organizational conflict and politics.docx

9
Organizational Conflict and Politics Pada pokok bahasan kali ini, akan dibahas mengenai sifat- sifat konflik serta penggunaan taktik kekuasaan serta politik untuk mengelola dan mengurangi konflik antar individu maupun kelompok. Konflik Antar Divisi dalam Organisasi Intergroup conflict merupakan konflik yang terjadi diantara departemen maupun grup dalam sebuah organisasi. Ada 3 penyebab utama terjadinya konflik ini yaitu : 1. Group identification 2. Observable group differences 3. Frustration Konflik ini juga terjadi ketika satu kelompok berusaha untuk memajukan posisinya dalam hubungannya dengan kelompok lain. Intergroup conflict dapat pula didefinisikan sebagai sebuah perilaku yang terjadi antara kelompok-kelompok organisasi ketika salah satu peserta dalam satu kelompok mengidentifikasi dan melihat bahwa kelompok lain dapat menghalangi pencapaian tujuan atau harapan kelompok mereka. Dalam hal ini, definisi konflik dan kompetisi bisa dikatakan hampir serupa atau mirip, namun pengertian konflik disini dikatakan berasumsi negatif. Perbedaan yang paling mendasar antara konflik dan kompetisi dapat dilihat dari tujuan yang akan dicapai. Konflik akan terjadi ketika antar kelompok saling menjatuhkan atau mencampuri satu sama lainnya dalam pencapaian tujuan antar kelompok tersebut, sementara kompetisi

Upload: ign-widya-hadi-s

Post on 25-Nov-2015

49 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Organizational Conflict and PoliticsPada pokok bahasan kali ini, akan dibahas mengenai sifat-sifat konflik serta penggunaan taktik kekuasaan serta politik untuk mengelola dan mengurangi konflik antar individu maupun kelompok.

Konflik Antar Divisi dalam OrganisasiIntergroup conflict merupakan konflik yang terjadi diantara departemen maupun grup dalam sebuah organisasi. Ada 3 penyebab utama terjadinya konflik ini yaitu :1. Group identification2. Observable group differences3. FrustrationKonflik ini juga terjadi ketika satu kelompok berusaha untuk memajukan posisinya dalam hubungannya dengan kelompok lain. Intergroup conflict dapat pula didefinisikan sebagai sebuah perilaku yang terjadi antara kelompok-kelompok organisasi ketika salah satu peserta dalam satu kelompok mengidentifikasi dan melihat bahwa kelompok lain dapat menghalangi pencapaian tujuan atau harapan kelompok mereka. Dalam hal ini, definisi konflik dan kompetisi bisa dikatakan hampir serupa atau mirip, namun pengertian konflik disini dikatakan berasumsi negatif. Perbedaan yang paling mendasar antara konflik dan kompetisi dapat dilihat dari tujuan yang akan dicapai. Konflik akan terjadi ketika antar kelompok saling menjatuhkan atau mencampuri satu sama lainnya dalam pencapaian tujuan antar kelompok tersebut, sementara kompetisi lebih mengacu pada persaingan diantara kelompok untuk mencapai tujuan yang sama.

Sumber-sumber Terjadinya KonflikBeberapa sumber terjadinya intergroup conflict, diantaranya adalah sebagai berikut :A. Goal incompatibility, pencapaian tujuan antara departemen yang satu sering mengganggu dengan tujuan departemen lain. Hal inilah yang mengarah ke terjadinya sebuah konflik.B. Differentiation, dapat didefinisikan sebagai perbedaan baik dalam orientasi kognitif maupun emosional di antara manajer dalam departemen fungsional yang berbeda. Tiap departemen dalam organisasi memiliki nilai, perilaku, dan standar masing-masing, dan hal-hal subkultur organisasi ini lah yang mampu menimbulkan konflik.C. Task interdependence, mengacu pada ketergantungan antara satu unit dengan unit yang lain untuk bahan, sumber daya atau informasi. Dalam hal ini ada beberapa kategori, yaitu pooled interdependence (hanya sedikit interaksi antar unit), sequential interdependence (output dari unit yang satu digunakan kemudian oleh unit lainnya), dan reciprocal interdependence (masing-masing unit saling bertukar bahan baku maupun informasi yang ada untuk digunakan). Secara umum, semakin tingginya ketergantungan diantara unit yang ada, maka potensi terjadinya konflik juga mengalami peningkatan.D. Limited resources, mengacu pada keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh organisasi. Organisasi memiliki batasan kemampuan dalam hal biaya (modal), fasilitas fisik, sumberdaya manusia untuk masing-masing departemen. Ketika masing-masing departemen ingin mencapai tujuan mereka, pastinya mereka akan membutuhkan sumberdaya masing-masing yang semakin lama semakin meningkat. Hal inilah yang memicu terjadinya konflik, akibat ketidakberdayaan organisasi dalam memenuhi kebutuhan sumberdaya untuk masing-masing departemen yang ada.

Taktik-taktik dalam Meningkatkan Kolaborasi dan KerjasamaKetika terjadi konflik, seorang leader atau manager dalam organisasi dituntut untuk mampu mengatasi konflik tersebut dan membawa organisasinya ke arah yang lebih baik. Maka dari itu, dibutuhkanlah sebuah manajemen konflik yang efektif, yang bersifat langsung dan member efek positif terhadap kinerja tim maupun organisasi secara keseluruhan. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam hal ini untuk meningkatkan kolaborasi, yaitu sebagai berikut :1. Create integration devices. Pada chapter sebelumnya dikatakan bahwa tim, task forces dan project manager yang menjembatani batasan antar departemen dapat digunakan sebagai alat integrasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan masing-masing perwakilan dari departemen yang berkonflik ke dalam sebuah wadah atau problem-solving team merupakan dalah satu cara yang efektif dalam meningkatkan kolaborasi. Hal ini karena tiap perwakilan tersebut akan berusaha untuk saling mengerti dan mendalami masing-masing sisi dari departemen mereka dan juga sudut pandang dari departemen mereka. Ini juga akan membantu mengingkatkan kerjasama diantara kelompok yang berkonflik karena adanya integrasi diantara tiap anggota dari departemen-departemen yang ada.2. Use confrontation and negotiation. Konfrontasi terjadi ketika pihak-pihak yang berkonflik secara langsung terlibat satu sama lain dan mencoba untuk mengatasi perbedaan mereka. Sementara negosiasi merupakan proses tawar-menawar yang sering terjadi selama konfrontasi dan yang memungkinkan para pihak yang berkonflik untuk secara sistematis mencapai sebuah solusi. Teknik negosiasi ini akan memicu perwakilan dari masing-masing kelompok ke dalam sebuah diskusi yang serius dalam menghasilkan sebuah solusi. Kedua cara tersebut, baik konfrontasi maupun negosiasi tentunya memiliki resiko, tidak ada jaminan bahwa diskusi berjalan lancar dan berfokus pada penyelesaian konflik dan tidak ada jaminan pula kalau emosi masing-masing kelompok tidak terbawa ke dalam proses negosiasi tersebut. namun apabila kelompok tersebut mampu mengatasi konflik yang ada melalui diskusi secara langsung, mereka akan saling menghargai satu dengan yang lain dan tentunya proses kolaborasi ke depannya akan semakin mudah dilakukan. Baik konfrontasi maupun negosiasi ini akan berhasil ketika seorang manager mampu memberikan win-win solution bagi kelompok yang terlibat konflik.3. Schedule intergroup consultation. Ketika konflik makin memanas dan terjadi untuk jangka waktu yang cukup lama, dan masing-masing anggota kelompok saling curiga dan tidak mampu bekerjasama, maka top manager dapat turun tangan langsung sebagai pihak ketiga dalam upaya pemecahan konflik tersebut maupun dengan cara mengundang konsultan dari luar organisasi sebagai pihak ketiga. Kegiatan ini dapat dikatakan sebagai workplace mediation yaitu sebuah proses intervensi yang dilakukan dalam mengatasi konflik dengan cara mengumpulkan dan memediasi pihak-pihak yang berkonflik secara bersamaan dan member kesempatan dari masing-masing pihak untuk menjelaskan situasi yang terjadi sesuai versi mereka masing-masing.4. Practice member rotation. Rotasi dalam hal ini diartikan sebagai salah satu cara penempatan member dari satu departemen untuk berpindah posisi atau peran ke departemen lainnya, baik secara permanen maupun sementara. Individu yang mengalami rotasi itu akan mampu membawa dan menjelaskan kultur maupun tujuan dari departemen sebelumnya ke departemen yang baru sehingga pertukaran informasi pun akan terjadi. Selain itu, individu yang berpindah tersebut juga akan mampu membaur dengan nilai maupun kultur yang ada pada departemen lain tempat ia di rotasi. Hal ini tentu menjadi keuntungan dari dilakukannya rotasi yang mampu meminimalisir konflik.5. Create shared mission and superordinate goals. Cara selanjutnya yang dapat ditempuh oleh top manager adalah dengan membuat misi bersama dan menetapkan superordinate goals yang memerlukan kerjasama antar departemen. Dengan adanya kesamaan misi antar departemen, diharapkan kerjasama pun akan meningkat.

Power and OrganizationsDalam hal berorganisasi, power atau kekuasaan merupakan salah satu kekuatan intangible, yaitu tidak dapat dilihat secara nyata namun bisa dirasakan. Pengertian power atau kekuasaan adalah kemampuan seorang individu di satu departemen dalam suatu organisasi untuk mempengaruhi orang lain guna mencapai target hasil yang diinginkan. Sebuah kekuasaan ini terbentuk akibat dari adanya hubungan antara dua orang atau lebih, baik secara vertikal maupun horisontal dalam kedudukannya di suatu organisasi.

Individual versus Organizational PowerDalam hal ini, seorang leader atau manager dalam organisasi memiliki 5 sumber personal power, diantaranya :1. Legitimate power : merupakan kewenangan yang diberikan oleh organisasi untuk posisi manajemen resmi yang dipegang oleh seorang manajer.2. Reward power : berasal dari kemampuan untuk memberikan penghargaan kepada orang lain, seperti pemberian promotion, naik gaji, dll.3. Coercive power : merupakan kewenangan dalam memberikan hukuman.4. Expert power : berasal dari kemampuan seseorang atau pengetahuan yang lebih tentang tugas yang sedang dilakukan.5. Referent power : berasal dari karakteristik pribadi, dimana seseorang mengagumi sosok manajer dalam organisasi dan ingin menjadi seperti atau meniru karaktek manajer tersebut atas dasar rasa hormat dan kagum.

Power versus AuthorityAuthority (otoritas) merupakan suatu kekuatan untuk mencapai hasil yang diinginkan, tetapi hanya seperti yang ditentukan oleh hirarki formal dan hubungan pelaporan. Ada tiga ciri dari otoritas, yaitu :a. Authority is vested in organizational position, maksudnya bahwa seorang individu memiliki otoritas karena posisi yang dipegangnya dalam organisasi.b. Authority is accepted by subordinates, pihak bawahan merasa yakin dan menerima bahwa pemegang otoritas mempunyai hak untuk menjalankannya karena memang memiliki posisi untuk melakukan hal tersebut.c. Authority flows down the vertical hierarchy, maksudnya adalah otoritas ini ada sepanjang rantai komando formal, dimana makin ke atas posisi seseorang dalam sebuah organisasi maka dia akan lebih memiliki otoritas bila dibandingkan dengan posisi dibawahnya.

Vertical Sources of PowerAda empat sumber dari vertical power, yaitu sebagai berikut :1. Formal position2. Resources3. Control of information4. Network centrality

The Power of EmpowermentEmpowerment merupakan pembagian kekuasaan, pendelegasian kekuasaan atau wewenang kepada bawahan dalam sebuah organisasi. Dalam empowerment, karyawan akan mendapat 3 elemen kunci yang mampu membantu mereka dalam mencapai target kerjanya, yaitu :1. Information.Dalam sebuah organisasi yang full empowerment, karyawan akan mendapat akses ke seluruh informasi yang dimiliki oleh perusahaan, terutama yang menyangkut kinerja perusahaan seperti laporan keuangan dan informasi operasional perusahaan.2. Knowledge.Perusahaan memberi kesempatan kepada karyawannya untuk meningkatkan skill dan pengetahuannya melalui training program dan development tools lainnya sehingga dapat membantu dalam pencapaian tujuan organisasi.3. Power.Dengan adanya empowerment, karyawan mendapat kewenangan untuk turut serta secara langsung dalam proses operasional perusahaan yang mempengaruhi kinerja secara keseluruhan.Pada beberapa perusahaan, empowerment berarti memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menuangkan idenya untuk kemajuan perusahaan sementara final decision tetap dipegang oleh manajer. Ini berarti bahwa karyawan diberi kebebasan dalam membuat keputusan dan juga tentunya akan melatih inisiatif serta imajinasi karyawan dalam bekerja untuk mencapai tujuan organisasi.