laporan akhir penelitian njop

52
LAPORAN AKHIR PENELITIAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK TANAH DAN BANGUNAN DALAM RANGKA MENUNJANG PENDAPATAN ASLI DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN STATISTIK Jalan DR. Wahidin Nomor 07 A Telp. / Fax. (0357) 885237/886671 Pacitan BEKERJASAMA DENGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS SEBELAS MARET Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Upload: herrymdn

Post on 14-Apr-2016

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Laporan Akhir

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir Penelitian Njop

LAPORAN AKHIR PENELITIAN

NILAI JUAL OBJEK PAJAK TANAH DAN BANGUNAN DALAM RANGKA MENUNJANG

PENDAPATAN ASLI DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH KABUPATEN PACITANBADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN STATISTIK

Jalan DR. Wahidin Nomor 07 A Telp. / Fax. (0357) 885237/886671 Pacitan

BEKERJASAMA DENGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS SEBELAS MARET

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Jl. Ir. Sutami No. 36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp. (0271) 632916 Fax. (0271) 632368

http: //lppm.uns.ac.id e-mail: [email protected]

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 2: Laporan Akhir Penelitian Njop

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan akhir penelitian

Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan Bangunan dalam Rangka Menunjang Pendapatan Asli

Daerah di Kabupaten Pacitan.

Maksud dari kegiatan kajian ini adalah untuk mendapatkan penilaian gambaran

kondisi tentang penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah dan bangunan dalam rangka

menunjang pendapatan asli daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan yang masih berlaku bagi wajib pajak saat ini di Kabupaten

Pacitan. Mengetahui dan menganalisis situasi faktor pendorong dan faktor penghambat

yang berpengaruh terhadap penyesuaian penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah dan

bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah yang berlaku bagi wajib

pajak di Kabupaten Pacitan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Merumuskan rekomendasi penyiapan

regulasi penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah dan bangunan dalam rangka

menunjang pendapatan asli daerah yang berlaku bagi wajib pajak di Kabupaten Pacitan

berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah. Dalam penyusunan penelitian ini, selesai berkat bantuan dan

kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati, kami selaku tim

peneliti menyampaikan ucapan terima kasih.

Penyusunan laporan akhir ini tentunya jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami

mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini, sehingga sesuai dengan

apa yang diharapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Pacitan, April 2013

Tim Peneliti

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 3: Laporan Akhir Penelitian Njop

DAFTAR ISI

Halaman

Judul.................................................................................................................... i

Kata Pengantar ................................................................................................... ii

Daftar Isi ............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1

B. Perumusan Masalah................................................................................. 6

C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 9

A. Perencanaan Pembangunan Daerah........................................................ 9

B. Desentralisasi Keuangan......................................................................... 11

C. Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan ke Daerah.................................. 15

D. Permasalahan........................................................................................... 16

E. Kerangka Pikir Penelitian....................................................................... 17

BAB III METODE PENELITIAN...................................................................... 18

A. Ruang Lingkup Penelitian....................................................................... 18

B. Subyek Penelitian.................................................................................... 18

C. Metode Pengumpulan Data..................................................................... 18

D. Metode Analisis Data.............................................................................. 20

E. Laporan Penelitian.................................................................................. 21

BAB IV PEMBAHASAN................................................................................... 22

A. Gambaran Umum Kabupaten Pacitan..................................................... 22

B. Kondisi Riil Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Pacitan.............. 23

C. Pembahasan Permasalahan dalam Pengalihan PBB menjadi Pajak Daerah 24

D. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Penyesuaian Tarif NJOP.... 26

E. Analisis SWOT Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan Bangunan............... 28

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.............................................. 29

A. Kesimpulan............................................................................................. 29

B. Rekomendasi........................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 30

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 4: Laporan Akhir Penelitian Njop

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A.1. Pajak Sebagai Sumber Pendapatan Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah

dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja

baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam

wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada

penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada

kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan

potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah).

Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah

tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan

merangsang kegiatan ekonomi.

Saat ini kemampuan pemerintah daerah masih sangat tergantung pada

penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat. UU No 13 tahun 2004 pasal 10

menyebutkan bahwa yang menjadi sumber pembiayaan untuk pembangunan daerah

(capital investment) antara lain berasal dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum

(DAU), Dana Alokasi Khusus ( DAK ) yang merupakan dana dari pemerintah pusat,

daerah juga bisa membiayai pelaksanaan pembangunan melalui Pendapatan Asli Daerah

(PAD) berupa pajak daerah, retribusi daerah, BUMD dan lain – lain pendapatan yang

sah. Salah satu aspek yang sangat berpengaruh dan sangat menentukan bagi daerah agar

mampu mengatur rumah tangganya sendiri dengan sebaik - baiknya adalah kemampuan

daerah dalam mengadakan dan memperoleh dana – dana atau pendapatan asli daerah.

Permasalahan yang kemudian muncul di Indonesia adalah bahwa kemandirian

keuangan daerah tidak diartikan bahwa pemerintah daerah harus mampu membiayai

seluruh anggaran belanja dari pendapatan daerah. Karena pendapatan daerah hanya

merupakan salah satu komponen sumber penerimaan selain sumber penerimaan daerrah

yang lain.

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 5: Laporan Akhir Penelitian Njop

Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada Daerah Kabupaten dan

Daerah Kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewewenangan (urusan)

pembiayaan di mana komponen utamanya adalah penerimaan yang berasal dari

komponen pajak daerah dan retribusi daerah. Terwujudnya pelaksanaan otonomi

daerah, terjadi melalui proses penyerahan sejumlah kekuasaan/ kewenangan dari

pemerintah pusat ke pemerintah daerah di mana implementasi kebijakan desentralisasi

memerlukan banyak faktor pendukung. Salah satu faktor pendukung yang secara

signifikan menentukan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan

daerah untuk membiayai pelaksanaan kekuasaan/kewenangan yang dimilikinya, di

samping faktor-faktor lain seperti kemampuan personalia di daerah dan kelembagaan

pemerintah daerah.

Hasil penerimaan pajak daerah diakui belum memadai dan memiliki peranan

yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) termasuk

sumber penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu

unsur dalam kelompok APBD, khususnya bagi daerah Kabupaten dan Kota. Sebagian

besar pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi dari pusat. Dalam banyak hal, dana

alokasi dari pusat tidak sepenuhnya dapat diharapkan menutup seluruh kebutuhan

pengeluaran daerah. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemberian peluang oleh pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah untuk mengenakan pemungutan baru diharapkan dapat

meningkatkan penerimaan daerah dan ketergantungan daerah terhadap dana alokasi dari

pusat semakin berkurang. Hal ini dalam rangka mendukung pelaksanaan Otonomi

Daerah. Selain itu, dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

tersebut, kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya semakin

besar karena daerah dapat dengan mudah menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan

adanya peningkatan basis pajak daerah dan diskresi dalam penetapan tarif. Di pihak

lain, dengan tidak memberikan kewenangan kepada daerah untuk menetapkan jenis

pajak dan retribusi baru akan memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha

yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam

memenuhi kewajiban perpajakannya.

UU no 28 tahun 2009 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pajak daerah

adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 6: Laporan Akhir Penelitian Njop

kemakmuran rakyat. Sedangkan yang dimaksud dengan Retribusi, adalah pungutan

Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus

disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi

atau Badan.

Dalam UU tersebut ditetapkan bahwa pajak yang bisa dipungut oleh daerah

kabupaten/ kota adalah terdiri atas

a. Pajak Hotel;

b. Pajak Restoran;

c. Pajak Hiburan;

d. Pajak Reklame;

e. Pajak Penerangan Jalan;

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

g. Pajak Parkir;

h. Pajak Air Tanah;

i. Pajak Sarang Burung Walet;

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Sebelas macam pajak yang bisa dipungut oleh daerah kabupaten/ kota tersebut

diharapkan akan mampu meningkatkan potensi kemampuan daerah dalam membiayai

kegiatan ekonominya sendiri atau biasa dikenal dengan derajat otonomi fiscal. Masing –

masing jenis pajak yang biasa dipungut bisa dihitung potensi dan juga efisiensi serta

efektifitas pemungutannya sehingga akan mampu meningkatkan sumber ekonomi

daerah yang berupa PAD.

Untuk meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah, sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pemerintah Daerah diberi kewenangan

yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi. Pemberian kewenangan tersebut

sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Perluasan kewenangan perpajakan dan

retribusi tersebut dilakukan dengan memperluas basis pajak daerah dan memberikan

kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif. Perluasan basis pajak daerah

dilakukan dengan memperluas basis pajak yang sudah ada, mendaerahkan pajak pusat

dan menambah jenis pajak baru.

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 7: Laporan Akhir Penelitian Njop

Berdasarkan ketentuan dalam UU No 28 tersebut di atas, terdapat 3 (tiga) jenis

pajak baru bagi daerah Kabupaten dan Kota yang sebelumnya merupakan pajak pusat,

yaitu : Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; Bea Perolehan Hak Atas

Tanah dan Bangunan; dan Pajak Sarang Burung Walet. Dalam penetapan tarif pajak

baru tersebut, daerah hanya diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pajak dalam

batas maksimun yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.

Selanjutnya untuk meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan daerah,

mekanisme pengawasan diubah dari represif menjadi preventif. Setiap Peraturan Daerah

tentang Pajak dan Retribusi sebelum dilaksanakan harus mendapat persetujuan terlebih

dahulu dari Pemerintah. Daerah yang menetapkan kebijakan di bidang pajak daerah dan

retribusi daerah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

akan dikenakan sanksi berupa penundaan dan/ atau pemotongan dana alokasi umum

dan/ atau dana bagi hasil atau restitusi.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 79 Ayat (1), (2) dan (3)

menyatakan bahwa :

(1) Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP);

(2) Besarnya NJOP ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun kecuali untuk objek pajak

tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya;

dan Ayat (3) Penetapan besarnya NJOP dilakukan oleh Kepala Daerah.

Pasal 80 Ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa :

(1) Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling

tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen); dan Ayat

(2) Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan dengan

Peraturan Daerah.

Pasal 81 menyatakan bahwa besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 Ayat (2) dengan dasar pengenaan pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 Ayat (5). Dalam Pasal 77 Ayat (5) dinyatakan

bahwa Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada Ayat (4)

ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sedangkan dalam Pasal 77 Ayat (4) dinyatakan

bahwa Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling

rendah sebesar Rp 10.000.000,00 (Sepuluh Juta Rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 8: Laporan Akhir Penelitian Njop

Penjelasan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 79 Ayat (1) dinyatakan

bahwa penetapan NJOP dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu

pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara

membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan

dan fungsinya sama serta telah diketahui harga jualnya;

b. nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/ metode penetuan nilai jual suatu

objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk

memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan

penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut;

c. nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/ metode penentuan nilai jual suatu

objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.

A.2. Problematika Pajak di Kabupaten Pacitan

Sejalan dengan arah dan tujuan pembangunan sebagaimana telah digariskan

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Pacitan Tahun

2011 – 2016, dalam upaya mempercepat pembangunan di segala bidang masih terdapat

beberapa permasalahan yang dihadapi Kabupaten Pacitan. Salah satu permasalahan

yang dihadapi khususnya terkait dengan pendanaan pembangunan adalah “Belum

Optimalnya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah”. Belum optimalnya peningkatan

PAD ditandai dengan pendanaan pembangunan Kabupaten Pacitan masih

mengandalkan bantuan keuangan dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana

Perimbangan. Diharapkan ke depan lebih mengoptimalkan sumber-sumber PAD untuk

mendatangkan pemasukan bagi daerah. Dalam mengoptimalkan sumber-sumber

pendanaan pembangunan daerah, disadari bahwa pemerintah daerah tidak dapat

membebani masyarakat dan dunia usaha dengan pajak dan retribusi yang terlalu

memberatkan. Perlu kebijakan dan strategi peningkatan PAD yang lebih efektif. Upaya

yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan terkait dengan penerimaan

PAD yang berasal dari pajak daerah adalah melaksanakan pemberian kewenangan

dalam perluasan basis pajak daerah yang sebelumnya merupakan pajak pusat, yang

pemungutannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Adapun jenis pajak daerah baru

yang akan ditetapkan dalam Peraturan Daerah adalah tentang Pajak Bumi dan Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan.

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 9: Laporan Akhir Penelitian Njop

Era otonomi daerah menghendaki agar daerah berkreasi mencari sumber

penerimaan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sumber-sumber penerimaan daerah

telah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah dan juga Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam

Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa pendapatan daerah bersumber antara lain

dari pendapatan asli daerah. Salah satu sumber pendapatan asli daerah adalah dari pajak

daerah.Pelaksanaan kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah

tersebut harus didasarkan atas Peraturan Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 158

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Pasal 95 Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 yang menyatakan bahwa pajak daerah pelaksanaannya diatur dengan Peraturan

Daerah. Berdasarkan hal itu, maka dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka dipandang perlu untuk

menetapkan Peraturan Daerah yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang

berkaitan dengan pajak daerah khususnya tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan

dan Perkotaan (PBB-P2).

Sehubungan dengan masalah tersebut di atas, agar dalam penyusunan

Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Bumi Dan

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dapat direncanakan, dilaksanakan dan

dimanfaatkan secara optimal bagi masyarakat Wajib Pajak, khususnya dalam

penetapan tarif Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Tanah dan Bangunan, maka

diperlukan konsep perencanaan yang jelas, terarah, tepat dan terpadu dengan

mendasarkannya pada penelitian yang komprehensif. Adapun kegiatan

penelitian yang dilakukan berjudul “PENELITIAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK

TANAH DAN BANGUNAN DALAM RANGKA MENUNJANG PENDAPATAN

ASLI DAERAH” di Kabupaten Pacitan Tahun Anggaran 2013.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dalam kegiatan penelitian ini

dirumuskan masalah sebagai berikut :

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 10: Laporan Akhir Penelitian Njop

1. Bagaimana gambaran kondisi tentang penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah

dan bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang masih berlaku bagi wajib

pajak saat ini di Kabupaten Pacitan ?

2. Bagaimana situasi faktor pendorong dan faktor penghambat yang berpengaruh

terhadap penyesuaian penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah dan bangunan

dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah yang berlaku bagi wajib pajak di

Kabupaten Pacitan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ?

3. Bagaimana penyiapan regulasi penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah dan

bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah yang berlaku bagi wajib

pajak di Kabupaten Pacitan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, kegiatan penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendapatkan penilaian gambaran kondisi tentang penetapan tarif nilai jual

objek pajak tanah dan bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli

daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

yang masih berlaku bagi wajib pajak saat ini di Kabupaten Pacitan.

2. Mengetahui dan menganalisis situasi faktor pendorong dan faktor

penghambat yang berpengaruh terhadap penyesuaian penetapan tarif nilai

jual objek pajak tanah dan bangunan dalam rangka menunjang pendapatan

asli daerah yang berlaku bagi wajib pajak di Kabupaten Pacitan berdasarkan

ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

3. Merumuskan rekomendasi penyiapan regulasi penetapan tarif nilai jual objek

pajak tanah dan bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah

yang berlaku bagi wajib pajak di Kabupaten Pacitan berdasarkan ketentuan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 11: Laporan Akhir Penelitian Njop

D. MANFAAT PENELITIAN

Sedangkan manfaat yang diharapkan akan bisa dipetik dengan penelitian ini

adalah :

1. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap pemahaman konsep dan

praktek yang lebih baik dalam mengimplementasikan ketentuan yang

berlaku terkait dengan penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah dan

bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah di Kabupaten

Pacitan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah

yang baru (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah).

2. Memberikan rekomendasi, yaitu data dan informasi yang disajikan lebih

lanjut dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak baik untuk konsumsi pihak

penentu kebijakan (Pemerintah Daerah dan DPRD) maupun pemangku

kepentingan (stakeholders) yang terkait, guna bahan masukan dalam

penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak

Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Pacitan

Tahun 2013.

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 12: Laporan Akhir Penelitian Njop

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perencanaan Pembangunan Daerah

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan

untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya publik yang tersedia di daerah tersebut dan

untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya swasta

secara bertanggung jawab. Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara

seimbang perencanaan yang lebih teliti mengenai penggunaan sumber daya publik dan

sektor swasta : petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial

harus mempunyai peran dalam proses perencanaan.

Ada tiga (3) implikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah:

Pertama, perencanan pembangunan ekonomi daerah yang realistik memerlukan

pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan nasional dimana daerah

tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan

konsekuensi akhir dari interaksi tersebut. Kedua, sesuatu yang tampaknya baik secara

nasional belum tentu baik untuk daerah dan sebaliknya yang baik di daerah belum tentu

baik secara nasional. Ketiga, Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan

daerah, misalnya administrasi, proses pengambilan keputusan. (Lincolin Arsyad, 1999).

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk

meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya

untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara

bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah

daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan dengan menggunakan

sumberdaya yang ada harus menafsirkan potensi sumberdaya yang diperlukan untuk

merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999).

Otonomi daerah adalah kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri terutama

berkaitan dengan pemerintahan umum maupun pembangunan, yang sebelumnya diurus

pemerintahan pusat. Untuk itu, selain diperlukan kemampuan keuangan, diperlukan

juga adanya sumber daya manusia berkualitas, sumber daya alam, modal, dan teknologi

(Rudini, 1995:48 dalam Silalahi, et al, 1995). Tujuan otonomi daerah adalah

meningkatkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 13: Laporan Akhir Penelitian Njop

otonomi daerah. Sumber daya manusia yang dibutuhkan tersebut antara lain adalah

(Silalahi, et al, 1995:12) :

1. Mempunyai wadah, perilaku, kualitas, tujuan dan kegiatan yang dilandasi

dengan keahlian dan ketrampilan tertentu.

2. Kreatif dalam arti mempunyai jiwa inovatif, serta mampu mengantisipasi

tantangan maupun perkembangan, termasuk di dalamnya mempunyai etos kerja

yang tinggi.

3. Mampu sebagai penggerak swadaya masyarakat yang mempunyai rasa

solidaritas sosial yang tinggi, peka terhadap dinamika masyarakat, mampu kerja

sama, dan mempunyai orientasi berpikir people centered orientation.

4. Mempunyai disiplin yang tinggi dalam arti berpikir konsisten terhadap program,

sehingga mampu menjabarkan kebijaksanaan nasional menjadi program

operasional pemerintah daerah sesuai dengan rambu-rambu pengertian program

urusan yang ditetapkan.

Penyelenggaraan pemerintah di daerah merupakan manifestasi dari

pemerintahan seluruh wilayah negara. Untuk itu segala aspek menyangkut konfigurasi

kegiatan dan karakter yang berkembang, akan mewarnai penyelenggaraan

pemerintahan secara nasional. Peranan dan kedudukan pemerintahan daerah sangat

strategis, dan sangat menetukan secara nasional, sehingga paradigma baru pemerintahan

yang berbasis daerah akan berimplikasi pada bergesernya tugas dan fungsi pemerintah

pusat lebih banyak ke arah penyelenggaraan fungsi pengarah dan mendelegasikan

sebagian besar kegiatan di daerah dengan member kepercayaan dan tanggung jawab

sepenuhnya kepada daerah, sehingga persepsi lama yang sering didengar menyangkut

egoisme sektoral akan terhapus. Propinsi yang berkedudukan sebagai daerah otonom

dan sekaligus sebagai wilayah administrasi akan melaksanakan kewenangan pemerintah

pusat yang didelegasikan kepada gubernur. Propinsi sebagai daerah otonom, bukan

merupakan daerah dari daerah Kabupaten maupun Kota. Daerah otonom Propinsi

terhadap Kabupaten dan Kota tidak mempunyai hubungan hierarki. Maksudnya adalah

bahwa daerah otonom Propinsi tidak membawahi daerah otonom Kabupaten dan Kota,

tetapi dalam praktek terdapat hubungan koordinasi, kerjasama, dan atau kemitraan

sebagai sesama daerah otonom. Dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi,

gubernur selaku wakil pemerintah melakukan hubungan pembinaan dan pengawasan

terhadap daerah Kabupaten dan Kota (I Kaloh, 2002:55).

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 14: Laporan Akhir Penelitian Njop

Implementasi pelaksanaan otonomi daerah akan dapat berjalan lancar jika

memperhatikan 5 kondisi strategis sebagai berikut :

1. Self regulation power yaitu kemampuan untuk mengatur dan melaksanakan

otonomi daerah untuk kepentingan masyarakat.

2. Self modifying power yaitu kemampuan untuk menyesuaikan terhadap peraturan

yang telah diterapkan secara nasional sesuai kondisi daerah termasuk terobosan

inovatif kemajuan dalam menyikapi potensi daerah

3. Ereating local political support yaitu penyelenggaraan pemerintah daerah yang

mempunyai legitimasi kuat dari masyarakat baik kepada daerah sebagai

eksekutif maupun kepada DPRD sebagai kekuasaan legislative.

4. Managing financial resource yaitu mengembangkan kompetensi dalam

mengelola secara optimal sumber panghasilan dan keuangan untuk membiayai

aktivitas pemerintah, pembangunan dan pelayanan public.

5. Developing brain power dalam arti membangun SDM yang handal dan selalu

bertumpu pada kapabilitas penyelesaian masalah.

Ciri utama yang menunjukkan bahwa suatu daerah mampu melaksanakan

otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan

kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara pemerintah propinsi dan

kabupaten/ kota yang merupakan prasyarat dalam system pemerintah daerah. Keuangan

daerah merupakan salah satu aspek yang penting dalam pembangunan ekonomi daerah

yang diharapkan dapat menciptakan sumber pendapatan dan penerimaan daerah sendiri

tanpa tergantung dari pemerintah pusat.

B. Desentralisasi Keuangan

Desentralisasi fiskal merupakan pendelegasian tanggung jawab, otoritas, dan

sumber-sumber yang berkaitan (seperti: keuangan, karyawan, dll) dari pemerintah pusat

kepada tingkatan pemerintahan yang lebih rendah. Alasan utama mengapa suatu negara

menerapkan prinsip desentralisasi fiskal adalah karena pengambilan keputusan akan

lebih baik apabila diserahkan kepada tingkatan pemerintahan yang lebih rendah yang

secara langsung dapat merasakan dampak dari program dan pelayanan yang

direncanakan oleh pemerintah. Dalam beberapa dekade ini, telah terjadi perubahan

besar-besaran dalam pembangunan dari sistem sentralisasi menuju desentralisasi fiskal

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 15: Laporan Akhir Penelitian Njop

demi meningkatkan akuntabilitas pemerintah, transparansi, efisiensi ekonomi, dan

efektivitas serta kesamaan dan keadilan dalam memperoleh pelayanan.

Akhir-akhir ini, dalam membicarakan masalah sistem pemerintahan yang efektif

dan efisien, baik di negara maju maupun di negara berkembang, desentralisasi fiscal

telah menjadi isu yang semakin hangat dan semakin berkembang. Di Indonesia, dalam

beberapa dekade ini, meskipun lambat, telah terjadi perkembangan yang semakin baik

dalam penerapan desentralisasi fiskal, terutama berkenaan dengan perencanaan

pembangunan dan keuangan (development and financial planning).

Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta desentralisasi

fiscal sangat berkaitan erat dengan masalah bagaimana sektor pemerintah seharusnya

diatur dan dibiayai. Sektor pemerintah di setiap negara pada umumnya terdiri atas

beberapa tingkatan/level. Biasanya, setiap negara mempunyai pemerintah pusat yang

akan menjaga dan mengendalikan seluruh daerah di seluruh wilayah negara (di negara

federal, pemerintah pusat biasanya terkenal dengan sebutan pemerintah federal).

Beberapa negara memiliki satu atau lebih tingkatan pemerintah daerah yang hanya

bertanggung jawab untuk mengelola dan mengendalikan satu daerah atau distrik

tertentu. Beberapa negara memiliki dua tingkatan pemerintah (pusat dan lokal), namun

kebanyakan negara memiliki tiga tingkatan pemerintah yang meliputi pemerintah pusat

(atau federal), pemerintah regional (negara bagian), dan pemerintah lokal. Hubungan

keuangan antara pemerintah pusat dan daerah mempelajari bagaimana masing-masing

tingkatan pemerintah berinteraksi antara yang satu dengan lainnya dalam masalah

fiskal.

Pembagian tanggung jawab antara masing-masing level pemerintah sangat

bervariasi antara negara satu dengan negara lainnya. Untuk negara yang derajat

sentralisasinya tinggi, pengambilan keputusan dan kekuasaan fiskal dipegang oleh

pemerintah pusat. Kondisi ini biasanya terjadi di negara-negara maju tetapi luas

wilayahnya relatif kecil (seperti Belanda) dan di negara-negara yang dulunya

merupakan bagian dari negara sosialis (seperti Ukraina) serta negara yang

perekonomiannya masih dalam taraf perkembangan (seperti Malawi).

Bentuk penerapan desentralisasi fiskal di setiap negara mungkin berbeda-beda,

dan setiap bentuknya mempunyai derajat yang berbeda pula dalam memberikan

otonomi kepada pemerintah daerah. Secara garis besar, ada tiga bentuk dari penerapan

desentralisasi fiskal, yaitu:

1. Desentralisasi Penuh (Full Decentralization). Menurut prinsip ini,

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 16: Laporan Akhir Penelitian Njop

pendelegasian tanggung jawab, wewenang, dan fungsi kepada pemerintah

daerah dilakukan secara penuh. Dalam full decentralization, pemerintah daerah

harus bertindak sesuai dengan aturan-aturan dan kebijakan yang telah

digariskan oleh pemerintah pusat namun tetap memperoleh kebebasan dalam

menentukan cara bagaimana mereka menjalankan tugas, seperti perolehan dan

penggunaan dana dan sumber-sumber daya lainnya.

2. Dekonsentrasi (Deconcentration). Menurut bentuk ini, pemerintah pusat

melaksanakan fungsinya di daerah-daerah dengan menggunakan sumber daya

dan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu,

dekonsentrasi merupakan bentuk administrasi oleh pemerintah pusat yang

dilakukan dalam wilayah daerah tertentu.

3. Co-administration. Bentuk desentralisasi ini memberikan kewenangan kepada

pemerintah daerah untuk menjalankan peranan dan fungsi pemerintah pusat

dengan menggunakan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah pusat

Beberapa elemen yang saling terkait yang harus diperhatikan dalam hubungan

keuangan antara pemerintah pusat dan daerah atau desentralisasi fiskal. Secara

berurutan, empat pilar (building blocks) yang perlu diperhatikan dalam rangka

desentralisasi fiskal meliputi pertama Pendelegasian/pendistribusian tanggung jawab

pengeluaran (the assignment of expenditure responsibility), Apa fungsi dan tanggung

jawab masing-masing tingkatan (level) pemerintahan kedua Pendistribusian sumber

perpajakan (assignment of tax resources ). Ketika pemerintah daerah diberi tanggung

jawab atas pengeluaran tertentu. Sumber pajak dan non pajak apa saja yang dapat

dikelola oleh pemerintah daerah. Ketiga dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah

(inter governmental fiscal transfer ). Dalam rangka menambah sumber pendapatan

daerah, pemerintah perlu menyediakan tambahan sumber pendapatan kepada

pemerintah daerah melalui transfer dan subsidi. Keempat Defisit daerah, pinjaman dan

utang (subnational deficit, borrowing and debt). Apabila pemerintah daerah tidak hati –

hati dalam menyeimbangkan pengeluaran dan pendapatan mereka setiap tahunnya,

maka akan timbul deficit anggaran di daerah dan terbebani utang.

Prinsip utama yang harus dipegang demi menyukseskan program desentralisasi

fiscal diantaranya adalah:

a. Mempromosikan/mendorong terciptanya otonomi daerah,

b. Perencanaan menurut prinsip bottom-up,

c. Partisipasi penuh dalam proses demokrasi,

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 17: Laporan Akhir Penelitian Njop

d. Pengendalian sumber keuangan oleh pemerintah daerah,

e. Pembagian sumber daya yang lebih merata antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah.

Dalam otonomi daerah ini diperlukan adanya pemberian otoritas yang seluas-

luasnya kepada pemerintah daerah untuk mengelola kegiatannya masing-masing

termasuk penyediaan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan prioritasnya.

Penyediaan pelayanan ini harus sesuai dengan preferensi masyarakat dan harus sejalan

dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku lainnya.

Dalam sistem pemerintahan yang terdesentralisasi terdapat Subsidiarity

principle. Prinsip ini menganjurkan bahwa pelayanan publik sebaiknya disediakan oleh

dana pada tingkatan pemerintah yang paling bawah yang mampu menyediakan barang

dan jasa tersebut secara efisien. Namun prinsip ini juga mempertimbangkan situasi dan

kondisi manfaat dari barang dan jasa tersebut. Sebagai contoh, pertahanan nasional,

karena jasa ini memberikan manfaat kepada seluruh penduduk di suatu negara, maka

fungsi pengeluarannya sebaiknya menjadi urusan nasional dan didanai oleh pemerintah

pusat. Sebaliknya, untuk taman rekreasi lokal, karena manfaatnya sebagian besar

dinikmati oleh warga yang ada disekitar lokasi taman tersebut, maka tanggung jawab

pengelolaan taman rekreasi ini diserahkan kepada pemerintah lokal.

Subsidiarity principle menganjurkan terdapat tiga jenis/bentuk aktivitas yang

sebaiknya diselenggarakan dan didanai oleh pemerintah pusat. Ketiga aktivitas tersebut

adalah:

1. Penyediaan barang dan jasa yang memberikan manfaat bagi seluruh penduduk di

seluruh wilayah suatu negara.

2. Pendistribusian kembali pendapatan atau kebijakan sosial.

3. Kegiatan-kegiataan pemerintah yang mengakibatkan terciptanya eksternalitas

atau spillover effect antar daerah.

Karena pendistribusian sumber pendapatan sering tidak dapat memenuhi

kebutuhan pemerintah daerah (regional dan lokal) untuk mendanai semua fungsi maka

transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk

menjamin tercukupinya pendapatan. Transfer dapat berwujud dalam berbagai bentuk

tergantung dari tujuan untuk apa transfer tersebut digunakan. Sebagai contoh, transfer

dapat berbentuk transfer tidak bersyarat atau transfer bersyarat (unconditional or

conditional transfer). Transfer dapat berbentuk block grant sebagai kompensasi dari

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 18: Laporan Akhir Penelitian Njop

total pengeluaran pemerintah lokal, atau transfer penyeimbang untuk beberapa

pengeluaran pemerintah lokal. Selain itu, transfer dapat juga berbentuk bagi hasil

(revenue sharing), di mana pemerintah daerah menerima bagian/porsi pendapatan

tertentu yang dikumpulkan dalam lingkup wilayah yang bersangkutan. Bagi hasil

dianggap sebagai salah satu bentuk transfer karena pemerintah lokal tidak memiliki

kekuasaan untuk mengendalikan basis pajak, tarif pajak, pengumpulan pajak, atau tarif

bagi hasil.

Alasan dasar munculnya system transfer adalah kesenjangan fiscal yang terjadi

pada pemerintah daerah. Kesenjangan ini muncul karena tingginya pengeluaran daerah,

sementara PAD sangat rendah dan tindak cukup untuk mendanai pengeluaran tersebut,

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghilangkan kesenjangan fiscal

pemerintah daerah yang sebagian di antaranya juga dapat mengurangi kesenjangan

antara daerah.

C. Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan ke Daerah

UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, secara

resmi telah berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Kehadiran UU PDRD tersebut akan

menggantikan UU yang lama yaitu UU No. 18 Tahun 1997 tentang PDRD. UU No 28

tahun 2009 mengamanatkan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

( PBB P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB) menjadi pajak

yang dipungut oleh daerah.

Dasar Pengalihan PBB dan BPHTB sebagai pajak daerah, apabila dirunut secara

detail adalah sebagai berikut:

1. Negara - negara maju menyerahkan urusan pajak properti (jika di Indonesia adalah

PBB) menjadi urusan pemerintah daerah;

2. Migas (minyak bumi dan gas bumi) sudah tidak bisa lagi diandalkan sebagai sumber

pendapatan bagi APBN (anggaran dan pendapatan belanja negara), karena sat ini

Indonesia merupakan Negara nett impor migas dan bukan lagi Negara pengekspor

migas. Sumber utama pendapatan bagi APBN  bergeser dari penerimaan migas

kepada penerimaan pajak. Hal ini menyebabkan pajak menempati posisi strategis

dalam APBN. Pada APBN tahun 2010penerimaan Negara sebesar adalah Rp 992-an

Triliun dengan penerimaan pajak sebesar Rp 743-an Triliun, atu mencapai 74,89%.

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 19: Laporan Akhir Penelitian Njop

3. Nilai pajak sebesar Rp 743-an Triliun tersebut, di antaranya terdapat penerimaan

PBB sebesar Rp 26 triliun dan BPHTB sebesar Rp 7 triliun. Hasil pendapatan PBB

dan BPHTB tersebut dikembalikan ke pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota,

sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan ( PMK ) No. 34/PMK.03/2005 tanggal

23 Mei 2005 tentang Pembagian Hasil Penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat

dan Daerah, dan   PMK No. 32/PMK.03/2005 tanggal 23 Mei 2005 tentang

Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB antara Pemerintah Pusat dan Daerah artinya

bahwa, memang sejak awal penerimaan PBB dan BPHTB sudah menjadi bagian

dari pemerintah daerah.

Ketiga hal tersebut menjadi dasar pengalihan penarikan PBB dan BPHTB

menjadi pajak daerah karena pemerintah pusat akan mampu berkonsentrasi penuh

untuk mengelola pajak yang akan digunakan sebagai penerimaan Negara.

D. Permasalahan

UU No 28 tahun 2009 mengamanatkan bahwa PBB dab BPHTB menjadi

kewenangan pemerintah daerah mulai dari penentuan wajib pajak, penarikan, peraturan

perundangan yang berlaku sampai dengan petugas yang berwenang dalam pemungutan

pajak. Ketentuan – ketentuan yang berlaku di dalam pemungutan PBB dan BPHTB

secara umum sama, namun permasalahan yang terjadi adalah pada:

1. Peraturan daerah yang akan digunakan sebagai dasar dalam penetapan pajak

2. Wajib Pajak

3. Obyek pajak dan NJOP

4. Aparat yang akan menangani pemungutan pajak

Peraturan daerah yang akan digunakan dalam pelaksanaan PBB dan BPHTB ini

mengacu pada peraturan perundangan yang ada di atasnya, disesuaikan dengan kondisi

terkini di kabupaten Pacitan. Data Wajib pajak diperoleh dari kantor pelayanan pajak,

demikian juga obyek pajak. Masalah yang masih akan dihadapi adalah dalam penentuan

NJOP dan kesiapan SDM yang akan menangani pemungutan pajak.

Penelitian ini akan mengkaji tentang penentuan NJOP yang akan ditetapkan

pada wajib pajak dan obyek pajak yang ada di kabupaten Pacitan, agar tidak

menimbulkan permasalahan yang mengacu pada ketidaknyamanan masyarakat.

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 20: Laporan Akhir Penelitian Njop

E. KERANGKA PIKIR PENELITIAN

Kerangka pikir penelitian ini dimulai dari penilaian penetapan tarif Nilai Jual

Objek Pajak (NJOP) yang dibutuhkan sesuai dengan variabel/ indikator yang

ditentukan, kemudian dilanjutkan dengan penganalisaan, menyimpulkan dan membuat

rekomendasi, sebagaimana dapat diliat pada gambar 1 berikut ini :

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Gambar 2.1 : Kerangka Pikir Penelitian

1.Perbandingan Harga Dengan Objek Lain Yang Sejenis2. Nilai Perolehan Baru3. Nilai Jual Pengganti

Analisis Interaktif

Analisis SWOT

Kesimpulan

Penetapan NJOP

Rekomendasi

Page 21: Laporan Akhir Penelitian Njop

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dengan judul Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan Bangunan Dalam

Rangka Menunjang Pendapatan Asli Daerah ini dilakukan di Kabupaten Pacitan

dengan mengambil ruang lingkup semua kecamatan sebagai daerah penelitian dan

instansi yang terkait.

Penelitian meliputi bagaimana gambaran kondisi tentang penetapan tarif nilai

jual objek pajak tanah dan bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang masih berlaku

bagi wajib pajak saat ini di Kabupaten Pacitan, bagaimana penyesuaian tarif nilai jual

obyek pajak tanah dan bangunan serta bagaimana penyiapan regulasi atau peraturan

daerah yang akan menjadi dasar acuan dalam pemungutan pajak Bumi dan Bangunan

serta BPHTB.

B. Subyek Penelitian

Penelitian ini merupakan kualitatif yang bersifat deskriptif dan akan didukung

dengan data/informasi baik kuantitatif maupun kualitatif.

1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pacitan di 12 (Duabelas)

Kecamatan, yang akan dilakukan selama 2 (Dua) Bulan mulai bulan Maret sampai

dengan April 2013.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitiannya adalah Wajib Pajak khususnya Wajib Pajak Bumi dan

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Pacitan. Pemilihan subjek penelitian

ditentukan dengan teknik purposive sampling.

C. Metode Pengumpulan Data

Data/informasi akan dikumpulkan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu

melalui pengamatan (observasi), wawancara, kuesioner, diskusi kelompok terarah

(FGD) dan studi dokumen.

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 22: Laporan Akhir Penelitian Njop

1. Observasi Lapangan

Kegiatan observasi difokuskan pada pengamatan dan pembuatan catatan

lapangan mengenai NJOP Tanah dan Bangunan bagi Wajib Pajak di Kabupaten Pacitan.

Pengamatan dan pencatatan ini pertama kalinya dilakukan untuk persiapan pembuatan

proposal, guna mendapatkan data/informasi tentang kondisi eksisting penetapan tarif

NJOP Tanah dan Bangunan bagi Wajib Pajak di Kabupaten Pacitan. Dalam penelitian

nanti dilakukan observasi lapangan melalui pencatatan dan perekaman untuk

mendapatkan data/informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti tersebut.

2. Wawancara dan Kuesioner

Wawancara dan Kuesioner dimaksudkan untuk memperoleh data/informasi yang

lebih lengkap mengenai NJOP Tanah dan Bangunan bagi Wajib Pajak di Kabupaten

Pacitan dengan melibatkan (mewawancarai dan mengisi kuesioner) terutama para

Wajib Pajak (Pembayar Pajak, Pemotong Pajak dan Pemungut Pajak).

3. Diskusi Kelompok Terarah (FGD)

Metode pengumpulan data/informasi melalui diskusi kelompok terarah (FGD)

dilakukan dengan menggali data/informasi dengan cara mempertemukan stakeholder

terkait, dalam suatu forum diskusi dengan jumlah terbatas mengenai penetapan NJOP

Tanah dan Bangunan bagi Wajib Pajak di Kabupaten Pacitan. Diskusi Kelompok

Terarah (FGD) ini sekaligus digunakan untuk melakukan pengecekan kebenaran atas

data/informasi yang telah dikumpulkan melalui teknik lain, seperti : observasi,

wawancara, kuesioner dan simak dokumen agar dapat diperoleh keabsahan atau

validitas data/informasi.

4. Studi Dokumen

Pengumpulan data/informasi melalui studi dokumen dilakukan dengan

menyimak dan mengkaji dokumen yang berkaitan dengan penetapan NJOP Tanah dan

Bangunan bagi Wajib Pajak di Kabupaten Pacitan, sebagai bahan untuk melengkapi

data/informasi penelitian tentang Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan Bangunan Dalam

Rangka Menunjang Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pacitan. Dokumen yang

dikaji antara lain meliputi: 1) Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (RPJPD

Kabupaten Pacitan Tahun 2005 – 2025, RPJMD Kabupaten Pacitan Tahun 2011 – 2016

dan Renstra DPPKA Kabupaten Pacitan Tahun 2011 – 2016) ; 2) Dokumen regulasi,

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 23: Laporan Akhir Penelitian Njop

seperti : Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah; dan 3) Dokumen lainnya yang terkait.

D. Metode Analisis Data

1. Validitas Data

Uji keabsahan data/informasi akan dilakukan melalui trianggulasi sumber, baik

responden/informan, kondisi lapangan, peserta diskusi kelompok terarah (FGD)

maupun data/informasi eksisting yang terkait.

2. Metode Analisis Data

Data/informasi akan dianalisis dengan menggunakan Metode Analisis Interaktif

dan Analisis SWOT (KEKEPAN).

1. Analisis Interaktif

Teknik analisis data/informasi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah

teknik analisis interaktif (interactive model of analysis). Teknik analisis interaktif

memiliki 3 (tiga) komponen, yakni reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan

(Miles & Huberman, 2003). Komponen-komponen dari model analisis interaktif

tersebut dalam kontek penelitian yang akan dilakukan ini dapat dijelaskan sebagai

berikut:

a. Reduksi Data (Data Reduction): merupakan proses seleksi, pemfokusan,

penyederhanaan dan abstraksi data kasar yang ada dalam catatan

lapangan berkaitan dengan NJOP Tanah dan Bangunan yang berlaku

bagi Wajib Pajak di Kabupaten Pacitan. Data/informasi dari lapangan

yang berupa hasil wawancara/kuesioner atau rangkuman data/informasi

sekunder yang ditranskripsikan dalam bentuk laporan, kemudian

direduksi dan dipilih hal yang menonjol mengenai NJOP Tanah dan

Bangunan yang berlaku bagi Wajib Pajak yang menjadi subjek

penelitian. Dengan melakukan reduksi data/informasi, peneliti akan

memperoleh data/informasi yang akurat, karena peneliti dapat mengecek

apakah ada data/informasi penelitian yang sama dengan yang diperoleh

sebelumnya, sehingga dapat menghindari adanya ketumpangtindihan

(overlapping).

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 24: Laporan Akhir Penelitian Njop

b. Penyajian data (Data Display): merupakan suatu rakitan organisasi

data/informasi dalam bentuk klasifikasi atau kategorisasi yang

memungkinkan penarikan kesimpulan penelitian mengenai Nilai

Jual Objek Pajak Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang

Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pacitan dapat dilakukan. Dalam

hal ini display meliputi berbagai jenis matriks, gambar atau skema,

jaringan kerja, keterkaitan kegiatan, dan tabel yang terkait.

c. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing): merupakan suatu

pengorganisasian data/informasi yang telah terkumpul, sehingga dapat

dibuat suatu kesimpulan akhir mengenai penetapan tarif NJOP Tanah

dan Bangunan yang berlaku bagi Wajib Pajak di Kabupaten Pacitan.

Dalam awal pengumpulan data/informasi, peneliti berusaha memahami

keteraturan, pola, pernyataan, konfigurasi, arahan sebab akibat dan

proposisi-proposisi. Peneliti bersikap terbuka dan skeptis. Kesimpulan

yang pada awalnya kurang jelas, kemudian meningkat secara eksplisit

dan memiliki landasan yang kuat. Kesimpulan akhir baru dapat dibuat

apabila seuruh proses pengumpulan data/informasi mengenai Nilai Jual

Objek Pajak Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang

Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pacitan telah berakhir.

2. Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan analisis yang digunakan untuk melihat faktor

internal yang terdiri atas kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses) serta faktor

eksternal yang terdiri atas peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats). Faktor–

faktor tersebut pada dasarnya merupakan faktor pendorong dan faktor penghambat,

yang dalam penelitian ini diaplikasikan pada masalah yang berhubungan dengan Nilai

Jual Objek Pajak Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang Pendapatan Asli

Daerah di Kabupaten Pacitan.

E. Laporan Penelitian

Jenis laporan dalam kegiatan penelitian ini meliputi : Draft Laporan Akhir,

Materi FGD, Laporan Akhir dan Executive Summary.

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 25: Laporan Akhir Penelitian Njop

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Pacitan

Pacitan merupakan salah satu dari 38 Kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang

terletak di bagian Selatan barat daya dengan luas wilayah 1.389,8716

Km² atau 138.987,16 Ha. Luas tersebut sebagian besar berupa perbukitan yaitu kurang

lebih 85 %, gunung-gunung kecil lebih kurang 300 buah menyebar diseluruh wilayah

Kabupaten Pacitan dan jurang terjal yang termasuk dalam deretan Pegunungan Seribu

yang membujur sepanjang selatan Pulau Jawa, sedang selebihnya merupakan dataran

rendah.

Kabupaten Pacitan terletak di Pantai Selatan Pulau Jawa dan berbatasan dengan

Propinsi Jawa Tengah dan daerah Istimewa Jogyakarta merupakan pintu gerbang bagian

barat dari Jawa Timur dengan kondisi fisik pegunungan kapur selatan yang membujur

dari Gunung kidul ke Kabupaten Trenggalek menghadap ke Samudera Indonesia.

Adapun wilayah administrasi terdiri dari dari  12 Kecamatan,  5 Kelurahan dan 166

Desa, dengan letak geografis berada antara 110º 55'-111º 25' Bujur Timur dan 7º 55'-8º

17' Lintang Selatan.

Batas-batas Administrasi :

1. Sebelah timur : Kabupaten Trenggalek.

2. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia.

3. Sebelah Barat : Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah).

4. Sebelah Utara : Kabupaten Ponorogo (Jawa Timur) dan

Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah).

Apabila diukur dari permukaan laut, ketinggian tempat itu dapat dirinci sebagai

berikut :

1. Ketinggian 0-25 m, seluas 37,76 km atau 2,62 % luas wilayah.

2. Ketinggian 25-100 m, seluas 38 km atau 2,67 % luas wilayah.

3. Ketinggian 100-500 m, seluas 747,75 km atau 52,68 % luas wilayah.

4. Ketinggian 500-1000 m, seluas 517,13 km atau 36,43 % luas wilayah.

5. Ketinggian 1000 m, seluas 79,40 km atau 5,59 % luas wilayah.

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 26: Laporan Akhir Penelitian Njop

Ditinjau dari sudut geografisnya wilayah Kabupaten Pacitan seluas

1.389,8716 Km² atau 138.987,16 Ha sebagian besar tanahnya terdiri atas :

1. Tanah ladang : 21,51% atau 29.890,58 ha.

2. Pemukiman Penduduk : 02,27% atau 3.153,33 ha.

3. Hutan : 58,56% atau 81.397 ha.

4. Sawah : 09,36% atau 13.014,26 ha.

5. Pesisir dan tanah kosong : 08,29% atau 11.530,99 ha.

B. Kondisi Riil Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Pacitan

Penerimaan DBH dari PBB yang selama ini diterima oleh Pemerintah

Kabupaten Pacitan adalah sebesar Rp 7.572.898.442,00 ; dengan perincian sebagai

berikut :

• Pedesaan 3.624.952.860,00

• Perkotaan 1.366.241.822,00

• Rata – rata 1.161.806.485,00

• Insentif 849.634.624,00

• B. Pungut Pedesaan 142.316.810,00

• B. Pungut Perkotaan 427.945.781,00

Jumlah tersebut akan hilang setelah PBB ‘di daerah’kan, karena akan dipungut

secara langsung oleh pemerintah daerah.

Berdasarkan analisis simulasi, pada awal pelaksanaan PBB dan BHPBT yaitu

pada tahun 2013 ini diperkirakan akan mengalami kenaikan jumlah pajak yang akan

diterima oleh Kabupaten Pacitan, meskipun belum significant.

Penurunan ini disebabkan karena belum adanya beberapa perubahan dalam

PBB dan BHPTB ketika ditangani oleh pemerintah pusat menjadi ditangani oleh

pemerintah daerah, sebagaimana ditunjukkan dalam table berikut ini :

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 27: Laporan Akhir Penelitian Njop

Tabel 4.1.

Perubahan pengertian dan ketentuan – ketentuan sesuai dengan UU No 28 tahun 2009

Objek Bumi dan/atau bangunan Bumi dan/atau bangunan, kecuali

kawasan yang digunakan untuk

kegiatan usaha perkebunan,

perhutanan, dan pertambangan

Tarif sebesar 0,5 % Paling tinggi 0,3 %

NJKP 20% s.d 100%

PP 25 tahun 2002 ditetapkan

sebesar 20% dan 40%

Tidak Ada

NJOPTKP Setinggi-tingginya Rp.

12.000.000 Setinggi-tingginya

Rp. 12.000.000

paling rendah Rp. 10.000.000

PBB

Terhutang

Tarif x NJKP x (NJOP -

NJOPTKP)

0,5 x 20% x (NJOP -

NJOPTKP) untuk NJOP < 1

MILIAR

0,5 x 40% x (NJOP -

NJOPTKP) untuk NJOP > 1

MILIAR

Tarif x (NJOP - NJOPTKP)

Maksimal 0,3% x (NJOP -

NJOPTKP)

Sumber : UU No 28 tahun 2009

C. Pembahasan Permasalahan dalam Pengalihan PBB menjadi pajak daerah

Untuk menjawab permasalahan pertama yaitu kondisi tentang penetapan tarif

nilai jual objek pajak tanah dan bangunan dalam rangka menunjang pendapatan asli

daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang masih

berlaku , terdapat beberapa masalah yang berhubungan dengan pengalihan PBB

menjadi pajak daerah antara lain sebagai berikut :

C.1. Hasil Indepth Interview dengan instansi terkait

1. Rasionalisasi NJOP, selama ini NJOP belum bisa mengikuti perkembangan

harga pasar yang ada artinya deviasi harga pasar masih sangat jauh

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 28: Laporan Akhir Penelitian Njop

dibandingkan dengan NJOP yang ditetapkan. Kabupaten Pacitan pada tahun

2011 telah melakukan survey harga pasar yang akan digunakan sebagai bank

data.

2. PBB terutang sekitar 9,6%

3. Penentuan PBB yang ditarik baru pada pajak bumi saja, untuk pajak

bangunannya belum diimplementasikan. Padahal sering terjadi kondisi di

lapangan tanah luas namun bangunan sederhana atau sebaliknya tanah sempit

namun dengan bangunan yang luas. Oleh sebab itu perlu dilakukan adanya

pendataan bangunan sebagai obyek pajak selain tanah.

4. Desa di kabupaten Pacitan berjumlah 171 desa/ kelurahan dengan criteria 71

desa/ kelurahan dalam kondisi berkembang dan 100 desa/ kelurahan sebagai

desa/ kelurahan yang biasa.

5. Permasalahan yang dihadapi dalam rangka pengalihan pajak ini dipilah menjadi

dua yaitu secara tehnis dan SDM

a. Secara tehnis

Pelibatan perangkat desa dalam sosialisasi dan komunikasi

kepada masyarakat

Perangkat desa terlibat secara aktif dalam pendataan khususnya

dalam penyisiran survey tanah dan bangunan

Peralatan IT, hardware maupun software yang akan digunakan

dalam pelaksanaan pelayanan bagi masyarakat

b. SDM

Penyiapan SDM yang akan menangani di bidang administrasi

Penyiapan SDM yang akan menjadi petugas lapangan dalam

pendataan

Penyiapan SDM di lapangan

C.2. Indepth Interview dengan Masyarakat

1. Tingkat kesadaran masyarakat pedesaan dalam membayar PBB lebih tinggi

dibandingkan dengan masyarakat perkotaan, ditunjukkan dengan tingkat

pembayaran yang 100%.

2. Permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat adalah dari sisi data yang belum

sesuai dengan kondisi lapangan

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 29: Laporan Akhir Penelitian Njop

3. Adanya tanah yang kepemilikan dipunyai oleh orang di luar Pacitan

4. Pengalihan PBB di daerah jangan sampai menyebabkan kenaikan PBB yang

cukup tinggi sehingga akan menimbulkan gejolak di masyarakat. Masyarakat

mampu menerima kenaikan PBB maksimal 10 % sampai dengan 15%.

5. Sertifikat sudah berubah namanya namun nama dalam SPPT tetap. Hal ini

terjadi karena notaris kurang bekerjasama dengan pemerintah sehingga

perubahan data tidak terlaporkan.

D. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Penyesuaian Tarif NJOP

Permasalahan kedua yaitu faktor penghambat dan pendorong dalam

penyesuaian penetapan tarif nilai jual yang berpengaruh terhadap penyesuaian

penetapan tarif nilai jual objek pajak tanah dan bangunan dalam rangka menunjang

pendapatan asli daerah yang berlaku bagi wajib pajak di Kabupaten Pacitan berdasarkan

ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

Pengalihan PBB ke daerah ini memiliki dua dilema yaitu sebagai peningkatan

dalam PAD sementara di sisi lain jangan sampai menimbulkan keresahan di

masyarakat.

Sebagai faktor penghambat :

a. Sebagian besar yang tercantum atau tertera dalam SPPT belum memasukkan dan

menghitung pajak bangunan.

b. Masih tersisa tunggakan PBB.

c. Wajib pajak sulit ditemui pengumpul PBB, karena berada (bertempat tinggal) di

luar desa atau wilayah.

d. Kesadaran wajib pajak.

e. Minimnya data status dan kondisi tanah dan bangunan.

f. Kurang tahunya manfaat dan kegunaan PBB oleh masyarakat

g. Perasaan bahwa penghasilan keluarga kurang cukup.

Sebagai faktor pendorong :

a. Masyarakat wajib pajak menyetujui adanya survei berkala terhadap status dan nilai

tanah dan bangunan.

b. Meningkatnya harga transaksi tanah dan bangunan.

c. Tidak keberatan dengan apa yang tercantum dalam SPPT.

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 30: Laporan Akhir Penelitian Njop

d. Peningkatan kelas tanah dan status wilayah.

e. Kemudahan pembayaran PBB.

f. Penerbitan dan tepat waktu penerimaan SPPT oleh wajib pajak.

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 31: Laporan Akhir Penelitian Njop

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 32: Laporan Akhir Penelitian Njop

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan Bangunan dalam rangka

menunjang Pendapatan Asli Daerah disimpulkan berikut ini :

a. Pemerintah Kabupaten Pacitan memiliki potensi besar meningkatkan Pendapatan

Asli Daerah melalui Pajak Bumi dan Bangunan, mengingat sebagian besar Pajak

Bangunan masih belum diperhitungkan, dan belum dicantumkan dalam SPPT

PBB.

b. Masyarakat wajib pajak untuk PBB setuju pemutakhiran data kondisi dan

keadaan dari tanah dan bangunannya.

c. PBB yang terutang sekitar 9,6%, yang boleh dikatakan masih wajar.

B. Rekomendasi

a. Perlu segera payung hukum (Perda) tentang PBB untuk pelaksanaan pengelolaan

PBB oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan.

b. Perlu komunikasi dan informasi kepada wajib pajak untuk PBB oleh instansi

pelaksana.

c. Perubahan pengelolaan PBB perlu struktur organisasi dan pengelola yang kuat,

serta peralatan yang memadai.

d. Meminimalisir gejolak masyarakat wajib pajak dengan bijak, apabila dipandang

perlu pembayaran untuk tahun pertama pengalihan PBB ke daerah (Kabupaten

Pacitan) masih sama jumlah pembayaran PBB oleh wajib pajak untuk tahun

2013.

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD

Page 33: Laporan Akhir Penelitian Njop

DAFTAR PUSTAKA

Kuncoro, M, 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah (Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang), Erlangga, Jakarta

Rahayu Siti Kurnia, 2009, Perpajakan Indonesia, Konsep & Aspek Formal, Graha Ilmu, Bandung

Riyadi dan Bratakusumah, DS, 2003, Perencanaan Pembanguanan Daerah, Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Siahhaan Marihot P, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak

Peraturan Daerah Kabupaten Pacitan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016

Laporan Akhir Penelitian NJOP Tanah dan Bangunan Dalam Rangka Menunjang PAD