njop untuk kepentingan di luar perpajakan - pbb i
DESCRIPTION
NJOP Untuk Kepentingan Di Luar Perpajakan.TRANSCRIPT
NJOP UNTUK KEPENTINGAN DI LUAR PERPAJAKAN
ANGGOTA KELOMPOK II :
ADITYA TRI RAHMADI P.
AHMAD SYARIF
ANDREAS MARTIN
DEBRIAN RUHUT SARAGIH
EVAN SAPUTRA
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
SPESIALISASI PENILAI/PBB
2009
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................2
1.1 PENGERTIAN...................................................................................................................................21.2 LATAR BELAKANG............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................4
2.1 PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP).....................................................................................4a. Mekanisme Penetapan NJOP.................................................................................................4b. Pihak-pihak yang dilibatkan dalam Penetapan NJOP............................................................5
2.2 NJOP UNTUK BERBAGAI KEPENTINGAN DI LUAR PERPAJAKAN................................................................5a. Pemanfaatan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB sebagai nilai tunggal untuk berbagai kepentingan (single value for multipurposes)................................................................................5b. Pemanfaatan Informasi Rinci Objek Pajak untuk pembentukan Sistem Informasi Pertanahan Multi Guna.................................................................................................................9
2.3 PENINGKATAN AKURASI, VALIDASI, DAN OBJEKTIVITAS DALAM PENENTUAN NJOP MENDEKATI NILAI PASAR WAJAR................................................................................................................................................9
a. Melalui pembentukan Bank Data Nilai Pasar Properti...........................................................9b. Melalui peningkatan Perlibatan Elemen Masyarakat dalam Pelaksanaan Penilaian..........10
BAB III PENUTUP..........................................................................................................................11
3.1 KESIMPULAN.................................................................................................................................113.2 SARAN.........................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengertian
Tanah merupakan salah satu unit produksi yang dapat menghasilkan barang lainnya.
Sebagai salah satu unit produksi, tanah dapat dimiliki oleh setiap individu untuk memperoleh
pendapatan atau memproduksi barang dan jasa dengan tetap memperhatikan tanggung
jawabnya atas kepemilikan tanah tersebut. Kemampuan ekonomis dan kepemilikan individu
atas suatu obyek tanah mendorong interaksi antara pemilik tanah dan produsen dalam pasar
properti sehingga tanah ditentukan melalui mekanisme pasar.
Tanah merupakan salah satu properti berwujud (Tangible Property) yang sangat peka
terhadap perkembangan. Perkembangan yang cukup pesat pada suatu daerah menyebabkan
kenaikan permintaan berbagai properti pada pasar properti. Dengan adanya kenaikan
permintaan tersebut maka harga properti cenderung meningkat. Dengan adanya
perkembangan suatu daerah untuk tujuan tertentu seperti pembangunan daerah industri
ataupun komersial maka secara otomatis harga tanah didaerah tersebut cenderung meningkat.
Secara fisik, tanah dapat didefinisikan sebagai permukaan bumi bersama-sama dengan
tubuh bumi yang berada dibawahnya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh
manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya wajib untuk
menyerahkan sebagian kenikmatan yang diperolehnya kepada Negara melalui Pajak (Bagian
Umum UU No.12 Tahun 1985 yang diubah dengan UU No.12 Tahun 1994 Tentang Pajak
Bumi dan Bangunan). Pajak yang dikenakan bagi mereka yang memperoleh manfaat dari
bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya adalah Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB).
Dasar yang digunakan untuk mengenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual
Obyek Pajak (NJOP). NJOP merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual
beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis atau nilai perolehan
baru atau Nilai Jual pengganti. NJOP ditetapkan setiap 3 tahun oleh Menteri Keuangan,
kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya,
terutama apabila daerah tersebut mengalami kemajuan nilai ekonomis tanah. NJOP
ditentukan berdasarkan harga rata-rata dari transaksi jual beli, maka dalam pelaksanaan
pengenaan PBB di lapangan dapat saja NJOP lebih tinggi atau lebih rendah dari transaksi jual
beli yang dilakukan masyarakat.
1.2 Latar Belakang
Saat ini hampir seluruh penilaian untuk pengenaan PBB dilakukan secara massal (mass
appraisal) sedangkan penilaian yang dilaksanakan secara individual (individual appraisal)
masih sedikit. Keadaan ini disebabkan kurangnya tenaga dan biaya serta wilayah obyek
pajak yang luas dan besarnya jumlah objek pajak. Penilaian secara massal memiliki
kelemahan, yaitu mengakibatkan kurang akuratnya data dan kurang seragamnya tingkat
penilaian dalam menentukan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
Permasalahan yang sering muncul selama ini adalah masih banyaknya keluhan dari
masyarakat sebagai wajib pajak berkaitan dengan penetapan PBB. Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
(KP PBB) dianggap tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Masyarakat (wajib
pajak) menganggap bahwa NJOP yang ditetapkan oleh KP PBB terlalu tinggi dibanding nilai
pasar yang ada sehingga mereka beramai-ramai mengajukan keberatan atas SPPT yang
mereka terima. Persepsi yang berbeda antara wajib pajak dan petugas pajak dalam hal ini
nilai pasar dan NJOP tanah merupakan sumber masalah yang berkembang selama ini.
Data yang dihimpun baik dari PPAT, agen/broker properti, masyarakat maupun media
massa seringkali menunjukkan angka yang berbeda satu sama lain akibat dari perbedaan
kepentingan. Dengan demikian, data pasar yang merupakan acuan dalam analisis Nilai
Indikasi Rata-Rata (NIR) sebagai dasar penetapan NJOP tanah masih belum akurat. Dalam
penentuan NJOP tanah terjadi tarik-menarik antara aturan teknis dengan keyakinan
masyarakat sehingga timbul keraguan dalam menerapkan analisis NJOP tanah sesuai dengan
nilai pasar, menyebabkan terjadinya kesenjangan antar NJOP tanah yang ditetapkan dengan
nilai pasar yang ada.
Studi Assessment Sales Ratio sebagai salah satu alat yang dapat digunakan secara luas
untuk mengevaluasi masalah yang ada kaitannya dengan Pajak Bumi dan Bangunan, baik itu
menyangkut penetapan, keseragaman maupun keadilan. Selain itu dapat juga digunakan
untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan seputar analisis pasar, penyelesaian keberatan
prosedur penilaian dan masalah lainnya. Rasio yang sering digunakan dalam bidang
penilaian properti untuk kepentingan perpajakan adalah Assessment Ratio (AR) yang
merupakan perbandingan antara NJOP sebagai nilai properti yang ditetapkan terhadap nilai
pasar (market value).
Analisis penentuan NJOP tanah dimaksudkan untuk melihat tingkat penerapan NJOP
tanah terhadap nilai pasar yang berlaku. Studi Assessment Sales Ratio dapat memberi
informasi umum apakah NJOP yang ditetapkan lebih tinggi atau lebih rendah dari pasar.
Penelitian Assessment Sales Ratio hanya dapat dilakukan pada properti (obyek pajak)
dikawasan dimana terdapat transaksi jual beli atau transaksi lain yang dapat digunakan
sebagai acuan perbandingan. Untuk daerah yang tidak terjadi transaksi tidak dapat dilakukan
penelitian tersebut. The International Association of Assessing Officers (IAAO) telah
memberikan rekomendasi ukuran assessment sales ratio (standar on ratio studies) yang dapat
diterima. Dengan rekomendasi ini memudahkan beberapa negara untuk menggunakan standar
yang telah dikeluarkan IAAO sebagai bahan pengukur tingkat keseragaman (uniformity) dan
keadilan (equity) pajak properti.
Penentuan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah berbeda dengan nilai pasar yang ada.
Hal ini disebabkan karena NJOP cenderung bersifat statis karena tidak selalu dilakukan
penyesuaian, sedangkan nilai pasar cenderung bersifat dinamis mengikuti perkembangan
yang terjadi setiap saat. Masalah yang mendasar seperti inilah yang sering terjadi di
berbagai tempat, sehingga perlu diteliti tingkat akurasi penetapan NJOP terhadap nilai pasar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
a. Mekanisme Penetapan NJOP
Sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 1, Undang-undang No. 12 tahun 1994
tentang PBB, NJOP ditetapkan berdasarkan harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar. Adapun mekanisme disebut dengan
analisis Nilai Zona Tanah (ZNT), dimana penilaian objek pajak dilakukan dengan tiga
pendekatan yaitu, pendekatan data pasar (untuk pajak bumi), pendekatan biaya(untuk
data bangunan) dan pendekatan pendapatan (terutama untuk tanah-tanah produktif-
pertanian). Adapun faktor-faktor yang dijadikan acuan untuk NJOP bumi atau tanah
adalah : letak, peruntukan, pamanfaatan tanah, sedangkan untuk NJOP bangunan
adalah bahan bangunan, rekayasa, letak, dan kondisil lingkungan. Data yang
dipergunakan KP PBB untuk harga tanah diperoleh berdasarkan laporan transaksi
jual-beli yang dilakukan oleh notaries yang biasanya diberikan tiap akhir bulan yang
memuat tentang letak tanah yang dijadikan objek jual beli, luas tanah dari harga
tanahnya. Berdasarkan harga tersebut selanjutnya nilai jual tanah atau bumi tersebut
dikelompokkan sesuai klasifikasi NJOP untuk bumi berdasarkan keputusan menteri
keuangan no 174/KMK.04/1993, untuk dilihat berapa ketentuan nilai jualnya.
Sementara itu untuk NJOP untuk bangunan ditentukan dengan pendekatan biaya
yang didasarkan atas harga bahan bangunan yang dipergunakan. Dalam hal ini pada
wajib pajak diminta untuk mengisi formulir rincian data bangunan yang disediakan
oleh KP PBB. Berdasarkan data dalam formulir tersebut selanjutnya untuk penetapan
njopnya dilakukan penilaian berdasarkan daftar biaya komponen bangunan (DBKB)
yang dipergunakan, dimana informasinya diperoleh dari toko-toko bangunan yang
ada. Dari data-data tersebut selanjutnya oleh petugas dari KP PBB diolah dalam
program komputer yang sudah disediakan dari pusat, hingga akan diperoleh NJOP
untuk bangunan.
Sesuai dengan pasal 6 ayat 2 UU PBB penetapan NJOP dieprbaiki setiap 3 tahun
sekali kecuali untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunannya
mengakibatkan nilai NJOP cukup besar, maka penetapan NJOP ditentukan setahun
sekali. Dari keseluruhan mekanisme yang dilakukan dalam rangka penetapan PBB
tersebut persoalan yang muncul biasanya berkaitan dengan penentuan NJOP untuk
bangunan yang dijadikan sebagai acuan untuk penentuan NJOP bangunan. Dalam hal
ini pihak petugas di KP PBB pun tidak bias memberikan jawaban yang jelas, karena
program komputernya sudah dibuat dari pusat.
b. Pihak-pihak yang dilibatkan dalam Penetapan NJOP
Berdasarkan mekanisme yang dikemukakan diatas Nampak bahwa secara
langsung penetapan NJOP dilakukan secara tersentralisis oleh pihak KP PBB sendiri,
yaitu dengan mengacu pada keputusan menteri keuangan dengan menggunakan
program komputer yang sudah ditetapkan oleh pusat. Namun demikian, untuk
memenuhi persyaratan data kelengkapan baik untuk penetapan NJOP bumi maupun
bangunan dilibatkan beberapa komponen masyarakat seperti notaris, kepala desa,
pengembang, pedagang bahan bangunan, gubernur. Dengan demikian keterlibatan
komponen lain diluar kantor pelayanan PBB hanyalah merupakan bentuk keterlibatan
secara tidak langsung saja. Notaris misalnya memberikan informasi yang berkaitan
dengan harga tanah pada suatu tempat, aparat desa membantu memberikan
penyuluhan dan sosialisasi pada warga masyarakat serta membantu mengisikan
rincian dana bangunan, pedagang bahan bangunan memberikan informasi untuk
mengisi DBKB (Daftar Biaya Komponen Bangunan) Gubernur membantu
memberikan pertimbangan kepada menteri keuangan.
2.2 NJOP Untuk Berbagai Kepentingan di Luar Perpajakan
NJOP biasa digunakan untuk menentukan besarnya PBB orang pribadi/badan.
NJOP sendiri terbagi 2 yaitu: NJOP bumi dan NJOP bangunan. Disamping untuk
kepentingan perpajakan, Basis Data PBB berupa NJOP, dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan lainnya sebagai berikut:
a. Pemanfaatan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB sebagai nilai tunggal untuk berbagai
kepentingan (single value for multipurposes)
Beberapa alasan kenapa NJOP dimanfaatkan banyak pihak :
Tuntutan akan kebutuhan Informasi Nilai Pasar Properti.
Belum tersedia sumber informasi nilai pasar properti yang mudah di akses dan
valid.
Belum ada institusi yang berwenang untuk mengelola data dan informasi pasar
properti secara rutin dan berskala nasional.
Mempunyai kekuatan hukum.
Pengertian Nilai Tunggal untuk Berbagai Kepentingan (single value for
multipurposes) dalam konteks ini adalah nilai pasar properti yang diharapkan dapat
digunakan sebagai satu-satunya sumber referensi untuk berbagai kepentingan.
Hal-hal yang melatarberlakangi dibutuhkannya Nilai Acuan Tunggal di atas
adalah:
Sering terjadi praktek mark up nilai properti yang ditujukan memberikan
keuntungan pada pihak tertentu sementara dipihak lain dirugikan, maka diperlukan
pengawasan nilai properti dalam bentuk satu nilai acuan.
Masalah klasik penilaian di Indonesia yaitu rendahnya transparansi, keterbatasan
data pasar, akses data dan tingkat kepercayaan yang menyebabkan pernilaian
menjadi sesuatu yang tidak mudah dilakukan.
Nilai acuan tunggal adalah Nilai Pasar Properti yang dihasilkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak DepKeu yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan/tujuan
antara lain perpajakan, ganti rugi, perbankan, investasi, pembeli dan penjual,dll.
1. Perbankan/Agunan
Nilai suatu properti yang akan digunakan sebagai jaminan atas sejumlah pinjaman
tertentu (dari bank atau pemberi pinjaman lainnya).
Penilaian umumnya dilakukan oleh si pemberi pinjaman untuk mengetahui
seberapa layak properti tersebut digunakan sebagai jaminan.
2. Pembebasan Tanah/Ganti Rugi
Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah,
bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan
pencabutan hak atas tanah.
Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan
hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya
dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah.
Ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan/atau non
fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan,
tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat
memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial
ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.
Kompensasi adalah biaya penggantian, yang diberikan sebagai penggantian atas
tanah dan bangunan yang dibebaskan, secara keseluruhan atau sebagian dan
semua aset/benda tak bergerak di atas tanah dan bangun-bangunan serta tanaman
dan pohon.
Pembebasan lahan adalah kegiatan dalam rangka perolehan lahan, bangunan
atau aset-aset lain dari orang-orang yang terkena dampak untuk kepentingan sub-
proyek/proyek yang diusulkan masyarakat.
Pada umumnya penilaian pembebasan tanah didasarkan pada NJOP yang telah
ditetapkan di daerah tersebut. NJOP, baik untuk bumi, bangunan, maupun tanaman
(SIT) ditetapkan biasanya menggunakan metode pendekatan perbandingan data pasar,
namun ada kalanya untuk property tertentu untuk penilaian pembebasan tanah seorang
penilai biasanya menggunakan 2 pendekatan yang lainnya.
3. Jual-Beli/sewa
Nilai Jual (sale value), yaitu nilai yang telah ditetapkan pihak penjual untuk tujuan
penjualan suatu properti.
Nilai Beli (Purchase value), yaitu nilai yang ditetapkan pembeli untuk
mendapatkan hak atas suatu properti.
Nilai Sewa (rental value), yaitu nilai yang ditetapkan untuk mendapatkan hak
menggunakan suatu properti dalam jangka waktu yang terbatas dan ditetapkan.
Jika ditelusuri aspek legalitasnya, sebenarnya banyak instansi pemerintah yang
bidang tugasnya berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan pekerjaan
penilaian khususnya penilaian properti, yakni pekerjaan mengestimasi nilai pasar suatu
properti untuk kepentingan instansi tersebut.
Penaksiran harga tanah milik/dikuasai Negara DJA UU No. 17/2003, UU No. 1/2004,
dan PP (Draft).
Pengelolaan Brg/kekayaan milik Negara DJAPK PP No. 46 Thn 2002.
Pungutan layanan pertanahan BPN Keppres No. 21/1991.
Lelang aset negara DJPLN UU No. 18/00, PP No. 143/00,
PEMANFAATAN NJOP PBB UU No. 33/2004, Kepmendagri No. 29/2002, 12/2003,
Penyusunan Neraca Daerah Kab/Prop. Pemerintah Daerah Perpres No. 36/2005
Penentuan ganti rugi Kab/Prop. Penentuan nilai premi asuransi, dll Bukan Bank
Peraturan BINo.6/19/PBI/2004 Agunan Pinjaman Perbankan Lembaga Keuangan
Legalitas Kepentingan Instansi.
NO.
Instansi Tujuan Peraturan
1 Direktorat Jenderal Pajak, Depkeu Penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai dasar pengenaan PBB
UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah dengan UU No.12 Tahun 1994
Penentuan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebagai dasar pengenaan BPHTB
UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2000
2 Perbankan Penilaian asset KMK RI No. 222/KMK.017/1993 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan akusisi bank.
Penilaian Agunan UU RI No. 7 tahun 1992 jo. UU RI No. 10 th. 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
3 Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
Penilaian asset Keppres RI No. 34 tahun 1998 tentang Tugas dan Kewenangan Badan Penyehatan Perbankan
Nasional
4 Departemen Dalam Negeri (Pemerintah Daerah)
Penyusunan Neraca asset daerah Kep. Menteri Dalam Negeri No. 112 tahun 2003 Tentang Pedoman Penilaian Barang Daerah.Pasal 3, kriteria yang dignakan dalam penilaian Barang Daerah ditentukan sebagai berikut :a. Penilaian
Tanah menggunakan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
5 Pemerintah Daerah/Pusat Kompensasi, Ganti rugi Keppres 55 tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.Pasal 15, Perhitungan ganti kerugian ditetapkan atas dasar:a. Harga tanah yang
didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak bumi dan bangunan yang terakhir untuk tanah yang bersangkutan
NJOP yang merupakan produk penilaian dari Direktorat Jenderal Pajak
Departemen Keuangan dalam perkembangannya telah dibutuhkan dan dipercaya oleh
banyak instansi pemerintah lainnya sebagai dasar dalam aktivitas penilaian properti
sesuai dengan kepentingan masing-masing.
b. Pemanfaatan Informasi Rinci Objek Pajak untuk pembentukan Sistem Informasi Pertanahan Multi Guna.
Berbagai informasi yang tersedia dalam Informasi Rinci Objek Pajak
Perumahan dan non Perumahan seperti di atas dapat dimanfaatkan untuk
pembentukan Sistem Informasi Pertanahan Multi Guna. Dalam 1 NOP atas bidang
tanah yang sama yang ditunjukkan secara spasial, dapat memberikan informasi
pertanahan (jenis dan nomor hak pemilikan tanah), bangunan (nomor IMB),
perpajakan (NPWP), tagihan telepon dan listrik, kendaraan dan lain-lain.
2.3 Peningkatan Akurasi, Validasi, dan Objektivitas dalam Penentuan NJOP Mendekati Nilai Pasar Wajar
a. Melalui pembentukan Bank Data Nilai Pasar Properti
Informasi nilai pasar properti yang objektif pada saat ini sudah menjadi
kebutuhan semua stakeholder untuk berbagai kepentingan. Untuk mewujudkan sistem
informasi nilai pasar properti yang akurat, objektif dan adil maka dipandang perlu
untuk mencari solusi alternatif, antara lain diusulkan dengan pembentukan bank data
nasional nilai pasar properti. Mengingat karakteristik informasi nilai pasar properti
tersebut bersifat historis dan statis maka perlu dibangun dengan sistem georeference
yang dapat dijembatani dengan penerapan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang
mampu mngintegrasikan data atributik dan spasial sehingga dapat memberikan
informasi yang lebih hidup, akurat, tajam dan mudah dipahami khususnya untuk tujuan
penilaian.
Konkritnya, untuk meningkatkan kualitas basis data PBB dan BPHTB dan
validasi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) maka perlu dibentuk bank data nilai pasar
properti di masing-masing KPPBB. Tujuan pembentukan bank data nilai pasar properti
adalah:
Menjadikan landasan dalam menganalisis, menyusun, dan menyempurnakan Zona
Nilai Tanah/Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) sehingga penentuan NJOP mendekati
atau sama dengan nilai pasar.
Meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam proses
penentuan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) untuk penetapan NJOP sebagai dasar
pengenaan PBB dan untuk kepentingan lainnya.
Bank data nilai pasar properti ini menyediakan Informasi dan Analisis Data Nilai Pasar
Properti yang bersumber dari data Non PPAT seperti broker, lelang, penjual dan
pembeli, baik untuk data transaksi, jual-beli maupun penawaran, yang tingkat
akurasinya dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan.
b. Melalui peningkatan Perlibatan Elemen Masyarakat dalam Pelaksanaan Penilaian
Tujuan utamanya adalah agar hasil penilaian yang berupa njop secara psikologis
dapat diterima oleh semua stakeholder terutama unsur masyarakat. Namun lebih luas
lagi, langkah ini juga bertujuan antara lain untuk:
Peningkatan kualitas NJOP Bumi sehingga dapat diterima masyarakat wajib ajak
dengan tetap mengacu pada akurasi NJOP sesuai nilai pasar (market value).
Secara yuridis dan teknis NKOP Bumi akan lebih dapat dipertanggungjawabkan
sejalan dengan tuntutan dinamika masyarakat yang semakin kritis.
Menepis opini sebagian masyarakat wajib Pajak bahwa penentuan NJOP selama ini
dilakukan secara sepihak.
Mengurangi ketidakpuasan masyarakt yang tercermin dari peningkatan pengajuan
keberatan di KP PBB, sehingga dapat menimbulkan respon positif terhadap sistem
administrasi dan pengelolaan Pajak bumi dan bangunan.
Menciptakan hubungan baik antara KP PBB dan masyarakat Wajib Pajaksehingga
berdamak pada peningkatan penerimaan, peningkatan kualitas layanan dan sinergi
yang kuat bagi perkembangan PBB di masa mendatang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mekanisme penetapan NJOP PBB masih terlihat sangat tersentralisir sehingga Nampak
kurang transparan. Patokan yang digunakan adalah patokan yang dating dari pusat.
Masyarakat banyak yang belum memahami atas hal tersebut. Hal ini berdampak pada
tidak terciptanya rasa keadilan bagi warga masyarakat. Masyarakat masih banyak yang
beranggapan bahwa penetapan NJOP masih belum merncerminkan harga pasar asa
nalar. Keterlibatan pihak-pihak lain seperti notaris, perangkat desa, pengusaha
bangunan dan sebagainya. Dalam penetapan NJOP masih sangat terbatas, tidak
dilakukan secara langsung, tetapi hanya sebatas pemberian informasi. Untuk itu perlu
dilakukan langkah-langkah perbaikan yang juga melibatkan komponen pemerintah
kabupaten dalam penetapan NJOP. Selama ini pemerintah daerah hanya diserahi tugas
yang berkaitan dengan pemungutan PBB.
Berbagai keberatan yang muncul sebagai akibat perubahan NJOP lebih disebabkan
karena kurangnya sosialisasi dari pihak KP PBB dan validitas data yang digunakan.
3.2 Saran
Di era otonomi daerah, mengingat sebagian besar bagi hasil PBB diberikan kepada
daerah maka perlu dipikirkan upaya untuk meningkatkan keterlibatan pemerintah
kabupaten secara riil khususnya dalam hal penetapan NJOP. Hal ini terutama untuk
mengurangi sentralisasi dan kurang transparannya mekanisme tersebut, sehingga harga
yang muncul sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat dan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Nurharjadmo,Wahyu.Spirit Publik.2006
Suharno, S.H.,MPM. Potret Perjalanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Direktorat PBB dan BPHTB.2003
http://www.ortax.org
http://www.digilib.itb.ac.id
http://www.wawasandigital.com