pendahuluanrepository.utu.ac.id/639/1/bab i_v.pdf1 1 bab i pendahuluan 1.1 latar belakang perilaku...
TRANSCRIPT
-
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia
dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau
genetika. Perilaku merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus.
Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku
dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi,
perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan
oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar.
Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu
tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang
secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku
seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol
sosial. Dalam kedokteran perilaku seseorang dan keluarganya dipelajari untuk
mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau yang memperberat timbulnya
masalah kesehatan. Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam
rangka penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif.
Perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir,
bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam
aspek, baik fisik maupun non fisik. Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi
psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan
menjadi 2, yakni dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), dan
dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit). Sedangkan dalam pengertian umum
-
2
2
perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk
hidup ( Notoatmodjo, 2007).
Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan
reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru
akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan
yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan
menghasilkan perilaku tertentu pula. Robert Y. Kwick (1974) menyatakan bahwa
perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan
bahkan dipelajari (Notoatmodjo, 2007:138).
Menurut Becker, Konsep perilaku sehat merupakan pengembangan dari
konsep perilaku yang dikembangkan Bloom. Becker menguraikan perilaku
kesehatan menjadi tiga domain, yakni pengetahuan kesehatan (health knowledge),
sikap terhadap kesehatan (health attitude) dan praktik kesehatan (health practice).
Hal ini berguna untuk mengukur seberapa besar tingkat perilaku kesehatan
individu yang menjadi unit analisis penelitian.
Masyarakat Aceh tempo dulu sangat konsisten mempertahankan adat
istiadat. Sehingga budaya yang telah turun temurun sesuai dengan kearifan lokal
tidak mudah hilang. Namun berbicara budaya ”madeung” yaitu sebuah istilah
dari orang Aceh kepada ibu yang baru melahirkan. Dahulu ketika seorang ibu
melahirkan, ia akan mencari bantuan atau pertolongan dari orang lain seperti
pada dukun bayi atau yang sering kita dengar dengan sebutan Makblien.
Proses Madeung ( salè, toet bate atau bakar batu, dan ramuan tradisional )
ini bisa disebut juga alat KB Tradisional, karena dengan melakukan serangkaian
proses Madeung bisa mengatur jarak kelahiran karena pada jaman dahulu belum
-
3
3
ada program keluarga berencana (KB) yang modern seperti sekarang. Meskipun
hal tersebut belum dibuktikan secara medis namun paham ini sudah melekat pada
ingatan tertua desa seperti makblien.
Adapun tata cara atau teknik yang dilakukan disaat Medeung yaitu batu
ukuran sedang dipanaskan, lalu diikat dengan kain, dan di letakkan di samping
perut orang madeung sambil perutnya dipijat-pijat supaya kulit perutnya tidak
kendur. Sebelum masa 40 - 44 hari perempuan madeung tidak boleh keluar
rumah dan harus dirawat oleh dukun bayi selama masa itu.
Madeung mempunyai beberapa fungsi, yaitu: dapat mengeringkan
peranakan, tubuh menjadi singset, dapat mengecilkan perut, dapat mengatur jarak
kelahiran, dan mendatangkan aroma harum pada tubuh.
Perilaku madeung dalam masyarakat Aceh merupakan bagian penting
yang harus dilalui oleh ibu- ibu nifas dengan tujuan untuk mendapatkan
penyembuhan secara optimal menurut paham masyarakat. Perilaku selama
madeung banyak mengandung unsur mitos dan sulit dibuktikan oleh ilmu medis.
Perilaku – perilaku tersebut banyak yang berdampak negatif seperti pantangan
tidak boleh banyak minum air putih. Tentu hal ini dapat menyebabkan ibu nifas
mengalami dehidrasi bahkan susah Buang Air Besar (BAB). Akan tetapi
disamping mengandung unsur negatif, banyak juga dintara perilaku madeung
tersebut yang dapat memberikan dampak positif bagi si ibu antara lain seperti
dapat membuat tubuh menjadi singset, memberikan aroma harus dari rempah-
rempah.
Prosesi madeung ini telah berlangsung secara turun temurun di dalam
masyarakat Aceh. Selama proses ini berlangsung, banyak pantangan yang tidak
-
4
4
boleh dilangkahi dan juga anjuran yang harus dilakukan oleh ibu nifas maupun si
bayi. Baik yang berkaitan dengan perilaku maupun berkaitan dengan makanan
dan minuman. Berkaitan dengan perilaku diantaranya tidak boleh bertamu pada
malam hari, selama 7 hari setelah melahirkan tidak boleh di tinggal sendiri, tidak
boleh banyak bergerak dan harus berjalan dengan pelan - pelan, tidak boleh sering
tidur, ditangeh (diselimuti dengan kain tebal atau dengan kata lain mandi uap
ramuan-ramuan tradisional.
Berkaitan dengan makanan dan minuman diantaranya tidak boleh makan
makanan pedas karena dapat menyebabkan kelukaan di dalam perut rahim, tidak
boleh makan buah seperti nenas, pepaya, nangka karena dapat menurutkan kasiat
obat, tidak boleh makan ikan gabus karena di percaya dapat memanjangkan perut
rahim, tidak boleh banyak minum karena dapat menyebabkan bayi menjadi
beuteng (masuk angin), di anjurkan untuk mengganngti lauk dengan ikan teri dan
lada.
Di Gampong Cot Lagan, tradisi madeung ini masih banyak dilakukan oleh
ibu – ibu nifas yang diyakini dapat memberikan dampak positif bagi si ibu dan
bagi bayi mereka. Hal ini dipengaruhi oleh kebiasaan yang sudah turun – temurun
dilaksanakan, meskipun diantaranya merupakan orang terpelajar dan memiliki
pengetahuan tinggi akan tetapi juga tidak melupakan prosesi medeung ini.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apa sebenarnya perilaku madeung tersebut, apa saja
pantangan dan ajuran selama madeung serta bagaimana dampaknya bagi
kesehatan ibu dan bayi?
-
5
5
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan berbagai hal berkenaan dengan
perilaku madeung perempuan Aceh.
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan menggungkapkan hal yang berkaitan
dengan perilaku madeung perempuan Aceh di Gampong Cot Lagan Kecamatan
Woyla Kabupaten Aceh Barat.
1.3.2 Tujuan Khusus
Melalui penelitian ini penulis ingin mengkaji lebih jauh tentang
perilaku madeung perempuan aceh dengan harapan dapat meningkatkan
pengetahuan yang sebelumnya tidak penulis dapatkan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan semua pihak
terutama bagi mereka yang tertarik untuk mengkaji lebih jauh berkenaan
dengan tradisi madeung dan diharapkan dapat memunculkan paradigma
baru dalam menyikapi tradisi yang telah turun temurun diyakini dalam
masyarakat
-
6
6
b. Bagi Penulis
1. Sebagai sarana menambah pengetahuan tentang tradisi madeung
perempuan aceh khususnya gampong Cot Lagan sehingga tradisi
ini dapat terus berjalan dan disesuaikan dengan kaidah-kaidah
kesehatan.
2. Sebagai bentuk pengembangan ilmu pengetahuan dari apa yang
telah penulis dapatkan.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Dapat mengkaji secara mendalam tentang tradisi madeung yang ada
dikalangan masyarakat Gampong Cot Lagan serta mengetahui sejauh apa
pengaruh pendidikan atau pengetahuan terhadap pandangan tentang tradisi ini.
-
7
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Defenisi Perilaku
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkungan (Depdiknas, 2005). Dari pandangan biologis perilaku merupakan
suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan.
Robert Kwick (1974), menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau
perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
(dikutip dari Notoatmodjo, 2007:138).
Skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus/ rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi
melalui proses adanya organisme. Dan kemudian organisme tersebut merespon,
maka teori Skinner ini disebut “S-O-R” atau stimulus-organisme-respon.
2.1.2 Klasifikasi Perilaku
Menurut Skinner (1938), dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus
maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Perilaku tertutup
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran dan sikap yang terjadi pada
-
8
8
orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara
jelas.
b. Perilaku terbuka
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati atau dengan
mudah dipelajari.
Menurut Notoatmodjo (1993) bentuk operasional dari perilaku
dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi
atau rangsangan dari luar.
2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan
atau rangsangan dari luar. Dalam hal ini lingkungan berperan dalam
membentuk perilaku manusia yang ada di dalamnya. Sementara itu
lingkungan terdiri dari, lingkungan pertama adalah lingkungan alam
yang bersifat fisik dan akan mencetak perilaku manusia sesuai dengan
sifat dan keadaaan alam tersebut. Sedangkan lingkungan yang kedua
adalah lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembentukan perilaku
manusia.
3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yakni berupa
perbuatan atau action terhadap situasi atau rangsangan dari luar.
-
9
9
Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related
behaviour) menurut Becker (1979, dikutip dari Notoatmodjo, 2003) sebagai
berikut:
1. Perilaku kesehatan, yaitu tindakan seseorang dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya.
2. Perilaku sakit, yakni segala tindakan seseorang yang merasa sakit untuk
merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya termasuk juga
pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, serta usaha
mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku peran sakit, yakni segala tindakan seseorang yang sedang sakit
untuk memperoleh kesembuhan.
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Pembentukan Perilaku
Menurut Notoatmodjo (1993) faktor-faktor yang berperan dalam
pembentukan perilaku dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:
1. Faktor internal
Faktor yang berada dalam diri individu itu sendiri yaitu berupa
kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi dan sebagainya untuk
mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Motivasi merupakan
penggerak perilaku, hubungan antara kedua konstruksi ini cukup
kompleks, antara lain dapat dilihat sebagai berikut:
a. Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang
berbeda demikian pula perilaku yang sama dapat saja diarahkan
oleh motivasi yang berbeda.
b. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.
-
10
10
c. Penguatan positif/ positive reinforcement menyebabkan satu
perilaku tertentu cenderung untuk diulang kembali.
d. Kekuatan perilaku dapat melemah akibat dari perbuatan itu
bersifat tidak menyenangkan.
2. Faktor eksternal
Faktor-faktor yang berada diluar individu yang bersangkutan
yang meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-hasil kebudayaan yang
disajikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya.
Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah
konsep dari Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo (2003) menurut
Lawrence Green perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yakni :
1. Faktor predisposisi (predisposing faktor).
Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-
hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan
sebagainya.
2. Faktor pemungkin (enabling faktor)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana
atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.
3. Faktor penguat (reinforcing faktor)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama dan perilaku petugas termasuk petugas
-
11
11
kesehatan, suami dalam memberikan dukungannya kepada ibu dalam
merawat bayi baru lahir.
2.1.4 Domain Perilaku
Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas. Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku
dalam tiga domain yaitu terdiri dari domain kognitif, domain afektif dan domain
psikomotor. Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan
untuk pengukuran hasil maka ketiga domain ini diukur dari pengetahuan, sikap
dan tindakan (Dikutip dari Notoatmodjo, 1993). Tetapi dalam penelitian ini
peneliti hanya meneliti domain kognitif dan domain psikomotor.
a. Pengetahuan (knowledge).)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan merupakan suatu domain yang sangat penting untuk
terbentuknya suatu tindakan seseorang. Suatu penelitian mengatakan
bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan mampu bertahan
lama dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan ( Notoatmodjo,
1993).
Sebelum orang berperilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan yang dimulai dari kesadaran adanya stimulus
kemudian ada rasa tertarik. Setelah itu terjadi pertimbangan dalam batin
bagaimana dampak negatif positif dari stimulus. Hasil pemikiran yang
-
12
12
positif akan membawa subyek untuk memulai mencoba dan akhirnya
dalam dirinya sudah terbentuk suatu perilaku baru. Adopsi perilaku yang
didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif terhadap stimulus
akan membentuk perilaku baru yang mampu bertahan lama (Notoatmodjo,
1993).
Menurut Notoatmodjo (1993) domain kognitif pengetahuan dibagi
menjadi enam tingkatan yaitu:
1. Tahu (Know)
Yaitu mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Tingkat tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang
apa yang telah dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami ( Comprehension)
Yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Kata kerja yang biasa dipakai menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap suatu objek dan
sebagainya.
3. Aplikasi (Aplication)
Yaitu sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang nyata. Aplikasi dapat
diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip
-
13
13
dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat
menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah.
4. Analisis (Analysis)
Yaitu suatu kemampuan untuk untuk menjabarkan materi atau
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Misalnya dapat
membedakan dan mengelompokkan anjuran dan pantangan selama
madeung.
5. Sintetis (Syntetis)
Sintetis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian informasi sebagai suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Misalnya dapat menyusun, dapat
merencanakan terhadap suatu rumusan dari informasi yang ada
menganai madeung.
6. Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang telah ada. Dalam hal ini penilaian
dapat berupa hasil paham masyarakat terhadap tradisi atau objek yang
ada kemudian disikapi berdasarkan pengetahuan mereka.
b. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Beberapa batasan lain tentang
sikap ini dapat dikutipkan sebagai berikut :
-
14
14
" sikap memerlukan suatu tanggapan kecenderungan sosial di
dalam interaksi dengan situational dan lain dispositional variabel,
pemandu dan mengarahkan perilaku individu itu." ( Cardno, 1955 dalam
Notoatmodjo 2007)
" Suatu sistem positif yang kronis atau evaluasi negatif, perasaan
emosional dan ahli atau koreksi kecenderungan akan menghormati ke
obyek sosial" ( krech et al, 1982, dalam Notoatmodjo 2007)
" Sikap Sosial perorangan adalah suatu sindrom konsistensi
tanggapan mengenai object sosial." ( Cambell, 1950, dalam Notoatmodjo
2007)
Dari batasan-batasan diatas dapat disimpulkan bahwa manifestasi
sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu.
Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli
psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan
reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka.
Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek
di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
-
15
15
Dalam bagian lain Allport (1954, dikutip dalam Notoatmojo, 2003)
menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh
seorang ibu telah mendengarkan tentang kelebihan madeung. Pengetahuan
ini akan membawa ibu untuk berfikir untuk menjalani menjalani ritual
madeung.
Dalam berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja
sehingga ibu tersebut berniat akan menjalani ritual tersebut untuk
mendapatkan manfaatnya. Sehingga ibu ini mempunyai sikap tertentu
terhadap objek yang berupa manfaat madeung.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan, yakni :
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap
seseorang terhadap pantangan medeung dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatiannya akan pantangan yang ada selama
madeung .
b. Merespons (Responding)
-
16
16
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar
atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah
suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang mengajak
sekaligus memberi pemahaman tentang anjuran dan pantangan
madeung kepada ibu lain (tetangganya, saudaranya, dan
sebagainya) untuk menjalani prosesi tersebut. Ini adalah bukti
tentang sikap ibu terhadap pantangan dan anjuran madeung.
d. Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling
tinggi. Misalnya seorang ibu tidak mau menjalani ritual madeung
meskipun mendapat tantangan dari keluarganya.
Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan
tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana
pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.
Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-
pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden.
-
17
17
Misalnya apakah ibu setuju menjalani prosesi madeung? (sangat
setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju).
c. Tindakan (Practice)
Tindakan atau praktek adalah respon atau reaksi konkret
seseorang terhadap stimulus atau objek. Respon ini sudah dalam
bentuk tindakan (action) yang melibatkan aspek psikomotor atau
seseorang telah mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapi
(Notoatmodjo, 1993).
Tindakan atau perilaku kesehatan terjadi setelah seseorang
mengetahui stimulus kesehatan, kemudian mengadakan penilaian
terhadap apa yang diketahui dan memberikan respon batin dalam
bentuk sikap. Proses selanjutnya diharapkan subjek akan melaksanakan
apa yang diketahui atau disikapinya (Notoatmodjo, 2003).
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan,
untuk terbentuknya sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan
antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan
faktor dukungan (support) dari pihak lain.
Adapun tingkatan-tingkatan dalam tindakan atau praktek
adalah:
1. Persepsi (Percepion)
Yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek
tingkat pertama.
-
18
18
2. Respon terpimpin (Guided respon)
Yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang
benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek
tingkat kedua.
3. Mekanisme (Mechanism)
Yaitu apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan,
maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
4. Adopsi (Adoption)
Yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.2. Madeung
Madeung adalah teknik pengobatan yang lazimnya dilakukan wanita Aceh
yang baru selesai melahirkan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
penyembuhan yang sempurna setelah melahirkan. Perbedaan madeung dengan
menghangatkan diri didakat api adalah kayu bakar dicampur dengan daun dan
rempah-rempah tertentu yang mengandung aroma harum serta berkhasiat untuk
kesehatan, rempah-rempah yang digunakan ini termasuk dalam daftar jamu empat
puluh empat, atau “aweueh peuet ploh peuet” — biasa juga disebut dengan
rempah ratus. Orang madeung ini, biasanya menyebutnya “ureung didapu”(orang
yang membaringkan dirinya di ruangan dapur.
Ketika seorang wanita habis melahirkan melakukan Madeueng. Caranya:
menyediakan tunggul-tunggul kayu untuk dibakar selama empat puluh empat hari.
-
19
19
Ini disebut “Tungoe”, setelah itu dipersiapkan juga balai-balai atau dipan yang
dibuat dari batang bambu yang cukup tua atau batang pinang atau batang kelapa
atau batang nibung yang telah dibelah memanjang selebar kurang lebih tiga jari,
dewasa ini karena bahan-bahan tersebut sudah agak sulit ditemukan, maka
dipersiapkanlah balai atau dipan untuk orang yang masih melakukan ritual
madeung dengan menggunakan papan atau kayu yang dibelah memanjang dengan
lebar sekitar lima sentimeter, disusun memanjang dengan jarak antara satu bilah
papan dengan papan yang lain berjarak 2 cm (agar asap dan panas bisa masuk
melalui celah-celah tersebut) dan dipan yang digunakan biasanya berukuran
panjang disesuaikan dengan tinggi tubuh seseorang, agar orang tersebut dapat
tidur dengan nyaman dan leluasa, lebarnya minimal 75 cm atau tergantung selera
dan kebutuhan serta tingginya lebih kurang 1 meter, dibawah dipan itu ada yang
menggunakan pembakaran model tungku, bahannya ada yang terbuat dari semen
dan pasir ada juga gerabah dari tanah liat seperti anglo yang diisi dengan
“teungo” atau kayu, dengan melalui proses pembakaran dari api berubah menjadi
bara merah, barulah diatasnya diletakkan kayu-kayu kecil yang mengandung obat,
seperti: kayu dadap, kayu rambutan, kayu cendana dll. Selain itu juga disediakan
juga batu kali sebesar tempurung kelapa sebanyak tiga buah yang berbentuk agak
gepeng (pipih) dan bisa juga berbentuk bulat, sehinggga mudah untuk disandarkan
pada perut perempuan yang tidurnya miring (menyisi). Batu yang sudah di
hangatkan tersebut adakalanya dibalut dengan kain kemudian ibu nifas di
haruskan duduk di atas batu tersebut dan tepat di atas lubang vagina. Tujuannya
adalah supaya perut tidak turun dan mengeringkan bekas luka setelah melahirkan.
-
20
20
Ada kalanya dimulai pada hari ketiga setelah bersalin, biasanya sekitar
jam sepuluh pagi setelah sang ibu sesesai mandi. Prosesnya selama 7 hari
berturut-turut,tetapi ada juga yang dilakukan oleh orang-orang tertentu selama
empat puluh empat hari berturut-turut (selama masa nifas) yang biasanya selesai
ritual madeung ini sang ibu akan melaksanakan “manoe peut ploh peut” atau
mandi suci.
Selanjutnya dilakukan proses bakar batu Toet Batee (pemanasan batu),
batu yang telah dipanaskan lalu diangkat dan dibungkus dedaunan tertentu, seperti
“Oen Nawah” (daun jarak) lalu dibalut kain beberapa lapis hingga panasnya
masih dapat dirasakan tetapi tidak menimbulkan bahaya. Gulungan batu tersebut
lalu disandarkan pada perut perempuan yang sedang berbaring di balai-balai
tersebut, jika batu pertama sudah dingin, maka akan digantikan oleh batu kedua
yang dibuat serupa dengan batu pertama, dan begitu juga dengan batu yang ketiga
yang dipakai setelah batu kedua dingin terus-menerus secara bergantian, batu
dipanaskan di dapur di bawah balai tersebut yang terus menerus berapi, api dari
tungku kayu itu tak boleh terlalu besar, maka dari itu apinya perlu dijaga.
Yang bertugas sebagai penjaga dilakukan secara bergantian yaitu: orang
tua, mertua, dan tetangga atau kerabat. Ini juga adalah sebagai ajang kebersamaan
dan mempererat silaturahmi. Sewaktu menjaga, mereka disuguhi makanan berat
dan makanan ringan. Di sebuah daerah Aceh yang bernama Takengon, yang
terletak di Dataran Tinggi Gayo termasuk dalam wilayah Kabupaten Aceh
Tengah, yang bertugas menjaga orang madeung itu adalah suaminya dan orang
laki-laki yang masih kerabatnya sendiri, kebiasaan tersebut bernama “melee-
-
21
21
melee.” Mereka begadang semalam suntuk tidak tidur sambil minum-minum kopi
dan berdiang di sekitar dipan atau balai tersebut.
Selama empat puluh empat hari menjalani prosesi madeung, makanan
yang boleh dimakan hanyalah nasi putih dengan lauk pauk yang diolah secara
khusus sehingga bebas lemak, seperti ikan yang direbus bisa juga dipanggang,
atau dikukus dan digoreng setengah matang.Yang boleh mereka minum hanyalah
air putih saja, makanan dan minuman yang lainnya tidak diperbolehkan sama
sekali untuk dikonsumsi, karena menurut mitos orangtua zaman dahulu, mereka
berpesan melalui nenek-nenek jika anak atau cucunya kelak bersalin, jangan
sekali-kali memakan telur ayam apalagi telur bebek, katanya, bisa berbahaya dan
bila dimakan telur akan keluar telur (peranakan), demikian juga dilarang
memakan pisang, karena makanan itu dianggap tajam.Tetapi hal tersebut sangat
bertolak belakang jika ditinjau dari segi medis.
Setelah empat puluh empat hari lamanya, barulah diperbolehkan untuk
acara turun mandi yang diistilahkan dengan “manoe peut ploh peut” artinya
mandi suci atau mandi hadas besar yang dilaksanakan setelah hari ke empat puluh
empat, yang biasanya dipandu oleh orang tua atau dukun/bidan gampong atau
biasa disebut Ma Blien1.
Usai acara mandi Wiladah dan mandi nifas setelah suci dari melahirkan
atau mandi adat setelah 44 hari, barulah sang ibu diperbolehkan untuk
menjejakkan kakinya diatas tanah, karena dianggap telah suci. Pengalaman yang
diungkapkan oleh Narasumber tentang Madeung.
1 Sebutan untuk Bidan Gampong, atau sering disebut juga sebagai Daula. Biasanya merupakanpenduduk setempat tetapi ada juga desa yang tidak ada mak blinnya. Tugasnya adalahmengawasi ibu hamil dari awal bulan pertama sampai melahirkan kemudian sampai habis masamadeung.
-
22
22
Madeung dan Salè mempunyai beberapa fungsi, yaitu: dapat
mengeringkan peranakan, tubuh menjadi singset, dapat mengecilkan perut, dapat
mengatur jarak kelahiran, dan mendatangkan aroma harum pada tubuh serta bisa
menjadi jalur alternatif untuk mengatur jarak kelahiran atau sebagai alat KB
Tradisional, karena dengan pada jaman dahulu belum ada program keluarga
berencana (KB) yang modern seperti sekarang ini.
Madeueng lebih hebat dari mandi uap, dalam tradisi Aceh disebut Ukoep.
Sebelum prosesi Ukoep, terlebih dahulu harus disiapkan bahan-bahan berupa
ramuan daun-daunan dan rempah-rempah, misalnya: “Oen Kuyun” (daun jeruk
nipis) dan “Oen Mee” ( daun asam Jawa ), bisa juga dengan “Oen Limeeng
Engkoet” ( daun belimbing wuluh ), “Oen Ranuep” ( daun sirih ), “Bak Rheu”(
batang serai ), “Kuleet Bak Geurundoeng” ( kulit batang kuda-kuda ), “Kuleet
Maneh” ( kayu manis ), “Bungoeng Lawang” ( bunga cengkeh ), “Boh Pala” ( biji
pala ), “Boh Langkueuh”( umbi lengkuas ), “Oen Sekee Puloet” ( daun pandan ).
2.2 Perempuan
Perempuan adalah salah satu dari dua jenis kelamin manusia; satunya lagi
adalah lelaki atau pria. Berbeda dari wanita, istilah "perempuan" dapat merujuk
kepada orang yang telah dewasa maupun yang masih anak-anak.
Menurut definisi dalam Kamus Bahasa Indonesia online disebutkan,
perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai vagina, dapat menstruasi,
hamil, melahirkan anak,menyusui dan betina betina (khusus untuk hewan).
Sedangkan wanita adalah perempuan yang berusia dewasa.
-
23
23
2.3 Perempuan Aceh
Kajian mengenai perempuan dalam masyarakat Aceh yang ada selama ini
lebih banyak bercerita tentang sejarah tentang sejarah masa lalu: dari masa
kerajaan-kerajaan di Aceh, kolonialisme dan perjuangan kemerdekaan, serta
sekelumit dari masa revolusi fisik pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Aspek
yang dikajipun, secara umum lebih terfokus kepada sisi kepemimpinan dan
kepahlawanan perempuan Aceh (Ibrahim, 1999; Hasjmi, 1995; Mardhiah Aly,
1985).
Ribinson (2002) dengan mengambil referensi dari penelitian Jayawerdana
(1977) berkesimpulan bahwa perempuan dalam masyarakat Aceh cukup
mendoninasi peran-peran dalam tata laksana adat Aceh, seperti upacara
perkawinan, turun tanah anak dan upacara adat lainnya.
2.4 Perilaku dan Kepercayaan Masyarakat terhadap Tradisi Madeung
Perilaku tidak selalu dapat dengan mudah diamati karena banyak perilaku
yang terselubung dan tersembunyi pada diri seseorang. Perilaku akan lebih mudah
diketahui apabila perilaku diwujudkan dalam tindakan atau perbuatan yang
konkrit atau nyata. Sepertihalnya perilaku madeung yang berkembang dalam
masyarakat Aceh terutama masyarakat Gampong Cot Lagan merupakan
kepercayaan yang sudah turun-temurun dianut oleh masyarakat. Perilaku
madeung banyak sekali mengandung unsur positif seperti pengobatan, norma,
budaya, dan lain-lain. Akan tetapi dalam prakteknya sangat dipengaruhi oleh
kepercayaan terhadap mitos yang ada. Sehingga ibu-ibu merasa cemas dan takut
dengan mitos-mitos yang berkembang selama madeung. Terlebih lagi apabila
-
24
24
mitos tersebut dilanggar dan mitos tersebut terbukti pada salah satu ibu atau bayi
maka akan jadi buah bibir ibu-ibu yang lain. Misalnya pantangan tidak boleh
makan telur ayam karena akan timbul bisul (saban) di kepala. Apabila pantangan
ini dilanggar dan bayi mengalami hal tersebut maka ini akan jadi bahan
pembicaraan ibu. Seperti; pantesan anaknya bisul dikepala dulu ibunyakan bandel
makan telur pada saat madeung.
Perilaku masyarakat sangat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya
pendidikan, norma/adat-istiadat yang berkembang, lingkungan sekitar, budaya dan
lain-lain. Di daerah pedesaan norma, adat-istiadat serta budaya merupakan hal
pokok yang harus dipertimbangkan meskipun budaya tersebut tidak dianjurkan
dalam kesehatan. Misalnya budaya tolak bala, tujuh bulanan, budaya maulid dan
lain-lain. Pada saat musim maulid misalnya, hampir setiap harinya makan daging,
dimana daging selain banyak mengandung gizi yang dibutuhkan tubuh seperti
protein dan lemak juga mengandung banyak kolesterol yang berbahaya bagi tubuh
serta pada umumnya makanan tersebut diolah pada sore sebelum hari H. Budaya
harus terus dilestarikan karena merupakan warisan nenek moyang. Budaya dapat
mempersatukan perbedaan, menjadi ajang silaturahmi sepertihalnya budaya
maulid. Setiap orang berkumpul dimesjid untuk merayakan maulid dari yang kecil
bahkan yang tua sekalipun.
2.5 Kerangka Pikir
Dilihat dari sisi kebudayaannya, Aceh memiliki budaya yang unik dan
beranekaragam. Ada banyak tradisi dan budaya, baik yang bersifat kesenian,
keagamaan bahkan yang berkaitan dengan pengobatan seperti halnya madeung.
-
25
25
Pengobatan dengan teknik madeung ini khusus bagi ibu – ibu yang baru
melahirkan. Selama madeung, ibu – ibu dihadapkan dengan pantangan dan
anjuran yang terkadang memberatkan sekaligus berdampak kurang baik bagi
kesehatan. Akan tetapi, ritual madeung tersebut juga banyak manfaat yang dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan baik dari segi budaya maupun medis.
Persalinan (Madeung)
Perilaku
1. Pengertahuan2. Sikap3. tindakan
Pantangan padasaat Madeung
Anjuran padasaat Madeung
PerilakuMadeung
-
26
26
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskripif dengan metode
studi kasus. Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai
berbagai aspek seseorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas),
suatu program, atau suatu situasi sosial. Peneliti studi kasus berupaya menelaah
sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti (Mulyana, 2008)
Penelitian jenis ini disebut juga penelitian naturalistik karena penelitiannya
dilakukan pada kondisi yang alamiah (Sugiono, 2005:1).
Karakteristik penelitian kualitatif menurut Arikunto (2006) dikutip dalam
Skripsi Devi Yusmeta (2012) adalah sebagai berikut:
1. Kejelasan unsur: subjek sampel dan sumber data masih fleksibel atau
berkembang sejalan dengan penelitian yang dilakukan.
2. Langkah penelitian: baru diketahui dengan mantap dan jelas setelah
penelitian selesai.
3. Tidak dapat menggunakan dapat menggunakan populasi dan sampel.
4. Hipotesis tidak mengemukakan hipotesis sebelumnya, tetapi dapat
lahir selama penelitian berlangsung.
5. Desain: desain penelitiannya fleksibel dengan langkah dan hasil yang
tidak dapat dipastikan sebelumnya.
6. Pengumpulan data: kegiatan pengumpulan data selalu harus diakukan
sendiri oleh peneliti.
-
27
27
7. Analisis data: dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data.
Sedangkan menurut Bogdan dan Biklen karakteristik penelitian kualitatif
dapat dikemukakan disini bahwa penelitian kualitatif itu:
1. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen
kunci.
2. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul
berbentuk kata – kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada
angka.
3. Penelian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau
outcome.
4. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif.
5. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang
teramati).
Ericson dalam Susan Stainback (2003) menyatakan bahwa ciri-ciri
penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:
1. Keikutsertaan jangka panjang / Intensive dalam bidang yang menentukan.
2. Merekam dengan cermat dari apa yang terjadi, dapat juga dilakukan
dengan cara lain yaitu penulis mencatat dan mewawancarai bukti dalam
bentuk dokumen.
3. Cerminan/Pemantulan Analitic pada arsip yang dalam bentuk dokumen
memperoleh bidang.
-
28
28
4. Laporkan hasil penelitian merupakan uraian terperinci, mengarahkan tanda
kutip dari wawancara, dan interpretative komentar.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan bahwa, metode penelitian
kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama di
lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif
terhadap bebagai dokumen yang ditemukan dilapangan, dan membuat laporan
penelitian secara mendetail.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian tentang Perilaku Madeung Perempuan Aceh dilakukan
di Gampong Cot Lagan Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat. Lokasi ini
dipilih karena peneliti sangat memahami kondisi gampong tersebut. Penulis ingin
meneliti lebih jauh tentang perilaku madeung yang sudah menjadi tradisi wajib
bagi sebagian masyarakat Aceh. Waktu penelitian dilakukan mulai 13 Juni sampai
6 Oktober 2013.
3.3 Pemilihan Informan
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah polulasi, tetapi oleh
Spradley dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga
elemen yaitu: tempat (place), pelaku (aktor), dan aktifitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut dapat di rumah berikut keluarga
dan aktivitasnya, atau orang-orang di sudut-sudut jalan yang sedang ngobrol, atau
di tempat kerja, dikota, desa atau wilayah suatu negara. Situasi sosial tersebut
dapat dinyatakan sebagai obyek penelitian yang ingin diketahui “apa yang terjadi”
di dalamnya. Pada situasi sosial atau obyek penelitian ini peneliti dapat
-
29
29
mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang ada
pada tempat (place) tertentu.
Dalam Metode penelitian kualitatif populasi dan sampel disebut informan.
Informan dalam penelitian sangat penting guna memperoleh informasi mengenai
hal – hal yang menyangkut maslah yang akan di teliti, dalam penelitian ini
terdapat informan kunci dan informan biasa. Informan kunci guna untuk
mendapat iformasi lebih dalam dan akurat mengenai hal yang akan dibahas,
sedangkan informan biasa dipilih melalui pertimbangan atas dasar mengetahui
dan berhubungan dengan hal yang akan dibahas (Nawawi,1987:157 dikutip dalam
Sripsi Devie Yusmeta)
Adapun informan dalam penelitian ini penulis mewawancarai dua orang
ibu yang berprofesi sebagai Mablin/Daula Gampong. Kedua bidan tersebut telah
lama berkecimpung dalam membantu proses kelahiran / persalinan dan nifas.
Antara proses persalinan sampai habis masa nifas yaitu sekitar 40 - 44 hari maka
disitulah tradisi madeung berlangsung. Mak blin merupakan orang yang
memahami betul tentang seluk – beluk atau tata cara madeung. Ma blinlah yang
nantinya akan menasehatati ibu nifas untuk tidak melanggar pantangan dan
anjuran yang diyakini dapat memberikan dampak positif bagi si ibu dan bayi.
Selanjutnya yang menjadi informan biasa penulis mewawancarai beberapa ibu-ibu
nifas dan ibu yang pernah melahirkan karena merekalah yang sudah mengetahui
dan merasakan masa di saat mereka madeung. Penulis juga mewawancarai dua
orang tokoh gampong untuk mengetahui informasi mengenai sejarah Gampong
Cot lagan Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat.
-
30
30
Teknik pengambilan sampel penelitian kualitatif menggunakan teknik non
probability samping yaitu porposive sampling. Porposive sampling adalah teknik
pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu
ini, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan,
atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti
menjelajahi obyek situasi sosial yang diteliti (Sugiono, 2005: 54)
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai
sumber, dan berbagai cara. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
pengumpulan data berdasarkan sumber datanya yaitu sumber primer dan sumber
sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang
tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data misalnya lewat orang
lain atau lewat dokumen (Sugiono, 2010:62).
3.4.1 Data Primer
1. Observasi (Pengamatan)
Pengamatan adalah suatu hasil perbuatan jiwa secara aktif dan
penuh perhatian dan menyadari adanya ransangan. Mula-mula ransangan
dari luar mengenai indra, dan terjadilah pengindraan, kemudian apabila
ransangan tersebut menarik perhatian akan dilanjutkan dengan adanya
pengamatan (Notoatmojo, 2003:131)
Dalam penelitian, pengamatan adalah suatu prosedur yang
berencana, yang antara lain meliputi melihat, mendengar dan mencatat
-
31
31
sejumlah dan taraf aktivitas tertentu atau situasi tertentu yang ada
hubungannya dengan masalah yang diteliti. (Notoatmojo, 2003:131)
2. Wawancara (interview)
Menurut Esterberg (2002) mendefinisikan interview sebagai
berikut “wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi
dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikostruksikan makna dalam
suatu topik tertentu. Interview merupakan hatinya penelitian sosial.
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,
melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang
lainnya dengan mengajukan pertanyan-pertanyaan berdasarkan tujuan
tertentu (Mulyana, 2008:180).
Wawancara secara garis besar dibagi dua yakni wawancara tak
terstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering
juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara
kualitatif dan wawancara terbuka. Sedangkan wawancara terstruktur sering
juga disebut wawancara baku (Standardized interview), yang susunan
pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya (biasanya tertulis) dengan
pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disiapkan (Mulyana, 2008:180).
Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara mendalam (in-
dept interview), dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila
dibandingkan dengan wawancara tersruktur. Tujuan dari wawancara jenis
ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana
pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam
-
32
32
melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan
mencatat apa yang dikemukan oleh informan (Sugiono, 2003 :72-74).
Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti
memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber
data, maka peneliti menggunakan alat-alat sebagai berikut:
1. Buku catatan : berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan
sumber data.
2. Tape recorder : berfungsi untuk merekam semua percakapan atau
pembicaraan.
3. Camera : untuk memotret kalau peneliti sedang melakukan
pembicaraan dengan informan/sumber data.
3.4.2 Data Sekunder
1. Dokumentasi
Teknik ini bertujuan untuk mendukung data observasi atau
wawancara agar lebih dipercaya sekaligus untuk melengkapi data primer.
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar atau karya – karya monumental dari seseorang
seperti buku, jurnal, makalah dan lain-lain (Sugiono, 2005:82)
2. Tringulasi
Dalam teknik pengumpulan data, tringulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Tringulasi teknik,
berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda
-
33
33
untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan
observasi partisipasif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk
sumber data yang sama secara serempak. Tringulasi sumber berarti, untuk
mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang
sama.
3.5 Tehnik Analisis Data
Adapun teknik analisa data dalam penelitian ini adalah dengan cara
sebagai berikut:
1. Analisis sebelum dilapangan yaitu analisis terhadap hasil studi
pendahuluan, atau data sekunder seperti dokumentasi, buku, jurnal,
makalah ataupun karya ilmiah lainnya.
2. Analisis selama dilapangan Model Miles and Huberman yaitu analisis
yang dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah
selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data kualitatif yang telah
didapatkan dari pengumpulan data adalah:
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Data yang diperoleh dri lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu
maka perlu di catat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin
lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks
dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data.
Merekduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
-
34
34
menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya (Sugiono,
2005:92).
2. Data Display
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay
data. Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang
terjadi, merencakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami
tersebut.
3. Conclusion Drawing/verification
Conclusion Drawing/verification adalah langkah ke tiga dalam
analisis data kualitatif. Tujuannya adalah untuk menarik kesimpulan dan
verifikasi data yang diperoleh dari pengumpulan data.
3.6 Pengujian Kredibilitas Data
Tujuan kredibilitas data adalah untuk menguji keabsahan data yang
didapatkan dari pengumpulan data guna untuk meningkatkan kepercayaan
terhadap hasil penelitian. Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif antara
lain dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian,
trigulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif dan member chek
(Sugiono, 2005: 121).
-
35
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Keadaan atau kondisi geografis ini meliputi: letak, administratif, dan luas
wilayah.
a. Keadaan Geografis
Lokasi penelitian adalah Gampong Cot Lagan termasuk wilayah Kecamatan
Woyla dengan ibu kota Kuala Bhee Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh. Luas
Kecamatan yaitu 214,5 km × 249,04 km² dengan 3 Kemukiman dan terdapat 43
Gampong, jarak ke Ibu Kota ±7 km (BPS 2012).
Batas wilayah kecamatan Woyla terdiri dari:
- Sebelah Utara berbatas dengan Kecamatan Woyla Timur
- Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Bubon
- Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Woyla Barat
- Sebalah Timur berbatas dengan Kecamatan Kaway XVI
b. Batas Adminitrasi dan Luas Wilayah
Batas adminitrasi dan Luas Gampong Cot Lagan adalah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatas Dengan Gampong Suak Tring
- Sebelah Selatan berbatas Dengan Gampong Cot Murong
- Sebelah Barat berbatas Dengan Gampong PT. BPS
-
36
36
- Sebelah Timur berbatas Dengan Gampong Terpadu
Gampong Cot Lagan yang menjadi target penelitian penulis terbagi dalam 3
dusun yaitu Dusun Melati, Dusun Ingin Jaya dan Dusun Pahlawan dengan luas
gampong 400 Hektar.
4.1.2 Sejarah Gampong Cot Lagan
Hasil wawancara penulis dengan Bapak Zainun2 tentang sejarah
Gampong Cot Lagan beliau menuturkan bahwa Gampong Cot Lagan terbentuk
sejak tahun 1950-an oleh para petani yang membuka lahan ladang untuk
menanam padi dan sumber makanan lain. Hampir sama dengan pernyataan Bapak
Len Chat3 beliau menuturkan sebutan Cot Lagan dinamai oleh Bapak Haji
begitulah sebutannya. Beliau adalah tertua Gampong pada saat itu. Nama Cot
Lagan itu asal mulanya dari sebuah bukit tumbuh batang lagan, yaitu sejenis kayu
hutan yang besar. Sedangkan Cot itu adalah daratan yang sedikit tinggi atau bukit.
Maka disebutlah Cot Lagan yang pada masa itu adalah sebuah hutan yang akan
dijadikan lahan untuk ladang oleh para petani atau pekebun. Dari situlah orang-
orang yang tadinya berladang lambat laun menetap dan berubah menjadi desa
atau kampung. Sampai menjadi pedesaan seperti saat ini.
4.1.3 Data Kependudukan Gampong Cot Lagan
Berdasarkan data yang diperoleh dari geuchik gampong jumlah penduduk
Gampong Cot Lagan adalah 268 penduduk sementara jumlah jiwa mencapai 389
2 Geuchik Gampong Cot Lagan, wawancara dilakukan pada tanggal 12 Juli 20133 Beliau merupakan putra asli Gampong Cot Lagan. Umur beliau 74 tahun dan telah menetap diCot Lagan tanpa berpindah-pindah serta sangat paham tentang seluk-beluk Gampong Cot Lagan.
-
37
37
jiwa. Jumlah penduduk laki-laki sebesar 178 jiwa dan perempuan sebesar 211
jiwa.
Tabel 1. Daftar Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Laki-lakidan Perempuan Gampong Cot Lagan Kecamatan.
Pertumbuhan penduduk di Gampong Cot Lagan pada tahun 2000 terus
menurun. Hal ini dipengaruhi oleh konflik yaitu pertikaian antara Tentara
Nasional Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang berkepanjangan
sehingga menimbulkan banyak korban jiwa terutama laki-laki. Perempuan dan
anak-anak jiga menjadi korban serta harta benda menjadi sasaran, konflik ini
terjadi sejak tahun 1998 sampai tahun 2005. Gampong Cot Lagan termasuk
daerah yang menjadi target utama Tentara Nasional Indonesia untuk mencari
anggota Gerakan Aceh Merdeka. Kemudian pada tanggal 15 Agustus 2005
NOUMURTAHUN
JENISKELAMIN
JUMLAHKETERANGAN
LK PR LK+PR1 0 – 4 9 7 162 5 – 9 7 20 273 10 – 14 16 19 354 15 – 19 9 7 165 20 – 24 15 18 336 25 – 29 9 11 207 30 – 34 17 21 388 35 – 39 14 15 299 40 – 44 23 33 5610 45 – 49 16 11 2711 50 – 54 14 12 2612 55 – 59 19 25 4413 60 – DST 10 12 22
JUMLAH 178 211 389
-
38
38
berlangsungnya Memorendum Of Understanding (MOU) yaitu kesepakatan damai
antara pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
4.1.4 Pantangan dan Anjuran pada Saat Madeung
Selama 44 hari sejak lahir, ibu bayi banyak menjalani pantangan-
pantangan, antara lain:
1. Ia harus tetap berada di kamarnya, tidak boleh berjalan-jalan apalagi
keluar rumah. Alasannya: agar rahim tidak turun, Meuburong
(diganggu Setan), lama proses penyembuhan.
2. Tidak boleh memakan telur ayam apalagi telur bebek karena akan
berbahaya dan keluar telur (peranakan/saban)
3. Tidak boleh minum air yang banyak, karena air ketuban tidak habis
keluar, air susu tidak kental, bayi bisa masuk angin.
4. Nasi yang dimakan juga tanpa gulai dan lauk pauk, atau hanya
menggunakan lada dan ikan teri yang di gongseng, karena ikan teri dan
lada merupakan bahan makanan yang ringan dan kering dan juga
sebagai pengganti cabai dan protein padahal ibu yang baru melahirkan
bembutuhkan zat gizi yang cukup.
5. Tidak boleh banyak makan buah-buahan seperti pepaya nenas bahkan
pisang, karena makan tersebut dianggap tajam dan bisa menyebabkan
bruyan (ambiyen).
6. Ibu melahirkan dan bayinya tidak boleh tinggal sendirian. Alasannya
takut diganggu setan atau makhluk halus.
-
39
39
7. Tidak boleh banyak orang masuk kedalam kamar, dan bila ada tamu yg
datang harus menunggu dulu beberapa saat diluar jangan langsung
masuk kamar, karena dapat membawa burong (setan) dan
menyababkan bayi menjadi rewel.
8. Tidak boleh terlalu banyak bergerak, terutama kedua tangan, karena air
susu tidak keluar atau tidak normal.
9. Ibu diwajibkan banyak minum ramuan- ramuan obat tradisional karena
dipercaya dapat membantu penyembuhan.
10. Tidak boleh makan protein seperti ikan laut, telur dan jenis-jenis
makanan yang banyak mengandung lemak. Alasannya: lama
penyembuhan rahim, bisa bernanah dan bisa terjadi alergi pada ibu..
11. Tidak boleh terlalu banyak tidur. Alasannya: takut udema (basoe).
12. Perut diikat atau dibalut sehari sekali dengan menggunakan daun obat
tradisional seperti daun nawah (daun jarak) dan leungeng kaye.
Tujuannya untuk mencegah kulit perut menjadi melar setelah
melahirkan.
13. Dan setiap hari ibu diharuskan mengolesi ramuan kunyit.
14. Di atas kuburan ari-ari harus selalu dihidupkan api agar ari-ari tersebut
tidak dimakan binatang seperti serangga dan lain – lain. Karena
menurut kepercayaan apabila ari-ari tersebut dimakan semut maka bayi
menjadi rewel.
15. Dan lain-lain
-
40
40
4.1.5 Profil Informan
Tidak semua ibu-ibu menjadi subjek penelitian hanya beberapa ibu yang
sudah pernah melahirkan (informan pokok) dan pernah menjalani ritual madeung
serta mablin dan tokoh desa sebagai juru kunci (key informan) yang menjadi
subjek penelitian. Informan kunci adalah informan yang pertama kali dijumpai
untuk memperoleh data atau informasi yang berkaitan dengan madeung
sedangkan informan pokok merupakan ibu-ibu dan para orang tua guna ditanyai
pengalaman dan kesan serta kepatuhan terhadap tradisi yang sudah turun-temurun
ini.
Karena penelitian kualitatif menuntut suatu penggalian informasi yang
mendalam berkaitan dengan objek atau permasalahan penelitian, oleh sebab itu
tidak memungkinkan untuk mengambil subjek penelitian dengan jumlah yang
banyak. Pada penelitian ini peneliti memilih beberapa informan yang bertujuan
untuk menggali informasi yang terkait tentang madeung. Informan dalam
penelitian sangat penting guna memperoleh informasi mengenai hal – hal yang
menyangkut masalah yang akan di teliti. Dalam penelitian ini peneliti memilih
informan sebanyak 10 orang, diantranya 2 orang sebagai makblin, 6 orang ibu
yang sudah pernah menjalani masa madeung atau sudah pernah melahirkan dan 2
orang tokoh gampong.
-
41
41
4.2 Pembahasan
4.2.1 Tentang Pantangan
Menurut ibu Hamidah4 madeung telah memberikan manfaat yang luar
biasa terutama tenaga setelah melahirkan dan juga membuat tubuh menjadi
ramping, tidak mudah lelah. Selama beliau melahirkan anak selalu mengikuti
tradisi madeung ini tanpa melewatkan 1 pantangan dan anjuran.
Berikut cuplikan hasil wawancara dengan dengan ibu Hamidah:
“ Karena saya sudah berpengalaman waktu melahirkan anak pertama saya dan
menjalani madeung sehingga pada anak berikutnya saya juga menjalani
madeung. Menurut saya madeung itu bagus untuk mengembalikan tenaga tubuh
saya”
Tidak boleh memakan telur ayam apalagi telur bebek karena akan
berbahaya dan keluar telur (peranakan). Menurut ibu Aminah, beliau
mempercayai hal itu karena apabila telur dikonsumsi maka akan keluar seperti
bisul di daerah kepala (saban). Padahal telur banyak mengandung protein dan
lemak yang sangat dibutuhkan tubuh untuk perkembangan dan pertumbuhan. Hal
ini tentu perlu diberikan pemahaman lagi yang lebih mendalam tentang gizi dan
manfaatnya.
4 Ia berumur 46 Tahun, berliau sudah berpengalaman dalam hal madeung. Merupakan pendudukasli Gampong Cot Lagan dan sudah bertahun-tahun berdomisili di Gampong Cot Lagan.Wawancara dilakukan pada tanggal 2 Agustus 2013.
-
42
42
Berikut hasil wawancaranya:
“telur ayam tidak boleh dimakan karena akan tumbuh saban (seperti bisul
didaerah kepala”
Tidak boleh minum air yang banyak, karena air ketuban tidak habis keluar,
air susu tidak kental, bayi bisa masuk angin. 70% dari tubuh kita adalah air, kita
membutuhkan air yang cukup untuk metabolisme tubuh kita. Bayangkan jika
hanya minum air kurang dari 1 (satu) liter per hari. Tentu metabolisme tubuh akan
terganggu, akibatnya bisa menimbulkan berbagai penyakit, selain susah BAB juga
dapat memicu terjadinya wasir.
Hal ini diakui oleh mak blin, mimi dan eva, berikut cuplikan
wawancaranya:
“pada saat menjalani madeung tidak diblehkan minum air yang banyak,
kalau biasanya 2 gelas setiap makan maka harus dikurangi 1 bahkan setengah
gelas setiap makan”
Nasi yang dimakan porsinya dikurangi, apabilah sebelum melahirkan
porsinya 1 piring maka setelah melahirkan haruslah setengahnya atau ditakar
dengan muk air. Sembari makan perut harus terus diikat. Nasi yang dimakan juga
tanpa gulai dan lauk-pauk. Ikan yang berduri tidak boleh dimakan seperti udang
karena perut tidak akan sembuh. Sebagai lauk digantikan dengan menggunakan
lada dan ikan teri yang digonseng, karena ikan teri dan lada merupakan bahan
makanan yang ringan dan kering dan juga sebagai pengganti cabai dan protein.
Ibu yang sedang madeung dianjurkan unuk tidak banyak mengonsumsi
karbohidrat dan protein terutama dari nasi dan ikan-ikan serta telur. Jumlah nasi
-
43
43
yang dimakan ditakar setiap harinya, apabila hari pertama pasca melahirkan ibu
diberi makan 1 mangkuk kecil nasi dan setengah gelas air putih maka seterusnya
selama masa madeung jumlah air dan nasi haruslah tetap sama. Hal ini dipercaya
mempercepat penyembuhan perut rahim serta perut menjadi langsing dan tidak
melar. lauk-pauk tidak hanya mengandung karbohidrat dan protein tetapi juga
mengandung lemak. Lemak dibutuhkan tubuh untuk energi cadangan akan tetapi
lemak yang berlebih tentu dapat berdampak tidak baik bagi kesehatan. Disamping
itu ibu madeung juga tidak membutuhkan sumber energi dalam jumlah yang
banyak karena tidak dalam keadaan bekerja biasanya hanya istirahat dan
berbaring saja. Apabila dilihat dari sisi kesehatan tentu sangat merugikan ibu dan
juga bayinya. Ibu membutuhkan cukup sumber gizi untuk air susu yang akan
diberikan kepada bayinya. Apabila ibu tidak mendapatkan gizi yang cukup tentu
kualitas air susu akan berkurang. Sementara susu dibutuhkan bayi untuk
perkembangan dan pertumbuhannya. Maka haruslah diimbangi jangan terlalu
banyak juga jangan dikurangi sumber makanan untuk ibu yang sedang madeung.
Akan lebih baik banyak mengkonsumsi protein yang dapat meningkatkan
kecerdasan anak.
Dari hasil wawancara dengan Mak Ning, Ramlah dan Endang
menyatakan:
“ selama menjalani madeung kami diberikan nasi dan air sangat sedikit
oleh orang tua kami alasannya supaya cepat sembuh”
-
44
44
Tidak boleh banyak makan buah-buahan seperti pepaya nenas bahkan
pisang, karena makan tersebut dianggap tajam dan bisa menyebabkan bruyan
(ambiyen).
Berikut hasil wawancara dengan ibu aminah:
“Boh aneuh ngen boh pisang hanjeut tapajoh seubab boeh aneuhnyan
tajam, boh pisang meunanoh prut”buah nenas dan pisang tidak boleh dimakan
karena nenas itu tajam dan pisang itu dapat menimbulkan nanah diperut”
Buah banyak mengandung serat untuk membantu metabolisme tubuh.
Buah nenas banyak mengandung Vit. C akan tetapi dikenal cukup tajam bagi
perut kita. Maka dapat diganti dengan buah yang lainnya seperti jeruk dan lain-
lain.
4.2.2 Tentang Anjuran
Ditangeh merupakan bagian yang penting dalam prosesi madeung.
Ditangeh adalah teknik tradisional yang bertujuan untuk mengeluarkan keringat
dalam tubuh. Adapun tata cara pelaksanaannya ada dua tergantung keinginan yang
melaksanakannya. Pertama ibu yang sedang madeung dibalut dengan tikar
sembari dihidupkan api. Setelah itu ibu madeung duduk dekat dan menghadap api
serta dengan posisi jingkung/jongkong. Kedua, ibu madeung tetap dibalut dengan
tikar hanya saja api tersebut diganti dengan periuk berisi air mendidih. Teknik
pelaksanaannya tetap sama yaitu dengan cara jongkok dan menghadap air yang
panas tersebut, jarak antara periuk dan tubuh disesuaikan dari panas yang
dirasakan ibu-ibu madeung. Kedua teknik ini bertujuan untuk mengeluarkan
keringat dalam tubuh, yang dipercaya keringat tersebut mengandung penyakit.
-
45
45
Hal ini diakui oleh Ibu Ramlah5, menurutnya menjalini proses ditangeh memang
sedikit sulit dan memberatkan karenanya banyak orang sekarang menjalani
madeung dengan tidak sempurna atau melawati bagian penting seperti ditangeh
ini.
Berikut hasil wawancara dengan ibu Ramlah tentang pengalamannya
selama ditangeh dan ibu aminah”
“Saya pernah ditangeh yaitu dibalutkan dengan selembar tikar tanpa
menggunakan busana, kemudian menjongkok di atas api kecil sampai
mengeluarkan keringat yang banyak. Setelah itu badan saya menjadi lebih
nyaman.”
“bagian dada ditutup dengan pelepah pinang dan dibalut dengan tikar
kemudian berdiri di atas api sampai keringat mengalir agar tidak menjadi
penyakit”
Dewasa ini telah banyak praktek-praktek yang hampir serupa dengan
tangeh dalam prosesi madeung yang dianggap lebih modern, seperti sauna,
ceragem, heating stone, spa, dan lain-lain. Praktek-praktek tersebut dianggap
trend dan modern, padahal kita harus merogoh kocek untuk mengeluarkan uang
dalam jumlah yang tidak sedikit. Banyak dari kita yang hanyut mengikuti praktek
mewah dan berlabel, yang dianggap bergengsi. Padahal cara-cara yang dilakukan
di tempat itu, hanyalah mengadopsi dari teknik yang telah lama ditemukan dan
telah dilakukan oleh nenek moyang (endatu) di bumi serambi Mekkah ini.
5 Ibu satu anak berumur 22 tahun. Merupakan penduduk asli dan berdomisili Di Gampong CotLagan dan pernah menjalani ritual madeung.Wawancara dilakukan pada tanggal 14 Agustus 2013
-
46
46
Ibu diwajibkan banyak minum ramuan- ramuan obat tradisional karena
dipercaya dapat membantu penyembuhan. Banyak manfaat yang didapatkan dari
ramuan-ramuan tradisional, selain alami yaitu tidak melalui proses kimia, ramuan
tradisional juga tanpa bahan pengawet dan juga mudah didapatkan dan murah.
Akan tetapi sisi negatifnya yaitu dosis tidak diketahui, kurang steril tanpa
pemeriksaan terhadap elerrgi obat dal lain-lain.
Berikut hasil wawancara dengan Mak blin mengenai ramuan dan obat-
obatan tradisional yang diberikan pada saat madeung:
“ Jahe dan air diberikan pada saat mau melahirkan, setelah lahir
diberikan telur ayam kampung untuk mempercepat keluar ari-ari”
Perut diikat atau dibalut sehari sekali dengan menggunakan daun obat
tradisional seperti daun nawah (daun jarak) dan leungeng kaye. Tujuannya untuk
mencegah kulit perut menjadi melar setelah melahirkan. Perut yang diikat terus
menerus akan membuat perut menjadi kecil dan langsing sembari dikurangi
jumlah makanan setiap harinya. Akan tetapi diikat terus-terus dapat menyebabkan
percernaan terganggu dan juga memberi rasa sakit pada perut yang diikat.
Di atas kuburan ari-ari harus selalu dihidupkan api agar ari-ari tersebut
tidak dimakan binatang seperti serangga dan lain-lain. Karena menurut
kepercayaan apabila ari-ari tersebut dimakan semut maka bayi menjadi rewel.
Hal ini diakui oleh Ibu Sanan6 karena apabila api tidak dihidupkan maka jika
6 Berusia 72 tahun dan merupakan penduduk asli Cot Lagan dan berdomisili di Gampong. Iacukup paham tentang seluk beluk madeung. Ritual tersebut selaku dilakukan setiap beliaumelahirkan. Wawancara dilakukan pada tanggal 15 Agustus.
-
47
47
diganggu oleh hewan dan serangga maka anak akan rewel. Hal ini pernah terjadi
pada beliau.
4.3 Manoe Peut Ploh Peut (Mandi Suci)
Setelah ibu madeung mencapai 44 hari terhitung mulai hari persalinan
maka dilakukanah mandi aweuh peut ploh peut atau mandi suci. Menurut ibu
Aminah, beliau menuturkan tentang mandi suci ibu nifas yaitu dimandikan pada
hari 13 menjelang 14 dan sekali lagi pada hari 43. Mandi Peut Ploh Peut ini
merupakan mandi suci pada hari ke 44 yaitu pada saat habis masa Madeung.
Adapun yang memandikan ini adalah makblin itu sendiri disertai doa mandi nifas
setelah itu dianjurkan untuk berwudhu. Pada saat menginjak tanah diwajibkan
untuk memberikan salam karena tanah diibaratkan ibu bagi kita.
Berikut hasil wawancara dengan Mak blin mengenai doa turun tanah:
“Bunyi dari doa tersebut adalah asalammuala Ibu ku bumi ulon meutiti di
ateuh gata, silangkah dua langkah neupeumeah wahe poma. Apabila doa ini
tidak dilafalkan maka tanah akan berteriak karena tubuh kita masih dalam
keadaan kotor. Pada saat mandi juga diharuskan memberikan salam pada air
Assamualaikum ibu ku air ulon meusuci dengon gata’’
4.4 Tradisi Pemberian Pisang dan Madu
Setelah bayi baru lahir sudah menjadi kebiasaan mengoleskan madu dibibir
bayi dan diberikan pisang. Karena menurut paham masyarakat dulu pisang
merupakan makanan yang ideal untuk bayi. Di Gampong Cot Lagan pemberian
-
48
48
madu tidak selalu dilakukan dikarnakan madu sedikit sulit didapatkan. Namun
praktek pemberian pisang masih banyak diikuti oleh ibu-ibu bayi.
Menurut Nek Keude pemberian pisang pada bayi dapat membuat bayi menjadi
lebih tenang, badan bayi tidak lembek dan tidak menangis dimalam hari.
Menurut Nek Keude ASI saja tidak cukup untuk bayi karena bayi masih lapar
sehingga harus diberikan makanan tambahan. apalagi ibu dari cucunya yang baru
lahir air susunya tidak keluar sehingga mendukung untuk pemberian susu formula
dan juga pisang. Pisang yang diberikan dikerok sampai teksturnya menjadi halus
kemudian diberikan kepada bayi.
Berikut hasil wawancaranya:
“nyo hana tajok boh pisang han ek ta meujaga malam di moe sabe ( kalau
misalnya tidak dikasih pisang, bayi akan menangis terus sepanjang malam dan
tidak sanggup bergadang”
Beliau mengakui bahwa pisang sangat tidak dianjurkan oleh bidan medis,
akan tetapi diberikan secara sembunyi dari bidan yang melarangnya.
Berikut cuplikan wawancara dengan ibu liza:
“pada saat anak saya lahir langsung diberikan pisang oleh ibu saya agar bayi
tidak menangis karena kelaparan. Meskipun bidan tidak mebolehkan”
Sedikit perbeda dengan pendapat yang di utarakan oleh Mak ning, berikut
hasil wawancaranya.
-
49
49
“saya tidak langsung memberi pisang kepada anak saya karena saya
mengikuti ajaran oleh Bidan Puskesmas, katanya pisang tidak cocok untuk bayi
baru lahir”
Adapun tatacara pemberian ASI pertama harus dibarengi dengan doa. Berikut
hasil wawancara dengan ibu Abidah”
“dooanya adalah Summumbuhmum uunyumfahum layubsirum”
Pada saat madeung tangan tidak boleh diangkat keatas bahkan untuk menyisir
rambut saja tidak boleh dilakukan sendiri kecuali disisir oleh orang lain karena
akan keluar benjolan menyerupai payudara di area ketiak. Nekdan (mak blin)
setiap tiga hari pertama pasca melahirkan akan mengurut dengan air hangat untuk
membatu mengeluarkan air susu.
Gambaran perilaku diatas merupakan bukti bahwa masih banyaknya
masyarakat yang mengikuti tradisi pemberian pisang pada bayi karena percaya
bahwa pisang itu cukup baik untuk bayi apalagi perilaku ini diajarkan oleh nenek
moyang secara terus-menerus dan menurut mereka pemberian pisang membuat
tubuh menjadi kuat.
Menurut Budi Purnomom; 2004 (dikutip dalam tesis Afifah, masih banyak
orang tua yang kurang paham akan hal tersebut, yang diterapkan justru pola yang
ada dalam keluarga dan sudah turun-temurun dilakukan. Padahal resikonya tidak
sedikit juka bayi diberikan makanan tanpa melalui tahapan. Pemberian pisang dan
nasi bisa menyebabkan gangguan pada usus, misalnya usus tersumbat atau
melintir, diding dalam usus berisi jont-jont usus yang didalamnya berisi enzim
dengan fungsi mengolah makanan yang masuk dalam saluran usus. Bayi usia
-
50
50
kurang enam bulan biasanya masih sedikit enzimnya, jonjotnya belum sempurna,
alhasil makanan yang masuk tidak diolah Cuma memberi rasa kenyang tapi tidak
diserap karena enzim yang bertugas mencerna masih kurang. Kalau keadaanya
parah bisa terjadi perforasi atau kebocoran, bahkan bisa pecah karena makanan
padat menumpuk dan tidak bisa hancur di usus.
4.5 Peran Mak Blin dalam Masyarakat
Pada umumnya tiap-tiap satu desa minimal ada seorang bidan
Gampong/mak blin. Mak blin bertugas untuk mengawasi ibu sejak hamil. Pada
usia kehamilan 5-7 bulan biasanya seseorang ibu yang menghendaki
persalinannya ditolong oleh mak blin maka ibu tersebut datang dan menjumpai
mak blin dengan membawa beras 1 bambu dan 1 ekor ayam. Tujuannya tak lain
supaya kelak persalinanya ditolong makblin tersebut dan memberitahukan usia
kandungan agar mak blin dapat mengamati juga cepat dalam membantu
persalinan.
Oleh karena mak blin merupakan penduduk dalam 1 daerah atau desa
maka akses antara makblin dengan ibu yang akan bersalin semakin dekat.
Sehingga dapat menolong persalinan dengan cepat. Karena masih banyaknya
masyarakat yang enggan melahirkan di Puskesmas atau sarana kesehatan yang
lain dengan berbagai alasan. Sekarang ini mak blin dibekali ilmu untuk membantu
persalinan oleh Dinas Kesehatan melalui penataran untuk membentu kelahiran di
Gampong. Mak blin tidak sendiri dalam menolong peralinan akan tetapi ada bidan
yang mendampingi sehingga jika ada persalinan yang tidak mampu ditangani
maka maka Bidan/Tenaga Kesehatan akan lebih tanggap dalam menyikapi
-
51
51
masalah yang ada sesuai diagnosanya. Misalnya apabila terjadi pendarahan maka
harus segera di rujuk. Mak blin dan Bidan medis sekarang merupakan mitra dalam
membantu persalinan. Menurun ibu Aminah7 walaupun ia seorang mak blin yang
sudah bertahun-tahun, sekarang ini beliau enggan membantu persalinan apabila
tidak didampingi oleh tenaga medis.
Berikut cuplikan wawancaranya:
“Saya hanya melakukan semampu dan sesuai dengan hak saya dan
berdasarkan ilmu saya yang diluar jalur medis, selebihnya saya serahkan
sepenuhnya pada bidan medis,”
Fungsi bidan medis adalah memeriksa pembukaan mulur rahim,
menyuntik vitamin dan menyambut kelahiran, memotong tali pusat, memandikan
bayi hingga membedong bayi dan terus memantau kesehatan ibu hingga hari ke
empat pasca melahirkan. Sedangkan tugas Mak blin adalah memeriksa perut ibu
jika ada bayi yang sungsang itu bisa di urut untuk dikembalikan bayi ke posisi
yang normal hanya bisa dilakukan pada usia tiga bulan hingga usia kehamilan
tujuh bulan, karena jika usia kehamilan diatas tujuh bulan bayi sudah besar dan
susah dikembalikan ke posisi normal.
4.6 Manfaat dan Sisi Negatif Madeung
Dewasa ini telah banyak praktek-praktek yang hampir serupa dengan
madeung yang dianggap lebih modern, seperti sauna, ceragem, heating stone, spa,
dan lain-lain. Praktek-praktek tersebut dianggap trend dan modern, padahal kita
7 Beliau berusia 60 tahun. Berprofesi sebagai Daula/Mablin yang telah bekerja kurang lebih 27tahun dalam membantu kelahiran bayi di Gampong Cot Lagan. Wawancara ini dilakukan padatanggal 27 Juli 2013.
-
52
52
harus merogoh kocek untuk mengeluarkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit.
Banyak dari kita yang hanyut mengikuti praktek mewah dan berlabel, yang
dianggap bergengsi. Padahal cara-cara yang dilakukan di tempat itu, hanyalah
mengadopsi dari teknik yang telah lama ditemukan dan telah dilakukan oleh
nenek moyang kita yaitu Madeung. Ini merupakan manfaat yang nyata yang
sering tidak kita sadari. Akan tetapi, dalam prakteknya juga mengandung unsur-
unsur negatif bila di kaitkan dengan kesehatan.
4.7 Obat Selama Menjalani Madeung
Pada saat ibu akan dimandikan pasca melahirkan makan akan dimandikan
yang dinamai Manoe Wiladah (mandi wiladah). Ibu dimandikan oleh Nekdan
menggunakan air yang sudah direbus dengan daun jeruk purut, jeruk nipis dan
lain-lain. Kemudian untuk membersihkan bagian yang luka menggunkan air
rebusan majagani agar cepat mengkerut dan sembuh. Kemudian setalah mandi
perut dioleskan air kapur dan jeruk nipis setelah itu perut diikat untuk
mengembalikan kulit perut seperti sebelumnya.
Lengkuas, jahe dan ketan digongseng sampai hitam kemudian digiling dan
dioleskan diatas perut. Sesekali diletakkan batu-bata panas yang dibalut kain agar
mengurangi rasa panas selanjutnya diletakkan diatas perut.
Obat yang diminumkan terdiri dari air kunyit dan jeura eungkot serta air
asam upaya menyembuhkan bagian dalam rahim. Kemudian ada juga dari jenis
daun-daunan seperti Oen Jaloh, oen Jempa Oen peudeng itam deremas kemudian
dimunim airnya setiap pagi.
-
53
53
Setelah hampir empat puluh hari obat yang diberikan adalah haweuh peut-
ploh peut yang terdiri dari banyak sekali jenis obat. Obat ini sekarang sangat
mudah didapatkan karena sudah dijual dalam bentuk yang sudah dikemas menjadi
satu bagian. Obat ini diberikan pada saat obat yang lain sudah habis, dan
merupakan penutupan dari obat-obat yang sudah digunakan.
-
54
54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang perilaku
madeung maka dapat disimpulkan bahwa hampir semua ibu yang sudah
pernah melahirkan menjalani prosesi madeung. Akan tetapi tidak semua ibu-
ibu mematuhi pantangan dan anjuran selama madeung. Reaksi yang diberikan
terhadap pantangan dan anjuran madeung berbeda-beda, alasannya tergantung
kepatuhan serta kemauannya dalam menyikapi setiap aturan, kepercayaan dan
mitos yang ada dalam madeung. Karena banyak yang mengakui apabila
melanggar pantangan dan anjuran mereka cenderung takut dengan akibat
yang akan ditimbulkan dikemudian hari dari pengakuan nenek-nenek dan
para orang tua yang sudah pernah mempunyai pengalaman sebelumnya
tentang madeung.
Perilaku madeung pada dasarnya mengandung dua asumsi yaitu
positif dan negatif. Setiap bagian dari pelaksanaan madeung mengandung
banyak unsur positif, secara tidak langsung menjadi alternatif pengobatan
bahkan menjadi dasar banyak pengobatan modern seperti sauna, mandi uap
dan lain. Akan tetapi dalam pantangannya perlu dibarengi dengan
pengetahuan kesehatan yang cukup agar kebutuhan makanan dan gizi dapat
terpenuhi.
-
55
55
5.2 Saran
1. Disarankan kepada ibu-ibu yang baru melahirkan dan akan menjalani
ritual madeung agar mempunyai ketegasan sendiri dalam menentukan
pilihannya mengenai kesehatan diri, terutama menyangkut kecemasan
terhadadap pantangan dan anjuran yang harus dilakukan.
2. Ada baiknya ibu nifas berkonsultasi dengan tenaga kesehatan seperti
Bidan menyangkut kesehatan diri, baik makanan, kebersihan bahkan
bagian mana yang diperbolehkan mengikuti anjuran madeung.
-
56
56
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2006, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi RevisiVI. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Eka, S dan Inayatillah (ed) 2009, Perempuan Dalam Masyarakat Aceh :Memahami Beberapa Persoalan Kekinian, Logika – Arti – Puslit IAINAr-Raniry, Banda Aceh.
Hadari, Nawawi, 1987, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta : Gajah MadaUniversity Press.
Mulyana Deddy. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT RemajaRosdakarya.
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : RinekaCipta.
Notoatmodjo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet.ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010. Meodelogi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta
Sugiono. 2012. Metode Penelititian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung :Alfabeta
Sugiono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta
Siswono. 2001, Makanan Tambahan Buatan Sendiri yang Meragukan. MediaIndonesia : Jakarta
Skripsi/Tugas akhir Devie Yusmeta dengan judul Perempuan Aceh dalam MitosKehamilan tahun 2012 FKM-UTU
Tesis Afifah dengan Judul Inisiasi Menyusu Dini dan Pemberian Air Susu IbuEksklusif di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun2009 FKM-USU
http://tambeh.wordpress.com/2010/12/24/sale-dan-madeueng-dalam-tradisi-pengobatan-di-aceh/ (Catatan: 1. Sumber, Harian Serambi IndonesiaBanda Aceh, Minggu, 5 Desember 2010, halaman Budaya). * T.A.Sakti, pemerhati obat tradisional.
http://lensa.unmuha.ac.id/index.php/component/content/article/40-liputan-khusus/119-tradisi-sale-dan-madeungOleh : Nurul Izzatilensaummuha, 27November 2011, diaksestanggal 11 Maret 2013
-
57
57
http://dewasastra.wordpress.com/tag/perilaku-adalah/ . dewasastra diakses padatanggal 23 Desember 2012
http://catatankuliahnya.wordpress.com/2008/12/16/ilmu-perilaku/, 23 Desember2012 oleh Nilna R.Isna, diakses pada tanggal
http://kbbi.web.id/perempuan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamusversi online/daring (dalam jaringan), diakses tanggal 4 april 2013
http://www.geocities.ws/klinikikm/pendidikan-perilaku/domain-perilaku.htmdiakses tanggal 4 April 2013.