p2a1
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI
ANALISIS OBAT METIL SALISILAT DALAM SEDIAAN SEMI PADAT BALSAM
Disusun oleh:
KELOMPOK A-I
Rupa Lesty (G1F010007)
M. Furqon (G1F010009)
Putri Kusuma Wardani (G1F010011)
Rara Amalia Fadiah (G1F010013)
Rahminawati Ritonga (G1F010015)
Asisten: Rizky Novasari dan Singgih.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2012
A. Tujuan
Mampu memilih dan menerapkan metode analisis untuk analisis obat sediaan semi solid
dan mampu menetapkan kadar obat tersebut.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, gelas piala 250 ml, labu ukur, labu
erlenmeyer, gelas ukur, batang pengaduk, pembakar spirtus, kaki tiga, kawat kassa, spatula, pipet
volum, pipet tetes, filler, buret dan statif, seperangkat alat refluks.
Bahan yang digunakan yaitu balsem mengandung Metil Salisilat, larutan H2SO4 1 N,
ethanol, indikator fenolftalein, indikator metil jingga, aquades dan larutan NaOH 1 N.
C. Data Pengamatan
Penimbangan sampel (balsam)
Kertas = 0,573 gram
Balsam+kertas = 2,5745 gram
Kertas+sisa = 0,617 gram
Berat balsam = 1,9575 gram
Penimbangan NaOH
Kertas = 0,552 gram
NaOH+kertas = 20,001 gram
Kertas+sisa = 0,845 gram
Berat NaOH = 19,156 gram
Pembakuan H2SO4
1. Penimbangan Natrium karbonat
Natrium karbonat- I
Kertas = 0,571 gram
Na-karbonat+kertas = 2,077 gram
Kertas+sisa = 0,577 gram
Berat Na-karbonat = 1,5 gram
Natrium karbonat- II
Kertas = 0,580 gram
Na-karbonat+kertas = 2,08 gram
Kertas+sisa = 0,581 gram
Berat Na-karbonat = 1,49 gram
Natrium karbonat- III
Kertas = 0,563 gram
Na-karbonat+kertas = 2,066 gram
Kertas+sisa = 0,559 gram
Berat Na-karbonat = 1,507 gram
2. Perhitungan Normalitas
V1 H2SO4 = 6 ml
V2 H2SO4 = 6 ml Na2CO3
V3 H2SO4 = 6 ml
N1 = = = = 4,03 N
N1=N2=N3= 4,03 N
N rata-rata = = 4,03 N
Perhitungan kadar metil salisilat dalam sampel
% kadar =
=
= x 100%
= 51,74 %
D. Pembahasan
1. Titrasi Asidi-alkalimetri
Praktikum kali ini bertujuan untuk menetapkan kadar suatu obat dalam sediaan semi padat
menggunakan metode titrimetri dengan prinsip reaksi asam basa. Analisa titrimetri atau analisa
volumetrik adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan
larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti dan reaksi antara zat yang
dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif (Harjadi, 1986).
Titrimetri atau titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam
proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam
basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri
untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya (Day dan
Underwood, 1986).
Titrasi asam basa ada dua macam, yaitu asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri adalah
pengukuran kosentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa, sedangkan alkalimetri
adalah pengukuran kosentrasi basa dengan menggunakan larutan baku asam. Asidi-alkalimetri ini
melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah
(basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari
hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar
(alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan
akibat reaksi-reaksi tersebut (Gandjar, 2007).
Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran ditambahkan
sedikit demi sedikit (dari dalam buret) pada titrat (larutan yang dititrasi) sampai terjadi perubahan
warna indikator. Baik titrat maupun titran biasanya berupa larutan. Titik dimana reaksi itu tepat
lengkap, disebut titik ekivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Pada saat titik ekivalen ini maka
proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai
keadaan tersebut. Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (netral). Semakin jauh titik
akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi. Oleh karena itu,
pemilihan indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik ekivalen
tercapai. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
menghitung kadar titran (Sukmariah, 1990).
Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air.
Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang disebut garam yang
memiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil reaksinya adalah air yang memiliki
sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah ion OH-, maka reaksi itu disebut
dengan reaksi netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalen
dengan jumlah basa (Sukmariah, 1990).
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan metode titrasi asidimetri, yaitu salah satu
titrasi penetralan dimana larutan asam digunakan sebagai titran untuk menentukan kadar suatu
larutan basa (titrat). Indikator yang dipakai dalam titrasi ini adalah indikator yang perubahan
warnanya dipengaruhi oleh pH, yaitu fenolftalein. Penambahan indikator diusahakan sesedikit
mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Indikator asam basa akan memiliki warna
yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk
indikator fenolftalein (PP), dalam keadaan tidak terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan
berwarna (colorless) dan akan berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi (dalam
larutan basa). Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ionnya berwarna merah muda
terang. Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke arah kiri, dan
mengubah indikator menjadi tak berwarna (Keenan, dkk., 1991).
2. Monografi Bahan
Berikut pemerian bahan yang dipakai pada praktikum kali ini :
a. Methylis Salicylas/Metil Salisilat (C8H8O3)
Metil salisilat (C8H8O3) memiliki berat molekul 152,15 g/mol. Metil salisilat diproduksi
secara sintetik atau diperoleh dari maserasi dan dilanjutkan dengan destilasi uap daun Gaultheria
procumbens Linné (Familia Ericaceae) atau kulit batang Betula lenta Linné. Mengandung tidak
kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 100,5% C8H8O3. Senyawa ini merupakan cairan tidak
berwarna, kekuningan atau kemerahan, berbau khas dan rasa seperti gandapura, mendidih antara
219° dan 224° disertai peruraian.
C8H8O3 sukar larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam asam asetat glasial. Bobot
jenis sintetiknya antara 1,180 dan 1,185, sedangkan jenis alamiah antara 1,176 g/cm3dan 1,182
g/cm3. Sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).
b. Aqua Purificata/Air Murni (H2O)
Air murni (H2O) adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan
menggunakan penukar ion, osmosis balik atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang
memenuhi persyaratan air minum dan tidak mengandung zat tambahan lain. H2O memiliki berat
molekul 18,02 g/mol dengan pH 5,0-7,0. Senyawa ini merupakan cairan jernih, tidak berwarna,
tidak berbau. Densitasnya 0,998 g/cm³ dalam fase cairan dan 0,92 g/cm³ dalam fase padatan.
Titik leburnya 0 °C (273,15 K) (32 ºF) dan titik didihnya 100 °C (373.15 K) (212 ºF). Sebaiknya
disimpan dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).
c. Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida (NaOH) memiliki berat molekul 40,0 g/mol. NaOH mengandung
tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 100,5% alkali jumlah, dihitung sebagai NaOH,
mengandung Na2CO3 tidak lebih dari 3,0%. Densitasnya 2,1 g/cm³ dengan titik leleh 318 °C (591
K) dan titik didih 1390 °C (1663 K). NaOH dapat merusak jaringan dengan cepat. Pemeriannya
putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain,
keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap
karbon dioksida dan lembap. NaOH mudah larut dalam air dan dalam etanol. Wadah dan
penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).
d. Acidum Sulfuricum/Asam Sulfat (H2SO4)
Asam sulfat (H2SO4) memiliki berat molekul 98,07 g/mol. Asam sulfat mengandung tidak
kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 98,0% b/b C7H6O3. Senyawa ini merupakan cairan jernih,
seperti minyak, tidak berwarna, berbau sangat tajam dan korosif, bobot jenis lebih kurang 1,84.
H2SO4 bercampur dengan air dan dengan etanol, dengan menimbulkan panas. Sebaiknya
disimpan dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).
e. Phenolphtaleinum/Fenolftalein (C20H14O4)
Fenolftalein (C20H14O4) memiliki berat molekul 318,33 g/mol. Fenolftalein mengandung
tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% b/b C20H14O4, dihitung terhadap zat yang
telah dikeringkan. Senyawa ini merupakan serbuk hablur, putih atau putih kekuningan lemah,
tidak berbau, stabil di udara. C20H14O4 praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol, agak sukar
larut dalam eter. Titik leburnya tidak kurang dari 258°. Sebaiknya disimpan dalam wadah
tertutup baik (Anonim, 1995).
f. Ethanol
Etanol dengan rumus molekul C2H5OH mengandung tidak kurang dari 92,3% b/b dan
tidak lebih dari 93,8% b/b, setara dengan tidak kurang dari 94,9% v/v dan tidak lebih dari 96,0%
v/v, C2H5OH pada suhu 15,56º. Berat Molekul 46,07, merupakan cairan mudah menguap, jernih,
tidak berwarna, bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun
pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78º. Mudah terbakar. Kelarutan bercampur dengan air
dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik (Anonim, 1995).
g. Natrium Karbonat
Natrium karbonat mengandung tidak kurang dari 99,5% Na2CO3 dihitung terhadap zat
anhidrat. Pemerian hablur tidak berwarna atau serbuk hablur, putih. Kelarutan mudah larut dalam
air lebih mudah larut dalam air mendidih. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. (Anonim,
1995)
3. Cara Kerja
Proses penetapan kadar metil salisilat ini mula-mula 2 gr balsam yang mengandung
mentil salisilat sebanyak 457,04 mg berdasarkan label ditimbang lalu dimasukkan dalam labu
alas bulat. Lalu dibuat larutan NaOH 1 N di dalam labu piala 250 ml dengan cara melarutkan 10
gr NaOH dalam 250 ml aquades bebas CO2. Lalu diambil 40 ml NaOH 1 N dan dimasukkan ke
dalam labu alas bulat bersama larutan metil salisilat untuk direfluks. NaOH 1 N disini berfungsi
sebangai larutan yang akan bereaksi dengan metil salisilat membentuk Natrium salisilat yang
nantinya kelebihan NaOH 1 N ini akan di titrasi dengan titran H2SO4 1 N sehingga dapat
diketahui kadar metil salisilat yang bereaksi dengan NaOH, hal ini merupakan prinsip dari titrasi
balik.
Refluks dilakukan setelahnya antara larutan Metil salisilat dan larutan NaOH selama 2
jam pada suhu maksimal 79o C. Penambahan NaOH berfungsi agar suasana larutan menjadi basa.
Tujuan dilakukannya refluks untuk mempercepat reaksi dengan cara pemanasan tetapi tidak akan
mengurangi jumlah zat yang ada, dan untuk memisahkan cairan organic dan anorganik karena
perbedaan sifat kepolaran dan massa jenisnya. Refluks adalah suatu metode untuk
mencampurkan dua zat atau senyawa dengan cara pemanasan tanpa adanya senyawa yang hilang.
Refluks dilakukan dengan mendidihkan cairan dalam wadah yang disambung dengan kondensor
sehingga cairan yang teruapkan akan mengembun kembali ke wadah. Refluks dilakukan pada
metil salisilat dan NaOH karena reaksi antara keduanya untuk membentuk natrium salisilat
berjalan sangat lambat sehingga membutuhkan katalis berupa panas untuk mempercepat reaksi.
Adapun mekanisme reaksi yang terjadi:
a. Tahap I : Adisi (-OH)
Selagi refluks berlangsung, dilakukan pembakuan larutan H2SO4 1N dengan metode titrasi
yang menggunakan indikator metil jingga, dengan menggunakan larutan Natrium karbonat 4,03
N yang dibuat dengan cara melarutkan 1,5 gr Natrium karbonat dengan 100 ml aquades.
Pembakuan ini dilakukan replikasi sebanyak tiga kali dan dapat diketahui bahwa N H2SO4 adalah
4,03 N.
Setelah refluks selesai, larutan didinginkan terlebih dahulu. Lalu larutan yang sudah
dingin dititrasi dengan menggunakan H2SO4 4,03 N untuk mengetahui banyak NaOH yang tidak
bereaksi dengan metil salisilat, sehingga nantinya akan dapat diketahui kadar metil salisilat. Pada
titrasi ini digunakan indikator berupa phenolftalein yang akan berwarna merah muda dalam
keadaan basa dan tidak akan berwarna dalam keadaan asam.
Pada larutan sampel terdapat kelebihan NaOH yang tidak bereaksi dengan metil salisilat
dan akan memberikan suasana basa. Ketika indikator phenolftalein ditambahkan akan merubah
larutan menjadi warna merah muda. Setelah itu, dilakukan titrasi dengan menggunakan larutan
H2SO4 4,03 N hingga menghasilkan larutan berwarna bening. Namun, pada praktikum yang kami
lakukan hasil akhirnya bukan berupa larutan bening namun larutan berwarna kuning jernih. Hal
ini dapat terjadi karena proses preparasi sampel yang kami lakukan belum benar-benar
menghasilkan metil salisilat murni sehingga di dalam larutan sampel masih terdapat zat-zat
pengotor yang menyebabkan warna yang dihasilkan tidak bening. Pada praktikum yang kami
lakukan tidak dilakukan replikasi titrasi karena keterbatasan waktu.
Setelah itu dapat diketahui jumlah H2SO4 4,03 N yang digunakan untuk titrasi, sehingga
dapat diketahui kadar kelebihan NaOH yang tidak bereaksi dengan metil salisilat, dan akan
diketahui pula kadar NaOH yang bereaksi dengan metil salisilat. Sehingga kadar metil salisilat
dapat diketahui. Kadar metil salisilat dapat diketahui dengan rumus:
% Kadar metil salisilat = (V blanko – V sampel) x N NaOH x BE Metil salisilat
Berat metil salisilat
didapatkan kadar metil salisilat 51,74 % b/b. Kadar metil salisilat yang didapat tidak mencapai
100% dikarenakan pada saat refluks reaksi antara metil salisilat dengan NaOH belum sempurna,
masih adanya zat pengotor pada larutan yang mengganggu titrasi sehingga dapat menghasilkan
kadar metil salisilat yang didapat kurang valid.
E. Kesimpulan
Kadar metil salisilat dalam balsem tidak memenuhi kadar yang ditetapkan dalam literatur
yaitu 98,0 %. Dikarenakan bahan yang digunakan dalam percobaan tidak sesuai dan proses
refluks yang kurang sempurna.
F. Daftar Pustaka
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Indonesia: Jakarta.
Day, R.A. dan Underwood. 1986. Analisis Kimia kuantitatif Edisi Kelima. Erlangga: Jakarta.
Fessenden & Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 1 Edisi Ketiga. Erlangga: Jakarta.
Gandjar, I.G. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Penerbit Gramedia: Jakarta.
Keenan, C. W., dkk. 1991. Ilmu Kimia untuk Universitas Jilid I. Penerbit Erlangga : Jakarta.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Bina Rupa Aksara : Jakarta.