nomor 09 - jdih.empatlawangkab.go.id filepemanfaatan ruang di wilayah kabupaten empat lawang...

33
Menimbang Mengingat PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN EMPAT LAWANG TAHUN 2012 - 2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI EMPAT LAWANG, a. bahwa ruang merupakan komponen lingkungan hidup yang bersifat terbatas dan tidak terbaharui, sehingga perlu dikelola secara bijaksana dan dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi akan datang; b. bahwa perkembangan pembangunan khususnya pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Empat Lawang diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan potensi sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan sumberdaya manusia dengan tetap memperhatikan daya dukung, daya tampung, dan kelestarian lingkungan hidup; c. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, · serta terjadinya perubahan faktor-faktor eksternal dan internal membutuhkan penyesuaian penataan ruang wilayah Kabupaten Empat Lawang secara dinamis dalam satu kesatuan tata lingkungan berlandaskan kondisi fisik, kondisi sosial budaya, dan kondisi sosial ekonomi melalui penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Empat Lawang sampai tahun 2032; dan d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tercantum huruf a, huruf b, dan huruf c, maka perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Empat Lawang tahun 2012-2032. 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara ten tang Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran

Upload: doantuong

Post on 08-Aug-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Menimbang

Mengingat

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG NOMOR 09 TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN EMPAT LAWANG TAHUN 2012 - 2032

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI EMPAT LAWANG,

a. bahwa ruang merupakan komponen lingkungan hidup yang bersifat terbatas dan tidak terbaharui, sehingga perlu dikelola secara bijaksana dan dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi y~g akan datang;

b. bahwa perkembangan pembangunan khususnya pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Empat Lawang diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan potensi sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan sumberdaya manusia dengan tetap memperhatikan daya dukung, daya tampung, dan kelestarian lingkungan hidup;

c. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, · serta terjadinya perubahan faktor-faktor eksternal dan internal membutuhkan penyesuaian penataan ruang wilayah Kabupaten Empat Lawang secara dinamis dalam satu kesatuan tata lingkungan berlandaskan kondisi fisik, kondisi sosial budaya, dan kondisi sosial ekonomi melalui penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Empat Lawang sampai tahun 2032; dan

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tercantum huruf a, huruf b, dan huruf c, maka perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Empat Lawang tahun 2012-2032.

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

ten tang Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran

)

Negara Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan ke dua atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Empat Lawang di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4677);

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Q07 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4 725);

5. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 ten tang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalarn Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

9. Peraturan Presiden Nomor 13 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera (Lernbaran Negara Republik Indonesia tahun 2012 Nomor 31);

10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusupan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten; dan

11. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan nomor 14 tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Selatan tahun 2006 nomor 14, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Selatan nomor 1).

2

\.. )

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN.RAKYAT DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG clan

BUPATIEMPATLAWANG

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KA.BUPATEN EMPAT LAWANG TAHUN 2012 -

2032

BABI

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.

2. 0

Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Surnatera Selatan.

3. Kabupaten adalah Kabupaten Empat Lawang.

4. Bupati adalah Bupati Empat Lawang.

5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ernpat Lawang.

6. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Empat Lawang.

7. Daerah adalah daerah Kabupaten Empat Lawang.

8. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Empat Lawang.

9. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara, sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

10. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.

11. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

12. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang bfilk direncanakan maupun tidak.

13. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

3

/'

' )

14. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

15. Wilayah adalah ruang yang rnerupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sisternnya ditentukan berdasarkan aspek administrative dan atau aspek fungsional.

16. Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untu pengembangan sernua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan sen1ua sirnpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

1 7. Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk rnasyarakat di dalarn kawasan perkotaan yang rnenghubungkan secara rnenerus kawasan yang rnernpunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil.

18.

19.

20.

Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utarna lindung atau budidaya.

Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingk:ungan hidup yang mencak:up sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.

Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya rnanusia, dan sumberdaya buatan.

21. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung.

22. Kawasan yang rnemberikan perlindungan kawasan bawahannya merupakan kawasan yang terdapat pada dataran tinggi dengan kemiringan tertentu yang berfungsi sebagai kawasan untuk resapan air.

23. Kawasan perlindungan seternpat merupakan kawasan yang berada di sekitar badan air yang berfungsi sebagai pendukung fungsi utama badan air.

24. Kawasan suaka alarn, pelestarian alam dan cagar budaya merupakan kawasan yang memiliki keunikan keanekaragaman hayati dan budaya.

25. Kawasan rawan bencana alarn merupakan kawasan yang potensial terkena dampak bencana alam.

26. Kawasan lindung geologi merupakan kawasan yang dilindungi karena memiliki kekhususan geologi.

27. Kolong adalah badan air yang terdapat di daratan yang difungsikan sebagai cadangan air baku permukaan.

28. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.

29. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung prikehidupan dan penghidupan.

30. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama

4

,

pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

31. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

32. Kawasan dengan cm khusus (tematik) adalah kawasan yang pengembangannya menonjolkan salah satu sektor yang dianggap potensial dan menjadi ciri bagi kawasan bersangkutan.

33. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditujukan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarkis keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.

34. Kawasan strategis adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/ atau lingkungan.

35. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

36. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.

37. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.

38. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.

39. Pusat Kegiatan Lokal promosi yang selanjutnya selanjutnya disebut PKLp adalah adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kabupaten/kota atau beberapa kecamatan yang diusulkan oleh Kabupaten.

40. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa

41. Pusat Pelayanan Linglungan yang selanjutnya disebut PPL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi melayani kegiatan skala desa atau bebera desa di sekitarnya

'42. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan clan pemurnian,

5

\

pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

43. Kawasan pertambangan adalah kawasan yang memiliki potensi pertarnbangan dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.

44. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata clan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

45. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.

46. Kawasan suaka alam dan pelestarian alam adalah kawasan yang mewakili ekosistem khas yang merupakan habitat ala.mi yang memberikan perlindungan bagi perkembangan flora dan fauna yang khas dan beraneka ragam

47. Kawasan cagar budaya adalah tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi dan sebagai tempat serta ruang di sekitar situs purbakala dan kawasan yang memiliki bentukan geologi alami yang khas.

48. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau didirikan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

49. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/ a tau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2

50. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang rnerupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyirnpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

51. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, . dan makhluk hidup terrnasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

52. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

53. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktifitas lingkungan hid up.

54. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang di Kabupaten Empat Lawang.

55. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/ atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penataan ruang.

6

56. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

57. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur ten tang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.

BAB II FUNGSI DAN KEDUDUKAN

Pasal 2

(1) RTRW Kabupaten berfungsi sebagai arahan struktur dan pola ruang, pemanfaatan sumber daya, dan pembangunan daerah serta penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional, Provinsi, dan Kabupaten.

(2) RTRW Kabupaten juga berfungsi sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten dan pedoman penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten.

(3) Kedudukan RTRW Kabupaten adalah:

a. sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun tata ruang nasional; penyelaras bagi kebijakan penataan ruang provinsi; dan pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Empat Lawang; dan

b. sebagai dasar pertimbangan dalam penyelarasan penataan ruang antar wilayah lain yang berbatasan; dan kebijakan pemanfaatan ruang Kabupaten, lintas kecamatan, dan lintas ekosistem.

BAB III LINGKUP WILAYAH PERENCANAAN

Pasal 3

(1) Wilayah Kabupaten mencakup wilayah dengan luas kurang lebih 225.644 (dua ratus dua puluh lima ribu enam ratus empat puluh empat) hektar.

(2) Batas-batas wilayah Kabupaten, meliputi:

a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas;

b. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lahat;

c. sebelah selatan dengan Kabupaten Lahat dan Kabupaten Seluma; dan

d. sebelah barat dengan Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Kepahyang.

7

(3) Lingkup wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rneliputi:

a. Kecarnatan Tebing Tinggi;

b. Kecarnatan Talang Padang;

c. Kecamatan Pendopo;

d. Kecamatan Ulu Musi;

e. Kecarnatan Pasemah Air Keruh; f. Kecarnatan Lintang Kanan;

g. Kecamatan Muara Pinang; dan

h. Kecamatan Sikap Dalam.

BAB IV TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu Tujuan

Pasal 4

Penataan ruang wilayah Kabupaten bertujuan mewujudkan Kabupaten Empat Lawang yang handal berbasis pertanian dan pariwisata dengan lingkungan sebagai bingkai ruang yang berkelanjutan.

Bagian Kedua Kebijakan

Pasal 5

( 1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ditetapkan kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten.

(2) Kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. percepatan pembangunan pusat-pusat kegiatan utama dalam rangka mempercepat pemerataan pembangunan wilayah Kabupaten;

b. peningkatan keterkaitan antara kawasan perkotaan dan perdesaan dalam rangka menghilangkan kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan;

c. peningkatan sarana dan perdesaan dalam rangka daerah;

prasarana kawasan perkotaan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi

d. penguatan upaya perlindungan dan pelestarian terhadap kawasan hutan lindung, suaka alam, badan air dan hutan kota untuk mempertahankan keanekaragaman hayati, menjaga kelestarian cadangan air baku, mengurangi potensi pemanasan global dan mempertahankan ekosistem yang ada;

e. pemberdayaan kawasan hutan lindung, suaka alam, dan cagar budaya sebagai kawasan Wisata ekologi/eco-tourism;

8

f. pengembangan kawasan dengan ciri khusus (tematik) dalam rangka mengem bangkan perekonomian daerah yang unggul dan berdaya saing secara regional dan nasional dengan bertumpu pada kegiatan pertanian, perikanan dan pariwisata;

g. pengembangan kawasan budidaya yang produktif, seimbang dan merata untuk mendorong percepatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan daerah;

h. penetapan dan percepatan penataan kawasan prioritas yang memiliki fungsi strategis dari sudut kepentingan daya dukung lingkungan hidup dalam rangka mendukung upaya pelestarian alarn;

i. penetapan dan percepatan pengembangan kawasan prioritas yang memiliki fungsi strategis dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi dalam rangka mendukung peningkatan perekonomian daerah; dan

j. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

Bagian Ketiga Strategi

Pasal 6

Strategi untuk percepatan pembangunan pusat-pusat kegiatan utama dalam rangka mempercepat pemerataan pembangunan wilayah Kabupaten, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a, meliputi:

a. menetapkan kawasan yang menjadi pusat kegiatan perkotaan secara hirarkis sesuai dengan potensi kawasan bersangkutan; dan

b. mengernbangkan fasilitas-fasilitas yang berciri kegiatan perkotaan untuk rnendorong perubahan lebih cepat rnenjadi kawasan perkotaan.

Pasal 7

Strategi untuk peningkatan keterkaitan antara kawasan perkotaan dan perdesaru:i dalarn rangka rnenghilangkan kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, rneliputi:

a. rnengembangkan kegiatan budidaya produktif di kawasan perbatasan antara perkotaan dan perdesaan melalui pengernbangan permukirnan, sentra-sentra produksi, perdagangan, dan jasa; dan

b. mengembangkan kegiatan-kegiatan yang dapat memadukan kegiatan perkotaan dan perdesaan seperti industri turunan dari kegiatan pertanian dan industri kerajinan.

Pasal 8

Strategi untuk peningkatan sarana dan prasarana kawasan perkotaan dan perdesaan dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah

9

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c, meliputi:

a. mengembangkan sistem jaringan jalan yang dapat menjangkau seluruh kawasan terutama kawasan perdesaan yang terisolir;

b. rnengembangkan sistern jaringan jalan yang rnernadai, handal dan efisien di kawasan perkotaan;

c. rnengernbangkan prasarana angkutan umum yang mudah dijangkau, nyaman dan merata di seluruh ibukota kecamatan dan sernua lingkungan di perkotaan;

d. pengembangan sistem transportasi sungai untuk mendukung kegiatan wisata;

e. peningkatan sistem transportasi perkeretaapian untuk meningkatkan kemudahan aksesibilitas Kabupaten secara regional;

f. pengembangan siste:m transportasi udara perintis untuk meningkatkan aksesibilitas Kabupaten secara nasional;

g. pengembangan prasarana lingkungan yang memadai dan layak secara lingkungan di semua wilayah Kabupaten; dan

h. pengembangan sarana permukiman meningkatkan kualitas pelayanan ekonomi, keamanan bagi masyarakat.

Pasal 9

yang memadai unfu:K: sosial, budaya, politik dan

Strategi untuk penguatan upaya perlindungan dan pelestarian terhadap kawasan hutan lindung, suaka alam, badan air dan hutan kota untuk rnempertahankan keanekaragaman hayati, menjaga kelestarian cadangan air baku, rnengurangi potensi pernanasan global dan mempertahankan ekosistem yang ada sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d, meliputi:

a. menetapkan kawasan hutan lindung, suaka alam, kawasan resapan air, badan air, kawasan rawan bencana, kawasan bersejarah dan kawasan dengan daya dukung lingkungan yang rendah sebagai kawasan lindung;

b. menetapkan kawasan sempadan hutan lindung yang berfungsi sebagai kawasan penyangga (buffer zone);

c. rnenetapkan kawasan sernpadan badan air sebagai kawasan yang tidak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya;

d. rnenetapkan daerah penyangga di sekitar kawasan konservasi untuk mendukung fungsi kawasan;

e. mencegah pemanfaatan kawasan rawan bencana sebagai kawasan budidaya;

f. rnengembangkan hutan kota pada lahan-lahan yang dapat berfungsi sebagai paru-paru kota;

g. mengernbangkan kawasan RTH minimal 30 % dari luas wilayah Kabupaten; dan

h. mengembalikan kawasan lindung yang rusak atau yang telah menurun kualitas dan kuantitasnya.

10

Pasal 10

Strategi untuk pemberdayaan kawasan hutan lindung, suaka alam, dan cagar budaya sebagai kawasan wisata ekologi / eco-tourism sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e, meliputi:

a. mengembangkan konsep wisata alam terpadu di dalam kawasan hutan lindung dan kawasan suaka alam;

b. merevitalisasi bangunan cagar budaya; dan

c. memadukan konsep lindung dan wisata pada hutan kota.

Pasal 11

Strategi untuk pengembangan kawasan dengan ciri khusus (tematik) dalam rangka mengembangkan perekonomian daerah yang unggul dan berdaya saing secara regional dan nasional dengan berturnpu pada kegiatan pertanian, perikanan dan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f, meliputi:

a. mengembangkan kawasan pusat pengernbangan pertanian (agropolitan) pada kawasan yang telah berkembang sebagai sentra pertanian;

b. menciptakan kawasan-kawasan industri kreatif berbasis hasil-hasil pertanian unggulan;

c. menciptakan kawasan yang memiliki potensi wisata alam unik seperti mata air panas, air terjun, dan sungai Musi sebagai kawasan wisata unggulan;

d. mengembangkan kawasan minapolitan yang berbasis perikanan budidaya air tawar;

e. mengembangkan kawasan wisata berbasis pertanian di kawas~_:­

kawasan pegunungan/perbukitan dengan komoditas asli daerah (agro­based tourism);

f. mengembangkan pusat-pusat informasi investasi dan pernasaran produk pertanian dan pariwisata; dan

g. mendorong investasi swasta melalui insentif.

Pasal 12

Strategi untuk pengembangan kawasan budidaya yang produktif, seimbang dan merata untuk mendorong percepatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf g, meliputi:

a. mengembangkan kegiatan pertanian rnelalui revitalisasi lahan tidak produktif, penyediaan irigasi yang memadai, pengembangan jalan usaha pertanian, dan industri turunan pertanian;

b. mengembangkan. kegiatan pertambangan secara tepat dan terkendali sebagai potensi penting bagi pendapatan daerah dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan;

11

c. mengembangkan kegiatan pariwisata secara lebih variatif dengan penekanan pada potensi alam pegunungan, sungai dan hutan;

ct. mengembangkan kegiatan industri berbasis pertanian dan pariwisata;

e. mengembangkan kegiatan budidaya perikanan yang terpadu dengan berbasis ketersediaan sumber air baku yang melimpah seperti sungai dan kolong;

f. mengembangkan kawasan permukiman pada kawasan-kawasan yang non produktif dengan memperhatikan perbandingan yang layak antara lahan terbangun;

g. mengembangkan kegiata_ri perdagangan dan jasa secara merata dan hirarkis baik di kawasan perkotaan maupun perdesaan; dan

h. mengembangkan kegiatan permukiman yang mempunyai daya adaptasi bencana khususnya di kawasan rawan bencana seperti kawasan perbukitan, tepi sungai, dan daerah patahan.

Pasal 13

Strategi untuk penetapan dan percepatan penetapan kawasan prioritas yang memiliki fungsi strategis dari sudut kepentingan daya dukung lingkungan hidup dalam rangka mendukung upaya pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf h, meliputi:

a. menetapkan kawasan strategis Kabupaten dari sudut kepentingan daya dukung lingkungan hidup;

b. menyusun rencana penataan kawasan dalam jangka pendek;

c. mencegah dan membatasi pemanfaatan ruang di sekitar kawasan strategis Kabupaten yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan;

d. mengembangkan kegiatan budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan stiategis yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan kawasan budi daya terbangun; dan

e. merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan strategis.

Pasal 14

Strategi untuk penetapan dan percepatan pengembangan kawasan prioritas yang memiliki fungsi strategis dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi dalam rangka mendukung peningkatan perekonomian daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf i, meliputi:

a. menetapkan kawasan strategis kabupaten pembangunannya dalam jangka pendek yang kawasan yang cepat tumbuh;

yang diprioritaskan diperkirakan menjadi

b. menyusun rencana pengembangan kawasan strategis secara komprehensif dalam jangka pendek;

c. menyiapkan lahan untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan

12

melalui mekanisme kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat;

dan

d. mendorong keterlibatan swasta dan masyarakat lebih intensif rnelalui mekanisme investasi dan insentif.

Pasal 15

Strategi untuk peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) hurufj meliputi:

a. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan;

b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan disekitar kawasan pertahanan dan keamanan untuk menjaga fungsi dan peruntukannya;

c. mengembangkan kawasan lindung dan/ atau budidaya tidak terbangun disekitar kawasan pertahanan dan keamanan sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan tersebut dengan kawasan budidaya terbangun; dan

d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/TNI.

BABV

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu Rencana Sistem Perkotaan Wilayah Kabupaten

Pasal 16

(1) Rencana sistem perkotaan wilayah Kabupaten rneliputi:

a. PKL;

b. PKLp;

c. PPK;dan

d. PPL.

(2) Kota yang ditetapkan sebagai PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berlokasi di Tebing Tinggi.

(3) Kota yang ditetapkan sebagai PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berlokasi di Pendopo.

(4) Kota yang ditetapkan sebagai PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berlokasi di Ulu Musi.

(5) Kota yang ditetapkan sebagai PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:

a. Kelurahan Nanjungan di Kecamatan Pasemah Air Keruh;

b. Kelurahan Talang Padang di Kecamatan Talang Padang; c. Kelurahan Muara Pinang di Kecarnatan Muara Pinang; dan

13

d. Kelurahan Lesung Batu di Kecamatan Lintang Kanan.

(6) Setiap kawasan perkotaan sebagaimana dinyatakan pada ayat (1) sampai (5) perlu disusun rencana detail tata ruang-nya

Bagian Kedua Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten

Pasal 17

Rencana sistem jaringan prasarana wilayah Kabupaten, meliputi:

a. Sistem prasarana utama; dan

b. Sistem prasarana lainnya.

Paragraf Kesatu Sistem Prasarana Utama

Pasal 18

(1) Sistem prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, berupa sistem jaringan transportasi.

(2) Sistem jaringan transportasi sebagairnana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. sistem jaringan transportasi darat, meliputi:

1. jaringan jalan, meliputi:

(a) jalan arteri primer yang merupakan jalan Nasional, meliputi: ruas jalan batas Musi Rawas - Tebing Tinggi dan Tebing Tinggi- Batas Kota Lahat;

(b) jalan kolektor primer yang merupakan jalan Provinsi, meliputi: ruas jalan Tebing Tinggi - perbatasan Bengkulu, ruas Jalan Pendopo - Pagar Alam, dan ruas jalan perbatasan Bengkulu - Pendopo;

(c) jalan lokal prim.er, meliputi: ruas Jalan Talang Pandang -Sikap Dalam - Ulu Musi, ruas Jalan Ulu Musi - Pasemah Air Keruh, ruas Jalan Pendopo - Lintang Kanan, ruas Jalan Muara Pinang - Lintang Kanan, dan ruas jalan antar Kecamatan dengan pusat desa;

2. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, rneliputi:

(a) pengernbangan terminal tipe B di Tebing Tinggi;

(b} pengembangan terminal tipe C di Pendopo, Ulu Musi, Muara Pinang, dan Talang Padang;

(c) pengembangan terminal barang di Tebing Tinggi, Pendopo, Muara Pinang, Pasemah Air Keruh, Ulu Musi, Talang Padang, Lintang Kanan;

14

b. sistem jaringan transportasi udara, meliputi:

1. pengembangan bandar udara pengumpan Tebing Tinggi di Kecamatan Tebing Tinggi;

2. ruang udara untuk penerbangan, akan diatur lebih sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku;

c. sistem jaringan perkeretaapian, meliputi:

1. stasiun kereta api di Tebing Tinggi; dan

lanjut yang

2. jalur kereta api, meliputi: jalur Batas Musi Rawas - Tebing Tinggi dan jalur Te bing Tinggi - Batas Kota Lahat.

Paragraf Ketiga

Sistem Prasarana Lainnya

Pasal 19

Sistem prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b, meliputi:

a. sistem jaringan prasarana energi;

b. sistem jaringan telekomunikasi;

c. sis tern jaringan sumberdaya air; dan

d. sistem jaringan prasarana lingkungan.

Pasal 20

(1) Rencana sistem jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a berupa jaringan prasarana listrik.

(2) Jaringan prasarana listrik yang melewati Kabupaten Empat Lawang untuk penyaluran sumberdaya listrik meliputi:

a. jaringan transmisi saluran udara tegangan tinggi (SUTT) yang menghubungkan Lahat - Musi Rawas melewati Te bing Tinggi;

b. jaringan distribusi saluran udara tegangan rendah, meliputi:

1. Tebing Tinggi- Pendopo - Muara Pinang;

2. Tebing Tinggi-Talang Padang- Pendopo;

3. Pendopo - Ulu Musi - Sikap dalam - Pasemah Air Keruh; dan

4. Muara Pinang- Lintang Kanan.

Pasal 21

(1) Rencana sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, meliputi sistem jaringan telepon terestrial dan sistem jaringan telepon nirkabel.

(2) Sistem jaringan telepon terestrial sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi:

15

a. jaringan kabel yang menghubungkan antar kecamatan seperti:

1. saluran perbatasan Lahat -Tebing Tinggi - Perbatasan Lubuk Linggau;

2. saluran Tebing Tinggi -Talang Padang- Pendopo- Muara Pinang­Perbatasan Pagar Alam;

3. saluran Pendopo - Ulu Musi - Sikap Dalam - Perbatasan Bengkulu;

4. saluran Ulu Musi - Pasemah Air Keruh;

5. saluran Muara Pinang- Lintang Kanan; dan

b. prasarana penunjang yang meliputi Station Telephone Otomatic (STO) dan Rumah Kabel.

(3) Sistem jaringan telepon nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat {1) meliputi:

a. BTS di Kecamatan Muara Pinang;

b. BTS di Kecamatan Pendopo;

c. BTS di Kecamatan Ulu Musi;

d. BTS di Kecamatan Tebing Tinggi;

e. BTS di Kecamatan Lintang Kanan;

f. BTS di Kecamatan Talang Padang;

g. BTS di Kecamatan Pasemah Air Keruh; dan

h. BTS di kecamatan Sikap Dalam.

(4) Pengembangan BTS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diarahkan pada BTS bersama.

Pasal 22

(1) Rencana sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c, meliputi:

a. daerah aliran sungai (DAS);

b. prasarana pendukung penyediaan air baku; dan

c. sistem jaringan irigasi.

(2) Daerah aliran sungai (DAS) sebagaimana dimaksud pada ayat (lJ huruf a yang ada di wilayah kabupaten yaitu DAS Musi.

(3) Prasarana pendukung penyediaan air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

a. bendung di Sungai Musi di Muara Pinang dan Tebing Tinggi;

b. bendung di anak Sungai Musi di Ulu Musi;

c. kolong di Talang Padang; dan

d. kolong di Lintang Kanan.

(4) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:

a. Daerah Irigasi Ulu Musi dengan Luas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar;

16

b. Daerah Irigasi Pasemah Air Keruh dengan Luas kurang lebih 1.000 ( seribu) hektar ;

c. Daerah Irigasi Muara Pinang (Lintang kiri) dengan Luas kurang lebih 3.038 (tiga ribu tiga puluh delapan) hektar;

d. Daerah Irigasi Talang Padang dengan Luas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar;

e. Daerah Irigasi Sikap Dalam dengan Luas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar

f. Daerah Irigasi Tebing Tinggi dengan Luas kurang lebih 3.000 (tiga ribu) hektar;

g. Daerah Irigasi Lintang Kanan dengan Luas kurang lebih 1.-000 (seribu) hektar; dan

h. Daerah Irigasi Pendopo dengan Luas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar

(5) Pemanfaatan kawasan hutan rakyat, pertanian, perikanan, pertambangan, industri, pariwisata, serta permukiman yang berada di daerah aliran sungai harus mengikuti ketentuan perundang-undangan.

Pasal 23

(1) Sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d, rneliputi:

a. sistern pengolahan sarnpah;

b. sistem pengelolaan air limbah;

c. sistem drainase perkotaan; dan

d. sistem penyediaan air minum (SPAM).

e. sistern jalur dan ruang evakuasi bencana.

(2) Sistem pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. tempat pemrosesan akhir (TPA) berada di Kecamatan Tebing Tinggi dengan sistem sanitary landfill; dan

b. tempat penampungan sementara (TPS) berada di setiap kecamatan.

(3) Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa prasarana air limbah dengan sistem komunal di Kecamatan Pendopo dan Kecamatan Tebing Tinggi.

(4) Sistem drainase perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dikembangkan pada setiap kawasan perkotaan di Kabupaten melalui rencana tersendiri.

(5) SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:

a. SPAM di Tebing Tinggi;

b. SPAM di Talang Padang;

c. SPAM di Pendopo;

d. SPAM di Ulu Musi;

e. SPAM di Pasemah Air Keruh;

17

f. SPAM di Muara Pinang;

g. SPAM di Lintang Kanan; dan

h. SPAM di Sikap Dalam.

(6) Sistem jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi:

a. pemanfaatan ruang terbuka hijau dan sarana fasilitas sosial dan umum sebagai salah satu kawasan evakuasi; dan

b. mengintegrasikan/ menghubungkan jalan eksisting dan menambah jalan baru sebagai rencana jalur penyelamatan dengan fasilitas perlindungan dan sistem kota/wilayah secara umum.

Pasal 24

Rencana struktur ruang digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB VI RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Kawasan lindung, meliputi:

a. Kawasan hutan lindung;

Bagian Kesatu Kawasan Lindung

Pasal 25

b. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya;

c. kawasan perlindungan setempat;

d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;

e. kawasan rawan bencana alam; dan

f. Kawasan lindung geologi.

Pasal 26

Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a terdapat di Kecamatan Tebing Tinggi, Kecamatan Talang Padang, Kecamatan Ulu Musi, Kecamatan Sikap Dalam, Kecamatan Pasemah Air Keruh, Kecamatan Pendopo, Kecamatan Lintang Kanan, dan Kecamatan Muara Pinang seluas kurang lebih 69.230 (enam puluh sembilan ribu dua ratus tiga puluh) hektar.

Pasal 27

Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 hunif b, berupa kawasan sempadan

18

hutan lindung yang difungsikan sebagai kawasan resapan air, berada di Kecarnatan Tebing Tinggi dan Kecamatan Talang Padang seluas kurang lebih 6.869 (enam ribu delapan ratus enam puluh sembilan) hektar.

Pasal 28

Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c, meliputi :

a. kawasan sempadan sungai di sungai Musi, sungai Lintang Kanan, dan sungai Pasemah seluas kurang lebih 7.090 (tujuh ribu sembilan puluh) hektar;

b. hutan kota di Tebing Tinggi, Pendopo, Talang Padang, Ulu Musi, Lintang Kanan, Pasemah Air Keruh dan Muara Pinang seluas kurang lebih 339 (tiga ratus tiga puluh sembilan) hektar.

Pasal 29

Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d, berupa kawasan suaka alarn hutan suaka seluas kurang lebih 3.265 (tiga ribu dua ratus enam puluh lima) hektar yaitu di Kecarnatan Muara Pinang dan Tebing Tinggi.

Pasal 30

Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e, meliputi :

a. kawasan rawan tanah longsor yang Tinggi, Kecamatan Talang Padang, Kecamatan Pasemah Air Keruh;

berada di Kecarnatan Tebing Kecamatan Ulu Musi dan

b. kawasan rawan banjir berada di Kecarnatan Ulu Musi dan Kecarnatan Pasemah Air Keruh.

Pasal 31

Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf f, berupa kawasan rawan patahan yang berada di Kecamatan Ulu Musi dan Kecamatan Pasemah Air Keruh seluas kurang lebih 3.084 (tiga ribu delapan puluh empat) hektar.

Kawasan budidaya, meliputi:

Bagian Kedua Kawasan Budidaya

Pasal 32

a. kawasan peruntukan hutan produksi;

b. kawasan hutan rakyat;

19

c. kawasan peruntukan pertanian;

d. kawasan peruntukan perikanan;

e. kawasan peruntukan pertambangan;

f. kawasan peruntukan industri;

g. kawasan peruntukan pariwisata;

h. kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;

i. kawasan peruntukan pemerintahan;

j. kawasan peruntukan permukiman; dan

k. kawasan peruntukan lainnya.

Pasal 33

Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a, meliputi:

a. hutan produksi tetap (HP) seluas kurang lebih 3.626 (tiga ribu enam ratus dua puluh enam) hektar yang berada di Kecamatan Tebing Tinggi dan Kecamatan Talang Padang; dan

b. hutan produksi terbatas (HPT) seluas kurang lebih 4.520 (empat ribu lima ratus dua puluh) hektar yang berada di Kecamatan Tebing Tinggi dan Kecamatan Talang Padang.

Pasal 34

Kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b berada di Kecamatan Ulu Musi dan Kecamatan Pendopo seluas kurang lebih 3.826 (tiga ribu delapan. ratus dua puluh enam) hektar.

Pasal 35

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32. huruf c, meliputi:

a. kawasan budidaya tanaman pangan;

b. kawasan budidaya hortikultura;

c. kawasan budidaya perkebunan; dan

d. kawasan budidaya peternakan.

(2) Kawasan budidaya tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa tanaman padi yang pengembangannya berada di Kecamatan Ulu Musi, Kecamatan Pasemah Air Keruh, Kecamatan Muara Pinang dan Kecamatan Pendopo seluas kurang lebih 24.076 (dua puluh empat ribu tujuh puluh enam) hektar.

(3) Kawasan budidaya hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa tanaman sayuran berada di kecamatan Ulu Musi dan Kecamatan Pendopo seluas kurang lebih 15.174 (lima belas ribu seratus tujuh puluh empat) hektar.

(4) Kawasan budidaya perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

20

huruf c, berupa tanaman kopi dan sawit berada di Kecamatan Tebing Tinggi, Kecamatan Talang Padang, Kecamatan Sikap Dalam, Kecamatan Ulu Musi, Kecamatan Pasemah Air Keruh, Kecamatan Pendopo, Kecamatan Lintang Kanan dan Kecamatan Muara Pinang seluas kurang lebih 80.943 (delapan puluh ribu sembilan ratus empat puluh tiga) hektar.

(5) Kawasan budidaya peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf d, berupa peternakan unggas dan sapi berada di Kecamatan Tebing Tinggi, Kecamatan Talang Padang, Kecamatan Ulu Musi, Kecamatan Sikap Dalam, Kecamatan Pasemah Air Keruh, Kecamatan Pendopo, Kecamatan Muara Pinang dan Kecamatan Lintang Kanan seluas kurang lebih 298 (dua ratus sembilan puluh delapan) hektar.

(6) Kawasan peruntukan pertanian sebagai kawasan pertanian pangan berkelanjutan akan ditetapkan melalui Peraturan Dacrah.

Pasal 36

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf f, meliputi:

a. kawasan peruntukan perikanan tangkap; dan

b. kawasan peruntukan perikanan budidaya.

(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah perikanan tangkap di perairan umum, berupa kegiatan perikanan tangkap di perairan sungai di seluruh kecamatan.

(3) Kawasan peruntukan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi perikanan budidaya air tawar yang terdiri atas.

a. Kawasan perikanan budidaya perairan umum di seluruh kecamatan;

b. Kawasan perikanan budidaya kolam air tenang di seluruh kecamatan;

c. Kawasan perikanan budidaya saluran irigasi di seluruh kecamatan; clan

d. Kawasan perikanan budidaya sawah di Muara Pinang, Pasemah Air Keruh, Pendopo dan Ulu Musi.

(4) Pada kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan kawasan minapolitan yang berada di Kecamatan Pendopo, Kecamatan Pasemah Air Keruh dan Tebing Tinggi.

Pasal 37

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf g, berada di wilayah pertambangan yang sudah memiliki izin usaha pertambangan operasi produksi seluas kurang lebih 1.531 (seribu lima ratus tiga puluh satu) hektar.

21

(2) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa batu bara berada di Tebing Tinggi dan Pendopo.

(3) Kawasan peruntukan pertambangan diluar wilayah pertarnbangan yang sudah memiliki izin usaha pertambangan operasi produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut melalui Peraturan Bupati.

Pasal 38

(1) Kawasan peruntukan industri di Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf h, berupa industri kecil berada di Kecamatan Ulu Musi seluas kurang lebih 94 (sembilan puluh empat) hektar.

(2) Industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. industri pengolahan produk pertanian di Ulu Musi; dan

b. industri kerajinan kecil di Pendopo dan Tebing Tinggi.

Pasal 39

Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf i, berada di Tebing Tinggi, Pendopo, Lintang Kanan, Talang Padang dan Pasemah Air Keruh seluas kurang lebih 240 (dua ratus empat puluh) hektar.

Pasal 40

Kawasan peruntukan perdagangan, jasa dan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf j, berada di Kecamatan Tebing Tinggi, Kecamatan Talang Padang, Kecamatan Ulu Musi, Kecamatan. Pasemah Air Keruh, Kecamatan Pendopo, Kecamatan Muara Pinang dan Kecamatan Lintang Kanan seluas kurang lebih 504 (lima ratus empat) hektar.

Pasal 41

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf k, meliputi:

a. Permukiman kepadatan rendah;

b. Permukiman kepadatan sedang; dan

c. Permukiman kepadatan tinggi

(2) Kawasan peruntukan permukiman dengan kepadatan rendah dikembangkan dikawasan perdesaan di setiap kecamatan.

(3) Kawasan peruntukan permukiman dengan kepadatan sedang dikembangkan di desa-desa yang ditetapkan sebagai PPL.

(4) Kawasan peruntukan pennukiman dengan kepadatan tinggi dikembangkan di kawasan perkotaan yang ditetapkan sebagai PPK dan PKL.

(5) Kawasan peruntukan permukiman yang dikembangkan di Kabupaten seluas kurang lebih 8.759 (delapan ribu tujuh rattis lima puluh sembilan) hektar.

22

Pasal 42

Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalarn pasal 32 huruf k yaitu kawasan pertahanan dan keamanan negara, meliputi:

a. Kantor kepolisian Kabupaten Empat Lawang, meliputi:

1. Markas kepolisian resort {Mapolres) yang terletak di wilayah kecamatan Tebing Tinggi;

2. Markas kepolisian sektor (Mapolsek) yang terdapat di setiap wilayah kecamatan kabupaten Empat Lawang;

b. Kantor Militer Kabupaten Empat Lawang, Meliputi:

1. Komando Rayon Militer (Koramil) yang terdapat di seluruh kecamatan wilayah Kabupaten Empat Lawang; dan

2. Markas Komando Distrik Militer (Makodim) yang terletak di wilayah kecamatan Tebing Tinggi.

Pasal 43

Rencana pola ruang digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB VII PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu Um um

Pasal 43

Kawasan strategis Kabupaten terdiri atas:

a. Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi; dan

b. Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

Bagian Kedua Kawasan Strategis dari Sudut Pandang Kepentingan Ekonomi

Pasal 44

Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a, meliputi:

a. kawasan agropolitan di Muara Pinang, Ulu Musi dan Sikap Dalam;

b. kawasan pariwisata di Tebing Tinggi, Lintang Kanan, Talang Padang dan Pasemah Air Keruh;

c. kawasan pertambangan dan pemerintah di Tebing Tinggi; dan

d. kawasan rencana kota baru di Tebing Tinggi dan Pendopo.

23

Bagian Ketiga Kawasan Strategis dari Sudut Pandang Kepentingan Fungsi dan Daya

Dukung Lingkungan Hidup

Pasal 45

Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukUng lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf b, meliputi:

a. kawasan huta..'1 lindung di Kecamatan Tebing Tinggi, Kecamatan Talang Padang, Kecamatan Sikap Dalam, Kecamatan Ulu Musi, Kecamatan Pasemah Air Keruh, Kecamatan Pendopo, Kecamatan Lintang Kanan, dan Kecamatan Muara Pinang; dan

b. kawasan daerah aliran sungai Musi.

Pasal 46

Kawasan strategis wilayah Kabupaten digambarkan dalam peta kawasan strategis wilayah Kabupaten dengan tingkat ketelitian 1 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang rnerupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB VIII ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Pasal 47

(1) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten mengacu pada rencana struktur ruang wilayah Kabupaten, rencana pola ruang wilayah Kabupaten dan kawasan strategis wilayah Kabupaten.

(2) Pelaksanaan pernanfaatan ruang wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan melalui penyusunan program pemanfaatan ruang.

(3) Pembiayaan untuk merealisasikan program pemanfaatan ruang dalam rangka perwujudan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan kawasan strategis dialokasikan dari surnber dana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan investasi swasta dan/ atau kerjasama pendanaan.

(4) Kerjasarna pendanaan dilaksanakan sesuai peraturan perundang­undangan.

Pasal 48

(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program pembangunan yang memiliki jangka waktu pelaksanaan selama 20 tahun, pentahapan kegiatan tersebut dituangkan dalam kegiatan per 5 (lima) tahun dengan indikasi program utama lima tahun pertama diuraikan per tahun kegiatan yang meliputi perwujudan rencana struktur ruang,

24

rencana pola ruang dan kawasan strategis;

(2) Indikasi program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB IX KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

KABUPATEN

Bagian Kesatu Um um

Pasal 49

( 1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Ka bu paten menj adi acuan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten;

(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dima.Ksua pada ayat (1) meliputi:

a. ketentuan umum peraturan zonasi;

b. ketentuan perizinan;

c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan

d. arahan sank:si.

Bagian Kedua Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 50

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a, menjadi pedoman bagi penyusunan peraturan zonasi oleh pemerintah Kabupaten.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;

b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; clan

c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem nasional dan system Kabupaten.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam · Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

25

Bagian Ketiga Ketentuan Perizinan

Pasal 51

(1) Ketentuan perizinan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang sesuai rencana struktur ruang dan pola ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini;

(2) · Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang­undangan;

(3) Jenis perizinan terkait dengan penataan rnang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi:

a. izin prinsip;

b. izin lokasi;

c. izin pemanfaatan tanah;

d. izin mendirikan bangunan (imb); dan

e. izin lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan Bupati.

Bagian Keempat Ketentuan lnse:Q.tif dan Disinsentif

Pasal 52

(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf c merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif;

(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diaturdalam Peraturan Daerah ini.

(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dibatasi atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

Pasal 53

(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.

(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai dengan kewenangannya.

26

Pasal 54

(1) Insentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat ( 1) terdiri atas :

a. insentif yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang mendukung pengembangan kawasan lindung, yaitu dalam bentuk :

1. pemberian kornpensasi;

2. irnbalan;

3. penyediaan infrastruktur;

4. penghargaan;

b. insentif yang diberikan untuk kegiatan pernanfaatan ruang yang rnendukung pengembangan kawasan budidaya, yaitu dalam bentuk:

1. keringanan pajak daerah;

2. pemberian kornpensasi;

3. imbalan;

4. sewa ruang;

5. penyediaan infrastruktur

6. kemudahan prosedur perizinan;

7. penghargaan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur dengan Peraturan Bupati.

(1)

Pasal 55

Disinsentif yang dikenakan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1), terdiri atas:

a. di sin sen tif yang dikenakan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang menghambat pengembangan kawasan lindung, yaitu dalam bentuk:

1. pengenaan pajak daerah yang tinggi;

2. pembatasan penyediaan infrastruktur;

3. pengenaan kompensasi;

b. disinsentif yang dikenakan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang menghambat pengernbangan kawasan budidaya, yaitu dalam bentuk:

1. pengenaan pajak daerah yang tinggi;

2. pencabutan izin;

3. pembatasan penyediaan infrastruktur; dan

4. pengenaan kompensasi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati.

27

Bagian Kelima Arahan Sanksi

Pasal 56

(1) Setiap orang atau badan hukum yang dalam pemanfaatan ruang melanggar ketentuan peraturan zonasi, ketentuan perizinan, serta ketentuan insentif dan disinsentif dikenai sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif dapat berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan;

c. penghentian sementara pelayanan umum;

d. penutupan lokasi;

e. pencabutan izin;

f. pembatalan izin;

g. pembongkaran bangunan;

h. pemulihan fungsi ruang; dan/ atau

i. denda administratif.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif diatur sesuai ketentuan dan Peraturan Bupati.

BABX KELEMBAGAAN

Pasal 57

( 1) Dalam rangka koordinasi penataan ruang wilayah Kabupaten dan kerjasama antar wilayah, dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.

(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB XI HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT

Bagian Kesatu Hak Masyarakat

Pasal 58

Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:

a. mengetahui rencana tata ruang;

b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;

c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;

d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap

28

pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;

e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang;dan

f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Bagian Kedua Kewajiban Masyarakat

Pasal 59

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:

a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;

c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan

d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Bagian Ketiga Peran Masyarakat

Pasal 60

Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan antara lain melalui:

a. partisipasi dalam perencanaan tata ruang;

b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan

c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 61

Bentuk partisipasi dalam perencanaan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a terdiri atas:

a. memberi masukan rnengenai:

1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;

2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;

3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan;

4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/ atau

5. penetapan rencana tata ruang.

b. bekerja sama dengan Pernerintah1 pernerintah daerah1

dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.

29

Pasal 62

Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b terdiri atas:

a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;

b. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau sesama unsur masyarakat dalarn pemanfaatan ruang;

c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan

f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 63

Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c terdiri atas :

a. masukan terkait arahan dan/ atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;

b. keikutsertaan dalam mernantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan

d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 64

Tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/ a tau tertulis kepada bupati dan/ atau melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.

Pasal 65

Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

30

Pasal 66

Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

BAB XII KETENTUAN LAINwLAIN

Pasal 67

(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Empat Lawang adalah 20 (duapuluh) tahun sejak tanggal ditetapkan dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar, perubahan batas teritorial negara, clan/ a tau perubahan batas wilayah yang ditetepkan dengan undang­undang, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Empat Lawang dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(3) Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten Empat LawangTahun 2012-2032 dilengkapi dengan Rencana dan Album Peta yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(4) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan terhadap bagian wilayah kabupaten yang kawasan hutannya belum disepakati pada saat perda ini ditetapkan, rencana dan album peta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan berdasarkan hasil kesepakatan Menteri Kehutanan.

(5) Dengan telah ditetapkannya pemekaran wilayah kecamatan di Kabupaten menjadi 8 kecamatan (Tebing Tinggi, Pendopo, Talang Padang, Ulu Musi, Lintang Kanan, Muara Pinang Pasemah air Keruh, dan Sikap Dalam), maka dalam pelaksanaannya, RTRW ini dapat disesuaikan sepanjang tidak merubah substansi rencana yang termuat di dalamnya.

BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 68

{l) Dengan berlakunya Peraturan Daerah m1, maka semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.

(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:

a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai _ dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai

dengan masa berlakunya;

b. izin pemanfaatan yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:

31

j

1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;

2. untuk yang sudah dilksanakan pembangunannya, dilakukan penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian y_§.p._g tirnbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak;

c. pemanfaatan ruang di Kabupaten yang diselenggarakan tanpa izin dan bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, akan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan

d. pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, agar dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.

(3) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan terhadap bagian wilayah Kabupaten yang kawasan hutannya belum disepakati pada saat Peraturan Daerah in1 ditetapkan, rencana dan album peta disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan berdasarkan hasil kesepakatan Menteri Kehutanan.

32

BAB XIV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 69

( 1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah im, maka semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang daerah yang telah ada tetap dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.

(2) Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya da am lembaran Daerah kabupaten Empat Lawang

Diundangkan di Tebing Tinggi Pada tanggal 30 Juli 2012

SEKRETARIS DAERAll KABU TEN EMPAT LAWANG,

JJ ANWARYAKUB

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG TAHUN 2012 _ NOMOR Og

33