optimalisasi peningkatan penerimaan negara bukan pajak pada sektor perikanan

15
OPTIMALISASI PENINGKATAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PADA SEKTOR PERIKANAN Optimization Of Non Tax State Revenue Enhancement On Fisheries Sector Mukhammad Rijal Sofa Al Arif (No Absen 25, Kela DIV 7A Reguler) Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan, [email protected] Abstrak - Makalah ini akan membicarakan tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak pada sektor Perikanan khususnya pada optimalisasi PNBP. Makalah ini akan menjelaskan mengapa PNBP sektor perikanan selalu rendah jika dibandingkan dengan produksi hasil perikanan, dan bagaimana cara menyelesaikan masalah menurunnya PNBP di sektor perikanan. Kata kunci: Optimalisasi, PNPB, Perikanan Abstract - This paper will discuss about the Non-Tax Revenues on Fisheries sector especially on the optimization of non-tax revenues. This paper will explain why non-tax revenues of the fisheries sector is always lower than the production of fishery products, and how to solve the problem of the decline in non-tax revenues in the fisheries sector. Key word : fisheries, non-tax revenues, optimization 1. Pendahuluan Selama ini pemerintah selalu menyandarkan penerimaan bukan pajaknya pada sektor minyak bumi dan gas dan seolah- olah memandang sebelah mata peran dari sektor non-migas. Kebijakan pencapaian target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terutama pada Sumber Daya Alam lebih diarahkan pada optimalisasi lifting / produksi minyak mentah dan gas bumi, serta komoditi tambang dan mineral. Dilihat dari kondisi lapangan, Sumber Daya Alam Indonesia untuk komoditi perikanan sangat melimpah. Dilihat dari bentuk wilayahnya, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki laut sebagai bagian dari wilayah negara. Dan Indonesia merupakan negara

Upload: akhmad-heni-khurohman

Post on 15-Jul-2016

42 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Paper

TRANSCRIPT

Page 1: Optimalisasi Peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Sektor Perikanan

OPTIMALISASI PENINGKATAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PADA SEKTOR PERIKANAN

Optimization Of Non Tax State Revenue Enhancement On Fisheries Sector

Mukhammad Rijal Sofa Al Arif (No Absen 25, Kela DIV 7A Reguler)

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan, [email protected]

Abstrak - Makalah ini akan membicarakan tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak pada sektor Perikanan khususnya pada optimalisasi PNBP. Makalah ini akan menjelaskan mengapa PNBP sektor perikanan selalu rendah jika dibandingkan dengan produksi hasil perikanan, dan bagaimana cara menyelesaikan masalah menurunnya PNBP di sektor perikanan.

Kata kunci: Optimalisasi, PNPB, Perikanan

Abstract - This paper will discuss about the Non-Tax Revenues on Fisheries sector especially on the optimization of non-tax revenues. This paper will explain why non-tax revenues of the fisheries sector is always lower than the production of fishery products, and how to solve the problem of the decline in non-tax revenues in the fisheries sector.

Key word : fisheries, non-tax revenues, optimization

1. Pendahuluan

Selama ini pemerintah selalu

menyandarkan penerimaan bukan pajaknya

pada sektor minyak bumi dan gas dan seolah-

olah memandang sebelah mata peran dari

sektor non-migas. Kebijakan pencapaian target

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

terutama pada Sumber Daya Alam lebih

diarahkan pada optimalisasi lifting / produksi

minyak mentah dan gas bumi, serta komoditi

tambang dan mineral. Dilihat dari kondisi

lapangan, Sumber Daya Alam Indonesia untuk

komoditi perikanan sangat melimpah.

Dilihat dari bentuk wilayahnya,

Indonesia merupakan salah satu negara di

dunia yang memiliki laut sebagai bagian dari

wilayah negara. Dan Indonesia merupakan

negara maritim terbesar di dunia dimana

kurang lebih dua per tiga dari seluruh wilayah

Indonesia adalah laut. Berdasarkan Keputusan

Menteri Kelautan dan Perikanan Republik

Indonesia No. KEP. 18/MEN/2011, luas

wilayah laut indonesia adalah 5,8 juta km2,

dengan panjang pantai 95.181 Km. Bahwa

dengan luas wilayah laut Indonesia tersebut,

maka Indonesia dikaruniai dengan

keaneragaman kehidupan hayati dan non

hayati. Oleh karena itu, perikanan laut

(kehidupan hayati) merupakan sumber daya

alam yang sangat potensial yang dimiliki

Indonesia dalam rangka mendorong

pertumbuhan ekonomi.

Namun, Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP) pada sektor perikanan tidak

mengalami peningkatan dari tahun ketahun.

Seharusnya dengan luas wilayah yang dua per

tiga wilayah Indonesia adalah laut Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNB) pada sektor

perikanan tidak menurun setiap tahunnya.

Sementara itu produksi perikanan Indonesia

baik ikan laut maupun ikan air tawar

menunjukkan tren yang terus meningkat setiap

Page 2: Optimalisasi Peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Sektor Perikanan

tahunnya. Secara umum, volume perikanan di

Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata

7% per tahun.

Tidak adanya kenaikan Penerimaan

Negara Bukan Pajak sektor Perikanan

dikarenakan karena adanya praktek-praktek

ilegal fishing yang dilakukan oleh para

nelayan dan pengusaha ikan. Dalam hal ini,

penulis mencoba untuk membuat sebuah

makalah ilmiah berkaitan dengan optimalisasi

Penerimaan Negara Bukan Pajak sektor

Perikanan.

2. Tinjauan Pustaka

a. Penerimaan Negara Bukan Pajak

Berdasarkan Undang-Undang Nomor

20 Tahun 1997, Penerimaan Negara Bukan

Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah

usat yang tidak berasal dari penerimaan

perpajakan. Namun, dengan diundangkannya

UU No 17/ 2003 tentang Keuangan Negara

dan Undang-Undang tentang APBN, definisi

dalam UU Nomor 20 perlu disesuaikan, yakni

dengan mengeluarkan penerimaan hibah dari

PNPB. Sehingga definisi PNBP menjadi

seluruh penerimaan pemerintah pusat yang

tidak berasal dari penerimaan perpajakan dan

penerimaan hibah.

Dalam UU tentang APBN saat ini,

Penerimaan Negara Bukan Pajak

dikelompokkan menjadi empat kelompok

besar, yakni:

1) Penerimaan Sumber Daya Alam

Pendapatan Sumber Daya Alam dibagi

menjadi migas dan non-migas. Pendapatan

SDA migas merupakan pendapatan yang

diperoleh dari bagian bersih pemerintah atas

kerjasama pengelolaan sektor hulu migas.

Pendapatan SDA non migas dikenal dengan

beberapa pendapatan sektoral yang cukup

populis, yakni pertambangan umu, kehutanan,

perikanan, dan panas bumi.

2) Pendapatan bagian laba Badan Usaha

Milik Negara (BUMN)

Pendapatan bagian laba BUMN merupakan

imbalan kepada pemerintah pusat selaku

pemegang saham BUMN (return on equity)

yang dihitung berdasarkan persentase tertentu

terhadap laba bersih (pay-out ratio). Tidak

kurang dari 70 BUMN yang menjadi

kontributor dividen secara reguler setiap

tahunnya. Di dalam APBN, pendapatan ini

diklasifikasikan ke dalam kelompok

perbankan dan nonperbankan.

3) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

lainnya

Penerimaan Negara Bukan Pajak lainnya

meliputi berbagai jenis pendapatan yang

dipungut oleh Kementerian Negara/ Lembaga

atas produk layanan yang diberikan kepada

masyarakat. Termasuk dalam kelompok ini

adlaah pendapatan atas pengurusan SIM,

STNK, dan surat nikah sebagaiman contoh di

atas. Pungutan yang dilakukan oleh instansi

pemerintah tersebut dilakukan atas dasar

Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif

atas Jenis PNBP pada K/L tertentu. Tidak

kurang dari sepuluh ribu jenis dan tarif PNBP

Page 3: Optimalisasi Peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Sektor Perikanan

yang dikenakan secara sah oleh instansi

pemerintah.

4) Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU)

Pendapatan BLU diperoleh atas produk

layanan instansi pemerintah yang diberikan

kepada masyarakat. Perbedaanna, pendapatan

yang diperoleh melalu mekanisme BLU ini

dapat langsung digunakan oleh instansi yang

bersangkutan. Selain itu, jenis dan tarif PNBP

BLU tidak ditetapkan melalui Peraturan

Pemerintah melainkan melalui Peraturan

Menteri Keuangan.

b. Perikanan

Perikanan merupakan kegiatan

manusia yang berhubungan dengan

pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya

hayati peraiaran. Sumberdaya hayati perairan

tidak dibatasi secara tegas dan pada umumnya

mencaku ikan, amfibi, dan berbagai

avertebrata penghuni perairan dan wilayah

yang berdekatan, serta lingkungannya. Di

Indonesia, berdasarkan Undang-Undang

Republik Indonesia No. 31/2004, perikanan

adalah semua kegiatan yang berhubungan

dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber

daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra-

produksi, produksi, pengolahan sampai dengan

pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu

sistem bisnis perikanan.

Pengelolaan perikanan dilaksanakan

dengan tujuan:

1) Meningkatkan taraf hidup nelayan kecil

dan pembudi daya ikan kecil;

2) Meningkatkan penerimaan dan devisa

negara;

3) Mendorong perluasan dan kesempatan

kerja;

4) Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi

sumber protein ikan;

5) Mengoptimalkan pengelolaan sumber

daya ikan;

6) Meningkatkan produktivitas, mutu, nilai

tambah, dan daya saing;

7) Meningkatkan ketersediaan bahan baku

untuk industri pengolahan ikan;

8) Mencapai pemanfaatan sumber daya ikan,

lahan pembudidayaan ikan, dan lingkngan

sumber daya ikan secara optimal; dan

9) Menjamin kelestarian sumber daya ikan,

laha pembudidayaan ikan, dan tata ruang.

Bahwa salah satu tujuan dilaksanakan

perikanan di Indonesia adalah untuk

meningkatkan penerimaan negara, salah

satunya dengan Penerimaan Negara Bukan

Pajak di sektor perikanan.

3. Metodologi

Makalah ilmiah ini berbentuk analisis

deskriptif, yakni jenis penelitian yang

bertujuan menjelaskan potensi penerimaan

Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang

bisa didapatkan oleh Kementerian Kelautan

dan Perikanan.

Makalah ini menggunakan data

sekunder, yakni:

1) Data target dan realisasi kementerian

kelautan dan perikanan dari tahun 2007

sampai dengan tahun 2011 yang

bersumber dari kementerian kelautan dan

perikanan.

Page 4: Optimalisasi Peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Sektor Perikanan

2) Data volume produksi perikanan dari

tahun 2007 sampai dengan tahun 2011

yang bersumber dari kementerian kelautan

dan perikanan.

3) Data nilai produksi perikanan dari tahun

2007 sampai dengan tahun 2011 yang

bersumber dari kementerian kelautan dan

perikanan.

Berdasrkan data yang diperoleh,

penulis akan menganalisa potensi Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bisa

didapat oleh Kementerian Kelautan dan

Perikanan.

Hipotesis pada penulisan makalah ini

adalah bahwa Nilai PNBP sektor perikanan

tidak sepadan jika dilihat dari total Nilai

Produksi Perikanan Indonesia setiap tahunnya.

4. Hasil Analisis dan Pembahasan

Sektor perikanan merupakan salah

satu sektor yang memiliki potensi Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP) yang cukup

tinggi. Dilihat dari negara kita yang berbentuk

kepulauan dan hampir dua per tiga wilayah

negara kita adalah laut. Berdasarkan data tabel

1 realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak,

semenjak tahun 2009 sampai dengan tahun

2012 target Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP) tidak mengalami peningkatan dan

stagnan di angka Rp. 150 Milliar. Dengan

realisasi PNBP perikanan tangkap tahun 2011

sebesar Rp 183,80 miliar atau 122,53 persen

dari target APBN dan realisasi tahun 2012

adalah 218,92 miliar atau 145,95 persen dari

target penerimaan.

Tingginya realisasi Pendapatan

Negara Bukan Pajak perikanan tangkap tahun

2011-2012 disebabkan karena terakumulasinya

pembayaran tunggakan penerimaan pungutan

pengusaha perikanan (PPP) dan pungutan hasil

perikanan (PHP) dari tahun 2009-2010.

Dengan demikian bahwa pencapaian target

sebesar 145,95 persen sebenarnya tidak

sebesar itu untuk penerimaan yang benar-

benar terjadi pada tahun 2012.

Dan tabel 1 juga menunjukkan bahwa

sejak tahun 2007-2010 realisasi PNBP

perikanan SDA dan SDA berfluktuasi

berikasar antara 48 sampai dengan 73 persen.

PNBP perikanan yang berasal dari non SDA

realisasinya selalu diatas 100%, tetapi untuk

PNBP perikanan dari SDA berkisar antara 38

persen sampai dengan 68%.

Sedangkan jika dilihat dari volume

produksi perikanan dari tahun 2006-2011 pada

tabel 2, dapat di lihat bahwa volume perikanan

tangkap kurang lebih sekitar 50%-60% dari

Page 5: Optimalisasi Peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Sektor Perikanan

seluruh volume produksi perikanan tahun

2006-2011. Namun, kenaikan rata-rata tahun

2006 sampai dengan tahun 2011 hanya 3.20%.

sementara perikanan budidaya mengalami

kenaikan rata-rata dari tahun 2006 sampai

dengan tahun 2011 sebesar 25,62%. Jika

dilihat antara perikanan tangkap dan perikanan

budaya, terjadi sebuah perubahan yang sangat

sginifikan, yakni pada tahun 2006 perikanan

tangkap jumlahnya 1,5 kali lebih besar dari

volume produksi perikanan budidaya, akan

tetapi pada tahun 2010 dan 2011 jumlah

volume perikanan budidaya lebih besar

dibandingkan dengan jumlah volume

perikanan tangkap. Dapat dilihat pada grafik 1,

tren menunjukan dari tahun 2006-2011 total

volume produksi perikanan selalu mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun.

Dengan bertambahnya volume

produksi ikan, pasti juga diikuti dengan nilai

produksi ikan setiap tahunnya dapat kita lihat

di tabel 3. Pada tahun 2011, nilai produksi

ikan Indonesia khusunya pada perikanan

tangkap yang mencapai Rp. 70.03 triliun.

2006 2007 2008 2009 2010 2011 -

5,000,000

10,000,000

15,000,000

20,000,000

25,000,000

30,000,000

Grafik 1: Tren Volume Produksi Perikanan (Ton)

Perikanan Tangkap Perikanan BudidayaTotal Volume Produksi Perikanan

Page 6: Optimalisasi Peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Sektor Perikanan

Padahal pada tahun 2007 nilai produksi ikan

baru mencapai Rp 48.43 triliun. Pertumbuhan

rata-rata pertahun untuk perikanan tangkap

dari tahun ke tahun adalah sekitar 9.81%. Dan

kenaikan juga dialami sektor perikanan

budidaya yang semula pada Tahun 2007 hanya

mencapai Rp. 27.92 Triliun, pada tahun 2011

mencapai Rp. 66.54 Triliun. Dapat dilihat pada

grafik 2, tren menunjukkan dari tahun 2007-

2011 total nilai produksi perikanan selalu

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Hal yang menarik adalah tingginya

volume dan nilai produksi ikan dipengaruhi

oleh semakin banyaknya kapal dalam negeri

dan luar negeri yang beroperasi di Indonesia.

Namun, banyaknya jumlah kapal yang

beroperasi di Indonesia tidak terlalu merubah

kontribusi dari hasil tangkapan dalam

perekonomian ndonesia maupun APBN.

Volume dan nilai produksi perikanan tersebut

seharusnya menjadi salah satu ukuran dalam

menentukan besarnya Penerimaan Negara

2007 2008 2009 2010 2011 -

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000 Grafik 2: Nilai Produksi Perikanan Tahun 2007-2011 (Miliar Rp)

Perikanan Tangkap Perikanan BudidayaTotal Nilai Produksi Perikanan

Page 7: Optimalisasi Peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Sektor Perikanan

Bukan Pajak (PNBP) Perikanan yang telah

digambarkan pada tabel 1.

Pada tabel 1 dapat kita lihat total

Penerimaan Negara Bukan Pajak sektor

Perikanan untuk tahun 2011 adalah sebesar

Rp. 223.71 Miliar, sedangkan total nilai

produksi perikanan pada tahun 2011 adalah

sebesar Rp. 136.57 Triliun. Dari dua data

tersebut dapat kita lihat jauhnya angka

tersebut. Pengenaan tarif untuk pungutan hasil

perikanan (PHP) PNBP adalah PNBP yang

harus disetor berdasarkan kapal yang dimiliki.

Jika perusahaan atau nelayan melaporkan ke

pemerintah pusat bahwa kapal yang

dioperasikan adalah >30 tetap < 60 GT, maka

rate PHP untuk Penerimaan Negara Bukan

Pajak menjadi sebsar 1 persen. Namun untuk

kapal berukuran lebih dari 60 GT dikenakan

rate PHP sebesar 2,5 persen.

Jika dilakukan perhitungan kembali

dari nilai produksi hasil tangkapan pada tahun

2011 dengan menggunakan rate PNBP sebesar

2.5 persen, maka seharusnya Penerimaan

Negara Bukan Pajak sektor Perikanan

seharusnya sebesar Rp. 1.75 Triliun. Jika

dilihat dari tabel 1, Penerimaan Negara Bukan

Pajak Sektor Perikanan SDA hanya sebesar

Rp. 183.8 Miliar, ada selisih sekitar Rp 1.5

Triliun setiap tahunnya. Angka tersebut tidak

lah kecil, adanya inefesiensi negara dalam

pengoptimalan penerimaan negara, khususnya

pada Penerimaan Negara Bukan Pajak sektor

Perikanan.

Dan salah satu kendala bagi para

nelayan dan pemilik kapal >30 GT izinnya

harus melalui Kementerian Kelautan dan

Perikanan yang berada di Jakarta. Izin tersebut

menjadi kendala para nelayan dan pemilik

kapal dikarenakan tempat para nelayan tidak

di sekitaran jawa saja, melainkan diseluruh

Indonesia. Hal ini menyebabkan jauhnya para

nelayan untuk mendapatkan izin tersebut, dan

izin tersebut harus diperbaharui setiap

tahunnya. Para pelayan dan pemilik kapal

mengurus izin tersebut dengan menggunakan

biro jasa karena jauhnya jarak, dengan

penggunaan biro jasa tentu saja meningkatkan

pengeluaran bagi pelayanan dan lamanya

pengurusan izin tersebut karena terpusat di

jakarta.

Sedangkan untuk ukuran tonase kotor

(GT) dibawah 30 GT, nelayan dan pemilik

kapal dapat mendapatkan izin dari pemerintah

daerah atau provinsi. Hal tersebut tentu saja

dapat mengurangi PNBP, karena banyak

nelayan dan pemilik kapal melakukan

pengukuran kapal yang tidak sesuai.

Seharusnya lebih dari 30 GT, tetapi tertulis

kurang dari 30 GT. Hal ini dikarenakan jarak

mendapatkan izin untuk kapal lebih dari 30

GT harus ke Kementerian Kelautan dan

Perikanan yang berada di jakarta.

Untuk meningkatkan potensi

Penerimaan Negara Bukan Pajak sektor

perikanan ini, pemerintah seharusnya

melakukan beberapa langkah untuk dapat

menghilangkan inefesiensi terkait dengan

Penerimaan Negara Bukan Pajak sektor

Perikanan. Langkah-langkah tersebut antara

lain:

a. Pemindahan kewenangan pengukuran

kapal penangkap ikan.

Bahwa selama ini pengukuran kapal

penangkap ikan tidak dilakukan oleh

Page 8: Optimalisasi Peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Sektor Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan

(KKP) melainkan dilakukan oleh

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,

Kementerian Perhubungan. Untuk masa

yang akan datang, seharusnya pengukuran

kapal penangkap ikan dilakukan oleh

Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal

ini ditujukan untuk memberikan

keleluasan kepada Kementerian Kelautan

dan Perikanan untuk melakukakan

monitoring dan pengawasan kapal

penangkap ikan.

b. Kemudahan administratif untuk

perizininan SIPI dan SIKPI

Hal ini ditujukan untuk mengurangi beban

para nelayan dan pemilik kapal > 30 GT

terhadap administrasi SIPI dan SIKPI

yang berlangsung setiap tahun di Jakarta.

Seharusnya Kementerian Kelautan dan

Perikanan memberikan delegasi

wewenang kepada kantor Pelabuhan

Perikanan Samudera, dan Kantor

Pelabuhan Perikanan Nusantara yang

pengawasannya berada di bawah

Kementerian Kelautan dan Perikanan

untuk melakukan proses pengoperasian

kapal penangkap ikan di wilayahnya.

c. Penggunaan Logbook

Penggunaan Logbook seharusnya menjadi

persyaratan utama bagi nelayan atau

pemilik kapal saat mendaratkan ikan di

pelabuhan. Dan data logbook ini harus

bisa termonitor secara online untuk

memastikan berapa volume dan nilai

produksi masing-masing jenis ikan yang

ditangkap. Dengan demikian, tidak

diperlukan lagi petugas tambahan untuk

mencatat berapa volume produksi ikan

hasil tangkapan di laut. Data yang

diperoleh logbook menjadi valid

dibandingkan dengan pencatatan manual

atau berdasarkan pengamatan dari petugas.

d. Kebijakan pengendalian bahan bakar

untuk nelayan

Kebijakan pengendalian bahan bakar

untuk nelayan sangat diperlukan oleh PT

Pertamina. Bahan bakar subsidi yang

secara khusus diberikan untuk nelayan

sebaiknya benar-benar digunakan untuk

kepentingan penangkapan ikan yang

dilakukan oleh nelayan, dan bukan untuk

kapal lainnya. Untuk itu, pengendalian

bahan bakar nelayanan dapat dilakukan

dengan cara seleksi pada saat pengisian

bahan bakar adalah untuk perikanan yang

telah menyerahkan laporan tangkapan ikan

atau logbook. Hal ini untuk mencegah

penggunaan bahan bakar subsidi yang

digunakan oleh kapal yang bukan kapal

penangkap ikan.

Empat langkah tersebut diharapkan

dapat meningkatkan optimalisasi Penerimaan

Negara Bukan Pajak sektor perikanan yang

selama ini tidak sesuai dengan harapan. Dan di

masa yang akan datang, Penerimaan Negara

Bukan Pajak sektor perikanan dapat meningkat

drastis sesuai dengan kondisi wilayah negara

Indonesia yang hampir dua per tiga

wilayahnya adalah laut.

5. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil analisis dan

pembahasan yang telah dijelaskan diatas,

dapat disimpukan beberapa hal sebagai

Page 9: Optimalisasi Peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Sektor Perikanan

berikut. Pertama, PNBP perikanan masih

menunjukkan kinerja yang kurang optimal,

karena hasil tangkapan perikanan dari tahun

ke tahun terus mengalami pengingkatan tetapi

Penerimaan Negara Bukan Pajak sektor

perikanan tidak ada peningkatan. Salah satu

penyebabnya adalah banyak ditemui kapal

yang ukuran tonase kotor (GT) tidak sesuai

dengan ukuran sebenarnya. Yang seharusnya

pelaporan kapal tersebut ke Pemerintah pusat,

akan tetapi dilaporkan ke pemerintah propinis

atau kabupaten/kota karena kapal yang

dioperasikan kurang dari 30 GT. Selain itu,

para nelayan dan perusahaan berusaha

menghindari pengenaa pungutan hasil

perikanan PNBP sebesar 2,5 persen terhadap

PNBP yang harus disetor berdasarkan ukuran

kapal yang dimiliki.

Kedua, pengurusan ijin untuk kapal

dengan ukuran di atas 30 GT harus dilakukan

di Kementerian Kelautan dan Perikanan di

Jakarta, hal ini tentu saja sangat menyulitkan

bagi para pengusaha perikanan yang

berdomisili di luar jakarta. Dan para

pengusaha perikanan yang berdomisili di luar

jakarta banyak yang menggunakan biro jasa,

biro jasa tersebut sama sekali tidak

memberikan kepastian dalam penyelesaian

izin tersebut dan membebani para pengusaha

dengan harga yang cukup tinggi karena

prosedur administrasi yang terpusat di jakarta.

Ketiga, penggunaan logbook sebagai

salah satu alat untuk memonitor hasil

tangkapan belum menjadi keharusan bagi

nelayan sebagai pelaporan ke KKP melalui

pelabuhan tempat mendaratkan ikan. Tidak

ada sanksi apabila nelayan atau nahkoda tidak

melaporkan ke KKP. Padahal, logbook

tersebut sangat penting untuk mengetahui

berapa hasil produksi tangkapan ikan yang

diperoleh nelayan per trip.

Keempat, pengisian BBM Solar

bersubsidi bagi nelayan dan pemilik kapal

tidak sesuai dengan kebutuhan.

Berdasarkan kesimpulan yang penulis

dapat dari hasil analisis dan pembahasan

makalah ini, penulis juga memberikan saran

terhadap Kementerian Kelautan dan Perikanan

sebagai berikut. Pertama, Pemindahan

kewenangan pengukuran kapal penangkap

ikan yang semula di Kementerian

Perhubungan menjadi di Kementerian

Kelautan dan Perikanan.

Kedua, Mengurangi beban nelayan

dan pemilik kapal lebih dari 30 GT terhadap

pengurusan SIPI dan SIKPI. Ketiga, logbook

menjadi syarat utama bagi nelayan atau

pemilik kapal saat mendaratkan ikan di

pelabuhan.

Keempat, kbijakan pengendalain

bahan bakar untuk nelayan. Demikian saran

yang bisa penulis berikan untuk

mengoptimalkan PNPB pada sektor perikanan

yang dari tahun ke tahun tidak ada kenaikan,

baik dari target maupun realisasinya.

6. Daftar Pustaka

Ikawati. 2014. MKP Susi: 2015, PNBP Sektor Kelautan Naik 508 Persen. Diakses pada 21 Februari 2014, dari http://jurnalmaritim.com/2014/11/mkp-susi-2015-pnbp-sektor-kelautan-naik-508-persen/

Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang

Page 10: Optimalisasi Peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Sektor Perikanan

Penerimaan Negara Bukan Pajak. Jakarta

Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Jakarta

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Jakarta

Samosir, Agunan. 2014. Sektor Perikanan: PNBP yang Terabaikan. Diakses pada 21 Februari 2015, dari http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/sektor_perikanan_060314.pdf

Suara, Yangki Imade. Optimalisasi Penerimaan Negara dari Perikanan. Diakses pada 21 Februari 2015, dari http://www.ceds.fe.unpad.ac.id/publications/analisis-ceds/309-optimalisasi-penerimaan-negara-dari-perikanan.html