makalah kebudayaan lintang empat lawang
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pada tanggal 20 Apri 2007 lalu Empat lawang resmi menjadi
Kabupaten ke 15 di Propinsi Sumatera Selatan, melepaskan diri dari
kabupaten Lahat. Kabupaten Empat Lawang disahkan melalui UU
No. 1 Tahun 2007,
Kabupaten Empat Lawang yang terletak di lembah Bukit
Barisan dan Gunung Dempo, berbatasan langsung dengan
Kabupaten Musi Rawas yang terletak disebelah utara, KotaMadya
Pagar Alam dan Bengkulu Selatan yang terletak di sebelah selatan,
Kabupaten Lahat disebelah Timur dan Kabupaten Rejang Lebong di
sebelah Barat.
Memiliki luas 225.644 KM2 serta jumlah penduduk sebanyak
229.552 jiwa yang tersebar di 146 desa di 7 Kecamatan yaitu
Kecamatan Pendopo Lintang, Kecamatan Muara Pinang, Kecamatan
Lintang Kanan, Kecamatan Ulumusi, Kecamatan Pasemah Air Keruh,
Kecamatan Talang Padang dan Kecamatan Tebing Tinggi.
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya,
maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana Asal Mula nama Empat Lawang?
2. Apa saja Adat Istiadat yang ada di Kabupaten Empat Lawang?
3. Apa saja Kesenian yang ada di Kabupaten Empat Lawang?
- 1 -
4. Apa saja Makanan Khas yang ada di Kabupaten Empat Lawang?
5. Apa saja Arsitektur Tradisional yang ada di Kabupaten Empat
Lawang?
I.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui asal mula nama Empat Lawang
2. Untuk mengetahui adat istiadat yang ada di Kabupaten Empat
Lawang
3. Untuk mengetahui kesenian yang ada di Kabupaten Empat
Lawang
4. Untuk mengetahui makanan khas yang ada di Kabupaten Empat
Lawang
5. Untuk mengetahui arsitektur tradisional yang ada di Kabupaten
Empat Lawang
I.4. Metode
Dalam mendapatkan data guna terciptanya data-data yang
akurat, maka dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan
metode yaitu Browsing di internet.
- 2 -
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Asal Mula Nama Empat Lawang
Arti kata Lawang yang sesungguhnya adalah Lawangan atau
Pamitan, yaitu orang yang terkemuka atau Sesepuh dan dapat pula
diartikan Pahlawan.
Pada zaman nenek moyang kita dulu, terdapat Empat Pahlawan
yang merangkap jadi Iman dan juga menjadi pimpinan didaerah
Empat Lawang dengan kawasan wilayah :
I. Marga Tedajen, sekarang disebut Marga Lubuk Puding dengan
zuriatnya sekarang ini adalah Pangeran Halek, Demang
Achmad (dari Komering) istrinya adik Pangeran (Mariatul)
anaknya Bapak Hasan Belando, Bapak Drs. Halek dll.
II. Marga Kejaten Mandi Musi Ulu, sekarang disebut Marga
Tanjung Raya dengan zuriatnya : Pangeran H. Abubakar
anaknya Pasirah A. Zaini (alm) dll
III. Marga Muara Pinang, dengan zuriatnya Pasirah Sani.
IV.Marga Muara Danau, dengan zuriatnya Pangeran Majid
anaknya Pasirah A.K. Matjik dan Demang Umar.
Disamping keempat Marga tersebut diatas, ada marga
tersendiri dulu disebut Miji, kalau sekarang disebut dengan Istimewa
yaitu Marga Singkap Dalam Musi Ulu, sekarang disebut Marga
Karangdapo, daerahnya meliputi Talang Padang, yang dipimpin oleh
Puyang Kagede yang nama aslinya Nung Kodo Lindung.
Daerah Marga Tedajen / Marga Lubuk Puding dari wates
sampai Karangdapo, daerah Marga Kejatan Mandi Musi Ulu / Marga
- 3 -
Tanjung Raya adalah dari dusun Kungkilan terus kearah Pagaralam
sampai ke Marga Gunung Meraksa, yang kearah Tebing Tinggi
sepanjang Sungai Musi sampai ke Saling.
Dari dusun Muara Pinang sampai dusun Sawah disebut Lintang Kiri
dikenal sebagai Marga Semidang, Puyangnya ialah Serunting Sakti,
Sedangkan daerah Muara Danau disebut Lintang Kanan.
Sesudah zaman Belanda daerah ini menjadi 13 (tiga belas)
marga yaitu : Marga saling, Marga Kupang, Marga Batu Pance,
Marga Talang Padang, Marga Tanjung Raya, Marga Karangdapo,
Marga Lubuk Puding, Marga Gunung Meraksa, Marga Tanjung
Raman, Marga Babatan, Marga Muara Danau, Marga Muara Pinang
dan Marga Seleman.
Pada zaman Sunan Palembang berperang dengan Tentara
Tuban di Jawa, pada waktu itu Sunan mengirim utusan ke Empat
Lawang memohon bantuan untuk berperang dengan kerajaan
Tuban, maka Empat Pahlawan ditambah Puyang Kagede bersedia
membantu Sunan, dengan membawa empat puluh pasukan lalu
mereka berkumpul disebuah batu besar,. untuk
berunding/berencana/bemance.
Batu Besar tempat mereka berunding akhirnya menjadi
sebuah daerah dan menjadi Marga Singkap Pelabuhan dan terakhir
berubah menjadi Marga Batu Pance, dari hasil perundingan mereka
diatas batu besar tadi, mereka langsung berangkat ke Tuban
beserta pasukan masing masing dan langsung berperang denga
Kerajaan Tuban.
Kerajaan Tuban Kalah, tetapi Puyang/Pahlawan dari Muara
Pinang mati terbunuh, mengakui kekalahannya Kerajaan Tuban
menyerahkan : Gong pusaka gading, Kelinteng Aur Lanting dan
anak raja, satu perempuan dan satu lelaki, sebagai ganti puyang
yang terbunuh waktu berperang.
- 4 -
Anak Raja yang laki tadi didudukan di Muara Pinang, sedangkan
yang perempuan kawin dengan salah satu anggota pasukan, dan
terus dilinggihkan (dudukan) yang mana sekarang menjadi Dusun
Lingge. Sedangkan Kelintang Aur Lanting sampai sekarang ini masih
ada di Marga Karangdapo, dan Gong Pusaka gading sampai
sekarang ini tidak tahu dimana keberadaannya.
Setelah menang berperang, para Pahlawan ini kembali ke
Palembang melaporkan kepada Sunan, bahwa mereka sudah
menaklukan Kerajaan Tuban. Semua pahlawan ini oleh Sunan
Palembang ditempatkan khusus dirumah Rakit diatas sungai Musi,
kepulangan para pahlawan ini menimbulkan banyak yang iri atas
keberhasilan mereka menaklukan Kerajaan Tuban, akhirnya mereka
memfitnah para pahlawan ini dengan mengatakan, bahwa para
Pahlawan ini akan menaklukan Sunan Palembang, “Kerajaan Tuban
saja bisa ditaklukan, apalagi Sunan Palembang”.
Akhirnya Sunan Palembang termakan fitnah ini, yang akhirnya
Sunan Palembang berencana untuk memusnahkan para Pahlawan
ini, dengan dalih menyambut para Pahlawan ini Sunan Palembang
mengadakan jamuan makan malam di Istana Sunan dengan
mengundang para Pahlawan ini.
Tetapi pada waktu itu Puyang Kagede telah mencium niat tidak baik
sunan ini, bahwa makanan ini hanya jebakan saja, maka pada
malam itu Puyang Kagede tidak hadir dengan alas an sakit, apa
yang telah diduga oleh Puyang Kagede ternyata benar, sebab
semua yang hadir dapat ditawan oleh Sunan dalam keadaan Mabuk.
Melihat hal ini Puyang Kagede tidak tinggal diam, maka
mengamuklah Puyang Kagede dengan menyerang Istana Sunan,
yang akhirnya dapat membebaskan puyang-puyang yang lain,
dengan Kesaktian yang dimiliki Puyang Kagede dan Puyang yang
lain akhirnya terjadi peperangan besar, Sunan Palembang
- 5 -
mengalami kekalahan dan juga terbunuhnya anak Sunan
Palembang.
Akhirnya Sunan Palembang mengadakan damai dengan para
Empat Lawang ini, dimana diambil kebijakan bahwa nyawa harus
ganti nyawa, karena putra mahkota Sunan Palembang meninggal,
sebagai gantinya Puyang Kagede harus tinggal di Istana Sunan dan
diangkat anak oleh Sunan. Semua sisa pasuka kembali ke Empat
Lawang, kecuali Puyang Kagede yang harus tinggal di Palembang.
Berselang beberapa tahun kemudian terjadi keributan
diantara puyang puyang lain di Empat Lawang, ini mungkin istilah
Lintang berebut KUNDU, berebut siapa yang tua yang patut jadi
pemimpin.
Akhirnya beberapa puyang mengambil inisiatif untuk
mengadakan semedi , siapa yang patut jadi pemimpin diantara
mereka, beberapa hari kemudian didapatlah petunjuk, bahwa “
kenapa puyang yang bertuah (punya kelebihan) ditinggal di
Palembang”.
Maka dikirimlah utusan ke Sunan Palembang untuk menemui
Puyang Kagede, maka diadakanlah perundingan dengan Sunan
Palembang, Puyang Kagede dan para Puyang yang lainnya yang
akhirnya disepakati Puyang kagede diangkat Sunan sebagai
perwakilannya didaerah uluan Palembang yang berkedudukan di
Tebing Tinggi, dengan istilah Pepatih/Perwakilan sunan.
Pada zaman Belanda daerah Tebing Tinggi dipegang oleh
Assisten Residen, setelah berkembang dan berjalan cukup lama,
kedudukan Assisten ini akhirnya dipindahkan ke Lahat, mungkin ada
pertimbangan pertimbangan lainnya oleh Pemerintah Belanda
dahulu, sedangkan pertimbangan Sunan dulu adalah selain Puyang
Kagede mewakili Sunan diseluruh daerah Uluan juga pertimbangan
- 6 -
dapat berkumpul kembali ke daerah puyang puyang di Empat
Lawang.
II.2. Berdirinya Kabupaten IV Lawang
Pada tanggal 20 Apri 2007 lalu Empat lawang resmi menjadi
Kabupaten oleh Mendagri Ad Interim Widodo As, setelah menunggu
empat tahun lalu, sejak tahun 2004.
Kabupaten Empat Lawang disahkan melalui UU No. 1 Tahun 2007.
Berikut isi UU tersebut:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 1 TAHUN 2007
TENTANG
PEMBENTUKAN KABUPATEN EMPAT LAWANG
DI PROVINSI SUMATERA SELATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk memacu perkembangan dan kemajuan Provinsi
Sumatera Selatan pada umumnya dan Kabupaten Lahat pada
- 7 -
khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam
masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik
guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat;
b. bahwa dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi
daerah, luas wilayah, kependudukan dan pertimbangan dari aspek
sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta
meningkatnya beban tugas serta volume kerja di bidang
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten
Lahat, dipandang perlu membentuk Kabupaten Empat Lawang di
wilayah Provinsi Sumatera Selatan;
c. bahwa pembentukan Kabupaten Empat Lawang
diharapkan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan di
bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan,
serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi
daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-
Undang tentang Pembentukan Kabupaten Empat Lawang di
Provinsi Sumatera Selatan;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, dan Pasal
20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1959 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera
Selatan dan Undang-Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1955
tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1950 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1955 Nomor 52) sebagai Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor
70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1814);
- 8 -
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan
Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 55), Undang-Undang
Darurat Nomor 5 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1956 Nomor 56) dan Undang-Undang Darurat
Nomor 6 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1956 Nomor 57) tentang Pembentukan Daerah Tingkat II
termasuk Kotapraja, dalam Lingkungan Daerah Tingkat I
Sumatera Selatan, sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1821);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4277);
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4310);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
- 9 -
108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4548);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4438);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN
EMPAT LAWANG DI PROVINSI SUMATERA SELATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
- 10 -
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3. Provinsi Sumatera Selatan adalah daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1959 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan dan Undang-Undang Darurat
Nomor 16 Tahun 1955 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1955 Nomor 52) sebagai Undang-Undang, yang wilayahnya telah
dikurangi dengan Provinsi Bengkulu berdasarkan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1967 tentang Pembentukan Propinsi Bengkulu (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2828) dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4033).
4. Kabupaten Lahat adalah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat
Nomor 4 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor
55), Undang-Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1956 Nomor 56), dan Undang-Undang Darurat Nomor 6 Tahun
1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 57) tentang
Pembentukan Daerah Tingkat II termasuk Kotapraja, dalam Lingkungan Daerah
Tingkat I Sumatera Selatan, sebagai Undang-Undang, dikurangi dengan Wilayah
Kota Pagar Alam sebagaimana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2001 tentang
Pembentukan Kota Pagar Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
- 11 -
2001 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4115),
yang merupakan kabupaten asal Kabupaten Empat Lawang.
BAB II
PEMBENTUKAN, BATAS WILAYAH,
DAN IBU KOTA
Bagian Kesatu
Pembentukan
Pasal 2
Dengan Undang-Undang ini dibentuk Kabupaten Empat Lawang di wilayah
Provinsi Sumatera Selatan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 3
Kabupaten Empat Lawang berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Lahat
yang terdiri atas cakupan wilayah:
a. Kecamatan Pasemah Air Keruh;
b. Kecamatan Ulu Musi;
c. Kecamatan Talang Padang;
d. Kecamatan Tebing Tinggi;
e. Kecamatan Pendopo;
f. Kecamatan Muara Pinang; dan
- 12 -
g. Kecamatan Lintang Kanan.
Pasal 4
Dengan terbentuknya Kabupaten Empat Lawang, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, wilayah Kabupaten Lahat dikurangi dengan wilayah Kabupaten Empat
Lawang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Bagian Kedua
Batas Wilayah
Pasal 5
(1) Kabupaten Empat Lawang mempunyai batas-batas wilayah:
a. sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Muara Beliti dan Kecamatan
Muara Kelingi Kabupaten Musi Rawas;
b. sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kikim Barat, Kecamatan Kikim
Tengah, Kecamatan Kikim Selatan, dan Kecamatan Jarai Kabupaten Lahat;
c. sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Sakti Kabupaten
Lahat dan Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu; dan
d. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu
Utara, Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Rejang Lebong Provinsi
Bengkulu.
(2) Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta
wilayah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
(3) Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, digambarkan dalam
peta wilayah, yang merupakan wilayah Kabupaten Empat Lawang sebagaimana
tercantum dalam lampiran Undang-Undang ini.
- 13 -
(4) Batas cakupan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan wilayah yang
terdapat dalam batas-batas tersebut digambarkan dalam peta wilayah, yang
merupakan wilayah Kabupaten Empat Lawang sebagaimana tercantum dalam
lampiran Undang-Undang ini dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
(5) Penentuan batas wilayah Kabupaten Empat Lawang secara pasti di lapangan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri
Dalam Negeri.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan batas wilayah secara pasti di
lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri.
Pasal 6
(1) Dengan terbentuknya Kabupaten Empat Lawang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Pemerintah Kabupaten Empat Lawang menetapkan Rencana Tata Ruang
Wilayah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Empat Lawang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Selatan serta
memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota di sekitarnya.
Bagian Ketiga
Ibu Kota
Pasal 7
Ibu kota Kabupaten Empat Lawang berkedudukan di Tebing Tinggi.
BAB III
URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH
- 14 -
Pasal 8
(1) Urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Kabupaten
Empat Lawang mencakup urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Empat Lawang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pembangunan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan kependudukan, dan pencatatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
- 15 -
(3) Urusan pilihan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Empat
Lawang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan pemerintahan
yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah
yang bersangkutan.
BAB IV
PEMERINTAHAN DAERAH
Bagian Kesatu
Peresmian Daerah Otonom Baru dan Penjabat Kepala
Daerah
Pasal 9
Peresmian Kabupaten Empat Lawang dan pelantikan Penjabat Bupati Empat
Lawang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden paling lambat 6
(enam) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.
Bagian Kedua
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
- 16 -
Pasal 10
(1) Pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Empat
Lawang untuk pertama kali dilakukan dengan cara penetapan berdasarkan
perimbangan hasil perolehan suara partai politik peserta Pemilihan Umum Tahun
2004 yang dilaksanakan di Kabupaten Lahat.
(2) Jumlah dan tata cara pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Empat Lawang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lahat yang asal daerah
pemilihannya pada Pemilihan Umum Tahun 2004 terbagi ke dalam wilayah
Kabupaten Lahat dan Kabupaten Empat Lawang sebagai akibat dari Undang-
Undang ini, yang bersangkutan dapat memilih untuk mengisi keanggotaan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Empat Lawang atau tetap pada
keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lahat.
(4) Penetapan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Empat
Lawang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilakukan
oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lahat.
(5) Peresmian pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Empat Lawang dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah pelantikan
Penjabat Bupati Empat Lawang.
Bagian Ketiga
Pemerintah Daerah
Pasal 11
(1) Untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Empat Lawang
dipilih dan disahkan Bupati dan Wakil Bupati, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, paling lama 1 (satu) tahun sejak terbentuknya Kabupaten
Empat Lawang.
- 17 -
(2) Sebelum terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati definitif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), untuk pertama kalinya Penjabat Bupati diangkat dan dilantik oleh
Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden berdasarkan usul Gubernur dari
pegawai negeri sipil dengan masa jabatan paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk Gubernur Sumatera Selatan untuk
melantik Penjabat Bupati Empat Lawang.
(4) Pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah yang memiliki
kemampuan dan pengalaman jabatan di bidang pemerintahan serta memenuhi
persyaratan untuk menduduki jabatan itu sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(5) Apabila dalam waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum
terpilih dan belum dilantik Bupati definitif, Menteri Dalam Negeri dapat
mengangkat kembali Penjabat Bupati untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya
paling lama 1 (satu) tahun atau menggantinya dengan penjabat lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Gubernur melakukan pembinaan, pengawasan, evaluasi dan fasilitasi terhadap
kinerja Penjabat Bupati dalam melaksanakan tugas pemerintahan, proses
pengisian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan pemilihan Bupati/Wakil
Bupati.
Pasal 12
Untuk pertama kali pembiayaan pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Empat Lawang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dibebankan kepada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Lahat dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumatera Selatan.
Pasal 13
(1) Untuk menyelenggarakan pemerintahan di Kabupaten Empat Lawang dibentuk
perangkat daerah yang meliputi Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, serta unsur
- 18 -
perangkat daerah yang lain dengan mempertimbangkan kebutuhan dan
kemampuan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dibentuk oleh
Penjabat Bupati paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal pelantikan.
BAB V
PERSONEL, ASET DAN DOKUMEN
Pasal 14
(1) Bupati Lahat bersama Penjabat Bupati Empat Lawang menginventarisasi,
mengatur, dan melaksanakan pemindahan personel, penyerahan aset, serta
dokumen kepada Pemerintah Kabupaten Empat Lawang.
(2) Pemindahan personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling
lambat 6 (enam) bulan sejak pelantikan penjabat bupati.
(3) Penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling lambat 3 (tiga) tahun sejak pelantikan penjabat bupati.
(4) Personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi pegawai
negeri sipil yang karena tugas dan kemampuannya diperlukan oleh Kabupaten
Empat Lawang.
(5) Gubernur Sumatera Selatan memfasilitasi pemindahan personel, penyerahan
aset, dan dokumen kepada Kabupaten Empat Lawang.
(6) Gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
selama belum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Empat Lawang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
dari asal satuan kerja personel yang bersangkutan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(7) Aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), meliputi:
- 19 -
a. barang milik/dikuasai yang bergerak dan tidak bergerak dan/atau
dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten Lahat yang berada dalam wilayah
Kabupaten Empat Lawang;
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Lahat yang kedudukan,
kegiatan, dan lokasinya berada di Kabupaten Empat Lawang;
c. utang piutang Kabupaten Lahat yang kegunaannya untuk Kabupaten Empat
Lawang menjadi tanggung jawab Kabupaten Empat Lawang; dan
d. dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kabupaten Empat
Lawang.
(8) Dalam hal penyerahan dan pemindahan aset serta dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) tidak dilaksanakan oleh Bupati Lahat, Gubernur
Sumatera Selatan selaku wakil Pemerintah wajib menyelesaikannya.
(9) Pelaksanaan pemindahan personel dan penyerahan aset serta dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan oleh Gubernur Sumatera
Selatan kepada Menteri Dalam Negeri.
BAB VI
PENDAPATAN, ALOKASI DANA PERIMBANGAN,
HIBAH DAN BANTUAN DANA
Pasal 15
(1) Kabupaten Empat Lawang berhak mendapatkan alokasi dana perimbangan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai dana perimbangan
antara Pemerintah dan pemerintahan daerah.
(2) Dalam dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
mengalokasikan dana alokasi khusus prasarana pemerintahan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
- 20 -
Pasal 16
(1) Pemerintah Kabupaten Lahat sesuai kesanggupannya memberikan hibah berupa
uang untuk menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten
Empat Lawang sebesar Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap tahun
selama 2 (dua) tahun berturut-turut.
(2) Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memberikan bantuan dana untuk
menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Empat Lawang
sebesar Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) setiap tahun selama 2
(dua) tahun berturut-turut.
(3) Hibah dan bantuan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dimulai sejak pelantikan Penjabat Bupati Empat Lawang.
(4) Apabila Kabupaten Lahat tidak memenuhi kesanggupannya memberikan hibah
sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah mengurangi
penerimaan dana alokasi umum dari Kabupaten Lahat untuk diberikan kepada
Pemerintah Kabupaten Empat Lawang.
(5) Apabila Provinsi Sumatera Selatan tidak memenuhi kesanggupannya
memberikan bantuan dana sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) Pemerintah mengurangi penerimaan dana alokasi umum dari Provinsi
Sumatera Selatan untuk diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Empat
Lawang.
(6) Penjabat Bupati Empat Lawang menyampaikan realisasi penggunaan hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati Lahat.
(7) Penjabat Bupati Empat Lawang menyampaikan laporan pertanggungjawaban
realisasi penggunaan dana hibah dan dana bantuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Gubernur Sumatera Selatan.
Pasal 17
Penjabat Bupati Empat Lawang berkewajiban melakukan penatausahaan keuangan
daerah sesuai peraturan perundang-undangan.
- 21 -
BAB VII
PEMBINAAN
Pasal 18
(1) Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah dan
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melakukan pembinaan dan fasilitasi
secara khusus terhadap Kabupaten Empat Lawang dalam waktu 3 (tiga) tahun
sejak diresmikan.
(2) Setelah 5 (lima) tahun sejak diresmikan, Pemerintah bersama Gubernur
Sumatera Selatan melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemerintahan
Kabupaten Empat Lawang.
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan acuan kebijakan
lebih lanjut oleh Pemerintah dan Gubernur Sumatera Selatan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
(1) Sebelum terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Penjabat Bupati
Empat Lawang menyusun Rancangan Peraturan Bupati tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Empat Lawang untuk tahun
anggaran berikutnya.
(2) Rancangan Peraturan Bupati Empat Lawang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan setelah disahkan oleh Gubernur Sumatera Selatan.
- 22 -
(3) Proses pengesahan dan penetapan Peraturan Bupati Empat Lawang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 20
(1) Sebelum Kabupaten Empat Lawang menetapkan Peraturan Daerah dan
Peraturan Bupati sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini, semua Peraturan
Daerah dan Peraturan Bupati Lahat tetap berlaku dan dilaksanakan oleh
Pemerintah Kabupaten Empat Lawang.
(2) Semua Peraturan Daerah Kabupaten Lahat, Peraturan dan Keputusan Bupati
Lahat yang selama ini berlaku di Kabupaten Empat Lawang harus disesuaikan
dengan Undang-Undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan Kabupaten Empat Lawang
disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini,
diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- 23 -
Pasal 23
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA AD INTERIM
- 24 -
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 3
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2007
TENTANG
PEMBENTUKAN KABUPATEN EMPAT LAWANG
DI PROVINSI SUMATERA SELATAN
I. UMUM
Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki luas wilayah ± 86.517,86 km2 dengan
penduduk pada tahun 2005 berjumlah ± 6.798.189 jiwa terdiri atas 10 (sepuluh)
kabupaten dan 4 (empat) kota, perlu memacu peningkatan penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka memperkukuh Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Kabupaten Lahat yang mempunyai luas wilayah ± 7.568,18 km2 dengan jumlah
penduduk pada tahun 2005 berjumlah 570.557 jiwa terdiri atas 19 (sembilan
belas) kecamatan. Kabupaten ini memiliki potensi yang dapat dikembangkan
untuk mendukung peningkatan penyelenggaraan pemerintahan.
- 25 -
Dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk seperti tersebut di atas,
pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat belum
sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian perlu diatasi dengan memperpendek
rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru
sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lahat Nomor 07 Tahun
2004 tanggal 8 Mei 2004 tentang Persetujuan Pembentukan Pemekaran
Kabupaten Lahat dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Lahat Nomor 07 Tahun 2004 tanggal 1 Juni 2004 tentang
Persetujuan Pemberian Bantuan Dana Kepada Pemerintah Kabupaten Baru
Hasil Pemekaran Kabupaten Lahat, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Lahat Nomor 08 Tahun 2004 tanggal 1 Juni 2004
tentang Persetujuan Pemberian Bantuan Pembiayaan Operasional Persiapan
dan Pelaksanaan Pembentukan Kabupaten Empat Lawang, Keputusan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 09 Tahun 2004
tanggal 31 Juli 2004 tentang Dukungan Dan Persetujuan Terhadap Rencana
Pemekaran Kabupaten Lahat di Provinsi Sumatera Selatan, serta Keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lahat Nomor 20 Tahun 2006
tanggal 11 Mei 2006 tentang Persetujuan Revisi Terhadap Keputusan DPRD
Kabupaten Lahat Nomor 7 Tahun 2004 tentang Persetujuan Pembentukan
Pemekaran Kabupaten Lahat.
Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan kajian secara mendalam
dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan berkesimpulan
bahwa Pemerintah perlu membentuk Kabupaten Empat Lawang.
Pembentukan Kabupaten Empat Lawang yang merupakan pemekaran dari
Kabupaten Lahat terdiri atas 7 (tujuh) kecamatan, yaitu Kecamatan Pasemah Air
Keruh, Kecamatan Ulu Musi, Kecamatan Talang Padang, Kecamatan Tebing
Tinggi, Kecamatan Pendopo, Kecamatan Muara Pinang, dan Kecamatan Lintang
Kanan. Kabupaten Empat Lawang memiliki luas wilayah keseluruhan ± 2.256,44
km2 dengan jumlah penduduk ± 222.274 jiwa pada tahun 2005.
Dengan terbentuknya Kabupaten Empat Lawang sebagai daerah otonom,
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan berkewajiban membantu dan
memfasilitasi terbentuknya kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
perangkat daerah yang efisien dan efektif sesuai dengan kebutuhan dan
- 26 -
kemampuan, serta membantu dan memfasilitasi pemindahan personel,
pengalihan aset dan dokumen untuk kepentingan penyelenggaraan
pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Empat
Lawang.
Dalam melaksanakan otonomi daerah, Kabupaten Empat Lawang perlu
melakukan berbagai upaya peningkatan kemampuan ekonomi, penyiapan sarana
dan prasarana pemerintahan, pemberdayaan, dan peningkatan sumber daya
manusia, serta pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
- 27 -
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Lampiran peta cakupan wilayah digambarkan dengan skala 1:50.000.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam rangka pengembangan Kabupaten Empat Lawang khususnya
guna perencanaan dan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan masyarakat pada masa yang akan
datang, serta pengembangan sarana dan prasarana pemerintahan,
- 28 -
pembangunan dan kemasyarakatan, diperlukan adanya kesatuan
perencanaan pembangunan. Untuk itu Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Empat Lawang harus benar-benar serasi dan terpadu
penyusunannya dalam satu kesatuan sistem Rencana Tata Ruang
Wilayah yang terpadu dengan Tata Ruang Nasional, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota.
Pasal 7
Tebing Tinggi sebagai ibu kota Kabupaten Empat Lawang berada di
Kecamatan Tebing Tinggi.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Peresmian kabupaten dan pelantikan Penjabat Bupati dapat dilakukan
secara bersamaan dan pelaksanaannya dapat bertempat di ibu kota
negara, atau ibu kota provinsi, atau ibu kota kabupaten.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
- 29 -
Ayat (2)
Penjabat Bupati Empat Lawang diusulkan oleh Gubernur Sumatera
Selatan dengan pertimbangan Bupati Lahat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 12
Pembebanan biaya pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Empat
Lawang kepada APBD Provinsi Sumatera Selatan dan APBD Kabupaten
Lahat dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan kemampuan
keuangan masing-masing daerah.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
- 30 -
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Untuk mencapai daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan
kemasyarakatan, digunakan pegawai, tanah, gedung perkantoran dan
perlengkapannya, serta fasilitas pelayanan umum yang telah ada
selama ini dalam pelaksanaan tugas Pemerintah Kabupaten Lahat
dalam wilayah calon Kabupaten Empat Lawang.
Dalam rangka tertib administrasi, diperlukan tindakan hukum berupa
penyerahan personel, aset, dan dokumen dari Pemerintah Kabupaten
Lahat kepada Pemerintah Kabupaten Empat Lawang.
Demikian pula BUMD Kabupaten Lahat yang berkedudukan, kegiatan,
dan lokasinya berada di Kabupaten Empat Lawang, untuk mencapai
daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraannya, jika dianggap
perlu, diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Lahat kepada
Pemerintah Kabupaten Empat Lawang.
Dalam hal BUMD yang pelayanan/kegiatan operasionalnya mencakup
kabupaten induk dan kabupaten baru, pemerintah daerah yang
bersangkutan melakukan kerja sama.
Begitu juga utang piutang yang penggunaannya untuk Kabupaten
Empat Lawang diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Lahat kepada
- 31 -
Pemerintah Kabupaten Empat Lawang. Berkenaan dengan
pengaturan penyerahan tersebut, dibuatkan daftar inventaris.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “hibah” adalah pemberian sejumlah uang
yang besarnya didasarkan pada Perda Kabupaten Lahat Nomor 1
Tahun 2006 tanggal 11 Februari 2006 dan Keputusan Bupati Lahat
Nomor 7 Tahun 2004 tanggal 1 Juni 2004.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “memberikan bantuan dana” adalah
pemberian sejumlah dana yang didasarkan pada Keputusan Gubernur
Sumatera Selatan Nomor 461/KPTS/11/04 tanggal 24 Agustus 2004.
- 32 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pengurangan dana alokasi umum adalah sebesar jumlah dana sesuai
dengan kesanggupan Pemerintah Kabupaten Lahat yang belum
dibayarkan.
Ayat (5)
Pengurangan dana alokasi umum adalah sebesar jumlah dana sesuai
dengan kesanggupan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang
belum dibayarkan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
- 33 -
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Proses terbentuknya Empat Lawang pisah dari Kabupaten Lahat
cukup panjang dan melelahkan.
Pada 21 Agustus 2003, Bupati LAHAT, Drs. Haruanta. MM
mengeluarkan permohonan dan rekomendasi No. 135/805/I/2003,
tanggal 21 Agustus 2003 tentang permohonan persetujuan
pembentukan Kabupaten Empat Lawang, kepada Ketua DPRD
Kabupaten Lahat dan Gubernur sumatera selatan.
Rekomendasi dan permohonan itu respon atas aspirasi dari
Forum Perjuangan Masyarakat Lintang Empat Lawang (FPML4L),
Saat itu 7 (tujuh) kecamatan di Empat Lawang, baru lima yang
setuju yaitu ; Kecamatan Ulu Musi, Talang Padang, Pendopo Lintang,
Lintang Kanan dan Muaro Pinang, sementara Kecamatan Pasemah
Air Keruh belum masuk dan Kecamatan Tebing Tinggi masih
penjajakan.
Awalnya diusulkan Kabupaten Lintang Empat Lawang, tapi
diubah menjadi Empat lawang, dengan meniadakan unsur
- 34 -
kesukuan, Pada rapat paripurna DPRD Lahat 19 April 2004,
dijelaskan bahwa pembentukan Kabupaten Empat Lawang diawali
dengan adanya Surat Forum Perjuangan Masyarakat Lintang Empat
Lawang, yang ditujukan kepada Bupati dan Ketua DPRD tahun 2003,
bersama Forum Perjuangan, Pemkab Lahat melakukan sosialisasi
dan pendekatan persuasif kepada tokoh masyarakat pada 6
kecamatan yakni ; Ulu Musi, Pasemah Air Keruh, Pendopo, Talang
Padang, Muaro pinang dan Lintang Kanan, Hasilnya Lima Kecamatan
setuju, kecuali Kecamatan Air Keruh dan Kecamatan Tebing Tinggi
karena ingin bergabung dengan Kabupaten Lahat. DPRD Lahat lalu
membentuk Panitia Khusus (Pansus) Pembentukan Kabupaten baru,
Terjadilah pro dan kontra terhadap jumlah kecamatan, Akhirnya
Tebing Tinggi masuk, sedangkan Pasemah Air Keruh tetap ingin ke
Lahat.
Pada 28 Mei 2004, DPRD Lahat mengeluarkan SK No. 07
Tahun 2004 mengenai persetujuan pemekaran Kabupaten Lahat,
dan disampaikan ke Pemprov serta DPRD TK I Propinsi Sumatera
Selatan. Pada 31 Juli 2004, DPRD Sum Sel mengeluarkan SK No. 09
tahun 2004 menyatakan mendukung rencana pemekaran
Kabupaten Lahat. Proses selanjutnya diverifikasi Departemen Dalam
Negeri dan ditinjau DPRD serta DPR RI ke Empat Lawang.
Pro dan Kontra muncul lagi soal ibukota, antara Tebing dan
Pendopo, akhirnya Tebing Tinggi dipilih karena sarana dan fasilitas
lebih lengkap.
Reda soal ibu kota, muncul lagi soal Kecamatan Pasemah Air
keruh, akhirnya DPRD Lahat Merefisi SK No. 07 Tahun 2004 dengan
menerbitkan SK No. 20 Tahun 2006 tanggal 11 Mei 2006, bahwa
Kabupaten Empat Lawang meliputi 7 Kecamatan yakni ; Kecamatan
Tebing Tinggi, Kecamatan Talang Padang, Kecamatan Ulu musi,
Kecamatan Pasemah Air Keruh, Kecamatan Pendopo, Kecamatan
Lintang Kanan dan Kecamatan Muaro Pinang.
- 35 -
II.3. Adat Perkawinan Daerah Lintang IV
Lawang
Lintang IV Lawang yang letaknya diujung barat Kabupaten
Lahat, memiliki corak dan kebiasaan tersendiri dalam hal proses
perkawinan atau hal memilih calon pasangan hidup.
Konon pada masa lalu sangat tertib dan sangat berpegang
teguh pada aturan dan kebiasaan dalam bermasyarakat, bila ada
yang melanggar aturan yang tidak tertulis itu bisa saja berakibat
fatal sebab dapat mengundang perkelahian bahkan mungkin
sampai ke pembunuhan, mengerikan memang kedengarannya, tapi
itulah ciri khas daerah Lintang IV Lawang.
Masyarakat Lintang IV Lawang umumnya memiliki sifat yang
halus dan sangat perasa, walaupun kasar tindakannya. Jarang sekali
orang Lintang IV Lawang kalau ingin menyampaikan keinginannya
dengan cara tembak langsung, paling tidak basa basi dulu.
Disamping cukup memiliki toleransi dan suka membantu,
sikap ini tercermin, bila mereka mengolah tanah pertanian
misalnya, Ngersayo Nebang, Ngersayo Nugal, Ngersayo Ngetam dan
lain lain.
Dengan sikap yang demikian ini sebetulnya dapat memupuk
rasa persaudaraan yang erat, saling mengenal satu sama lainnya.
Disaat Ngersayo-ngersayo ini juga memberikan kesempatan muda
mudi berkomunikasi, bahkan dapat menciptakan hubungan
percintaan dan berakhir pada perkawinan.
Muda mudi daerah Lintang IV Lawang bila sedang dilanda
cinta, mereka melakukan hubungan secara sembunyi sembunyi
karena takut diketahui pihak keluarga sigadis, khususnya ayah atau
saudara laki laki sigadis tersebut.
- 36 -
Kalau saja pihak keluarga sigadis tahu atau sengaja bersenda
gurau dihadapan mereka, maka itu dianggap tidak menghargai
(Ngampuk), hal inilah yang sering “Kena Puntung”.
Bila sibujang ingin bertemu (ngecek) dengan seorang gadis,
maka dia harus menyuruh seseorang utusan untuk menemui gadis
tersebut, dan mengundang untuk bertemu disalah sebuah rumah
tetangga atau kelurga, jika gadis merasa setuju, lalu si utusan itu
kembali menyampaikan berita itu kepada sibujang tadi.
Didalam menyampaikan keinginan untuk berumah tangga,
baik bujang maupun gadis boleh langsung menyampaikan kepada
orang tua mereka secara langsung atau melalui pihak ketiga
( kakek, nenek, uwak atau kakak ) bila merasa singku (malu).
Setelah tiba saatnya hari yang dijanjikan untuk memadu
rasan, pihak keluarga sang bujang datang kerumah sigadis dan
disertai oleh seorang diplomatis (pemegang rasan).
Demikian juga sebaliknya pihak gadis juga menyiapkan
seorang pemegang rasan, dalam hal ini tentunya orang tersebut
pandai bicara, dan mengenai pada sasaran yang diinginkan oleh
pemberi amanah.
Dirumah si gadis sebagai ajang pertemuan untuk memadu
rasan, para sanak keluarga telah berkumpul untuk mendengarkan
dan memberi dorongan agar rasan tersebut berjalan baik dan
lancar.
Dua orang utusan pemegang rasan mulai melakukan
pembicaraan dengan taktis dan penuh lika liku, yang akhirnya
menemukan kata sepakat yaitu ; menetapkan tanggal
pernikahannya, permintaan mas kawin dan bantuan materi
( bentalan yang mencakup hewan potong, beras, uang dsb ).
- 37 -
Kesemuanya itu diperuntukan sebagai biaya pelaksanaan
resepsi pernikahan, kecuali Maskawin yang berupa Emas adalah
merupakan hak penuh untuk sigadis, suasana pertemuan tidak
menjadi tegang lagi dengan adanya kata sepakat telah didapat,
janjipun telah diikat dan sampai pada giliran kapan bujang akan
diantat.
Kini sibujang telah menjadi calon penganten dan sigadis
menjadi calon bunting, masing masing diantar kerumah calon
mertua untuk mengisi masa pertunangan selama jangka waktu
yang telah ditentukan.
Dalam proses calon bunting diantar kerumah calon
penganten, dan calon penganten diantar kerumah calon bunting di
sebut; “Baantatan”, biasanya diawali calon bunting dahulu datang
kerumah calon penganten, barulah secara bersamaan calon
penganten dan calon bunting datang kerumah calon bunting.
Bagi orang tua dalam menyambut calon menantu, biasanya
kalau zaman dahulu diperahkan ayek sighehg (air sirih) dan
kembang kembangan dan sertai dengan doa doa.
Pelaksanaan ‘Baantatan’ ini disertai dengan pesta kecil yang
disebut “Nyerawo”, dilakukan pada hari penganten mau turun dari
rumah, sebagai ungkapan rasa kegembiraan, maka muda mudi
mengadakan acara Bajidur, tari-tarian( dibawah tahun 60 an) dan
ramah tamah (kalau sekarang).
Beberapa hari setelah selesai ‘Baantatan’, calon bunting dan
calon penganten diperkenalkan dengan sanak keluarganya yang
disebut dengan “Nundokan Bunting atau Penganten”, setelah itu
mereka akan meniti masa pertunangan,.
Selama masa pertunangan mereka diharuskan membantu
segala macam pekerjaan calon mertua, masa pertunangan ini
- 38 -
tergantung dari hasil perasanan dulu bisa 1 tahun atau lebih, masa
pertunangan yang panjang ini dimaksudkan untuk penilaian calon
bunting / penganten baik sikap, tingkah laku, kejujuran maupun
keimanannya.
Disamping itu juga masalah keterampilan, kemampuan dan
kesungguhan untuk berumah tangga, penilaian semacam ini
nampaknya perlu dilakukan dikarenakan masyarakat daerah Lintang
IV Lawang umumnya tidak mengalami masa berpacaran /
belinjangan yang cukup lama, untuk menilai isi hati calon yang
dipilihnya tersebut.
Hal yang wajar bila muda mudi daerah Lintang IV Lawang baru satu
atau dua kali bertemu/ngecek, langsung memadu rasan.
Sebagai konsekuensinya bila penilaian antara calon bunting
dan calon penganten tidak cocok, maka perkawinan mereka akan
dibatalkan.
Betapa sakit hati kalau mengalami hal semacam ini, bukankah tadi
sicalon tersebut sudah membantu segala macam pekerjaan calon
mertua ( nebas, nebang, nyawat, ngetam, pokok o nyadi kebau
putih ), disamping itu nama baikpun sudah tercemar, sebab dimata
masyarakat orang tersebut tidak ada kecakapan (Kedaekan)
sehingga menyulitkan untuk meminang gadis lain. Oleh karena itu
calon bunting dan calon penganten harus lebih berhati hati jangan
sampai rasan batal (rasan orong), jika perlu kalau tadinya kurang
rajin bekerja dan beribadah maka pada masa pertunangan ini harus
ditingkatkan, agar mendapat penilaian ( penindaian ) dari calon
mertua.
Bila masa tunangan itu berjalan lancar dan cocok, menurut
penindaian calon mertua, maka proses selanjutnya adalah acara
pesta pernikahan.
- 39 -
Menjelang dua minggu lagi pesta pernikahan, orang tua calon
bunting mengadakan pertemuan secara singkat dengan orang tua
calon penganten, dan menanyakan persiapan bentalan yang
dijanjikan, hari apa bisa diantar.
Dari hasil pertemuan akan didapat jawaban kepastian kapan
bentalan akan dikirim, maka sebelum bentalan diantar kerumah
calon bunting, akan didirikan Lembongan.
Lembongan ini didirikan gunanya untuk perluasan tempat
masak memasak, sebab kapasitas dapur tidak memungkinkan,
karena terlalu sempit untuk menampung orang banyak, dari mulai
mendirikan lembongan hingga pesta selesai diadakan pembagian
tugas yaitu :
- Mendirikan Lembongan dikerjakan orang tua laki laki,
sedangkan ibu ibu mengambil daun daunan dan
mengumpulkan sayur sayuran, misalnya ngambik nangko,
gedang, teghung dan lain lain.
- Orang tua calon bunting/penganten, mengundang sanak
keluarga (bajeghum), agar meramaikan pesta pernikahan
anaknya.
- Sedangkan muda mudi, yang gadis membuat kue kue dan
yang bujang membuat dekorasi (aesan), bujang dan gadis
yang bekerja disini disebut gertang (matangaguk).
Beberapa hari kemudian barulah bentalan datang dari calon
penganten, pada hari ngantat bentalan, penganten tersebut datang
kerumah bunting bersama bentalan an ditempatkan dirumah
khusus buat calon penganten yang disebut rumah mendan.
Dirumah ini penganten hanya ditemani oleh inang yang
dipilihnya sendiri, untuk melayani keperluannya dalam menghadapi
hari pesta pernikahannya, sampai selesai.
- 40 -
Setibanya bentalan dirumah calon bunting (rumah pangkal),
kesibukanpun semakin bertambah, para warga sekitar berdatangan
dan membawa beras, ayam dan lain lain sebagai sumbangan
(petolong), disamping itu mereka membantu segala macam
pekerjaan yang ada.
Tiga hari lagi menjelang hari pesta pernikahan, tuan rumah
mengumpulkan sanak keluarga dan warga sekitarnya untuk
menyerahkan tugas secara resmi yang disebut “Nyerahkan Aguk”
(kalau sekarang sama dengan membentuk panitia).
Orang yang diberi tugas ini harus bertanggung jawab penuh
atas tugas yang diberikan kepadanya, baik itu soal masak memasak
ataupun urusan lampu dan sebagainya, biasanya para pengemban
tugas ini mulai melakukan kegiatannya pada hari malemang (satu
hari sebelum hari pernikahan), hingga esok harinya hari pesta
pernikahan (hari nyemelek atau nyemok=nyelemok).
Kini hari melemang telah tiba, hari berganti senja, senjapun
berganti malam, para sanak keluarga, alim ulama dan handai tolan
telah memenuhi ruangan untuk menyaksikan akad nikah.
Calon penganten dengan pakaian adat ala pakaian haji mulai
diturunkan dari rumah mendan dan akan dibawa kerumah pangkal.
Selangkah demi selangkah sang penganten dituntun para
penjemput dan diiringi dengan arak arakan, hati sang penganten
berdebar debar, getaran jantungnya kian berdetup semakin
kencang, karena membayangkan sesaat lagi dia akan resmi menjadi
penganten.
Setibanya penganten dirumah bunting, dia disambut bagai
pangeran yang akan dinobatkan menjadi raja, Kalam Illahi mulai
dikumandangkan, segala petunjuk dan persyaratan dari ajaran
agama telah dibacakan.
- 41 -
Kini giliran penganten mengucapkan akad nikah yang
disaksikan khalayak ramai, dalam mengucapkan akad nikah harus
betul betul memenuhi ketentuan agama Islam.
Acara akad nikah telah selesai, penganten dipersilakan duduk
berdampingan dengan bunting (bersanding) diatas pelaminan,
disuasana yang mengembirakan ini berbagai bentuk hiburan akan
diturunkan untuk menghangatkan suasana pesta pernikahan ini.
Hiburan dalam pesta pernikahan ini telah banyak mengalami
perubahan, dari kurun waktu sampai dengan kurun waktu sekarang.
Sebelum tahun ’20 an hiburan / acara kesenian yang ada
“Ngala Sambai atau Badindin”, yaitu muda mudi mengungkapkan isi
hati lewat seni, apakah itu berupa keinginan hidup atau berbau
sejarah perjuangan. Hiburan semacam ini dianggap paling tua,
kemudian tari tarian sampai mereka mengenal alat music
sederhana yang berupa jidur, ketipung, kulintang dan gong.
- 42 -
Setelah tahun ‘20an sampai tahun’50an acara hiburan lebih
ditonjolkan yang bersipat keagamaan misalnya, kosidah, diqir, seni
baca berzanji dan seni baca Al-Qur’an, sedang alat music berupa
terbangan. Pada masa ini bukan berarti seni tradisional sebelumnya
sudah hilang sama sekali, contohnya bajidur masih tetap dipakai,
namun lebih dominan dalam acara pesta pernikahan adalah
kosidahan.
Pada mulanya kosidahan yang mereka kenal hanya 24 macam
diantaranya adalah : Roqbi, Hijaz, Yaman Hijaz, Sika dan seterusnya.
Kemudian berkembang menjadi ratusan macam, kasidahan yang
pada umumnya diambil dari bacaan barzanji dan digelarkan pada
malam pesta pernikahan, dan dipertandingkan dengan mengadu
suara mas masing masing group.
Disamping terbangan dikenal juga alat music gitar, music
gitar ini adalah pengembangan dari jidur, dimana lirik dan makna
lagunya sama, serta vokalnya dibawakan sendiri, hanya saja nama
lagu yang dibawakan disebut Rejung.
Sedang irama rejung dapat berkembang bermacam macam,
melalui rejung dapat pula mengungkapkan isi hati, menceritakan
suka duka dalam perjalanan hidup, merayu dan membuat hati sang
gadis tersentuh serta menghibur hati dikala sedih. Namun gitar ini
tidak digunakan pada acara pesta pernikahan, sedang terbangan
hanya digunakan dalam pesta pernikahan misalnya ; “ngarak
bunting & penganten, atau mengiringi lagu diqir / ratib saman” pada
malam pesta pernikahan.
Di tahun 50 an mulai dikenal orkes, orang yang pertama
mengenalkan music orkes di daerah Lintang IV Lawang bernama
BODIN, asal dusun Muara Karang.
Sampai akhirnya dia membentuk suatu group orkes dengan
nama Jaya Jagad, tokoh seniman ini dan bersama orkesnya
- 43 -
menjelajahi hampir setiap pelosok daerah Lintang IV Lawang untuk
menghibur pada acara pesta pernikahan.
Music orkes ini diadakan mulai dari malam akad pernikahan
sampai hari pesta pernikahan (hari nyelemok /nyemok) dan
ditempatkan pada tempat khusus yang disebut Balai.
Sedangkan kegiatan yang dilakukan di rumah pangkal pada
malam hari akad nikah dan pesta akad nikah, menjadi tempat untuk
menjamu para undangan yang datang sebelum sampai waktu acara
bunting dan penganten betamat Qur’an ( khatam Qur’an ),
disamping acara betamat Qur’an, juga dibacakan barzanji,
marhaban, doa doa dan dilanjutkan dengan jamuan makan siang
(Nyelemok/Nyemok).
Bila acara nyelemok/nyemok telah selesai, para tamupun
berpamitan minta diri, sedangkan Bunting dan Penganten baru
ditunggalkan (tidur bersama) setelah hari nyerawo, yaitu dua hari
setelah pernikahan selesai.
Pada hari tersebut lembongan/sempeng akan dibongkar dan
semua gertang dan inang diantar pulang secara resmi, dengan
diberi hidangan setalam sebagai ucapan terima kasih. Baru pada
hari ketiga atau keempat Bunting dan Penganten tidur bersama,
didalam menunggalkan Bunting dan Penganten ini ditunjuk seorang
perempuan yang sudah nenek nenek untuk membawa penganten
ke kamar bunting, Sang nenek memberikan petunjuk dan
membisikan sesuatu yang rahasia, lalu si nenek keluar dari kamar,
berikutnya kita tidak tahu apa yang terjadi didalam kamar.
Sebagai penutup adat pernikahan didaerah Lintang IV Lawang, disini
kami jelaskan dalam menentukan pasangan hidup ada beberapa
cara yang dikenal didaerah Lintang IV Lawang adalah sebagai
berikut :
- 44 -
1 - Rasan Samo Galak dan Dituokan.
Yaitu, muda mudi suka sama suka dan orang tua kedua belah pihak
sama sama setuju, prosesnya seperti yang telah diuraikan diatas.
2 - Maling Tubu
Orang tua disalah satu pihak ada yang belum setuju kalau anaknya
cepat menikah atau karena alasan lain, sehingga setiap mau
dituokan selalu mengalami kegagalan. Maka sang muda mudi
sepakat untuk maling tubu, yaitu sang bujang menemui gadisnya
untuk diajak kerumahnya, dengan cara ini akan memaksakan orang
tua untuk berasan.
Dalam maling tubu ini ada aturannya, antara lain sang bujang harus
menitipkan “keris” pada pemerintah kampong (kalau sekarang
disebut Kades, zaman dahulu disebut Gindo), atau paling tidak keris
tersebut diletakan dibawah bantal sang gadis (tentu menyuruh sang
gadis itu sendiri meletakannya), sebab maling tubu ini tidak boleh
ketahuan oleh keluarga sang gadis, bila sampai ketahuan berakibat
batal hak, yang disebut “kecandak”.
Keris yang dititipkan dirumah gindo atau yang diletakan dikamar
gadis tersebut dimaksudkan sebagai jaminan untuk keselamatan
sang gadis, bahwa yang membawa adalah anak laki laki dan berniat
baik untuk menyunting gadis.
Gadis yang dibawa harus ditemani oleh beberapa orang temannya,
sang bujangpun demikian, baru kemudian seorang yang ditunjuk
sebagai utusan dari pihak bujang untuk memberi tahukan kepada
keluarga gadis, bahwa anaknya sekarang ada dirumah sianu, untuk
selanjutnya diproses seperti biasa.
3 - Rasan Tambik Anak dan Rasan Kesah
- 45 -
Pada saat memadu rasan harus tetap di tempat mereka menetap
setelah berumah tangga nanti.
“Rasan Tambik Anak”, berarti setelah mereka menikah menetap
dan mencari nafkah dirumah bunting (rumah perempuan),
sedangkan “Rasan Kesah”, berarti perempuan ikut kerumah laki laki
dengan ketentuan sebagai berikut ;
a. Laki laki harus memberikan uang yang wajar dan
b. Memberikan Keris kepada orang tua perempuan, Keris ini
dimaksudkan sebagai “Tebus Semangat”.
4 - Kawin Cindo
Yaitu pernikahan yang masih ada hubungan family, hal ini terjadi
biasanya karena keinginan orang tua, dan bisa jadi karena
keduanya suka sama suka.
II.4. Seni Budaya Daerah Lintang IV Lawang
- 46 -
Terdapat banyak kesenian didaerah Lintang Empat Lawang,
tetapi sayang telah banyak kesenian yang tidak terlihat lagi, karena
banyak kaum muda didusun tidak mau belajar, bukan tidak mungkin
kesenian khas lintang akan habis di telan zaman, sekarang pemuda-
pemudi dusun lebih senang nyanyi lagu modern, bila belajar
kesenian daerah sendiri kata mereka ketinggalan zaman, kita bisa
melihat ketika ada yang menikahkan anak, kesenian yang ada
hanya organ tunggal, karaokean, ditambah lagi mabuk-mabukan,
itu bukan merupakan kebudayaan kita, tanpa panjang lebar lagi
akan saya coba kupas yang pertama:
Ado banyak kesenian di daerah kito Lintang Empat Lawang,
anyo sayang lah banyak kesenian nyo nedo tekinak agi, karno
banyak bujang gadis di dusun nendak agi belajar, bukan nedo
mungkin kesenian khas daerah Lintang abis di telan zaman, embak
kini Bujang gadis dusun galak a, nyanyi nyanyi nyo modern, bilo
belajar kesenian daerah dewek uji o ketinggalan zaman, kito pacak
kinai bilo dang ado nyo ngantenkan anak, kesenian nyo ado cuma
organ tunggal, karaokean, ditambah agi mabuk mabuk an, nah ini
bukan budayo kito, nah nedo panjang lib'ar agi kami cobo kupas nyo
pertamo :
1. NGURIT (GURITAN)
Kesenian Guritan, sekarang sudah tidak ada lagi di dusun,
telah lenyap ditelan gelombang zaman, jika kita bertanya kepada
anak muda didusun kini, maka mereka akan menjawab tidak tahu
apa itu guritan.
Guritan, kesenian zaman dulu yang menceritakan tentang
nenek puyang, biasanya menceritakan peperangan, berebut
kekuasaan, kisah dengan pacar antara putra dan putri raja, yang
- 47 -
menggunakan kesaktian, strategi dan lain-lain, cerita ii percaya atau
tidak tetapi buktinya sampai sekarang masih ada peninggalannya,
seperti: batu bersejarah di dusun batu Pance, dan ada nama Lubuk
Siluman dan lain-lain.
Kesenian Guritan ini, biasanya diadakan pada acara
menikahkan anak, sejak dipihak rumah calon istri mengundang
orang yang bias bercerita Guritan ini, yang menonton dan
mendengar ramai sekali, biasanya cerita guritan ini menghabiskan
waktu paling tidak 3 sampai 4 jam. Kadang sejak sore sampai
subuh, biasanya dia bercerita ini sambil memegang Gerigek yang
tidak ada isinya, sambil mengalunkan irama Lintang empat lawang,
sambil diikuti syair, pantun-pantun yang lucu, yang ada maknanya,
ini syair yang sering di nyanyikan:
"Bukan bae Simpai bebaju abang
Burung Kedubu abang pulo
Bukan bae ngindu kemambang
Cera'i bekundang kemambang pulo"
Itulah sekilas tentang kesenian Lintang (GURITAN), mudah-mudahan
orang tua di dusun masih ingat tentang guritan ini, bisa
mewariskannya dengan anak-anak muda,
2. ANDAI – ANDAI
Kesenian Andai-andai sudah tidak terdengar lagi di dusun, orang di
dusun lebih senang nonton TV, dan mendengar radio.Sebenarnya,
andai-andai hamper sama saja dengan guritan, Cuma ceritanya
lebih ditekankan dengan khayalan, seperti cerita seribu satu malam,
tentang cerita Abu Nawas. Kalau di dusun lakon ceritanya lucu, ini
yang disenangi oleh anak kecildi dusun dulu, biasanya kakek atau
nenek yang bercerita sebelum cucunya tidur.
3. BEREJUNG
- 48 -
Kesenian Bujang Gadis dusun yang sedang mabuk kepayang
dilanda cinta, berejung ini identik dengan perpaduan pantun diiringi
Gitar tunggal, biasanya irama dan syairnya menyayat hati, kiasan
dan bahasanya halus, ibarat membayangkan bagaimana bujang
mau menemui gadis, sambil duduk di beranda atau di anak tangga
belakang rumah, di petik gitar tunggal sambil menyanyikan syair-
syair yang meratap.
Ini syair-syair yang sering terdengar:
Jak Selamo di Seleman
Gajah Tagoring kayek Timbuk
Jak Selamo Linjang ngan dengan
Ado Sebulan nedo benyawo
Nak Kayek ayam papilu
Dang ngerham telhro o duo
Kapo dengan nak balik kami milu
Tinggal sug'rha nemak asonyo
Kedalak kedali dali
Burung tiung belago tigo
Amon galak kebilo agi
Nunggu setaun la lamo igo
Ketapang kayu nyeraye
Gadis nyemulung ngambin ayek
Ngelombang la lemak bae
Nga gai rupu'an nani balik.
4. BAJIDUR (NABUH JIDUR)
Bajidur, atau Nabuh Jidur ini dilakukan oleh suatu group Kesenian
Jidur terdiri dari 6 orang bujang bujang ( kalau di betawi sedikit
mirip dengan Tanjidor).
- 49 -
Pada umumnya Kesenian ini disaksikan para bujang bujang dan
orang tua, dengan duduk melingkar di ruang tengah didalam rumah,
juga disaksikan para gadis gadis dengan cara mengintip dari ruang
belakang, sambil menyiapkan makanan-makanan kecil untuk orang
yang bejidur tersebut.
Dari ke 6 orang tadi mendapat tugas masing masing sebagai berikut
:
1 Orang Nabuh jidur
2 Orang Nabuh Ktipung
1 Orang nabuh gong
2 Orang bedanah
Kesenian ini biasanya dilaksanakan seminggu sebelum perayaan
pesta perkawinan penganten berlangsung. Dilakukan pada malam
hari sebagai pertanda bahwa seorang warga akan mempunyai hajat
merayakan pesta perkawinan anaknya, dimana harinya sudah
ditentukan dengan mengumpulkan family, sahabat dan kenalan
dekat untuk mempersiapkan egala sesuatu yang diperlukan untuk
hari pesta nanti.
Misalnya, dekorasi (aesan) yang di kerjakan oleh bujang dan gadis
secara bergotong royong yang menjadi semboyan “ado gawean
mintak digawekan ado makan mintak dimakani, sekaligus
nyerahkan ka’aguan”.
Disinilah kesempatan bujang dan gadis menjalin hubungan, dengan
harapan kapan kita menyusul seperti teman yang akan menikah ini.
Pelaksanaan Bajidur ini yaitu, si penabuh Jidur mendendangkan lagu
– lagu, beriramakan lagu lagu Qosidah dengan mengunakan syair
jenaka, sindiran-sindiran pantun seperti kata berejung.
- 50 -
Setelah beberapa bait syair di iramakan maka diikuti oleh 2 orang
penabuh ketipung dan 1 orang pemukul gong dan dilengkapi
dengan 2 orang bedanah yang lenggang lenggoknya sesuai dengan
irama yang didendangkan.
Kalau anda melihat dan mendengarkannya, tentu akan tersiruk
(tercengang), aduhai sudah tua ingin menjadi muda lagi.
Nah itulah sekilas seni budaya Bajidur di daerah Lintang Empat
Lawang, seni budaya ini sejak tahun 80 an sudah sangat jarang
terlihat, memasuki tahun 90 an bahkan sudah menghilang sama
sekali.
5. Seni Tari
Sebenarnya masih sangat banyak Seni Budaya daerah Lintang IV
Lawang, namun karena keterbatasan informasi yang kami
dapatkan, hanya beberapa seni yang dapat kami tampilkan, nah
pada akhir topic bahasan seni budaya ini, kami coba menampilkan
seni tari daerah Lintang IV Lawang. Yang kondisinya sama dengan
Seni-seni yang lain, makin ditinggalkan oleh generasi generasi
sekarang, banyak orang Empat Lawang yang tidak tahu bahwa
sesungguhnya Lintang IV Lawang itu memiliki juga seni tari,
diantaranya ;
Tari Gegerit :
- 51 -
Pelakunya,
Dimainkan / ditarikan oleh 7 orang Putri
Pelaksanaan,
Tarian ini dilakukan sewaktu penyambutan tamu dalam upacara
adat maupun
Upacara penganten, yang dilakukan dipintu gerbang.
Tari Sanggan Sirih :
Pelakunya,
Tari ini dimainkan oleh beberapa orang, disesuaikan dengan
ruangan yang ada.
Pelaksanaan,
Tarian ini dilaksanakan dalam acara hiburan, setelah acara resmi
dibuka, maka
tamu ikut menari, dan para penari khusus yang membawa
selendang, untuk di
kalungkan kepada tamu yang disenanginya untuk diajak sebagai
pasangannya
menari.
Tari Piring :
Pelakunya,
Tari ini dimainkan oleh 2 orang penari
Pelaksanaan,
- 52 -
Tarian ini dailakukan sebagai bentuk keterampilan, yang
pelaksanaannya pada
acara adat atau upacara penganten
Redap Kelentang :
Pelakunya,
Pemainnya sebanyak 5 orang yaitu, 1 orang pemain redap, 1 orang
pemain
kelentang, 1 orang pemain gong dan 2 orang pesilat.
Pelaksanaan,
Seni ini dilakukan dalam upacara penganten, sebagai tanda adanya
pesta
Pernikahan atau pesta peresmian pertunangan (nunggu tunang).
Demikian sekilas Seni Budaya daerah Lintang IV Lawang, yang
sebagaian telah musnah, kami (penulis) sangat berharap kepada
Pemda Kabupaten Empat Lawang, memberikan perhatian kepada
kesenian yang pernah ada di daerah Empat Lawang, ditumbuh
kembangkan lagi, sehingga dapat dijadikan sebagai objek wisata,
bahkan lebih dari itu, agar para generasi penerus anak bangsa
mengenali seni budaya daerah mereka…….semoga
7. Seni Bela Diri Kuntau
Sejarah Kuntau
- 53 -
Menurut Yamin yang merupakan orang Lintang mengatakan bahwa
kuntau Lintang 4 Lawang berasal dari Tebing Tinggi yaitu sekitar
tahun 1890-an Gindo Kintang (almarhum) yang merupakan orang
Lintang, pergi ke daerah Tebing Tinggi yang kemudian belajar ilmu
beladiri kuntau kepada Jaya (almarhum) yang merupakan orang
daerah Gu Aras, Tebing Tinggi. Pada tahun 1895-an Gindo Kintang
kembali ke daerah Lintang 4 Lawang, yang kemudian mengajarkan
ilmu baladiri kuntau kepada orang-orang Lintang yang salah satu
muridnya adalah Muin (almarhum), yang kemudian juga
mengajarkan kuntau di Lintang dan salah satu murid Muin adalah
Mat Diyas (almarhum), Mat Diyas juga mempunyai beberapa murid
yang salah satunya adalah Mat Demiri (almarhum). Mat Demiri juga
mengajarkan dan menyebarluasskan ilmu beladiri kuntau dan
mempunyai beberapa murid yang salah satunya adalah Mat Jay
(almarhum). Mat Jay mempuyai beberapa murid yaitu diantaranya
adalah Marlen, Dit, Tohar, Muslim, sampai sekarang.
Kuntau merupakan ilmu beladiri yang dijadikan orang – orang
Lintang sebagai salah satu kebudayaan Lintang, karena dulu ilmu
beladiri kuntau merupakan salah satu sarana dalam mempererat
tali persaudaraan, membela dan menjaga diri dari serangan musuh.
Kuntau banyak disenangi oleh kaum muda karena dalam ilmu
beladiri kuntau, selain mendapat teknik – teknik menyerang,
menangkis dalam melumpuhkan musuh juga mendapatkan amalan
– amalan ilmu tenaga dalam yaitu ilmu meringankan tubuh seperti
berdiri diatas daun dan berjalan diatas air pada saat menyeberangi
- 54 -
sungai, Ilmu menghilang (Silam) seperti pada saat terdesak dalam
menghadapi banyak musuh dalam sekejap dapat menghilangkan
diri dari kepungan musuh, Ilmu kebal berupa kebal senjata api,
kebal senjata tajam, kebal tembung batu, selain itu ilmu sambut
angin yaitu menangkap dan melumpuhkan musuh secepat angin.
Contoh salah satu amalan kuntau yaitu Waman Takun Birrosullah,
Nusro Tuhul Intal Tuhul, Kosdu Fi Ajamiha Tajum, amalan ini
digunakan untuk menghindari diri dari serangan musuh, baik yang
halus (gaib) maupun yang kasar (nyata).
II.5. Rumah Panggung Khas Empat Lawang
Rumah panggung dan rumah Limas adalah cirri khas rumah rumah
yang ada di Propinsi Sumatera Selatan, unik dan sangat menarik.
- 55 -
Kabupaten Empat Lawang sendiri memiliki cirri khas sendiri, baik itu
desain bentuk maupun tata letak ruangnya.
Rumah Panggung Empat Lawang memiliki 4 ruang utama, yang
terdiri :
o Ruang depan, pada ruang ini terdapat satu kamar,
biasanya kamar ini diperuntukan untuk anak bujang,
juga terdapat ruang untuk berkumpul teman temannya.
o Ruang tamu utama, ruangan ini cukup besar, ruangan
ini dipergunakan untuk menerima tamu, dan juga
dipergunakan untuk berkumpul keluarga.
o Ruang tengah, pada ruang ini terdapat kamar tidur
untuk anak gadis, serta kamar orang tua.
o Ruang belakang, pada ruang ini terdapat, dapur, ruang
makan, serta keperluan untuk mencuci keperluan untuk
memasak yang disebut gaghang.
Sedangkan untuk keperluan mencuci serta mandi, sebagian besar
masyarakat Empat Lawang memanfaatkan sungai, sebagian
masyarakat juga yang menyediakan tempat sendiri untuk MCK.
Biasanya tempat MCK ini terpisah jauh dengan bangunan utama,
pada tempat ini terdapat sumur, wc serta tempat untuk mandi dan
mencuci.
Pada ruangan bawah rumah, biasaya dimanfaatkan untuk gudang,
ternak seperti ayam, bebek dan itik, juga digunakan untuk
menyimpan kayu bakar.
- 56 -
II.6. Objek Wisata Di kabupaten Empat
Lawang
Wisata air terjun di Empat Lawang
Air terjun tujuh panggung di Desa Tanjungalam, Lintang
Kanan, Kabupaten Empat Lawang. Tujuan wisata di wilayah Sumsel
ternyata tidak hanya berupa objek yang sudah dikenal dan
diketahui umum, tetapi ada juga berupa objek yang masih belum
digarap dan masih ‘perawan’ berada di lokasi yang tersembunyi.
Salah satunya, air terjun tujuh panggung di Desa Tanjungalam,
Lintang Kanan, Kabupaten Empat Lawang.
Sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Lahat, Kabupaten
Empat Lawang memang memiliki tidak sedikit objek wisata yang
selain memberikan keindahan juga sedikit tantangan.
Di lokasi di atas Deretan Bukit Barisan yang terletak di atas
1.200 meter diatas permukaan laut (DPL), lokasi air terjun tujuh
panggung memang memberikan nuansa segar alam pegunungan.
Alam yang masih belum tersentuh ini terletak di antara kebun-
kebun warga dan hutan yang masih ‘perawan’.
- 57 -
Air terjun di panggung ketiga cukup sulit didaki. Namun, warga
sekitar sudah sering menikmatinya. Untuk mencapainya, harus rela
berjalan kaki selama sekitar 3 jam dari desa terdekat, Desa
Tanjungalam. Kalau mau naik ojek, sebenarnya ada, tetapi hanya
separoh jalan. Selebihnya tetap harus berjalan kaki meniti jalan
setapak di lereng bukit yang terjal dan licin berlumut.
Sinar Harapan yang mengikuti ekspedisi Musi Ulu pekan lalu
mendapati ternyata akses ke air terjun di panggung (tingkat ke
tujuh) ternyata belum tersedia akses. Bersama warga desa, tim
ekspedisi ini membuka akses jalan.
Kepala Desa Tanjungalam, Jon Kenedi mengakui selama ini
keindahan air terjun ini haya dinikmati warga desanya. Itupun
terbatas yang punya kebun di sekitarnya. Karena memang, akses
jalan masih berupa jalan setapak yang harus melewati bukit terjal
dan hutan rimbun. Itupun baru sampai ke panggung ke dua.
Selanjutnya masih berupa jalan melintasi semak belukar.
- 58 -
Disinilah panggung pertama. Air yang jernih dan gemericik air
mengundang pengunjung untuk berendam. Air terjun di panggung
pertama terdiri dari enam deretan air mancur yang masing-masing
setinggi sekitar 2 meter dan dibawahnya ada lubuk sedalam sekitar
3-4 meter dengan luas sekitar 4 x5 meter. Air yang jernih dan dingin
membuat keinginan berendam tak tertahankan.
Sementara di panggung kedua hingga ketujuh juga memberikan
nuansa yang berbeda. Karena ketinggian masing-masing air terjun
memang berbeda. Berkisar antara 5 hingga meter 14 meter. Di
panggung ketujuh, malahan terdapat dua sumber air yang
mengucur ke lubuk di bawahnya. Hanya saja di panggung ini,
sepertinya memberikan kesan angker karena ada pusaran air yang
cukup kuat.
Di atasnya lagi, sesungguhnya masih ada dua panggung air
terjun. Namun, belum ada satupun orang yang berani menapakinya,
karena memang jalan menuju ke sana cukup terjal. Tebing
bebauannya mencapai 45 derajat. Selain curam, juga berlumut
sehingga sulit didaki. Nuansa alami yang liar ini memang cukup
memberikan kesan tersendiri bagi mereka yang punya minat
menikmati wisata alam. Hanya saja, untuk mencapai lokasi ini dari
kota Palembang, cukup jauh. Jarak Palembang ke Tebing tinggi
- 59 -
ditempu dalam waktu 7 jam menggunakan mobil ataupun kereta
api.
Saat ekspedisi, suasana lebih meriah karena diramaikan oleh para
pemburu babi. Ketua Persatuan Olahraga Berburu Babi (Porbi)
Sumsel Hamlian membawa serta sedikitnya seratus pemburu
lengkap dengan anjing. Hasilnya, 14 ekor babi hutan berhasil
ditangkap dalam sehari dari kawasan perkebunan dan ladang
masyarakat setempat.
Rombongan pemburu babi dari Pagaralam meramaikan ekspedisi
Musi Ulu ke Air terjun Tujuh Panggung.
Kereta api, tersedia dua jadwal, siang dan malam. Kalau memilih
kelas ekonomi bisa berangkat siang hari dari Stasiun Kertapati,
Palembang tujuan Lubuklinggau. Atau jika memilih kelas bisnis dan
eksekutif berangkat malam hari. Jika berangkat dari Kertapati pukul
21.00 WIB, tiba di Stasiun Tebing tinggi sekitar pukul 04.00 WIB.
Sementara kalau memilih menggunakan mobil bisa
menumpang bus ataupun travel. Ongkosnya berbeda sesuai dengan
kelasnya. Dari Tebingtinggi menuju lokasi desa terdekat bisa
ditempuh dalam waktu sekitar 2,5 jam. Kendaraan angkot bisa
disewa untuk mencapai kawasan ini. Jadi untuk menikmati air terjun
- 60 -
ini, dari Palembang membutuhkan waktu 3 hari termasuk perjalanan
Tebingtinggi-Palembang.
Akses menuju lokasi air terjun hanya berupa jalan setapak. Bahkan,
jalan ini baru dibuat oleh warga. Kalau tidak hati-hati, bisa
berbahaya. Jurang yang curam dan berbatu menanti, merupakan
tantangan tersendiri.
Kelelahan menempuh perjalanan dari Desa Tanjungalam ke lokais
air terjun rasanya terbayar ketika sudah menikmati kesegerdan
sawah alam di air terjun. Sepanjang jalan desa dan jalan setapak,
ladang, sawah serta gemericik air sungai menemani dan menambah
nikmat perjalanan wisata.
Usai menikmati air terjun, dua sumber air panas yang berjarak
sekitar 1,5 jam perjalanan kaki juga bisa melengkapi perjalanan
wisata alam ini.
Kendala minimnya akses menuju lokasi wisata ini diakui Bupati
Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri. ”Memang kami akan
kembangkan konsep wisata alam yang komplit. Termasuk akan
menyediakan akses jalan yang memadai menuju lokasi dari desa
terdekat,” ujarnya usai melepas ekspedisi Musi Ulu. Ekspedisi ini
- 61 -
selain menembus lokasi air terjun Tujuh Panggung, juga menjajal
arung jeram di Sungai Musi Ulu.
Rombongan ekspedisi Musi Ulu dilepas Bupati Empat Lawang, Budi
Antoni Aljufri di Pendopoan.
Target awal, bukanlah wisatawan mancanegara. Tetapi wisatawan
lokal yang berasal dari Sumsel dan Tebingtinggi. Sesaat setelah
dibuka akses saja, puluhan anak-anak sekolah sudah bisa
menikmati nuansa alami air terjun tujuh panggung di Bukit Barisan
ini.
Ketua Pelaksana tim ekspedisi dari Tavern Artwork, Herna mengakui
ekspedisi ini dilakukan mencari objek wisata yang nantinya bisa
dikembangkan sebagai kawasan wisata pilihan. Mau wisata yang
alami dan perawan dan masih liar, mungkin objek ini bisa menjadi
pilihan. (sh/muhamad nasir)
- 62 -
Di depan penopoan Bupati pun, pemandangan kota Tebingtinggi
dengan latar belakang Bukit Barisan cukup menggoda.
Wisata Arung Jeram di Ulu Musi
TEBINGTINGGI - Aliran Sungai Musi Ulu memberikan peluang untuk
dinikmati dengan menumpang perahu karet sambil berolahraga
arung jeram. Jalur sepanjang 29 kilometer dari Desa Tanjungraya
hingga ke Tebingtinggi, Ibu Kota Kabupaten Empat Lawang,
- 63 -
memang memiliki beberapa titik berupa arus deras yang bisa
meningkatkan andrenalin.
Selain arus yang deras dan bergelombang, pusaran juga
membuat perahu terombang-ambing di sela-sela bebatuan besar
dan keras, yang tentu saja membikin penumpang perahu harus hati-
hati. Kalau tidak, perahu bisa terbalik dan terbentur batu. Kalau
sedang apes, bukan tidak mungkin kepala terbentur. Tanpa
mengenakan helm, tentu aktivitas itu akan berbahaya. Jalur ini
memang memiliki kesulitan tingkat tiga, dengan debit air yang
cukup deras dan cukup berbahaya. Di beberapa titik, lekukan akibat
adanya batu-batu besar membuat perahu karet terombang-ambing
dan kalau tak pandai-pandai mengendalikan bisa terbalik.
Dalam ekspedisi Musi Ulu yang juga melintasi jalur ini pekan lalu,
dari lima perahu karet yang membawa tim ekspedisi, hanya satu
perahu yang tidak terbalik. Perahu karet yang membawa Bupati
Tebingtinggi Budi Antoni Aljufri ini, bahkan sempat terbalik. Sang
Bupati yang menumpang perahu karet bersama lima orang lainnya
sempat terpental.
Kalau saja bernasib buruk, Bupati bisa terbentur batu. Begitu juga
perahu karet lainnya yang ditumpangi para wartawan, sempat dua
kali terbalik. Penumpang pun berhamburan. Iwan, jurnalis Sumatera
Ekspres, Mabius dari Palembang Pos, dan yang lainnya pun
terlempar ke sungai. Helm dan pelampung membuat ekspedisi
arung jeram ini tak memakan korban. Padahal, kekhawatiran
sempat merebak ketika tim ekspedisi dilepas dari Desa
Tanjungraya, Lintang Kanan, Kabuputen Empat Lawang.
Sepanjang jalur itu, sedikitnya terdapat 13 jeram yang cukup deras,
mengarah ke batu dan membuat perahu jumping. Agaknya,
memang ekspedisi yang digagas Tavern Artwork bersama
Pemerintah Empat Lawang ini memberi inspirasi bagi
- 64 -
terselenggaranya wisata sungai di Musi Ulu. Apalagi, jalur ini
memang memberikan prospek yang baik.
Kendala bagi daerah ini, belum ada badan atau dinas tersendiri
yang mengurus soal pariwisata. ”Ke depan, kami akan
pertimbangkan untuk membentuk Dinas Pariwisata,” tutur Bupati
Tebingtinggi.
Panjat Tebing
Pemandangan di sepanjang aliran sungai juga memberi nuansa
tersendiri. Selain perbukitan, tebing-tebing terjal juga bisa dijadikan
objek panjat tebing. Belum lagi beberapa muara anak sungai
dengan bebatuan menghitam dengan ukuran yang cukup besar
memberikan pandangan indah tersendiri.
Suasana angker yang selama ini dipercaya masyarakat cukup
memberi kesan dan tantangan sendiri. Paling tidak, percaya
ataupun tidak, untuk menikmati arung jeram di jalur ini memang
harus dimulai dengan ritual berdoa dan tidak boleh berperilaku
sombong dan angkuh.
- 65 -
Banyaknya pantangan dan peringatan yang berbau mistis memang
tetap harus dipegang dan dipercaya. Apalagi, arusnya yang tenang
di beberapa titik membuat peserta arung jeram harus menguras
energi untuk mendayung perahu. Jarak 29 kilometer yang kalau
menggunakan mobil bisa ditempuh hanya dalam waktu dua jam,
dengan perahu karet memakan waktu enam jam.
Jika di sepanjang aliran sungai terutama di beberapa titik lebih
ditata, tentu akan dapat memberi nuansa lebih indah. Batu-batu
raksasa dan dinding sungai yang bergua, bisa memberikan ciri
tersendiri. Jika berminat menikmati arung jeram di bagian ulu
Sungai Musi, Anda bisa menempuh perjalanan sekitar delapan jam
dari Palembang menuju Tebingtinggi.
Wisata Ayek Lintang
Pemandangan ayek Lintang dan Jeramba Kawat:
- 66 -
- 67 -
Sungai Payau (Ayek Payau)
Ayek Payau ( Sungai Payau) salah satu sungai yang terdapat
di Kabupaten Empat Lawang, menurut sumber yang kami dapat
sungai ini memiliki kadar belerang cukup tinggi.
Salah satu sumber potensi untuk pembangunan Kabupaten
baru ini, yang hingga saat ini belum jadi perhatian.
Semoga suatu saat sumber alam dapat diberdaya gunakan,
sehingga memberi dan membuka kesempatan kerja, bagi
masyarakat Kecamatan Pendopo Lintang dan Muara Pinang pada
khususnya, serta Kabupaten Empat Lawang pada umumnya.
- 68 -
Sungai ini mengalir dari Kecamatan Muara Pinang hingga
bermuara di Sungai Lintang (Ayek Lintang) Kecamatan Pendopo
Lintang.
II.7. Satra
Cerita Rakyat
Cerita Puyang Kemiri, Asal Mula Empat Lawang
Dalam kisah-kisah Puyang, selain memuat asal usul, juga
memuat pesan-pesan dasar yang menjadi aturan adat yang amat
dipatuhi oleh masyarakat. Inilah yang disebut dengan pesan
puyang. Satu diantara kisah puyang di wilayah Batanghari Sembilan
adalah Puyang Kemiri yang diakui sebagai puyang (nenek moyang)
orang-orang di dusun (sekarang desa) Kunduran, sebagian dari
masyarakat dusun Simpang Perigi, dan sebagian masyarakat yang
tersebar di dusun-dusun sekitar kecamatan Ulu Musi, Kabupaten
Empat Lawang, daerah perbatasan antara provinsi Sumatera
Selatan dan provinsi Bengkulu. Dahulu daerah ini merupakan bagian
dari wilayah marga Tedajin. Berikut ini ringkasan cerita Puyang
Kemiri.
- 69 -
Konon di masa akhir kejayaan kerajaan Majapahit, Rio Tabuan,
seorang biku yang yang berasal dari negeri Biku Sembilan Pulau
Jawa menelusuri sungai Rotan atau sungai Musi dengan membawa
kerbau dan ayam berugo (ayam hutan). Ketika tiba di Kuto
Kegelang, kedua hewan yang dibawanya berbunyi, maka di tempat
inilah dia menetap. Kuto Kegelang berada beberapa kilo meter di
hulu Dusun Kunduran.
Di Kuto Kegelang, dia mendapatkan tujuh orang anak yang
bernama
(1) Imam Rajo Besak,
(2) Imam Rajo Kedum,
(3) Seampai-ampai,
(4) Maudaro,
(5) Siap Melayang,
(6) Robiah Sanggul Begelung
(7) Serunting Sakti.
Setelah mendapatkan tujuh orang anak, Puyang Rio Tabuan tidak
lagi merasa kesepian. Anak-anak ini dimintanya dari Mastarijan Tali
Nyawo, seorang penduduk yang tinggal di Surgo Batu Kembang.
Bertahun-tahun kemudian, Robiah Sanggul Gelung yang cantik
dilarikan oleh Seniang Nago ketika mandi di tepian Sungai Musi.
Robiah duduk di atas sebatang kayu yang rupanya samaran Seniang
Nago dan kemudian pelan-pelan bergerak menjauh dan
melarikannya ke Selabung.
Lalu Robiah disusul oleh Kerbau Putih, (seekor kerbau
peliharaan Puyang Kemiri, atau penafsiran lain adalah seorang yang
berjuluk Kerbau Putih karena kesaktiannya) untuk mencari Robiah,
atas suruhan saudara-saudaranya.
Kerbau putih memulai pencariannya dengan menyelam di
sana dan muncul di tepian coko (tepian mandi di seberang dusun
Kunduran). Di tempat ini masih dapat dilihat bekas telapak kaki
(tinjak) kerbau putih. Lalu dia menyelam lagi, muncul kedua kalinya
- 70 -
di dusun Tapa dan kemudian menyelam lagi hingga ketiga kalinya di
Selabung.
Pencarian Kerbau Putih ini berhasil menemukan Robiah tetapi
tak berhasil membawakanya kembali ke Kuto Kegelang. Robiah
sudah menikah dengan Seniang Nago. Lalu Kerbau putih segera
pulang ke Kuto Kegelang. Sebagai tanda bukti bahwa dia sudah
bertemu dengan Robiah, Kerbau Putih dibekali dengan seikat
ilalang, seruas bambu, air garam, sebuah kemang, seekor kemuai
(keong putih) serta pesan Puteri Robiah yang ditulisnya di tanduk
Kerbau Putih.
Dalam perjalanan pulang, Kerbau Putih dihadang oleh kerbau
Tanduk Emas dan kemudian dua kerbau ini berkelahi. Kerbau Putih
kelelahan dan mati di dusun Tapa. Perbekalan yang dibawa olehnya
berupa ilalang tertumpah dan tumbuh di daerah ini sehingga
menjadi hamparan padang ilalang yang saat ini dikenal dengan
nama Padang Pancuran Emas. Buah Kemang pun tumbuh dan
bambu juga ikut tumbuh di atas tubuh Kerbau Putih. sedangkan
Kemuai diantarkan oleh Puyang Dusun Tapa ke Kuto Kegelang dan
sekaligus menyampaikan pesan tentang Robiah yang tertoreh di
tanduk Kerbau Putih.
Berselang beberapa bulan kemudian, Robiah yang sudah
memiliki seorang anak berniat pulang (begulang) ke Kuto Kegelang.
Mendengar kabar Robiah akan begulang, semua saudara-
saudaranya amat bahagia, dan segera bermusyawarah untuk
mengadakan sedekahan (kenduri). Tetapi lain halnya dengan
Serunting, di dalam hatinya masih menyimpan rasa sakit karena
perlakuan Seniang Nago yang melarikan Robiah. Karena itu, ketika
dia disuruh mencari ikan, dengan setengah hati dia pergi, dan baru
kembali setelah kenduri usai.
Ketika kembali Serunting hanya membawa seruas bambu,
seperti yang di bawanya semula. Tetapi ternyata, seruas bambu itu
berisi ikan yang tidak habis-habisnya, semua bakul, keranjang
bahkan kolam tidak dapat menampung ikan yang ditumpahkan dari
- 71 -
seruas bambu tersebut. Imam Rajo Besak yang sedari mula sudah
kesal dengan Serunting bertambah marah. Lalu Imam Rajo Besak
melemparkan seruas bambu dengan sangat keras hingga melewati
Bukit Lesung dan jatuh di sungai Pelupuh.
Serunting sakti jadi tersinggung dengan sikap kakak tertuanya
ini lalu pergi dari rumah. Tinggallah Imam Rajo Besak dan ke empat
saudaranya. Mereka hidup tenang dalam beberapa tahun. Lalu
mereka diserang oleh segerombolan orang. Rumah mereka dibakar
habis. Tetapi kelima puyang ini dengan kesaktiannya, tiba-tiba
menghilang (silam) dari pandangan orang-orang.
Dalam sebuah rumah yang mereda dari kobaran api,
tampaklah seorang anak yang duduk di tengah puing-puing rumah.
Konon, anak itu bukan hangus tetapi malah menggigil karena
kedinginan. Anak yang bernama Sesimbangan Dewo ini kemudian
dipelihara oleh Puyang Talang Pito (daerah Rejang).
Sesimbangan Dewo, artinya pengimbang puyang yang silam.
Beberapa tahun dia dirawat oleh Puyang Talang Pito. Lalu dia
mengembara selama sepuluh tahun ke negeri lain. Kemudian dia
pulang ke sekitar dusun Kunduran, menetap di Muara Belimbing.
Makamnya pun berada di Muara Belimbing.
Setelah beberapa tahun kemudian, Imam Rajo Besak
menjelma kembali. Dia bertemu dengan Rajo Kedum dari Muaro
Kalangan, Raden Alit dari Tanjung Raye, dan Puyang dari Muara
Danau. Keempat orang ini kemudian dikenal dengan nama empat
lawangan (empat pendekar) yang kemudian menjadi cikal bakal
kata Empatlawang. Keempat sahabat kemudian menyerang
kerajaan Tuban yang dipimpin oleh seorang ratu.
Dalam penyerangan yang dipimpin Imam Rajo besak sebagai
panglima mereka mendapatkan kemenangan. Mereka berhasil
memasuki istana dan mengambil beberapa benda yang berharga
termasuk sebilah keris pusaka Ratu Tuban yang diambil sendiri oleh
Rio Tabuan dengan ujung kujur (tombak) pusakanya, karena ketiga
temannya tidak mampu. Kedua pusaka ini, hingga saat ini masih
- 72 -
tersimpan di jurai tuo (keturunan yang memiliki garis lurus dengan
puyang Imam Rajo Besak) yang tinggal di dusun Kunduran.
Puyang Kemiri memberikan sumpah kepada keturunannya
yang jika tidak dipatuhi akan mendapat keparat (kualat). Inilah 3
sumpah Puyang Kemiri :
(1) beduo ati dalam dusun nedo selamat (berdua hati di dalam
dusun tidak selamat),
(2) masukkan risau dalam dusun nedo selamat (memasukkan
pencuri di dalam dusun tidak selamat),
(3) iri dengki di dalam dusun nedo selamat (iri dengki di dalam
dusun tidak selamat).
Selain itu, puyang Kemiri pun memesankan tujuh larangan lagi,
yakni:
1. nyapakan kaparan ke ayik (membuang sampah ke sungai),
2. mandi pakai baju dan celano (mandi memakai baju dan
celana; biasanya orang di dusun kalau mandi memakai
telasan (kain penutup tubuh yang dipakai khusus untuk
mandi),
3. buang air besar/kecil di atas pohon,
4. ngambik puntung tegantung (mengambil kayu bakar yang
tergantung di pohon),
5. ngambik putung anyot (mengambil kayu bakar yang hanyut
di sungai,
6. mekik-mekik di ayik dan di hutan (berteriak di hutan atau di
sungai),
7. nganyotkan kukak gebung (menghanyutkan kulit rebung di
sungai).
Analisis pesan
Jika mencermati ketiga sumpah puyang, pertama, agar seseorang
tidak boleh bersikap mendua hati, artinya seseorang harus setia
pada kesepakatan awal. Tidak boleh memasukkan pencuri atau
berkhianat, apalagi menjadi pencuri betulan. Artinya kejujuran
- 73 -
merupakan hal yang paling utama dalam meningkatkan kepribadian
seorang manusia. Selanjutnya, anak cucu Puyang Kemiri harus
bersih hati dari iri dan dengki. Ketiga, norma dasar ini merupakan
sikap dasar yang harus dimiliki oleh orang yang baik.
Pada bagian kedua, poin satu, dan poin lima, umpamanya, pesan ini
berspektif lingkungan. Bagaimana puyang-puyang dahulu telah
memikirkan cara menjaga sungai dan melindungi hutan. Sungai dan
hutan yang di dalamnya bergantung kehidupan tumbuh-tumbuhan
dan hewan lainnya, merupakan satu mata rantai yang saling
membutuhkan. Karenanya, mata rantai ini harus dijaga dalam garis
keseimbangan. Simaklah larangan puyang yang tidak boleh
membuang sampah di sungai, artinya jika membuang sampah tentu
akan membuat sungai tercemar.
Poin lima, pesan puyang melarang orang mengambil kayu
bakar yang hanyut di sungai. Jika direnungi lebih lanjut, larangan ini
tidak hanya melarang orang mengambil kayu bakar tetapi
sebenarnya juga tidak boleh menebang pohon di tepi sungai.
Karena biasanya pohon yang hanyut di sungai adalah pohon yang
diambil di tepi sungai, atau yang dihanyutkan melalui sungai. Saat
ini, kita lihat betapa banyak orang-orang mengangkut gelondongan
kayu yang tidak sah (illegal logging) di sungai. Jadi, tidak hanya
kayu bakar tetapi kayu-kayu besar sudah dijarah oleh orang-orang
yang serakah. Akibatnya bencana banjir menjadi langganan
tahunan bagi masyarakat daerah ini.
Poin tujuh, puyang melarang seseorang menghanyutkan kulit
rebung yang bermiang (bulu-bulu halus yang menempel di kulit
rebung dan akan menyebabkan gatal-gatal jika terkena kulit
manusia) di sungai. Maksudnya, kulit rebung yang mengandung
miang jika dihanyutkan akan membuat miangnya hanyut dan jika
ada orang yang mandi maka dia akan terkena miang yang dapat
menyebabkan tubuhnya menjadi gatal. Selanjutnya, pada poin tiga,
melarang orang membuang kotorannya di atas kayu. Takutnya jika
ada orang lewat di bawahnya tentu akan membuat celaka juga. Jika
- 74 -
dipahami lebih luas, poin tujuh adalah larangan puyang agar tidak
berbuat yang dapat mengakibatkan orang lain celaka.
Poin dua, dan poin empat merupakan kiasan perbuatan yang
dapat mencelakakan diri sendiri. Cobalah pikirkan, jika seseorang
mandi pakai baju dan celana, tentu mandinya tidak dapat terlalu
bersih dan jika tiba-tiba hanyut, tentu celana dan baju akan menjadi
berat jika dibawa berenang. Begitu juga dengan mengambil kayu
bakar yang tergantung, salah-salah akan menimpa dirinya.
Poin enam dilarang berteriak di sungai dan di hutan.
Umumnya masyarakat di uluan Sumatra Selatan melarang berteriak
di sungai dan di dalam hutan. Sebab, berteriak di dalam hutan akan
mengganggu ketenangan hewan-hewan, dan bahkan bisa
mengejutkan binatang buas. Jika binatang buas terkejut tentu saja
akan mendatangkan celaka bagi diri sendiri.
Larangan-larangan puyang di atas sebagian besar bersumber dari
cerita Puyang Kemiri itu sendiri, misalnya, tentang larangan
mengambil kayu bakar yang hanyut, ini ada kaitannya dengan
Puyang Seniang Nago yang menyamar menjadi sebatang kayu yang
rebah di tepian. Begitu juga dengan sikap hati mendua, dan iri hati
di dalam dusun. Hal ini ada kaitannya dengan cerita Puyang
Serunting Sakti yang tidak ikhlas menjalankan tugas yang sudah
disepakati dan diperintahkan oleh Imam Rajo Besak.
Pesan-pesan kearifan lokal seperti ini, jika dilihat secara
substansi merupakan nilai-nilai yang universal dan bersumber dari
adat. Tetapi seringkali, nilai-nilai yang berlaku secara adat, saat ini
dianggap tidak masuk akal dan berbau kemenyan. Padahal, kearifan
lokal seperti ini oleh masyarakat adat sangat dipatuhi. Karena
mereka sangat yakin, apabila tidak dipatuhi akan mendatangkan
balak (mala petaka). Dimana-mana seolah-olah mata puyang selalu
mengawasi mereka. Hal ini sangat masuk akal. Saya kira, siapa pun
yang melanggar ketentuan Puyang Kemiri akan tidak selamat dan
tidak sempurna hidupnya. Bagaimana hidupnya mau selamat jika
mendua hati (berhianat), pencuri, dan tidak jujur.
- 75 -
Dari sisi budaya, legenda Puyang Kemiri merupakan modal
sosial budaya yang perlu dijaga. Sejatinyalah, legenda Puyang
Kemiri merupakan sumber hukum adat yang memiliki nilai-nilai
universal, menjunjung persatuan, menjunjung rasa hormat terhadap
diri sendiri, rasa hormat terhadap orang lain dan terhadap
lingkungan alam lainnya.
Selanjutnya tugas para agamawan dan budayawan
menyambungkan substansi nilai-nilai tersebut dengan ajaran-ajaran
agama Islam yang juga memiliki nilai-nilai yang sama, dan lalu
menyambungkannya dengan nilai-nilai yang berkembang dalam era
saat ini. Sehingga nilai adat dapat bersinergi dengan nilai agama
dan nilai kebudayaan yang telah mengamali kegayauan
(kegamangan).
Legenda : Melihat Lebih Dekat Kisah
Batu Jung di Ujung Alih
BILA kita bekunjung ke Desa Ujung Alih, Kecamatan Tebing Tinggi,
Kabupaten Empat Lawang, akan kita jumpai sebuah batu besar
yang cukup dikenal masyarakat sebagai batu Jung (Perahu). Batu ini
ternyata cukup bersejarah, dimana tempat penambat tali Jung yang
ditumpangi dua suami istri Puyang Rio Papak dan Puyang Rio
- 76 -
Serona, saat berlabuh di daerah pinggiran sungai Musi tersebut.
Untuk mengetahu lebih dekat kisahnya, berikut hasil wawancara
dengan sesepuh sekaligus P3N Ujung Alih, A Rahman beberapa
waktu lalu.
Sekitar 500 tahun silam, wilayah Desa Ujung Alih masih merupakan
hutan belantara yang dilintasi aliran Sungai Musi yang cukup deras.
Disisi kiri dan kanan sungai terdapat cukup banyak bebatuan besar
yang cukup indah dipandang mata. Hingga kini bebatuan besar
masih nampak terlihat di sepanjang aliran sungai tersebut.
Batu Jung berada di seberang Desa Ujung Alih. Untuk bisa melihat
lebih dekat batu tersebut, saat ini sudah tersedia sarana
penyeberangan berupa jembatan gantung. Tak jarang masyarakat
dari luar desa kerap berkunjung hanya sekedar untuk melihat lebih
dekat cerita legenda yang hingga kini masih banyak masyarakat
mengetahui kisahnya tersebut.
Konon, ratusan tahun silam Puyang Rio Papak dan Puyang Rio
Serona, sengaja berlabuh di tempat itu setelah beberapa hari
menyisiri sungai Musi dengan menggunakan perahu. Sebelum
berlabuh di Desa Ujung Alih (dulunya Desa Jung Alih), Puyang Rio
Papak dan Puyang Rio Serona, sengaja pergi meninggalkan desa
kelahiran mereka yakni Desa Karang Dapo, Kecamatan Ulu Musi.
‘’Saat itu Puyang Rio Papak dan Puyang Rio Serona hanya pergi
berdua dengan menggunakan perahu dan membawa barang
kebutuhan seadanya,’’ demikian kata A Rahman mengawali
ceritanya.
Sebelum pergi meninggalkan Karang Dapo, Puyang Rio Papak dan
Puyang Rio Serona kebetulan memiliki seekor ayam bruge (ayam
hutan,red) yang terbilang ada keajiban tersendiri. Begitu suami istri
ini menaiki perahu, puyang Rio Papak berkata kepada istrinya kalau
- 77 -
mereka berdua akan terus menaiki perahu dan mengikuti aliran
sungai sebelum ayam bruge yang mereka bawa berkokok.
Siang dan malam, suami istri ini terus menyisiri aliran Sungai
Musi dengan menggunakan perahu. Sejumlah tempat sempat
mereka mampiri guna untuk beristirahat, lalu kemudian
melanjutkan perjalanan dengan mengikuti aliran sungai. ‘’Beberapa
kali mereka berdua mampir dan beristirahat dipinggir sungai, tetap
saja ayam yang dibawanya tidak pernah berkokok,’’ tambah
Rahman.
Perjalanan terus saja dilakukan, hingga akhirnya pada siang hari
suami istri ini mampir dipinggiran sungai Musi tepatnya di Desa
Ujung Alih. Ditempat ini puyang tersebut berlabuh di sebuah batu
putih. Nah, pada saat berlabuh inilah Puyang Rio Papak meletakkan
ayam bruge yang dibawanya diatas batu putih. Tiba-tiba saja, ayam
tersebut berkokok berulang kali.
Tak pelak, Puyang Rio Papak kaget dan langsung mengajak sang
istri untuk menambatkan (mengikatkan) tali tambang perahu ke
batu Jung yang besarnya hampir menyerupai rumah tersebut. Jarak
antara batu putih dan batu Jung sekitar 300 meter kearah hilir
sungai. ‘’ Puyang Rio Papak dan Puyang Rio Serona lalu
menambatkan tali perahunya di batu Jung, dan saat itu juga
langsung mengghentikan perjalanan mereka dan berlabuhlah
selamanya di pinggiran aliran sungai Musi,’’ ujar Rahman, seraya
mengatakan kalau batu Jung adalah tempat kedua puyang tersebut
menambatkan tali tambang perahu.
Sejak itulah, Puyang Rio Papak bersama istri membina keluarga di
Desa Ujung Alih. Membangun tempat tinggal lalu kemudian
mempunyai keturunan. Anak cucu puyang Rio Papak ini pun
bertambah banyak hingga akhirnya kini terbentuklah sebuah
perkampungan penduduk dan kini menjadi sebuah desa.
- 78 -
Kenapa desa ini disebut Jung Alih? ‘’Jung Alih artinya pindah. Kenapa
dikatakan pindah, karena kedua puyang ini berlabuh di Jung Alih
karena pindah tempat dari Desa Karang Dapo, Ulu Musi,’’ jelas
Rahman.
Puyang Rio Papak, menurut Rahman mempunyai tiga orang anak
masing-masing Puyang Rio Benang, Puyang Kebal Aji Ronen dan
Puyang Gadis. ‘’Puyang Rio Benang cukup dikenal kesaktiannya
dapat menghidupkan orang yang sudah meninggal di medan
perang. Kalau puyang Kebal Aji Ronen mempunyai ilmu kebal,’’
ungkapnya.
Nah, untuk puyang Gadis hingga kini mempunyai cerita legenda
kalau puyang satu ini tidak pernah ditemukan. ‘’Pada suatu hari
puyang Gadis mandi dipinggir sungai berseberangan dengan batu
Jung. Ketika sedang asyik mandi di sungai tersebut, tiba-tiba puyang
Gadis hilang. Upaya pencarian pun terus dilakukan namun hingga
kini masih belum ditemukan,’’ ujarnya.
Konon, hilangnya puyang Gadis ini karena disaat sedang
mandi ia bertemu seekor naga dan saat itu langsung ikut serta
buaya tersebut dan menikah dengan buaya tersebut. ‘’Itu sebabnya
ditempat pemandian warga dihilir kampung ada yang namanya
saung naga, karena puyang Gadis hilang disana,’’ katanya.
Menurut Rahman, batu Jung dan makam puyang Rio Papak
dan Rio Serona hingga kini masih sering dikunjungi masyarakat
hanya sekedar untuk ziarah dan ingin melihat lebih dekat cerita
legenda tersebut. ‘’Bahkan kalau musim nomor buntut dulu banyak
pula yang sengaja datang untuk bertarak,’’ ucapnya.
Mitos : Cerita Antu Banyu
- 79 -
ADA suatu mitos yang sangat populer di tengah masyarakat
Sumatera Selatan, yaitu cerita mengenai Antu Banyu. Cerita Antu
Banyu ini begitu terkenal di tengah masyarakat pendukungnya
karena cerita ini begitu melekat sejak lama dan diwarisi oleh
pewaris aktifnya secara turun-temurun intergenerasi bahkan
antargenerasi.
Jika ada seorang anak kecil sering atau suka bermain di sungai
dalam jangka waktu yang lama, biasanya akan ditegur oleh orang
tua, kerabat, dan sebagainya dengan mengatakan “Jangan galak
main di sungi Musi (nama sungai di Sumatera Selatan), gek ado
antu banyu!” (bahasa Melayu Palembang dan Musi), Dang galak
mido di way Selabung (nama sungai di Muara Dua) tulik dikanik
hantu lawok!” (bahasa Daya) atau “Jangan galak mandi di ayik
Lintang (nama sungai di daerah Empat Lawang), kelo dipaju antu
ayik!“ (bahasa Lintang)
Nama hantu yang biasa hidup di air ini, di Sumatera Selatan
dikenal dengan nama yang bermacam-macam. Masyarakat
Komering mengenalnya dengan nama Antu Anyar, masyarakat
Lintang mengenalnya dengan nama Antu Ayek atau dengan nama
lain Selingkup, dan masyarakat Muara Dua mengenal jenis hantu ini
dengan sebutan Hantu Lawok, dan masyarakat Melayu Palembang
atau Musi mengenalnya dengan nama Antu Banyu. Apa pun
namanya, jenis hantu ini habitat hidupnya di air dengan karakter
tersendiri di tengah masyarakat pendukungnya.
Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa hantu jenis ini
memiliki versi dan varian. Masyarakat Sumatera Selatan secara
geografis memiliki banyak sungai memungkinkan cerita ini
berkembang dengan pesat melampaui batas ruang dan waktu.
Wajar saja, seolah-olah di tengah masyarakat Sumatera Selatan
kemasyuran hantu yang hidup di air ini begitu melekat dan
“membumi”. Kehadiran cerita Antu Banyu ini menimbulkan nuansa
- 80 -
tersendiri bagi masyarakat, terutama masyarakat yang hidupnya di
sungai-sungai atau di daerah laut yang ada di Sumatera Selatan.
Percaya atau tidak, hampir semua daerah di Sumatera Selatan
mengenal mitos mengenai hantu yang hidupnya di air ini.
Menurut Bascom dalam Danandjaja (2002:50) mitos atau mite
merupakan cerita rakyat dianggap benar-benar terjadi serta
dianggap suci oleh empunya cerita. Biasanya mitos ditokohi oleh
para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa solah-olah terjadi
di dunia lain atau di dunia yang bukan seperti yang kita kenal
sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Folk atau kolektif
masyarakat menentukan bahwa cerita hantu yang hidup di air ini
termasuk dalam kategori mitos sebab folk pemilik atau pendukung
cerita ini begitu melekat dan “membumi” di tengah masyarakat
yang “hidupnya” dilingkupi sungai atau laut. Selain itu, menurut
Bascom bahwa karakteristik mite atau mitos dapat diketahui dari
bentuk topografi, bentuk khas, berikut petualangannya.
Antu Banyu memiliki karakteristik berambut panjang dan
keras, rambutnya seperti satang (buluh yang panjang) karena itu
apabila rambut ini sudah berada diatas kapal, perahu, sampan atau
ketek biasanya perahu atau kapal atau ketek tersebut akan karam.
Selain rambut tersebut berat juga tajam karena itu kalau antu
banyu telah meletakkan rambutnya yang panjang tersebut ke atas
kapal atau sampan maupun ketek biasanya penghuninya akan
menjadi “santapannya”. Kemudian mangsanya akan ditemukan oleh
penduduk setempat dalam keadaan terapung dengan ubun-ubuh
atau punggung sum-sum tulang belakang dalam keadaan bolong.
Konon, antu banyu sangat menggemari wilayah ubun-ubun kepala
dan bagian sum-sum tulang belakang manusia.
Hantu banyu yang memiliki habitat hidup di air biasanya
menghuni gua-gua yang ada di sepanjang sungai dan lorong-lorong
atau pusaran yang ada di dalam sungai dan di waktu-waktu tertentu
- 81 -
akan memangsa korbannya. Caranya memangsa korban pun
dengan cara menaikkan rambutnya ke perahu atau ketek, saat
penghuni ketek kewalahan perahu atau keteknya akan karam, saat
itu juga sang antu banyu akan memangsa korbannya. Karena
berambut panjang, disinyalir hantu banyu ini berjenis kelamin laki-
laki(?). Biasanya antu banyu sangat selektif memangsa korbanya,
antara lain pendatang baru di daerah tersebut, anak-anak, atau juga
remaja berusia akil baliq.
Mitos mengenai antu banyu ini berdasarkan tempat asalnya
(hidup di air atau sungai Sumatera Selatan), sepertinya merupakan
mitos asli Sumatera Selatan (Indonesia) bukan berasal dari luar
negeri, terutama dari India, Arab, dan sekitar Laut Tengah yang
umumnya telah mengalami pengolahan lebih lanjut. Hal ini
disebabkan mereka telah mengalami yang oleh Robert Redfí et. Al.
disebut sebagai proses adaptasi (adaptation). Walaupun tidak
dipungkiri bahwa di negara lain juga punya kepercayaan atau mitos
mengenai hantu yang hidup di air ini, seperti Inggris, Jepang,
Thailand, dan Cina. Namun, cerita antu banyu yang hidup di
Sumatera Selatan (Indonesia) punya versi dan karakteristik yang
berbeda. Cerita antu banyu yang terkenal di Sumatera Selatan tidak
terlepas dari struktur dan historis Sumatera Selatan yang memiliki
banyak wilayah perairan. Tidak berlebihan jika dikenal dengan
sebutan “Negeri Batanghari Sembilan” (Negeri sembilan Sungai,
yaitu Sungai Komering, Rawas, Batanghari, Leko, Lakitan, Kelingi,
Lematang, Semangus, dan Ogan. Untuk mengetahui keterkaitan
suatu mitos dari satu negara perlu melakukan studi komparatif
dengan cara membandingkan versi atau varian cerita tersebut.
Namun, sangatlah sulit karena memakan waktu yang tidak singkat.
Menurut Danandjaja, pada dasarnya jika ada kesamaan antara
cerita dengan cerita yang lain biasanya ada dua kemungkinan yang
melatarbelakanginya, yaitu (1) monogenesis: suatu penemuan yang
diikuti proses difusi (diffusion) atau penyebaran, (2) sebagai akibat
poligenesis, yang disebabkan oleh penemuan-penemuan yang
- 82 -
sendiri (independent invention) atau sejajar (parallel invention) dari
motif-motif cerita yang sama, di tempat-tempat yang berlainan
serta dalam masa yang berlainan atau bersamaan.
Teori-teori yang tergolong monogenesis, antara lain teori
Grimm bersaudara, teori mitologi matahari Max Muller, dan teori
Indianist Theodore Benfley. Ahli-ahli dongeng Jerman, seperti Yacob
dan Wilhelm Grimm yang hidup dalam abab ke-19 M, walaupun
mengakui adanya kemungkinan itu, namun lebih menekankan pada
difusi (monogenesis) sebagai penyebab adanya kesejajaran itu.
Pendapat kedua bersaudara itu dianut kebanyakan ahli foklor di
dunia.
Cerita mengenai antu banyu ini demikian menarik untuk
dibahas maupun diperbincangkan. Cerita mengenai hantu yang
hidupnya di air ini bukan hanya dianggap sekedar meneguhkan
kebenaran tahayul atau kepercayaan masyarakat kolektifnya.
Niscaya, cerita mengenai hantu ini berguna bagi kolektifnya,
setidak-tidaknya dapat mengajarkan kepada kita agar disiplin dalam
menggunakan waktu dan mengharmoniskan kita dalam mengasihi
anak-anak. Bagaimana bisa? Orang yang berlama-lama di air tanpa
ada pekerjaan biasanya tidak efisien dalam menggunakan waktu
dan orang tua harus memperhatikan anak-anaknya agar tidak lama
berada di sungai. Jika tidak, hantu yang kerap kali berada di air ini
siap memangsa Anda!
Mitos: Tebat Seghut, Sarang Siluman Bumi
Empat Lawang
Daerah Lintang Empat Lawang atau orang tua zaman dahulu
lazim menyebutnya Empat Lawang terkenal sebagai daerah yang
melahirkan banyak pahlawan dan pendekar. Nama Empat Lawang
- 83 -
itu sendiri mengandung arti empat orang pahlawan yang berasal
dari Daerah Lintang.
Keempat pahlawan (pendekar) itu adalah leluhur Orang
Lintang yang pernah berjasa menyelamatkan Sunan Palembang dari
sergapan musuh. Atas jasa mereka itu Sunan Palembang memberi
mereka gelar Pahlawan. Karena mereka berasal dari Lintang maka
disebut Empat Pahlawan dari Lintang.
Daerah Lintang Empat Lawang ini berada dalam wilayah
Sumatera Selatan, berbatasan langsung dengan Provinsi Bengkulu.
Kepahlawanan dan kependekaran orang-orang Lintang sudah tenar
di seantero Sumatera Selatan dan Bengkulu. Dalam pertempuran
orang Lintang punya semboyan Nedo Munuh, Mati Jadilah (tidak
membunuh, mati jadilah). Semboyan ini tetap dipegang teguh
sampai sekarang.
Di daerah ini banyak terdapat tempat-tempat angker yang
menjadi sarang mahluk halus sejenis peri (jin perempuan), mesumai
(siluman yang pandai menyamar jadi seseorang), jin, dan ular
siluman.
Tempat angker itu diantaranya Tebat Seghut, Pangkal
Jeramba Ayik Lintang, Ayik Gaung, dan Hutan Larangan dan
beberapa tempat lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Dalam tulisan ini aku hanya menceritakan seputar misteri
Tebat Seghut. Tempat ini berupa danau kecil yang disebut Tebat
(bahasa Lintang,red) yang penuh belukar (”seghut” bahasa
Lintang,red).
Tebat Seghut ini pada zaman dahulu dikuasai oleh Repati
Qoris (Repati atau depati adalah sebutan untuk raja bawahan Sunan
Palembang). Sekarang keturunan Repati Qoris yang mewarisinya.
Sejak masa Repati Qoris hingga keturunannya Tebat Seghut
- 84 -
dijadikan tempat memelihara ikan, yang akan dipanen setahun
sekali.
Keangkeran Tebat Seghut sudah tidak asing lagi bagi
masyarakat Lintang, khususnya yang berada di desa-desa terdekat
seperti Desa Gunung Meraksa Baru, Beruge Tengah, Batucawang,
Manggilan, Beruge Ilir, Pendopo Lintang. dan Muaralintang.
Ular Raksasa
Pada era tahun 70-an keangkeran Tebat Seghut masih sering
terdengar. Berbagai penampakan baik siang maupun malam sering
jadi buah bibir. Pada waktu itu aku masih duduk di bangku sekolah
dasar. Cerita-cerita seram tentang Tebat Seghut sangat akrab di
telingku. Apalagi tempat ini masih masuk dalam wilayah desaku,
Gunung Meraksa Baru.
Suatu hari teman sekolahku bernama Saman ikut orang
tuanya memancing ikan di Tebat Seghut. Hari itu adalah Jumat.
Perlu diketahui bahwa hari Jumat adalah hari terlarang bagi warga
setempat untuk mendekati Tebat Seghut apalagi saat orang sholat
Jumat.
Sebagaimana lazimnya hari Jumat ,jam sekolah lebih pendek,
pukul 11.00 anak-anak sudah pulang. Hari itu sepulang sekolah
Saman langsung menghambur ke kebun, menyusul orang tua dan
kakak-kakaknya.
Sesampai di kebun yang berada di tepi Tebat Seghut, Saman
mengajak kakak dan ayahnya memancing ikan. Dia terpikat melihat
ikan melompat-lompat seakan mengundang dia bermain di air.
Mang Dahlan, ayah Saman juga berhasrat membakar ikan untuk
lauk makan siang. Maka mereka pun naik rakit bambu melayari air
Tebat Seghut menuju ke tengah. Mereka kemudian asyik
memancing ikan. Apalagi hari itu ikan sangat mudah melahap
umpan di mata kail, sehingga dalam waktu sebentar saja mereka
- 85 -
sudah mendapat banyak ikan.
Merasa belum puas dengan hasil yang didapat, Mang Dahlan
bermaksud menggeser rakit ke tempat yang diperkirakan ikannya
lebih besar. Saman dan kakaknya ikut mengayuh galah bambu
sebagai alat menggerakkan rakit supaya meluncur di air.
Saat itulah, tutur Saman, terjadi keanehan. Rakit yang semula
amat mudah digerakkan mendadak tidak mau bergeser. Tiap kali
mereka mengayuh galah bambu, rakit hanya berputar-putar di
tempat. Karena jengkel, Mang Dahlan mengumpat-umpat sambil
membentak, ”Hai setan! Jangan ganggu kami, kalau berani keluar!”.
Sesaat setelah ayahnya mengumpat dan mengeluarkan
makian, kata Saman, air di sekitar rakit tiba-tiba menggelegak,
mengeluarkan buih seperti air mendidih. Mereka semua terkejut.
Namun, belum hilang rasa tekejut itu mereka dikagetkan lagi
dengan munculnya seekor ular raksasa sebesar batang kelapa.
”Saya tak kuasa menahan kencing,” kata Saman. Sedangkan
ayahnya langsung terduduk lemas di atas rakit, begitu pula dengan
kakaknya. Sesaat mereka terpukau, tak bisa berbuat apa-apa.
Untung saja ayah Saman cepat menyadari kekeliruannya. Dia
langsung memohon maaf pada penguasa Tebat Seghut dan
menyatakan penyesalan. ”Ninek, puyang penunggu Tebat Seghut,
aku minta maaf, aku ngaku salah. Tolong bebaskan kami”, Mang
Dahlan menghiba sambil berlutut.
Seakan mengerti permintaan maaf Mang Dahlan, ular besar
yang tadi mengangkat kepala menjulang setinggi lima meter, itu
mendadak menceburkan diri kembali ke dalam air. Rakit yang
ditumpangi Mang Dahlan dan dua anak lelakinya itu terguncang-
guncang oleh gelombang air bekas hempasan tubuh ular raksasa
tadi.
- 86 -
Setelah ular itu menghilang di kedalaman air Tebat Seghut,
barulah rakit yang mereka tumpangi bisa dikemudikan lagi. Mereka
lalu cepat-cepat menepi, lalu mendarat membawa ikan hasil
mancing.
Sejak saat itu, kata Saman, mereka tidak berani lagi
sembarangan turun mencari ikan di Tebat Seghut.
Dilarikan Mesumai
Mesumai adalah sebutan masyarakat Lintang untuk makhluk
halus yang biasa menyamar menjadi seseorang. Makhluk ini
terkenal jahil, suka menyembunyikan seseorang dengan menyamar
sebagai teman dekat, saudara atau orang tua kita.
Kemunculannya biasanya saat menjelang maghrib, tengah
hari waktu menjelang shalat dzuhur atau shalat jumat atau di
tempat-tempat sepi.
Suatu hari tahun 1976, desaku kedatangan seorang guru dari
Yogyakarta. Sumanto, nama guru itu. Dia mengajar di SMP Negeri
Pendopo Lintang. Pak Sumanto, demikian kami biasa
memanggilnya, dia mondok di rumah uwakku yang mengakuinya
sebagai anak angkat.
Sejak kedatangannya di desaku, dia sudah diberitahu tentang
berbagai pantangan di sini. Misalnya, saat menjelang waktu-waktu
shalat tidak boleh melakukan perjalanan ke tepi hutan atau ke
kebun. Pulang dari kebun jangan terlalu sore apalagi sudah
mendekati waktu maghrib. Jika berada di kebun atau hutan tidak
boleh berteriak-teriak memanggil nama orang.
Peringatan itu ternyata tidak menjadi perhatian Pak Sumanto.
Dia merasa berasal dari kota besar yang jauh dari kepercayaan
berbau tahayul. Hal-hal yang lazim jadi pantangan warga setempat
diabaikan saja oleh Pak Sumanto.
- 87 -
Hingga pada suatu hari hal yang ditakutkan terjadi menimpa
Pak Sumanto. Lelaki penyandang Dan II Karate itu dikabarkan
hilang. Seisi kampung geger. Semua lelaki dewasa dan anak-anak
muda dikerahkan mencarinya ke dalam hutan kawasan Tebat
Seghut. Pencarian berlangsung hingga tengah malam.
Pada saat tim pencari sudah berkumpul kembali di desa
dengan tangan hampa, Pak Sumanto tiba-tiba muncul di samping
rumah seorang warga. Dia ditemukan dalam keadaan linglung dan
berusaha melarikan diri ketika berjumpa penduduk. Untung warga
cepat tanggap dan langsung meringkusnya. Dia langsung dibawa
pulang dan dimandikan. Setelah dibacakan beberapa ayat Al Quran
barulah Sumanto sadar. Dia terheran-heran melihat banyak orang
mengerubunginya.
Apa yang dialami Pak Sumato hari itu? Menurut penuturannya,
siangnya, tepatnya pukul 11.30, kebetulan hari itu Jumat, dia
berangkat ke kebun cengkeh milik ibu angkatnya. Dia ingin
membantu memetik cengkeh. Padahal, ibu angkatnya sudah
melarang dan menyarankan agar dia berangkat ke kebun seusai
waktu shalat jumat. Ternyata diam-diam dia tetap berangkat.
Ketika mendekati hutan, tutur Pak Sumanto, tiba-tiba dia lupa
arah ke kebun. Dia berputar-putar di satu tempat, tidak ketemu
jalan. Berulang-ulang dia berjalan, tapi kembali ke tempat itu-itu
juga. Akhirnya dia kelelahan, lalu beristirahat di bawah sebatang
kelapa.
Saat dia beristirahat itulah ada seorang lelaki pendek dan
kekar berpakaian serba hitam menghampirinya. Pak Sumanto
langsung saja bertanya pada orang itu arah ke kebun Pak Haji Azis,
bapak angkatnya. Lelaki berpakaian hitam itu menunjuk ke satu
arah sembari menawarkan jasa mengantar Pak Sumanto.
- 88 -
Menurut Pak Sumanto dia mengikuti orang misterius itu
berjalan menuju kebun Haji Azis. Dia merasa baru berjalan beberapa
menit ketika ditemukan orang di dekat sebuah rumah penduduk.
”Saya baru sadar setelah berada di rumah, ternyata saya berjalan
hampir sehari penuh,”tuturnya. Sejak saat itu Pak Sumanto berhati-
hati bila mendekati kawasan Tebat Seghut.
II.8. Makanan Khas Empat Lawang
1. Kue Lapis Maksuba
Bahan:
Telor bebek 10 butir
Telor ayam 10 butir
Gula pasir 500 gr
Susu Kental Manis 1/2 kaleng
Mentega 250 g
Vanili 1/2 sdt
Garam 1/2 sdt
Terigu 2 sdm
Cara pembuatan :
- 89 -
1. Campur telur dengan gula pasir. Mixer dengan kecepatan paling
rendah. Setelah butiran gula menjadi lebih halus, masukkan susu
kental manis. Aduk hingga rata.
2. Masukkan mentega sedikit demi sedikit, hingga rata.
3. Masukkan terigu. Aduk hingga rata. Matikan mixer. Ambil adonan
secangkir, tuang ke dalam loyang.
4. Untuk lapisan pertama bakar dengan api bawah.
5. Untuk lapisan selanjutnya bakar dengan api atas.
Berikut ini adalah gambar proses pembuatannya:
1. Ini adalah foto pertama kali pada saat telur dicampur sama gula
pasir.
2. Ini adalah gambar pada saat terigu sudah masuk
- 90 -
3. Ini adalah foto setelah beberapa lapis.
4. Setiap lapis harus ditekan agar tidak lepas dengan lapisan
berikutnya.
5. Oven menggunakan api atas
2. Kemplang
Kemplang Goreng merupakan makanan khas Palembang yg
terbuat dari ikan & sagu diolah sedemikian rupa sehingga memiliki
rasa yang lezat. Disajikan dengan sambal khas dan kadang-kadang
bisa dimakan bersama cuko yg terbuat dari cuka & cabe sehingga
menambah sedap cita rasanya. Aneka kemplang goreng Palembang
inipun bermacam-macam yaitu kempalng goreng batok, kempalang
- 91 -
goreng kancing, kempalang goreng sedang bulat dsb yang
membedakannya adalah bentuknya.
Kemplang panggang merupakan makanan khas dari Palembang yg
terbuat dari ikan & sagu diolah sedemikian rupa sehingga memiliki
rasa yg lezat. Disajikan dgn sambal khas dan kadang-kadang bisa
dimakan bersama cuko yg terbuat dari cuka & cabe sehingga
menambah
sedap cita rasanya. Aneka kemplang panggang Palembang inipun
bermacam-macam yaitu kempalng panggang lidah badak,
kempalang panggang kancing, kempalang panggan bulat, kemplang
panggang bintang dsb yang membedakannya adalah bentuknya.
3. Laksan
- 92 -
Laksan adalah makanan khas Palembang yang terbuat dari bahan
baku sagu dan ikan. Laksan dibuat dalam bentuk oval dengan rasa
yang hampir seperti pempek, tetapi disajikan dengan menggunakan
kuah santan.
4. Engkak Ketan
Bahan dan Bumbu :
3 btr telur
500 gr tepung ketan
500 gr gula pasir
75 gr gula merah
400 cc air
375 cc santan kental
1/2 btr kelapa digongseng dan ditumbuk
1 sdt garam
1/4 sdt vanili
Cara Memasak :
1. Gula dan air dimasak sampai larut
2. Telur dikocok sebentar, lalu masukan gula dan tepung ketan,
aduk rata.
3. Masukkan vanili, garam, dan santan. Aduk sampai rata.
4. Panggang sampai matang seperti memanggang kue lapis
legit ukuran loyang 18x18x7cm
- 93 -
5. Kue Gunjing
Bahan: 1 gelas/125 gr tepung beras
½ gelas/±65 gr tepung ketan
1 butir kelapa, parut
1 sdt garam
1 gelas/ 250 cc air
Cara membuat:
1. Campur tepung beras, tepung ketan, kelapa parut dan garam.
Tuangi sedikit air demi sedikit sambil diaduk perlahan hingga
menjadi adonan yang licin. Tuang kedalam loyang.
- 94 -
2. Pangang hingga matang
6. Resep Kue Gandus
Kue Gandus merupakan salah satu kue tradisional khas Palembang.
Kue ini berbahan dasar tepung beras sehingga berwana putih serta
bagian atasnya diberi taburan ebi, seledri, irisan cabai merah serta
bawang goreng.
Resep Bahan Kue Gandus :
tepung beras 200 gram
santan kental 700 ml
garam 1/2 sendok teh
daun pandan 1 lembar
Resep Taburan Kue Gandus :
ebi 100 gram, rendam dalam air, tiriskan
seledri 5 tangkai, iris halus
cabai merah 3 buah, iris halus
bawang goreng secukupnya
Cara Membuat Kue Gandus :
1. Rebus santan dengan garam dan daun pandan hingga
mendidih. Angkat dan dinginkan. Buang daun pandannya.
- 95 -
2. Tuang santan ke dalam tepung beras sedikit demi sedikit
sambil diaduk hingga terbentuk larutan yang licin.
3. Tuang larutan ke dalam cetakan mangkuk/loyang 22 x 22
yang telah diolesi minyak goreng tipis-tipis.
4. Kukus hingga matang.
5. Taburkan bahan teburan dan kukus kembali hingga taburan
menempel.
6. Angkat dan sajikan.
Untuk 18 buah
7. Dodol durian / Lempok
Bahan: 1 kg durian
500 gr gula pasir
Cara membuat:1. Kupas durian yan sudah masak, ambil dagingnya. Masukkan
ke dalam kuali, jerang di atas api sambil diaduk-aduk agar
tidak berkerak. Aduk terus hingga warnanya kekuning –
kuningan.
2. Masukkan gula, terus aduk hingga warnanya coklat kehitam-
hitaman dan kering. Lempok siap diangkat dan dianggap
matang jika sudah tidak lengket di pengadukan. Lempok siap
dikemas dalam plastik dan diberi label.
- 96 -
8. Kue delapan Jam
Bahan: 15 butir telur ayam
1 gelas/200 gr gula pasir
1 gelas/ 250 cc susu cair
¼ gelas/±65 cc margarin cair/minyak samin
Cara membuat:1. Campur telur dan gula, kocok hingga gula larut. Masukkan
susu dan minyak samin. Aduk rata.
2. Tuang adonan ke dalam loyang. Kukus selama 8 jam hingga matang. Angkat kemudian bakar dalam oven. Mula-mula dengan api bawah hingga kering, setelah itu dengan api atas hingga warnanya menjadi agak kuning kecoklatan.
- 97 -
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat disimpulkan:
1. Kesenian yang ada di daerah Empat lawang yaitu
Rejung
Andai-andai
Kuntau
Guritan
Bajidur
Tarian yang meliputi tari perang, tari Melami menda,
dan tari ngarak pengantin.
2. Objek wisata di daerah empat lawang yaitu: air terjun
tujuh panggung, ayek lintang, ayek Payau, dan Wisata Arung
Jeram di Ulu Musi.
3. Makanan Khas daerah empat lawang hampir sama dengan Palembang diantaranya:
Kue Engkak ketan, Maksuba, Gunjing, Laksan, Lempok, Kue delapan jam dan
Kemplang,
III.2. Saran
- 98 -
1. Selaku generasi muda seharusnya kita peduli
terhadap budaya daerah kita antara lain dengan
cara: Menjaga dan melestarikan kebudayaan
daerah kita.
2. Cintailah budaya daerah kita, karena kebudayaan
daerah adalah aset yang berharga bagi Negara
kita, Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/
http://blog-indonesia.com/blog.php?blogger=4494
http://midangmusi.blogspot.com/2009/05/serapungan-di-empat-lawang.html
http://rahmancakencookies.blogspot.com/2009/10/kue-lapis-maksuba-khas-
palembang.html
http://rejang-lebong.blogspot.com/2008/12/ceirta-puyang-
kemiri-legenda-empat.html
http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2008/08/
bela-diri-kuntau-milik-empat-lawang.html
http://www.damarprasetya.co.cc/2009/09/baju-adat-
sumatera-selatan.html
http://4lawang.wordpress.com/2009/02/18/melihat-lebih-
dekat-kisah-batu-jung-di-ujung-alih-2/
http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2009/06/
sungai-payau-ayek.html
http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2009/06/air-
terjun-tujuh-panggung.html
- 99 -
http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2009/06/
ayek-lintang-dalam-foto.html
http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2007/09/
adat-perkawinan-daerah-lintang-iv.html
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0904/13/wis01.html
http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2007/06/seni-
budaya-daerah-lintang-iv-lawang.html
http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2007/06/
berdirinya-kabupaten-iv-lawang.html
http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2007/08/asal-
mula-nama-empat-lawang.html
http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2008/03/
rumah-panggung-khas-empat-lawang.html
- 100 -
Lampiran
Pakaian adat Kabupaten Empat Lawang
- 101 -