nisa_potensi raw material kitin menjadi kitosan dan glukosamin (nisa)
DESCRIPTION
nisaTRANSCRIPT
PEMBAHASAN
I. POTENSI RAW MATERIAL KITIN MENJADI KITOSAN DAN
GLUKOSAMIN
A. Sumber Kitin
Kitin berasal dari bahasa Yunani chiton yang berarti baju atau
jubah. Seperti selulosa pada tumbuhan, kitin berperan sebagai bahan
penguat dinding sel hewan dan tumbuhan tingkat rendah yang
makanannya kaya akan protein. Kitin tersebar luas di alam dan
merupakan senyawa organik kedua yang sangat melimpah di bumi
setelah sellulosa. Setiap tahun dari perairan (laut) dihasilkan sekitar 1011
ton kitin namun kurang dari 0,1% yang dimanfaatkan kembali.
Kitin banyak terdapat pada dinding jamur dan ragi, lapisan kutikula
dan exoskeleton (cangkang) hewan invertebrata seperti udang, kepiting
dan serangga. Bahan- bahan yang terdapat dalm cangkang ini adalah kitin
(15-40 %), protein ( 20-40 %) dan kalsium karbonat (20-50 %). Kitin
komersial bisa diproduksi dari kulit kepiting dan udang yang merupakan
limbah industri makanan laut. Meskipun kitin terdapat dalam berbagai
hewan dan tumbuhan (jamur, Ganggang, Protozoa, Cnidaria,
Aschelminthes, Endoprocta, Bryzoa, Phoronida, Brachiopoda, Echurida,
Annelida, Mollusca, Onychopora, Anthropoda, Chaetognata,
Pogonophora, san Tumicata), cangkang hewan Anthropoda adalah
sumber utama kitin.
Tabel 1. Jumlah kitin yang terdapat dalam berbagai hewan dan tumbuhan:
Sumber Kitin (%)Kulit kepiting 15 - 30Kulit udang 30 - 40Kulit Krill 20 – 30
“tulang” cumi-cumi 20 - 40Kulit kerang 3 - 6
Kulit serangga 5 – 25Dinding sel jamur 10 - 25
B. Struktur dan Potensi Kitin
a. Struktur Kitin
Kitin adalah suatu polisakarida linear yang terdiri dari senyawa
poli [β-(1,4)-2 asetamido deoksi-D-glukopiranose. Dengan kata lain,
Kitin dibagun oleh unit-unit monomer N-asetilglukosamin (GlcNAc)
yang tersusun linear dengan ikatan β (1,4). Struktur kimia kitin mirip
dengan selulosa, hanya dibedakan oleh gugus yang terikat pada atom
C2. Jika pada selulosa gugus yang terikat pada atom C2 adalah OH,
maka pada kitin yang terikat adalah gugus asetamida. Struktur kitin
dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 1. Struktur Kitin
Unit penggunaan struktur kitin mengandung dua residu heksosa
dan ketobiosa. Kitin mempunyai rumus molekul (C8H13NO5)n yang
mengandung jumlah atom C = 47,29%,H = 6,45%,N = 6,89% dan O =
39,37% (Austin , 1981). Dalam struktur kitin (N-asetil D-glukosianin)
bahwa β-piranosa merupakan komponen utama dari kitin ( substansi
yang dibentuk dari skleton dan arthropoda) (Carey,1987). Kitin
merupakan komponen yang tidak larut dalam air dan sangat tahan
pada hidrolisa yang terjadi dan salah satu bagian dari sakarida.
Kitin merupakan biopolimer kristalin yang tersebar di alam
dengan 3 struktur yaitu α, ß, dan γ. Struktur α kitin terdapat dalam
jumlah yang melimpah dalam bentuk isomorpus, struktur kristalinnya
tersusun rapat, padat dengan rantai yang tersusun secara antiparalel
serta mempunyai ikatan hidrogen yang kuat. Struktur ß kitin rantainya
tersusun secara parallel dengan gaya intermolekuler yang lemah,
molekulnya kurang stabil dibandingkan dengan α kitin. Sedangkan
struktur γ kitin merupakan perpaduan antara α dan ß kitin
(Matsumoto, 2006). Struktur γ kitin fibrilnya masing-masing tersusun
dari tiga rantai, dua rantainya tersusun paralel dan rantai ketiga anti
parallel (Yurnaliza, 2002). Kitin α diantaranya terdapat pada
Hydrozoa, nematoda, rotifer, dan arthropoda. Kitin ß ditemukan pada
molusca dan sebagai pembentuk dinding sel luar serangga, sedangkan
kitin γ terdapat pada lambung cumi-cumi (Stivil et al., 1993).
b. Potensi kitin
Kitin dan turunannya telah banyak diaplikasikan pada beberapa
industri, antara lain pada industri pangan, farmasi, dan tekstil. Zat ini
tidak beracun dan dapat terurai di alam. Kitin dapat digunakan juga
pada bidang kesehatan, diantaranya pada pembuatan bahan dasar
pembuatan benang operasi. Benanh operasi mempunyai keunggulan
dapat diuraikan dan diserap dalam jaringan tubuh, tidak toksik, dapat
disterilisasi dan dapat disimpan lama.
Selain itu, Kitin dan turunannya dapat digunakan sebagai bahan
tambahan atau pengawet alami pada makanan. Kitin digunakan pula
sebagai zat antikoagulasi darah, mempercepat penyembuhan luka,
komponen kosmetik dan pengecatan dalam industri tekstil. Salah satu
turunanya, yaitu kitosan mampu menunjukkan aktifitas biologi, yaitu
dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan fungi, sehingga banyak
dimanfaatkan sebagai antimikroba. (Hirano 1997)
Tabel 2. Potensi kitin dan turunnya
Bidang AplikasiNutrisi Serat yang dapat dikonsumsiPangan Pengawet dan pengkaya rasa
Perbaikan teksturBahan emulsiBahan penjernih
Biomedis Obat lukaKontak lensaAntitumorAntikolesterolPelangsing tubuh
Perawatan kulit dan rambut Lotion dan krim pelembabProduk-produk perawatan rambut
Pertanian dan lingkungan FungisidaPemupukanPerawatan benihPengolahan limbah
Lain-lain Industri kertasPenyerap warnaBaterai padatAditif pakanKromatografi
(Toharisman, 2007)
C. Biokonversi kitin menjadi kitosan dan glukosamin
Kitin dapat dihidrolisis menghasilkan monomernya dengan reaksi
enzimatis. Enzim spesifik yang digunakan untuk menghidrolisis kitin
adalah enzim kitinase (Howard et al.,2003). Kitinase merupakan enzim
yang aktif mengkatalisis hidrolisa polimer kitin menjadi kitin
oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin. Berdasarkan cara
kerjanya dalam mendegradasi substrat, kitinase dikelompokkan menjadi
dua, yaitu Endokitinase dan Eksokitinase. Endokitinase menghidrolisa
kitin secara acak dari bagian dalam menghasilkan kitooligomer.
Sedangkan Eksokitinase menghidrolisa kitin secara berurutan dari ujung
nonreduksi menghasilkan kitobiosa sebagai produk akhir dan ß-N-
asetilheksosaminidase yang menghidrolisa kitin secara berurutan dari
ujung nonreduksi menghasilkan N-asetilglukosamin (Patil et al.,2000).
Degradasi kitin yang selanjutnya yaitu mekanisme pengubahan
kitin oleh deasetilase kitin menjadi kitosan. Dimana ikatan glikosida β-
(1,4) pada kitosan akan dihidrolisis dan menghasilkan diasetilkitobiosa
(kitobiosa) yang kemudian dihidrolisis kembali menjadi glukosamin
(Gooday 1990). Proses Hidrolisis kitin menjadi derivatnya disajikan pada
skema berikut ini:
Kitin dihidrolisis oleh kitinase secara acak pada ikatan
glikosidiknya. Degradasi kitin secara enzimatis oleh kitinase berlangsung
secara bertahap. Awalnya polimer kitin dipecah menjadi oligomer kitin
(umumnya berupa dimer) dan selanjutnya diuraikan menjadi monomer
N-asetil glukosamin oleh Nasetilglukosaminidase (Purwani et al., 2001).
Tranformasi kitin menjadi kitosan dapat juga dilakukan secara
kimiawi, disebut dengan deasetilasi, yaitu dengan memberikan
perlakuan dengan basa berkonsentrasi tinggi. Reaksi deasetilasi
bertujuan untuk memutuskan gugus asetil yang terikat pada nitrogen
dalam struktur senyawa kitin untuk memperbesar persentase gugus amina
pada kitosan (Indra, 1993). Proses deasetilasi dengan menggunakan
alkali pada suhu tinggi akan menyebabkan terlepasnya gugus asetil
(CH3CHO-) dari molekul khitin. Gugus amida pada khitin akan
berikatan dengan gugus hidrogen yang bermuatan positif sehingga
membentuk gugus amina bebas –NH2 (Mekawati dkk., 2000). Dengan
adanya gugus ini khitosan dapat mengadsorpsi ion logam dengan
membentuk senyawa kompleks (khelat).
Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi
maupun ezimatik. Proses kimiawi menggunakan basa misalnya
NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi
yang tinggi, yaitu mencapai 85-93%. Namun proses kimiawi
menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan
deasetilasinya juga sangat acak , sehingga sifat fisik dan kimia kitosan
tidak seragam. Selain itu proses kimiawi juga dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan, sulit dikendalikan, dan melibatkan banyak
reaksi samping yang dapat menurunkan rendemen. Proses enzimatik
dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi
secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai
kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang
lebih seragam agar dapat memperluas bidang aplikasinya (Sugita, 2009).
II. ENZIM YANG TERLIBAT DALAM PROSES DEGRADASI KITIN
A. Enzim Kitinase
Kitinase merupakan glikosil hidrolase yang mengkatalisis
degradasi kitin yaitu senyawa polimer dari N-asetilglukosamin yang
membentuk ikatan linier β-1,4. Enzim ini ditemukan dalam berbagai
organisme, termasuk organisme yang tidak mengandung kitin dan
mempunyai peran penting dalam fisiologi dan ekologi. Berdasarkan
kesamaan urutan asam amino, kitinase diklasifikasikan dalam famili 18
dan 19 glikosida hidrolase (Tomokazu et al, 2004). Kitinase merupakan
enzim yang mampu menghidrolisa polimer kitin menjadi kitin
oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin. Enzim ini dihasilkan
oleh bakteri, fungi, tanaman, dan hewan. Harman et al., (1993) dan
Sahai et al., (1993) membagi kitinase dalam tiga tipe yaitu :
a. Endokitinase (EC 3.2.1.14) yaitu kitinase yang memotong secara acak
ikatan β-1,4 bagian internal mikrofibril kitin. Produk akhir yang
terbentuk bersifat mudah larut berupa oligomer pendek N-
asetilglukosamin (GIcNAc) yang mempunyai berat molekul rendah
seperti kitotetraose.
kitin endokitinase kitotetrase
Gambar 2. Reaksi pemutusan ikatan β-1,4 pada bagian internal mikrofibril kitin
b. Eksokitinase (EC 3.2.1.14) dinamakan juga kitobiodase atau kitin 1,4-
β- kitobiodase, yaitu enzim yang mengatalisis secara aktif
pembebasan unit-unit diasetilkitobiose tanpa ada unit-unit
monosakarida atau polisakarida yang dibentuk. Pemotongan hanya
terjadi pada ujung non reduksi mikrofibril kitin dan tidak secara acak.
eksokitinase
kitin diasetilkitobidase
Gambar 3. Reaksi pembebasan unit-unit diasetilkitobiose oleh enzim eksokitinase.
c. β-1,4-N-asetilglukosaminidase (EC 3.2.1.30) merupakan suatu
kitinase yang bekerja pada pemutusan diasetilkitobiose, kitotriose dan
kitotetraose dengan menghasilkan monomer-monomer N-
asetilglukosamin.
N-asetil-D-glukosamin
Gambar 4. Reaksi pemutusan diasetilkitobiose, kitotriose dan kitotetraose dan menghasilkan monomer-monomer N-asetilglukosamin.
Kitinase berguna dalam produksi kitooligosakarida.
Kitooligosakarida berperan sebagai pertahanan tanaman, juga digunakan
dalam kesehatan manusia. Sebagai contoh, kitoheksosa dan kitoheptosa
memperlihatkan aktivitas anti tumor.
N-asetilglukosamin berguna sebagai obat anti inflamasi. Senyawa
ini dalam tubuh manusia disintesis dari glukosa dan digabungkan dengan
glikoprotein dan glikosaminoglikan (Patil et al., (2000). Kitinase juga
berperan dalam produksi protein sel tunggal dari limbah kitin untuk
makanan hewan (Shaikh et al., 1993).
Kitinase juga dapat digunakan dalam pertanian sebagai
pengendalian jamur patogen tanaman dan hama serangga. Kombinasi σ-
toksin dan kitinase dilaporkan lebih efektif dalam membunuh hama
serangga (Patil et al., (2000).
Berdasarkan homologi sekuen asam aminonya, kitinase dibedakan atas
famili 18 dan 19. Famili 18 meliputi kitinase dari bakteri, fungi,
serangga, tanaman (kelas III dan V), hewan (Gijzen et al., 2001) dan satu
kitinase dari Streptomyces griseus (Ohno et al., 1996). Kitinase tanaman
kelas I tersusun atas sekuen yang conserved pada struktur utamanya,
serta domain kaya sistein pada ujung N. Kitinase kelas II secara
struktural homolog dengan kelas I, tetapi tidak memiliki domain kaya
sistein. Sementara, kitinase kelas III dan V tidak memiliki homologi
dengan kitinase kelas I, II dan IV (Fukamizo, 2000).
B. Enzim Kitin Deasetilase
Enzim ini dapat dimurnikan dan dikarakterisasikan dari beberapa
cendawan seperti pada M.rouxii, diperoleh bahwa suhu optimumnya adalah
50 0C dan pH optimumnya adalah 4,5. Kitin deasetilase, merupakan enzim
yang dapat mengkatalisis konversi kitin menjadi kitosan dalam proses
deasetilase N-asetilglukosamin. Enzim ini dapat menghidrolisis kitin
melalui pemutusan ikatan N-asetamido pada kitin dan merubahnya menjadi
kitosan (Kafetzopoulos et al., 1993).
Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi
maupun ezimat ik. Proses kimiawi menggunakan basa misalnya NaOH,
dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi,
yaitu mencapai 85-93%. Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan
dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinya juga sangat acak ,
sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak seragam. Selain itu proses
kimiawi juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, sulit
dikendalikan, dan melibatkan banyak reaksi samping yang dapat
menurunkan rendemen. Proses enzimat ik dapat menutupi kekurangan
proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi secara enzimat ik bersifat selekt if
dan tidak merusak struktur rantai kitosan, sehingga menghasilkan
kitosan dengan karakterist ik yang lebih seragam agar dapat memperluas
bidang aplikasinya (Sugita, 2009).
Proses deasetilasi bertujuan untuk memutuskan ikatan kovalen antara
gugus asetil dengan nitrogenpada gugus asetamida kitin sehingga berubah
menjadi gugus amina. Derajat deasetilasi adalah persentasi gugus asetilasi
yang berhasil dihilangkan selama proses deasetilasi kitin. Derajat deasetilasi
berperan penting dalam proses penyerapan. Pertambahan nilai derajat
deasetilasi menyebabkan bertambahnya jumlah gugus amina bebas ( Millot
et al, 1998 ).Perbedaan antara kitin dengan kitosan terdapat dalam derajat
deasetilasinya.
III.BAHAN KAK LISA belum masuk
IV.MEKANISME REAKSI DEGRADASI KITIN MENJADI KITOSAN
DAN GLUKOSAMIN
Melalui reaksi enzimatis, kitin dapat diubah menjadi berbagai
turunannya, seperti yang terlihat pada Gambar :
A. Degradasi Kitin Menjadi Diasetilkitobiosa Membentuk Glukosamin
Proses degradasi kitin menjadi Diasetilkitobiosa melalui reaksi
enzimatik dengan mengunakan enzim kitinase. Cara kerja enzim kitinase
dapat dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan kerjanya yaitu :
a. Endokitinase (EC 3.2.1.14) yaitu kitinase yang memotong secara acak
ikatan β-1,4 bagian internal mikrofibril kitin. Produk akhir yang
terbentuk bersifat mudah larut berupa oligomer pendek N-
asetilglukosamin (GIcNAc) yang mempunyai berat molekul rendah
seperti kitotetraose.
b. Eksokitinase (EC 3.2.1.14) dinamakan juga kitobiodase atau kitin 1,4-
β- kitobiodase, yaitu enzim yang mengatalisis secara aktif
pembebasan unit-unit diasetilkitobiose tanpa ada unit-unit
monosakarida atau polisakarida yang dibentuk. Pemotongan hanya
terjadi pada ujung non reduksi mikrofibril kitin dan tidak secara acak.
c. β-1,4-N-asetilglukosaminidase (EC 3.2.1.30) merupakan suatu
kitinase yang bekerja pada pemutusan diasetilkitobiose, kitotriose dan
kitotetraose dengan menghasilkan monomer-monomer N-
asetilglukosamin.
Pada umumnya mekanisme hidrolisis enzim kitinase adalah
double-displacement retaining mechanism dan single-displacement
inverting mechanism.
Retaining and inverting hidrolase glikosida
The double-displacement hydrolysis mechanism proposed for family 18 (a) and 19
(b)chitinases.
Brameld K A , and Goddard W A PNAS 1998;95:4276-4281
1) Mekanisme katalitik (A)
Mekanisme katalitik (A) melibatkan dua residu katalitik pada sisi aktif, residu asam glutamat sebagai asam/basa katalis dan residu asam aspartat sebagai nukleofil.
A. Tahap 1
setelah substrat terikat pada sisi aktif, residu asam glutamat dalam bentuk asamnya mendonorkan sebuah proton(H+) pada oksigen ikatan glikosidik, oksigen bermuatan +1 sehingga untukmenstabilkannya, R harus melepaskan kitin yang lain. residu asam aspartat menyerang nukleofilik dari C1 dari kitin.
B. Tahap 2
• Molekul kitin yang lain terprotonasi pada bagian meninggalkan sisi aktif. Terbentuknya sebuah ion oksokarbonium pada keadaan transisi yang diikuti dengan pembentukan kovalen intermediet
C. Tahap 3
• Ion oksokarbonium berpindah sisi aktif saat molekul air menyerang ikatan kovalen diantara molekul kitin pada bagian nukleofilik dan residu asam aspartat. Yang menyebabkan residu asam aspartatter pisah.
D. Tahap 4
• Ion oksokarbonium terbentuk kembali
E. Tahap 5
• Setelah molekul air masuk pada ion oksokarbonium, maka basa katalis residu asam glutamat menerima sebuah hidrogen yang dilepaskan dari air yang masuk. Sehingga OH- menggantikan ikatan oksokarbonium.
2) Mekanisme katalitik (B)
A. Tahap 1
• Electron bebas pada oksigen antara dua molekul kitin menyerang hydrogen dari residu asam glutamate dan berikatan secara kovalen koordinasi.
B. Tahap2
• Selanjutnya residu asam aspartatter memprotonasi molekul air, sehingga terbentuk muatan H+ dan OH-.
C. Tahap 3
• Electron bebas pada oksigen yang bermuatan akan menginduksi kitin.
• setelah itu molekul OH- (nukleofil) menyerang ikatan kovalen diantara molekul kitin. Penyerangan dilakukan dari belakang, dan dilakukan dengan mekanisme reaksi E2.
D. Tahap 4
• Maka terbentuklah Ion oksokarbonium sebelum putusnya ikatan dengan kitin yang lainnya
B. Degradasi Kitin Menjadi Kitosan Membentuk Glukosamin
Enzim kitin deasetilase ini memiliki sisi aktif enzim yaitu His-His-Asp. Dengan residu asam amino sebagai bagian yang aktifnya. Gugus –OH dari asam amino Asam Aspartat ini akan bereaksi dengan substrat atau Kitin dengan mekanisme seperti reaksi di bawah ini:
DAFTAR PUSTAKA
Agdour, S. 2007. Production and Characterization OfThe Recombinant Wheatchitinase Wch I And Generation Of Chitin-Specific Antibodies. [Serial online].http://Darwin.bth.rwth-aachen.de/opus3/voltexte/. Diakses Tanggal 25 September 2014.
Patil, R.S., Ghormade, V. and Despande, M.V. 2000. Chitinolytic Enzymes: an Exploration. Enzyme and Microbial Technology.Vol.26: 473-483.
Purwani, E.Y., Toharisman, A. Chasanah, E., Laksmi, J.F., Welan. Suhartono, M. T., Purwadaria T., Hwang, J. K., dan Pyun, Y. R. 2002. Studi Pendahuluan Enzim Kitinase Extraseluler Yang Dihasilkan Oleh Isolat Bakteri Asal Manado. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan.Vol.13: 111-117.
Rinaudo, Margaruite. 2006. Chitin and chitosan: Properties and Applications. Prog. Polym. Sci. 31 (2006) 603–632. CERMAV-CNRS, affiliated with Joseph Fourier University, BP53, 38041 Grenoble Cedex 9, France.
Dinter, S. Bugger dan E. Siefert. 2000. Enzymatic Degradation of Chitin by Microorganism. 2000. Advances in Chitin Science. University Postdam Druckhaus.
Toharisman, Aris. 2007. Peluang pemanfaatan enzim kitinase di Industri Gula.P3GI