oleokimia1
DESCRIPTION
mata kuliah oleo kimiaTRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. OLEOKIMIA
Oleokimia merupakan bahan kimia yang berasal dari minyak/lemak alami,
baik tumbuhan maupun hewan. Pada saat ini industri oleokimia masih berbasis kepada
minyak/trigliserida sebagai bahan bakunya. Asam lemak bersama-sama dengan
gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan
baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam lemak ini mudah dijumpai dalam
minyak masak (minyak goreng), margarin, atau lemak hewan dan menentukan nilai
gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang
terhidrolisis) maupun terikat sebagai gliserida. Asam lemak merupakan salah satu
dasar oleokimia (Tambun, 2006).
Oleokimia merupakan turunan gliserol dengan asam lemak yang berubah
dalam bentuk turunannya dapat digunakan sebagai bahan surfaktan, deterjen, polimer,
bahan aditif, bahan bahan bakar dan sebagainya. Bahan dasar oleokimia seperti
gliserol, asam lemak, alkil ester asam lemak, amina asam lemak dan alkohol asam
lemak dapat diperoleh dengan mengubah lipida yang berasal dari hewan maupun
tumbuhan menjadi gliserol dan turunan asam lemak.
Penggunaan terbesar daripada asam lemak adalah dengan mengubahnya
menjadi alkohol asam lemak, amida, garam asam lemak dan juga plastik termasuk
nilon (hampir mencapai 40% dari total penggunaannya). Penggunaan terbesar
berikutnya sebesar 30% untuk dijadikan sabun, deterjen, dan kosmetik. Asam lemak
juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan resin dan cat sekitar 15%, sisanya
digunakan sebagai zat aditif dalam industri pembuatan ban, tekstil, kulit kertas,
pelumas dan lilin (Richtler, 1984).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Diagram Alur Oleokimia
Bahan Dasar Bahan Dasar Oleokmia Turunan Oleokimia
Minyak/ Lemak
Asam Lemak
Amina Asam Lemak
Alkohol Amina Asam Lemak Asam Lemak
Metil Ester Asam Lemak
Gliserol
Diikuti reaksi-reaksi : Amidasi
Klorinasi
Epoksidasi
Hidrogenasi
Sulfonasi
Transesterifikasi
Esterifikasi
saponifikasi
Profilen, parafin
Dan Etilen
Keterangan:
: Alami
: Sintesis
(Ritchtler and Knaut, 1984)
2.2. Asam Lemak
Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu
lemak atau minyak, umumnya memiliki rantai hidrokarbon panjang dan tidak
bercabang. Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester
dengan komponen asam lemak yang berbeda (Wilbraham, 1992). Asam lemak
merupakan asam monokarboksilat yang memiliki rantai atom karbon yang lurus,
mulai dari atom C-4 yang terdapat didalam lemak (C1-C3 biasanya tidak terdapat
Universitas Sumatera Utara
dalam lemak) dan ditemukan sebagai hasil hidrolisis dari lemak. Suatu lemak tertentu
biasanya mengandung campuran dari trigliserida yang berbeda panjang dan derajat
ketidakjenuhan asam-asam lemaknya (Christie, 1987).
Asam-asam lemak tidak jenuh berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan
rangkapnya, dan berbeda dengan asam lemak jenuh dalam bentuk molekul
keseluruhannya. Asam lemak tidak jenuh biasanya terdapat dalam bentuk cis,
walaupun sebagian kecil dalam bentuk trans. Asam lemak bentuk cis mempunyai titik
cair yang lebih rendah dibandingkan dengan bentuk trans dengan panjang rantai yang
sama. Panjang rantai karbon juga mempengaruhi titik cair. Pada asam lemak jenuh,
titik cair akan semakin meningkat dengan semakin panjangnya rantai karbon. Pada
asam lemak tidak jenuh, titik cair akan semakin menurun dengan bertambahnya ikatan
rangkap, sehingga asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi
dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh dengan jumlah atom karbon yang sama.
Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam
lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat, dan linolenat dengan titik cair yang lebih
rendah. Secara alamiah asam lemak jenuh yang mengandung atom karbon C1 sampai
C8 berwujud cair, sedangkan jika lebih besar dari C8 akan berwujud padat (Ketaren,
2008).
2.2.1.Asam Oleat
Asam oleat merupakan penyusun dari lemak-lemak tanaman atau binatang.
Asam oleat dapat dipisahkan dari zat tersebut dengan cara hidrolisis, sebagian asam
oleat berada bersama-sama dengan asam stearat dan asam palmitat. Struktur asam
oleat adalah CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH.
Asam oleat
O
O H
Universitas Sumatera Utara
Asam lemak yang tidak jenuh ini masing-masing mempunyai bentuk cis yaitu asam
oleat dan trans dari asam elaidat sering juga disebut asam allooleat. Asam oleat
membentuk cis karena mempunyai titik lebur yang rendah dan mempunyai panas
pembakaran yang lebih tinggi (Sastrohamidjojo, 2005).
Asam oleat murni tidak berwarna, berwujud cair (pada suhu diatas 5-7ºC),
memiliki densitas 0,895. Asam oleat memiliki titik didih 286 ºC pada tekanan
atmosfer, jika dibiarkan di udara terbuka akan teroksidasi sehingga warnanya menjadi
kuning kecoklatan dan berbau tengik. Asam oleat tidak larut dalam air tetapi larut
dalam alkohol, benzena, kloroform, dan eter (Anonimous, 1987).
Asam oleat merupakan asam lemak tak jenuh yang banyak terkandung dalam
minyak nabati, dimana kandungan terbesar asam oleat adalah pada minyak zaitun (55-
80%), asam lemak ini juga terkandung dalam minyak bunga matahari kultivar tertentu,
minyak raps, serta minyak biji anggur. Dalam bidang kesehatan, asam oleat
bermanfaat untuk menjaga kesehatan kulit. Selain memberikan manfaat pada bidang
kesehatan, asam oleat yang merupakan asam lemak tak jenuh juga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan poliol yang merupakan salah satu bahan dasar
pembuatan poliuretan (Salmiah, 2007).
Asam oleat dapat dioksidasi dengan oksidator KMnO4 maupun ozon untuk
menghasilkan asam azelat (asam 1,9-nonanadioat) dan asam pelargonat (asam
nonanoat). Asam azelat tersebut bila diamidasi dengan menggunakan amonium
ataupun urea dapat membentuk senyawa amida azelat (Tarigan, 1996) dimana amida
azelat dan asam azelat merupakan bahan dasar pembuatan nilon 9,9. Amida azelat
tersebut selanjutnya bila direduksi dengan menggunakan reduktor seperti LiAlH4
ataupun hidroksil amin sulfat dapat menghasilkan turunan dalam bentuk amin.
Asam oleat, linoleat dan linolenat biasanya terdapat bersama dengan asam
lemak lain seperti asam laurat, asam miristat, asam palmitat, asam stearat dan asam
lemak lainnya. Asam lemak tidak jenuh tersebut dapat diubah ke berbagai bentuk
turunannya antara lain dalam pembentukan ester asam lemak dengan poliol seperti
sorbitol, manitol dan sebagainya untuk membentuk surfaktan. Ester asam lemak
Universitas Sumatera Utara
dengan poliol tersebut memiliki sifat surfaktan karena disamping memiliki gugus ester
juga masih memiliki gugus hidroksil sehingga terjadi keseimbangan antara gugus
yang bersifat lipofil dengan gugus yang bersifat hidrofil (Tarigan, 2005).
Senyawa N-etanol-oleil amida telah dibuat melalui amidasi asam oleat dengan
etanolamin yang dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, detergen, pelunak pada
pembuatan tekstil dan pencegah korosif (Budijanto, 2002).
2.3. Ester Asam Lemak
Ester asam lemak yang paling sederhana adalah ester antara metanol dengan
asam lemak yang dikenal luas sebagai metil ester asam lemak pada industri oleokimia.
Metil ester asam lemak ini dapat dihasilkan melalui transesterifikasi secara
metanolisis terhadap ester asam lemak dengan gliserol (gliserida) (Manurung, 2008).
Modifikasi ester asam lemak dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara
lain:
(Gandhi, 1997, dikutip dari jurnal Ester Asam Lemak
oleh Juliati Tarigan S.Si, M.Si).
a. Esterifikasi
R'-OH H2O
b. Interesterifikasi
c. Alkoholisis
R"-OH R'-OH
d. Asidolisis
asam karboksilat alkohol ester air
ester ester ester baru ester baru
ester alkohol ester baru alkohol
ester asam karboksilat ester baru as.karboksilat baru
R CO
O R "
R CO
O HR C
O
O R '
R CO
O R ' "R CO
O R 'R C
O
O R '"R C
O
O R '
R CO
O R '
R CO
O R '"R C
O
O R '"R C
O
O HR C
O
O H
Universitas Sumatera Utara
Ester asam lemak di alam terdapat dalam bentuk ester antara gliserol dengan
asam lemak ataupun terkadang ada gugus hidroksilnya yang teresterkan tidak dengan
asam lemak tetapi dengan phospat seperti pada phospolipid. Disamping itu, ada juga
ester antara asam lemak dengan alkoholnya yang membentuk monoester seperti
terdapat pada minyak jojoba. Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan
makan ataupun untuk bahan surfaktan, aditif, detergen dan lain sebagainya (Endo,
1997).
Interesterifikasi (penukaran ester atau transesterifikasi) menyangkut pertukaran
gugus asil antara trigliserida. Karena trigliserida mengandung tiga gugus ester per
molekul, maka peluang untuk pertukaran tersebut cukup banyak. Gugus asil dapat
bertukar posisinya dalam satu molekul trigliserida, atau diantara molekul trigliserida.
Dengan proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi asam lemak dan gliserol. Proses
ini dapat berjalan dengan menggunakan asam, basa, dan enzim tertentu.
Dalam proses hidrolisis, lemak atau minyak akan diubah menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat mengakibatkan kerusakan minyak
atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut.
Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisis yang menghasilkan flavor dan
bau tengik pada minyak tersebut. (Ketaren, 1984).
2.4. EPOKSIDA
Epoksida (oksirana) ialah eter siklik dengan cincin beranggota tiga yang
mengandung satu atom oksigen (Hart, 1990).
Senyawa epoksida pada sintesa organik merupakan zat antara yang potensial
dimanfaatkan untuk beragam bentuk senyawa dengan berbagai keperluan sehingga
penelitian tentang epoksidasi baik kondisi reaksi, keberlanjutan hasil reaksi maupun
manfaat hasil reaksi terus dikembangkan (Wisewan,1978).
Universitas Sumatera Utara
Jenis-jenis bahan pereaksi yang digunakan untuk epoksidasi tanpa pemutusan
ikatan π yang umum digunakan untuk menghasilkan epoksida adalah senyawa peroksi
(peracid). Dalam epoksidasi ini pereaki dipersiapkan melalui reaksi asam karboksilat
dengan peroksida (H202) dengan bantuan katalis asam (Hasibuan, 2000).
Adapun contoh reaksi epoksidasi terhadap senyawa alkena dan menghasilkan senyawa
diol adalah sebagai berikut ( Sastrohamidjojo, 2005 ).:
Ada empat teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan epoksida dari molekul
olefin:
1. Epoksida dengan asam perkarboksilat yang sering digunakan dalam industri
dan dapat dipercepat dengan bantuan katalis atau enzim
2. Epoksida dengan peroksida organik dan anorganik, termasuk epoksidasi alkali
dengan hydrogen peroksida nitril dan epoksida yang dikatalisis logam transisi.
3. Epoksida dengan halohidrin, menggunakan asam hipohalogen (HOX) dengan
garamnya sebagai reagen, dan epoksida olefin dengan defisiensi elektron
ikatan rangkap.
4. Epoksida dengan menggunakan molekul oksigen, untuk minyak nabati jarang
digunakan karena dapat menyebabkan degadrasi dari minyak menjadi senyawa
yang lebih kecil seperti aldehid dan keton atau asam dikarboksilat berantai
pendek sehingga oksidasi dengan O2 merupakan metode yang tidak efisien
untuk epoksida minyak nabati (Goud, 2006).
R C
O
OH + H2O2 R C
O
O OH + H2O
R C
O
O OH + C CO
+ R C
O
OH
H+
Peroksida Peracid
EpoksidaOlefin
C C
Asam karboksilat
Peracid
C CO
Epoksida
H2O
Asam Karboksilat
D io lOHOH
C CH H
H H
H H
Universitas Sumatera Utara
HN
H O O Hdietanolamina
2.5 SENYAWA POLIOL
Poliol merupakan senyawa organik yang mempunyai gugus hidroksi lebih dari
satu dan dalam industri material sangat luas digunakan baik sebagai bahan pereaksi
maupun bahan aditif. Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di alam seperti
amilum, selulosa, sukrosa dan lignin ataupun hasil olahan industri.
Poliol dari minyak nabati telah banyak dikembangkan untuk dapat
menggantikan petroleum berbasis poliol dalam pembuatan poliuretan dan poliester,
juga telah banyak digunakan sebagai bahan pemlastis dan matrik polimer untuk
menghasilkan suatu material, demikian juga sebagai pelunak maupun pemantap yang
bertujuan agar diperoleh kekerasan dan kalunakan tertentu sehingga material tersebut
mudah dibentuk ke berbegai jenis barang sesuai kebutuhan (Andreas, 1990).
Epoksidasi asam lemak tidak jenuh baik sebagai trigliserida, asam lemak bebas
maupun dalam bentuk alkil ester asam lemak yang dilanjutkan hidrolisis juga telah
banyak dilakukan untuk menghasilkan senyawa poliol (Swern, dkk,1959).
Reaksi epoksida tersebut melalui metanolisis disamping terbentuk gugus poliol juga
terbentuk gugus eter yaitu gugus metoksi sehingga senyawa yang terbentuk lebih
dikenal dengan poliol polieter (Lin, 2008).
2.6 . DIETANOLAMINA
Dietanolamina adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol.
Dialkohol menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Dietanolamina
juga dikenal dengan nama bis (hydroxyethyl)amine, diethylolamine, diolamine dan
2,2-iminodiethanol.
Dietanolamina banyak digunakan dalam produk kosmetik dan detergen karena
mampu menciptakan tekstur yang lembut dan foaming agent.
Universitas Sumatera Utara
Sifat-sifat dietanolamina adalah sebagai berikut :
a. Rumus molekul : C4H11NO2
b. Berat molekul : 105,1364 g/mol
c. Densitas : 1,090 g/cm3
d. Titik leleh : 28ºC (1atm)
e. Titik didih : 268,8ºC (1atm)
f. Kelarutan : H2O, alcohol, eter
Dietanolamina yang sering disebut sebagai DEA sering digunakan sebagai
surfaktan dan inhibitor korosi. Hal ini digunakan untuk menghilangkan Hidrogen
sulfida, dan karbon dioksida dari gas alam (Anonimous, 2009)
2.7 AMIDA
Amida ialah suatu senyawa yang mempunyai nitrogen trivalent yang terikat
pada suatu gugus karbonil. Suatu amida diberi nama asam karboksilat induknya,
dengan mengubah imbuhan asam dan akhiran –oat(atau –at) menjadi –amida
amida sederhana
C
O
NC
O
N H R
gugus amida amida tersubstitusi
C
O
N H 2
(Fessenden, 1999).
Didalam gugus fungsi amida, atom nitrogen terikat pada gugus karbonil. Jika
dua ikatan bebas atom nitrogen mengikat amida, maka senyawa itu disebut amida
sederhana. Jika salah satu atau kedua ikatan bebas atom nitrogen mengikat gugus alkil
atau gugus
aril, senyawa yang demikian disebut amida tersubstitusi. Gugus karbonil dan ikatan
nitrogen dihubungkan sebagai ikatan amida.
Amida juga dapat dibuat dari reaksi ammonia atau amina dengan turunan asam
karboksilat, ester, terutama metil ester dan anhidrida asam. Jika ester digunakan
Universitas Sumatera Utara
sebagai bahan baku, terbentuk alkohol sebagai hasil samping reaksi. Jika yang
digunakan anhidrida, hasil sampingnya adalah asam karboksilat (Wilbraham, 1992).
Amida digunakan sebagai bahan baku setengah jadi untuk produksi fatty nitril
dan fatty amina serta amida juga digunakan dalam industri obat-obatan. Palmitamida,
stearamida dan oleoamida digunakan sebagai bahan penyerasi pada penguatan karet
alam dengan silika (Suryani, 2008).
2.7.1 ALKANOLAMIDA
Alkanolamida adalah surfaktan bukan ionik dimana gugus hidroksil yang
dimilikinya tidak cukup hidrofilik untuk membuat alkanolamida larut dalam air
dengan sendirinya. Alkanolamida digunakan sebagai bahan pembusa(foam boosting)
dalam pembuatan shampoo.
Jenis alkanolamida yang paling penting adalah dietanolamida. Senyawa N-
etanol alkil amida adalah senyawa yang termasuk dalam golongan fatty amida yang
dapat dimanfaatkan sebagai surfaktan dalam produk detergen, kosmetik dan tekstil.
Senyawa ini dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak sawit distilat dengan
senyawa yang mengandung gugus atau atom Nitrogen seperti alkanolamina
(Nuryanto, 2002).
Dietanolamida pertama kali diperoleh dengan mereaksikan dua mol
dietanolamina dengan satu mol asam lemak. Senyawa ini diberi nama Krichevsky
amida sesuai dengan nama penemunya. Bahan baku yang digunakan dalam produksi
dietanolamida dapat berupa asam lemak, trigliserida atau metil ester. Dietanolamida
biasanya diproduksi secara kimia konvensional pada temperatur 150ºC selama 6-12
jam (Herawan, 1999).
Amida yang berasal dari DEA (dietanolamina) dan asam lemak, yang dikenal
sebagai dietanolamida yang ampifilic. Dietanolamida adalah bahan umum di kosmetik
dan shampoo yang ditambahkan sehingga memberikan tekstur yang lembut dan
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan busa, turunan yang relevan dari DEA termasuk dietanolamida
berfungsi sebagai bahan surfaktan dan penstabil atau pengembang busa. Hal ini
disebabkan karena adanya kotoran berminyak yang menyebabkan stabilitas busa
sabun cair atau sampo akan berkurang secara drastis (Anonimous, 2009).
Dietanolamida termasuk dalam surfaktan non ionik yang memiliki kemampuan
untuk menurunkan tegangan permukaan cairan, atau antar permukaan yang tidak
saling bercampur. Aktifitas suatu surfaktan terjadi karena sifat ganda dari molekulnya,
yang terdiri dari bagian hidrofil (suka air) dan lipofil (suka lemak). Bagian polar
(hidrofil) molekul surfaktan dapat bermuatan positif (surfaktan kationik), negatif
(surfaktan anionik), memiliki kedua muatan positif dan negatif (surfaktan amfoterik),
ataupun netral (surfaktan non ionik) sedangkan bagian lipofilnya merupakan rantai
alkil (Genarro,1990).
2.8 SURFAKTAN
Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan ikatan-
ikatan hidrogen pada permukaan. Mereka melakukan hal ini dengan menaruh kepala-
kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor-ekor hidrofobiknya terentang
menjauhi permukaan air (Fessenden, 2006). Surfaktan adalah senyawa yang memiliki
dua gugus yaitu hidrofobik (lipofilik) dan hidrofilik (lipofobik) dalam satu molekul,
sehingga disebut sebagai senyawa amphilic (Gautam, 2005).
Pada umumnya bagian yang non polar (lipofilik) merupakan hidrokarbon
rantai panjang, sedangkan bagian yang polar (hidrofilik) adalah suatu ion atau gugus
yang kepolarannya tinggi (Rosen, 1978).Bahan surfaktan telah dikembangkan secara
luas seperti turunan ester asam lemak dari monoalkohol atau diol, maupun dari poliol
(Maag, 1984).
+ RC-NCH2-CH2-OH
CH2-CH2-OHO
metil esterasam lemak dietanolamida
R-COOCH3
C H 2C H 2O H
H N
C H 2C H 2O H
dietanolamina
+ CH3OH
metanol
Universitas Sumatera Utara
Molekul-molekul atau ion-ion yang teradsorbsi pada perbatasan (interfasa) disebut
dengan bahan aktif permukaan (surface active agents) atau surfaktan. Surfaktan
mempunyai peran penting untuk menurunkan tegangan permukaan bahan yang
dikenai. Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan
pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agents), dan sebagai bahan
penglarut (solubilizing agents). Aktifitas kerja suatu surfaktan karena sifat ganda dari
molekul tersebut (Pavia, 1976).
Struktur kimia surfaktan mempengaruhi sifat kelarutan yang cocok untuk
aktifitas surfaktan tersebut tergantung pelarut dan dan kondisi yang digunakan. Di
dalam bentuk surfaktan yang umum , “kepala” menggambarkan gugus yang larut
dalam air, sering disebut gugus hidrofil atau gugus lipofob dan “ekor”
menggambarkan gugus lipofil atau hidrofob di dalam air.
Klasifikasi kimia yang paling berguna dari surfaktan didasarkan pada sifat
hidrofil dan lipofilnya. Di bawah ini ada empat klasifikasi dasar dari surfaktan yaitu :
1. Surfaktan anionik, memiliki gugus hidrofil yang bermuatan negatif seperti
gugus karboksilat (RCOO- M+), sulfonasi (RSO3- M+), sulfat (ROSO3
- M+) atau
posfat (ROPO3- M+).
2. Surfaktan kationik, gugus hidrofil memiliki muatan positif. Sebagai contoh
ammonium halida kwartener (R4N+ X-).
3. Surfaktan nonionik, dimana gugus hidrofil tidak memiliki muatan tetapi
turunannya memiliki kelarutan yang besar terhadap air dibandingkan gugus
polar tertinggi seperti senyawa (POE atau R-OCH2CH2O-) R adalah gugus
poliol termasuk gula.
4. Surfaktan amfoter (zwitter ion) memiliki muatan positif dan muatan negatif,
sebagai contoh sulfobetain RN+(CH3)2CH2CH2SO3-.
2.9. PENENTUAN HARGA HLB (Hydrophilic Lipophilic Balance)
Griffin merancang suatu skala sembarang dari berbagai angka untuk dipakai
sebagai suatu ukuran keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB) dari zat-zat aktif
permukaan (surfaktan). Dengan bantuan angka ini, adalah mungkin untuk membentuk
Universitas Sumatera Utara
suatu jarak HLB untuk efisiensi optimum atau terbaik dari masing-masing golongan
surfaktan seperti terlihat pada gambar 2.2 sebagai berikut.
Gambar 2.1. Skala Petunjuk Fungsi Surfaktan Berdasarkan Nilai HLB
HLB dari sejumlah senyawa dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebaagi berikut :
HLB = 20 (1 – S/A)
Dimana S adalah bilangan penyabunan senyawa tersebut dan A adalah bilangan asam
senyawa tersebut.
Davies telah menghitung nilai HLB untuk zat aktif permukaan dengan
memecah berbagai molekul surfaktan ke dalam gugus-gugus penyusunnya, yang
masing-masing diberi suatu angka gugus. Penjumlahan dari angka-angka gugus untuk
suatu surfaktan tertentu memungkinkan perhitungan nilai HLB-nya menurut
persamaan berikut :
HLB = Σ (angka-angka gugus hidrofilik) - Σ (angka-angka gugus lipofilik) + 7
(Martin,A., 1993)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Nilai HLB Beberapa Surfaktan
Zat HLB
Asam Oleat
Gliseril Monostearat
Sorbitan mono-oleat
Sorbitan monolaurat
Trietanolamin oleat
Polioksitilena sorbitan mono-oleat
Polioksitilena sorbitan monolaurat
Natrium oleat
Natrium lauril sulfat
1
3,8
4,3
8,6
12
15
16,7
18
40
Tabel 2.3 Harga HLB Gugus Fungsi
Gugusan senyawa Angka gugus
Gugus hidrofilik
-SO4- Na+
-COO- Na+
Ester (cincin sorbitan)
Ester (bebas)
Hidroksil (bebas)
Hidroksil (cincin sorbitan)
Grup lipofilik
-CH-
-CH2-
-CH3-
=CH-
38,7
19,1
6,8
2,4
1,9
0,5
0,475
0,475
0,475
0,475
( Shinoda, 1986 )
Universitas Sumatera Utara