oleh : program studi s-1 keperawatan stikes … · baik berupa bimbingan maupun kasih sayang serta...
TRANSCRIPT
PENGARUH PASTORAL CARE TERHADAP TINGKAT KECEMASAN
PADA PASIEN SEBELUM OPERASI DI RUMAH SAKIT BRAYAT
MINULYA SURAKART
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :Rosalinda Ule ( sr. M.Marcella, OSF )
NIM. ST13062
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rosalinda Ule (Sr. M. Marcella, OSF)
NIM : ST13062
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta
maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan
dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena
karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan
tinggi ini.
Surakarta, 17 Januari 2015
Yang membuat pernyataan
Rosalinda Ule (Sr. M. Marcella, OSF)
NIM. ST13
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
karena atas rahmat yang di limpahkan-Nya sehingga skripsi dengan judul ”Pengaruh
Pastoral Care Terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Sebelum Operasi di Rumah
Sakit Brayat Minulya Surakarta”. Dalam penyusunan proposal ini tentu banyak di
jumpai kendala-kendala, namun berkat bimbingan serta arahan dari pembimbing dan
juga teman-teman, maka akhirnya penyusunan proposal ini dapat di selesaikan tepat
pada waktunya. Oleh karena itu, penghargaan dan terima kasih penulis haturkan
kepada:
1. Dra. Agnes Sri Hartati,M.Si. Ketua STIKes. Kusuma Husada Surakarta yang
telah memberikan ijin dan dukungan pada penulis melakukan penelitian ini.
2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi S-1
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi lanjut Program Studi S-1
Keperawatan.
3. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns.,M.Kep. selaku Dosen Pembimbing Utama,
yang telah memberikan arahan, masukan, dorongan, saran dan bimbingan dalam
penulisan skripsi ini.
4. bc. Yeti Nurhayati. M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Pendamping, yang telah
memberikan saran, transfer ilmu dan masukan demi sempurnanya skripsi ini.
5. Rahajeng Putriningrum S.S.T,M.Kes. selaku tim Penguji yang telah memberikan
banyak masukan serta pengetahuan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan staf di STIKES Kusuma Husada Surakarta yang
telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh Civitas Akademik STIKES Kusuma Husada yang banyak membantu
penulis baik dalam proses perkuliahan maupun saat penulisan skripsi ini.
8. Direksi Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta yang telah memberi kesempatan
untuk melanjutkan studi dan rekan – rekan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Brayat Minulya Surakarta atas bantuan,dukungan spiritual.
9. Kedua orang tuaku tercinta yang telah memberikan jasa yang terbaik bagi saya
baik berupa bimbingan maupun kasih sayang serta doa restu yang di berikan
kepada penulis.
10. Responden yang telah mengisi kuisioner dengan sukarela.
11. Semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari, bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu dengan kerendahan hati. Penulis bersedia menerima kritik dan saran
yang sifatnya membangun dalam upaya penyempurnaan proposal ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan yang terbaik kepada
kita semua.
Solo,17 Januari 2015
Penulis
Rosalinda Ule (Sr. M. Marcella, OSF)
NIM ST 13062
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i
SURAT PERNYATAAN ………………………………………………….. ii
SURAT PERSETUJUAN …………………………………………………. iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. vi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………. viii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… ix
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… x
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………….. 7
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………… 7
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………… 9
2.1. Tinjauan Teori ……………………………………………… 9
2.1.1. Pastoral Care ………………………………………… 9
2.1.2. Kecemasan …………………………………………… 24
2.2. Keaslian Penelitian ……………………………..………….. 39
2.3. Kerangka Teori …………………………………………….. 40
2.4. Kerangka Konsep ………………………………………….. 41
2.5. Hipotesis …………………………………………………… 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………… 42
3.1. Desain penelitian …………………………………………… 42
3.2. Jenis dan Rancangan Penelitian ……………………………. 42
3.3. Populasi dan sampel …..……………………………………. 43
3.4. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………… 45
3.5. Variabel dan Definisi Operasional …………………………. 45
3.6. Alat penelitian dan cara pengumpulan Data ……………….. 46
3.7.Uji Validitas uji realibilitas ………………………………… 48
3.8. Tehnik pengolahan dan analisa data ……………………….. .. 51
3.9 Etika penelitian …………………………………………… .. 54
BAB VI HASIL PENELITIAN
4.1. Analisa univariat …………………………………………… 56
4.2. analisa bivariat ...........................……………………………. 59
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ............................................................................. 67
6.2. Saran ....................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor tabel Judul tabel Halaman
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian ……………………………………… 39
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Prengukuran Variabel….. 46
Tabel 3.2 Analisa data …………………………………………….. 54
DAFTAR GAMBAR
Nomor tabel Judul tabel Halaman
Tabel 2.1 Kerangka teori ……………………………………… 26
Tabel 2.2 Kerangka Teori …………………………………….. 40
Tabel 2.3 Kerangka Konsep ………………………………….. 41
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Rosalinda Ule (Sr M.Marcella OSF)
Pengaruh Pastoral care terhadap tingkat kecemasan pada pasien sebelum
operasi
Abstrak
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang bisa
menimbulkan kecemasan. Kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam
prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan
jiwa akibat prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Adanya kecemasan
sebelum operasi memerlukan tindakan yang cepat untuk mengatasinya agar tidak
terjadi peningkatan tekanan darah sehingga program operasi tetap dijalankan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Salah satu pelayanan yang dilakukan dalam
mengatasi kecemasan adalah pelayanan Pastoral Care.
Tujuan penelitian untuk menggambarkan perbedaan tingkat kecemasan
pasien sebelum operasi dan sesudah melakukan pastoral care pada kelompok
perlakuan dan pada kelompok tanpa perlakuan.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif analitik yang
menggunakan quasi eksperiment pre test post test design dengan kelompok kontrol
atau pembanding. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Pretest-Postest Control Group Design.
Perbedaan tingkat kecemasan pre operasi tanpa pastoral care dengan
significant 0.026 Perbedaan tingkat kecemasan pre-operasi sebelum dan sesudah
pastoral care dengan significant 0,8
Kata kunci : Pastoral care , kecemasan , operasi
Daftar pustaka : 20 ( 1995 – 2013 )
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Rosalinda Ule (Sr M. Marcella OSF)
Effect of Pastoral care on Anxiety Level based on HRS A of Patients prior to
Operation
ABSTRACT
Operation or surgery is an experience tha may induce an anxiety. The anxiety
is usually related to all kinds of unfamiliar procedures that a client shall undergo and
a threat to his or her life due to the consequences of surgical procedure and anesthesia
administration. The pre-operative anxiety requires a quick intervention to deal with it
so that his or her blood pressure will not increase as to ensure that the surgical
program can run well in line with the stipulated time. One of the services conducted
to deal with the anxiety is the pastoral care service.
The objective of this research is to describe the difference of the patients’
anxiety level prior to operation and following the pastoral care between the treatment-
group and the non-treatment group.
This research used the descriptive quantitative method with the quasi
experimental pre test post test design with control group and experimental group.
The significance value of the difference of pre-operative anxiety level without
pastoral care 0.026, and the significance value of the difference of pre-operative
anxiety level prior to and following the pastoral care was 0.8.
Keywords: Pastoral care, anxiety, HRS A, operation
References: 20 (1995 – 2013)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang bisa
menimbulkan kecemasan. Kecemasan biasanya berhubungan dengan segala
macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap
keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Pasien
yang mengalami kecemasan menunjukkan tanda mudah tersinggung, susah tidur,
gelisah, lesu, mudah menangis dan tidur tidak nyenyak ( Kaplan, J.B & Sadock
T.C 1997).
Pasien pre operatif berpotensi hampir 90% mengalami kecemasan.
Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum dialami oleh pasien yang
dirawat dirumah sakit, kecemasan yang sering terjadi adalah apabila pasien
yang dirawat di rumah sakit harus mengalami proses pembedahan. Pembahasan
tentang reaksi–reaksi pasien terhadap pembedahan sebagian besar berfokus
pada persiapan pembedahan dan proses penyembuhan (Badero dkk, 2009).
Kecemasan pasien pre operatif disebabkan berbagai faktor, seperti kurang
informasi, kurangnya komunikasi terapeautik dan salah satunya adalah
kurangnya pendampingan tentang ketenangan batin untuk pencegahan
kecemasan pada pasien pre operatif (Long B.C. 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Menurut Doris Sylvanus (2010)
bahwa Pasien juga mengalami kekhawatiran lain seperti masalah finansial,
tanggung jawab terhadap keluarga, dan kewajiban pekerjaan atau ketakutan
akan prognosis buruk, atau kemungkinan kecacatan dimasa akan datang dan
ancaman ketidakmampuan permanen yang lebih jauh. Hal ini memperberat
ketegangan emosional yang sangat hebat yang diciptakan oleh prospek
pembedahan.
Berdasarkan data WHO (2007), Amerika Serikat menganalisis data
dari 35.539 pasien bedah dirawat di unit perawatan intensif antara 1 Oktober
2003 dan 30 September 2006. Dari 8.922 pasien (25,1%) mengalami kondisi
kejiwaan dan 2,473 pasien (7%) mengalami kecemasan (Yulnico, 2011).
Manifestasi yang khas pada pasien pre operatif tergantung pada setiap individu
dan dapat meliputi menarik diri, membisu, mengumpat, mengeluh dan
menangis. Respon psikologis secara umum berhubungan adanya kecemasan
menghadapi anestesi, diagnosa penyakit yang belum pasti, keganasan, nyeri,
ketidaktahuan tentang prosedur operasi dan sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Doris Sylvanus di
ruang D (Bedah Pria) RSUD Dr, Palangka Raya pada tanggal 20-22 Maret 2010
tentang tingkat kecemasan pasien pre operatif menunjukkan bahwa dari 10
orang pasien terdapat 5 orang (50%) yang memiliki tingkat kecemasan dalam
kategori sedang, 2 orang (20%) dalam kategori ringan, responden dengan
tingkat kecemasan berat sebanyak 2 orang (20%), dan responden yang tidak
merasa cemas sebanyak 1 orang (10%).
Sebuah penelitian di Civil Hospital, Karachi, Pakistan, (2005) tentang
kecemasan pre operasi di dapatkan bahwa sebagian besar pasien pre operasi
mengalami kecemasan karena takut dengan pengandaian mereka tentang
sesuatu yang akan terjadi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferlina (2008)
ditemukan sekitar 80% pasien pre operasi mengalami kecemasan dan 60%
diantaranya mengalami kecemasan sedang dan berat. Hal ini didasari karena
berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi. Menurut laporan tahunan dari
Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta hasil observasi
data statistic mulai dari bulan Januari- September 2014, jumlah pasien operasi
sebanyak 850 pasien. Jumlah pasien operasi tertinggi pada bulan Agustus
mencapai 102 orang.
Adanya kecemasan sebelum operasi memerlukan tindakan yang cepat
untuk mengatasinya agar tidak terjadi peningkatan tekanan darah sehingga
program operasi tetap dijalankan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Gambaran yang lebih spsesifik ketika pasien yang akan operasi adalah tampak
cemas,gelisah, Terkadang ketika diajak bicara pasien terkadang tidak
konsentrasi,bahkan ada yang menunjukan ekspresi yang datar-datar saja dan
sangat mempengaruhi pada peningkatan tekanan darah dan nadi .Salah satu
pelayanan yang dilakukan dalam mengatasi kecemasan adalah pelayanan
Pastoral Care.
Pastoral care adalah pelayanan rohani yang diberikan untuk semua
orang, pelayanan psiko-spiritual dan pelayanan kasih. Pelayanan spiritual yang
dimaksud identik dengan pelayanan rohani kepada pasien. Hal ini menjadi
penting karena pasien akan dibantu dengan adanya perhatian (attention),
dukungan (sustaining), perdamaian (reconciling), bimbingan (guiding),
penyembuhan luka batin (inner-healing), serta doa (praying). Apabila pasien
terlayani aspek rohaninya maka akan terjadi keseimbangan dalam hidup dan
berdampak positif untuk menjalani operasi dan pengobatan penyakitnya
menurut (Kusmaryanto 1995).
Penelitian yang dilakukan oleh Sofiyan Hadi tahun 2008 di Ruang
Rawat Gabung RSUD dr H Slamet Martodirdjo Pamekasan, tentang
Kecemasan pada pasien pre opersi ORIF/OREF dapat dilakukan dengan
Pastoral Care. Berdasarkan Australian Journal of Pastoral Care and Health,
(2012) USA and Australia dikatakan bahwa salah satu perubahan yang
signifikan adanya pelayanan pastoral dalam sistem perawatan kesehatan
Inggris, Amerika Serikat dan Australia dalam rangka untuk memandu muncul
agenda profesionalisme di Australia, dan untuk berkontribusi pada percepatan
adopsi praktek terbaik dalam pelayanan Pastoral Care.
Pastoral Care adalah pelayanan rohani yang holistik, psiko-spiritual
dan pelayanan kasih kepada semua orang tanpa memandang suku, ras dan
agama. Pastoral Care berlandaskan pada nilai kehidupan, Pelayanan Pastoral
Care diharapkan dapat membantu setiap orang untuk memaknai nilai
kehidupan. Pastoral care merupakan pelayanan yang mempunyai tujuan akhir
yakni agar setiap orang memperoleh kedamaian, ketentraman, ketenangan serta
memperoleh harapan untuk pasrah kepada yang Ilahi (Jhon Paul II 1995).
Menanggapi akan kebutuhan pelayanan Gereja, maka kami para suster ikut
ambil bagian dalam karya pelayanan diantaranya karya kesehatan, yang
merupakan salah satu bidang pelayanan yang dikembangkan oleh para suster
hadir untuk melayani yang bersifat integral dan holistik, yang melayani dua
aspek yakni badan dengan pelayanan secara medis dan jiwa dengan upaya
pelayanan rohani. Maka kegiatan pastoral Care di Rumah Sakit Brayat
Minulya Surakarta menyadari sangat penting dalam setiap pelayanan
kesehatan.
Tenaga pastoral care di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta
hadir untuk memberikan dukungan secara rohani,mendoakan dan meneguhkan
iman pasien kepada Allah yang Maha Kuasa menurut agama dan kepercayaan
masing–masing dan juga mempersiapkan pelayanan - pelayanan sakramen bagi
yang beragama katolik. Kegiatan Pastoral Care berusaha menghadirkan wajah
Allah yang berbelas kasih yang membebaskan, menyembuhkan, memberi
ketenangan lahir batin dan menyelamatkan semua orang beriman yang percaya
kepada Allah.
Maka dengan pendampingan petugas pastoral Care, sangat
membantu untuk membuat pasien akan merasa aman, nyaman dan tenang
dalam menjalani perawatan dan juga ketika sesorang akan dilakukan tindakkan
invasif secara khusus bagi mereka yang akan dilakukan tindakkan operasi.
Menyadari bahwa manusia itu unik, masing- masing memiliki caranya sendiri–
sendiri untuk menanggapi stress dalam hidup ini Ada yang menghadapi hidup
ini ringan,berat, perjuangan (Jatuh dan bangun). Roda kehidupan semuanya
merupakan anugerah Tuhan yang terindah. Maka di Rumah Sakit Brayat
memberikan pelayanan dan pendampingan kepada pasien dan keluarga pasien
tanpa memandang suku, bangsa, agama, golongan dan warna kulit. Membantu
orang sakit dan keluarga agar mampu menerima penderitaan dan mampu
melihat campur tangan Tuhan mendampingi mereka untuk menghadapi
kemungkinan paling buruk yaitu kematian. Memberikan pendampingan dan
pelayanan kerohanian kepada pasien dan keluarga pasien baik yang beragama
Katolik maupun non Katolik yang membutuhkan.
Semua pedoman dan jurnal Pastoral Care diatas memberikan bukti
bahwa Sudah ada berbagai fenomena Pastoral Care yang terjadi dalam dunia
kesehatan terutama di negara Eropa, namun sejauh ini belum ada penelitian
yang khusus tentang Pengaruh Pastoral Care terhadap tingkat kecemasan,
maka peneliti tertarik untuk melakuan penelitian tentang pengaruh Pastoral
Care terhadapan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi. Dan penulis
melihat bahwa Pastoral care di Rumah Sakit Brayat Minulya pelayanan baru
sebatas melalui pelayanan berupa doa – doa yang dilakukan oleh petugas
Pastoral care belum sampai pada pendampingan secara pribadi dengan
menggali seberapa jauh tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien yang akan
menjalani operasi. Dan ketika penulis mencoba untuk melakukan pendekatan
secara pribadi,disana terjadi bahwa sebagian pasien yang mengatakan lebih
tenang dan terasa lebih rileks. Setelah melakukan pendekatan,mengajak sharing
dan baru penulis melakukan doa bersama. Hal ini memberikan nilai positif
bahwa Pastoral Care dapat membantu setiap orang yang mengalami tantangan
psikologi (dalam menghadapi situasi kecemasan) maupun fisik seperti tindakan
operatif.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, Rumusan masalah pada
penelitian ini adalah pengaruh pendampingatn pastoral Care terhadap tingkat
kecemasan pada pasien preoperasi di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menggambarkan perbedaan tingkat kecemasan pada pasien
sebelum operasi sebelum dan sesudah dilakukan pastoral Care.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden : usia, jenis kelamin.
b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi tanpa
passtoral Care.
c. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi dengan
Pastoral Care
d. Menganalisis perbedaan tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi
sebelum dan sesudah dilakukan Pastoral Care.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Manajemen Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dalam upaya pengembangan Pastoral Care di
Rumah sakit dengan lebih efektif.
2. Bagi Perawat.
Memberikan informasi bahwa pentingnya pendampingan spiritual bagi
pasien yang akan menjalani operasi, dan juga pentingnya komunikasi antara
perawat dan tim Pastoral Care
3. Bagi Ilmu pengetahuan
Memberikan dukungan pada penemuan terdahulu bahwa dalam
memberikan asuhan keperawatan harus secara holistik bio,psiko spiritual.
Dan Juga adanya keterkaitan antara tingkat kecemasan dan nilai spiritual.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Memberikan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti berikutnya.
5. Bagi Peneliti
Mendapatkan tambahan pengetahuan dan praktek dalam proses
penelitian tentang pengaruh pelayanan Pastoral Care terhadap tingkat
kecemasan pasien sebelum Operasi di rumah sakit Rumah Sakit Brayat
Minulya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjaun Teori
2.1.1. Pastoral Care
2.1.1.1 Definisi Pastoral care
Pastoral care adalah pelayanan rohani yang holistik, psiko-
spiritual dan pelayanan kasih kepada semua orang tanpa memandang
suku, ras, dan agama. Pastoral care berlandaskan pada nilai
kehidupan, Pelayanan pastoral care diharapkan dapat membantu
setiap orang untuk memaknai nilai kehidupan ( DR. CB.
Kusmaryanto, SCJ 1995). Pastoral care merupakan pelayanan yang
mempunyai tujuan akhir yakni agar setiap orang memperoleh
kedamain, ketentraman, ketenangan serta memperoleh harapan untuk
pasrah kepada yang Ilahi (Susan Sulivan 2011). Pastoral care
berbeda dengan konseling dimana seorang konselor hanya
memberikan nasehat dan kiat-kiat tertentu kepada konseli agar bisa
mengambil keputusan sendiri. Konseling pastoral menjadi bagian
kecil yang tak terpisahkan dari health pastoral care
Pastoral care adalah perwujudan perhatian Gereja kepada
mereka yang sakit dan menderita. Sudah sejak lama Gereja
memandang pelayanan Pastoral bagi orang yang sakit dan
keluarganya itu sangat penting. Pelayanan Gereja bagi orang sakit itu
ada banyak, misalnya: sakramen pengurapan orang sakit (sakramen
minyak suci), Viaticum (komuni bekal suci), Sakramen Rekonsiliasi
terakhir, kunjungan kepada orang sakit dsb. Semua karya pastoral ini
dilakukan oleh Gereja dengan satu tujuan akhir yakni supaya mereka
yang meninggal mendapatkan keselamatan abadi dan keluarga yang
ditinggalkan mendapatkan kekuatan untuk menghadapi situasi yang
sulit itu. Kepada mereka yang akan meninggal mendapatkan
keistimewaan yang luar biasa yang tidak diberikan kepada mereka
yang tidak akan meninggal, misalnya: peresmian perkawinan yang
tidak syah, pembabtisan darurat (Jhon Paul Ii,2007).
Pastoral care untuk orang sakit terdiri dari bantuan spiritual dan
bantuan religius. Ini adalah hak dasar bagi pasien dan tugas gereja. Ini
merupakan tugas yang sangat penting dan khusus walaupun bukan hal
yang ekslusif bagi petugas pastoral care. Oleh karena pentingnya
interaksi antara berbagai dimensi dalam diri manusia yakni fisik,
psikologi dan spiritual dan oleh karena adanya tugas untuk
memberikan kesaksian imannya, maka semua tenaga kesehatan terikat
pada kewajiban untuk menciptakan kondisi agar bantuan religius dapat
diterapkan bagi semua orang yang memintanya baik langsung maupun
tidak langsung. Paulus Yohanes (2012) mereka membutuhkan bukan
hanya medis yang cocok tetapi juga bantuan manusiawi sebagai
saudara yang bisa berbagi keadaan dengan mereka. Bantuan medis
yang dibutuhkan itu berasal semua tenaga medis yang pada suatu titik
akan menjadi tidak banyak berguna namun bantuan dukungan sebagai
saudara dalam keadaan sakit dan menderita itu tetap dibutuhkan.
Apabila ini dapat dalam iman, jawaban yang menentramkan ini akan
berhubungan dengan jawaban akan pertanyaan yang paling tinggi
mengenai eksistensi manusia.
Menurut Beek Van(2007). Pastoral atau pengertian tentang
penggembalaan yakni :
a. Penggembalaan merupakan pembinaan yaitu tugas membentuk
watak seseorang dan mendidik mereka menjadi murid Kristus yang
baik.
b. Penggembalaan sebagai pemberitaan firman Allah melalui
pertemuan antar pribadi, kelompok kecil, walaupun juga dilakukan
dalam khotbah dan liturgi.
c. Penggembalaan berarti pelayanan yang berhubungan dengan
sakramen.
d. Penggembalaan adalah pelayanan penyembuhan, yaitu pelayanan
rohani yang mengakibatkan penyembuhan fisik, dan lain-lain.
e. Penggembalaan adalah pelayanan kepada masyarakat, yaitu
pelayanan sosial dan pelayanan berjuang melawan ketidakadilan.
f. Penggembalaan sebagai pelayanan dimana manusia yang terlibat
dalam interaksi menantikan dan menerima kehadiran dan
partisipasi Tuhan Allah.
g. Penggembalaan dianggap sebagai konseling pastoral yang
menggunakan teknik-teknik khusus (ilmu-ilmu humaniora)
khususnya psikologi.
2.1.1.2 Unsur-unsur dalam Pastoral care
a. Konseling
Konseling dan pendampingan pasien dibantu untuk dapat
memperoleh:
1) Perhatian (attention)
Perhatian diberikan berupa kehadiran, sapaan, senyuman, jabat
tangan dan bentuk-bentuk komunikasi terapeutik sederhana,
sebagai tanda tulus, penerima dan sentuhan kasih.
2) Dukungan (sustaining)
Dukungan psikis, moral dan spiritual diberikan bagi pasien
yang oleh karena sakitnya atau faktor lain yang menyebabkan
dia sakit atau cema sehingga mampu bertahan dalam situasi
yang sedang dialaminya.
3) Perdamaian (reconciling)
Perdamaian diupayakan bagi pasien yang mengalami
hubungan retak dengan dirinya sendiri, sesama dan Tuhan
untuk membangun kembali hubungan yang harmoni.
4) Bimbingan (guilding)
Bimbingan diberikan bagi pasien yang mengalami kecemasan,
kebingungan dan kegelapan batin untuk dapat mengambil
keputusan yang bertanggung jawab, lebih-lebih yang
berhubungan dengan pilihan hidup yang mendasar.
5) Penyembuhan luka batin (inner healing)
Penyembuhan dilakukan bagi pasien yang mengalami luka
batin yang menghalangi penghayatan emosionalitas, sosialitas
dan iman untuk menemukan kembali jati dirinya sebagai
manusia utuh dan unik.
6) Doa (praying)
Doa diberikan kepada pasien yang membutuhkan baik bagi
pasien yang meminta untuk didoakan maupun pasien yang oleh
karena kondisinya perlu didoakan. Bentuk dan cara doa
disesuaikan dengan situasi, kondisi, kepercayaan dan agama
pasien.
b. Sakramen-sakramen orang sakit yang dilakukan dalam Pastoral
Care(Jhon Paul II 1995)
Gereja memberikan perhatian istimewa bagi orang yang
sakit dan akan meninggal. Ada sakramen- sakramen yang dalam
keadaan sehat tidak boleh diterima (terhalang) oleh karena status
keadaan berdosanya tetapi dalam keadaan gawat darurat kematian
sakramen itu diperkenankan, misalnya baptis, perkawinan, ekaristi,
pengampunan dan sebagainya.
Kepada mereka yang tidak terkena halangan menerima
sakramen, Gereja memberikan perhatian khusus. Pelayanan khusus
itu ialah Baptis Darurat, Komuni bekal suci (viaticum), Sakramen
Pengampunan Dosa dan Saramen pengurapan Orang Sakit.
Sakramen Pengurapan Orang Sakit yang boleh memberikan
hanya imam dan boleh dirayakan baik secara pribadi maupun
secara bersama-sama (umum). Manfaat Sakramen Pengurapan
orang Sakit.
Sakramen ini secara istimewa memberikan rahmat bagi orang
sakit dengan:
1) Mempersatukan penderitaan si sakit dengan penderitaan
Kristus demi kebaikan dia sendiri dan juga kebaikan seluruh
Gereja.
2) Memberikan kekuatan, damai dan keberanian untuk
menghadapi secara Kristiani segala penderitaan, penyakit dan
umur tua
3) Pengampunan dosa jika si sakit tidak bisa mendapatkan
pengampunan dosa melalui Sakramen Pengampunan.
4) Pemulihan kesehatan jika ini kondusif bagi keselamatan
jiwanya
5) Persiapan untuk memasuki hidup kekal.
c. Kontak Pribadi
1) Kunjungan pribadi
2) Menayakan keadaan pasien sehubungan dengan tindakan
operasi.
3) Menggali rasa perasaan pasien.
4) Mendengarkan ungkapan dan isi hati pasien
5) Memberikan dukungan, peneguhan iman, harapan, kekutan dan
penghiburan.
6) Mendoakan.
2.1.1.3 Pelaku dari Pastoral care
a. Psikologi
Seorang psikolog adalah membentuk perilaku sehat secara
perorangan maupun dalam kelompok serta meningkatkan
perkembangan jiwa dan kualitas hidup individu dan kelompok.
Masalah-masalah seperti kecemasan, tidak percaya diri, kenakalan
remaja, bagaimana membentuk keluarga yang harmonis juga
merupakan kasus yang dapat ditangani oleh psikolog.
b. Rohaniawan
Rohaniawan berperan dalam Spiritualitas yang bersifat
individu. Rohaniawan meyakini, bahwa didalam hati setiap orang
yang paling dalam memerlukan seorang sahabat dalam setiap
situasi. Profesi sebagai Rohaniawan membawa keteduhan dan
ketenangan.
c. Pekerja sosial
Pengertian pekerjaan sosial yang dikemukakan oleh
Charles Zastrow (1982), yang dikutip oleh Dwi Heru Sukoco
(1995:7) sebagai berikut: "Pekerjaan sosial merupakan kegiatan
profesional untuk membantu individu-individu, kelompok-
kelompok dan masyarakat guna meningkatkan atau memperbaiki
kemampuan mereka dalam berfungsi sosial serta menciptakan
kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai
tujuan". Pekerjaan sosial sebagai profesi kemanusiaan yang
digerakkan untuk menolong setiap orang yang sedang mengalami
berbagai macam persoalan hidup, baik secara materi, moral
maupun maupun persolan lainnya
2.1.1.4 Fungsi dari Pastoral care
Ada enam fungsi dari penggembalaan atau pendampingan
pastoral yang merupakan tujuan-tujuan operasional yang hendak
dicapai dalam memberikan pertolongan kepada orang lain yaitu:
a. Fungsi Membimbing
Fungsi membimbing penting dalam kegiatan menolong
dan mendampingi seseorang. Orang yang didampingi, ditolong
untuk memilih/ mengambil keputusan tentang apa yang akan
ditempuh atau apa yang menjadi masa depannya. Pendamping
mengemukakan beberapa kemungkinan yang bertanggung jawab
dengan segala resikonya, sambil membimbing orang ke arah
pemilihan yang berguna. Pengambilan keputusan tentang masa
depan ataupun mengubah dan memperbaiki tingkah laku tertentu
atau kebiasaan tertentu, tetap di tangan orang yang didampingi.
Jangan sampai pendamping yang mewajibkan untuk memilih.
Lebih bertanggung jawab apabila orang yang didampingi diberi
kepercayaan untuk mengemukakan persoalannya bila sangat
membutuhkan pemecahan.
b. Fungsi Mendamaikan atau Memperbaiki Hubungan
Salah satu kebutuhan manusia untuk hidup dan merasa
aman adalah adanya hubungan yang baik dengan sesama, apakah
dengan orang yang dekat: suami-istri, anak-anak, menantu-mertua
maupun dengan orang banyak: kelompok sebaya, masyarakat dan
lain-lain. Oleh sebab itu, maka manusia disebut makhluk sosial.
Apabila hubungan tersebut terganggu, maka terjadilah penderitaan
yang berpengaruh pada masalah emosional. Tidak jarang dengan
adanya konflik tersebut, orang menjadi sakit secara fisik yang
berkepanjangan. Sering orang tersebut tidak sadar persis pada
posisi mana ia berpijak sehingga ia memerlukan orang ketiga yang
melihat secara objekstif posisi tersebut. Dalam situasi yang
demikian, maka pendampingan pastoral dapat berfungsi sebagai
perantara untuk memperbaiki hubungan yang rusak dan terganggu.
Pendamping dapat menjadi cermin dalam hubungan tersebut
(menganalisa hubungan). Menganalisa mana yang mengancam
hubungan, akhirnya mencari alternatif untuk memperbaiki
hubungan tersebut. Hal yang perlu mendapat perhatian
pendamping adalah jangan sampai pendamping memihak salah
satu pihak, ia hendaknya menjadi orang yang netral atau penengah
yang bijaksana.
c. Fungsi Menopang atau Menyokong
Kita diperhadapkan kepada seseorang yang tiba-tiba
mengalami krisis mendalam (kehilangan, kematian orang-orang
yang dikasihi, dukacita) dan seringkali pada saat itu kita tidak
dapat berbuat banyak untuk menolong. Keadaan ini bukan berarti
kita tidak dapat melakukan pendampingan, tetapi kehadiran kita
adalah untuk membantu mereka bertahan dalam situasi krisis yang
bagaimanapun beratnya. Dukungan berupa kehadiran dan sapaan
yang meneduhkan dan sikap yang terbuka, akan mengurangi
penderitaan mereka.
d. Fungsi Menyembuhkan
Apabila seseorang sakit atau menderita, maka ia akan
berpikir tentang obat untuk penyembuhan. Apapun bentuk obat itu,
tetapi orang sering terobsesi untuk mendapatkannya. Bagi
seseorang yang menderita penyakit, ia akan mencari obat kimiawi
yang berkhasiat agar ia sembuh dari sakitnya. Dalam hal
pendampingan pastoral, fungsi penyembuhan ini penting dalam
arti bahwa melalui pendampingan yang berisi kasih sayang, rela
mendengarkan segala keluhan batin, dan kepedulian yang tinggi
akan membuat seseorang yang sedang menderita mengalami rasa
aman dan kelegaan sebagai pintu masuk ke arah penyembuhan
yang sebenarnya. Fungsi ini penting terutama bagi mereka yang
mengalami dukacita dan luka batin akibat kehilangan seseorang,
biasanya berakibat pada penyakit psikosomatis, suatu penyakit
yang secara langsung atau tidak langsung disebabkan oleh tekanan
mental yang berat. Penting sekali menyadari bahwa emosi/
perasaan yang tertekan dan tidak terungkap melalui kata-kata atau
ungkapan perasaan kemungkinan akan disalurkan melalui
disfungsi tubuh kita. Ketika kita cemas, takut, gelisah, hal itu
sering berakibat pada tubuh misalnya rasa mual, pusing, sakit
perut, dada sesak, dan sebagainya. Pada saat itu hal yang dianggap
dapat menolong adalah bagaimana pendamping melalui
pendekatannya mengajak penderita untuk mengungkapkan
perasaan batinnya yang tertekan.
Melalui interaksi ini kita membawanya pada hubungan
imannya dengan Tuhan melalui doa bersama, renungan,
pembacaan kitab suci/ Alkitab, penjelasan tentang penyakit
ditinjau dari kitab suci, serta rohaniawan yang memberikan
layanan ini yang sekaligus sebagai sarana penyembuhan batin. Hal
ini juga membantu dalam penyembuhan fisik.
e. Fungsi Mengasuh
Hidup berarti bertumbuh dan berkembang. Biasanya dalam
proses perkembangan seorang bayi hingga ia dewasa, terihat
adanya perubahan bentuk dan fungsi. Perkembangan itu meliputi
aspek emosional, cara berpikir, motivasi dan kemauan, tingkah
laku, kehidupan rohani dan dalam interaksi dengan sesama. Dalam
hal menolong mereka yang memerlukan pendampingan kita perlu
melihat potensi apa yang dapat menumbuh-kembangkan
kehidupannya sebagai kekuatan yang dapat diandalkannya untuk
tetap melanjutkan kehidupan. Untuk itu diperlukan pengasuhan ke
arah pertumbuhan melalui proses pendampingan pastoral.
f. Fungsi Mengutuhkan
Fungsi ini adalah fungsi pusat karena sekaligus merupakan
tujuan utama dari pendampingan pastoral, yaitu pengutuhan
kehidupan manusia dalam segala aspek kehidupannya, yakni fisik,
sosial, mental, dan spiritual. Bertolak dari uraian di atas, maka
setiap orang dapat menjadi pendamping pastoral, namun di dalam
pelayanannya ia harus berangkat dari perspektif pendampingan.
Dengan demikian maka dalam mendampingi sesama yang
menderita haruslah bersifat pastoral, atau dengan kata lain
pertolongan kepada sesama yang utuh mencakup jasmani, mental,
sosial dan rohani hendaklah bersifat pastoral (enam fungsi di atas)
sehingga pendampingan tidak saja bersifat horizontal (antara
sesama manusia) tetapi juga bersifat vertikal (hubungan dengan
Allah).
2.1.1.5 Cakupan Pastoral care ( Dr. CB. Kusmaryanto, SCJ 1995).
a. Pasien
Menyiapkan pasien untuk memperoleh ketenangan batin
dan berpasarah kepada Tuhan melalui para dokter dan semua
tenaga medis. Agar proses operasi dapat berjalan lancar.
b. Keluarga
Mempersiapkan juga keluarga agar tidak menunjukan
eskpresi yang tidak baik dihadapan pasien sehingga pasien tidak
cemasan dalam menjalankan operasi. Maka cakupan pelayanan
pastoral care bukan hanya berhubungan dengan pasien saja tetapi
juga menyangkut seluruh pelayanan kesehatan yang ada di Rumah
sakit, baik dokter, perawat, bidan, farmasi, administrasi dan
sebagainya. Tugas semuanya meliputi pelayanan/ bantuan religius
dan spiritual. Seorang pelayan pastoral care harus sadar akan
pelbagai dimensi dan hak-hak fundamental pasien, misalnya dijaga
harkat pribadinya, dihormati kebudayaan, cara berfikirnya, nilai-
nalai spiritualnya, psikologinya dan sebagainya. Pasien
memerlukan bantuan secara fisik, mental, spiritual dan emosinya.
Pendek kata bantuan yang diperlukan adalah bantuan holistik
kemanusiaannya. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa point
berikut ini:
1) Ketakutan dan kesendirian berhadapan dengan sakit dan
kematian adalah pengalaman yang sangat tidak mengenakkan
karena sering membuat menjadi krisis spiritual, oleh karena
itu, pendampingan orang lain sangat penting dan diperlukan
dalam situasi ini.
2) Siapapun juga orangnya akan memerlukan orang lain dalam
menghadapi penyakit dan ketidak berdayaan. Lebih-lebih
ketika ia berada di ambang ketidakberdayaannya, oleh karena
itu jangan pernah meninggalkan orang yang akan mati
sendirian.
3) Krisis spiritual ini juga akan menyangkut “makna hidup”.
Ketika orang tidak lagi melihat makna hidupnya maka krisis
itu juga terjadi. Situasi macam ini biasanya akan terjadi kepada
banyak orang, khususnya bagi mereka yang harus dirawat
dalam jangka waktu yang panjang.
4) Petugas pastoral care juga akan membantu keluarga pasien
serta para pelayan kesehatan manakala mereka mengalami
masala-masalah etika moral yang sulit dipecahkan.
5) Petugas pastoral care juga bisa menjadi jembatan bagi pasien/
keluarga dengan dokter dan tenaga medis lainnya.
6) Memberikan bantuan-bantuan sosial-medis yang berhubungan
dengan sakit.
2.1.1.6 Dimensi pelayanan Pastoral care
Pastoral care secara institusional bertujuan pokok agar seluruh
kegiatan yang ada di rumah sakit tertuju kepada kegembalaan
(membantu penghayatan iman dan pendampingan) terutama kepada
mereka yang sakit dan keluarganya. Dalam kerangka pastoral ini ada
banyak hal yang bisa dibuat, misalnya:
a. Health Pastoral Care (cura animarum) batuan Pastoral dan
spiritual bagi pasien dan keluarga.
b. Konseling pastoral (memberikan pendampingan pastoral dan
peneguhan bagi pasien dan keluarganya dalam menghadapi
penyakit dan kematian).
c. Pendampingan dan pastoral bagi seluruh staf rumah sakit agar visi
dan misi rumah sakit Katolik tetap terjaga dan juga agar mereka
mendapatkan keyakinan iman didalam pekerjaan.
d. Menanggapi panggilan Tuhan setiap saat, untuk melayani sesama
manusia yang sedang sakit dan menderita. Dan hadir sebagai
sahabat yang sejati.
2.1.2 Kecemasan
2.1.2.1 Pengertian kecemasan
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar,
yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami
secara subjektif dan dikomunikasikan secara personal. Kecemasan
adalah respon emosional dan merupakan penilaian intelektual terhadap
suatu bahaya. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada
sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan
dihubungkan dengan perasaan yang tidak menentu dan tidak
berdaya. Kecemasan sebagai kekhawatiran yang tidak jelas menyebar
di alam pikiran dan terkait dengan perasaan ketidakpastian dan
ketidakberdayaan, tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai
stimulus.
2.1.2.2 Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Tingkat Kecemasan Berdasarkan penelitian sebelumnya
menurut Stuart & Laraia (2007)terdapat empat tingkat kecemasan yang
dialami oleh individu yang ringan, sedang, berat, panik.
a. Kecemasan Ringan
Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas,
menajamkan indra. Memotivasi individu untuk belajar dan mampu
memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan
pertumbuhan kreatifitas.
b. Kecemasan Sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit
lapang persepsi individu. Individu memerlukan pengarahan untuk
berfokus pada beberapa area.
c. Kecemasan Berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit. Individu cenderung
berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir
tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
ketegangan. Individu memerlukan banyak arahan untuk berfokus
pada area lain.
d. Panik
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang
rinci terpecah dari proporsinya. Individu mengalami kehilangan
kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi
kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik,
persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang
rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan
dan kematian.
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
Gambar 2.1 : Bagan rentang respon cemas
Sumber : Stuart & Laraia (2007)
2.1.2.3 Pengukuran Kecemasan
Yang dikutip dari Hawari (2008). Untuk mengetahui sejauh
mana derajat kecemasan ringan, sedang, berat, dan panik. Alat ukur
kecemasan yang dikenal dengan Hamilton Rating Scale For Anxiety
(HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-
masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 1-4,
yang artinya
Nilai 0 = tidak ada gejala
Nilai 1 = gejala ringan (hanya satu gejala yang muncul)
Nilai 2 = gejala sedang (dua gejala yang muncul)
Nilai 3 = gejala berat (lebih dari dua tau tiga gejala yang muncul)
Nilai 4 = gejala berat sekali/ panik (seluruh gejala muncul)
Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gejala
tersebut dijumlahkan sehingga dari penjumlahan tersebut dapat
diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu:
a. Tidak cemas (0-13)
b. Kecemasan ringan (14-20)
c. Kecemasan sedang (21-27 )
d. Kecemasan berat ( 28-41)
e. Kecemasan berat sekali/ panik (42-56)
Empat belas komponen kecemasan:
a. Perasaan cemas (ansietas)
1) Firasat buruk
2) Takut akan pikiran sendiri
3) Mudah tersinggung
b. Ketegangan
1) Lesu
2) Tidak bisa istirahat dengan tenang
3) Mudah terkejut
4) Mudah menangis
5) Gemetar
6) Gelisah
c. Ketakutan
1) Pada gelap
2) Pada orang asing
3) Ditinggal sendiri
4) Pada binatang besar
5) Pada keramaian lalu lintas
6) Pada kerumunan banyak orang
d. Gangguan tidur
1) Terbangun malam hari
2) Tidur tidak nyenyak
3) Bangun dengan lesu
4) Mimpi buruk
e. Gangguan kecedasan
1) Sukar konsentrasi
2) Daya ingat buruk
f. Perasaan depresi (murung)
1) Hilangnya minat
2) Berkurangnya kesenangan pada hobi
3) Sedih
4) Perasaan berubah- ubah sepanjang hari.
g. Gejala somatik/ fisik (otot)
1) Sakit dan nyeri di otot- otot
2) Kaku
3) Kedutan otot
4) Gigi gemerutuk
5) Suara tidak stabil
h. Gejala somatik/ fisik (sensorik)
1) Tinitus (telinga berdengung)
2) Penglihatan kabur
3) Muka merah/ pucat
4) Merasa lemas
5) Perasaan di tusuk- tusuk
i. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)
1) Takikardia (denyut jantung cepat)
2) Berdebar- debar
3) Nyeri di dada
4) Denyut nadi mengeras
5) Rasa lesu/ lemas seperti mau pingsan
6) Detak jantung menghilang (berhenti sekejap)
j. Gejala respiratori (pernapasan)
1) Rasa tertekan / sempit di dada
2) Rasa tercekik
3) Sering menarik napas
4) Napas pendek / sesak
k. Gejala gastrointestinal (pencernaan)
1) Sulit menelan
2) Perut melilit
3) Gangguan pencernaan
4) Nyeri sebelum dan sesudah makan
5) Perasaan terbakar di perut
6) Rasa penuh / kembung
7) Mual
8) Muntah
9) Buang air besar lembek
10) Sukar buang air besar (konstipasi)
11) Kehilangan berat badan
l. Gejala urogenetal (perkemihan dan kelamin)
1) Sering buang air kecil
2) Tidak dapat menahan air seni
3) Tidak datang bulan (tidak ada haid)
4) Darah haid berlebihan
5) Darah haid amat sedikit
6) Masa haid berkepanjangan
7) Masa haid amat pendek
8) Haid beberapa kali dalam sebulan
9) Menjadi dingin (frigid)
10) Ejakulasi dini
11) Ereksi melemah
12) Ereksi hilang
13) Impotensi
m. Gejala autonom
1) Mulut kering
2) Muka merah
3) Mudah berkeringat
4) Kepala pusing
5) Bulu – bulu berdiri
n. Tingkah laku (sikap) pada wawancara
1) Gelisah
2) Tidak tenang
3) Jari gemetar
4) Kerut kening
5) Muka tegang
6) Otot tegang / mengeras
7) Napas pendek dan cepat
8) Muka merah
2.1.2.4 Respon Kecemasan
Menurut Stuart (2007). Respon kecemasan terdiri dari
beberapa respon yaitu respon fisiologis, respon perilaku, respon
kognitif, respon afektif. Kecemasan merupakan respon terhadap stress
yang mengandung komponen fisiologis dan psikologis. Tanda- tanda
cemas dapat dilihat misalnya kenaikan kecepatan nadi, kenaikan
pernapasan, telapak tangan basah, gerakan yang terus-menerus atau
kegiatan motorik verbal dan gelisah.. Respon kecemasan yang terlihat
sangat jelas dari kondisi fisiknya yaitu dilihat dari pola nafasnya yang
terlihat cepat dan jika diukur saturasinya akan mengalami penurunan.
Jadi, tingkat kecemasan sangat berpengaruh pada respirations rate dan
saturasi dimana kadar oksigen dalam darah mengalami penurunan.
a. Respon Kecemasan secara Spesifik pada Tindakan Invasif
Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian
yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak
tentram disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat
terjadi dalam berbagai situasi kehidupan maupun gangguan sakit.
Selain itu kecemasan dapat menimbulkan reaksi tubuh yang akan
terjadi secara berulang seperti rasa kosong di perut, sesak nafas,
jantung berdebar, keringat banyak, sakit kepala, rasa mau buang
air kecil dan buang air besar. Perasaan ini disertai perasaaan ingin
bergerak untuk lari menghindari hal yang dicemaskan (Stuart and
Sundeen, 1998).
Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik dan aktivitas
saraf otonom dalam berespon terhadap ketidakjelasan, ancaman
tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan
suatu emosi yang normal (Carpenito, 2000).
Fisiologi Kecemasan Reaksi takut dapat terjadi melalui
perangsangan hipotalamus dan nuclei amigdaloid. Sebaliknya
amigdala dirusak, reaksi takut beserta manisfestasi otonom dan
endokrinnya tidak terjadi pada keadaan- keadaan normalnya
menimbulkan reaksi dan manisfestasi tersebut, terdapat banyak
bukti bahwa nuclei amigdaloid bekerja menekan memori-memori
yang memutuskan rasa takut masuknya sensorik aferent yang
memicu respon takut terkondisi berjalan langsung dengan
peningkatan aliran darah bilateral ke berbagai bagian ujung
anterior kedua sisi lobus temporalis.
Sistem saraf otonom yang mengendalikan berbagai otot
dan kelenjar tubuh. Pada saat pikiran dijangkiti rasa takut, sistem
saraf otonom menyebabkan tubuh bereaksi secara mendalam,
jantung berdetak lebih keras, nadi dan nafas bergerak meningkat,
biji mata membesar, proses pencernaan dan yang berhubungan
dengan usus berhenti, pembuluh darah mengerut, tekanan darah
meningkat, kelenjar adrenal melepas adrenalin ke dalam darah.
Akhirnya, darah di alirkan ke seluruh tubuh sehingga menjadi
tegang dan selanjunya mengakibatkan tidak bisa tidur (Ganong,
1998).
2.1.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Stuart, G.W. (2007) Ada beberapa teori yang telah
dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan, diantaranya faktor predisposisi dan presipitasi:
a. Faktor Predisposisi Kecemasan
1) Dalam pandangan psikoanalitis, kecemasan adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan
superego. Id mewakili dorongan insting dan impul primitive,
sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan
dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau Aku, berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan itu, dan
fungsi cemas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari
perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan
interpersonal. Kecemasan juga berhubunga dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang
menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan haraga diri
rendah rentan mengalami kecemasan yang berat.
3) Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk
frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori
perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan
yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk
menghindari kepedihan. Ahli teori konflik memandang
kecemasan sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang
berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik
antara konflik dan kecemasan. Konflik menimbulkan
kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan tidak
berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang
dirasakan.
4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan
biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga
tumpang tindih antara gangguan kecemasan dengan depresi.
5) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung
reseptor khusus untuk benzodiasepin, obat-obatan yang
meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-aminobutirat
(GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis
yang berhubungan dengan kecemasan. Kecemasan mungkin
disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan
kemampuan individu untuk mengatasi stressor.
b. Faktor Presipitasi Kecemasan Stuart,G.W. (2007)
Kategori faktor pencetus kecemasan dapat dikelompokkan menjadi
dua faktor:
1) Faktor eksternal
a) Terjadi penurunan kemampuan untuk ancaman terhadap
integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis melakukan
aktivitas hidup sehari-hari (penyakit, trauma fisik,
pembedahan yang akan dilakukan).
b) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan
identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi
pada individu.
2) Faktor internal
a) Usia, seseorang yang mempunyai usia lebih muda
ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat
kecemasan daripada seseorang yang lebih tua usianya.
b) Jenis kelamin, gangguan ini lebih sering dialami oleh
wanita daripada pria. Wanita memiliki tingkat kecemasan
yang lebih tinggi dibandingkan subjek berjenis kelamin
laki-laki. Dikarenakan bahwa perempuan lebih peka
dengan emosinya, yang pada akhirnya peka juga terhadap
perasaan cemasnya.
c) Tingkat Pengetahuan, dengan pengetahuan yang
dimiliki, seseorang akan dapat menurunkan perasaan
cemas yang dialami dalam mempersepsikan suatu hal.
Pengetahuan ini sendiri biasanya diperoleh dari
informasi yang didapat dan pengalaman yang pernah
dilewati individu.
d) Tipe kepribadian, orang yang berkepribadian A lebih
mudah mengalami gangguan kecemasan daripada orang
dengan kepribadian B. Adapun ciri-ciri orang dengan
kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius,
dan ingin serba sempurna.
e) Lingkungan dan situasi, seseorang yang berada di
lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami
kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang
biasa dia tempati.
2.1.2.6 Penatalaksanaan Kecemasan
Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan gangguan
kecemasan umum adalah kemungkinan pengobatan yang
mengkombinasikan psikoterapi, farmakoterapi dan pendekatan
suportif.
a. Psikoterapi
Teknik utama yang digunakan adalah pendekatan perilaku
misalnya relaksasi dan bio feed back (proses penyediaan suatu
informasi pada keadaan satu atau beberapa variabel fisiologi
seperti denyut nadi, tekanan darah dan temperatur kulit).
b. Farmakoterapi
Dua obat utama yang dipertimbangkan dalam pengobatan
kecemasan umum adalah buspirone dan benzodiazepin. Obat lain
yang mungkin berguna adalah obat trisiklik sebagai contohnya
imipramine (tofranil) –antihistamin dan antagonis adrenergik beta
sebagai contonya propanolol (inderal).
c. Pendekatan suportif/ pendampingan spiritual
Dukungan emosi dari keluarga dan orang terdekat dan orang-orang
terpercaya menurut John Paul II,(1995) akan memberi kita cinta
dan dan kekuatan yang meringankan berbagai perasaan beban.
Kemampuan berbicara kepada seseorang dan mengekspresikan
perasaan secara terbuka dapat membantu dalam menguasai
keadaan.maka adanya Pastoral care adalah merupakan pelayanan
rohani yang holistik, psiko-spiritual dan pelayanan kasih kepada
semua orang tanpa memandang suku, ras, dan agama. Pastoral
care berlandaskan pada nilai kehidupan, Pelayanan pastoral care
diharapkan dapat membantu setiap orang untuk memaknai nilai
kehidupan. Pastoral care merupakan pelayanan yang mempunyai
tujuan akhir yakni agar setiap orang memperoleh kedamain,
ketentraman, ketenangan serta memperoleh harapan untuk pasrah
kepada yang Ilahi. Susan Sulivan (2007).
2.2.Keaslian Penelitian
Tabel 2.1
Keaslian Penelitian
PenelitiJudul
Penelitian
Metode yang
digunakanHasil Penelitian
Wulandari
Meikawati
tentang
perbedaan
tingkat
kecemasan
pada pasien
Pre Operasi
Music klasik terdapat perbedaan yang
sangat signifikan antara
tingkat kecemasan sebelum
dan sesudah dengan nilai P
> 0,05.
Sofiyan
Hadi
perbedaan
tingkat
kecemasan
pada pasien
Pre Operasi
dengan
pastoral care
Terdapat perbedaan bahwa
pasien merasa aman dan
tenang ketika megalami
pendampingan baik secara
batiniah maupun jiwa
Doris
Sylvanus
Survey analitik
dengan
pendekatan
pendampingan
mengalami kekhawatiran
lain seperti masalah
finansial,tanggung jawab
terhadap keluarga, dan
kewajiban pekerjaan atau
ketakutan akan prognosis
buruk.
2.3.Kerangka Teori
Faktor presdisposisi
kecemasan :
1. Psikoanalitis
2. Interpersonal
3. Perilaku
4. Keluarga
5. biologis
Faktor presipitasi
Kecemasan :
Faktor eksternal
1. Ancaman terhadap
integritas fisik
2. Ancaman terhadap Harga,
diri, Citra tubuh, Ideal, diri,
Peran dan identitas diri
Faktor eksternal
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Tingkat pengetahuan.
4. Tipe kepribadian
5. Lingkungan dan situasi
Kecemasan
Respons Terhadap
Kecemasan :
1. Respon Fisiologis
2. Respon Perilaku
3. Respon Kognitif
4. Respon Efektif
Keterangan :
: Faktor – faktor penyebab cemas, respon cemas
: Jenis cemas, pre-operasi penyebab cemas
: Penanganan
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Sumber : Susan Sullivan (2011), DR. CB. Kusmaryanto SJC (1995) Stuart & Laraia
(2007), Hawari (2008)
2.4.Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
Pastoral Care Tingkat Kecemasan
Pastoral care
1. Konseling
2. Sakramen
3. Kontak pribadi
2.5.Hipotesis
Ha: Ada pengaruh pendampingatn pastoral Care terhadap tingkat kecemasan
pada pasien preoperasi di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta.
Ho: Tidak ada pengaruh pendampingatn pastoral Care terhadap tingkat
kecemasan pada pasien preoperasi di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif analitik yang
menggunakan quasi eksperiment pre test post test design dengan kelompok kontrol
atau pembanding. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Pretest-Postest Control Group Design, yaitu terdapat dua kelompok yang dipilih
secara random kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal apakah
terdapat perbedaan yang signifikan antarakelompok eksperimen dan kelompok
kontrol.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desain
Kelompok Kontrol Pretest-Postest(Pretest-Posttest Control Group Design).
penelitian dikelompokkan menjadi dua kelompok penelitian yang
mendapatkan perlakuan berbeda. Masingmasing kelompok mendapatkan pre test(T)
01 02
dan post test(T). Sebuah desain kuasi-eksperimen dengan kelompok kontrol pre-test-
post-test non-setara digunakan untuk membandingkan hasil bagi intervensi
Kontrol
Pembanding
Keterangan:
1. 01:Observasi 3 jam sebelum operasi.
2. X: perlakuan dengan teknik Pastoral care.
3. 02:Observasi setelah perlakuan.
3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional, yaitu
suatu penelitian survei analitik. Pengamatan cross sectional merupakan penelitian
prevalensi penyakit dan sekaligus dengan prevalensi penyebab atau faktor risiko.
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati hubungan antara faktor risiko terhadap
akibat yang terjadi dalam bentuk penyakit atau keadaan (status) kesehatan
tertentu dalam waktu yang bersamaan (Noor, 2008). Cross sectional adalah suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko
dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (point time approach). Desain penelitian cross sectional
memiliki keunggulan antara lain mudah dilaksanakan, sederhana, ekonomis,
dalam hal waktu dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat. Disamping itu dalam
waktu yang bersamaan dapat mengumpulkan banyak variabel, baik variabel
risiko maupun variabel efek (Notoatmodjo, 2010).
3.3 Populasi dan Sampel dan teknik sampling
3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam
penelitian (Saryono, 2011). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pasien rawat inap dengan program operasi. Populasi tersebut
berjumlah 20 orang/ bulan.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang terdiri atas sejumlah
anggota yang dipilih dari populasi. Metode pengambilan sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan teknik total sampling yaitu populasi yang
mengalami kecemasan dijadikan obyek penelitian. Sampel yang diambil
adalah semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
(Saryono, 2011).
3.2.3 Teknik Sampling
Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Total Sampling. Total
Sampling yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang
memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun
waktu tertentu, sehingga jumlah responden dapat terpenuhi (Nursalam,
2008).
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
3.4.1 Tempat
Lokasi penlitian merupakan tempat atau lokasi pengambilan
penelitian (Notoatmojo, 2011) .Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Brayat
Minulya. Alasan memilih tempat ini karena, dirumah sakit ini ada pelayanan
Pastoral care.
3.4.2 Waktu
Waktu penelitian adalah rentang waktu yang digunakan untuk
pelaksanaan penelitian ( Notoatmojo, 2011) Penelitian dilakukan selama
dua bulan selama bulan Maret 2015.
3.5 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
Variabel merupakan sesuatu yang bervariasi (Saryono, 2011). Variabel
dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent) dan variabel
terikat (dependent). Definisi operasional merupakan definisi variabel secara
operasional yang diukur secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena
dengan menggunakan parameter tertentu (Hidayat, 2007). Komponen pada
bagian ini meliputi variabel, definisi operasional, alat ukur, hasil ukur, dan
jenis data
Tabel 3.1
Definisi Operasional dan Skala Prengukuran Variabel
No Variabel Definisi
operasional
Alat ukur Hasil ukur skala
1 Pastoral
care/
pendamping
an pastoral
(Variabel
bebas)
Pastoral care
merupakan
pendampingan
spiritual bagi
pasien
preoperasi
dengan sop
pastoral care.
2 Tingkat
Kecemasan
(variabel
terikat)
Kecemasan
merupakan,
kekhawatiran
yang tidak
jelas dan
berkaitan
dengan
perasaan tidak
pasti dan tidak
berdaya.
Kuesioner
kecemasan
dengan
Menggunakan
kuisioner
Hamilton
Rating Scale
for Anxiety
yang
terdiri 14 item
pernyataan
Berdasarkan tingkat
kecemasan (HRS-A)
a. Ringan (skor 14-
20)
b. Sedang (skor 21-
27)
c. Berat ( skor 28-
41)
d. Berat sekali/
panik ( skor 42-
56)
Ordinal
3.3 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.3.1 Alat penelitian
Alat penelitian dan bahan yang digunakan adalah kertas
informed consent untuk persetujuan responden, angket kuesioner tingkat
kecemasan dengan 14 item yang tertuan menurut Hamilton Anxiety
Rating Scale (HRS-A) pada pasien menjelang operasi dan skala HRS-A
Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing
kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, yang artinya
Nilai 0 = tidak ada gejala
Nilai 1 = gejala ringan (hanya satu gejala yang muncul)
Nilai 2 = gejala sedang (dua gejala yang muncul)
Nilai 3 = gejala berat (lebih dari dua atau tiga gejala yang muncul)
Nilai 4 = gejala berat sekali / panik (seluruh gejala muncul)
Ini telah dibuktikan Peralatan yang digunakan berupa kuesioner
kecemasan pre-operasi. Oksimeter, tensimeter, stetoskop, jam tangan,
untuk mengukur tanda-tanda respiratorik dan cardiovaskuler dan SOP
Pastoral care.
3.3.2 Cara pengumpulan data
1. Permohonan surat izin dari kampus, ke rumah sakit.
2. Koordinasi rencana kerja dengan pihak rumah sakit dan instalasi
terkait, mengenai aturan yang berlaku di rumah sakit dan mengenai
responden sebagai sampel penelitian.
3. Setelah berkordinasi dengan pihak Rumah sakit dan ruangan, dan
dinyatakan setuju, baru Peneliti akan membuat jadwal penelitian
dengan menentukan hari, jam dan bulan penelitian
4. Setelah mendapat izin Peneliti observasi ke setiap ruangan yang terkait
untuk melihat program operasi.
5. Pelayanan Pastoral care diberikan 2 hari sebelum operasi dengan
terlebih dahulu responden mengisi kuisioner sebelum dilakukan
pastoral care. Setelah mengumpulkan kuisioner yang telah diisi oleh
responden, langsung diberikan Pastoral care pada kelompok dengan
perlakuan ditempat yang menurut pasien nyaman dan aman (ruangan
pasien, ruangan suster dan tempat lain seperti taman) dengan durasi
waktu ± 30 menit – 40 menit, tetapi tergantung kebutuhan responden
dan dilakukan oleh 6 orang suster yang ditugaskan di bagian pastoral
care .
6. Peneliti akan mengevaluasi kembali 3-4 jam sebelum preoperasi.
3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang dapat dipercaya secara
ilmiah, maka data hasil penelitian harus menggambarkan kondisi sebenarnya
tentang variabel yang diteliti. Dengan demikian instrumen penelitian harus
teruji kemampuannya dalam mendapatkan data yang tepat dan akurat. Untuk
menguji ketepatan dan keakuratan instrumen maka dilakukan uji validitas dan
reliabilitas instrumen (Dharma, 2011).
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap pasien yang sedang
rawat inap di Rumah Sakit Brayat Minulya surakarta dengan menyebar 30
kuesioner. Uji instrumen tersebut adalah sebagai berikut:
3.7.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2010). Butir soal
dis-kontinum pada soal bentuk objektif dengan skor 0 dan 1, maka
menggunakan “koefisian korelasi biserial” (Riyanto, 2011). Langkah-
langkah perhitungan validitas adalah sebagai berikut :
1. Menghitung koefisien korelasi biserial (γpbi), dengan rumus:
q
p
S
MM
t
tp
pbiγ
Keterangan:
γpbi = Koefisien korelasi biserial
Mp = Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi
item yang dicari validitasnya
Mt = Rerata skor total
St = Standar deviasi dari skor total
p = Proporsi sampel yang menjawab ya/tidak
q = 1-p
2. Mencari nilai t hitung
Setelah mendapatkan r hitung, kemudian untuk menguji
nilai signifikansi validitas butir soal tersebut, peneliti
menggunakan uji t yaitu dengan menggunakan rumus berikut:
2
1 2
N
r
rthitung
Keterangan:
r = Nilia koefisien korelasi
N = Jumlah sampel
Setelah diperoleh thitung maka, langkah selanjutnya adalah
menentukan ttabel dengan df = n-2 = 30-2 = 28 dengan nilai df = 28
dan pada nilai α = 0,05 didapat nilai t(0,05;28) = 1,701.
3. Proses pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan didasarkan pada uji hipotesa dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Jika t hitung positif dan t hitung > t tabel, maka butir soal
valid.
b. Jika t hitung negatif dan t hitung < t tabel, maka butir soal
tidak valid.
3.7.2 Uji reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2010).
Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan
responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang
sudah dapat dipercaya atau yang reliabel akan menghasilkan data yang
dapat dipercaya juga.
Dalam penelitian ini menggunakan rumus dari KR 21 (Kuder
Richardson) (Arikunto, 2006) yaitu:
KR-21 : r11 =21
tnS
MnM
n
n
Keterangan:
KR-20 : r11= Reliabilitas instrumen
n = Banyaknya butir pertanyaan
M = Skor rata-rata
St2
= Varians total
Suatu instrumen penilaian dikatakan reliabel jika koefisien korelasinya
≥ 0,6.
3.8 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data
3.8.1 Teknik Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul pada tahap pengumpulan data perlu
diolah terlebih dahulu. Tujuan dari pengolahan data tersebut adalah untuk
menyederhanakan seluruh data yang terkumpul. Adapun pengolahan data
dalam penelitian ini meliputi (Hidayat, 2007):
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data
yang diperoleh atau dikumpulkan dengan melakukan pengecekan terhadap
kelengkapan data, kesinambungan data. Editing dilakukan untuk meneliti
kembali apakah isian dalam lembar kuesioner sudah lengkap. Editing
dilakukan ditempat pengumpulan data, sehingga jika ada data yang kurang
dapat segera dilengkapi dan keseragaman data.
2. Coding
Teknik koding dilakukan dengan memberikan tanda pada masing-
masing jawaban dengan kode berupa angka. Selanjutnya dimasukkan ke
dalam lembaran tabel kerja. Data hasil penelitian akan diberi tanda atau
kode untuk memudahkan klasifikasi atau pengelompokan.
a. Coding tingkat kecemasan
Ringan (skor 14-20) 1
Sedang skor 21-27) 2
Berat ( skor 28-41 3
Berat sekali/ panik (Skor 42-56) 4
b. Coding turun dan tidaknya tingkat kecemasan
Turun 1
Tetap 2
Meningkat 3
3. Entry (Memasukkan data)
Memasukan data atau memindahkan data-data ke dalam tabel
dengan cara menghitung frekuensi data.
3.8.2. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisis univariat dilakukan secara deskriptif, yaitu
menampilkan frekuensi, varian data (mean, median, standar deviasi)
tentang karakteristik responden, analisa univariat dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui karakteristik dari frekuensi data berdasarkan
umur,jenis,kelamin,agama,dan tingkat pengetahuan, distribusi data dan
prosentase (%) dari frekuensi tingkat kecemasan pada pasien pre-operasi
dan melakukan Pastoral care.
2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2007). Analisis data
hasil penelitian menggunakan analisis bivariat untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel yang meliputi variabel bebas dan terikat
dengan pengendalian.
Tabel 3.2
Analisa data
No Tindakan Uji
1. Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien
pre operasi sebelum dan sesudah perlakuan.
Uji Marginal
Homogen
3.9 Etika penelitian
Menurut Hidayat (2007) etika dalam penelitian keperawatan sangat
penting karena penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia,
sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut yaitu:
1. Informed Consent
Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan
dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengumpulan data. Responden telah menyatakan bersedia diteliti, mereka
diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent)
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang diteliti responden
harus memenuhi kriteria inklusi. Lembar Informed Consent sudah
dilengkapi judul penelitian dan manfaat penelitian. Ada responden yang
menolak untuk menjadi responden, peneliti tidak memaksa, tetap
menghormati hak responden.
2. Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan
namanya dalam lembar pengumpulan data, namun cukup diberi kode pada
masing-masing lembar tersebut.
3. Confidentality ( Kerahasiaan )
Masalah penelitian keperawatan yang menjamin kerahasiaan dari hasil
penelitian maupun masalah-masalah lainnya. oleh karena itu semua hasil
penelitian yang telah dilakukan dijamin kerahasiaannya dan peneliti menjaga
rahasia dengan sebaik-baiknya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Hasil pengumpulan data primer yang diperoleh dari responden atau sampel
berjumlah 20 orang. Responden berasal dari pasien preoperasi di rumah sakit Brayat
Minulya Surakarta. Responden sebanyak 20 orang adalah mereka yang mengalami
kecemasan sebelum operasi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Pengambilan sampel berdasarkan metode total sampling.
Penelitian ini menghabiskan waktu 1 bulan, untuk mencari responden dan
menunggu responden yang akan operasi. Penelitian dilakukan 2 hari menjelang
operasi, dan dilanjutkan 3-4 jam menjelang operasi. Penelitian dilakukan dengan
membagi 20 responden menjadi 2 kelompok eksperiment dan kontrol, masing-
masing kelompok terdiri dari 10 orang.
4.1 Analisa univariat
4.1.1 Usia responden
Tabel 4.1.1 usia responden
Usia Jumlah Prosentase
21-40 tahun
41–60 tahun
15 75 %
5 25 %
Berdasarkan tabel 4.1.1 didapatkan data bahwa jumlah responden
dengan usia 21-40 tahun mencapai 75 % sebanyak 12 responden.
4.1.2 Jenis kelamin
Table 4.1.2 Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Prosentase
Laki – laki 14 70 %
Perempuan 6 30 %
Berdasarkan tabel 4.1.2 didapatkan data bahwa jumlah responden
dengan jenis kelamin laki- laki lebih banyak yaitu sebesar 70 % sebanyak 14
responden.
4.1.3 Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi tanpa pastoral Care
Tabel 4.1.3 Distribusi Tingkat kecemasan pada responden tanpa
Pastoral Care
Berdasarkan tabel 4.1.3 hasil uji Marginal homogeneity test pada
pasien pre-Operasi tanpa perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant
0.034 yang nilai α > 0.05, yang artinya bahwa tidak terdapat perbedaan antara
tingkat kecemasan sebelum operasi dan menjelang operasi Pada kelompok
tanpa pastoral care.
4.1.4 . Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi dengan pastoral care
Tabel 4.1.4 Distribusi Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi
dengan Pastoral Care
B
e
r
d
asBerdasarkan tabel 4.1.4 hasil uji Marginal homogeneity test pada pasien
pre-operasi dengan perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant 0.009
Tingkat Kecemasan
sebelum OperasiFrekuensi Prosentase Total P
Ringan 0 0 0,034
Sedang 2 20 %
Berat 1 10 %
Berat Sekali 7 70 %
Tingkat Kecemasan
sebelum OperasiFrekuensi Prosentase Total P
Ringan 2 20% 0,009
Sedang 6 60%
Berat 2 20%
Berat Sekali 0 0%
yang nilai α < 0.05, yang artinya bahwa terdapat perbedaan antara tingkat
kecemasan sebelum dan sesudah pastoral care.
4.2. Analisa bivariat
Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi sebelum dan
sesudah dilakukan pastoral care
Tabel 4.2 Distribusi Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi
sebelum dan sesudah dilakukan pastoral care
Berdasarkan table 4.2 hasil uji fisher test menunjukkan bahwa nilai significant
0.001 yang nilai α < 0.05, yang artinya bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan
antara pasien pre-operasi dengan perlakuan dan pasien pre-operasi tanpa perlakuan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan Pastoral care dengan tingkat
kecemasan.
Perubahan Tingkat Kecemasan P
Turun (%) Tetap (%) Meningkat (%) 0,001
Pastoral Care 8 80% 2 20% 0 0%
Tanpa
Pastoral Care
1 10% 2 20% 7 70%
Total 9 90% 4 40% 7 70%
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik responden menurut usia.
Jumlah responden dengan usia 21-40 tahun mencapai 75 % sebanyak 12
responden. Sedangkan responden dengan usia 41 – 60 tahun sebanyak 8 orang
yang berarti 25 % dari keseluruhan jumlah responden . Ada beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya kecemasan, yakni faktor eksternal dan faktor internal,
didalam faktor internal seperti usia, jenis kelamin tingkat pengetahuan, tipe
kepribadian dan lingkungan dan situasi. Tetapi yang ditemukan dalam penelitian
ini adalah usia dan jenis kelamin. Dalam penelitian ini terdapat beberapa
kesamaan dan juga perbedaaan dengan teori kecemasan, seperti hasil yang telah
dijabarkan diatas dalam tabel tingkat kecemasan berdasarkan usia dan jenis
kelamin.
Pada teori kecemasan dituliskan bahwa pada faktor usia, orang muda
lebih mudah mengalami kecemasan dari pada orang tua, seperti inilah yang
ditemukan dalam penelitian ini. bahwa jumlah responden dengan usia 21-40
tahun mencapai 75 % sebanyak 12 responden. Sedangkan responden dengan usia
dewasa tua sebanyak 8 orang yang berarti 25 % dari keseluruhan jumlah.
Sedangkan menurut jenis kelamin jumlah responden dengan jenis kelamin laki-
laki lebih banyak yaitu sebesar 70 % sebanyak 14 responden. Sedangkan
responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 6 orang yang berarti 30 %
dari keseluruhan jumlah responden. Sedangkan faktor jenis kelamin bahwa
wanita lebih mudah mengalami cemas dari pada kaum laki - laki, dan dalam
penelitian ini tidak ditemukan demikian,perempuan lebih banyak mengalami
cemas daripada laki- laki,namun dalam penelitian ini menunjukan bahwa jumlah
responden dengan Jenis kelamin laki - laki lebih banyak yaitu sebesar 70 %
sebanyak 14 responden. Sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan
sebanyak 6 orang yang berarti 30 % dari keseluruhan jumlah responden karena
jumlah responden pria dan wanita tidak seimbang, dimana dari 20 responden
wanita sebanyak 6 orang dan pria sebanyak 14 orang. Ini adalah salah satu
kekurangan yang tidak dapat dipikirakan dan diprediksikan sebelum penelitian
dimulai. Tetapi secara garis besar dari penelitian ini menunjukan bahwa pria
dan wanita mengalami tingkat kecemasan yang hampir sama yakni pria pada
tingkat cemas berat sekali dan wanita pada tingkat cemas berat. Berdasarkan atas
hasil uji Marginal homogeneity test pada pasien pre-Operasi tanpa perlakuan
menunjukkan bahwa nilai significant 0.034 yang nilai α > 0.05, yang artinya
bahwa tidak terdapat perbedaan antara tingkat kecemasan sebelum operasi dan
menjelang operasi pada kelompok tanpa pastoral care.
5.2. Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi tanpa pastoral Care.
Dari hasil uji Marginal homogeneity test pada pasien pre-Operasi tanpa
perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant 0.034 yang nilai α > 0.05, yang
artinya bahwa tidak terdapat perbedaan antara tingkat kecemasan sebelum
operasi dan menjelang operasi Pada kelompok tanpa pastoral care. Tindakan
operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang bisa menimbulkan
kecemasan. Kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur
asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa
akibat prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Pasien yang mengalami
kecemasan menunjukkan tanda mudah tersinggung, susah tidur, gelisah, lesu,
mudah menangis dan tidur tidak nyenyak. Kecemasan pasien pre operatif
disebabkan berbagai faktor, seperti kurang informasi, kurangnya komunikasi
terapeautik dan salah satunya adalah kurangnya pendampingan tentang
ketenangan batin untuk pencegahan kecemasan pada pasien preoperatif. Adapun
reaksi dari kecemasan berupa reaksi psikologis yang ditandai dengan rasa takut,
tegang, gelisah, dana adannya reaksi fisiologis berupa keringat dingin, tekanan
darah meningkat, nafas cepat.Maka kecemasan sebelum operasi memerlukan
tindakan yang cepat untuk mengatasinya agar tidak terjadi peningkatan tekanan
darah sehingga program operasi tetap dijalankan sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
5.3. Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi dengan pastoral care.
Dan untuk hasil uji Marginal homogeneity test pada pasien pre-operasi
dengan perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant 0.009 yang nilai α <
0.05, yang artinya bahwa terdapat perbedaan antara tingkat kecemasan sebelum
dan sesudah pastoral care. Perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah
pastoral care pada pasien preoprasi dengan perlakuan dan perbedaan kecemasan
pada pasien preoperasi tanpa perlakuan dibuktikan menggunakan uji Marginal
Homogeneity test dan uji alternatif Fisher yang didapatkan hasil bahwa p value
0,193 sehingga p value lebih besar daripada 0,05 maka H0 diterima dan H1
ditolak.
5.4. Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi dengan dan
tanpa pastoral care.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sebelum dan sesudah
perlakuan didapatkan hasil bahwa p value 0,26 sehingga p value lebih kecil dari
pada 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.Sedangkan perbedaan yang
signifikan antara tingkat kecemasan pada pasien pre operasi tanpa perlakuan
didapatkan hasil bahwa p value 0,082 sehingga p value lebih besar daripada 0,05
maka H0 ditolak dan H1 diterima. Maka tidak ada perbedaan yang signifikan
antara tingkat kecemasan pada pasien pre operasi dengan dan tanpa perlakuan.
Tingkat kecemasan yang dirasakan responden dapat diminimalkan dengan
berbagai cara seperti beberapa penelitian terdahulu yang sudah dibuktikan yaitu,
pengendalian diri, dukungan, olahraga, tidur, komunikasi terapeautik,
mendengarkan music klasik, pendampingan spiritual, salah satunya seperti
Pastoral care
Pelayanan Pastoral care adalah pelayanan rohani yang diberikan untuk
semua orang, pelayanan psiko-spiritual dan pelayanan kasih. Pelayanan spiritual
yang dimaksud identik dengan pelayanan rohani kepada pasien. Hal ini menjadi
penting karena pasien akan dibantu dengan adanya perhatian (attention),
dukungan (sustaining), perdamaian (reconciling), bimbingan (guiding),
penyembuhan luka batin (inner-healing), serta doa (praying). Apabila pasien
terlayani aspek rohaninya maka akan terjadi keseimbangan dalam hidup dan
berdampak positif untuk menjalani operasi dan pengobatan.
Dalam penelitian ini pendampingan Pastoral Care sangat terlihat dengan
jelas bahwa Pastoral Care merupakan pelayanan yang penuh kasih kepada
semua orang tanpa memandang suku ras dan agama. Yang berhak mendapat
sakramen pengurapan orang sakit bagi yang Bergama kaolik ini biasanya
dilaksanakan sebelum Operasi dengan urutan sebagai berikut: Pelayanan
sakramental dengan cara tim kesehatan RS menyampaikan informasi kepada tim
Pastoral care Rumah sakit, petugas pastoral menyediakan peralatan untuk
penerimaan sakrament (lilin,salib, minyak suci, kasula untuk Romo), kemudian
menanyakan kesiapan pasien dan kelurga.sekaligus mempersiapakan pasien dan
keluarga dan memulai ibadat/ memberi sakramen sesuai dengan kebutuhan
pasien. Dan agama lain diberi pelayanan non sakramental, yaitu sharing bersama
diamana responden menungkapkan perasaan batin yang sedang dialami terlabih
keceamasan, ketakutan dalam menghadapi operasi, tetapi ada juga yang
menungkapkan tentang pergulatan keluarga dan lain sebagainya.
Pendampingan pada agama lain, meminta pada peneliti untuk mendoakan
secara khatolik, begitu juga agama Kristen tetapi tidak diberi sakrament, dengan
urutan sebgai berikut:menayakan keadaan pasien sehubungan dengan tindakan
operasi, menggali rasa perasaan pasien, tampa paksaan, mendengarkan keluhan
pasien dan memberikan dukungan, peneguhan iman, harapan, kekutan serta
penghiburan sesuai kebutuhan pasien.Memenuhi permintaan responden untuk
berdoa secara khatolik. Juga memenuhi permintaan pasien untuk didampingi
kedua kalinya sampai 3 x.Pengalaman ini juga memberikan dukungan pada
tujuan dan pengerteian pelayanan pastoral care yang holistik pada semua orang
tanpa memandang suku dan agama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pastoral care merupakan cara
efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan sebelum operasi. Pada pasien pre-
operasi dengan perlakuan atau pastoral care hasil uji Marginal homogeneity test
untuk melihat perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah Pastoral care,
ada significant yang ditunjukkan dengan nilai α < 0.05, yaitu 0.082 artinya ada
hubungan pastoral care dengan tingkat kecemasan, karena dala uji ini ada
perbedaan sebelum dan sesudah perlakuan.
Pada pasien pre-operasi tanpa perlakuan atau pastoral care hasil uji
Marginal homogeneity test untuk melihat perbedaan tingkat kecemasan sebelum
operasi dan menjelang operasi, tidak ada significant ditunjukkan dengan nilaiα >
0,05, yaitu 0,034. Artinya pada responden tanpa perlakuan tingkat kecemasan,
semakin meningkat.
Untuk melihat perbedaan dan perubahan tingkat kecemasan kelompok
pastoral care dan kelompok tanpa pastorals care dapat dilihat dari hasil uji
Fisher test menunjukkan bahwa nilai significant 0.001 nilai α<0.05, yang artinya
bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan antara pasien pre operasi dengan
perlakuan dan pasien operasi tanpa perlakuan. Dari hasil kedua kelompok ini,
Maka pasien pre-operasi harus didampingi dengan berbagai cara untuk mengatasi
kecemasan pasien sebelum operasi.
Penurunan tingkat cemas sebelum operasi dikarenakan pasien didampingi
secara spiritual terbukti memberikan manfaat untuk menurunkan tingkat
kecemasan.Hasil penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan tingkat
kecemasan, pada kedua kelompok yaitu sebelum dan sesudah pastoral care dan
tanpa pastoral care, mendapatkan hasil yang significant penurunan tingkat
kecemasan pada pasien dengan perlakuan dan peningkatan kecemasan pada
pasien tanpa perlakuan, hasil ini menandakan bahwa setiap orang pasti
membutuhkan ketenangan dan dukungan yang positif dari orang lain baik berupa
moral maupun spiritual seperti Pastoral care yang menjadi salah satu teknik juga
yang dapat digunakan untuk menurunkan tingkat kecemasan yang dirasakan
responden, karena Pastoral care memiliki banyak keunggulan antara lain
membuat rileks, nyaman, tenang, damai, berani pasrah dan tegar untuk
mengahadi segala sesuatu sehingga dapatmengurangi tingkat kecemasan.
Penelitian ini mengambil dari salah satu manfaat pastoral care yaitu
mengurangi tingkat kecemasan. Penelitian terbukti dapat menurunkan tingkat
kecemasan sebelum operasi yang dirasakan responden dengan pendampingan
selama 2x atau 3x bahkan 4x sebelum 2 atau 1 hari operasi, dengan waktu yang
berbeda sesuai dengan kebutuhan responden, ada yang membutuhkan waktu 30
menit tetapi ada juga yang lebih sampai 45 menit dan juga ada yang sampai 1
jam, dan Pada saat menjelang operasi diberikan pendampingan 3-4 jam sebelum
operasi.Kebutuhan waktu untuk pastoral care pada kelompok perlakuan sulit
diprediksi karena kebutuhan tiap responden untuk didampingi sangat berbeda,
maka waktu tidak bisa ditargetkan dalam pendampingan Pastoral care.
Dalam praktek pastoral care memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan responden tanpa paksaan apapun, menghargai hak responden, untuk
menerima atau menolak pastoral care melakukan apa yang dibutuhkan
responden.Dalam penelitian ini, pada responden tertentu membutuhkan
pendampingan lebih dari yang ditarketkan. Pastoral care menjadi salah satu
teknik yang dibutuhkan oleh pasien, dan ini tidak hanya pada agama khatolik
tetapi juga beberapa semua agama dengan pendampingan yang diberikan seperti
sharing bersama, bahkan dari agama lain pun menghendaki doa-doa sesuai
dengan kepercayaan peneliti. Pengalaman ini meyakinan peneliti bahwa pastoral
care sangat dibutuhkan bukan hanya dengan ritus secara khatolik, tetapi
pelayanan secara kahtolik juga dapat diterima dalam agama lain, yang penting
adalah kehadiran seseorang sebagai sahabat dan keluarga yang selalu
memberikan dukungan bagi yang sakit.
Teknik pastoral care ini dapat diaplikasikan pada populasi yang lebih
luas, misalnya pada RS lain selain Rumah sakit BrayatMinulya Surakarta pada
pasien yang mengalami kecemasan baik cemas ringan, cemas sedang, maupun
cemas berat sebelum operasi tidak hanya pada responden, melainkan pada
pasien lainnya dengan segala penyakit yang mereka hadapi.
BAB VI
PENUTUP
6.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan :
a. Karakteristik responden menurut usia : 21-40 tahun sebanyak 15 orang yang
berarti 75 % sdangkan jenis kelamin laki- laki sebanyak 14 orang sebesar 70
%.
b. Tingkat kecemasan yang dialami responden pre-operasi sebelum pastoral
care yaitu didapatkan cemas ringan tidak ada, cemas sedang ada 2 pasien (20
%), cemas berat 1 orang (10%) dan cemas berat sekali 7 orang (70%).
c. Tingkat kecemasan pre operasi sesudah pastoral care yaitu didapatkan cemas
ringan 2 orang (20%), cemas sedang 6 orang (60%), cemas berat 2 (20%)
berat sekali tidak ada ( 0 % ).
d. Perbedaan tingkat kecemasan pre operasi sebelum dan sesudah pastoral care
dengan significant 0.193. Perbedaan tingkat kecemasan preoperasi tanpa
pastoral care dengan significant 0.026 Perbedaan tingkat kecemasan pre-
operasi sebelum dan sesudah pastoral care dengan significant 0,8
6.2. Saran
1. Bagi Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta
Banyak teknik yang sudah terbukti dan dapat dilakukan untuk
menurunkan kecemasan. Salah satu Teknik yang dapat untuk menurunkan
tingkat kecemasan menjelang operasi yang dirasakan oleh para pasien yaitu
dengan cara memberikan pendampingan spiritual atau pastoral care selama1-
2 x, bahkan lebih sampai 3x sebelum operasi diruangan pasien baik
pendampingan rohani yang bersifat sakramental maupun non sakramental,
yaitu mengunjungi pasien, sharing bersama, mendengarkan ungkapan hati
pasien, memberikan dukungan, perhatian, doa bersama sesuai dengan iman
pasien, memberikan sakrament bagi yang khatolik. Memberikan waktu
pendampingan sesuai dengan kebutuhan pasien.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Pendampingan pastoral care terbukti dapat menurunkan tingkat
kecemasan sebelum operasi, dan diteliti juga mengenai variabel yang
mempengaruhi tingkat kecemasan itu sendiri, untuk penelitian selanjutnya
dapat mengembangkan penelitian pada variable lain yang belum pernah
dilakukan penelitian sebelumnya ataupun dapat dilakukan penelitian yang
membandingkan antara pengaruh pastoral care pada post operasi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Lebih mengembangkan banyak penelitian dengan memberikan dukungan
literature – literature keperawatan terutama dalam hal pendampingan pastoral
care dan kecemasan pasien pre maupun post operasi
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Hasil pengumpulan data primer yang diperoleh dari responden atau sampel
berjumlah 20 orang. Responden berasal dari pasien preoperasi di rumah sakit Brayat
Minulya Surakarta. Responden sebanyak 20 orang adalah mereka yang mengalami
kecemasan sebelum operasi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Pengambilan sampel berdasarkan metode total sampling.
Penelitian ini menghabiskan waktu 1 bulan, untuk mencari responden dan
menunggu responden yang akan operasi. Penelitian dilakukan 2 hari menjelang
operasi, dan dilanjutkan 3-4 jam menjelang operasi. Penelitian dilakukan dengan
membagi 20 responden menjadi 2 kelompok eksperiment dan kontrol, masing-
masing kelompok terdiri dari 10 orang.
4.1 Analisa univariat
4.1.1 Usia responden
Tabel 4.1.1 usia responden
Usia Jumlah Prosentase
21-40 tahun
41–60 tahun
15 75 %
5 25 %
Berdasarkan tabel 4.1.1 didapatkan data bahwa jumlah responden
dengan usia 21-40 tahun mencapai 75 % sebanyak 12 responden.
4.1.2 Jenis kelamin
Table 4.1.2 Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Prosentase
Laki – laki 14 70 %
Perempuan 6 30 %
Berdasarkan tabel 4.1.2 didapatkan data bahwa jumlah responden
dengan jenis kelamin laki- laki lebih banyak yaitu sebesar 70 % sebanyak 14
responden.
4.1.3 Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi tanpa pastoral Care
Tabel 4.1.3 Distribusi Tingkat kecemasan pada responden tanpa
Pastoral Care
Berdasarkan tabel 4.1.3 hasil uji Marginal homogeneity test pada
pasien pre-Operasi tanpa perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant
0.034 yang nilai α > 0.05, yang artinya bahwa tidak terdapat perbedaan antara
tingkat kecemasan sebelum operasi dan menjelang operasi Pada kelompok
tanpa pastoral care.
4.1.4 . Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi dengan pastoral care
Tabel 4.1.4 Distribusi Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi
dengan Pastoral Care
B
e
r
d
a
s
a
rkan tabel 4.1.4 hasil uji Marginal homogeneity test pada pasien pre-operasi
dengan perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant 0.009 yang nilai α <
Tingkat Kecemasan
sebelum OperasiFrekuensi Prosentase Total P
Ringan 0 0 0,034
Sedang 2 20 %
Berat 1 10 %
Berat Sekali 7 70 %
Tingkat Kecemasan
sebelum OperasiFrekuensi Prosentase Total P
Ringan 2 20% 0,009
Sedang 6 60%
Berat 2 20%
Berat Sekali 0 0%
0.05, yang artinya bahwa terdapat perbedaan antara tingkat kecemasan
sebelum dan sesudah pastoral care.
4.2. Analisa bivariat
Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi sebelum dan
sesudah dilakukan pastoral care
Tabel 4.2 Distribusi Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi
sebelum dan sesudah dilakukan pastoral care
Berdasarkan table 4.2 hasil uji fisher test menunjukkan bahwa nilai significant
0.001 yang nilai α < 0.05, yang artinya bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan
antara pasien pre-operasi dengan perlakuan dan pasien pre-operasi tanpa perlakuan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan Pastoral care dengan tingkat
kecemasan.
Perubahan Tingkat Kecemasan P
Turun (%) Tetap (%) Meningkat (%) 0,001
Pastoral Care 8 80% 2 20% 0 0%
Tanpa
Pastoral Care
1 10% 2 20% 7 70%
Total 9 90% 4 40% 7 70%
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik responden menurut usia.
Jumlah responden dengan usia 21-40 tahun mencapai 75 % sebanyak 12
responden. Sedangkan responden dengan usia 41 – 60 tahun sebanyak 8 orang yang
berarti 25 % dari keseluruhan jumlah responden . Ada beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya kecemasan, yakni faktor eksternal dan faktor internal,
didalam faktor internal seperti usia, jenis kelamin tingkat pengetahuan, tipe
kepribadian dan lingkungan dan situasi. Tetapi yang ditemukan dalam penelitian ini
adalah usia dan jenis kelamin. Dalam penelitian ini terdapat beberapa kesamaan dan
juga perbedaaan dengan teori kecemasan, seperti hasil yang telah dijabarkan diatas
dalam tabel tingkat kecemasan berdasarkan usia dan jenis kelamin.
Pada teori kecemasan dituliskan bahwa pada faktor usia, orang muda lebih
mudah mengalami kecemasan dari pada orang tua, seperti inilah yang ditemukan
dalam penelitian ini. bahwa jumlah responden dengan usia 21-40 tahun mencapai 75
% sebanyak 12 responden. Sedangkan responden dengan usia dewasa tua sebanyak 8
orang yang berarti 25 % dari keseluruhan jumlah. Sedangkan menurut jenis kelamin
jumlah responden dengan jenis kelamin laki- laki lebih banyak yaitu sebesar 70 %
sebanyak 14 responden. Sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan
sebanyak 6 orang yang berarti 30 % dari keseluruhan jumlah responden. Sedangkan
faktor jenis kelamin bahwa wanita lebih mudah mengalami cemas dari pada kaum
laki - laki, dan dalam penelitian ini tidak ditemukan demikian,perempuan lebih
banyak mengalami cemas daripada laki- laki,namun dalam penelitian ini menunjukan
bahwa jumlah responden dengan Jenis kelamin laki - laki lebih banyak yaitu sebesar
70 % sebanyak 14 responden. Sedangkan responden dengan jenis kelamin
perempuan sebanyak 6 orang yang berarti 30 % dari keseluruhan jumlah responden
karena jumlah responden pria dan wanita tidak seimbang, dimana dari 20 responden
wanita sebanyak 6 orang dan pria sebanyak 14 orang. Ini adalah salah satu
kekurangan yang tidak dapat dipikirakan dan diprediksikan sebelum penelitian
dimulai. Tetapi secara garis besar dari penelitian ini menunjukan bahwa pria dan
wanita mengalami tingkat kecemasan yang hampir sama yakni pria pada tingkat
cemas berat sekali dan wanita pada tingkat cemas berat. Berdasarkan atas hasil uji
Marginal homogeneity test pada pasien pre-Operasi tanpa perlakuan menunjukkan
bahwa nilai significant 0.034 yang nilai α > 0.05, yang artinya bahwa tidak terdapat
perbedaan antara tingkat kecemasan sebelum operasi dan menjelang operasi pada
kelompok tanpa pastoral care.
5.2. Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi tanpa pastoral Care.
Dari hasil uji Marginal homogeneity test pada pasien pre-Operasi tanpa
perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant 0.034 yang nilai α > 0.05, yang
artinya bahwa tidak terdapat perbedaan antara tingkat kecemasan sebelum operasi
dan menjelang operasi Pada kelompok tanpa pastoral care. Tindakan operasi atau
pembedahan merupakan pengalaman yang bisa menimbulkan kecemasan. Kecemasan
biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani
pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan
tindakan pembiusan. Pasien yang mengalami kecemasan menunjukkan tanda mudah
tersinggung, susah tidur, gelisah, lesu, mudah menangis dan tidur tidak nyenyak.
Kecemasan pasien pre operatif disebabkan berbagai faktor, seperti kurang informasi,
kurangnya komunikasi terapeautik dan salah satunya adalah kurangnya
pendampingan tentang ketenangan batin untuk pencegahan kecemasan pada pasien
preoperatif. Adapun reaksi dari kecemasan berupa reaksi psikologis yang ditandai
dengan rasa takut, tegang, gelisah, dana adannya reaksi fisiologis berupa keringat
dingin, tekanan darah meningkat, nafas cepat.Maka kecemasan sebelum operasi
memerlukan tindakan yang cepat untuk mengatasinya agar tidak terjadi peningkatan
tekanan darah sehingga program operasi tetap dijalankan sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
5.3. Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi dengan pastoral care.
Dan untuk hasil uji Marginal homogeneity test pada pasien pre-operasi
dengan perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant 0.009 yang nilai α < 0.05,
yang artinya bahwa terdapat perbedaan antara tingkat kecemasan sebelum dan
sesudah pastoral care. Perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah pastoral
care pada pasien preoprasi dengan perlakuan dan perbedaan kecemasan pada pasien
preoperasi tanpa perlakuan dibuktikan menggunakan uji Marginal Homogeneity test
dan uji alternatif Fisher yang didapatkan hasil bahwa p value 0,193 sehingga p value
lebih besar daripada 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.
5.4. Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi dengan dan
tanpa pastoral care.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
antara tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sebelum dan sesudah perlakuan
didapatkan hasil bahwa p value 0,26 sehingga p value lebih kecil dari pada 0,05 maka
H0 ditolak dan H1 diterima.Sedangkan perbedaan yang signifikan antara tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi tanpa perlakuan didapatkan hasil bahwa p value
0,082 sehingga p value lebih besar daripada 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Maka tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat kecemasan pada pasien pre
operasi dengan dan tanpa perlakuan. Tingkat kecemasan yang dirasakan responden
dapat diminimalkan dengan berbagai cara seperti beberapa penelitian terdahulu yang
sudah dibuktikan yaitu, pengendalian diri, dukungan, olahraga, tidur, komunikasi
terapeautik, mendengarkan music klasik, pendampingan spiritual, salah satunya
seperti Pastoral care
Pelayanan Pastoral care adalah pelayanan rohani yang diberikan untuk semua
orang, pelayanan psiko-spiritual dan pelayanan kasih. Pelayanan spiritual yang
dimaksud identik dengan pelayanan rohani kepada pasien. Hal ini menjadi penting
karena pasien akan dibantu dengan adanya perhatian (attention), dukungan
(sustaining), perdamaian (reconciling), bimbingan (guiding), penyembuhan luka
batin (inner-healing), serta doa (praying). Apabila pasien terlayani aspek rohaninya
maka akan terjadi keseimbangan dalam hidup dan berdampak positif untuk menjalani
operasi dan pengobatan.
Dalam penelitian ini pendampingan Pastoral Care sangat terlihat dengan jelas
bahwa Pastoral Care merupakan pelayanan yang penuh kasih kepada semua orang
tanpa memandang suku ras dan agama. Yang berhak mendapat sakramen pengurapan
orang sakit bagi yang Bergama kaolik ini biasanya dilaksanakan sebelum Operasi
dengan urutan sebagai berikut: Pelayanan sakramental dengan cara tim kesehatan RS
menyampaikan informasi kepada tim Pastoral care Rumah sakit, petugas pastoral
menyediakan peralatan untuk penerimaan sakrament (lilin,salib, minyak suci, kasula
untuk Romo), kemudian menanyakan kesiapan pasien dan kelurga.sekaligus
mempersiapakan pasien dan keluarga dan memulai ibadat/ memberi sakramen sesuai
dengan kebutuhan pasien. Dan agama lain diberi pelayanan non sakramental, yaitu
sharing bersama diamana responden menungkapkan perasaan batin yang sedang
dialami terlabih keceamasan, ketakutan dalam menghadapi operasi, tetapi ada juga
yang menungkapkan tentang pergulatan keluarga dan lain sebagainya.
Pendampingan pada agama lain, meminta pada peneliti untuk mendoakan
secara khatolik, begitu juga agama Kristen tetapi tidak diberi sakrament, dengan
urutan sebgai berikut:menayakan keadaan pasien sehubungan dengan tindakan
operasi, menggali rasa perasaan pasien, tampa paksaan, mendengarkan keluhan
pasien dan memberikan dukungan, peneguhan iman, harapan, kekutan serta
penghiburan sesuai kebutuhan pasien.Memenuhi permintaan responden untuk berdoa
secara khatolik. Juga memenuhi permintaan pasien untuk didampingi kedua kalinya
sampai 3 x.Pengalaman ini juga memberikan dukungan pada tujuan dan pengerteian
pelayanan pastoral care yang holistik pada semua orang tanpa memandang suku dan
agama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pastoral care merupakan cara efektif
untuk menurunkan tingkat kecemasan sebelum operasi. Pada pasien pre-operasi
dengan perlakuan atau pastoral care hasil uji Marginal homogeneity test untuk
melihat perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah Pastoral care, ada
significant yang ditunjukkan dengan nilai α < 0.05, yaitu 0.082 artinya ada hubungan
pastoral care dengan tingkat kecemasan, karena dala uji ini ada perbedaan sebelum
dan sesudah perlakuan.
Pada pasien pre-operasi tanpa perlakuan atau pastoral care hasil uji Marginal
homogeneity test untuk melihat perbedaan tingkat kecemasan sebelum operasi dan
menjelang operasi, tidak ada significant ditunjukkan dengan nilaiα > 0,05, yaitu
0,034. Artinya pada responden tanpa perlakuan tingkat kecemasan, semakin
meningkat.
Untuk melihat perbedaan dan perubahan tingkat kecemasan kelompok
pastoral care dan kelompok tanpa pastorals care dapat dilihat dari hasil uji Fisher
test menunjukkan bahwa nilai significant 0.001 nilai α<0.05, yang artinya bahwa
terdapat perbedaan tingkat kecemasan antara pasien pre operasi dengan perlakuan dan
pasien operasi tanpa perlakuan. Dari hasil kedua kelompok ini, Maka pasien pre-
operasi harus didampingi dengan berbagai cara untuk mengatasi kecemasan pasien
sebelum operasi.
Penurunan tingkat cemas sebelum operasi dikarenakan pasien didampingi
secara spiritual terbukti memberikan manfaat untuk menurunkan tingkat
kecemasan.Hasil penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan tingkat kecemasan,
pada kedua kelompok yaitu sebelum dan sesudah pastoral care dan tanpa pastoral
care,mendapatkan hasil yang significant penurunan tingkat kecemasan pada pasien
dengan perlakuan dan peningkatan kecemasan pada pasien tanpa perlakuan, hasil ini
menandakan bahwa setiap orang pasti membutuhkan ketenangan dan dukungan yang
positif dari orang lain baik berupa moral maupun spiritual seperti Pastoral care yang
menjadi salah satu teknik juga yang dapat digunakan untuk menurunkan tingkat
kecemasan yang dirasakan responden, karena Pastoral care memiliki banyak
keunggulan antara lain membuat rileks, nyaman, tenang, damai, berani pasrah dan
tegar untuk mengahadi segala sesuatu sehingga dapatmengurangi tingkat kecemasan.
Penelitian ini mengambil dari salah satu manfaat pastoral care yaitu
mengurangi tingkat kecemasan. Penelitian terbukti dapat menurunkan tingkat
kecemasan sebelum operasi yang dirasakan responden dengan pendampingan selama
2x atau 3x bahkan 4x sebelum 2 atau 1 hari operasi, dengan waktu yang berbeda
sesuai dengan kebutuhan responden, ada yang membutuhkan waktu 30 menit tetapi
ada juga yang lebih sampai 45 menit dan juga ada yang sampai 1 jam, dan Pada saat
menjelang operasi diberikan pendampingan 3-4 jam sebelum operasi.Kebutuhan
waktu untuk pastoral care pada kelompok perlakuan sulit diprediksi karena
kebutuhan tiap responden untuk didampingi sangat berbeda, maka waktu tidak bisa
ditargetkan dalam pendampingan Pastoral care.
Dalam praktek pastoral care memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
responden tanpa paksaan apapun, menghargai hak responden, untuk menerima atau
menolak pastoral care melakukan apa yang dibutuhkan responden.Dalam penelitian
ini, pada responden tertentu membutuhkan pendampingan lebih dari yang ditarketkan.
Pastoral care menjadi salah satu teknik yang dibutuhkan oleh pasien, dan ini tidak
hanya pada agama khatolik tetapi juga beberapa semua agama dengan pendampingan
yang diberikan seperti sharing bersama, bahkan dari agama lain pun menghendaki
doa-doa sesuai dengan kepercayaan peneliti. Pengalaman ini meyakinan peneliti
bahwa pastoral care sangat dibutuhkan bukan hanya dengan ritus secara khatolik,
tetapi pelayanan secara kahtolik juga dapat diterima dalam agama lain, yang penting
adalah kehadiran seseorang sebagai sahabat dan keluarga yang selalu memberikan
dukungan bagi yang sakit.
Teknik pastoral care ini dapat diaplikasikan pada populasi yang lebih luas,
misalnya pada RS lain selain Rumah sakit BrayatMinulya Surakarta pada pasien
yang mengalami kecemasan baik cemas ringan, cemas sedang, maupun cemas berat
sebelum operasi tidak hanya pada responden, melainkan pada pasien lainnya dengan
segala penyakit yang mereka hadapi.
BAB VI
PENUTUP
6.2.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan :
e. Karakteristik responden menurut usia : 21-40 tahun sebanyak 15 orang yang
berarti 75 % sdangkan jenis kelamin laki- laki sebanyak 14 orang sebesar 70
%.
f. Tingkat kecemasan yang dialami responden pre-operasi sebelum pastoral
care yaitu didapatkan cemas ringan tidak ada, cemas sedang ada 2 pasien (20
%), cemas berat 1 orang (10%) dan cemas berat sekali 7 orang (70%).
g. Tingkat kecemasan pre operasi sesudah pastoral care yaitu didapatkan cemas
ringan 2 orang (20%), cemas sedang 6 orang (60%), cemas berat 2 (20%)
berat sekali tidak ada ( 0 % ).
h. Perbedaan tingkat kecemasan pre operasi sebelum dan sesudah pastoral care
dengan significant 0.193. Perbedaan tingkat kecemasan preoperasi tanpa
pastoral care dengan significant 0.026 Perbedaan tingkat kecemasan pre-
operasi sebelum dan sesudah pastoral care dengan significant 0,8
6.2. Saran
3. Bagi Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta
Banyak teknik yang sudah terbukti dan dapat dilakukan untuk
menurunkan kecemasan. Salah satu Teknik yang dapat untuk menurunkan
tingkat kecemasan menjelang operasi yang dirasakan oleh para pasien yaitu
dengan cara memberikan pendampingan spiritual atau pastoral care selama1-
2 x, bahkan lebih sampai 3x sebelum operasi diruangan pasien baik
pendampingan rohani yang bersifat sakramental maupun non sakramental,
yaitu mengunjungi pasien, sharing bersama, mendengarkan ungkapan hati
pasien, memberikan dukungan, perhatian, doa bersama sesuai dengan iman
pasien, memberikan sakrament bagi yang khatolik. Memberikan waktu
pendampingan sesuai dengan kebutuhan pasien.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Pendampingan pastoral care terbukti dapat menurunkan tingkat
kecemasan sebelum operasi, dan diteliti juga mengenai variabel yang
mempengaruhi tingkat kecemasan itu sendiri, untuk penelitian selanjutnya
dapat mengembangkan penelitian pada variable lain yang belum pernah
dilakukan penelitian sebelumnya ataupun dapat dilakukan penelitian yang
membandingkan antara pengaruh pastoral care pada post operasi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Lebih mengembangkan banyak penelitian dengan memberikan dukungan
literature – literature keperawatan terutama dalam hal pendampingan pastoral
care dan kecemasan pasien pre maupun post operasi
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Baradero dkk, (2009). “Keperawatan Perioperatif: Prinsip dan Praktik”.
EGC, Jakarta.
Beek Aart Van, (2007). “Pendampingan Pastoral”. PT. BPK Gunung Mulya.
Cetakan Ke-3. Jakarta.
Carpenito, LJ (2009), “Buku Saku Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada
Praktik Klinis”, edk 10 M Ester (ed), Y Asih (alih Bahasa), EGC,
Jakarta.
Dharma, Kusuma Kelana. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan:
Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta:
Trans Info Media.
Kaplan J.B., & Sadock T.C. (1997). Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi ke tujuh, Jakarta: Binarupa Aksara.
Doris Sylvanus, (2010). ”Survey Pendahuluan Palangka Raya tentang
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operatif”.
DR. CB. Kusmaryanto, SCJ (Charter of Healthcare 1995). “Pastoral Care
and The Sacrament of Anointing of the Sick”. Kan 108.
Hawari, Dadang, 2006. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta;
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Hidayat. A.A.A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik
Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika
JOHN PAUL II, (tanggal 14 September 1987). “To the Catholic health
organizations of the United States of America”, dalam Insegnamenti
X/3 [1987] 502-503, n. 3) “Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera
Utara”, Volume 1, (Mei 2005).
Long B.C. (1996). “Perawatan Medical Bedah, suatu Pendekatan
Proses Keperawatan 2”, Yayasan IAPK Padjajaran Bandung.
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Noor, N.N. (2008). Epidemiologi. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Paulus Yohannes. ( 2013 ) “Surat Gembala Kitab Suci Dalam Kehidupan
Gereja”. Roma
Susan Sullivan Australian Journal, (12 September 2011) “Catholic Health
Australia Current Issues for CHA Members in the Provision of
Pastoral Care“.
Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan: Penuntun Praktis Bagi
Pemula. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press
JOHN PAUL II, “To the Catholic health organizations of the United States
of America”, tanggal 14 September 1987, dalam Insegnamenti X/3
[1987] 502-503, n. 3)