nu dan pendidikan karakter
TRANSCRIPT
-
8/8/2019 NU Dan Pendidikan Karakter
1/3
NU dan Pendidikan Karakter
Tsabit Azinar Ahmad1
Dalam perspektif pendidikan, karakter pada dasarnya tidak boleh dilepaskan dari sebuah
sistem pendidikan itu sendiri. Intelligence plus character that is the goal of true
education (kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang
Carut marutnya kehidupan masyarakat Indonesia yang ditandai dengan berbagaipermasalahan sosial, mulai dari bobroknya moralitas sampai tingginya kriminalitas,
memunculkan satu pertanyaan besar. Gagalkah pendidikan kita?
Pertanyaan di atas boleh jadi sangat kontroversial. Gagalnya pendidikan memang tidak
bisa dinilai secara mudah dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk
menyimpulkan bahwa pendidikan kita telah gagal. Namun demikian, melalui
pertanyaan itu, kita diingatkan bahwa ada sesuatu yang masih kurang dalam sistem
pendidikan kita.
Munculnya pertanyaan di atas merupakan gugatan terhadap peran pendidikan bagi
masyarakat. Pertanyaan itu sekaligus menjadi satu indikator bahwa sebenarnya tengah
terjadi krisis dalam sistem pendidikan kita. Krisis itu muncul ketika pendidikan semata-
mata berorientasi menciptakan manusia yang mekanis sebagai penerima pengetahuan.
Pendidikan hanya berorientasi pada intelegensi. Akhirnya aspek-aspek kemanusiaan dan
moralitas menjadi tereliminasi. Akibatnya muncul permasalahan yang tak kunjung
menemui jalan akhir.
Secara umum bangsa Indonesia dihadapkan pada berbagai problem dan krisis
kebangsaan yang serius. Berbagai permasalahan silih berganti menyita perhatian semua
anak bangsa. Jika tidak segera ditangani dan diantisipasi, maka problem dan krisis itubisa mengarah pada bergesernya karakter (jati diri) bangsa ini, dari karakter positif ke
negatif.
Realitas di atas kiranya menjadi sebuah titik balik, bahwa pendidikan yang semata-mata
menanamkan aspek intelegensi tidak akan berhasil jika tidak dibarengi dengan
pendidikan yang menekankan aspek moralitas. Oleh karena itu, perlu ada pendidikan
yang berimbang antara faktor intelegensi, moralitas, dan tindakan nyata melalui
pendidikan karakter.
Pendidikan Karkter
Karakter merupakan cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individuuntuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Prof. Suyanto menyatakan bahwa individu yang berkarakter baik adalah
individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat
dari keputusan yang ia buat.
1
Magister Pendidikan, mantan aktivis PMII Universitas Negeri Semarang
-
8/8/2019 NU Dan Pendidikan Karakter
2/3
sebenarnya) kata Martin Luther King, seorang pembaharu dari Amerika Serikat.
Ungkapan itu senada dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Penjelasan di atasmenunjukkan bahwa pendidikan karakter memliki posisi penting dalam sistem
pendidikan nasional.
Akan tetapi, kenyataan yang terjadi dalam praksis pendidikan menunjukkan bahwa
pendidikan karakter masih menjadi hal yang belum optimal untuk diterapkan. Hal ini
sungguh menghkawatirkan karena saat ini dunia tengah dilanda perubahan informasi
yang sangat cepat dalam globalisasi. Dengan demikian, apabila pendidikan karakter
tidak diterapkan secara optimal, boleh jadi dalam beberapa puluh tahun ke depan tidak
ada lagi manusia Indonesia karena yang tersisa hanyalah manusia-manusia tanpa jati
diri.
Mendesak
Pendidikan karakter dirasa sangat mendesak untuk dipraktikkan secara nyata pada saat
ini. Hal ini karena keberhasilan seseorang menurut Daniel Goleman ternyata 80 %
dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 % ditentukan oleh kecerdasan otak
(IQ). Nilai-nilai moral yang dibangun dalam pendidikan karakter merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang.
Pentingnya penerapan pendidikan karakter didasarkan pula dari hasil studi Dr. Marvin
Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis. Dinyatakan motivasi siswa dalam
meraih prestasi akademik mampu ditingkatkan dengan penerapan pendidikan karakter.
Selain itu perilaku-perilaku negatif mampu diturunkan.
Dalam pendidikan karakter, menurut Prof. Suyanto terdapat sembilan pilar karakter
yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan
segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga,
kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka
tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras;
ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan,
karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Namun demikian, selain memperhatikan nilai universal yang telah di jelaskan di atas,pada kondisi masyarakat yang berbeda-beda, pendidikan karakter mengalami
penyesuaian. Penyesuaian tersebut diselaraskan dengan konteks tempat pendidikan
karakter akan diterapkan. Pada konteks Indonesia, muncul pertanyaan mendasar
karakter seperti apa yang ingin dikembangkan? serta nilai-nilai apa yang menjadi
landasan pelaksanaan pendidikan karakter?
Penyesuaian tersebut bertujuan untuk menguatkan jati diri masyarakat. Dengan
demikian, pendidikan karakter pada akhirnya mampu mengembangkan pribadi manusia
Indonesia yang sesuai dengan konteks dan kearifan lokal yang dimiliki. Karenanya,
manusia Indonesia tidak tercerabut dari akarnya dan tidak terobang-ambing dalam
terjalnya gelombang globalisasi yang semakin akultural.
-
8/8/2019 NU Dan Pendidikan Karakter
3/3
Dalam konteks Indonesia yang plural, pendidikan karakter tidak lepas dari upaya untuk
sadar dan memahami secara cerdas keberagaman masyarakat. Oleh karena itu, nilai-
nilai yang dikembangkan adalah nilai yang menunjang terhadap tercapainya sebuah
kesadaran dan kepedulian terhadap beragamnya kelompok sosial di Indonesia. Nilaiinilah yang menjasi salah satu nilai penting yang harus dikembangakan dalam
pendidikan karakter di Indonesia.
NU dan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter tidak mungkin berdiri sendiri tanpa adanya komunitas pelaksana
dan pendukung. NU sebagai organisasi Islam terbesar tidak lepas dari perannya sebagai
pelaksana pendidikan karakter di Indonesia.
Peran NU sebagai pelaksana pendidikan karakter disebabkan beberapa alasan. Pertama,
dilihat dari sudut pandang historis, keberadaan NU telah larut dalam dinamika
masyarakat Indonesia. Sejak secara formal berdiri pada zaman pergerakan sampaisekarang, NU telah berkembang menjadi organisasi yang berpartisipasi dalam segala
aspek kehidupan masyarakat, mulai dari moralitas, agama, sampai masalah ekonomi.
Singkatnya, dari dahulu sampai sekarang di mana-mana ada NU, sehingga NU tidak
lepas dari hal ihwal keindonesiaan.
Kedua, NU memiliki nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai nilai inti (core values)
dalam pendidikan karakter. Nilai-nilai yang dimiliki NU sebagai nilai inti pendidikan
karakter yakni pahamAhlussunnah wal Jamaah (aswaja) sangat sesuai dalam konteks
Indonesia. Aswaja dipahami tidak hanya sebagai doktrin (mazhab), tetapi juga sebagai
paradigma berpikir (manhaj). Posisi aswaja sebagai paradigma berpikir inilah yang akan
dikembangkan sebagai nilai inti pendidikan karakter berperspektif NU.
Aswaja sebagai paradigma berpikir memiliki beberapa nilai, yakni: pertama, tawassuth
yakni sikap tengah-tengah atau moderat. Kedua tawazun atau seimbang dalam segala
hal. Ketiga, taadlu atau adil, yakni melihat sesuatu sesuai dengan proporsinya. Selain
ketiga prinsip ini, golongan Ahlussunnah wal Jama'ah juga mengamalkan sikap
tasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang
memiliki prinsip hidup yang tidak sama.
Nilai-nilai tersebut sangat sesuai untuk dijadikan sebagai core values atau nilai inti dari
pendidikan karakter dalam konteks Indonesia. Hal ini karena masyarakat Indonesiaadalah masyarakat plural, sehingga nilai itu bersenyawa dalam konteks Indonesia.
Sudah saatnya kini kaum nahdliyin dengan percaya diri menanamkan nilai Aswaja
dalam praksis pendidikan. Caranya adalah dengan menerapkan nilai tersebut untuk
melihat fenomena dan realitas yang terjadi pada masyarakat kita. Tidak hanya di dalam
kelas, tetapi juga dalam masyarakat luas. Kapanpun, di manapun, serta terhadap apapun
dan siapapun.
Diharapkan melalui penerapan nilai aswaja dalam pendidikan karakter akan muncul
manusia-manusia berjati diri, sehingga lahirlah insan mandiri yang siap menghadapi
perubahan dan kemajuan tanpa kehilangan budi pekerti.