p3 analisis pada sediaan cair
DESCRIPTION
Praktikum Analisis FarmasiTRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI
PERCOBAAN 3
ANALISIS SENYAWA IBUPROFEN DALAM SEDIAAN SIRUP
Disusun Oleh :
Yohan Budhi Alim G1F0090
Tri Fatmawati G1F009052
Hanung Puspita Adityas G1F009054
Bella Martha Heriana G1F009055
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2012
PERCOBAAN 3
ANALISIS SENYAWA IBUPROFEN DALAM SEDIAAN SIRUP
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Mampu memilih dan menerapkan metode analisa untuk analisis senyawa
ibuprofen sediaan dalam sediaan sirup
II. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain:
- Analisis kuantitatif: statif, buret 25 ml, beaker glass, labu erlenmeyer,
corong pemisah, gelas ukur, pipet ukur, pipet volum, filler, batang
pengaduk, timbangan analitik, mortir dan stemper, dan labu volume.
- Analisis kualitatif : Lempeng KLT, Chamber, tisu, corong pisah, labu
ukur, pipet, uv cabinet 254, penggaris, pipet, filler, kertas whattman dan
pipa kapiler.
Bahan-bahan yang digunakan selama praktikum antara lain:
Analisis kuantitatif antara lain: asam oksalat, NaOH, aquades, indikator
kanji, dan ibuprofen sirup.
Analisis kualitatif antara lain: ibuprofen sirup sirup, ibuprofen tablet,
kloroform, natrium sulfat anhidris, n-hexane, etil asetat, dan asam asetat
glasial.
III. PROSEDUR PERCOBAAN
A. Analisis Kualitatif
1. Larutan standar
- Dimasukkan kedalam kloroform
Hasil
20 mg/ml ibuprofen
2. Larutan Sampel
Sirup
- Dipindahkan volume sirup yang mengandung sama
dengan 200 mg ibuprofen yaitu 10 ml.
- Dimasukkan kedalam corong pisah dan ditambahkan 10
ml kloroform
- Dikocok selama 1 menit
- Ditunggu sampai lapisan memisah
- Lapisan kloroform bagian bawah disaring
menggunakan kertas saring yang mengandung kira-kira
2 gr Natrium sulfat anhidris.
Filtrate
3. Pelarut
n-hexane, etil asetat dan asam asetat glasial
- disiapkan
- Dicampur dengan perbandingan (17 : 2 : 1)
Hasil
4. Analisis sampel
Lempeng KLT
- Lempeng KLT dipanaskan dengan oven pada suhu 105o
C selama 30 menit
- Ditandai garis 1 cm dari batas bawah dan batas atas
lempeng
Chamber
- disiapkan
- Dimasukkan pelarut n-hexane,etil asetat dan asam
asetat glasial (17:2:1)
- Ditunggu sampai
pelarut jenuh
- Sampel dan larutan standar dotempelkan (ditotolkan)
pada garis yang telah digambar sebelumnya.
- Ditunggu sampai kering, penotolan dilakukan sebanyak
3 kali
- Dimasukkan kedalam chamber
- Ditunggu sampai eluen naik
- Dikeluarkan kemudian dikeringkan
- Setelah kering lempeng KLT dilihat pada sinar UV 254
- Dihitung Rf
Hasil
B. Analisis Kualitatif
1. Pembuatan NaOH
NaOH
- ditimbang 0,4 gram
- Dimasukkan kedalam labu volum dan ditambahkan
aquades 100 mL
- Dikocok hingga homogen
Hasil
2. Pembakuan NaOH 0,1 N
Asam Oksalat
- Ditimbang dengan seksama 0,45 gram
- Dilarutkan dengan aquades dalam labu volum 50 mL dan
ditambahkan hingga batas akhir
Lempeng KLT
- Dikocok hingga homogen
- Diambil larutan sebanyak 10 mL dengan pipet volum 10
mL
- Dimasukan dalam labu erlenmayer
- Ditambahkan 2-3 tetes indikator fenol pthaelein (PP)
- Dititrasi dengan NaOH yang berada dalam buret
- Dihentikan titrasi jika larutan yang mulanya tidak
berwarna telah berubah merah muda
- Dilakukan sebanyak 3 kali replikasi.
3. Penetapan Kadar Ibuprofen
Sirup
- Diambil sirup Ibuprofen sebanyak 10mL dengan
menggunakan pipet volum 10 ml
- Dimasukkan dalam labu ukur erlenmayer
- Ditambah 2-3 tetes indikator PP
- Dititrasi menggunakan NaOH yang berada dalam buret
yang telah dibakukan
- Titrasi dihentikan jika larutan berubah menjadi merah
muda
- Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali
IV. DATA PENGAMATAN
Pembakuan NaOH
Titrasi 1 : 11,8 ml
Titrasi 2 : 11,1 ml
Titrasi 3 : 11,2 ml
Hasil
Hasil
Penetapan Kadar Ibuprofen dalam Sediaan
Titrasi 1 : 12,2 ml
Titrasi 2 : 12 ml
Titrasi 3 : 12,5 ml
V. PERHITUNGAN
a. Pembakuan NaOH
Titrasi I : 11,8 ml
Titrasi II : 11,1 ml
Titrasi III : 11,2 ml
N=V Asam Oksalat × N AsamOksalatV NaOH
Kadar I
N=10 ml× 0,1 N11,8ml
= 0,085 N
Kadar II
N=10 ml× 0,1 N11,1ml
=0,09 N
Kadar III
N=10 ml× 0,1 N11,2ml
= 0,089 N
∑=0,085 N+0,09 N+0,089 N3
¿ 0,088 N
b. Penentuan Kadar Ibuprofen
Titrasi I : 12,2 ml
Titrasi II : 12 ml
Titrasi III : 12,5 ml
Kadar Ibuprofen dalam sediaan :
Tiap 5 ml Sirup mengandung 100 mg Ibuprofen ( 100 mg / 5 ml )
% b/v=100 mg ×205 ml× 20
¿ 2000 mg100 ml
¿2 %b /v
Kadar Ibuprofen dengan alkalimetri
Kadar=V NaOH × N NaOH × BE zatV sampel× 1000
x100 %
Kadar 1=12,2 ml × 0,0888 N × 206,2810 ×1000
x100 %
¿2,21 %b /v
Kadar 2=12 ml× 0,0888 N × 206,2810 ×1000
x 100 %
¿2,17 % b/v
Kadar 3=12,5 ml ×0,0888 N ×206,2810 ×1000
x 100 %
¿2,3 %b /v
∑❑=2,21+2,17+2,33
¿2,226 % b/v
Penyajian Data
Jika diperhatikan harga 2,3 % paling besar penyimpangannya terhadap yang
lain, maka harga ini perlu di curigai dan tidak dimasukkan ke dalam hitungan, jadi
putara yang di dapat yaitu :
x=2,21+2,172
=0,19
Tabel Perhitungan
X x d (|x−x|) d2
2,212,19
0,02 0,0004
2,17 0,02 0,0004
∑ 0,04 0,0016
SD=√ 0,00161
=0,04
Harga ditolak jika |x−xd |>2,5 , maka :
= |2,21−2,190,04 |>2,5
= 0,5 > 2,5 Maka, harga 2,3 % diterima.
Berdasarkan keterangan yang ada pada etiket, bahwa sirup tersebut
mengandung 100 mg ibuprofen dalam 5 ml sediaan. Kemudian dilakukan
perhitungan untuk mengetahui kadar ibuprofen dalam % b/v yang menunjukkan
bahwa kadar ibuprofen adalah 2 % b/v. Kemudian setelah dilakukan percobaan
untuk mengetahui kadar sebenarnya pada sediaan, didapatkan hasil rata-rata (∑ ¿
yaitu 2,226 % b/v yang artinya kadar yang dedapat sesuai dengan kadar yang
disebutkan pada etiket.
VI. PEMBAHASAN
A. Kromatografi Lapis tipis
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi
komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan
prinsip ini. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada
kromatografi, komponen-kompenennya akan dipisahkan antara dua buah fase
yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran
sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang
mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal, sedangakan yang mudah larut
akan bergerak lebih cepat (ganjar, 2007).
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari
suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen
sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Kromatografi juga merupakan analisis
cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya.KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang
sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan
dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,
identifikasi senyawasecara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala
kecil.Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat
kelarutansenyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah
senyawayang tidak bereaksi dengan pereaksi – pereaksi yang lebih reaktif seperti
asam sulfat. Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk
identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan
nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang
ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh
pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari
1,0.Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan,atau
kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak
mengalirmelalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat
dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang
berbeda (Ganjar,2007)
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau
kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak
mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat
dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang
berbeda (Anonim,2009).
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting
padaproses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent).
Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat 2 menentukan terjadinya
pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen gula dalam tetes
secara kromatografidipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Eluent
dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau
campuran pelarut tersebut padaadsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan
adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini
dikenal sebagai deret eluotropikpelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif
polar, dapat mengusir pelarutyang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina
(jel silika). (Anonim,2009).
B. Titrasi Asam basa
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat
dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi
biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi,
sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam
basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya (Day, dkk, 1981).
Dalam analisis titrimetri atau analisis volumetri atau analisis kuantitatif
dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan
larutan baku (standar) yang kadar (konsentrasi)-nya telah diketahui secara teliti
dan reaksinya berlangsung secara kuantitatif. Larutan baku tiap liternya berisi
sejumlah berat ekivalen senyawa baku. Berat atau kadar bahan yang diselidiki
dihitung dari volume larutan serta kesetaraan kimianya. Kesetaraan kimia ini
dapat diketahui dari persamaan reaksinya. Larutan baku diteteskan dari buret
kepada larutan yang diselidiki dalam tempatnya, misalnya labu Erlenmeyer atau
gelas piala. Pekerjaan mereaksikan ini disebut titrasi atau menitrasi. Larutan baku
yang diteteskan dapat pula disebut titran. Saat yang menyatakan reaksi telah
selesai disebut dengan titik ekivalen teoritis (stoikiometris) yang berarti bahwa
bahan yang diselidiki telah bereaksi dengan senyawa baku secara kuantitatif
sebagaimana dinyatakan dalam persamaan reaksi (Gandjar, 2010).
Titrasi ada 2 macam :
a. Titrasi langsung dalam larutan air
- Titrasi asam kuat/basa kuat
- Titrasi asam lemah dengan basa kuat
- Titrasi basa lemah dengan asam kuat
b. Titrasi tak langsung dalam larutan air
Titrasi ini dapat digunakan untuk titrasi asam lemah dengan basa kuat
ataupun basa lemah dengan asam kuat (Gandjar,2010)
Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna indikator baik titrat
maupun titran biasanya berupa larutan. Saat terjadi perubahan warna indikator,
maka titrasi dihentikan. Saat terjadi perubahan warna indikator dan titrasi diakhiri
disebut dengan titik akhir titrasi dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan
titik ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin
besar kesalahan titrasi dan oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat
penting agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai. Pada saat
tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (netral). Pada saat titik ekivalen ini maka
proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan
untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran,
volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran (Anonim,
2009).
Larutan standar ada dua macam yaitu larutan baku primer dan larutan
baku sekunder. Larutan baku primer mempunyai kemurnian yang tinggi. Larutan
baku sekunder harus dibakukan dengan larutan baku primer. Suatu proses yang
mana larutan baku sekunder dibakukan dengan larutan baku primer disebut
dengan standardisasi. Suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku primer jika
memenuhi syarat sebagai berikut :
a) mudah didapat, dimurnikan, dikeringkan, dan disimpan dalam keadaan
murni.
b) mempunyai kemurnian yang sangat tinggi (100±0,02) % atau dapat
dimurnikan dengan penghabluran kembali.
c) Tidak berubah selama penimbangan (zat yang higroskopis bukan
merupakan baku primer)
d) Tidak teroksidasi oleh O2 dari udara dan tidak berubah oleh CO2 dari
udara.
e) Susunan kimianya tepat sesuai jumlahnya.
f) Mempunyai berat ekivalen yang tinggi, sehingga kesalahan penimbangan
akan menjadi lebih kecil.
g) Mudah larut
h) Reaksi dengan zat yang ditetapkan harus stoikiometri, cepat, dan terukur
(Gandjar, 2010).
VII. MONOGRAFI BAHAN
a. Ibuprofen
Ibuprofen atau asam 2-(4-isobutil-fenil)-propionat merupakan golongan
obat anti inflamasi non steroid yang mempunyai efek analgesik ( meringankan
rasa sakit ) dan antipiretik ( menurunkan demam ). Ibuprofen merupakan turunan
asam propionat. Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase
dengan akibat terhambatnya sintesa prostaglandin, sedangkan aktivitas
antipiretiknya bekerja di hipotalamus dengan meningkatkan vasodilatasi dan
aliran darah periferal (Anonim, 2010).
Pemerian berupa serbuk hablur, putih hingga hampir putih, berbau khas
lemah. Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, dalam
metanol, dalam aseton, dan dalam kloroform, sukar larut dalam etil asetat.
Disimpan dalam wadah tertutup rapat (Anonim,1995).
Gb.01. Struktur Ibuprofen
b. Natrium Hidroksida ( NaOH )
Senyawa Natrium hidroksida yaitu mengandung tidak kurang dari 95,0%
dan tidak lebih dari 100, 3% alkali jumlah, dihitung sebagai NaOH, mangandung
Na2CO3 tidak lebih dari 3%. Pemerian : Putih atau praktis putih, masa melebur,
berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan
menjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan diudara, akan cepat menyerap karbon
dioksida dan lembab. Kelarutan mudah larut dalam air dan dalam etanol
( Anonim,1995 ).
c. Air Purifiqata ( Air Murni )
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi,
perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai.
Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung zat
tambahan lain. Pemerian berupa cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau
( Anonim, 1995 ).
d. Asam Oksalat
Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4
dengan nama sistematis asam etanadioat. Larutan ini dipakai dalam pembakuan
larutan standar sekunder NaOH, dimana asam oksalat merupakan larutan standar
primer. Asam dikarboksilat ini biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH.
Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam
asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor (Mulyono,
2006).
Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam
oksalat, contoh terbaik adalah kalsium oksalat (CaOOC-COOCa), penyusun
utama jenis batu ginjal yang sering ditemukan (Mulyono, 2006).
e. Indikator PP
Indikator Phenolphtalein (PP) berfungsi sebagai indikator yang
menunjukkan titik akhir titrasi (titik ekivalen). Rumus molekulnya yaitu C20H14O4.
Padatan Kristal tak berwarna dengan massa jenis : 1,227. Indikator ini berbentuk
larutan dan merupakan asam lemah yang dapat larut dalam air. Trayek pH 8,2 –
10. Tidak dapat bereaksi dengan larutan yang direaksikan, hanya sebagai indicator
(Mulyono, 2006).
Fenolphtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang
tidak terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa
fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena
anionnya (Day, 2002).
f. Etil asetat
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3.
Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud
cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc,
dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat.
Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap),
tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan penerima ikatan
hidrogen yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya
proton yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif
seperti flor, oksigen, dan nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan
larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat
pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air
yang mengandung basa atau asam.
g. Asam asetat glasial
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] adalah senyawa kimia asam
organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam
bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut
asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik
beku 16.7°C
Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air
dan etanol. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2,
sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperi garam anorganik dan gula
maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan
iodin. Asam asetat bercambur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar
lainnya seperti air, kloroform dan heksana.
h. Kloroform
Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform
dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan
digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada
suhu ruang berupa cairan, namun mudah menguap.
VIII. PEMBAHASAN CARA KERJA
A. Analisis kulitatif
Dalam praktikum ini kromatografi digunakan sebagai analisis kualiltatif
terhadap ibuprofen dalam sediaan sirup, pelaksanaan analisis menggunakan
kromatografi ini adalah menyiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan.
Setelah penyiapan selesai kemudian pembuatan larutan standar yaitu
menggunakan 20 mg/ml ibuprofen murni, akan tetapi bahan yang akan digunakan
tidak tersedia sehingga menggunakan perbadingan dari ibuprofen dalam sediaan
tablet.
Pembuatan larutan sampel dengan cara sampel sediaan sirup ibuprofen
yang mengandung sama dengan 200 mg ibuprofen yaitu 10 ml sirup karena dalam
kemasan dalam 5 ml sirup mengandung 100mg ibuprofen. Dimasukkan kedalam
corong pisah dan ditambahkan 10 ml kloroform, dikocok selama 1 menit, setelah
itu ditunggu sampai lapisan memisah, lapisan kloroform bagian bawah disaring
menggunakan kertas saring yang mengandung kira-kira 2gr Natrium Sulfat
anhidris.
Pelarut yang digunakan adalah dengan mencampurkan n-hexane, etil
asetat dan asam asetat glasial dengan perbandingan 17:2:1. Eluent dapat
digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran
pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah
jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal
sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar,
dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina (jel
silika). (Kantasubrata, 1993).
Pada analisis kualitatif ini hal pertama yang perlu disiapkan adalah
menyiapkan lampeng KLT dengan memanaskan terlebih dahulu pada oven
dengan suhu 105oC selama 30 menit sebelum digunakan tujuan perlakuan ini
adalah untuk membuka pori-pori agar sampel terelusi secara sempurna, akan
tetapi perlakuan ini tidak dilakukan.
Setelah lempeng KLT telah siap maka dibuat garis sepanjang 1cm dari
batas akhir dan batas awal lempeng. Chamber disiapkan dengan memasukan
pelarut yang terdiri dari pencampuran antara n-hexane, etil asetat dan asam asetat
glasial dengan perbandingan 17:2;1, chamber ditutup dan diletakkan kertas tisu
untuk mengatahui kejenuhan dari pelarut tersebut, tunggu pelarut tersebut hingga
jenuh.
Menunggu pelarut jenuh lempeng KLT yang telah siap ditotolkan larutan
sampel dan larutan standar pada garis awal yang telah ditentukan penotolan
dilakukan kembali setelah penotolan itu kering dan dilakukan sebanyak 3 kali
penotolan. Setelah, chamber telah siap dengan pelarut yang jenuh, lempeng KLT
dimasukkan kedalam chamber dan ditunggu sampai eluen tersebut naik, jika eluen
itu sudah sampai pada batas yang telah dibuat pada garis atas maka lempeng KLT
diangkat dan dikeringkan. Lempeng KLT yang telah kering hasilnya dapat dilihat
dalam uv cabinet 254 nm. Dan dihitung Rf akan tetapi perhitungan tidak
dilakukan karena analisis ini dilakukan untuk perbandingan rf antara ibuprofen
sampel dan ibuprofen murni, karena ibuprofen murni tidak tersedia dan hasil dari
ibuprofen pembanding (ibuprofen dalam sediaan tablet) yang kuarng jelas, hasil
dari uv cabinet menunjukan hasil yang hampir sama antara Rf dari sampel dan Rf
dari pembanding.
B. Analisis Kuantitatif
Penentuan kadar ibuprofen dilakukan dengan cara pertama-tama
membuat larutan baku NaOH 0,1 N terlebih dahulu dengan menimbang asam
oksalat yang dibutuhkan sebanyak 0,4 gram yang dilarutkan dalam 100 ml
aquades dalam labu volum dan dikocok hingga homogen dan akan menghasilkan
larutan NaOH 1,0 N. Larutan ini merupakan larutan standar sekunder sehingga
diperluakan proses pembakuan. Larutan baku NaOH ditentukan kembali
kepekatan (konsentrasi) yang sebenarnya dengan titrasi asam basa (Day, 2002).
Pembakuan NaOH 0,1 N dilakukan mula-mula dengan menimbang 0,45
gram asam oksalat (C2H2O4) lalu dilarutkan dengan aquades ke dalam labu ukur
hingga 50 ml, dikocok hingga homogen. Kemudian larutan dipipet sebanyak 10
ml dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, ditambah 3 tetes indikator
fenolftalein dan dititrasi langsung dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terjadi
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah muda. Terjadi reaksi
sebagai berikut :
C2H2O4.2H2O + NaOH → C2NaHO4.2H2O + H2O
Pembakuan NaOH dilakukan sebanyak tiga kali, didapatkan normalitas
sebesar 0,102 N; 0,098 N; 0,101 N. Maka didapat rata-rata normalitas NaOH
sebesar 0,1 N. Konsentrasi NaOH ini digunakan untuk menentukan kadar
ibuprofen. Pembakuan dilakukan karena konsentrasi larutan NaOH dapat berubah
disebabkan karena larutan NaOH mudah teroksidasi dalam udara sehingga larutan
NaOH perlu distandarisasi. Perubahan warna tersebut khusus untuk indikator
fenolftalein yang berwarna merah muda dalam bentuk basa dan dalam bentuk
asamnya tidak berwarna dengan kisaran pH 8,3 sampai 10,10. Dalam suatu
larutan indikator membentuk kesetimbangan :
H2O + HIn ↔ H3O+ + In (Bird, 1993)
Perubahan warna larutan yang dititrasi menandakan larutan titran (basa)
yang ditambahkan sudah melebihi titik ekivalen, yaitu titik dimana jumlah
ekivalen basa sama dengan jumlah ekivalen asam (asam dan basanya sudah
bereaksi dengan tepat). Indikator fenolftalein sangat peka terhadap perpindahan
proton dengan menunjukan perubahan warna yang tajam. Indikator ini sukar larut
dalam air, tetapi dapat berinteraksi dengan air sehingga cincin laktonnya terbuka
dan membentuk asam yang tidak berwarna. Lepasnya proton pertama dari
molekul fenolptalein tidak banyak mengubah kerangka molekulnya. Tetapi
lepasnya proton kedua menyebabkan perubahan besar pada molekulnya (Rivai,
1995).
Penetapan kadar ibuprofen suspensi dilakukan dengan mengambil sampel
sebanyak 10 ml dengan pipet ukur kemudian dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer dan dilakukan titrasi. Sebelum dititrasi, ditetesi indicator fenolftalein
terlebih dahulu. Titrasi dihentikan hingga terjadi perubahan warna dari tak
berwarna sampai berwarna merah muda. Penetapan kadar dilakukan sebanyak 3
kali.
Dari hasil percobaan yang dilakukan dalam praktikum ini kadar
ibuprofen yang didapat adalah sebesar 2,21% b/v ; 2,17 % b/v; 2,3% b/v. Rata-rat
yang diperoleh adalah 2,22% b/v. Hasil perhitungan tersebut berbeda dengan hasil
yang tertera pada kemasan anmun hampir mendekati dengan kadar yang
seharusnya yaitu 2,0 % b/v, yang dapat diketahui dari setiap 5ml suspensi
mengandung 100 mg ibuprofen, pengambilan sampel yang akan diukur sama
dengan kadar dari 10ml larutan sirup.
Hasil pengukuran kadar ibuprofen yang dilakukan pada percobaan kami
masih bisa diterima sesuai dengan perhitungan dan masih dalam batas wajar,
dimana simpangan hasilnya pun tidak terlalu besar. Adapun faktor yang
mempengaruhi berlebihnya kadar yang didapat adalah terutama faktor dari
praktikan itu sendiri. Kurangnya ketelitian dalam membaca skala buret maupun
perbedaan pengamatan dalam hal menentukan titik akhir. Selain itu juga
kesalahan dapat berasal dari sampel yang digunakan, dimana dalam sampel
terdapat partikel-partikel yang dapat mengganggu analisis.
IX. KESIMPULAN
Kromatografi lapis tipis digunakan sebagai metode analisis kualitatif
ibuprofen dalam sediaan sirup dengan memisahkan komponen-komponen sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran.
Dalam menganalisis kadar ibuprofen dalam sediaan sirup digunakan
metode titrasi alkalimetri, metode ini digunakan karena ibuprofen bersifat asam,
pengukuran ini dihasilkan kadar sampel sebanyak 2,22%, hasil yang mendekati
kadar yang tertera pada kemasan yaitu 2%.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,1995.Farmakope Indonesia.Departemen Kesehatan RI:Jakarta
Anonim,2009,Analisis volumetric atau titrimetri.http://belajar.com diakses
tanggal 04 Desember 2012.
Anonim,2009.Titrasi Asidi Alkalimetri. http://www.anehnie.com/2009/07/larutan-
baku.html. Diakses tanggal 08 Desember 2011.
Anonim,2011,Ibuprofen,http://nata03111990.blogspot.com/2011/01/ibuprofen-
400mg.html diakses tanggal 04 Desember 2012
Bassett, J. dkk. 1991. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Day, R.A dan A.L Underwood, 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga :
Jakarta
Gandjar, I. G. dan Abdul Rohman, 2010, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
HAM, Mulyono. 2006. Kamus Kimia . Edisi Pertama. Bumi Aksara, Jakarta
Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia, Jakarta.
Keenan, Charles W. dkk. 1991. Ilmu Kimia untuk Universitas Jilid I. Erlangga,
Jakarta.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Ui-press, Jakarta.
Lentinen, H.A dan W.E. Harris.1975. Chemical Analysis : An Advanced Text And
Reference. McGraw-Hill Kogakusha, Tokyo.
Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI-press, Jakarta.
LAMPIRAN
a. Hasil titrasi
b. Hasil kromatografi lapis tipis