nu dan pendidikan karakter

Upload: tsabit-azinar-ahmad

Post on 09-Apr-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/8/2019 NU Dan Pendidikan Karakter

    1/3

    NU dan Pendidikan Karakter

    Tsabit Azinar Ahmad1

    Dalam perspektif pendidikan, karakter pada dasarnya tidak boleh dilepaskan dari sebuah

    sistem pendidikan itu sendiri. Intelligence plus character that is the goal of true

    education (kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang

    Carut marutnya kehidupan masyarakat Indonesia yang ditandai dengan berbagaipermasalahan sosial, mulai dari bobroknya moralitas sampai tingginya kriminalitas,

    memunculkan satu pertanyaan besar. Gagalkah pendidikan kita?

    Pertanyaan di atas boleh jadi sangat kontroversial. Gagalnya pendidikan memang tidak

    bisa dinilai secara mudah dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk

    menyimpulkan bahwa pendidikan kita telah gagal. Namun demikian, melalui

    pertanyaan itu, kita diingatkan bahwa ada sesuatu yang masih kurang dalam sistem

    pendidikan kita.

    Munculnya pertanyaan di atas merupakan gugatan terhadap peran pendidikan bagi

    masyarakat. Pertanyaan itu sekaligus menjadi satu indikator bahwa sebenarnya tengah

    terjadi krisis dalam sistem pendidikan kita. Krisis itu muncul ketika pendidikan semata-

    mata berorientasi menciptakan manusia yang mekanis sebagai penerima pengetahuan.

    Pendidikan hanya berorientasi pada intelegensi. Akhirnya aspek-aspek kemanusiaan dan

    moralitas menjadi tereliminasi. Akibatnya muncul permasalahan yang tak kunjung

    menemui jalan akhir.

    Secara umum bangsa Indonesia dihadapkan pada berbagai problem dan krisis

    kebangsaan yang serius. Berbagai permasalahan silih berganti menyita perhatian semua

    anak bangsa. Jika tidak segera ditangani dan diantisipasi, maka problem dan krisis itubisa mengarah pada bergesernya karakter (jati diri) bangsa ini, dari karakter positif ke

    negatif.

    Realitas di atas kiranya menjadi sebuah titik balik, bahwa pendidikan yang semata-mata

    menanamkan aspek intelegensi tidak akan berhasil jika tidak dibarengi dengan

    pendidikan yang menekankan aspek moralitas. Oleh karena itu, perlu ada pendidikan

    yang berimbang antara faktor intelegensi, moralitas, dan tindakan nyata melalui

    pendidikan karakter.

    Pendidikan Karkter

    Karakter merupakan cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individuuntuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan

    negara. Prof. Suyanto menyatakan bahwa individu yang berkarakter baik adalah

    individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat

    dari keputusan yang ia buat.

    1

    Magister Pendidikan, mantan aktivis PMII Universitas Negeri Semarang

  • 8/8/2019 NU Dan Pendidikan Karakter

    2/3

    sebenarnya) kata Martin Luther King, seorang pembaharu dari Amerika Serikat.

    Ungkapan itu senada dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

    Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi

    mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang

    bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Penjelasan di atasmenunjukkan bahwa pendidikan karakter memliki posisi penting dalam sistem

    pendidikan nasional.

    Akan tetapi, kenyataan yang terjadi dalam praksis pendidikan menunjukkan bahwa

    pendidikan karakter masih menjadi hal yang belum optimal untuk diterapkan. Hal ini

    sungguh menghkawatirkan karena saat ini dunia tengah dilanda perubahan informasi

    yang sangat cepat dalam globalisasi. Dengan demikian, apabila pendidikan karakter

    tidak diterapkan secara optimal, boleh jadi dalam beberapa puluh tahun ke depan tidak

    ada lagi manusia Indonesia karena yang tersisa hanyalah manusia-manusia tanpa jati

    diri.

    Mendesak

    Pendidikan karakter dirasa sangat mendesak untuk dipraktikkan secara nyata pada saat

    ini. Hal ini karena keberhasilan seseorang menurut Daniel Goleman ternyata 80 %

    dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 % ditentukan oleh kecerdasan otak

    (IQ). Nilai-nilai moral yang dibangun dalam pendidikan karakter merupakan faktor

    yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang.

    Pentingnya penerapan pendidikan karakter didasarkan pula dari hasil studi Dr. Marvin

    Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis. Dinyatakan motivasi siswa dalam

    meraih prestasi akademik mampu ditingkatkan dengan penerapan pendidikan karakter.

    Selain itu perilaku-perilaku negatif mampu diturunkan.

    Dalam pendidikan karakter, menurut Prof. Suyanto terdapat sembilan pilar karakter

    yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan

    segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga,

    kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka

    tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras;

    ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan,

    karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

    Namun demikian, selain memperhatikan nilai universal yang telah di jelaskan di atas,pada kondisi masyarakat yang berbeda-beda, pendidikan karakter mengalami

    penyesuaian. Penyesuaian tersebut diselaraskan dengan konteks tempat pendidikan

    karakter akan diterapkan. Pada konteks Indonesia, muncul pertanyaan mendasar

    karakter seperti apa yang ingin dikembangkan? serta nilai-nilai apa yang menjadi

    landasan pelaksanaan pendidikan karakter?

    Penyesuaian tersebut bertujuan untuk menguatkan jati diri masyarakat. Dengan

    demikian, pendidikan karakter pada akhirnya mampu mengembangkan pribadi manusia

    Indonesia yang sesuai dengan konteks dan kearifan lokal yang dimiliki. Karenanya,

    manusia Indonesia tidak tercerabut dari akarnya dan tidak terobang-ambing dalam

    terjalnya gelombang globalisasi yang semakin akultural.

  • 8/8/2019 NU Dan Pendidikan Karakter

    3/3

    Dalam konteks Indonesia yang plural, pendidikan karakter tidak lepas dari upaya untuk

    sadar dan memahami secara cerdas keberagaman masyarakat. Oleh karena itu, nilai-

    nilai yang dikembangkan adalah nilai yang menunjang terhadap tercapainya sebuah

    kesadaran dan kepedulian terhadap beragamnya kelompok sosial di Indonesia. Nilaiinilah yang menjasi salah satu nilai penting yang harus dikembangakan dalam

    pendidikan karakter di Indonesia.

    NU dan Pendidikan Karakter

    Pendidikan karakter tidak mungkin berdiri sendiri tanpa adanya komunitas pelaksana

    dan pendukung. NU sebagai organisasi Islam terbesar tidak lepas dari perannya sebagai

    pelaksana pendidikan karakter di Indonesia.

    Peran NU sebagai pelaksana pendidikan karakter disebabkan beberapa alasan. Pertama,

    dilihat dari sudut pandang historis, keberadaan NU telah larut dalam dinamika

    masyarakat Indonesia. Sejak secara formal berdiri pada zaman pergerakan sampaisekarang, NU telah berkembang menjadi organisasi yang berpartisipasi dalam segala

    aspek kehidupan masyarakat, mulai dari moralitas, agama, sampai masalah ekonomi.

    Singkatnya, dari dahulu sampai sekarang di mana-mana ada NU, sehingga NU tidak

    lepas dari hal ihwal keindonesiaan.

    Kedua, NU memiliki nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai nilai inti (core values)

    dalam pendidikan karakter. Nilai-nilai yang dimiliki NU sebagai nilai inti pendidikan

    karakter yakni pahamAhlussunnah wal Jamaah (aswaja) sangat sesuai dalam konteks

    Indonesia. Aswaja dipahami tidak hanya sebagai doktrin (mazhab), tetapi juga sebagai

    paradigma berpikir (manhaj). Posisi aswaja sebagai paradigma berpikir inilah yang akan

    dikembangkan sebagai nilai inti pendidikan karakter berperspektif NU.

    Aswaja sebagai paradigma berpikir memiliki beberapa nilai, yakni: pertama, tawassuth

    yakni sikap tengah-tengah atau moderat. Kedua tawazun atau seimbang dalam segala

    hal. Ketiga, taadlu atau adil, yakni melihat sesuatu sesuai dengan proporsinya. Selain

    ketiga prinsip ini, golongan Ahlussunnah wal Jama'ah juga mengamalkan sikap

    tasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang

    memiliki prinsip hidup yang tidak sama.

    Nilai-nilai tersebut sangat sesuai untuk dijadikan sebagai core values atau nilai inti dari

    pendidikan karakter dalam konteks Indonesia. Hal ini karena masyarakat Indonesiaadalah masyarakat plural, sehingga nilai itu bersenyawa dalam konteks Indonesia.

    Sudah saatnya kini kaum nahdliyin dengan percaya diri menanamkan nilai Aswaja

    dalam praksis pendidikan. Caranya adalah dengan menerapkan nilai tersebut untuk

    melihat fenomena dan realitas yang terjadi pada masyarakat kita. Tidak hanya di dalam

    kelas, tetapi juga dalam masyarakat luas. Kapanpun, di manapun, serta terhadap apapun

    dan siapapun.

    Diharapkan melalui penerapan nilai aswaja dalam pendidikan karakter akan muncul

    manusia-manusia berjati diri, sehingga lahirlah insan mandiri yang siap menghadapi

    perubahan dan kemajuan tanpa kehilangan budi pekerti.