organisasi santri dalam membentuk karakter di …

16
ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021 Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 1 ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN Sopian Lubis Dosen Tetap STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi, Jalan, Gatot Subroto KM. 3 No. 3 Kota Tebing Tinggi, E-mail: [email protected] Abstract: Organization as a soft-ware that loaded with the values of the individuals and groups lives. Understanding the importance of togetherness and complementary between one and another is very important for the members of the organization. In Islamic boarding school educational institutions, the organization driven by students is the second alternative in instilling character education. The student organization (organissasi santri) becomes a forum for and assignments from head master (kiai) and teachers to develop the character of responsibility for students. Development of student organization and the development of professional resources will bring success to the organization its self and the actors for future. There are so many characters that can be developed in students through this organizational activity, starting from discipline, and the most important thing is instillation a sense of responsibility among students. The results of the literature analysis conducted show that: (1) Student organization within the boarding school institution is part of the boarding school education system. (2) Character building in the boarding school institution can be carried out through various activities, one of its “student organizations”. (3) The organizational system carried out by students in the boarding school environment cannot be separated from the guidance and direction of the head master, teachers who are carried out by senior students. Keywords: Student Organization (Organisasi Santri), Character, Islamic Boarding Schools. PENDAHULUAN Membangun karakter pada generasi anak bangsa merupakan bahagian yang sangat penting dalam proses pendidikan. Anugrah Mulia Tampubolon menyebutkan dalam jurnal ilmiahnya bahwa pembelajaran adalah suatu proses belajar yang dibangun guru untuk meningkatkan moral, intelektual, serta mengembangkan berbagai kemampuan yang dimiliki oleh siswa, baik itu kemampuan berfikir, kemampuan kreativitas, kemampuan mengkonstruksi pengetahuan, kemampuan pemecahan masalah, hingga kemampuan penguasaan materi pembelajaran dengan baik. ( 2018 : 1-2). Lebih lanjut Anugrah Mulia Tampubolon menyebutkan dalam terbitan jurnal ilmiah yang lain bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui jalur pendidikan dapat membantu siswa ataupun peserta didik mengembangkan karakter, nilai, sikap dan kemampuan untuk dapat mempersiapkan peserta didik melanjutkan ke jenjang berikutnya dan untuk hidup bermasyarakat. (2020 : 15). Dalam Undang-Undang no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 (tiga) menyatakan bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

Upload: others

Post on 11-Nov-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 1

ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER

DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN

Sopian Lubis

Dosen Tetap STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi, Jalan, Gatot Subroto KM. 3 No. 3 Kota Tebing Tinggi,

E-mail: [email protected]

Abstract: Organization as a soft-ware that loaded with the values of the individuals and groups lives.

Understanding the importance of togetherness and complementary between one and another is very

important for the members of the organization. In Islamic boarding school educational institutions, the

organization driven by students is the second alternative in instilling character education. The student

organization (organissasi santri) becomes a forum for and assignments from head master (kiai) and teachers

to develop the character of responsibility for students. Development of student organization and the

development of professional resources will bring success to the organization its self and the actors for

future. There are so many characters that can be developed in students through this organizational activity,

starting from discipline, and the most important thing is instillation a sense of responsibility among

students. The results of the literature analysis conducted show that: (1) Student organization within the

boarding school institution is part of the boarding school education system. (2) Character building in the

boarding school institution can be carried out through various activities, one of its “student organizations”.

(3) The organizational system carried out by students in the boarding school environment cannot be

separated from the guidance and direction of the head master, teachers who are carried out by senior

students.

Keywords: Student Organization (Organisasi Santri), Character, Islamic Boarding Schools.

PENDAHULUAN

Membangun karakter pada generasi anak

bangsa merupakan bahagian yang sangat

penting dalam proses pendidikan.

Anugrah Mulia Tampubolon

menyebutkan dalam jurnal ilmiahnya

bahwa pembelajaran adalah suatu proses

belajar yang dibangun guru untuk

meningkatkan moral, intelektual, serta

mengembangkan berbagai kemampuan

yang dimiliki oleh siswa, baik itu

kemampuan berfikir, kemampuan

kreativitas, kemampuan mengkonstruksi

pengetahuan, kemampuan pemecahan

masalah, hingga kemampuan

penguasaan materi pembelajaran dengan

baik. ( 2018 : 1-2). Lebih lanjut Anugrah

Mulia Tampubolon menyebutkan dalam

terbitan jurnal ilmiah yang lain bahwa

pengetahuan yang diperoleh melalui

jalur pendidikan dapat membantu siswa

ataupun peserta didik mengembangkan

karakter, nilai, sikap dan kemampuan

untuk dapat mempersiapkan peserta

didik melanjutkan ke jenjang berikutnya

dan untuk hidup bermasyarakat. (2020 :

15).

Dalam Undang-Undang no. 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pasal 3 (tiga) menyatakan

bahwa:

“Pendidikan Nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam

Page 2: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 2

rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga Negara

yang demokratis dan serta

bertanggung jawab”. (UU-RI; 2008:

50)

Berdasarkan pengertian

pembelajaran, fungsi dan tujuan

pendidikan Nasional tersebut, jelas

bahwa proses pendidikan pada tiap

jenjangnya harus diselenggarakan secara

sistematis, terstruktur, dan terrencana.

Hal ini dilakukan terkait dengan

penenanam karakter pada peserta didik

sebagai modal magi mereka dalam

kompetisi kehidupan dengan tetap

mempertimbangkan etika, moral, dan

kearifan likan sebagai tatanan social

yang tak tertulis.

Maka dalam konteks universalitas

pendidikan, pendidikan karakter muncul

dan berkembag dengan landasan

pemikiran bahwa sekolah tidak hanya

bertanggung jawab pada pengembangan

kecerdasan akadimik saja, tetapi juga

harus bertanggung jawab untuk

memberdayakan semua potensi siswa

agar mimiliki nilai-nilai moral yang

dapat memandunya dalam kehidupan

sehari-hari. (Mansur Muchlis; 2011: 10)

Pelakasnaan pendidikan karakater

di Indonesia saat sekarang ini sangat

dibutuhkan sekali. Hal ini dapat dilihat

dan dirasakan oleh segenap lapisan

masyarakat, melali pola prilaku remaja

sebagai generasi penerus bangsa hingga

pejabat public, politikus, dan bahkan

menjangkit pada perilaku beragama.

Timbulnya tindakan kekeransan di

kalangan remaja, penyalah gunaan

wewenang (korupsi) pada pejabat public

dan politikus, dan timbulnya kalangan

“ekstrimis” dalam beragama merupakan

kumpulan permasalahan yang sedang

terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Semua persoalan yang di paparkan

di atas terjadi atas kegagalan dunia

pendidikan dalam menjalankan misinya

untuk membentuk manusia yang

bermoral dan beretika. Maka dianggap

sangat perlu adanya suatu usaha

revitalisasi pendidikan karakter di semua

sector kehidupan khususnya pada

lembaga pendidikan formal. Salah satu

yang dapat dilakukan adalah dengan

memberikan tugas (amanah) pada siswa

sebagai upaya menumbuh kembangkan

potensi tanggung jawab. Jadi tidak

cukup dengan komunikasi verbal saja,

sehingga terjadi suatu system

pembelajaran learning by doing belajar

sambil berbuat.

Page 3: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 3

Menyikapi kompleksitas

problematika kehidupan bermasyarakat,

Pondok Pesantren mengambil bagaian

yang tidak sedikit dalam menanamkan

karakter di kalangan santrinya (siswa).

Pondok pesanten sebagai salah satu

lembaga pendidikan khas Indonesia

sejak awal telah membarikan pendidikan

karakter pada santri (siswa) yang dapat

dilihat dari kemandirian santri, disiplin,

rasa solidaritas, dan yang terpenting

darinya adalah tertanamnya rasa hormat,

sopan santun, serta rasa rendah diri dan

bertanggung jawab. Salah satu usuha

yang sudah dikembangkan lembaga

pondok pesantren dalam membentuk

karakter santri adalah memberikan

kesempatan pada santri (siswa) untuk

menjalankan roda organisasi di kalangan

santri itu sendiri.

Berdasarkan pernyataan dan

permasalahan yang diuraikan di atas,

penulis mengankat sebuah judul kajian

“Organisasi Santri dalam Membentuk

Karakter di Lingkungan Pondok

Pesantren”.

METODE

Desain penelitian yang digunkan

dalam kajian ini adalah penelitian

kepustakaan (Library research)

menggunakan berbagai sumber

kepustakaan sebagai sumber data

penelitian. Kajian ini merupakan telaah

yang berkaitan dengan berbagai

pemikiran tentang permasalahan

tertentu, maka secara metodologis

pendekatan yang digunakan adalah

pendekatan isi atau kepustakaan. (Ratna;

2010: 39) Maksudnya adalah penelitian

berhubungan erat dengan pemikiran

yang dituangkan dalam karya atau buku

(isi), yaitu penelitian tentang pandangan

mengenai keadaan yang semestinya

dalam membangun suatu keadaan

berdasarkan konsep yang telah

disistematiskan.. Karena penelitian ini

berhubungan dengan konsep

berorganisasi dan kaitannya dengan

pembentukan karakter santri di

lingkungan Pondok Pesantren, maka

pendekatan yang digunakan selain

kualitatif juga dengan pendekatan

objektif (berhubungan dengan teks).

(Endraswara; 2003: 9)

Penelitian ini juga menggunakan

pendekatan teknik deskriptif, yaitu suatu

bentuk penelitian yang ditujukan untuk

mendeskripsikan fenomena-fenomena

yang ada, baik fenomena alamiah

maupun fenomena buatan manusia.

Fenomena itu bisa berupa bentuk,

aktivitas, karakteristik, perubahan,

hubungan, kesamaan, dan perbedaan

Page 4: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 4

antara fenomena yang satu dengan

fenomena lainnya. (Syaodiah; 2006: 72)

Pendekatan deskriptif merupakan

penelitian yang berusaha

mendeskripsikan dan

menginterpretasikan sesuatu pendapat

yang berkembang. Furchan menjelaskan

bahwa penelitian deskriptif adalah

penelitian yang dirancang untuk

memperoleh informasi tentang status

suatu gejala saat penelitian dilakukan.

Dalam penelitian deskriptif tidak ada

perlakuan yang diberikan atau

dikendalikan. (Furchan; 2004; 447)

Untuk mengumpulkan data

penelitian yang diperlukan, penulis

mengunakan metode penelitian pustaka

(library research) yaitu penelitian yang

objek utamanya adalah buku-buku

literatur yang ada hubungannya dengan

pokok bahasan dan sumber pendukung

lainnya. Penelitian ini disebut penelitian

pustaka (library research), oleh karena

itu sumber data diperoleh dalam dua

bentuk data, yaitu data primer (materi-

materi yang berkaitan dengan sasaran

penelitian berupa literatur) dan data

sekunder (umum).

Analisis data yang terkumpul,

diklarifikasikan sesuai dengan

kebutuhan dengan cara yang tepat.

Dalam menganalisis data, teknik yang

digunakan adalah content analysis, yaitu

menguraikan secara teratur tentang suatu

konsepsi. (Bakeer; 2000: 65)

Maksudnya bahwa semua ide dalam

konsep berorganisasi dan relevansinya

terhadap pendidikan karakter santri di

lembaga Pondok Pesantren ditampilkan

sebagaimana adanya.

Oleh karena itu, selain

menggunakan content analysis, metode

yang dipandang sesuai dan memiliki

relevansi dan akurasi yang kuat dalam

kajian ini adalah penelitian yang bersifat

diskriptif kualitatif yang

mempergunakan sumber-sumber tertulis

yang ada hubungannya dengan pokok

permasalahan. (Azwar; 2010: 126)

Selanjutnya di susun langkah-langkah

yang sesuai untuk menunjang

keakuratan penelitian ini. Penyajian ini

memberikan gambaran mengenai

distribusi subjek menurut kategori-

kategori yang ditetapkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Organisai Santri Pondok

Pesantren

Organisasi santri pada lembaga

pondok pesantren merupakan kegiatan

yang tidak terpisahkan dengan system

pendidikan pesantren itu sendiri. Oleh

karena itu santri di pondok pesantren

membentuk wadah organisasi tersendiri

Page 5: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 5

yang disesuaikan dengan dinamika

kebutuhan kehidupan di pondok

pesantren. Pembahasan tentang

organisasi santri pondok pesantren akan

dibagi dalam kegiatan organisasi di

Pondok Pesantren Ashriyah (Modern)

dan Pondok Pesantren Salafiyah

(Tradisional).

a. Organisasi Santri Pondok

Pesantren Modern (Khalafiyah).

Kegiatan berorganisasi di

pondok telah diadakan sejak awal

berdirinya pondok pesantren. Hal ini

dimaksudkan untuk memberi bekal

dan pengalaman kepada santri untuk

hidup di masyarakat kelak. Kegiatan

berorganisasi ini merupakan kegiatan

yang tak terpisahkan dari kehidupan

santri sehari-hari, sebab berorganisasi

di pondok ini berarti pendidikan

untuk mengurus diri sendiri dan tentu

saja orang lain. Seluruh kehidupan

santri selama berada di pondok diatur

oleh mereka sendiri (self-

government) dengan dibimbing oleh

guru-guru dan dibantu santri-santri

senior. Kegiatan-kegiatan ini selalu

didasari oleh Panca Jiwa, falsafah,

dan moto pendidikan dan pengajaran

pondok.

Induk organisasi santri di

pondok ada dua: Organisasi Pelajar

Pondok (OPPM) dan Gerakan

Pramuka. Pengurus Organisasi

Pelajar adalah santri-santri kelas V

dan VI (setingkat dengan kelas II dan

III SMU) yang terpilih melalui

musyawarah.

Pimpinan pondok biasanya

memberikan tanggapan, penilaian,

koreksi, dan arahan-arahan pada

acara pemilihan dan penetapan

pengurus organisasi santri dengan

menegaskan bahwa semua kegiatan

tersebut adalah pendidikan. Setiap

bagian-bagaian dari pengurus

organisasi tersebut, menyusun

program kerja masing-masing dan

akan dilakukan laporan pertanggung

jawaban pada tiap-tiap akhir masa

jabatan. Seusai laporan

pertanggungjawaban, diadakan serah

terima jabatan dari pengurus lama ke

pengurus baru terpilih.

Kegiatan-kegiatan santri di

dalam pondok diurus oleh 18 bagian.

Bagian-bagian tersebut terdiri dari

pengurus harian: ketua, sekretaris,

bendahara, dan keamanan, dan 14

bagian yang lain, yaitu: Bagian

Pengajaran, Bagian Penerangan,

Bagian Kesehatan, Bagian Olahraga,

Bagian Kesenian, Bagian

Perpustakaan, Bagian Koperasi

Page 6: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 6

Pelajar, Bagian Penerimaan Tamu,

Bagian Koperasi Dapur, Bagian

Warung Pelajar, Bagian Penggerak

Bahasa, Bagian Pembantu, Bagian

Fotografi, dan Bagian Bersih

Lingkungan. Bagian yang menonjol

adalah Bagian Keamanan yang

bertanggungjawab atas berjalannya

disiplin dan sunnah-sunnah pondok

serta terjaganya ketertiban dan

ketentraman pondok. (Wirosukarto;

1996: 60)

b. Organisasi Santri Pondok

Pesantren Tradisional (Salafiyah)

Organisasi santri intra

pesantren sebagaimana halnya

organisasi-organisasi lain, dipimpin

oleh seorang ketua dibantu oleh

anggota pengurus lainnya. Seorang

ketua yang memimpin organisasi

intra pesantren ini merupakan hasil

pemilihan langsung secara

demokratis oleh Majelis Perwakilan

Santri (MPS) sebagai wakil-wakil

santri dari tiap kamar atau cukup tiap

kelompok asrama. Pemilihan

pengurus (ketua) dilakukan dalam

acara musyawarah tahunan yang

khusus diadakan untuk acara tersebut.

Dalam musyawarah ini di

samping pemilihan pengurus juga

diadakan evaluasi terhadap

pelaksanaan pengurus periode lalu,

merumuskan program kerja periode

selanjutnya dan membuat

rekomendasi-rekomendasi yang

bersifat internal maupun eksternal.

Lamanya masa jabatan pengurus

maupun diadakannya musyawarah

tahunan tergantung kesepakatan

masing-masing, tidak ada keharusan

yang pasti melainkan fleksibel.

Struktur organisasinya,

biasanya bersifat luwes dan

menyesuaikan dengan kebutuhan

masing-masing. Dengan kata lain

struktur organisasi sangat tergantung

dari besar atau kecilnya sebuah

pesantren. Tetapi sebagaimana

lazimnya sebuah organisasi, di dalam

struktur tersebut komposisinya terdiri

dari: Penasehat, pengurus harian yang

terdiri dari ketua dan beberapa wakil

ketua, sekretaris dan beberapa wakil

sekretaris, bendahara dan beberapa

wakil bendahara. Sedangkan untuk

seksi-seksi dapat dibentuk

berdasarkan kebutuhan serta sumber

daya manusia (santri) yang tersedia.

Dalam struktur organisasi

pesantren tradisional, peran kyai

sangat menonjol. Pembahasan

tentang peranan kyai dalam

kepemimpinan masyarakat

Page 7: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 7

tradisional tidak bisa dilepaskan dari

pembicaraan gaya kepemimpinan

kyai dalam pesantren. Gaya

kepemimpinan seorang kyai

merupakan salah satu ciri khas atau

bahkan menjadi bagian, meminjam

istilah Gus Dur, subculture sebuah

masyarakat tradisional (pesantren).

(Wahid; 21: 35)

Berbeda dengan gaya

kepemimpinan lainnya, kyai

pesantren sering kali menempati atau

bahkan ditempatkan sebagai

pemimpin tunggal yang mempunyai

kelebihan (maziyah) yang tidak

dimiliki oleh masyarakat pada

umumnya. (Wahid; tt: 168) Anehnya,

sebagaimana dikemukakan Gus Dur,

hal demikian berlangsung secara

alamiah. Keberadaannya tidak

melalui proses pembinaan dan

pemberdayaan yang tetap dan baku.

Berawal dari kesabaran, kegigihan,

dan kemandirian sang kyai untuk

mengimplementasikan cita-cita

luhurnya dalam bentuk pendirian

pondok pesantren, segala sesuatunya

berjalan layaknya air yang mengikuti

laju arusnya, dan arus tersebut tidak

lain dan tidak bukan adalah heriditas.

Implikasinya, quality gap

(kesenjangan kualitas) antara seorang

pemimpin dengan lainnya tidak bisa

dihindarkan.

Dari gaya kepemimpinan

kharismatik ini, Mastuhu kemudian

menemukan dua pola hubungan yang

unik antara kyai dan santri sebagai

berikut:

Pertama, pola hubungan otoriter-

paternalistik. Yaitu pola hubungan

antara pimpinan dan bawahan atau,

meminjam istilah James C. Scott,

patron-client relationship; dan

tentunya sang kyailah yang menjadi

pimpinannya. Sebagai bawahan,

sudah barang tentu peran partisipatif

santri dan masyarakat tradisional

pada umumnya sangat kecil, untuk

mengatakan tidak ada; dan hal ini

tidak bisa dipisahkan dari kadar

kekharismatikan sang kyai. Seiring

dengan itu, pola hubungan ini

kemudian dihadapkan dengan pola

hubungan diplomatik-partisipatif.

Artinya, semakin kuat pola hubungan

yang satu semakin lemah yang

lainnya.

Kedua, pola hubungan laissez faire.

Yaitu pola hubungan kyai santri yang

tidak didasarkan pada tatanan

organisasi yang jelas. Semuanya

didasarkan pada konsep ikhlas,

barakah, dan ibadah, sehingga

pembagian kerja antar unit tidak

dipisahkan secara tajam. Seiring

dengan itu, selama memperoleh restu

sang kyai, sebuah pekerjaan bisa

dilaksanakan. Pola hubungan ini

kemudian dihadapkan dengan pola

hubungan birokratik. Yaitu pola

hubungan di mana pembagian kerja dan fungsi dalam lembaga pendidikan

pesantren sudah diatur dalam sebuah

struktur organisasi yang jelas.

(Mastuhu; 1990: 91-95)

Page 8: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 8

2. Belajar dari Ber-Organisasi

Pondok pesantren dari dahulu

sampai sekarang adalah lembaga

pendidikan yang senantiasa mencetak

pemimpin-pemimpin yang akan dapat

menjadi figur saat mereka keluar dari

pondok pesantren, baik menjadi seorang

guru agama, khatib, imam, kepala dusun,

dan atau bahkan kepala desa. Karena

masa depan kebangkitan umat manusia

tergantung sejak saat ini dan tergantung

kualitas manusia yang memimpin yang

dipersiapkan oleh lembaga-lembaga

pendidikan kepemimpinan. (As-Suwai;

2002: 19)

Pemimpin yang dilahirkan pondok

pesantren adalah pemimpin yang

mempunyai kredibelitas dan integritas

diri dalam memegang amanah

kepemimpinan, artinya dapat

menciptakan pemimpin yang religius.

Kondisi multikultural dan

perkembangan jumlah santri dari pondok

pesantren semakin menunjukkan

peningkatan, terutama pada pondok

pesantren yang semi khalafi dan pondok

pesantren salafi. Jumlah santri pada

pondok ini biasanya lebih kurang 700

orang dan bahkan sampai ribuan orang.

Jumlah santri yang begitu besar, tentu

keberadaan kyai tidak akan dapat

menyentuh seluruh aspek santri.

Oleh karena itu biasanya

kekuasaan dan otoritas didelegasikan

kepada orang yang dipercaya yaitu para

asatid (guru), dan aspek-aspek yang

tidak dapat disentuh oleh para asatidz

didelegasikan kepada santri senior.

Dengan keadaan seperti ini, maka

potensi menciptakan dan melahirkan

pemimpin-pemimpin yang baik dan

disempurnakan oleh karakter yang baik

di masa mendatang sangatlah besar.

Karena pada dasarnya pemimpin dapat

diciptakan, karakter dan potensi pada

diri manusia dapat diasah.

Wadah pembelajaran

kepemimpinan yang berkarakter saat ini

tentu adalah manusia itu sendiri, yang

mana dalam organisasi pondok

pesantren modern maupun semi modern

telah banyak ditemukan wadah-wadah

pembelajaran organisasi yang

memungkinkan santri dapat belajar

sebagai pemimpin. Kemudian,

kepemimpinan yang berhasil di abad

globalisasi menurut Dave Ulrich adalah:

“Merupakan perkalian antara

kredibelitas dan kapabilitas.”

Kredibelitas adalah ciri-ciri yang

ada pada seorang pemimpin seperti

kompetensi-kompetensi, sifat-sifat,

nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang

bisa dipercaya baik oleh bawahan

Page 9: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 9

maupun oleh lingkungannya. Sedangkan

kapabilitas adalah kemampuan

pemimpin dalam menata visi, misi, dan

strategi serta dalam mengembangkan

sumber-sumber daya manusia untuk

kepentingan memajukan organisasi dan

atau wilayah kepemimpinannya.”

Kredibelitas pribadi yang ditampilkan

pemimpin yang menunjukkan

kompetensi seperti mempunyai kekuatan

keahlian (expert power) disamping

adanya sifat-sifat, nilai-nilai dan

kebiasaan-kebiasaan yang positif (moral

character) bila dikalikan dengan

kemampuan pemimpin dalam menata

visi, misi, dan strategi

organisasi/wilayah akan menimbulkan

suatu kekuatan dalam menjalankan roda

organisasi/ wilayah dalam rangka

mencapai tujuannya.

Pada hakikatnya, setiap manusia

adalah pemimpin, minimal pemimpin

dirinya sendiri. Dan setiap pemimpin

akan dihadapkan pada tanggung

jawaban atas kepemimpinannya. Hal ini

sebagaimana ditegaskan dalam Sabda

Rasulullah Saw. “Ingatlah! Setiap kamu

adalah pemimpin dan akan dimintai

pertanggung jawaban tentang

kepemimpinannya, seorang suami

adalah pemimpin keluarganya dan ia

akan dimintai pertanggung jawaban

tentang kepemimpinannya, wanita

adalah pemimpin bagi kehidupan rumah

tangga suami dan anak-anaknya, dan ia

akan dimintai pertanggung jawaban

tentang kepemimpinannya, dan seorang

pembantu adalah pemimpin pada harta

tuannya, dan ia akan dimintai

pertanggung jawabannya. Ingatlah!

Bahwa kalian adalah sebagai pemimpin

dan akan dimintai pertanggung jawaban

tentang kepemimpinannya.” (Sulaiman;

2000: 145)

3. Pembentukan Karakter

Karakter dapat diartikan sebagai

cara untuk berpikir dan berperilaku tiap

individu untuk hidup dan bersosialisasi,

baik dalam lingkup keluarga, sekolah,

masyarakat dan negara. Individu yang

berkarakter baik adalah individu yang

dapat membuat keputusan dan siap

mempertanggungjawabkan setiap akibat

dari keputusannya. (Muchlas; 2012: 4)

Islam sebagai agama yang sarat dengan

nilai-nilai spiritualitas memiliki jejak

pendidikan karakter yang jelas dan

sistematis. (Fuad; 2013:75) Karakter

dapat didefinisikan sebagai sikap dan

perilaku tiap individu yang bisa

mempermudah tindakan moral.

(Samani&Hartoyo; 2012: 42)

Berdasarkan definisi di atas dapat

ditegaskan bahwa pendidikan karakter

Page 10: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 10

merupakan upaya yang dibentuk dan

dilaksanakan secara sistematis dan

berkesinambungan supaya peserta didik

dapat memahami nilai perilaku manusia

yang berhubungan dengan semua aspek

yaitu: tuhan yang maha esa, diri sendiri,

sesama manusia serta lingkungan yang

bisa diwujudkan dalam pikiran,

perkataan, dan perbuatan berdasarkan

norma agama, hukum, budaya, adat

istiadat.

Tujuan dari pendidikan karakter

adalah meningkatkan kualitas

pelaksanaan dan hasil pendidikan oleh

peserta didik baik secara terpadu,

seimbang dan menyeluruh terhadap

pencapaian karakter dan akhlak mulia.

Dengan adanya hal tersebut maka

peserta didik diharapkan dapat

menggunakan dan meningkatkan

pengetahuan yang dimiliki, serta dapat

mempersonalisasikan nilai akhlak dan

karakter secara mandiri sehingga pada

akhirnya dapat mewujudkan nilai-nilai

tersebut dalam perilaku sehari-hari.

(Muslih; 2011:81)

Pendidikan karakter merupakan

suatu hal yang sangat penting karena

melibatkan semua pihak, baik di

lingkungan keluarga, masyarakat serta

lingkungan pendidikan. Sedangkan

tujuan dari pendidikan karakter di

lingkungan pendidikan adalah

membentuk dan membangun peserta

didik supaya dapat tumbuh menjadi

pribadi yang positif, pola pikir yang

bagus, serta berakhlakul karimah dan

punya rasa tanggung jawab yang tinggi.

Pembentukan karakter merupakan

suatu hal yang penting untuk diterapkan

di lembaga pendidikan. Karena

penanaman karakter menjadi sebuah

pijakan dalam setiap setiap kegiatan dan

bisa menjadi penentu bagi siswa untuk

mengantarkan dirinya menjadi insan

kamil. Pertumbuhan dan perkembangan

pendidikan karakter yang baik bisa

menjadi pendorong bagi siswa untuk

melakukan hal positif dan memiliki

tujuan hidup yang benar.

Lingkungan sebuah lembaga

pendidikan tidak dapat menjadi suatu-

satunya yang mutlak bagi anak untuk

mendapatkan pendidikan karakter secara

utuh. Oleh karena itu orang tua,

keluarga, lingkungan dan masyarakat

juga memiliki peran penting dalam

pembentukan karakter. Karakter dapat

dibentuk melalui beberapa tahap, di

antaranya:

a. Tahap pengetahuan. Pendidikan

karakter dapat ditanamkan melalui

pengetahuan, yaitu lewat setiap mata

Page 11: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 11

pelajaran yang diberikan kepada

anak.

b. Tahap pelaksanaan. Pendidikan

karakter bisa dilaksanakan di

manapun dan dalam situasi apapun.

Pendidikan karakter di lingkungan

sekolah bisa dilaksanakan mulai dari

sebelum proses belajar mengajar

sampai pembelajaran usai. Beberapa

contoh diantaranya: disiplin (peserta

didik dilatih dan ditanamkan untuk

disiplin baik itu disiplin waktu dan

disiplin dalam menjalani tata tertib di

sekolah), jujur (peserta didik bisa

dilatih untuk jujur dalam semua hal,

mengerjakan dan mengumpulkan

tugas dengan benar, tidak menyontek

atau memberi contekan kepada siswa,

membangun kantin kejujuran di

sekolah), religious (bisa ditanamkan

melalui pembiasaan mengucapkan

salam dan berdoa bersama sebelum

proses belajar mengajar dimulai dan

sesudah pembelajaran usai,

berorganisasi, dan seterusnya.

c. Tahap pembiasaan. Karakter tidak

hanya ditanamkan lewat pengetahuan

dan pelaksanaan saja, tetapi harus

dibiasakan. Karena orang yang

memiliki pengetahuan belum tentu

bisa bertindak dan berperilaku sesuai

dengan ilmu yang ia miliki apabila

tidak dibiasakan untuk melakukan

kebaikan.

Emosi dan kebiasaan diri juga

termasuk wilayah jangkauan dari

pendidikan karakter. Dengan demikian

dibutuhkan beberapa komponen yang

berkaitan dengan hal tersebut, di

antaranya: moral knowing (pengetahuan

tentang moral), moral feeling (perasaan

atau penguatan emosi), moral action

(penerapan moral). Ketiga komponen

tersebut sangat diperlukan untuk

membentuk karakter pada seseorang

terutama dalam sistem pendidikan.

4. Dasar Pembentukan Karakter

Manusia pada dasarnya memilki

dua potensi, yakni baik dan buruk. Di

dalam Al-Quran Al-Syams (91:8)

dijelaskan dengan istilah Fujur

(celaka/fasik) dan takwa (takut kepada

Tuhan). Manusia memiliki dua

kemungkinan jalan, yaitu menjadi

makhluk yang beriman atau ingkar

terhadap Tuhannya. Keberuntungan

berpihak pada orang yang senantiasa

mensucikan dirinya dan kerugian

berpihak pada orang-orang yang

mengotori dirinya,

Dengan dua potensi di atas,

manusia dapat menentukan dirinya

untuk menjadi baik atau buruk. Sifat baik

manusia digerakkan oleh hati yang baik

Page 12: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 12

pula (qolbun salim), jiwa yang tenang

(nasfsul mutmainnah), akal sehat (aqlus

salim), dan pribadi yang sehat (jismu

salim). Potensi menjadi buruk

digerakkan oleh hati yang sakit (qolbun

maridh), nafsu pemarah (amarah), lacur

(lawwamah), rakus (saba’iyah), hewani

(bahimah), dan pikiran yang kotor

(aqlussu’i). Sikap manusia yang dapat

menghacurkan diri sendiri antara lain

dusta (bohong, menipu), munafik,

sombong, congkak (takabbur), riya’,

sum’ah, materialistik (duniawi), egois,

dan sifat syaithoniyah yang melahirkan

manusia-manusia yang berkarakter

buruk. Sebaliknya, sikap jujur, rendah

hati, qona’ah, dan sifat positif lainnya

dapat melahirkan manusia-manusia yang

berkarakter baik.

Dalam teori lama yang

dikembangkan oleh dunia Barat

disebutkan bahwa perkembangan

seseorang hanya dipengaruhi oleh

pembawaan (nativisme). Sebagai

lawannya, berkembang pula teori yang

berpendapat bahwa seseorang hanya

ditentukan oleh pengaruh lingkungan

(empirisme). Sebagai sintesisnya,

kemudian dikembangkan teori ketiga

yang berpendapat bahwa perkembangan

seseorang ditentukan oleh pembawaan

dan lingkungan (konvergensi).

Pengaruh itu terjadi baik pada

aspek jasmani, akal, maupun rohani.

Aspek jasmani banyak dipengaruhi oleh

alam fisik (selain pembawaan); aspek

akal banyak dipengaruhi oleh

lingkungan budaya (selain pembawaan);

aspek rohani banyak dipengaruhi oleh

kedua lingkungan itu (selain

pembawaan). Pengaruh itu menurut Al-

Syaibani dalam Ahmad Tafsir, dimulai

sejak bayi berupa embrio dan barulah

berakhir setelah orang disebut mati.

(Tafsir; 1995: 35)

Tingkat dan kadar pengaruh

tersebut berbeda antara seorang dengan

orang lain, sesuai dengan segi-segi

pertumbuhan masing-masing. Kadar

pengaruh tersebut juga berbeda, sesuai

perbedaan umur dan perbedaan fase

perkembangan. Faktor pembawaan lebih

dominan pengaruhnya saat orang masih

bayi. Lingkungan (alam dan budaya)

lebih dominan pengaruhnya saat orang

mulai tumbuh dewasa. Manusia

mempunyai banyak kecenderungan yang

disebabkan oleh banyaknya potensi yang

dibawanya. Dalam garis besarnya,

kecenderungan itu dapat dibagi menjadi

dua, yaitu kecenderungan menjadi orang

baik dan kecenderungan menjadi orang

jahat. Oleh sebab itu, pendidikan

karakter harus dapat memfasilitasi dan

Page 13: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 13

mengembangkan nilai-nilai positif agar

secara alamiah-naturalistik dapat

membangun dan membentuk seseorang

menjadi pribadi-pribadi unggul dan

berakhlak mulia.

5. Organisasi dalam Membentuk

Karakter Santri

Santri merupakan bahagian dari

generasi bangasa yang secara khusus

bertugas menuntut ilmu pengetahuan

Agama Islam di lingkungan pondok

pesantren. Santri diharapkan tidak hanya

melakukan tugas pokoknya semata

(belajar), tetapi juga mengabdi dan

melaksanakan perannya di lingkungan

pondok. Maka sebagai santri, ia harus

dapat mengais pengalaman atau

kesuksessan dengan mengikuti berbagau

kegiatan organisasi.

Organisasi santri memiliki peran

penting yang dapat merencanakan dan

melaksanakan sebuah program kerja dan

berfikir kritis tentang bagaimana

pemecahan masalah dengan nuansa

penuh kedewasaan dan tanggung jawab.

Keberhasilan untuk memecahkan

masalah, akan sangat berguna ketika di

implementasikan dalam kehidupan

sehari-hari. Tidak hanya tempat untuk

menampung atau untuk sebagai wadah

tetapi juga sebagai tempat penambah

wawasan untuk terjun ke dunia

pekerjaan (Septiani, 2017). Hanya dengn

bermodalkan nilai saja dianggap kurang

cukup untuk bekerja instansi diperlukan

pengalaman lebih dan berfikir secara

kritis. (Ngongo dan Gafur, 2017).

Melalui organisasi dapat

membentuk dan mengembangkan

karkter pada diri masing-masing santri

(Alfan, 2014). Sebagai tempat penyalur

dan wadah bagi para santri, seperti

mengatus perputaran keuangan

organisasi, mengembangkan usaha

koperasi dan seterusnya. Maka dengan

berorganisasinya santri di pondok

pesantren, maka mereka akan terdidik

secara tidak langsung untuk maupun

mengurus, mengorganisir serta

kecakapan dalam berintaeraksi. Yang

terpenting dari semua tugas dan

tanggung jawab yang diberikan pada

pengurus organisasi santri adalah

tertanamnya karakter bartanggung jawab

santri pada pondok, kiai, dan hingga

agamanya. Inilah yang lazim disebut

sebagai mendidik dengan member tugas

untuk bertanggung jawab.

Santri yang sudah diberi tugas

mengurus organisasi, wajib mampu

membagi waktunya dengan baik agar

tidak terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan. Pada kondisi ini seorang

pengurus organisasi santri harus mampu

Page 14: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 14

membuat keseimbangan yang baik

antara tugas utama sebagai penuntut

ilmu dengan tugas berorganisai.

Meskipun demikian mereka telah

membuktikan diri bahwa mereka dapat

melakukan kegiatan seperti seminar,

workshop, event-event olahraga dan seni

dan lain-lain dengan sangat baik

walaupun dihadapkan pada resiko

tentunya.

Proses pembentukan karakter pada

santri dapat diterapkan di luar

pembelajaran terstruktur, yaitu melalui

pemberian tugas tambahan dalam

berorganisasi. Pembentukan karakter

paada system berorganisasi tersebut

dapat dilihat dari interaksi keseharian

santri denga lingkungan sekitarnya.

Interaksi seseorang dengan orang lain

dilingkungan tersebut menumbuhkan

karakter yang matang. Oleh karena

itu,pembentukan karakter individu

seseorang di lingkungan tergantung

bagaimana individu tersebut beradaptasi

dan berinteraksi dalam berorganisasi

yang ia jalankan dan naungi. Selain

interaksi, faktor pikiran adalah faktor

terpenting lainnya untuk pembentukan

karakter seseorang. Dalam sebuah pikran

terdapat pengalaman-pengalaman yang

membentuk pola pikir dan kemudian

mempengaruhi perilaku. Perilaku

individu juga bisa dipengaruhi oleh

fakror bawaan lahir.

Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa pengalaman Organisasi sangat

bermanfaat dalam proses pembentukan

kepribadian dan pembentukan karakter

seseorang. Proses pembentukan karakter

akan terbentuk dengan sendirinya ketika

individu berorganisasi dan diberi

tanggung jawab. Karena di dalam

berorganisasi seoranag diajarkan untuk

saling menghargai, memecahkan

berbagai masalah, berfikir kritis yang

pastinya akan berguna bagi lingkungan

sekitar.

KESIMPULAN

Melalui deskripsi dan analisis

organisasi santri dalam membentuk

karakter dilingkungan ppondok

pesantren, maka dapat diterik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Organisasi santri di lingkungan

lembaga pondok pesantren adalah

bahagian dari system pendidikan

pondok pesantren dengan memberi

tugas dan tanggung jawab pada santri

untuk menjalankan roda organiasi.

2. Pembangunan karakter di lingkungan

lembaga pondok peantren dapat

dilakukan melalui berbagai macam

kegiatan santri, salah satunya

organisasi santri. Karakter utama

Page 15: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 15

yang tertanam dalam kegiatan

berorganisasi santri adalah amanah

atau tanggung jawab secara spiritual

maupaun moral. Selain itu,

pendidikan karakter yang diperoleh

dari kegiatan organisasi santri ini

antara lain: disiplin, kerja keras, team

work, peduli lingkungan dan

kecakapan-kecakapan lain.

3. System berorganisasi yang dilakukan

santri dilingkungan pondok

pesantren tidak lepas dari bimbingan

dan arahan kiai, guru-guru yang

dilaksankan oleh santri-santri senior.

Sifat organisasi ini berlangsung

secara periodik dan akan dilanjutkan

oleh santri berikutnya setelah

menjalankan roda organisasi selama

setahu dan di akhiri dengan laoran

pertanggung jawaban.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Suryadharma, (2013), Paradigma

Pesantren; Memperluar Horizon

Kajian dan Aksi, Malang; UIN

Malang Press

Al-Sajistani, Abu Dawud Sulaiman ibn

Ashash ibn Ishaq Ibn Basyir ibn

Syaddad ibn ‘Amr al-Azdy,

(2000), Sunan Abu Dawud, Beirut:

Darul Fikr

Arikunto, Suharsimi, (2002), Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek, Jakarta: Rineka Cipta

As-Suwai, Thariq M. dan Basyarahil,

Faisal Umar, (2002), Melahirkan

Pemimpin Masa Depan, Jakarta:

GIP

Azwar, Saifudin, (2010), Metodologi

penelitian Yogyakarta: Pustaka

pelajar

Bakeer, Anton dan Zubair, Ahmad

Charis, (2000), Metode Penelitian

Filsafat Yogyakarta: Kanisius

Endraswara, Suwardi, (2003),

Metodelogi Penelitian Sastra:

Epistemologi, Model, Teori dan

Aplikasi, Yogyakarta: Caps

Furchan, Arif, (2004), Pengantar

Penelitian dalam Pendidikan,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Fuad, Jauhar, (2013), “Pendidikan

Karakter Dalam Pesantren

Tasawuf,” Jurnal Pemikiran

Keislaman 23, no. 1 (February 28)

Muhajir, Noeng, (1990), Metodologi

Penelitian Kwalitatitf,

Yogyakarta: Rakesarasin,

Muslich, Mansur, (2011), Pendidikan

Karakter; Menjawab Tantangan

Krisis Multi Dimensional, Jakarta;

Bumi Aksara

Page 16: ORGANISASI SANTRI DALAM MEMBENTUK KARAKTER DI …

ISSN : 2620-6692 Volume 04 No. 01 Januari-Juni 2021

Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi 16

Mastuhu, (1990), Gaya dan Suksesi

Kepemimpinan Pesantren, Jakarta:

Jurnal Ulumul Qur’an

Nawawi & Martini, (2003), Metode

Penelitian Bidang Sosial,

Yogyakarta, Gajah Mada

University Press.

Nazir, (2009), Metode Penelitian,

Jakarta: Ghalia Indonesia

Ratna, Nyoman Kutha, (2010), Teori,

Metode, dan Teknik Penelitian

Sastra, Dari Strukturalisme

Hingga Postrukturalisme Wacana

Naratif, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Samani, Muchlas dan Hariyanto, (2012),

Konsep dan Model Pendidikan

Karakter, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Syaodih, Nana, dan Sukmadinata,

(2006), Landasan Psikologi

Proses Pendidikan, Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya

Tafsir, Ahmad, (1994), Ilmu Pendidikan

dalam Perspektif Islam, Bandung:

Remaja Rosda Karya.

Tampubolon, Anugrah Mulia. 2018.

Peningkatan Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa

dengan Menggunakan Model

Pembelajaran Berbasis Masalah

di Kelas X MAN 4 Maetubung

Medan. Jurnal Axiom, Vol. VII

N0. 1, P-ISSN : 2087 – 8249, E-

ISSN: 2580 – 0450. Halaman 1-9.

http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/

axiom/article/view/1762/1403.

_______________, 2020. Peningkatan

Prestasi Belajar Operasi Hitung

Campuran Bilangan Bulat

Menggunakan Permainan Puzzle

Pada Siswa Kelas IV SD Negeri

167649 Kota Tebing Tinggi.

Jurnal Mubtada, Vol. 3. ISSN

2621-9034. Halaman 15-33.

https://ejournal.stitalhikmah-

tt.ac.id/index.php/mubtada/article/

view/65/66

Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional, UU RI No 20 Tahun

2003, (2008), Jakarta; Sinar

Grafika.

Wahid, Abdurrahman, (2001),

Menggerakkan Tradisi; Esai-esai

Pesantren, Yogyakarta: LKiS

________________, (tt), Bunga Rampai

Pesantren, Jakarta: Dharma

Bhakti

Wirosukarto, Amir Hamzah, (1999),

Imam Zarkasyi dari Gontor

Merintis Pesantren Modern,

Ponorogo: Gontor Press.