orhan pamuk - my name is red (namaku merah kirmizi - indonesia) bag 01

28

Upload: nur-wahid-budiono

Post on 25-Jul-2015

459 views

Category:

Documents


53 download

TRANSCRIPT

Page 1: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01
Page 2: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

"Anda akan menemukan keasyikan bermain puzzle, tentunya yang tak terlalu rumit, apalagi puzzle berisi pembunuhan, intrik sosial, dan latar belakang sejarah dan peradaban Islam, yang diramu secara

romantis dengan cinta, seks, dan drama. My Name is Red menjadi novel tebal yang asyik dibaca lebih dari sekali, hanya untuk menguji,

seobjektif apa kita meningkahi argumentasi."

PIKIRAN RAKYAT

"Reputasi internasional Pamuk makin mencorong ketika ia memublikasikan Benim Adim Kirmizi (My Name is Red) pada 2000. Novel ini campuran misteri, roman, dan teka-teki filosofis dengan

setting Istanbul abad ke-16."

KORAN TEMPO

"My Name is Red mendapat pujian dari para pengamat sastra dunia. Novel-novel Pamuk banyak mengemukakan pertikaian antara

kelompok muslim dan sekuler yang hidup di Turki, yang ditulis dengan cukup teliti, termasuk lokasi kejadian."

MEDIA INDONESIA

"Fenomena Estetik Orhan Pamuk memang pantas mendapat Hadiah Nobel. My Name is Red memang hebat. Beda dengan Eco yang hanya

punya satu kisah, yaitu kisah detektif, Pamuk menampilkan kisah cinta, ditambah lagi kisah penggalan sejarah Turki di abad silamnya

serta diskusi tentang estetika seni hias buku."

IKRANEGARA

"Yang puitik, yang 'aneh', yang tak harus seratus persen dipahami, memang hadir dalam prosa Pamuk yang bisa halus, bisa kocak,

bisa cemerlang, dan bisa mengejutkan itu. Dalam My Name is Red, pelbagai karakter bicara dalam sebuah cerita pembunuhan

pada abad ke-16—termasuk si korban ('Aku sebuah mayat'), si pembunuh yang tak bernama, dan seekor anjing. Dan dari gaya yang mula-mula realistis kita langsung masuk ke kisah si Hitam yang melakukan apa saja dalam waktu sepekan: menyeberangi

Bosphorus, cerai lewat pengadilan, kawin secara meriah, memandikan mayat, dan potong rambut . . . "

GOENAWAN MUHAMAD

Page 3: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

menghidangkan kisah-kisah pilihan, fiksi maupun nonfiksi, yang cerdas sekaligus melipur

Page 4: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

sebuah novel

Hanya Menerbitkan Buku

eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.

[email protected]

Page 5: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

© Orhan Pamuk, 2001

Diferjemahkan dari My Name is Red (terjemahan Erdao M. Goknar dari Benim Adim Kirmizi, 1 998), karangan Orhan Pamuk,

terbitan Faber and Faber, London, 2002

Hak terjemahan Indonesia pada Serambi Dilarang mereproduksi atau memperbanyak seluruh maupun

sebagian dari buku ini dalam bentuk atau cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit

Penerjemah: Atta Verin Penyunting: Anton Kurnia

Perwajah Isi: Fadly & Nana

PT SERAMBI ILMU SEMESTA Anggota IKAPI

Jln. Kemang Timur Raya No. 16, Jakarta 12730 www.serambi.co.id; [email protected]:id

Cetakan II: Desember 2006 Cetakan I: Desember 2006

ISBN: 979-1112-40-1

Dicetak oleh Percetakan PT SUN, Jakarta

Isi di luar tanggung jawab Percetakan

Page 6: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

Orang yang buta dan orang yang melihat tidaklah sama. (Fatir: 19)

Dan kepunyaan Allahlah Timur dan Barat. (Al-Baqarah: 115)

Page 7: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

TENTANG PENGARANG

ORHAN PAMUK lahir pada 7 Juni 1952 di

Istanbul, Turki. la adalah pengarang tujuh novel.

Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam

lebih dari 40 bahasa, lima di antaranya telah

diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. The

White Castle (Beyaz Kale, 1985) memenangkan

Independent Award for Foreign Fiction pada

1990, dan penerbitan The New Life (Yeni Hayat,

1995—) menyebabkan sebuah sensasi di tanah

airnya, sekaligus menjadi buku yang paling cepat

terjual habis dalam sejarah Turki. My Name is

Red (Benim Adim Kirmizi, 1998—Namaku Merah

Kirmizi) telah terjual ratusan ribu eksemplar.

Novel ini meraih berbagai penghargaan, antara

lain Prix du Meilleur Livre Etranger (Prancis,

2002), Premio Grinzane Cavour (Italia, 2002),

dan International IMPAC Dublin Literary Award

(Irlandia, 2003). Pamuk juga merupakan peraih

Peace Prize of the German Book Trade (Jerman,

2005) dan Prix Medicis Etranger (Prancis, 2005)

untuk novel terakhirnya, Snow (Kar, 2002—Salju).

Kini ia menetap di Istanbul.

Page 8: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

KISAH MEMUKAU TENTANG BENTURAN DUA PERADABAN

Catatan Penyunting

Benim Adim Kirmizi (1998)—judul asli buku ini—tak pelak

merupakan sebuah novel yang mengukuhkan nama pengarang-

nya, Orhan Pamuk, sebagai salah satu novelis terbaik dunia saat

ini. Novel ini secara cemerlang menggabungkan teka-teki misteri,

kisah cinta, dan renungan filsafati yang berlatar masa kekuasaan

Sultan Murat III di Kesultanan Utsmaniyah dalam sembilan hari

musim salju 1591, sekaligus mengajak para pembacanya untuk

mengalami ketegangan antara Timur dan Barat dari perspektif

yang sangat memukau.

Kisah indah dan memikat ini bermula di Istanbul—simbol

tonggak kejayaan Islam yang terakhir—di ujung abad keenam

belas, saat sang Sultan secara diam-diam menugaskan pem-

buatan sebuah buku tak biasa untuk merayakan kejayaannya,

dihiasi ilustrasi para seniman terkemuka saat itu. Ketika seorang

seniman yang mengerjakan buku itu dibunuh secara misterius,

seorang lelaki muram dengan masa silam sekelam namanya

ditugasi untuk mengungkap misteri pembunuhan yang pada

akhirnya menguak jejak benturan peradaban Timur (Turki-Islam)

dan Barat (Eropa-Kristen)—dua cara pandang dunia berbeda

yang pada akhirnya memicu konflik tak berkesudahan, bahkan

hingga saat ini.

Dalam sebuah wawancara tentang novel yang ditulisnya se-

lama enam tahun ini, Pamuk menegaskan pandangannya tentang

9

Page 9: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

ORHAN PAMUK

betapa perbedaan hendaknya tidak dijadikan alasan untuk ber-

tikai dan saling membunuh, "Dua cara yang berbeda dalam

melihat dunia dan bercerita ini tentu saja berkaitan dengan

kebudayaan kita, sejarah kita, dan apa yang kini secara luas

disebut identitas. Seberapa dalam rriereka terlibat dalam konflik?

Dalam novel saya, mereka bahkan saling membunuh karena

pertentangan antara Timur dan Barat ini. Namun, tentu saja,

Saya berharap para pembaca menyadari bahwa saya tidak percaya

pada konflik ini. Karya seni yang baik muncul dari perpaduan

beragam hal yang berasal dari aneka akar dan budaya, dan

semoga novel ini mampu menggambarkannya."

Benim Adim Kirmizi (diterjemahkan ke bahasa Inggris se­

bagai My Name Is Red pada 2001, dan kini diterjemahkan ke

bahasa Indonesia oleh Atta Verin, seorang wartawati dan penulis,

dengan judul Namaku Merah Kirmizi) paling tidak telah diter­

jemahkan ke dalam 25 bahasa dan memenangkan sejumlah ha­

diah sastra internasional terkemuka, antara lain Prix du Meilleur

Livre Etranger 2002 (Prancis), Premio Grinzane Cavour 2002

(Italia), dan International IMPAC Dublin Literary Award 2003

(Irlandia).

Ketika ditanya, apakah pengaruh kemenangan hadiah IMPAC

(nilainya sekitar 1,2 miliar rupiah) itu atas kehidupan dan karya-

nya, dengan santai Pamuk yang telah berkali-kali dicalonkan

sebagai pemenang Hadiah Nobel Sastra menjawab, "Tiada yang

berubah dalam hidup saya karena saya bekerja sepanjang waktu.

Saya telah menghabiskan 30 tahun untuk menulis karya sastra.

Selama 10 tahun pertama, saya khawatir soal uang dan tak

seorang pun bertanya berapa banyak uang yang saya hasilkan.

Dalam 10 tahun kedua, saya menghabiskan banyak uang dan

tak seorang pun bertanya tentang hal itu. Kini, saya telah meng­

habiskan 10 tahun terakhir dan setiap orang ingin tahu bagai-

mana saya menggunakan uang itu ..."

10

Page 10: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

Siapakah sesungguhnya Orhan Pamuk? la dilahirkan sebagai

Ferit Orhan Pamuk di Istanbul pada 7 Juni 1952 dari sebuah

keluarga berada—ayahnya adalah CEO pertama IBM Turki.

Pamuk menghabiskan sebagian besar hidupnya di -Istanbul,

diselingi masa tiga tahun di New York saat ia menjadi dosen

tamu di Universitas Columbia dari 1985 hingga 1988. Setelah

sempat kuliah arsitektur selama tiga tahun di Universitas Teknik

Istanbul karena tekanan keluarganya yang ingin agar ia menjadi

insinyur, ia memutuskan keluar untuk menjadi penulis penuh

waktu dan berkonsentrasi menulis novel pertamanya—walaupun

kemudian ia menyelesaikan kuliahnya di jurusan jurnalistik

Universitas Istanbul pada 1977. Pamuk pernah menikah dengan

Aylin Turegen pada 1982, tetapi mereka bercerai sembilan belas

tahun kemudian. Keduanya memiliki seorang anak perempuan,

Ruya (untuknya novel Benim Adim Kirmizi dipersembahkan).

Pamuk yang awalnya lebih tertarik pada seni rupa mulai

menulis secara serius pada 1974. Novel pertamanya, Karanlik ve

Isik (Gelap dan Terang) memenangi sayembara penulisan novel

Milliyet Press 1979. Novel ini kemudian diterbitkan dengan judul

Cevdet Bey ve Ogullari (Tuan Cevdet dan Anak-anaknya) pada

1982, dan memenangkan Hadiah Sastra Orhan Kemal pada 1983.

Novel ini berkisah tentang tiga generasi sebuah keluarga Istanbul

kaya yang hidup di Nisantasi, sebuah kawasan makmur di Istan­

bul tempat Pamuk dibesarkan.

Pilihan tepat atas jalan hidupnya ditandai dengan sejumlah

penghargaan yang diraih Pamuk untuk karya-karya awalnya,

termasuk Hadiah Madarali 1984 untuk novel keduanya Sessiz

Ev (Rumah yang Sunyi) dan Prix de la Decouverte Europ£enne

1991 untuk terjemahan bahasa Prancis novel ini. Novel historis-

nya, Beyaz Kale (Kastil Putih, 1985—diterjemahkan ke bahasa

Inggris sebagai White Castle pada 1990), memenangkan Inde­

pendent Foreign Fiction Prize di Inggris pada 1990 dan mem-

11

My Name is Red

Page 11: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

ORHAN PAMUK

perluas reputasinya di luar negeri. The New York Times Book

Review yang berwibawa itu bahkan menulis tentang Pamuk

dengan pujian setinggi langit, "Bintang baru telah terbit di

Timur: Orhan Pamuk, seorang penulis Turki."

Novel Pamuk berikutnya, Kara Kitap (Buku Hitam, 1990),

menjadi salah satu bacaan paling kontroversial dalam sastra

Turki karena kompleksitas dan kekayaannya. Pada 1992, ia me­

nulis naskah untuk film Gizli Yuz (Wajah Rahasia) berdasarkan

novel Kara Kitap yang disutradarai oleh sineas Turki terkemuka,

Omer Kavur. Novel keempatnya, Yeni Hayat (Hidup Baru), me-

nimbulkan sensasi di Turki saat terbit pada 1995 dan sempat

menjadi buku terlaris dalam sejarah negeri itu. Reputasi Pamuk

kian melambung seiring terbitnya novel Benim Adim Kirmizi

ini pada 1998.

Novel paling mutakhir Pamuk adalah Kar (Salju, 2002—

diterjemahkan ke bahasa Inggris sebagai Snow, 2004), yang mem-

bahas konflik antara Islam dan Barat di Turki modern. The

New York Times mencatat Snow sebagai salah satu dari Sepuluh

Buku Terbaik 2004. Sementara itu, terjemahan bahasa Prancis

novel ini, Neige, meraih Prix Medicis 2005. Pamuk juga me-

nerbitkan karya nonfiksi, antara lain sebuah catatan perjalanan,

Istanbul—Hatiralar ve Sehir (Istanbul—Kenangan dan Kota,

2003).

Karya-karya Pamuk umumnya bercirikan kegamangan atau

hilangnya identitas yang sebagian ditimbulkan oleh benturan

antara nilai-nilai Eropa dan Islam. Karya-karyanya kerap meng-

ganggu dan menggelisahkan, dengan alur yang rumit dan me-

mikat, serta penokohan yang kuat.

Di negerinya sendiri yang penduduknya mayoritas muslim,

ia dianggap pemberontak karena menentang fatwa hukuman

mati terhadap Salman Rushdie dan membela hak-hak etnis mi-

noritas Kurdi. Ia juga bicara lantang tentang hak-hak asasi

12

Page 12: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

manusia, hak-hak perempuan, reformasi demokratis, dan isu-

isu lingkungan hidup.

Akibat keberaniannya dalam menyuarakan kebenaran walau-

pun getir, pada 2005 pemerintah Turki menjeratnya dengan

tuduhan kriminal setelah ia membuat pernyataan keras dalam

wawancara dengan Das Magazin, sebuah majalah terbitan Swiss

pada Februari 2005. Dalam wawancara itu Pamuk menyatakan,

"Tiga puluh ribu orang Kurdi dan sejuta orang Armenia di-

bunuh di negeri ini dan tak seorang pun yang berani berbicara

tentang hal ini, kecuali saya." Bila dinyatakan bersalah dalam

sidang pengadilan, Pamuk bisa dipenjarakan hingga tiga tahun.

Pada Oktober 2005, Orhan Pamuk memenangkan Hadiah

Perdamaian dalam Pameran Buku Jerman untuk karya-karya

sastranya yang dianggap berhasil mengemukakan konflik nilai

antara peradaban Eropa dan Turki-Islam. Ini adalah hadiah buku

paling bergengsi di Jerman. Walaupun tengah menghadapi

ancaman serius di negerinya sendiri, dalam pidato yang di-

sampaikannya pada upacara pemberian hadiah itu, Pamuk mene-

gaskan kembali kesaksiannya, "Saya ulangi, saya katakan dengan

jelas bahwa sejuta orang Armenia dan tiga puluh ribu orang

Kurdi telah dibunuh di Turki."

Tuduhan dan ancaman terhadap Pamuk mengundang reaksi

internasional. Pada 1 Desember 2005, Amnesti Internasional

menyerukan agar Pamuk dibebaskan. Dalam bulan itu juga,

delapan pengarang terkemuka dunia—Jose Saramago (Portugal),

Gabriel Garcia Marquez (Kolombia), Gunter Grass (Jerman),

Umberto Eco (Italia), Carlos Fuentes (Meksiko), Juan Goytisolo

(Spanyol), John Updike (Amerika Serikat), dan Mario Vargas

Llosa (Peru)—mengumumkan pernyataan bersama yang menge-

cam tuduhan-tuduhan terhadap Pamuk sebagai pelanggaran atas

hak-hak asasi manusia.

13

My Name is Red

Page 13: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

ORHAN PAMUK

Namun, ironisnya, di saat yang sama sebagian rekan se-

bangsanya justru menyerang Pamuk karena ia dianggap terlalu

memusatkan kritiknya terhadap "Turki dan orang Turki", tetapi

tidak bersuara keras terhadap pemerintah-pemerintah lain yang

juga berbuat kejahatan serupa—baik di masa lalu maupun di

masa kini. Selain itu, sebagian pengamat mencurigai pernyataan

kerasnya itu hanyalah siasat agar ia memenangkan Hadiah Nobel

Sastra 2005 yang kemudian dianugerahkan kepada sastrawan

Inggris, Harold Pinter.

Terlepas dari segala kontroversi yang melingkupi penulisnya,

bagi khalayak pembaca di Indonesia, novel ini tentu merupakan

sebuah bacaan bermutu yang layak disimak. Melalui karya ce-

merlang yang diramu dengan intrik politik, dongeng klasik, dan

kisah cinta bercabang yang getir ini, Orhan Pamuk membukti-

kan diri sebagai salah satu sastrawan terkemuka dunia masa

kini.

Salam dan selamat membaca.

Anton Kurnia

14

Page 14: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

Untuk Ruya

Page 15: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

KINI AKU hanyalah sesosok mayat, sesosok tubuh di

dasar sebuah sumur. Walaupun sudah lama sekali aku

mengembuskan napas terakhirku dan jantungku telah

berhenti berdetak, tak seorang pun tahu apa yang terjadi pada-

ku, selain pembunuh keji itu. Sementara bajingan itu, ia merasa-

kan detak nadiku dan mendengarkan desah napasku untuk me-

mastikan apakah aku sudah mati. Setelah itu, ia menendang

bagian depan tubuhku, menyeretku ke mulut sumur, mengang-

kat tubuhku, dan menjatuhkannya ke dalam sumur. Begitu jatuh,

kepalaku, yang telah ia hantam dengan sebongkah batu, pecah

terbelah. Wajahku, keningku, dan kedua pipiku hancur, tulang-

tulangku berantakan, dan mulutku penuh darah.

Selama hampir empat hari aku menghilang: Istri dan anak-

anakku pasti mencari-cariku; putriku menangis habis-habisan,

dan dia pasti akan memandangi gerbang halaman rumah de­

ngan cemas. Ya, aku tahu mereka semua akan berada di jendela,

mengharapkan kepulanganku.

Tetapi, apakah mereka sungguh-sungguh menantiku? Aku

bahkan tidak terlalu yakin ten tang hal itu. Mungkin saja mereka

sudah mulai terbiasa dengan ketiadaanku—betapa menyedihkan!

Karena di sini, di sisi lain, seseorang merasakan kehidupan

17

Page 16: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

terdahulunya terus bertahan. Sebelum aku lahir, ada suatu masa

yang tak terbatas, dan setelah aku mati, terbentang masa yang

tiada terhingga. Tak pernah kupikirkan sebelumnya: Aku telah

menjalani kehidupan yang gemilang di antara dua kegelapan

yang abadi.

Aku sangat bahagia. Aku sadar sekarang bahwa aku pernah

bahagia. Aku membuat hiasan-hiasan terbaik di dalam bengkel

kerja Sultan kami. Tak seorang pun mampu menandingi ke-

ahlianku. Melalui pekerjaan yang kulakukan secara pribadi, aku

menghasilkan sembilan ratus keping rak sebulan yang hanya

membuat semua ini semakin berat untuk kutanggung.

Aku bertanggung jawab melukisi dan menghiasi buku-buku.*

Aku menghiasi pinggiran halamannya, mewarnai ujung-ujungnya

dengan corak-corak dedaunan, kuntum-kuntum mawar, bebu-

ngaan, dan burung-burung yang paling tampak hidup. Aku

melukis awan bergaya Cina, sekelompok pepohonan cemara yang

lebat, dan hutan berwarna-warni yang menyembunyikan kijang,

perahu, para sultan, pepohonan, istana-istana, kuda, dan para

pemburu. Waktu aku masih muda, aku menghiasi piring, atau

bagian belakang cermin, atau sebuah meja, atau kerap kali

langit-langit atau seluruh bagian rumah megah bangsawan

Bosphorus**, atau bahkan hanya menggambari sebuah sendok

kayu. Di tahun-tahun berikutnya, aku hanya berkarya di atas

lembaran-lembaran manuskrip, karena Sultan kami membayar-

*Pada sekitar abad keenam belas itu para penguasa kerap menugaskan para seniman terkemuka untuk menghiasi buku-buku pesanan istana dengan dekorasi berukuran kecil pada pinggiran buku dan memberi ilustrasi pada manuskrip-manuskrip cerita. Para seniman yang masing-masing memiliki ke-ahlian khusus ini disebut miniaturis, iluminator, dan ilustrator.

**Para bangsawan Turki yang tinggal di sekitar Selat Bosphorus, sebuah selat yang menghubungkan Laut Hitam dan Laut Marmara dan memisahkan daratan Eropa dengan benua Asia. Dekat ujung sebelah selatan selat sepanjang 31 km itu terdapat Golden Horn, pelabuhan Istanbul.

18

ORHAN PAMUK

Page 17: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

nya dengan sangat dermawan. Tak bisa kukatakan bahwa hal

itu tidak penting lagi sekarang. Kau bisa menakar nilai uang

bahkan setelah kau mati.

Setelah mendengar keajaiban suaraku, kau mungkin akan

berpikir, "Siapa yang peduli pada yang kauperoleh saat kau

masih hidup? Katakan padaku apa yang kaulihat. Benarkah ada

kehidupan setelah mati? Di manakah sukmamu? Bagaimana

dengan surga dan neraka? Bagaimana rasanya mati? Apakah kau

merasa sakit?" Kau benar, mereka yang masih hidup sangat

penasaran mengenai kehidupan sesudah mati. Mungkin kau

pernah mendengar kisah tentang seorang lelaki yang dikuasai

oleh keingintahuannya sehingga ia menjelajah di antara para

serdadu di medan perang. Ia mencari orang yang sudah mati

yang hidup kembali di antara orang-orang terluka yang sedang

mencOba bertahan hidup di kubangan darah, seorang serdadu

yang bisa menceritakan padanya tentang rahasia-rahasia dunia

lain. Namun, salah seorang tentara Timurleng*, yang meng-

anggap si pencari itu sebagai musuh, membelah tubuhnya men-

jadi dua dengan satu ayunan lembut pedang scimitar** miliknya,

membuat laki-laki itu menyimpulkan bahwa di kehidupan sete­

lah mati manusia terbelah menjadi dua.

Omong kosong! Justru sebaliknya, aku bahkan bisa mengata-

kan bahwa jiwa-jiwa yang terbagi dalam kehidupan berpadu

dalam alam kubur. Kebalikan dari pernyataan orang-orang kafir

pendosa yang telah terbuai rayuan Iblis, syukurlah, ternyata

*Timurleng (1336-1405), atau Tamerlane bagi lidah orang Barat, seorang penguasa dan penakluk bangsa Turki kelahiran Samarkand—kota tertua di Asia Tengah yang terletak di sebuah lembah di jantung Uzbekistan—yang juga masih keturunan bangsa Mongol. Ia merupakan salah seorang penglima militer terbesar sepanjang sejarah yang pernah menguasai India hingga Laut Tengah.

**Pedang khas Turki, dengan bentuk yang agak melengkung dan melebar di bagian ujungnya.

19

My Name is Red

Page 18: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

ORHAN PAMUK

kehidupan setelah mati itu memang ada, dan buktinya aku kini

sedang berbicara padamu dari sini. Aku sudah mati, tetapi se-

perti yang bisa kaukatakan, aku belum sirna. Harus kuakui,

bahwa aku memang belum menyusuri sungai-sungai yang mengalir

di tepi istana-istana surga yang terbuat dari perak dan emas,

pepohonan berdaun lebar yang menjuntaikan buah-buah prem,

serta perawan-perawan jelita, sebagaimana yang disebutkan di

dalam Alquran—meskipun aku ingat dengan baik, betapa sering

dan bersemangatnya aku membuat lukisan bidadari-bidadari

bermata lebar yang dikisahkan dalam surat "Al-Waqi'ah."* Di

sana juga tidak ada jejak tentang sungai-sungai susu, anggur,

air segar, dan madu, yang diceritakan dengan sangat indah,

bukan di dalam Alquran, melainkan oleh para pengkhayal cerdas

seperti Ibnu Arabi. Namun, aku sama sekali tidak berniat meng-

goda iman mereka yang hidup lurus dalam melewati harapan-

harapan dan pandangan hidupnya tentang kehidupan setelah

mati. Maka, izinkan aku menyatakan bahwa semua yang kulihat

hanya berkaitan dengan keadaan pribadiku sendiri. Orang yang

beriman meskipun hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang

kehidupan setelah mati, akan tahu bahwa ketidakpuasanku ter-

letak pada tidak kulihatnya sungai-sungai di surga.

Secara singkat, aku yang dikenal sebagai Elok Effendi, telah

mati. Tetapi, aku belum dikuburkan, oleh karenanya sukmaku

belum sepenuhnya meninggalkan ragaku. Situasi yang luar biasa

ini, meskipun bukan yang pertama, telah menimbulkan pen-

deritaan yang amat mengerikan pada bagian diriku yang baka.

Meskipun aku tidak mampu lagi merasakan hancurnya tulang

belulangku, atau tubuhku yang membusuk terbungkus luka-luka,

dengan tulang-tulang yang remuk dan setengah terbenam di

*"Dan (di dalam surga mereka memperoleh) bidadari-bidadari yang bermata jeli (menyejukkan pandangan mata)." (Q.S. 56 : 22).

20

Page 19: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

dalam air sedingin es, aku tetap merasakan siksaan di dalam

jiwaku yang dengan putus asa berjuang untuk keluar dari inti

raganya yang fana. Rasanya seperti jika seluruh dunia ini, ber-

sama tubuhku, sedang mengerut menjadi sebongkah kepiluan.

Aku hanya bisa membandingkan pengerutan ini dengan

perasaan lega yang mengejutkan yang kurasakan pada saat ke-

matianku. Ya, aku langsung paham bahwa bajingan itu ingin

membunuhku, ketika tiba-tiba saja ia menghantamku dengan

sebongkah batu yang meremukkan tengkorak kepalaku, tetapi

aku tidak percaya ia melakukannya. Seketika aku tersadar bahwa

aku adalah seseorang yang penuh harapan, sesuatu yang tidak

kusadari saat aku masih menjalani kehidupanku dalam bayang-

bayang bengkel kerja dan rumahku. Aku berjuang memper-

tahankan hidupku, lewat kuku-kukuku, lewat jari jemariku dan

gigi geligiku, yang kubenamkan ke dalam kulitnya. Aku tidak

akan membuatmu bosan dengan rincian menyakitkan dari hantam-

an-hantaman yang kuterima sesudahnya.

Ketika aku merasakan kepedihan ini, ketika aku tahu bahwa

aku akan mati, sebentuk perasaan lega menyeruak dalam diriku.

Aku merasakan kelegaan ini di saat-saat kematianku; kedatangan-

ku ke sisi lain dunia ini begitu menyejukkan, bagaikan bermimpi

melihat seseorang yang jatuh tertidur. Sepatu pembunuhku yang

tertutup salju dan lumpur adalah hal terakhir yang kulihat. Aku

mengatupkan kedua mataku seakan-akan aku sedang memejam-

kan mata menjelang tidur, dan perlahan-lahan aku pun mati.

Keluhanku saat ini bukan karena gigi-gigiku yang rompal

seperti butiran kacang ke dalam rongga mulutku yang penuh

darah, juga bukan wajahku yang hancur tak bisa dikenali lagi,

ataupun mengenai diriku yang ditinggalkan di dasar sebuah

sumur—melainkan karena semua orang mengira aku masih hidup.

Sukmaku yang gundah kini merana memikirkan keluargaku dan

orang-orang terdekatku yang, tentu saja, kerap memikirkanku,

21

My Name is Red

Page 20: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

ORHAN PAMUK

membayangkan diriku terlibat urusan-urusan sepele di suatu

tempat di Istanbul, atau bahkan dianggap sedang mengejar pe-

rempuan lain. Cukup! Temukan jenazahku, jangan ditunda lagi,

doakan aku, dan kuburkanlah ragaku. Dan yang lebih penting

lagi, temukanlah pembunuhku! Karena meski kau menguburku

di makam yang paling agung sekalipun, selama bajingan itu tetap

bebas berkeliaran, aku akan menggeliat-geliat resah di dalam

kuburku, menanti dan merasuki kalian semua dengan ketidak-

percayaan. Temukan pembunuh laknat itu, dan aku akan men-

ceritakan padamu secara terperinci tentang apa yang kulihat di

alam kubur. Tetapi ketahuilah, setelah ia berhasil ditangkap, ia

harus disiksa perlahan-lahan dengan membengkokkan delapan

atau sepuluh ruas tulangnya—aku lebih suka tulang rusuknya—

dengan sebuah penjepit, sebelum melubangi kulit kepalanya

dengan ganco yang dibuat khusus untuk menyiksanya, dan men-

cabuti rambut berminyaknya yang menjijikkan, helai demi helai,

agar ia memekik kesakitan setiap kali dicabut.

Siapakah si pembunuh ini? Mengapa ia membunuhku dengan

cara yang begitu mengejutkan? Bertanya-tanyalah, dan pikirkan

baik-baik masalah ini. Kau bilang bahwa dunia ini dipenuhi

penjahat-penjahat tengik yang tak berguna? Mungkinkah yang

satu-ini berguna, mungkinkah orang ini lain dari mereka? Jika

demikian, izinkan aku memperingatkanmu: Kematianku menyem-

bunyikan sebuah persekongkolan dahsyat terhadap agama kita,

tradisi kita, dan cara kita memandang dunia ini. Bukalah mata-

mu, temukan alasannya, mengapa musuh-musuh kehidupan yang

kauyakini, musuh-musuh kehidupan yang sedang kaujalani, dan

musuh-musuh Islam, telah menghancurkanku. Pelajarilah bahwa

suatu hari mereka mungkin akan melakukan hal yang sama

kepadamu. Satu persatu, semua yang diperkirakan oleh ulama

besar Nusret Hoja dari Erzurum, yang ajarannya kusimak sambil

berlinangan air mata, akan terjadi. Biar kukatakan juga bahwa

22

Page 21: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

jika situasi yang sedang kita hadapi ini digambarkan di dalam

sebuah buku, ilustrator yang paling ahli sekalipun tidak akan

mampu menggambarkannya. Sementara di dalam Alquran—

ampuni aku ya Allah jika aku salah memahaminya—kekuatan

dahsyat sebuah buku muncul dari ketidakmungkinannya di-

ungkapkan dalam bentuk gambar. Aku meragukan dirimu bisa

sepenuhnya memahami fakta ini.

Dengarkan aku baik-baik. Ketika aku masih menjadi seorang

anak didik, aku juga merasa ketakutan, dan karenanya aku meng-

abaikan kebenaran-kebenaran yang sesungguhnya, serta suara-

suara dari alam sana. Aku akan menertawakan hal-hal semacam

itu. Namun, kini aku malah berakhir di dasar sumur jahanam

ini! Ini juga bisa terjadi pada dirimu, berhati-hatilah. Sekarang,

tak ada lagi yang bisa kulakukan, selain berharap diriku akan

membusuk sepenuhnya, agar mereka bisa menemukanku dengan

menelusuri bau busukku. Tak ada lagi yang bisa kulakukan

selain berharap—dan membayangkan siksaan yang akan dilaku-

kan oleh seseorang yang baik hati terhadap pembunuh biadab

itu setelah ia tertangkap.[]

SETELAH MENGHILANG selama dua belas tahun, aku

memasuki Istanbul seperti seseorang yang berjalan da-

lam tidur. "Bumi memanggilnya," itu yang mereka kata-

kan tentang orang yang sekarat, dan dalam kasusku, kematianlah

yang menyeretku kembali ke kota tempat aku dilahirkan dan

dibesarkan. Saat pertama kali aku kembali, kukira yang ada

23

My Name is Red

Page 22: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

ORHAN PAMUK

hanya kematian, tetapi kemudian aku juga menemukan cinta.

Cinta, entah bagaimana, berada amat jauh dan menjadi sesuatu

yang terlupakan, seperti kenanganku tentang hidup di kota besar.

Kota itu adalah Istanbul, dua belas tahun yang lalu, tempat aku

jatuh cinta setengah mati pada adik sepupuku.

Empat tahun setelah aku meninggalkan Istanbul untuk per-

tama kali, ketika aku mengelanai stepa-stepa tak berujung, gunung-

gunung berselimut salju, dan kota-kota melankolis di Persia,

sambil mengantar surat dan mengumpulkan pajak, aku berjanji

pada diriku sendiri bahwa aku perlahan-lahan akan melupakan

cinta masa kecilku yang kutinggalkan itu. Dengan panik, aku

berusaha mengenangnya dengan putus asa, hanya agar aku sadar

bahwa selain cinta, seraut wajah yang lama tak kujumpai pada

akhirnya akan memudar. Selama enam tahun yang kuhabiskan

di Timur, saat berkelana atau bekerja sebagai seorang sekretaris

untuk seorang pejabat daerah, aku tahu bahwa wajah yang ku-

bayangkan bukan lagi wajah orang yang kucintai. Kemudian,

dalam waktu delapan tahun, aku melupakan apa yang telah

kucamkan secara salah di benakku pada saat aku berumur enam

tahun, dan sekali lagi aku membayangkan seraut wajah yang

sepenuhnya berbeda. Dengan cara ini, di tahun kedua belas,

ketika aku kembali ke kotaku pada usia tiga puluh enam tahun,

aku menjadi terpukul saat menyadari bahwa wajah orang yang

kucintai sudah lama meninggalkanku.

Banyak teman dan kerabat yang meninggal dalam waktu

dua belas tahun pelarianku. Aku mengunjungi kompleks pe-

makaman yang menghadap ke Golden Horn, dan berdoa untuk

ibuku, juga untuk paman-pamanku yang sudah meninggal dunia

selama aku pergi. Aroma tanah berlumpur berbaur dengan ke­

nanganku. Seseorang telah memecahkan bejana tanah Hat di

samping makam ibuku. Entah karena apa, begitu aku menatap

bejana yang terbelah itu, aku mulai menangis. Apakah aku

24

Page 23: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

menangis karena kematian ibuku, atau aku menangisi kenyataan

bahwa diriku ternyata masih saja berada di awal kehidupanku

setelah bertahun-tahun berlalu? Atau apakah karena aku tiba di

ujung perjalanan hidupku? Sebongkah salju jatuh. Aku terpukau

melihat kepingan salju beterbangan di sana-sini. Aku menjadi

sedemikian tersesat ke dalam perubahan tak terduga dari ke­

hidupanku, sehingga aku tidak memerhatikan seekor anjing hitam

menatapku dari sebuah sudut gelap pemakaman itu.

Hujan air mataku mereda. Aku menyeka hidungku. Aku

melihat anjing hitam itu menggoyang-goyangkan ekornya ber-

sahabat saat aku melangkah pergi dari pemakaman itu. Berapa

waktu kemudian aku sudah menetap di lingkungan kami, me-

nyewa salah satu rumah yang pernah ditinggali salah satu ke-

rabatku dari pihak ayah. Sepertinya aku telah mengingatkan

nyonya pemilik rumah pada putranya yang dibunuh oleh ser-

dadu-serdadu Persia dari dinasti Safawiyah* sehingga dia ber-

sedia membersihkan rumah itu dan memasak untukku.

Aku memutuskan untuk berjalan-jalan sepuas hati melewati

jalanan, seakan-akan aku bukan sedang berdiam di Istanbul,

melainkan tinggal sementara di salah satu kota di Arab, di ujung

lain dunia ini. Jalanan menjadi lebih sempit, atau begitulah yang

kurasakan. Di beberapa wilayah tertentu, di mana jalanan terjepit

di antara rumah-rumah yang saling menyandar, aku terpaksa

bergesekan dengan tembok dan pintu, untuk menghindari ter-

jangan kuda-kuda pengangkut beban yang sarat muatan. Tidak

ada lagi orang-orang kaya, setidaknya begitulah yang kulihat.

Aku menyaksikan sebuah kereta yang dipenuhi hiasan, sebuah

kereta kencana yang ditarik oleh kuda-kuda yang sombong,

seperti yang bisa ditemui di Arab atau Persia. Di dekat "Pilar

*Sebuah dinasti yang berkuasa di Persia pada 1500-1722 dan berasal dari sebuah suku nomaden di Turki. Dinasti ini menyatakan mazhab Syiah sebagai agama negara.

25

My Name is Red

Page 24: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

ORHAN PAMUK

Terbakar", aku menyaksikan pengemis-pengemis menjengkelkan

yang berpakaian compang-camping, berkerumun saat aroma

jeroan melayang keluar dari pasar penjual ayam. Salah satu dari

mereka yang tampaknya buta, tersenyum saat ia mengamati salju

yang berjatuhan.

Aku pernah mendengar cerita tentang betapa Istanbul pernah

menjadi kota yang lebih miskin, lebih kecil, dan lebih bahagia.

Aku mungkin tidak memercayainya, tetapi itulah kata hati nurani-

ku. Meskipun rumah kekasihku selalu berada di antara pe-

pohonan limau dan kastanye, tetapi kini ada orang lain yang

mendiaminya. Aku mengetahuinya saat aku mengingat pintunya.

Aku jadi tahu bahwa ibunda kekasihku, bibiku dari pihak ibu,

telah meninggal dunia, sementara suaminya, Enishte-ku dan

putrinya telah pindah dari tempat itu. Dari sinilah aku tahu

bahwa ayah dan anak perempuannya itu menjadi korban sebuah

kesialan. Ada orang asing yang membukakan pintu, yang dalam

situasi seperti itu bisa dipastikan terjadi, tanpa sedikit pun me-

nyadari betapa mereka sudah dengan kejam membuatmu patah

hati, atau betapa hal itu telah menghancurkan mimpi-mimpimu.

Aku tidak akan menceritakan semua ini padamu sekarang, tetapi

izinkanlah aku berkata bahwa saat aku mengingat hari-hari di

musim panas yang cerah, hijau, dan hangat di kebun tua itu,

aku juga memerhatikan. untaian es yang menggantung sebesar

jari kelingkingku di cabang-cabang pohon limau. Di sebuah

tempat yang menyimpan penderitaan, salju dan pengabaian hanya

bisa membangkitkan kematian.

Aku sudah mengetahui apa yang terjadi pada kerabat-ke-

rabatku dari surat yang dikirimkan Enishte-ku padaku di Tabriz.

Dalam suratnya itu, ia mengundangku kembali ke Istanbul. Ia

juga menjelaskan bahwa ia sedang menyiapkan sebuah kitab

rahasia untuk Sultan kami, dan bahwa ia membutuhkan ban-

tuanku. Ia mendengar, pada suatu masa saat aku berada di

26

Page 25: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

Tabriz, aku pernah membuat buku-buku untuk para bangsawan

Utsmaniyah*, gubernur, dan orang-orang terkemuka di Istanbul.

Yang kulakukan kemudian adalah menggunakan uang panjar

dari para klien yang telah menata susunan manuskrip di Istanbul

untuk mencari para ilustrator dan penulis kaligrafi yang frustasi

karena perang dan kehadiran para serdadu Utsmaniyah. Namun,

aku tidak juga meninggalkan Kazin, ataupun kota Persia lainnya,

dan para empu inilah—yang mengeluhkan kemiskinan dan peng-

abaian—yang kutugaskan untuk menuliskan, memberi ilustrasi,

dan menjilid halaman-halaman manuskrip yang akan kukirim-

kan kembali ke Istanbul itu. Kalau bukan karena kecintaan

terhadap ilustrasi dan buku-buku bermutu yang ditanamkan

Enishte-ku padaku di masa mudaku, aku tidak akan pernah

melibatkan diri dalam pencarian semacam ini.

Di pasar di ujung jalan, tempat Enishte-ku pernah tinggal,

aku menemukan seorang tukang cukur, seorang ahli, di kedai

cukurnya, di antara jejeran cermin, pisau-pisau silet yang lurus,

bejana-bejana air, sabun, dan sikat. Aku bersirobok pandang

dengannya, tetapi aku tidak yakin ia mengenaliku. Menyenang-

kan rasanya melihat baskom tempat keramas yang digantungkan

dari langit-langit dengan sebuah rantai masih saja menunjukkan

kemiringan yang sama, berayun ke depan dan ke belakang saat

ia mengisinya dengan air panas.

Lingkungan sekitar dan jalanan yang sama yang sering ku-

lewati di masa kecilku telah menghilang ditelan debu dan asap,

*Kesultanan Utsmaniyah (orang-orang Barat menyebutnya Ottoman) yang sebagian besar wilayahnya kini menjadi bagian Republik Turki didirikan oleh seorang pejuang Turki Muslim bernama Utsman. Pada 1299 ia memimpin serangan terhadap pemukiman orang-orang Kristen Byzantium di bagian barat Anatolia. Ia lalu mendirikan sebuah kerajaan kecil berbatasan dengan Ke-kaisaran Byzantium. Setelah kematiannya pada 1324, para keturunannya mem-perluas kerajaannya hingga menjelma menjadi salah satu imperium terkuat sepanjang sejarah sampai kejatuhannya pada 1923.

27

My Name is Red

Page 26: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

ORHAN PAMUK

berganti dengan puing-puing reruntuhan, di mana anjing-anjing

liar berkeliaran dan para pendatang gila menakut-nakuti anak-

anak setempat. Di wilayah lainnya yang juga dihancurkan api,

rumah-rumah orang kaya yang megah dan luas telah didirikan,

dan aku terpana melihat kemegahannya, terpukau oleh jendela-

jendela yang dihiasi kaca patri Venesia yang paling mahal, dan

rumah-rumah dua lantai dengan jendela-jendela yang menonjol

tergantung pada dinding-dinding tinggi menjulang.

Seperti juga di kota-kota lainnya, uang tidak lagi bernilai

di Istanbul. Di saat aku kembali dari Timur, para tukang roti

yang dulu menjual sekeping roti yang amat besar senilai seratus

drachma dengan harga satu keping koin perak, kini memang-

gang roti dengan ukuran setengahnya untuk dijual dengan harga

yang sama, dan roti-roti itu tidak lagi selezat di masa kecilku.

Pernah almarhumah ibuku ketika dia terpaksa membelanjakan

tiga keping perak untuk selusin telur, lalu berkata, "Kita harus

segera pergi sebelum ayam-ayam jadi sedemikian manja, se-

hingga mereka berak di atas tubuh kita, bukan di tanah." Namun,

aku tahu masalah berkurangnya nilai uang itu terjadi juga di

mana-mana. Kabar burung beredar bahwa kapal-kapal dagang

Flanders* dan Venesia sudah dipenuhi berpeti-peti koin palsu.

Di pabrik uang logam istana, di mana lima ratus keping uang

dibuat sekaligus dari seratus drachma perak, kini, setelah dikeruk

habis untuk perang tak berkesudahan dengan orang-orang Persia,

delapan ratus keping uang dibuat dari jumlah yang sama. Ketika

para tentara Turki menemukan koin-koin yang mereka bayarkan

sesungguhnya mengambang di Golden Horn bagaikan biji-bijian

kering yang berjatuhan di dok kapal para pedagang sayuran,

*Sebuah wilayah di bagian barat laut Eropa yang sepenuhnya merdeka sekitar abad kesebelas hingga abad keempat belas. Saat ini wilayah tersebut sama dengan gabungan propinsi-propinsi Flanders di Belgia, wilayah Nord di Prancis, dan sebagian provinsi Zeeland di Belanda.

28

Page 27: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

mereka rusuh, mengepung istana Sultan Kami seolah-olah tempat

itu adalah benteng musuh mereka.

Seorang ulama bernama Nusret yang berdakwah di Masjid

Bayazid dan mengaku memiliki hubungan keluarga dengan Nabi

Muhammad, telah membuat namanya masyhur dalam masa

kehancuran moral, inflasi, kejahatan, dan pencurian ini. Hoja

ini, yang berasal dari sebuah kota kecil Erzurum, menganggap

semua bencana yang menimpa Istanbul di sepuluh tahun terakhir

ini—terrriasuk kebakaran di distrik Bahcekapi dan Kazanjilar,

wabah penyakit yang memakan korban puluhan ribu jiwa, perang

tak berkesudahan dengan Persia yang harus dibayar oleh nyawa

yang tak terhitung jumlahnya, dan kehilangan atas sebuah benteng

Utsmaniyah kecil di bagian barat karena dirampas orang-orang

Kristen dalam revolusi—disebabkan kami sudah melangkah terlalu

jauh dari jalan yang dicontohkan oleh Nabi kami, karena kami

mengabaikan ajaran Alquran, karena kami bertoleransi pada

orang Kristen, karena kami membiarkan perdagangan anggur,

dan karena kami memainkan alat-alat musik di rumah-rumah

para pengikut ajaran sufi.

Penjual acar yang dengan penuh semangat memberitahuku

tentang ulama dari Erzurum itu berkata bahwa koin-koin palsu—

ducat baru, koin-koin Inggris yang bergambar singa, dan koin-

koin Utsmaniyah yang terbuat dari perak yang bisa luntur—

yang mengalir di pasar dan bazar-bazar, seperti koin-koin Sirkasia,

Abkhazia, Mingaria, Bosnia, Georgia, dan Armenia, yang beredar

di jalanan, telah menyeret kami pada kemunduran, karena akan

sulit sekali melepaskan diri dari keadaan tersebut. Aku diberi

tahu bahwa berandal-berandal dan para pemberontak itu ber-

kumpul di kedai-kedai kopi, dan melakukan pemurtadan sampai

fajar menyingsing; orang-orang melarat berwatak peragu, orang-

orang yang kecanduan opium, dan para pengikut tarekat sufi

Kalenderi yang mengaku berada di jalan Allah dan menghabis-

29

My Name is Red

Page 28: Orhan Pamuk - My Name is Red (Namaku Merah Kirmizi - Indonesia) Bag 01

kan malam mereka di rumah sufi, menari-nari diiringi musik,

melubangi tubuh mereka dengan besi dan melakukan segala

perbuatan bejat, sebelum akhirnya bersanggama dengan ganas

dengan sesama mereka sendiri dan sembarang bocah laki-laki

yang mereka temui.

Aku tak tahu apakah suara merdu sitar yang menggerakkan-

ku mengikuti melodinya, atau apakah dalam kekacauan ke-

nangan-kenangan dan gairah-gairahku, aku jadi merasa tak tahan

pada si penjual acar yang licik ini dan mengikuti suara musik

sebagai jalan untuk terlepas dari percakapan tersebut. Meskipun

demikian, aku mengetahui satu hal: Saat kau mencintai sebuah

kota, dan sering menjelajahinya dengan berjalan kaki, tubuhmu,

apa lagi jiwamu, akan mengenal segala sudut jalannya dengan

baik setelah beberapa tahun merasakan semacam kesedihan yang

akan terbangkitkan hanya oleh segumpal kecil salju yang jatuh.

Kau akan menemukan tungkai-tungkai kakimu menyeret tubuh­

mu dengan sendirinya ke salah satu sudut dunia kesukaanmu.

Begitulah yang terjadi saat aku meninggalkan Pasar Farrier

dan berakhir dengan mengamati salju yang jatuh ke Golden

Horn dari satu sudut di samping Masjid Sulaiman: salju telah

mulai menggunung di atas atap yang menghadap ke utara, dan

di bagian kubah yang terkena embusan angin timur laut. Se­

buah kapal mendekat, tiang-tiang layarnya sudah diturunkan,

menyapaku dengan kibaran kanvasnya. Layarnya berwarna kelabu

seperti kabut di permukaan Golden Horn. Pepohonan cemara,

atap-atap rumah, kepiluan di senja hari, suara-suara yang ter-

dengar dari lingkungan perumahan di bawah sana, pekikan

burung-burung elang dan jeritan anak-anak yang bermain di

halaman masjid, bercampur baur dalam kepalaku, seakan-akan

mengumumkan dengan penuh empati bahwa pada akhirnya, aku

tidak bisa hidup di mana pun kecuali di kota mereka. Aku

merasakan sensasi di mana wajah orang yang kucintai, yang

30

ORHAN PAMUK