makalah kebudayaan lintang empat lawang

123
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tanggal 20 Apri 2007 lalu Empat lawang resmi menjadi Kabupaten ke 15 di Propinsi Sumatera Selatan, melepaskan diri dari kabupaten Lahat. Kabupaten Empat Lawang disahkan melalui UU No. 1 Tahun 2007, Kabupaten Empat Lawang yang terletak di lembah Bukit Barisan dan Gunung Dempo, berbatasan langsung dengan Kabupaten Musi Rawas yang terletak disebelah utara, KotaMadya Pagar Alam dan Bengkulu Selatan yang terletak di sebelah selatan, Kabupaten Lahat disebelah Timur dan Kabupaten Rejang Lebong di sebelah Barat. Memiliki luas 225.644 KM 2 serta jumlah penduduk sebanyak 229.552 jiwa yang tersebar di 146 desa di 7 Kecamatan yaitu Kecamatan Pendopo Lintang, Kecamatan Muara Pinang, Kecamatan Lintang Kanan, Kecamatan Ulumusi, Kecamatan Pasemah Air Keruh, Kecamatan Talang Padang dan Kecamatan Tebing Tinggi. I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah: - 1 -

Upload: virnakimlin-frigustini

Post on 04-Jan-2016

2.665 views

Category:

Documents


31 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pada tanggal 20 Apri 2007 lalu Empat lawang resmi menjadi

Kabupaten ke 15 di Propinsi Sumatera Selatan, melepaskan diri dari

kabupaten Lahat. Kabupaten Empat Lawang disahkan melalui UU

No. 1 Tahun 2007,

Kabupaten Empat Lawang yang terletak di lembah Bukit

Barisan dan Gunung Dempo, berbatasan langsung dengan

Kabupaten Musi Rawas yang terletak disebelah utara, KotaMadya

Pagar Alam dan Bengkulu Selatan yang terletak di sebelah selatan,

Kabupaten Lahat disebelah Timur dan Kabupaten Rejang Lebong di

sebelah Barat.

Memiliki luas 225.644 KM2 serta jumlah penduduk sebanyak

229.552 jiwa yang tersebar di 146 desa di 7 Kecamatan yaitu

Kecamatan Pendopo Lintang, Kecamatan Muara Pinang, Kecamatan

Lintang Kanan, Kecamatan Ulumusi, Kecamatan Pasemah Air Keruh,

Kecamatan Talang Padang dan Kecamatan Tebing Tinggi.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya,

maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimana Asal Mula nama Empat Lawang?

2. Apa saja Adat Istiadat yang ada di Kabupaten Empat Lawang?

3. Apa saja Kesenian yang ada di Kabupaten Empat Lawang?

- 1 -

Page 2: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

4. Apa saja Makanan Khas yang ada di Kabupaten Empat Lawang?

5. Apa saja Arsitektur Tradisional yang ada di Kabupaten Empat

Lawang?

I.3. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui asal mula nama Empat Lawang

2. Untuk mengetahui adat istiadat yang ada di Kabupaten Empat

Lawang

3. Untuk mengetahui kesenian yang ada di Kabupaten Empat

Lawang

4. Untuk mengetahui makanan khas yang ada di Kabupaten Empat

Lawang

5. Untuk mengetahui arsitektur tradisional yang ada di Kabupaten

Empat Lawang

I.4. Metode

Dalam mendapatkan data guna terciptanya data-data yang

akurat, maka dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan

metode yaitu Browsing di internet.

- 2 -

Page 3: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Asal Mula Nama Empat Lawang

Arti kata Lawang yang sesungguhnya adalah Lawangan atau

Pamitan, yaitu orang yang terkemuka atau Sesepuh dan dapat pula

diartikan Pahlawan.

Pada zaman nenek moyang kita dulu, terdapat Empat Pahlawan

yang merangkap jadi Iman dan juga menjadi pimpinan didaerah

Empat Lawang dengan kawasan wilayah :

I. Marga Tedajen, sekarang disebut Marga Lubuk Puding dengan

zuriatnya sekarang ini adalah Pangeran Halek, Demang

Achmad (dari Komering) istrinya adik Pangeran (Mariatul)

anaknya Bapak Hasan Belando, Bapak Drs. Halek dll.

II. Marga Kejaten Mandi Musi Ulu, sekarang disebut Marga

Tanjung Raya dengan zuriatnya : Pangeran H. Abubakar

anaknya Pasirah A. Zaini (alm) dll

III. Marga Muara Pinang, dengan zuriatnya Pasirah Sani.

IV.Marga Muara Danau, dengan zuriatnya Pangeran Majid

anaknya Pasirah A.K. Matjik dan Demang Umar.

Disamping keempat Marga tersebut diatas, ada marga

tersendiri dulu disebut Miji, kalau sekarang disebut dengan Istimewa

yaitu Marga Singkap Dalam Musi Ulu, sekarang disebut Marga

Karangdapo, daerahnya meliputi Talang Padang, yang dipimpin oleh

Puyang Kagede yang nama aslinya Nung Kodo Lindung.

Daerah Marga Tedajen / Marga Lubuk Puding dari wates

sampai Karangdapo, daerah Marga Kejatan Mandi Musi Ulu / Marga

- 3 -

Page 4: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Tanjung Raya adalah dari dusun Kungkilan terus kearah Pagaralam

sampai ke Marga Gunung Meraksa, yang kearah Tebing Tinggi

sepanjang Sungai Musi sampai ke Saling.

Dari dusun Muara Pinang sampai dusun Sawah disebut Lintang Kiri

dikenal sebagai Marga Semidang, Puyangnya ialah Serunting Sakti,

Sedangkan daerah Muara Danau disebut Lintang Kanan.

Sesudah zaman Belanda daerah ini menjadi 13 (tiga belas)

marga yaitu : Marga saling, Marga Kupang, Marga Batu Pance,

Marga Talang Padang, Marga Tanjung Raya, Marga Karangdapo,

Marga Lubuk Puding, Marga Gunung Meraksa, Marga Tanjung

Raman, Marga Babatan, Marga Muara Danau, Marga Muara Pinang

dan Marga Seleman.

Pada zaman Sunan Palembang berperang dengan Tentara

Tuban di Jawa, pada waktu itu Sunan mengirim utusan ke Empat

Lawang memohon bantuan untuk berperang dengan kerajaan

Tuban, maka Empat Pahlawan ditambah Puyang Kagede bersedia

membantu Sunan, dengan membawa empat puluh pasukan lalu

mereka berkumpul disebuah batu besar,. untuk

berunding/berencana/bemance.

Batu Besar tempat mereka berunding akhirnya menjadi

sebuah daerah dan menjadi Marga Singkap Pelabuhan dan terakhir

berubah menjadi Marga Batu Pance, dari hasil perundingan mereka

diatas batu besar tadi, mereka langsung berangkat ke Tuban

beserta pasukan masing masing dan langsung berperang denga

Kerajaan Tuban.

Kerajaan Tuban Kalah, tetapi Puyang/Pahlawan dari Muara

Pinang mati terbunuh, mengakui kekalahannya Kerajaan Tuban

menyerahkan : Gong pusaka gading, Kelinteng Aur Lanting dan

anak raja, satu perempuan dan satu lelaki, sebagai ganti puyang

yang terbunuh waktu berperang.

- 4 -

Page 5: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Anak Raja yang laki tadi didudukan di Muara Pinang, sedangkan

yang perempuan kawin dengan salah satu anggota pasukan, dan

terus dilinggihkan (dudukan) yang mana sekarang menjadi Dusun

Lingge. Sedangkan Kelintang Aur Lanting sampai sekarang ini masih

ada di Marga Karangdapo, dan Gong Pusaka gading sampai

sekarang ini tidak tahu dimana keberadaannya.

Setelah menang berperang, para Pahlawan ini kembali ke

Palembang melaporkan kepada Sunan, bahwa mereka sudah

menaklukan Kerajaan Tuban. Semua pahlawan ini oleh Sunan

Palembang ditempatkan khusus dirumah Rakit diatas sungai Musi,

kepulangan para pahlawan ini menimbulkan banyak yang iri atas

keberhasilan mereka menaklukan Kerajaan Tuban, akhirnya mereka

memfitnah para pahlawan ini dengan mengatakan, bahwa para

Pahlawan ini akan menaklukan Sunan Palembang, “Kerajaan Tuban

saja bisa ditaklukan, apalagi Sunan Palembang”.

Akhirnya Sunan Palembang termakan fitnah ini, yang akhirnya

Sunan Palembang berencana untuk memusnahkan para Pahlawan

ini, dengan dalih menyambut para Pahlawan ini Sunan Palembang

mengadakan jamuan makan malam di Istana Sunan dengan

mengundang para Pahlawan ini.

Tetapi pada waktu itu Puyang Kagede telah mencium niat tidak baik

sunan ini, bahwa makanan ini hanya jebakan saja, maka pada

malam itu Puyang Kagede tidak hadir dengan alas an sakit, apa

yang telah diduga oleh Puyang Kagede ternyata benar, sebab

semua yang hadir dapat ditawan oleh Sunan dalam keadaan Mabuk.

Melihat hal ini Puyang Kagede tidak tinggal diam, maka

mengamuklah Puyang Kagede dengan menyerang Istana Sunan,

yang akhirnya dapat membebaskan puyang-puyang yang lain,

dengan Kesaktian yang dimiliki Puyang Kagede dan Puyang yang

lain akhirnya terjadi peperangan besar, Sunan Palembang

- 5 -

Page 6: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

mengalami kekalahan dan juga terbunuhnya anak Sunan

Palembang.

Akhirnya Sunan Palembang mengadakan damai dengan para

Empat Lawang ini, dimana diambil kebijakan bahwa nyawa harus

ganti nyawa, karena putra mahkota Sunan Palembang meninggal,

sebagai gantinya Puyang Kagede harus tinggal di Istana Sunan dan

diangkat anak oleh Sunan. Semua sisa pasuka kembali ke Empat

Lawang, kecuali Puyang Kagede yang harus tinggal di Palembang.

Berselang beberapa tahun kemudian terjadi keributan

diantara puyang puyang lain di Empat Lawang, ini mungkin istilah

Lintang berebut KUNDU, berebut siapa yang tua yang patut jadi

pemimpin.

Akhirnya beberapa puyang mengambil inisiatif untuk

mengadakan semedi , siapa yang patut jadi pemimpin diantara

mereka, beberapa hari kemudian didapatlah petunjuk, bahwa “

kenapa puyang yang bertuah (punya kelebihan) ditinggal di

Palembang”.

Maka dikirimlah utusan ke Sunan Palembang untuk menemui

Puyang Kagede, maka diadakanlah perundingan dengan Sunan

Palembang, Puyang Kagede dan para Puyang yang lainnya yang

akhirnya disepakati Puyang kagede diangkat Sunan sebagai

perwakilannya didaerah uluan Palembang yang berkedudukan di

Tebing Tinggi, dengan istilah Pepatih/Perwakilan sunan.

Pada zaman Belanda daerah Tebing Tinggi dipegang oleh

Assisten Residen, setelah berkembang dan berjalan cukup lama,

kedudukan Assisten ini akhirnya dipindahkan ke Lahat, mungkin ada

pertimbangan pertimbangan lainnya oleh Pemerintah Belanda

dahulu, sedangkan pertimbangan Sunan dulu adalah selain Puyang

Kagede mewakili Sunan diseluruh daerah Uluan juga pertimbangan

- 6 -

Page 7: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

dapat berkumpul kembali ke daerah puyang puyang di Empat

Lawang.

II.2. Berdirinya Kabupaten IV Lawang

Pada tanggal 20 Apri 2007 lalu Empat lawang resmi menjadi

Kabupaten oleh Mendagri Ad Interim Widodo As, setelah menunggu

empat tahun lalu, sejak tahun 2004.

Kabupaten Empat Lawang disahkan melalui UU No. 1 Tahun 2007.

Berikut isi UU tersebut:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 1 TAHUN 2007

 TENTANG

 

PEMBENTUKAN KABUPATEN EMPAT LAWANG

DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang : a. bahwa untuk memacu perkembangan dan kemajuan Provinsi

Sumatera Selatan pada umumnya dan Kabupaten Lahat pada

- 7 -

Page 8: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam

masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan

pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik

guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat;

b.  bahwa dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi

daerah, luas wilayah, kependudukan dan pertimbangan dari aspek

sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta

meningkatnya beban tugas serta volume kerja di bidang

pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten

Lahat, dipandang perlu membentuk Kabupaten Empat Lawang di

wilayah Provinsi Sumatera Selatan;

c.  bahwa pembentukan Kabupaten Empat Lawang 

diharapkan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan di

bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan,

serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi

daerah;

d.     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-

Undang tentang Pembentukan Kabupaten Empat Lawang di

Provinsi Sumatera Selatan;

 

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, dan Pasal

20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

2.     Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1959 tentang  Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera

Selatan dan Undang-Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1955

tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1950 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1955 Nomor 52) sebagai Undang-Undang

(Lembaran Negara Republik Indonesia  Tahun 1959 Nomor

70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

1814);

- 8 -

Page 9: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

3.     Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang   Penetapan

Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956 (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 55), Undang-Undang

Darurat Nomor 5 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1956 Nomor 56) dan Undang-Undang Darurat

Nomor 6 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1956 Nomor 57) tentang Pembentukan Daerah Tingkat II

termasuk Kotapraja, dalam Lingkungan Daerah Tingkat I

Sumatera Selatan, sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 1821);

4.     Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan

Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4277);

5.     Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan

Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4310);

6.     Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

7.     Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005

tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor

- 9 -

Page 10: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4548);

8.     Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4438);

 

 

Dengan Persetujuan Bersama

 

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

MEMUTUSKAN:

 

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN

EMPAT LAWANG DI PROVINSI SUMATERA SELATAN.

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

- 10 -

Page 11: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.     Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik

Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

2.     Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

3.     Provinsi Sumatera Selatan adalah daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1959 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang

Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan dan Undang-Undang Darurat

Nomor 16 Tahun 1955 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1955 Nomor 52) sebagai Undang-Undang, yang wilayahnya telah

dikurangi dengan Provinsi Bengkulu berdasarkan Undang-Undang Nomor 9

Tahun 1967 tentang Pembentukan Propinsi Bengkulu (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 2828) dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan

Propinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2000 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4033).

4.     Kabupaten Lahat adalah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat

Nomor 4 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 1956 Nomor

55), Undang-Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1956 Nomor 56), dan Undang-Undang Darurat Nomor 6 Tahun

1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 57) tentang

Pembentukan Daerah Tingkat II termasuk Kotapraja, dalam Lingkungan Daerah

Tingkat I Sumatera Selatan, sebagai Undang-Undang, dikurangi dengan Wilayah

Kota Pagar Alam sebagaimana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2001 tentang

Pembentukan Kota Pagar Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

- 11 -

Page 12: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

2001 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4115),

yang merupakan kabupaten asal Kabupaten Empat Lawang.

 

 

BAB II

PEMBENTUKAN, BATAS WILAYAH,

DAN IBU KOTA

Bagian Kesatu

Pembentukan

 

Pasal 2

Dengan Undang-Undang ini dibentuk Kabupaten Empat Lawang di wilayah

Provinsi Sumatera Selatan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Pasal 3

Kabupaten Empat Lawang berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Lahat

yang terdiri atas cakupan wilayah:

a.     Kecamatan Pasemah Air Keruh;

b.     Kecamatan Ulu Musi;

c.      Kecamatan Talang Padang;

d.     Kecamatan Tebing Tinggi;

e.     Kecamatan Pendopo;

f.       Kecamatan Muara Pinang; dan

- 12 -

Page 13: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

g.     Kecamatan Lintang Kanan.

 

Pasal 4

Dengan terbentuknya Kabupaten Empat Lawang, sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2, wilayah Kabupaten Lahat dikurangi dengan wilayah Kabupaten Empat

Lawang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

 

Bagian Kedua

Batas Wilayah

Pasal 5

(1)   Kabupaten Empat Lawang mempunyai batas-batas wilayah:

a.     sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Muara Beliti dan Kecamatan

Muara Kelingi Kabupaten Musi Rawas;

b.     sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kikim Barat, Kecamatan Kikim

Tengah, Kecamatan Kikim Selatan, dan Kecamatan Jarai Kabupaten Lahat;

c.      sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Sakti Kabupaten

Lahat dan Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu; dan

d.     sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu

Utara, Kabupaten Kepahiang dan Kabupaten Rejang Lebong Provinsi

Bengkulu.

(2)   Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta

wilayah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(3)   Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, digambarkan dalam

peta wilayah, yang merupakan wilayah Kabupaten Empat Lawang sebagaimana 

tercantum dalam lampiran Undang-Undang ini.

- 13 -

Page 14: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

(4)   Batas cakupan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan wilayah yang

terdapat dalam batas-batas tersebut digambarkan dalam peta wilayah, yang

merupakan wilayah Kabupaten Empat Lawang sebagaimana tercantum dalam

lampiran Undang-Undang ini dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Undang-Undang ini.

(5)   Penentuan batas wilayah Kabupaten Empat Lawang secara pasti di lapangan,

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri

Dalam Negeri.

(6)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan batas wilayah secara pasti di

lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri

Dalam Negeri.

Pasal 6

(1)   Dengan terbentuknya Kabupaten Empat Lawang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2, Pemerintah Kabupaten Empat Lawang menetapkan Rencana Tata Ruang

Wilayah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2)   Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Empat Lawang sebagaimana

dimaksud pada ayat (1)  dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Selatan serta

memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota di sekitarnya.

 

Bagian Ketiga

Ibu Kota

Pasal 7

Ibu kota Kabupaten Empat Lawang berkedudukan di Tebing Tinggi.

 

 BAB III

URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH

 

- 14 -

Page 15: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Pasal 8

(1)   Urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Kabupaten

Empat Lawang mencakup urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana

diatur dalam peraturan perundang-undangan.

(2)   Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten

Empat Lawang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a.     perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b.     perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c.      penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

d.     penyediaan sarana dan prasarana umum;

e.     penanganan bidang kesehatan;

f.       penyelenggaraan pendidikan;

g.     penanggulangan masalah sosial;

h.     pelayanan bidang ketenagakerjaan;

i.       fasilitasi pembangunan koperasi, usaha kecil dan  menengah;

j.       pengendalian lingkungan hidup;

k.      pelayanan pertanahan;

l.       pelayanan kependudukan, dan pencatatan sipil;

m.    pelayanan administrasi umum pemerintahan;

n.     pelayanan administrasi penanaman modal;

o.     penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

p.     urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

- 15 -

Page 16: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

(3)   Urusan pilihan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Empat

Lawang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan pemerintahan

yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah

yang bersangkutan.

BAB IV

PEMERINTAHAN DAERAH

 

Bagian Kesatu

Peresmian Daerah Otonom Baru dan Penjabat Kepala

Daerah

Pasal 9

Peresmian Kabupaten Empat Lawang dan pelantikan Penjabat Bupati Empat

Lawang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden paling lambat 6

(enam) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.

 

Bagian Kedua

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

 

- 16 -

Page 17: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Pasal 10

(1)   Pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Empat

Lawang untuk pertama kali dilakukan dengan cara penetapan berdasarkan

perimbangan hasil perolehan suara partai politik peserta Pemilihan Umum Tahun

2004 yang dilaksanakan di Kabupaten Lahat.

(2)   Jumlah dan tata cara pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Empat Lawang sebagaimana dimaksud  pada ayat (1), sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

(3)   Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lahat yang asal daerah

pemilihannya pada Pemilihan Umum Tahun 2004 terbagi ke dalam wilayah

Kabupaten Lahat dan Kabupaten Empat Lawang sebagai akibat dari Undang-

Undang ini, yang bersangkutan dapat memilih untuk mengisi keanggotaan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Empat Lawang atau tetap pada

keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lahat.

(4)   Penetapan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Empat

Lawang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilakukan

oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lahat.

(5)   Peresmian pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten

Empat Lawang dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah pelantikan

Penjabat Bupati Empat Lawang.

 

Bagian Ketiga

Pemerintah Daerah

 

Pasal 11

(1)   Untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Empat Lawang

dipilih dan disahkan Bupati dan Wakil Bupati, sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, paling lama 1 (satu) tahun sejak terbentuknya Kabupaten

Empat Lawang.

- 17 -

Page 18: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

(2)   Sebelum terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati definitif sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), untuk pertama kalinya Penjabat Bupati diangkat dan dilantik oleh

Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden berdasarkan usul Gubernur dari

pegawai negeri sipil dengan masa jabatan paling lama 1 (satu) tahun.

(3)   Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk Gubernur Sumatera Selatan untuk

melantik Penjabat Bupati Empat Lawang.

(4)   Pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah yang memiliki

kemampuan dan pengalaman jabatan di bidang pemerintahan serta memenuhi

persyaratan untuk menduduki jabatan itu sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

(5)   Apabila dalam waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum

terpilih dan belum dilantik Bupati definitif, Menteri Dalam Negeri dapat

mengangkat kembali Penjabat Bupati untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya

paling lama 1 (satu) tahun atau menggantinya dengan penjabat lain sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

(6)   Gubernur melakukan pembinaan, pengawasan, evaluasi dan fasilitasi terhadap

kinerja Penjabat Bupati dalam melaksanakan tugas pemerintahan, proses

pengisian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan pemilihan Bupati/Wakil

Bupati.

 

Pasal 12

Untuk pertama kali pembiayaan pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati

Empat Lawang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dibebankan kepada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Lahat dan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumatera Selatan.

 

Pasal 13

(1)  Untuk menyelenggarakan pemerintahan di Kabupaten Empat Lawang dibentuk

perangkat daerah yang meliputi Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, serta unsur

- 18 -

Page 19: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

perangkat daerah yang lain dengan mempertimbangkan kebutuhan dan

kemampuan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2)  Perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dibentuk oleh

Penjabat Bupati paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal pelantikan.

BAB V

PERSONEL, ASET DAN DOKUMEN

 

Pasal 14

(1)     Bupati Lahat bersama Penjabat Bupati Empat Lawang menginventarisasi,

mengatur, dan melaksanakan pemindahan personel, penyerahan aset, serta

dokumen kepada Pemerintah Kabupaten Empat Lawang.

(2)     Pemindahan personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling

lambat 6 (enam) bulan sejak pelantikan penjabat bupati.

(3)     Penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

paling lambat 3 (tiga) tahun sejak pelantikan penjabat bupati.

(4)     Personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi pegawai

negeri sipil yang karena tugas dan kemampuannya diperlukan oleh Kabupaten

Empat Lawang.

(5)     Gubernur Sumatera Selatan memfasilitasi pemindahan personel, penyerahan

aset, dan dokumen kepada Kabupaten Empat Lawang.

(6)     Gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

selama belum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten Empat Lawang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja

dari asal satuan kerja personel yang bersangkutan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

(7)     Aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), meliputi:

- 19 -

Page 20: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

a.     barang milik/dikuasai yang bergerak dan tidak bergerak dan/atau

dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten Lahat yang berada dalam wilayah

Kabupaten Empat Lawang;

b.     Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Lahat yang kedudukan,

kegiatan, dan lokasinya berada di Kabupaten Empat Lawang;

c.      utang piutang Kabupaten Lahat yang kegunaannya untuk Kabupaten Empat

Lawang menjadi tanggung jawab Kabupaten Empat Lawang; dan

d.     dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kabupaten Empat

Lawang.

(8)   Dalam hal penyerahan dan pemindahan aset serta dokumen sebagaimana

dimaksud pada ayat (7) tidak dilaksanakan oleh Bupati Lahat, Gubernur

Sumatera Selatan selaku wakil Pemerintah wajib menyelesaikannya.

(9)   Pelaksanaan pemindahan personel dan penyerahan aset serta dokumen

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan oleh Gubernur Sumatera

Selatan kepada Menteri Dalam Negeri.

 

BAB VI

PENDAPATAN, ALOKASI DANA PERIMBANGAN,

HIBAH DAN BANTUAN DANA

 

Pasal 15

(1)   Kabupaten Empat Lawang berhak mendapatkan alokasi dana perimbangan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai dana perimbangan

antara Pemerintah dan pemerintahan daerah.

(2)   Dalam dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah

mengalokasikan dana alokasi khusus prasarana pemerintahan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

 

- 20 -

Page 21: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Pasal 16

(1)   Pemerintah Kabupaten Lahat sesuai kesanggupannya memberikan hibah berupa

uang untuk menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten

Empat Lawang sebesar  Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap tahun

selama 2 (dua) tahun berturut-turut.

 

(2)   Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memberikan bantuan dana untuk

menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Empat Lawang

sebesar Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) setiap tahun selama 2

(dua) tahun berturut-turut.

(3)   Hibah dan bantuan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dimulai sejak pelantikan Penjabat Bupati Empat Lawang.

(4)   Apabila Kabupaten Lahat tidak memenuhi kesanggupannya memberikan hibah

sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah mengurangi

penerimaan dana alokasi umum dari Kabupaten Lahat untuk diberikan kepada

Pemerintah Kabupaten Empat Lawang.

(5)   Apabila Provinsi Sumatera Selatan tidak memenuhi kesanggupannya

memberikan bantuan dana sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) Pemerintah mengurangi penerimaan dana alokasi umum dari  Provinsi

Sumatera Selatan untuk diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Empat

Lawang.

(6)   Penjabat Bupati Empat Lawang menyampaikan realisasi penggunaan hibah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati Lahat.

(7)   Penjabat Bupati Empat Lawang menyampaikan laporan pertanggungjawaban

realisasi penggunaan dana hibah dan dana bantuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Gubernur Sumatera Selatan.

 

Pasal 17

Penjabat Bupati Empat Lawang berkewajiban melakukan penatausahaan keuangan

daerah sesuai peraturan perundang-undangan.

 

- 21 -

Page 22: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

BAB VII

PEMBINAAN

 

Pasal 18

(1)   Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah dan

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melakukan pembinaan dan fasilitasi

secara khusus terhadap Kabupaten Empat Lawang dalam waktu 3 (tiga) tahun

sejak diresmikan.

(2)   Setelah 5 (lima) tahun sejak diresmikan, Pemerintah bersama Gubernur

Sumatera Selatan melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemerintahan

Kabupaten Empat Lawang.

(3)   Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan acuan kebijakan

lebih lanjut oleh Pemerintah dan Gubernur Sumatera Selatan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

 

 

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

 

Pasal 19

(1)   Sebelum terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Penjabat Bupati

Empat Lawang menyusun Rancangan Peraturan Bupati tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Empat Lawang untuk tahun

anggaran berikutnya.

(2)   Rancangan Peraturan Bupati Empat Lawang sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilaksanakan setelah disahkan oleh Gubernur Sumatera Selatan.

- 22 -

Page 23: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

(3)   Proses pengesahan dan penetapan Peraturan Bupati Empat Lawang

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

 

Pasal 20

(1)  Sebelum Kabupaten Empat Lawang menetapkan Peraturan Daerah dan

Peraturan Bupati sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini, semua Peraturan

Daerah dan Peraturan Bupati Lahat tetap berlaku dan dilaksanakan oleh

Pemerintah Kabupaten Empat Lawang.

(2)  Semua Peraturan Daerah Kabupaten Lahat, Peraturan dan Keputusan Bupati

Lahat yang selama ini berlaku di Kabupaten Empat Lawang harus disesuaikan

dengan Undang-Undang ini.

 

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan Kabupaten Empat Lawang

disesuaikan dengan Undang-Undang ini.

 

Pasal 22

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini,

diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

- 23 -

Page 24: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

 

Pasal 23

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-

Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia.

 

 

  Disahkan di Jakarta

  pada tanggal 2 Januari 2007

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

ttd.

 

DR. H. SUSILO BAMBANG

YUDHOYONO

  

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 2 Januari 2007

 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA AD INTERIM

- 24 -

Page 25: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

                                    REPUBLIK INDONESIA,

 

                                                       ttd.

 

                          YUSRIL IHZA MAHENDRA

 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 3

 

 

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 2007

TENTANG

PEMBENTUKAN KABUPATEN EMPAT LAWANG

DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

 

I.    UMUM

Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki luas wilayah ± 86.517,86 km2 dengan

penduduk pada tahun 2005 berjumlah ± 6.798.189 jiwa terdiri atas 10 (sepuluh)

kabupaten dan 4 (empat) kota, perlu memacu peningkatan penyelenggaraan

pemerintahan dalam rangka memperkukuh Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Kabupaten Lahat yang mempunyai luas wilayah ± 7.568,18 km2  dengan jumlah

penduduk pada tahun 2005 berjumlah 570.557 jiwa terdiri atas 19 (sembilan

belas) kecamatan. Kabupaten ini memiliki potensi yang dapat dikembangkan

untuk mendukung peningkatan penyelenggaraan pemerintahan.

- 25 -

Page 26: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk seperti tersebut di atas,

pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat belum

sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian perlu diatasi dengan memperpendek

rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru

sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat.

Selanjutnya dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam

Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lahat Nomor 07 Tahun

2004 tanggal 8 Mei 2004 tentang  Persetujuan Pembentukan Pemekaran

Kabupaten Lahat dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Lahat Nomor 07 Tahun 2004 tanggal 1 Juni 2004 tentang

Persetujuan Pemberian Bantuan Dana Kepada Pemerintah Kabupaten Baru

Hasil Pemekaran Kabupaten Lahat, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Kabupaten Lahat Nomor 08 Tahun 2004 tanggal 1 Juni 2004

tentang Persetujuan Pemberian Bantuan Pembiayaan Operasional Persiapan

dan Pelaksanaan Pembentukan Kabupaten Empat Lawang, Keputusan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 09 Tahun 2004

tanggal 31 Juli 2004 tentang Dukungan Dan Persetujuan Terhadap Rencana

Pemekaran Kabupaten Lahat di Provinsi Sumatera Selatan, serta Keputusan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lahat Nomor 20 Tahun 2006

tanggal 11 Mei 2006 tentang Persetujuan Revisi Terhadap Keputusan DPRD

Kabupaten Lahat Nomor 7 Tahun 2004 tentang Persetujuan Pembentukan

Pemekaran Kabupaten Lahat.

Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan kajian secara mendalam

dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan berkesimpulan

bahwa Pemerintah perlu membentuk Kabupaten Empat Lawang.

Pembentukan Kabupaten Empat Lawang yang merupakan pemekaran dari

Kabupaten Lahat terdiri atas 7 (tujuh) kecamatan, yaitu Kecamatan Pasemah Air

Keruh, Kecamatan Ulu Musi, Kecamatan Talang Padang, Kecamatan Tebing

Tinggi, Kecamatan Pendopo, Kecamatan Muara Pinang, dan Kecamatan Lintang

Kanan. Kabupaten Empat Lawang memiliki  luas wilayah keseluruhan ± 2.256,44

km2 dengan jumlah penduduk ± 222.274 jiwa pada tahun 2005.

Dengan terbentuknya Kabupaten Empat Lawang sebagai daerah otonom,

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan berkewajiban membantu dan

memfasilitasi terbentuknya kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan

perangkat daerah yang efisien dan efektif sesuai dengan kebutuhan dan

- 26 -

Page 27: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

kemampuan, serta membantu dan memfasilitasi pemindahan personel,

pengalihan aset dan dokumen untuk kepentingan penyelenggaraan

pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Empat

Lawang. 

 

Dalam melaksanakan otonomi daerah, Kabupaten Empat Lawang perlu

melakukan berbagai upaya peningkatan kemampuan ekonomi, penyiapan sarana

dan prasarana pemerintahan, pemberdayaan, dan peningkatan sumber daya

manusia, serta pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

 

II.   PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

Cukup jelas.

 

Pasal 2

Cukup jelas.

 

Pasal 3

Cukup jelas.

 

Pasal 4

- 27 -

Page 28: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Cukup jelas.

 

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Lampiran peta cakupan wilayah digambarkan dengan skala 1:50.000.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

 Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dalam rangka pengembangan Kabupaten Empat Lawang khususnya

guna perencanaan dan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan

pembangunan dan pelayanan masyarakat pada masa yang akan

datang, serta pengembangan sarana dan prasarana pemerintahan,

- 28 -

Page 29: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

pembangunan dan kemasyarakatan, diperlukan adanya kesatuan

perencanaan pembangunan. Untuk itu Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Empat Lawang harus benar-benar serasi dan terpadu

penyusunannya dalam satu kesatuan sistem Rencana Tata Ruang

Wilayah yang terpadu dengan Tata Ruang Nasional, Provinsi, dan

Kabupaten/Kota.

 

Pasal 7

Tebing Tinggi sebagai ibu kota Kabupaten Empat Lawang berada di

Kecamatan Tebing Tinggi.

 

Pasal 8

Cukup jelas.

 

Pasal 9

Peresmian kabupaten dan pelantikan Penjabat Bupati dapat dilakukan

secara bersamaan dan pelaksanaannya dapat bertempat di ibu kota

negara, atau ibu kota provinsi, atau ibu kota kabupaten.

 

Pasal 10

Cukup jelas.

 

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas.

- 29 -

Page 30: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Ayat (2)

Penjabat Bupati Empat Lawang diusulkan oleh Gubernur Sumatera

Selatan dengan pertimbangan Bupati Lahat.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

Pasal 12

Pembebanan biaya pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Empat

Lawang kepada APBD Provinsi Sumatera Selatan dan APBD Kabupaten

Lahat dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan kemampuan

keuangan masing-masing daerah.

 

Pasal 13

Cukup jelas.

 

Pasal 14

Ayat (1)

- 30 -

Page 31: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Untuk mencapai daya guna dan hasil guna penyelenggaraan

pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan

kemasyarakatan, digunakan pegawai, tanah, gedung perkantoran dan

perlengkapannya, serta fasilitas pelayanan umum yang telah ada

selama ini dalam pelaksanaan tugas Pemerintah Kabupaten Lahat

dalam wilayah calon Kabupaten Empat Lawang.

Dalam rangka tertib administrasi, diperlukan tindakan hukum berupa

penyerahan personel, aset, dan dokumen dari Pemerintah Kabupaten

Lahat kepada Pemerintah Kabupaten Empat Lawang.

Demikian pula BUMD Kabupaten Lahat yang berkedudukan, kegiatan,

dan lokasinya berada di Kabupaten Empat Lawang, untuk mencapai

daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraannya, jika dianggap

perlu, diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Lahat kepada

Pemerintah Kabupaten Empat Lawang.

Dalam hal BUMD yang pelayanan/kegiatan operasionalnya mencakup

kabupaten induk dan kabupaten baru, pemerintah daerah yang

bersangkutan melakukan kerja sama.

Begitu juga utang piutang yang penggunaannya untuk Kabupaten

Empat Lawang diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Lahat kepada

- 31 -

Page 32: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Pemerintah Kabupaten Empat Lawang. Berkenaan dengan

pengaturan penyerahan tersebut, dibuatkan daftar inventaris.

Ayat (6)

         Cukup jelas.

Ayat (7)

         Cukup jelas.

Ayat (8)

         Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

 

Pasal 15

Cukup jelas.

 

Pasal 16

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “hibah” adalah pemberian sejumlah uang

yang besarnya didasarkan pada Perda Kabupaten Lahat Nomor 1

Tahun 2006 tanggal 11 Februari 2006 dan Keputusan Bupati Lahat

Nomor 7 Tahun 2004 tanggal 1 Juni 2004.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “memberikan bantuan dana” adalah

pemberian sejumlah dana yang didasarkan pada Keputusan Gubernur

Sumatera Selatan Nomor 461/KPTS/11/04 tanggal 24 Agustus 2004.

- 32 -

Page 33: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Pengurangan dana alokasi umum adalah sebesar jumlah dana sesuai

dengan kesanggupan Pemerintah Kabupaten Lahat yang belum

dibayarkan.

Ayat (5)

Pengurangan dana alokasi umum adalah sebesar jumlah dana sesuai

dengan kesanggupan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang

belum dibayarkan.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

 

Pasal 17

Cukup jelas.

 

Pasal 18

Cukup jelas.

 

Pasal 19

Cukup jelas.

- 33 -

Page 34: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

 

Pasal 20

Cukup jelas.

 

Pasal 21

Cukup jelas.

 

Pasal 22

Cukup jelas.

 Pasal 23

Cukup jelas.

Proses terbentuknya Empat Lawang pisah dari Kabupaten Lahat

cukup panjang dan melelahkan.

Pada 21 Agustus 2003, Bupati LAHAT, Drs. Haruanta. MM

mengeluarkan permohonan dan rekomendasi No. 135/805/I/2003,

tanggal 21 Agustus 2003 tentang permohonan persetujuan

pembentukan Kabupaten Empat Lawang, kepada Ketua DPRD

Kabupaten Lahat dan Gubernur sumatera selatan.

Rekomendasi dan permohonan itu respon atas aspirasi dari

Forum Perjuangan Masyarakat Lintang Empat Lawang (FPML4L),

Saat itu 7 (tujuh) kecamatan di Empat Lawang, baru lima yang

setuju yaitu ; Kecamatan Ulu Musi, Talang Padang, Pendopo Lintang,

Lintang Kanan dan Muaro Pinang, sementara Kecamatan Pasemah

Air Keruh belum masuk dan Kecamatan Tebing Tinggi masih

penjajakan.

Awalnya diusulkan Kabupaten Lintang Empat Lawang, tapi

diubah menjadi Empat lawang, dengan meniadakan unsur

- 34 -

Page 35: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

kesukuan, Pada rapat paripurna DPRD Lahat 19 April 2004,

dijelaskan bahwa pembentukan Kabupaten Empat Lawang diawali

dengan adanya Surat Forum Perjuangan Masyarakat Lintang Empat

Lawang, yang ditujukan kepada Bupati dan Ketua DPRD tahun 2003,

bersama Forum Perjuangan, Pemkab Lahat melakukan sosialisasi

dan pendekatan persuasif kepada tokoh masyarakat pada 6

kecamatan yakni ; Ulu Musi, Pasemah Air Keruh, Pendopo, Talang

Padang, Muaro pinang dan Lintang Kanan, Hasilnya Lima Kecamatan

setuju, kecuali Kecamatan Air Keruh dan Kecamatan Tebing Tinggi

karena ingin bergabung dengan Kabupaten Lahat. DPRD Lahat lalu

membentuk Panitia Khusus (Pansus) Pembentukan Kabupaten baru,

Terjadilah pro dan kontra terhadap jumlah kecamatan, Akhirnya

Tebing Tinggi masuk, sedangkan Pasemah Air Keruh tetap ingin ke

Lahat.

Pada 28 Mei 2004, DPRD Lahat mengeluarkan SK No. 07

Tahun 2004 mengenai persetujuan pemekaran Kabupaten Lahat,

dan disampaikan ke Pemprov serta DPRD TK I Propinsi Sumatera

Selatan. Pada 31 Juli 2004, DPRD Sum Sel mengeluarkan SK No. 09

tahun 2004 menyatakan mendukung rencana pemekaran

Kabupaten Lahat. Proses selanjutnya diverifikasi Departemen Dalam

Negeri dan ditinjau DPRD serta DPR RI ke Empat Lawang.

Pro dan Kontra muncul lagi soal ibukota, antara Tebing dan

Pendopo, akhirnya Tebing Tinggi dipilih karena sarana dan fasilitas

lebih lengkap.

Reda soal ibu kota, muncul lagi soal Kecamatan Pasemah Air

keruh, akhirnya DPRD Lahat Merefisi SK No. 07 Tahun 2004 dengan

menerbitkan SK No. 20 Tahun 2006 tanggal 11 Mei 2006, bahwa

Kabupaten Empat Lawang meliputi 7 Kecamatan yakni ; Kecamatan

Tebing Tinggi, Kecamatan Talang Padang, Kecamatan Ulu musi,

Kecamatan Pasemah Air Keruh, Kecamatan Pendopo, Kecamatan

Lintang Kanan dan Kecamatan Muaro Pinang.

- 35 -

Page 36: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

II.3. Adat Perkawinan Daerah Lintang IV

Lawang

Lintang IV Lawang yang letaknya diujung barat Kabupaten

Lahat, memiliki corak dan kebiasaan tersendiri dalam hal proses

perkawinan atau hal memilih calon pasangan hidup.

Konon pada masa lalu sangat tertib dan sangat berpegang

teguh pada aturan dan kebiasaan dalam bermasyarakat, bila ada

yang melanggar aturan yang tidak tertulis itu bisa saja berakibat

fatal sebab dapat mengundang perkelahian bahkan mungkin

sampai ke pembunuhan, mengerikan memang kedengarannya, tapi

itulah ciri khas daerah Lintang IV Lawang.

Masyarakat Lintang IV Lawang umumnya memiliki sifat yang

halus dan sangat perasa, walaupun kasar tindakannya. Jarang sekali

orang Lintang IV Lawang kalau ingin menyampaikan keinginannya

dengan cara tembak langsung, paling tidak basa basi dulu.

Disamping cukup memiliki toleransi dan suka membantu,

sikap ini tercermin, bila mereka mengolah tanah pertanian

misalnya, Ngersayo Nebang, Ngersayo Nugal, Ngersayo Ngetam dan

lain lain.

Dengan sikap yang demikian ini sebetulnya dapat memupuk

rasa persaudaraan yang erat, saling mengenal satu sama lainnya.

Disaat Ngersayo-ngersayo ini juga memberikan kesempatan muda

mudi berkomunikasi, bahkan dapat menciptakan hubungan

percintaan dan berakhir pada perkawinan.

Muda mudi daerah Lintang IV Lawang bila sedang dilanda

cinta, mereka melakukan hubungan secara sembunyi sembunyi

karena takut diketahui pihak keluarga sigadis, khususnya ayah atau

saudara laki laki sigadis tersebut.

- 36 -

Page 37: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Kalau saja pihak keluarga sigadis tahu atau sengaja bersenda

gurau dihadapan mereka, maka itu dianggap tidak menghargai

(Ngampuk), hal inilah yang sering “Kena Puntung”.

Bila sibujang ingin bertemu (ngecek) dengan seorang gadis,

maka dia harus menyuruh seseorang utusan untuk menemui gadis

tersebut, dan mengundang untuk bertemu disalah sebuah rumah

tetangga atau kelurga, jika gadis merasa setuju, lalu si utusan itu

kembali menyampaikan berita itu kepada sibujang tadi.

Didalam menyampaikan keinginan untuk berumah tangga,

baik bujang maupun gadis boleh langsung menyampaikan kepada

orang tua mereka secara langsung atau melalui pihak ketiga

( kakek, nenek, uwak atau kakak ) bila merasa singku (malu).

Setelah tiba saatnya hari yang dijanjikan untuk memadu

rasan, pihak keluarga sang bujang datang kerumah sigadis dan

disertai oleh seorang diplomatis (pemegang rasan).

Demikian juga sebaliknya pihak gadis juga menyiapkan

seorang pemegang rasan, dalam hal ini tentunya orang tersebut

pandai bicara, dan mengenai pada sasaran yang diinginkan oleh

pemberi amanah.

Dirumah si gadis sebagai ajang pertemuan untuk memadu

rasan, para sanak keluarga telah berkumpul untuk mendengarkan

dan memberi dorongan agar rasan tersebut berjalan baik dan

lancar.

Dua orang utusan pemegang rasan mulai melakukan

pembicaraan dengan taktis dan penuh lika liku, yang akhirnya

menemukan kata sepakat yaitu ; menetapkan tanggal

pernikahannya, permintaan mas kawin dan bantuan materi

( bentalan yang mencakup hewan potong, beras, uang dsb ).

- 37 -

Page 38: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Kesemuanya itu diperuntukan sebagai biaya pelaksanaan

resepsi pernikahan, kecuali Maskawin yang berupa Emas adalah

merupakan hak penuh untuk sigadis, suasana pertemuan tidak

menjadi tegang lagi dengan adanya kata sepakat telah didapat,

janjipun telah diikat dan sampai pada giliran kapan bujang akan

diantat.

Kini sibujang telah menjadi calon penganten dan sigadis

menjadi calon bunting, masing masing diantar kerumah calon

mertua untuk mengisi masa pertunangan selama jangka waktu

yang telah ditentukan.

Dalam proses calon bunting diantar kerumah calon

penganten, dan calon penganten diantar kerumah calon bunting di

sebut; “Baantatan”, biasanya diawali calon bunting dahulu datang

kerumah calon penganten, barulah secara bersamaan calon

penganten dan calon bunting datang kerumah calon bunting.

Bagi orang tua dalam menyambut calon menantu, biasanya

kalau zaman dahulu diperahkan ayek sighehg (air sirih) dan

kembang kembangan dan sertai dengan doa doa.

Pelaksanaan ‘Baantatan’ ini disertai dengan pesta kecil yang

disebut “Nyerawo”, dilakukan pada hari penganten mau turun dari

rumah, sebagai ungkapan rasa kegembiraan, maka muda mudi

mengadakan acara Bajidur, tari-tarian( dibawah tahun 60 an) dan

ramah tamah (kalau sekarang).

Beberapa hari setelah selesai ‘Baantatan’, calon bunting dan

calon penganten diperkenalkan dengan sanak keluarganya yang

disebut dengan “Nundokan Bunting atau Penganten”, setelah itu

mereka akan meniti masa pertunangan,.

Selama masa pertunangan mereka diharuskan membantu

segala macam pekerjaan calon mertua, masa pertunangan ini

- 38 -

Page 39: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

tergantung dari hasil perasanan dulu bisa 1 tahun atau lebih, masa

pertunangan yang panjang ini dimaksudkan untuk penilaian calon

bunting / penganten baik sikap, tingkah laku, kejujuran maupun

keimanannya.

Disamping itu juga masalah keterampilan, kemampuan dan

kesungguhan untuk berumah tangga, penilaian semacam ini

nampaknya perlu dilakukan dikarenakan masyarakat daerah Lintang

IV Lawang umumnya tidak mengalami masa berpacaran /

belinjangan yang cukup lama, untuk menilai isi hati calon yang

dipilihnya tersebut.

Hal yang wajar bila muda mudi daerah Lintang IV Lawang baru satu

atau dua kali bertemu/ngecek, langsung memadu rasan.

Sebagai konsekuensinya bila penilaian antara calon bunting

dan calon penganten tidak cocok, maka perkawinan mereka akan

dibatalkan.

Betapa sakit hati kalau mengalami hal semacam ini, bukankah tadi

sicalon tersebut sudah membantu segala macam pekerjaan calon

mertua ( nebas, nebang, nyawat, ngetam, pokok o nyadi kebau

putih ), disamping itu nama baikpun sudah tercemar, sebab dimata

masyarakat orang tersebut tidak ada kecakapan (Kedaekan)

sehingga menyulitkan untuk meminang gadis lain. Oleh karena itu

calon bunting dan calon penganten harus lebih berhati hati jangan

sampai rasan batal (rasan orong), jika perlu kalau tadinya kurang

rajin bekerja dan beribadah maka pada masa pertunangan ini harus

ditingkatkan, agar mendapat penilaian ( penindaian ) dari calon

mertua.

Bila masa tunangan itu berjalan lancar dan cocok, menurut

penindaian calon mertua, maka proses selanjutnya adalah acara

pesta pernikahan.

- 39 -

Page 40: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Menjelang dua minggu lagi pesta pernikahan, orang tua calon

bunting mengadakan pertemuan secara singkat dengan orang tua

calon penganten, dan menanyakan persiapan bentalan yang

dijanjikan, hari apa bisa diantar.

Dari hasil pertemuan akan didapat jawaban kepastian kapan

bentalan akan dikirim, maka sebelum bentalan diantar kerumah

calon bunting, akan didirikan Lembongan.

Lembongan ini didirikan gunanya untuk perluasan tempat

masak memasak, sebab kapasitas dapur tidak memungkinkan,

karena terlalu sempit untuk menampung orang banyak, dari mulai

mendirikan lembongan hingga pesta selesai diadakan pembagian

tugas yaitu :

- Mendirikan Lembongan dikerjakan orang tua laki laki,

sedangkan ibu ibu mengambil daun daunan dan

mengumpulkan sayur sayuran, misalnya ngambik nangko,

gedang, teghung dan lain lain.

- Orang tua calon bunting/penganten, mengundang sanak

keluarga (bajeghum), agar meramaikan pesta pernikahan

anaknya.

- Sedangkan muda mudi, yang gadis membuat kue kue dan

yang bujang membuat dekorasi (aesan), bujang dan gadis

yang bekerja disini disebut gertang (matangaguk).

Beberapa hari kemudian barulah bentalan datang dari calon

penganten, pada hari ngantat bentalan, penganten tersebut datang

kerumah bunting bersama bentalan an ditempatkan dirumah

khusus buat calon penganten yang disebut rumah mendan.

Dirumah ini penganten hanya ditemani oleh inang yang

dipilihnya sendiri, untuk melayani keperluannya dalam menghadapi

hari pesta pernikahannya, sampai selesai.

- 40 -

Page 41: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Setibanya bentalan dirumah calon bunting (rumah pangkal),

kesibukanpun semakin bertambah, para warga sekitar berdatangan

dan membawa beras, ayam dan lain lain sebagai sumbangan

(petolong), disamping itu mereka membantu segala macam

pekerjaan yang ada.

Tiga hari lagi menjelang hari pesta pernikahan, tuan rumah

mengumpulkan sanak keluarga dan warga sekitarnya untuk

menyerahkan tugas secara resmi yang disebut “Nyerahkan Aguk”

(kalau sekarang sama dengan membentuk panitia).

Orang yang diberi tugas ini harus bertanggung jawab penuh

atas tugas yang diberikan kepadanya, baik itu soal masak memasak

ataupun urusan lampu dan sebagainya, biasanya para pengemban

tugas ini mulai melakukan kegiatannya pada hari malemang (satu

hari sebelum hari pernikahan), hingga esok harinya hari pesta

pernikahan (hari nyemelek atau nyemok=nyelemok).

Kini hari melemang telah tiba, hari berganti senja, senjapun

berganti malam, para sanak keluarga, alim ulama dan handai tolan

telah memenuhi ruangan untuk menyaksikan akad nikah.

Calon penganten dengan pakaian adat ala pakaian haji mulai

diturunkan dari rumah mendan dan akan dibawa kerumah pangkal.

Selangkah demi selangkah sang penganten dituntun para

penjemput dan diiringi dengan arak arakan, hati sang penganten

berdebar debar, getaran jantungnya kian berdetup semakin

kencang, karena membayangkan sesaat lagi dia akan resmi menjadi

penganten.

Setibanya penganten dirumah bunting, dia disambut bagai

pangeran yang akan dinobatkan menjadi raja, Kalam Illahi mulai

dikumandangkan, segala petunjuk dan persyaratan dari ajaran

agama telah dibacakan.

- 41 -

Page 42: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Kini giliran penganten mengucapkan akad nikah yang

disaksikan khalayak ramai, dalam mengucapkan akad nikah harus

betul betul memenuhi ketentuan agama Islam.

Acara akad nikah telah selesai, penganten dipersilakan duduk

berdampingan dengan bunting (bersanding) diatas pelaminan,

disuasana yang mengembirakan ini berbagai bentuk hiburan akan

diturunkan untuk menghangatkan suasana pesta pernikahan ini.

Hiburan dalam pesta pernikahan ini telah banyak mengalami

perubahan, dari kurun waktu sampai dengan kurun waktu sekarang.

Sebelum tahun ’20 an hiburan / acara kesenian yang ada

“Ngala Sambai atau Badindin”, yaitu muda mudi mengungkapkan isi

hati lewat seni, apakah itu berupa keinginan hidup atau berbau

sejarah perjuangan. Hiburan semacam ini dianggap paling tua,

kemudian tari tarian sampai mereka mengenal alat music

sederhana yang berupa jidur, ketipung, kulintang dan gong.

- 42 -

Page 43: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Setelah tahun ‘20an sampai tahun’50an acara hiburan lebih

ditonjolkan yang bersipat keagamaan misalnya, kosidah, diqir, seni

baca berzanji dan seni baca Al-Qur’an, sedang alat music berupa

terbangan. Pada masa ini bukan berarti seni tradisional sebelumnya

sudah hilang sama sekali, contohnya bajidur masih tetap dipakai,

namun lebih dominan dalam acara pesta pernikahan adalah

kosidahan.

Pada mulanya kosidahan yang mereka kenal hanya 24 macam

diantaranya adalah : Roqbi, Hijaz, Yaman Hijaz, Sika dan seterusnya.

Kemudian berkembang menjadi ratusan macam, kasidahan yang

pada umumnya diambil dari bacaan barzanji dan digelarkan pada

malam pesta pernikahan, dan dipertandingkan dengan mengadu

suara mas masing masing group.

Disamping terbangan dikenal juga alat music gitar, music

gitar ini adalah pengembangan dari jidur, dimana lirik dan makna

lagunya sama, serta vokalnya dibawakan sendiri, hanya saja nama

lagu yang dibawakan disebut Rejung.

Sedang irama rejung dapat berkembang bermacam macam,

melalui rejung dapat pula mengungkapkan isi hati, menceritakan

suka duka dalam perjalanan hidup, merayu dan membuat hati sang

gadis tersentuh serta menghibur hati dikala sedih. Namun gitar ini

tidak digunakan pada acara pesta pernikahan, sedang terbangan

hanya digunakan dalam pesta pernikahan misalnya ; “ngarak

bunting & penganten, atau mengiringi lagu diqir / ratib saman” pada

malam pesta pernikahan.

Di tahun 50 an mulai dikenal orkes, orang yang pertama

mengenalkan music orkes di daerah Lintang IV Lawang bernama

BODIN, asal dusun Muara Karang.

Sampai akhirnya dia membentuk suatu group orkes dengan

nama Jaya Jagad, tokoh seniman ini dan bersama orkesnya

- 43 -

Page 44: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

menjelajahi hampir setiap pelosok daerah Lintang IV Lawang untuk

menghibur pada acara pesta pernikahan.

Music orkes ini diadakan mulai dari malam akad pernikahan

sampai hari pesta pernikahan (hari nyelemok /nyemok) dan

ditempatkan pada tempat khusus yang disebut Balai.

Sedangkan kegiatan yang dilakukan di rumah pangkal pada

malam hari akad nikah dan pesta akad nikah, menjadi tempat untuk

menjamu para undangan yang datang sebelum sampai waktu acara

bunting dan penganten betamat Qur’an ( khatam Qur’an ),

disamping acara betamat Qur’an, juga dibacakan barzanji,

marhaban, doa doa dan dilanjutkan dengan jamuan makan siang

(Nyelemok/Nyemok).

Bila acara nyelemok/nyemok telah selesai, para tamupun

berpamitan minta diri, sedangkan Bunting dan Penganten baru

ditunggalkan (tidur bersama) setelah hari nyerawo, yaitu dua hari

setelah pernikahan selesai.

Pada hari tersebut lembongan/sempeng akan dibongkar dan

semua gertang dan inang diantar pulang secara resmi, dengan

diberi hidangan setalam sebagai ucapan terima kasih. Baru pada

hari ketiga atau keempat Bunting dan Penganten tidur bersama,

didalam menunggalkan Bunting dan Penganten ini ditunjuk seorang

perempuan yang sudah nenek nenek untuk membawa penganten

ke kamar bunting, Sang nenek memberikan petunjuk dan

membisikan sesuatu yang rahasia, lalu si nenek keluar dari kamar,

berikutnya kita tidak tahu apa yang terjadi didalam kamar.

Sebagai penutup adat pernikahan didaerah Lintang IV Lawang, disini

kami jelaskan dalam menentukan pasangan hidup ada beberapa

cara yang dikenal didaerah Lintang IV Lawang adalah sebagai

berikut :

- 44 -

Page 45: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

1 - Rasan Samo Galak dan Dituokan.

Yaitu, muda mudi suka sama suka dan orang tua kedua belah pihak

sama sama setuju, prosesnya seperti yang telah diuraikan diatas.

2 - Maling Tubu

Orang tua disalah satu pihak ada yang belum setuju kalau anaknya

cepat menikah atau karena alasan lain, sehingga setiap mau

dituokan selalu mengalami kegagalan. Maka sang muda mudi

sepakat untuk maling tubu, yaitu sang bujang menemui gadisnya

untuk diajak kerumahnya, dengan cara ini akan memaksakan orang

tua untuk berasan.

Dalam maling tubu ini ada aturannya, antara lain sang bujang harus

menitipkan “keris” pada pemerintah kampong (kalau sekarang

disebut Kades, zaman dahulu disebut Gindo), atau paling tidak keris

tersebut diletakan dibawah bantal sang gadis (tentu menyuruh sang

gadis itu sendiri meletakannya), sebab maling tubu ini tidak boleh

ketahuan oleh keluarga sang gadis, bila sampai ketahuan berakibat

batal hak, yang disebut “kecandak”.

Keris yang dititipkan dirumah gindo atau yang diletakan dikamar

gadis tersebut dimaksudkan sebagai jaminan untuk keselamatan

sang gadis, bahwa yang membawa adalah anak laki laki dan berniat

baik untuk menyunting gadis.

Gadis yang dibawa harus ditemani oleh beberapa orang temannya,

sang bujangpun demikian, baru kemudian seorang yang ditunjuk

sebagai utusan dari pihak bujang untuk memberi tahukan kepada

keluarga gadis, bahwa anaknya sekarang ada dirumah sianu, untuk

selanjutnya diproses seperti biasa.

3 - Rasan Tambik Anak dan Rasan Kesah

- 45 -

Page 46: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Pada saat memadu rasan harus tetap di tempat mereka menetap

setelah berumah tangga nanti.

“Rasan Tambik Anak”, berarti setelah mereka menikah menetap

dan mencari nafkah dirumah bunting (rumah perempuan),

sedangkan “Rasan Kesah”, berarti perempuan ikut kerumah laki laki

dengan ketentuan sebagai berikut ;

a. Laki laki harus memberikan uang yang wajar dan

b. Memberikan Keris kepada orang tua perempuan, Keris ini

dimaksudkan sebagai “Tebus Semangat”.

4 - Kawin Cindo

Yaitu pernikahan yang masih ada hubungan family, hal ini terjadi

biasanya karena keinginan orang tua, dan bisa jadi karena

keduanya suka sama suka.

II.4. Seni Budaya Daerah Lintang IV Lawang

- 46 -

Page 47: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Terdapat banyak kesenian didaerah Lintang Empat Lawang,

tetapi sayang telah banyak kesenian yang tidak terlihat lagi, karena

banyak kaum muda didusun tidak mau belajar, bukan tidak mungkin

kesenian khas lintang akan habis di telan zaman, sekarang pemuda-

pemudi dusun lebih senang nyanyi lagu modern, bila belajar

kesenian daerah sendiri kata mereka ketinggalan zaman, kita bisa

melihat ketika ada yang menikahkan anak, kesenian yang ada

hanya organ tunggal, karaokean, ditambah lagi mabuk-mabukan,

itu bukan merupakan kebudayaan kita, tanpa panjang lebar lagi

akan saya coba kupas yang pertama:

Ado banyak kesenian di daerah kito Lintang Empat Lawang,

anyo sayang lah banyak kesenian nyo nedo tekinak agi, karno

banyak bujang gadis di dusun nendak agi belajar, bukan nedo

mungkin kesenian khas daerah Lintang abis di telan zaman, embak

kini Bujang gadis dusun galak a, nyanyi nyanyi nyo modern, bilo

belajar kesenian daerah dewek uji o ketinggalan zaman, kito pacak

kinai bilo dang ado nyo ngantenkan anak, kesenian nyo ado cuma

organ tunggal, karaokean, ditambah agi mabuk mabuk an, nah ini

bukan budayo kito, nah nedo panjang lib'ar agi kami cobo kupas nyo

pertamo :

1. NGURIT (GURITAN)

Kesenian Guritan, sekarang sudah tidak ada lagi di dusun,

telah lenyap ditelan gelombang zaman, jika kita bertanya kepada

anak muda didusun kini, maka mereka akan menjawab tidak tahu

apa itu guritan.

Guritan, kesenian zaman dulu yang menceritakan tentang

nenek puyang, biasanya menceritakan peperangan, berebut

kekuasaan, kisah dengan pacar antara putra dan putri raja, yang

- 47 -

Page 48: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

menggunakan kesaktian, strategi dan lain-lain, cerita ii percaya atau

tidak tetapi buktinya sampai sekarang masih ada peninggalannya,

seperti: batu bersejarah di dusun batu Pance, dan ada nama Lubuk

Siluman dan lain-lain.

Kesenian Guritan ini, biasanya diadakan pada acara

menikahkan anak, sejak dipihak rumah calon istri mengundang

orang yang bias bercerita Guritan ini, yang menonton dan

mendengar ramai sekali, biasanya cerita guritan ini menghabiskan

waktu paling tidak 3 sampai 4 jam. Kadang sejak sore sampai

subuh, biasanya dia bercerita ini sambil memegang Gerigek yang

tidak ada isinya, sambil mengalunkan irama Lintang empat lawang,

sambil diikuti syair, pantun-pantun yang lucu, yang ada maknanya,

ini syair yang sering di nyanyikan:

"Bukan bae Simpai bebaju abang

Burung Kedubu abang pulo

Bukan bae ngindu kemambang

Cera'i bekundang kemambang pulo"

Itulah sekilas tentang kesenian Lintang (GURITAN), mudah-mudahan

orang tua di dusun masih ingat tentang guritan ini, bisa

mewariskannya dengan anak-anak muda,

2. ANDAI – ANDAI

Kesenian Andai-andai sudah tidak terdengar lagi di dusun, orang di

dusun lebih senang nonton TV, dan mendengar radio.Sebenarnya,

andai-andai hamper sama saja dengan guritan, Cuma ceritanya

lebih ditekankan dengan khayalan, seperti cerita seribu satu malam,

tentang cerita Abu Nawas. Kalau di dusun lakon ceritanya lucu, ini

yang disenangi oleh anak kecildi dusun dulu, biasanya kakek atau

nenek yang bercerita sebelum cucunya tidur.

3. BEREJUNG

- 48 -

Page 49: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Kesenian Bujang Gadis dusun yang sedang mabuk kepayang

dilanda cinta, berejung ini identik dengan perpaduan pantun diiringi

Gitar tunggal, biasanya irama dan syairnya menyayat hati, kiasan

dan bahasanya halus, ibarat membayangkan bagaimana bujang

mau menemui gadis, sambil duduk di beranda atau di anak tangga

belakang rumah, di petik gitar tunggal sambil menyanyikan syair-

syair yang meratap.

Ini syair-syair yang sering terdengar:

Jak Selamo di Seleman

Gajah Tagoring kayek Timbuk

Jak Selamo Linjang ngan dengan

Ado Sebulan nedo benyawo

Nak Kayek ayam papilu

Dang ngerham telhro o duo

Kapo dengan nak balik kami milu

Tinggal sug'rha nemak asonyo

Kedalak kedali dali

Burung tiung belago tigo

Amon galak kebilo agi

Nunggu setaun la lamo igo

Ketapang kayu nyeraye

Gadis nyemulung ngambin ayek

Ngelombang la lemak bae

Nga gai rupu'an nani balik.

4. BAJIDUR (NABUH JIDUR)

Bajidur, atau Nabuh Jidur ini dilakukan oleh suatu group Kesenian

Jidur terdiri dari 6 orang bujang bujang ( kalau di betawi sedikit

mirip dengan Tanjidor).

- 49 -

Page 50: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Pada umumnya Kesenian ini disaksikan para bujang bujang dan

orang tua, dengan duduk melingkar di ruang tengah didalam rumah,

juga disaksikan para gadis gadis dengan cara mengintip dari ruang

belakang, sambil menyiapkan makanan-makanan kecil untuk orang

yang bejidur tersebut.

Dari ke 6 orang tadi mendapat tugas masing masing sebagai berikut

:

1 Orang Nabuh jidur

2 Orang Nabuh Ktipung

1 Orang nabuh gong

2 Orang bedanah

Kesenian ini biasanya dilaksanakan seminggu sebelum perayaan

pesta perkawinan penganten berlangsung. Dilakukan pada malam

hari sebagai pertanda bahwa seorang warga akan mempunyai hajat

merayakan pesta perkawinan anaknya, dimana harinya sudah

ditentukan dengan mengumpulkan family, sahabat dan kenalan

dekat untuk mempersiapkan egala sesuatu yang diperlukan untuk

hari pesta nanti.

Misalnya, dekorasi (aesan) yang di kerjakan oleh bujang dan gadis

secara bergotong royong yang menjadi semboyan “ado gawean

mintak digawekan ado makan mintak dimakani, sekaligus

nyerahkan ka’aguan”.

Disinilah kesempatan bujang dan gadis menjalin hubungan, dengan

harapan kapan kita menyusul seperti teman yang akan menikah ini.

Pelaksanaan Bajidur ini yaitu, si penabuh Jidur mendendangkan lagu

– lagu, beriramakan lagu lagu Qosidah dengan mengunakan syair

jenaka, sindiran-sindiran pantun seperti kata berejung.

- 50 -

Page 51: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Setelah beberapa bait syair di iramakan maka diikuti oleh 2 orang

penabuh ketipung dan 1 orang pemukul gong dan dilengkapi

dengan 2 orang bedanah yang lenggang lenggoknya sesuai dengan

irama yang didendangkan.

Kalau anda melihat dan mendengarkannya, tentu akan tersiruk

(tercengang), aduhai sudah tua ingin menjadi muda lagi.

Nah itulah sekilas seni budaya Bajidur di daerah Lintang Empat

Lawang, seni budaya ini sejak tahun 80 an sudah sangat jarang

terlihat, memasuki tahun 90 an bahkan sudah menghilang sama

sekali.

5. Seni Tari

Sebenarnya masih sangat banyak Seni Budaya daerah Lintang IV

Lawang, namun karena keterbatasan informasi yang kami

dapatkan, hanya beberapa seni yang dapat kami tampilkan, nah

pada akhir topic bahasan seni budaya ini, kami coba menampilkan

seni tari daerah Lintang IV Lawang. Yang kondisinya sama dengan

Seni-seni yang lain, makin ditinggalkan oleh generasi generasi

sekarang, banyak orang Empat Lawang yang tidak tahu bahwa

sesungguhnya Lintang IV Lawang itu memiliki juga seni tari,

diantaranya ;

Tari Gegerit :

- 51 -

Page 52: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Pelakunya,

Dimainkan / ditarikan oleh 7 orang Putri

Pelaksanaan,

Tarian ini dilakukan sewaktu penyambutan tamu dalam upacara

adat maupun

Upacara penganten, yang dilakukan dipintu gerbang.

Tari Sanggan Sirih :

Pelakunya,

Tari ini dimainkan oleh beberapa orang, disesuaikan dengan

ruangan yang ada.

Pelaksanaan,

Tarian ini dilaksanakan dalam acara hiburan, setelah acara resmi

dibuka, maka

tamu ikut menari, dan para penari khusus yang membawa

selendang, untuk di

kalungkan kepada tamu yang disenanginya untuk diajak sebagai

pasangannya

menari.

Tari Piring :

Pelakunya,

Tari ini dimainkan oleh 2 orang penari

Pelaksanaan,

- 52 -

Page 53: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Tarian ini dailakukan sebagai bentuk keterampilan, yang

pelaksanaannya pada

acara adat atau upacara penganten

Redap Kelentang :

Pelakunya,

Pemainnya sebanyak 5 orang yaitu, 1 orang pemain redap, 1 orang

pemain

kelentang, 1 orang pemain gong dan 2 orang pesilat.

Pelaksanaan,

Seni ini dilakukan dalam upacara penganten, sebagai tanda adanya

pesta

Pernikahan atau pesta peresmian pertunangan (nunggu tunang).

Demikian sekilas Seni Budaya daerah Lintang IV Lawang, yang

sebagaian telah musnah, kami (penulis) sangat berharap kepada

Pemda Kabupaten Empat Lawang, memberikan perhatian kepada

kesenian yang pernah ada di daerah Empat Lawang, ditumbuh

kembangkan lagi, sehingga dapat dijadikan sebagai objek wisata,

bahkan lebih dari itu, agar para generasi penerus anak bangsa

mengenali seni budaya daerah mereka…….semoga

7. Seni Bela Diri Kuntau

Sejarah Kuntau

- 53 -

Page 54: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Menurut Yamin yang merupakan orang Lintang mengatakan bahwa

kuntau Lintang 4 Lawang berasal dari Tebing Tinggi yaitu sekitar

tahun 1890-an Gindo Kintang (almarhum) yang merupakan orang

Lintang, pergi ke daerah Tebing Tinggi yang kemudian belajar ilmu

beladiri kuntau kepada Jaya (almarhum) yang merupakan orang

daerah Gu Aras, Tebing Tinggi. Pada tahun 1895-an Gindo Kintang

kembali ke daerah Lintang 4 Lawang, yang kemudian mengajarkan

ilmu baladiri kuntau kepada orang-orang Lintang yang salah satu

muridnya adalah Muin (almarhum), yang kemudian juga

mengajarkan kuntau di Lintang dan salah satu murid Muin adalah

Mat Diyas (almarhum), Mat Diyas juga mempunyai beberapa murid

yang salah satunya adalah Mat Demiri (almarhum). Mat Demiri juga

mengajarkan dan menyebarluasskan ilmu beladiri kuntau dan

mempunyai beberapa murid yang salah satunya adalah Mat Jay

(almarhum). Mat Jay mempuyai beberapa murid yaitu diantaranya

adalah Marlen, Dit, Tohar, Muslim, sampai sekarang.

Kuntau merupakan ilmu beladiri yang dijadikan orang – orang

Lintang sebagai salah satu kebudayaan Lintang, karena dulu ilmu

beladiri kuntau merupakan salah satu sarana dalam mempererat

tali persaudaraan, membela dan menjaga diri dari serangan musuh.

Kuntau banyak disenangi oleh kaum muda karena dalam ilmu

beladiri kuntau, selain mendapat teknik – teknik menyerang,

menangkis dalam melumpuhkan musuh juga mendapatkan amalan

– amalan ilmu tenaga dalam yaitu ilmu meringankan tubuh seperti

berdiri diatas daun dan berjalan diatas air pada saat menyeberangi

- 54 -

Page 55: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

sungai, Ilmu menghilang (Silam) seperti pada saat terdesak dalam

menghadapi banyak musuh dalam sekejap dapat menghilangkan

diri dari kepungan musuh, Ilmu kebal berupa kebal senjata api,

kebal senjata tajam, kebal tembung batu, selain itu ilmu sambut

angin yaitu menangkap dan melumpuhkan musuh secepat angin.

Contoh salah satu amalan kuntau yaitu Waman Takun Birrosullah,

Nusro Tuhul Intal Tuhul, Kosdu Fi Ajamiha Tajum, amalan ini

digunakan untuk menghindari diri dari serangan musuh, baik yang

halus (gaib) maupun yang kasar (nyata).

II.5. Rumah Panggung Khas Empat Lawang

Rumah panggung dan rumah Limas adalah cirri khas rumah rumah

yang ada di Propinsi Sumatera Selatan, unik dan sangat menarik.

- 55 -

Page 56: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Kabupaten Empat Lawang sendiri memiliki cirri khas sendiri, baik itu

desain bentuk maupun tata letak ruangnya.

Rumah Panggung Empat Lawang memiliki 4 ruang utama, yang

terdiri :

o Ruang depan, pada ruang ini terdapat satu kamar,

biasanya kamar ini diperuntukan untuk anak bujang,

juga terdapat ruang untuk berkumpul teman temannya.

o Ruang tamu utama, ruangan ini cukup besar, ruangan

ini dipergunakan untuk menerima tamu, dan juga

dipergunakan untuk berkumpul keluarga.

o Ruang tengah, pada ruang ini terdapat kamar tidur

untuk anak gadis, serta kamar orang tua.

o Ruang belakang, pada ruang ini terdapat, dapur, ruang

makan, serta keperluan untuk mencuci keperluan untuk

memasak yang disebut gaghang.

Sedangkan untuk keperluan mencuci serta mandi, sebagian besar

masyarakat Empat Lawang memanfaatkan sungai, sebagian

masyarakat juga yang menyediakan tempat sendiri untuk MCK.

Biasanya tempat MCK ini terpisah jauh dengan bangunan utama,

pada tempat ini terdapat sumur, wc serta tempat untuk mandi dan

mencuci.

Pada ruangan bawah rumah, biasaya dimanfaatkan untuk gudang,

ternak seperti ayam, bebek dan itik, juga digunakan untuk

menyimpan kayu bakar.

- 56 -

Page 57: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

II.6. Objek Wisata Di kabupaten Empat

Lawang

Wisata air terjun di Empat Lawang

Air terjun tujuh panggung di Desa Tanjungalam, Lintang

Kanan, Kabupaten Empat Lawang. Tujuan wisata di wilayah Sumsel

ternyata tidak hanya berupa objek yang sudah dikenal dan

diketahui umum, tetapi ada juga berupa objek yang masih belum

digarap dan masih ‘perawan’ berada di lokasi yang tersembunyi.

Salah satunya, air terjun tujuh panggung di Desa Tanjungalam,

Lintang Kanan, Kabupaten Empat Lawang.

Sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Lahat, Kabupaten

Empat Lawang memang memiliki tidak sedikit objek wisata yang

selain memberikan keindahan juga sedikit tantangan.

Di lokasi di atas Deretan Bukit Barisan yang terletak di atas

1.200 meter diatas permukaan laut (DPL), lokasi air terjun tujuh

panggung memang memberikan nuansa segar alam pegunungan.

Alam yang masih belum tersentuh ini terletak di antara kebun-

kebun warga dan hutan yang masih ‘perawan’.

- 57 -

Page 58: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Air terjun di panggung ketiga cukup sulit didaki. Namun, warga

sekitar sudah sering menikmatinya. Untuk mencapainya, harus rela

berjalan kaki selama sekitar 3 jam dari desa terdekat, Desa

Tanjungalam. Kalau mau naik ojek, sebenarnya ada, tetapi hanya

separoh jalan. Selebihnya tetap harus berjalan kaki meniti jalan

setapak di lereng bukit yang terjal dan licin berlumut.

Sinar Harapan yang mengikuti ekspedisi Musi Ulu pekan lalu

mendapati ternyata akses ke air terjun di panggung (tingkat ke

tujuh) ternyata belum tersedia akses. Bersama warga desa, tim

ekspedisi ini membuka akses jalan.

Kepala Desa Tanjungalam, Jon Kenedi mengakui selama ini

keindahan air terjun ini haya dinikmati warga desanya. Itupun

terbatas yang punya kebun di sekitarnya. Karena memang, akses

jalan masih berupa jalan setapak yang harus melewati bukit terjal

dan hutan rimbun. Itupun baru sampai ke panggung ke dua.

Selanjutnya masih berupa jalan melintasi semak belukar.

- 58 -

Page 59: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Disinilah panggung pertama. Air yang jernih dan gemericik air

mengundang pengunjung untuk berendam. Air terjun di panggung

pertama terdiri dari enam deretan air mancur yang masing-masing

setinggi sekitar 2 meter dan dibawahnya ada lubuk sedalam sekitar

3-4 meter dengan luas sekitar 4 x5 meter. Air yang jernih dan dingin

membuat keinginan berendam tak tertahankan.

Sementara di panggung kedua hingga ketujuh juga memberikan

nuansa yang berbeda. Karena ketinggian masing-masing air terjun

memang berbeda. Berkisar antara 5 hingga meter 14 meter. Di

panggung ketujuh, malahan terdapat dua sumber air yang

mengucur ke lubuk di bawahnya. Hanya saja di panggung ini,

sepertinya memberikan kesan angker karena ada pusaran air yang

cukup kuat.

Di atasnya lagi, sesungguhnya masih ada dua panggung air

terjun. Namun, belum ada satupun orang yang berani menapakinya,

karena memang jalan menuju ke sana cukup terjal. Tebing

bebauannya mencapai 45 derajat. Selain curam, juga berlumut

sehingga sulit didaki. Nuansa alami yang liar ini memang cukup

memberikan kesan tersendiri bagi mereka yang punya minat

menikmati wisata alam. Hanya saja, untuk mencapai lokasi ini dari

kota Palembang, cukup jauh. Jarak Palembang ke Tebing tinggi

- 59 -

Page 60: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

ditempu dalam waktu 7 jam menggunakan mobil ataupun kereta

api.

Saat ekspedisi, suasana lebih meriah karena diramaikan oleh para

pemburu babi. Ketua Persatuan Olahraga Berburu Babi (Porbi)

Sumsel Hamlian membawa serta sedikitnya seratus pemburu

lengkap dengan anjing. Hasilnya, 14 ekor babi hutan berhasil

ditangkap dalam sehari dari kawasan perkebunan dan ladang

masyarakat setempat.

Rombongan pemburu babi dari Pagaralam meramaikan ekspedisi

Musi Ulu ke Air terjun Tujuh Panggung.

Kereta api, tersedia dua jadwal, siang dan malam. Kalau memilih

kelas ekonomi bisa berangkat siang hari dari Stasiun Kertapati,

Palembang tujuan Lubuklinggau. Atau jika memilih kelas bisnis dan

eksekutif berangkat malam hari. Jika berangkat dari Kertapati pukul

21.00 WIB, tiba di Stasiun Tebing tinggi sekitar pukul 04.00 WIB.

Sementara kalau memilih menggunakan mobil bisa

menumpang bus ataupun travel. Ongkosnya berbeda sesuai dengan

kelasnya. Dari Tebingtinggi menuju lokasi desa terdekat bisa

ditempuh dalam waktu sekitar 2,5 jam. Kendaraan angkot bisa

disewa untuk mencapai kawasan ini. Jadi untuk menikmati air terjun

- 60 -

Page 61: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

ini, dari Palembang membutuhkan waktu 3 hari termasuk perjalanan

Tebingtinggi-Palembang.

Akses menuju lokasi air terjun hanya berupa jalan setapak. Bahkan,

jalan ini baru dibuat oleh warga. Kalau tidak hati-hati, bisa

berbahaya. Jurang yang curam dan berbatu menanti, merupakan

tantangan tersendiri.

Kelelahan menempuh perjalanan dari Desa Tanjungalam ke lokais

air terjun rasanya terbayar ketika sudah menikmati kesegerdan

sawah alam di air terjun. Sepanjang jalan desa dan jalan setapak,

ladang, sawah serta gemericik air sungai menemani dan menambah

nikmat perjalanan wisata.

Usai menikmati air terjun, dua sumber air panas yang berjarak

sekitar 1,5 jam perjalanan kaki juga bisa melengkapi perjalanan

wisata alam ini.

Kendala minimnya akses menuju lokasi wisata ini diakui Bupati

Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri. ”Memang kami akan

kembangkan konsep wisata alam yang komplit. Termasuk akan

menyediakan akses jalan yang memadai menuju lokasi dari desa

terdekat,” ujarnya usai melepas ekspedisi Musi Ulu. Ekspedisi ini

- 61 -

Page 62: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

selain menembus lokasi air terjun Tujuh Panggung, juga menjajal

arung jeram di Sungai Musi Ulu.

Rombongan ekspedisi Musi Ulu dilepas Bupati Empat Lawang, Budi

Antoni Aljufri di Pendopoan.

Target awal, bukanlah wisatawan mancanegara. Tetapi wisatawan

lokal yang berasal dari Sumsel dan Tebingtinggi. Sesaat setelah

dibuka akses saja, puluhan anak-anak sekolah sudah bisa

menikmati nuansa alami air terjun tujuh panggung di Bukit Barisan

ini.

Ketua Pelaksana tim ekspedisi dari Tavern Artwork, Herna mengakui

ekspedisi ini dilakukan mencari objek wisata yang nantinya bisa

dikembangkan sebagai kawasan wisata pilihan. Mau wisata yang

alami dan perawan dan masih liar, mungkin objek ini bisa menjadi

pilihan. (sh/muhamad nasir)

- 62 -

Page 63: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Di depan penopoan Bupati pun, pemandangan kota Tebingtinggi

dengan latar belakang Bukit Barisan cukup menggoda.

Wisata Arung Jeram di Ulu Musi

TEBINGTINGGI - Aliran Sungai Musi Ulu memberikan peluang untuk

dinikmati dengan menumpang perahu karet sambil berolahraga

arung jeram. Jalur sepanjang 29 kilometer dari Desa Tanjungraya

hingga ke Tebingtinggi, Ibu Kota Kabupaten Empat Lawang,

- 63 -

Page 64: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

memang memiliki beberapa titik berupa arus deras yang bisa

meningkatkan andrenalin.

Selain arus yang deras dan bergelombang, pusaran juga

membuat perahu terombang-ambing di sela-sela bebatuan besar

dan keras, yang tentu saja membikin penumpang perahu harus hati-

hati. Kalau tidak, perahu bisa terbalik dan terbentur batu. Kalau

sedang apes, bukan tidak mungkin kepala terbentur. Tanpa

mengenakan helm, tentu aktivitas itu akan berbahaya. Jalur ini

memang memiliki kesulitan tingkat tiga, dengan debit air yang

cukup deras dan cukup berbahaya. Di beberapa titik, lekukan akibat

adanya batu-batu besar membuat perahu karet terombang-ambing

dan kalau tak pandai-pandai mengendalikan bisa terbalik.

Dalam ekspedisi Musi Ulu yang juga melintasi jalur ini pekan lalu,

dari lima perahu karet yang membawa tim ekspedisi, hanya satu

perahu yang tidak terbalik. Perahu karet yang membawa Bupati

Tebingtinggi Budi Antoni Aljufri ini, bahkan sempat terbalik. Sang

Bupati yang menumpang perahu karet bersama lima orang lainnya

sempat terpental.

Kalau saja bernasib buruk, Bupati bisa terbentur batu. Begitu juga

perahu karet lainnya yang ditumpangi para wartawan, sempat dua

kali terbalik. Penumpang pun berhamburan. Iwan, jurnalis Sumatera

Ekspres, Mabius dari Palembang Pos, dan yang lainnya pun

terlempar ke sungai. Helm dan pelampung membuat ekspedisi

arung jeram ini tak memakan korban. Padahal, kekhawatiran

sempat merebak ketika tim ekspedisi dilepas dari Desa

Tanjungraya, Lintang Kanan, Kabuputen Empat Lawang.

Sepanjang jalur itu, sedikitnya terdapat 13 jeram yang cukup deras,

mengarah ke batu dan membuat perahu jumping. Agaknya,

memang ekspedisi yang digagas Tavern Artwork bersama

Pemerintah Empat Lawang ini memberi inspirasi bagi

- 64 -

Page 65: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

terselenggaranya wisata sungai di Musi Ulu. Apalagi, jalur ini

memang memberikan prospek yang baik.

Kendala bagi daerah ini, belum ada badan atau dinas tersendiri

yang mengurus soal pariwisata. ”Ke depan, kami akan

pertimbangkan untuk membentuk Dinas Pariwisata,” tutur Bupati

Tebingtinggi.

Panjat Tebing

Pemandangan di sepanjang aliran sungai juga memberi nuansa

tersendiri. Selain perbukitan, tebing-tebing terjal juga bisa dijadikan

objek panjat tebing. Belum lagi beberapa muara anak sungai

dengan bebatuan menghitam dengan ukuran yang cukup besar

memberikan pandangan indah tersendiri.

Suasana angker yang selama ini dipercaya masyarakat cukup

memberi kesan dan tantangan sendiri. Paling tidak, percaya

ataupun tidak, untuk menikmati arung jeram di jalur ini memang

harus dimulai dengan ritual berdoa dan tidak boleh berperilaku

sombong dan angkuh.

- 65 -

Page 66: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Banyaknya pantangan dan peringatan yang berbau mistis memang

tetap harus dipegang dan dipercaya. Apalagi, arusnya yang tenang

di beberapa titik membuat peserta arung jeram harus menguras

energi untuk mendayung perahu. Jarak 29 kilometer yang kalau

menggunakan mobil bisa ditempuh hanya dalam waktu dua jam,

dengan perahu karet memakan waktu enam jam.

Jika di sepanjang aliran sungai terutama di beberapa titik lebih

ditata, tentu akan dapat memberi nuansa lebih indah. Batu-batu

raksasa dan dinding sungai yang bergua, bisa memberikan ciri

tersendiri. Jika berminat menikmati arung jeram di bagian ulu

Sungai Musi, Anda bisa menempuh perjalanan sekitar delapan jam

dari Palembang menuju Tebingtinggi.

Wisata Ayek Lintang

Pemandangan ayek Lintang dan Jeramba Kawat:

- 66 -

Page 67: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

- 67 -

Page 68: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Sungai Payau (Ayek Payau)

Ayek Payau ( Sungai Payau) salah satu sungai yang terdapat

di Kabupaten Empat Lawang, menurut sumber yang kami dapat

sungai ini memiliki kadar belerang cukup tinggi.

Salah satu sumber potensi untuk pembangunan Kabupaten

baru ini, yang hingga saat ini belum jadi perhatian.

Semoga suatu saat sumber alam dapat diberdaya gunakan,

sehingga memberi dan membuka kesempatan kerja, bagi

masyarakat Kecamatan Pendopo Lintang dan Muara Pinang pada

khususnya, serta Kabupaten Empat Lawang pada umumnya.

- 68 -

Page 69: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Sungai ini mengalir dari Kecamatan Muara Pinang hingga

bermuara di Sungai Lintang (Ayek Lintang) Kecamatan Pendopo

Lintang.

II.7. Satra

Cerita Rakyat

Cerita Puyang Kemiri, Asal Mula Empat Lawang

Dalam kisah-kisah Puyang, selain memuat asal usul, juga

memuat pesan-pesan dasar yang menjadi aturan adat yang amat

dipatuhi oleh masyarakat. Inilah yang disebut dengan pesan

puyang. Satu diantara kisah puyang di wilayah Batanghari Sembilan

adalah Puyang Kemiri yang diakui sebagai puyang (nenek moyang)

orang-orang di dusun (sekarang desa) Kunduran, sebagian dari

masyarakat dusun Simpang Perigi, dan sebagian masyarakat yang

tersebar di dusun-dusun sekitar kecamatan Ulu Musi, Kabupaten

Empat Lawang, daerah perbatasan antara provinsi Sumatera

Selatan dan provinsi Bengkulu. Dahulu daerah ini merupakan bagian

dari wilayah marga Tedajin. Berikut ini ringkasan cerita Puyang

Kemiri.

- 69 -

Page 70: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Konon di masa akhir kejayaan kerajaan Majapahit, Rio Tabuan,

seorang biku yang yang berasal dari negeri Biku Sembilan Pulau

Jawa menelusuri sungai Rotan atau sungai Musi dengan membawa

kerbau dan ayam berugo (ayam hutan). Ketika tiba di Kuto

Kegelang, kedua hewan yang dibawanya berbunyi, maka di tempat

inilah dia menetap. Kuto Kegelang berada beberapa kilo meter di

hulu Dusun Kunduran.

Di Kuto Kegelang, dia mendapatkan tujuh orang anak yang

bernama

(1) Imam Rajo Besak,

(2) Imam Rajo Kedum,

(3) Seampai-ampai,

(4) Maudaro,

(5) Siap Melayang,

(6) Robiah Sanggul Begelung

(7) Serunting Sakti.

Setelah mendapatkan tujuh orang anak, Puyang Rio Tabuan tidak

lagi merasa kesepian. Anak-anak ini dimintanya dari Mastarijan Tali

Nyawo, seorang penduduk yang tinggal di Surgo Batu Kembang.

Bertahun-tahun kemudian, Robiah Sanggul Gelung yang cantik

dilarikan oleh Seniang Nago ketika mandi di tepian Sungai Musi.

Robiah duduk di atas sebatang kayu yang rupanya samaran Seniang

Nago dan kemudian pelan-pelan bergerak menjauh dan

melarikannya ke Selabung.

Lalu Robiah disusul oleh Kerbau Putih, (seekor kerbau

peliharaan Puyang Kemiri, atau penafsiran lain adalah seorang yang

berjuluk Kerbau Putih karena kesaktiannya) untuk mencari Robiah,

atas suruhan saudara-saudaranya.

Kerbau putih memulai pencariannya dengan menyelam di

sana dan muncul di tepian coko (tepian mandi di seberang dusun

Kunduran). Di tempat ini masih dapat dilihat bekas telapak kaki

(tinjak) kerbau putih. Lalu dia menyelam lagi, muncul kedua kalinya

- 70 -

Page 71: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

di dusun Tapa dan kemudian menyelam lagi hingga ketiga kalinya di

Selabung.

Pencarian Kerbau Putih ini berhasil menemukan Robiah tetapi

tak berhasil membawakanya kembali ke Kuto Kegelang. Robiah

sudah menikah dengan Seniang Nago. Lalu Kerbau putih segera

pulang ke Kuto Kegelang. Sebagai tanda bukti bahwa dia sudah

bertemu dengan Robiah, Kerbau Putih dibekali dengan seikat

ilalang, seruas bambu, air garam, sebuah kemang, seekor kemuai

(keong putih) serta pesan Puteri Robiah yang ditulisnya di tanduk

Kerbau Putih.

Dalam perjalanan pulang, Kerbau Putih dihadang oleh kerbau

Tanduk Emas dan kemudian dua kerbau ini berkelahi. Kerbau Putih

kelelahan dan mati di dusun Tapa. Perbekalan yang dibawa olehnya

berupa ilalang tertumpah dan tumbuh di daerah ini sehingga

menjadi hamparan padang ilalang yang saat ini dikenal dengan

nama Padang Pancuran Emas. Buah Kemang pun tumbuh dan

bambu juga ikut tumbuh di atas tubuh Kerbau Putih. sedangkan

Kemuai diantarkan oleh Puyang Dusun Tapa ke Kuto Kegelang dan

sekaligus menyampaikan pesan tentang Robiah yang tertoreh di

tanduk Kerbau Putih.

Berselang beberapa bulan kemudian, Robiah yang sudah

memiliki seorang anak berniat pulang (begulang) ke Kuto Kegelang.

Mendengar kabar Robiah akan begulang, semua saudara-

saudaranya amat bahagia, dan segera bermusyawarah untuk

mengadakan sedekahan (kenduri). Tetapi lain halnya dengan

Serunting, di dalam hatinya masih menyimpan rasa sakit karena

perlakuan Seniang Nago yang melarikan Robiah. Karena itu, ketika

dia disuruh mencari ikan, dengan setengah hati dia pergi, dan baru

kembali setelah kenduri usai.

Ketika kembali Serunting hanya membawa seruas bambu,

seperti yang di bawanya semula. Tetapi ternyata, seruas bambu itu

berisi ikan yang tidak habis-habisnya, semua bakul, keranjang

bahkan kolam tidak dapat menampung ikan yang ditumpahkan dari

- 71 -

Page 72: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

seruas bambu tersebut. Imam Rajo Besak yang sedari mula sudah

kesal dengan Serunting bertambah marah. Lalu Imam Rajo Besak

melemparkan seruas bambu dengan sangat keras hingga melewati

Bukit Lesung dan jatuh di sungai Pelupuh.

Serunting sakti jadi tersinggung dengan sikap kakak tertuanya

ini lalu pergi dari rumah. Tinggallah Imam Rajo Besak dan ke empat

saudaranya. Mereka hidup tenang dalam beberapa tahun. Lalu

mereka diserang oleh segerombolan orang. Rumah mereka dibakar

habis. Tetapi kelima puyang ini dengan kesaktiannya, tiba-tiba

menghilang (silam) dari pandangan orang-orang.

Dalam sebuah rumah yang mereda dari kobaran api,

tampaklah seorang anak yang duduk di tengah puing-puing rumah.

Konon, anak itu bukan hangus tetapi malah menggigil karena

kedinginan. Anak yang bernama Sesimbangan Dewo ini kemudian

dipelihara oleh Puyang Talang Pito (daerah Rejang).

Sesimbangan Dewo, artinya pengimbang puyang yang silam.

Beberapa tahun dia dirawat oleh Puyang Talang Pito. Lalu dia

mengembara selama sepuluh tahun ke negeri lain. Kemudian dia

pulang ke sekitar dusun Kunduran, menetap di Muara Belimbing.

Makamnya pun berada di Muara Belimbing.

Setelah beberapa tahun kemudian, Imam Rajo Besak

menjelma kembali. Dia bertemu dengan Rajo Kedum dari Muaro

Kalangan, Raden Alit dari Tanjung Raye, dan Puyang dari Muara

Danau. Keempat orang ini kemudian dikenal dengan nama empat

lawangan (empat pendekar) yang kemudian menjadi cikal bakal

kata Empatlawang. Keempat sahabat kemudian menyerang

kerajaan Tuban yang dipimpin oleh seorang ratu.

Dalam penyerangan yang dipimpin Imam Rajo besak sebagai

panglima mereka mendapatkan kemenangan. Mereka berhasil

memasuki istana dan mengambil beberapa benda yang berharga

termasuk sebilah keris pusaka Ratu Tuban yang diambil sendiri oleh

Rio Tabuan dengan ujung kujur (tombak) pusakanya, karena ketiga

temannya tidak mampu. Kedua pusaka ini, hingga saat ini masih

- 72 -

Page 73: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

tersimpan di jurai tuo (keturunan yang memiliki garis lurus dengan

puyang Imam Rajo Besak) yang tinggal di dusun Kunduran.

Puyang Kemiri memberikan sumpah kepada keturunannya

yang jika tidak dipatuhi akan mendapat keparat (kualat). Inilah 3

sumpah Puyang Kemiri :

(1) beduo ati dalam dusun nedo selamat (berdua hati di dalam

dusun tidak selamat),

(2) masukkan risau dalam dusun nedo selamat (memasukkan

pencuri di dalam dusun tidak selamat),

(3) iri dengki di dalam dusun nedo selamat (iri dengki di dalam

dusun tidak selamat).

Selain itu, puyang Kemiri pun memesankan tujuh larangan lagi,

yakni:

1. nyapakan kaparan ke ayik (membuang sampah ke sungai),

2. mandi pakai baju dan celano (mandi memakai baju dan

celana; biasanya orang di dusun kalau mandi memakai

telasan (kain penutup tubuh yang dipakai khusus untuk

mandi),

3. buang air besar/kecil di atas pohon,

4. ngambik puntung tegantung (mengambil kayu bakar yang

tergantung di pohon),

5. ngambik putung anyot (mengambil kayu bakar yang hanyut

di sungai,

6. mekik-mekik di ayik dan di hutan (berteriak di hutan atau di

sungai),

7. nganyotkan kukak gebung (menghanyutkan kulit rebung di

sungai).

Analisis pesan

Jika mencermati ketiga sumpah puyang, pertama, agar seseorang

tidak boleh bersikap mendua hati, artinya seseorang harus setia

pada kesepakatan awal. Tidak boleh memasukkan pencuri atau

berkhianat, apalagi menjadi pencuri betulan. Artinya kejujuran

- 73 -

Page 74: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

merupakan hal yang paling utama dalam meningkatkan kepribadian

seorang manusia. Selanjutnya, anak cucu Puyang Kemiri harus

bersih hati dari iri dan dengki. Ketiga, norma dasar ini merupakan

sikap dasar yang harus dimiliki oleh orang yang baik.

Pada bagian kedua, poin satu, dan poin lima, umpamanya, pesan ini

berspektif lingkungan. Bagaimana puyang-puyang dahulu telah

memikirkan cara menjaga sungai dan melindungi hutan. Sungai dan

hutan yang di dalamnya bergantung kehidupan tumbuh-tumbuhan

dan hewan lainnya, merupakan satu mata rantai yang saling

membutuhkan. Karenanya, mata rantai ini harus dijaga dalam garis

keseimbangan. Simaklah larangan puyang yang tidak boleh

membuang sampah di sungai, artinya jika membuang sampah tentu

akan membuat sungai tercemar.

Poin lima, pesan puyang melarang orang mengambil kayu

bakar yang hanyut di sungai. Jika direnungi lebih lanjut, larangan ini

tidak hanya melarang orang mengambil kayu bakar tetapi

sebenarnya juga tidak boleh menebang pohon di tepi sungai.

Karena biasanya pohon yang hanyut di sungai adalah pohon yang

diambil di tepi sungai, atau yang dihanyutkan melalui sungai. Saat

ini, kita lihat betapa banyak orang-orang mengangkut gelondongan

kayu yang tidak sah (illegal logging) di sungai. Jadi, tidak hanya

kayu bakar tetapi kayu-kayu besar sudah dijarah oleh orang-orang

yang serakah. Akibatnya bencana banjir menjadi langganan

tahunan bagi masyarakat daerah ini.

Poin tujuh, puyang melarang seseorang menghanyutkan kulit

rebung yang bermiang (bulu-bulu halus yang menempel di kulit

rebung dan akan menyebabkan gatal-gatal jika terkena kulit

manusia) di sungai. Maksudnya, kulit rebung yang mengandung

miang jika dihanyutkan akan membuat miangnya hanyut dan jika

ada orang yang mandi maka dia akan terkena miang yang dapat

menyebabkan tubuhnya menjadi gatal. Selanjutnya, pada poin tiga,

melarang orang membuang kotorannya di atas kayu. Takutnya jika

ada orang lewat di bawahnya tentu akan membuat celaka juga. Jika

- 74 -

Page 75: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

dipahami lebih luas, poin tujuh adalah larangan puyang agar tidak

berbuat yang dapat mengakibatkan orang lain celaka.

Poin dua, dan poin empat merupakan kiasan perbuatan yang

dapat mencelakakan diri sendiri. Cobalah pikirkan, jika seseorang

mandi pakai baju dan celana, tentu mandinya tidak dapat terlalu

bersih dan jika tiba-tiba hanyut, tentu celana dan baju akan menjadi

berat jika dibawa berenang. Begitu juga dengan mengambil kayu

bakar yang tergantung, salah-salah akan menimpa dirinya.

Poin enam dilarang berteriak di sungai dan di hutan.

Umumnya masyarakat di uluan Sumatra Selatan melarang berteriak

di sungai dan di dalam hutan. Sebab, berteriak di dalam hutan akan

mengganggu ketenangan hewan-hewan, dan bahkan bisa

mengejutkan binatang buas. Jika binatang buas terkejut tentu saja

akan mendatangkan celaka bagi diri sendiri.

Larangan-larangan puyang di atas sebagian besar bersumber dari

cerita Puyang Kemiri itu sendiri, misalnya, tentang larangan

mengambil kayu bakar yang hanyut, ini ada kaitannya dengan

Puyang Seniang Nago yang menyamar menjadi sebatang kayu yang

rebah di tepian. Begitu juga dengan sikap hati mendua, dan iri hati

di dalam dusun. Hal ini ada kaitannya dengan cerita Puyang

Serunting Sakti yang tidak ikhlas menjalankan tugas yang sudah

disepakati dan diperintahkan oleh Imam Rajo Besak.

Pesan-pesan kearifan lokal seperti ini, jika dilihat secara

substansi merupakan nilai-nilai yang universal dan bersumber dari

adat. Tetapi seringkali, nilai-nilai yang berlaku secara adat, saat ini

dianggap tidak masuk akal dan berbau kemenyan. Padahal, kearifan

lokal seperti ini oleh masyarakat adat sangat dipatuhi. Karena

mereka sangat yakin, apabila tidak dipatuhi akan mendatangkan

balak (mala petaka). Dimana-mana seolah-olah mata puyang selalu

mengawasi mereka. Hal ini sangat masuk akal. Saya kira, siapa pun

yang melanggar ketentuan Puyang Kemiri akan tidak selamat dan

tidak sempurna hidupnya. Bagaimana hidupnya mau selamat jika

mendua hati (berhianat), pencuri, dan tidak jujur.

- 75 -

Page 76: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Dari sisi budaya, legenda Puyang Kemiri merupakan modal

sosial budaya yang perlu dijaga. Sejatinyalah, legenda Puyang

Kemiri merupakan sumber hukum adat yang memiliki nilai-nilai

universal, menjunjung persatuan, menjunjung rasa hormat terhadap

diri sendiri, rasa hormat terhadap orang lain dan terhadap

lingkungan alam lainnya.

Selanjutnya tugas para agamawan dan budayawan

menyambungkan substansi nilai-nilai tersebut dengan ajaran-ajaran

agama Islam yang juga memiliki nilai-nilai yang sama, dan lalu

menyambungkannya dengan nilai-nilai yang berkembang dalam era

saat ini. Sehingga nilai adat dapat bersinergi dengan nilai agama

dan nilai kebudayaan yang telah mengamali kegayauan

(kegamangan).

Legenda : Melihat Lebih Dekat Kisah

Batu Jung di Ujung Alih

BILA kita bekunjung ke Desa Ujung Alih, Kecamatan Tebing Tinggi,

Kabupaten Empat Lawang, akan kita jumpai sebuah batu besar

yang cukup dikenal masyarakat sebagai batu Jung (Perahu). Batu ini

ternyata cukup bersejarah, dimana tempat penambat tali Jung yang

ditumpangi dua suami istri Puyang Rio Papak dan Puyang Rio

- 76 -

Page 77: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Serona, saat berlabuh di daerah pinggiran sungai Musi tersebut.

Untuk mengetahu lebih dekat kisahnya, berikut hasil wawancara

dengan sesepuh sekaligus P3N Ujung Alih, A Rahman beberapa

waktu lalu.

Sekitar 500 tahun silam, wilayah Desa Ujung Alih masih merupakan

hutan belantara yang dilintasi aliran Sungai Musi yang cukup deras.

Disisi kiri dan kanan sungai terdapat cukup banyak bebatuan besar

yang cukup indah dipandang mata. Hingga kini bebatuan besar

masih nampak terlihat di sepanjang aliran sungai tersebut.

Batu Jung berada di seberang Desa Ujung Alih. Untuk bisa melihat

lebih dekat batu tersebut, saat ini sudah tersedia sarana

penyeberangan berupa jembatan gantung. Tak jarang masyarakat

dari luar desa kerap berkunjung hanya sekedar untuk melihat lebih

dekat cerita legenda yang hingga kini masih banyak masyarakat

mengetahui kisahnya tersebut.

Konon, ratusan tahun silam Puyang Rio Papak dan Puyang Rio

Serona, sengaja berlabuh di tempat itu setelah beberapa hari

menyisiri sungai Musi dengan menggunakan perahu. Sebelum

berlabuh di Desa Ujung Alih (dulunya Desa Jung Alih), Puyang Rio

Papak dan Puyang Rio Serona, sengaja pergi meninggalkan desa

kelahiran mereka yakni Desa Karang Dapo, Kecamatan Ulu Musi.

‘’Saat itu Puyang Rio Papak dan Puyang Rio Serona hanya pergi

berdua dengan menggunakan perahu dan membawa barang

kebutuhan seadanya,’’ demikian kata A Rahman mengawali

ceritanya.

Sebelum pergi meninggalkan Karang Dapo, Puyang Rio Papak dan

Puyang Rio Serona kebetulan memiliki seekor ayam bruge (ayam

hutan,red) yang terbilang ada keajiban tersendiri. Begitu suami istri

ini menaiki perahu, puyang Rio Papak berkata kepada istrinya kalau

- 77 -

Page 78: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

mereka berdua akan terus menaiki perahu dan mengikuti aliran

sungai sebelum ayam bruge yang mereka bawa berkokok.

Siang dan malam, suami istri ini terus menyisiri aliran Sungai

Musi dengan menggunakan perahu. Sejumlah tempat sempat

mereka mampiri guna untuk beristirahat, lalu kemudian

melanjutkan perjalanan dengan mengikuti aliran sungai. ‘’Beberapa

kali mereka berdua mampir dan beristirahat dipinggir sungai, tetap

saja ayam yang dibawanya tidak pernah berkokok,’’ tambah

Rahman.

Perjalanan terus saja dilakukan, hingga akhirnya pada siang hari

suami istri ini mampir dipinggiran sungai Musi tepatnya di Desa

Ujung Alih. Ditempat ini puyang tersebut berlabuh di sebuah batu

putih. Nah, pada saat berlabuh inilah Puyang Rio Papak meletakkan

ayam bruge yang dibawanya diatas batu putih. Tiba-tiba saja, ayam

tersebut berkokok berulang kali.

Tak pelak, Puyang Rio Papak kaget dan langsung mengajak sang

istri untuk menambatkan (mengikatkan) tali tambang perahu ke

batu Jung yang besarnya hampir menyerupai rumah tersebut. Jarak

antara batu putih dan batu Jung sekitar 300 meter kearah hilir

sungai. ‘’ Puyang Rio Papak dan Puyang Rio Serona lalu

menambatkan tali perahunya di batu Jung, dan saat itu juga

langsung mengghentikan perjalanan mereka dan berlabuhlah

selamanya di pinggiran aliran sungai Musi,’’ ujar Rahman, seraya

mengatakan kalau batu Jung adalah tempat kedua puyang tersebut

menambatkan tali tambang perahu.

Sejak itulah, Puyang Rio Papak bersama istri membina keluarga di

Desa Ujung Alih. Membangun tempat tinggal lalu kemudian

mempunyai keturunan. Anak cucu puyang Rio Papak ini pun

bertambah banyak hingga akhirnya kini terbentuklah sebuah

perkampungan penduduk dan kini menjadi sebuah desa.

- 78 -

Page 79: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Kenapa desa ini disebut Jung Alih? ‘’Jung Alih artinya pindah. Kenapa

dikatakan pindah, karena kedua puyang ini berlabuh di Jung Alih

karena pindah tempat dari Desa Karang Dapo, Ulu Musi,’’ jelas

Rahman.

Puyang Rio Papak, menurut Rahman mempunyai tiga orang anak

masing-masing Puyang Rio Benang, Puyang Kebal Aji Ronen dan

Puyang Gadis. ‘’Puyang Rio Benang cukup dikenal kesaktiannya

dapat menghidupkan orang yang sudah meninggal di medan

perang. Kalau puyang Kebal Aji Ronen mempunyai ilmu kebal,’’

ungkapnya.

Nah, untuk puyang Gadis hingga kini mempunyai cerita legenda

kalau puyang satu ini tidak pernah ditemukan. ‘’Pada suatu hari

puyang Gadis mandi dipinggir sungai berseberangan dengan batu

Jung. Ketika sedang asyik mandi di sungai tersebut, tiba-tiba puyang

Gadis hilang. Upaya pencarian pun terus dilakukan namun hingga

kini masih belum ditemukan,’’ ujarnya.

Konon, hilangnya puyang Gadis ini karena disaat sedang

mandi ia bertemu seekor naga dan saat itu langsung ikut serta

buaya tersebut dan menikah dengan buaya tersebut. ‘’Itu sebabnya

ditempat pemandian warga dihilir kampung ada yang namanya

saung naga, karena puyang Gadis hilang disana,’’ katanya.

Menurut Rahman, batu Jung dan makam puyang Rio Papak

dan Rio Serona hingga kini masih sering dikunjungi masyarakat

hanya sekedar untuk ziarah dan ingin melihat lebih dekat cerita

legenda tersebut. ‘’Bahkan kalau musim nomor buntut dulu banyak

pula yang sengaja datang untuk bertarak,’’ ucapnya.

Mitos : Cerita Antu Banyu

- 79 -

Page 80: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

ADA suatu mitos yang sangat populer di tengah masyarakat

Sumatera Selatan, yaitu cerita mengenai Antu Banyu. Cerita Antu

Banyu ini begitu terkenal di tengah masyarakat pendukungnya

karena cerita ini begitu melekat sejak lama dan diwarisi oleh

pewaris aktifnya secara turun-temurun intergenerasi bahkan

antargenerasi.

Jika ada seorang anak kecil sering atau suka bermain di sungai

dalam jangka waktu yang lama, biasanya akan ditegur oleh orang

tua, kerabat, dan sebagainya dengan mengatakan “Jangan galak

main di sungi Musi (nama sungai di Sumatera Selatan), gek ado

antu banyu!” (bahasa Melayu Palembang dan Musi), Dang galak

mido di way Selabung (nama sungai di Muara Dua) tulik dikanik

hantu lawok!” (bahasa Daya) atau “Jangan galak mandi di ayik

Lintang (nama sungai di daerah Empat Lawang), kelo dipaju antu

ayik!“ (bahasa Lintang)

Nama hantu yang biasa hidup di air ini, di Sumatera Selatan

dikenal dengan nama yang bermacam-macam. Masyarakat

Komering mengenalnya dengan nama Antu Anyar, masyarakat

Lintang mengenalnya dengan nama Antu Ayek atau dengan nama

lain Selingkup, dan masyarakat Muara Dua mengenal jenis hantu ini

dengan sebutan Hantu Lawok, dan masyarakat Melayu Palembang

atau Musi mengenalnya dengan nama Antu Banyu. Apa pun

namanya, jenis hantu ini habitat hidupnya di air dengan karakter

tersendiri di tengah masyarakat pendukungnya.

Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa hantu jenis ini

memiliki versi dan varian. Masyarakat Sumatera Selatan secara

geografis memiliki banyak sungai memungkinkan cerita ini

berkembang dengan pesat melampaui batas ruang dan waktu.

Wajar saja, seolah-olah di tengah masyarakat Sumatera Selatan

kemasyuran hantu yang hidup di air ini begitu melekat dan

“membumi”. Kehadiran cerita Antu Banyu ini menimbulkan nuansa

- 80 -

Page 81: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

tersendiri bagi masyarakat, terutama masyarakat yang hidupnya di

sungai-sungai atau di daerah laut yang ada di Sumatera Selatan.

Percaya atau tidak, hampir semua daerah di Sumatera Selatan

mengenal mitos mengenai hantu yang hidupnya di air ini.

Menurut Bascom dalam Danandjaja (2002:50) mitos atau mite

merupakan cerita rakyat dianggap benar-benar terjadi serta

dianggap suci oleh empunya cerita. Biasanya mitos ditokohi oleh

para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa solah-olah terjadi

di dunia lain atau di dunia yang bukan seperti yang kita kenal

sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Folk atau kolektif

masyarakat menentukan bahwa cerita hantu yang hidup di air ini

termasuk dalam kategori mitos sebab folk pemilik atau pendukung

cerita ini begitu melekat dan “membumi” di tengah masyarakat

yang “hidupnya” dilingkupi sungai atau laut. Selain itu, menurut

Bascom bahwa karakteristik mite atau mitos dapat diketahui dari

bentuk topografi, bentuk khas, berikut petualangannya.

Antu Banyu memiliki karakteristik berambut panjang dan

keras, rambutnya seperti satang (buluh yang panjang) karena itu

apabila rambut ini sudah berada diatas kapal, perahu, sampan atau

ketek biasanya perahu atau kapal atau ketek tersebut akan karam.

Selain rambut tersebut berat juga tajam karena itu kalau antu

banyu telah meletakkan rambutnya yang panjang tersebut ke atas

kapal atau sampan maupun ketek biasanya penghuninya akan

menjadi “santapannya”. Kemudian mangsanya akan ditemukan oleh

penduduk setempat dalam keadaan terapung dengan ubun-ubuh

atau punggung sum-sum tulang belakang dalam keadaan bolong.

Konon, antu banyu sangat menggemari wilayah ubun-ubun kepala

dan bagian sum-sum tulang belakang manusia.

Hantu banyu yang memiliki habitat hidup di air biasanya

menghuni gua-gua yang ada di sepanjang sungai dan lorong-lorong

atau pusaran yang ada di dalam sungai dan di waktu-waktu tertentu

- 81 -

Page 82: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

akan memangsa korbannya. Caranya memangsa korban pun

dengan cara menaikkan rambutnya ke perahu atau ketek, saat

penghuni ketek kewalahan perahu atau keteknya akan karam, saat

itu juga sang antu banyu akan memangsa korbannya. Karena

berambut panjang, disinyalir hantu banyu ini berjenis kelamin laki-

laki(?). Biasanya antu banyu sangat selektif memangsa korbanya,

antara lain pendatang baru di daerah tersebut, anak-anak, atau juga

remaja berusia akil baliq.

Mitos mengenai antu banyu ini berdasarkan tempat asalnya

(hidup di air atau sungai Sumatera Selatan), sepertinya merupakan

mitos asli Sumatera Selatan (Indonesia) bukan berasal dari luar

negeri, terutama dari India, Arab, dan sekitar Laut Tengah yang

umumnya telah mengalami pengolahan lebih lanjut. Hal ini

disebabkan mereka telah mengalami yang oleh Robert Redfí et. Al.

disebut sebagai proses adaptasi (adaptation). Walaupun tidak

dipungkiri bahwa di negara lain juga punya kepercayaan atau mitos

mengenai hantu yang hidup di air ini, seperti Inggris, Jepang,

Thailand, dan Cina. Namun, cerita antu banyu yang hidup di

Sumatera Selatan (Indonesia) punya versi dan karakteristik yang

berbeda. Cerita antu banyu yang terkenal di Sumatera Selatan tidak

terlepas dari struktur dan historis Sumatera Selatan yang memiliki

banyak wilayah perairan. Tidak berlebihan jika dikenal dengan

sebutan “Negeri Batanghari Sembilan” (Negeri sembilan Sungai,

yaitu Sungai Komering, Rawas, Batanghari, Leko, Lakitan, Kelingi,

Lematang, Semangus, dan Ogan. Untuk mengetahui keterkaitan

suatu mitos dari satu negara perlu melakukan studi komparatif

dengan cara membandingkan versi atau varian cerita tersebut.

Namun, sangatlah sulit karena memakan waktu yang tidak singkat.

Menurut Danandjaja, pada dasarnya jika ada kesamaan antara

cerita dengan cerita yang lain biasanya ada dua kemungkinan yang

melatarbelakanginya, yaitu (1) monogenesis: suatu penemuan yang

diikuti proses difusi (diffusion) atau penyebaran, (2) sebagai akibat

poligenesis, yang disebabkan oleh penemuan-penemuan yang

- 82 -

Page 83: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

sendiri (independent invention) atau sejajar (parallel invention) dari

motif-motif cerita yang sama, di tempat-tempat yang berlainan

serta dalam masa yang berlainan atau bersamaan.

Teori-teori yang tergolong monogenesis, antara lain teori

Grimm bersaudara, teori mitologi matahari Max Muller, dan teori

Indianist Theodore Benfley. Ahli-ahli dongeng Jerman, seperti Yacob

dan Wilhelm Grimm yang hidup dalam abab ke-19 M, walaupun

mengakui adanya kemungkinan itu, namun lebih menekankan pada

difusi (monogenesis) sebagai penyebab adanya kesejajaran itu.

Pendapat kedua bersaudara itu dianut kebanyakan ahli foklor di

dunia.

Cerita mengenai antu banyu ini demikian menarik untuk

dibahas maupun diperbincangkan. Cerita mengenai hantu yang

hidupnya di air ini bukan hanya dianggap sekedar meneguhkan

kebenaran tahayul atau kepercayaan masyarakat kolektifnya.

Niscaya, cerita mengenai hantu ini berguna bagi kolektifnya,

setidak-tidaknya dapat mengajarkan kepada kita agar disiplin dalam

menggunakan waktu dan mengharmoniskan kita dalam mengasihi

anak-anak. Bagaimana bisa? Orang yang berlama-lama di air tanpa

ada pekerjaan biasanya tidak efisien dalam menggunakan waktu

dan orang tua harus memperhatikan anak-anaknya agar tidak lama

berada di sungai. Jika tidak, hantu yang kerap kali berada di air ini

siap memangsa Anda!

Mitos: Tebat Seghut, Sarang Siluman Bumi

Empat Lawang

Daerah Lintang Empat Lawang atau orang tua zaman dahulu

lazim menyebutnya Empat Lawang terkenal sebagai daerah yang

melahirkan banyak pahlawan dan pendekar. Nama Empat Lawang

- 83 -

Page 84: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

itu sendiri mengandung arti empat orang pahlawan yang berasal

dari Daerah Lintang.

Keempat pahlawan (pendekar) itu adalah leluhur Orang

Lintang yang pernah berjasa menyelamatkan Sunan Palembang dari

sergapan musuh. Atas jasa mereka itu Sunan Palembang memberi

mereka gelar Pahlawan. Karena mereka berasal dari Lintang maka

disebut Empat Pahlawan dari Lintang.

Daerah Lintang Empat Lawang ini berada dalam wilayah

Sumatera Selatan, berbatasan langsung dengan Provinsi Bengkulu.

Kepahlawanan dan kependekaran orang-orang Lintang sudah tenar

di seantero Sumatera Selatan dan Bengkulu. Dalam pertempuran

orang Lintang punya semboyan Nedo Munuh, Mati Jadilah (tidak

membunuh, mati jadilah). Semboyan ini tetap dipegang teguh

sampai sekarang.

Di daerah ini banyak terdapat tempat-tempat angker yang

menjadi sarang mahluk halus sejenis peri (jin perempuan), mesumai

(siluman yang pandai menyamar jadi seseorang), jin, dan ular

siluman.

Tempat angker itu diantaranya Tebat Seghut, Pangkal

Jeramba Ayik Lintang, Ayik Gaung, dan Hutan Larangan dan

beberapa tempat lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Dalam tulisan ini aku hanya menceritakan seputar misteri

Tebat Seghut. Tempat ini berupa danau kecil yang disebut Tebat

(bahasa Lintang,red) yang penuh belukar (”seghut” bahasa

Lintang,red).

Tebat Seghut ini pada zaman dahulu dikuasai oleh Repati

Qoris (Repati atau depati adalah sebutan untuk raja bawahan Sunan

Palembang). Sekarang keturunan Repati Qoris yang mewarisinya.

Sejak masa Repati Qoris hingga keturunannya Tebat Seghut

- 84 -

Page 85: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

dijadikan tempat memelihara ikan, yang akan dipanen setahun

sekali.

Keangkeran Tebat Seghut sudah tidak asing lagi bagi

masyarakat Lintang, khususnya yang berada di desa-desa terdekat

seperti Desa Gunung Meraksa Baru, Beruge Tengah, Batucawang,

Manggilan, Beruge Ilir, Pendopo Lintang. dan Muaralintang.

Ular Raksasa

Pada era tahun 70-an keangkeran Tebat Seghut masih sering

terdengar. Berbagai penampakan baik siang maupun malam sering

jadi buah bibir. Pada waktu itu aku masih duduk di bangku sekolah

dasar. Cerita-cerita seram tentang Tebat Seghut sangat akrab di

telingku. Apalagi tempat ini masih masuk dalam wilayah desaku,

Gunung Meraksa Baru.

Suatu hari teman sekolahku bernama Saman ikut orang

tuanya memancing ikan di Tebat Seghut. Hari itu adalah Jumat.

Perlu diketahui bahwa hari Jumat adalah hari terlarang bagi warga

setempat untuk mendekati Tebat Seghut apalagi saat orang sholat

Jumat.

Sebagaimana lazimnya hari Jumat ,jam sekolah lebih pendek,

pukul 11.00 anak-anak sudah pulang. Hari itu sepulang sekolah

Saman langsung menghambur ke kebun, menyusul orang tua dan

kakak-kakaknya.

Sesampai di kebun yang berada di tepi Tebat Seghut, Saman

mengajak kakak dan ayahnya memancing ikan. Dia terpikat melihat

ikan melompat-lompat seakan mengundang dia bermain di air.

Mang Dahlan, ayah Saman juga berhasrat membakar ikan untuk

lauk makan siang. Maka mereka pun naik rakit bambu melayari air

Tebat Seghut menuju ke tengah. Mereka kemudian asyik

memancing ikan. Apalagi hari itu ikan sangat mudah melahap

umpan di mata kail, sehingga dalam waktu sebentar saja mereka

- 85 -

Page 86: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

sudah mendapat banyak ikan.

Merasa belum puas dengan hasil yang didapat, Mang Dahlan

bermaksud menggeser rakit ke tempat yang diperkirakan ikannya

lebih besar. Saman dan kakaknya ikut mengayuh galah bambu

sebagai alat menggerakkan rakit supaya meluncur di air.

Saat itulah, tutur Saman, terjadi keanehan. Rakit yang semula

amat mudah digerakkan mendadak tidak mau bergeser. Tiap kali

mereka mengayuh galah bambu, rakit hanya berputar-putar di

tempat. Karena jengkel, Mang Dahlan mengumpat-umpat sambil

membentak, ”Hai setan! Jangan ganggu kami, kalau berani keluar!”.

Sesaat setelah ayahnya mengumpat dan mengeluarkan

makian, kata Saman, air di sekitar rakit tiba-tiba menggelegak,

mengeluarkan buih seperti air mendidih. Mereka semua terkejut.

Namun, belum hilang rasa tekejut itu mereka dikagetkan lagi

dengan munculnya seekor ular raksasa sebesar batang kelapa.

”Saya tak kuasa menahan kencing,” kata Saman. Sedangkan

ayahnya langsung terduduk lemas di atas rakit, begitu pula dengan

kakaknya. Sesaat mereka terpukau, tak bisa berbuat apa-apa.

Untung saja ayah Saman cepat menyadari kekeliruannya. Dia

langsung memohon maaf pada penguasa Tebat Seghut dan

menyatakan penyesalan. ”Ninek, puyang penunggu Tebat Seghut,

aku minta maaf, aku ngaku salah. Tolong bebaskan kami”, Mang

Dahlan menghiba sambil berlutut.

Seakan mengerti permintaan maaf Mang Dahlan, ular besar

yang tadi mengangkat kepala menjulang setinggi lima meter, itu

mendadak menceburkan diri kembali ke dalam air. Rakit yang

ditumpangi Mang Dahlan dan dua anak lelakinya itu terguncang-

guncang oleh gelombang air bekas hempasan tubuh ular raksasa

tadi.

- 86 -

Page 87: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Setelah ular itu menghilang di kedalaman air Tebat Seghut,

barulah rakit yang mereka tumpangi bisa dikemudikan lagi. Mereka

lalu cepat-cepat menepi, lalu mendarat membawa ikan hasil

mancing.

Sejak saat itu, kata Saman, mereka tidak berani lagi

sembarangan turun mencari ikan di Tebat Seghut.

Dilarikan Mesumai

Mesumai adalah sebutan masyarakat Lintang untuk makhluk

halus yang biasa menyamar menjadi seseorang. Makhluk ini

terkenal jahil, suka menyembunyikan seseorang dengan menyamar

sebagai teman dekat, saudara atau orang tua kita.

Kemunculannya biasanya saat menjelang maghrib, tengah

hari waktu menjelang shalat dzuhur atau shalat jumat atau di

tempat-tempat sepi.

Suatu hari tahun 1976, desaku kedatangan seorang guru dari

Yogyakarta. Sumanto, nama guru itu. Dia mengajar di SMP Negeri

Pendopo Lintang. Pak Sumanto, demikian kami biasa

memanggilnya, dia mondok di rumah uwakku yang mengakuinya

sebagai anak angkat.

Sejak kedatangannya di desaku, dia sudah diberitahu tentang

berbagai pantangan di sini. Misalnya, saat menjelang waktu-waktu

shalat tidak boleh melakukan perjalanan ke tepi hutan atau ke

kebun. Pulang dari kebun jangan terlalu sore apalagi sudah

mendekati waktu maghrib. Jika berada di kebun atau hutan tidak

boleh berteriak-teriak memanggil nama orang.

Peringatan itu ternyata tidak menjadi perhatian Pak Sumanto.

Dia merasa berasal dari kota besar yang jauh dari kepercayaan

berbau tahayul. Hal-hal yang lazim jadi pantangan warga setempat

diabaikan saja oleh Pak Sumanto.

- 87 -

Page 88: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Hingga pada suatu hari hal yang ditakutkan terjadi menimpa

Pak Sumanto. Lelaki penyandang Dan II Karate itu dikabarkan

hilang. Seisi kampung geger. Semua lelaki dewasa dan anak-anak

muda dikerahkan mencarinya ke dalam hutan kawasan Tebat

Seghut. Pencarian berlangsung hingga tengah malam.

Pada saat tim pencari sudah berkumpul kembali di desa

dengan tangan hampa, Pak Sumanto tiba-tiba muncul di samping

rumah seorang warga. Dia ditemukan dalam keadaan linglung dan

berusaha melarikan diri ketika berjumpa penduduk. Untung warga

cepat tanggap dan langsung meringkusnya. Dia langsung dibawa

pulang dan dimandikan. Setelah dibacakan beberapa ayat Al Quran

barulah Sumanto sadar. Dia terheran-heran melihat banyak orang

mengerubunginya.

Apa yang dialami Pak Sumato hari itu? Menurut penuturannya,

siangnya, tepatnya pukul 11.30, kebetulan hari itu Jumat, dia

berangkat ke kebun cengkeh milik ibu angkatnya. Dia ingin

membantu memetik cengkeh. Padahal, ibu angkatnya sudah

melarang dan menyarankan agar dia berangkat ke kebun seusai

waktu shalat jumat. Ternyata diam-diam dia tetap berangkat.

Ketika mendekati hutan, tutur Pak Sumanto, tiba-tiba dia lupa

arah ke kebun. Dia berputar-putar di satu tempat, tidak ketemu

jalan. Berulang-ulang dia berjalan, tapi kembali ke tempat itu-itu

juga. Akhirnya dia kelelahan, lalu beristirahat di bawah sebatang

kelapa.

Saat dia beristirahat itulah ada seorang lelaki pendek dan

kekar berpakaian serba hitam menghampirinya. Pak Sumanto

langsung saja bertanya pada orang itu arah ke kebun Pak Haji Azis,

bapak angkatnya. Lelaki berpakaian hitam itu menunjuk ke satu

arah sembari menawarkan jasa mengantar Pak Sumanto.

- 88 -

Page 89: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Menurut Pak Sumanto dia mengikuti orang misterius itu

berjalan menuju kebun Haji Azis. Dia merasa baru berjalan beberapa

menit ketika ditemukan orang di dekat sebuah rumah penduduk.

”Saya baru sadar setelah berada di rumah, ternyata saya berjalan

hampir sehari penuh,”tuturnya. Sejak saat itu Pak Sumanto berhati-

hati bila mendekati kawasan Tebat Seghut.

II.8. Makanan Khas Empat Lawang

1. Kue Lapis Maksuba

Bahan:

Telor bebek 10 butir

Telor ayam 10 butir

Gula pasir 500 gr

Susu Kental Manis 1/2 kaleng

Mentega 250 g

Vanili 1/2 sdt

Garam 1/2 sdt

Terigu 2 sdm

Cara pembuatan :

- 89 -

Page 90: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

1. Campur telur dengan gula pasir. Mixer dengan kecepatan paling

rendah. Setelah butiran gula menjadi lebih halus, masukkan susu

kental manis. Aduk hingga rata.

2. Masukkan mentega sedikit demi sedikit, hingga rata.

3. Masukkan terigu. Aduk hingga rata. Matikan mixer. Ambil adonan

secangkir, tuang ke dalam loyang.

4. Untuk lapisan pertama bakar dengan api bawah.

5. Untuk lapisan selanjutnya bakar dengan api atas.

Berikut ini adalah gambar proses pembuatannya:

1. Ini adalah foto pertama kali pada saat telur dicampur sama gula

pasir.

2. Ini adalah gambar pada saat terigu sudah masuk

- 90 -

Page 91: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

3. Ini adalah foto setelah beberapa lapis.

4. Setiap lapis harus ditekan agar tidak lepas dengan lapisan

berikutnya.

5. Oven menggunakan api atas

2. Kemplang 

Kemplang Goreng merupakan makanan khas Palembang yg

terbuat dari ikan & sagu diolah sedemikian rupa sehingga memiliki

rasa yang lezat. Disajikan dengan sambal khas dan kadang-kadang

bisa dimakan bersama cuko yg terbuat dari cuka & cabe sehingga

menambah sedap cita rasanya. Aneka kemplang goreng Palembang

inipun bermacam-macam yaitu kempalng goreng batok, kempalang

- 91 -

Page 92: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

goreng kancing, kempalang goreng sedang bulat dsb yang

membedakannya adalah bentuknya.

 

Kemplang panggang merupakan makanan khas dari Palembang yg

terbuat dari ikan & sagu diolah sedemikian rupa sehingga memiliki

rasa yg lezat. Disajikan dgn sambal khas dan kadang-kadang bisa

dimakan bersama cuko yg terbuat dari cuka & cabe sehingga

menambah

sedap cita rasanya. Aneka kemplang panggang Palembang inipun

bermacam-macam yaitu kempalng panggang lidah badak,

kempalang panggang kancing, kempalang panggan bulat, kemplang

panggang bintang dsb yang membedakannya adalah bentuknya. 

3. Laksan

 

- 92 -

Page 93: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Laksan adalah makanan khas Palembang yang terbuat dari bahan

baku sagu dan ikan. Laksan dibuat dalam bentuk oval dengan rasa

yang hampir seperti pempek, tetapi disajikan dengan menggunakan

kuah santan.

4. Engkak Ketan

Bahan dan Bumbu :

3 btr telur

500 gr tepung ketan

500 gr gula pasir

75 gr gula merah

400 cc air

375 cc santan kental

1/2 btr kelapa digongseng dan ditumbuk

1 sdt garam

1/4 sdt vanili

Cara Memasak :

1. Gula dan air dimasak sampai larut

2. Telur dikocok sebentar, lalu masukan gula dan tepung ketan,

aduk rata.

3. Masukkan vanili, garam, dan santan. Aduk sampai rata.

4. Panggang sampai matang seperti memanggang kue lapis

legit ukuran loyang 18x18x7cm

- 93 -

Page 94: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

5. Kue Gunjing

Bahan: 1 gelas/125 gr tepung beras

½ gelas/±65 gr tepung ketan

1 butir kelapa, parut

1 sdt garam

1 gelas/ 250 cc air

Cara membuat:

1. Campur tepung beras, tepung ketan, kelapa parut dan garam.

Tuangi sedikit air demi sedikit sambil diaduk perlahan hingga

menjadi adonan yang licin. Tuang kedalam loyang.

- 94 -

Page 95: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

2. Pangang hingga matang

6. Resep Kue Gandus

Kue Gandus merupakan salah satu kue tradisional khas Palembang.

Kue ini berbahan dasar tepung beras sehingga berwana putih serta

bagian atasnya diberi taburan ebi, seledri, irisan cabai merah serta

bawang goreng.

Resep Bahan Kue Gandus :

tepung beras 200 gram

santan kental 700 ml

garam 1/2 sendok teh

daun pandan 1 lembar

Resep Taburan Kue Gandus :

ebi 100 gram, rendam dalam air, tiriskan

seledri 5 tangkai, iris halus

cabai merah 3 buah, iris halus

bawang goreng secukupnya

Cara Membuat Kue Gandus :

1. Rebus santan dengan garam dan daun pandan hingga

mendidih. Angkat dan dinginkan. Buang daun pandannya.

- 95 -

Page 96: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

2. Tuang santan ke dalam tepung beras sedikit demi sedikit

sambil diaduk hingga terbentuk larutan yang licin.

3. Tuang larutan ke dalam cetakan mangkuk/loyang 22 x 22

yang telah diolesi minyak goreng tipis-tipis.

4. Kukus hingga matang.

5. Taburkan bahan teburan dan kukus kembali hingga taburan

menempel.

6. Angkat dan sajikan.

Untuk 18 buah

7. Dodol durian / Lempok

Bahan: 1 kg durian

500 gr gula pasir

Cara membuat:1. Kupas durian yan sudah masak, ambil dagingnya. Masukkan

ke dalam kuali, jerang di atas api sambil diaduk-aduk agar

tidak berkerak. Aduk terus hingga warnanya kekuning –

kuningan.

2. Masukkan gula, terus aduk hingga warnanya coklat kehitam-

hitaman dan kering. Lempok siap diangkat dan dianggap

matang jika sudah tidak lengket di pengadukan. Lempok siap

dikemas dalam plastik dan diberi label.

- 96 -

Page 97: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

8. Kue delapan Jam

Bahan: 15 butir telur ayam

1 gelas/200 gr gula pasir

1 gelas/ 250 cc susu cair

¼ gelas/±65 cc margarin cair/minyak samin

Cara membuat:1. Campur telur dan gula, kocok hingga gula larut. Masukkan

susu dan minyak samin. Aduk rata.

2. Tuang adonan ke dalam loyang. Kukus selama 8 jam hingga matang. Angkat kemudian bakar dalam oven. Mula-mula dengan api bawah hingga kering, setelah itu dengan api atas hingga warnanya menjadi agak kuning kecoklatan.

- 97 -

Page 98: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Dari makalah diatas dapat disimpulkan:

1. Kesenian yang ada di daerah Empat lawang yaitu

Rejung

Andai-andai

Kuntau

Guritan

Bajidur

Tarian yang meliputi tari perang, tari Melami menda,

dan tari ngarak pengantin.

2. Objek wisata di daerah empat lawang yaitu: air terjun

tujuh panggung, ayek lintang, ayek Payau, dan Wisata Arung

Jeram di Ulu Musi.

3. Makanan Khas daerah empat lawang hampir sama dengan Palembang diantaranya:

Kue Engkak ketan, Maksuba, Gunjing, Laksan, Lempok, Kue delapan jam dan

Kemplang,

III.2. Saran

- 98 -

Page 99: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

1. Selaku generasi muda seharusnya kita peduli

terhadap budaya daerah kita antara lain dengan

cara: Menjaga dan melestarikan kebudayaan

daerah kita.

2. Cintailah budaya daerah kita, karena kebudayaan

daerah adalah aset yang berharga bagi Negara

kita, Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/

http://blog-indonesia.com/blog.php?blogger=4494

http://midangmusi.blogspot.com/2009/05/serapungan-di-empat-lawang.html

http://rahmancakencookies.blogspot.com/2009/10/kue-lapis-maksuba-khas-

palembang.html

http://rejang-lebong.blogspot.com/2008/12/ceirta-puyang-

kemiri-legenda-empat.html

http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2008/08/

bela-diri-kuntau-milik-empat-lawang.html

http://www.damarprasetya.co.cc/2009/09/baju-adat-

sumatera-selatan.html

http://4lawang.wordpress.com/2009/02/18/melihat-lebih-

dekat-kisah-batu-jung-di-ujung-alih-2/

http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2009/06/

sungai-payau-ayek.html

http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2009/06/air-

terjun-tujuh-panggung.html

- 99 -

Page 100: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2009/06/

ayek-lintang-dalam-foto.html

http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2007/09/

adat-perkawinan-daerah-lintang-iv.html

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0904/13/wis01.html

http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2007/06/seni-

budaya-daerah-lintang-iv-lawang.html

http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2007/06/

berdirinya-kabupaten-iv-lawang.html

http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2007/08/asal-

mula-nama-empat-lawang.html

http://forumlintangempatlawang.blogspot.com/2008/03/

rumah-panggung-khas-empat-lawang.html

- 100 -

Page 101: Makalah Kebudayaan Lintang Empat Lawang

Lampiran

Pakaian adat Kabupaten Empat Lawang

- 101 -