opini publik
TRANSCRIPT
DEFINISI OP
- Opini publik dalam konteks komunikasi, merupakan hasil dari proses penyampaian pesan
yang secara kolektif (publik) di respon karena perhatian yang sama terhadap isi pesan
(issue) yang disampaikan.
- Opini publik merupakan hasil tindakan komunikasi yang berjalan secara linier, karena
saluran yang digunakan adalah komunikasi massa/media massa. Tanpa media (massa)
kecil kemungkinan terjadinya opini publik.
- Respon atau efek yang ujudnya opini publik tersebut merupakan konfirmasi atau
penegasan (setuju/tidak setuju, suka/tidak suka dst) terhadap isu yang disampaikan
kepada masyarakat melalui berbagai cara (interview atau angket/survey).
- Munculnya opini publik umumnya distimulsasi oleh sebuah kebijakan publik atau
kepentingan umum di sebuah pemerintahan “demokratis”,
- Pengertiannya pun tersirat pada permasalahan yang dilontarkan, yaitu respon yang
berujud pendapat.
-
OPINI PUBLIK ADALAH: “KOMPLEK PREFERENSI YANG DINYATAKAN SEJUMLAH ORANG
TERTENTU (PUBLIK) MENGENAI ISU YANG MENYANGKUT KEPENTINGAN UMUM”.
Public opinion : Kumpulan (agregasi) sikap dan keyakinan individu yang dimiliki oleh populasi
dewasa.
- Konsep (po) berkembang sejalan dengan perkembangan urbanisasi dan tekanan
sosial/politik yang lain. PO menjadi penting tentang apa yang dipikirkan orang (people)
sebagai bentuk perubahan political contention.
- public opinion – suatu keyakinan atau sentimen yang disdikusikan (shared) oleh sebagian
besar orang; sebagai suara rakyat.
-
5 (LIMA) FAKTOR TERBENTUKNYA OP :
1. Adanya isu (presence of issue) sebagai “collective attitude dan public mood
2. Hakikat masyarakat (the nature of publics)
3. Komplek preferensi masyaralat (complex of preferences)
4. Ekspresi pendapat (expression of opinion)
5. Jumlah orang yang terlibat (number of person involved)
DIMENSI-DIMENSI YANG SANGAT BERPENGARUH TERHADAP TERBENTUKNYA OPINI
Dimensi Opini Publik meliputi :
1. Time (waktu): lama waktu yang dibutuhkan untuk membentuk opini sangat tergantung
pada unsur emosi, persepsi, kepercayaan atas isu, pengalaman, tekanan dari luar dan
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh sumber berita. Semakin sensitif isu (sara mis) akan
semakin cepat waktu yang dibutuhkan
2. Coverage (cakupan): besar kecilnya issue sangat berpengaruh pada cakupan opini yang
terjadi. Misal : issue agama (nasional)
3. Past experiences (pengalaman masa lalu): makin intensif hubungan antara objek (sumber
issue) dengan publik, makan akan semakin banyak pengalam tentang objek tersebut.
Hubungan yang ada adalah munculnya “penilaian” terhadap objek dan biasanya diperkuat
oleh informasi di media massa. Makin sama pengalaman diantara publik, makin besar
kemungkinan terjadinya opinion public.
4. Mass media: opini publik (konsensus) akan berkembang lebih cepat apabila issue diekspos
melalui media massa baik verbal/visual (kata- kata/foto/gambar). Kekuatan issu melalui
media sangat dipengaruhi oleh faktor isi (content) dari issu tersebut.
5. Public figure (tokoh): opini yang muncul (konsensus) sangat tergantung pada tokoh yang
menangani atau ikut terlibat dalam issu yang beredar. Semakin banyak dan semakin kredibel
tokoh, maka akan semakin besar kemungkinan terbentuknya opini publik. Contoh : likuidasi
bank, kasus ambon, aceh, poso, dsb
PROSES OPINI MELIPUT 3 TAHAP :
1. Kontruksi personal. Tahap dimana individu mengalami segala sesuatu,
menginterpretasikannya, dan menyusun makna obyek-obyek opini secara sendiri-sendiri dan
subyektif.
2. Konstruksi sosial. Tahap menyatakan opini pribadi didepan umum.
pemberian dan penerimaan opini pribadi didalam kelompok social yang menghasilkan
opini kelompok.
jika seseorang mengungkapkan sesuatu bukan melalui kelompok terorganisasi melainkan
melalui kebebasan pribadi yang relative, maka pilihan yang dibuat dalam keadaan
tersendiri dan terpisah satu sama lain akan membentuk opini ‘rakyat’.
Opini massa umumnya merupakan ungkapan pandangan yang baur dan tak terorganisasi,
yang sering disimbolikan sebagai budaya, consensus dan yang oleh para politikus disebut
‘opini publik’.
3. Konstruksi politik. Tahap yang menghubungkan opini publik, opini rakyat dan opini massa
dengan kegiatan para pejabat publik yang sama-sama bertanggung jawab atas perumusan,
penerimaan, penerapan, pengintepretasian dan penilaian kebijakan-kebijakan.
FAKTOR2 YG MEMPENGARUHI OP (DAN NIMMO) :
1. Keadaan internal. Yakni mengacu pada cirri kepribadian, kecenderungan sikap, emosi,
keinginan, kebutuhan, suasana, motivasi, kebiasaan personal, dan sederetan faktor lain yang
umumnya bersifat psikologis dan fisiologis.
2. Karakteristik Demografis. mencakup usia, jenis kelamin, etnik, tempat tinggal, kelas sosial
(termasuk pendidikan, pendapatan, pekerjaan), dsb.
3. Karakteristik Sosial. mencakup kelompok tempat seseorang menjadi anggotanya (keluarga,
teman, rekan sekerja, teman sebaya, dsb) yang kesemuanya dijadikan acuan/ referensi
sebagai kelompok yang menjadi identifikasinya, dihormati, dan dipandang sebagai contoh
untuk apa yang akan dilakukannya dan bagaimana melakukannya.
4. Pertimbangan Resmi/Formal. Yakni lembaga pemerintah, hukum, peraturan, pengaturan,
prosedur, kebiasaan dan akibat yang merugikan atau menguntungkan kalau dipatuhi atau
ditentang, semuanya dapat dimasukkan kedalam proses interaktif dalam merumuskan opini
seseorang.
5. Preferensi Partisan. Banyak orang yang mempunyai preferensi yang lama dan tangguh
terhadap partai politik, ideology atau tujuan yang semua ini dapat dipertimbangkan dan
diperhitungkan melalui interpretasi.
6. Komunikasi. Disini kita harus memasukkan siapa sumber komunikasi dan bagaimana
anggapan orang terhadap mereka, lambang dan bahasa pesan yang digunakan, media yang
dipakai, dan tehnik persuasi yang digunakan.
7. Obyek Opini (politik). Seseorang yang mengunmgkapkan opini tentang sesuatu : orang,
persitiwa, issue, gagasan , pertanyaan, usul atau obyek lain yang menjadi fokus dan
rangsangan utama bagi pengungkapan opini.
8. Seting Opini (politik). Orang yang mengungkapkan opininya tentang obyek, dan obyek
tersebut tampil dalam seting ini, kadang-kadang sebagai latar belakang penampilan dari
obyek tsb, Yang ada kalanya dianggap lebih penting daripada obyek itu sendiri (misalnya,
orang bisa memberikan dukungan penghentian bantuan AS kepada Israel, tetapi pada masa
ketengangan, Arab-Israel tetap mengharapkan bantuan itu diteruskan).
9. Pilihan. mencakup semua opini yang ada yang dapat diungkapkan orang:
-- mendukung, menentang, netral, tidak mempunyai opini, tidak mau menjawab.
-- alat yang dapat digunakan untuk mengungkapkannya, seperti pemberian suara,
kampanye, derma, kekerasan dsb.
KARAKTERISTIK OP (DAN NIMMO) :
1. Dalam opini public mempunyai
Isi, arah (percaya/tidak, mendukung/ menentang dsb), dan intensitas (kuat, sedang, lemah).
2. Kontroversi yang menandakan opini publik. Artinya, sesuatu (obyek opini) yang tidak
disepakati oleh seluruh masyarakat.
3. Opini publik memiliki volume berdasarkan kenyataan bahwa kontroversi itu menyentuh
semua orang yang merasakan konsekuensi langsung/tdk langsung daripadanya meskipun
mereka bukan pihak yang bertikai.
4. Opini Publik relative tetap. Artinya, kita tidak dapat menetapkan berapa lama, tetapi opini
publik yang menghasilkan kontroversi sering bertahan agak lama. Penyebaran opini
mayoritas dan minoritas sering berubah seperti pandangan individual, tetapi opini publik
tetap bertahan. Meskipun Opini Publik presisten sebagai proses yang terus berlangsung,
pernyataan mengenai bagaimana opini publik tentang suatu hal harus selalu spesifik bagi
waktu dan tempat tertentu.
PERSEPSI MERUPAKAN DASAR TERBENTUKNYA OPINI. SECARA UMUM PENGERTIAN DARI
KONSEP “PERSEPSI” ADALAH SEBAGAI BERIKUT :
1. sebagai proses dimana individu menerima, menyeleksi, mengorganisir dan
meninterpretasikan informasi untuk menciptakan gambaran yang penuh arti mengenai
sesuatu.
2. merupakan proses individual yang tergantung pada faktor individu, yakni keyakinan,
pengalaman, kebutuhan dan harapan.
3. Sebagai proses dimana individu melakukan hubungan dengan lingkungannya, menerima
stimuli beragam perasaan serta menginter-pretasikannya.
ADA 3 (TIGA) PANDANGAN MENGENAI PENGERTIAN SIKAP, YAITU :
1. sikap dipandang sebagai hasil belajar yang dioeroleh melalui pengalaman dan interaksi yang
terus menerus dengan lingkungannya.
2. sikap dipandang sebagai kecenderungan untuk berfikir dalam suatu pola tertentu mengenai
suatu topic tertentu.
3. sikap merupakan sesuatu yang dibangun dan dipelajari, bukan diturunkan secara fisiologis.
Artinya sikap bersifat dinamis dan terbuka yang dapat kita ubah, abaikan atau bahkan kita
ganti dengan sikap lainnya.
apabila sikap seseorang cenderung menguat terhadap suatu issue maka akan
menghasilkan suatu pendapat/opini.
Jika pendapat tersebut sangat dirasakan, maka ia terdorong keluar dan tercetus mnjadi
tindakan (aksi), baik dalam bentuk verbal maupun non verbal (dinyatakan maupun
tidak dinyatakan).
Pernyataan sikap biasanya ditandai dengan nilai positif atau negative, suka atau tidak
suka dan bahkan netral ataupun tidak menyatakan apapun.
Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan yang dilakukan adalah mendekati,
menyenangi, dan mendukung atau memihak suatu obyek tertentu.
Dalam sikap negatif, kecenderungan tindakan adalah menentang, menjauhi,
menghindari ataupun perasaan tidak mendukung akan obyek tertentu. Disisi lain, sikap
juga dapat berupa perasaan yang tidak menyatakan setuju/tidak setuju (netral/pasif).
KARAKTERISTIK SIKAP :
1. Arah yaitu jika seseorang mempunyai sikap mendukung atau tidak mendukung terhadap
suatu obyek.
2. Intensitas yaitu dua orang yang sama-sama memiliki sikap positif terhadap sesuatu, mungkin
tidak sama intensitasnya dalam arti yang satu bersikap positif yang lain bersikap lebih positif
maupun sebaliknya.
3. Keleluasaan. Yaitu ,emgacu pada luas tidaknya cakupan aspek-aspek obyek sikap yang
disetujui atau tidak disetujui oleh seseorang.
4. Konsistensi. Merupakan kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan oleh subyek
dengan responnya terhadap obyek sikap. Hal ini juga ditunjukkan dari tidak adanya
kebimbangan dalam bersikap.
5. Spontanitas. Yaitu sejauh mana kesiapan subyek untuk menyatakan sikapnya secara
spontan. Sikap dikatakan mempunyai spontanitas yang tinggi jika sikap dinyatakan tanpa
perlu mengadakan pengungkapan atau desakan agar subyek menyatakan sikapnya.
KOMPONEN PEMBENTUK SIKAP.
A. Affect atau perasaan (emosi) Merupakan elemen evaluasi dalam unsur sikap berdasarkan
perasaan seseorang untuk menilai sesuatu (baik atau buruk).
B. Behavior (perilaku).Merupakan komponen penggerak aktif (internal elemen) dalam
sikap/pendirian seseorang.
C. Cognition atau pengertian. Merupakan komponen yang mencakup variasi yang luas.
Kognisi asalah segala informasi, fakta atau pengertian yang relevan terhadap suatu obyek
sikap. Kognisi menjelaskan kita tentang fungsi, implikasi dan konsekuensi atas obyek sikap.
Misalnya : kena api- panas, sentuh es- dingin, dasb. Kognisi adalah suatu kepercayaan
(belief) yang dipegang oleh seseorang terhadap suatu obyek sikap.
PENGARUH OP TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH
Keterkaitan antara dua konsep diatas adalah menyangkut hubungan antara apa yang dipikirkan
oleh rakyat dan apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam segala sektor. Hal tersebut terkait
dengan muatan politik kebijakan pemerintah adalah sebagai hasil dari perundangan yang dibuat
oleh badan legislatif sebagai institusi politik. Hal yang menarik adalah (dalam OP) kompleksitasnya
dan bukan kesederhanaannya. Artinya OP merupakan hasil dari kompleks preferensi masyarakat
dalam kapasitasnya sebagai warga negara dalam menilai perilaku pejabat pengambil keputusan.
Konsekuensi dari hal diatas adalah perlunya membahas dua aspek inti dalam melihat pengaruh OP
terhadap kebijakan, yaitu :
1. Perwakilan (komunikasi tentang kebijakan) Yaitu proses yang menjelaskan bagaimana
kekuasaan politik dan pengaruh seluruh rakyat atau sebagian dari mereka terhadap
tindakan pemerintah. Dengan persetujuan mereka, dengan akibat yang mengikat seluruh
komunitas yang diwakili oleh mereka. Dengan demikian, perwakilan memerlukan alat
untuk menyampakan persetujuan yang dinyatakan atau disiratkan kepada pejabat untuk
masyarakat yang bersifat mengikat. Untuk itu, perlu alat untuk menyampaikan informasi
tentang kebijakan (memalui media) yang dapat menampakkan tiga wajah opni yaitu; 1)
Ungkapan populer dari banyak warga negara; 2) Ungkapan simbolik dari massa atau dari
satu warga negara; 3) Ungkapan yang terorganisir dan tidak terorganisir.
2. Citra pembuat kebijakan sebagai sumber OP yang antara lain menyangkut:
A. Opini rakyat dan kebijakan yang diekspresikan melalui kegiatan pemilu dan jajak
pendapat ( Poll ). Melalui keg pemilu : Hal ini selalu diawali dengan kampanye
politik (pencalonan) yang tujuannya mengkomunikasikan pesan-pesan tentang
kekecewaan terhadap pelaksanaan pejabat pembuat kebijakan ataupun upaya
mamperbaiki kebijakan sbg perasaan atau suara hati dan tuntutan masy.
Ada tiga teori tentang peran komunikasi dan pemilu.
1) Teori kehendak rakyat dimana seorang pemilih selalu berorientasi ke arah
tujuan, mempunyai minat secara aktiv dalam kegiatan politik dan
menggunakan suara sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dengan
tindakan politik ( mendukung beberapa usul dan menolak usul yang lain ).
2) Teori kontrol Rakyat Teori ini lebih bersifat evaluatif ketimbang instrumental
dan lebih afektif ketimbang kognitif. Dengan demikian, orientasi pemilih adalah
pada partai dengan melakukan pertimbangan berdasarkan standar partai dan
ideologi partai; menilai pembuat kebijakan selama masa tugas; sebagai bahasan
untuk menentukan siapa yang masuk dan keluar. Pemilih diasumsikan secara
politis berkepentingan dan terlibat dalam mencari informasi tentang kebijakan
partai dan juga kebijakan pemerintah serta loyal pada partai
3) Teori Dukungan Rakyat Apabila dalam teori kehendak rakyat pemilu
mengomunikasikan mandat kebijakan, teori kontrol rakyat mengo
munikaskikan persetujuan atau penolakan thd pemegang kebijakan, maka pada
teori dukungan rakyat fungsi pemilu adalahmengomunikasikan kesetiaan dan
kepa tuhan terhadap komunitas, rezim dan prosedur politik. Dalam teori
dukungan rakyat, fokusnya adalah ekspresif (bukan instrumental atau
evaluatif), dan katetik ( bukan kognisi maupun afeksi ). Maksud katetik adalah
pelepasan ketegangan emosional untuk citra pada kandidat dengan memberi
penekanan pada propaganda.
Melalui jajak pendapat : Yaitu mengukur pikiran, perasaan dan kecende rungan
rakyat sebagai ekspresi pandangan rakyat terhadap pembuat kebijakan
ataupun pemerintah.
Tujuan jajak pendapat bagi pemerintah adalah:
• Mengukur garis kebijakan
• Mengukur kekuatan ataupun kelemahan
• Mengukur popularitas
• Identifikasi pada issu
• Mengukur Citra, dan
• Publikasi kandidat
B. Konsensus massa dan kebijakan yang antara lain meliputi dukungan massa
terhadap regulator, peran media massa dalam komunikasi kebijakan dan pesan-
pesan dalam gerakan massa. Konsensus lebih merupakan tabir yang menyembu
nyikan ketimpangan dalam kepercayaan, nilai dan pengharapan politik yang
fundamental. Jadi, konsen sus bukanlah keseragaman opini.
Ada tiga indikator konsensus politik yaitu:
1. Dukungan massa pada pembuat kebijakan yang biasanya bersifat abstrak dan
penuh dengan konspirasi politis.
2. Isi media massa yang mempunyai kepentingan permanen terhadap konflik dan
issu-issu untuk perdebatan oublik.
3. Pesan dan gerakan massa yang jenisnya meliputi keuntungan material dan
kesederhanaan
C. OP dan kebijakan yang menyangkut pesan-pesan yang terorganisir dan tidak
terorganisir. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa “yang sedikit adalah yang
paling mengikat”. Artinya kebijakan yang tidak populis akan cenderung membentuk
OP ketimbang kebijakan yang populis. OP ini mengenai kebijakan biasanya
disampaikan melalui pesan-pesan yang terorganisir (dari partai politik, kelompok
kepentingan, dan sesama pejabat) dan juga melalui pesan-pesan yang tak
terorganisir.
Opini publik sendiri dapat dilukiskan sebagai proses yang menggabungkan pikiran, perasan, dan
usul yang diungkapkan oleh warga negara secara pribadi terhadap pilihan kebijakan yang dibuat
oleh pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas dicapainya ketertiban sosial dalam situasi
yang mengandung konflik, perbantahan, dan perselihan pendapat tentang apa yang akan dilakukan
dan bagaimana melakukannya (Dan Nimmo, 2006).
OPINI PUBLIK DENGAN MEDIA MASSA
Media massa merupakan pembentuk opini publik karena penetrasi dan grekuensinya, cakupannya
luas (Karakteristik Media massa). Kanalisasi isu. Media menayangkan isu yg sama.
Opini Publik dan Demokrasi
Sudah menjadi karakternya bahwa opini publik merupakan pendapat publik yang muncul
secara bebas dan bertanggung jawab sebagai respons atas kebijakan yang dibuat pemerintah;
opini tersebut disatukan oleh suatu isu tertentu dan saling mengadakan kontak satu sama lain
yang biasanya melalui media massa.
Dari karakter itu terdapat tiga hal penting yang perlu digarisbawahi, yakni adanya hak
kebebasan mengemukakan pendapat, adanya isu tertentu yang dilemparkan oleh opinion leader
ke tengah publik, dan adanya peran media massa untuk mentransformasi sebuah opini menjadi
opini publik.
Ketiga hal tersebut sangat sulit berkembang bahkan sulit terjadi di sebuah negara yang
tertutup dengan sistem yang totaliter. Kebebasan mengemukakan pendapat, berkembangnya
sebuah isu ke tengah publik dan peran media massa yang bebas namun bertanggung jawab
hanya mungkin terjadi di sebuah negara yang menganut sistem demokrasi.
Pada era Orde Baru banyak hal, terutama yang bersinggungan dengan kepentingan dan
kebijakan pemerintah, dilarang untuk didiskusikan secara terbuka. Di samping itu, media massa
juga dikontrol dengan sangat ketat sehingga tidak dapat menjadi media yang saling
menyampaikan informasi dan membentuk opini publik. Begitupun di negara-negara yang masih
menganut sistem diktator atau totaliterianisme, opini publik sulit untuk berkembang karena
besarnya peran pemerintah dalam mengontrol isu dan media massa.
Opini publik dianggap sebagai cerminan “kehendak rakyat”; opini publik dapat
dilukiskan sebagai proses yang menggabungkan pikiran, perasaan, dan usul yang diungkapkan
oleh warga negara secara pribadi terhadap pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat pemerintah
yang bertanggung jawab atas dicapainya ketertiban sosial dalam situasi yang mengandung
konflik, perbantahan, dan perselisihan pendapat tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana
melakukannya. Dengan kata lain, opini publik dapat menimbulkan kontroversi antara
pemerintah dan masyarakat sendiri mengenai sebuah kebijakan yang dibuat pemerintah. Namun,
tidak jarang juga opini publik justru diarahkan untuk menguatkan kebijakan pemerintah.
Dalam sistem demokrasi, ada kesepakatan bahwa publik berhak mengetahui berbagai
kebijakan yang diambil pemerintah karena menyangkut kehidupan masyarakat secara umum.
Kebijakan pemerintah itu disampaikan secara luas melalui media massa, kemudian publik
memberikan responsnya apakah setuju atau tidak dengan kebijakan yang diambil pemerintah.
Pada waktu tertentu, kebijakan yang telah diambil pemerintah dapat dianulir atau dikoreksi oleh
opini publik yang berkembang. Namun pada waktu yang lain bisa saja pemerintah tetap
menjalankan kebijakan yang telah diputuskannya meski opini publik yang berkembang sangat
menolak kebijakan itu; pada konteks yang kedua ini, pemerintah biasanya akan membuat opini
tandingan (counter opinion) di tengah masyarakat.
Lebih jauh, wacana demokrasi telah memposisikan opini publik sebagai landasan dasar
utama pemerintahan sebuah negara. Dalam bahasa dan simbol demokrasi universal,
pemerintahan dibentuk oleh dukungan orang-orang yang diperintah (the government by the
consent of the governed). Pada konteks ini, publik dianggap mempunyai posisi yang penting,
bahkan sangat penting dalam proses demokrasi sebuah negara.
Sampai di sini, tidak mengherankan jika pemerintahan demokratis memiliki kebiasaan
untuk bercermin dan mengukur kinerja pemerintahan negaranya melalui parameter opini publik.
Opini publik acapkali difungsikan sebagai landasan moralitas sekaligus rambu demokrasi oleh
pemerintah dan masyarakat di berbagai negara yang menganut demokrasi.
Namun yang perlu dicatat adalah opini pubik harus tetap berada pada posisinya yang
proporsional. Membiarkan opini publik bersifat dominan akan memberikan ekses yang kurang
menguntungkan dalam proses perngambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Di samping
itu, opini publik harus berjalan bersamaan dengan etika publik. Opini publik mengaktifkan
demokrasi. Tetapi ia dapat menonaktifkan politik. Opini publik diperlukan untuk mendasarkan
penyelenggaraan kebijakan yang merupakan suatu pekerjaan rutin demokrasi, tapi juga dapat
dimanfaatkan untuk mengamankan kepentingan pembuat kebijakan yang karena dengan itu
seolah-olah bersifat representatif dan legitimate. Artinya, atas nama opini publik, opsi kebijakan
dipilih. Tapi juga dengan menunggangi opini publik, kepentingan politik diselundupkan. Jadi,
demokrasi terselenggara secara teknis melalui opini publik, tanpa mempersoalkan fungsi etisnya.
Jika ini terjadi, masalahnya baru menjadi kritis bila seseorang hendak memandang politik
dengan cara lain, yaitu sebagai sebuah proyek transformasi, karena menganggap demokrasi telah
menjadi malas, karena hanya berhenti dalam rutinitas institusional. Untuk kebutuhan semacam
itulah kita mengaktifkan kontra pikiran dari opini publik, yaitu etika publik. Jadi, etika publik
mengaktifkan kembali politik, dengan mempertanyakan isi, prosedur dan fungsi opini publik.
Artinya, melalui etika publik, politik dihidupkan sebagai soal ”konfrontasi etik”, dan bukan
”konfirmasi statistik”.
Yang kemudian perlu diperhatikan lagi adalah peran media dalam demokrasi dan
pembentukan opini publik. Media yang bebas dan bertanggung jawab dijamin dalam sistem
demokrasi. Opini publik selalu bertalian sangat erat dengan kemampuan para penulis dan
pengelola media massa (cetak dan elektronik) dalam menyajikan pemberitaan, gambar ataupun
berbagai analisis dan pandangan mengenai suatu keadaan.
Dibandingkan aktor penyampai yang lain, seperti partai politik, kelompok kepentingan
dan tokoh-tokoh berpengaruh, posisi media massa dipandang sangat unik. Satu saat dia dapat
menempel ke atas menjadi corong pemerintah, di saat lain dia dapat mendekat ke bawah,
menjadi fasilitator kepentingan massa. Karena itu, menurut ahli politik dari Universitas Gajah
Mada (UGM) Riswandha Imawan, keleluasaan bergerak dari aktor-aktor politik yang datang
dari dunia pers, ruang gerak dan gaya berpolitiknya terasa lebih leluasa dibandingkan aktor-
aktor politik lain. Perkembangan opini publik di tengah-tengah masyarakat harus selalu
dicermati sebagai sebuah keadaan yang merangsang kreativitas para politisi dalam melakukan
trik-trik politiknya. Media melihat celah ini dan “memanfaatkannya.” Kondisi atau keadaan ini
menurut kalangan ahli merupakan cerminan kehidupan di suatu negara demokratis yang
sebenarnya. Bahkan sering diakui bahwa demokrasi merupakan “pemerintahan oleh opini
publik”.