jurnal syam- obral izin pertambangan di samarinda

30
KAJIAN SOSIO-YURIDIS TERHADAP MUNCULNYA “OBRAL IZIN” PERTAMBANGAN PASCA PEMILUKADA DALAM ERA OTONOMI DAERAH (Studi di Kawasan Pertambangan Batu Bara Kota Samarinda) Syam Hadijanto Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang [email protected] ABSTRAK Kota Samarinda merupakan satu-satunya kota yang memiliki aktifitas pertambangan di tengah kota, hal ini diakibatkan munculnya fenomena “obral izin” pertambangan batu bara pasca pemilukada di Kota Samarinda, sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya “obral izin” pertambangan, serta penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah Kota Samarinda. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini ialah bahwa faktor yang mendominasi munculnya “obral izin” pertambangan di kota berupa faktor internal dan eksternal, yakni terdapatnya salah kelola pelaksanaan otonomi daerah, dan kurangnya ketegasan dari pihak pemerintah dalam pengeluaran izin usaha pertambangan, serta telah terbangunnya konsensus politik sebelum pelaksanaan pemilukada. dan terkait dengan penegakan hukum yang dilakukan, masih bersifat reaksionir dan tidak berupaya untuk mencegah munculnya “obral izin” pertambangan di Kota Samarinda. Kata Kunci : Obral Izin, Pertambangan, Pemilukada, Otonomi Daerah 1

Upload: syam-hadijanto

Post on 31-Dec-2015

271 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Probelematika dan Solusi

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

KAJIAN SOSIO-YURIDIS TERHADAP MUNCULNYA “OBRAL IZIN”

PERTAMBANGAN PASCA PEMILUKADA DALAM ERA OTONOMI DAERAH

(Studi di Kawasan Pertambangan Batu Bara Kota Samarinda)

Syam Hadijanto

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang

[email protected]

ABSTRAK

Kota Samarinda merupakan satu-satunya kota yang memiliki aktifitas pertambangan di

tengah kota, hal ini diakibatkan munculnya fenomena “obral izin” pertambangan batu bara

pasca pemilukada di Kota Samarinda, sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap

masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi

munculnya “obral izin” pertambangan, serta penegakan hukum yang dilakukan oleh

pemerintah Kota Samarinda. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini ialah bahwa faktor yang

mendominasi munculnya “obral izin” pertambangan di kota berupa faktor internal dan

eksternal, yakni terdapatnya salah kelola pelaksanaan otonomi daerah, dan kurangnya

ketegasan dari pihak pemerintah dalam pengeluaran izin usaha pertambangan, serta telah

terbangunnya konsensus politik sebelum pelaksanaan pemilukada. dan terkait dengan

penegakan hukum yang dilakukan, masih bersifat reaksionir dan tidak berupaya untuk

mencegah munculnya “obral izin” pertambangan di Kota Samarinda.

Kata Kunci : Obral Izin, Pertambangan, Pemilukada, Otonomi Daerah

PENDAHULUAN

Pasca bergulirnya reformasi yang digelorakan pada tanggal 21 Mei 1998,1 yang

menitikberatkan kepada aspirasi daerah, yang selama ini terbendung oleh rezim pemerintahan

orde baru yang sentralistik, akhirnya mampu menciptakan sebuah format baru dalam sturktur

ketatanegaraan di Indonesia, yakni melalui lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Otonomi Daerah yang bertujuan untuk lebih meningkatkan pelayanan serta peran

serta masyarakat daerah dalam upaya pemerataan kesejahteraan masyarakat secara merata.2

Dalam pelaksanaan otonomi daerah yang pada esensinya ialah memberikan kesempatan

kepada daerah untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan melalui otonomi seluas-luasnya,

1 Eep Saefulloh Fatah, Zaman Kesempatan: Agenda-Agenda Besar Demokratisasi Pasca Orde Baru (Bandung, 2000), hlm. xxv

2 Lihat Konsideran Menimbang huruf (a) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah

1

Page 2: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

maka seyogyanya pasca pelaksanaan otonomi daerah ini akan mampu memberikan sebuah

peningkatan yang lebih baik bagi kesejahteraan masyarakat, namun fakta yang ada cenderung

bertentangan, di mana pasca pelaksanaan otonomi daerah yang terjadi ialah meningkatnya

tindakan kesewenang-wenangan pemerintah daerah untuk menarik dana sebesar-besarnya

tanpa memperhatikan kondisi daerahnya.3 Khusus dalam bidang pertambangan, yang di mana

merupakan salah satu bidang dalam investasi yang diatur dalam pasal 33 ayat (3) Undang-

Undang Dasar 1945 yang menyebutkan sebagai berikut :“Bumi air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.”

Melihat rumusan di atas maka bentuk penguasaan negara terhadap kekayaan sumber

daya alam ini merupakan sebuah wewenang yang berisi wewenang untuk mengatur,

mengurus, dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan, serta berisi kewajiban untuk

mempergunakaannya sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,4 maka sudah seharusnya

pengelolaan sumber daya pertambangan ini dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Pasca penerapan otonomi daerah kebijakan pengelolaan sumber daya alam tidaklah lagi

menjadi monopoli dari pemerintah pusat, karena melalui penerapan otonomi daerah ini

sebagian kewenangan dalam pengelolaan sumber daya alam telah dialihkan dari pemerintah

pusat kepada pemerintah daerah, sehingga di dalam pengelolaan tersebut pemerintah daerah

dapat melakukannya sendiri dan/atau menunjuk kontraktor, yang di mana kedudukan

pemerintah adalah sebagai pemberi izin kepada kontraktor yang bersangkutan, dalam bentuk

kuasa pertambangan, kontrak karya, perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara,

dan kontrak production sharing.5 Selain kewenangan pengelolaan sumber daya alam yang

telah menjadi kewenangan pemerintah daerah, terkait dengan pemberian izin pertambangan

pasca otonomi daerah juga tidak lagi menjadi kewenangan dari Menteri Energi dan Sumber

Daya Mineral semata-mata, tetapi kini telah menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan

kabupaten/kota, yang dalam hal ini ialah gubernur dan bupati/walikota,6 maka dengan begitu

besarnya kewenangan yang dimiliki oleh daerah dalam mengurusi sendiri pemerintahannya,

seharusnya hal ini pun semakin mendekatkan tujuan utama yang dicanangkan di dalam

pembukaan Undang-Undang dasar 1945 yakni untuk memajukan kesejahteraan umum dan

bukan sebaliknya malah menciptakan kesengsaraan kepada masyarakat, salah satu

3 http://green.kompasiana.com/penghijauan,otonomi daerah menteri makin tak bertaji, diakses tanggal 2 Mei 2013

4 H. Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia (Jakarta, 2007), hlm. 15 Ibid, hlm. 1-26 Ibid., hlm. 3

2

Page 3: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

permasalahan yang muncul terkait kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan

sumber daya alam ialah munculnya “obral izin” pertambangan yang mengabaikan

kepentingan rakyat dan cenderung menimbulkan bentuk penjajahan baru dalam pemanfaatan

sumber daya alam.

Fakta mengenai keberadaan “obral izin” pertambangan ini dapat dilihat dari fenomena

yang terjadi di Kota Samarinda yang memiliki potensi pertambangan dalam bahan galian

strategis (golongan A) dan golongan C, di mana saat ini Kota Samarinda telah dikepung oleh

68 izin kegiatan pertambangan batu bara,7 yang ternyata tidak memberikan sebuah

peningkatan terhadap kesejahteraan masyarakat. Dari fakta ini seolah memperlihatkan sisi

gelap dari pelaksanaan otonomi daerah terkait dengan penerbitan izin pertambangan yang

begitu mudahnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah tanpa mempertimbangkan dampak

negatifnya terhadap masyarakat dan cenderung keluar dari tujuan esensial sistem perizinan

yang menitikberatkan kepada upaya pengendalian/pengarahan, pencegahan bahaya

lingkungan, serta melindungi objek-objek tertentu.8 Dengan munculnya fenomena “obral

izin” pertambangan ini, maka sangatlah diperlukan sebuah upaya perbaikan baik dari segi

formulasi regulasi dan kebijakan, serta perlunya sebuah perbaikan dalam konsepsi

pelaksanaan otonomi daerah, sehingga melalui pelaksanaan otonomi daerah dengan

demokrasi yang sesungguhnya mampu melahirkan pemimpin yang kaki dan tangannya tidak

terikat oleh kesepakatan-kesepakatan yang telah dibangun sebelumnya dan mampu

memperjuangkan kepentingan rakyat.

Beranjak dari pemaparan mengenai munculnya “obral izin” pertambangan ini, maka

penulis merasa perlu untuk melakukan sebuah kajian terhadap faktor pendorong terjadinya

“obral izin” pertambangan yang terjadi di Kota Samarinda, agar dapat menciptakan sebuah

mekanisme perizinan pertambangan yang berpihak kepada masyarakat, serta dapat

memberikan sebuah pemahaman yang sesungguhnya terkait pelaksanaan otonomi daerah. Hal

inilah yang kemudian mendasari penulis untuk mengangkat permasalahan tersebut dengan

judul Kajian Sosio-Yuridis Terhadap Munculnya “Obral Izin” Pertambangan Pasca

Pemilukada Dalam Era Otonomi Daerah (Studi di Kawasan Pertambangan Batu Bara

Kota Samarinda).

7 http://news.detik.com/samarinda dikepung tambang batu bara wali kota akan digugat, diakses tanggal 3 Mei 2013

8 Y. Sri Pudyatmoko, Perizinan: Problem dan Upaya Pembenahan (Jakarta, 2009), hlm. 11

3

Page 4: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

RUMUSAN MASALAH

Bertolak pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini

terdapat beberapa permasalahan pokok yang akan diteliti, yang kemudian dirumuskan

sebagai berikut :

a. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi munculnya “obral izin” pertambangan

pasca pemilukada dalam otonomi daerah di Kota Samarinda ?

b. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap munculnya “obral izin” pertambangan

pasca pemilukada dalam otonomi daerah di Kota Samarinda ?

TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas maka tujuan yang hendak dicapai di dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya

“obral izin” pertambangan pasca pemilukada dalam otonomi daerah di Kota

Samarinda.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis penegakan hukum terhadap munculnya “obral

izin” pertambangan pasca pemilukada dalam otonomi daerah di Kota Samarinda.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian yuridis

sosiologis yang merupakan penelitian untuk menemukan teori-teori mengenai proses

terjadinya dan proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat,9 karena itu metode ini

menekankan pada data-data primer yaitu persoalan-persoalan yang dianalisis dalam

hubungannya dengan realita empiris yang berupa hubungan timbal balik antara hukum

dengan realita yang ada.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer dan data sekunder,

yang di mana data primer ini merupakan data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti

dari obyek penelitian, yang dilakukan dengan cara observasi/pengamatan secara langsung

(field reaserch), dan interview atau diskusi secara mendalam dengan stake holder terkait.

Data sekunder dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung oleh

peneliti, baik berupa peraturan perundang-undangan, internet maupun bentuk lain yang

berupa dokumen yang terkait guna melengkapi data primer yang sudah diperoleh, yang

dilakukan dengan studi kepustakaan (library reaserch), yaitu peneliti mengumpulkan bahan-

bahan hukum dari berbagai kepustakaan yang terkait dengan penelitian ini. Sedangkan

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif kualitatif, yang

9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta, 2012), hlm. 42

4

Page 5: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara

berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara

deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat

memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

A.1. Sejarah Kota Samarinda

Samarinda sebagai sebuah kota yang berdiri saat ini, memiliki altar sejarah yang di mana

kota samarinda merupakan bagian atau salah satu wilayah dari kesultanan kutai kartanegara

ing martadipura, di wilayah tersebut belum ada sebuah desa maupun kota, karena di wilayah

tersebut merupakan lahan persawahan dan perladangan beberapa penduduk. Semenjak tahun

1668, rombongan orang-orang bugis wajo yang dipimpin oleh La Mohang Daeng

Mangkona (bergelar pua ado) hijrah dari tanah kesultanan gowa ke kesultanan kutai,

mereka hijarah ke kesultanan kutai karena tidak mau tunduk terhadap perjanjian bongaya,

karena kesultanan gowa telah takluk akibat serangan pasukan belanda.10

Atas kesepakatan dan perjanjian bahwa orang-orang bugis wajo akan membantu

kepentingan raja kutai, terutama dari menghadapi musuh, maka diberikanlah lokasi

perkampungan di sekitar kampung melantai, yang merupakan sebuah daerah rendah yang

baik untuk usaha pertanian, perikanan dan perdagangan, namun karena daerah ini

menimbulkan kesulitan dalam pelayaran karena daerah yang harus berputar (berulak) dengan

banyak kotoran sungai, maka kemudian sultan yang dipertuan kerajaan kutai kartanegara

memerintahkan Pua Ado bersama pengikutnya yang berasal dari sulawesi untuk membuka

perkampungan di daerah tanah rendah. Maksud dan tujuan dari kesultanan kutai untuk

membuka perkampungan tersebut adalah untuk sebagai pertahanan dari serangan bajak laut

asal Filipina yang sering melakukan perampokan di wilayah pantai kerajaan kutai

kartanegara, selain itu tujuan kesultanan kutai kartanegara membuka lahan perkampungan

tersebut ialah untuk memberikan suaka kepada masyarakat bugis akibat peperangan di daerah

asal mereka, tempat inilah yang kemudian diberi nama oleh sultan kutai “sama rendah”,

yang bermakna bahwa antara penduduk asli dan pendatang berderajat sama dan tidak ada

pembedaan antara orang bugis, kutai, dan banjar serta suku-suku lainnya.11

10 http://www.diansapta.blogspot.com, Asal-Usul Kota Samarinda, diakses tanggal 22 Juni 201311 ibid

5

Page 6: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

Dari istilah inilah kemudian melahirkan lokasi pemukiman baru yakni “samarenda” atau

lama-kelamaan menjadi ejaan “samarinda”, yang sesuai dengan keadaaan lahan atau lokasi

yang terdiri atas dataran rendah dan daerah persawahan yang subur.

A.2. Gambaran Umum Kota Samarinda

Kota Samarinda sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) memiliki luasan

wilayah sebesar 71.800 Ha (sama dengan 718 km2). Kota Samarinda merupakan salah satu

diantara 14 kabupaten/kota yang berada dalam wilayah Provinsi Kaltim, serta berbatasan

langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kota Samarinda dilalui oleh sungai

Mahakam yang merupakan sungai terpanjang di Kaltim dengan lebar antara 300-500 meter

dan panjang mencapai 920 km.12

Secara astronomis, Kota Samarinda terletak pada posisi antara 117003’00”– 117018’14”

Bujur Timur dan 00019’02” – 00042’34” Lintang Selatan. Pada tahun 2011, suhu di Kota

Samarinda berkisar antara 22,20C sampai 34,80C dengan kelembaban udara berada pada

75% sampai 94%. Curah hujan pada tahun 2011 tergolong tinggi, curah hujan tertinggi

berada pada bulan Mei sebesar 388,6 mm dan terendah berada pada bulan Juni sebesar 95,2

mm. Kota Samarinda beriklim Tropica Humida, yaitu memiliki iklim musim penghujan dan

musim kemarau. Namun pada tahun-tahun terakhir ini, keadaan musim tidak menentu, pada

bulan-bulan yang seharusnya turun hujan dalam kenyataanya tidak ada hujan sama sekali

ataupun sebaliknya.13

Wilayah administratif kota samarinda berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38

Tahun 1996 telah mengalami pemekaran dari yang semula terdiri dari 4 (empat) kecamatan

menjadi 6 (enam) kecamatan, dan pada tahun 2010 dilakukan pemekaran kembali menjadi 10

kecamatan yakni, Kecamatan Samarinda Ilir, Kecamatan Ulu, Kecamatan Samarinda Utara,

Kecamatan Samarinda Seberang, Kecamatan Sungai Kunjang, Kecamatan Palaran,

Kecamatan Loa Janan Ilir, Kecamatan Samarinda Kota, Kecamatan Sambutan, Kecamatan

Sungai Pinang.14

Secara geografis Kota Samarinda memiliki wilayah yang berbatasan dengan wilayah

Kutai Kartanegara antara lain sebagai berikut :15

- Sebelah Utara : Kec. Muara Badak

- Sebelah Timur : Kec. Anggana

12 Bappeda Kota Samarinda, “Profil Daerah Kota Samarinda”, dalam http//www. bappedasamarinda.co.id, diakses tanggal 22 Juni 2013

13 Ibid14 http://www.samarindakota.go.id//lima-prinsip, diakses tanggal 22 Juni 201315 http://www.samarindakota.go.id//dinas-pertambangan samarinda, diakses tanggal 22 juni 2013

6

Page 7: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

- Sebelah Selatan : Kec. Sanga-Sanga

- Sebelah Barat : Kec. Loa Janan dan Loa Kulu

Dari segi kependudukan yang di mana faktor laju pertumbuhan penduduk saat ini

menjadi prioritas pemerintah kota samarinda, karena laju pertumbuhan penduduk yang linier

dengan angka kemiskinan atau peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan data BPS,16 tahun 2011 jumlah penduduk Kota Samarinda terjadi

peningkatan sebesar 28.130 jiwa dari tahun 2010 menjadi 755.630 jiwa dengan kepadatan

berkisar 1.052 jiwa/km2. Terhitung dalam kurun waktu 2000-2011 pertumbuhan penduduk

Kota Samarinda sebesar 3,43 %. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya daya

tarik lokal Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang memiliki sumber daya alam berlimpah,

sehingga mendorong penduduk luar daerah untuk migrasi ke Kalimantan Timur di mana

sebagian besar memilih untuk berdomisili di ibu kota provinsi yaitu Samarinda.

A.3. Potensi Sumber Daya Batu Bara Kota Samarinda

Usaha pertambangan di Kalimantan saat ini sedang mencapai puncak kejayaan, hal ini

dapat dilihat dari pesatnya perkembangan perusahaan yang melakukan eksplorasi di wilayah

Kalimantan Timur, khususnya Kota Samarinda sektoral pertambangan merupakan sektor

yang mendominasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda selain

perdagangan dan jasa. Perkembangan sektoral pertambangan di Kota Samarinda ini

mengakibatkan Samarinda menjadi satu-satunya ibukota Provinsi yang menjadi kota

tambang, di mana hampir tiga perempat wilayah Kota Samarinda sudah ditetapkan menjadi

wilayah izin usaha pertambangan (WIUP), atau setidaknya terdapat 68 perusahaan tambang

yang beroperasi di wilayah kota samarinda, di mana 63 izin dikeluarkan oleh pemerintah

Kota Samarinda, dan 1 perusahaan dikeluarkan izinnya oleh pemerintah Provinsi, dan 4

lainnya oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).17

Perhitungan Sumber daya batu bara di daerah kota Samarinda didasarkan hasil korelasi

dan interpretasi data pemboran dan singkapan batu bara serta kondisi topografinya.

Penyebaran lapisan batu bara yang relatif stabil dan menerus, maka sumberdaya batu bara

dihitung dengan cara sederhana, yaitu luas penyebaran batu bara dikalikan dengan ketebalan

batu bara (rata-rata) serta berat jenisnya (rata-rata), dengan memperhitungkan kemiringan

lapisan batu bara. Perhitungan dilakukan berdasarkan kedalaman batu bara dari lapisan batu

bara rata-rata permukaan tanah ke arah kemiringan batu bara, yaitu untuk kedalaman vertikal

16 Bappeda Kota Samarinda, Ibid17 Siti Kotijah, Pengaturan Hukum Lingkungan Dalam Pengelolaan Usaha Pertambangan Batu Bara di

Kota Samarinda, dalam http://www.kotijah.blogspot.com, diakses tanggal 18 Juni 2013

7

Page 8: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

25 meter, 50 meter dan 75 meter. Berdasarkan perhitungan tersebut potensi batu bara yang

ada di Kota Samarinda dapat di tampilkan ke dalam grafik berikut :18

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa Kota Samarinda Memiliki potensi batu bara

yang cukup berlimpah, namun dalam perjalanan Kota Samarinda, potensi batu bara yang

melimpah ini belum mampu memberikan sebuah dampak positif bagi masyarakat Kota

Samarinda, hal ini dikarenakan pendapatan daerah dari sektoral pertambangan ini masih jauh

di bawah biaya yang dibutuhkan untuk menanggulangi efek yang ditimbulkan dari eksplorasi

batu bara di Kota Samarinda.19

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Munculnya “Obral Izin” Pertambangan

Pasca Pemilukada dalam Era Otonomi Daerah di Kota Samarinda

Penerapan otonomi daerah dewasa ini telah membuka ruang bagi pemerintah daerah

untuk mengurusi sendiri rumah tangganya, termasuk dalam hal perizinan yang terkait dengan

izin pertambangan, dengan desain desentralisasi ini akhirnya telah berimplikasi pada,

terbukanya sebuah ruang yang spesifik kepada birokrasi pemerintah daerah untuk berkreasi

dan berinovasi dalam akselearasi pembangunan wilayahnya.

Salah satu fenomena yang kemudian muncul akibat adanya sebuah kewenangan yang

begitu besar dari daerah, ialah munculnya “obral izin” pertambangan, salah satu daerah yang

menjadi objek penelitian dalam tulisan ini ialah Kota Samarinda, yang sekarang telah

berubah wajah menjadi satu-satunya kota yang terdapat begitu banyak aktifitas tambang di

dalam kota, hal ini tentunya memberikan sebuah identitas baru bagi kota samarinda, selain

sebagai Kota Tepian (Teduh, Rapi, Aman, dan Nyaman), juga sebagai sebuah kota “wisata

pertambangan”, istilah ini tidaklah serta merta penulis munculkan begitu saja, tetapi hal ini

merupakan sebuah fakta di mana wilayah Kota Samarinda saat ini telah dikepung oleh 68 izin

kegiatan pertambangan batu bara, yang jelas sangat berdampak luar biasa bagi lingkungan, 18 http://www.samarindakota.go.id//Potensi Pertambangan Samarinda, diakses tanggal 22 Juni 201319 Abu Meridian, et.al., Mautnya Batu Bara: Pengerukan Batu Bara & Generasi Suram Kalimantan

(Jakarta, 2010), hlm. 24-25

8

Grafik I : Potensi Batu Bara Kota Samarinda

Page 9: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

dengan demikian telah terjadi sebuah peningkatan yang cukup drastis dalam hal penerbitan

izin pertambangan di Kota Samarinda yang pada tahun 2011 hanya berjumlah 21 izin dengan

rincian sebagai berikut :

Tabel I

Daftar Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batu Bara Kota Samarinda

No Nama Perusahaan Luas (Ha) Lokasi1 CV. Arjuna 691,80 Sambutan2 CV. Atatp Tri Utama 414,30 Sanga-Sanga3 CV. Al Arqom 1.022,90 Bentuas4 PT. Busur Abadi 791,76 Air Putih5 CV. Berkat Nanda 433,20 Sungai Mariam6 CV. Buana Rizky 69,40 Sungai Lantung7 CV. Utia Ilma 198,54 Gunung Pinang8 CV. Cahaya Tiara 1.008, 47 Sambutan9 PT. Internasioanal Prima Coal 2.828 Loa Janan dan Sanga-Sanga10 PT. Lana Harita Indonesia 15.243,90 Sungai Siring11 CV. Limbuh 1.200 Sambutan12 CV. Mampala Jaya 184,60 Sungai Mariam13 PT. Panca Prima Mining 428,80 Sambutan14 CV. Prima Jaya 132,40 Samarinda Ulu15 Koperasi Putra Mahakam 94,50 Sambutan 16 PT. Graha Benua Etam 490,00 Gunung Pinang17 PT. Rinda Putra Sejahtera 644,10 Sungai Siring18 CV. Sungai Berlian 270,00 Sanga-Sanga19 CV. Shaka Jaya 94,92 Sungai Siring20 CV. Tujuh-Tujuh 183,00 Sambutan21 CV. Wahyu Mulia Jaya 496,30 Gunung Pinang

Sumber : Dinas Pertambangan Kota Samarinda 2011

Dengan adanya sebuah peningkatan yang cukup tajam terkait pengeluaran izin usaha

pertambangan (IUP) di Kota Samarinda dari tahun 2011-2013, maka dalam hal ini haruslah

disikapi dengan bijak oleh pemerintah Kota Samarinda, mengingat batu bara merupakan

salah satu dari bahan pertambangan yang termasuk dalam golongan sumber daya alam yang

tidak dapat diperbaharui atau sumber daya terhabiskan, yang di mana sumber daya alam ini

tidak memiliki kemampuan regenerasi secara biologis dan terbentuk melalui proses geologi

yang memerlukan waktu sangat lama untuk dapat dijadikan sebagai sumber daya alam yang

siap diolah atau siap pakai dan apabila dieksploitasi sebagian, maka jumlah yang tinggal tidak

akan pulih kembali seperti semula,20 sehingga dalam pengelolaan sumber daya pertambangan

batu bara yang merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui ini, haruslah dilakukan

20 Marilang, Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang, Jurnal Al-Risalah, Vol.11/No.1, Mei 2011, hlm. 3

9

Page 10: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

dengan penuh pertimbangan agar dalam pengelolaannya dapat benar-benar memberikan

kesejahteraan kepada masyarakat secara adil dan merata.

Salah satu dampak nyata yang terlihat dari adanya fenomena “obral izin” pertambangan

di Kota Samarinda ialah semakin sering terjadinya banjir di Kota Samarinda, ketika intensitas

curah hujan meningkat, titik-tik banjir pun semakin banyak seperti di wilayah bundaran Mall

Lembuswana, Jalan DI. Panjaitan, Jalan M. Yamin, dan termasuk di lingkungan kampus

Universitas Mulawarman Jalan Gunung Kelua.21 Dampak lain yang juga dirasakan dengan

begitu banyaknya aktifitas pertambangan di Kota Samarinda menurut salah satu simpatisan

JATAM (Jaringan Avokasi Tambang) Kota Samarinda, ialah mulai menurunya kualitas air

sungai, danau, dan rawa, serta juga berdampak langsung kepada pencemaran lahan pertanian

dan tambak warga,22 kemudian terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya

fenomena “obral izin” pertambangan di Kota Samarinda, menurutnya hal ini dipengaruhi oleh

lemahnya ketegasan dari pihak pemerintah Kota Samarinda untuk membentuk sebuah sistem

kelola perizinan pertambangan secara terpadu dan berpihak kepada penciptaan kesejahteraan

masyarakat, di mana sejatinya pertambangan merupakan salah satu aktifitas untuk

mensejahterakan masyarakat, namun dengan terjadinya sebuah salah kelola dalam

pertambangan, maka hal ini akan dapat berdampak negatif kepada masyarakat, dan akan

cenderung menimbulkan sebuah konflik horizintal.

Salah satu fakta unik yang dapat ditelusuri terkait dengan munculnya fenomena “obral

izin” pertambangan di Kota Samarinda, ialah dapat di lihat dalam visi dan misi Kota

Samarinda yaitu, “terwujudnya Kota Samarinda sebagai Kota Metropolitan yang berbasis

industri, perdagangan dan jasa yang maju, berwawasan lingkungan dan hijau, serta

mempunyai keunggulan daya saing untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat”, dan

untuk mewujudkan visi tersebut salah satu misi yang dikedepankan ialah salah satunya

dengan “meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan income percapita”.23

Dari visi dan misi di atas dapat terlihat bahwa maraknya “obral izin” pertambangan ini

seolah-olah dipengaruhi oleh adanya sebuah usaha pencapaian pendapatan asli daerah (PAD)

yang sebesar-besarnya, namun jika kita mampu melihat secara jeli persoalan ini, maka

tidaklah semata-mata hal ini didominasi oleh keinginan peningkatan PAD, tetapai ketika

dilihat dari besaran kontribusi sektor pertambangan batu bara terhadap perekonomian Kota

Samarinda yang ternyata justru relatif kecil yakni hanyalah 6,3% dari total pendapatan

21 Hasil pengamatan yang penulis lakukan di Kota Samarinda, dalam medio Juli-Agustus 201322 Diskusi yang dilakukan dengan Bayu Setyo Nugroho, salah satu simpatisan JATAM (Jaringan Advokasi

Tambang)23 Termuat dalam visi dan misi Kota Samarinda, dalam penelusuran di Balai Kota Samarinda.

10

Page 11: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

domestik regional bruto (PDRB), sektor yang paling besar memberikan kontribusi terhadap

PDRB Kota Samarinda ialah dari sektor perdagangan/hotel dan pariwisata sebesar 28%,

industri pengolahan sebesar 20%, jasa sebesar 12%,24 dengan adanya fakta ini maka

kemudian dapat disimpulkan bahwa munculnya fenomena “obral izin” pertambangan di Kota

Samarinda tidaklah didominasi oleh keinginan untuk meningkatkan PAD, tetapi lebih

didominasi oleh adanya sebuah konsensus politik yang dibangun sebelum pelaksanaan

pemilukada di Kota Samarinda khususnya, dan Provinsi Kalimantan Timur pada umumnya,

sehingga dengan demikian terjadilah sebuah kondisi di mana pemerintah kemudian didikte

oleh para investor dalam hal peneribitan izin pertambangan, yang ternyata hal ini juga tidak

dibarengi dengan adanya sebuah instrumen perizinan yang benar-benar mengedepankan

konsep berwawasan lingkungan sebagaimana yang tertuang dalam visi dan misi Kota

Samarinda.

Selain adanya konsensus politik yang dibangun sebelum pemilukada, fenomena “obral

izin” pertambangan ini juga muncul dari kurangnya kebijaksanaan dari pemerintah Kota

Samarinda dalam melakukan verifikasi kemampuan investor, kemampuan Sumber Daya

Manusia (SDM) dalam konteks pertambangan, data kekayaan Sumber Daya Alam (SDA),

serta kemampuan analisa perusahaan.25 Hal ini didukung dengan begitu banyaknya izin

pertambangan yang bermasalah di Kota Samarinda, dan berujung kepada sebuah pencabutan

Izin Usaha Pertambangan (IUP), berdasarkan data yang didapatkan dari Pemerintah Kota

Samarinda terkait dengan evaluasi Pengawasan Pertambangan Batu Bara, terdapat 10

perusahaan yang mendapatkan peringatan tertulis, dan 2 perusahaan dihentikan sementara

kegiatannya, serta 1 perusahaan direkomendasikan untuk dicabut izin lingkungannya, yang

setelah melewati proses administrasi selanjutnya dapat berkembang ke proses pencabutan

Izin Usaha Pertambangan (IUP).26 Dengan demikian terdapat sebuah kesalahan dari

pemerintah Kota Samarinda, dalam hal ini ialah Dinas Pertambangan dan Energi

(DISTAMBEN) yang tidak mengindahkan syarat-syarat atau kriteria di dalam penerbitan izin

pertambangan, sebagaimana yang dimaksud di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010

Tentang Wilayah Pertambangan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, seperti persyaratan

24 Diambil dari data Pendapatan Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Periode 2006-201025 Diolah dari hasil studi lapangan dengan metode diskusi dengan stake holder terkait dengan permasalahan

“obral izin” pertambangan di Kota Samarinda26 Pemerintah Kota Samarinda, Hasil evaluasi bulanan pengawasan Pertambangan Batu Bara Kota

Samarinda Tahun 2013

11

Page 12: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

AMDAL, lokasi kuasa pertambangan yang tidak boleh di daerah perkotaan, serta jaminan

reklamasi yang harus dipenuhi oleh perusahaan.

B.1. Analisis

Dari pemaparan terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya fenomena

“obral izin” pertambangan di Kota Samarinda, dapat dikerucutkan bahwa munculnya

fenomena “obral izin” pertambangan ini didominasi oleh faktor internal dan eksternal, di

mana faktor internal merupakan faktor yang berasal dari pemerintah dalam menjalankan

sebuah instrumen pemerintahan, yang pertama ialah adanya salah kelola dalam pelaksanaan

esensial Otonomi Daerah, terutama dalam hal pengelolaan instrumen perizinan terpadu dalam

bidang pertambangan, yang di mana sistem perizinan yang dijalankan cenderung

mengabaikan kepentingan masyarakat, dan dampak sosial ekonomi serta lingkungan dari

adanya aktifitas pertambangan yang begitu besar di Kota Samarinda, yang kedua ialah

kurangnya kebijaksanaan dari pemerintah Kota Samarinda untuk mempertegas pengeluaran

izin usaha pertambangan (IUP) bagi sebuah perusahaan, apakah telah memenuhi persyaratan

yang ditentukan di dalam regulasi yang mengatur, dan lebih bisa menilai apakah izin yang

akan dikeluarkan nantinya akan mampu mendorong laju tingkat perekonomian bagi Kota

Samarinda.

Selanjutnya faktor eksternal yang merupakan faktor yang berasal dari luar pemerintah

yang secara langsung turut serta mempengaruhi kinerja pemerintah, yakni terbangunnya

sebuah konsensus politik sebelum pelaksanaan pemilukada di Kota Samarinda pada

khususnya dan Provinsi Kalimantan Timur pada umumnya, sehingga hal ini menyebabkan

terdiktenya pemerintah oleh para pihak investor, yang mengakibatkan tangan dan kaki

pemerintah sangat terikat oleh konsensus politik yang ada, sehingga akhirnya berujung

kepada tidak efektifnya pelaksanaan otonomi daerah di Kota Samarinda, terutama dalam hal

perizinan pertambangan, yang berimplikasi secara langsung terhadap kurang maksimalnya

pencapaian perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Samarinda.

Yang menjadi sebuah fokus perhatian dari munculnya fenomena “obral izin”

pertambangan ini ialah dampak yang ditimbulkan dari adanya aktifitas pertambangan yang

berlebih, dan cenderung mengabaikan sisi-sisi keberlanjutan (suistainability), di mana dalam

pengelolaan sumber daya batu bara haruslah dapat memberikan sebuah efek positif bagi

masyarakat, namun dengan tidak diindahkannya prosedur dan tata cara pengeluaran izin

pertambangan, maka hal ini akan berdampak buruk terhadap tata kelola pertambangan batu

bara di Kota Samarinda, karena tentunya biaya yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki

dampak negatif dari adanya aktifitas tambang yang berlebih ini, akan lebih besar dari hasil

12

Page 13: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

yang diperoleh oleh Pemerintah Kota Samarinda dari sektor pertambangan batu bara,

sehingga sengatlah diperlukan sebuah kebijakan dari pemerintah Kota Samarinda untuk

memmperketat prosedur penerbiatan Izin Usaha Pertambangan di Kota Samarinda, dan

segera melakukan penertiban terhadap izin-izin yang telah dikeluarkan yang ternyata tidak

memenuhi syarat dan kriteria yang diamanahkan di dalam regulasi, hal ini guna

mengefektifkan kembali pengelolaan pertambangan batu bara dalam era otonomi daerah, agar

tetap sesuai dengan esensi dalam pelaksanaan otonomi daerah yakni untuk menciptakan

kesejahteraan yang merata bagi masyarakat, sehingga secara umum munculnya “obral izin”

pertambangan di Kota Samarinda ini dikarenakan lemahnya struktur aparatur negara, hal ini

sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Soerjono Soekamto, bahwa penegakan hukum

sangatlah dipengaruhi oleh 3 sisi yakni, subtansi, aparatur negara (struktur), budaya hukum

masyarakat.27

C. Penegakan Hukum Terhadap Munculnya Fenomena “obral izin” Pertambangan

Pasca Pemilukada dalam Era Otonomi Daera di Kota Samarinda

Setelah melihat faktor-faktor yang mendominasi munculnya “obral izin” pertambangan

di Kota Samarinda, maka dalam pembahasan ini akan dikemukakan mengenai penegakan

hukum yang telah dilakukan oleh instansi-instansi terkait dalam hubungannya dengan

munculnya fenomena “obral izin” pertambangan di Kota Samarinda. Dengan melihat kepada

esensial dari pelaksanaan otonomi daerah ialah untuk mampu menciptakan kesejahteraan bagi

masyarakat daerah, sehingga dengan adanya hal ini, maka sistem perizinan dalam bidang

pertambangan seharusnya mampu memainkan sebuah peran penting dalam upaya menarik

investor untuk menanamkan modalnya, sehingga sangatlah perlu didukung dengan adanya

sebuah format regulasi yang benar-benar mampu menjaga kualitas izin yang dikeluarkan,

guna mencegah dampak negatif dari adanya aktifitas pertambangan di Kota Samarinda.

Terkait dengan adanya fenomena “obral izin” pertambangan di Kota Samarinda, bentuk

penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah Kota Samarinda ialah dengan melakukan

sebuah upaya pereventif dengan cara melakukan penyuluhan, pemantauan, dan penggunaan

wewenang yang sifatnya pengawasan secara aktif, yang diwujudkan melalui sosialisasi

penataan perundang-undangan berkaitan dengan baku mutu limbah, emisi udara, dan limbah

B3, serta pelaksanan penilaian Program Peringkat Kinerja Perusahaan Pertambangan Batu

Bara (PROPER Batu Bara) terhadap perusahaan yang telah melakukan eksploitasi, kemudian

bentuk penegakan hukum secara represif yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Samarinda

ialah berupa tindakan represif terhadap perusahaan pertambangan yakni berupa sanksi

27 Soerjono Soekamto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (Jakarta, 2002), hlm. 8

13

Page 14: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

administratif sebagaimana yang tertuang dalam pasal 76 UU No. 39 Tahun 2009 Tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), yang kemudian dapat berujung terhadap

pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Salah satu bentuk penegakan hukum secara represif oleh pemerintah Kota Samarinda

ialah dengan melakukan evaluasi bulanan terhadap kegiatan tambang batu bara di Kota

Samarinda, yang menghasilkan adanya rekomendasi untuk dicabutnya izin lingkungannya,

dan juga terdapat perusahaan yang diberhentikan sementara kegiatannya, hal ini telah

memperlihatkan sebuah keseriusan dari pemerintah untuk melakukan sebuah penertiban dari

adanya “obral izin” pertambangan di Kota Samarinda.28 Namun berdasarkan fakta yang

dihimpun, penegakan hukum yang dilakukan dalam upaya mencegah adanya fenomena

“obral izin” pertambangan di Kota Samarinda ternyata masih dilakukan setengah hati, di

mana belum nampak ketegasan dari pemerintah untuk menertibkan usaha pertambangan

tersebut, dan seolah-oalah hanya memberikan peringatan kepada para perusahaan tambang

tanpa adanya sebuah usaha untuk menertibkan penerbitan izin usaha pertambangan, hal ini

dibuktikan dengan semakin meningkatnya Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan

pasca pemilukada, yang di tengarai hal ini ialah sebuah bentuk upaya pengembalian cost

biaya politik yang telah dikeluarkan selama pemilukada. Dengan demikian maka sangatlah

diperlukan sebuah kebijaksanaan dari pihak pemerintah Kota Samarinda untuk mampu

bersikap tegas dalam melakukan penegakan hukum terhadap maraknya “obral izin”

pertambangan, melalui sebuah format tata kelola tepadu dalam hal penerbitan izin

pertambangan, serta menerpakan formulasi sanksi yang nyata dan tegas dalam menindak

perusahaan yang tidak mengindahkan prosedur dalam pelaksanaan aktifitas pertambangan di

Kota Samarinda. Hal ini dilakukan untuk dapat mengembalikan esensial dari pelaksanaan

otonomi daerah yakni penciptaan kesejahteraan yang merata bagi masyarakat daerah,

sehingga dengan adanya pertambangan akan mampu memberikan sebuah angin positif bagi

perbaikan kesejahteraan masyarakat, dan bukan malah sebaliknya justru cenderung

menyengsarakan masyarakat.

C.1. Analisis

Berdasarkan pemaparan terkait dengan penegakan hukum terhadap munculnya fenomena

“obral izin” pertambangan di Kota Samarinda, belumlah dilakukan secara maksimal, hal ini

dikarenakan penegakan hukum yang dilakukan masih bersifat setengah hati, di mana masih

berada dalam tataran upaya penertiban tanpa adanya sebuah upaya untuk mencegah

terjadinya “obral izin”, penegakan hukum yang dilakukan masih bersifat upaya reaksionir, di

28 Kaltim Post, Satu Izin Lingkungan di Cabut, 29 Agustus 2013

14

Page 15: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

mana persoalan pertambangan ini telah mendapat sorotan tajam dari masyarakat secara

umum, dan juga oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM), sehingga untuk menghindari

terjadinya sebuah konflik berkepanjangan, pemerintah akhirnya mengambil tindakan untuk

melakukan penertiban terhadap pertambangan yang tidak mengindahkan prosedur perizinan.

Jika dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, maka dalam

hal ini sangatlah dibutuhkan sebuah harmonisasi dari 3 aspek yakni, subtansi perturan

perundang-undangan, aparatur penegak hukum, serta budaya hukum masyarakat. Dalam

aspek perundang-undangan yang ada, belumlah memadai untuk mengakomodir persoalan

“obral izin”, sehingga sangatlah dibutuhkan sebuah peraturan perundang-undangan yang

secara spesifik mengatur mengenai pengelolaan pertambangan batu bara yang lebih

mengedepankan aspek sumber daya manusia, serta sarana dan prasarana penunjang, guna

mendukung sebuah efektifitas pengelolaan sumber daya batu bara di Kota Samarinda,

kemudian dari sisi aparatur penegak hukum, belumlah ada sebuah tindakan yang nyata untuk

menanggulangi persoalan “obral izin” pertambangan, karena hal ini didukung dengan adanya

sebuah pembangunan konsensus politik yang terjadi sebelum pelaksanaan pemilukada,

sehingga menyebabkan proses penegakan hukum menjadi sangat terhambat, dan hal ini juga

didukung dengan kondisi masyarakat yang pasif dan cenderung tidak mengetahui secara pasti

mengenai dampak negatif fari adanya aktifitas pertambangan secara berlebihan.

Dengan lemahnya bentuk penegakan hukum terhadap munculnya fenomena “obral izin”

pertambangan di Kota Samarinda, yang cenderung dilakukan setelah adanya “obral izin”,

maka kedepannya sangatlah diperlukan sebuah bentuk kebijaksanaan dari pihak pemerintah

untuk mencegah terjadinya persoalan ini melalui sebuah upaya pengetatan persyaratan proses

perizinan dan juga mengedepankan prinsip-prinsip keberlanjutan, guna mencegah terjadinya

peluang “obral izin” pertambangan di Kota Samarinda, serta perlulah dibukakan sebuah

wacana penguatan kembali kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah,

dalam hal pengawasan terhadap pelaksanaan otonomi daerah, terkait perizinan di bidang

pertambangan, guna membentuk sebuah singkronasi kebijakan pemerintah pusat dengan

pemerintah daerah, agar mendukung efektiifitas pelaksanaan otonomi daerah yang mampu

menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.

PENUTUP

A. Kesimpulan

15

Page 16: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

Berdasarkan pemaparan sebelumnya terkait dengan munculnya fenomena “obral izin”

pertambangan di Kota Samarinda, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a. Faktor yang mempengaruhi munculnya fenomena “obral izin” pertambangan di Kota

Samarinda ialah dipengaruhi oleh 2 faktor, yakni faktor internal dan ekstenal, di

mana faktor internal yang mempengaruhi ialah, yang pertama adanya salah kelola

dalam pelaksanaan esensial Otonomi Daerah, terutama dalam hal pengelolaan

instrumen perizinan terpadu dalam bidang pertambangan, kedua ialah kurangnya

kebijaksanaan dari pemerintah kota samarinda untuk mempertegas pengeluaran IUP

bagi sebuah perusahaan. Faktor eksternal yang mempengaruhi ialah terbangunnya

sebuah konsensus politik sebelum pelaksanaan pilkada di Kota Samarinda, sehingga

hal ini menyebabkan terdiktenya pemerintah oleh para pihak investor, yang akhirnya

berimplikasi langsung terhadap munculnya fenomena “obral izin” pertambangan di

Kota Samarinda.

b. Penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah Kota Samarinda terhadap

munculnya fenomena “obral izin” pertambangan ialah dengan melakukan sebuah

upaya preventif berupa melakukan penyuluhan, pemantauan, dan penggunaan

wewenang yang sifatnya pengawasan secara aktif, kemudian penegakan hukum yang

dilakukan secara represif ialah berupa tindakan represif terhadap perusahaan

pertambangan yakni berupa sanksi administratif, mulai dari pencabutan izin

lingkungan, hingga pencabutan IUP, namun penegakan hukum tersebut masih

dilakukan setengah hati, di mana belum nampaknya sebuah ketegasan dari

pemerintah Kota Samarinda dalam menertibkan fenomena tersebut, dengan

melakukan sebuah upaya pengetatan persyaratan penerbitan izin pertambangan di

Kota Samarinda.

B. Saran

Melihat pentingnya permasalahan “obral izin” pertambangan pasca pemilukada di Kota

Samarinda ini, maka penulis merasa penting untuk mengajukan rekomendasi, yang dapat

dijadikan pertimbangan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, yakni sebagai berikut:

a. Perlu adanya sebuah regulasi yang mengatur secara rinci tentang pelaksanaan

pertambangan di Kota Samarinda yang juga mengakomodir aspek-aspek sumber

daya manusi (SDM), serta sarana dan prasarana dalam aktifitas pertambangan di

Kota Samarinda.

b. Perlu dibuka kembali sebuah wacana penguatan kewenangan gubernur sebagai wakil

pemerintah pusat di daerah, dalam hal pengawasan terhadap jalannya otonomi

16

Page 17: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

daerah, guna mengontrol terjadinya sebuah fenomena “obral izin” di bidang

pertambangan, sehingga batu bara sebagai sebuah sumber daya alam dapat

membawa berkah positif bagi masyarakat dan bukan melahirkan penjajahan secara

terbuka pada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

17

Page 18: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

BUKU-BUKU :

Fatah, Eep Saefulloh. 2000. Zaman Kesempatan: Agenda-Agenda Besar Demokratisasi Pasca Orde Baru, Bandung; Mizan.

Meridian, Abu. et.al.. 2010. Mautnya Batu Bara: Pengerukan Batu Bara & Generasi Suram Kalimantan. Jakarta: Jaringan Advokasi Tambang.

Salim HS, H, 2007. Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta; Rajawali Pers.

Soekanto, Soerjono, 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta; UI Press.

Sri Pudyatmoko, Y, 2009. Perizinan: Problem dan Upaya Pembenahan, Jakarta, Grasindo.

Sunggono, Bambang, 2012. Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Rajawali Pers.

JURNAL ILMIAH & SURAT KABAR :

Marilang. 2011. Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang, Jurnal Al-Risalah, Vol.11 No.1, Mei 2011.

Kaltim Post, Satu Izin Lingkungan di Cabut, 29 Agustus 2013.

WEBSITE :

Bappeda Kota Samarinda, “Profil Daerah Kota Samarinda”, dalam http//www. bappedasamarinda.co.id, diakses tanggal 22 Juni 2013

Siti Kotijah, Pengaturan Hukum Lingkungan Dalam Pengelolaan Usaha Pertambangan Batu Bara di Kota Samarinda, dalam http://www.kotijah.blogspot.com, diakses tanggal 18 Juni 2013

http://green.kompasiana.com/ penghijauan,otonomi daerah menteri makin tak bertaji, diakses tanggal 2 Mei 2013.

http://news.detik.com/samarinda dikepung tambang batu bara wali kota akan digugat, diakses tanggal 3 Mei 2013.

http://www.diansapta.blogspot.com, Asal-Usul Kota Samarinda, diakses tanggal 22 Juni 2013

http://www.samarindakota.go.id//Potensi Pertambangan Samarinda, diakses tanggal 22 juni 2013

http://www.samarindakota.go.id//lima-prinsip, diakses tanggal 22 Juni 2013

http://www.samarindakota.go.id//dinas-pertambangan samarinda, diakses tanggal 22 juni 2013

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

18

Page 19: JURNAL SYAM- Obral Izin Pertambangan Di Samarinda

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Wilayah Pertambangan

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara

19