
ITMP harus menetapkan sebuah baseline yang tetap menurut kecamatan untuk
tahun dasar yang tetap yang diberikan di atas untuk indikator pemantauan proyek
“Penduduk yang diberikan akses ke sumber air yang baik” dan menghitung
kekurangan-kekurangan sebenarnya yang harus diperbaiki untuk mencapai tingkat
layanan yang sesuai dengan standar-standar nasional. Ini adalah informasi yang
sangat penting untuk mengukur salah satu dari indikator pemantauan proyek.
Di Indonesia definisi-definisi global telah diterapkan untuk akses ke sumber air yang
baik, yaitu definisi WHO-UNICEF Joint Monitoring Program (JMP) tentang sumber
air yang “diperbaiki” yang mencakup sumber-sumber berikut ini: koneksi rumah
tangga / Pipa tegak umum / sumur bor/ sumur gali terlindungi /mata air
terlindung /pengumpulan air hujan.
ITMP harus menyajikan sebuah tabel tingkat layanan ringkasan dasar untuk masing-
masing Kecamatan, masing-masing Kabupaten/Kota, masing-masing KTA dan TDA
secara keseluruhan. Tabel-tabel ini harus menyajikan:
• # populasi, # rumah tangga
• % dari populasi yang terlayani oleh PDAM
• % dari populasi yang memiliki akses ke sumber air yang “diperbaiki” lain
• % dari populasi tanpa akses ke sumber air yang baik.
Yang belakangan merupakan kesenjangan layanan yang akan diisi. Persentase
populasi yang menggunakan layanan penyediaan air bersih yang “diperbaiki” harus
memerhitungkan kepatuhan terhadap standar-standar dalam kaitannya dengan
kuantitas dan kualitas, yaitu persentasi populasi yang memiliki akses ke PDAM,
sumur bor, atau sumber lainnya dengan ketersediaan air kurang dari 120
l/kapita/hari untuk penggunaan rumah tangga dan harus dianggap sebagai
populasi tanpa akses ke sumber air yang baik.
Dalam hal terdapat temuan bahwa orang-orang mengandalkan air tanah dangkal
dan mata air untuk penyediaan air bersih, ITMP harus memberikan data tentang
kualitas air untuk mengevaluasi apakah sumber-sumber ini dapat dianggap sebagai
sumber air yang aman. Ini sangat penting khususnya dalam KTAs, karena
pengunjung yang menginap di penginapan rumahan akan menggunakan air dari
sumber yang sama.
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
276
Dalam hal kecamatan yang berukuran relatif besar, yaitu jika kecamatan yang
berukuran lebih besar daripada KTA, maka data tingkat layanan harus dipisah-
pisahkan lebih jauh menjadi data per kelurahan/desa. Ini sudah jelas dalam hal
Kecamatan Komodo, dimana data tingkat layanan harus disajikan pada tingkat
kelurahan/desa. Bahkan perincian lebih lanjut diperlukan untuk menganalisa
persoalan penyediaan air bersih di pulau-pulau kecil berpenduduk dan Taman
Nasional Komodo.
ITMP harus mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan
baik oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai
taraf mana investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan
kekurangan-kekurangan yang teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa yang
masih ada. Menggunakan Rencana Induk penyediaan air minum (RISPAM) untuk
mengidentifikasi apakah peningkatan penyediaan air bersih dalam jangka pendek,
menengah dan panjang harus dicapai melalui sistem penyediaan air bersih berpipa
atau tanpa pipa.
Pengelolaan air limbah
Analisis pengelolaan air limbah harus didasarkan pada standar-standar SNI; yaitu SPM
Permen PU 01/PRT/M/2014.
ITMP harus menyajikan sebuah daftar inventaris dan analisis lengkap serta
mengidentifikasi kekurangan-kekurangan dalam infrastruktur dan layanan saat ini
termasuk sistem pembuangan air (jika ada), fasilitas-fasilitas perawatan, sistem-sistem
komunal, MCKs, fasilitas penyedotan, sistem septik, dll.
Penghasilan air limbah untuk masing-masing kecamatan harus dihitung. Tingkat
penghasilan air limbah dapat diasumsikan sebesar 80% dari permintaan air. Ini harus
dibandingkan dengan air limbah yang dikumpukan dan diolah mengidentifikasi
kesenjangan dalam hal kapasitas untuk pengelolaan air limbah. Tingkat risiko Sanitasi
menurut kecamatan harus menjadi bagian dari analisis dasar dengan penekanan khusus
pada KTAs. Di samping hal itu, Konsultan harus juga mengevaluasi faktor-faktor seperti
kepadatan penduduk, ketinggian, ketersediaan air, keinginan untuk membayar untuk
menentukan dalam rangka mengevaluasi apakah sistem saat ini di area tertentu adalah
yang paling sesuai. Informasi ini harus tersedia dalam rencana induk sanitasi (SSK).
ITMP harus menganalisa praktik-praktik penyedotan saat ini (keseluruhan TDA dan KTAs
lebih khusus) termasuk, tapi tidak terbatas pada kapasitas truk-truk penyedotan yang
tersedia, cakupan wilayah, biaya layanan, keterjangkauan dan keinginan untuk membayar,
lokasi dan kapasitas IPLTs, identifikasi tentang kesenjangan kapasitas (truk dan IPLTs).
ITMP harus menetapkan sebuah baseline yang tetap menurut kecamatan untuk tahun dasar
yang tetap yang dinyatakan di atas untuk indikator pemantauan proyek “Penduduk yang
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
277
disediakan dengan akses ke layanan sanitasi yang baik” dan menghitung kekurangan-
kekurangan yang sebenarnya yang harus diselesaikan untuk mencapai tingkat layanan yang
sesuai dengan standar-standar nasional. Ini adalah informasi yang sangat penting untuk
mengukur salah satu indikator pemantauan.
Di Indonesia definisi global telah digunakan untuk akses ke layanan sanitasi yang baik,
yaitu definisi WHO-UNICEF Joint Monitoring Program (JMP) yang menjelaskan “sanitasi
yang baik” sebagai: koneksi ke saluran pembuangan umum, koneksi ke sistem septik, toilet
siram-flush, toilet lubang sederhana, atau toilet lubang berventilasi yang ditingkatkan.
Jumlah penduduk tanpa akses ke layanan sanitasi yang baik di masing-masing kecamatan
merupakan kesenjangan yang akan diisi.
ITMP harus menyajikan sebuah tabel ringkasan dasar tingkat layanan untuk masing-masing
kecamatan, masing-masing kabupaten/kota, masing-masing KTA dan TDA secara
keseluruhan. Tabel-tabel ini harus menyajikan:
• # populasi
• # rumah tangga
• % dari populasi dengan akses ke sanitasi yang baik
• % dari populasi tanpa akses ke sanitasi yang baik (yang belakangan adalah
kesenjangan layanan yang akan diisi), seperti % populasi yang masih
mempraktikkan ODF.
Dalam hal kecamatan yang berukuran relatif besar, yaitu jika kecamatan yang berukuran
lebih besar daripada KTA, maka data tingkat layanan harus dipisah-pisahkan lebih jauh
menjadi data per kelurahan/desa. Ini sudah jelas dalam hal Kecamatan Komodo, dimana
data tingkat layanan harus disajikan pada tingkat kelurahan/desa. Bahkan perincian lebih
lanjut diperlukan untuk menganalisa persoalan sanitasi di pulau kecil berpenduduk dan
pada Taman Nasional Komodo. Sebuah persoalan khusus yang akan diselesaikan yaitu
pengelolaan air limbah yang dihasilkan di kapal baik kapal wisatawan maupun kapal-kapal
daerah.
ITMP harus mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan baik
oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai taraf mana
investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-kekurangan yang
teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa yang masih ada.
Pengelolaan limbah padat
Analisis pengelolaan limbah padat harus didasarkan pada standar-standar SNI; yaitu SPM
Permen PU 01/PRT/M/2014.
ITMP harus menganalisa praktik-praktik pengelolaan limbah padat saat ini dan
mengidentifikasi kekurangan-kekurangannya. ITMP harus menetapkanpekerjaan pada
baseline yang diberikan di atas untuk masing-masing kecamatan untuk indikator
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
278
pemantauan proyek “Penduduk yang disediakan dengan akses ke layanan pengumpulan
limbah padat berkelanjutan.” Ini adalah informasi yang sangat penting untuk mengukur
salah satu indikator pemantauan.
Keberlanjutan berarti kepatuhan terhadap standar-standar layanan nasional (SPM Permen
PU 01/PRT/M/2014). Akses ke layanan pengumpulan limbah padat berkelanjutans
ditegaskan sebagai memiliki layanan pengumpulan paling tidak dua kali satu minggu dan
pengangkutan limbah yang dikumpulkan ke sebuah stasiun pemindahan atau ke sebuah
unit pemrosesan.
ITMP harus membahas tingkat penghasilan limbah yang sesuai dengan kondisi setempat
untuk penduduk, pengunjung siang hari dan pengunjung menginat, industri, perdagangan,
dll. ITMP harus juga membahas tingkat konversi dari volume ke berat. Asumsi-asumsi dan
metode penghitungan tingkat yang diajukan harus dibuat dengan jelas dan harus
disesuaikan.
Cakupan wilayan dan karakteristik sistem dari sistem pengelolaan limbah saat ini serta
jumlah penduduk yang dilayani harus dianalisa untuk masing-masing kecamatan. Dalam
hal kecamatan yang berukuran relatif besar, yaitu jika kecamatan yang berukuran lebih
besar daripada KTA, maka data tingkat layanan harus dipisah-pisahkan lebih jauh menjadi
data per kelurahan/desa. Ini sudah jelas dalam hal Kecamatan Komodo. Bahkan perincian
lebih lanjut diperlukan untuk menganalisa pengelolaan limbah persoalan pada pulau-pulau
kecil berpenduduk dan di Taman Nasional Komodo. Sebuah persoalan khusus yang akan
diselesaikan yaitu pengelolaan limbah yang dihasilkan di kapal baik kapal wisatawan
maupun kapal-kapal daerah. Praktik-praktik, peralatan dan fasilitas saat ini harus dianalisa
secara terperinci. Ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada:
• Asumsi tingkat penghasilan limbah, termasuk penghasilan limbah dari pengunjung
yang menginap dan pengunjung siang hari berturut-turut ke KNP.
• Limbah padat yang dihasilkan dan limbah yang dikumpulkan menurut kecamatan
dan dalam hal Kecamatan Komodo menurut desa.
• Praktik pengelolaan limbah padat yang dihasilkan saat ini:
o Di kapal baik dari kapal wisatawan maupun kapal-kapal daerah
o Oleh pengunjung KNP
o Pada pulau-pulau kecil berpenduduk.
• Peta yang menunjukkan wilayah cakupan untuk sistem pengumpulan saat ini.
• Persoalan Operasional (pengoperasian publik/swasta).
• Kualitas sistem pengumpulan dan pembuangan limbah padat saat ini serta
karakteristik menurut kecamatan, di KTAs dan untuk pulau-pulau kecil
berpenduduk individual (cakupan wilayah, frekuensi pengumpulan, persentase
populasi dan dunia usaha yang dilayani menurut pengumpulan dari pintu-ke pintu,
resp. Pengumpulan tidak langsung melalui TPS, penyapuan jalan, praktik
pembuangan sementara dan akhir).
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
279
• Ongkos pengumpulan Limbah padat.
• Lokasi dan kapasitas TPS yang ada dan yang direncanakan.
• TPA yang ada dan yang direncanakan (lokasi, ukuran dalam ha, kapasitas desain,
kapasitas tersisa, jenis pengoperasian, peralatan operasional di lokasi, dll.).
• Kendaraan pengumpul limbah (pick-up, truk sampah dan truk arm roll, kapal, dll):
usia, status operasional, kapasitas, dll.
• Jumlah staf yang terlibat saat ini.
• Pengumpulan Limbah padatKeterjangkauan dan keinginan untuk membayar.
Dengan menerima kepatuhan dengan standar-standar layanan nasional (SPM Permen PU
01/PRT/M/2014), yaitu memiliki layanan pengumpulan paling tidak dua kali seminggu
dan pengangkutan limbah yang dikumpulkan ke sebuah stasiun pemindahan atau ke unit
pemrosesan, dan target pengumpulan limbah ITMP sebesar 100%, ITMP harus
mengidentifikasi dan menghitung kekurangan-kekurangan dan hambatan dalam kaitannya
dengan wilayah-wilayah dan penduduk yang saat ini belum dilayani, volume limbah yang
saat ini belum dikumpulkan, jumlah dan kapasitas kendaraan/kapal pengumpulan
tambahan yang dibutuhan, kapasitas pembuangan sementara (TPS) dan pembuangan akhir
(TPA) yang diperlukan dibandingkan dengan kapasitas yang tersedia, investasi tambahan
yang dibutuhkan untuk mengganti praktik pembuangan terbuka saat ini menurut
pengoperasian tempat pembuangan sampah terkendali, kebutuhan pengawakan tambahan,
dll.
ITMP harus mengidentifikasi investasi-investasi yang direncanakan dan ditegaskan baik
oleh sektor publik maupun sektor swasta dan menganalisa apakah dan sampai taraf mana
investasi-investasi ini akan mengentaskan atau memecahkan kekurangan-kekurangan yang
teridentifikasi dan kesenjangan-kesenjangan apa yang masih ada.
Daerah bencana alam dan mitigasi risiko melalui pengendalian infrastruktur dan
pembangunan
Perencanaan induk tata ruang dan tindakan-tindakan infrastruktural untuk mengurangi
risiko bencana alam membutuhkan informasi dasar khusus mengenai jenis-jenis risiko,
lokasi-lokasi yang berisiko serta jumlah penduduk dan dunia usaha yang berpotensi
terdampak. Ini berhubungan dengan banyak sekali risiko seperti tanah longsor (misalnya
membutuhkan dinding turap), letusan gunung berapi (area-area larangan pergi dan jalan
evakuasi), kekeringan (penyediaan penampungan air), banjir (area-area larangan pergi,
selokan, stasiun pemompaan), gempa bumi (area-area larangan pergi, standar konstruksi
yang lebih tinggi dan biaya konstruksi; penyediaan rute evakuasi darurat; batasan
pelarangan bangunan khususnya pada lereng terjal dan tanah yang tidak stabil), dll.
Sebagai bagian dari Tugas C2 ITMP harus mengidentifikasi dan menganalisa bahaya alam
ini dan menyajikan peta-peta terperinci yang menunjukkan daerah-daerah yang berisiko,
jenis-jenis risiko dan jumlah penduduk dan dunia usaha yang terdampak. ITMP harus
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
280
mengidentifikasi dan menghitung kebutuhan infrastruktur untuk memitigasi risiko-risiko
ini.
TOR Tugas D mengharuskan Konsultan untuk memersiapkan peta-peta terintegrasi yang
menampilkan zona-zona “larangan pengembangan”, zona-zona yang sesuai hanya untuk
jenis pengembangan tertentu, zona-zona dengan sedikit atau tanpa batasan tentang jenis
pengembangan, dan setiap peraturan bangunan yang direkomendasikan, dll. Ini harus
secara jelas mencakup larangan-larangan pembangunan dan kondisi-kondisi terkait dengan
mitigasi risiko bencana alam.
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
281
LAMPIRAN-5 : OUTLINE UKL-UPL DAN AMDAL
A. UKL-UPL
Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL)
Bentuk dari UKL-UPL didasarkan pada Pasal 8 dari Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No. 16 Tahun 2012, yang meliputi:
a. identitas pemrakarsa;
b. rencana usaha dan/atau kegiatan;
c. potensi dampak lingkungan yang akan terjadi dan program pengelolaan dan
pemantauan lingkungan;
d. jumlah dan jenis izin lingkungan yang diwajibkan;
e. pernyataan komitmen untuk melakukan semua ketentuan dalam bentuk UKL-
UPL;
f. daftar pustaka; dan
g. lampiran
Format dari UKL-UPL adalah sebagai berikut:
a) Identitas Pemrakarsa
1. Nama Pemrakarsa
2. Alamat usaha, kode pos, no.
telepon, no. fax, dan email
b) Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
1. Nama rencana usaha dan/atau
kegiatan
2. Lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan. Lampirkan peta yang dibuat
sesuai dengan peraturan kartografi
dan/atau ilustrasi lokasi yang
memadai
3. Skala/ukuran dari rencana usaha
dan/atau kegiatan
Sebutkan ukuran, volume, kapasitas, dan/atau
besaran lainnya yang dapat digunakan untuk
memberikan gambaran tentang skala aktivitas.
4. Garis besar komponen dalam rencana
usaha dan/atau kegiatan
Jelaskan: kesesuaian lokasi dengan tata ruang wilayah
dan Peta Indikatif Pemberian Izin Baru, atau PIPIB,
persetujuan prinsip dan bukti formal, uraian
komponen kegiatan yang direncanakan yang
berpotensi menimbulkan dampak sosial dan
lingkungan.
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
282
c) Potensi Dampak Lingkungan yang Dicakup oleh Upaya Pengelolaan Lingkungan dan
Upaya Pemantauan Lingkungan
Bagian ini berisi tabel/matriks yang merangkum pontens dampak lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan, pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan, dan informasi tentang lembaga pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
283
Contoh Matriks UKL-UPL
Upaya Pengelolaan Lingkungan Upaya Pemantauan Lingkungan Lembaga
Pengelolaan
dan
Pemantauan
Lingkungan
Hidup
Uraian Sumber
Dampak
Jenis
Damp
ak
Skala
Dampak
Jenis
Pengelolaan
Lingkungan
Lokasi
Pengelolaan
Lingkungan
Jangka Waktu
Pengelolaan
Lingkungan
Jenis
Pemantauan
Lingkungan
Lokasi
Pemantauan
Lingkungan
Jangka Waktu
Pemantauan
Lingkungan
Uraikan
kegiatan
yang
menyeba
bkan
dampak
lingkung
an
Uraika
n
dampa
k yang
dapat
terjadi
Uraikan
satuan
yang
dapat
mengga
mbarkan
skala
dampak
nya
Uraikan jenis
upaya
pengelolaan
lingkungan
yang akan
direncanakan
untuk setiap
dampak yang
ditimbulkan
oleh kegiatan
tersebut
Uraikan lokasi
upaya
pengelolaan
lingkungan
Uraikan
informasi
mengenai
jangka waktu
pengelolaan
lingkungan
Uraikan
informasi
tentang
metode
dan/atau
teknik yang
digunakan
untuk
memantau
kualitas
lingkungan
yang
digunakan
sebagai
indikator
keberhasilan
pemantauan
lingkungan
Uraikan
informasi
tentang lokasi
pemantauan
lingkungan
Uraikan
informasi
tentang waktu
/ periode
pemantauan
lingkungan
yang
direncanakan
Uraikan
lembaga yang
terkait dengan
pengelolaan
dan
pemantauan
lingkungan
Uraikan
informasi
lain yang
berkaitan
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
284
B. AMDAL
Kerangka Kerja Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai dengan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 16/2012
Dokumen AMDAL terdiri dari (Pasal 4 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 16 Tahun 2012):
a. KAK (Kerangka Acuan Kerja);
b. ANDAL; and
c. RKL-RPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan - Rencana Pemantauan Lingkungan)
Kerangka Acuan Kerja berisi:
a. Pendahuluan: latar belakang dan tujuan rencana usaha dan/atau kegiatan dan
pelaksanaan studi AMDAL.
b. Lingkup: uraian usaha dan/atau kegiatan yang akan dianalisis, terdiri dari status dari
studi AMDAL, kesesuaian lokasi kegiatan yang direncanakan dengan rencana tata ruang
wilayah, dan uraian rencana usaha dengan fokus pada komponen kegiatan yang
berpotensi menimbulkan dampak lingkungan berdasarkan rencana kegiatan dan
alternatifnya.
c. Metode Studi: uraian metode pengumpulan dan analisis data yang akan digunakan,
metode peramalan dampak signifikan yang akan digunakan, dan metode holistik untuk
mengevaluasi dampak lingkungan;
d. Daftar Pustaka: Di bagian daftar pustaka, penyusun mencantumkan literatur atau referensi
yang digunakan untuk menyusun dokumen KAK. Kutipan referensi harus mengikuti
format akademis yang dikenal luas; dan
e. Lampiran: bukti persetujuan prinsip formal, sertifikasi kompetensi penyusun AMDAL,
bukti registrasi dari lembaga penyedia jasa penyusunan (LPJP) dokumen AMDAL, surat
pembentukan tim pelaksana studi AMDAL, biodata personil tim penyusun AMDAL, surat
pernyataan yang ditandatangani di atas materai yang menyatakan bahwa anggota tim
AMDAL sebenarnya adalah satu-satunya yang menyusun dokumen tersebut, informasi
lain mengenai rencana kegiatan, bukti resmi bahwa rencana kegiatan sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah, data dan informasi mengenai data rona awal (baseline)
lingkungan; bukti mengenai pemberitahuan AMDAL, hasil keterlibatan masyarakat (hasil
konsultasi publik, pembahasan dengan para pemangku kepentingan, dan hasil analisis dari
data hasil konsultasi publik), dan data lain yang dianggap penting.
KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
285
Contoh tabel ringkasan untuk proses penetapan lingkup
No.
Uraian Kegiatan yang
Direncanakan yang
Berpotensi
Menyebabkan Dampak
Lingkungan
Upaya Pengelolaan
Lingkungan yang telah
Direncanakan sebagai bagian
dari Rencana Kegiatan
Komponen
Lingkungan yang
Terkena Dampak
Lingkup
Wilayah Studi
Jangka Waktu Studi
(yang menjadi dasar
pembenaran
mengapa jangka
waktu ini yang
dipilih)
Potensi
Dampak
Evaluasi Potensi
Dampak
Dampak
Hipotetis yang
Signifikan
(DPH)
Tahap pra-konstruksi
Tahap konstruksi
Tahap Operasi
Tahap Pasca Operasi
Contoh tabel ringkasan metode studi
No. DPH Metode Perkiraan
Dampak
Data dan informasi yang
terkait
Metode pengumpulan data
untuk peramalan
Metode analisis data untuk
peramalan
Metode evaluasi (bukan untuk
dampak individual tapi untuk
dampak keseluruhan)
286
AMDAL terdiri dari:
a. Pendahuluan: Ringkasan rencana usaha dan/atau kegiatan, dampak signifikan hipotetis,
batas wilayah studi, dan batas waktu dari studi berdasarkan penetapan lingkup di dalam
kerangka acuan kerja (termasuk alternatif yang ada);
b. Uraian rinci tentang rona awal lingkungan: Berisi uraian tentang lingkungan secara rinci
pada lokasi usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan yang terdiri dari komponen
lingkungan yang terkena dampak yang signifikan yang disebabkan oleh kegiatan, usaha,
dan/atau kegiatan yang diusulkan di sekitar lokasi kegiatan yang diusulkan;
c. Dampak signifikan hipotetis: menghasilkan informasi mengenai skala dan karakteristik
dampak signifikan untuk setiap dampak signifikan hipotetis yang diteliti;
d. Evaluasi holistik dampak lingkungan: menguraikan hasil evaluasi hubungan dan
interaksi di antara dampak-dampak signifikan hipotetis untuk menentukan karakteristik
dari keseluruhan dampak lingkungan yang disebabkan oleh usaha dan/atau kegiatan
yang diusulkan;
e. Daftar Pustaka: data dan informasi penting harus didukung oleh literatur terbaru yang
tercantum dalam Daftar Pustaka dengan menggunakan format Daftar Pustaka standar;
dan
f. Lampiran: Kesepakatan Kerangka Acuan Kerja atau Pernyataan Kelengkapan Persyaratan
Administrasi dari Kerangka Acuan Kerja, data dan informasi terinci mengenai lingkungan
(tabel, grafik, dan foto lingkungan jika diperlukan), ringkasan teori dasar, asumsi,
prosedur, proses, dan perhitungan yang digunakan untuk meramalkan dampak, dan
ringkasan teori, asumsi, prosedur, proses, dan perhitungan yang digunakan untuk dapat
secara holistik mengevaluasi dampak lingkungan, data dan informasi lain yang terkait.
Contoh tabel ringkasan analisis dampak
No. DPH Rona Awal
Lingkungan
Hasil Perkiraan Dampak
Catatan:
Ada dua pilihan untuk perkiraan:
1. Perbandingan kondisi lingkungan dengan
dan tanpa adanya kegiatan tanpa
mempertimbangkan perubahan alami dalam
kondisi lingkungan
2. Perbandingan kondisi lingkungan dengan
dan tanpa adanya kegiatan dengan
mempertimbangkan perubahan kondisi
lingkungan (analisis perubahan lingkungan
dalam kondisi lingkungan dipersyaratkan)
Hasil
Evaluasi
Dampak
Tahap pra-konstruksi
Tahap konstruksi
Tahap operasi
Tahap pasca operasi
287
RKL – RPL terdiri dari:
a. Pendahuluan: Tujuan pelaksanaan RKL-RPL secara umum dan pernyataan yang jelas.
Pernyataan ini harus sistematis, sederhana, dan jelas;
b. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL): Menjelaskan bentuk pengelolaan lingkungan yang
dilakukan terhadap dampak untuk menghindari, mencegah, meminimalkan, dan/atau
mengendalikan dampak negatif dan meningkatkan dampak positif.
c. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL): Menjelaskan rencana pemantauan secara singkat
dalam bentuk matriks atau tabel bagi dampak yang ditimbulkan;
d. Jumlah dan jenis izin perlindungan dan pemantauan lingkungan yang diwajibkan (PPLH):
dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan diwajibkan untuk memiliki izin PPLH,
maka dijelaskan identifikasi dan perumusan jumlah dan jenis daftar izin lingkungan yang
diwajibkan dan pengelolaan lingkungan berdasarkan rencana pengelolaan lingkungan;
e. Pernyataan komitmen pemrakarsa untuk melakukan ketentuan dalam RKL-RPL: Terdiri dari
pernyataan pemrakarsa untuk melakukan RKL-RPL yang ditandatangani di atas kertas
bermeterai;
f. Daftar Pustaka: Pada bagian ini, sampaikan sumber data dan informasi yang digunakan
untuk pengembangan RKL-RPL, baik buku, majalah, esai atau laporan penelitian ilmiah.
Semua literatur harus ditulis sesuai dengan panduan penulisan literatur; dan
g. Lampiran: Data dan informasi penting dan terkait.
288
Contoh matriks rencana pengelolaan lingkungan (RKL)
No
Dampak
Lingkungan
yang
Dikelola
Sumber
Dampak
Indikator
Pengelolaan
Lingkungan
Jenis
Pengelolaan
Lingkungan
Lokasi
Pengelolaan
Lingkungan
Periode
Waktu
Pengelolaan
Lingkungan
Lembaga
Pengelola
Lingkungan
Dampak Penting yang Dikelola (Hasil Rekomendasi Pengelolaan dari ANDAL)
Dampak Lain yang Dikelola (pengelolaan lingkungan yang telah direncanakan sejak awal di dalam rencana
kegiatan, SOP, pedoman teknis pemerintah, standar internasional, dll.)
Contoh matriks rencana pemantauan lingkungan (RPL)
No
Dampak Lingkungan yang
Dipantau
Jenis Pemantauan
Lingkungan
Lembaga Pemantauan
Lingkungan Hidup
Jenis
Dampak
yang
Disebabk
annya
(bisa
ambien
atau
pada
sumbern
ya)
Indikator/
Parameter
Sumber
Dampak
Metode
Pengump
ulan &
Analisis
Data
Lokasi
Pemanta
uan
Waktu &
Frekuensi
Pelaksana Pengawas
Penerima
Laporan
289
LAMPIRAN-6 : KERANGKA KERJA PROSES
PEMINDAHAN PENDUDUK SECARA SUKARELA
A. LATAR BELAKANG
OP 4.12 Lampiran A, pasal 26. Kerangka kerja proses disusun apabila proyek yang
didukung oleh Bank dapat menyebabkan pembatasan akses terhadap sumber daya alam di
taman nasional dan kawasan lindung yang ditetapkan secara hukum. Tujuan dari kerangka
kerja proses ini adalah untuk membentuk suatu proses di mana anggota masyarakat yang
berpotensi terkena dampak berpartisipasi dalam merencanakan kawasan untuk ditetapkan
sebagai taman nasional dan kawasan lindung, atau investasi fisik yang terkait dengan upaya
konservasi untuk mencegah taman nasional dan kawasan lindung yang ditetapkan secara
hukum dari kerusakan lebih lanjut atau mempertahankan fungsinya, dalam menetapkan
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan kebijakan pemukiman kembali, dan
dalam pelaksanaan serta pemantauan kegiatan investasi fisik yang terkait (lihat OP 4.12,
Ayat 7 dan 31). Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
T.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat melalui Kemitraan
Kehutanan.
Penerapan Kerangka Proses. Kerangka Proses ini hanya berlaku untuk kegiatan di dalam
Proyek, terutama yang berada di bawah dukungan Komponen 1 dan 4, yang mengakibtkan
adanya pembatasan akses terkait dengan kawasan lindung dan kegiatan konservasi.
Pembatasan akses yang tidak terkait dengan kegiatan konservasi akan ditangani
berdasarkan ESIA/ESMP untuk dampak yang terkait dengan OP 4.01 atau LARAP untuk
dampak yang terkait dengan OP 4.12.
Secara khusus, kerangka kerja proses ini menggambarkan proses partisipatif dimana
kegiatan-kegiatan berikut ini akan dilakukan:
(a) Komponen investasi fisik akan disusun dan dilaksanakan. Dokumen tersebut harus
secara singkat menjelaskan investasi fisik dan komponen atau kegiatan yang mungkin
melibatkan pembatasan baru atau lebih ketat mengenai penggunaan sumber daya
alam. Dokumen ini juga harus menjelaskan proses yang berpotensi memindahkan
mereka yang berpartisipasi dalam desain investasi fisik.
(b) (b) Kriteria kelayakan orang yang terkena dampak akan ditetapkan. Dokumen tersebut
harus menetapkan bahwa masyarakat yang berpotensi terkena dampak akan dilibatkan
dalam mengidentifikasi dampak negatif, penilaian dampak, dan penetapan kriteria
kelayakan untuk setiap tindakan mitigasi atau ganti rugi yang diperlukan.
(c) Langkah-langkah untuk membantu orang-orang yang terkena dampak dalam upaya
mereka untuk memperbaiki mata pencaharian mereka atau mengembalikannya secara
riil ke tingkat sebelum dipindahkan akan diidentifikasi, sambil mempertahankan
keberlanjutan taman nasional atau kawasan lindung. Dokumen tersebut harus
menjelaskan metode dan prosedur dimana masyarakat akan dapat mengidentifikasi
290
dan memilih potensi langkah-langkah mitigasi atau ganti rugi yang harus diberikan
kepada mereka yang terkena dampak, dan prosedur dimana anggota masyarakat yang
terkena dampak negatif akan memutuskan pilihan-pilihan yang tersedia bagi mereka.
(d) Potensi konflik atau keluhan di dalam atau di antara komunitas-komunitas yang
terkena dampak akan diselesaikan. Dokumen tersebut harus menjelaskan proses
penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan pembatasan penggunaan sumber daya
yang mungkin timbul di dalam atau di antara komunitas-komunitas yang terkena
dampak, dan keluhan yang mungkin timbul dari anggota masyarakat yang tidak puas
dengan kriteria kelayakan, tindakan perencanaan bagi masyarakat, atau
pelaksanaannya secara aktual.
Selain itu, kerangka kerja proses tersebut harus menggambarkan pengaturan yang
berkaitan dengan hal berikut ini.
(e) Prosedur administratif dan hukum. Dokumen tersebut harus meninjau kesepakatan
yang dicapai mengenai pendekatan proses dengan yurisdiksi administratif dan
kementerian yang terkait (termasuk penggambaran yang jelas mengenai tanggung
jawab administratif dan keuangan di bawah investasi fisik).
(f) Pengaturan pemantauan. Dokumen ini harus meninjau kembali pengaturan
pemantauan partisipatif kegiatan investasi fisik karena berkaitan dengan dampak
(positif dan negatif) terhadap masyarakat di dalam area dampak investasi fisik, dan
untuk memantau efektivitas tindakan yang diambil untuk meningkatkan (atau
setidaknya mengembalikan) pendapatan dan standar hidup.
Pelaksanaan dari penetapan suatu kawasan sebagai kawasan lindung mungkin akan
menyebabkan pembatasan akses tradisional pada sumber daya alam di kawasan lindung
yang sudah ditetapkan secara hukum. Pembatasan akses bagi masyarakat yang bergantung
pada hutan terhadap manfaat dari jasa yang diberikan oleh sumber daya alam di kawasan
lindung yang sudah ditetapkan secara hukum mungkin membatasi akses masyarakat
setempat ke kawasan di mana mereka menggantungkan kehidupannya, dan dapat
berdampak negatif pada sosial dan ekonomi bagi masyarakat tersebut. Kerangka kerja
proses (process framework, PF) ini disusun untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam
desain dari rencana penetapan kawasan lindung atau dalam desain investasi fisik yang
terkait dengan upaya konservasi yang dapat mengawasi kegiatan konservasi sementara
pada saat yang sama dapat mengembangkan pemanfaatan sumber daya alternatif secara
berkelanjutan yang dapat diterima yang disebabkan oleh terbatasnya akses karena adanya
dua kegiatan tersebut. Dalam hal penetapan kawasan lindung atau investasi fisik yang
terkait dengan upaya konservasi yang bermaksud untuk melindungi kawasan lindung yang
ditetapkan mensyaratkan masyarakat yang bergantung pada hutan tersebut untuk
menghentikan atau mengurangi kegiatan mereka, masyarakat tersebut harus dapat mencari
alternatif sumber penghidupan. Agar prakarsa konservasi tersebut efektif sambil tetap
menjaga sumber mata pencaharian bagi masyarakat yang terkena dampak, penetapan
kawasan lindung mungkin akan memerlukan adanya pemberian insentif kepada
masyarakat yang terkena dampak. Insentif tersebut tidak selalu harus terkait langsung
291
dengan rente dari hutan (pembayaran untuk hasil), tetapi juga dapat berupa manfaat
moneter atau non-moneter untuk pemungkin atau pendorong suatu kebiasaan tertentu.
PF ini merupakan panduan untuk perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi dampak dari
terbatasnya akses terhadap mata pencaharian yang disebabkan pelaksanaan Proyek. Tujuan
utama dari kerangka kerja ini adalah untuk memastikan bahwa sumber mata pencaharian
dapat dipulihkan kembali, setidaknya pada tingkat “sebelum dilaksanakannya proyek.”
Setelah lokasi dan masyarakat terkena dampak diidentifikasi, PF ini mensyaratkan bahwa
badan/lembaga yang mengusulkan penunjukan kawasan lindung atau investasi fisik yang
terkait dengan upaya konservasi untuk didanai oleh IPF, untuk menyiapkan suatu Rencana
Aksi (lihat paragraf K) atau suatu instrumen yang setara melalui konsultasi dengan
masyarakat terkena dampak untuk mempersiapkan diantaranya: langkah-langkah
penanganan spesifik yang harus dilakukan, jenis dari sumber mata pencaharian alternatif,
dukungan fasilitasi dan beberapa contoh dari kompensasi moneter dan/atau non-moneter,
pengaturan pelaksanaan, indikator yang jelas untuk hasil dan keluaran, dan tata waktunya.
B. TUJUAN DARI KEBIJAKAN DAN DEFINISI UTAMA
Seringkali terjadi ketidakmungkinan dan ketidakpraktisan untuk mengasumsikan bahwa
semua dampak pada mata pencaharian dari pembatasan yang diusulkan dapat diketahui
sebelumnya. Sifat dari pembatasan ke kawasan lindung yang ditetapkan dan intervensi
spesifik yang dibutuhkan untuk memulihkan mata pencaharian masyarakat juga tidak
dapat diketahui secara penuh di awal. PF ini diperlukan dengan pandangan untuk
memastikan bahwa penetapan kawasan lindung memenuhi tujuan dari konservasi seiring
dengan itu mendorong mata pencaharian yang berkelanjutan bagi masyarakat yang
tergantung pada hutan melalui: 1) mendorong pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya
alam yang berkelanjutan; 2) menghindari pembatasan akses pada sumber daya yang tidak
perlu dan mendukung kemitraan dengan masyarakat setempat116; 3) memastikan partisipasi
dan konsultasi dengan masyarakat terkena dampak di seluruh kawasan proyek dengan
memadai; 4) memastikan bahwa rencana aksi perbaikan dan mitigasi yang menjelaskan
langkah-langkah yang spesifik untuk membantu masyarakat yang terkena dampak negatif
oleh usulan kawasan lindung yang ditetapkan, yang menyebabkan pembatasan,
ditempatkan sebelum pemberlakuan kawasan lindung yang ditetapkan tersebut.
Definisi Utama yang digunakan dalam kerangka kerja adalah sebagai berikut:
a. Orang Terkena Dampak Proyek (OTDP) adalah semua orang yang terdampak dari
kegiatan pengembangan tata guna lahan dan/atau investasi fisik dan/atau suatu
kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung, yang akan menyebabkan: (i)
standar kehidupannya terkena dampak negatif; atau (ii) hak, kepemilikan, minat
116 Pedoman khusus untuk Kemitraan Kehutanan dapat mengacu pada Peraturan Menteri No. 39/Menhut-II
/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat melalui Kemitraan Kehutanan
292
atas properti (termasuk tanah rumah, pertanian, penggembalaan dan perburuan)
dan/atau aset tetap atau bergerak lain yang diperolehnya atau dimilikinya baik
secara sementara atau permanen; (iii) terdampak negatif atas akses terhadap aset
produktif, sementara atau permanen; (iv) terdampak negatif pada usaha, profesi,
pekerjaan, atau tempat tinggal atau habitat;
b. Keterbatasan akses adalah suatu proses dimana masyarakat setempat yang tinggal
di dan/atau dekat lokasi proyek kehilangan akses sebagian atau seluruhnya,
sementara atau permanen atas lahan dan sumber daya alam di taman nasional atau
kawasan lindung yang ditetapkan. Keterbatasan tersebut dapat berupa akibat dari
aksi sukarela maupun tidak sukarela.
c. Rehabilitasi adalah suatu proses dimana OTDP diberikan kesempatan yang
memadai untuk memulihkan produktivitas, pendapatan dan standar
kehidupannya. Kompensasi atas aset seringkali tidak memadai untuk mencapai
rehabilitasi penuh.
d. Kompensasi dapat berbentuk moneter (uang tunai) dan non-moneter (berbentuk
natura) sebelum pelaksanaan proyek. Dana dari sumber publik atau donor dapat
digunakan untuk memberikan insentif dan bantuan untuk pemanfaatan lahan dan
mata pencaharian yang berkelanjutan.
e. Pengadaan tanah adalah proses dimana seseorang kehilangan: kepemilikan secara
terpaksa, penggunaan akses, tanah sebagai akibat dari kegiatan suatu
proyek/subproyek. Pengadaan tanah dapat membawa pada dampak ikutan lainnya
termasuk kehilangan tempat tinggal, mata pencaharian, atau aset produktif lainnya.
B. PRINSIP-PRINSIP UTAMA
Dalam menyusun Rencana Aksi untuk melakukan mitigasi dampak negatif dari pembatasan
akses, prinsip-prinsip berikut ini perlu diperhatikan, yaitu:
a. Partisipasi: Dibutuhkan partisipasi masyarakat yang terkena dampak secara luas.
Masyarakat yang terkena dampak akan dilibatkan dalam suatu pendekatan yang
seusai secara budaya dan berdasar pada konsultasi dengan informasi di awal dan
tanpa paksaan (FPIC), khususnya di mana terdapat masyarakat adat (masyarakat
hukum adat atau masyarakat adat atau masyarakat tradisional). Seluruh masyarakat
yang terkena dampak akan terbuka dalam suatu upaya untuk bekerja sama dan
menjadi peduli terhadap pilihan untuk menolak berpartisipasi dalam persiapan dan
pelaksanaan dari ITMP (termasuk DDP) dan rencana sektoral.
b. Akses terhadap informasi dan pengungkapan: Informasi disiapkan dan tersedia
dalam bahasa yang dapat diterima oleh masyarakat terkena dampak, mengadopsi
berbagai media untuk memastikan penjangkauan yang luas. Komunikasi atas
rencana penunjukan kawasan lindung atau investasi fisik yang terkait dengan upaya
konservasi yang bermaksud melindungi kawasan lindung yang ditunjuk tersebut
akan dimulai seawal mungkin selama masa persiapan, dilakukan secara berkala
293
pada keseluruhan siklus proyek dan konsisten dan transparan dan dilakukan
pengungkapan atas informasi yang terkait dengan tepat waktu.
c. Inkulsi sosial: Pelibatan akan menjadi bahan pertimbangan terhadap isu yang
penting yaitu persamaan gender, iliterasi, disabilitas, etnis, dan faktor eksklusi
lainnya untuk mereka yang tersingkirkan secara sosial dan kelompok rentan lainnya
untuk memastikan bahwa dilakukan dialog secara inklusif dan langkah mitigasi
disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dari kelompok rentan.
d. Transparansi: Informasi tentang rencana penunjukan kawasan lindung atau
kawasan lindung terkait dengan upaya konservasi yang bermaksud untuk
melindungi kawasan lindung tersebut, termasuk dampak positif dan negatifnya
dikomunikasikan kepada masyarakat yang terkena dampak secara transparan.
Informasi terkait pelaksanaan langkah-langkah mitigasi, termasuk penganggaran,
GRM, dan pemantauan dan evaluasi, harus dapat diakses oleh masyarakat yang
terkena dampak.
e. Konsultasi dengan informasi di awal dan tanpa paksaan: Konsultasi dengan
masyarakat yang terkena dampak akan didokumentasikan dengan baik, dengan
sumber yang memadai, merangkum pandangan dari para pemangku kepentingan
untuk memberikan informasi tentang keputusan terkait proyek (yaitu komunikasi
dua arah), dan memungkinkan adanya rentang waktu yang cukup bagi masyarakat
untuk membuat keputusan.
f. Menghindari pembatasan yang tidak perlu: Desain dari kawasan lindung yang
ditunjuk atau investasi fisik yang terkait dengan upaya konservasi yang bermaksud
untuk melindungi kawasan lindung tersebut harus mencari alternatif untuk
mencapai tujuan penurunan emisi karbon dengan menjaga akses masyarakat lokal
terhadap kawasan konservasi, misalnya melalui skema kemitraan.
C. PELIBATAN MASYARAKAT
Masyarakat yang bergantung pada hutan, mungkin sudah lama memanfaatkan sumber
daya kehutanan. Rumah tangga mereka mungkin tergantung pada sumber daya alam untuk
mendukung penghidupan sehari-hari, seperti pendapatan, lapangan pekerjaan, dan
makanan, serta untuk praktik sosial dan budaya. Masyarakat yang terkena dampak
mungkin akan terdampak negatif oleh kegiatan pembangunan/konstruksi, baik secara
sementara maupun permanen, dan dampak tersebut mungkin saja besar bila
mengakibatkan kehilangan aset produktif dan mata pencaharian. Untuk MA, budaya dan
sejarah mereka terhubung dengan kawasan leluhur, seringkali berupa kawasan hutan.
Dengan demikian sangatlah penting untuk melibatkan masyarakat yang bergantung pada
hutan pada semua tingkatan yang menggunakan atau yang mendapatkan manfaat dari
sumber daya alam di kawasan lindung yang ditunjuk, sejak pengembangan tata guna hutan
dan/atau investasi fisik, karena keberhasilan proyek, sebagian tergantung pada perubahan
perilaku dari masyarakat tersebut. Beberapa aspek untuk pelibatan masyarakat yang perlu
dipertimbangkan adalah:
294
a. Masyarakat yang bergantung pada hutan dikenali sebagai kelompok yang beragam,
walaupun mungkin mereka termasuk ke dalam komunitas atau organisasi yang
sama. Pola dari bergantung pada hutan, pemanfaatan sumber daya alam, dan
hierarki termasuk peran gender, mungkin berbeda dari satu tempat ke tempat lain
dan dari waktu ke waktu. Upaya tidak seharusnya melihat terlalu dekat pada
kelompok rentan di dalam masyarakat terkena dampak.
b. Masyarakat yang bergantung pada hutan, termasuk MA dan masyarakat setempat
diperlakukan sebagai mitra yang sama dan pemangku kepentingan dalam
pengelolaan kawasan konservasi dan sumber daya alam secara umum. Pandangan
mereka harus dipertimbangkan dan dihormati.
c. Walaupun anggota masyarakat mungkin tidak dapat berpartisipasi sepenuhnya
dalam proses desain teknis (misalnya, zonasi), kearifan tradisional mereka akan
dimasukkan ke dalam keseluruhan desain.
d. Hal penting untuk meningkatkan harapan masyarakat lebih dari yang dapat
dihasilkan oleh proyek. Perlu dilakukan upaya untuk memastikan bahwa
masyarakat sudah diberikan informasi dengan memadai tentang kepentingan
keanekaragaman hayati utama untuk memastikan pencapaian tujuan dari proyek.
e. Tidak seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat memiliki pengetahuan atas
minat, pengelolaan, isu teknis, proses perencanaan atau mekanisme pembagian
manfaat, dengan demikian memerlukan panduan untuk memfasilitasi partisipasi
mereka. Peningkatan kepedulian menjadi kunci untuk meningkatkan keterlibatan
dan partisipasi dari masyarakat yang terkena dampak, dan diantaranya mungkin
dapat berupa pertemuan masyarakat, presentasi dari informasi, dan diseminasi dari
bahan-bahan informasi.
D. IDENTIFIKASI DAN KRITERIA DARI MASYARAKAT YANG DIRELOKASI
Dua kategori dari kriteria yang ditetapkan dalam kerangka kerja ini adalah:
a. Kriteria masyarakat
Seperti dalam OP 4.12 Bank Dunia, kata “orang yang direlokasi’ (displaced persons)
yang digunakan dalam kerangka kerja ini sama dengan ‘orang terkena dampak
proyek’ dan tidak terbatas pada mereka yang terkena dampak secara fisik.
Masyarakat yang direlokasi mungkin diklasifikasikan menjadi satu dari tiga
kelompok berikut:
i. Mereka yang memiliki hak resmi secara hukum atas tanah;
ii. Mereka yang tidak memiliki hak resmi secara hukum atas tanah berdasarkan
undang-undang pada saat sensus dimulai, tetapi memiliki klaim atas tanah, aset
atau properti dimana klaim tersebut diakui oleh undang-undang atau menjadi
diakui melalui proses yang didukung oleh proyek;
iii. Mereka yang tidak memiliki hak resmi secara hukum atas tanah berdasarkan
undang-undang, akan tetapi diakui oleh mereka yang klaim lainnya (misalnya
hak adat dan tradisional yang tidak diakui oleh undang-undang).
295
Tergantung pada tingkat kepemilikan dari properti dan tingkat kerentanan atau
dampaknya apakah langsung atau tidak langsung, jenis dari dukungan mata
pencaharian dapat berbeda-beda. Kerangka kerja ini diterapkan kepada semua orang
yang kehilangan akses pada taman nasional dan kawasan yang dilindungi yang
telah ditetapkan yang menyebabkan dampak negatif pada mata pencahariannya. Hal
yang penting untuk digarisbawahi dalam kerangka kerja ini adalah dibutuhkannya
kajian awal untuk menentukan kriteria dan melakukan identifikasi anggota
masyarakat yang layak dibantu. Informasi awal ini juga merupakan hal penting
untuk menunjukkan jenis dan tingkat kehilangan akses sebagai akibat dari
dibatasinya akses.
b. Masyarakat yang tidak layak
Dukungan mata pencaharian dan biaya hidup disiapkan secara fleksibel untuk tidak
memberikan bantuan untuk relokasi bagi siapapun yang terlibat dalam kegiatan
yang merusak dan tidak berkelanjutan setelah ditetapkannya kawasan lindung dan
konservasi, dan skema zonasi telah dikonsultasi dan sepakat. Hal ini perlu
dikomunikasikan kepada anggota masyarakat pada saat konsultasi awal.
E. MENENTUKAN DAMPAK PADA MASYARAKAT LOKAL
Bila penunjukan kawasan lindung atau pembangunan investasi fisik terkait dengan upaya
konservasi yang bertujuan untuk melindungi kawasan lindung yang ditunjuk tersebut
diperkirakan akan berdampak pada mata pencaharian anggota masyarakat lokal
disebabkan oleh pembatasan akses terhadap sumber daya di kawasan lindung tersebut,
dampak spesifik tidak akan diketahui hingga dimulainya pelaksanaan dari kegiatan
tersebut. Agar dapat menentukan dampak tersebut dengan tepat, perlu untuk bekerja sama
dan berkonsultasi dengan anggota masyarakat dan organisasi yang mewakili mereka untuk
melakukan identifikasi siapa yang terkena dampak secara langsung dan menentukan
bagaimana dampak tersebut mempengaruhinya.
F. PEMULIHAN DAN FASILITASI MATA PENCAHARIAN
Tujuan dari langkah-langkah pemulihan dan mitigasi adalah untuk kompensasi dan
diversifikasi mata pencaharian dari masyarakat yang terkena dampak di dalam dan di
sekitar kawasan konservasi/kawasan lindung yang ditunjuk. Kawasan lindung yang
ditunjuk tersebut akan mendukung pengembangan perusahaan berbasis masyarakat atau
kegiatan mata pencaharian skala kecil lainnya, seperti pertanian, perikanan, wana-tani, dll.,
yang dapa membantu mengganti biaya kesempatan dari terbatasnya akses. Upaya tersebut
dapat dicapai dalam kemitraan dengan berbagai lembaga, seperti KSM, LSM, dan sektor
swasta. Proses dari pengembangan strategi mata pencaharian alternatif dilakukan secara
partisipatif dan disemangati oleh rasa kebersamaan dan pengambilan keputusan berbasis
296
masyarakat. Proses untuk mencapai hal tersebut akan diawali dengan memobilisasi anggota
masyarakat yang terkena dampak untuk memastikan bahwa mereka memiliki tempat dan
kesempatan untuk mempertimbangkan pilihan yang ada untuk mereka. Langkah-langkah
mitigasi dan bantuan dukungan dilaksanakan untuk mengatasi pemulihan mata
pencaharian harus dilakukan dalam jangka panjang agar mereka dapat mencapai efek dari
pemulihan.
G. MEKANISME PENANGANAN KELUHAN (MPK)
Mekanisme penanganan keluhan disiapkan untuk mengidentifikasi prosedur dalam
penanganan keluhan yang datang dari implementasi rencana penunjukan kawasan lindung.
Masyarakat yang terkena dampak harus memiliki tempat dimana keluhan mereka
diakomodasi secara resmi dan konfindensial, dan keluhannya ditangani dengan memadai
serta ditangani tepat waktu. Mekanisme penanganan keluhan akan membantu
dinas/lembaga dalam pengelolaan secara signifikan yang mendorong efisiensi operasional
melalui berbagai cara, seperti peningkatan kepedulian masyarakat atas kawasan lindung
yang ditunjuk atau investasi fisik terkait konservasi yang bertujuan untuk melindungi
kawasan lindung tersebut serta tujuannya, meningkatkan kepercayaan atas itikad baik dari
proyek, menghindari korupsi, mengelola risiko, membekali staf proyek dengan
rekomendasi praktis yang menjadikan mereka lebih akuntabel, transparan dan responsif
pada masyarakat, mengkaji efektifitas dari proses internal organisasi dan meningkatkan
keterlibatan para pemangku kepentingan yang terkena dampak dari penunjukan kawasan
lindung. Pengaturan mekanisme penanganan keluhan dari proyek ini dijelaskan pada Bab
10 dari ESMF ini.
H. PEMANTAUAN DAN EVALUASI DARI KERANGKA KERJA PROSES
Tujuan utama dari sistem Pemantauan dan Evaluasi Kerangka Kerja Proses ini adalah untuk
memantau bagaimana besaran dampak negatif dan efektifitas dari pengelolaan yang
dirancang untuk membantu masyarakat yang tekena dampak meningkatkan atau
memulihkan mata pencahariannya. Pemantauan dan evaluasi dirancang secara partisipatif
dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak dan berbagai metoda dan pendekatan
yang dapat dikembangkan terkait hal tersebut (lihat bagian pada Pemantauan dan Evaluasi
dari ESMF ini). Pihak yang memperoleh manfaat dari pemulihan mata pencaharian dan
bantuan juga akan terlibat dalam pemantaauan dan evaluasi dari efektifitas dukungan mata
pencaharian alternatif yang dilaksanakan oleh karena adanya pembatasan akses untuk
menggunakan atau memanfaatkan sumber daya alam di kawasan lindung yang ditunjuk.
297
I. PENGUNGKAPAN
Langkah-langkah mitigasi dan pengaturan pelaksanaannya, serta penganggarannya seperti
dijelaskan pada Rencana Aksi disiapkan dengan berkonsultasi dengan masyarakat yang
terkena dampak. Draf harus diungkapkan segera mungkin tidak kurang dari dua minggu
sebelum pertemuan atau konsultasi. Pengungkapan juga termasuk temuan dari kajian sosial
dan analisis yang menjadi masukan Rencana Aksi. Pengungkapan disampaikan dengan cara
yang sesuai dengan budaya dan dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh sebagian besar
anggota masyarakat. Upaya tambahan akan dilakukan untuk menjangkau masyarakat yang
tinggal jauh untuk memastikan diseminasi informasi yang luas. Pada beberapa pengalaman,
komunikasi verbal mungkin lebih efektif dari pada tertulis. Rencana Aksi bersamaan
dengan kesepakatan yang dicapai dengan masyarakat yang terkena dampak dan catatan
dari konsultasi publik harus tersedia di situs jejaring dinas/lembaga dan akan diperbaharui
secara berkala.
J. OUTLINE DARI RENCANA AKSI UNTUK PEMBATASAN AKSES
Rencana dari kawasan lindung yang ditunjuk, atau rencana investasi fisik terkait upaya
konservasi yang bertujuan untuk melindungi kawasan lindung yang ditunjuk tersebut, latar
belakang proyek dan bagaimana rencana tersebut disiapkan, termasuk konsultasi dengan
masyarakat lokal dan para pemangku kepentingan lainnya, merupakan bagian dari Rencana
Aksi. Bagian ini perlu untuk menonjolkan rencana untuk menunjuk kawasan lindung atau
rencana investasi fisik terkait upaya konservasi yang bertujuan untuk melindungi kawasan
lindung yang ditunjuk yang didukung oleh komponen / sub-komponen Proyek yang
mungkin akan menyebabkan pembatasan akses:
a. Profil dari sosial-ekonomi masyarakat lokal dan ketergantungannya atas sumber
daya alam dan budaya yang terkait dengan kawasan taman nasional dan konservasi
yang ditetapkan secara hukum;
b. Kondisi dan cakupan dari pembatasan, waktu, dan prosedur administrasi dan legal
untuk melindungi keterkarikan masyarakat yang terkena dampak;
c. Batas dari kawasan yang dilindungi dan zona, juga lamanya penegakan hukum
untuk konservasi (misalnya permanen atau sementara);
d. Dampak sosial dan ekonomi dari pembatasan akses yang diantisipasi;
e. Masyarakat atau perorangan yang berhak untuk memperoleh bantuan;
f. Langkah-langkah khusus sebagai bantuan kepada mereka, sejalan dengan tata
waktu yang jelas untuk melaksanakan aksi dan sumber pendanaan;
g. Pengaturan pelaksanaan, peran dan tanggung jawab dari berbagai pemangku
kepentingan, termasuk pemerintah dan organisasi non-pemerintah, penyedia jasa
(LSM, KSM) dan kelompok lainnya yang menyediakan jasa atau bantuan kepada
masyarakat yang terkena dampak;
h. Pengaturan untuk pemantauan dan pengawasan dari pembatasan dan kesepakatan
pengelolaan sumber daya alam;
a. Indikator keluaran dan hasil yang jelas yang dikembangkan melalui konsultasi
dengan masyarakat yang terkena dampak
298
K. PEMBAGIAN MANFAAT
a. Definisi
Bagian yang terintegrasi dengan Kerangka Kerja Proses adalah pembagian manfaat dengan
masyarakat yang terkena dampak dimana lahan dan pendapatannya terganggu atau
menurun disebabkan oleh pembangunan infrastruktur yang didanai oleh subproyek.
Pembagian manfaat melibatkan transfer tunai atau non-tunai yang ditujukan sebagai
insentif dan bantuan yang memungkinkan pihak yang terkena dampak untuk
melaksanakan kegiatan yang dapat menggantikan dampak yang diakibatkan oleh kawasan
lindung yang ditunjuk. Manfaat dapat berkisar dari partisipasi sebagai tenaga kerja, bagian
dari saham, inisiatif pembangunan sosial, pembayaran langsung dan bantuan teknis
(contohnya, penyediaan teknologi atau pelatihan keahlian pada bidang yang relevan).
Pengaturan untuk pembagian manfaat dapat menggunakan mekanisme untuk pembagian
pendapatan (yaitu bagian) atau alternatifnya adalah mekanisme untuk transfer bantuan
tunai atau non-tunai diantara pihak dalam kesepakatan. Semua pihak dalam kesepakatan
harus sepakat atas kewajiban dan tanggung jawab yang perlu dipenuhi untuk dapat
memperoleh manfaat. Juga perlu untuk mengembangkan sistem untuk pencatatan dan
pemantauan dari distribusi manfaat dan pencapaian dari kewajiban terkait.
Prinsip utama dari pembagian manfaat melebihi pembayaran kompensasi yang hanya satu
kali dan bantuan relokasi jangka pendek untuk masyarakat yang terkena dampak.
Pembagian manfaat diberikan baik kepada masyarakat yang direlokasi dan masyarakat
yang terkena dampak di mana kawasan lindung yang ditunjuk tersebut berada di tempat
mereka tinggal sebagai mitra yang terlegitimasi dalam subproyek dan yang pertama
diantara penerima manfaatnya. Pembagian manfaat umumnya diatur oleh undang-undang
No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Publik, dimana kompensasi
dapat berupa saham di pasar efek atau bentuk lainnya yang disepakati antara masyarakat
yang terkena dampak dan pemilik sub-proyek.
Pengaturan pembagian manfaat memperhatikan jenis dari dampak yang terjadi karena
kawasan lindung yang ditunjuk tersebut, di mana tidak dapat pulih kembali dan dalam
jangka panjang. Tergantung pada jenis dari pembagian manfaat, pengaturan tersebut dapat
berupa pemanfaatan untuk memobilisasi pendanaan dan kegiatan untuk meningkatkan
pengelolaan dari jasa ekosistem yang secara permanen berubah karena keberadaan kawasan
lindung yang ditunjuk tersebut yang mungkin menyebabkan penurunan pendapatan dan
hilangnya mata pencaharian bagi masyarakat yang terkena dampak. Walaupun pembagian
manfaat umumnya diterapkan pada subproyek infrastruktur komersil yang layak (misalnya
jalan tol, pembangkit listrik tenaga air, listrik, dll.), penerapannya mungkin diperluas pada
sektor non-komersil dengan menambah rentang dan jumlah dari manfaat tergantung pada
jenis dan besaran dampaknya. Pembagian manfaat harus fleksibel dan tergantung pada
kesepakatan, mungkin dapat diteruskan setelah daur hidup ekonomis dari investasi fisik
terkait konservasi yang bertujuan untuk melindungi kawasan lindung tersebut.
299
b. Persayaratan
Hal yang penting adalah untuk memastikan bahwa seluruh pemangku kepentingan
mengerti tentang mekanisme, termasuk proporsi/rasio dari manfaat yang dibagikan, aliran
manfaat, dan kriteria kelayakannya. Hal yang juga penting bagi penerima manfaat untuk
memiliki pemahaman yang memadai atas bagaimana manfaat dihitung, termasuk saldo
antara tingkat pembagian manfaat (sebagai persentase dari manfaat yang dihasilkan oleh
kegiatan spesifik dari subproyek) dan dampak dari pembagian tersebut terhadap
keuntungan. Mendorong pemahaman tersebut diantara tingkat yang berbeda dari para
pemangku kepentingan merupakan hal yang penting untuk menumbuhkan transparansi
dan menghindari kecurigaan yang mungkin terjadi karena kesenjangan informasi.
Pendekatan umum untuk pembagian manfaat adalah:
1. Rumus dan prosedur standar yang disepakati untuk menentukan bagian dari
pendapatan yang dihasilkan oleh subproyek infrastruktur menjadi dana pembagian
manfaat dan menginternalisasikan biaya tersebut menjadi perhitungan dari ROI
(return on investment);
2. Penentuan kriteria kelayakan, pemilihan hibah, dan prosedur pemberiannya dan
pengaturan administrasi dari dana;
3. Penunjukkan dari dewan/organisasi pembagian manfaat dengan keterwakilan
masyarakat lokal yang memadai dan kapasitas untuk mengkomunikasikan
pengaturan pembagian manfaat dengan penerima manfaat, mengelola dana dengan
transparan dan membuat rekomendasi lainnya atas betuk pembagian manfaat non-
tunai, misalnya pembangunan sosial, bantuan non-tunai, dll.
4. Penggunaan dana untuk menawarkan pilihan dari pembangunan lokal yang
diiginkan oleh para penerima manfaat; hibah seringkali dikelola berdasarkan
kompetisi dengan kriteria yang telah disepakati;
5. Mekanisme untuk transparansi, akuntabel, dan pemantauan untuk memperoleh
kepercayaan publik;
c. Langkah-Langkah
Terdapat beberapa pendekatan untuk pembagian manfaat, tergantung pada kondisi sosial-
ekonomi, tingkat tata kelola, karakteristik kawasan lindung yang ditunjuk, atau jenis
investasi fisik terkait upaya konservasi yang bertujuan untuk melindungi kawasan lindung
yang ditunjuk tersebut. Langkah-langkah berikut ini merupakan contoh dan tidak ditujukan
untuk mengarahkan, yaitu:
1. Konsultasi dengan masyarakat yang terkena dampak terkait kegiatan pembangunan
tata guna lahan dan/atau investasi fisik, termasuk lokasi, tata waktu, kebutuhan
tenaga kerja dan persyaratannya, juga bersaran dan jenis dampak (dugaan dan
kenyataan) dan sifatnya (permanen atau sementara) serta siapa yang paling banyak
terkena dampak tersebut. Konsultasi harus dilaksanakan di awal selama penyusunan
rencana untuk menunjuk kawasan lindung atau rencana investasi fisik terkait upaya
konservasi yang bertujuan untuk melindungi kawasan lindung yang ditunjuk begitu
300
lokasi dan batas-batasnya telah diidentifikasi dan dilakukan lebih dari satu kali
untuk memastikan penjangkauan. Pada beberapa situasi, proses ini mungkin
memerlukan mediator untuk menciptakan netralitas dan kesetaraan.
2. Setelah masyarakat yang terkena dampak memiliki pemahaman yang memadai dan
sepakat atas rencana kawasan lindung yang ditunjuk atau rencana investasi fisik
terkait upaya konservasi yang bertujuan untuk melindungi kawasan lindung yang
ditunjuk tersebut, maka pemilihan perwakilan masyarakat yang akan ditempatkan
pada dewan pembagian manfaat dapat dilakukan. Partisipasi dalam dewan ini
berdasarkan suka rela dan pemilihannya perlu memperhatikan ada tidaknya
penguasaan oleh elit setempat, sehingga persiapan menjadi penting untuk
memastikan keterwakilan dari kepentingan masyarakat di dalam dewan. Perlu
disusun sistem rotasi untuk dewan ini untuk memastikan adanya partisipasi dari
anggota masyarakat lainnya yang juga layak.
3. Bersama dengan dewan pembagian manfaat, dilakukan persiapan pengaturan dari
pembagian manfaat. Hal ini termasuk menyusun kriteria kelayakan, prioritas, waktu
aliran pembagian manfaat, pengelolaan dana, jenis dari program yang layak,
bantuan teknis, dll. Setiap bahan yang tidak rahasia harus disampaikan kepada
dewan dalam bentuk yang mudah dipahami dan dalam rentang waktu yang cukup
agar mereka dapat memahami informasi. Informasi tersebut mungkin termasuk
proporsi dari pembagian manfaat juga transfer tunai dan/atau non-tunai dalam
rasio dari proyeksi keuntungan.
4. Putaran berikutnya dari konsultasi dengan masyarakat yang terkena dampak untuk
mengkonsultasikan draf kesepakatan termasuk usulan pembagian manfaat. Hal
yang penting untuk disepakati termasuk penerima manfaat yang layak, jenis dari
manfaat, waktu dari pembagian manfaat, rasio dari manfaat terhadap keseluruhan
keuntungan berdasarkan kegiatan spesifik dari subproyek. Proses ini mungkin dapat
dipimpin oleh dewan dibantu oleh mediator bila diperlukan. Kesepakatan ini juga
harus melihat tata waktu dari pengaturannya (seperti, apakah manfaat akan
meningkat dan bertambah secara berkala sejalan dengan keuntungan dan frekuensi)
dan pengaturan untuk penangantan keluhan.
5. Melakukan pilot dari mekanisme pembayaran dan pemantauan, juga langkah
penanganan keluhan, mulai dari masyarakat yang terkena dampak secara langsung
sebelum kepada masyarakat lainnya sebagaimana ditetapkan pada kesepakatan.
6. Melakukan pencatatan kembali dengan masyarakat yang terkena dampak terkait apa
yang dapat dicapai dengan baik dan apa yang tidak, juga melakukan perbaikan
sistem dan membangun kapasitas dari organisasi pelaksana dan dewan pembagian
manfaat.
301
LAMPIRAN-7 : OUTLINE LARAP
LARAP lengkap mencakup unsur-unsur di bawah ini, yang relevan. Bila ada unsur yang
tidak relevan dengan keadaan investasi fisik tertentu, maka harus dicatat dalam LARAP.
1. Uraian tentang investasi fisik. Gambaran umum tentang investasi fisik dan identifikasi
kawasan investasi.
2. Potensi dampak. Identifikasi (a) komponen atau kegiatan investasi fisik yang memerlukan
pengadaan tanah atau menyebabkan pemukiman kembali; (b) wilayah dampak
komponen atau kegiatan tersebut; (c) alternatif yang dipertimbangkan untuk
menghindari atau meminimalkan pemukiman kembali; dan (d) mekanisme yang
dibentuk untuk dapat sejauh mungkin meminimalkan pemukiman kembali.
3. Tujuan. Tujuan utama dari LARAP.
4. Sensus Orang-orang yang Terkena Dampak Proyek (OTDP) dan inventarisasi aset yang
terkena dampak. Hasil sensus dan inventarisasi aset tersebut termasuk informasi berikut
ini:
• daftar OTDP, yang membedakan antara OTDP dengan hak atas tanah dan penghuni
tanpa hak;
• inventarisasi plot dan struktur yang terkena dampak dan termasuk informasi berikut
ini:
o Ukuran total persil yang terkena dampak, ukuran area yang akan diambil untuk
investasi fisik, dan ukuran lahan yang tersisa;
o Status kepemilikan lahan/bangunan yang terkena dampak dan bukti
kepemilikannya;
o Fungsi lahan/bangunan yang terkena dampak;
o Kondisi bangunan (permanen, semi permanen, sementara, dll.)
o Aset lain yang terkena dampak (pohon, tanaman pangan, sumur, pagar, dll.)
• jumlah OTDP dan Rumah Tangga yang Terkena Dampak Proyek (RTDP)
• jumlah RTDP yang harus pindah, yang membedakan antara (1) mereka yang akan
dapat membangun kembali rumah mereka di tanah sisa dari persil yang terkena
dampak investasi fisik, dan (2) orang-orang yang akan dipaksa pindah ke lokasi lain;
dan
• jumlah RTDP yang akan kehilangan lebih dari 20% aset produktif mereka.
Informasi di atas harus dirangkum dalam sebuah tabel.
5. Studi sosial ekonomi. Temuan studi sosial ekonomi yang mencakup RTDP yang
kehilangan lebih dari 20% aset produktif mereka dan/atau dipaksa pindah ke lokasi
lain. Studi sosial ekonomi harus mencakup unsur-unsur berikut ini:
302
• Uraian sistem produksi, tenaga kerja, dan organisasi rumah tangga;
• Pola interaksi sosial di masyarakat yang terkena dampak, termasuk jaringan sosial
dan sistem pendukung sosialnya, dan bagaimana mereka akan terkena dampak oleh
investasi fisik;
• Informasi tentang kelompok atau orang rentan adalah sebagaimana diatur dalam OP
4.12, para. 8, yang untuk merekalah ketentuan khusus mungkin harus dibuat;
• Sistem penguasaan lahan dan pengalihan status kepemilikan tanah, termasuk
inventarisasi sumber daya alam milik umum di mana orang mendapatkan mata
pencaharian dan penghidupan mereka, sistem hak menikmati hasil tanpa adanya
hak kepemilikan (usufruct - hak memakai dan menikmati hasil suatu benda milik
orang lain tanpa adanya hak kepemilikan) (termasuk memancing, mencari rumput,
atau memanfaatkan kawasan hutan) yang diatur oleh mekanisme alokasi lahan yang
diakui secara lokal, dan masalah apapun yang diangkat oleh sistem kepemilikan
yang berbeda;
• Infrastruktur umum dan layanan sosial yang akan terkena dampak;
• Karakteristik sosial dan budaya masyarakat yang terdampak, termasuk uraian dari
lembaga formal dan informal (mis., organisasi masyarakat, kelompok ritual,
organisasi non-pemerintah (LSM)) yang mungkin relevan dengan strategi konsultasi
dan untuk merancang dan melaksanakan kegiatan pemukiman kembali;
• Informasi dasar mengenai mata pencaharian (termasuk, mana yang berkaitan,
tingkat produksi dan pendapatan yang berasal dari kegiatan ekonomi formal dan
informal) dan standar hidup (termasuk status kesehatan) dari masyarakat yang
terdampak; dan
• Ketentuan untuk memutakhirkan informasi tentang mata pencaharian dan standar
hidup masyarakat yang terdampak tersebut secara berkala sehingga informasi
terbaru tersedia pada saat pemindahan mereka.
6. Analisis hukum. Hasil investigasi atas setiap langkah hukum yang diperlukan untuk
memastikan pelaksanaan yang efektif dari kegiatan pengadaan tanah dan pemukiman
kembali dalam kerangka investasi fisik, termasuk, jika diperlukan, sebuah proses untuk
mengakui gugatan atas hak legal atas tanah - termasuk gugatan yang berasal dari
hukum adat dan pemanfaatan tradisional.
7. Kerangka Kelembagaan. Temuan dari analisis kerangka kelembagaan yang meliputi:
• Identifikasi instansi yang bertanggung jawab atas kegiatan pemukiman kembali dan
LSM yang mungkin memiliki peran dalam pelaksanaan investasi fisik;
• Penilaian kapasitas kelembagaan dari lembaga dan LSM tersebut; dan
• Setiap langkah yang diusulkan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dari
lembaga dan LSM yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pemukiman kembali.
8. Kelayakan. Identifikasi OTDP yang berhak mendapatkan kompensasi, bantuan biaya
pemukiman kembali dan dukungan rehabilitasi serta penjelasan mengenai kriteria yang
digunakan untuk menentukan kelayakan, termasuk tanggal dimulainya tenggat (cut-off
date) yang relevan.
303
9. Penilaian aset dan perhitungan kompensasi atas kerugian. Uraian tentang prosedur yang
akan diikuti untuk mengetahui bentuk dan jumlah kompensasi yang akan ditawarkan
kepada OTDP.
10. Kompensasi, bantuan pemukiman kembali dan dukungan rehabilitasi. Uraian tentang (1) paket
kompensasi yang ditawarkan kepada OTDP yang kehilangan tanah dan/atau aset
lainnya, (2) bantuan pemukiman kembali ditawarkan kepada orang-orang yang
kehilangan tempat tinggal secara fisik, dan (3) dukungan rehabilitasi kepada orang-
orang yang kehilangan sumber pendapatan atau mata pencaharian yang diakibatkan
oleh pengadaan tanah untuk investasi fisik. Paket kompensasi, dikombinasikan dengan
bantuan dan dukungan lain yang ditawarkan kepada setiap kategori OTDP harus cukup
untuk mencapai tujuan Kebijakan Operasional Bank Dunia 4.12 tentang Pemukiman
Kembali Secara Tidak Sukarela (lihat OP 4.12, para. 6). Pilihan relokasi dan bantuan
lainnya yang ditawarkan kepada OTDP harus dipersiapkan dengan berkonsultasi
dengan mereka dan haruslah layak secara teknis dan ekonomis, dan juga sesuai dengan
preferensi budaya OTDP.
11. Pemilihan lokasi, penyiapan lokasi, dan relokasi. Pertimbangkan lokasi untuk alternatif dari
relokasi dan sampaikan penjelasan mengenai lokasi-lokasi yang dipilih, yang meliputi:
• pengaturan kelembagaan dan teknis untuk mengidentifikasi dan mempersiapkan
lokasi untuk relokasi, baik pedesaan maupun perkotaan, yang memiliki kombinasi
antara potensi produktif, keuntungan lokasi, dan faktor-faktor lainnya setidaknya
sebanding dengan keunggulan dari lokasi lama, dengan perkiraan waktu yang
dibutuhkan untuk mendapatkan dan mengalihkan tanah dan sumber daya
tambahan;
• tindakan apa pun yang diperlukan untuk mencegah spekulasi tanah atau masuknya
orang-orang yang tidak memenuhi syarat di lokasi yang dipilih;
• prosedur relokasi fisik di bawah investasi fisik, termasuk jadwal persiapan dan
pengalihan lokasi; dan
• pengaturan hukum untuk melegalkan hunian dan mengalihkan hak kepemilikan
kepada para pemukim pindahan (resettlers).
12. Perumahan, infrastruktur, dan pelayanan sosial. Rencana untuk menyediakan (atau untuk
membiayai penyediaan pemukiman kembali) perumahan, infrastruktur (mis., pasokan
air bersih, jalan pengumpan), dan layanan sosial (mis., sekolah, layanan kesehatan);
rencana untuk memastikan layanan yang sebanding dengan kualitas layanan yang
diterima warga tuan rumah; setiap pengembangan lokasi, perekayasaan, dan desain
bangunan yang diperlukan untuk fasilitas ini.
13. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Penjelasan tentang batas-batas wilayah relokasi;
dan kajian dampak lingkungan dari pemukiman kembali yang diusulkan serta langkah-
langkah untuk mengurangi dan mengelola dampaknya (dikoordinasikan sesuai dengan
kajian lingkungan dari investasi utama yang memerlukan pemukiman kembali).
304
14. Partisipasi masyarakat. Keterlibatan para pemukim pindahan dan masyarakat tuan
rumah:
• Uraian dari strategi untuk konsultasi dengan dan partisipasi dari para pemukim
pindahan dan masyarakat tuan rumah dalam perancangan dan pelaksanaan
kegiatan pemukiman kembali;
• Ringkasan dari pandangan yang disampaikan dan bagaimana pandangan ini
dipertimbangkan dalam mempersiapkan rencana pemukiman kembali;
• Tinjauan terhadap alternatif pemukiman kembali yang disampaikan dan pilihan
yang diambil oleh orang-orang yang tergusur mengenai pilihan yang tersedia bagi
mereka, termasuk pilihan terkait dengan bentuk ganti rugi dan bantuan pemukiman
kembali, untuk dipindahkan sebagai individu, keluarga, atau sebagai bagian dari
masyarakat atau kelompok kekerabatan yang sudah ada sebelumnya, dengan
mempertahankan pola organisasi kelompok yang ada, dan untuk mempertahankan
akses terhadap kekayaan budaya (misalnya tempat ibadah, pusat ziarah,
pemakaman);
• Pengaturan yang dilembagakan yang olehnya orang-orang yang terdampak dapat
menyampaikan keprihatinan/keluhan mereka kepada pihak otoritas investasi fisik
selama perencanaan dan pelaksanaan, dan tindakan untuk memastikan bahwa
kelompok rentan terwakili secara memadai; dan
• Langkah-langkah untuk mengurangi dampak pemukiman kembali pada masyarakat
tuan rumah, termasuk konsultasi dengan masyarakat tuan rumah dan pemerintah
daerah, pengaturan untuk segera melakukan pelunasan pembayaran kepada
masyarakat tuan rumah untuk tanah mereka atau aset lainnya yang diberikan
kepada para pemukim pindahan, pengaturan untuk menangani setiap konflik yang
mungkin timbul antara para pemukim pindahan dan masyarakat tuan rumah; dan
tindakan apa pun yang diperlukan untuk meningkatkan layanan (mis., layanan
pendidikan, pasokan air bersih, kesehatan, dan produksi) bagi masyarakat tuan
rumah agar setidaknya sebanding dengan layanan yang tersedia bagi para pemukim
pindahan.
15. Prosedur pengaduan. Prosedur yang terjangkau dan dapat diakses untuk penyelesaian
perselisihan dengan pihak ketiga yang timbul dari kegiatan yang termasuk di dalam
LARAP; prosedur penanganan pengaduan tersebut harus mempertimbangkan
ketersediaan mekanisme peradilan dan mekanisme penyelesaian sengketa masyarakat
dan secara tradisional.
16. Tanggung jawab organisasi. Kerangka kerja organisasi untuk pengadaan tanah dan
pemukiman kembali, termasuk identifikasi instansi yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan LARAP, pelaksanaan tindakan pemukiman kembali dan penyediaan jasa;
pengaturan untuk memastikan koordinasi yang tepat antara instansi dan yurisdiksi
yang terlibat dalam pelaksanaan; dan tindakan apa pun (termasuk bantuan teknis) yang
diperlukan untuk memperkuat kapasitas lembaga pelaksana dalam merancang dan
melaksanakan kegiatan pemukiman kembali; ketentuan untuk pengalihan tanggung
jawab untuk mengelola fasilitas dan layanan yang disediakan kepada pemerintah
305
daerah atau kepada para pemukim pindahan itu sendiri dalam kaitan investasi fisik dan
untuk pengalihan tanggung jawab lainnya dari badan pelaksana pemukiman kembali,
jika sesuai.
17. Jadwal pelaksanaan. Jadwal pelaksanaan mencakup semua kegiatan pemukiman kembali,
mulai dari persiapan sampai pelaksanaan, termasuk tanggal target untuk pencapaian
manfaat yang diharapkan bagi para pemukim pindahan dan masyarakat tuan rumah
dan mengakhiri berbagai bentuk bantuan. Jadwal tersebut harus menunjukkan
bagaimana kegiatan pemukiman kembali terkait dengan pelaksanaan investasi fisik
secara keseluruhan.
18. Biaya dan anggaran. Tabel yang menunjukkan perkiraan biaya terinci untuk semua
kegiatan pemukiman kembali, termasuk tunjangan inflasi, pertumbuhan penduduk, dan
biaya kontingensi lainnya; jadwal belanja/pengeluaran; sumber dana; dan pengaturan
arus dana yang tepat waktu, serta pendanaan untuk pemukiman kembali, jika ada, di
wilayah di luar yurisdiksi badan pelaksana.
19. Pemantauan dan evaluasi. Pengaturan pemantauan kegiatan pengadaan tanah dan
pemukiman kembali oleh badan pelaksana, dilengkapi dengan pemantauan secara
independen yang dianggap tepat oleh Bank Dunia, untuk memastikan tersedianya
informasi yang lengkap dan obyektif; indikator pemantauan kinerja untuk mengukur
masukan, keluaran, dan hasil untuk kegiatan pemukiman kembali; keterlibatan orang-
orang yang tergusur dalam proses pemantauan; penyampaian laporan pemantauan
kepada Bank Dunia; evaluasi dampak pemukiman kembali untuk jangka waktu yang
wajar setelah seluruh kegiatan pemukiman kembali dan pembangunan yang terkait
telah selesai; menggunakan hasil pemantauan pemukiman kembali untuk menjadi
pedoman bagi pelaksanaan selanjutnya.
Catatan: Informasi tentang jadwal pelaksanaan LARAP dan sumber pendanaannya dapat
dirangkum dalam sebuah tabel.
306
LAMPIRAN-8 : PROSEDUR PENEMUAN BCB TAK
TERDUGA
1. Definisi. Penemuan tak terduga (chance find) adalah benda-benda arkeologi, sejarah,
budaya, dan/atau sisa peninggalan yang ditemukan secara tak terduga selama
berlangsungnya pekerjaan konstruksi atau operasi investasi fisik. Prosedur penemuan
tak terduga adalah prosedur khusus dari investasi fisik yang akan diikuti jika warisan
budaya yang sebelumnya tidak diketahui ditemukan selama berlangsungnya kegiatan
investasi fisik. Prosedur semacam itu pada umumnya mencakup kewajiban untuk
memberi tahu pihak berwenang terkait benda atau situs yang ditemukan oleh ahli
benda cagar budaya; untuk memagari area penemuan atau situs untuk menghindari
gangguan lebih lanjut; untuk melakukan kajian terhadap obyek atau situs yang
ditemukan oleh ahli benda cagar budaya; mengidentifikasi dan menerapkan tindakan
yang sesuai dengan persyaratan Bank Dunia dan undang-undang Indonesia; dan
untuk memberi pelatihan bagi personil investasi fisik dan para pekerja investasi fisik
tentang prosedur mengenai penemuan tak terduga.
2. Tujuan.
a. Melindungi sumber daya benda cagar budaya dari dampak negatif kegiatan
investasi fisik dan mendukung pelestariannya.
b. Untuk mendorong adanya pembagian keuntungan yang adil dari pemanfaatan
Sumber Daya Benda Cagar Budaya (Physical Cultural Resources/PCR).
3. Prosedur. Jika kegiatan yang diusulkan menemukan situs arkeologi, situs sejarah, sisa
peninggalan, dan/atau benda bersejarah, termasuk pemakaman dan/atau kuburan
individu selama berlangsungnya pekerjaan penggalian atau pekerjaan konstruksi,
maka kegiatan tersebut haruslah:
a. Menghentikan kegiatan pekerjaan konstruksi di area penemuan tak terduga;
b. Memberi batasan dan memagari tempat atau area yang ditemukan;
c. Mengamankan situs untuk mencegah kerusakan atau kehilangan benda yang dapat
diangkat. Jika terdapat barang-barang antik yang dapat diangkat atau sisa
peninggalan yang sensitif, harus dijaga oleh penjaga malam sampai pihak
berwenang setempat yang bertanggung jawab atau Dinas Kebudayaan
kabupaten/kota, atau Lembaga Arkeologi setempat jika ada, untuk mengambil alih;
d. Melarang pemindahan obyek tersebut oleh pekerja atau pihak lain;
e. Memberitahu semua personil investasi fisik mengenai temuan tersebut dan
melakukan tindakan pencegahan awal;
f. Mencatat penemuan tak terduga benda bersejarah dan tindakan awalnya;
g. Segera memberitahu pihak berwenang setempat yang bertanggung jawab dan
Lembaga Arkeologi yang relevan (dalam waktu 24 jam atau kurang);
h. Pihak berwenang setempat yang bertanggung jawab akan bertanggung jawab untuk
melindungi dan melestarikan situs sebelum memutuskan prosedur yang sesuai. Ini
307
akan memerlukan evaluasi awal dari temuan yang akan dilakukan oleh Lembaga
Arkeologi setempat. Makna dan pentingnya temuan tersebut harus dinilai sesuai
dengan berbagai kriteria yang relevan dengan warisan budaya; Ini termasuk nilai
estetis, historis, ilmiah atau penelitian, sosial, dan ekonomi;
i. Keputusan tentang bagaimana menangani temuan tersebut harus diambil oleh
pihak yang bertanggung jawab. Hal ini dapat mencakup perubahan dalam tata letak
investasi fisik (seperti saat menemukan sisa peninggalan budaya atau arkeologi
penting yang tidak dapat dipindah-pindah), konservasi, pelestarian, pemulihan,
dan/atau penyelamatan;
j. Pelaksanaan keputusan pihak berwenang mengenai pengelolaan temuan harus
dikomunikasikan secara tertulis oleh pejabat daerah yang terkait;
k. Langkah-langkah mitigasi dapat mencakup perubahan rancangan/tata letak proyek
yang diusulkan, perlindungan, konservasi, pemulihan, dan/atau pelestarian situs
dan/atau obyek;
l. Pekerjaan konstruksi di lokasi dapat dilanjutkan hanya setelah izin diberikan dari
pihak berwenang setempat terkait perlindungan warisan budaya tersebut; dan
m. Pemrakarsa investasi fisik bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan pihak
berwenang setempat yang terkait untuk memantau semua kegiatan konstruksi dan
memastikan bahwa tindakan pelestarian yang memadai dilakukan dan situs
warisan benda cagar budaya tersebut dilindungi.
308
LAMPIRAN-9 : KONSULTASI MASYARAKAT ADAT
1. Masyarakat Adat atau Masyarakat Hukum Adat atau Masyarakat Tradisional, tiga
istilah yang biasanya digunakan bergantian untuk MA di Indonesia, mungkin rentan
terhadap hilangnya, keterasingan/ pemukiman kembali, atau eksploitasi sumber daya
alam dan budaya. Masyarakat Adat seringkali merupakan salah satu masyarakat
termiskin dari masyarakat miskin dan terikat erat dengan permukiman, lahan, dan
sumber daya alam terkait tempat mereka menggantungkan mata pencaharian.
Seringkali lahan dan permukiman tersebut dimiliki secara tradisional atau
pemanfaatannya berdasarkan kesepakatan secara adat dan seringkali tidak diakui
secara hukum oleh undang-undang nasional. Sebagai pengakuan atas kerentanan ini,
intervensi yang dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki administrasi pertanahan
dan menangani permukiman informal dapat berpotensi membuat masyarakat adat
tersebut terasing dan/atau terusir jika mekanisme bagi konsultasi atas dasar informasi
di awal tanpa paksaan (FPIC) untuk mendapat dukungan secara luas tidak
diakomodasi di dalam investasi fisik, desain dan implementasinya.
2. Tujuan. Jangkauan, frekuensi, dan tingkat keterlibatan yang dipersyaratkan oleh proses
konsultasi harus sesuai dengan risiko yang teridentifikasi dan potensi dampak
merugikan yang mungkin terjadi dan dengan keprihatinan yang disampaikan oleh
Masyarakat Adat yang terkena dampak. FPIC dibangun dalam proses yang dapat
diterima bersama oleh masyarakat yang terkena dampak dan para pelaku investasi
fisik. FPIC setidaknya memiliki dua tujuan:
a. Menyediakan platform untuk melakukan proses konsultasi dengan itikad baik dan
dengan cara yang memberikan kesempatan bagi Masyarakat Adat yang terkena
dampak untuk mengungkapkan keprihatinan dan pandangan mereka mengenai
pembagian manfaat, risiko, dampak, dan langkah-langkah mitigasi, serta
mengeksplorasi cara-cara untuk dapat memanfaatkan manfaat yang secara budaya
dan sosial dapat diterima
b. Menyediakan mekanisme dua arah untuk lembaga/organisasi yang mengajukan
investasi fisik (dengan bantuan konsultan atau tenaga ahli lokal) untuk menjalin
hubungan dengan Masyarakat Adat dan organisasinya, termasuk Dewan Adat,
kelompok masyarakat, dan tokoh masyarakat untuk mempertimbangkan dan
merespons pandangan dan keprihatinan yang disampaikan oleh Masyarakat Adat
yang terkena dampak sebelum pelaksanaan investasi fisik.
3. Prosedur. FPIC harus diarahkan untuk mendapatkan dukungan masyarakat luas dan
dengan demikian, dukungan masyarakat luas yang terdiri dari kumpulan pernyataan
oleh anggota masyarakat yang terkena dampak dan/atau perwakilan mereka yang
diakui mendukung kegiatan investasi fisik yang diusulkan. Meskipun FPIC tidak
memerlukan persetujuan secara bulat, dan dalam beberapa kasus keputusan dapat
309
dicapai walaupun beberapa individu atau kelompok di dalam masyarakat tidak setuju,
FPIC menyusun proses terorganisir dan berulang melalui mana keputusan dan
tindakan yang diadopsi oleh kegiatan investasi memasukkan pandangan dari
Masyarakat Adat yang terkena dampak mengenai hal-hal yang mempengaruhi mereka
secara langsung.
4. FPIC perlu dibangun berdasarkan pendekatan yang peka terhadap gender dan antar
generasi. FPIC yang efektif dibangun berdasarkan proses dua arah yang harus:
a. Melibatkan anggota masyarakat yang terkena dampak dan badan perwakilan dan
organisasi perwakilan mereka dengan itikad baik.
b. Menangkap pandangan dan keprihatinan kaum pria, wanita, dan segmen
masyarakat yang rentan termasuk orang tua, remaja, orang terlantar, anak-anak,
orang dengan kebutuhan khusus, dll., mengenai dampak, mekanisme mitigasi, dan
manfaat, mana yang sesuai. Jika perlu, forum atau keterlibatan secara terpisah
harus dilakukan berdasarkan pilihan mereka.
c. Dimulai di awal proses identifikasi risiko dan dampak lingkungan dan sosial dan
terus berlanjut secara terus menerus oleh karena munculnya risiko dan dampak.
d. Didasarkan pada pengungkapan dan sosialisasi informasi sebelumnya yang
relevan, transparan, obyektif, bermakna, dan mudah diakses yang disampaikan
dengan bahasa dan format yang sesuai dengan budaya dan dapat dimengerti oleh
Masyarakat Adat yang terkena dampak. Dalam merancang metode konsultasi dan
pemakaian media, perlu diberikan perhatian khusus untuk mengakomodasi
kekhawatiran kaum perempuan, pemuda, dan anak-anak Masyarakat Adat dan
akses mereka terhadap peluang dan manfaat pembangunan.
e. Fokus pada keterlibatan inklusif terhadap mereka yang terkena dampak langsung
daripada mereka yang tidak terkena dampak secara langsung;
f. Pastikan proses konsultasi bebas dari manipulasi, gangguan, pemaksaan, dan/atau
intimidasi dari pihak luar. Konsultasi tersebut haruslah dirancang untuk
menciptakan lingkungan yang memungkinkan munculnya partisipasi yang berarti,
jika memungkinkan. Selain bahasa dan media yang digunakan, waktu, tempat, dan
komposisi peserta perlu dipikirkan dengan cermat untuk memastikan semua pihak
dapat menyampaikan pandangan mereka dengan bebas tanpa adanya sanksi.
g. Didokumentasikan.
5. Dalam menentukan apakah akan melanjutkan investasi fisik atau tidak,
instansi/lembaga/entitas yang mendapat masukan dari konsultan dan tenaga ahli
memastikan hal ini berdasarkan hasil penilaian sosial dan FPIC apakah Masyarakat
Adat yang terkena dampak memberikan dukungan luas bagi investasi fisik. Apabila
mendapat dukungan, badan/lembaga harus mempersiapkan:
a. Bukti dokumentasi dari FPIC, serta tindakan yang diambil untuk menghindari dan
meminimalkan risiko serta dampak negatif bagi Masyarakat Adat yang terkena
dampak. Hal ini termasuk daftar peserta, risalah pertemuan dan dokumentasi
lainnya (misalnya foto, video, dll.);
310
b. Langkah-langkah tambahan, termasuk modifikasi desain investasi fisik, lokasi
alternatif, dan, jika ada, ganti rugi untuk mengatasi dampak negatif terhadap
Masyarakat Adat yang terkena dampak dan memberi mereka manfaat yang layak
secara budaya dan sosial;
c. Rencana tindak dan saran untuk FPIC selama pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi investasi fisik, dan
d. Setiap kesepakatan resmi yang dicapai dengan Masyarakat Adat yang terkena
dampak dan/atau organisasi perwakilan mereka.
6. Bank Dunia akan meninjau proses dan hasil konsultasi yang dilakukan oleh
instansi/lembaga untuk memastikan bahwa Masyarakat Adat yang terkena dampak
telah memberikan dukungan luas bagi investasi fisik. Bank Dunia tidak melakukan
proses lebih lanjut dengan pemrosesan investasi fisik jika tidak dapat memastikan akan
adanya dukungan tersebut.
7. Persyaratan. Untuk memastikan bahwa FPIC dapat dipastikan, persyaratan berikut ini
diperlukan untuk menentukan apakah:
a. Tingkat keterlibatan dengan cara yang memungkinkan partisipasi terinformasi dari
Masyarakat Adat yang terkena dampak dapat diterima;
b. Tingkat dukungan dan perbedaan pendapat terhadap investasi fisik di antara
Masyarakat Adat yang terkena dampak dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan dan pengembangan langkah-langkah mitigasi.
Pertimbangan Persyaratan
Strategi dan prinsip proyek di dalam pelibatan
- Mengarusutamakan FPIC; - Buku Petunjuk Operasional Proyek untuk FPIC; - Ketentuan anggaran dan personalia; - Jadwal konsultasi dan dokumentasi pendukung lainnya.
Identifikasi dan analisis pemangku kepentingan
- Analisis pemangku kepentingan sebagai bagian dari PS;
Keterlibatan Masyarakat - Rencana konsultasi, konsultasi publik dan rencana pengungkapan informasi, serta rencana keterlibatan pemangku kepentingan;
- Jadwal dan catatan keterlibatan masyarakat termasuk pembahasan dan konsultasi dengan anggota masyarakat dan perwakilan mereka.
Pengungkapan informasi - Rencana pengungkapan, termasuk jadwalnya - Bahan disiapkan untuk pengungkapan dan konsultasi; - Catatan/risalah pembahasan/konsultasi dengan anggota masyarakat dan
perwakilan mereka
Konsultasi Atas Dasar Informasi Di Awal Tanpa Paksaan
- Catatan/risalah pembahasan/ konsultasi dengan anggota masyarakat dan perwakilannya;
- Dokumentasi tindakan yang diambil untuk menghindari/meminimalkan risiko dan dampak buruk pada Masyarakat Adat yang terkena dampak berdasarkan umpan balik dari masyarakat;
- Rancangan rencana tindakan;
Konsultasi dengan kelompok rentan
- Rencana keterlibatan dan konsultasi publik - Catatan/risalah pembahasan/konsultasi dengan anggota dan perwakilan
kelompok rentan - Dokumentasi tindakan yang diambil untuk menghindari/meminimalkan
risiko dan dampak buruk pada kelompok rentan berdasarkan umpan balik dari masyarakat
- Rancangan rencana tindakan
311
Pertimbangan Persyaratan
Mekanisme penanganan keluhan
- Struktur organisasi dan tanggung jawab serta prosedur untuk mengelola keluhan;
- Catatan keluhan yang diterima, termasuk pernyataan dukungan atau perbedaan pendapat;
- Catatan risalah diskusi dengan anggota masyarakat atau perwakilannya berkaitan dengan penanganan keluhan
Umpan balik ke Masyarakat Adat yang terkena dampak (untuk menunjukkan bahwa keprihatinan dan saran mereka telah diakomodasi dalam investasi fisik dan alasan mengapa saran mereka belum diakomodasi)
- Dokumentasi tindakan mitigasi risiko - Catatan/risalah pembahasan dengan anggota masyarakat dan perwakilan
mereka; - Pelaporan secara terus-menerus tentang pelaksanaan rencana tindak; - Perubahan dalam kegiatan investasi fisik dan rencana tindakan; - Catatan survei / wawancara terhadap Masyarakat Adat yang terkena
dampak.
Pernyataan resmi tentang dukungan atau perbedaan pendapat
- Catatan/risalah pertemuan/konsultasi publik dengan anggota masyarakat dan perwakilannya;
- Surat-surat resmi/surat permohonan dukungan/keberatan yang diajukan oleh masyarakat dan/atau perwakilannya;
Pernyataan dukungan atau keberatan secara informal
- Foto, laporan media, surat pribadi atau rekening pihak ketiga (LSM, Ormas, dll.)
Bukti konsultasi dengan itikad baik
- Wawancara tatap muka dengan anggota masyarakat/perwakilannya di dalam konsultasi;
- Kesepakatan dicapai dengan Masyarakat Adat yang terkena dampak (misalnya Nota Kesepahaman (MoU), Pernyataan Minat (Letter of Intent), Pernyataan Bersama, dll.)
- Rencana tindakan, misalnya pembagian manfaat, rencana pengembangan, dll.
312
LAMPIRAN-10 : KAJIAN SOSIAL MASYARAKAT ADAT
1. Tujuan. Tujuan dari Kajian Sosial (KS) yang diuraikan dalam lampiran ini adalah untuk
mengevaluasi potensi investasi fisik yang positif dan dampak yang negatif bagi
masyarakat adat dalam hal Masyarakat Adat berada di, atau memiliki keterikatan
kolektif terhadap area investasi fisik (berdasarkan penapisan sesuai dengan empat
kriteria sebagaimana yang sudah ditetapkan di dalam Kebijakan Operasional (OP) 4.10
Bank Dunia dan kriteria Masyarakat Hukum Adat dan/atau nilai-nilai setempat), dan
untuk memeriksa alternatif investasi fisik di mana dampak negatif yang
ditimbulkannya mungkin cukup besar. Keluasan, kedalaman, dan jenis analisis di
dalam PS sebanding dengan sifat dan skala potensi dampak dari investasi yang
diajukan terhadap Masyarakat Adat, baik efek tersebut positif maupun negatif. Dalam
menjalankan KS, pemerintah kota atau kabupaten harus dibantu oleh tim konsultan
atau individu yang merupakan tenaga ahli sosial yang kualifikasi, pengalaman, dan
kerangka acuannya dapat diterima oleh Penanggung Jawab Proyek Kerja sama. Tenaga
ahli dari perguruan tinggi lokal atau LSM lokal yang telah bekerja dan berpengalaman
dalam bekerja sama dengan Masyarakat Adat didorong untuk membantu pemerintah
kota.
2. Garis besar KS. KS setidaknya akan mencakup hal-hal berikut ini:
a. Uraian mengenai Kegiatan Fisik Investasi
b. Informasi mengenai lokasi Kegiatan Fisik Investasi dan kondisi dari masyarakat
adat
c. Karakteristik Sosial Ekonomi dari Masyarakat Adat yang terkena dampak
i. Karakteristik Umum Masyarakat Adat
ii. Karakteristik Khusus Masyarakat Adat
• Lembaga Sosial Budaya
• Kondisi Perekonomian dan Sumber Mata Pencaharian bagi penduduk desa
• Praktik budaya
• Dll.
iii. Penilaian para pemangku kepentingan
d. Proses konsultasi selama berlangsungnya Penilaian Sosial yang mencerminkan
suatu konsultasi atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (FPIC - free, prior, and
informed consultation) yang mengarah pada dukungan luas dari Masyarakat Adat
yang terkena dampak terhadap usulan Kegiatan Fisik Investasi.
e. Temuan dan potensi dampak dari Kegiatan Fisik Investasi (yang positif maupun
yang negatif), misalnya:
• Setiap potensi dominasi ekonomi yang bersifat negatif oleh pihak luar
• Pengalihan hak atas hak ulayat
• Terbatasnya penggunaan sumber daya alam
313
• Dll.
Langkah Mitigasi yang Diusulkan
• Kemitraan dengan pihak yang mengusulkan investasi fisik untuk
pemanfaatan sumber daya alam
• Pelatihan bagi Masyarakat Adat yang terkena dampak untuk dapat
berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan budaya untuk
pengembangan pariwisata;
• Dll. Potensi dampak positif dan upaya untuk memaksimalkan dampak
tersebut
f. Usulan Rencana Tindak dalam bentuk tabel (untuk disertakan dalam Draf IPP)
yang berisi:
i. Rencana untuk memaksimalkan dampak positif
ii. Hal-hal negatif memerlukan langkah mitigasi, seperti yang ditemukan dari
penelitian
iii. Program mitigasi
iv. Kegiatan Fisik Investasi dalam kerangka mitigasi
v. Lokasi di mana dampak terjadi dan langkah mitigasi akan dilakukan
vi. Kerangka konsultasi untuk persiapan dan pelaksanaan IPP
vii. Lembaga yang bertugas menyusun dan melaksanakan IPP
viii. Jadwal pelaksanaan
ix. Anggaran
x. Sumber anggaran
xi. Keterangan (hal lain yang perlu dimasukkan ke dalam laporan)
314
LAMPIRAN-11 : DAFTAR KEBERADAAN MASYARAKAT
ADAT
No Provinsi Kabupaten yang Ada Masyarakat Adat-nya
1 Kalimantan Tengah Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Gunung Mas, Kapuas, Katingan, Kotawaringin
Barat, Kotawaringin Timur, Lamandau, Murung Raya, Sukamara
2 Maluku Utara Halmahera Barat, Halmahera Selatan, Halmahera Timur, Halmahera Utara, Kep. Sula
3 Jawa Timur Banyuwangi, Bojonegoro, Bondowoso, Magetan, Ponorogo, Sumenep. Trenggalek,
Tulungagung, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten, Lumajang, Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Malang.
4 Jambi Bungo, Merangin, Muaro Jambi, Sarolangun, Tanjung Jabung Timur, Tebo
5 Sulawesi Barat Majene, Mamasa, Mamuju Utara, Mamuju
6 Lampung Tidak ada MA yang teridentifikasi
7 Bengkulu Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, Kaur, Lebong, Seluma
8 Jawa Barat Ciamis, Cianjur, Garut, Majalengka, Sukabumi, Sumedang, Tasikmalaya
9 Jawa Tengah Cilacap, Demak, Pati, Semarang
10 Kalimantan Barat Bengkayang, Kapuas Hulu, Landak, Melawi, Pontianak, Sambas, Sanggau, Sekadau,
Sintang 11 Sulawesi Utara Bolaang Mongondow, Kep. Sangihe, Kep. Talaud, Minahasa Selatan, Minahasa Utara
12 Sulawesi Selatan Bantaeng, Barru, Bulukumba, Enrekang, Luwu Utara, Luwu, Maros, Palopo, Sidenreng
Rappang, Soppeng, Tanah Toraja, Wajo
13 Nusa Tenggara Barat Bima, Dompu, Lombok Barat, Sumbawa Barat, Sumbawa
14 Nusa Tenggara
Timur
Alor, Belu, Ende, Flores Timur, Kupang, Lembata, Manggarai Barat, Sikka, Sumba Barat,
Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara
15 Bali Bangli, Karangasem
16 Bangka Belitung Bangka Barat, Bangka Selatan, Bangka Tengah, Bangka Timur, Belitung
17 Banten Lebak, Pandeglang
18 Gorontalo Boalemo, Bone Bolango, Gorontalo
19 Kalimantan Selatan Balangan, Banjar, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Kota Baru, Tabalong, Tanah
Bumbu, Tanah Laut, Tapin 20 Kalimantan Timur Berau, Kutai Barat, Kutai Kertanegara, Kutai Timur, Pasir
21 Kepulauan Riau Bintan, Karimun, Lingga
22 Maluku Buru, Kepulauan Aru, Maluku Tengah, Maluku Tenggara Barat, Seram Bagian Barat
23 Riau Bengkalis, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Kep. Meranti, Pelalawan, Rokan Hilir, Rokan
Hulu, Siak
24 Sulawesi Tengah Banggai Kepulauan, Banggai, Donggala, Morowali, Parigi Moutong, Poso, Tojo Una- Una,
Toli-Toli 25 Sulawesi Tenggara Bombana, Buton, Kolaka Utara, Kolaka, Konawe Selatan, Konawe, Muna, Wakatobi
26 Sumatera Barat Kepulauan Mentawai, Lima Puluh Koto, Pasaman
27 Sumatera Selatan Banyuasin, Lahat, Muara Enim, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Ogan Ilir, Ogan Komering
Ilir, Ogan Komering Ulu, OKU Selatan
28 Sumatera Utara Deli Serdang, Humbang Hasundutan, Langkat, Mandailing Natal, Nias Selatan, Pakpak
Bharat, Serdang Bedagai, Simalungun, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli
Utara, Toba Samosir
29 Kalimantan Utara Bulungan, Nunukan, Malinau
30 DI Yogyakarta Tidak ada MA yang teridentifikasi
315
Catatan: Dirangkum dari Studi Penyaringan Masyarakat Adat Bank Dunia, 2010. Konfirmasi dan verifikasi keberadaan IP
perlu dilakukan di lapangan, begitu lokasi kegiatan Proyek dikonfirmasi. Daftar Lokasi dengan Potensi Keberadaan Penduduk Asli/Masyarakat Adat di Daerah
Tujuan Wisata Lombok dan Danau Toba
Kecamatan Desa Masyarakat
Adat Jumlah
KK Jumlah
Penduduk Lokasi
Keberadaan
LOMBOK
Kab. Lombok Barat Sekotong Tengah Kedaro Tak bernama 115 683 Lembar Sekotong Timur Sasak 185 860 Dataran tinggi
Lembar Sekotong Timur Sasak 203 760 Dataran tinggi
DANAU TOBA
Kab. Simalungun
Dolok Panribuan Dolok Parmonangan
Batak Simalungun 75 245 Dataran tinggi
Raya Pematang Raya Batak Simalungun 87 125 Dataran tinggi
Raya Bahapal Raya Batak Simalungun 100 380 Dataran tinggi
Dolok Silau Mariah Dolok Batak Simalungun 56 230 Dataran tinggi
Dolok Silau Dolok Mariah Batak Simalungun 100 400 Dataran tinggi
Kab. Toba Samosir Porsea Dolok Nauli Batak 60 238 Dataran rendah
Kab. Tapanuli Utara Tarutung Partali Toruan Batak 70 324 Dataran tinggi
Kab. Humbang Hasundutan Pakkat Sipagabu Batak 100 235 Pedalaman
Pakkat Banuarea Batak 100 420 Pedalaman
Pakkat Parmonangan Batak 80 500 Pedalaman Sumber: Dirangkum dari Studi Penyaringan Masyarakat Adat Bank Dunia, 2010. Konfirmasi dan verifikasi
keberadaan IP perlu dilakukan di lapangan, begitu lokasi kegiatan Proyek dikonfirmasi.
Lokasi proyek yang diidentifikasi dapat terkena dampak oleh investasi fisik:
Lihat tabel di atas yang diberi warna hijau.
316
Daftar Lokasi dengan Potensi Keberadaan Penduduk Asli/Masyarakat Adat di Daerah
Tujuan Wisata Taman Nasional Komodo dan Labuan Bajo, Bromo-Tengger-Semeru,
Wakatobi
Kecamatan Desa Masyarakat
Adat Jumlah
KK Jumlah
Penduduk Lokasi
Keberadaan
Kecamatan Komodo
Kampung Pasir Panjang Labuan Bajo Kampung Adat Bena Kampung Adat Tololela Kampung Adat Gurusina Kampung Adat Wae Rebo Desa Golo Worok
Suku Komodo Suku Bajo Suku Flores Suku Maras, Suku Wesang, Suku Redo
450 1.330 Pulau Komodo, Pulau Rinca Pulau Padar Pulau Flores Manggarai Barat Flores
Bromo-Tengger-Semeru
Desa Ngadas, Wanatara, Jetak, dan Ngadisari (Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo ), Desa Wanakersa, Ledokombo, Pandansari (Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo ), Desa Tosari, Baledono, Sedaeng, Wonokitri, Ngadiwono, Kandangan, Mororejo (Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan), Desa Keduwung (Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan), Desa Ngadirejo, Ledok Pring ( Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan ), Desa Ngadas ( Kecamatan Poncokusumo
Suku Tengger 100.000 500.000 Pegunungan Bromo-Tengger-Semeru Kabupaten Pasuruan, Kabupaten, Lumajang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang.
317
Kabupaten Malang),dan Desa Ranupani (Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang).
Kab. Wakatobi
1) Masyarakat adat Wanse, Mandati, Liya dan Kapota mendiami wilayah Pulau WangiWangi dan Pulau Kapota: 2) Masyarakat adat Kahedupa, Ollo, Watole, Lewuto, dan Laolua yang mendiami Pulau Kaledupa; 3) Masyarakat adat Waha, Tongano dan Timu menghuni Pulau Tomia; 4) Masyarakat Adat Mbeda-beda dan Cia-Cia menghuni Pulau Binongko
Suku Buton Wakatobi: Masyarakat adat Wanse, Mandati, Liya dan Kapota, Masyarakat adat Kahedupa, Ollo, Watole, Lewuto, dan Laolua, Masyarakat adat Waha, Tongano dan Timu, Masyarakat Adat Mbeda-beda dan Cia-Cia
Kabupaten Wakatobi : Pulau WangiWangi dan Pulau Kapota, Pulau Kaledupa; Pulau Tomia, Pulau Binongko
318
LAMPIRAN-12 : OUTLINE IPP
Contoh (template) berikut ini menyajikan garis besar IPP. Contoh ini dapat dikembangkan
lebih lanjut berdasarkan kondisi lapangan dan sesuai dengan karakteristik kegiatan fisik
investasi.
Judul Bab/Sub-Bab Isi/Keterangan
1. URAIAN INVESTASI FISIK
Ringkasan Uraian aktivitas fisik investasi (mengenai batas wilayah, lokasi, jenis pekerjaan, luas area, daerah pengaruh, dll.)
2. RINGKASAN KAJIAN SOSIAL
2.1. Data Dasar (Baseline) mengenai Masyarakat Adat
• Informasi dasar mengenai karakteristik demografi, sosial, budaya, dan politik Masyarakat Adat, tanah dan wilayah yang dimiliki atau secara tradisional dimanfaatkan atau yang biasanya dimanfaatkan atau ditinggali dan sumber daya alam yang mereka andalkan
• Identifikasi para pemangku kepentingan investasi fisik utama dan penjabaran dari proses yang secara budaya layak untuk dikonsultasikan dengan IP pada setiap tahapan siklus investasi fisik
2.2. Ringkasan hasil konsultasi atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (FPIC) dengan Masyarakat Adat yang terkena dampak yang dilakukan selama persiapan proyek dan yang menghasilkan dukungan masyarakat luas untuk kegiatan investasi fisik.
• Identifikasi potensi dampak positif dan negatif dari kegiatan investasi fisik dari Masyarakat Adat yang terkena dampak di dalam wilayah pengaruh kegiatan investasi fisik
• Pengembangan langkah-langkah yang diperlukan untuk menghindari dampak negatif atau identifikasi langkah-langkah untuk meminimalkan, mengurangi, atau memberi ganti rugi atas dampak tersebut dan memastikan bahwa Masyarakat Adat mendapatkan manfaat yang sesuai secara budaya dari kegiatan investasi fisik.
• Mekanisme untuk mempersiapkan dan melaksanakan konsultasi publik dengan Masyarakat Adat (konsultasi mengenai rancangan rencana kegiatan investasi fisik, dan lain-lain yang berkaitan), mencakup: penetapan lokasi dan jadwal konsultasi, penyebarluasan informasi / undangan, dll.
• Proses konsultasi publik
• Hasil/penyelesaian dan kesepakatan bersama yang diperoleh saat rapat konsultasi.
• Jumlah dan perwakilan organisasi/lembaga yang diajukan oleh para peserta dalam rapat konsultasi tersebut.
2.3. Kerangka kerja untuk memastikan konsultasi atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (FPIC) dengan Masyarakat Adat yang terkena dampak selama pelaksanaan investasi fisik
3. RENCANA TINDAK (MASUKAN DARI HASIL KAJIAN SOSIAL)
3.1. Kegiatan bagi Masyarakat Adat untuk menerima manfaat sosial dan ekonomi
3.2. Kegiatan untuk mencegah, meminimalkan, mengurangi, atau memberi kompensasi atas terjadinya dampak negatif
3.3. Langkah-langkah untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan investasi fisik
3.4. Konsultasi dengan Masyarakat Adat yang terkena dampak mengenai rancangan IPP
4. PERKIRAAN BIAYA DAN RENCANA PEMBIAYAAN Dalam bentuk tabel yang berisi informasi mengenai: jenis kegiatan, pihak yang bertanggung jawab, tata waktu (milestone), biaya, sumber pendanaan, dan keterangan.
5. PENGATURAN KELEMBAGAAN UNTUK MELAKSANAKAN IPP
• Instansi yang bertanggung jawab mengelola pelaksanaan IPP
• Instansi yang bertanggung jawab untuk melaporkan dan memantau pelaksanaan IPP
• Pengaturan pemantauan pelaksanaan IPP oleh Masyarakat Adat yang terkena dampak
6. MEKANISME PENANGANAN KELUHAN YANG DAPAT DIAKSES OLEH MASYARAKAT ADAT YANG TERKENA DAMPAK
• Mekanisme penanganan keluhan seperti yang disarankan oleh hasil kajian sosial
319
Judul Bab/Sub-Bab Isi/Keterangan
7. PEMANTAUAN INVESTASI FISIK, EVALUASI, DAN PELAPORAN PELAKSANAAN IPP Termasuk konsultasi atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (FPIC) dengan Masyarakat Adat yang terkena dampak
• Menjelaskan rencana kerja untuk memantau pelaksanaan rencana tindak bagi Masyarakat Adat dan mekanisme pelaporan.
• Pemantauan kemajuan pelaksanaan IPP
• Pemantauan proses pelaksanaan IPP
• Melaporkan pelaksanaan IPP (melapor kepada siapa, format mana yang akan digunakan, dan batas waktu penyampaian laporan).
LAMPIRAN
Lampirkan dokumen asli atau fotokopi yang terkait dengan IPP, misalnya:
• Informasi tentang Kegiatan Fisik Investasi (Peta)
• Tabel yang berisi Data Dasar (baseline) IP
• Risalah Pertemuan Sosialisasi dan Konsultasi
• Risalah Kesepakatan tentang Rencana Pemberian Kompensasi (jika ada) berdasarkan konsultasi
• Dokumentasi lain yang terkait
320
LAMPIRAN-13 : KATEGORISASI PROYEK MENURUT
BANK DUNIA
Penyaringan #1: Kategorisasi Proyek berdasarkan Kemungkinan Terjadinya Dampak
Lingkungan dan Sosial
Uraian Singkat Proyek Harap berikan informasi mengenai jenis dan skala proyek (luas
proyek, luas tanah yang dibutuhkan, perkiraan total luas lantai
bangunan, dll.):
Lingkungan Alam Jelaskan secara umum kondisi kawasan proyek (tutupan lahan,
keberadaan hutan/vegetasi alam, bersebelahan dengan kawasan
lindung, adanya badan sungai, danau, pesisir, pedesaan/
perkotaan, permukiman terdekat)
Kemungkinan Dampak
terhadap Lingkungan dan
Sosial
Apakah menurut Anda proyek akan memiliki dampak besar/
signifikan terhadap lingkungan dan sosial (perubahan pada
lansekap, pembukaan vegetasi alami, pekerjaan perekayasaan
utama - pengalihan aliran sungai, bendungan, potensi pencemaran
lingkungan, penggunaan bahan berbahaya, yang berpotensi akan
mengakibatkan relokasi masyarakat, keberadaan masyarakat adat -
KepMenLH 05/2012 Lampiran 1 tentang kriteria penapisan
dampak lingkungan dan sosial):
Keputusan dari Kategori
Proyek (A/B/C/F1)
Lihat Lampiran 2: Kategorisasi Proyek
Penapisan #2: Kajian Kebijakan Pengamanan Bank Dunia
Berdasarkan Penapisan # 2, apakah
menurut Anda proyek akan memerlukan
penilaian dampak Lingkungan dan Sosial
sepenuhnya (Y/T)
Jika jawabannya adalah YA, OP/BP 4.01
mengenai Kajian Lingkungan terpicu
Adakah daerah habitat alami (hutan, sungai,
pesisir, gambut) yang sensitif atau spesies
yang terancam punah yang dapat terkena
dampak proyek ini? (Y/T)
Jika jawabannya adalah YA, OP/BP 4.04
mengenai Habitat Alam dan OP/BP 4.36
mengenai Kehutanan terpicu
Apakah menurut Anda terdapat nilai
budaya atau sejarah di wilayah proyek dan
bahwa proyek tersebut berpotensi memberi
dampak terhadap nilai dan keberadaannya?
(Y/T)
Jika jawabannya adalah YA, OP/BP 4.11
mengenai Sumber Daya Benda Cagar
Budaya terpicu
Apakah menurut Anda ada kelompok
masyarakat adat yang hidup dan
menempati wilayah tertentu di dalam dan
di sekitar wilayah proyek? (Y/T)
Jika jawabannya adalah YA, OP/BP 4.10
mengenai Masyarakat Adat terpicu
Apakah proyek berpotensi memberi
dampak bagi lahan dan/atau
mengakibatkan relokasi bagi orang-orang
yang terkena dampak proyek, dan bahwa
Jika jawabannya adalah YA, OP/BP 4.12
mengenai Pemukiman Kembali Secara
Paksa terpicu
321
pemukiman kembali secara paksa akan
terjadi? (Y/T)
Apakah proyek tersebut berada di
perbatasan dua negara dan menggunakan
batas alami (sungai, danau, dan garis
pantai)? (Y/T)
Jika jawabannya adalah YA, OP/BP 7.50
mengenai Proyek di Perairan
Internasional terpicu
Apakah lokasi proyek memiliki status
sebagai tidak bermasalah (clear and clean)
(tidak ada sengketa, tidak ada tuntutan
yang masih belum terselesaikan mengenai
tanahnya, tanah dimiliki oleh lebih dari satu
pemilik negara)? (Y/T)
Jika jawabannya adalah YA, OP/BP 7.60
mengenai Proyek di Wilayah Sengketa
terpicu
Akankah proyek ini memberi dampak bagi
para petani dalam menggunakan pestisida?
Atau apakah proyek berpotensi akan
berdampak pada terjadinya hama/penyakit
tanaman (mis., bercocok-tanam secara
monokultur)? (Y/T)
Jika jawabannya adalah YA, OP/BP 4.09
mengenai Pengelolaan Hama terpicu
Apakah proyek ini melibatkan bendungan
kecil/bendungan besar, pekerjaan
konstruksi perluasan bendungan? (Y/T)
Jika jawabannya adalah YA, OP/BP 4.37
mengenai Keamanan Bendungan terpicu
Ringkasan Kebijakan
Pengamanan Bank Dunia
yang Berlaku (X)
Untuk daftar lengkap dari
Kebijakan Pengamanan
Bank Dunia, lihat
Lampiran 3: Kebijakan
Pengamanan Bank Dunia
OP/BP 4.01 mengenai Kajian Lingkungan
OP/BP 4.04 mengenai Habitat Alam
OP/BP 4.10 mengenai Masyarakat Adat
OP/BP 4.11 mengenai Sumber Daya Benda Cagar Budaya
OP/BP 4.36 mengenai Kehutanan
OP/BP 4.37 mengenai Keamanan Bendungan
OP/BP 4.12 mengenai Pemukiman Kembali Secara Paksa
OP/BP 7.50 mengenai Proyek di Perairan Internasional
322
LAMPIRAN-14 : FORMAT HASIL PENAPISAN
A. RENCANA KEGIATAN PROYEK
1. Nama Kegiatan Proyek …………………………………………………………………….
2. Panjang Jalan ………….. km
3. Lebar Jalan A. Lebar saat ini B. Lebar yang direncanakan C. Permukaan yang ada saat ini D. Permukaan yang direncanakan
a. ……… m b. ……… m c. ……… m d. ……… m
4. Lokasi A. Kota B. Kabupaten C. Provinsi
a. …………………………………………… b. …………………………………………… c. ……………………………………………
5. Status Jalan Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota
6. Status Kota Metropolitan/Besar/Sedang/Kecil
7. Jenis Proyek Pembangunan Baru/Pemeliharaan
8. Luasan Pengadaan Tanah dan Perkiraan Jumlah Orang yang Terkena Dampak Proyek
………….. Ha …………...OTDP
9. Arus Lalu Lintas Rata-rata A. Saat ini B. Direncanakan
a. ………………. Kendaraan/hari b. ………………. Kendaraan/hari
10. Status Proyek Pra-studi kelayakan/Studi kelayakan
B. HASIL PENAPISAN LINGKUNGAN HIDUP DI KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN SENSITIF LAINNYA
1. Jenis Pemanfaatan Lahan a. Jenis/nama dari kawasan lindung b. Lokasi dari jalan di kawasan lindung
a. ……………….. b. Melewati/berbagi batas wilayah dengan/dekat/jauh
dari kawasan lindung.
2. Komponen Lingkungan Lainnya yang sensitif terhadap perubahan (jika ada)
Masyarakat Adat/Masyarakat rentan/Hunian yang Padat/ Kawasan Komersial/Kawasan Warisan Budaya/Medan yang curam
3. Kondisi fisiografi tanah: A. Medan yang curam (> 40%) B. Tanah yang tidak stabil C. Informasi lainnya
1. ………… km 2. ………… km 3. …………. (harap sebutkan)
4. Evaluasi dari Dampak Utama Besar/Kecil
5. Kebijakan perkindungan dari Bank yang dipicu Persyaratan khusus yang harus ditangani di dalam AMDAL atau UKL-UPL untuk mematuhi kebijakan yang dipicu.
C. KEPUTUSAN (harap pilih salah satu)
1. Harus memiliki 117 Penjelasan: ………………………..
2. Harus memiliki UKL/UPL Alasan: ………………………..
3. Perlu adanya LARAP Alasan: ………………………..
4. Tidak memerlukan adanya AMDAL atau UKL dan UPL (hanya memerlukan SOP)
Alasan: ………………………..
A. PERKIRAAN ANGGARAN UNTUK STUDI UKL-UPL, SOP, LARAP
Rp…………………………………….
117 Tidak memenuhi syarat untuk pembiayaan
323
LAMPIRAN-15 : DOKUMENTASI KONSULTASI PUBLIK
Isu Utama yang Umum
Terjadi
1. Persoalan lingkungan dan habitat alami. Dampak secara keseluruhan dari gangguan terhadap ekosistem dan isu lingkungan karena
kegiatan pariwisata yang luas akan menyebabkan krisis pangan/air/energi jika tidak dikelola dengan baik dan dapat menyebabkan
bencana bila terkena dampak perubahan iklim. Hal ini akan berpengaruh terutama pada masyarakat di kawasan danau dan pesisir.
Habitat alam di kawasan Danau Toba dan Lombok, termasuk kawasan pesisir dan pantai harus dipertimbangkan di dalam penyusunan
ITMP.
2. Infrastruktur dasar, kurangnya fasilitas sanitasi dan rendahnya kualitas pengelolaan sampah. Perbaikan akses ke desa wisata. Contoh
isu sanitasi, Gunung Rinjani di Lombok dikenal sebagai gunung sampah, karena wisatawan yang tidak bertanggung jawab. Kurangnya
fasilitas sanitasi bagi penduduk setempat dan wisatawan disebabkan rendahnya kesadaran penduduk setempat terhadap sanitasi serta
lemahnya kapasitas pemerintah daerah untuk mengelola dan mengoperasikan.
3. Persoalan tanah, pemanfaatan dan transaksi tanah.
a. Dilema antara keinginan investor untuk membangun di kawasan danau (kasus Danau Toba) atau di kawasan pertanian (kasus
Borobudur) dan peraturan mengenai tata ruang dalam pemanfaatan lahan. Saat ini telah terjadi banyak pelanggaran peraturan /
peraturan daerah setempat, terutama oleh bangunan hotel dan restoran di sekitar Danau Toba dan Borobudur.
b. Investor korporat besar membeli tanah dan pemilik/masyarakat setempat kehilangan tanah mereka, berpindah dari lahan pertanian
ke usaha yang terkait dengan pariwisata (yaitu kasus Danau Toba dan Borobudur)
4. Kurangnya penghargaan terhadap Warisan Budaya, tradisi lokal, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat, pembangunan ekonomi
daerah
a. Kurangnya apresiasi diri terhadap warisan budaya, kearifan lokal, dan tradisi (misalnya pergeseran desain rumah, pakaian,
penggunaan alat musik) masyarakat setempat.
b. Perilaku wisatawan terhadap warisan budaya dan tradisi lokal, seperti di Candi Borobudur dan Pulau Gili Trawangan, Lombok,
yang telah berubah menjadi “pulau berorientasi pesta”, dapat menyebabkan dampak negatif dalam jangka panjang dan harus
diantisipasi.
c. Masyarakat dan desa setempat harus diberi wewenang dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dan mendapat manfaat dari
penbangunan pariwisata; membutuhkan penguatan kapasitas, akses terhadap kegiatan pariwisata; pengembangan pariwisata
berbasis desa dan berbasis masyarakat (seperti di daerah tujuan wisata Lombok dan Borobudur).
5. Pentingnya peran pemerintah daerah untuk memfasilitasi pariwisata berbasis desa dan berbasis masyarakat; secara konsisten
menerapkan peraturan mengenai pengembangan tata ruang dan tata guna lahan untuk mencegah pembangunan yang tidak terkendali
yang disebabkan oleh usaha yang berkaitan dengan pariwisata.
1. Proses penyusunan dan pelaksanaan ITMP harus melibatkan semua pemangku kepentingan di daerah tujuan wisata.
324
Tindakan yang Diusulkan
untuk semua Daerah
Tujuan Wisata
1. Pembangunan kapasitas bagi masyarakat setempat untuk memastikan keterlibatan mereka di dalam sistem, mencegah hilangnya aset dan
peluang mata pencaharian, dan untuk melestarikan warisan budaya setempat sebagai identitas mereka.
2. Jelajahi berbagai kemungkinan skema transaksi tanah antara investor dan masyarakat setempat, dan rumuskan /implementasikan
peraturan pemanfaatan lahan yang unik untuk setiap daerah tujuan wisata.
3. Pemetaan model pariwisata berbasis masyarakat/pariwisata berkelanjutan dari praktik yang sudah ada. Beberapa praktik yang baik yang
disebutkan selama konsultasi publik adalah: (i) pengelolaan lahan berbasis masyarakat untuk pariwisata di 40 Desa Wisata yang
dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat adat di Kabupaten Lombok Timur. Model tersebut diadopsi dalam perumusan Peraturan
Gubernur tentang Standardisasi Desa Wisata; (ii) mengurangi dampak sosial pariwisata oleh Program Penyelenggaraan Pariwisata
Berkelanjutan di lima lokasi, beberapa di antaranya berada di Nusa Tenggara Barat dan Sleman; (iii) Pembangunan Pariwisata dan
Pemberdayaan Masyarakat di sebuah desa di Vietnam, di mana banyak korban perang yang mengalami keterbatasan fisik tinggal. Mereka
memiliki keterampilan seni dan dibantu oleh pemerintah dengan fasilitas pemasaran yang baik (misalnya ruang pamer). Membawa klien
ke desa ini adalah hal yang wajib bagi para operator wisata; (iv) pengelolaan sampah, termasuk kegiatan daur ulang sampah, dan standar
sanitasi hotel yang tinggi di Toraja, Sulawesi Selatan.
1. Berbagai ide untuk proyek, seperti: (i) konsep akomodasi alternatif selain homestay; (ii) pengembangan desa berbasis internet, mis. desa
dengan akses wifi gratis dan semua informasi mengenai daerah tujuan wisata ini dapat diakses melalui internet; (iii) peraturan daerah
tentang standar Desa Wisata; (iv) pengembangan kawasan wisata ramah lingkungan; (v) pemetaan homestay yang ada (mis. di sekitar
Borobudur) untuk membuat rencana tindakan dalam meningkatkan kualitas dan mengidentifikasi infrastruktur pendukung
325
Konsultasi Publik di Medan Konsultasi Publik di Mataram Konsultasi Publik di Yogyakarta Konsultasi Publik di Jakarta
Permasalahan
utama
1. Gangguan terhadap Ekosistem
dan Degradasi Lingkungan.
Proyek pembangunan jarang
mempertimbangkan dan
mengakomodasi kepentingan
populasi margasatwa di
sekitarnya. Akibatnya, banyak
binatang kehilangan habitatnya
dan terancam punah. Misalnya,
habitat singa di sisi barat Danau
Toba dan ekosistem perairan
danau.
Selain itu, kualitas air dan
lingkungan menurun, dan
kerusakannya hampir tidak
dapat diperbaiki. Pihak
berwenang di Sumatera Utara
belum mengadopsi Peraturan
Lingkungan yang relevan.
2. Dilema penggunaan lahan di
"Kawasan Konservasi". Di
Danau Toba, karena adanya
pembatasan kegiatan dari
pemerintah Kabupaten Dairi
sampai 200-meter dari sisi
danau dan menetapkannya
sebagai kawasan konservasi,
banyak investor yang enggan
untuk berinvestasi, karena
ingin membangun dan
menciptakan kegiatan di danau.
3. Transaksi jual beli tanah.
1. Kerusakan lingkungan,
makanan, air dan energi dari
kegiatan pariwisata yang luas
dan dampak perubahan iklim
harus diantisipasi.
2. Bangkitan limbah dari kegiatan
wisata.
3. Gangguan terhadap tata
kehidupan/budaya asli
masyarakat setempat dan
asimilasi budaya asing. Kegiatan
lokal, termasuk “kegiatan
pariwisata organik” oleh
masyarakat setempat mungkin
sudah ada, dan intervensi baru
mungkin akan mengganggu
mereka alih-alih menambah
nilainya, mis. ketika pemerintah
daerah melakukan intervensi di
Gili Trawangan.
4. Privatisasi Ruang Publik &
Kurangnya Keterkaitan dengan
Kegiatan Ekonomi Lokal. Belajar
dari kasus Nusa Dua dan daerah
lain di Bali, kawasan pesisir di
Pulau Lombok dan Danau Toba
harus dikelola dengan hati-hati
untuk mencegah privatisasi
ruang publik, terutama oleh
hotel. Hal ini disebabkan
kurangnya keterkaitan dengan
kegiatan ekonomi lokal dan
1. Pelestarian Warisan Budaya vs
banyaknya pengunjung lokal
dan asing. Beberapa
pengunjung, sebagian besar
wisatawan domestik, juga telah
merusak relief candi.
2. Membangun tanpa Izin dan
Pelanggaran Rencana Tata
Ruang
Di Borobudur, ada hotel yang
dibangun di atas jalur sungai
kuno dan di dalam kawasan
lindung / warisan budaya.
3. Rendahnya akses ke daerah
tujuan wisata, karena macet dan
tidak banyak alternatif.
4. Transaksi jual beli tanah.
Investor korporasi besar
membeli tanah dengan harga
tinggi dan mengusir masyarakat
lokal. Banyak kegiatan jual beli
tanah oleh spekulan dan
masyarakat setempat tidak
dilibatkan. Transaksi tanah
secara liar dengan orang asing
ini, yang oleh undang-undang
tidak diijinkan untuk memiliki
tanah di Indonesia, terjadi, dan
berada di luar kendali
pemerintah daerah. Bahkan
lebih sulit lagi bagi pemerintah
untuk mendapatkan tanah
1. Proyek pembangunan jarang
mempertimbangkan dan
mengakomodasi kepentingan
populasi satwa di sekitarnya.
Hasilnya, terdapat banyak hewan
yang kehilangan habitatnya dan
terancam punah. Misalnya, habitat
singa di sisi barat Danau Toba.
2. Kurangnya sarana dan
penyelenggaraan sanitasi yang
baik dan kurangnya pengelolaan
limbah yang baik. Hal ini
diperparah dengan perilaku buruk
wisatawan lokal.
3. Ketersediaan lahan untuk
pembangunan pariwisata.
Pembangunan infrastruktur
seringkali terhambat oleh proses
pengadaan tanah dan dalam
jangka panjang dapat
menyebabkan pertumbuhan
permukiman liar yang dapat
mempersulit masalah ini. Selain
itu, ketersediaan lahan untuk
pembangunan infrastruktur atau
sarana pariwisata baru juga
menjadi isu penting, oleh karena
itu pemerintah perlu menggali
kemungkinan penerapan konsep
bank tanah.
4. Privatisasi Ruang Publik dan
Kurangnya Keterkaitan dengan
326
Konsultasi Publik di Medan Konsultasi Publik di Mataram Konsultasi Publik di Yogyakarta Konsultasi Publik di Jakarta
Spekulan tanah telah
menyebabkan kenaikan harga
tanah yang signifikan. Badan
otorita juga membeli dan
menjual tanah. Sebagai
konsekuensinya, investor dari
perusahaan-perusahaan besar
membeli tanah dan mengusir
masyarakat setempat.
4. Oleh karena Masyarakat Adat
memiliki sistem pemerintahan
sendiri, bagaimana caranya
untuk memastikan bahwa
rencana dan implementasinya
tidak bertentangan dengan
sistem mereka?
5. Kurangnya apresiasi diri
terhadap warisan budaya,
kearifan lokal, dan tradisi
(misalnya pergeseran desain
rumah, pakaian, penggunaan
alat musik) masyarakat
setempat
6. Penipuan terhadap Wisatawan
yang menghambat wisatawan
untuk mengunjungi kembali
Danau Toba
7. Infrastruktur. Konektivitas
yang buruk antara Medan dan
Danau Toba, dan kurangnya
sarana sanitasi.
kurangnya keterlibatan
masyarakat setempat.
5. Menghadapi status kepemilikan
tanah yang tidak jelas (misalnya
"lahan tidur" dan permukiman
liar).
6. Pembiayaan untuk instrumen
pengamanan seperti AMDAL
dan pembiayaan bagi pengadaan
tanah untuk pengembangan
berskala besar.
untuk pembangunan jika
tanahnya dimiliki oleh investor
(bukan oleh masyarakat
setempat).
5. Ada kekhawatiran bahwa
masyarakat setempat yang
kurang memiliki kapasitas atau
tidak terampil dalam kegiatan
pariwisata akan terdesak oleh
sistem dan menimbulkan
masalah sosial.
6. Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 58 Tahun
1414 yang mengatur tentang
tata ruang Kabupaten
Magelang (sebagai daerah
strategis nasional) pada titik
tertentu terlalu rinci dan tidak
dapat diterapkan, mis. rasio
luas tanah terhadap bangunan
terlalu kecil sehingga
mengganggu investor. Padahal,
ada banyak bangunan yang
sudah dibangun di daerah yang
tidak sesuai dengan Peraturan
Presiden ini.
7. Investor yang lebih memilih
untuk membangun kegiatan
pariwisata di lahan pertanian
vs. pemerintah daerah yang
membela penggunaan lahan saat
ini.
Kegiatan Ekonomi Lokal. Belajar
dari kasus Nusa Dua dan daerah
lain di Bali, kawasan pesisir di
Pulau Lombok dan Danau Toba
harus dikelola dengan hati-hati
untuk mencegah privatisasi ruang
publik, terutama oleh hotel. Harus
ada keterkaitan yang baik dengan
kegiatan ekonomi lokal.
327
Konsultasi Publik di Medan Konsultasi Publik di Mataram Konsultasi Publik di Yogyakarta Konsultasi Publik di Jakarta
Tindakan
yang
Diusulkan
1. PembangunanKapasitas,
terutama pada konservasi
geopark dan pelestarian
lingkungan, berbagai skema
pengadaan tanah , transaksi
tanah, pelestarian warisan
budaya, institusi dalam
masyarakat adat / masyarakat
adat, kemampuan bahasa dan
komunikasi, dan perilaku
terhadap pengunjung.
2. Rencana Induk Pariwisata
harus mempertimbangkan
kearifan lokal dan selaras
dengan jejak warisan budaya
dan rencana induk Universitas
Sumatera Utara (USU) dari 15
situs geo yang berada di sekitar
Danau Toba. Pemilihan
kecamatan prioritas juga harus
mempertimbangkan situs /
taman geologi ini.
3. Menerapkan insentif dan
disinsentif perlindungan
lingkungan. Selain itu, bank
sampah masyarakat bisa
dikembangkan.
4. Inventarisasi data dan
peraturan terkait rencana tata
ruang wilayah danau.
5. Kualitas sarana sanitasi dan
1. Pembangunan Kapasitas,
terutama untuk melestarikan
budaya lokal dan nilai-nilainya,
memberdayakan perempuan,
peluang dari kegiatan
pembangunan pariwisata,
pelestarian lingkungan,
pengelolaan limbah, kehidupan
yang mandiri, menghasilkan
keuntungan dari kepemilikan
lahan dan pengelolaannya,
2. Pengelolaan sampah berbasis
masyarakat dan penyediaan
Tempat Pembuangan Akhir
khusus di sebelah selatan Pulau
Lombok.
3. Libatkan kaum minoritas, wanita,
dan penyandang cacat selama
berlangsungnya pembangunan
pariwisata.
4. Memeriksa konsep akomodasi
alternatif untuk homestay, mis.
rumah tinggal berbasis air, rumah
tinggal berbasis kayu, atau rumah
tinggal berbasis gua
5. Membuat/Mencadangkan Ruang
untuk Penggunaan Umum dan
Pribadi. Kegiatan pariwisata
harus mengakomodasi
kebutuhan ruang dan harus
1. Pembangunan Kapasitas,
terutama mengenai pelestarian
warisan budaya, rencana
pengelolaan pengunjung,
edukasi pengelolaan limbah,
perkebunan lokal, makanan dan
hasil produksi lokal, desain
homestay, perhotelan, dan
peluang ekonomi industri
pariwisata.
2. Kerjasama multipihak untuk
pengelolaan sanitasi daerah.
3. Peraturan khusus tentang
transaksi juaal beli tanah, tata
guna lahan dan kepemilikan
tanah untuk Kawasan
Borobudur yang membawa
keuntungan lebih bagi
lingkungan dan masyarakat
setempat harus diadopsi,
sehingga masyarakat setempat
masih dapat memiliki aset
mereka sepanjang
berlangsungnya pengembangan
kawasan wisata Borobudur.
1. Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 58 tahun
2014 perlu ditinjau ulang dan
peraturan yang
menjembatani Perpres No. 58
tahun 2014 dengan kondisi
1. Perlu dilakukan pemetaan dan
analisis sosial-budaya. Ini akan
berguna untuk memahami
kekuatan / dominasi suku dan
klan (misalnya di Toba), potensi
dan inisiatif lokal, peraturan lokal,
untuk membahas lebih lanjut
bagaimana hal tersebut harus
dipertimbangkan dalam rencana
pembangunan pariwisata.
Pemetaan ini juga akan digunakan
untuk memastikan perencanaan
dan pengembangan pariwisata
yang inklusif
2. Pelestarian Habitat,
Pembangunan dengan Emisi
Karbon yang Rendah dan
Manajemen Resiko Bencana.
Persetujuan pembangunan gedung
baru seharusnya hanya diterapkan
pada bangunan ramah lingkungan
dengan infiltrasi air yang baik.
Pembangunan infrastruktur harus
menerapkan jalan ramah
lingkungan (eco-road) dan
pembangunan ramah lingkungan
(eco-construction yang menjamin
keamanan satwa liar dan habitat
yang ada. Proyek juga harus
menghindari pekerjaan konstruksi
yang dapat menurunkan kualitas
328
Konsultasi Publik di Medan Konsultasi Publik di Mataram Konsultasi Publik di Yogyakarta Konsultasi Publik di Jakarta
pengelolaan limbah harus
ditingkatkan dengan
mengidentifikasi para
pemangku kepentingan terkait
dan solusi yang mungkin
mengenai pembiayaan, serta
menjajaki kemungkinan
pengelolaan oleh Badan Otorita
dan mengembangkan bank
sampah masyarakat.
6. Merumuskan peraturan
masyarakat tentang transaksi
tanah. Setiap transaksi tanah
dengan investor harus dibantu
oleh pemerintah daerah,
terutama BPN.
7. Keterlibatan masyarakat adat /
masyarakat tradisional selama
perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan pembangunan
pariwisata.
dirancang sesuai dengan fungsi
yang dibutuhkan untuk
penggunaan oleh penduduk
setempat dan wisatawan (yaitu
publik), atau yang terbatas hanya
untuk masyarakat setempat
(yaitu ruang pribadi untuk
upacara tradisional yang sakral).
6. Mendorong perumusan Rencana
bagi Masyarakat untuk
menetapkan tindakan yang dapat
dilakukan oleh masyarakat dan
yang harus dilakukan oleh pihak
lain, mis. pemerintah daerah.
7. Menciptakan strategi untuk
berbagi keuntungan dengan
pemilik lahan (yaitu masyarakat
setempat) untuk mencegah
mereka menjual tanah mereka.
8. Standar Desa Wisata
realistis bangunan di sekitar
Borobudur perlu dirumuskan.
lingkungan. Kesadaran masyarakat
setempat dan wisatawan tentang
pelestarian ekosistem harus
ditingkatkan. Komunikasi antara
para pemangku kepentingan
terkait konservasi habitat,
pembangunan dengan emisi
karbon yang rendah dan
manajemen risiko bencana harus
dilakukan lebih awal, termasuk
melibatkan ahli ekologi untuk
memfasilitasi proses perancangan.
3. Pengoperasian dan pengelolaan
investasi setelah pembangunan
harus direncanakan.
4. Pembangunan kapasitas untuk
memberdayakan masyarakat
setempat, termasuk penyandang
cacat, untuk mendukung
penghidupan dan keterlibatan
mereka dalam kegiatan
pembangunan pariwisata.
Memberikan sertifikasi untuk
berbagai keterampilan yang
mendukung kegiatan pariwisata.
5. Meninjau peraturan tentang tanah
dan memeriksa berbagai
kemungkinan skema kolaborasi
antara masyarakat setempat
sebagai pemilik tanah dan pihak
ketiga sebagai investor / pengelola
329
Konsultasi Publik di Medan Konsultasi Publik di Mataram Konsultasi Publik di Yogyakarta Konsultasi Publik di Jakarta
kegiatan pariwisata.
6. Hal-hal lain yang dimasukkan ke
dalam ESSA / ESMF: (i) Aspek
pengelolaan risiko bencana; (ii)
Peraturan Presiden No. 13 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang
Pulau Sumatera; (iii) Kabupaten
Pakpak Barat dalam batas Daerah
Tujuan Wisata Danau Toba (saat
ini hanya 7 kota / kabupaten),
karena kabupaten ini menyediakan
sumber air untuk seluruh kota /
kabupaten; (iv) Mengenai
pemberian wewenang kepada
pemerintah daerah (peran dan
kepentingan masing-masing)
dalam pelaksanaan program
pariwisata; rincian tentang
lembaga lokal di tingkat desa,
termasuk kegiatan mereka yang
dapat mendukung pencapaian
Hasil 2
7. Mengupayakan agar keberadaan
koperasi dan lembaga di tingkat
desa sebagai salah satu indikator
perlu dipertimbangkan.
330
A) DAFTAR HADIR
1) Jakarta dan Magelang, Borobudur
331
2. (Danau Toba)
332
3. (Sengigi, Lombok)
333
B) Foto-Foto
1. (Magelang, Borobudur)
2. (Danau Toba)
3. (Sengigi, Lombok)
334
C) Daftar undangan konsultasi publik untuk draf ESMF
1) Jakarta
335
No Nama Institusi Email No. HP
1 Setyo S. Maasidik BTL UI [email protected] 0811-861-716
2 M. Husen H. STP Trisakti [email protected] 0813-8837-0000
3 Virza Bank Dunia
4 Anugerah S.O DitP4K DJPRL KKP [email protected] 0812-9913-6783
5 Ida Ayu Indira World Bank [email protected] 0811-896-062
6 Amy Chua World Bank [email protected] 0856-4304-1895
7 Bertine World Bank
8 Oki Hadian WWF [email protected] 0822-2003-3993
9 Hotman F.P Dit. KIP, DJCK [email protected] 0812-8840-919
10 Arief Maulana World Bank [email protected] 0878-7846-0143
11 Suteja Kementerian Pariwisata [email protected] 0812-8495-191
12 Gtasanti Djais BPIW - PUPR 0878-8561-1846
13 Dewine E. S. BPIW - PUPR 0878-5362-6380\
14 Qurratu Ainy Pnp - PUPR 0821-1437-1673
15 Siti Nusa Mardiah Kemenko Maritim [email protected] 0895-0495-9267
16 Arie Asmady Bina Marga 0813-1810-5143
17 Basuki Rahmad KEHATI [email protected] 0852-4743-9424
18 Hendra Adi Subdit LKJ, PJJ, BM [email protected] 0812-7203-1177
19 Agastyan Akbar Pnp - PUPR [email protected] 0857-8404-5905
20 Subhany Kemendagri [email protected] 0812-1967-9565
21 Fico Fittorio K. Kemendagri [email protected] 0852-9607-2096
22 Rady Febrian Dit. PPLP, DJCK, Kemen PUPR [email protected] 0821-1716-4471
23 Regina Martadillah Dit. PPLP, DJCK, Kemen PUPR [email protected] 0856-6825-0020
24 Dian Triastuti Dit. PPLP, DJCK, Kemen PUPR [email protected] 0812-6963-071
25 Aditya BAPPENAS 0822-1918-1051\
26 Angger Anindito BAPPENAS [email protected] 0817313-182
27 Dwi Ismar Pennie Direktorat Supan [email protected] 0821-1091-3808
28 Dian Kamila, ST., MT. Direktorat Supan
29 Pak Hadi PUPR
30 Raetami Adira Saraswati ' ATR [email protected]
31 Gianti RC Suci ATR
32 Wita Simatupang INDECON [email protected] 0811-146-985
33 Dewitri Anggraini Kementerian Pariwisata (PIEP) [email protected] 0812-1382-5825
34 Putri Indah Lestari Kementerian Pariwisata (PIEP) [email protected] 0812-2271-4234
35 Kevin BIMTEK (SDA)
36 Dewitri A. Kementerian Pariwisata
37 Putri Indah L Kementerian Pariwisata
38 Pietra W. WWF Indonesia [email protected] 0811-138-436
39 Efran H. Direktorat Jembatan Bina Marga 0852-1896-4009
Jakarta, Ambhara - 19 Juli 2017
ABSENSI PESERTA
PEMBAHASAN DOKUMEN ESMF & ESSA UNTUK DESTINASI PARIWISATA PRIORITAS
336
2) Yogjakarta
337
338
No Nama Institusi Email No. HP
1 Hari Untoro Kementerian Pariwisata 0878-7677-8599
2 Pak Hadi BPIW - PUPR
3 Amy Chua World Bank [email protected]
4 Agus S Kecamatan Mungkid Magelang 0856-4304-1895
5 Dextron Ar Rissya BPIW - KIKS
6 Toni Suharyanto BPN Kabupaten Magelang 0856-2897-071
7 Epiphana Dinas Sosial Sleman [email protected] 0812-2697-2375
8 Pramana Klaten/Bappeda [email protected] (027) 2321-046
9 Dewitri A.Kementerian Pariwisata
(ASDEPPIEP)dewitri.anggraini@gmail 0812-1382-5825
10 M. A. Rafi Kementerian Pariwisata [email protected] 0852-1541-2993
11 Ari Swasikawah Balai Konservasi Borobudur [email protected] 0813-2887-0906
12 Afandi Kecamatan Kraton 0822-4273-1177
13 Juliana Bappeda Jawa Tengah [email protected] 0816-4256-108
14 Tantia Bappeda Jawa Tengah [email protected] 0858-7610-2466
15 Sriyono BPN Kanwil DI Yogyakarta [email protected] 0815-1720-5480
16 Larasati Kementerian Pariwisata [email protected] 0819-3226-3951
17 Ninik Setia M. P-3 0812-8004-678
18 Purnama Bappeda Kota Yogyakarta [email protected] 0813-2881-1606
19 Djoko Wijono Puspar / UGM [email protected] 0811-25783
20 Ukar T. Kecamatan Ngampilan [email protected] 0857-4795-9111
21 RKH Nugrahani Bappeda DI Yogyakarta [email protected] 0813-8692-1517
22 Kurniawan Bappeda Sleman [email protected]
23 Agus P. Kecamatan Muntilan 0856-4352-151
24 Tekad W. Dinas PU SDA Taru Jawa Tengah [email protected] 0817-384-977
25 Budi Purwanta Dinas PUPKP Kulon Progo [email protected] 0853-8372-1314
26 Sugeng Priyanto Kecamatan Gedong Tengan 0815-7917-536
27 Arief Maulana World Bank [email protected] 0878-7846-0143
28 Joko Rukminto Kecamatan Prambanan 0813-2827-3382
29 Monica Barenlitbangda Kabupaten Semarang [email protected]
30 Agustina Barenlitbangda Kabupaten Semarang [email protected] 0878-292-343
31 Harry Wijayanto Kecamatan Salam Magelang [email protected] 0878-3824-0683
32 Indroyono S. DPUPR Kota Magelang [email protected] 0812-2693-080
33 Arif Pribadi DPUPR Kota Magelang [email protected] 0821-3738-0004
34 Budi Santosa Kecamatan Danurejan [email protected] 0812-2790-858
35 Anung P. BPPM DI Yogyakarta [email protected] 0853-3855-9266
36 Titik Yuliati Disparpora Magelang 0857-2900-5303
37 Worosuryani Bappeda Bantul 0857-4393-6923
38 Shavitri N.D Dinas Pariwisata Sleman [email protected] 0896-0824-9135
39 Tri Agung DLH Kabupaten Magelang [email protected] 0816-1984-1106
40 Eko Suharyono Kecamatan Prambanan Sleman [email protected] 0812-2294-0733
41 Didik K. Sofian Bappeda dan Litbangda Kabupaten Magelang [email protected] 0813-2574-4417
42 Maskur Bappeda dan Litbangda Kabupaten Magelang [email protected] 0815-7661-171
43 Fajar P. Bappeda Kulon Progo [email protected] 0852-9032-1542
44 Sigit Yasien DPTR Sleman [email protected] 0811-7575-161
45 Untung Subagyo Kanwil BPN Jawa Tengah [email protected] 0815-7877-1104
46 Urip Raharjo Dinas Lingkungan Hidup kabupaten Magelang [email protected] 0812-1567-972
Yogyakarta, Harper - 17 Juli 2017
ABSENSI PESERTA
PEMBAHASAN DOKUMEN ESMF & ESSA UNTUK DESTINASI PARIWISATA PRIORITAS
339
3) Mataram
340
341
342
343
344
345
346
No Nama Lembaga Email Handphone
1 Manha N Manalu Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Humbang Hasundutan
[email protected] 085280346048
2 Paneguan Malau Dinas Sosial Kabupaten Dairi
[email protected] 081370429603
3 Melati Silalahi PMDPPA Kabupaten Tobasa
4 Hansen Simalango Dinas PMDPPA Kabupaten Toba Samosir
[email protected] 085276983321
5 Agus S Kacaribu Bappeda Kabupaten Dairi [email protected] 08126586551
6 Leni R. Simanjuntak Dinas PPAMD Kab. Samosir
081376355970
7 M. Hanafi Bappeda Sumatera Utara [email protected] 081361760080
8 Izma Rizal Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara
[email protected] 08126520130
9 Novaria Bappeda Humbang Hasudutan
[email protected] 081361273762
10 Rismauli M. Silalahi Bappeda Simalungun [email protected] 081361311423
11 Dwi Sapta Vivi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Humbang Hasundutan
[email protected] 081376768348
12 Tiar Turonid Dinas Sosial Kabupaten Samosir
[email protected] 082129237888
13 Adner Silaen Bappeda Tobasa [email protected] 081265235353
14 Muara Bappeda Provinsi Sumatera Utara
[email protected] 08126486853
15 Rawabi Simbola Dinas PPAMD [email protected] 082161002258
16 S. Sinamu Pemda Kabupten Dairi [email protected] 085297653471
17 Rickson Panggabean DLH Kabupaten Dairi [email protected] 081361426781
18 Andriadi Bappeda Sumatera Utara [email protected] 085263609020
19 N. Sianturi DPMD Kabupaten Karo [email protected] 082163998999
20 Budiater Saragi Bappeda Kabupaten Samosir
[email protected] 085361098577
21 Hairul Budaya Warisan Sumatera 081361541976
22 Canro Purba Dinas Perkim Humbang Hasundutan
[email protected] 081262815600
23 Fatimah Boang Manalu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
[email protected] 81375520303
24 Hadi PUPR-BPIW 081385989856
25 Evi Hermirasari World Bank ehermirasari@worldbankorg 08111990199
347
No Nama Lembaga Email Handphone
26 Virza World Bank
27 Binar Tarigan Dinas PUPR Kabupaten Karo
[email protected] 081361038244
28 Nurlisa Ginting USU – STO [email protected] 0811608102
29 Joni P. Manulang Bappeda Humbang Hasudutan
[email protected] 0852761461116
30 Paten Purba Dinas PUPR Kabupten Karo
081375762540
31 Ramot Sipayung Dinas Lingkungan Hidup Samosir
[email protected] 085215154444
32 Dana P Tarigan Walhi [email protected] 08126344992
33 Roni Fransisko Dinas PUPR Kabupten Karo
[email protected] 085262276630
348
LAMPIRAN 16
PROFIL MASYARAKAT ADAT
Taman Nasional Komodo dan Labuan Bajo Pulau Flores
Desa Adat di Daerah Labuan Bajo
Pulau Flores merupakan
salah satu wilayah
Indonesia yang masih
sangat alami di Nusa
Tenggara Timur. Flores
menjadi salah satu objek
wisata yang sangat
menarik karena memiliki
paonorama alam, budaya,
serta masyarakatnya yang
masih tradisional.
Objek wisata yang ada di sana adalah Taman Nasional Kelimutu, Taman Nasional Komodo,
Labuan Bajo dan masih banyak lagi. Taman wisata alam terdiri 17 pulau juga tak kalah
indah. Bahkan di Pulau Rutong, bisa ditemukan kawanan kelelawar yang berjumlah ribuan.
Di Flores juga terdapat kampung adat yang sangat terkenal dan banyak dikunjungi turis
lokal sampai mancanegara. Berikut beberapa kampung adat yang ada di Pulau Flores:
1. Kampung Adat Bena
Kampung adat ini menjadi tempat
yang paling terkenal di Pulau
Flores. Banyak wisatawan dari
Labuan Bajo yang melanjutkan
perjalanan ke Kampung Adat
Bena. Berbagai pengalaman dari
masyarakat adat di sana akan
didapat di Kampung Adat Bena.
Kampung adat Bena sangat cocok
untuk para pecinta kopi. Hal ini disebabkan kampung adat ini juga terkenal sebagai sentra
penghasil kopi bajawa berkualitas tinggi.
Sumber: PT Prima Infosarana Media Mbaru Niang, rumah adat di desa Wae Rebo
349
2. Kampung Adat Tololela
Kampung adat Tololea lebih
dikenal sebagai sentra
penghasil alat musik tiup
dari bambu, bombardom.
Bahkan, alat musik tersebut
mendapatkan penghargaan
dari Muri tepatnya pada
tahun 2015.. Penghargaan
tersebut diperoleh setelah
500 peniup musik
bombarom menampilkan aksinya dengan alat musik tradisional tersebut. Pasalnya jiwa
musik di sana diwariskan oleh nenek moyang yang merupakan leluhur dari masyarakat
Ngada di Kampung Adat Tololela.
3. Kampung Adat Gurusina
Kampung Adat Gurusina terletak tidak
jauh dari Kampung Adat Bena dan
Tololela. Hanya saja untuk menuju ke
kampung adat Gurusina pengunjung
harus melakukan pendakian terlebih
dulu. Di tengah kampung, terdapat
jejeran batu megalitik yang membuat
kampung ini semakin menarik. Namun
sayangnya belum lama ini, tepatnya hari Senin, 13 Agustus 2018 rumah-rumah yang terbuat
dari bambu beratap alang-alang ini terbakar. Dilansir dari laman kompas.com, ada
sebanyak 27 rumah adat yang terbakar dan hanya tersisa 6 rumah.
4. Kampung Adat Wae Rebo
Wae Rebo menjadi salah satu desa di
Manggarai Barat, Nusa Tenggara
Timur (NTT), yang kerap menjadi
destinasi bagi pelancong lokal
sampai mancanegara. Wae Rebo
adalah kampung adat satu-satunya
yang tersisa di Manggarai, Nusa
Tenggara Timur. Kampung ini
mempunyai tujuh rumah adat atau
mbaru niang yang masih ditinggali oleh warganya. Untuk menuju kampung ini,
pengunjung harus berkendara delapan jam dari Labuan Bajo dan mendaki gunung sejauh 4
kilometer menembus hutan alam. Wae Rebo berada di antara pegunungan dan sangat indah
350
di waktu pagi karena berselimut kabut. Pada waktu malam hari, kamu juga bisa menikmati
indahnya gugusan bintang karena lokasinya yang jauh dari keramaian dan minim polusi
udara.(*)
Sumber : https://www.msn.com/id-id/travel/ideperjalanan/mengenal-4-kampung-adat-di-flores-namun-satu-kampung-tinggal-kenangan/ar-BBMn9Vt 5. Wilayah Adat Suku Golo Worok
Data wilayah adat Suku Golo Worok di Kecamatan Kuwus Kabupaten Manggarai Barat
diperoleh dari Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), namun tidak banyak penjelasan
yang dapat diperoleh terkait suku adat ini dari BRWA. Hanya luas area wilayah adat
mencapai 488 Ha.
Nama Komunitas : Golo Worok
Provinsi : Nusa Tenggara Timur
Kabupaten/Kota : MANGGARAI BARAT
Kecamatan : Kuwus
Desa : -
Peta Lokasi Wilayah Adat
Kewilayah Adat
Luas 488 Ha
Satuan Golo Worok
Diposting oleh Bung Yance : http//: goloworok.blogspot.com/
351
a. SHORT HISTORY
Goloworok is one of the villages in the western part of Central Manggarai, Flores, Indonesia.
Some years ago it was a forested hill and no one was residing in it. Etymologically, the word
"Goloworok" is formed by two manggaraian words, namely: "Golo", which means hill or
mountain. While the word "Worok" is the name of one of the tropical trees found in this
place. Goloworok, then, means the hill of worok trees. Many years ago the worok trees grew
very well here and have covered almost all this small hill. That's why, the name of this hill is
taken from the name of this tree.
Nobody was living here before. The people of Goloworok originally migrated from a small
village called "Sano". Sano is just 4 km distance from Goloworok. It is located in the middle
of the cliff. In the year 70-s, there was a landslide in Sano. The big stones and rocks
practically destroyed the village. It was the saddest tragedy in the history of the people of
Goloworok. This natural disaster have also brought fear to the people, the fear of the same
disaster would inflict their village. For this reason, people decided to migrate in Goloworok.
In the old map, big portion
of this land was part of the
protected area where no
body is allowed to make it as
a land for agriculture. In
terms of protective forest,
the government is usually
strict not to allow anybody
for any form of logging.
Since, there was this natural
disaster, nobody was against
the mass migration of the
people of Sano in this
beautiful hill. From then on,
Goloworok become a home
to more than three thousand people.
Kampung Goloworok In its simplicity The place of peace and serenity Where thousand
smiles and boundless hospitality reign Unique and beautiful All you will experience once
you step on this land.
Your eyes will fill with owe As you ponder the diversity of colors. Of its blue sky Combined
with white clouds. Much green to enjoy The brown color of its land Much colors dance
nicely in your eyes.... In the single time and in the single place. Goloworok, the land of
wanders.
352
b. PEOPLE
There are more than one suku (race) in
Goloworok. We have suku Maras, suku
Wesang, suku Redo, etc. Suku Maras and Suku
Wesang are the two races with the bigger
number of families. These two races have
their own traditional houses called "Rumah
Gendang". Rumah Gendang is traditional
house for multipurpose. Usually, it is in these
traditional houses that they gather together
for the important occasions like the
thanksgiving for the harvest (penti), rituals
for marriage, the venue for the
reconciliations for those who are in conflict,
etc. The most interesting thing is that every
family has their rappresentative who stays
here.
Each race has its customs to be proud
of. Goloworok has its own traditional
clothes. It adds beauty to the Eve
descendants. Towe Songke, kebaya,
Selendang manggarai, all creats harmony in
this traditional customs. In the important
occasions like for ordination of the priest,
marriage, thanksgiving for the harvest
(penti), the people of Goloworok wear their
traditional clothes.
c. TRADITIONAL CEREMONIES
Caci Dance
Caci is a tradizional dance in Manggarai, Flores, Indonesia. It is usually done for big
ceremonies, such as: during priesthood ordanation, during penti (thanksgiving for the
harvest and the blessing received in one village. Caci is a dance performed only by the male
ones. The girls can only participate in playing some musical instruments to accompany the
caci dance. It is a bit violent. It can be very bloody sometimes. Caci is also the expression of
courage because not anybody can do this. They are usually divided in two groups, the home
side and the guests. To know more about caci, please welcome to Manggarai!
353
d. FOOD
The staple food in Goloworok is rice. We eat rice three times a day (breakfast, lunch and
dinner). Eating rice alone is not common here. We usually eat rice with fish, meat,
vegetables and some other things. Be careful! Goloworok foods are spicy. If you want some
traditional wine, we have "Tuak Mince", a juice taken from palm tree. We have also some
hard drinks. They usually call it "Sopi". Never call yourself a champion in drinking alcoholic
drink without trying sopi.
354
e. RELIGIOSITY IN GOLOWOROK
The majority of the inhabitants are catholics. Only few families are muslims. The catholic
Church entered in Manggarai on May 12, 1912. The diocese of Ruteng (Manggarai) is made
up of 76 parishes. Goloworok belongs to the parish called "Paroki St. Stefanus Ketang".
Religiosity is common in Goloworok.
Gereja Tua Goloworok
f. LIFE SHINES IN SIMPLICITY
355
6. Kampung Adat Melo
a. Kampung Budaya Flores Dengan Lanskap Alam Indah
Masyarakat Kampung Melo selalu memberikan yang terbaik bagi para tamu yang datang. (Foto: becomingyou.co.za)
Nusa Tenggara Timur dikenal sebagai provinsi dengan eksotika pemandangan alam yang
indah. Sejauh mata memandang, Kita akan disuguhi cantiknya padang rumput maupun
birunya pantai yang tak berujung. Maka tak heran jika Labuan Bajo, salah satu kelurahan di
Nusa Tenggara Timur, masuk dalam program 10 destinasi Bali Baru yang diusung oleh
Pemerintah Pusat Republik Indonesia guna meningkatkan pariwisata negara.
Tak hanya menyajikan wisata alam yang indah, Nusa Tenggara Timur juga mempunyai
wisata budaya yang sangat bagus. Destinasi tersebut dikenal sebagai Kampung Melo yang
terletak di Desa Liang-Ndara, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa
Tenggara Barat. Kampung Melo terletak di ketinggian 624 meter di atas permukaan laut.
Suhu tertinggi di daerah ini
hanya 20 Celcius. Walaupun
harus menempuh jarak kurang
lebih 70 kilometer atau sekitar 45
menit dari Labuan Bajo. Di
sepanjang perjalanan, terdapat
deretan pepohonan yang rimbun
dan luasnya padang rumput.
Walaupun rute yang ditempuh
cukup terjal, namun jalan
menuju Kampung Melo sudah
ditata dengan baik dan terdapat
petunjuk jalan. Keindahan dan tradisionalitas adat Manggarai Barat bisa Anda pelajari di
Kampung Melo. (Foto: baringopi)
356
Sesampainya di pa’ang atau pintu masuk menuju Kampung Melo, Ketua Adat akan
menyambut para wisatawansebagai bentuk penyambutan, Selendang cantik khas Kampung
Melo akan diberikan sebagai bentuk ucapan selamat datang. Selain itu, para pengunjung
juga akan diberikan sopi atau tuak lokal dari pohon enau dan pinang sirih. Masyarakat
Kampung Melo sangat menyambut kedatangan para pelancong yang datang karena hal
tersebut merupakan upaya dalam menjaga adat Manggarai Barat. Sambutan yang ramah
dari masyarakat Kampung Melo tidak sampai situ. Setelah menjamu dan mendoakan para
tamu yang datang, Berbagai penampilan seni akan dipersiapkan bagi para tamu. Salah satu
penampilan utama adalah Tari Caci.Tari Caci merupakan tari untuk memanjatkan syukur
kepada Tuhan atas keberhasilan panen dan kebaikan lainnya. Para pemuda dengan
memakai cambuk akan menari sambil mencambuk satu sama lain sesuai dengan iringan
lagu.
Walaupun para penari akan mendapatkan sakit dan memar, namun mencari pemenang
bukanlah tujuan dari tarian ini. Darah yang keluar dari tubuh para penari dianggap sebagai
bentuk persembahan kepada para leluhur agar panen ke depannya bisa berhasil.
Penampilan adat lainnya pun disuguhkan kepada para tamu guna memberikan rasa akrab
dan ramah.
Tarian Caci, tari yang menegangkan namun sarat syukur kepada Tuhan. (Foto: florestourism)
Setelah upacara penyambutan berakhir, pemandangan di sekitar Kampung Melo dapat
dilihat Pemandangan Manggarai Barat dapat dilihat dari ketinggian merupakan hal yang
wajib dilakukan. Nusa Tenggara Barat memang dikaruniai keindahan alam yang melimpah,
mulai dari sawah hijau yang subur hingga langit biru cerah yang tak menyengat.
Rumah warga juga dapat didatangi untuk melihat aktivitas sehari-hari masyarakat
Kampung Melo maupun belajar budaya mereka yang unik secara mendalam. Kampung
Melo seperti berada di rumah sendiri dengan segala keramahan tuan rumah di sini.
Sumber : https://phinemo.com/kampung-melo-eksotika-kampung-budaya-di-flores/
357
b. Kampung Adat Melo, Ethno Tourism di Labuan Bajo
Kampung adat Melo atau desa adat melo adalah desa yang tidak jauh dari Labuan Bajo,
dibutuhkan waktu sekitar 40 menit untuk mencapai wilayah ini dari pusat Kota Labuan
Bajo. Lokasinya cukup mudah tidak jauh dari jalan utama Trans Flores, kondisi jalan
rayanya tergolong mulus tidak bolong bolong. Untuk mencapai kesana baiknya dengan
menyewa kendaraan.
c. Kampung Melo, dengan pemandangan yang indah
Kampung Melo berada di ketinggian 624 meter di atas permukaan laut. Suhu di daerah ini
hanya berkisar 10-20 derajat celcius. Sehingga akan merasakan suhu dingin namun dengan
langit yang tetap cerah. Sejauh mata memandang akan terlihat hamparan hijau yang indah.
Dedaunan hijau muda hingga hijau tua dapat terlihat secara jelas. Langit biru cerah seperti
yang sering dijumpai di kawasan Indonesia Timur pun bisa dijumpai di sini. Tanda tidak
banyak polusi di daerah ini. Kondisi kegiatan warga yang hidup dengan berkebun dapat
disaksikan langsung. Keramahan masyarakat memberikan rasa hangat di tengah hawa
dingin. Masyarakat Suku asli penduduk Manggarai, Nusa Tenggara Timur, yang menghuni
Kampung Melo di Desa Liang-Ndara. Dalam tatanan administrasi, Liang-Ndara merupakan
desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kondisinya yang sunyi jauh dari keramaian, membuat
masyarakat Kampung Melo hidup dalam kedamaian dan keramahtamahan. Menurut
sumber yang saya terima, warga Kampung Melo memang terkenal ramah.
Sanggar Compang To’e merupakan tempat
bertamu di Desa itu yang terletak di ketinggian.
Dari sini Kita dapat melihat pemandangan
perbukitan serta laut sisi Barat dan Utara Flores
di kejauhan. Sebuah rumah adat Manggarai
berdiri di tengah-tengah tanah lapang menjadi
pusat kegiatan Sanggar Compang To’e yang
secara rutin berkumpul bersama-sama
358
melestarikan kesenian dan adat-istiadat mereka. Sekelompok ibu-ibu dengan seperangkat
alat musik tabuh memainkan irama khas setempat yang menjadi ilustrasi dari keramahan
warga dalam menyambut tamu. Kaum bapak tampak sibuk menyiapkan sebuah seremoni
sederhana penyambutan tamu di sebuah aula rumah panggung. Sedangkan para pemuda
desa telah siap dengan pakaian tarian mereka, siap menyuguhkan atraksi budaya.
Tarian Caci adalah tarian peperangan yang dilakukan oleh pemuda desa dengan memakai
pakaian adat tarian serta membawa cambuk rotan dan tameng yang terbuat dari kulit
kerbau. Caci adalah tarian untuk memperingati semangat bertempur kaum lelaki suku asli
masyarakat Flores yang bertujuan agar semangat juang itu tetap terjaga. Dilakukan oleh
empat orang pemuda yang secara bergantian saling berhadapan satu lawan satu, saling
serang dan saling cambuk. Tanpa ada dendam walaupun efek dari cambukan rotan telah
membuat badan mereka memar. Cukup membuat kami tegang, mengerutkan dahi
menyaksikan mereka adu kekuatan.
Sumber : http://komodoshuttle.com/2018/06/13/kampung-adat-melo/
7. Desa Adat Todo, Saksi Sejarah Kekuasaan Kerajaan Manggarai di Flores
Desa Todo merupakan pusat
kebudayaan kerajaan Manggarai di
Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Berada di kaki Gunung Anak Ranaka,
Desa Todo adalah pusat Pemerintahan
Kerajaan Manggarai. Manggarai sendiri
merupakan kerajaan terbesar yang
menguasai Pulau Flores sebelum
akhirnya harus pindah ke kota Ruteng
karena invasi Belanda. Ahli sejarah baik
dalam maupun luar negeri telah banyak
yang datang ke Desa Todo untuk meneliti lebih dalam tentang seberapa besar Kerajaan
Manggarai kala masih berkuasa. Todo, yang saat itu menjadi salah satu dari tiga komunitas
359
masyarakat terbesar di Flores, selain Bima dan Gowa, punya andil besar dalam
pembentukan kesatuan Kerajaan Manggarai di sini.
Salah satu bukti kebesaran Raja Todo dan
pengaruhnya terhadap Kerajaan
Manggarai adalah hadirnya Rumah
Niang atau Mbaru Niang. Memiliki
bentuk kerucut pada bagian atap, rumah
adat khas Todo ini cukup mencuri
perhatian dunia, saat dinobatkan sebagai
salah satu kandidat peraih Penghargaan
Aga Khan untuk Arsitektur tahun 2013
dari UNESCO. Dengan lima tingkat yang
ditompa kayu worok dan bambu, Rumah
Niang menyimpan sebuah gendang kulit manusia yang cukup sakral di dalamnya.
Gendang inilah yang mampu menceritakan asal usul Kerajaan Manggarai di Desa Todo.
a. Rebutan Tiga Raja
Sesuai dengan kisah yang utarakan oleh bapak Titus, gendang ini terbuat dari kulit perut
seorang wanita cantik yang menjadi rebutan tiga raja, Gowa, Bima dan Todo. Nggak
sekedar cantik, wanita ini juga memiliki beberapa keahlian khusus yang membuat tiga raja
ini jatuh cinta.
Konflik berkepanjangan antara tiga raja ini
pun terjadi dengan banyak korban dari
masyarakat berjatuhan. Demi
menghentikan pertumpahan darah, Raja
Todo mengajukan sebuah kesepakatan
kepada dua raja lainnya yang berisi, siapa
saja yang dapat menangkap wanita ini dan
menikahinya, niscaya akan dinobatkan
sebagai raja Manggarai.
Raja Todo dengan berbagai upaya mengejar dan berhasil menangkap wanita ini di Desa
Ndoso. Proses penangkapannya pun cukup menarik, yang mana Raja Todo bersembunyi di
desa tersebut, mengintai keberadaan wanita cantik berdasarkan informasi dari orang dalam
Desa Ndoso. Sayangnya, saat sang raja mengungkapkan keinginan untuk menikahi, sang
wanita justru menolak. Namun, demi mengakhiri konflik, Raja Todo membunuh wanita
tersebut dan membawa kulit perutnya balik ke Desa Todo yang kemudian diubah menjadi
sebuah gendang. Sejak itulah, Raja Todo dinobatkan sebagai raja Manggarai, yang
mencakup banyak daerah di Pulau Flores. Sedangkan, Desa Todo menjadi pusat
pemerintahan utama dari Kerajaan Manggarai yang berkuasa di era 1700-an.
360
b. Empat Jam Jalan Darat
Meski termasuk desa wisata andalan di Manggarai Barat, Desa Todo memiliki akses masuk
yang cukup menantang. Untuk datang ke desa ini, dapat berkendara mobil selama empat
jam dari kota Labuan Bajo.
Jalan Lintas Flores menjadi salah satu akses yang bisa dilalui untuk sampai di Desa Todo.
Dengan medan yang berliku hingga keberadaan tanjakan ekstrem, kondisi kendaraan dan
fisik Kita harus prima.
Sumber : https://www.pegipegi.com/travel/desa-todo-saksi-sejarah-kekuasaan-kerajaan-manggarai-di-flores/ c. Budaya Masyarakat
Berwisata bukan hanya dinikmati dengan berjalan-jalan atau berkeliling mengunjungi
obyek-obyek wisata. Wisata juga bisa dilakukan dengan menikmati sejarah dan budaya
setempat. Mengetahui budaya dan sejarah setempat memang memberikan sensasi
tersendiri. Karena setiap keindahan dan eksotisme obyek-obyek wisata pasti memiliki asal-
usul sejarah dan terkait dengan tradisi budaya tertentu. Tidak terkecuali Labuan Bajo.
Menarik Untuk diketahui bagaimana tradisi budaya asli Labuan Bajo sebagai pulau yang
kini dikenal keindahaan dan eksotismenya hingga ke mancanegara.
Labuan Bajo selain memiliki pesona alam yang eksotis dan memanjakan setiap pasang mata
yang melihatnya. Di sisi lain Labuan Bajo memiliki tradisi budaya lokal yang patut
diketahui pula oleh kita semua. Warisan tradisi budaya yang berada di sana akan membuat
takjub wisatawan yang melihatnya. Untuk sensasi wisata yang berbeda, paket wisata labuan
bajo juga merekomendasikan untuk mengenal sejarah dan tradisi masyarakat asli labuan
bajo.
TRADISI BUDAYA UNIK LABUAN BAJO
Di setiap tempat yang kini ramai dan dikenal luas, pasti memiliki daya tarik budaya dan
tradisi dari penduduk aslinya. Karena daya tarik budaya dan tradisi setempat pasti
menampilkan keunikan dan hal-hal baru yang berbeda dari tempat-tempat lainnya. Simak
informasi tradisi budaya asli Labuan Bajo berikut ini.
1. Suku Laut
Pada suku Bajo atau Bajau dikenal dengan suku laut. Hal ini disebabkan oleh tradisi mereka
yang hidup di atas perahu dan menangkap ikan di berbagai perairan di Indonesia ini. Pada
saat Belanda belum datang ke Manggarai, tempat terebut dinamai sebagai Bong Bajo atau
Pelabuhan Bajo. Sedangkan nama Labuan Bajo dipakai pada tahun 1926 setelah Belanda
datang dan mengangkat Raja Todo sebagai Pemimpin di Manggarai.
361
Perayaan Budaya Asli Labuan Bajo, sumber ig @idayrost
2. Festival Komodo
Provinsi NTT yang didalamnya termasuk pulau Labuan Bajo terkenal dengan hewan
legendaris yang berumur tua yaitu Komodo. Pada awal bulan maret sekitar 5 hingga 10
Maret, di Labuan Bajo terdapat acara besar yang dinanti – nanti oleh setiap pengunjung,
baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Festival tersebut dinamakan Festival
Komodo. Dalam perayaan festival tersebut, akan ditampilkan berbagai parade kesenian,
tarian tradisional hingga pentas seni budaya khas masyarakat NTT.
3. Tradisi Kepok
Dalam penyambutan wisatawan atau turis mancanegara yang bertandang ke Labuan Bajo,
pada masyarakat Manggarai biasanya akan mengadakan suatu tradisi penyambutan yang
disebut Tradisi Kepok. Para ketua adat atau Tua nya akan menyiapkan ayam jantan
berwarna putih atau merah serta moke putih yang telah disimpan di dalam botol dari buah
labu besar (tawu).
Para Tua berdiri di Dermaga Loh Liang, Pulau Komodo dengan mengenakan pakaian adat
yakni songke dan destar ditambah dengan kemeja putih. Mereka siap menyapa para
wisatawan yang hadir didampingi para wanita Manggarai Barat. Upacara penyambutan
tersebut sering dilakukan warga Maggarai Barat Selain sebagai kegiatan ramah tamah
dengan orang asing, hal itu juga sebagai tanda bahwa orang Manggarai Barat memiliki
sikap cinta terhadap budaya leluhurnya. Sehingga eksistensinya bisa terjaga hingga di
zaman modern seperti sekarang ini.
4. Tradisi Rumusmoso
Tradisi Rumusmoso merupakan suatu tradisi pembagian tanah ulayat. Biasanya pembagian
tanah ini akan diprioritaskan bagi para petinggi kampung atau tetua beserta keluarganya.
Kemudian akan dibagikan lagi kepada warga biasa dan warga dari suku lain. Namun bagi
suku lain, memiliki syarat dan ketentuan khusus, yaitu dengan membawa ayam jantan satu
362
ekor dan Kapu Manuk Lele Tuak atau arak. Setelah itu akan diselenggarakan sidang dewan
kampung untuk pengesahannya. Sebagai pimpinan sidang adalah Tu’a Golo dan yang
mengesahkan adalah Tu’a Teno (ketua adat).
Harapannya dengan mengeksplor berbagai budaya dan tradisi di sana, maka masyarakat
menjadi semakin mencintai dan ikut berperan aktif dalam melestarikan budaya bangsa.
Tetap bangga dengan Indonesia yang kaya akan tradisi dan budayanya. Demikianlah
beberapa informasi mengenai tradisi budaya asli dari Labuan Bajo. Semoga informasi ini
bisa menghibur Anda dan menjadi pengetahuan yang unik dan menarik. Simak ulasan
lainnya terkait tips-tips dan berbagai informasi wisata labuan bajo di halaman
labuanbajotour.com. Selamat menikmati wisata Anda.
SUKU MANGGARAI
Suku Manggarai adalah sebuah suku bangsa yang mendiami bagian barat pulau Flores di
provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Suku Manggarai tersebar di tiga kabupaten di
provinsi tersebut, yaitu Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai dan Kabupaten
Manggarai Timur.
a. Sejarah
Menurut catatan sejarah, mereka
secara historis dikuasai secara
bergantian oleh suku Bima dari
pulau Sumbawa dan suku
Makassar dari pulau Sulawesi.
Terdapat sekitar 500.000 orang
Manggarai pada akhir abad ke-20.
b. Politik
Sistem politik mereka berdasarkan
pada klan, dipimpin oleh seorang
kepala klan yang dipanggil Todo.
Suku ini menerapkan sistem
keturunan patrilineal, dan secara
historis mereka bermukim di desa-
desa, yang terdiri dari setidaknya
dua klan.
c. Ritual
Suku Manggarai terkenal memiliki sederet upacara ritual sebagai ucapan syukur atas
kehidupan yang sudah dijalani dalam periode waktu tertentu, antara lain:
Kaum wanita Manggarai, tahun tidak diketahui
363
• Penti Manggarai, upacara adat merayakan syukuran atas hasil panen, • Barong Lodok, ritual mengundang roh penjaga kebun di pusat lingko (bagian tengah
kebun), • Barong Wae, ritual mengundang roh leluhur penunggu sumber mata air, • Barong Compang, upacara pemanggilan roh penjaga kampung pada malam hari, • Wisi Loce, upacara yang dilakukan agar semua roh yang diundang dapat menunggu
sejenak sebelum puncak acara Penti, dan • Libur Kilo, upacara mensyukuri kesejahteraan keluarga dari masing-masing rumah
adat.
Suku Manggarai juga mempunyai olahraga tradisional yang disebut caci, pertarungan saling
pukul dan tangkis dengan menggunakan pecut dan tameng yang dimainkan oleh dua orang
pemuda di sebuah lapangan luas. Pertunjukan caci diawali dengan pentas tarian Danding,
sebelum para jago cacicc beradu kebolehan memukul dan menangkis. Tarian itu biasanya disebut
juga sebagai Tandak Manggarai, yang dipentaskan khusus hanya untuk meramaikan pertarungan
caci.
d. Bahasa
Suku ini menuturkan bahasa Manggarai, sebuah bahasa yang disebut sebagai tombo
Manggarai oleh para penutur aslinya. Bahasa ini mempunyai sekitar 43 subdialek.
(sumber : Wikipedi https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Manggarai)
364
BROMO – TENGGER - SEMERU, JAWA TIMUR, INDONESIA Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah taman nasional di Jawa Timur, Indonesia,
yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, Kabupaten
Lumajang dan Kabupaten Probolinggo. Pintu masuk menuju BTS dapat ditempuh melalui :
Kab. Lumajang: Ranu Pani, Kab. Pasuruan: Wonokitri. Cemorolawang, Tumpang, Kab.
Malang: Malang. Atau ada yang menyebut dari arah Kab. Probolinggo di daerah Nagisari.
Survei lapangan dilaksanakan melalui Malang via Nongko Jajar-Desa Tosari dengan jalur
via Tol Malang- Pandaan dengan jarak 45 Km. Keluar dari pintul Tol Purwodadi menuju
Nongko Jajar terus ke Desa Tosari Jarak 35 Km. Desa Tosari merupakan desa terdekat ke
wilayah Kawah Bromo. Jarak Nongko Jajar - Tosari 18 - 20 Km. Tol Pandaan merupakan tol
baru yang digunakan sejak hari Raya Idul Fitri di bulan Juli 2019.
Secara umum kondisi jalan setelah Exit Tol Purwodadi cukup lancar tidak terjadi
kemacetan. Masih terjadi kemacetan dari arah Kota Malang ke pintu Tol Singosari karena
jalur masuk dan keluar hanya satu menuju arah Kota Batu. Ada under pass yang sudah
dibangun untuk mengurangi kemacetan. Namun jika saat long week end terjadi kemacetan
cukup parah mencapai 1.5 jam waktu tunggu. Kemacetan terjadi karena dari arah Malang
terdapat truk-truk besar yang menuju dan dari Batu, juga terdapat bis-bis pariwisata yang
keluar masuk.
Masuk ke Bromo bisa melalui Gunung Tunggangan yang berada di wilayah Malang.
Namun kondisi jalan parah dari arah jalur Malang. Seperti di Desa Jabung Kecamatan Pakis.
Jalan yang hancur lebih dari 5 Km. Exit toll ada 2 yaitu Pakis dan Singosari. Exit toll yang
menuju Blitar biasanya truk-truk akan diarahkan ke toll baru. Ada rencana pembangunan
toll utk jalur selatan. Sering terjadi kemacetan di exit toll Singosari. Arah masuk dari
Malang-ke Pasuruan jarak 60 km. Kondisi jalan bagus.
Jalan raya Nongko Jajar Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan - Purwodadi ditempuh
dengan jarak sekitar 35 km. Lebar jalan 5 - 6 meter. Jalur yg paling disukai para wisatawan
biasanya dari Malang karena jarak lebih pendek. Melewati Kebun Raya Purwodadi dengan
jalan berkelok-kelok. Sepanjang jalan terdapat kebun masyarakat. Ditanami kayu sengon
dan pinus. Jarang terjadi kecelakaan di wilayah ini. Kondisi jalan bagus dan terawat. Jalur
menuju Bromo ada Pasar Nongko Jajar kondisi jalan mengecil sampai ke Desa Tosari
dengan lebar 4 meter. Kondisi bagus karena baru diperbaiki. Masih perlu ada pengamanan
jalan untuk lokasi-lokasi terjal di sepanjang jalan. Ada jalan yang sedang diperbaiki,
sehingga harus memutar ke jalan yang dipaving.
365
A. GAMBARAN KONDISI SOSIAL BUDAYA
a) Suku Tengger
Suku Tengger tersebar di beberapa wilayah mulai dari arah pintu masuk sepanjang 15 Km
dari Kawah Bromo sampai ke empat pintu di Ranu Pani, Wonokitri, Nagisari dan Ngadus.
Suku Tengger juga dapat dikenal dari bahasa yang digunakan masyarakat, yaitu dengan
Bahasa Suku tengger. Di Kecamatan Tosari di Kabupaten Pasuruan ada 8 desa yang
bersuku Tengger. Masyarakat di kampung Nongko Jajar Desa Tutur merupakan umumnya
masyarakatnya sebagai Suku Tengger. Di Kab Probolinggo Kec. Sukapura ada Desa
Ngadisoro, Cemorolawang, Wonokerto, Ngadas, Cetak. Dan Ngadisari yang merupakan
desa-desa dengan mayoritas penduduknya sebagai Suku Tengger. Sejarah kebudayaan atau
adat istiadat Suku Tengger secara lengkap dapat dipelajari di Buku Legenda Bromo.
Kelompok etnik terdekat yaitu suku Jawa, suku Osing, dan Suku Bali
Suku Tengger (IPA: /tənggər/) atau juga disebut wong Tengger atau wong Brama adalah
suku yang mendiami dataran tinggi sekitaran kawasan pegunungan Bromo-Tengger-
Semeru, Jawa Timur, Indonesia. Penduduk suku Tengger menempati sebagian wilayah
Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten
Malang. [1]
b) Asal nama
Ada 3 teori yang menjelaskan asal nama Tengger:
• Tengger berarti berdiri tegak atau berdiam tanpa gerak, yang melambangkan watak
orang Tengger yang berbudi pekerti luhur, yang harus tercermin dalam segala aspek
kehidupan.
• Tengger bermakna pegunungan, yang sesuai dengan daerah kediaman suku Tengger.
• Tengger berasal dari gabungan nama leluhur suku Tengger, yakni Rara Anteng dan
Jaka Seger.
366
c) Agama
Sebagian besar beragama Hindu, serta minoritas Islam dan agama lainnya.Orang-orang
suku Tengger dikenal taat dengan aturan dan agama Hindu. Penduduk suku Tengger
diyakini merupakan keturunan langsung dari Kerajaan Majapahit. Nama Tengger berasal
dari legenda Rara Anteng dan Jaka Seger yang diyakini sebagai asal usul nama Tengger,
yaitu "Teng" akhiran nama Rara An-"teng" dan "ger" akhiran nama dari Jaka Se-"ger".
Perasaan sebagai satu saudara dan satu keturunan Rara Anteng-Jaka Seger inilah yang
menyebabkan suku Tengger tidak menerapkan sistem kasta dalam kehidupan sehari-hari.
d) Kegiatan Ritual dan Adat Istiadat Suku Tengger
Pada saat kegiatan survei lapangan di Desa Tosari, sedang diperangati hari Raya Karo yang
merupakan hari Raya Suku Tengger. Hari raya ini dilaksanakan seperti hari Raya Idul Fitri
yang ditujukan untuk saling silaturahmi diantara suku Tengger baik yang beragama Hindu,
Islam, maupun Kristen. Hari raya ini dilaksanakan secara bergilir antar daerah. Masing-
masing daerah melaksanakan hari Raya Karo selama 2 hari. Sebelum Hari Raya Karo
diperingati Hari Raya Kesodo yang dilaksanakan 2 bulan yang lalu. Hari Raya ini
dilaksanakan secara rutin dengan puncak kegaiatan dilaksanakan di Kawah Bromo.
e) Ritual Membangun Jalan
Jika akan membangun jalan, berdasarkan kepercayaan Suku Tengger harus dilakukan ritual
di titik jalan raya yang ditentukan Dukun Besar. Mengapa perlu dilakukan ritual karena di
beberapa titik/lokasi jalan biasanya dihuni oleh roh-roh halus. Ritual dilaksanakan sekitar 1
jam oleh Dukun Besar. Ritual dilaksanakan berupa sedekah/sesajen yang berisi kedang ayu,
pisang ayu, tumpeng, bubur putih, bubur merah, rokok kobot dan minuman limun linggar
jati atau soda tradisonal. Kemudian ditambah uang satak atau uang jaman dahulu. Biasanya
ada yang kesurupan pada saat dilakukan kegiatan ritual, melalui orang yang kesurupan
dapat diketahui roh halus minta apa.
Kegiatan ritual biasanya dilaksanakan di lokasi-lokasi Patmasari. Patmasari terdapat di
jalan raya mulai Nongko Jajar sampai ke Desa Tosari, area Bromo dan Penanjakan.
Patmasari berbentuk pura kecil dengan berbagai sesaji di dalamnya. Patmasari dipercaya
sebagai tempat sedekah atau sesajen supaya roh-roh halus tidak mengganggu orang yang
lewat di jalan atau dapat dikatakan untuk amit kepada roh-roh halus. Di tempat yang
dipercaya ada roh-roh halus tidak bisa sembarangan untuk melakukan apa saja. Pada saat
ritual dilaksanakan mantera bahasa Jawa.
f) Ritual Membangun Rumah
Untuk membangun rumah juga ada ritualnya tersendiri menurut adat suku Tengger,
biasanya dilaksanakan pada saat menggali pondasi. Untuk membangun rumah dan
melaksanakan ritual harus meminta izin kepada Dukun Besar. Kegiatan ritual dilaksankan
di hari yang pas menurut informasi dari Dukun Besar. Jika di tempat tersebut ada roh halus
dan Dukun Besar menyatakan tidak boleh membangun rumah di tempat tersebut, maka
367
harus pindah ke lokasi lain. Bisa tetap dibangun rumahnya asal dibuatkan tempat Patmasari
oleh Dukun Besar. Baru rumah tersebut dapat dibangun dan dapat ditempati.
g) Lokasi-Lokasi Sakral
Tengger mempercayai di beberapa tempat di wilayah Taman Nasional B-T-S terdapat
tempat-tempat sakral yang keberadaannya harus tetap dijaga dan dihormati.
1) Kawah Bromo. Tempat yang dianggap paling sakral adalah Kawah Bromo dan area
Bromo seluruhnya dan juga di area Penanjakan. Kawah Bromo dianggap seperti
Kota Mekah kedua bagi suku Tengger yang muslim. Tempat-tempat yang sakral
ditentukan oleh Dukun Besar. Di Kawah Bromo dibangun ada Patmasari dalam
bentuk Pura Bromo atau disebut Poten.
2) Lokasi-lokasi tertentu yang dianggap Sakral. Tidak semua lokasi di TN B-T-S dapat
dikunjungi wisatawan, terkecuali ada nadzar tertentu bisa diizinkan. Harus
membawa juru kunci atau pak Duku Sepuh sebagai asisten Dukun Besar. Biasanya
pak Duku Sepuh akan menyampaikan mantera/niat nadzar di lokasi yang akan
dikunjungi.
3) Tempat Pintu Masuk Kawah Bromo. Di tempat masing-masing pintu masuk
menuju Kawah Bromo terdapat tempat-tempat sakral, biasanya ditunjukan dengan
Patmasari. Di lokasi ini perlu diberi sesajen untuk permisi atau kulo nuwun kepada
pemilik tempat.
4) Watu Dukun. Berada di lokasi bawah Kawah Bromo dan lautan pasir juga dianggap
sebagai lokasi sakral.
5) Watu Balong. Terletak di bawah kaki Gunung Bromo.
Pura Bromo, Watu Dukun, dan Wati Balang merupakan tempat suci Suku Tengger dan biasanya upacara-upacara adat Suku Tengger dilaksanakan di lokasi-lokasi tersebut. h) Pemimpin/Tokoh Adat
Kepala desa disebut dengan Pak Inggi yaitu kepala desa administratif. Sementara tokoh
adat dan dihormati disebut dengan Dukun Besar.
Untuk memilih Dukun Besar ada ujian tersendiri atau mekakat. Biasanya ujian dilaksanakan
pada menikahkan orang. Jika selama 7 kali berturut-turut dukun bisa menikahkan dan tidak
ada masalah, maka akan dinyatakan lulus ujian. Namun jika pada saat menikahkan orang
terjadi masalah, maka dukunnya akan sakit atau meninggal. Kemudian dilanjut dengan
ujian jaba mantera orang meninggal atau entas-entas. Setiap desa memiliki Dukun Besar.
Dukun Besar memiliki anak buah disebut Pak Sepuh untuk semua upacara yang
dilaksanakan: menikah, entas-entas, subatan, gono gini. Sebelum melaksanakan ada hajatan
ada ritualnya, atau permisi kepada roh halus yang tinggal di lokasi-lokasi yang dianggap
sakral.
i) Budaya
Bagi suku Tengger, Gunung Bromo atau Gunung Brahma dipercaya sebagai gunung suci.
Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo.
368
Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara
yakni Pura Luhur Poten Bromo dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara
diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau
15 di bulan kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.
Upacara adat lain yang diamalkan masyarakat Tengger adalah unan-unan, leliwet, entas-
entas, dll.
sumber : Wikipedia https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Tengger
369
B. NGADAS; DESA ADAT DI ATAS AWAN
Salah satu daya tarik wisata ke Gunung Bromo, yakni melalui Desa Adat Ngadas,
Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Sepanjang perjalanan dari Gubugklakah,
Ngadas, hingga lautan pasir Bromo. Alami, menembus hutan pinus, pemandangan Gunung
Semeru di sisi kanan, ngarai di kanan kiri. Pesonanya benar-benar membuat kagum
wisatawan.
Gambar: Desa Adat Ngadas
Desa Adat Ngadas (https://www.photomalang.com)
Desa Adat Ngadas terletak di Desa Ngadas yang terletak di Kecamatan Poncokusumo,
Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, berjarak sekitar 2,5 jam perjalanan dari pusat kota
Kabupaten Malang.
Desa Adat Ngadas terletak di tengah kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TN-BTS) ini punya daya tarik tersendiri, memiliki ketinggian 2.150 mdpl ini, berjarak 6,5
km dari Gunung Bromo, udara yang sejuk. Bila sore hari tiba, awan menggantung di tebing-
tebing curam di seputar desa. Tak heran bila sejumlah wisatawan menjuluki Ngadas sebagai
desa di atas awan.
Sepanjang perjalanan dari Gubugklakah,
Ngadas, hingga lautan pasir Bromo,
pesona alamnya benar-benar membuat
decak kagum wisatawan. Alami,
menembus hutan pinus, pemandangan
Gunung Semeru di sisi kanan, ngarai di
kanan kiri.
Mayoritas penduduk Desa Ngadas
bersuku Tengger, suku yang juga tersebar
di desa-desa sekitar Gunung Bromo yang
ada di Kabupaten Pasuruan dan
Kabupaten Probolinggo. Mayoritas suku
Tengger beragama Hindu.
Gambar: Berkuda di Gunung Bromo (https://www.explorebromo.com)
370
Umumnya penduduk Desa Ngadas memiliki mata pencaharian sebagai petani, dengan
komoditas yang dihasilkan kentang dan bawang prei. Petani di Desa Ngadas umumnya
telah memiliki tingkat pendapatan yang baik, hal ini didukung dengan pendapatan hasil
jual kentang yang tinggi.
▪ Potensi Wisata Alam
Wisatawan juga dapat menikmati matahari terbit di Pananjakan atau Bromo dari Desa
Ngadas. Bisa juga tracking dari Cemoro Lawang ke Bromo sejauh sekitar 3 km, atau
berkeliling naik kuda dari Cemoro Lawang menuju lereng Bromo.
Coban (Air Terjun) Pelangi
Coban Pelangi (https://www.tabloidwisata.com)
Coban Trisula (https://www.lingkarmalang.com)
(https://www.malangtimes.com)
371
Air terjun ini menyimpan keindahan yang istimewa. Jika matahari bersinar terang sebaris
pelangi akan tergurat disisinya. Coban Pelangi merupakan tempat wisata yang penuh
dengan panorama alam, wisata air terjun ini terletak di tengah perjalanan menuju Gunung
Bromo.
Coban (Air Terjun) Raksasa
Coban Raksasa memiliki ketinggian air terjun 150 meter, merupakan wisata air terjun
tertinggi di Pulau Jawa. Untuk mencapai Coban Raksasa yang elok ini tidaklah mudah,
dibutuhkan perjuangan keras melewati perkampungan Desa Ngadas dan hutan belantara
dengan jalan kaki. Jaraknya sekitar 5 kilometer dan memerlukan waktu hingga 3 jam.
Coban Trisula
Merupakan air terjun yang memiliki tiga tingkatan, Coban atas airnya dari sungai Lajing,
dengan ketinggian kurang lebih 35 meter, Coban tengah dengan ketinggian 2,5 meter dan
Coban bawah dengan ketinggian kurang lebih 11 meter serta terletak sedikit tersembunyi.
Upacara Adat
Upacara tahunan yang cukup beragam, misalnya upacara Pujan, Kasada, Karo, Unan-Unan,
Barikan, Mayu Dusun, dan Galungan.
Wisata budaya, banyak sekali kegiatan masyarakat yang rutin dilakukan sepanjang tahun,
seperti Entas-entas, Wolo Goro (upacara pernikahan), Tugel Kuncung, Tugel Gombag,
Penditanan untuk semua dukun, Sayut (upacara adat 7 bulanan wanita hamil), Kekerik
(upacara lepas pusar bayi) dan Among-among (upacara bagi anak yang sudah mulai bisa
bekerja menghasilkan uang).
Inap Desa (Homestay)
Desa tertinggi di Pulau Jawa ini sudah memiliki 50 homestay, yang siap menerima
wisatawan menginap setiap saat, dengan suhu berkisar 0°C hingga 20 °C. Jangan khawatir,
homestay di sana sudah dilengkapi juga dengan alat pemanas untuk mandi.
Sumber : https://gpswisataindonesia.info/2018/06/desa-adat-ngadas-kabupaten-malang-jawa-timur/ C. DESA ADAT WONOKRITI
Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu desa di
wilayah Suku Tengger tepatnya di dataran tinggi pegunungan Bromo-Tengger-Semeru,
Jawa Timur. Desa Wonokitri merupakan salah satu desa yang masih dengan teguh
mempertahankan kebudayaan lokal daerah Tengger, selain antaranya terdapat Desa
Ngadas (Kabupaten Malang) dan Desa Ngadisari (Kabupaten Probolinggo) yang juga masih
bertahan. Upacara adat istiadat masih rutin dilaksanakan setiap tahun tanpa ada bagian
yang dihilangkan, kedudukan dukun desa masih mewarnai hari-hari penting yang
dilakukan masyarakat, serta tidak adanya masyarakat luar daerah yang bisa menetap
diwilayah desa-desa tersebut merupakan faktor penting ketiganya dianggap sebagai desa
adat.
372
Dilain sisi, Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (TNBTS) beberapa tahun terakhir
berhasil memikat hati setiap wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang
melihat keelokan panorama Gunung Bromo, berfoto ria ditengah luasnya lautan pasir dan
bukit teletubbies atau hanya sekedar menikmati secangkir kopi sambil menyaksikan
matahari terbit bersama teman-teman di bukit Penanjakan, bahkan selain itu masih banyak
sekali tempat-tempat dengan tawaran yang tidak kalah mengasyikan. Ternyata banyaknya
wisatawan yang datang tersebut, tentu berdampak pada masyarakat di desa-desa sekitar
seperti di Desa Wonokitri.
Masyarakat mulai terbuka pemikirannya bahwa sektor pariwisata memiliki aspek positif
untuk menambah penghasilan, sehingga banyak dari mereka berpindah profesi yang
dulunya petani, menjadi pedangan kebutuhan wisatawan, penyedia tempat
istirahat/penginapan, jasa travel jeep, dan warung-warung makan. Pemerintah mendukung
dengan menyumbangkan ide-ide untuk pengembangan masyarakat, dan membentuk Desa
Wonokitri sebagai Desa Wisata. Bahkan tahun ini, masyarakat khususnya para remaja di
Wonokitri antusias menyambut lagi adanya julukan baru desa mereka sebagai Desa
Edelweiss. Bisa dikatakan pengembangan di sektor pariwisata sangat diprioritaskan akhir-
akhir ini.
Desa Wonokitri yang makin berkembang dan bertempat strategis karena merupakan desa
paling ujung sebelum TNBTS kawasan Kabupaten Pasuruan, mengundang inverstor-
inverstor dari berbagai daerah untuk berencana ikut mengembangkan sektor pariwisata,
dengan membeli tanah-tanah warga dan membangun hotel atau tempat rekreasi baru
dengan menjanjikan kemakmuran masyarakat Desa Wonokitri, seperti menambah lapangan
pekerjaan dan mengundang banyak wisatawan agar datang berkunjung.
Namun sungguh haru, Desa Wonokitri tidak melupakan jati dirinya sebagai Desa Adat.
Adanya suatu kepercayaan bahwa orang-orang asing yang datang akan mengikis
kebudayaan mereka perlahan-lahan sehingga hal itu dilarang masih dipatuhi. Belajar dari
desa-desa lain disekitarnya, yang sudah banyak dimasuki baik inverstor maupun orang-
orang luar daerah yang menetap, dan hal itu benar adanya merusak kebudayaan lokal yang
hidup bertahun-tahun, Desa Wonokitri lebih memilih kuat menahan keinginan adanya
bangunan-bangunan besar menjulang tinggi dengan megah dan tawaran uang dari para
investor.
Masyarakat menyadari bahwa mereka tidak perlu hal-hal mewah ada didesa mereka,
kesederhanaan saja cukup namun itu hanya tentang milik mereka dan bukan orang lain.
Pandangan bahwa mereka adalah pengusaha penginapan walaupun satu atau dua kamar
saja lebih dipandang baik daripada harus menjadi pekerja biasa untuk orang lain di
tempatnya sendiri. Inverstor dianggap malah sebagai pengambil uang-uang mereka, tanah-
tanah dikuasai, dan penghasilan mereka disektor pariwisata akan berkurang karena
mungkin saja wisatawan lebih memilih tempat nyaman dari inverstor yang dianggap lebih
menjanjikan.
373
Sumber : https://www.kompasiana.com/lili90695/5bca9cfabde57565ba4b8028/problematika-desa-wonokitri-desa-adat-vs-desa-wisata 2. GAMBARAN KONDISI EKONOMI MASYARAKAT Wilayah Nongko Jajar
Komoditas utama yang ditanam masyarakat di Nongko Jajar apel dan sayuran. Dipasarkan
ke pasar lawang. Sayuran yang biasa ditanam adalah kubis, tomat, dan sayuran lainnya.
Arah menuju Bromo melalui jalan Nongko Jajar ada Hotel berbintang lima yang biasanya
digunakan turis-turis asing. Hanya masih diperlukan pengamanan di sepanjang jalan yang
terjal dan mendaki.
Wilayah Desa Tosari
Kegiatan Usaha Masyarakat
Masyarkat suku Tengger kegiatan pokoknya sehari-hari menjadi petani di kebun-kebun
sekitar Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru yang dapat dimanfaatkan masyarakat
ataupun di lahan-lahan milik masyarakat. Kegiatan Bertani hanya dapat dilakukan pada
saat musim hujan efektif hanya 7 – 8 bulan. Masyarakat biasanya menanam sayuran seperti
kentang, kol, bawang, wortel di ketinggian sekitar 1.700 dpl. Kemudian sayuran dijual ke
Pasar Tosari. Buah Apel hanya dapat tumbuh di 1.500 dpl, sehingga banyak tumbuh di
Kawasan Nongko Jajar sebelum ke Desa Tosari.
Pada saat musim kemarau masyarkat melakukan aktifitas menunjang pariwisata di Bromo-
Tengger-Semeru; seperti menjual souvenir, buruh tanah/tani, mencari rumput di ladang.
Kegiatan penunjang wisata yang dilakukan penduduk diantaranya: bekerja menjadi driver
Jeep atau penyewa Jeep untuk membawa wisatawan ke area savana Kawah Bromo. Ada
juga yang bekerja sebagai ojeg motor yang biasanya melayani wisatawan yang datang
sendirian/tidak rombongan mengantar ke wilayah savana Bromo. Ibu-ibu berjualan
souvenir asongan, membuka warung dan pelayanan pariwisata dari mulai Desa Tosari,
penanjakan, sampai ke wilayah Kawah Bromo.
Di wilayah Desa Tosari dan wilayah lain di BTS tingkat pengangguran kecil karena
masyarkat dapat bekerja kapan pun dengan adanya wilayah BTS menjadi wilayah wisata.
Harga lahan di BTS sangat tinggi. Untuk 0.5 Ha ditawar antara Rp. 800 juta – 900 juta,
bahkan sampai Rp. 1 Milyar para pemilik lahan tidak ingin menjualnya.
Lembaga Penunjang Pariwisata
Kegiatan wisata ke Bromo-Tengger-Semeru dikelola oleh suatu perkumpulan/asosial yang
disebut Malang Travel Community yang berlokasi di Kota Malang. MTC beranggotakan 70
agen. Ketua pak Syamsul Maarif. MTC biasanya memiliki kegiatan wisata disebut dengan
Malang Travel Mart, yaitu suatu kerjasama antara seller dan buyer menjual promosi
374
program wisata ke BTS. Travel Mart : kerjasama program antara MTC dengan agen wisata
dari luar kota Malang dan juga luar juga negeri.
Bagi yang memiliki usaha penyewaan Jeep dan drivernya dan usaha Ojeg, pihak Taman
Nasional BTS sering melakukan pembinaan. Pembinaan yang dilakukan untuk memberikan
pelayanan kepada pengunjung agar dapat membuang sampah pada tempatnya dan
memberikan pelayanan ramah kepada pengunjung: Sapa dan Tegur pengunjung.
Para pemilik Jeep/Driver dan Ojeg memiliki paguyuban sendiri untuk menentukan tarif
sewa Jeep dan motor.
Begitu pula bagi para pedagang asongan mereka juga telah membentuk paguyuban
pedagang asongan supaya dapat memberikan pelayanan yang baik kepada pengunjung dan
penentuan tarif harga barang. Para pelaku usaha lainnya penunjang wisata di BTS juga telah
membentuk paguyuban baik di tingkat kecamatan maupun desa.
Area Parkir dan Kegiatan Penunjang Pariwisata
Area parkir menuju Kawah Bromo masih terbatas, biasanya masih menggunakan area
pinggir jalan. Pada saat puncak liburan kendaraan yang masuk dapat mencapai 300 – 400
mobil dan terjadi kemacetan total. Parkir mobil bisa memanjang sampai 1 km dan para
pengunjung harus berjalan kaki.
Untuk mengatasi keterbatasan lahan parkir, pihak TN BTS telah menyediakan lahan seluas
2 Ha dan bisa lebih dari 2 Ha. Lokasi lahan parkir berada di Zona Pemanfaatan, sehingga
status lahan milik pemerintah. Hanya membutuhkan alat berat untuk meratakan area lahan
parkir ini. Jika akan menggunakan area TN BTS, bisa dilakukan MOU atau perjanjian
kerjsama pemanfaatan lahan TN BTS menjadi lahan parkir.
Pengelolaan lahan parkir bisa dilakukan oleh desa dan masyarakat. Di lahan parkir dapat
dibangun toilet, warung-warung untuk souvenir. Warga bisa menyewa lahan parkit
tersebut untuk kegiatan usahanya.
Peningkatan Kapasitas Masyarakat
• Untuk melindungi Kawasan TN BTS masih diperlukan sosialisasi ke masyarakat
secara intensive;
• Pembinaan bagi masyarakat menengah ke bawah, seperti melayani tamu secara
ramah;
• Pembinaan home stay seperti tata cara pengelolaan home stay, menu bagi tamu (apa
yang harus dihidangkan/dimasak), dll.
3. GAMBARAN KONDISI LINGKUNGAN
Wilayah Nongko Jajar
Di wilayah Nongko Jajar Kabupaten Pasuruan yaitu arah menuju BTS tidak pernah terjadi
masalah lingkungan. Ada sungai dan jembatan di beberapa titik di jalan raya Nongko Jajar.
375
Ada lokasi jalan yg masih rusak sebelum masuk desa Ngadirjo, terdapat 2 tanjakan yang
cukup terjal, sehingga setiap pengendara harus berhati-hati karena sering terjadi kecelakaan
di wilayah tersebut.
Desa Tosari (Wilayah Bromo)
Desa Tosari merupakan desa terdekat ke Gunung Bromo. Para turis lokal maupun
mancanegara biasanya menginap di Desa Tosari dan merencanakan melakukan perjalanan
ke wilayah Kawah Bromo dan padang pasir serta jalur pendakian ke Gunung Semeru dari
Desa Tosari. Saat ini di Desa Tosari sedang musim turis internasional yang menghabiskan
liburannya di wilayah BTS.
Suhu
Kondisi suhu di Desa Tosari sekitar 8 - 10 derajat celcius. Pernah mengalami di bawah 0
derajat di sekitar Kawah Bromo sampai minus 3 derajat. Di Desa Tosari kondisi suhu
terendah mencapai 6 derajat celcius. Bulan Juni sampai September merupakan musim
dingin ekstrem. Di musim dingin ekstrem merupakan high session wisatawan karena para
wisatawan dapat melihat sunrise di jam 5.15 - 5.30. Kondisi awan lebih cerah tidak berkabut
pada musim ini, sehingga sunrise dapat terlihat sangat jelas. Di musim lain sering berkabut
meskipun cuaca tidak terlalu dingin.
Air Bersih
Penduduk menggunakan air bersih berasal dari mata air yang disalurkan melalui pipa atau
selang ke permukiman penduduk dari desa.
Sampah
Sampah masih belum terkelola dengan baik. Pihak pengurus Taman Nasional BST
mewajibkan kepada pengunjung untuk mengambil kembali setiap sampah yang dibuang di
sekitar wilayah Bromo-Tengger- Semeru harus dibawa kembali dan dikumpulkan di
pinggir. Para wisatawan lokal biasanya berperilaku kurang baik, biasanya sering
membuang sampah sembarangan di sekitar TN BTS. Sedangkan wisatawan asing perilaku
sudah sangat baik dan bersih. Biasanya sampah mereka bawa di saku baju atau celana.
Guna melakukan pengelolaan sampah pihak TN BTS melakukan kegiatan kebersihan
lingkungan 1 minggu sekali.
Telah ada Tempat Sampah Terpadu, dimana sampah telah dipilah terutama untuk sampah
plastik oleh penduduk yang kemudian dijual ke pabrik. Tahun2018 ada program di empat
pintu masuk yaitu: Ranu Pani, Cemorolawang, Tumpang, Malang, Wonokitri dengan
penyediaan bak sampah, pengolahan sampah. Saat ini alat angkut sampah yang digunakan
masih menggunakan sepeda/kaisan (beroda 3), sehingga pengambilan sampah kurang
maksimal. Semua sampah diangkut ke TPA di dekat Desa Tosari. Ukuran TPA 25 x 10
meter. Di TPA sampah sudah dipilah, hanya untuk proses selanjutnya agak terhambat.
376
Masih diperlukan manajemen pengelolaan sampah, tenaga (SDM), alat pengolahan sampah
yang masih kurang.
Longsor
Di daerah penanjakan menuju Kawah Bromo masih sering terjadi longsor pada saat hujan.
Masyarakat sering membuang longsoran secara swadaya.
Kebakaran di wilayah TN BTS
Di wilayah Taman Nasional BTS sering terjadi kebakaran yang disebabkan oleh alam
maupun oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, seperti pengunjung atau pendaki
yang membuang rokok atau bahan-bahan yang mudah terbakar. Namun dari penjelasan
petugas Taman Nasional BTS kebakaran yang terjadi belum diketahui penyebabnya.
Kemungkinan disebabkan oleh rumput ilalang yang sangat kering, sehingga mudah
terbakar.
Petugas TN BTS telah bekerja Bersama masyarakat bahu membahu untuk memadamkan
api.
Hanya api yang di bukit tidak bias dipadamkan karena lokasi jauh dan peralatan yang
minim. Saat ini masih menggunakan ranting yang masih basah untuk memadamkan api.
Wilayah yang terbakar di Kawasan Semeru yaitu di Ranu Tumbilo seluas 10 Ha. Lokasi
savanna Bromo api dapat dipadamkan.
Program yang harus dilaksanakan Mengatasi Kebakaran
• Perlu dilakukan program pengembalian ekosistem dan rehabilitasi Kawasan terbakar
• Perlu dilakukan sosialisasi kepada pengunjung untuk mengatasi kebakaran di sekitar
TN BTS
• Pengajuan ke Pusat untuk penanganan kebakaran di wilayah TN BTS, khususnya untuk
pendanaan dan peralatan.
Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Balai Besar Taman Nasional BST merupakan pengelola TN BST di bawah Kementrian
Lingkungan dan Kehutanan. Pegawai taman nasional biasanya tinggal di Wonokitri
berjumlah 4 orang dan 3 orang tinggal di Desa Tosari.
Salah satu tempat kunjungan wisata yaitu Danau di Desa Ranupani harus dilestarikan.
Kondisinya saat ini sedang terjadi pengendapan, dimana danau tersebut sebagian besar
telah dipenuhi lumpur.
377
Kawasan di TN BTS terbagi ke dalam wilayah:
1. Kawasan Rehabilitasi. Di Kawasan ini dilakukan kegiatan rehabilitasi akibat
kebakaran atau perambahan hutan yang dilakukan orang secara illegal.
2. Kawasan Pemnafaatan. Di area ini ada beberapa lokasi yang dapat dimanfaatkan
masyarakat yaitu untuk jalur track pendakian/orang dan pembangunan café masih
diperkenankan.
3. Kawasan Rimba. Kegiatan yang dapat dilaksanakan di wilayah ini terbatas, hanya
dapat dilakukan untuk kegiatan penelitian dan rekreasi.
4. Kawasan Inti. Di wilayah ini kegiatan apapun dilarang.
Balai Besar TN BTS memiliki kewenangan mengelola seluruh Kawasan TN BTS. Untuk
wilayah laut pasir yang berada di wilayah Probolonggo dan Pasuruan, pemerintah setempat
tidak memiliki kewenangan untuk pengelolaan.
Retribusi
Para wisatawan yang masuk ke wilayah TN BTS oleh KLHK diwajibkan membayar retribusi
sebesar Rp. 29.000/orang pada saat hari kerja ditambah asuransi sebesar Rp. 4000 per orang.
Pada saat liburan dikenakan retribusi Rp. 34.000/orang. Retribusi masuk ke Pendapatan
Negara Bukan Pajak (PNBP). Untuk turis asing membayar retribusi sebesar Rp.
210.000/orang pada saat hari kerja dan Rp. 310.000/orang pada saat hari libur.
378
WAKATOBI, SULAWESI TENGGARA, INDONESIA
1. Desa / Suku Adat di Daerah Wakatobi
Penduduk Wakatobi terdiri dari berbagai etnis. Hasil penelitian World Wide Foundation
(WWF) et al. (2013), masyarakat Wakatobi terdiri dari etnis Wakatobi sebanyak 91,33%, Bajo
7,92% dan etnis lainnya yaitu Bugis, Buton dan Jawa sebanyak 0,75%. Etnis Buton Wakatobi
merupakan penduduk asli Wakatobi yang terbagi menjadi berbagai masyarakat adat, yaitu :
1. Masyarakat adat Wanse, Mandati, Liya dan Kapota mendiami wilayah Pulau Wangi- Wangi dan Pulau Kapota.
2. Masyarakat adat Kahedupa, Ollo, Watole, Lewuto, dan Laolua yang mendiami Pulau Kaledupa
3. Masyarakat adat Waha, Tongano dan Timu menghuni Pulau Tomia 4. Masyarakat Adat Mbeda-beda dan Cia-Cia menghuni Pulau Binongko
Masyarakat yang banyak memanfaatkan sumber daya perairan laut dan pesisir adalah etnis
Bajo. Wilayah Mola di Kaledupa merupakan perkampungan bajo yang telah ada sejak
Tahun 1800-an. Perkampungan ini bertempat di pinggir laut dengan rumah-rumah yang
terbuat dari kayu dan batu karang sebagai pondasi. Sementara mata pencaharian etnis
Buton dan Jawa lebih ke arah perdagangan. Mata pencaharian suku asli Wakatobi menyebar
dalam berbagai profesi yaitu sebagai nelayan, pertanian dan pekerja di pemerintahan.
Kondisi sosial budaya masyarakat di wilayah Wakatobi dipengaruhi oleh masa Kesultanan
Buton. Oleh karena itu mengenal sejarah Kesultanan Buton pada wilayah Wakatobi penting
sebagai benang merah memahami sosial budaya dan adat yang ada di masyarakat. Terlebih
pemerintah daerah memutuskan untuk mengembangkan kembali nilai-nilai adat istiadat
379
LAMPIRAN-16 : PROFIL MASYARAKAT ADAT
Desa Adat di Daerah Labuan Bajo
Pulau Flores merupakan
salah satu wilayah
Indonesia yang masih
sangat alami di Nusa
Tenggara Timur. Flores
menjadi salah satu objek
wisata yang sangat
menarik karena memiliki
paonorama alam, budaya,
serta masyarakatnya yang
masih tradisional.
Objek wisata yang ada di sana adalah Taman Nasional Kelimutu, Taman Nasional Komodo,
Labuan Bajo dan masih banyak lagi. Taman wisata alam terdiri 17 pulau juga tak kalah
indah. Bahkan di Pulau Rutong, bisa ditemukan kawanan kelelawar yang berjumlah ribuan.
Di Flores juga terdapat kampung adat yang sangat terkenal dan banyak dikunjungi turis
lokal sampai mancanegara. Berikut beberapa kampung adat yang ada di Pulau Flores:
1. Kampung Adat Bena
Kampung adat ini menjadi tempat
yang paling terkenal di Pulau
Flores. Banyak wisatawan dari
Labuan Bajo yang melanjutkan
perjalanan ke Kampung Adat
Bena. Berbagai pengalaman dari
masyarakat adat di sana akan
didapat di Kampung Adat Bena.
Kampung adat Bena sangat cocok
untuk para pecinta kopi. Hal ini disebabkan kampung adat ini juga terkenal sebagai sentra
penghasil kopi bajawa berkualitas tinggi.
Sumber: PT Prima Infosarana Media Mbaru Niang, rumah adat di desa Wae Rebo
380
2. Kampung Adat Tololela
Kampung adat Tololea lebih
dikenal sebagai sentra
penghasil alat musik tiup
dari bambu, bombardom.
Bahkan, alat musik tersebut
mendapatkan penghargaan
dari Muri tepatnya pada
tahun 2015.. Penghargaan
tersebut diperoleh setelah
500 peniup musik
bombarom menampilkan aksinya dengan alat musik tradisional tersebut. Pasalnya jiwa
musik di sana diwariskan oleh nenek moyang yang merupakan leluhur dari masyarakat
Ngada di Kampung Adat Tololela.
3. Kampung Adat Gurusina
Kampung Adat Gurusina terletak tidak
jauh dari Kampung Adat Bena dan
Tololela. Hanya saja untuk menuju ke
kampung adat Gurusina pengunjung
harus melakukan pendakian terlebih
dulu. Di tengah kampung, terdapat
jejeran batu megalitik yang membuat
kampung ini semakin menarik. Namun
sayangnya belum lama ini, tepatnya hari Senin, 13 Agustus 2018 rumah-rumah yang terbuat
dari bambu beratap alang-alang ini terbakar. Dilansir dari laman kompas.com, ada
sebanyak 27 rumah adat yang terbakar dan hanya tersisa 6 rumah.
4. Kampung Adat Wae Rebo
Wae Rebo menjadi salah satu desa di
Manggarai Barat, Nusa Tenggara
Timur (NTT), yang kerap menjadi
destinasi bagi pelancong lokal
sampai mancanegara. Wae Rebo
adalah kampung adat satu-satunya
yang tersisa di Manggarai, Nusa
Tenggara Timur. Kampung ini
mempunyai tujuh rumah adat atau
mbaru niang yang masih ditinggali oleh warganya. Untuk menuju kampung ini,
pengunjung harus berkendara delapan jam dari Labuan Bajo dan mendaki gunung sejauh 4
kilometer menembus hutan alam. Wae Rebo berada di antara pegunungan dan sangat indah
381
di waktu pagi karena berselimut kabut. Pada waktu malam hari, kamu juga bisa menikmati
indahnya gugusan bintang karena lokasinya yang jauh dari keramaian dan minim polusi
udara.(*)
Sumber : https://www.msn.com/id-id/travel/ideperjalanan/mengenal-4-kampung-adat-di-flores-namun-satu-kampung-tinggal-kenangan/ar-BBMn9Vt 5. Wilayah Adat Suku Golo Worok
Data wilayah adat Suku Golo Worok di Kecamatan Kuwus Kabupaten Manggarai Barat
diperoleh dari Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), namun tidak banyak penjelasan
yang dapat diperoleh terkait suku adat ini dari BRWA. Hanya luas area wilayah adat
mencapai 488 Ha.
Nama Komunitas : Golo Worok
Provinsi : Nusa Tenggara Timur
Kabupaten/Kota : MANGGARAI BARAT
Kecamatan : Kuwus
Desa : -
Peta Lokasi Wilayah Adat
Kewilayah Adat
Luas 488 Ha
Satuan Golo Worok
Diposting oleh Bung Yance : http//: goloworok.blogspot.com/
382
a. SHORT HISTORY
Goloworok is one of the villages in the western part of Central Manggarai, Flores, Indonesia.
Some years ago it was a forested hill and no one was residing in it. Etymologically, the word
"Goloworok" is formed by two manggaraian words, namely: "Golo", which means hill or
mountain. While the word "Worok" is the name of one of the tropical trees found in this
place. Goloworok, then, means the hill of worok trees. Many years ago the worok trees grew
very well here and have covered almost all this small hill. That's why, the name of this hill is
taken from the name of this tree.
Nobody was living here before. The people of Goloworok originally migrated from a small
village called "Sano". Sano is just 4 km distance from Goloworok. It is located in the middle
of the cliff. In the year 70-s, there was a landslide in Sano. The big stones and rocks
practically destroyed the village. It was the saddest tragedy in the history of the people of
Goloworok. This natural disaster have also brought fear to the people, the fear of the same
disaster would inflict their village. For this reason, people decided to migrate in Goloworok.
In the old map, big portion
of this land was part of the
protected area where no
body is allowed to make it as
a land for agriculture. In
terms of protective forest,
the government is usually
strict not to allow anybody
for any form of logging.
Since, there was this natural
disaster, nobody was against
the mass migration of the
people of Sano in this
beautiful hill. From then on,
Goloworok become a home
to more than three thousand people.
Kampung Goloworok In its simplicity The place of peace and serenity Where thousand
smiles and boundless hospitality reign Unique and beautiful All you will experience once
you step on this land.
Your eyes will fill with owe As you ponder the diversity of colors. Of its blue sky Combined
with white clouds. Much green to enjoy The brown color of its land Much colors dance
nicely in your eyes.... In the single time and in the single place. Goloworok, the land of
wanders.
383
b. PEOPLE
There are more than one suku (race) in
Goloworok. We have suku Maras, suku
Wesang, suku Redo, etc. Suku Maras and Suku
Wesang are the two races with the bigger
number of families. These two races have
their own traditional houses called "Rumah
Gendang". Rumah Gendang is traditional
house for multipurpose. Usually, it is in these
traditional houses that they gather together
for the important occasions like the
thanksgiving for the harvest (penti), rituals
for marriage, the venue for the
reconciliations for those who are in conflict,
etc. The most interesting thing is that every
family has their rappresentative who stays
here.
Each race has its customs to be proud
of. Goloworok has its own traditional
clothes. It adds beauty to the Eve
descendants. Towe Songke, kebaya,
Selendang manggarai, all creats harmony in
this traditional customs. In the important
occasions like for ordination of the priest,
marriage, thanksgiving for the harvest
(penti), the people of Goloworok wear their
traditional clothes.
c. TRADITIONAL CEREMONIES
Caci Dance
Caci is a tradizional dance in Manggarai, Flores, Indonesia. It is usually done for big
ceremonies, such as: during priesthood ordanation, during penti (thanksgiving for the
harvest and the blessing received in one village. Caci is a dance performed only by the male
ones. The girls can only participate in playing some musical instruments to accompany the
caci dance. It is a bit violent. It can be very bloody sometimes. Caci is also the expression of
courage because not anybody can do this. They are usually divided in two groups, the home
side and the guests. To know more about caci, please welcome to Manggarai!
384
d. FOOD
The staple food in Goloworok is rice. We eat rice three times a day (breakfast, lunch and
dinner). Eating rice alone is not common here. We usually eat rice with fish, meat,
vegetables and some other things. Be careful! Goloworok foods are spicy. If you want some
traditional wine, we have "Tuak Mince", a juice taken from palm tree. We have also some
hard drinks. They usually call it "Sopi". Never call yourself a champion in drinking alcoholic
drink without trying sopi.
385
e. RELIGIOSITY IN GOLOWOROK
The majority of the inhabitants are catholics. Only few families are muslims. The catholic
Church entered in Manggarai on May 12, 1912. The diocese of Ruteng (Manggarai) is made
up of 76 parishes. Goloworok belongs to the parish called "Paroki St. Stefanus Ketang".
Religiosity is common in Goloworok.
Gereja Tua Goloworok
f. LIFE SHINES IN SIMPLICITY
386
6. Kampung Adat Melo
d. Kampung Budaya Flores Dengan Lanskap Alam Indah
Masyarakat Kampung Melo selalu memberikan yang terbaik bagi para tamu yang datang. (Foto: becomingyou.co.za)
Nusa Tenggara Timur dikenal sebagai provinsi dengan eksotika pemandangan alam yang
indah. Sejauh mata memandang, Kita akan disuguhi cantiknya padang rumput maupun
birunya pantai yang tak berujung. Maka tak heran jika Labuan Bajo, salah satu kelurahan di
Nusa Tenggara Timur, masuk dalam program 10 destinasi Bali Baru yang diusung oleh
Pemerintah Pusat Republik Indonesia guna meningkatkan pariwisata negara.
Tak hanya menyajikan wisata alam yang indah, Nusa Tenggara Timur juga mempunyai
wisata budaya yang sangat bagus. Destinasi tersebut dikenal sebagai Kampung Melo yang
terletak di Desa Liang-Ndara, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa
Tenggara Barat. Kampung Melo terletak di ketinggian 624 meter di atas permukaan laut.
Suhu tertinggi di daerah ini
hanya 20 Celcius. Walaupun
harus menempuh jarak kurang
lebih 70 kilometer atau sekitar 45
menit dari Labuan Bajo. Di
sepanjang perjalanan, terdapat
deretan pepohonan yang rimbun
dan luasnya padang rumput.
Walaupun rute yang ditempuh
cukup terjal, namun jalan
menuju Kampung Melo sudah
ditata dengan baik dan terdapat
petunjuk jalan. Keindahan dan tradisionalitas adat Manggarai Barat bisa Anda pelajari di
Kampung Melo. (Foto: baringopi)
387
Sesampainya di pa’ang atau pintu masuk menuju Kampung Melo, Ketua Adat akan
menyambut para wisatawansebagai bentuk penyambutan, Selendang cantik khas Kampung
Melo akan diberikan sebagai bentuk ucapan selamat datang. Selain itu, para pengunjung
juga akan diberikan sopi atau tuak lokal dari pohon enau dan pinang sirih. Masyarakat
Kampung Melo sangat menyambut kedatangan para pelancong yang datang karena hal
tersebut merupakan upaya dalam menjaga adat Manggarai Barat. Sambutan yang ramah
dari masyarakat Kampung Melo tidak sampai situ. Setelah menjamu dan mendoakan para
tamu yang datang, Berbagai penampilan seni akan dipersiapkan bagi para tamu. Salah satu
penampilan utama adalah Tari Caci.Tari Caci merupakan tari untuk memanjatkan syukur
kepada Tuhan atas keberhasilan panen dan kebaikan lainnya. Para pemuda dengan
memakai cambuk akan menari sambil mencambuk satu sama lain sesuai dengan iringan
lagu.
Walaupun para penari akan mendapatkan sakit dan memar, namun mencari pemenang
bukanlah tujuan dari tarian ini. Darah yang keluar dari tubuh para penari dianggap sebagai
bentuk persembahan kepada para leluhur agar panen ke depannya bisa berhasil.
Penampilan adat lainnya pun disuguhkan kepada para tamu guna memberikan rasa akrab
dan ramah.
Tarian Caci, tari yang menegangkan namun sarat syukur kepada Tuhan. (Foto: florestourism)
Setelah upacara penyambutan berakhir, pemandangan di sekitar Kampung Melo dapat
dilihat Pemandangan Manggarai Barat dapat dilihat dari ketinggian merupakan hal yang
wajib dilakukan. Nusa Tenggara Barat memang dikaruniai keindahan alam yang melimpah,
mulai dari sawah hijau yang subur hingga langit biru cerah yang tak menyengat.
Rumah warga juga dapat didatangi untuk melihat aktivitas sehari-hari masyarakat
Kampung Melo maupun belajar budaya mereka yang unik secara mendalam. Kampung
Melo seperti berada di rumah sendiri dengan segala keramahan tuan rumah di sini.
Sumber : https://phinemo.com/kampung-melo-eksotika-kampung-budaya-di-flores/
388
e. Kampung Adat Melo, Ethno Tourism di Labuan Bajo
Kampung adat Melo atau desa adat melo adalah desa yang tidak jauh dari Labuan Bajo,
dibutuhkan waktu sekitar 40 menit untuk mencapai wilayah ini dari pusat Kota Labuan
Bajo. Lokasinya cukup mudah tidak jauh dari jalan utama Trans Flores, kondisi jalan
rayanya tergolong mulus tidak bolong bolong. Untuk mencapai kesana baiknya dengan
menyewa kendaraan.
f. Kampung Melo, dengan pemandangan yang indah
Kampung Melo berada di ketinggian 624 meter di atas permukaan laut. Suhu di daerah ini
hanya berkisar 10-20 derajat celcius. Sehingga akan merasakan suhu dingin namun dengan
langit yang tetap cerah. Sejauh mata memandang akan terlihat hamparan hijau yang indah.
Dedaunan hijau muda hingga hijau tua dapat terlihat secara jelas. Langit biru cerah seperti
yang sering dijumpai di kawasan Indonesia Timur pun bisa dijumpai di sini. Tanda tidak
banyak polusi di daerah ini. Kondisi kegiatan warga yang hidup dengan berkebun dapat
disaksikan langsung. Keramahan masyarakat memberikan rasa hangat di tengah hawa
dingin. Masyarakat Suku asli penduduk Manggarai, Nusa Tenggara Timur, yang menghuni
Kampung Melo di Desa Liang-Ndara. Dalam tatanan administrasi, Liang-Ndara merupakan
desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kondisinya yang sunyi jauh dari keramaian, membuat
masyarakat Kampung Melo hidup dalam kedamaian dan keramahtamahan. Menurut
sumber yang saya terima, warga Kampung Melo memang terkenal ramah.
Sanggar Compang To’e merupakan tempat
bertamu di Desa itu yang terletak di ketinggian.
Dari sini Kita dapat melihat pemandangan
perbukitan serta laut sisi Barat dan Utara Flores
di kejauhan. Sebuah rumah adat Manggarai
berdiri di tengah-tengah tanah lapang menjadi
pusat kegiatan Sanggar Compang To’e yang
secara rutin berkumpul bersama-sama
389
melestarikan kesenian dan adat-istiadat mereka. Sekelompok ibu-ibu dengan seperangkat
alat musik tabuh memainkan irama khas setempat yang menjadi ilustrasi dari keramahan
warga dalam menyambut tamu. Kaum bapak tampak sibuk menyiapkan sebuah seremoni
sederhana penyambutan tamu di sebuah aula rumah panggung. Sedangkan para pemuda
desa telah siap dengan pakaian tarian mereka, siap menyuguhkan atraksi budaya.
Tarian Caci adalah tarian peperangan yang dilakukan oleh pemuda desa dengan memakai
pakaian adat tarian serta membawa cambuk rotan dan tameng yang terbuat dari kulit
kerbau. Caci adalah tarian untuk memperingati semangat bertempur kaum lelaki suku asli
masyarakat Flores yang bertujuan agar semangat juang itu tetap terjaga. Dilakukan oleh
empat orang pemuda yang secara bergantian saling berhadapan satu lawan satu, saling
serang dan saling cambuk. Tanpa ada dendam walaupun efek dari cambukan rotan telah
membuat badan mereka memar. Cukup membuat kami tegang, mengerutkan dahi
menyaksikan mereka adu kekuatan.
Sumber : http://komodoshuttle.com/2018/06/13/kampung-adat-melo/
7. Desa Adat Todo, Saksi Sejarah Kekuasaan Kerajaan Manggarai di Flores
Desa Todo merupakan pusat
kebudayaan kerajaan Manggarai di
Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Berada di kaki Gunung Anak Ranaka,
Desa Todo adalah pusat Pemerintahan
Kerajaan Manggarai. Manggarai sendiri
merupakan kerajaan terbesar yang
menguasai Pulau Flores sebelum
akhirnya harus pindah ke kota Ruteng
karena invasi Belanda. Ahli sejarah baik
dalam maupun luar negeri telah banyak
yang datang ke Desa Todo untuk meneliti lebih dalam tentang seberapa besar Kerajaan
Manggarai kala masih berkuasa. Todo, yang saat itu menjadi salah satu dari tiga komunitas
390
masyarakat terbesar di Flores, selain Bima dan Gowa, punya andil besar dalam
pembentukan kesatuan Kerajaan Manggarai di sini.
Salah satu bukti kebesaran Raja Todo dan
pengaruhnya terhadap Kerajaan
Manggarai adalah hadirnya Rumah
Niang atau Mbaru Niang. Memiliki
bentuk kerucut pada bagian atap, rumah
adat khas Todo ini cukup mencuri
perhatian dunia, saat dinobatkan sebagai
salah satu kandidat peraih Penghargaan
Aga Khan untuk Arsitektur tahun 2013
dari UNESCO. Dengan lima tingkat yang
ditompa kayu worok dan bambu, Rumah
Niang menyimpan sebuah gendang kulit manusia yang cukup sakral di dalamnya.
Gendang inilah yang mampu menceritakan asal usul Kerajaan Manggarai di Desa Todo.
d. Rebutan Tiga Raja
Sesuai dengan kisah yang utarakan oleh bapak Titus, gendang ini terbuat dari kulit perut
seorang wanita cantik yang menjadi rebutan tiga raja, Gowa, Bima dan Todo. Nggak
sekedar cantik, wanita ini juga memiliki beberapa keahlian khusus yang membuat tiga raja
ini jatuh cinta.
Konflik berkepanjangan antara tiga raja ini
pun terjadi dengan banyak korban dari
masyarakat berjatuhan. Demi
menghentikan pertumpahan darah, Raja
Todo mengajukan sebuah kesepakatan
kepada dua raja lainnya yang berisi, siapa
saja yang dapat menangkap wanita ini dan
menikahinya, niscaya akan dinobatkan
sebagai raja Manggarai.
Raja Todo dengan berbagai upaya mengejar dan berhasil menangkap wanita ini di Desa
Ndoso. Proses penangkapannya pun cukup menarik, yang mana Raja Todo bersembunyi di
desa tersebut, mengintai keberadaan wanita cantik berdasarkan informasi dari orang dalam
Desa Ndoso. Sayangnya, saat sang raja mengungkapkan keinginan untuk menikahi, sang
wanita justru menolak. Namun, demi mengakhiri konflik, Raja Todo membunuh wanita
tersebut dan membawa kulit perutnya balik ke Desa Todo yang kemudian diubah menjadi
sebuah gendang. Sejak itulah, Raja Todo dinobatkan sebagai raja Manggarai, yang
mencakup banyak daerah di Pulau Flores. Sedangkan, Desa Todo menjadi pusat
pemerintahan utama dari Kerajaan Manggarai yang berkuasa di era 1700-an.
391
e. Empat Jam Jalan Darat
Meski termasuk desa wisata andalan di Manggarai Barat, Desa Todo memiliki akses masuk
yang cukup menantang. Untuk datang ke desa ini, dapat berkendara mobil selama empat
jam dari kota Labuan Bajo.
Jalan Lintas Flores menjadi salah satu akses yang bisa dilalui untuk sampai di Desa Todo.
Dengan medan yang berliku hingga keberadaan tanjakan ekstrem, kondisi kendaraan dan
fisik Kita harus prima.
Sumber : https://www.pegipegi.com/travel/desa-todo-saksi-sejarah-kekuasaan-kerajaan-manggarai-di-flores/ f. Budaya Masyarakat
Berwisata bukan hanya dinikmati dengan berjalan-jalan atau berkeliling mengunjungi
obyek-obyek wisata. Wisata juga bisa dilakukan dengan menikmati sejarah dan budaya
setempat. Mengetahui budaya dan sejarah setempat memang memberikan sensasi
tersendiri. Karena setiap keindahan dan eksotisme obyek-obyek wisata pasti memiliki asal-
usul sejarah dan terkait dengan tradisi budaya tertentu. Tidak terkecuali Labuan Bajo.
Menarik Untuk diketahui bagaimana tradisi budaya asli Labuan Bajo sebagai pulau yang
kini dikenal keindahaan dan eksotismenya hingga ke mancanegara.
Labuan Bajo selain memiliki pesona alam yang eksotis dan memanjakan setiap pasang mata
yang melihatnya. Di sisi lain Labuan Bajo memiliki tradisi budaya lokal yang patut
diketahui pula oleh kita semua. Warisan tradisi budaya yang berada di sana akan membuat
takjub wisatawan yang melihatnya. Untuk sensasi wisata yang berbeda, paket wisata labuan
bajo juga merekomendasikan untuk mengenal sejarah dan tradisi masyarakat asli labuan
bajo.
TRADISI BUDAYA UNIK LABUAN BAJO
Di setiap tempat yang kini ramai dan dikenal luas, pasti memiliki daya tarik budaya dan
tradisi dari penduduk aslinya. Karena daya tarik budaya dan tradisi setempat pasti
menampilkan keunikan dan hal-hal baru yang berbeda dari tempat-tempat lainnya. Simak
informasi tradisi budaya asli Labuan Bajo berikut ini.
5. Suku Laut
Pada suku Bajo atau Bajau dikenal dengan suku laut. Hal ini disebabkan oleh tradisi mereka
yang hidup di atas perahu dan menangkap ikan di berbagai perairan di Indonesia ini. Pada
saat Belanda belum datang ke Manggarai, tempat terebut dinamai sebagai Bong Bajo atau
Pelabuhan Bajo. Sedangkan nama Labuan Bajo dipakai pada tahun 1926 setelah Belanda
datang dan mengangkat Raja Todo sebagai Pemimpin di Manggarai.
392
Perayaan Budaya Asli Labuan Bajo, sumber ig @idayrost
6. Festival Komodo
Provinsi NTT yang didalamnya termasuk pulau Labuan Bajo terkenal dengan hewan
legendaris yang berumur tua yaitu Komodo. Pada awal bulan maret sekitar 5 hingga 10
Maret, di Labuan Bajo terdapat acara besar yang dinanti – nanti oleh setiap pengunjung,
baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Festival tersebut dinamakan Festival
Komodo. Dalam perayaan festival tersebut, akan ditampilkan berbagai parade kesenian,
tarian tradisional hingga pentas seni budaya khas masyarakat NTT.
7. Tradisi Kepok
Dalam penyambutan wisatawan atau turis mancanegara yang bertandang ke Labuan Bajo,
pada masyarakat Manggarai biasanya akan mengadakan suatu tradisi penyambutan yang
disebut Tradisi Kepok. Para ketua adat atau Tua nya akan menyiapkan ayam jantan
berwarna putih atau merah serta moke putih yang telah disimpan di dalam botol dari buah
labu besar (tawu).
Para Tua berdiri di Dermaga Loh Liang, Pulau Komodo dengan mengenakan pakaian adat
yakni songke dan destar ditambah dengan kemeja putih. Mereka siap menyapa para
wisatawan yang hadir didampingi para wanita Manggarai Barat. Upacara penyambutan
tersebut sering dilakukan warga Maggarai Barat Selain sebagai kegiatan ramah tamah
dengan orang asing, hal itu juga sebagai tanda bahwa orang Manggarai Barat memiliki
sikap cinta terhadap budaya leluhurnya. Sehingga eksistensinya bisa terjaga hingga di
zaman modern seperti sekarang ini.
8. Tradisi Rumusmoso
Tradisi Rumusmoso merupakan suatu tradisi pembagian tanah ulayat. Biasanya pembagian
tanah ini akan diprioritaskan bagi para petinggi kampung atau tetua beserta keluarganya.
Kemudian akan dibagikan lagi kepada warga biasa dan warga dari suku lain. Namun bagi
suku lain, memiliki syarat dan ketentuan khusus, yaitu dengan membawa ayam jantan satu
393
ekor dan Kapu Manuk Lele Tuak atau arak. Setelah itu akan diselenggarakan sidang dewan
kampung untuk pengesahannya. Sebagai pimpinan sidang adalah Tu’a Golo dan yang
mengesahkan adalah Tu’a Teno (ketua adat).
Harapannya dengan mengeksplor berbagai budaya dan tradisi di sana, maka masyarakat
menjadi semakin mencintai dan ikut berperan aktif dalam melestarikan budaya bangsa.
Tetap bangga dengan Indonesia yang kaya akan tradisi dan budayanya. Demikianlah
beberapa informasi mengenai tradisi budaya asli dari Labuan Bajo. Semoga informasi ini
bisa menghibur Anda dan menjadi pengetahuan yang unik dan menarik. Simak ulasan
lainnya terkait tips-tips dan berbagai informasi wisata labuan bajo di halaman
labuanbajotour.com. Selamat menikmati wisata Anda.
SUKU MANGGARAI
Suku Manggarai adalah sebuah suku bangsa yang mendiami bagian barat pulau Flores di
provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Suku Manggarai tersebar di tiga kabupaten di
provinsi tersebut, yaitu Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai dan Kabupaten
Manggarai Timur.
a. Sejarah
Menurut catatan sejarah, mereka
secara historis dikuasai secara
bergantian oleh suku Bima dari
pulau Sumbawa dan suku
Makassar dari pulau Sulawesi.
Terdapat sekitar 500.000 orang
Manggarai pada akhir abad ke-20.
b. Politik
Sistem politik mereka berdasarkan
pada klan, dipimpin oleh seorang
kepala klan yang dipanggil Todo.
Suku ini menerapkan sistem
keturunan patrilineal, dan secara
historis mereka bermukim di desa-
desa, yang terdiri dari setidaknya
dua klan.
c. Ritual
Suku Manggarai terkenal memiliki sederet upacara ritual sebagai ucapan syukur atas
kehidupan yang sudah dijalani dalam periode waktu tertentu, antara lain:
Kaum wanita Manggarai, tahun tidak diketahui
394
• Penti Manggarai, upacara adat merayakan syukuran atas hasil panen, • Barong Lodok, ritual mengundang roh penjaga kebun di pusat lingko (bagian tengah
kebun), • Barong Wae, ritual mengundang roh leluhur penunggu sumber mata air, • Barong Compang, upacara pemanggilan roh penjaga kampung pada malam hari, • Wisi Loce, upacara yang dilakukan agar semua roh yang diundang dapat menunggu
sejenak sebelum puncak acara Penti, dan • Libur Kilo, upacara mensyukuri kesejahteraan keluarga dari masing-masing rumah
adat.
Suku Manggarai juga mempunyai olahraga tradisional yang disebut caci, pertarungan saling
pukul dan tangkis dengan menggunakan pecut dan tameng yang dimainkan oleh dua orang
pemuda di sebuah lapangan luas. Pertunjukan caci diawali dengan pentas tarian Danding,
sebelum para jago cacicc beradu kebolehan memukul dan menangkis. Tarian itu biasanya disebut
juga sebagai Tandak Manggarai, yang dipentaskan khusus hanya untuk meramaikan pertarungan
caci.
d. Bahasa
Suku ini menuturkan bahasa Manggarai, sebuah bahasa yang disebut sebagai tombo
Manggarai oleh para penutur aslinya. Bahasa ini mempunyai sekitar 43 subdialek.
(sumber : Wikipedi https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Manggarai)
395
BROMO – TENGGER - SEMERU, JAWA TIMUR, INDONESIA Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah taman nasional di Jawa Timur, Indonesia,
yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, Kabupaten
Lumajang dan Kabupaten Probolinggo. Pintu masuk menuju BTS dapat ditempuh melalui :
Kab. Lumajang: Ranu Pani, Kab. Pasuruan: Wonokitri. Cemorolawang, Tumpang, Kab.
Malang: Malang. Atau ada yang menyebut dari arah Kab. Probolinggo di daerah Nagisari.
Survei lapangan dilaksanakan melalui Malang via Nongko Jajar-Desa Tosari dengan jalur
via Tol Malang- Pandaan dengan jarak 45 Km. Keluar dari pintul Tol Purwodadi menuju
Nongko Jajar terus ke Desa Tosari Jarak 35 Km. Desa Tosari merupakan desa terdekat ke
wilayah Kawah Bromo. Jarak Nongko Jajar - Tosari 18 - 20 Km. Tol Pandaan merupakan tol
baru yang digunakan sejak hari Raya Idul Fitri di bulan Juli 2019.
Secara umum kondisi jalan setelah Exit Tol Purwodadi cukup lancar tidak terjadi
kemacetan. Masih terjadi kemacetan dari arah Kota Malang ke pintu Tol Singosari karena
jalur masuk dan keluar hanya satu menuju arah Kota Batu. Ada under pass yang sudah
dibangun untuk mengurangi kemacetan. Namun jika saat long week end terjadi kemacetan
cukup parah mencapai 1.5 jam waktu tunggu. Kemacetan terjadi karena dari arah Malang
terdapat truk-truk besar yang menuju dan dari Batu, juga terdapat bis-bis pariwisata yang
keluar masuk.
Masuk ke Bromo bisa melalui Gunung Tunggangan yang berada di wilayah Malang.
Namun kondisi jalan parah dari arah jalur Malang. Seperti di Desa Jabung Kecamatan Pakis.
Jalan yang hancur lebih dari 5 Km. Exit toll ada 2 yaitu Pakis dan Singosari. Exit toll yang
menuju Blitar biasanya truk-truk akan diarahkan ke toll baru. Ada rencana pembangunan
toll utk jalur selatan. Sering terjadi kemacetan di exit toll Singosari. Arah masuk dari
Malang-ke Pasuruan jarak 60 km. Kondisi jalan bagus.
Jalan raya Nongko Jajar Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan - Purwodadi ditempuh
dengan jarak sekitar 35 km. Lebar jalan 5 - 6 meter. Jalur yg paling disukai para wisatawan
biasanya dari Malang karena jarak lebih pendek. Melewati Kebun Raya Purwodadi dengan
jalan berkelok-kelok. Sepanjang jalan terdapat kebun masyarakat. Ditanami kayu sengon
dan pinus. Jarang terjadi kecelakaan di wilayah ini. Kondisi jalan bagus dan terawat. Jalur
menuju Bromo ada Pasar Nongko Jajar kondisi jalan mengecil sampai ke Desa Tosari
dengan lebar 4 meter. Kondisi bagus karena baru diperbaiki. Masih perlu ada pengamanan
jalan untuk lokasi-lokasi terjal di sepanjang jalan. Ada jalan yang sedang diperbaiki,
sehingga harus memutar ke jalan yang dipaving.
396
1. GAMBARAN KONDISI SOSIAL BUDAYA
a) Suku Tengger
Suku Tengger tersebar di beberapa wilayah mulai dari arah pintu masuk sepanjang 15 Km
dari Kawah Bromo sampai ke empat pintu di Ranu Pani, Wonokitri, Nagisari dan Ngadus.
Suku Tengger juga dapat dikenal dari bahasa yang digunakan masyarakat, yaitu dengan
Bahasa Suku tengger. Di Kecamatan Tosari di Kabupaten Pasuruan ada 8 desa yang
bersuku Tengger. Masyarakat di kampung Nongko Jajar Desa Tutur merupakan umumnya
masyarakatnya sebagai Suku Tengger. Di Kab Probolinggo Kec. Sukapura ada Desa
Ngadisoro, Cemorolawang, Wonokerto, Ngadas, Cetak. Dan Ngadisari yang merupakan
desa-desa dengan mayoritas penduduknya sebagai Suku Tengger. Sejarah kebudayaan atau
adat istiadat Suku Tengger secara lengkap dapat dipelajari di Buku Legenda Bromo.
Kelompok etnik terdekat yaitu suku Jawa, suku Osing, dan Suku Bali
Suku Tengger (IPA: /tənggər/) atau juga disebut wong Tengger atau wong Brama adalah
suku yang mendiami dataran tinggi sekitaran kawasan pegunungan Bromo-Tengger-
Semeru, Jawa Timur, Indonesia. Penduduk suku Tengger menempati sebagian wilayah
Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten
Malang. [1]
b) Asal nama
Ada 3 teori yang menjelaskan asal nama Tengger:
• Tengger berarti berdiri tegak atau berdiam tanpa gerak, yang melambangkan watak
orang Tengger yang berbudi pekerti luhur, yang harus tercermin dalam segala aspek
kehidupan.
• Tengger bermakna pegunungan, yang sesuai dengan daerah kediaman suku Tengger.
• Tengger berasal dari gabungan nama leluhur suku Tengger, yakni Rara Anteng dan
Jaka Seger.
397
c) Agama
Sebagian besar beragama Hindu, serta minoritas Islam dan agama lainnya.Orang-orang
suku Tengger dikenal taat dengan aturan dan agama Hindu. Penduduk suku Tengger
diyakini merupakan keturunan langsung dari Kerajaan Majapahit. Nama Tengger berasal
dari legenda Rara Anteng dan Jaka Seger yang diyakini sebagai asal usul nama Tengger,
yaitu "Teng" akhiran nama Rara An-"teng" dan "ger" akhiran nama dari Jaka Se-"ger".
Perasaan sebagai satu saudara dan satu keturunan Rara Anteng-Jaka Seger inilah yang
menyebabkan suku Tengger tidak menerapkan sistem kasta dalam kehidupan sehari-hari.
d) Kegiatan Ritual dan Adat Istiadat Suku Tengger
Pada saat kegiatan survei lapangan di Desa Tosari, sedang diperangati hari Raya Karo yang
merupakan hari Raya Suku Tengger. Hari raya ini dilaksanakan seperti hari Raya Idul Fitri
yang ditujukan untuk saling silaturahmi diantara suku Tengger baik yang beragama Hindu,
Islam, maupun Kristen. Hari raya ini dilaksanakan secara bergilir antar daerah. Masing-
masing daerah melaksanakan hari Raya Karo selama 2 hari. Sebelum Hari Raya Karo
diperingati Hari Raya Kesodo yang dilaksanakan 2 bulan yang lalu. Hari Raya ini
dilaksanakan secara rutin dengan puncak kegaiatan dilaksanakan di Kawah Bromo.
e) Ritual Membangun Jalan
Jika akan membangun jalan, berdasarkan kepercayaan Suku Tengger harus dilakukan ritual
di titik jalan raya yang ditentukan Dukun Besar. Mengapa perlu dilakukan ritual karena di
beberapa titik/lokasi jalan biasanya dihuni oleh roh-roh halus. Ritual dilaksanakan sekitar 1
jam oleh Dukun Besar. Ritual dilaksanakan berupa sedekah/sesajen yang berisi kedang ayu,
pisang ayu, tumpeng, bubur putih, bubur merah, rokok kobot dan minuman limun linggar
jati atau soda tradisonal. Kemudian ditambah uang satak atau uang jaman dahulu. Biasanya
ada yang kesurupan pada saat dilakukan kegiatan ritual, melalui orang yang kesurupan
dapat diketahui roh halus minta apa.
Kegiatan ritual biasanya dilaksanakan di lokasi-lokasi Patmasari. Patmasari terdapat di
jalan raya mulai Nongko Jajar sampai ke Desa Tosari, area Bromo dan Penanjakan.
Patmasari berbentuk pura kecil dengan berbagai sesaji di dalamnya. Patmasari dipercaya
sebagai tempat sedekah atau sesajen supaya roh-roh halus tidak mengganggu orang yang
lewat di jalan atau dapat dikatakan untuk amit kepada roh-roh halus. Di tempat yang
dipercaya ada roh-roh halus tidak bisa sembarangan untuk melakukan apa saja. Pada saat
ritual dilaksanakan mantera bahasa Jawa.
f) Ritual Membangun Rumah
Untuk membangun rumah juga ada ritualnya tersendiri menurut adat suku Tengger,
biasanya dilaksanakan pada saat menggali pondasi. Untuk membangun rumah dan
melaksanakan ritual harus meminta izin kepada Dukun Besar. Kegiatan ritual dilaksankan
di hari yang pas menurut informasi dari Dukun Besar. Jika di tempat tersebut ada roh halus
dan Dukun Besar menyatakan tidak boleh membangun rumah di tempat tersebut, maka
398
harus pindah ke lokasi lain. Bisa tetap dibangun rumahnya asal dibuatkan tempat Patmasari
oleh Dukun Besar. Baru rumah tersebut dapat dibangun dan dapat ditempati.
g) Lokasi-Lokasi Sakral
Tengger mempercayai di beberapa tempat di wilayah Taman Nasional B-T-S terdapat
tempat-tempat sakral yang keberadaannya harus tetap dijaga dan dihormati.
6) Kawah Bromo. Tempat yang dianggap paling sakral adalah Kawah Bromo dan area
Bromo seluruhnya dan juga di area Penanjakan. Kawah Bromo dianggap seperti
Kota Mekah kedua bagi suku Tengger yang muslim. Tempat-tempat yang sakral
ditentukan oleh Dukun Besar. Di Kawah Bromo dibangun ada Patmasari dalam
bentuk Pura Bromo atau disebut Poten.
7) Lokasi-lokasi tertentu yang dianggap Sakral. Tidak semua lokasi di TN B-T-S dapat
dikunjungi wisatawan, terkecuali ada nadzar tertentu bisa diizinkan. Harus
membawa juru kunci atau pak Duku Sepuh sebagai asisten Dukun Besar. Biasanya
pak Duku Sepuh akan menyampaikan mantera/niat nadzar di lokasi yang akan
dikunjungi.
8) Tempat Pintu Masuk Kawah Bromo. Di tempat masing-masing pintu masuk
menuju Kawah Bromo terdapat tempat-tempat sakral, biasanya ditunjukan dengan
Patmasari. Di lokasi ini perlu diberi sesajen untuk permisi atau kulo nuwun kepada
pemilik tempat.
9) Watu Dukun. Berada di lokasi bawah Kawah Bromo dan lautan pasir juga dianggap
sebagai lokasi sakral.
10) Watu Balong. Terletak di bawah kaki Gunung Bromo.
Pura Bromo, Watu Dukun, dan Wati Balang merupakan tempat suci Suku Tengger dan biasanya upacara-upacara adat Suku Tengger dilaksanakan di lokasi-lokasi tersebut. h) Pemimpin/Tokoh Adat
Kepala desa disebut dengan Pak Inggi yaitu kepala desa administratif. Sementara tokoh
adat dan dihormati disebut dengan Dukun Besar.
Untuk memilih Dukun Besar ada ujian tersendiri atau mekakat. Biasanya ujian dilaksanakan
pada menikahkan orang. Jika selama 7 kali berturut-turut dukun bisa menikahkan dan tidak
ada masalah, maka akan dinyatakan lulus ujian. Namun jika pada saat menikahkan orang
terjadi masalah, maka dukunnya akan sakit atau meninggal. Kemudian dilanjut dengan
ujian jaba mantera orang meninggal atau entas-entas. Setiap desa memiliki Dukun Besar.
Dukun Besar memiliki anak buah disebut Pak Sepuh untuk semua upacara yang
dilaksanakan: menikah, entas-entas, subatan, gono gini. Sebelum melaksanakan ada hajatan
ada ritualnya, atau permisi kepada roh halus yang tinggal di lokasi-lokasi yang dianggap
sakral.
i) Budaya
Bagi suku Tengger, Gunung Bromo atau Gunung Brahma dipercaya sebagai gunung suci.
Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo.
399
Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara
yakni Pura Luhur Poten Bromo dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara
diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau
15 di bulan kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.
Upacara adat lain yang diamalkan masyarakat Tengger adalah unan-unan, leliwet, entas-
entas, dll.
sumber : Wikipedia https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Tengger
400
2. NGADAS; DESA ADAT DI ATAS AWAN
Salah satu daya tarik wisata ke Gunung Bromo, yakni melalui Desa Adat Ngadas,
Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Sepanjang perjalanan dari Gubugklakah,
Ngadas, hingga lautan pasir Bromo. Alami, menembus hutan pinus, pemandangan Gunung
Semeru di sisi kanan, ngarai di kanan kiri. Pesonanya benar-benar membuat kagum
wisatawan.
Gambar: Desa Adat Ngadas
Desa Adat Ngadas (https://www.photomalang.com)
Desa Adat Ngadas terletak di Desa Ngadas yang terletak di Kecamatan Poncokusumo,
Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, berjarak sekitar 2,5 jam perjalanan dari pusat kota
Kabupaten Malang.
Desa Adat Ngadas terletak di tengah kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TN-BTS) ini punya daya tarik tersendiri, memiliki ketinggian 2.150 mdpl ini, berjarak 6,5
km dari Gunung Bromo, udara yang sejuk. Bila sore hari tiba, awan menggantung di tebing-
tebing curam di seputar desa. Tak heran bila sejumlah wisatawan menjuluki Ngadas sebagai
desa di atas awan.
Sepanjang perjalanan dari Gubugklakah,
Ngadas, hingga lautan pasir Bromo,
pesona alamnya benar-benar membuat
decak kagum wisatawan. Alami,
menembus hutan pinus, pemandangan
Gunung Semeru di sisi kanan, ngarai di
kanan kiri.
Mayoritas penduduk Desa Ngadas
bersuku Tengger, suku yang juga tersebar
di desa-desa sekitar Gunung Bromo yang
ada di Kabupaten Pasuruan dan
Kabupaten Probolinggo. Mayoritas suku
Tengger beragama Hindu.
Gambar: Berkuda di Gunung Bromo (https://www.explorebromo.com)
401
Umumnya penduduk Desa Ngadas memiliki mata pencaharian sebagai petani, dengan
komoditas yang dihasilkan kentang dan bawang prei. Petani di Desa Ngadas umumnya
telah memiliki tingkat pendapatan yang baik, hal ini didukung dengan pendapatan hasil
jual kentang yang tinggi.
Potensi Wisata Alam
Wisatawan juga dapat menikmati matahari terbit di Pananjakan atau Bromo dari Desa
Ngadas. Bisa juga tracking dari Cemoro Lawang ke Bromo sejauh sekitar 3 km, atau
berkeliling naik kuda dari Cemoro Lawang menuju lereng Bromo.
Coban (Air Terjun) Pelangi
Coban Pelangi (https://www.tabloidwisata.com)
Coban Trisula (https://www.lingkarmalang.com)
(https://www.malangtimes.com)
402
Air terjun ini menyimpan keindahan yang istimewa. Jika matahari bersinar terang sebaris
pelangi akan tergurat disisinya. Coban Pelangi merupakan tempat wisata yang penuh
dengan panorama alam, wisata air terjun ini terletak di tengah perjalanan menuju Gunung
Bromo.
Coban (Air Terjun) Raksasa
Coban Raksasa memiliki ketinggian air terjun 150 meter, merupakan wisata air terjun
tertinggi di Pulau Jawa. Untuk mencapai Coban Raksasa yang elok ini tidaklah mudah,
dibutuhkan perjuangan keras melewati perkampungan Desa Ngadas dan hutan belantara
dengan jalan kaki. Jaraknya sekitar 5 kilometer dan memerlukan waktu hingga 3 jam.
Coban Trisula
Merupakan air terjun yang memiliki tiga tingkatan, Coban atas airnya dari sungai Lajing,
dengan ketinggian kurang lebih 35 meter, Coban tengah dengan ketinggian 2,5 meter dan
Coban bawah dengan ketinggian kurang lebih 11 meter serta terletak sedikit tersembunyi.
Upacara Adat
Upacara tahunan yang cukup beragam, misalnya upacara Pujan, Kasada, Karo, Unan-Unan,
Barikan, Mayu Dusun, dan Galungan.
Wisata budaya, banyak sekali kegiatan masyarakat yang rutin dilakukan sepanjang tahun,
seperti Entas-entas, Wolo Goro (upacara pernikahan), Tugel Kuncung, Tugel Gombag,
Penditanan untuk semua dukun, Sayut (upacara adat 7 bulanan wanita hamil), Kekerik
(upacara lepas pusar bayi) dan Among-among (upacara bagi anak yang sudah mulai bisa
bekerja menghasilkan uang).
Inap Desa (Homestay)
Desa tertinggi di Pulau Jawa ini sudah memiliki 50 homestay, yang siap menerima
wisatawan menginap setiap saat, dengan suhu berkisar 0°C hingga 20 °C. Jangan khawatir,
homestay di sana sudah dilengkapi juga dengan alat pemanas untuk mandi.
Sumber : https://gpswisataindonesia.info/2018/06/desa-adat-ngadas-kabupaten-malang-jawa-timur/ 3. DESA ADAT WONOKRITI
Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu desa di
wilayah Suku Tengger tepatnya di dataran tinggi pegunungan Bromo-Tengger-Semeru,
Jawa Timur. Desa Wonokitri merupakan salah satu desa yang masih dengan teguh
mempertahankan kebudayaan lokal daerah Tengger, selain antaranya terdapat Desa
Ngadas (Kabupaten Malang) dan Desa Ngadisari (Kabupaten Probolinggo) yang juga masih
bertahan. Upacara adat istiadat masih rutin dilaksanakan setiap tahun tanpa ada bagian
yang dihilangkan, kedudukan dukun desa masih mewarnai hari-hari penting yang
dilakukan masyarakat, serta tidak adanya masyarakat luar daerah yang bisa menetap
diwilayah desa-desa tersebut merupakan faktor penting ketiganya dianggap sebagai desa
adat.
403
Dilain sisi, Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (TNBTS) beberapa tahun terakhir
berhasil memikat hati setiap wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang
melihat keelokan panorama Gunung Bromo, berfoto ria ditengah luasnya lautan pasir dan
bukit teletubbies atau hanya sekedar menikmati secangkir kopi sambil menyaksikan
matahari terbit bersama teman-teman di bukit Penanjakan, bahkan selain itu masih banyak
sekali tempat-tempat dengan tawaran yang tidak kalah mengasyikan. Ternyata banyaknya
wisatawan yang datang tersebut, tentu berdampak pada masyarakat di desa-desa sekitar
seperti di Desa Wonokitri.
Masyarakat mulai terbuka pemikirannya bahwa sektor pariwisata memiliki aspek positif
untuk menambah penghasilan, sehingga banyak dari mereka berpindah profesi yang
dulunya petani, menjadi pedangan kebutuhan wisatawan, penyedia tempat
istirahat/penginapan, jasa travel jeep, dan warung-warung makan. Pemerintah mendukung
dengan menyumbangkan ide-ide untuk pengembangan masyarakat, dan membentuk Desa
Wonokitri sebagai Desa Wisata. Bahkan tahun ini, masyarakat khususnya para remaja di
Wonokitri antusias menyambut lagi adanya julukan baru desa mereka sebagai Desa
Edelweiss. Bisa dikatakan pengembangan di sektor pariwisata sangat diprioritaskan akhir-
akhir ini.
Desa Wonokitri yang makin berkembang dan bertempat strategis karena merupakan desa
paling ujung sebelum TNBTS kawasan Kabupaten Pasuruan, mengundang inverstor-
inverstor dari berbagai daerah untuk berencana ikut mengembangkan sektor pariwisata,
dengan membeli tanah-tanah warga dan membangun hotel atau tempat rekreasi baru
dengan menjanjikan kemakmuran masyarakat Desa Wonokitri, seperti menambah lapangan
pekerjaan dan mengundang banyak wisatawan agar datang berkunjung.
Namun sungguh haru, Desa Wonokitri tidak melupakan jati dirinya sebagai Desa Adat.
Adanya suatu kepercayaan bahwa orang-orang asing yang datang akan mengikis
kebudayaan mereka perlahan-lahan sehingga hal itu dilarang masih dipatuhi. Belajar dari
desa-desa lain disekitarnya, yang sudah banyak dimasuki baik inverstor maupun orang-
orang luar daerah yang menetap, dan hal itu benar adanya merusak kebudayaan lokal yang
hidup bertahun-tahun, Desa Wonokitri lebih memilih kuat menahan keinginan adanya
bangunan-bangunan besar menjulang tinggi dengan megah dan tawaran uang dari para
investor.
Masyarakat menyadari bahwa mereka tidak perlu hal-hal mewah ada didesa mereka,
kesederhanaan saja cukup namun itu hanya tentang milik mereka dan bukan orang lain.
Pandangan bahwa mereka adalah pengusaha penginapan walaupun satu atau dua kamar
saja lebih dipandang baik daripada harus menjadi pekerja biasa untuk orang lain di
tempatnya sendiri. Inverstor dianggap malah sebagai pengambil uang-uang mereka, tanah-
tanah dikuasai, dan penghasilan mereka disektor pariwisata akan berkurang karena
mungkin saja wisatawan lebih memilih tempat nyaman dari inverstor yang dianggap lebih
menjanjikan.
404
Sumber : https://www.kompasiana.com/lili90695/5bca9cfabde57565ba4b8028/problematika-desa-wonokitri-desa-adat-vs-desa-wisata A. Gambaran Kondisi Ekonomi Masyarakat
a. Wilayah Nongko Jajar
Komoditas utama yang ditanam masyarakat di Nongko Jajar apel dan sayuran. Dipasarkan
ke pasar lawang. Sayuran yang biasa ditanam adalah kubis, tomat, dan sayuran lainnya.
Arah menuju Bromo melalui jalan Nongko Jajar ada Hotel berbintang lima yang biasanya
digunakan turis-turis asing. Hanya masih diperlukan pengamanan di sepanjang jalan yang
terjal dan mendaki.
b. Wilayah Desa Tosari
Kegiatan Usaha Masyarakat
Masyarkat suku Tengger kegiatan pokoknya sehari-hari menjadi petani di kebun-kebun
sekitar Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru yang dapat dimanfaatkan masyarakat
ataupun di lahan-lahan milik masyarakat. Kegiatan Bertani hanya dapat dilakukan pada
saat musim hujan efektif hanya 7 – 8 bulan. Masyarakat biasanya menanam sayuran seperti
kentang, kol, bawang, wortel di ketinggian sekitar 1.700 dpl. Kemudian sayuran dijual ke
Pasar Tosari. Buah Apel hanya dapat tumbuh di 1.500 dpl, sehingga banyak tumbuh di
Kawasan Nongko Jajar sebelum ke Desa Tosari.
Pada saat musim kemarau masyarkat melakukan aktifitas menunjang pariwisata di Bromo-
Tengger-Semeru; seperti menjual souvenir, buruh tanah/tani, mencari rumput di ladang.
Kegiatan penunjang wisata yang dilakukan penduduk diantaranya: bekerja menjadi driver
Jeep atau penyewa Jeep untuk membawa wisatawan ke area savana Kawah Bromo. Ada
juga yang bekerja sebagai ojeg motor yang biasanya melayani wisatawan yang datang
sendirian/tidak rombongan mengantar ke wilayah savana Bromo. Ibu-ibu berjualan
souvenir asongan, membuka warung dan pelayanan pariwisata dari mulai Desa Tosari,
penanjakan, sampai ke wilayah Kawah Bromo.
Di wilayah Desa Tosari dan wilayah lain di BTS tingkat pengangguran kecil karena
masyarkat dapat bekerja kapan pun dengan adanya wilayah BTS menjadi wilayah wisata.
Harga lahan di BTS sangat tinggi. Untuk 0.5 Ha ditawar antara Rp. 800 juta – 900 juta,
bahkan sampai Rp. 1 Milyar para pemilik lahan tidak ingin menjualnya.
Lembaga Penunjang Pariwisata
Kegiatan wisata ke Bromo-Tengger-Semeru dikelola oleh suatu perkumpulan/asosial yang
disebut Malang Travel Community yang berlokasi di Kota Malang. MTC beranggotakan 70
agen. Ketua pak Syamsul Maarif. MTC biasanya memiliki kegiatan wisata disebut dengan
Malang Travel Mart, yaitu suatu kerjasama antara seller dan buyer menjual promosi
405
program wisata ke BTS. Travel Mart : kerjasama program antara MTC dengan agen wisata
dari luar kota Malang dan juga luar juga negeri.
Bagi yang memiliki usaha penyewaan Jeep dan drivernya dan usaha Ojeg, pihak Taman
Nasional BTS sering melakukan pembinaan. Pembinaan yang dilakukan untuk memberikan
pelayanan kepada pengunjung agar dapat membuang sampah pada tempatnya dan
memberikan pelayanan ramah kepada pengunjung: Sapa dan Tegur pengunjung.
Para pemilik Jeep/Driver dan Ojeg memiliki paguyuban sendiri untuk menentukan tarif
sewa Jeep dan motor.
Begitu pula bagi para pedagang asongan mereka juga telah membentuk paguyuban
pedagang asongan supaya dapat memberikan pelayanan yang baik kepada pengunjung dan
penentuan tarif harga barang. Para pelaku usaha lainnya penunjang wisata di BTS juga telah
membentuk paguyuban baik di tingkat kecamatan maupun desa.
Area Parkir dan Kegiatan Penunjang Pariwisata
Area parkir menuju Kawah Bromo masih terbatas, biasanya masih menggunakan area
pinggir jalan. Pada saat puncak liburan kendaraan yang masuk dapat mencapai 300 – 400
mobil dan terjadi kemacetan total. Parkir mobil bisa memanjang sampai 1 km dan para
pengunjung harus berjalan kaki.
Untuk mengatasi keterbatasan lahan parkir, pihak TN BTS telah menyediakan lahan seluas
2 Ha dan bisa lebih dari 2 Ha. Lokasi lahan parkir berada di Zona Pemanfaatan, sehingga
status lahan milik pemerintah. Hanya membutuhkan alat berat untuk meratakan area lahan
parkir ini. Jika akan menggunakan area TN BTS, bisa dilakukan MOU atau perjanjian
kerjsama pemanfaatan lahan TN BTS menjadi lahan parkir.
Pengelolaan lahan parkir bisa dilakukan oleh desa dan masyarakat. Di lahan parkir dapat
dibangun toilet, warung-warung untuk souvenir. Warga bisa menyewa lahan parkit
tersebut untuk kegiatan usahanya.
Peningkatan Kapasitas Masyarakat
• Untuk melindungi Kawasan TN BTS masih diperlukan sosialisasi ke masyarakat
secara intensive;
• Pembinaan bagi masyarakat menengah ke bawah, seperti melayani tamu secara
ramah;
• Pembinaan home stay seperti tata cara pengelolaan home stay, menu bagi tamu (apa
yang harus dihidangkan/dimasak), dll.
B. Gambaran Kondisi Lingkungan
a. Wilayah Nongko Jajar
Di wilayah Nongko Jajar Kabupaten Pasuruan yaitu arah menuju BTS tidak pernah terjadi
masalah lingkungan. Ada sungai dan jembatan di beberapa titik di jalan raya Nongko Jajar.
406
Ada lokasi jalan yg masih rusak sebelum masuk desa Ngadirjo, terdapat 2 tanjakan yang
cukup terjal, sehingga setiap pengendara harus berhati-hati karena sering terjadi kecelakaan
di wilayah tersebut.
b. Desa Tosari (Wilayah Bromo)
Desa Tosari merupakan desa terdekat ke Gunung Bromo. Para turis lokal maupun
mancanegara biasanya menginap di Desa Tosari dan merencanakan melakukan perjalanan
ke wilayah Kawah Bromo dan padang pasir serta jalur pendakian ke Gunung Semeru dari
Desa Tosari. Saat ini di Desa Tosari sedang musim turis internasional yang menghabiskan
liburannya di wilayah BTS.
c. Suhu
Kondisi suhu di Desa Tosari sekitar 8 - 10 derajat celcius. Pernah mengalami di bawah 0
derajat di sekitar Kawah Bromo sampai minus 3 derajat. Di Desa Tosari kondisi suhu
terendah mencapai 6 derajat celcius. Bulan Juni sampai September merupakan musim
dingin ekstrem. Di musim dingin ekstrem merupakan high session wisatawan karena para
wisatawan dapat melihat sunrise di jam 5.15 - 5.30. Kondisi awan lebih cerah tidak berkabut
pada musim ini, sehingga sunrise dapat terlihat sangat jelas. Di musim lain sering berkabut
meskipun cuaca tidak terlalu dingin.
d. Air Bersih
Penduduk menggunakan air bersih berasal dari mata air yang disalurkan melalui pipa atau
selang ke permukiman penduduk dari desa.
e. Sampah
Sampah masih belum terkelola dengan baik. Pihak pengurus Taman Nasional BST
mewajibkan kepada pengunjung untuk mengambil kembali setiap sampah yang dibuang di
sekitar wilayah Bromo-Tengger- Semeru harus dibawa kembali dan dikumpulkan di
pinggir. Para wisatawan lokal biasanya berperilaku kurang baik, biasanya sering
membuang sampah sembarangan di sekitar TN BTS. Sedangkan wisatawan asing perilaku
sudah sangat baik dan bersih. Biasanya sampah mereka bawa di saku baju atau celana.
Guna melakukan pengelolaan sampah pihak TN BTS melakukan kegiatan kebersihan
lingkungan 1 minggu sekali.
Telah ada Tempat Sampah Terpadu, dimana sampah telah dipilah terutama untuk sampah
plastik oleh penduduk yang kemudian dijual ke pabrik. Tahun2018 ada program di empat
pintu masuk yaitu: Ranu Pani, Cemorolawang, Tumpang, Malang, Wonokitri dengan
penyediaan bak sampah, pengolahan sampah. Saat ini alat angkut sampah yang digunakan
masih menggunakan sepeda/kaisan (beroda 3), sehingga pengambilan sampah kurang
maksimal. Semua sampah diangkut ke TPA di dekat Desa Tosari. Ukuran TPA 25 x 10
meter. Di TPA sampah sudah dipilah, hanya untuk proses selanjutnya agak terhambat.
Masih diperlukan manajemen pengelolaan sampah, tenaga (SDM), alat pengolahan sampah
yang masih kurang.
407
f. Longsor
Di daerah penanjakan menuju Kawah Bromo masih sering terjadi longsor pada saat hujan.
Masyarakat sering membuang longsoran secara swadaya.
g. Kebakaran di wilayah TN BTS
Di wilayah Taman Nasional BTS sering terjadi kebakaran yang disebabkan oleh alam
maupun oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, seperti pengunjung atau pendaki
yang membuang rokok atau bahan-bahan yang mudah terbakar. Namun dari penjelasan
petugas Taman Nasional BTS kebakaran yang terjadi belum diketahui penyebabnya.
Kemungkinan disebabkan oleh rumput ilalang yang sangat kering, sehingga mudah
terbakar.
Petugas TN BTS telah bekerja Bersama masyarakat bahu membahu untuk memadamkan
api.
Hanya api yang di bukit tidak bias dipadamkan karena lokasi jauh dan peralatan yang
minim. Saat ini masih menggunakan ranting yang masih basah untuk memadamkan api.
Wilayah yang terbakar di Kawasan Semeru yaitu di Ranu Tumbilo seluas 10 Ha. Lokasi
savanna Bromo api dapat dipadamkan.
h. Program yang harus dilaksanakan Mengatasi Kebakaran
• Perlu dilakukan program pengembalian ekosistem dan rehabilitasi Kawasan terbakar
• Perlu dilakukan sosialisasi kepada pengunjung untuk mengatasi kebakaran di sekitar
TN BTS
• Pengajuan ke Pusat untuk penanganan kebakaran di wilayah TN BTS, khususnya untuk
pendanaan dan peralatan.
i. Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Balai Besar Taman Nasional BST merupakan pengelola TN BST di bawah Kementrian
Lingkungan dan Kehutanan. Pegawai taman nasional biasanya tinggal di Wonokitri
berjumlah 4 orang dan 3 orang tinggal di Desa Tosari.
Salah satu tempat kunjungan wisata yaitu Danau di Desa Ranupani harus dilestarikan.
Kondisinya saat ini sedang terjadi pengendapan, dimana danau tersebut sebagian besar
telah dipenuhi lumpur.
Kawasan di TN BTS terbagi ke dalam wilayah:
1. Kawasan Rehabilitasi. Di Kawasan ini dilakukan kegiatan rehabilitasi akibat
kebakaran atau perambahan hutan yang dilakukan orang secara illegal.
2. Kawasan Pemnafaatan. Di area ini ada beberapa lokasi yang dapat dimanfaatkan
masyarakat yaitu untuk jalur track pendakian/orang dan pembangunan café masih
diperkenankan.
3. Kawasan Rimba. Kegiatan yang dapat dilaksanakan di wilayah ini terbatas, hanya
dapat dilakukan untuk kegiatan penelitian dan rekreasi.
4. Kawasan Inti. Di wilayah ini kegiatan apapun dilarang.
408
Balai Besar TN BTS memiliki kewenangan mengelola seluruh Kawasan TN BTS. Untuk
wilayah laut pasir yang berada di wilayah Probolonggo dan Pasuruan, pemerintah setempat
tidak memiliki kewenangan untuk pengelolaan.
j. Retribusi
Para wisatawan yang masuk ke wilayah TN BTS oleh KLHK diwajibkan membayar retribusi
sebesar Rp. 29.000/orang pada saat hari kerja ditambah asuransi sebesar Rp. 4000 per orang.
Pada saat liburan dikenakan retribusi Rp. 34.000/orang. Retribusi masuk ke Pendapatan
Negara Bukan Pajak (PNBP). Untuk turis asing membayar retribusi sebesar Rp.
210.000/orang pada saat hari kerja dan Rp. 310.000/orang pada saat hari libur.
409
WAKATOBI, SULAWESI TENGGARA, INDONESIA
1. Desa / Suku Adat di Daerah Wakatobi
Penduduk Wakatobi terdiri dari berbagai etnis. Hasil penelitian World Wide Foundation
(WWF) et al. (2013), masyarakat Wakatobi terdiri dari etnis Wakatobi sebanyak 91,33%, Bajo
7,92% dan etnis lainnya yaitu Bugis, Buton dan Jawa sebanyak 0,75%. Etnis Buton Wakatobi
merupakan penduduk asli Wakatobi yang terbagi menjadi berbagai masyarakat adat, yaitu :
1. Masyarakat adat Wanse, Mandati, Liya dan Kapota mendiami wilayah Pulau Wangi- Wangi dan Pulau Kapota.
2. Masyarakat adat Kahedupa, Ollo, Watole, Lewuto, dan Laolua yang mendiami Pulau Kaledupa
3. Masyarakat adat Waha, Tongano dan Timu menghuni Pulau Tomia 4. Masyarakat Adat Mbeda-beda dan Cia-Cia menghuni Pulau Binongko
Masyarakat yang banyak memanfaatkan sumber daya perairan laut dan pesisir adalah etnis
Bajo. Wilayah Mola di Kaledupa merupakan perkampungan bajo yang telah ada sejak
Tahun 1800-an. Perkampungan ini bertempat di pinggir laut dengan rumah-rumah yang
terbuat dari kayu dan batu karang sebagai pondasi. Sementara mata pencaharian etnis
Buton dan Jawa lebih ke arah perdagangan. Mata pencaharian suku asli Wakatobi menyebar
dalam berbagai profesi yaitu sebagai nelayan, pertanian dan pekerja di pemerintahan.
Kondisi sosial budaya masyarakat di wilayah Wakatobi dipengaruhi oleh masa Kesultanan
Buton. Oleh karena itu mengenal sejarah Kesultanan Buton pada wilayah Wakatobi penting
sebagai benang merah memahami sosial budaya dan adat yang ada di masyarakat. Terlebih
pemerintah daerah memutuskan untuk mengembangkan kembali nilai-nilai adat istiadat
yang telah hilang semenjak tahun 1958 setelah dihapus secara perlahan oleh rezim
pemerintahan orde lama dan orde baru (FGD Forkani, 22 Oktober 2015).
Pada masa lalu masyarakat ditempatkan berdasarkan tiga kelas yaitu kaumu atau kaum
bangsawan, walaka atau kaum menengah dan mahardika atau masyarakat awam.
Penempatan seseorang dalam strata tersebut merupakan pembagian peran-peran dalam
kehidupan bermasyarakat. Kaum bangsawan merupakan kaum yang dapat menjalankan
fungsi pemerintahan sehingga jabatan-jabatan strategis pemerintahan harus dipimpin oleh
kalangan ini. Strata dibawahnya yaitu walaka juga memiliki fungsi di dalam pemerintahan
dengan peranan yang berbeda. Walaka lebih berperan sebagai pengimbang pemerintah dan
masyarakat, penghubung antara kaum bangsawan dengan masyarakat awam. Ia memiliki
fungsi eksekutif yang lebih rendah, sekaligus fungsi legislatif.
Masyarakat adat tersebut berada dalam satu pemerintahan adat yaitu Barata Kahedupa.
Wilayah Wakatobi merupakan baratayang menginduk pada Kesultanan Buton. Barata
dipimpin oleh seorang miantu’u yang disebut miantu’u kahedupa. Miantu’u merupakan
jabatan yang hanya boleh diduduki oleh kalangan kaumu. Pemilihan Miantu’u dilakukan
atas dasar musyawarah Bonto atau pejabat wilayah yang dibagi menjadi wilayah timur
(umbosa) dan barat (siofa) yang masing-masing dikepalai oleh bonto tooge yang hanya bisa
410
dijabat oleh kalangan walaka. Dengan demikian kalangan walaka memainkan peran besar
dalam pemilihan Miantu’u meski tidak memiliki hak untuk dipilih. Bonto tooge membawahi
beberapa limbo yang dikomandoi oleh bontona yang juga dipilih dari kalangan walaka.
Namun demikian beberapa limbo yang dinilai strategis dipimpin oleh kaumu sehingga
disebut miantu’u namun pada skala wilayah yang setara dengan limbo.
Meski menginduk pada Kesultanan Buton, Barata kahedupa tidak otomatis merupakan sistem
yang tergantung dengan Kesultanan Buton. Barata Kahedupa tetap merupakan sistem
pemerintahan yang independen (FGD Forkani, 22 Oktober 2015). Analogi sistem
pemerintahan yang ada saat ini dekat dengan daerah otonom atau negara bagian yang
memiliki kebebasan dalam mengatur urusan rumah tangga dalam negeri. Barata Kahedupa
memiliki tanggung jawab untuk mengatur pemerintahan secara umum pada seluruh
wilayah kahedupa termasuk pada wilayah darat dan laut.
Pada wilayah laut, kewenangan barata mencakup perairan dalam yaitu dimulai dari 4 meter
semenjak tubir di pesisir pantai. Pada wilayah laut Barata mengurusi masalah keamanan
wilayah dan pengelolaan sumber daya yang ada di dalamnya termasuk sistem perpajakan
yang harus diberikan oleh Bonto kepada Barata. Pejabat yang bertanggungjawab dalam hal
pengurusan laut dinamakan laksamana. Salah satu implementasi pengaturan wilayah laut
adalah pengaturan masyarakat Bajo. Kedatangan masyarakat Bajo di wilayah Barata
Kahedupa pada tahun 1800-an diberi ijin tinggal dan hanya boleh melakukan penangkapan
ikan di wilayah karang terluar dengan syarat turut menjaga perairan wilayah tersebut.
Selain itu mereka juga harus mengawasi wilayah laut dari kedatangan pihak asing. Kejadian
yang terjadi di masa kepemimpinan Miantu’u Kahedupa ke 8 ini menunjukkan adanya peran
aktif pemerintahan saat itu dalam mengelola laut (FGD Forkani, 22 Oktober 2015).
Sistem Religi dan Pandangan Hidup Masyarakat
Masyarakat adat Wakatobi merupakan masyarakat tradisional yang terikat dengan sistem
religi dan tradisi nenek moyang. Sebagai sebuah wilayah di bawah Kesultanan Buton yang
bersendikan nilai-nilai Islam, maka pandangan hidup masyarakat Wakatobi pun
dipengaruhi oleh nilai-nilai Agama Islam. Selain Agama Islam, tradisi asli masyarakat
Wakatobi sebelum datangnya Islam pun masih membekas dalam norma-norma kehidupan
masyarakat kahedupa.
Sebuah falsafah hidup yang cukup berpengaruh terhadap setiap sendi kehidupan
masyarakat Wakatobi adalah “kahedupa gau satoto”. Menurut salah satu tokoh masyarakat
setempat, gau berarti ucapan dan satoto berari lurus, jadi gau satoto artinya kesamaan antara
kata-kata dan perbuatan atau menyatunya hati, perasaan dan perbuatan3. Gau satoto terdiri
dari 5 prinsip yaitu tara (keteguhan), turu (kesabaran), toro (komitmen), taha (keberanian)
dan toto (kejujuran). Implikasi dari falsafah ini diantaranya adalah sesuatu yang dihasilkan
oleh musyawarah harus dilaksanakan, dan sesuatu yang diucapkan taruhannya nyawa.
Menurut Hadara (2006), gau satoto beserta lima prinsip di dalamnya secara filosofi
merupakan respon positif atas berbagai tantangan lingkungan alam berupa pulau-pulau
yang tandus dan berbatu serta perairannya yang ganas akibat hempasan ombak yang
411
datang dari Laut Banda di musim Timur dan Laut Flores di musim Barat. Untuk bisa
bertahan hidup maka harus dihadapi dengan nilai-nilai tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Wakatobi adalah masyarakat yang sangat memegang teguh komitmen. Dalam konteks pengelolaan sumber daya laut, hal ini merupakan modal sosial yang sangat bernilai untuk menjalankan sebuah aksi kolektif yang terencana dan terprogram dengan baik. Keteguhan dalam memegang komitmen, kesabaran menjalankan komitmen, keberanian dalam menghadapi segala tantangan, dan kejujuran menjalani kehidupan merupakan prasyarat penting tercapainya tujuan sebuah program pembangunan.
Selain itu, masyarakat Wakatobi merupakan masyarakat yang mandiri dan egaliter. Hal ini tercermin dalam filosofi “Kahedupa Tenirabu Teandi-andi Nuwolio” yang artinya Kahedupa setingkat dan sederajat dengan Nuwilo atau Kesultanan Buton (meskipun ada dalam pemerintahan Kesultanan Buton), artinya bahwa mereka semua merasa bersaudara dan sederajat, mereka tidak mau dijajah oleh bangsa lain. Hal ini juga berimplikasi positif dalam pengelolaan sumber daya, karena masyarakat Wakatobi mempunyai kepercayaan diri yang cukup kuat untuk mampu mengelola sumber daya tersebut secara mandiri, yang diperlukan adalah bagaimana membuat konsep pengelolaan yang terencana dan terprogram untuk diberlakukan pada masyarakat Wakatobi.
Masyarakat Wakatobi pun merupakan masyarakat yang mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Bagi mereka, yang mempunyai kekayaan alam itu adalah bumi tempat berpijak. Di daerah Kaledupa, jika seseorang menginginkan hasil bumi yang terdapat di wilayah milik orang lain, maka dia bisa mengambilnya dengan cukup mengatakan “saya ingin ...... (menyebutkan nama hasil bumi yang akan diambil) untuk makan”, maka mereka sudah boleh mengambilnya dengan jumlah yang sewajarnya, artinya hanya sebatas memenuhi keinginan bukan kebutuhan. Sementara jika menginginkan dalam jumlah banyak harus seijin yang punya hasil bumi.
Selain filosofi hidup di atas, masyarakat Wakatobi mempunyai beberapa kearifan lain terkait dengan pemanfaatan sumber daya laut. kearifan itu dapat dikelompokkan dalam pembatasan jenis dan jumlah ikan yang ditangkap, pembatasan alat tangkap, distribusi manfaat, dan pembiayaan operasional kelembagaan.
Perihal pembatasan jenis dan jumlah ikan yang ditangkap, beberapa masyarakat Wakatobi melakukan pelarangan makan komoditas ikan tertentu. Salah satu keturunan-keluarga tidak boleh makan spesies tertentu. Masyarakat Kaledupa pada umumnya mempunyai larangan makan ikan tertentu berdasarkan jenis ikan yang dilarang dari keturunan orang tuanya. Jadi satu orang bisa terkena larangan lebih dari dua jenis ikan. Biasanya jenis ikan yang dilarang tersebut adalah dari jenis ikan tertentu diantaranya adalah sunu merah (sulira), barakuda, kakap merah besar, hiu, salla, sori, onuhi, pari bakau, talantala, dan katamba karang.
Pembatasan alat tangkap dilakukan dengan cara melakukan pengawasan terhadap jenis alat tangkap yang merusak yaitu penggunaan, bom dan obat bius. Nelayan Wakatobi banyak yang menggunakan alat tangkap sero. Pemasangan sero tidak boleh terlalu dekat, untuk memberi jalan kepada nelayan lain agar bisa melintasi wilayah tersebut. Mereka pun tidak diperbolehkan menebang tanaman yang terdapat di daerah aliran sungai dengan jarak kurang dari 4 meter, karena akan terjadi pendangkalan laut.
Masyarakat Wakatobi memiliki karakter saling berbagi. Hal ini merupakan aktualisasi dari falsafah hidup turu yaitu mengalir, baik hati dan saling menyayangi. Turu juga diimplementasikan pada prinsip hidup masyarakat Wakatobi yaitu “tidak ada yang
412
kelaparan di Tanah Wakatobi”. Hal ini merupakan aset sosial dalam menjaga kerukunan hidup antar sesama dalam masyarakat yang memiliki strata dalam kehidupan sosialnya. Beberapa kearifan yang menunjukkan hal tersebut yaitu:
a. Pada alat tangkap sero, pemilik harus menyisakan hasil tangkapannya untuk diambil oleh masyarakat yang membutuhkan.
b. Koiyaa, atau pesta panen pertama pada alat tangkap lamba (alat tangkap tradisional yang digunakan oleh nelayan Wakatobi). Panen pertama harus dimakan bersama, baru pada panen ke dua boleh dipanen oleh kelompok pemilik lamba.
c. Jika seseorang ingin mengambil ikan untuk makan dari sero milik orang lain, maka hal itu diperbolehkan asalkan pengambilannya dilakukan dengan cara menghadap ke daratan dan meninggalkan jejak berupa apa saja yang disimpan di atas sero. Namun demikian, masyarakat Wakatobi tetap menghargai hak kepemilikan sumber daya,
Masyarakat Wakatobi merupakan masyarakat yang religius. Bagi masyarakat Wakatobi laut tidak hanya sebagai sebuah areal yang memiliki nilai ekonomi, namun juga merupakan sebuah karunia yang diberikan Tuhan sebagai sumber kehidupan. Laut dipercaya mempunyai kekuatan sakral yang harus dijaga dan dihormati. Oleh karenanya, di beberapa daerah terdapat beberapa tempat yang dianggap sakral misalnya di wilayah mangrove Desa Kaswari terdapat onituladonda (penguasa mangrove) sehingga di wilayah tersebut tidak diperbolehkan kegiatan yang merusak atau berkata kasar.
Sumber : Jurnal Dinamika Kebijakan Pengelolaan dan Kewibawaan Kelembagaan Adat (N. Kurniasari, A.Ramadhan, dan Lindawati) https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=15&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwj41KmF1MXlAhUZbisKHS0CC7E4ChAWMAR6BAgDEAI&url=http%3A%2F%2Fejournal-balitbang.kkp.go.id%2Findex.php%2Fjkse%2Farticle%2Fdownload%2F5747%2F5430&usg=AOvVaw1WLjoWwrcOR3ynRov67eTL d. Kampung Terapung Suku Bajo, Kabupaten Wakatobi
Suku Bajo/Bajau merupakan suku laut, yang menggantungkan hidupnya dari laut dan memiliki kehidupan yang tak pernah jauh dari laut. Banyak orang yang mengatakan bahwa Suku Bajo selalu identik dengan perahu, dan permukiman di atas air laut sebab dahulu mereka hanya tinggal diatas perahu dan berkelana/hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya (seanomedic). Lalu kebiasaan hidup berpindah kemudian tergantikan dengan budaya bermukim menetap dengan membangun rumah diatas laut dangkal.
413
Terdapat di Desa Bangko, Kecamatan Maginti, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Desa ini berada di sebelah barat Pulau Muna, yang secara administratif wilayahnya mencakup daratan dan lautan. Permukiman di Desa Bangko dibangun diatas laut, yang berjarak kurang lebih 600 meter dari mainland (pulau Muna), sehingga nampak seolah-olah sebagai permukiman terapung. Desa Bangko merupakan tempat dimana kita bisa menyaksikan kehidupan masyarakat adat yang hidup secara tradisional. Sajian pemandangan alam disekitar kawasan Desa Bangko yang indah, juga menambah alasan untuk memasukkan Desa Bangko sebagai salah satu destinasi wisata menarik yang perlu anda kunjungi.
Jumlah penduduk Desa Bangko pada tahun 2010 adalah kurang lebih 1183 jiwa dan terdiri dari 243 KK. Desa Bangko dihuni oleh Suku Bajo, yang telah mengalami pernikahan antar suku dengan Suku Muna dan Suku Bugis, tetapi masih tetap mempertahankan tatanan tradisional Suku Bajo sebagai suku yang dominan. Mata pencaharian utama penduduk Desa Bangko adalah sebagai
nelayan dan sebagian kecil lainnya bekerja diluar sektor perikanan yaitu sebagai buruh, pedagang dan tukang kayu, namun sesekali mereka juga melaut untuk mencari ikan. Selain mencari ikan di laut, mereka juga membudidayakan hasil laut yang ada seperti rumput laut, udang dan teripang yang memiliki harga jual yang tinggi.
Untuk menuju ke Desa Bangko, pertama-tama pengunjung harus bertolak dari Kota Raha (ibu kota Kabupaten Muna), menuju Desa Pajala di Kecamatan Maginti. Perjalanan akan menempuh jarak kurang lebih sekitar 70 kilometer, dengan perkiraan waktu tempuh selama 2,5 jam – 3 jam. Lama waktu tempuh ini dipengaruhi oleh kondisi beberapa ruas jalan yang masih dalam kondisi rusak.
Perjalanan ke Desa Pajala perlu menggunakan kendaraan pribadi atau sewa (rental), sebab belum ada kendaraan umum yang melayani rute ini. Setelah sampai ke Desa Pajala, maka perjalanan kembali dilanjutkan dengan menggunakan moda transportasi laut seperti speed boat, perahu motor, dan ketinting, dengan jarak tempuh 7 km dan lama tempuh kurang lebih 20 menit dari pelabuhan Desa Pajala. Lama tempuh ini tentu tergantung dari kecepatan mesin perahu motor, keadaan arus laut dan arah angin.
Selanjutnya, untuk masuk Ke Desa Bangko, para pendatang dapat berlabuh di pintu utama yang terdapat di sisi utara permukiman Desa Bangko. Pelabuhan tersebut terletak tepat di depan rumah tokoh masyarakat Suku Bajo Desa
414
foto : @Cumilebay
Bangko, Haji Baharuddin. Karena desa ini dibangun diatas laut, setiap rumahnya hanya dihubungkan oleh jembatan kayu titian. Jembatan kayu ini memiliki luas hingga 1,5 meter, yang terbuat dari kayu ulin atau kayu besi. Jembatan titian ini tidak dilengkapi oleh pagar, namun cukup aman untuk dilewati. Sementara untuk masuk ke rumah atau halaman rumah penduduk, beberapa diantaranya hanya menyediakan sebatang papan kayu sepanjang 2 meter hingga lebih sebagai jembatan, yang cukup kuat untuk dipijaki, namun butuh keberanian untuk mampu melewatinya.
Penduduk Suku Bajo Desa Bangko mendirikan permukiman di atas papan-papan kayu yang ditopang oleh ribuan tiang yang menancap ke dalam dasar laut. Tiang penopang yang tersebut berada pada ketinggian 4 meter (tinggi tiang penopang dari dasar laut hingga ke lantai rumah). Hingga saat ini belum ada penginapan komersil yang ada di permukiman Suku Bajo di Desa Bangko. Para pengunjung yang datang dan ingin menginap di permukiman ini bisa tinggal di rumah penduduk setempat, dengan fasilitas yang sederhana, seperti tempat tidur kasur atau tikar, bantal/guling, dan kamar mandi/toilet. Menikmati malam di Desa ini sangat menenangkan. Pengunjung akan sesekali dapat merasakan bagaimana tiang rumah yang ditumpangi bergoyang karena hempasan ombak. Tapi semuanya akan aman dan baik-baik saja.
Kamar mandi/toilet di permukiman Desa Bangko ini juga sangat sederhana. Untuk mandi, tersedia drum yang berisi air yang diambil dari sungai terdekat, atau dari air hujan. Karena susahnya memperoleh air bersih, selama berada di permukiman ini pengunjung diharapkan untuk menghemat penggunaan air bersih seminimal mungkin.
Sumber : https://backpackerjakarta.com/kampung-terapung-suku-bajo-kabupaten-wakatobi/ e. Desa Haka,
▪ Desa Tradisional di Pulau Lintea Tiwolu, Wakatobi
Berwisata ke Sulawesi Tenggara, terutama ke Wakatobi tidak harus selalu berjelajah ke dunia bawah lautnya yang indah. Namun wisatawan bisa berlibur ke desa tradisional yang bernama Desa Haka di Pulau Lintea Tiwolu. Kehidupan lokal di Desa Haka menawarkan suatu hal yang menarik dan unik. Salah satu hal yang menarik di desa ini adalah dimana penduduknya
415
memiliki pengalaman dalam membuat kapal dan memancing ikan secara tradisional. Seperti pada penduduk di Wakatobi lainnya, penduduk di Pulau Lintea Tiwolu ini juga berprofesi sebagai nelayan.
Pemandangan alam di Desa Haka sangat indah. Keindahan ini semakin bertambah dengan adanya rumah-rumah penduduk asli yang terbuat dari kayu dan tidak dicat sehingga menambah keunikan desa ini. Sensasi lain jika wisatawan mengunjungi desa ini adalah ketika ingin berkunjung dari rumah ke rumah. Wisatawan harus berjalan secara hati-hati karena sebagian besar rumah penduduk dibangun di atas air. Di pinggir pantai berjajar perahu yang terbuat dari bahan kayu menandakan masyarakat di sini berburu ikan dengan mengunakan cara tradisional.
Suguhan menarik dari Desa Haka di Pulau Lintea Tiwolu ini adalah ketika malam hari banyak nelayan yang pergi mencari ikan. Rutinitas nelayan di Desa Haka selalu mencari ikan pada malam hari. Jika wisatawan beruntung, ia akan bertemu dengan nelayan yang mengijinkan mereka ikut mencari ikan. Namun sebagian dari nelayan memang tidak mengijinkan wisatawan ikut serta. Sebagai gantinya, wisatawan ini diperkenankan melihat nelayan ketika bersiap mencari ikan dan bersedia menjawab beberapa pertanyaan tentang bagaimana cara menangkap ikan di laut.
Selain menyuguhkan pemadangan dan budaya, banyak mayarakat lokal yang biasa menyuguhkan makanan khas Desa Haka secara cuma-cuma. Untuk itu, jangan lewatkan kesempatan untuk menikmati makanan khas berupa Kapusu, Ikan Bakar, Luluta, Tombole dan berbagai masakan lain sebelum memutuskan untuk pulang. Akses menuju ke Desa Haka di Pulau Lintea Tiwolu bisa ditempuh dengan menggunakan kapal dari Pulau Wangi Wangi. Sebelum sampai di Pulau Lintea Tiwolu, wisatawan singgah terlebih dahulu di Pulau Kaledupa untuk transit berganti kapal lain dengan tujuan Pulau Lintea Tiwolu. Sesampainya di Pulau Lintea Tiwolu, wisatawan bisa langsung mengunjungi Desa Haka dengan bertanya pada penduduk lokal atau dipandu dengan pemandu wisata yang dipesan sebelumnya di Pulau Wangi Wangi. Sumber : https://campatour.com/mengenal-desa-haka-desa-tradisional-di-pulau-lintea-tiwolu-wakatobi/ ▪ Budaya Masyarakat
Wakatobi merupakan kawasan di Sulawesi Tenggara yang sudah tidak diragukan lagi pesona alamnya. Keindahan alam baharinya bahkan sudah sering mendapat penghargaan. Keindahan Wakatobi tak hanya sampai di situ saja. Kawasan ini ternyata juga memiliki berbagai tradisi-tradisi adat yang menarik untuk kita ketahui. Nah berikut ini beberapa tradisi yang ada di Wakatobi
1. Prosesi Adat Kansoda'a
Kansoda'a menyimbolkan kebanggaan keluarga Wakatobi memiliki anak perempuan
yang beranjak dewasa. Para orang tua ingin menunjukkan anak perempuan
kebanggaan mereka telah tumbuh dengan baik Prosesi adat ini biasanya dilakukan
setahun sekali setelah Hari Raya Lebaran. Para perempuan didandani dan
mengenakan pakaian adat lengkap dengan aksesoris berwarna cerah dan didominasi
warna emas. Kepala mereka dihiasi mahkota dari bunga dan bulu burung. Selama
prosesi perempuan akan ditandu dan diarak keliling kampung. Prosesi ini dilakukan
sekali dalam seumur hidup.
2. Tradisi Bangka Mbule-Mbule
416
Tradisi Bangka Mbule-mbule merupakan tradisi yang dilakukan dengan melarung
sesajen ke laut yang diarak oleh perahu-perahu nelayan. Ini merupakan ritual
tradisional rakyat Mandati Selatan, Kecamatan Wangi-Wangi. Pementasan Bangka
Mbule-Mbule dilakukan sekali dalam setahun atau sekali dalam empat tahun jika ada
bencana alam, gagal panen, ketidakstabilan, dan gangguan lain.
3. Pesta Adat Duata
Duata dilaksanakan oleh masyarakat secara beramai-ramai dengan tujuan untuk
menghilangkan penyakit yang masuk dalam kampung dan mengobati orang sakit dan
juga meminta rejeki. Proses ritual ini dilaksanakan selama 3 hari siang dan malam
pada hari yang ke tiga sebagai penutup acara disaksikan oleh kalyak ramai karena
pawang akan menari-nari di atas sampan yang dirakit dan didayungkan oleh puluhan
orang ke tengah laut serta diiringi oleh penonton di atas sampan
4. Pesta Adat Posepaa Posepaa adalah tradisi masyarakat Liya Wakatobi. Dilaksanakan
di hari-hari besar Islam seperti hari raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha.
Pelaksanaannya setelah Salat Ied. Atraksi ini seperti namanya Posepaa yang berarti
menendang. Tujuan untuk meninjau ketangkasan pemuda dalam mempertahankan
negri bila ada serangan musuh.
Sumber : https://travel.kompas.com/read/2019/05/14/100800527/4-tradisi-adat-wakatobi-yang-menarik-untuk-diketahui?page=all