osas fix

57
I. PENDAHULUAN Tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks dan dinamis, hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan kondisi ini. Akan tetapi, kondisi fisiologis ini dapat terganggu dengan adanya obstructive sleep apnea (OSA). 1 OSA merupakan salah satu kondisi medis terpenting yang ditemukan sejak 50 tahun yang lalu, menjadi penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia, serta lebih sering ditemukannya keadaan tertidur di sepanjang waktu ketika orang normal seharusnya tidak tertidur pada waktu tersebut. 1 Beberapa tahun terakhir banyak penelitian yang mempelajari fisiologi tidur dan gangguan gangguan tidur, seperti obstructive sleep apnea (OSA) dan central sleep apnea (CSA). Ternyata 95% gangguan napas saat tidur adalah obstruksi saluran napas atas dan 5% adalah gangguan sistem saraf pusat. 2 Gangguan pernapasan saat tidur dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Di Amerika sekitar 12 juta 1

Upload: waodefaryssa

Post on 25-Dec-2015

12 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: OSAS fix

I. PENDAHULUAN

Tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks dan dinamis, hampir

sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan kondisi ini. Akan tetapi, kondisi

fisiologis ini dapat terganggu dengan adanya obstructive sleep apnea (OSA). 1

OSA merupakan salah satu kondisi medis terpenting yang ditemukan sejak

50 tahun yang lalu, menjadi penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas di

seluruh dunia, serta lebih sering ditemukannya keadaan tertidur di sepanjang

waktu ketika orang normal seharusnya tidak tertidur pada waktu tersebut. 1

Beberapa tahun terakhir banyak penelitian yang mempelajari fisiologi tidur

dan gangguan gangguan tidur, seperti obstructive sleep apnea (OSA) dan central

sleep apnea (CSA). Ternyata 95% gangguan napas saat tidur adalah obstruksi

saluran napas atas dan 5% adalah gangguan sistem saraf pusat. 2

Gangguan pernapasan saat tidur dapat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas. Di Amerika sekitar 12 juta orang usia 30–60 tahun menderita OSA dan

setiap tahun 38.000 meninggal karena penyakit kardiovaskular yang berhubungan

dengan gangguan pernapasan saat tidur. Sekitar 40–50% penderita gagal jantung

kongestif menderita OSA. Gangguan ini menyebabkan progresifiti gagal jantung

dan prognosis yang buruk. 2

Obstructive sleep apnea (OSA) adalah kelainan yang merupakan bagian dari

sleep disorder breathing syndrome yang kompleks. Sebenarnya gejala OSA sering

terjadi, namun sulit untuk dideteksi. OSA adalah keadaan terjadinya obstruksi

jalan napas atas secara periodik selama tidur yang menyebabkan napas berhenti.

secara intermiten, baik komplit (apnea) atau parsial (hipopnea). Diagnosis OSA

1

Page 2: OSAS fix

ditegakkan jika jumlah frekuensi penurunan aliran udara yang berhubungan

dengan kolapsnya saluran napas atau apnea-hipopnea index (AHI), lebih dari 5

kali dalam 1 jam tidur. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya periode arousal

(terbangun atau gelisah dalam tidurnya) dan tidur kembali. AHI diperoleh dengan

melakukan pemeriksaan polisomnografi. 3

Berdasarkan penelitian dilaporkan 24% pria dan 9% wanita dewasa

mempunyai angka kejadian atau AHI lebih dari 5x/jam. Dilaporkan bahwa 4%

pria, 2% wanita dan 1-3% pada anak mempunyai gejala OSA, termasuk adanya

gejala daytime hypersomnolence yang diakibatkan oleh kejadian apnea-

hipopnea. 3

Empat penelitian prevalensi berskala besar menyatakan satu dari lima orang

dewasa kulit putih yang memiliki rata-rata indeks massa tubuh (IMT) 25–28

kg/m2 memiliki AHI ≥5x/jam. Dilaporkan satu dari 15 pasien OSA memiliki AHI

15 atau lebih. 3

Beberapa penelitian menemukan adanya hubungan yang kuat antara OSA

dengan penyakit sistem kardiovaskuler. Hal ini dibuktikan dengan laporan adanya

perbaikan pasien iskemia miokardm yang diterapi dengan continuous positive

airway pressure (CPAP), sedangkan CPAP sendiri merupakan terapi utama OSA.

Komplikasi penyakit kardiovaskuler yang diduga berhubungan dengan OSA

antara lain adalah hipertensi, gagal jantung kongestif, disfungsi diastolik, aritmia,

arteroskleosis koroner dan serebrovaskuler. OSA juga diduga dapat mencetuskan

penyakit stroke, infark miokard, angina pektoris atau iskemia ventrikular secara

mendadak. 3

2

Page 3: OSAS fix

OSA pada anak Pertama kali dilaporkan oleh Guillenimault dkk pada tahun

1976 pada 8 orang anak berusia 5 - 14 tahun berdasarkan manifestasi klinis dan

polisomnografi. Setelah dilaporkan adanya OSA pada anak, beberapa ahli mulai

meneliti lebih jauh tentang OSA pada anak. Kecurigaan adanya OSA ditandai

dengan ditemukannya mendengkur (snoring) pada anak. Prevalensi mendengkur

pada anak sekitar 3,2 – 12,1%, sedangkan prevalensi OSA 0,7 - 10,3%. Adanya

perbedaan yang cukup besar bergantung kepada metode yang digunakan. Dapat

digunakan polisomnografi (PSG) sebagai alat diagnosis baku emas untuk OSA

dan ada yang tidak menggunakan, demikian pula penggunaan definisi

mendengkur yang berbeda. 4

Faktor risiko OSA pada anak sangat berbeda dengan orang dewasa. Pada

dewasa, obesitas merupakan faktor risiko utama terjadinya OSAS, sedangkan

pada anak meskipun merupakan faktor risiko tetapi bukan merupakan yang

utama. 4

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Anatomi dan Fisiologi Faring

Faring adalah suatu kantung fibromuskuler yang bentuknya seperti corong,

yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Ke atas, faring

berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan

rongga mulut melalui isthmus faucium, sedangkan dengan laring di bawah

berhubungan melalui aditus pharyngeus, dan ke bawah berhubungan esofagus. 5

3

Page 4: OSAS fix

Faring terdiri atas: 5

a. Nasofaring

Relatif kecil, mengandung serta berhubungan dengan erat dengan beberapa

struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring,

torus tubarius, kantong Rathke, choanae, foramen jugulare, dan muara tuba

Eustachius. Batas antara cavum nasi dan nasopharynx adalah choana. 5

Struktur Nasofaring : 5

1. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva

2. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang

disebabkan karena cartilago tuba auditiva

3. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yang

disebabkan karena musculus levator veli palatini.

4. Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius

5. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan

penonjolan dari musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk

membuka ostium faringeum tuba auditiva terutama ketika menguap atau

menelan.

6. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat

predileksi Nasopharingeal Carcinoma.

7. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid

jika ada pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis.

8. Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.

4

Page 5: OSAS fix

9. Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing da

oropharing karena musculus sphincterpalatopharing

10. Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae

pharingei

b. Orofaring

Struktur yang terdapat di sini adalah dinding posterior faring, tonsil palatina,

fossa tonsilaris, arcus faring, uvula, tonsil lingual, dan foramen caecum. 5

a. Dinding posterior faring, penting karena ikut terlibat pada radang akut atau

radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian

tersebut. 5

b. Fossa tonsilaris, berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat

nanah memecah ke luar bila terjadi abses. 5

c. Tonsil, adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh

jaringan ikat dan ditunjang kriptus di dalamnya. Ada 3 macam tonsil, yaitu

tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual, yang ketiganya

membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Epitel yang melapisi

tonsil adalah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus

biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri, dan sisa

makanan 5

c. Laringofaring 

Struktur yang terdapat di sini adalah vallecula epiglotica, epiglotis, serta

fossa piriformis. 5

5

Page 6: OSAS fix

Gambar 1. Struktur faring. 6

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan memanjang (longitudinal) dan

melingkar (sirkular). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring

superior, media dan inferior. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian

bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan,

otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di bagian belakang bertemu pada jaringan

ikat yang disebut rafe faring. Batas hipofaring di sebelah superior adalah tepi atas

epiglotis, batas anterior adalah laring, batas posterior ialah vertebra servikal serta

esofagus di bagian inferior. Pada pemeriksaan laringoskopi struktur pertama yang

tampak di bawah dasar lidah adalah valekula. Bagian ini merupakan dua buah

cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan

ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Di bawah valekula adalah

permukaan laringeal dari epiglotis. Epiglotis berfungsi melindungi glotis ketika

menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus

piriformis dan ke esofagus. Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal

dari pleksus faringealis. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faringeal dari n. vagus,

6

Page 7: OSAS fix

cabang dari n.glossofaringeus dan serabut simpatis. Dari pleksus faringealis

keluar cabang-cabang untuk otot – otot faring kecuali m. stilofaringeus yang

dipersarafi langsung oleh cabang n. glosofaringeus. 5

Fungsi faring yang terutama adalah untuk respirasi, pada waktu menelan,

resonansi suara, dan untuk artikulasi. 5

Gambar 2. Otot faring. 6

7

Page 8: OSAS fix

Fisiologi Pernapasan Saat Tidur

Tidur adalah suatu periode istirahat bagi tubuh berdasarkan atas kemauan

serta kesadaran dan secara utuh atau sebagian fungsi tubuh yang akan dihambat

atau dikurangi. Tidur juga digambarkan sebagai suatu tingkah laku yang ditandai

dengan karakteristik pengurangan gerakan tetapi bersifat reversible terhadap

rangsangan dari luar. 7

Tidur dibagi menjadi dua tahap secara garis besarnya yaitu : 7

1. Fase rapid eye movement (REM) disebut juga active sleep.

2. Fase nonrapid eye movement (NREM) disebut juga quiet sleep.

Non Rapid Eye Movement merupakan keadaan aktif yang terjadi melalui

osilasi antara talamus dan korteks. Tiga sistem utama osilasi adalah kumparan

tidur, delta osilasi, dan osilasi kortikal lambat. Kumparan tidur merupakan sebuah

ciri tahap tidur NREM yang dihasilkan dari hiperpolarisasi neuron GABAnergic

dalam nukleus retikulotalamus. Hiperpolarisasi ini menghambat proyeksi neuron

kortikotalamus. Sebagai penyebaran diferensiasi proyeksi kortikotalamus akan

kembali ke sinkronisasi talamus. Gelombang delta dihasilkan oleh interaksi dari

retikulotalamus dan sumber piramidokortikal sedangkan osilasi kortikal lambat

dihasilkan di jaringan neokorteks oleh siklus hiperpolarisasi dan depolarisasi. 7

Ciri EEG tambahan dari tidur fase REM adalah gelombang gigi gergaji.

Selama fase REM yang berperan adalah sistem kolinergik yang dapat ditingkatkan

dengan reseptor agonis dan dihambat dengan antikolinergik. Fase REM (tahap R)

ditandai oleh atonia otot, aktivasi kortikal, desinkronisasi bertegangan rendah dari

EEG dan gerakan cepat dari mata. Fase REM memiliki komponen saraf

8

Page 9: OSAS fix

parasimpatomimetik dan saraf simpatik yang ditandai oleh otot rangka berkedut,

peningkatan denyut jantung, variabilitas pelebaran pupil, dan peningkatan laju

pernapasan. Atonia otot terdapat pada seluruh fase REM sebagai hasil dari inhibisi

neuron motor alfa oleh kelompok-kelompok seruleus peri-lokus neuron yang

secara kolektif disebut sebagai korteks retikuler sel kecil. 7

Fungsi tidur NREM masih merupakan dugaan beberapa teori telah diajukan

salah satu teorinya menyatakan bahwa penurunan metabolisme akan memfasilitasi

peningkatan penyimpanan glikogen. Teori lain memanfaatkan plastisitas neuron

yang menyatakan bahwa depolarisasi dan hiperpolarisasi dari osilasi akan

berkonsolidasi dengan proses memori dan menghilangkan sinaps yang berlebihan.

Selama fase NREM permintaan metabolik otak berkurang. Hal ini ditunjukkan

oleh penelitian menggunakan oksigen positron emission tomography (PET) yaitu

selama fase NREM aliran darah ke seluruh otak semakin menurun. Selama fase

REM aliran darah meningkat di talamus dan visual utama, kortek motorik dan

sensorik relatif menurun di prefrontal dan daerah parietal asosiasional.

Peningkatan aliran darah ke daerah visual utama dari korteks dapat menjelaskan

sifat alamiah bermimpi saat REM, penurunan aliran darah ke korteks prefrontal

dapat menjelaskan penerimaan isi mimpi. 7

Pada orang dewasa normal, selama tidur volume tidal menurun 15–25% dan

lebih dangkal pada stage REM dibandingkan stage NREM. Frekuensi napas

meningkat perlahan selama stage NREM dan tidak teratur selama stage REM.

Pernapasan tidak teratur selama tidur REM disebabkan perubahan aktivitas

kortikal saraf pusat yang berhubungan dengan gerakan bola mata yang cepat atau

9

Page 10: OSAS fix

terdapat mimpi dan berlanjutnya stage NREM 1–2 ke stage tidur dalam 3–4 atau

gelombang tidur lambat, ventilasi menjadi teratur dan dipengaruhi kontrol sistem

regulasi metabolik. 2,8

Sejumlah kecil apnea pada orang normal timbul kurang dari 20 detik dan

frekuensinya kurang dari 5 kali dalam 1 jam tidur yang dapat menyebabkan

sedikit penurunan saturasi O2 dan sering timbul pada stage REM dan NREM

stadium 1–2 dan jarang pada stage NREM 3–4. Keadaan apnea ini meningkat

sesuai dengan umur, jenis kelamin laki–laki, obesiti dan riwayat mendengkur. 2,8

Pada manusia, tidur dibagi menjadi lima fase yaitu : 7

1. Tahapan terjaga

Fase ini disebut juga fase nol yang ditandai dengan subjek dalam keadaan

tenang mata tertutup dengan karakteristik gelombang alfa (8–12,5 Hz)

mendominasi seluruh rekaman, tonus otot yang tinggi dan beberapa gerakan mata.

Keadaan ini biasanya berlangsung antara lima sampai sepuluh menit. 7

2. Fase 1

Fase ini merupakan fase perpindahan dari fase jaga ke fase tidur disebut

juga twilight sensation. Fase ini ditandai dengan berkurangnya gelombang alfa

dan munculnya gelombang teta (4-7 Hz), atau disebut juga gelombang low

voltage mix frequencies (LVM). Pada EOG tidak tampak kedip mata atau REM,

tetapi lebih banyak gerakan rolling (R) yang lambat dan terjadi penurunan

potensial EMG. Pada orang normal fase 1 ini tidak berlangsung lama yaitu antara

lima sampai sepuluh menit kemudian memasuki fase berikutnya. 7

3. Fase 2

10

Page 11: OSAS fix

Pada fase ini, tampak kompleks K pada gelombang EEG, sleep spindle (S)

atau gelombang delta (maksimum 20%). Elektrokulogram sama sekali tidak

terdapat REM atau R dan kedip mata. EMG potensialnya lebih rendah dari fase 1.

Fase 2 ini berjalan relatif lebih lama dari fase 1 yaitu antara 20 sampai 40 menit

dan bervariasi pada tiap individu. 7

4. Fase 3

Pada fase ini gelombang delta menjadi lebih banyak (maksimum 50%) dan

gambaran lain masih seperti pada fase 2. Fase ini lebih lama pada dewasa tua,

tetapi lebih singkat pada dewasa muda. Pada dewasa muda setelah 5 – 10 menit

fase 3 akan diikuti fase 4. 7

5. Fase 4

Pada fase ini gelombang EEG didominasi oleh gelombang delta (gelombang

delta 50%) sedangkan gambaran lain masih seperti fase 2. Pada fase 4 ini

berlangsung cukup lama yaitu hampir 30 menit. 7

6. Fase REM .

Gambaran EEG tidak lagi didominasi oleh delta tetapi oleh LVM seperti

fase 1, sedangkan pada EOG didapat gerakan mata (EM) dan gambaran EMG

tetap sama seperti pada fase 3. Fase ini sering dinamakan fase REM yang

biasanya berlangsung 10 –15 menit. 7

Fase REM umumnya dapat dicapai dalam waktu 90-110 menit kemudian

akan mulai kembali ke fase permulaan fase 2 sampai fase 4 yang lamanya 75-90

menit. Setelah itu muncul kembali fase REM kedua yang biasanya lebih lama dari

eye movement (EM) dan lebih banyak dari REM pertama. Keadaan ini akan

11

Page 12: OSAS fix

berulang kembali setiap 75 – 90 menit tetapi pada siklus yang ketiga dan

keempat , fase 2 menjadi lebih panjang fase 3 dan fase 4 menjadi lebih pendek.

Siklus ini terjadi 4 – 5 kali setiap malam dengan irama yang teratur sehingga

orang normal dengan lama tidur 7 – 8 jam setiap hari terdapat 4-5 siklus dengan

lama tiap siklus 75 – 90 menit. 7

Waktu tidur dapat dibagi tiga bagian yaitu sepertiga awal, sepertiga tengah,

sepertiga akhir. Pada orang normal, sepertiga awal tidur lebih banyak dalam fase 3

dan 4, sepertiga tengah lebih banyak tidur dangkal (fase 2) serta sepertiga akhir

lebih banyak fase REM. Siklus tidur pada tiap individu berbeda dan relatif

dipengaruhi oleh usia, sebagai contoh pola tidur pada laki – laki muda (20 – 29

tahun ), pertengahan (40-49 tahun) dan tua (70 – 90 tahun) akan memberikan

gambaran pola tidur yang berbeda. 7

Pertambahan umur seseorang dapat menyebabkan total waktu tidur menurun

sedangkan waktu terjaga tetap. Pada orang tua tidur sering terlihat gelisah dan

waktu terjaganya menjadi lebih lama. Sedangkan pada orang muda 15% waktu

tidurnya dihabiskan pada fase 4. Fase 4 biasanya tidak ditemukan pada orang tua,

demikian juga lama fase REM akan mengalami penurunan yaitu 28 % dari

pascapubertas menjadi 18% pada orang tua Hal ini menunjukkan bahwa tidur

menjadi lebih singkat sehingga menyebabkan berkurangnya kesegaran sesuai

bertambahnya usia. 7

Gangguan Napas Saat Tidur

Gangguan napas saat tidur menggambarkan abnormalitas respirasi selama

tidur dengan keluhan dengkuran ringan sampai OSA yang mengancam jiwa.

12

Page 13: OSAS fix

Karakteristiknya adalah obstruksi saluran napas yang menyebabkan episode

hipoksia arteri berulang dan arausal (terjaga) sebagai hasil peningkatan upaya

respirasi. Tiga sindrom yang saling berhubungan adalah upper airway resistance

syndrome (UARS), obstructive sleep hypopnea dan obstructive sleep apnea. 2,9

III. OBSTRUCTIVE SLEEP APNE A SYNDROME (OSAS)

A. Definisi

OSA adalah keadaan hilangnya tonus muskulus dilator faring pada saat

tidur, yang menyebabkan kolaps faring rekuren dan henti napas sementara

(apnea). Obstructive apnea merupakan suatu ketidakadaan aliran udara selama

paling tidak 10 detik dengan usaha ventilasi yang aktif (ditandai dengan

pergerakan torakoabdominal). Obstructive hypopnea adalah penurunan lebih dari

50% pergerakan torakoabdominal selama paling sedikit 10 detik, dihubungkan

dengan penurunan 4% saturasi oksigen. 1

Definisi menurut American Academy of Sleep Medicine Obstructive,

Obstruksi Sleep Apnea Syndrome (OSAS) ditandai oleh adanya episode berulang

dari obstruksi jalan napas sebagian atau total sewaktu tidur. Hal ini

bermanifestasi sebagai penurunan aliran udara (hipopnea) atau terhentinya aliran

udara (apnea) meski ada upaya inspirasi yang sedang berlangsung, sehingga

menyebabkan desaturasi oksigen. Adanya gejala kantuk yang berlebihan pada

siang hari yang dianggap berkaitan dengan gangguan tidur pada malam hari. 10

B. Klasifikasi

Derajat beratnya OSA dinilai berdasarkan nilai apnea-hypopnea index

(AHI) menggunakan polisomnografi. AHI (Apnea-Hypopnea Index) ialah rerata

13

Page 14: OSAS fix

kejadian apnea dan hypopnea selama satu jam tidur, hal ini menjadi salah satu

acuan tingkat keparahan OSA. 1,3

Derajat beratnya OSA dibagi menjadi: 11

1) Ringan OSA: AHI 5-15

Kantuk yang bersifat involunter selama kegiatan yang memerlukan sedikit

perhatian, seperti menonton TV atau membaca.

2) Sedang OSA: AHI 15-29;

Kantuk yang bersifat involunter selama kegiatan yang membutuhkan

perhatian, seperti rapat atau presentasi

3) Berat OSA: AHI ≥30

Kantuk yang bersifat involunter selama kegiatan yang membutuhkan

perhatian lebih aktif, seperti berbicara atau mengemudi.

C. Epidemiologi

Secara epidemiologi, OSAS lebih sering terjadi pada orang dewasa daripada

anak-anak. Mendengkur karena kebiasaan, dijumpai pada masa anak-anak yang

terjadi pada 7-9% dari anak-anak pra sekolah dan anak usia sekolah. Schechter,

mendapatkan prevalensi snoring berkisar antara 3,2-12,1% bergantung kriteria

inklusi yang dipakai. Gangguan pernafasan selama tidur didapat pada kira-kira

0,7-10,3% dari anak-anak berusia 4 - 5 tahun. Kejadian OSAS terjadi pada anak

semua umur termasuk neonatus. Di Indonesia, Supriyatno et al.4 mendapatkan

kejadian mendengkur sekitar 31,6% anak usia 5-13 tahun dengan rincian habitual

snoring (HS) pada 5.2% dan occasional snoring (OS) sebesar 26,4%. Prevalensi

14

Page 15: OSAS fix

OSAS pada seluruh anak berkisar antara 0,7-3% dengan persentase tertinggi pada

anak usia pra-sekolah. 4,12

Pada masa neonatus insidens apnea kira-kira 25% pada bayi dengan berat

badan lahir < 2500 gram dan 84% pada bayi dengan berat badan lahir < 1000

gram. Insidens tertinggi terjadi antara umur 3 - 6 tahun karena pada usia ini sering

terjadi hipertrofi tonsil dan adenoid. Pada anak, kejadian OSAS tidak

berhubungan dengan jenis kelamin, sedangkan pada dewasa lelaki lebih sering

dibandingkan perempuan yaitu sekitar 8:1. 4

Insidensi OSA diperkirakan 1–4% populasi umum. Penderita OSA dengan

kebiasaan mendengkur lebih banyak terjadi apnea, hipopnea dan penurunan

saturasi oksihemoglobin sewaktu tidur dibandingkan tanpa mendengkur.

Enampuluh persen pasien OSA adalah kelebihan berat badan (berat badan lebih

dari 20 persen diatas ideal). Ukuran leher, area distal faring dan indeks masa

tubuh berhubungan dengan frekuensi apnea. 2

Apnea dapat didefinisikan sebagai hilangnya aliran udara sedikitnya 10

detik. Penurunan volume tidal melebihi 50% tetapi di bawah 75% dari nilai dasar

dengan terhentinya aliran udara sedikitya 10 detik disebut hipopnea. Gabungan

apnea/hipopnea merupakan patofisiologi obstructive apnea. Pada dewasa muda

normal, sampai dengan 5 apnea/hipopnea perjam saat tidur adalah fisiologis,

frekuensi ini meningkat sesuai umur. 2

Laki–laki mempunyai tahanan faring lebih tinggi ketika bangun dan celah

faring lebih kecil sehingga respon ventilasi yang menyebabkan terjadinya

15

Page 16: OSAS fix

hiperkarbia dan hipoxia lebih besar pada laki–laki dan faktor hormonal berperan

pada pathogenesis OSA. 2

Obstructive sleep apnea umumnya terjadi pada dewasa muda, biasanya

antara umur 40–50 tahun, meskipun dapat terjadi juga pada anak–anak dan

remaja. Mayoritas pasien OSA adalah kelebihan berat badan, tidak semua obesitas

meskipun demikian peningkatan berat badan mempengaruhi peningkatan

frekuensi apnea/hypopnea dan penurunan berat badan mempengaruhi penurunan

apnea/hypopnea index (AHI). 2

Evaluasi anatomi jalan nafas atas merupakan bagian dari pemeriksaan fisis

penderita OSA. Inspeksi terdapatnya abnormaliti struktur atau sempitnya saluran

napas atas sering terjadi pada pasien OSA. Obstructive sleep apnea sydrome

berhubungan dengan beberapa penyakit paru seperti PPOK, penyakit paru

restriktif, penyakit neuromuskular. 2

D. Faktor Risiko

Beberapa faktor predisposisi OSA antara lain obesitas, ukuran lingkar leher,

umur, jenis kelamin, hormon dan kelainan anatomi saluran napas. Obesitas

dilaporkan sebagai faktor utama yang dapat meningkatkan risiko terjadinya OSA.

Dari kepustakaan dinyatakan bahwa penderita OSA setidaknya memiliki indeks

massa tubuh (IMT) satu tingkat di atas normal (IMT normal 20-25 kg/m2).

Penelitian lain melaporkan bahwa ukuran lingkar leher (>42,5 cm) berhubungan

dengan peningkatan AHI. 3,13

OSA dua sampai tiga kali lebih sering terjadi pada laki-laki usia 30 - 64

tahun atau lebih. Risiko juga meningkat pada orang-orang yang memiliki indeks

16

Page 17: OSAS fix

massa tubuh yang besar; peningkatan 10% berat badan akan meningkatkan 6 kali

lipat risiko OSA. Akumulasi lemak di leher akibat obesitas menyebabkan

penekanan lumen faring, yang akhirnya kolaps selama tidur. OSA juga dapat

terjadi pada individu berat badan normal dengan faktor risiko lain berupa

makroglossia, hipertrofi adenotonsiler, anomali struktur kraniofasial (retognatia),

obstruksi nasal dan merokok juga mungkin ada faktor herediter yang tidak

diketahui. 1

Obesitas dapat mengubah volume dan bentuk anatomi, lidah dapat terangkat

sehingga mengurangi volume saluran napas atas. Demikian juga kelainan anatomi

seperti hipertrofi tonsil, deviasi septum, hipertrofi konka dan anomali

maksilofasial seperti mikrognatia, retrognatia, hipertrofi adenoid-tonsil,

makroglosia dan akromegali. 3

Tabel 1. Faktor Risiko OSA 3

17

Page 18: OSAS fix

Faktor risiko terjadinya OSAS pada anak antara lain hipertrofi adenoid dan

tonsil, disproporsi kraniofasial, dan obesitas. Penyakit yang berhubungan dengan

alergi seperti rinitis alergi, asma dan sinusitis juga seringkali dikatakan

berkorelasi dengan OSAS pada anak. Hipertrofi adenoid dan tonsil merupakan

keadaan yang paling sering menyebabkan OSAS pada anak. Pada pasien dewasa

obesitas merupakan faktor risiko utama OSAS sedangkan pada anak obesitas

bukan sebagai faktor risiko utama.Namun demikian, prevalens akan meningkat

pada kelompok usia tertentu dengan faktor risiko. Pada anak usia remaja dengan

obesitas, prevalens OSAS berkisar antara 36-60%. Supriyatno et al. Di Jakarta

mendapatkan prevalens OSAS pada anak usia 10-12 tahun dengan obesitas adalah

sebesar 38.2%. 12

E. Etiopatogenesis

Ada tiga faktor yang berperan pada pathogenesis OSA: pertama, obstruksi

saluran napas daerah faring akibat pendorongan lidah dan palatum ke belakang

yang dapat menyebabkan oklusi nasofaring dan orofaring, yang menyebabkan

terhentinya aliran udara, meskipun pernapasan masih berlangsung pada saat tidur.

Hal ini menyebabkan apnea, asfiksia sampai periode arousal. Faktor kedua adalah

ukuran lumen faring yang dibentuk oleh otot dilator faring (m. pterigoid medial,

m. tensor veli palatini, m. genioglosus, m. geniohioid dan m. sternohioid) yang

berfungsi menjaga keseimbangan tekanan faring pada saat terjadinya tekanan

negatif intratorakal akibat kontraksi diafragma. Kelainan fungsi control

neuromuskular pada otot dilator faring berperan terhadap kolapsnya saluran

18

Page 19: OSAS fix

napas. Defek control ventilasi di otak menyebabkan kegagalan atau terlambatnya

refleks otot dilator faring, saat pasien mengalami periode apnea-hipopnea. 3

Faktor ketiga adalah kelainan kraniofasial mulai dari hidung sampai

hipofaring yang dapat menyebabkan penyempitan pada saluran napas atas.

Kelainan daerah ini dapat menghasilkan tahanan yang tinggi. Tahanan ini juga

merupakan predisposisi kolapsnya saluran napas atas. Kolaps nasofaring

ditemukan pada 81% dari 64 pasien OSA dan 75% di antaranya memiliki lebih

dari satu penyempitan saluran napas atas. 3

Periode apnea adalah terjadinya henti napas selama 10 detik atau lebih.

Periode hipopnea adalah terjadinya keadaan reduksi aliran udara sebanyak lebih-

kurang 30% selama 10 detik yang berhubungan dengan penurunan saturasi

oksigen darah sebesar 4%. Apnea terjadi karena kolapsnya saluran napas atas

secara total, sedangkan hipopnea kolapsnya sebagian, namun jika terjadi secara

terus-menerus dapat menyebabkan apnea. 3

Gambar 3. Obstruksi Jalan Napas pada Pasien OSA. 3

19

Page 20: OSAS fix

Pada OSA terjadi pendorongan lidah dan palatum ke belakang sehingga

aposisi dengan dinding faring posterior yang menyebabkan oklusi nasofaring dan

orofaring. Sewaktu tidur oklusi saluran napas menyebabkan berhentinya aliran

udara meskipun pernapasan masih berlangsung sehingga timbul apnea, asfiksia

sampai proses terbangun yang singkat dari tidur dan terjadi perbaikan patensi

saluran napas atas sehingga aliran udara dapat diteruskan kembali. Dengan

perbaikan asfiksia, penderita tidur kembali sampai kejadian berikutnya terulang

kembali. 2

Saluran napas atas kolaps jika tekanan faring negatif selama inspirasi

melebihi kekuatan stabilisasi otot dilator dan abduktor saluran napas atas.

Beberapa penderita dengan penyempitan saluran napas akibat mikrognatia,

retrognatia, hipertropi adenotosilar, magroglossia atau akromegali. Reduksi

ukuran orofaring menyebabkan complaince saluran napas atas meningkat

sehingga cenderung kolaps jika ada tekanan negatif. 2

Obesitas juga berperan dalam penyempitan jalan napas. Berat badan yang

berlebihan pada dinding dada dan disfungsi diafragma mengganggu upaya

ventilasi saat tidur dan jaringan lemak pada leher dan lidah menurunkan diameter

saluran napas yang merupakan predisposisi terjadinya penutupan prematur saat

jaringan otot relaksasi waktu tidur. 2

Saat bangun, aktiviti otot saluran napas atas lebih besar dari normal,

kemungkinan kompensasi dari penyempitan dan tahanan saluran napas yang

tinggi. Aktiviti otot yang menurun saat tidur menyebabkan kolaps saluran napas

atas sewaktu inspirasi. Reduksi fisiologis aktivitas saluran napas atas terjadi

20

Page 21: OSAS fix

selama tidur REM. Alkohol dan obat sedatif menyebabkan depresi aktiviti otot

saluran napas atas sehingga terjadi kolaps. 2

Beberapa penderita juga tampak obstruksi hidung, tahanan tinggi

merupakan predisposisi kolaps saluran napas atas karena tekanan negatif

meningkat di faring saat inspirasi menyebabkan kontraksi diafragma meningkat

untuk mengatasi tahanan aliran udara di hidung. Akhir obstructive apnea

tergantung proses terbangun dari tidur ke tingkat tidur yang lebih dangkal dan

diikuti oleh aktiviti otot dilator dan abduktor saluran napas atas dan perbaikan

posisi saluran napas. 2

Pada orang normal, ukuran dan panjang palatum lunak, uvula dan besar

lidah, saluran napas atas pada tingkat nasofaring, orofaring dan hipofaring ukuran

dan konturnya normal (gambar 2). 2

Gambar 4. Saluran napas atas normal dibandingkan dengan penderita

mendengkur. 2

21

Page 22: OSAS fix

Patogenesis OSAS pada anak belum banyak diketahui, terjadi jika

didapatkan gangguan antara faktor yang mempertahankan patensi saluran nafas

dan komponen jalan nafas bagian atas (misalnya ukuran anatomis) yang

menyebabkan kolapsnya jalan nafas. Faktor-faktor yang memelihara patensi

saluran nafas adalah: 4

a) respons pusat ventilasi terhadap hipoksia, hiperkapnia, dan sumbatan jalan

nafas;

b) efek pusat rangsangan dalam meningkatkan tonus neuromuskular jalan

nafas bagian atas;

c) efek dari keadaan tidur dan terbangun.

Terdapat dua teori patofisiologi sumbatan (kolaps) jalan nafas yaitu: 4

1. Teori balance of forces : ukuran lumen farings tergantung pada

keseimbangan antara tekanan negatif intrafaringeal yang timbul selama

inspirasi dan aksi dilatasi otot-otot jalan nafas atas. Tekanan transmural

pada saluran nafas atas yang mengalami kolaps disebut closing pressure.

Dalam keadaan bangun, aktivasi otot jalan nafas atas akan mempertahankan

tekanan tranmural di atas closing pressure sehingga jalan nafas atas tetap

paten. Pada saat tidur tonus neuromuskular berkurang, akibat lumen farings

mengecil sehingga menyebabkan aliran udara terbatas atau terjadi obstruksi.

2. Teori starling resistor : jalan nafas atas berperan sebagai starling resistor

yaitu perubahan tekanan yang memungkinkan farings untuk mengalami

kolaps yang menentukan aliran udara melalui saluran nafas atas.

22

Page 23: OSAS fix

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan intraluminal maupun fungsi otot

saluran nafas atas yang mempermudah terjadinya kolaps jalan nafas selama tidur

telah diketahui. Manifestasi OSAS timbul jika faktor yang menyebabkan

peningkatan resistensi jalan nafas bergabung dengan kelainan kontrol susunan

saraf pusat terhadap fungsi otot-otot saluran nafas atas. Kemungkinan kombinasi

faktor-faktor ini dapat menerangkan mengapa beberapa anak dengan kelainan

struktur mengalami OSAS sementara yang lainnya dengan derajat penyempitan

saluran nafas yang sama menunjukkan pernafasan yang normal selama tidur. 4

F. Gejala Klinik

Manifestasi klinis dibedakan dalam dua kelompok yaitu kelompok dominan

neuropsikiatri dan perilaku dan kelompok dominan kardiorespirasi. Manifestasi

klinis tersering adalah neuropsikiatri dan perilaku dengan keluhan tersering rasa

mengantuk berat di siang hari. Gejala malam yang tersering adalah suara

dengkuran keras yang disebabkan jalan napas yang sempit. Akhir tiap episode

apnea biasanya ditandai dengan hembusan napas dengkuran keras yang diikuti

gerakan tubuh, penderita tidak menyadari tetapi dikeluhkan oleh teman tidurnya.

Kadang penderita terbangun dan tersedak, kurang udara atau insomnia, tidak

nyenyak, disorientasi dan sakit kepala dipagi hari. Gejala klinis yang umum

terjadi pada OSA tampak pada tabel 2. 2

23

Page 24: OSAS fix

Tabel 2. Gejala Klinis pada OSA. 3

Akibat

gangguan pola tidur normal, penderita dengan apnea tidur sering merasa

mengantuk, gangguan konsentrasi dan aktivitas di siang hari. Termasuk

didalamnya depresi, iritabiliti, sulit belajar, gangguan seksual dan tertidur saat

bekerja atau saat menyetir kendaraan. Diperkirakan sampai 50% penderita apnea

tidur mempunyai tekanan darah tinggi meskipun tidak diketahui dengan jelas

apakah merupakan penyebab atau efek apnea tidur. Risiko serangan jantung dan

stroke meningkat pada penderita apnea tidur. 2

OSA sering tidak terdeteksi karena terjadi saat pasien tidur. Gejala OSA

dikelompokkan menjadi gejala malam dan gejala siang hari. Gejala utama OSA

adalah daytime hypersomnolence. Gejala ini tidak dapat dinilai secara kuantitatif

karena pasien sering sulit membedakan rasa mengantuk dengan kelelahan. Hampir

30% pria dan 40% wanita dewasa dengan nilai AHI >5x/jam mengeluh tidak

24

Page 25: OSAS fix

segar saat bangun. Dilaporkan 25% pria dan 30% wanita dewasa mengeluh

mengalami rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari. 3

Epworth sleepiness scale (ESS) adalah kuisioner yang mudah dan cepat

untuk menilai gejala rasa mengantuk. Skala ini tidak berhubungan secara langsung

dengan indeks apnea-hipopnea. Penyebab daytime hypersomnolence adalah

karena adanya tidur yang terputus-putus, berhubungan dengan respons saraf pusat

yang berulang karena adanya gangguan pernapasan saat tidur. 3

Dilaporkan 50% penderita OSA mempunyai tekanan darah di atas normal,

meskipun tidak diketahui apakah hal tersebut merupakan penyebab atau sebagai

akibat apnea tidur. Risiko serangan jantung dan stroke juga dilaporkan meningkat

pada penderita OSA. 3

Tabel 3. Epworth Sleepiness Scale 14

Manifestasi klinis pada anak yang terbanyak adalah kesulitan bernafas pada

saat tidur yang biasanya berlangsung perlahan-lahan. Sebelum gejala kesulitan

bernafas terjadi, mendengkur merupakan gejala yang mul-mula timbul.

Dengkuran pada anak dapat terjadi secara terus menerus (setiap tidur) ataupun

25

Page 26: OSAS fix

hanya pada posisi tertentu saja. Pada OSAS, pada umumnya anak mendengkur

setiap tidur dengan dengkuran yang keras terdengar dari luar kamar dan terlihat

episode apnea yang mungkin diakhiri dengan gerakan badan atau terbangun

Sebagian kecil anak tidak memperlihatkan dengkur yang klasik, tetapi berupa

dengusan atau hembusan nafas, noisy breathing (nafas berbunyi). Usaha bernafas

dapat terlihat dengan adanya retraksi. Posisi pada saat tidur biasanya tengkurap,

setengah duduk, atau hiperekstensi leher untuk mempertahankan patensi jalan

nafas. 4

Pada pemeriksaan fisis dapat terlihat pernafasan melalui mulut, adenoidal

facies, midfacial hypoplasia, retro/mikrognasi atau kelainan kraniofasial lainnya,

obesitas, gagal tumbuh, stigmata alergi misalnya allergic shiners atau lipatan

horizontal hidung. Patensi pasase hidung harus dinilai, perhatikan adanya septum

deviasi atau polip hidung, ukuran lidah, integritas palatum, daerah orofarings,

redudant mukosa palatum, ukuran tonsil, dan ukuran uvula, mungkin ditemukan

pectus excavatum. Paru-paru biasanya normal pada pemeriksaan auskultasi.

Pemeriksaan jantung dapat memperlihatkan tanda-tanda hipertensi pulmonal

misalnya peningkatan komponen pulmonal bunyi jantung II, pulsasi ventrikel

kanan. Pemeriksaan neorologis harus dilakukan untuk mengevaluasi tonus otot

dan status perkembangan. 4

G. Diagnosis

Polisomnografi

26

Page 27: OSAS fix

Polysomnography merupakan tes baku emas untuk mendiagnosis sleep-

disordered breathing, termasuk OSA. Secara umum, tes ini dilakukan selama

tidur malam hari dan dapat diulang pada malam berikutnya sesuai indikasi.1

Polysomnography terdiri dari pemeriksaan kontinu selama tidur dengan

rekaman EEG, okulogram, elektromiogram submental dan tibial, EKG, nasooral

air flow, saturasi oksigen perifer serta pergerakan dinding torakoabdominal dan

abdomen. 1,15

Alat ini dapat menyediakan informasi komprehensif mengenai efisiensi

tidur, arsitektur tidur, arousal dan penyebabnya, kejadian gangguan nafas,

perubahan saturasi oksigen, serta aritmia jantung selama periode tidur. 1

Gambar 5. Rekaman polysomnography terdiri elektrookulogram (EOG),

elektroensefalogram (EEG), elektromiogram (EMG), elektrokardiogram

(EKG), sympathetic nervous system activity (SNA), respirasi (RESP) dan

tekanan darah (BP) selama tidur periode REM pada pasien OSA. BP

meningkat pada akhir periode apnea, mencapai puncak selama arousal

(sebagai indikasi adanya peningkatan tonus muskulus; lihat tanda panah). 1

27

Page 28: OSAS fix

Uji Tapis

Mengingat bahwa polisomnografi memerlukan waktu, biaya yang mahal,

dan belum tentu tersedia di fasilitas kesehatan, maka diperlukan suatu metode lain

sebagai uji tapis. Uji tapis yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan

kuesioner. Brouillette dkk menunjukkan bahwa penelitian tidur yang abnormal

dapat diprediksi dengan suatu questionnare score yang disebut skor OSAS. 4

Skor OSAS = 1,42D + 1,41A + 0,71S – 3,83

D: kesulitan bernafas

(0: tidak pernah, 1: sekalisekali, 2: sering, 3: selalu)

A: apnea

(0: tidak ada, 1: ada)

S: snoring (mendengkur)

(0: tidak pernah, 1: sekali-sekali, 2: sering, 3: selalu) 4

Dengan rumus di atas, ditentukan kemungkinan OSAS berdasarkan nilai: 4

• Skor < -1 : bukan OSAS

• Skor -1 sampai 3,5 mungkin OSAS mungkin bukan OSAS

• Skor > 3,5 sangat mungkin OSAS

Dengan menggunakan skor di atas, dapat diprediksi kemungkinan OSAS

meskipun tetap memerlukan pemeriksaan polisomnografi. Artinya meskipun skor

>3,5 untuk diagnosis pasti tetap memerlukan polisomnografi. Beberapa peneliti

dapat menerima penggunaan skor tersebut, tetapi banyak pula yang tidak

28

Page 29: OSAS fix

menyetujuinya. Skoring tersebut mempunyai nilai sensitivitas 73% dan

spesifisitas 83% dibandingkan dengan polisomnografi. 4

Observasi selama tidur

Kejadian OSAS dapat didiagnosis dengan observasi langsung, anak di suruh

tidur di tempat praktek dokter demikian pula OSAS dapat didiagnosis dengan

melakukan review audiotapes/ videotapes yang dapat dilakukan di rumah.

Beberapa variabel yang dinilai adalah kekerasan dan tipe inspirasi, pergerakan

selama tidur, frekuensi terbangun, banyaknya apnea, retraksi, dan nafas dengan

mulut. Cara tersebut mempunyai nilai sensitifitas 94%, spesifisitas 68%, nilai

prediksi positif 83%, dan nilai prediksi negatif 88%. 4

Observasi selama tidur dapat dilakukan dengan menggunakan pulse

oximetry. Pada saat tidur anak dipantau penurunan nilai saturasi dengan

menggunakan oksimetri. Pencatatan pulse oximetry secara kontinyu selama tidur

dianjurkan sebagai tes skrining dan dapat memperlihatkan desaturasi secara siklik

yang menjadi karakteristik suatu OSAS, tetapi tidak akan mendeteksi pasien

OSAS yang tidak berkaitan dengan hipoksia. Dengan menggunakan metode di

atas nilai prediksi positif sebesar 97% dan nilai prediksi negative 53%. Hal ini

berarti bahwa apabila terjadi penurunan saturasi selama tidur maka kemungkinan

menderita OSAS cukup besar tetapi apabila tidak terdeteksi pada pemantauan

dengan oksimetri maka di perlukan pemeriksaan polisomnografi. 4

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan OSA terdiri dari terapi nonbedah dan terapi bedah.

Penggunaan continuous positive pressure (CPAP) adalah terapi nonbedah OSA

29

Page 30: OSAS fix

yang dianggap paling efektif untuk menurunkan gejala mendengkur, apnea-

hipopnea dan daytime hypersomnolence. The American College of Chest

Physicians merekomendasikan CPAP pada pasien dengan AHI >30 dan juga

pasien dengan AHI 5–30 yang disertai gejala. Kelemahan CPAP adalah adanya

rasa tidak nyaman pada saat penggunaannya, adanya rasa claustrophobia, sakit

kepala, rinitis, iritasi wajah dan hidung serta aerofagia.3,16,17

Dengan menurunkan berat badan, penderita OSA dengan obesitas dapat

meningkatkan volume dan fungsi saluran napas atas. Menghindari konsumsi

minuman beralkohol, obat penenang, nikotin dan kafein pada malam hari dapat

memperbaiki tonus otot saluran napas atas dan mekanisme pernapasan sentral.

Preparat efedrin, walaupun tidak memberikan efek jangka panjang, dilaporkan

membantu memperbaiki aliran udara pada saluran napas atas. 3

Tujuan terapi bedah pada OSA adalah untuk memperbaiki volume dan

bentuk saluran napas atas. Indikasi harus jelas dan dipersiapkan dengan baik.

Indikasi pembedahan OSA adalah AHI ≥20x/jam, saturasi O2 <90%, tekanan

esofagus di bawah -10 cmH2O, adanya gangguan kardiovaskuler (seperti aritmia

dan hipertensi), gejala neuropsikiatri, gagal dengan terapi non-bedah dan adanya

kelainan anatomi yang menyebabkan obstruksi jalan napas. Tidak ada satu teknik

yang benar-benar baik untuk OSA. 3

Uvulopalatopharyngoplasty (UPPP) merupakan salah satu teknik operasi

dengan melakukan eksisi pada margo inferior palatum mole termasuk uvula dan

tonsil. Menurut penelitian metaanalisis yang pernah dilakukan, dinyatakan UPPP

secara signifikan dapat menurunkan AHI dan meningkatkan saturasi oksigen.

30

Page 31: OSAS fix

UPPP kurang efektif pada pasien usia lanjut dan IMT yang tinggi. Genioglosus

advancement dapat memperbaiki obstruksi retroglosal. Teknik ini dilakukan pada

pasien dengan AHI >30 yang disebabkan oleh obstruksi pada dasar lidah.

Keberhasilan teknik ini dalam memperbaiki AHI dan saturasi oksigen mencapai

angka 66-85%. 3

Teknik maksila-mandibular osteotomi dapat dilakukan pada pasien yang

tidak mengalami kemajuan pasca-UPPP dan genioglosus advancement setelah

dievaluasi selama enam bulan dengan PSG. Teknik ini mempunyai angka

keberhasilan 97-100% dalam menurunkan AHI dan meningkatkan saturasi

oksigen darah. 3

Muskukus genioglosus, geniohioid dan konstriktor faringeal media

berinsersi pada os hioid. Obstruksi yang terjadi pada hipofaring dapat diperbaiki

dengan teknik operasi miotomi hioid dengan suspensi. 3

Laser-assisted uvuloplasty (LAUP) adalah teknik yang mirip seperti UPPP,

namun menggunakan laser (CO2, argon). Teknik ini dapat dilakukan dengan

anastesi lokal dalam 1-3 sesi rawat jalan. LAUP tidak direkomendasikan pada

pasien yang memiliki obstruksi pada daerah tonsil, penebalan mukosa faring,

hipertrofi tonsil dan AHI >30. LAUP sudah sekarang jarang dikerjakan. 3

Teknik operasi lain adalah radiofrequency ablation (RA) palatum.

Indikasinya untuk pasien dengan obstruksi daerah palatum dan AHI <15. Angka

keberhasilan RA palatum dalam mengeliminasi keluhan mendengkur dan

memperbaiki nilai ESS mencapai 75%, namun tidak mengubah nilai AHI. Madani

melaporkan nasal radioablation pada hipertrofi konka mampu mereduksi

31

Page 32: OSAS fix

obstruksi jalan napas atas. Penggantian palatum dengan implan dapat dilakukan

pada OSA sedang dan berat. Teknik ini dapat menurunkan AHI <10 sampai 63%.3

Tabel 4. Pilihan Pembedahan Perbaikan Untuk Obstruksi

Jalan Napas Atas Pada Apnea Waktu Tidur 18

Daerah Obstruksi Penanganan

Hidung Defleksi septum nasi

Pembesaran konka

inferior hidung

Septoplasti

Reseksi submukosa atau

kauterisasi konka

Nasofaring Hipertrofi adenoid,

konfigurasi berbentuk

seperti celah kecil

Adenoidektomi

Orofaring Lipatan tonsila yang

berlebihan, uvula yang

menonjol, palatum mole

yang kendor

Hipertrofi tonsila,

pembesaran tonsila

lingualis

Uvulopalatofaringoplasti

(UPPP)

Tonsilektomi

Tonsilektomi dengansinar

laser yang terbatas

Hipofaring Kolaps otot konstriktor

faringis, pergeseran lidah

ke belakang

Trakeostomi, perbaikan

hyoid atau mandibula

IV. KESIMPULAN

32

Page 33: OSAS fix

OSA adalah keadaan hilangnya tonus muskulus dilator faring pada saat

tidur, yang menyebabkan kolaps faring rekuren dan henti napas sementara

(apnea). Obstructive apnea merupakan suatu ketidakadaan aliran udara selama

paling tidak 10 detik dengan usaha ventilasi yang aktif (ditandai dengan

pergerakan torakoabdominal).

Derajat beratnya OSA dibagi menjadi:

a. Ringan OSA: AHI 5-15

b. Sedang OSA: AHI 15-29

c. Berat OSA: AHI ≥30

Beberapa faktor predisposisi OSA antara lain obesitas, ukuran lingkar leher,

umur, jenis kelamin, hormon dan kelainan anatomi saluran napas. Faktor risiko

terjadinya OSAS pada anak antara lain hipertrofi adenoid dan tonsil, disproporsi

kraniofasial, dan obesitas. Penyakit yang berhubungan dengan alergi seperti rinitis

alergi, asma dan sinusitis juga seringkali dikatakan berkorelasi dengan OSAS

pada anak.

Ada tiga faktor yang berperan pada pathogenesis OSA: pertama, obstruksi

saluran napas daerah faring akibat pendorongan lidah dan palatum ke belakang

yang dapat menyebabkan oklusi nasofaring dan orofaring, yang menyebabkan

terhentinya aliran udara, meskipun pernapasan masih berlangsung pada saat tidur.

Hal ini menyebabkan apnea, asfiksia sampai periode arousal. Faktor kedua adalah

ukuran lumen faring yang dibentuk oleh otot dilator faring (m. pterigoid medial,

m. tensor veli palatini, m. genioglosus, m. geniohioid dan m. sternohioid) yang

berfungsi menjaga keseimbangan tekanan faring pada saat terjadinya tekanan

33

Page 34: OSAS fix

negatif intratorakal akibat kontraksi diafragma. Faktor ketiga adalah kelainan

kraniofasial mulai dari hidung sampai hipofaring yang dapat menyebabkan

penyempitan pada saluran napas atas. di antaranya memiliki lebih dari satu

penyempitan saluran napas atas.

Manifestasi klinis tersering adalah neuropsikiatri dan perilaku dengan

keluhan tersering rasa mengantuk berat di siang hari. Gejala malam yang tersering

adalah suara dengkuran keras yang disebabkan jalan napas yang sempit. Kadang

penderita terbangun dan tersedak, kurang udara atau insomnia, tidak nyenyak,

disorientasi dan sakit kepala dipagi hari.

Untuk diagnosis, Polysomnography merupakan tes baku emas untuk

mendiagnosis sleep-disordered breathing, termasuk OSA. Selain itu dapat juga

dinilai melalui Uji Tapis dan Observasi selama tidur.

Penatalaksanaan OSA terdiri dari terapi nonbedah dan terapi bedah.

Penggunaan continuous positive pressure (CPAP) adalah terapi nonbedah OSA

yang dianggap paling efektif untuk menurunkan gejala mendengkur, apnea-

hipopnea dan daytime hypersomnolence.

34

Page 35: OSAS fix

DAFTAR PUSTAKA

1. Purwowiyoto SL. Obstructive Sleep Apnea dan Penyakit Kardiovaskuler.

Kepulauan Riau: Department of Emergency and Critical Care, Matak Field

Hospital. 2011.

2. Antariksa B. Patogenesis, Diagnostik dan Skrining OSA (Obstructive

Sleep Apnea). Jakarta: Department Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran

Respirasi RS Persahabatan-FKUI.

3. Cahyono A, Harmani B, Mangunkusumo E, Perdana RS. Hubungan

Obstructive Sleep Apnea dengan Penyakit Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:

Department Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok FKUI RS dr.Cipto

Mangunkusumo. 2011.

4. Supriyatno B, Deviani R. Obstructive Sleep Apnea Syndrome pada Anak.

Jakarta: Divisi Respirologi Department Ilmu Kesehatan Anak FKUI-

RSCM. 2005.

5. Rusmarjono, Hermani B. Odinofagia. Soepardi EA, et al.Editors. Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta:

FKUI, 2008. P.212-215.

6. Spalteholz. Anatomi Kedokteran Latin Nomenclature. Bina rupa aksara,

2013.

7. Arifin AR, Ratnawati. Fisiologi Tidur dan Pernapasan. Departemen

Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI. Jakarta, 2010.

35

Page 36: OSAS fix

8. Pasha R. Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Reference

Guide. Singular: Thomson learning. 2000. P. 165-168.

9. Johnson LB. Pediatric Sleep Disorder Breathing. Head and Neck Surgery-

Otolaryngology. 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins: Texas, 2006.

10. Rehnqvist N. Obstructive Sleep Apnea Syndrome. England: The Swedish

Council on Technology Assessment in Health Care. 2007.

11. Darien IL. Obstructive Sleep Apnea. USA: American Academy of Sleep

Medicine. 2008.

12. Kaswandani N. Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) Pada Anak.

Jakarta: Divisi Respirologi Department Ilmu Kesehatan Anak FKUI-

RSCM. 2010.

13. Jamie CM, Lharma SK, Bing Lam. Obstructive Sleep Apnoea: Definitions,

Epidemiology & Natural History. New Delhi: Division of Pulmonary,

Critical Care & Sleep Medicine, Department of Medicine, All India

Institute of Medical Sciences. 2010.

14. Toronto ON. Sleep Apnea: Obstructive Sleep Apnea/Hypopnea Syndrome

(OSAHS). GAC: Guidelines Advisory Committee. 2010.

15. Rodrigues HP, et al. Biology and Treatment of Sleep Apnea.

Otolaryngology Basic Science and Clinical Review. Thieme: Florida,

2005. P.71-81.

16. Lawrence J, Epstein MD, David K, et al. Clinical Guideline for the

Evaluation, Management and Long-Term Care of Obstructive Sleep Apnea

in Adult. USA: Journal of Clinical Sleep Medicine. 2009.

36

Page 37: OSAS fix

17. Edinburgh. Management of Obstructive Sleep Apnoea/Hypopnoea

Syndrome in Adults A national clinical guideline. British Thoracic Society:

Scottish Intercollegiate Guidelines Network. 2003.

18. Higler Boies A. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. EGC. P. 349-54.

37