obral izin pertambangan batu bara samarinda- syam hadijanto fh uwg malang

54
A. Judul : Kajian Sosio-Yuridis Terhadap Munculnya “Obral Izin” Pertambangan Pasca Pemilukada Dalam Era Otonomi Daerah (Studi di Kawasan Pertambangan Batu Bara Kota Samarinda) B. Latar Belakang Pasca bergulirnya reformasi yang digelorakan pada tanggal 21 Mei 1998, 1 yang menitikberatkan kepada aspirasi daerah, yang selama ini terbendung oleh rezim pemerintahan orde baru yang sentralistik, akhirnya mampu menciptakan sebuah format baru dalam sturktur ketatanegaraan di Indonesia, yakni melalui lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah yang bertujuan untuk lebih meningkatkan pelayanan serta peran serta masyarakat daerah dalam upaya pemerataan kesejahteraan masyarakat secara merata. 2 Dalam pelaksanaan otonomi daerah yang pada esensinya ialah memberikan kesempatan kepada daerah 1 Eep Saefulloh Fatah, Zaman Kesempatan: Agenda-Agenda Besar Demokratisasi Pasca Orde Baru (Bandung, 2000), hlm. xxv 2 Lihat Konsideran Menimbang huruf (a) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah 1

Upload: syam-hadijanto

Post on 20-Jan-2016

123 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Izin merupakan instrumen pemerintah yang digunakan untuk memberikan pengelolaaan terhadap sebuah objek vital negara, dengan demikian ia memiliki sebuah urgensi yang harus dipenuhi dallam pengeluarannya, namun dewasa ini akibat sebuah quo vadis otoda mengakibatkan maraknya obral izin

TRANSCRIPT

Page 1: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

A. Judul : Kajian Sosio-Yuridis Terhadap Munculnya “Obral Izin”

Pertambangan Pasca Pemilukada Dalam Era Otonomi Daerah

(Studi di Kawasan Pertambangan Batu Bara Kota Samarinda)

B. Latar Belakang

Pasca bergulirnya reformasi yang digelorakan pada tanggal 21 Mei

1998,1 yang menitikberatkan kepada aspirasi daerah, yang selama ini

terbendung oleh rezim pemerintahan orde baru yang sentralistik, akhirnya

mampu menciptakan sebuah format baru dalam sturktur ketatanegaraan di

Indonesia, yakni melalui lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Otonomi Daerah yang bertujuan untuk lebih meningkatkan

pelayanan serta peran serta masyarakat daerah dalam upaya pemerataan

kesejahteraan masyarakat secara merata.2

Dalam pelaksanaan otonomi daerah yang pada esensinya ialah

memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengurus sendiri urusan

pemerintahan melalui otonomi seluas-luasnya, maka seyogyanya pasca

pelaksanaan otonomi daerah ini akan mampu memberikan sebuah

peningkatan yang lebih baik bagi kesejahteraan masyarakat, namun fakta

yang ada cenderung bertentangan, di mana pasca pelaksanaan otonomi daerah

yang terjadi ialah meningkatnya tindakan kesewenang-wenangan pemerintah

daerah untuk menarik dana sebesar-besarnya tanpa memperhatikan kondisi

1 Eep Saefulloh Fatah, Zaman Kesempatan: Agenda-Agenda Besar Demokratisasi Pasca Orde Baru (Bandung, 2000), hlm. xxv

2 Lihat Konsideran Menimbang huruf (a) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah

1

Page 2: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

2

daerahnya.3 Khusus dalam bidang pertambangan, yang di mana merupakan

salah satu bidang dalam investasi yang diatur dalam pasal 33 ayat (3)

Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan sebagai berikut :

“Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai

oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Melihat rumusan di atas maka bentuk penguasaan negara terhadap

kekayaan sumber daya alam ini merupakan sebuah wewenang yang berisi

wewenang untuk mengatur, mengurus, dan mengawasi pengelolaan atau

pengusahaan, serta berisi kewajiban untuk mempergunakaannya sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat,4 maka sudah seharusnya pengelolaan sumber

daya pertambangan ini dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Pasca penerapan otonomi daerah kebijakan pengelolaan sumber daya

alam tidaklah lagi menjadi monopoli dari pemerintah pusat, karena melalui

penerapan otonomi daerah ini sebagian kewenangan dalam pengelolaan

sumber daya alam telah dialihkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah, sehingga di dalam pengelolaan tersebut pemerintah daerah dapat

melakukannya sendiri dan/atau menunjuk kontraktor, yang di mana

kedudukan pemerintah adalah sebagai pemberi izin kepada kontraktor yang

bersangkutan, dalam bentuk kuasa pertambangan, kontrak karya, perjanjian

karya pengusahaan pertambangan batu bara, dan kontrak production sharing.5

Selain kewenangan pengelolaan sumber daya alam yang telah menjadi

3 http://green.kompasiana.com/penghijauan,otonomi daerah menteri makin tak bertaji, diakses tanggal 2 Mei 2013

4 H. Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia (Jakarta, 2007), hlm. 15 Ibid, hlm. 1-2

Page 3: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

3

kewenangan pemerintah daerah, terkait dengan pemberian izin pertambangan

pasca otonomi daerah juga tidak lagi menjadi kewenangan dari Menteri

Energi dan Sumber Daya Mineral semata-mata, tetapi kini telah menjadi

kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, yang dalam hal ini

ialah gubernur dan bupati/walikota,6 maka dengan begitu besarnya

kewenangan yang dimiliki oleh daerah dalam mengurusi sendiri

pemerintahannya, seharusnya hal ini pun semakin mendekatkan tujuan utama

yang dicanangkan di dalam pembukaan Undang-Undang dasar 1945 yakni

untuk memajukan kesejahteraan umum dan bukan sebaliknya malah

menciptakan kesengsaraan kepada masyarakat, salah satu permasalahan yang

muncul terkait kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber

daya alam ialah munculnya “obral izin” pertambangan yang mengabaikan

kepentingan rakyat dan cenderung menimbulkan bentuk penjajahan baru

dalam pemanfaatan sumber daya alam.

Fakta mengenai keberadaan “obral izin” pertambangan ini dapat dilihat

dari fenomena yang terjadi di Kota Samarinda yang memiliki potensi

pertambangan dalam bahan galian strategis (golongan A) dan golongan C, di

mana saat ini Kota Samarinda telah dikepung oleh 68 izin kegiatan

pertambangan batu bara,7 yang ternyata tidak memberikan sebuah

peningkatan terhadap kesejahteraan masyarakat. Dari fakta ini seolah

memperlihatkan sisi gelap dari pelaksanaan otonomi daerah terkait dengan

penerbitan izin pertambangan yang begitu mudahnya dikeluarkan oleh

6 Ibid., hlm. 3 7 http://news.detik.com/samarinda dikepung tambang batu bara wali kota akan digugat,

diakses tanggal 3 Mei 2013

Page 4: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

4

pemerintah daerah tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya terhadap

masyarakat dan cenderung keluar dari tujuan esensial sistem perizinan yang

menitikberatkan kepada upaya pengendalian/pengarahan, pencegahan bahaya

lingkungan, serta melindungi objek-objek tertentu.8 Dengan munculnya

fenomena “obral izin” pertambangan ini, maka sangatlah diperlukan sebuah

upaya perbaikan baik dari segi formulasi regulasi dan kebijakan, serta

perlunya sebuah perbaikan dalam konsepsi pelaksanaan otonomi daerah,

sehingga melalui pelaksanaan otonomi daerah dengan demokrasi yang

sesungguhnya mampu melahirkan pemimpin yang kaki dan tangannya tidak

terikat oleh kesepakatan-kesepakatan yang telah dibangun sebelumnya dan

mampu memperjuangkan kepentingan rakyat.

Beranjak dari pemaparan mengenai munculnya “obral izin”

pertambangan ini, maka penulis merasa perlu untuk melakukan sebuah kajian

terhadap faktor pendorong terjadinya “obral izin” pertambangan yang terjadi

di Kota Samarinda, agar dapat menciptakan sebuah mekanisme perizinan

pertambangan yang berpihak kepada masyarakat, serta dapat memberikan

sebuah pemahaman yang sesungguhnya terkait pelaksanaan otonomi daerah.

Hal inilah yang kemudian mendasari penulis untuk mengangkat permasalahan

tersebut dengan judul Kajian Sosio-Yuridis Terhadap Munculnya “Obral

Izin” Pertambangan Pasca Pemilukada Dalam Era Otonomi Daerah

(Studi di Kawasan Pertambangan Batu Bara Kota Samarinda).

C. Perumusan Masalah

8 Y. Sri Pudyatmoko, Perizinan: Problem dan Upaya Pembenahan (Jakarta, 2009), hlm. 11

Page 5: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

5

Bertolak pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dalam

penelitian ini terdapat beberapa permasalahan pokok yang akan diteliti, yang

kemudian dirumuskan sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi munculnya “obral izin”

pertambangan pasca pemilukada dalam otonomi daerah di Kota

Samarinda ?

2. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap munculnya “obral izin”

pertambangan pasca pemilukada dalam otonomi daerah di Kota

Samarinda ?

D. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas maka tujuan yang hendak

dicapai di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi

munculnya “obral izin” pertambangan pasca pemilukada dalam

otonomi daerah di Kota Samarinda.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis penegakan hukum terhadap

munculnya “obral izin” pertambangan pasca pemilukada dalam

otonomi daerah di Kota Samarinda.

2. Manfaat Penulisan

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan nilai dan guna kepada

semua pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini ialah sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

Page 6: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

6

1) Diharapkan dengan penelitian ini dapat bermanfaat untuk

memberikan sebuah kontribusi pemikiran dan sumbangan ilmiah

bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum

khususnya Hukum Perizinan terkait dengan izin pertambangan.

2) Hasil penelitian ini diharpkan dapat menjadi tambahan khasanah

referensi dan literatur kepustakaan Hukum Perizinan berkaitan

dengan kajian izin pertambangan.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi Masyarakat

a) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai kerangka dasar

acuan untuk melakukan sebuah evaluasi terhadap kebijakan

pemerintah daerah dalam pemberian izin pertambangan.

b) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar acuan bagi

pihak yang tertarik meneliti pada bidang yang sama pada tahap

berikutnya.

2) Bagi Pemerintah

a) Hasil Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah masukan

dalam mengevaluasi kebijakan izin pertambangan guna

memperbaiki sisi gelap penerbitan izin pertambangan pasca

pemilukada dalam otonomi daerah.

3) Bagi Universitas

Page 7: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

7

a) Hasil penelitian ini dapat memberikan sebuah sumbangsih

dalam bidang akademik guna pengembangan kajian keilmuan

terkait dengan penyelenggaraan pemilihan umum.

E. Tinjauan Pustaka

1. Sekilas Tentang Otonomi Daerah

Secara Historis pemerintahan daerah yang dikenal selama ini, berasal

dari perkembangan praktek pemerintahan di Eropa pada abad ke 11 (sebelas)

dan 12 (duabelas). Beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut

pemerintahan daerah masih berasal dari yunani dan latin kuno.9 Pada saat itu

muncul satuan-satuan wilayah di tingkat dasar yang secara alamiah kemudian

membentuk suatu lembaga pemerintahan, pada awalnya satuan-satuan

wilayah tersebut merupakan suatu komunitas swakelola dari sekelompok

penduduk. Satuan-satuan wilayah tersebut diberi nama municipal (kota),

country (kabupaten), commune/gementee (desa).10

Menurut Stoker munculnya pemerintahan daerah modern ini sangat erat

kaitannya dengan fenomena industrialisasi yang melanda Inggris, yang

menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota secara

besar-besaran, sehingga terjadi perubahan dalam corak wilayah.11 Dalam

praktek desentralisasi dan otonomi bersifat tumpang tindih, namun dalam

maknanya keduanya memiliki perbedaan. Desentralisasi merupakan sistem

9 Lihat Fatkhurohman dan Sirajuddin, Reading Material Hukum Administrasi Negara, “Organisasi Administrasi Negara”, 2005, di Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang, hlm. 107

10 Sirajuddin, “Konsepsi dan Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah Dalam UUD 1945 Pasca Amandemen”. (Makalah dalam Seminar Pemahaman Kecakapan konstitusi Malang, 31 Oktober 2009), hlm. 2

11 Ibid.

Page 8: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

8

pengelolaan yang berkebalikan dengan sentralisasi, jika sentralisasi adalah

pemusatan pengelolaan, maka desentralisasi adalah pembagian dan

pelimpahan.12 Definisi desentralisasi menurut beberapa pakar terdapat

perbedaan redaksional, menurut Joeniarto,13 desentralisasi adalah

memberikan wewenang dari pemerintah negara kepada pemerintah lokal

untuk mengatur dan mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah

tangganya sendiri.

Amrah Muslimin,14 mengartikan bahwa desentralisasi adalah

pelimpahan wewenang pada badan-badan dan golongan-golongan dalam

masyarakat dalam daerah tertentu untuk mengurus rumah tangganya sendiri.

Irawan Soejito,15 mengartikan desentralisasi sebagai pelimpahan

kewenangan pemerintah kepada pihak lain untuk dilaksanakan. Sementara

otonomi berasal dari kata autos dan nomos, yang bermakna memerintah

sendiri.16 Karena desentralisasi senantiasa berkaitan dengan status mandiri

atau otonom, maka setiap pembicaraan mengenai desentralisasi dengan

sendirinya berarti membicarakan otonomi, sehingga esensi dari desentralisasi

adalah proses pengotonomian yakni proses penyerahan kepada satuan

pemerintahan yang lebih rendah untuk mengatur dan mengelola urusan

pemerintahan tertentu sebagai urusan rumah tangganya, atau dengan kata lain

12 Luluk Saleh, “Keterbukaan Informasi Publik: Perangkat Baru Menciptakan Good Governance dalam Pemerintahan Lokal”, Jurnal Konstitusi, Universitas Widyagama Malang, No. 1/Vol III, Juni 2010, hlm. 145

13 Joeniarto, Perkembangan Pemerintah Lokal (Jakarta, 1992), hlm. 1514 Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah (Bandung, 1986), hlm. 515 Irawan Soejito, Hubungan Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah (Jakarta,

1990), hlm. 29 16 Luluk Saleh, Loc.Cit.

Page 9: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

9

otonomi dan desentralisasi merupakn dua sisi dalam satu mata uang (both

sides of one coin.)17

Dalam sejarah Indonesia, diskursus masalah hubungan pemerintah pusat

dan pemerintah daerah, dalam hal penguatan kewenangan daerah seringkali

terbelenggu oleh kekhawatiran munculnya kecendrungan terbentuknya suatu

bentuk negara federal. Sistem federal yang pernah dipaksakan oleh politik

kolonial Belanda untuk memecah belah kekuatan wilayah Indonesia seperti

telah menjadi trauma sejarah bagi generasi sekarang.

Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap menjadi pilihan yang

tepat sampai sekarang. Sementara itu, akibat dominasi pusat terhadap daerah

sangat berlebihan selama rezim Orde Lama dan Orde Baru telah

memunculkan perlawanan di berbagai daerah, maka reaksi dari praktek

pemerintah yang otoriter dan birokratik tersebut adalah menghilangkan

hegemoni kekuasaan pusat terhadap daerah.18

Dalam hubungan mengenai kewenangan antara pusat dan daerah didalam

sebuah negara kesatuan memunculkan sebuah konsep sentralisasi dan

desentralisasi, yang di mana sentralisasi merupakan sebuah pemusatan

seluruh kewenangan pemerintah pada satu titik yaitu pemerintahan pusat dan

tidak dapat dibagi kepada pejabat-pejabatnya didaerah dan/atau pada daerah

otonom, namun pada dasarnya tidak mungkin semua urusan pemerintahan

dapat diselenggarakan secara sentralisasi, yang pada akhirnya dilakukanlah

pelimpahan sejumlah wewenang kepada daerah untuk menyelenggarakan

17 Sirajuddin, Op.Cit., hlm. 318 Iwan Satriawan, Penguatan DPD: Proporsionalitas Perwakilan Politik dan Perwakilan

Daerah, dalam http//www.google.com//Sistem Pemerintahan Daerah, diakses tanggal 6 Mei 2013

Page 10: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

10

pemerintahan daerah, sehingga penerapan asas sentralisasi dan desentralisasi

dalam organisasi negara bangsa tidaklah bersifat dikotomis melainkan bersifat

kontinum.19

2. Sumber Daya Pertambangan Batu Bara

Sebagaimana diketahui bahwa batu bara merupakan salah satu dari bahan

pertambangan yang termasuk dalam golongan sumber daya alam yang tidak

dapat diperbaharui atau sumber daya terhabiskan, yang dimana sumber daya

alam ini tidak memiliki kemampuan regenerasi secara biologis dan terbentuk

melalui proses geologi yang memerlukan waktu sangat lama untuk dapat

dijadikan sebagai sumber daya alam yang siap diolah atau siap pakai dan

apabila dieksploitasi sebagian, maka jumlah yang tinggal tidak akan pulih

kembali seperti semula.20 Batu bara sendiri merupakan istilah yang

merupakan terjemahan dari bahasa inggris, yaitu coal, yang merupakan

campuran padatan yang yang heterogen dan terdapat di alam dalam

tingkat/grade yang berbeda dari lignit, subbtumine, antarasit.21

Batu bara merupakan salah satu bahan galian strategis yang sekaligus

menjadi sumber daya energi yang sangat besar. Indonesia pada tahun 2006

mampu memproduksi batu bara sebesar 162 juta ton dan 120 juta ton

diantaranya diekspor. Indonesia memiliki cadangan batubara yang tersebar di

19 Sirajuddin, Op.Cit., hlm. 420 Marilang, Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang, Jurnal Al-Risalah, Vol.11/No.1, Mei

2011, hlm. 321 Sukandarrumidi, Bahan Galian Industri (Yogyakarta, 1999), hlm. 26

Page 11: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

11

Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan dalam jumlah kecil, batu

bara berada di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua dan Sulawesi.22

Indonesia memiliki cadangan batu bara yang sangat besar dan menduduki

posisi ke-4 di dunia sebagai negara pengekspor batubara. Di masa yang akan

datang batu bara menjadi salah satu sumber energi alternatif potensial untuk

menggantikan potensi minyak dan gas bumi yang semakin menipis.

Pengembangan pengusahaan pertambangan batu bara secara ekonomis telah

mendatangkan hasil yang cukup besar, baik sebagai pemenuhan kebutuhan

dalam negeri maupun sebagai sumber devisa, namun Walaupun secara sekilas

batu bara mempunyai kegunaan yang sangat startegis, namun keberadaan

industur pertambangan batu bara dapat menimbulkan dampak positif dan

negatif. Dampak positif merupakan pengaruh dari adanya pertambangan batu

bara terhadap hal-hal yang bersifat praktis (nyata) dan konstruktif

(membangun). Dampak positif dari industri pertambangan batu bara adalah:23

a. Membuka daerah terisolasi dengan dibangunnya jalan pertambangan

dan pelabuhan.

b. Sumber devisa negara.

c. Sumber pendapatan asli daerah (PAD).

d. Sumber energi alternatif untuk masyarakat lokal.

e. Menampung tenaga kerja.

22 http://rhadenfatul.blogspot.com/2012/11/1-masalah-pertambanganbatubara.html, diakses tanggal 5 Juni 2013

23 H. Salim HS., Op.Cit., hlm. 221

Page 12: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

12

Melihat uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam

pengelolaan sumber daya pertambangan batu bara yang merupakan sumber

daya yang tidak dapat diperbaharui ini, haruslah dilakukan dengan penuh

pertimbangan oleh pemerintah, yang dalam hal ini ialah pemerintahan daerah

agar dalam pengelolaannya dapat benar-benar memberikan kesejahteraan

kepada masyarakat secara adil dan merata.

3. Sekilas Tentang Konsep Perizinan

Sesuai dengan konsep negara kesejahteraan (walfare state) yang

menuntut peran aktif dari pemerintah dalam upaya pemenuhan kesejahteraan

masyarakat, maka campur tangan pemerintah dalam kehidupan masyarakat

merupakan sebuah keharusan. Dalam konsep negara kesejahteraan (walfare

state) pemerintah berperan aktif dalam upaya memberikan perlindungan

kepada masyarakat, mendukung dan menyediakan pelbagai pelayanan

kehidupan masyarakat, serta menjamin keadilan dasar dalam hubungan

kemasyarakatan.24

Dengan adanya campur tangan pemerintah yang masuk dalam hidup dan

penghidupan masyarakat guna mengusahakan kesejahteraan umum, maka

akan banyak sekali interaksi-interaksi yang terjadi antara pemerintah dengan

masyarakat, di dalam interaksi tersebut pemerintah memerlukan sebuah

instrumen yang dapat digunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat yakni

melalui instrumen perizinan, pengaturan dan pengeluaran kebijakan tertentu.25

24 Y. Sri Pudyatmoko, Op.Cit., hlm. 125 Ibid, hlm. 4

Page 13: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

13

Instrumen yang digunakan pemerintah untuk mengatur dan menciptakan

kesejahteraan masyarakat merupakan sebuah instrumen yang lahir dari

adanya sebuah wewenang pemerintah dalam melakukan tindakan, baik yang

berupa perbuatan hukum maupun perbuatan material, salah satu instrumen

yang banyak digunakan oleh pemerintah dalam rangka menggunakan

kewenangan tersebut ialah melalui pengeluaran izin. Menurut N. M Sepelt

dan J.B.J.M ten Berge izin merupakan suatu persetujuan penguasa

berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan

tertentu menyimpang dari ketentuan perundang-undangan.26

Penggunaan instrumen perizinan, merupakan cara pemerintah untuk

dapat terlibat dalam kegiatan masyarakat, yang ditujukan untuk mencapai

beberapa tujuan tertentu, yaitu untuk mengarahkan atau mengendalikan

aktifitas-aktifitas tertentu, mencegah bahaya bagi lingkungan, keinginan

untuk melindungi objek tertentu, hendak membagi benda-benda yang sedikit,

serta mengarahkan dengan menyeleksi orang dan aktifitas-aktifitas.27

Secara ringkas izin merupakan keputusan yang dikeluarkan oleh

pemerintah secara tertulis untuk memberikan hak kepada seseorang atau

badan hukum dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan perundang-

undangan, dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk menjamin kepastian

hukum serta dapat digunakan kepentingan yang dimiliki.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan

26 Philipus M. Hadjon, ed, Pengantar Hukum Perizinan (Surabaya, 1993), hlm. 227 Ibid, hlm. 4-5

Page 14: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

14

Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian yang tidak

hanya sekedar mengamati dengan teliti terhadap suatu objek yang mudah

terpegang di tangan,28 namun penelitian merupakan sebuah kegiatan ilmiah

yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara

metodologis, sistematis dan konsisten. Kemudian metodologi berasal dari

kata “metode” yang artinya tepat melakukan sesuatu dan “logos” yang

artinya ilmu pengetahuan, dengan demikian penelitian hukum merupakan

suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metede, sistematika, dan

pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya dan kemudian

mengusahakan suatu pemecahan permasalahan-permasalahan yang timbul di

dalam gejala bersangkutan.29

Dalam penelitian ini jenis penelitian serta metode pendekatan yang

digunakan merupakan jenis yuridis sosiologis yang merupakan penelitian

untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan proses

bekerjanya hukum di dalam masyarakat,30 karena itu metode ini menekankan

pada data-data primer yaitu persoalan-persoalan yang dianalisis dalam

hubungannya dengan realita empiris yang berupa hubungan timbal balik

antara hukum dengan realita yang ada.

2. Lokasi Penelitian

28 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta, 2012), hlm. 27 29 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta,1986), hlm. 4330 Bambang Sunggono, Op.Cit., hlm. 42

Page 15: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

15

Dalam penulisan ini penulis mengambil lokasi penelitian di wilayah

hukum kota samarinda, yakni di kawasan pertambangan di wilayah

samarinda, karena di daerah tersebut banyak sekali muncul “obral izin” di

bidang pertambangan.

3. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis data yang digunakan penulis adalah data primer dan data

sekunder.

1) Data primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung oleh

peneliti dari obyek penelitian. Termasuk dalam data primer ini

adalah hasil wawancara peneliti dengan objek penelitian atau stake

holder yang berkaitan dengan penelitian, yaitu Kepala Dinas

Pertambangan Kota Samarinda, para pimpinan perusahaan

pertambangan, akademisi yang ahli di bidang hukum

pertambangan dan perizinan.

2) Data sekunder, merupakan data yang diperoleh secara tidak

langsung oleh peneliti, baik berupa peraturan perundang-undangan,

internet maupun bentuk lain yang berupa dokumen yang terkait

guna melengkapi data primer yang sudah diperoleh.

b. Sumber data yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah

berasal dari :

1) Sumber data primer, yang mana diperoleh penulis dari hasil

wawancara langsung dengan Kepala Dinas Pertambangan Kota

Page 16: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

16

Samarinda, pimpinan perusahaan pertambangan, akademisi yang

ahli di bidang hukum pertambangan dan perizinan.

2) Sumber data sekunder, yang mana diperoleh penulis dari berbagai

literatur, baik berupa peraturan perundang-undangan, internet

maupun bentuk lain yang berupa dokumen yang terkait guna

melengkapi data primer yang sudah diperoleh.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah :

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung oleh

peneliti dari obyek penelitian, teknik pengumpulan data primer antara

lain dengan observasi/pengamatan secara langsung, dan interview atau

wawancara secara mendalam dengan membuat daftar pertanyaan yang

terstruktur.

b. Data Sekunder

Untuk data sekunder yang dilakukan dalam pengumpulan data

sekunder adalah dengan studi kepustakaan, yaitu peneliti

mengumpulkan bahan-bahan hukum dari berbagai kepustakaan yang

terkait dengan penelitian ini.

5. Penentuan Sampel Responden

Dalam penelitian ini menggunakan teknik non random sampling yaitu

penentuan secara teratur (tidak secara acak), sedangkan penentuan

respondennya ditentukan dengan melihat tujuan peneliti (purposiver

Page 17: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

17

sampling).31 Teknik ini biasanya dipilih karena keterbatasan waktu, tenaga

dan biaya, sehingga tidak bisa mengambil sampel dengan jumlah yang besar

dan jauh letaknya. Responden sebagai pemberi tanggapan sangat diperlukan,

mengingat dalam penelitian sosial (hukum) responden berfungsi sebagai

kunci untuk mendapatkan data empiris, adapun yang menjadi responden

adalah :

a. Pimpinan Perusahaan Pertambangan

b. Akademisi yang ahli di bidang hukum pertambangan dan perizinan

6. Analisisis Data

Setelah terkumpulnya data yang terdiri dari data primer dan data

sekunder, kemudian dilakukan perbandingan, sehingga bisa ditemukan dasar

yang kuat dan tepat untuk membahas permasalahan yang diangkat oleh

peneliti, maka kemudian dilakukanlah tahap analisis yang dilakukan secara

deskriptif kualitatif.

Analisis deskriptif kualitatif ini merupakan pemilihan teori-teori, asas-

asas, norma-norma, doktrin, dan pasal-pasal di dalam undang-undang

terpenting yang relevan dengan permasalahan, kemudian membuat

sistematika dari data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klarifikasi

tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk

uraian secara sistematis pula dengan menjelaskan hubungan antara berbagai

jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan

secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar

31 Rony Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian dan Jurimetri (Jakarta, 1990), hlm. 44

Page 18: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

18

hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang

dimaksud.

G. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Sejarah Kota Samarinda

Samarinda sebagai sebuah kota yang berdiri saat ini, memiliki altar

sejarah yang di mana kota samarinda merupakan bagian atau salah satu

wilayah dari kesultanan kutai kartanegara ing martadipura, di wilayah

tersebut belum ada sebuah desa maupun kota, karena di wilayah tersebut

merupakan lahan persawahan dan perladangan beberapa penduduk. Semenjak

tahun 1668, rombongan orang-orang bugis wajo yang dipimpin oleh La

Mohang Daeng Mangkona (bergelar pua ado) hijrah dari tanah kesultanan

gowa ke kesultanan kutai, mereka hijarah ke kesultanan kutai karena tidak

mau tunduk terhadap perjanjian bongaya, karena kesultanan gowa telah

takluk akibat serangan pasukan belanda.32

Atas kesepakatan dan perjanjian bahwa orang-orang bugis wajo akan

membantu kepentingan raja kutai, terutama dari menghadapi musuh, maka

diberikanlah lokasi perkampungan di sekitar kampung melantai, yang

merupakan sebuah daerah rendah yang baik untuk usaha pertanian, perikanan

dan perdagangan, namun karena daerah ini menimbulkan kesulitan dalam

pelayaran karena daerah yang harus berputar (berulak) dengan banyak

kotoran sungai, maka kemudian sultan yang dipertuan kerajaan kutai

kartanegara memerintahkan Pua Ado bersama pengikutnya yang berasal dari

32 http://www.diansapta.blogspot.com, Asal-Usul Kota Samarinda, diakses tanggal 22 Juni 2013

Page 19: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

19

sulawesi untuk membuka perkampungan di daerah tanah rendah. Maksud dan

tujuan dari kesultanan kutai untuk membuka perkampungan tersebut adalah

untuk sebagai pertahanan dari serangan bajak laut asal Filipina yang sering

melakukan perampokan di wilayah pantai kerajaan kutai kartanegara, selain

itu tujuan kesultanan kutai kartanegara membuka lahan perkampungan

tersebut ialah untuk memberikan suaka kepada masyarakat bugis akibat

peperangan di daerah asal mereka, tempat inilah yang kemudian diberi nama

oleh sultan kutai “sama rendah”, yang bermakna bahwa antara penduduk asli

dan pendatang berderajat sama dan tidak ada pembedaan antara orang bugis,

kutai, dan banjar serta suku-suku lainnya.33

Dari istilah inilah kemudian melahirkan lokasi pemukiman baru yakni

“samarenda” atau lama-kelamaan menjadi ejaan “samarinda”, yang sesuai

dengan keadaaan lahan atau lokasi yang terdiri atas dataran rendah dan daerah

persawahan yang subur.

2. Gambaran Umum Kota Samarinda

Kota Samarinda sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim)

memiliki luasan wilayah sebesar 71.800 Ha (sama dengan 718 km2). Kota

Samarinda merupakan salah satu diantara 14 kabupaten/kota yang berada

dalam wilayah Provinsi Kaltim, serta berbatasan langsung dengan Kabupaten

Kutai Kartanegara. Kota Samarinda dilalui oleh sungai Mahakam yang

merupakan sungai terpanjang di Kaltim dengan lebar antara 300-500 meter

dan panjang mencapai 920 km.34

33 ibid34 Bappeda Kota Samarinda, “Profil Daerah Kota Samarinda”, dalam http//www.

bappedasamarinda.co.id, diakses tanggal 22 Juni 2013

Page 20: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

20

Secara astronomis, Kota Samarinda terletak pada posisi antara

117003’00”– 117018’14” Bujur Timur dan 00019’02” – 00042’34” Lintang

Selatan. Pada tahun 2011, suhu di Kota Samarinda berkisar antara 22,20C

sampai 34,80C dengan kelembaban udara berada pada 75% sampai 94%.

Curah hujan pada tahun 2011 tergolong tinggi, curah hujan tertinggi berada

pada bulan Mei sebesar 388,6 mm dan terendah berada pada bulan Juni

sebesar 95,2 mm. Kota Samarinda beriklim Tropica Humida yaitu memiliki

iklim musim penghujan dan musim kemarau. Namun pada tahun-tahun

terakhir ini, keadaan musim tidak menentu, pada bulan-bulan yang

seharusnya turun hujan dalam kenyataanya tidak ada hujan sama sekali

ataupun sebaliknya.35

Wilayah administratif kota samarinda berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 38 Tahun 1996 telah mengalami pemekaran dari yang semula terdiri

dari 4 (empat) kecamatan menjadi 6 (enam) kecamatan, dan pada tahun 2010

dilakukan pemekaran kembali menjadi 10 kecamatan yakni, Kecamatan

Samarinda Ilir, Kecamatan Ulu, Kecamatan Samarinda Utara, Kecamatan

Samarinda Seberang, Kecamatan Sungai Kunjang, Kecamatan Palaran,

Kecamatan Loa Janan Ilir, Kecamatan Samarinda Kota, Kecamatan

Sambutan, Kecamatan Sungai Pinang.36

Secara geografis Kota Samarinda memiliki wilayah yang berbatasan

dengan wilayah Kutai Kartanegara antara lain sebagai berikut :37

35 Ibid36 http://www.samarindakota.go.id//lima-prinsip, diakses tanggal 22 Juni 201337 http://www.samarindakota.go.id//dinas-pertambangan samarinda, diakses tanggal 22 juni

2013

Page 21: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

21

- Sebelah Utara : Kec. Muara Badak

- Sebelah Timur : Kec. Anggana

- Sebelah Selatan : Kec. Sanga-Sanga

- Sebelah Barat : Kec. Loa Janan dan Loa Kulu

Dari segi kependudukan yang di mana faktor laju pertumbuhan penduduk

saat ini menjadi prioritas pemerintah kota samarinda, karena laju

pertumbuhan penduduk yang linier dengan angka kemiskinan atau

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan data BPS,38 tahun 2011 jumlah penduduk Kota Samarinda

terjadi peningkatan sebesar 28.130 jiwa dari tahun 2010 menjadi 755.630

jiwa dengan kepadatan berkisar 1.052 jiwa/km2. Terhitung dalam kurun

waktu 2000- 2011 pertumbuhan penduduk Kota Samarinda sebesar 3,43 %.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya daya tarik lokal Provinsi

Kalimantan Timur (Kaltim) yang memiliki sumber daya alam berlimpah,

sehingga mendorong penduduk luar daerah untuk migrasi ke Kalimantan

Timur di mana sebagian besar memilih untuk berdomisili di ibu kota provinsi

yaitu Samarinda.

3. Potensi Sumber Daya Batu Bara Kota Samarinda

Usaha pertambangan di Kalimantan saat ini sedang mencapai puncak

kejayaan, hal ini dapat dilihat dari pesatnya perkembangan perusahaan yang

melakukan eksplorasi di wilayah Kalimantan Timur, khususnya Kota

Samarinda sektoral pertambangan merupakan sektor yang mendominasi

dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda selain perdagangan

38 Bappeda Kota Samarinda, Ibid

Page 22: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

22

dan jasa. Perkembangan sektoral pertambangan di Kota Samarinda ini

mengakibatkan Samarinda menjadi satu-satunya ibukota Provinsi yang

menjadi kota tambang, di mana hampir tiga perempat wilayah Kota

Samarinda sudah ditetapkan menjadi wilayah izin usaha pertambangan

(WIUP), atau setidaknya terdapat 68 perusahaan tambang yang beroperasi di

wilayah kota samarinda, di mana 63 izin dikeluarkan oleh pemerintah Kota

Samarinda, dan 1 perusahaan dikeluarkan izinnya oleh pemerintah Provinsi,

dan 4 lainnya oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).39

Perhitungan Sumber daya batu bara di daerah kota Samarinda didasarkan

hasil korelasi dan interpretasi data pemboran dan singkapan batu bara serta

kondisi topografinya. Penyebaran lapisan batu bara yang relatif stabil dan

menerus, maka sumberdaya batu bara dihitung dengan cara sederhana, yaitu

luas penyebaran batu bara dikalikan dengan ketebalan batu bara (rata-rata)

serta berat jenisnya (rata-rata), dengan memperhitungkan kemiringan lapisan

batu bara. Perhitungan dilakukan berdasarkan kedalaman batu bara dari

lapisan batu bara rata-rata permukaan tanah ke arah kemiringan batu bara,

yaitu untuk kedalaman vertikal 25 meter, 50 meter dan 75 meter. Berdasarkan

perhitungan tersebut potensi batu bara yang ada di Kota Samarinda dapat di

tampilkan ke dalam grafik berikut :40

39 Siti Kotijah, Pengaturan Hukum Lingkungan Dalam Pengelolaan Usaha Pertambangan Batu Bara di Kota Samarinda, dalam http://www.kotijah.blogspot.com, diakses tanggal 18 Juni 2013

40 http://www.samarindakota.go.id//Potensi Pertambangan Samarinda, diakses tanggal 22 juni 2013

Page 23: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

23

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa Kota Samarinda Memiliki

potensi batu bara yang cukup berlimpah, namun dalam perjalanan kota

samarinda, potensi batu bara yang melimpah ini belum mampu memberikan

sebuah dampak positif bagi masyarakat Kota Samarinda, hal ini dikarenakan

pendapatan daerah dari sektoral pertambangan ini masih jauh di bawah biaya

yang dibutuhkan untuk menanggulangi efek yang ditimbulkan dari eksplorasi

batu bara di Kota Samarinda.41

H. HASIL TEMUAN DAN ANALISIS

1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Munculnya “Obral Izin”

Pertambangan Pasca Pemilukada dalam Era Otonomi Daera di Kota

Samarinda

Penerapan otonomi daerah dewasa ini telah membuka ruang bagi

pemerintah daerah untuk mengurusi sendiri rumah tangganya, termasuk

dalam hal perizinan yang terkait dengan izin pertambangan, dengan desain

desentralisasi ini akhirnya telah berimplikasi pada, terbukanya sebuah ruang

yang spesifik kepada birokrasi pemerintah daerah untuk berkreasi dan

berinovasi dalam akselearasi pembangunan wilayahnya.

41 Abu Meridian, et.al., Mautnya Batu Bara: Pengerukan Batu Bara & Generasi Suram Kalimantan (Jakarta, 2010), hlm. 24-25

Grafik I : Potensi Batu Bara Kota Samarinda

Page 24: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

24

Salah satu fenomena yang kemudian muncul akibat adanya sebuah

kewenangan yang begitu besar dari daerah, ialah munculnya “obral izin”

pertambangan, salah satu daerah yang menjadi objek penelitian dalam tulisan

ini ialah Kota Samarinda, yang sekarang telah berubah wajah menjadi satu-

satunya kota yang terdapat begitu banyak aktifitas tambang di dalam kota, hal

ini tentunya memberikan sebuah identitas baru bagi kota samarinda, selain

sebagai Kota Tepian (Teduh, Rapi, Aman, dan Nyaman), juga sebagai sebuah

kota “wisata pertambangan”, istilah ini tidaklah serta merta penulis

munculkan begitu saja, tetapi hal ini merupakan sebuah fakta di mana

wilayah Kota Samarinda saat ini telah dikepung oleh 68 izin kegiatan

pertambangan batu bara, yang jelas sangat berdampak luar biasa bagi

lingkungan.

Salah satu dampak yang sangat nyata terlihat ialah semakin sering

terjadinya banjir di Kota Samarinda, ketika intensitas curah hujan meningkat,

titik-tik banjir pun semakin banyak seperti di wilayah bundaran Mall

Lembuswana, Jalan DI. Panjaitan, Jalan M. Yamin, dan termasuk di

lingkungan kampus Universitas Mulawarman Jalan Gunung Kelua.42 Dampak

lain yang juga dirasakan dengan begitu banyaknya aktifitas pertambangan di

Kota Samarinda menurut salah satu simpatisan JATAM (Jaringan Avokasi

Tambang) Kota Samarinda ialah mulai menurunya kualitas air sungai, danau,

dan rawa, serta juga berdampak langsung kepada pencemaran lahan pertanian

42 Hasil pengamatan yang penulis lakukan di Kota Samarinda, dalam medio Juli-Agustus 2013

Page 25: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

25

dan tambak warga,43 kemudian terkait dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi munculnya fenomena “obral izin” pertambangan di Kota

Samarinda, menurutnya hal ini dipengaruhi oleh lemahnya ketegasan dari

pihak pemerintah Kota Samarinda untuk membentuk sebuah sistem kelola

perizinan pertambangan secara terpadu dan berpihak kepada penciptaan

kesejahteraan masyarakat, di mana sejatinya pertambangan merupakan salah

satu aktifitas untuk mensejahterakan masyarakat, namun dengan terjadinya

sebuah salah kelola dalam pertambangan, maka hal ini akan dapat berdampak

negatif kepada masyarakat, dan akan cenderung menimbulkan sebuah konflik

horizintal.

Salah satu fakta unik yang dapat ditelusuri terkait dengan munculnya

fenomena “obral izin” pertambangan di Kota Samarinda, ialah dapat di lihat

dalam visi dan misi Kota Samarinda yaitu, “terwujudnya Kota Samarinda

Kota Metropolitan yang berbasis industri, perdagangan dan jasa yang maju,

berwawasan lingkungan dan hijau, serta mempunyai keunggulan daya saing

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat”, dan untuk mewujudkan visi

tersebut salah satu misi yang dikedepankan ialah salah satunya dengan

“meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan income percapita”.44

Dari visi dan misi di atas dapat terlihat bahwa maraknya “obral izin”

pertambangan ini seolah-olah dipengaruhi oleh adanya sebuah usaha

pencapaian pendapatan asli daerah (PAD) yang sebesar-besarnya, namun jika

kita mampu melihat secara jeli persoalan ini, maka tidaklah semata-mata hal

43 Diskusi yang dilakukan dengan Bayu Setyo Nugroho, salah satu simpatisan JATAM (Jaringan Advokasi Tambang)

44 Termuat dalam visi dan misi Kota Samarinda, dalam penelusuran di Balai Kota Samarinda.

Page 26: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

26

ini didominasi oleh keinginan peningkatan PAD, tetapai ketika dilihat dari

besaran kontribusi sektor pertambangan batu bara terhadap perekonomian

Kota Samarinda yang ternyata justru relatif kecil yakni hanyalah 6,3% dari

total pendapatan domestik regional bruto (PDRB), sektor yang paling besar

memberikan kontribusi terhadap PDRB Kota Samarinda ialah dari sektor

perdagangan/hotel dan pariwisata sebesar 28%, industri pengolahan sebesar

20%, jasa sebesar 12%,45 dengan adanya fakta ini maka kemudian dapat

disimpulkan bahwa munculnya fenomena “obral izin” pertambangan di Kota

Samarinda tidaklah didominasi oleh keinginan untuk meningkatkan PAD,

tetapi lebih didominasi oleh adanya sebuah konsensus politik yang dibangun

sebelum pelaksanaan pilkada di Kota Samarinda khususnya, dan Provinsi

Kalimantan Timur pada umumnya, sehingga dengan demikian terjadilah

sebuah kondisi di mana pemerintah kemudian didikte oleh para investor

dalam hal peneribitan izin pertambangan, yang ternyata hal ini juga tidak

dibarengi dengan adanya sebuah instrumen perizinan yang benar-benar

mengedepankan konsep berwawasan lingkungan sebagaimana yang tertuang

dalam visi dan misi Kota Samarinda.

Selain adanya konsensus politik yang dibangun sebelum pilkada,

fenomena “obral izin” pertambangan ini juga muncul dari kurangnya

kebijaksanaan dari pemerintah Kota Samarinda dalam melakukan verifikasi

kemampuan investor, kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam

konteks pertambangan, data kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), serta

45 Diambil dari data Pendapatan Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Periode 2006-2010

Page 27: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

27

kemampuan analisa perusahaan.46 Hal ini di dukung dengan begitu banyaknya

izin pertambangan yang bermasalah di Kota Samarinda, dan berujung kepada

sebuah pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP), berdasarkan data yang

didapatkan dari Pemerintah Kota Samarinda terkait dengan evaluasi

Pengawasan Pertambangan Batu Bara, terdapat 10 perusahaan yang

mendapatkan peringatan tertulis, dan 2 perusahaan dihentikan sementara

kegiatannya, serta 1 perusahaan direkomendasikan untuk dicabut izin

lingkungannya, yang setelah melewati proses administrasi selanjutnya dapat

berkembang ke proses pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP).47

Dari pemaparan di atas secara umum faktor yang dominan dalam

mempengaruhi munculnya fenomena “obral izin” pertambangan di Kota

Samarinda ialah, dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yakni, faktor

internal yang merupakan faktor yang berasal dari pemerintah dalam

menjalankan sebuah instrumen pemerintahan, yang pertama ialah adanya

salah kelola dalam pelaksanaan esensial Otonomi Daerah, terutama dalam hal

pengelolaan instrumen perizinan terpadu dalam bidang pertambangan, yang

di mana sistem perizinan yang dijalankan cenderung mengabaikan

kepentingan masyarakat, dan dampak sosial ekonomi serta lingkungan dari

adanya aktifitas pertambangan yang begitu besar di Kota Samarinda, yang

kedua ialah kurangnya kebijaksanaan dari pemerintah kota samarinda untuk

mempertegas pengeluaran izin usaha pertambangan (IUP) bagi sebuah

46 Diolah dari hasil studi lapangan dengan metode diskusi dengan stake holder terkait dengan permasalahan “obral izin” pertambangan di Kota Samarinda

47 Pemerintah Kota Samarinda, Hasil evaluasi bulanan pengawasan Pertambangan Batu Bara Kota Samarinda Tahun 2013

Page 28: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

28

perusahaan, dan lebih bisa menilai apakah izin yang akan dikeluarkan

nantinya akan mampu mendorong laju tingkat perekonomian bagi Kota

Samarinda. Selanjutnya faktor eksternal yang merupakan faktor yang berasal

dari luar pemerintah yang secara langsung turut serta mempengaruhi kinerja

pemerintah, yakni terbangunnya sebuah konsensus politik sebelum

pelaksanaan pilkada di Kota Samarinda pada khususnya dan Provinsi

Kalimantan Timur pada umumnya, sehingga hal ini menyebabkan terdiktenya

pemerintah oleh para pihak investor, yang mengakibatkan tangan dan kaki

pemerintah sangat terikat oleh konsensus politik yang ada, sehingga akhirnya

berujung kepada tidak efektifnya pelaksanaan otonomi daerah di Kota

Samarinda, terutama dalam hal perizinan pertambangan, yang berimplikasi

secara langsung terhadap kurang maksimalnya pencapaian perbaikan tingkat

kesejahteraan masyarakat Kota Samarinda.

2. Penegakan Hukum Terhadap Munculnya Fenomena “obral izin”

Pertambangan Pasca Pemilukada dalam Era Otonomi Daera di Kota

Samarinda

Sebagaimana diketahui bahwa esensial dari pelaksanaan otonomi daerah

ialah untuk mampu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat daerah,

sehingga dengan adanya hal ini, maka sistem perizinan dalam bidang

pertambangan seharusnya mampu memainkan sebuah peran penting dalam

Page 29: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

29

upaya menarik investor untuk menanamkan modalnya, sehingga sangatlah

perlu didukung dengan adanya sebuah format regulasi yang benar-benar

mampu menjaga kualitas izin yang dikeluarkan, guna mencegah dampak

negatif dari adanya aktifitas pertambangan di Kota Samarinda.

Terkait dengan adanya fenomena “obral izin” pertambangan di Kota

Samarinda, bentuk penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah Kota

Samarinda ialah dengan melakukan sebuah upaya pereventif dengan cara

melakukan penyuluhan, pemantauan, dan penggunaan wewenang yang

sifatnya pengawasan secara aktif, yang diwujudkan melalui sosialisasi

penataan perundang-undangan berkaitan dengan baku mutu limbah, emisi

udara, dan limbah B3, serta pelaksanan penilaian Program Peringkat Kinerja

Perusahaan Pertambangan Batu Bara (PROPER Batu Bara) terhadap

perusahaan yang telah melakukan eksploitasi, kemudian bentuk penegakan

hukum secara represif yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Samarinda ialah

berupa tindakan represif terhadap perusahaan pertambangan yakni berupa

sanksi administratif sebagaimana yang tertuang dalam pasal 76 UU No. 39

Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), yang

kemudian dapat berujung terhadap pencabutan Izin Usaha Pertambangan

(IUP).

Namun berdasarkan fakta yang dihimpun, penegakan hukum yang

dilakukan dalam upaya mencegah adanya fenomena “obral izin”

pertambangan di Kota Samarinda ternyata masih dilakukan setengah hati, di

mana belum nampak ketegasan dari pemerintah untuk menertibkan usaha

Page 30: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

30

pertambangan tersebut, dan seolah-oalah hanya memberikan peringatan

kepada para perusahaan tambang tanpa adanya sebuah usaha untuk

menertibkan penerbitan izin usaha pertambangan, hal ini dibuktikan dengan

semakin meningkatnya Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan

pasca pemilukada, yang di tengarai hal ini ialah sebuah bentuk upaya

pengembalian cost biaya politik yang telah dikeluarkan selama pemilukada.

Dengan demikian maka sangatlah diperlukan sebuah kebijaksanaan dari pihak

pemerintah Kota Samarinda untuk mampu bersikap tegas dalam melakukan

penegakan hukum terhadap maraknya “obral izin” pertambangan, melalui

sebuah format tata kelola tepadu dalam hal penerbitan izin pertambangan,

serta menerpakan formulasi sanksi yang nyata dan tegas dalam menindak

perusahaan yang tidak mengindahkan prosedur dalam pelaksanaan aktifitas

pertambangan di Kota Samarinda. Hal ini dilakukan untuk dapat

mengembalikan esensial dari pelaksanaan otonomi daerah yakni penciptaan

kesejahteraan yang merata bagi masyarakat daerah, sehingga dengan adanya

pertambangan akan mampu memberikan sebuah angin positif bagi perbaikan

kesejahteraan masyarakat, dan bukan malah sebaliknya justru cenderung

menyengsarakan masyarakat.

I. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Dari pemaparan singkat sebelumnya terkait dengan munculnya fenomena

“obral izin” pertambangan di Kota Samarinda, dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

Page 31: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

31

a. Faktor-Faktor yang mempengaruhi munculnya fenomena “obral izin”

pertambangan pasca pemilukada dalam era otonomi daerah di Kota

Samarinda ialah dipengaruhi oleh 2 faktor, yakni faktor internal dan

ekstenal, di mana faktor internal yang mempengaruhi ialah, yang

pertama adanya salah kelola dalam pelaksanaan esensial Otonomi

Daerah, terutama dalam hal pengelolaan instrumen perizinan terpadu

dalam bidang pertambangan, kedua ialah kurangnya kebijaksanaan dari

pemerintah kota samarinda untuk mempertegas pengeluaran izin usaha

pertambangan (IUP) bagi sebuah perusahaan. Faktor eksternal yang

mempengaruhi ialah terbangunnya sebuah konsensus politik sebelum

pelaksanaan pilkada di Kota Samarinda pada khususnya dan Provinsi

Kalimantan Timur pada umumnya, sehingga hal ini menyebabkan

terdiktenya pemerintah oleh para pihak investor, yang akhirnya

berimplikasi langsung terhadap munculnya fenomena “obral izin”

pertambangan di Kota Samarinda.

b. Penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah Kota Samarinda

terhadap munculnya fenomena “obral izin” pertambangan ialah dengan

melakukan sebuah upaya preventif berupa melakukan penyuluhan,

pemantauan, dan penggunaan wewenang yang sifatnya pengawasan

secara aktif, kemudian penegakan hukum yang dilakukan secara

represif ialah berupa tindakan represif terhadap perusahaan

pertambangan yakni berupa sanksi administratif, mulai dari pencabutan

izin lingkungan, hingga pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP),

Page 32: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

32

namun penegakan hukum tersebut masih dilakukan setengah hati , di

mana belum nampaknya sebuah ketegasan dari pemerintah Kota

Samarinda dalam menertibkan fenomena tersebut.

2. Rekomendasi

Melihat pentingnya permasalahan “obral izin” pertambangan pasca

pemilukada di Kota Samarinda ini, maka penulis merasa penting untuk

mengajukan rekomendasi, yang dapat dijadikan pertimbangan dalam

menyelesaikan permasalahan tersebut, yakni sebagai berikut:

a. Perlu adanya sebuah regulasi yang mengatur secara rinci tentang

pelaksanaan pertambangan di Kota Samarinda yang juga

mengakomodir aspek-aspek sumber daya manusi (SDM), serta sarana

dan prasarana dalam aktifitas pertambangan di Kota Samarinda.

b. Perlu dibuka kembali sebuah wacana perbaikan dalam sistem perizinan

pertambangan dalam era otonomi daerah, yang melibatkan peran serta

pemerintah pusat dalam hal penerbitan izin pertambangan, guna

mengontrol terjadinya sebuah fenomena “obral izin” di bidang

pertambangan, sehingga batu bara sebagai sebuah sumber daya alam

dapat membawa berkah positif bagi masyarakat dan bukan melahirkan

penjajahan secara terbuka pada masyarakat.

Page 33: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

33

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU :

Fatah, Eep Saefulloh. 2000. Zaman Kesempatan: Agenda-Agenda Besar Demokratisasi Pasca Orde Baru, Bandung; Mizan.

Joeniarto. 1992. Perkembangan Pemerintah Lokal. Jakarta; Bina Aksara.

M. Hadjon, Philipus (ed). 1993. Pengantar Hukum Perizinan. Surabaya: Penerbit Yuridika.

Meridian, Abu. et.al.. 2010. Mautnya Batu Bara: Pengerukan Batu Bara &

Generasi Suram Kalimantan. Jakarta: Jaringan Advokasi Tambang

Page 34: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

34

Muslimin, Amrah, 1986. Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah. Bandung: Alumni.

Salim HS, H, 2007. Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta; Rajawali Pers.

Soekanto, Soerjono, 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta; UI Press.

Soemitro, Rony Hanitijo, 1990. Metode Penelitian dan Jurimetri, Jakarta; Ghalia Indonesia.

Soejito, Irawan. 1990. Hubungan Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sri Pudyatmoko, Y, 2009. Perizinan: Problem dan Upaya Pembenahan, Jakarta, Grasindo.

Sukandarrumidi. 1999. Bahan Galian Industri. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Sunggono, Bambang, 2012. Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Rajawali Pers

MAKALAH, LAPORAN PENELITIAN, & JURNAL ILMIAH :

Fatkhurohman dan Sirajuddin, 2005. Reading Material Hukum Administrasi Negara, “Organisasi Administrasi Negara”, (Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang).

Marilang. 2011. Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang, Jurnal Al-Risalah, Vol.11 No.1, Mei 2011.

Saleh, Luluk. 2010. Keterbukaan Informasi Publik: Perangkat Baru Menciptakan Good Governance dalam Pemerintahan Lokal. Jurnal Konstitusi, Universitas Widyagama Malang,Vol III No. 1, Juni 2010.

Sirajuddin. 2009 Konsepsi dan Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah Dalam UUD 1945 Pasca Amandemen. (Makalah dalam Seminar Pemahaman Kecakapan Konstitusi, Malang, 31 Oktober 2009).

WEBSITE :

Iwan Satriawan, Penguatan DPD: Proporsionalitas Perwakilan Politik dan Perwakilan Daerah, dalam http//www.google.com//Sistem Pemerintahan Daerah, Diakses Tanggal 6 Mei 2013

Siti Kotijah, Pengaturan Hukum Lingkungan Dalam Pengelolaan Usaha Pertambangan Batu Bara di Kota Samarinda, dalam http://www.kotijah.blogspot.com, diakses tanggal 18 Juni 2013

Page 35: Obral Izin Pertambangan Batu Bara Samarinda- Syam Hadijanto FH UWG Malang

35

Bappeda Kota Samarinda, “Profil Daerah Kota Samarinda”, dalam http//www. bappedasamarinda.co.id, diakses tanggal 22 Juni 2013

http://green.kompasiana.com/penghijauan,otonomi daerah menteri makin tak bertaji, diakses tanggal 2 Mei 2013.

http://news.detik.com/samarinda dikepung tambang batu bara wali kota akan digugat, diakses tanggal 3 Mei 2013.

http://rhadenfatul.blogspot.com/2012/11/1-masalah-pertambanganbatubara.html, diakses tanggal 5 Juni 2013

http://www.samarindakota.go.id//Potensi Pertambangan Samarinda, diakses tanggal 22 juni 2013

http://www.samarindakota.go.id//lima-prinsip, diakses tanggal 22 Juni 2013

http://www.samarindakota.go.id//dinas-pertambangan samarinda, diakses tanggal 22 juni 2013

http://www.diansapta.blogspot.com, Asal-Usul Kota Samarinda, diakses tanggal 22 Juni 2013

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah