on corporation and responsibility
TRANSCRIPT
SOH 306 Globalisasi & Strategi
Responsibilitas Korporasi dalam Globalisasi
Oleh Hariyono / 070710022
Globalisasi tak hanya dimaknai sebagai munculnya ketersalinghubungan antar negara
bangsa, tetapi juga memunculkan potensi munculnya aktor-aktor baru dalam hubungan
internasional. Korporasi atau MNC (Multinational Corporations) merupakan aktor baru yang
makin memantapkan perannya dalam globalisasi. Meskipun dalam sejarahnya korporasi bukan
merupakan hal baru, namun perannya kini makin kuat dalam perekonomian global, sehingga
dianggap sebagai suatu pesaing baru bagi eksistensi negara-bangsa. Lantas, dalam kaitan
persaingan antara korporasi dan negara-bangsa, bagaimana postur korporasi dalam globalisasi ?
Apakah globalisasi menjadi ancaman tak terelakkan bagi bentuk-bentuk otoritas tradisional
dewasa ini ? Bagaimana prospek etik responsibilitas dalam globalisasi ? Tulisan ini akan
menjawab pertanyaan-pertayaan tersebut dengan me-review tulisan Martin Wolf tentang
korporasi dan negara-bangsa.
Martin Wolf dalam “Cowed by Corporations” menghadirkan problematika korporasi
dan negara-bangsa di era globalisasi. Mengawali tulisannya, Wolf merangkum sedikitnya lima
tesis anti-korporasi yang berkembang dewasa ini guna kemudian menjabarkan kritiknya terhadap
kaum tersebut. Lima tesis anti-korporasi yang dirangkum Wolf adalah (1) korporasi lebih kuat
ketimbang negara-bangsa; (2) merek/brand menjadi suatu tirani terhadap konsumen; (3) FDI
(Foreign Direct Investment) memiskinkan negara penerimanya; (4) FDI memiskinkan buruh
pada negara pengekspor kapital, dan terakhir (5) korporasi mengontrol negara.
Postur korporasi dalam globalisasi menurut Wolf, korporasi memang merupakan suatu
keniscayaan namun korporasi tidak menjadi suatu ancaman tak terelakkan bagi otoritas
tradisional yang ada seperti negara-bangsa. Wolf mengkritik tesis anti-korporasi yang
menyatakan bahwa korporasi lebih kuat ketimbang negara. negara, bagaimanapun juga masih
lebih kuat ketimbang korporasi karena selama ini korporasi bergantung pada negara dalam
penyediaan pasar dimana korporasi akan saling berkompetisi. Di sisi lain, argumen yang
menyatakan bahwa korporasi jauh lebih kuat ketimbang negara dalam konteks GDP menurut
Wolf adalah hal yang keliru. Perlu dipahami metode penghitungan yang benar dalam
menghitung GDP korporasi maupun negara. Selama ini, yang digembor-gemborkan oleh kaum
SOH 306 Globalisasi & Strategi
anti-korporasi adalah bahwa GDP korporasi menyaingi negara-bangsa seperti Pakistan, Cili, dll.
Padahal perlu dibedakan cara menghitung value addes dan gross sale keseluruhan produk
dengan metode penghitungan yang benar. Sehingga, nantinya akan didapatkan data dan proposisi
yang benar ketika membandingkan kapabilitas ekonomi korporasi dan negara-bangsa. Di sisi
lain, Wolf juga mengkritik masalah tirani brand dalam korporasi. Tesis anti-korporasi
menyatakan bahwa brand atau logo korporasi menjadi suatu tirani tersendiri bagi konsumen. Hal
ini dibantah Wolf dengan menyatakan bahwa pada dasarnya, konsumen lah yang mengontrol
brand tersebut untuk selalu memiliki kualitas karena pertimbangan konsumen dalam memilih
suatu produk bukan berdasarkan pada brand semata, melainkan performa kulitas yang dijanjikan
oleh produk tersebut.
Mengenai etik responsibilitas dalam globalisasi, Wolf secara eksplisit menjawabnya
dalam bantahannya terhadap tesis anti-korporasi yang menyebutkan bahwa FDI memiskinkan
negara penerima modal dan juga memiskinkan negara pengekspor modal. Wolf kurang
sependapat dengan kaum anti-korporasi yang menyatakan bahwa FDI malah memiskinkan
negara penerima modal, perlu diketahui bahwa selama ini FDI justru lebih banyak masuk ke
dalam negara maju dan bukan negara berkembang. Karena menurut data UNCTAD tahun 2001,
total stok investasi masuk dunia adalah 6,846 miliar dolar dengan rincian 66 persen masuk ke
negara-negara maju dan sisanya 32 persen masuk ke negara berkembang. Di negara dunia
berkembang dana yang masuk di Asia, Hongkong, Cina dan Singapura berturut-turut adalah 19
persen, 6.6 persen, 5.8 persen, dan 1.5 persen. Sisanya masuk ke dalam Afrika Sub-Sahara dan
Amerika Latin. Dengan demikian, dapat terlihat bahwa tesis anti-koporasi yang menyatakan
bahwa negara penerima modal asing dan pekerjanya justru makin miskin tidak terbukti. Hal ini
juga diperkuat dengan temuan-temuan Wolf mengenai adanya fasilitas pemberian teknologi dan
tingginya upah buruh dalam negara penerima modal itu yang jauh lebih banyak ketimbang upah
yang diberikan oleh perusahaan lokal. Hal inilah yang juga menjadi salah satu bukti bahwa
korporasi memiliki responsibilitas yang tinggi bagi negara yang dituju, dalam bentuk pemberian
upah buruh yang tinggi bagi pekerjanya.
Terakhir, Wolf menutup tulisannya dengan memberikan pandangan bahwa pada
dasarnya apakah korporasi mempengaruhi politik atau tidak harus disikapi secara bijaksana,
dalam artian dua opsi jawaban tersebut memungkinkan untuk dikaji, korporasi, dalam beberapa
hal dapat mempengaruhi politik misalnya ketika korporasi memutuskan untuk memberikan upah
SOH 306 Globalisasi & Strategi
yang tinggi bagi pekerja yang dituju yang nantinya akan memicu protes dari pekerja perusahaan
lokal untuk melakukan demonstrasi kepada pemerintah karena dianggap telah memberikan
preferensi kepada korporasi asing untuk berkuasa, namun, hal ini sebatas pengaruh saja dan perlu
dipahami bahwa korporasi jauh lebih lemah ketimbang negara karena korporasi tidak memiliki
decisive power seperti yang dimiliki negara seperti dalam bidang regulasi, legislasi, dan lain
sebagainya.
Referensi :
Wolf, Martin. 2005. “Cowed by Corporations”, dalam Why Globalization Works, New Haven :
Yale Notabene, pp. 220-248