osmoregulasi

13
OSMOREGULASI Konponen utama penyusun tubuh hewan adalah air, yang jumlahnyamencapai 60-95% dari berat tubuh hewan. Air tersebar pada berbagai bagian tubuh, baik di dalam sel (sebagai cairan intrasel:CIS), maupun diluar sel (sebagai cairan ekstrasel:CES). CES sendiri tersebar pada berbagai bagian tubuh. Dalam CES terlarut berbagai macam zat, meliputi berbagai macam ion, sisa metabolisme sel, hormon. Konsentrasi setiap jenis zat dalam tubuh dapat berubah setiap saat, tergantung pada berbagai faktor. Sekalipun demikian hewan harus mampu mempertahankan keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut pada tingkatan yang tepat. Mekanisme untuk mengatur jumlah air dan konsentrasi zat terlarut disebut osmoregulasi. Jadi osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut yang ada dalam tubuh hewan. Pentingnya osmoregulasi bagi hewan Proses inti dalam osmoregulasi adalah osmosis. Osmosis adalah pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi (yang lebih encer) menuju ke cairan yang mempunyai kandungan air lebih rendah ( yang lebih pekat). Osmosis baru akan berhenti apabila kedua larutan mencapai konsentrasi yang sama.Apabila keadaan ini telah tercapai , berarti kedua larutan sudah mencapai kondisi isotonis. Istilah isotonis sering digunakan untuk menyebut dua macam larutan yang mempunyai tekanan osmotik sama (isoosmotik). Istilah tersebut sering digunakan pada saat membahas tekanan osmotik dua macam cairan, misalnya tekanan osmotik pada cairan di dalam dan di luar sel atau antara cairan tubuh dan air laut. (lingkungan hdup hewan} Jika suatu larutan mempunyai konsentrasi osmotik lebih tinggi, tekanan osmotiknya juga lebih tinggi. Larutan yang mempunyai konsentrasi osmotik lebih tinggi daripada larutan yang lain disebut larutan hiperosmotik. Sebaliknya larutan yang mempunyai konsentrasi omotik lebih rendah daripada larutan lainnya dinamakan larutan hipoosmotik. Sedangkan istilah tonisitas mengacu pada tanggapan suatu sel, jika sel tersebut diletakkan dalam larutan yang berbeda.

Upload: rizkafsorigi

Post on 10-Feb-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

perikanan

TRANSCRIPT

Page 1: OSMOREGULASI

OSMOREGULASI

Konponen utama penyusun tubuh hewan adalah air, yang jumlahnyamencapai 60-95% dari berat tubuh hewan. Air tersebar pada berbagai bagian tubuh, baik di dalam sel (sebagai cairan intrasel:CIS), maupun diluar sel (sebagai cairan ekstrasel:CES). CES sendiri tersebar pada berbagai bagian tubuh. Dalam CES terlarut berbagai macam zat, meliputi berbagai macam ion, sisa metabolisme sel, hormon. Konsentrasi setiap jenis zat dalam tubuh dapat berubah setiap saat, tergantung pada berbagai faktor.

Sekalipun demikian hewan harus mampu mempertahankan keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut pada tingkatan yang tepat. Mekanisme untuk mengatur jumlah air dan konsentrasi zat terlarut disebut osmoregulasi. Jadi osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut yang ada dalam tubuh hewan.

Pentingnya osmoregulasi bagi hewan

Proses inti dalam osmoregulasi adalah osmosis. Osmosis adalah pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi (yang lebih encer) menuju ke cairan yang mempunyai kandungan air lebih rendah ( yang lebih pekat). Osmosis baru akan berhenti apabila kedua larutan mencapai konsentrasi yang sama.Apabila keadaan ini telah tercapai , berarti kedua larutan sudah mencapai kondisi isotonis. Istilah isotonis sering digunakan untuk menyebut dua macam larutan yang mempunyai tekanan osmotik sama (isoosmotik). Istilah tersebut sering digunakan pada saat membahas tekanan osmotik dua macam cairan, misalnya tekanan osmotik pada cairan di dalam dan di luar sel atau antara cairan tubuh dan air laut. (lingkungan hdup hewan}

Jika suatu larutan mempunyai konsentrasi osmotik lebih tinggi, tekanan osmotiknya juga lebih tinggi. Larutan yang mempunyai konsentrasi osmotik lebih tinggi daripada larutan yang lain disebut larutan hiperosmotik. Sebaliknya larutan yang mempunyai konsentrasi omotik lebih rendah daripada larutan lainnya dinamakan larutan hipoosmotik. Sedangkan istilah tonisitas mengacu pada tanggapan suatu sel, jika sel tersebut diletakkan dalam larutan yang berbeda. Jadi penentuan sifat suatu larutan/ cairan sebagai cairan hipotonis, hipertonis, isotonis.

Mengapa hewan harus melakukan osmoregulasi? Alasan utamanya ialah karena perubahan keseimbangan jumlah air dan zat terlarut di dalam tubuh memungkinkan terjadinya perubahan arah aliran arah aliran air/zat terlarut menuju ke arah yang tidak diharapkan. Misalnya, dalam keadaan tertentu air di dalam sel epitel tubulus ginjal seharusnya bergerak dari sel tersebut ke pembuluh darah. Akan tetapi karena tonisitas atau tekanan osmotik pada bagian tersebut tidak dipertahankan dengan baik, kemungkinan air akan bergerak ke arah yang tidak diharapkan, misalnya ke lumen tubulus ginjal dan selanjutnya dikeluarkan dari ginjal. Hal ini dapat menyebabkan hewan kehilangan air secara berlebihan, dan kondisi ini tidak diharapkan. Dari contoh tersebut, jelas bahwa perubahan tekanan osmotik dapat menyebabkan perubahan arah aliran air/ zat terlarut, yang mungkin berdampak tidak baik terhadap fungsi maupun struktur sel. Dengan demikian hewan harus mengadakan osmoregulasi agar cairan di dalam tubuhnya tetap dalam keadaan homeostasis osmotik. Akan tetapi kenyataan menunjukkan tidak semua hewan dapat melakukan osmoregulasi dengan baik. Hewan yang mampu melakukan osmoregulasi dengan baik disebut hewan

Page 2: OSMOREGULASI

osmoregulator. Apabila tidak mampu mempertahankan tekanan osmotik di dalam tubuhnya, hewan harus melakukan berbagai penyesuaian (adaptasi) agar dapat bertahan di tempat hidupnya. Hewan yang memperlihatkan kemampuan demikian dinamakan hewan osmokonformer. Adaptasi dapat dilakukan oleh hewan osmokonformer, sepanjang perubahan yang terjadi dilingkungannya tidak terlalu besar dan masih ada pada kisaran toleransi yang dapat diterimanya. Jika perubahan keadaan lingkungan terlalu besar, osmokonformer kemungkinan tidak dapat bertahan hidup di tempat tersebut, dan kemungkinan akan mati. Atau dapat berpindah tempat/migrasi untuk mencari lingkungan yang lebih sesuai.

Setiap jenis lingkungan memberikan berbagai faktor pendukung khas bagi hewan yang hidup di dalamnya, sekaligus mengandung ancaman tertentu yang dapat membahayakan kehidupan hewan. Demikian pula kemampuan dan jenis organ tubuh yang dimiliki setiap hewanpun berbeda. Oleh karena itu mekanisme osmoregulasi yang dilakukan hewan juga berbeda-beda, dan menunjukkan adanya variasi yang sangat luas. Hal yang pasti bahwa cara yang dilakukan hewan sepenuhnya tergantung pada kemampuan dan alat/ organ osmoregulasi yang dimiliki, serta keadaan lingkungan masing-masing.

Osmoregulasi pada ikan yang hidup di lingkungan air laut

Elasmobranchii cairan tubuh ikan umumnya memiliki tekanan osmotik lebih besar dari sekitarnya karena karena isi urea tinggi dan TMAO dalam tubuh (bukan sebagai garam). Karena cairan tubuh yang hiperosmotik terhadap lingkungannya, kelompok ikan ini cenderung menerima air melalui difusi, terutama melalui insang. Untuk menjaga tekanan osmotiknya, kelebihan air dikeluarkan sebagai urin. Reabsorpsi urea di ginjal tubuli juga merupakan upaya dalam menjaga tekanan osmotik tubuhnya. Permukaan tubuh relatif impermiable mencegah masuknya air dari lingkungan ke dalam tubuhnya.

Kebanyakan hewan laut osmokonformer, ditandai dengan adanya konsentrasi osmotik cairan tubuhnya yang sama dengan air laut tempat hidup mereka. Hal ini berarti bahwa mereka berada dalam keseimbangan osmotik dengan lingkungannya ( tidak ada perolehan atau kehilangan air ). Akan tetapi ini bukan berarti bahwa mereka berada pada keseimbangan ionik. Jadi antara air laut dan cairan di dalam tubuh ikan terdapat perbedaan komposisi ion, yang akan menghasilkan gradien konsentrasi. Dalam keadaan demikian, ikan memiliki peluang untuk memperoleh masukan ion tertentu dari air laut, apabila konsentrasi ion tersebut di laut lebih tinggi daripada yang terdapat di dalam tubuh ikan. Pemasukan ion tersebut akan membuat cairan tubuh hewan menjadi hiperosmotik di banding air laut, dan keadaan tersebut akan menyebabkan terjadinya pemasukan air ke dalam tubuh ikan. Dengan cara demikian ikan osmokonformer dapat memperoleh masukan berbagai macam zat yang dibutuhkannya.Konsentrasi osmotik plasma ikan laut pada umumnya mendekati sepertiga dari konsentrasi osmotik air laut. Dengan demikian mereka adalah regulator hipoosmotik.

Teleostei laut, yang mempunyai cairan tubuh hipoosmotik terhadap air laut, mempunyai mekanisme adaptasi tertentu yang bermanfaat untuk menghindari kehilangan air dari tubuhnya. Pada hewan ini kehilangan air dari tubuhnya terutama terjadi melalui insang. Sebagai penggantinya, hewan ini akan minum air laut dalam jumlah banyak. Namun cara tersebut menyebabkan garam yang ikut masuk ke

Page 3: OSMOREGULASI

dalam tubuh menjadi banyak pula. Kelebihan garam ini harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Pengeluaran kelebihan garam dalam jumlah besar dilakukan melalui insang, karena insang ikan mengandung sel khusus yang disebut sel klorit. Sel klorit adalah sel yang berfungsi untuk mengeluarkan NaCl dari plasma ke air laut secara aktif

Pada Elasmobranchii memiliki masalah berupa pemasukan Na+yang terlalu banyak ke dalam tubuhnya ( melalui insang ). Untuk mengatasi masalah tersebut, elasmobrankhii menggunakan kelenjar khusus, yaitu kelenjar rektal, yang sangat penting untuk mengeluarkan kelebihan Na+ secara aktif. Kelenjar rektal merupakan kelenjar khusus yang terbuka ke arah rektum dan menyekresikan cairan yang kaya NaCl. Masalah lain yang dihadapi elasmobrankhii ialah adanya perolehan air yang terlalu sedikit. Untuk mengatasinya hewan menghasilkan sedikit urin. Sekalipun hanya sedikit, urin tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk mengeluarkan kelebihan NaCl.

Sejumlah mamalia laut contoh ikan lumba-lumba dan ikan paus, menghadapi masalah pemasukan garam yang terlalu banyak ke dalam tubuhnya, yang masuk bersamaan dengan makanan. Masalah tersebut diatasi dengan memiliki ginjal yang efisien sehingga dapat menghasilkan urin yang sangat pekat. Dengan ginjal semacam itu, dapat dipastikan bahwa kelebihan garam dapat dikeluarkan dari tubuh. Urin yang dihasilkan mempunyai kepekatan 3-4 kali dari cairan plasmanya.

Osmoregulasi pada ikan yang hidup di lingkungkungan air tawar

IKAN AIR TAWAR PADA OSEMOREGULASIIkan yang hidup di air tawar memiliki cairan tubuh yang hiperosmotik pada lingkungan, sehingga air cenderung untuk masuk ketubuhnya oleh difusi melalui permukaan tubuh semipermiable. Jika ini tidak dikendalikan atau offset, itu akan menyebabkan hilangnya garam tubuh dan cairan tubuh mengencernya, sehingga cairan tubuh tidak dapat mempertahankan fungsi fisiologis normal.

Ikan air tawar mempunyai cairan tubuh dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi dari lingkungannya (hiperosmotik/hipertonis). Berarti mereka terancam oleh 2 hal utama, yaitu : kehilangan garam dan pemasukan air yang berlebihan.

Ikan air tawar membatasi pemasukan air (dan kehilangan ion) dengan cara membentuk permukaan tubuh yang impermeable terhadap air. Meskipun demikian air dan ion tetap dapat bergerak melewati insang yang relatif terbuka. Air yang masuk ke dalam tubuh dikeluarkan dalam bentuk urin. Laju aliran urin pada ikan air tawar jauh lebih tinggi daripada ikan laut.

Akan tetapi pengeluaran urin juga menyebabkan pengeluaran ion. Oleh karena itu, ikan perlu melakukan transport aktif untuk memasukkan ion ke dalam tubuhnya terutama melalui insang.

Teleostei air tawar memiliki konsentrasi osmotik yang lebih tinggi daripada air tawar (mendekati 300 mOsm per liter).Oleh karena itu ikan ini mempunyai peluang besar untuk memasukkan air ke dalam tubuhnya, terutama melalui insang. Kelebihan air itu akan dikeluarkan lewat urin, namun dengan cara ini sejumlah garampun akan hilang dari tubuh bersama urin. Sebagian garam meninggalkan tubuh ikan melalui insang. Sebagai pengganti garam yang hilang, ikan akan mengambil garam melalui insang dengan transport aktif. Dalam hal ini ikan berfungsi sebagai alat untuk memasukkan garam ke dalam tubuh dengan cara transport aktif, sekaligus untuk membuang kelebihan garam secara difusi.

Page 4: OSMOREGULASI

Ikan air tawar berbeda secara fisiologis dengan ikan air laut dalam beberapa aspek. Insang mereka harus mampu mendifusikan air sambil menjaga kadar garam dalam cairan tubuh secara simultan. Adaptasi pada bagian sisik ikan juga memainkan peran penting; ikan air tawar yang kehilangan banyak sisik akan mendapatkan kelebihan air yang berdifusi ke dalam kulit, dan dapat menyebabkan kematian pada ikan.

Karakteristik lainnya terkait ikan air tawar adalah ginjalnya yang berkembang dengan baik. Ginjal ikan air tawar berukuran besar karena banyak air yang melewatinya. Ginjal akan memompa keluar kelebihan air tersebut sebagai urine. Ginjal mempunyai glomeruli dalam jumlah banyak dengan diameter besar. Ini dimaksudkan untuk lebih dapat menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar dan sekaligus memompa urine sebanyak-banyaknya. Ketika cairan dari badan malphigi memasuki tubuli ginjal, glukosa akan diserap kembali pada tubuli proksimalis dan garam-garam diserap kembali pada tubuli distalis. Dinding tubuli ginjal bersifat impermeable (kedap air/ tidak dapat ditembus) terhadap air. Urine yang dikeluarkan ikan sangat encer dan mengandung sejumlah kecil senyawa nitrogen, sepert : Asam urat, creatin, creatinine, ammonia.

Meskipun urine mengandung sedikit garam, keluarnya air yang berlimpah menyebabkan jumlah kehilangan garam yang cukup besar.Garam-garam juga hilang karena difusi dari tubuh. Kehilangan garam ini diimbangi dengan garam-garam yang terdapat pada makanan dan penyerapan aktif melalui insang.

Pada golongan ikan teleostei terdapat gelembung urine (urinary bladder) untuk menampung urine. Disini dilakukan penyerapan kembali terhadap ion-ion. Dinding gelembung urine bersifat impermeable terhadap air

Solusi konsentrasi dalam> tubuh sebagai satu di lingkungan → mencegah masuknya air dan kehilangan garam → tidak minum, kulit ditutupi dengan lendir, osmosis melalui insang, produksi urin encer, pompa garam melalui sel-sel khusus pada insang.

Osmoregulasi hewan pada lingkungan payau

Tidak semua hewan akuatik selamanya menetap di habitat yang tetap (air laut dan air tawar). Sejumlah ikan laut atupun ikan air tawar pada saat-saat tertentu masuk ke daerah payau. Lingkungan payau ialah lingkungan akuatik di daerah pantai, yang merupakan tempat pertemuan antara sungai dan laut.

Pada beberapa jenis ikan lamprey, salmon dan belut, perpindahan antara air tawar dan air laut merupakan bagian dari siklus hidup yang normal. Banyak spesies bereproduksi di air tawar namun menghabiskan sebagian besar kehidupannya di laut. misalnya salmon. Beberapa ikan, secara berlawanan, lahir di laut dan hidup di air tawar, misalnya belut.

Ada juga hewan akuatik yang hidup menetap di daerah perairan payau. Hewan yang demikian pasti memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap perubahan kadar garam di habitatnya, mengingat bahwa kadar garam di daerah payau selalu berubah

Page 5: OSMOREGULASI

Spesies yang bemigrasi antara air laut dan air tawar membutuhkan adaptasi pada kedua lingkungan. Ketika berada di dalam air laut, mereka harus menjaga konsentrasi garam dalam tubuh mereka lebih rendah dari pada lingkungannya. Sedangkan ketika berada di air tawar, mereka harus menjaga kadar garam berada di atas konsentrasi lingkungan sekitarnya. Banyak spesies yang menyelesaikan masalah ini dengan berasosiasi dengan habitat berbeda pada berbagai tahapan hidup. Belut, bangsa salmon, dan lamprey memiliki toleransi salinitas di berbagai tahap kehidupan mereka.

Belut meskipun dengan kemampuannya yang terbatas. Ketika berpindah dari air tawar ke air laut, dalam waktu 10 hari belut akan kehilangan air secara osmotik, yang besarnya mencapai 4% dari berat tubuhnya. Apabila hewan ini diperlakukan sedemikian rupa sehingga tidak dapat minum air laut ( misalnya dengan cara menempatkan balon pada esofagusnya), belut tersebut akan terus menerus kehilangan air hingga akhirnya mengalami dehidrasi, dan segera mati dalam beberapa hari. Namun apabila kemudian belut tersebut dibiarkan minum kembali air laut, berat tubuh yang hilang akan segera digantikan dan mencapai keadaan seimbang dalam waktu 1-2 hari. Pengambilan maupun pembuangan air dan berbagai zat terlarut pada belut berlangsung melalui insang, dengan arah aliran yang berlawanan. Akan tetapi mekanisme yang menyebabkan perubahan arah transport zat melalui insang tersebut belum diketahui dengan jelas. Diperkirakan mekanisme tersebut melibatkan peran hormon.

PENGARUH HORMONAL TERHADAP SEKRESI DAN OSOREGULASI

Ekskresi dan osmoregulasi di atur oleh kelenjar endokrin (hormon). Hormon dapat mempengaruhi ginjal dengan menaikkan atau menurunkan tekanan darah yang mengubah laju penyaringan ke dalam kapsula Bowman, yang berarti pula mengubah jumlah cairan ekskresi. Hormon juga bisa mempengaruhi ekskresi ginjal dengan cara tertentu pada sel tubuli ginjal untuk mengubah permeabilitas dan laju penyerapan kembali terhadap substansi tertentu. Hormon juga mempenyaruhi penyaringan maupun penyerapan pada insang.

osmoregulasi

Osmoregulasi adalah proses mengatur konsentrasi cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.== Makna osmoregulasi adalah proses mengatur dan menyeimbangkan konsentrasi asupan cairan dan pengeluaran oleh sel atau cairan tubuh organisme hidup. Sementara pemahaman tentang osmoregulasi ikan Tekanan osmotik cairan tubuh pengaturan sesuai untuk kehidupan ikan, sehingga proses-proses fisiologis fungsi tubuh normal (Homeostasis). ka sel menerima terlalu banyak air maka akan meletus, dan sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.Kebanyakan invertebrata berhabitat di laut tidak secara aktif mengelola sistem osmosis mereka, dan dikenal sebagai osmoconformer. Osmoconformer memiliki osmolaritas internal yang sama dengan lingkungan sehingga tidak ada kecenderungan untuk mendapatkan atau kehilangan air. Karena osmoconformer paling hidup dalam lingkungan yang memiliki komposisi kimia yang sangat stabil (di

Page 6: OSMOREGULASI

laut) maka osmoconformer yang cenderung memiliki osmolaritas konstan. Sementara osmoregulator adalah organisme yang menjaga osmolaritas tanpa tergantung pada lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu kemampuan untuk mengatur ini osmoregulator kemudian dapat hidup dalam lingkungan air tawar, darat, dan laut. Di lingkungan dengan konsentrasi rendah cairan, osmoregulator akan merilis kelebihan cairan dan sebaliknya.Untuk organisme akuatik, proses ini digunakan sebagai ukuran untuk menyeimbangkan tekanan osmosa antara substansi dalam tubuh dengan lingkungan melalui sel permeabel. Dengan demikian, semakin jauh perbedaan tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk osmoregulasi mmelakukan sebagai adaptasi, hingga batas toleransi yang mereka miliki. Oleh karena itu, pengetahuan tentang osmoregulasi sangat penting dalam mengelola media air pemeliharaan kualitas, terutama salinitas. Hal ini karena dalam osmoregulasi, proses regulasi terjadi melalui konsentrasi ion dan air dalam tubuh dengan kondisi di lingkungan.Ion dan air pada ikan terjadi regulasi hipertonik, hipotonik atau isotonik tergantung pada perbedaan (lebih tinggi, lebih rendah atau sama) konsentrasi cairan tubuh dengan konsentrasi media1, 2. Perbedaannya dapat digunakan sebagai strategi dalam berurusan dengan komposisi cairan ekstraselular dalam tubuh ikan2. Untuk ikan yang hiperosmotik potadrom dengan lingkungannya dalam proses osmoregulasi, air bergerak ke dalam tubuh dan ion keluar ke lingkungan dengan cara difusi. Keseimbangan cairan tubuh dapat terjadi dengan meminum sedikit air atau tidak minum sama sekali. Kelebihan air dalam tubuh dapat dikurangi dengan membuangnya dalam bentuk urin. Untuk ikan yang hipoosmotik oseanodrom terhadap lingkungannya, air mengalir dari osmosa tubuh melalui ginjal, insang dan kulit ke lingkungan, sedangkan ion ke tubuh dengan difusi1, 2. Adapun eurihalin ikan, memiliki kemampuan untuk dengan cepat menyeimbangkan tekanan osmotik dalam tubuh dengan media (isoosmotik), namun karana kondisi lingkungan perairan tidak selalu tetap, maka proses serta ikan ormoregulasi potadrom dan oseanodrom masih terjadi.Salinitas atau garam konten adalah jumlah bahan padat dalam satu kilogram air laut, dalam hal ini semua karbonat telah diubah menjadi oksida, brom dan yodium yang telah disinkronkan dengan klorin dan bahan organik yang telah teroksidasi. Langsung, media akan mempengaruhi salinitas tekanan osmotik cairan tubuh ikan. Pengetahuan tentang metabolisme dapat juga dikaitkan dengan beberapa disiplin lain, seperti genetika, toksikologi dan lainnya ilmiah sehingga ikan yang dihasilkan dapat memiliki kualitas lebih unggul daripada sebelumnya. Hal ini karena ikan untuk berinvestasi untuk 25-50% dari output total dalam mengendalikan metabolisme komposisi cairan intra-dan ekstraselularnya.Perubahan dalam tingkat salinitas mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan, sehingga ikan untuk menyesuaikan pengaturan osmotik internal atau bekerja sehingga proses fisiologis dalam tubuh dapat bekerja secara normal lagi. Jika salinitas yang lebih tinggi, usaha ikan untuk menjaga ketertiban dalam kondisi homeostasi nya tercapai, sampai batas toleransi yang mereka miliki. Osmotik bekerja membutuhkan energi yang lebih tinggi juga. Hal ini juga mempengaruhi waktu kepenuhan (waktu kekenyangan) ikan. Rainbow trout seringkali digunakan sebagai sistem model untuk mempelajari rute dan mekanisme ekskresi dan osmoregulasi. Proses osmoregulasi juga menghasilkan produk-produk limbah seperti kotoran dan amonia, sehingga pemeliharaan yang akan menjadi media berwarna keruh akibat jumlah kotoran ikan dirilis. Dampak ekskresi nitrogen juga akan mempengaruhi kehidupan ikan di dalamnya. Pada embrio rainbow trout, ekskresi nitrogen dalam bentuk urea juga dapat dikaitkan dengan kandungan nitrogen dalam kuning telur, karena permeabilitas rendah dari membran sel telur dari amonia.

Page 7: OSMOREGULASI

Dampak dari produk limbah dari metabolisme pada kelangsungan hidup ikan berdasarkan perubahan fisik dalam kualitas air, dapat diduga bahwa perubahan tersebut juga mempengaruhi kondisi ambient ikan, yang pada gilirannya mempengaruhi pertahanan tubuh. Setelah melewati batas toleransi, maka ikan yang sekarat. Mengingat bahwa tidak semua ikan mati, maka dapat dipastikan bahwa kekuatan toleransi pada populasi ikan di akuarium berbeda. Hal ini mungkin karena perbedaan kondisi tubuh sebelum dimasukkan dalam intensitas praktek media, termasuk parasit, tingkat stres dan lain-lain. Nitrat toksisitas di air tawar tergolong sangat rendah (96 h LC50s> 1000 mg / L sebagai N). Hal ini dapat dikaitkan dengan munculnya potensi masalah dalam proses osmoregulasi. Dalam sistem dengan konsentrasi nitrat tinggi, reduksi nitrat terjadi pada anaerobik. Nitrat di perairan laut konsentrasi kurang dari 500 mg / L untuk ikan laut sebagian besar, tapi untuk ikan laut tropis seperti anemone (Amphiprion ocellaris) lebih sensitif, yaitu hanya 20 mg / L.Tingkat stres juga bervariasi tambakan dialami oleh benih di akuarium, sebagai akibat dari perbedaan perlakuan. Lebih mendalam studi, dapat ditelusuri dengan isi kortisol. Banyak hal berkenaan dengan kortisol selama proses metabolisme, seperti starvasi (puasa), osmoregulasi, penyebaran penghematan energi untuk migrasi, proses gonad, pemijahan pematangan dan selama stres yang dialami oleh ikan itu sendiri.Ormoregulasi mekanisme juga dapat dilacak pada tingkat sel. Sel-sel yang pertama dihasilkan melalui mekanisme kultur sel. Penelitian tentang sel epitelioma papulosum cyprinid (EPC), berasal dari sel epidermis ikan mas dapat digunakan untuk menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan sel-sel di hiper-media dan hipoosmotik. Dengan menggunakan sel kultur, ekspresi gen dapat diamati juga bahwa bias yang terkait dengan kemampuan adaptasi dan stres osmotik.Aktivitas osmoregulasi juga dipengaruhi oleh stadia ikan atau Krustase dalam kaitannya dengan salinitas. Penelitian tentang remaja dan dewasa Krustase stadion, regulasi ionik dari Na / K-ATP menunjukkan bahwa berbeda ketika diamati dengan aktivitas enzim Na / K-ATPase. Pada Artemia salina dan A. franciscana aktivitas enzim meningkat sejalan dengan perkembangannya sejak setelah menetas hingga tahap mulai berenang bebas. Dalam udang, juga berlangsung begitu. Namun, pada orang dewasa stadion, aktivitas Na / K-ATPase pada udang galah tidak berbeda nyata setelah diperlakukan pada salinitas berbeda8. Studi pada osmoregulasi dalam tahap awal perkembangan ikan telah diamati pada tingkat sel klorida extrabranchial. Sejumlah sel klorida yang terkandung dalam membran kantung kuning telur embrio dan larva ikan nila disesuaikan stadion dalam air tawar (FW) dan air asin (SW). Sel klorida dalam SW seringkali dalam bentuk kompleks multiseluler bersama dengan sel aksesori yang berdekatan. Sementara di FW, sel klorida yang terletak di kondisi individu. Klorida tes dan X-ray Mikroanalisis menunjukkan bahwa sel-sel klorida dalam SW dalam kompleks, fungsi definitif dari sekresi klorida. Namun, setelah sel tersebut dipindahkan ke lingkungan SW, membentuk sel tunggal juga berubah sebagai respons terhadap lingkungan baru yang kompleks yang SW. Umumnya, sel klorida extrabranchial memainkan peran penting dalam mengontrol osmoregulasi sampai tahap sel insang klorida bekerja fungsional.Penemuan terakhir adalah tentang morfologi fungsional dari sel klorida pada ikan membunuh, Fundulus heteroclitus, ikan euryhaline air laut (SW). Immunocytochemical deteksi dilakukan pada sel klorida dengan anti-Na + / K +-ATPase dalam distribusi klorida sel dari proses transisi selama tahap-tahap awal kehidupan. Sel klorida muncul dalam membran kantung kuning fase awal embrio dan kemudian di kulit selama tahap terakhir dari embrio. Perbedaan morfologi antara SW-jenis sel klorida dan FW diidentifikasi dalam killifish dewasa disesuaikan dengan SW dan FW. Kedua jenis sel klorida, aktif di kedua lingkungan, tetapi berbeda dalam fungsi transpor ion. Transfer langsung dari SW ke killifish FW, sel tipe klorida BD ditransformasikan ke dalam sel tipe FW, diikuti dengan

Page 8: OSMOREGULASI

penggantian sel klorida dalam promosi respon.Adaptasi ikan, juga dapat diketahui melalui penelitian pada Takifugu rubripes fugu remaja dengan lingkungan salinitas rendah. Ikan dipindahkan dari air laut (100% SW) ke media air tawar (FW), 25, 50, 75 dan 100 SW% dan mortalitas kemudian direkam selama 3 hari. Tidak membunuh ikan dalam salinitas media baru 25-100% SW dan semua ikan mati dalam media massa FW 100%. Rupanya, ikan dipindahkan ke media 25-100% SW, osmolalitas darah dipertahankan pada kisaran fisiologis yang normal. Studi terus bergerak ikan dari lingkungan 100% SW ke media FW, 1, 5, 10, 15 dan SW 25%. Semua ikan hidup di sebuah BD 5-25% menengah, tetapi meninggal di FW media dan SW 1%. Ikan yang hidup di SW media massa 25% dan kemudian ditransfer kembali ke media FW, 1 dan SW 5% dan menunjukkan bahwa osmolalitas darahnya menurun hingga mendekati level sublethal, yaitu sekitar 300 mOsm / kg H2O •. Tampaknya preacclimatisasi dalam SW 25% selama 7 hari memiliki pengaruh sedikit pada kemampuan bertahan hidup dari selang. Meskipun kelangsungan hidup dan osmolalitas darah meningkat sedikit oleh preacclimatisasi dalam 25% SW, osmolalitas darah menurun setelah ditransfer ke salinitas media BD kurang dari 10%. Temuan ini menunjukkan bahwa fugu dapat beradaptasi dengan lingkungan karena kemampuan hyperosmoregulatori hypoosmotik, namun sel-sel yang telah mengurangi ion klorida mengabsorb hipoosmotik pada lingkungan.Aktivitas osmoregulasi, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain yang diberikan untuk organisme air. Dengan memberikan kortisol, hormon pertumbuhan yg berhubung dgn domba (OGH), rekombinan insulin-seperti faktor pertumbuhan sapi I (rbIGF-I) dan 3,3 ',5-triiodo-L-thyronine (T3) dapat meningkatkan kapasitas pada ikan hypoosmoregulasi euryhaline, Fundulus heteroclitus. Diadaptasi ikan di lingkungan air payau (BW, salinitas 10 ppt) kemudian disuntik dengan dosis hormon dan 10 hari kemudian dipindahkan ke lingkungan air asin (SW, salinitas 35 ppt. Setelah ditransfer dari BW ke SW menunjukkan peningkatan dalam plasma osmolitas nyata, tetapi tidak untuk Na + insang dan aktivitas K +-ATPase Pemberian kortisol (50 microg / g berat badan) juga dapat meningkatkan ketersediaan mereka dalam mempertahankan plasma osmolitas;. peningkatan Na + insang dan aktivitas K +-ATPase . OGH (5 microg / g berat badan) juga dapat meningkatkan kemampuan dan hypoosmoregulatory Na + insang dan aktivitas K +-ATPase Kombinasi OGH dan kortisol dapat meningkatkan kemampuan hypoosmoregulatori namun tidak meningkatkan Na + insang, aktifitas K +. - ATPase. rbIGF-I (0,5 microg / g berat badan) tidak berpengaruh dalam meningkatkan toleransi untuk salinitas atau Na + insang, aktifitas K +-ATPase. rbIGF-I dan OGH menunjukkan interaksi positif dalam meningkatkan toleransi terhadap salinitas, tetapi tidak untuk Na + insang dan aktivitas K +-ATPase Pengobatan dengan T3. (5 microg / g berat badan) tidak berdampak terhadap toleransi salinitas meningkat, insang Na +, K +-ATPase aktivitas dan pengaruhnya tidak nyata konsisten ketika digunakan bersama dengan kortisol dan T3 atau antara GH dan T3. Untuk ikan air tawar, organ yang terlibat dalam osmoregulasi termasuk insang, usus dan ginjal. Sel-sel yang berperan dalam insang organ untuk proses tersebut adalah mitokondria-kaya (MR) dan peran pavement2. Struktur insang memiliki hubungan dengan kemampuan untuk mentolerir salinitas berkisar. Bhal ditunjukkan dengan histologi dari struktur insang Caprella (Amphipoda: Caprellidea) (yaitu C. danilevskii, C. subinermis, C. penantis R-type dan C. verrucosa) yang dikumpulkan dari komunitas Sargassum di timur-daya Jepang dan diamati bawah mikroskop elekron. Epitel seperti berang-berang danilevskii C, C subinermis, dan C. verrucosa terdiri-dari pengembangan sistem infolding apikal (AIS) dan sistem infolding basolateral (BIS) terkait dengan mitokondria. Percobaan tentang toleransi salinitas dari empat spesies Caprella konsentrasi letalnya mengindikasikanbahwa median (LC 50) pada 20 ° C berkisar antara 12,97 - 18,84 unit Salinitas praktis (PSU) dengan kelangsungan hidup lebih dari 80% dengan salinitas di atas 25,37 PSU bahkan untuk 5

Page 9: OSMOREGULASI

hari. Karakteristik insang dan berbagai toleransi salinitas dalam Caprella spp. menunjukkan bahwa Caprella spp. menghuni komunitas Sargassum merupakan organisme yang eurihalin.

Osmoregulasi IKAN DI AIR LAUTIkan laut hidup di lingkungan yang hipertonik ke jaringan dan cairan tubuh, sehingga cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang, dan kebobolan garam. Untuk mengatasi hilangnya air, minum'air ikan laut 'sebanyak mungkin. Dengan demikian berarti juga akan meningkatkan kandungan garam dalam cairan tubuh. Fakta dehidrasi dapat dicegah oleh proses ini dan kelebihan garam harus dihilangkan. Karena ikan dipaksa oleh kondisi untuk mempertahankan osmotik air, volume urine kurang dari ikan air tawar. Tubuli ginjal dapat berfungsi sebagai penghalang air. Jumlah glomeruli ikan laut cenderung lebih sedikit dan bentuk yang lebih kecil daripada di ikan air tawar Sekitar 90% dari nitrogen limbah yang dapat dihapus melalui insang, sebagian besar dalam bentuk amonia dan sedikit urea. Namun, urine masih mengandung sedikit senyawa. Osteichthyes urin mengandung: • Creatine • kreatinin • Nitrogen senyawa • Trimetilaminoksida (TMAO)TENTANG IKAN ELASMOBRANCHII osmoregula