november 2018 - i edisi #1 kareba palu koro · air bersih, layanan sanitasi, dan promosi kesehatan....

4
KAREBA PALU KORO KABAR PENANGANAN BENCANA SULTENG november 2018 - I edisi #1 Seorang warga melintas di lokasi likuifaksi Desa Jono Oge. Foto: Martin Dody/ERCB LIKUIFAKSI MENGGESER JONO OGE KE LANGALESO Beberapa menit setelah kejadian gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah, muncul semburan lumpur yang besar di bagian atas, perbatasan antara Desa Sidera dengan Jono Oge, di Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi. Semburan tersebut awalnya berupa air namun lama-kelamaan menjadi semburan lumpur yang sangat besar. “Lumpurnya bergulung-gulung seperti diblender,” ungkap Abdul (40), warga Dusun Tiga, Desa Langaleso, pada tim Kareba Palu Koro, Rabu (25/10) ketika ditemui di posko pengungsian Dusun 3 di Desa Langaleso. Desa Langaleso adalah salah satu wilayah yang tidak hanya terdampak oleh gempa, tetapi juga likuifaksi tanah atau pencairan tanah. Wilayah lain yang terkena likuifaksi adalah Petobo dan Balaroa di kota Palu. Likuifaksi yang terjadi sesaat setelah gempa berkekuatan 7,4 SR menghantam wilayah tersebut pada Jumat petang tanggal 28 September 2018 yang lalu menggeser tanah dari Desa Jono Oge ke Desa Langeleso yang berjarak kurang lebih 3 kilometer. Sebagian besar wilayah di Dusun 3, Desa Langaleso tersebut rata dengan tanah. Pohon-pohon, menara seluler hanyut dan bergeser, demikian pula dengan rumah-rumah penduduk, bangunan masjid dan gereja. “Ada sekitar 200 anak sekolah yang ikut hanyut dan tertimbun lumpur di gereja. Karena saat itu ada kegiatan disana,” kata Abdul. Gereja tersebut adalah Gereja Protestan Indonesia Donggala. Saat berkunjung kesana, warga menuturkan masih ada beberapa orang tua siswa yang datang untuk mencari anak mereka. Warga lain yang ditemui di pengungsian juga bertutur hal yang sama tentang kejadian di dusun mereka. “Seperti meletus dulu terus air menyembur kayak mendidih,” kata Suwarti (38). Bersambung ke halaman 2...

Upload: nguyennga

Post on 10-Jun-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: november 2018 - I edisi #1 KAREBA PALU KORO · air bersih, layanan sanitasi, dan promosi kesehatan. Data tersebut dapat diakses di www. Sekberwashsulteng.id. Catatan lain dari tim

KAREBA PALU KOROKABAR PENANGANAN BENCANA SULTENG

november 2018 - I edisi #1

Seorang warga melintas

di lokasi likuifaksi Desa

Jono Oge. Foto: Martin Dody/ERCB

LIKUIFAKSI MENGGESER JONO OGE KE LANGALESO

Beberapa menit setelah kejadian

gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah,

muncul semburan lumpur yang besar

di bagian atas, perbatasan antara Desa

Sidera dengan Jono Oge, di Kecamatan

Dolo, Kabupaten Sigi. Semburan tersebut

awalnya berupa air namun lama-kelamaan

menjadi semburan lumpur yang sangat

besar.

“Lumpurnya bergulung-gulung seperti

diblender,” ungkap Abdul (40), warga

Dusun Tiga, Desa Langaleso, pada tim

Kareba Palu Koro, Rabu (25/10) ketika

ditemui di posko pengungsian Dusun 3 di

Desa Langaleso.

Desa Langaleso adalah salah satu

wilayah yang tidak hanya terdampak

oleh gempa, tetapi juga likuifaksi tanah

atau pencairan tanah. Wilayah lain yang

terkena likuifaksi adalah Petobo dan

Balaroa di kota Palu.

Likuifaksi yang terjadi sesaat setelah

gempa berkekuatan 7,4 SR menghantam

wilayah tersebut pada Jumat petang

tanggal 28 September 2018 yang lalu

menggeser tanah dari Desa Jono Oge

ke Desa Langeleso yang berjarak kurang

lebih 3 kilometer. Sebagian besar wilayah

di Dusun 3, Desa Langaleso tersebut rata

dengan tanah. Pohon-pohon, menara

seluler hanyut dan bergeser, demikian

pula dengan rumah-rumah penduduk,

bangunan masjid dan gereja.

“Ada sekitar 200 anak sekolah yang ikut

hanyut dan tertimbun lumpur di gereja.

Karena saat itu ada kegiatan disana,” kata

Abdul. Gereja tersebut adalah Gereja

Protestan Indonesia Donggala. Saat

berkunjung kesana, warga menuturkan

masih ada beberapa orang tua siswa yang

datang untuk mencari anak mereka.

Warga lain yang ditemui di pengungsian

juga bertutur hal yang sama tentang

kejadian di dusun mereka.

“Seperti meletus dulu terus air

menyembur kayak mendidih,” kata

Suwarti (38).

Bersambung ke halaman 2...

Page 2: november 2018 - I edisi #1 KAREBA PALU KORO · air bersih, layanan sanitasi, dan promosi kesehatan. Data tersebut dapat diakses di www. Sekberwashsulteng.id. Catatan lain dari tim

KAREBA PALU KORO

Beruntung mereka berlari ke arah yang kemudian tidak terkena

dampak likuifaksi sehingga bisa selamat.

Menurut Dr. Yusuf Surachman Djajadihardja, PhD., peneliti senior

Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi (BPPT), likuifaksi terjadi

akibat lapisan pasir yang jenuh oleh air di bawah permukaan

wilayah tersebut berubah menjadi lumpur ketika terjadi gempa dan

kemudian longsor.

Saat ini para warga tinggal di Posko Pengungsian Desa 2 yang

terletak di sebuah lapangan dan Posko Pengungsian Dusun 3 yang

berada pinggir-pinggir jalan dan area persawahan di dekat wilayah

yang terdampak likuifaksi. Jumlah warga yang terdampak sebanyak

311 KK dan yang terbanyak berada di Dusun 3. Saat ini mereka

tinggal di tenda-tenda. Masing-masing tenda berisi 2 hingga 3 KK.

Walaupun mereka sudah mendapatkan bantuan, namun

persediaan logistik mulai menipis. Bantuan yang mereka dapatkan

lebih banyak berasal dari organisasi-organisasi non pemerintah.

Sampai saat ini, menurut Aziz, Koordinator Posko Dusun 3, belum

ada rencana dari pemerintah terkait pembersihan atau perataan

wilayah Desa Langaleso.

Jaringan ERCB sendiri rencananya selain memberika bantuan

logistik berupa beras, juga memberikan layanan kesehatan dan

trauma healing. Layanan kesehatan diberikan karena muncul

banyak keluhan warga terdampak yang menderita gatal-gatal

akibat kegiatan MCK yang dilakukan di sumber air yang sama.

Selain itu, tim juga melihat kemungkinan untuk masuk ke sektor

WASH dan huntara.

Harapan utama warga kedepannya adalah kembali memiliki

rumah walaupun jika mereka harus direlokasi. Selain itu, mereka

juga berharap agar roda perekonomian mereka kembali berputar

dengan dapat kembali bekerja dan mencari nafkah untuk keluarga

mereka. (mdk)

Sebanyak 3 ton beras dikirim oleh Jaringan Emergency Response

Capacity Building (ERCB) ke Kelurahan Mamboro pada Kamis

(25/10). Pengiriman bantuan tersebut merupakan bagian dari

kegiatan Jaringan ERCB untuk membantu penyintas gempa,

tsunami, dan likuifaksi di Sulawesi Tengah.

Organisasi yang terlibat dalam jaringan ERCB ini adalah LPTP,

Bina Swadaya, Perdhaki, Yayasan Pusaka Indonesia, dan AMAN.

Di Sulawesi Tengah, jaringan ini bekerja sama dengan organisasi

setempat, diantaranya KARSA Institute dan Yayasan Merah Putih

(YMP). Rencananya tiga bulan ke depan mereka akan memberikan

bantuan berupa makanan dan non-makanan seperti air dan

sanitasi, pelayanan kesehatan, hunian sementara, dan tempat

belajar dan bermain anak.

BANTUAN BERASKE MAMBORO

Bantuan beras yang dikirimkan ke Kelurahan Mamboro,

Kecamatan Palu Utara, Sulawesi tengah tersebut ditujukan bagi

warga terdampak yang tinggal di posko pengungsian. Diterima

oleh Abdul Ghofur (36), Koordinator Posko, beras tersebut langsung

dibagikan kepada 120 kepala keluarga (KK) dari total 180 KK yang

terdaftar. Masing-masing KK menerima 25 kg beras. Sisa 60 KK yang

belum mendapat bantuan akan divalidasi terlebih dahulu.

Warga di desa tersebut mengungsi ke posko yang terletak di

dataran yang lebih tinggi karena hampir seluruh rumah mereka

tersapu oleh tsunami akibat gempa yang terjadi pada tanggal 28

September 2018 lalu.

Validasi atas jumlah KK tersebut diperlukan untuk memastikan

agar bantuan benar-benar tepat sasaran untuk mereka yang benar-

benar tinggal di posko pengungsian tersebut dan berasal dari desa

tersebut. Pertambahan data jumlah pengungsi tersebut disinyalir

akibat kembalinya mereka yang mengungsi ke luar daerah paska

bencana gempa ke Kelurahan Mamboro.

Bantuan beras ini menjadi semacam titik masuk untuk

mendapatkan data yang akurat terkait jumlah penerima bantuan

dan jenis bantuan yang akan diberikan. Karena berdasarkan

rencana dan juga kajian awal yang dilakukan, bantuan yang

akan diberikan ke sebuah desa yang terdampak mungkin saja

tidak hanya satu jenis. Selain beras, Jaringan ERCB akan memberi

bantuan tambahan berupa lauk pauk, tempat sampah, dan palet

untuk alas di tenda. (mdk)

Salah seorang penerima manfaat di Kelurahan Mamboro

membawa karung berisi beras bantuan ke tenda

Foto: Martin Dody/ERCB

02

Page 3: november 2018 - I edisi #1 KAREBA PALU KORO · air bersih, layanan sanitasi, dan promosi kesehatan. Data tersebut dapat diakses di www. Sekberwashsulteng.id. Catatan lain dari tim

KAREBA PALU KORO

Bertempat di pelataran parkir Aliansi Jurnalis Indepen (AJI) Kota Palu, Sabtu (27/10), diadakan acara diskusi untuk merefleksikan satu bulan pasca gempa, likuifaksi, dan tsunami di Palu, Donggala, dan Sigi. Hadir sebagai pembicara Dr. Yusuf Surachman Djajadihardja, PhD., seorang peneliti senior Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi (BPPT). Gubernur Sulawesi Tengah, Drs. Longki Djanggola, M.Si, juga turut hadir dalam acara ini.

Dalam diskusi tersebut, dijelaskan

tentang lempeng-lempeng dan patahan-

patahan yang ada di Indonesia. Pada tahun

2002, Yusuf mendapat kesempatan untuk

meneliti patahan Sumatera yang berada di

dasar laut di kedalaman 2.102 meter. Dari

hasil observasi, ditemukan bahwa patahan

tersebut memanjang hingga ke bagian

selatan Jawa Barat.

“Keberadaan patahan inilah yang

memunculkan prediksi yang menjadi

perdebatan tentang akan adanya gempa

besar di wilayah barat Sumatera bhingga

ke Jawa, terutama Jakarta. Diperkirakan,

kekuatan gempa tersebut mencapai 8 scala

richter. Prediksi mengenai kapan terjadinya

dan besaran gempa tersebut berdasarkan

perhitungan pergerakan lempeng

pertahunnya,” jelas Yusuf.

Yusuf menerangkan bahwa gempa yang

terjadi di Sulawesi Tengah pada tanggal

28 September 2018 lalu akibat aktivitas

sesar Palu Koro yang dibangkitkan oleh

pergeseran struktur sesar secara mendatar

mengiri. Hal tersebut karena patahan yang

ada di wilayah Sulawesi adalah patahan

geser.

Likuifaksi di Desa BalaroaMengenai likuifaksi, Yusuf memaparkan

tentang apa yang terjadi di Desa Balaroa.

Ketebalan tanah di salah satu titik di

wilayah tersebut hanya setebal 5 meter. Di

bawahnya terdapat lapisan batu pasir yang

berselang-seling antara yang kasar dan

halus. Terdapat struktur yang dinamakan

struktur akuifer atau struktur batuan yang

jenuh terisi oleh air.

“Pada saat terjadi gempa, struktur

tersebut akan digoyang hingga lapisan

pasir tersebut menjadi lumpur,” kata Yusuf.

Kondisi di Balaroa seperti halnya di

Desa Petobo dan Jono Oge yang miring,

membuatnya longsor dan seolah-olah

meluncur karena ikatan di bawahnya lepas

ketika menjadi lumpur.

Proses likuifaksi tersebut diilustrasikan

dengan sebuah video yang menunjukkan

bagaimana permukaan pasir di pinggir

pantai yang semula padat, namun ketika

sebuah batang kayu ditancapkan dan

kemudian digoyang baik secara vertikal

maupun horizontal, permukaan pasir yang

semula padat tersebut berubah menjadi

lumpur yang sangat gembur dan tidak

stabil.

Pengurangan Risiko BencanaSalah seorang penanya, Neni Muhidin,

dari Forum Pengurangan Risiko Bencana

(PRB) Sulawesi Tengah mengingatkan

tentang pentingnya pengurangan risiko

bencana karena kita tinggal di wilayah

yang rawan risiko bencana.

“Risiko tersebut bisa dihitung. Kita

harus tahu ancamannya nyata. Kita harus

tahu kerentanan kita, tapi kita juga harus

tahu bahwa kita memiliki kapasitas untuk

bangkit,” katanya.

Ia juga mengkritisi tentang kebijakan

tata ruang di wilayah Sulawesi Tengah,

dokumen rencana kontijensi yang tidak

diperbaharui, dan kesiapan Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Diskusi ini ditutup dengan pernyataan

dari Gubernur bahwa perubahan tata

ruang di Propinsi Sulawesi Tengah sudah

direncanakan dengan mempertimbangkan

bencana yang sudah terjadi dan juga

perencanaan kedepannya. Perencanaan

perubahan tata ruang tersebut diupayakan

selesai pada bulan Desember tahun ini.

(mdk)

REFLEKSI SATU BULAN PASCA

GEMPA, LIKUIFAKSI DAN TSUNAMI

SULAWESI TENGAH

03

Page 4: november 2018 - I edisi #1 KAREBA PALU KORO · air bersih, layanan sanitasi, dan promosi kesehatan. Data tersebut dapat diakses di www. Sekberwashsulteng.id. Catatan lain dari tim

KAREBA PALU KORO

Kareba Palu Koro adalah media penyebaran informasi terkait penanganan bencana di Sulawesi Tengah yang dikelola oleh Jaringan Emergency Response Capacity Building (ERCB) pada masa tanggap darurat hingga masa rehabilitasi pasca bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi 28 September 2018 di Palu, Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah. Media ini didukung oleh pendanaan dari SHO dan Cordaid dan terbit dua mingguan.

Pemimpin Redaksi: Arfiana Khairunnisa, KARINA Yogyakarta

Kontributor: Martin Dody Kumoro, Jaringan ERCB, KARINA Yogyakarta

Saran dan masukan dapat dikirimkan melalui [email protected] atau dialamatkan ke Jl. Karanja Lembah, Lorong BTN Polda, Samping Perum Kelapa GadingDesa Kalukubula, Kec. Sigi Biromaru, Kab. Sigi, Sulteng

AIR, SANITASI, DAN KEBERSIHAN MENJADI PERHATIAN

Pada rapat koordinasi tim ERCB Senin (22/10),

ada temuan terkait dengan air, sanitasi dan

kesehatan. Pertemuan ini untuk memantapkan

intervesi tim ERBC yang dapat segera

dilaksanakan.

Jaringan PDAM mengalami kerusakan sebesar

80%. Pihak PDAM sendiri terus melakukan

pendataan untuk pengadaan hidran umum di

beberapa titik. Berdasarkan investigasi tim dari

Kementrian Kesehatan, dari 33 sampel air yang

diambil, 22 diantaranya mengandung bakteri E. Coli.

“Untuk itu, tim tersebut berupaya untuk

menetralisir kandungan bakteri E. Coli dalam

air dengan memberikan semacam tablet di

sumber-sumber air dimana sampel diambil,”

kata Agung Prasetio dari Bina Swadaya, salah

satu anggota ERCB.

Sekretariat Bersama untuk Sub Cluster WASH

(water, sanitation, and hygiene) Sulawesi Tengah

(Sekber WASH Sulteng) telah dibentuk untuk

pengelolaan data terpadu terkait layanan

air bersih, layanan sanitasi, dan promosi

kesehatan. Data tersebut dapat diakses di www.

Sekberwashsulteng.id.

Catatan lain dari tim ERCB yang didapat dari

pertemuan Cluster WASH adalah fasilitas MCK

dan jamban yang sudah ada saat ini di tempat

pengungsian di kota Palu mulai bermasalah.

Masalah yang muncul akibat perilaku warga

yang membuang sampah ke dalam jamban

sehingga mengakibatkan saluran mampet.

Muncul gagasan untuk membuat sticker yang

menghimbau warga untuk tidak membuang

sampah ke dalam WC. Gagasan lainnya adalah

dibentuknya tim yang bertanggung jawab

untuk merawat sarana-sarana MCK tersebut.

“Penggunaan fasilitas WC untuk mandi oleh

warga menyebabkan resapan cepat penuh.

Jika membludak dikhawatirkan akan menjadi

sumber penyakit. Desain yang tidak ramah

terhadap penyandang disabilitas juga menjadi

pemikiran bersama,” kata Sutikno, koordinator

ERCB.

Armada pengangkut sampah yang belum

beroperasi penuh menyebabkan penumpukan

sampah sehingga menimbulkan kerumunan

lalat. Namun demikian sebulan paska bencana

gempa, armada pengangkut sampah sudah

mulai beroperasi walaupun belum terlalu

banyak.

“Kami akan mengupayakan untuk saling

berkoordinasi. Terutama untuk masalah sampah

medis, kami akan berkoordinasi dengan

puskesmas setempat,” lanjut Sutikno. (mdk)

REDAKSIONAL

Warga menggunakan air tergenang untuk mencuci.

Foto: Martin Dody/ERCB

04