nilai-nilai pendidikan keluarga dalam perspektif al...
TRANSCRIPT
-
i
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KELUARGA
DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
SURAH AL-ISRAA’ AYAT 23-25
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
LAELAH NUR FADLILAH
NIM : 23010-15-0184
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
-
ii
-
iii
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KELUARGA
DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
SURAH AL-ISRAA’ AYAT 23-25
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
LAELAH NUR FADLILAH
NIM : 23010-15-0184
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
-
iv
-
v
-
vi
-
vii
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda:
Berbakti kepada orang tua adalah sebaik-baik pintu surga
HR. Tirmidzi
PERSEMBAHAN
-
viii
Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah, atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Kedua orang tua tercinta Bapak Slamet Wiyono dan Ibu Khamaliyah yang
sudah merawat dan mendidikku sampai besar, dengan pengorbanan, materi,
ketulusan dan kesabaran keduanya. Semoga selalu dalam lindungan dan
mendapat rahmat dari Allah di dunia dan akhirat.
2. Kakakku Afifa Nur Karima, S.Ak. dan adikku Kharisma Nur 'Ainy yang selalu
mendukungku dan mendoakanku.
3. Seluruh keluargaku terimakasih atas dorongan dan doa serta motivasinya.
4. Bapak Muh Hafidz, M.Ag. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
motivasi serta pengarahan sampai selesainya skripsi ini.
5. Almamaterku tercinta IAIN Salatiga semoga tetap jaya.
6. Al-Mukarom Drs. Romo KH. Nasafi, M.Pd.I. dan Ibu Nyai Hj. Asfiyah selaku
pengasuh Pondok Pesantren Nurul Asna Salatiga.
7. Bapak Nur Munafiin, M.Ag., M.Pd. selaku guru Pendidikan Agama Islam SMA
Negeri 1 Salatiga yang telah memberikan nasihat, arahan, motivasi dan doa
yang tulus bagi penulis.
8. Ibu Kumiyati, S.Pd. selaku Kepala SD Negeri Mejing 1 dan rekan kerja yang
ikut andil sebagai semangat penulis untuk penyelesaian skripsi ini.
9. Adik-adik TPA Roudotul ‘Ulum Salatiga yang selalu memberikan keceriaan
dan semangat serta mendoakanku.
10. Kepada teman-teman Pondok Pesantren Nurul Asna yang telah memberikan
semangat dan motivasi.
-
ix
11. Sahabatku tercinta Risalatul Qudsiyah dan Wiwit Setyo Larasati yang selalu
menghibur dan menyemangatiku dari awal kuliah sampai saat ini.
12. Kepada seluruh sahabat PAI Kelas E angkatan 2015 terimakasih telah
memberikan banyak kenangan yang indah dan teman-teman seperjuanganku
yang telah memberikan dukungan semangat dan doa sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
13. Kepada teman-teman PPL, KKN angkatan 2019 yang telah memberikan banyak
pelajaran apa artinya kebersamaan dan kekeluargaan.
14. Semua pihak yang ikut serta memberikan bantuan dan motivasi yang sangat
berjasa dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
KATA PENGANTAR
-
x
Tidak ada kata yang paling indah selain puji dan rasa syukur kepada Allah,
yang telah menentukan segala sesuatu berada di tangan-Nya, sehingga tidak ada
setetes embun pun dan segelintir jiwa manusia yang lepas dari ketentuan dan
ketetapan-Nya. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sebagai suri tauladan untuk panutan
sehingga umatnya dapat mencapai kebahagiaan ketentraman dunia dan akhirat.
Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini dengan judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN KELUARGA DALAM
PERSPEKTIF AL-QUR'AN SURAH AL-ISRA' AYAT 23-25”, yang disusun
untuk memenuhi kewajiban dan syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan
(S.Pd.) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.Penulis menyadari bahwa penulisan
skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal itu disadari karena keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Dalam penyusunan skripsi ini,
penulis banyak mendapat pelajaran, dorongan motivasi, bantuan berupa bimbingan
yang sangat berharga dari berbagai pihak mulai dari pelaksanaan hingga
penyusunan laporan skripsi ini. Dalam kesempatan baik ini, penulis mengucapkan
rasa terimakasih banyak kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
-
xi
3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si. selaku Ketua Prodi Studi Pendidikan Agama
Islam.
4. Bapak Muh. Hafidz M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya
membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Slamet Wiyono dan Ibu Khamaliyah keluarga tercinta, dan seluruh
pihak yang selalu mendorong dan memberikan motivasi dalam
menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
7. Keluarga besar dan teman-teman yang selalu mendoakan dan memberikan
dukungan serta bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Besar harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pihak lain pada umumnya. Saran dan kritik yang
membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 27 Juni 2019
Penulis
Laelah Nur Fadlilah
NIM. 23010-15-0184
-
xii
ABSTRAK
Fadlilah, Laelah Nur. 2019. Nilai-Nilai Pendidikan Keluarga dalam Perspektif
al-Qur'an Surah al-Israa’ Ayat 23-25. Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Muh. Hafidz
Kata kunci, Nilai, Pendidikan Keluarga, al-Quran
Rendahnya pendidikan keluarga yang telah tertanam dalam setiap individu
menjadi latar belakang permasalahan yang sering muncul di zaman ini seperti
terjadinya perceraian, kurangnya pendidikan menjadikan orang tua keliru dalam
mendidik anak sehingga sampai kekerasan pun terjadi, hak dan kewajiban tidak
terpenuhi. Kembali kepada ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan solusi yang
tepat dalam menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Penelitian yang berjudul
“Nilai-Nilai Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Al-Qur'an Surah Al-Isra' Ayat
23-25” bertujuan untuk menjawab pertanyaan dari permasalahan : 1. Apa nilai-nilai pendidikan keluarga yang terkandung dalam surah al-Israa’ ayat 23-25? 2. Bagaimana
implementasi pendidikan keluarga di rumah dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat
dalam surah al-Israa’ ayat 23-25?
Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan, atau bahan-bahan bacaan
untuk mencari pendapat para ahli tafsir dan ahli pendidikan tentang pendidikan
keluarga al-Qur'an surah al-Israa’ ayat 23-25. Kemudian dianalisis untuk mencapai
tujuan. Metode analisis data yang penulis gunakan adalah analisis tahlili.
Berdasarkan telaah dari literatur, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Nilai-nilai Pendidikan keluarga yang terkandung dalam surah al-Israa’ ayat 23-25,
antara lain: pendidikan aqidah dan pendidikan akhlak. 2. Implementasi pendidikan
keluarga di rumah dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat dalam surah al-Israa’ ayat
23-25 yaitu senantiasa menyembah dan tidak mempersekutukan Allah dalam berbagai
peribadatan dalam hal ini kedua orang tua menanamkan nilai-nilai ibadah baik ibadah
wajib maupun sunnah, mengajarkan kepada anak untuk bersikap lemah lembut dan
tawadhu’ terhadap kedua orang tua, menaati keduanya serta mendoakan kebaikan
untuk kedua orang tua agar di rahmati oleh Allah sebagai bentuk imbalan telah
mengasuh, mendidik dan memelihara ketika masih kecil.
-
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i
LEMBAR BERLOGO ........................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ iv
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................... vi
MOTTO .............................................................................................................. vii
PERSEMBAHAN .............................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... x
ABSTRAK .......................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 2
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 2
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 10
D. Kegunaan Penelitian ................................................................................. 11
E. Metode Penelitian ..................................................................................... 11
F. Kajian Pustaka .......................................................................................... 14
G. Sistematika Penulisan .............................................................................. 16
-
xiv
BAB II KOMPILASI AYAT ............................................................................... 17
A. Surah Al-Isra' 23 ...................................................................................... 17
B. Surah Al-Isra' 24 ...................................................................................... 21
C. Surah Al-Isra' 25 ...................................................................................... 23
BAB III ASBABUN NUZUL, MUNASABAH, TAFSIR, DAN POKOK-POKOK
ISI SURAH AL-ISRAA’ AYAT 23-25 ............................................................... 36
A. Asbabun Nuzul ......................................................................................... 36
B. Munasabah ............................................................................................... 37
1. Munasabah ayat .................................................................................. 38
2. Munasabah surah ................................................................................ 45
C. Tafsir Surah Al-Isra' Ayat 23-25 .............................................................. 49
D. Pokok-Pokok Isi Surah Al-Isra' Ayat 23-25 ............................................ 60
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN KELUARGA
DALAM AL-QUR’AN SURAH AL-ISRAA’ AYAT 23-25 .............................. 65
A. Nilai-Nilai Pendidikan Keluarga .............................................................. 65
1. Tauhid Kepada Allah ......................................................................... 65
2. Perintah Berbakti Kepada Kedua Orang Tua ..................................... 70
a. Larangan Mengucapkan “Ah” ..................................................... 71
b. Larangan Berbuat Kasar (Membentak atau Menentang) ............. 72
c. Perintah Mengucapkan Perkataan Baik atau Mulia ..................... 73
d. Merawat Kedua Orang Tua yang Telah Lanjut Usia ................... 74
e. Bersikap Tawadhu’ ...................................................................... 75
f. Mendoakan Kedua Orang Tua ..................................................... 77
-
xv
3. Perintah Bertobat ................................................................................ 79
B. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Keluarga Dalam Kehidupan Sehari-
Hari ........................................................................................................... 80
1. Selalu Bertauhid Kepada Allah .......................................................... 80
a. Mengajak Anak Shalat Tepat Waktu dan Berjamaah .................. 81
b. Mengajak Anak Berpuasa ............................................................ 82
c. Mengajak Anak Untuk Bersedekah dan Zakat ............................. 83
2. Selalu Berbakti Kepada Kedua Orang Tua ........................................ 85
a. Tidak Mengucapkan “Ah” ........................................................... 86
b. Tidak Berbuat Kasar (Membentak atau Menentang) ................... 87
c. Mengucapkan Perkataan Baik atau Mulia .................................... 89
d. Merawat Kedua Orang Tua yang Telah Lanjut Usia ................... 89
e. Bersikap Tawadhu’ ...................................................................... 90
f. Selalu Mendoakan Kedua Orang Tua .......................................... 92
3. Selalu Bertobat .................................................................................... 93
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 95
A. Kesimpulan
1. Nilai-nilai Pendidikan Keluarga yang Terkandung dalam Surat al-Isra' Ayat
23-25 ................................................................................................... 95
2. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Keluarga di Rumah dalam Kehidupan
Sehari-hari yang Terdapat dalam Surah Al-Israa’ ayat 23-25 ................... 95
B. Saran ......................................................................................................... 96
-
xvi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Daftar SKK
2. Nota Pembimbing Skripsi
3. Lembar Konsultasi
4. Daftar Riwayat Hidup Penulis
-
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam
kehidupan. Di era ini banyak terjadi kasus di dalam keluarga seperti
perceraian, perselingkuhan, anak tidak dididik dengan baik oleh kedua
orang tua dan lain sebagainya. Problematika tersebut menyebabkan
keharmonisan dalam keluarga menjadi renggang. Hal ini disebabkan karena
bahtera rumah tangga tidak dibangun dengan dasar-dasar pendidikan
keagamaan yang baik. Karena kurangnya tentang pengetahuan inilah yang
melatarbelakangi adanya ketidakharmonisan dalam keluarga.
Al-Qur’an adalah khazanah agung dan lengkap, menyajikan menu
yang dibutuhkan oleh setiap orang agar dicintai dan diridhai Allah. Sangat
tepat jika al-Qur’an dijadikan sebagai ruh kebangkitan umat. Al-Qur’an
ibarat matahari yang sinarnya tidak akan memancar kecuali kepada orang
yang senantiasa membuka diri, al-Qur’an tidak akan memberi pengaruh apa
pun kecuali kepada orang yang membuka hatinya. Namun, tidak seperti
matahari, cahaya al-Qur’an tidak akan pernah tenggelam, dan tidak akan
pernah hilang oleh ruang dan waktu (Khatib, 2011: 12).
Sebagai pedoman hidup, al-Qur’an diturunkan Allah bukan hanya
sekedar untuk dibaca secara tekstual saja, akan tetapi al-Qur’an juga untuk
dipahami, dihayati serta diamalkan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat
memberikan ketenteraman dalam jiwa (Al Munawar, 2005: 16).
-
3
Al-Qur’an memang ibarat sumber mata air yang tidak akan pernah
kering. Jika al-Qur’an dibaca dan direnungkan setiap saat, maka hati akan
senantiasa memperoleh sentuhan inspirasional yang akan memperkaya
hidup sehingga akan merasakan sesuatu yang baru yang mencerahkan,
bagaikan pupuk bagi pertumbuhan ruhani umat (Effendi, 2012: 42)
Al-Qur’an adalah petunjuk bagi umat manusia yang selalu
meletakkan prinsip-prinsip dasar dalam segala persoalan kehidupan
manusia dan merupakan kitab yang universal. Petunjuk ini merupakan sendi
utama dalam agama Islam sebagai “way of life” yang menjamin
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat nantinya (Chirzin, 2014: 3).
Allah menurunkan al-Qur’an untuk menjadi undang-undang bagi
umat manusia, sebagai “hudan linnas” atau petunjuk serta bukti kebenaran,
sebagai tanda kebesaran Rasul, serta penjelasan atas kenabian dan
kerasulannya. Juga sebagai dalil yang kuat di hari kemudian dimana akan
dikatakan bahwa al-Qur’an itu memang benar-benar diturunkan dari Dzat
Yang Maha Bijaksana lagi Terpuji yaitu Allah. Gerbang rahmat dan
berkatnya akan tetap terbuka dan tetap cemerlang serta nyata di setiap
zaman seperti keadaannya ketika di masa Rasulullah. (Hamid, 2016: 29).
Tujuan al-Qur’an datang adalah membuka lebar-lebar mata
manusia, agar manusia menyadari jati diri dan hakikat keberadaannya di
bumi yaitu sebagai khalifah di muka bumi (Shihab, 1991: 21).
-
4
Al-Qur’an merupakan suatu bacaan yang mencapai puncak
kesempurnaan (Shihab, 2014: 22). Kitab suci al-Qur’an tidak akan pernah
ada yang menandingi kesempurnaannya sampai kapan pun.
Makna pendidikan keluarga di era modern sekarang ini memang
telah mengalami perubahan. Berbagai perubahan yang terjadi dipengaruhi
oleh perkembangan zaman. Pendidikan keluarga akan membutuhkan
penyesuaian terhadap berkembangnya zaman yang semakin maju.
Walaupun terjadi pergeseran dalam pendidikan keluarga, yang lebih penting
adalah mempertahankan pendidikan keluarga agar tidak menghilangkan
maknanya secara keseluruhan. Pendidikan keluarga harus senantiasa
ditanamkan dalam diri tiap individu sebelum mengarungi dunia yang
sesungguhnya yaitu dunia setelah pernikahan. Jadi, meskipun banyak
rintangan dan masalah yang datang akan dapat dihadapi dengan kedewasaan
dan penuh kesabaran karena anak telah dibekali pendidikan keluarga oleh
kedua orang tua sejak dini. Dan juga, meskipun banyak terjadi pernikahan
usia dini di masa kini, keluarga yang dibina dengan dasar-dasar pendidikan
keagamaan akan tetap terjalin keharmonisannya.
Menurut bahasa keluarga berarti ibu dan bapak beserta anak-anaknya
(KBBI, 2007: 536). Keluarga merupakan pondasi utama yang paling dicintai
Islam. Dalam keluarga harus ada komunikasi yang baik antara ayah, ibu dan
anak, supaya tetap terjaga keharmonisannya. Jika komunikasi tidak terjalin
dengan baik, maka akan berakibat buruk bagi kehidupan keluarga tersebut.
Keharmonisan antara suami dan istri akan berpengaruh terhadap perilaku anak.
Anak akan meniru berbagai perilaku dan kebiasaan kedua orang tua, ekspresi
-
5
dan emosi yang ditampilkan, serta respon terhadap lingkungan sosial. Semua
itu akan menjadi contoh bagi anak dalam menjalani kehidupan, maka dari itu
orang tua harus memberikan contoh yang terbaik untuk anak.
Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama yang dikenal oleh
anak. Karena kedua orang tua adalah orang yang pertama kali dikenal dan
diterimanya pendidikan. Perhatian, bimbingan, cinta dan kasih sayang yang
terjalin antara kedua orang tua dengan anak, merupakan basis paling ampuh
bagi pertumbuhan dan perkembangan psikis serta nilai-nilai sosial dan
religius pada diri anak (Ahid, 2010: 61).
Oleh karena itu, kedua orang tua menjadi pendidik di rumahnya.
Pendidikan di rumah tangga sebagai basis utama untuk mencetak manusia
unggul di era sekarang ini, dunia yang sudah terbuka, ditandai dengan
perkembangan IPTEK yang luar biasa, yang memunculkan nilai-nilai baru
dalam kehidupan yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Agama memegang peranan paling penting dalam usaha
pembentukan keluarga yang sangat diidamkan dalam suatu bahtera rumah
tangga, yaitu keluarga yang harmonis, bahagia dan sejahtera. Islam telah
mengajarkan agar selalu menyempurnakan kehidupannya dengan
melaksanakan sunnah Rasulullah yaitu pernikahan (Rafi'udin, 2001: 21).
Syarat agama Islam merupakan suatu bentuk ibadah kepada Allah sekaligus
mengikuti sunnah Rasulullah dalam rangka untuk membangun rumah
tangga, yaitu keluarga bahagia yang sakinah, mawaddah, dan warahmah
yang senantiasa diridhai oleh Allah (Indra, 2017: 37).
-
6
Oleh sebab itu, dengan pernikahan itulah diharapkan mampu
terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah dengan ridha
dari Allah. Dari keluarga seperti itulah akan lahir keturunan yang baik dan
berkualitas yang diharapkan mampu memenuhi tugas-tugasnya sebagai
anggota keluarga, hamba Allah, dan warga masyarakat yang baik.
Rumah tangga yang didirikan atas dasar hanya untuk mencari
keridhaan dari Allah akan diwarnai oleh nilai-nilai luhur ajaran agama
(Anggota IKAPI, 2016: 9). Karena memang hakikat dalam ketenangan jiwa
atau sakinah itu adalah ketenangan yang senantiasa terbimbing dengan
agama dan datang dari sisi Allah.
Rumah tangga yang disinari cahaya kasih sayang dan nilai-nilai
Islami juga akan melahirkan perasaan persamaan hak antar sesama anggota
keluarga. Tercipta keharmonisan, kerukunan dan keserasian hidup yang
mengantar kepada kebahagiaan keluarga. Sebaliknya, rumah tangga yang
tidak pernah ditempa angin cinta dan kasih sayang pasti akan diliputi
mendung kesengsaraan (Hamid, 1991: 35-36).
Keluarga adalah ladang terbaik dalam penanaman nilai-nilai agama.
Orang tua memiliki peranan penting yang strategis dan paling utama dalam
mentradisikan dasar-dasar keagamaan sehingga nilai-nilai agama dapat
ditanamkan ke dalam jiwa anak (Djamarah, 2004: 19-20). Islam selalu
mendorong umatnya agar senantiasa berpegang teguh pada pondasi yang
telah ada dalam agama Islam, supaya terhindar dari bahaya keruntuhan
keluarga. Islam juga melindungi keluarga dari perceraian, perselingkuhan,
-
7
durhaka terhadap kedua orang tua, memutus silaturahim, dan perzinaan.
Keluarga merupakan tempat fitrah yang sesuai dengan keinginan Allah bagi
kehidupan manusia sejak keberadaan khalifah. Hidup berkeluarga adalah
fitrah setiap manusia. Islam dengan kesempurnaan ajarannya mengatur
tentang konsep keluarga yang di bangun di atas dasar pernikahan. Melalui
pernikahan dapat diatur hubungan laki-laki dan perempuan (yang secara
fitrahnya saling tertarik) dengan aturan yang khusus. Dari hasil pernikahan
ini juga akan berkembang keturunan sebagai salah satu tujuan dari
pernikahan tersebut. Dalam pernikahan itulah tebentuk keluarga yang
diatasnya didirikan peraturan hidup khusus dan sebagai konsekuensi dari
sebuah pernikahan (Farhanah, 2017: 2).
Firman Allah yang termaktub dalam Qur’an surah an-Nur ayat 32
adalah sebagai berikut:
َوأَْنِكُحوا األََيَمى ِمْنُكْم َوالصَّاِِلِنَي ِمْن ِعَبادُِكْم َوِإَماِئُكْم ِإْن َيُكونُوا فُ َقرَاَء يُ ْغِنِهُم ُ َواِسٌع َعِليٌم ُ ِمْن َفْضِلِه َواَّللَّ (۲۳)اَّللَّ
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian (laki-laki
atau perempuan yang belum menikah) diantara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui” (QS. an-Nur ayat 32).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memeritahkan hamba-Nya
bagi yang sudah mampu menikah untuk segera menikah. Dan jika mereka
miskin dan tidak memiliki harta benda yang cukup, Allah akan
memampukannya dalam segala hal dan melapangkan rezekinya, karena
Allah Maha Kaya dan Maha Luas. Dan jika belum mampu untuk menikah,
-
8
maka diperintahkan agar berpuasa untuk mengendalikan dirinya dari hawa
nafsu. Menikah merupakan sunnah Rasulullah, yang mana jika dilakukan
akan mendapat pahala sekaligus diakui sebagai umat Rasulullah. Menikah
juga sebagai gerbang awal dalam menjalin keluarga yang diridhai Allah.
Al-Qur’an merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad melalui Malaikat Jibril. Al-Qur’an diturunkan sebagai
pedoman hidup bagaimana manusia dalam menata kehidupannya, agar
hidup memperoleh kebahagiaan lahir dan batin di dunia dan akhirat.
Konsep-konsep yang ada pada al-Qur’an selalu relevan dengan
permasalahan yang dihadapi oleh manusia, karena al-Qur’an diturunkan
untuk memberikan penjelasan tentang pendidikan dalam beberapa surah
yang ada di dalamnya salah satunya yang terdapat dalam surah al-Israa’ ayat
23-25. Pentingnya pendidikan dalam keluarga merupakan konsekuensi dari
tanggung jawab orang tua terhadap anaknya karena anak merupakan
amanah yang Allah titipkan kepada orang tua. Keberadaan keluarga sangat
penting untuk mencetak generasi yang berkualitas karena keluarga adalah
tempat dimana pondasi nilai-nilai agama yang diajarkan orang tua kepada
anaknya. Kunci sukses membina keluarga islami adalah dengan selalu
menghadirkan al-Qur’an dalam kehidupan keluarga. Dengan demikian,
orang tua sangat dituntut untuk menjadi pendidik yang baik, yang mampu
memberikan sikap positif dan menjadi teladan yang baik bagi anak dengan
mengikuti konsep yang ada pada surah al-Israa’ ayat 23-25.
-
9
Dalam kehidupan keluarga pasti ada banyak permasalahan yang
harus dihadapi dan diselesaikan dengan kepala dingin, dan di dalam setiap
permasalahan hendaknya dikembalikan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah,
karena keduanya merupakan pondasi yang senantiasa selalu mendasari
dalam setiap perilaku seorang muslim. Jangan sampai menghukumi sesuatu
dengan keinginan diri sendiri tanpa adanya ilmu pengetahuan yang
mendasari dan mendukung, karena hal itu dapat menyebabkan kesesatan
yang akan membuat hidup seakan tidak memiliki arti dan tujuan.
Adapun dalam membina keluarga yang baik Allah telah
memberikan contoh salah satunya termuat di dalam al-Qur’an yaitu surah
al-Israa’ ayat 23-25 yang berbunyi:
ُلَغنَّ ِعْنَدَك ا ُه َوِِبْلَواِلَدْيِن ِإْحَساًنا ِإمَّا يَ ب ْ ْلِكبَ َر َأَحُدُُهَا َوَقَضى َربَُّك َأال تَ ْعُبُدوا ِإال ِإَيََّهْرُُهَا َوُقْل َواْخِفْض ََلَُما (۲۳) ميااََلَُما قَ ْوال َكرِ َأْو ِكالُُهَا َفال تَ ُقْل ََلَُما ُأف ٍّ َوال تَ ن ْ
َربُُّكْم أَْعَلُم ِبَا ِف (۲٤) َجَناَح الذُّلٍّ ِمَن الرَّْْحَِة َوُقْل َربٍّ اْرَْحُْهَما َكَما َرب ََّياِن َصِغرياا (۲۲) نُ ُفوِسُكْم ِإْن َتُكونُوا َصاِِلِنَي فَِإنَُّه َكاَن ِلألوَّاِبنَي َغُفوراا
Artinya:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyem-
bah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia
(QS. al-Israa’ ayat 23).
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”
(QS. al-Israa’ ayat 24).
Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu
orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi
orang-orang yang bertobat (QS. al-Israa’ayat 25).
-
01
Berdasarkan firman Allah yang termaktub dalam surah al-Israa’ ayat
23-25, penulis terinspirasi untuk mempelajari lebih lanjut mengenai Nilai-
Nilai Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Al-Qur’an Surah Al-
Israa’ Ayat 23-25. Yang menjadi alasan dalam pemilihan judul tersebut
adalah karena pendidikan keluarga merupakan dasar ilmu sebagai pondasi
utama untuk berinteraksi dan menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-
hari. Keberhasilan tentu harus melalui proses belajar mengajar dengan
menanamkan nilai-nilai pendidikan keluarga pada anak. Oleh sebab itu,
penulis mengangkatnya menjadi judul skripsi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran masalah di atas, maka rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut:
1. Apa nilai-nilai pendidikan keluarga yang terkandung di dalam surah al-
Israa’ ayat 23-25?
2. Bagaimana implementasi pendidikan keluarga di rumah dalam
kehidupan sehari-hari yang terdapat dalam surah al-Israa’ ayat 23-25?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan keluarga yang terkandung di
dalam surah al-Israa’ ayat 23-25.
2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi pendidikan keluarga di
rumah dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat dalam surah al-Israa’
ayat 23-25.
-
00
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Keluarga
dalam Perspektif Al-Qur’an Surah Al-Israa’ ayat 23-25” ini akan
memberikan beberapa manfaat adalah sebagai berikut:
1. Dari segi teoritis, diharapkan dapat mengembangkan dan menambah
wawasan sebagai upaya mendidik anak berdasarkan al-Qur’an dan as-
Sunnah terutama dalam kehidupan keluarga dengan mengikuti konsep
yang ada pada surah al-Israa’ ayat 23-25 sehingga dapat membentuk
jiwa anak yang bertakwa dan taat kepada Allah serta mengetahui dan
melaksanakan atas apa yang menjadi hak dan kewajiban seorang anak
terhadap kedua orang tua.
2. Dari segi praktis, sebagai sumbangan ilmiah dalam bidang pendidikan
dan dalam disiplin ilmu yang lainnya untuk khazanah keilmuan
pendidikan di Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Kajian ini merupakan penelitian pustaka (library research) yaitu
menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama dalam penelitian
ini. Data-data yang ada kaitannya dengan penelitian ini dikumpulkan
melalui studi pustaka, karena kajian berkaitan dengan pemahaman ayat
al-Qur’an. Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini penulis
menggunakan metode mengkaji dari beberapa sumber buku pendidikan
-
02
Islam sebagai library research yaitu penelitian kepustakaan (Hadi,
2001: 9).
Maksudnya dalam penelitian ini penulis mencari nilai-nilai
pendidikan keluarga yang terkandung dalam al-Qur’an surah al-Israa’ ayat
23-25 dari tiga tafsir yaitu Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Muyassar, dan Tafsir
al-Azhar yang merupakan interpretasi dari para mufassir dalam memahami
isi, maksud maupun kandungan yang ada dalam surah al-Israa’ ayat 23-25
sehingga akan mempermudah dalam kajian ini.
2. Sumber Data
Data penelitian ini diperoleh dari al-Qur’an surah al-Israa’ ayat
23-25. Selain itu, sumber data penulis juga diambil dari beberapa buku
yang relevan dalam pembahasan skripsi ini. Sumber data ini dibedakan
menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung
dari subjek penelitian dengan mengambil data secara langsung pada
subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Dalam hal ini yang
menjadi sumber data primer adalah al-Qur’an dan tafsir-tafsirnya
surah al-Israa’ ayat 23-25, seperti Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Muyassar, dan
Tafsir al-Azhar.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh dari
sumber data lain yang masih berkaitan dengan masalah penelitian.
-
03
Sumber data sekunder ini biasa disebut dengan data penunjang yang
dapat diperoleh dari skripsi, catatan buku, dokumen, dan lain
sebagainya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa
sumber data sekunder seperti buku-buku yang representatif, relevan
dan mendukung terhadap objek kajian sehingga dapat
dipertanggungjawabkan dalam memecahkan permasalahan yang
terdapat dalam penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah teknik telaah dokumentasi dengan mengumpulkan
data yang menjadi sumber data primer yaitu terjemahan al-Qur’an surah
al-Israa’ ayat 23-25, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Muyassar, dan Tafsir al-Azhar,
serta sumber data sekunder yang relevan berkaitan dengan
permasalahan. Setelah semua data terkumpul selanjutnya dilakukan
penelaah secara sistematis yang berkaitan dengan penelitian. Sehingga
diperoleh bahan-bahan dan penyajian data untuk menyusun skripsi.
Adapun teknik dalam pengumpulan data ini penulis melakukan
beberapa langkah sebagai berikut:
a. Membandingkan pendapat-pendapat mufassir dalam hal ini Al-
Imam Abul Fida Isma'il Ad-Dimasqi, Asy-Syaikh, Allamah Shalih
bin Muhammad al-Syaikh dan Hamka tentang ayat-ayat yang
menjadi kajian penulis kemudian melihat perbedaan dan persamaan
penafsiran mereka.
-
04
b. Membuat analisa atas pendapat-pendapat mufassir yang menjadi
objek kajian terutama bila terdapat kontradiksi penafsiran dan
mengambil kesimpulan dari analisa-analisa para mufassir.
Keuntungan dalam menggunakan teknik telaah dokumentasi ini
adalah bahwa dokumen itu telah ada, telah tersedia dan siap pakai.
4. Analisis Data
Dalam menganalisis data penulis menggunakan metode tahlili.
Metode tahlili adalah metode tafsir yang bermaksud menjelaskan
kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Dalam metode
tahlili mufassir biasanya mengikuti urutan ayat dan surah sebagaimana
yang tersusun dalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut berbagai
aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti pergantian kosa
kata, konotasi kalimat, latar belakang turunnya ayat, kaitannya dengan
ayat-ayat lain baik sebelum maupun sesudahnya dan tidak ketinggalan
pendapat-pendapat yang telah diberikan berkaitan dengan tafsiran ayat-
ayat tersebut, baik yang disampaikan nabi, sahabat, para tabi’in maupun
oleh ahli tafsir lainnya (Budihardjo, 2012: 132).
F. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah suatu istilah untuk mengkaji bahan atau
literatur kepustakaan (literature review). Bentuk kegiatan ini memaparkan
dan mendeskripsikan pengetahuan, argumen, dalil, konsep, atau ketentuan-
ketentuan yang pernah diungkapkan dan diketemukan oleh peneliti
sebelumnya yang terkait dengan objek masalah yang hendak dibahas.
-
05
Adapun karya-karya yang mendukung dan dijadikan kajian pustaka
sebagai berikut:
1. Penelitian yang ditulis oleh Erika Wijayanti Arifah dengan judul skripsi
“Konsep Pendidikan Keluarga dalam al-Qur’an Surah At-Taghabun
Ayat 14-16”. Menyimpulkan bahwa dalam surah At-Taghabun ayat
14-16 terdapat tiga konsep pendidikan yang harus diterapkan yaitu nilai
pendidikan akidah, nilai pendidikan ibadah, dan nilai pendidikan
akhlak.
2. Penelitian yang ditulis oleh Bangkit Putra Dewandaru dengan judul
skripsi “Nilai-Nilai Pendidikan Keluarga dalam al-Qur’an Surah
Luqman Ayat 12-19”. Menyimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan
keluarga dalam surah Luqman ayat 12-19 adalah pendidikan
kepribadian seperti bersabar, sederhana dan pendidikan keagamaan
seperti beriman kepada Allah, mendirikan shalat, berbuat amal mar’uf
nahi mungkar serta pendidikan akhlak seperti berkata yang baik, tidak
sombong, dan berbakti kepada orang tua.
Dari beberapa penelitian di atas, ada beberapa perbedaan dengan
penelitian ini yaitu berbeda pembahasannya dan kajian surah ayatnya,
adapun persamaannya adalah sama-sama meneliti tafsir ayat al-Qur’an yang
mana penelitian ini lebih terfokus pada pendidikan birrul al-walidain dalam
al-Qur’an surah al-Israa’ ayat 23-25 yaitu bagaimana berbuat baik kepada
kedua orang tua menurut para mufassir.
-
06
G. Sistematika Penulisan
Sistematika yang dimaksud oleh penulis adalah gambaran singkat
dan menyeluruh mengenai keseluruhan isi skripsi, adapun sistematika
penulisan skripsi ini meliputi:
BAB I : PENDAHULUAN. Dalam bab ini berisi tentang: latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, metode penelitian, kajian pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II : KOMPILASI AYAT. Dalam bab ini berisi uraian ayat dan
penjelasan mengenai kata-kata sulit yang terkandung dalam surah al-Israa’
ayat 23-25 seperti kata-kata sulit dalam surah al-Israa’ ayat 23-25 dan
kandungan isi surah al-Israa’ ayat 23-25.
BAB III : Asbabun Nuzul, Munasabah, Tafsir Qur’an Surah al-Israa’
Ayat 23-25, dan Pokok-Pokok Isi Surah al-Israa’ Ayat 23-25.
BAB IV : ANALISIS. Pembahasan nilai-nilai pendidikan keluarga
yang terkandung di dalam surah al-Israa’ ayat 23-25 dan implementasi
pendidikan keluarga di rumah dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat
dalam surah al-Israa’ ayat 23-25.
BAB V : PENUTUP. Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dari
seluruh uraian yang telah dikemukakan, jawaban dari permasalahan tulisan,
dan saran.
-
07
BAB II
KOMPILASI AYAT-AYAT
A. Surah al-Israa’ Ayat 23-25
ُلَغنَّ ِعْنَدَك ا ُه َوِِبْلَواِلَدْيِن ِإْحَساًنا ِإمَّا يَ ب ْ ْلِكبَ َر َأَحُدُُهَا َوَقَضى َربَُّك َأال تَ ْعُبُدوا ِإال ِإَيََّهْرُُهَا َوُقْل ََلَُما قَ ْوال َواْخِفْض ََلَُما (۲۳) رميااكَ َأْو ِكال ُُهَا َفال تَ ُقْل ََلَُما ُأف ٍّ َوال تَ ن ْ
َربُُّكْم أَْعَلُم ِبَا ِف (۲٤)َجَناَح الذُّلٍّ ِمَن الرَّْْحَِة َوُقْل َربٍّ اْرَْحُْهَما َكَما َرب ََّياِن َصِغرياا (۲۲) ارا نُ ُفوِسُكْم ِإْن َتُكونُوا َصاِِلِنَي فَِإنَُّه َكاَن ِلألوَّاِبنَي َغُفوْ
Artinya:
23. Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan me-
nyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-
duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan jan-
ganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang mulia. 24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
25. Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika
kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun
bagi orang-orang yang bertobat (Departemen Agama RI, 2007: 284).
B. Mufradat
1. Surah al-Israa’ Ayat 23
ُلَغنَّ ُه َوِِبْلَواِلَدْيِن ِإْحَساًنا ِإمَّا يَ ب ْ ْنَدَك اْلِكبَ َر عِ َوَقَضى َربَُّك َأال تَ ْعُبُدوا ِإال ِإَيََّهْرُُهَا َوُقْل ََلَُما قَ ْوال َكرميا (۲۳) اَأَحُدُُهَا َأْو ِكال ُُهَا َفال تَ ُقْل ََلَُما ُأف ٍّ َوال تَ ن ْ
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS. al-Israa’ ayat
23).
-
08
berasal dari akar kata َقَضى yang َقَضاء - ييَ ْقضِ - َقَضى memiliki arti memutuskan (Al-Munawwir, 2007: 1130). Kemudian hal
senada juga disampaikan oleh Mahmud Yunus dalam kamusnya yang
berjudul Kamus Arab Indonesia bahwa kata َقَضى berasal dari akar
kata َقَضاء - ييَ ْقضِ -َقَضى yang memiliki arti menghukum,
memutuskan (Yunus, 1989: 328). Pada ayat di atas kata ََقض diartikan telah memerintahkan (Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsir
al-Qur’an, 2017: 427). Kemudian dalam ayat di atas pula kata َقَضى juga diartikan telah memerintahkan.
تَ ْعُبُدوا berasal dari akar kata yang artinya ِعَباَدةا -يَ ْعُبُد -َعَبَد beribadah (Al-Munawwir, 2007: 329). Makna senada juga diungkapkan
oleh Mahmud Yunus dalam kamusnya yang berjudul Kamus Arab
Indonesia bahwa kata تَ ْعُبُدوا berasal dari akar kata ِعَباَدة - يَ ْعُبدُ -َعَبَد yang memiliki arti menyembah, mengabdi menghinakan diri pada Allah
(Yunus, 2009: 252). Dalam ayat di atas kata تَ ْعُبُدوا diartikan menyembah (Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an,
2017: 427).
- ِإْحَساًنا berasal dari akar kata ِإْحَساًنا ُُيِْسُن - yang َاْحَسنَ berarti berbuat kebaikan (Al-Munawwir, 2007: 82). Hal selaras
-
09
disampaikan oleh Mahmud Yunus dalam kamusnya yang bejudul
Kamus Arab Indonesia yang mengatakan bahwa kata ِإْحَساًنا berasal
dari akar kata ِإْحَساًنا - ُُيِْسُن - َاْحَسَن yang berarti berbuat baik
(Yunus, 1989: 35). Kemudian dalam ayat di atas kata ِإْحَساًنا berartiberbuat baik. Arti kata tersebut sama seperti yang disampaikan
Mahmud Yunus dalam kamusnya.
ُلَغنَّ berasal dari akar kata يَ ب ْ ُلُغ -بَ َلَغ yang berarti بُ ُلْوغاا -يَ ب ْmencapai akil balig, dewasa (Al-Munawwir, 2007: 107). Kemudian
hal senada juga disampaikan oleh Mahmud Yunus dalam kamusnya
yang berjudul Kamus Arab Indonesia bahwa kata َُّلَغن berasal dari akar يَ ب ْ
kata ُلُغ -بَ َلَغ بُ ُلْوغاا -يَ ب ْ yang berarti sampai, balig (Yunus, 1989: 71).
Di dalam ayat di atas kata ُلَغنَ diartikan sampai (Yayasan يَ ب ْPenyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, 2017: 427).
ِكبَ راا -َيْكبَ ُر -َكبُ َر berasal dari akar kata اْلِكبَ رَ yang artinya tua umur (Yunus, 1989: 365). Kemudian hal senada juga disampaikan oleh
Ahmad Warson Munawwir dalam Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia bahwa kata َاْلِكبَ ر berasal dari akar kata ِكبَ راا -َيْكبَ ُر -َكبُ َر yang berarti menjadi tua, lanjut usia (Al-Munawwir, 2007: 1183). Dalam ayat di atas
-
21
kata اْلِكبَ َر diartikan berumur lanjut (Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, 2017: 427).
َهرْ َهُر -نَ َهَر berasal dari akar kata تَ ن ْ ََنراا -يَ ن ْ yang artinya orang yang berani (Yunus, 2009: 470). Senada dengan pernyataan
sebelumnya bahwa kata َْهر berasal dari akar kata تَ ن ْ َهُر -نَ َهَر ََنراا -يَ ن ْyang berarti membentak (Al-Munawwir, 2007: 122). Di dalam ayat di
atas kata َْهر diartikan kamu membentak (Yayasan Penyelenggara تَ ن ْPenterjemah Pentafsir al-Qur’an, 2017: 427).
قوال -يقول - قل berasal dari akar kata قَ ْوال (Al-Munawwir, 2007: 1172) yang artinya perkataan, ucapan. Hal senada juga
disampaikan oleh Mahmud Yunus dalam Kamus Arab Indonesia
bahwa kata قَْوال berasal dari kata قوال -يقول - قل yang berarti berkata, bercakap (Yunus, 1989: 360). Di dalam ayat di atas kata قَ ْوال diartikan perkataan (Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir
al-Qur’an, 2017: 427).
-
20
berasal dari akar kata َكرمياا كرما -يكرم -كرم yang artinya mulia (Al-Munawwir, 2007: 588). Senada dengan pernyataan
sebelumnya bahwa kata َكرمياا berasal dari akar kata كرما -يكرم -كرم
yang berarti yang mulia (Yunus, 1989: 372). Hal ini juga selaras
dengan yang disampaikan oleh Mahfan dalam kamusnya yang berjudul
Kamus Lengkap 3 Bahasa Arab, Inggris dan Indonesia bahwa kata
كرما -يكرم -كرم berasal dari akar kata َكرمياا yang berarti kemurahan
hati (Mahfan, 2013: 411). Kata َكرمياا dalam ayat di atas diartikan mulia. 2. Surah al-Israa’ Ayat 24
(٤۲)َواْخِفْض ََلَُما َجَناَح الذُّلٍّ ِمَن الرَّْْحَِة َوُقْل َربٍّ اْرَْحُْهَما َكَما َرب ََّياِن َصِغرياا Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil” (QS. al-Israa’ ayat 24).
ْخِفضْ berasal dari akar kata اَخَفضا -َُيُِفُض -َخَفَض yang berarti merendahkan (Al-Munawwir, 2007: 722). Hal senada juga
disampaikan oleh Mahmud Yunus dalam Kamus Arab Indonesia
bahwa kata ْخِفْض berasal dari akar kata َخَفضاا -َُيُِفُض -َخَفَض yang juga mengartikan merendahkan (Yunus, 2009: 119). Selaras
dengan pernyataan sebelumnya, Mahfan dalam kamusnya yang berjudul
Kamus Lengkap 3 Bahasa yaitu Arab, Inggris dan Indonesia
-
22
bahwa kata ْخِفْض berasal dari akar kata َخَفضاا -َُيُِفُض -َخَفَض yang artinya menjadi rendah (Mahfan, 2013: 190). Di dalam ayat diatas kata
diartikan dan rendahkanlah. (Yayasan Penyelenggara َواْخِفضْ Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, 2017: 428).
َجَناحَ berasal dari akar kata ُجنُ ْوحاا -ََيَْنُح -َجَنَح yang artinya condong, cenderung (Yunus, 1989: 92). Hal senada juga
disampaikan oleh Ahmad Warson Munawwir dalam Kamus
Al-Munawwir Arab Indonesia bahwa kata ََجَناح berasal dari akar
kata .yang berarti condong, cenderung, berpihak ُجنُ ْوحاا -ََيَْنُح - َجَنحَ
(Al-Munawwir, 2007: 213). Kata ََجَناح dalam ayat di atas diartikan dirimu (Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an,
2017: 428).
ِذلَّةا -َيِذلُّ -لَّ ذَ berasal dari akar kata الذُّلٍّ yang artinya hina, rendah (Yunus, 1989: 134). Kemudian hal serupa juga disampaikan oleh Mahfan dalam kamusnya yang berjudul Kamus Lengkap 3 Bahasa
yaitu Arab, Inggris dan Indonesia bahwa kata ٍّالذُّل berasal dari akar
kata َِذلَّةا -َيِذلُّ -لَّ ذ yang artinya hina (Mahfan, 2013: 235). Kata ٍّالذُّل
dalam ayat di atas diartikan dirimu (Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, 2017: 428).
-
23
َرْْحَةا – يَ ْرَحمُ –َرِحَم berasal dari kata الرَّْْحَةِ yang berarti mengasihi, menaruh kasihan (Yunus, 1989: 139). Senada dengan
pernyataan sebelumnya, Ahmad Warson Munawwir dalam kamusnya
yang berjudul Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia menyampaikan
bahwa kata ِالرَّْْحَة berasal dari akar kata يَ ْرَحمُ –َرِحَم َرْْحَةا – yang artinya
menaruh kasihan (Al-Munawwir, 2007: 483). Kata ِالرَّْْحَة dalam ayat di
atas diartikan dengan penuh kesayangan (Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, 2017: 428).
3. Surah al-Israa’ Ayat 25
(۲۲) َكاَن ِلألوَّاِبنَي َغُفوراا فَِإنَّهُ َربُُّكْم أَْعَلُم ِبَا ِف نُ ُفوِسُكْم ِإْن َتُكونُوا َصاِِلِنَي Artinya: “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam
hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia
Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat” (QS. al-Israa’ayat
25). ِعْلماا -يَ ْعَلُم -َعِلَم berasal dari akar kata أَْعَلمُ yang artinya
mengetahui (Al-Munawwir, 2007: 849). Hal senada juga disampaikan oleh Mahmud Yunus dalam Kamus Arab Indonesia yang menjelaskan
mengetahui sesuatu (Yunus, 2009: 277). Kata ُأَْعَلم di dalam ayat di
atas diartikan lebih mengetahui (Yayasan Penyelenggara Penterjemah
Pentafsir al-Qur’an, 2017: 428).
-
24
غفور -يَ ْغِفُر - ارَ فَ غَ berasal dari kata َغُفوراا yang artinya Maha Pengampun (Yunus, 1989: 298). Selaras dengan pernyataan
sebelumnya, Ahmad Warson Munawwir dalam Kamus Al-Munawwir
Arab Indonesia menyampaikan bahwa kata َغُفوراا berasal dari akar kata غفور -يَ ْغِفُر - ارَ فَ غَ yang berarti pemaaf (Al-Munawwir, 2007: 538).
Kata َغُفوراا di dalam ayat di atas diartikan Maha Pengampun (Yayasan
Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, 2017: 428).
C. Kandungan Surah al-Israa’ Ayat 23-25
1. Surah al-Israa’ Ayat 23
ُلَغنَّ ِعْنَدَك اْلِكبَ َر ُه َوِِبْلَواِلَدْيِن ِإْحَساًنا ِإمَّا يَ ب ْ َوَقَضى َربَُّك َأال تَ ْعُبُدوا ِإال ِإَيََّهْرُُهَا َوُقْل ََلَُما قَ ْوال َكرمياا (۳۲) َأَحُدُُهَا َأْو ِكال ُُهَا َفال تَ ُقْل ََلَُما ُأف ٍّ َوال تَ ن ْ
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”
(QS. al-Israa’ ayat 23).
Adapun uraian kandungan surah al-Israa’ ayat 23 adalah sebagai
berikut:
a. Tauhid
Tauhid adalah pemurnian ibadah hanya kepada Allah
(Wahab, 2007: 4). Maksudnya adalah menghambakan diri hanya
kepada Allah secara murni dan konsekuen dengan menaati segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dengan penuh rasa
-
25
rendah diri, cinta dan harap serta takut kepada Allah. Tauhid adalah
mengesakan Allah, yaitu menjadikan Allah sebagai satu-satunya
sesembahan yang haq untuk disembah dan meninggalkan
peribadatan selain Allah. Hal ini sebagaimana firman Allah:
هُ َوَقَضى َربَُّك َأال تَ ْعُبُدوا ِإال ِإَيَّArtinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia” (QS. al-Israa’ ayat 23).
Maksud dari potongan ayat di atas adalah bahwa Allah
memerintahkan hamba-Nya untuk menyembah hanya pada-Nya
semata, tiada sekutu bagi-Nya. Kata “qada” dalam ayat ini
mengandung makna perintah. Mujahid mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya, “waqada”, bahwa makna yang
dimaksud adalah memerintahkan (Ad-Dimasyqi, 2006: 174).
Perintah untuk beribadah hanya kepada Allah dan
menjauhkan diri dari perbuatan syirik telah banyak dijelaskan, baik
dalam al-Qur’an maupun hadits, bahkan tidak hanya kepada semua
manusia akan tetapi juga kepada makhluk Allah yang lain yaitu jin
dan seluruh makhluk Allah, sebagaimana firman-Nya dalam surah
ad-Draariyat ayat 56 yang berbunyi:
َوَما َخَلْقُت اْلِْنَّ َواإلْنَس ِإال لِيَ ْعُبُدونِ Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (Shihab, 2010: 520).
Pengesaan Allah merupakan inti dari akhlak dalam agama
Islam. Jika pengesaan Allah terlaksana dengan baik, maka akan
-
26
timbul keinginan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik
lainnya. Barangsiapa yang hanya mengesakan Allah, maka sudah
tentu tidak akan menyembah selain Allah karena tauhid telah
tertanam dalam diri dan selanjutnya pasti akan berbakti kepada
kedua orang tua serta melakukan amal kebaikan lainnya.
b. Berbakti Kepada Kedua Orang Tua
Tentang berbakti kepada kedua orang tua terdapat dalam
firman Allah:
َوِِبْلَواِلَدْيِن ِإْحَساًنا Artinya: “Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. al-Israa’ ayat 23).
Maksud dari potongan ayat di atas menurut Tafsri al-Azhar
karya Hamka adalah agar sebagai seorang anak untuk selalu berbuat
baik kepada kedua orang tua dan menghormati keduanya (Hamka,
2018: 49). Maka jelas bahwasanya seorang anak harus berbuat baik
dan selalu menghormati kedua orang tua karena keduanya telah
menjadi sebab seorang anak dapat hidup di dunia ini dan berbakti
kepada kedua orang tua menjadi kewajiban kedua setelah beribadah
kepada Allah.
Kemudian yang dimaksud dengan kata “ihsaana” dalam
Tafsir al-Azhar karya Hamka disebutkan bahwa kata “ihsan” atau
berbuat baik dalam ayat tersebut adalah berbakti kepada kedua orang
tua dengan tujuan untuk mengingat kebaikan keduanya yang telah
merawat dan mendidik dari kecil (Hamka, 2018: 49).
-
27
Jadi, ayat di atas menerangkan bahwa sebagai seorang anak
harus berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya
karena sesungguhnya dengan adanya kedua orang tua seorang anak
itu ada dan Allah juga telah menguatkan hak-hak atas kedua orang
tua dengan memposisikan di bawah kedudukan setelah beribadah
kepada Allah.
Ketika kedua orang tua telah memasuki usia lanjut dan
membutuhkan perawatan dari seorang anak, sebagaimana seorang
anak ketika dahulu masih kecil dan masih membutuhkan bantuan
kedua orang tua, maka sudah seharusnya seorang anak dituntut
untuk selalu merawat dan menjaga kedua orang tuanya dengan
sepenuh hati, penuh kasih sayang dan ikhlas hanya untuk mencari
ridha dari Allah dengan melaksanakan beberapa hal, yang telah
termaktub dalam surah al-Israa’ ayat 23 adalah
1) Larangan Mengucapkan “Uffin“ (“ah”)
Hal ini sebagaimana firman Allah selanjutnya, yaitu:
ُلَغنَّ ِعْنَدَك اْلِكبَ َر َأَحُدُُهَا َأْو ِكال ُُهَا َفال تَ ُقْل ََلَُما ُأف ٍّ ِإمَّا يَ ب ْArtinya: “Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” (QS. al-Israa’ ayat 23).
Maksud dari potongan ayat di atas adalah apabila kedua
orang tua atau salah seorang diantaranya berada di sisi seorang
anak hingga mencapai keadaan lemah, tidak berdaya, maka
seorang anak wajib untuk selalu belas kasih dan menyanyangi
-
28
kedua orang tua. Seorang anak harus memperlakukan kedua
orang tua sebagaimana orang yang bersyukur terhadap orang
yang telah memberikan karunia kepadanya.
Kemudian menurut Hamka dalam tafsirnya yang
berjudul Tafsir al-Azhar menjelaskan bahwa maksud dari ayat
tersebut adalah jika usia kedua orang tua atau salah seorang
diantara keduanya telah menginjak usia lanjut dan masih dalam
pemeliharaan seorang anak, hendaknya seorang anak sabar dan
berlapang hati memelihara kedua orang tua. Bertambah tua
terkadang membuat kedua orang tua seperti kanak-kanak seperti
harus minta dibujuk dan minta belas kasihan anak. Janganlah
keluar dari mulut seorang anak meskipun itu hanya satu kalimat
yang mengandung rasa bosan atau jengkel di saat memelihara
kedua orang tua (Hamka, 2018: 49).
Pelajaran yang dapat diambil dari ayat di atas adalah jika
salah seorang dari kedua orang tua atau keduanya sampai pada
masa usia lanjut dalam pemeliharaan seorang anak, maka jangan
sekali-kali menyakiti kedua orang tua, misalnya dengan
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, yaitu perkataan
yang mengandung makna kemarahan, bosan maupun rasa
jengkel tehadap kedua orang tua.
-
29
2) Larangan Berbuat Kasar (Membentak/Menentang)
Sebagaimana bunyi ayat “wala tanharhuma” yang artinya dan janganlah kamu membentak mereka, jangan
membentak atau menentang kedua orang tua dengan perbuatan
buruk dan jangan memukul keduanya.
Sebagaimana perkataan Ata ibnu Abu Rabah “wala
tanharhuma” yaitu “janganlah kamu melawan atau menentang kedua orang tuamu dengan menggunakan
tangan” (Ad-Dimasyqi, 2006: 175).
Di dalam ayat tersebut Allah memerintahkan anak untuk
tidak menunjukkan perilaku kasar dan selalu berperilaku sopan
santun terhadap kedua orang tua. Jangan membentak atau
menentang kedua orang tua jika mereka merepotkan.
3) Perintah Mengucapkan Perkataan Baik atau Mulia
Setelah melarang mengeluarkan perkataan dan perbuatan
buruk terhadap kedua orang tua, Allah memerintahkan untuk
senantiasa berbuat baik dan bertutur kata baik atau mulia kepada
keduanya. Untuk itu Allah berfirman:
َوُقْل ََلَُما قَ ْوال َكرمياا Artinya: “Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang mulia” (QS. al-Israa’ ayat 23).
Maksud dari ayat di atas yaitu bertutur kata yang baik
dan lemah lembutlah kepada keduanya, serta berlaku sopan
santunlah kepada keduanya dengan perasaan penuh hormat dan
memuliakannya (Ad-Dimasyqi, 2006: 175).
-
31
Pelajaran yang dapat diambil dari ayat tersebut adalah
sebagai anak sudah seharusnya mengucapkan perkataan yang
mulia kepada kedua orang tua, yaitu perkataan yang baik dan
sopan, yang mengandung penghormatan dan rasa kasih sayang.
2. Surah al-Israa’ Ayat 24
(٤۲)َواْخِفْض ََلَُماَجَناَح الذُّلٍّ ِمَن الرَّْْحَِة َوُقْل َربٍّ اْرَْحُْهَما َكَما َرب ََّياِن َصِغرياا Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil” (QS. al-Israa’ ayat 24).
Adapun uraian kandungan surah al-Israa’ ayat 24 adalah sebagai
berikut:
a. Bersikap Tawadhu’ Terhadap Kedua Orang Tua
Sebagaimana firman Allah:
الذُّلٍّ ِمَن الرَّْْحَةِ َواْخِفْض ََلَُماَجَناَح Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan” (QS. al-Israa’ ayat 24).
Dalam ayat di atas Allah memerintahkan agar merendahkan
diri kepada kedua orang tua dengan penuh rasa kasih sayang.
Maksud dari merendahkan diri dalam ayat ini adalah menaati apa
yang orang tua perintahkan selama perintah itu tidak bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan syari'at Islam. Taat anak terhadap
kedua orang tua merupakan tanda kasih sayangnya kepada kedua
orang tuanya yang sangat diharapkan terutama saat kedua orang tua
itu sangat memerlukan pertolongan seorang anak. Ditegaskan bahwa
-
30
sikap rendah diri itu haruslah dilakukan dengan penuh kasih sayang
agar tidak sampai terjadi sikap rendah diri yang dibuat-buat hanya
sekedar untuk menutupi dari orang lain atau untuk menghindari rasa
malu pada orang lain, tetapi agar sikap merendahkan diri itu benar-
benar dilakukan karena kesadaran yang timbul dari hati dengan
diniatkan hanya untuk mencari ridha Allah.
Menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di dalam
Tafsir al-Qur’an bahwa yang dimaksud dengan merendahkan diri
dalam ayat ini adalah merendah diri atau bersikap tawadhu’ kepada
kedua orang tua dalam rangka menghinakan diri, ungkapan sayang
dan berharap pahala dari Allah, bukan karena takut atau mengharap
sesuatu dari kedua orang tua atau kepentingan lainnya yang tidak
mendatangkan pahala bagi seseorang (As-Sa'di, 2005: 241).
Seorang muslim alangkah indahnya jika memiliki sifat
rendah hati tanpa berlebihan. Rendah hati merupakan akhlak mulia
yang harus ditanamkan dalam diri anak sejak dini. Sebaliknya, sifat
sombong itu tidak pantas dimiliki oleh seorang muslim karena ia
pasti mengetahui bahwa dengan sifat rendah hati akan menaikkan
derajat dan nama baiknya. Allah akan mengangkat derajat bagi
orang-orang yang senantiasa selalu memiliki sifat rendah hati.
Sebagaimana firman Allah yang termaktub dalam surah asy-
Syu’ara ayat 215 yaitu:
َواْخِفْض َجَناَحَك ِلَمِن ات َّبَ َعَك ِمَن اْلُمْؤِمِننيَ
-
32
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang
yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman” (Shihab,
2010: 483).
Menurut Hamka dalam Tafsir al-Azhar telah dijelaskan
bahwa walaupun sebagai anak merasa telah menjadi orang besar
dalam artian berhasil dalam mencapai cita-cita dan meraih
kesuksesan, tetap jadilah seorang anak yang merasa kecil dihadapan
kedua orang tua. Artinya selalu merendahkan diri dengan penuh rasa
tawadhu’. Berbakti kepada kedua orang tua pun termasuk ibadah
kepada Allah (Hamka, 2018: 52).
Kemudian dalam kitab yang berjudul Syarah Adabul Mufrad
Jilid 1 karya Abu ‘Abdillah Muhammad Luqman As-Salafi
menjelaskan bahwa:
Dari ‘Urwah, ia berkata (menafsirkan) ayat, “Dan
rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh
kesayangan.” (QS. al-Israa’ ayat 24). Lalu berkata,
“Janganlah engkau menahan diri untuk melakukan sesuatu
yang diinginkan keduanya.”
Maksud dari ayat َِواْخِفْض ََلَُماَجَناَح الذُّلٍّ ِمَن الرَّْْحَة adalah
suatu kiasan untuk menggambarkan kerendahan hati atau
ketawdhu’an dan kelembutan yang teramat sangat (As-Salafi, 2009:
21).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hadits tersebut memberi
perhatian kepada anak agar bertutur kata dan berlaku baik kepada
kedua orang tua. Salah satu bentuk berbakti kepada kedua orang tua
-
33
adalah dengan menjaga, memuliakan, menghormati, dan bersikap
rendah hati atau tawadhu’ terhadap keduanya.
b. Perintah Untuk Mendoakan Kedua Orang Tua
Sebagai seorang anak sebaiknya senantiasa mendoakan
kebaikan untuk kedua orang tua, sebagai firman Allah selanjutnya:
َوُقْل َربٍّ اْرَْحُْهَما َكَما َرب ََّياِن َصِغرياا Maksud dari potongan ayat di atas yaitu di antara berbuat
baik terhadap kedua orang tua setelah meninggal adalah dengan
berdoa kepada Allah untuk keselamatannya dan memohonkan
ampun bagi keduanya (Aziz dan Nuryana, 2016: 311).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di dalam tafsirnya
yang berjudul Tafsir al-Karim ar-rahman Fi Tafsir Kalam
al-Mannan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat terakhir
dari surah al-Israa’ayat 24 adalah mendoakan kedua orang tua
dengan penuh rasa kasih sayang, mintakanlah rahmat untuk
keduanya, baik kedua orang tua masih hidup maupun telah
meninggal, sebagai balasan pembinaan kasih sayang kedua orang
tua terhadap anaknya ketika masih kecil (As-Sa'di, 2005: 241).
Maka jelas bahwasanya, seorang anak harus senantiasa
mendoakan kebaikan untuk kedua orang tua agar Allah selalu
berkenan menyanyangi kedua orang tua dengan segala rahmat-Nya
yang luas semasa kedua orang tua masih hidup maupun telah
meninggal dunia, sebagai wujud rasa syukur dan balasan kebaikan
-
34
atas jasa-jasa keduanya sebagaimana kedua orang tua dahulu telah
bersabar dalam mendidik anaknya semasa kecil, yang lemah tidak
berdaya lagi tidak mempunyai kekuatan.
3. Surah al-Israa’ Ayat 25
(۲۲) َربُُّكْم أَْعَلُم ِبَا ِف نُ ُفوِسُكْم ِإْن َتُكونُوا َصاِِلِنَي فَِإنَُّه َكاَن ِلألوَّاِبنَي َغُفوراا Artinya: “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam
hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia
Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat” (QS. al-Israa’ ayat
23)
Dengan demikian, ayat ini memerintahkan kepada setiap
manusia untuk senantiasa taat kepada Allah dan bertobat kepada-Nya
dari segala bentuk kemaksiatan (Dzulfikar, 2012: 24).
Dalam Tafsir Muyassar tentang ayat di atas adalah Allah lebih
mengetahui apa yang ada dalam hati manusia, yang baik maupun buruk.
Jika memiliki keinginan dan tujuan hanya mengharap keridhaan Allah
dan apa saja yang mendekatkan diri kepada-Nya, sesungguhnya Allah
Maha Pengampun terhadap orang-orang yang ingin kembali kepada-
Nya di sepanjang waktu (Asy-Syaikh, 2016: 867).
Inti dari kandungan ayat 25 menerangkan bahwasanya Allah
mengetahui apa yang ada dalam hati manusia, apa yang terpendam di
dalamnya berupa berbakti maupun menyakiti. Jika anak yang baik, yang
taat kepada Allah, maka sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang
bertobat, yaitu orang-orang yang kembali kepada Allah dengan berbuat
taat kepada-Nya. Allah Maha Pengampun terhadap apa yang telah
dilakukan oleh hamba-Nya sehubungan dengan hak-hak kedua orang
-
35
tua seperti perbuatan yang menyakitkan lalu dengan segera bertobat,
berhenti dan berusaha tidak akan melakukan hal yang menyakitkan lagi
kepada keduanya. Dan hendaknya jangan berputus asa saat bertobat dan
memohon ampun kepada Allah, karena Allah Maha Pengampun atas
siapa saja hamba-Nya yang memiliki keinginan untuk bertobat. Jangan
lelah untuk bertobat karena Allah tidak pernah lelah mengampuni dosa-
dosa hamba-Nya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan keluarga
yang terkandung dalam surah al-Israa‘ ayat 23-25 yaitu berisi tentang
pendidikan tauhid yang mana larangan menyekutukan Allah karena
hanya Allah yang patut dan berhak untuk disembah dan cukup Allah,
tidak ada Tuhan selain Dia. Kemudian pendidikan akhlak dengan
berbakti kepada kedua orang tua seperti larangan mengucapkan “uffin“
(“ah”), larangan berbuat kasar seperti membentak, perintah
mengucapkan perkataan baik, bersikap tawadhu’ terhadap kedua orang
tua dan perintah untuk mendoakan keduanya. Kemudian isi kandungan
yang terakhir adalah pendidikan tobat yang mana keduanya saling
adanya keterkaitan. Allah menempatkan posisi berbuat baik kepada
kedua orang tua langsung di bawah posisi pengesaan Allah dan
penghambaan kepada-Nya tanpa disela dengan apapun.
-
36
BAB III
ASBABUN NUZUL, MUNASABAH, TAFSIR,
DAN POKOK-POKOK ISI SURAH AL-ISRAA’ AYAT 23-25
A. Asbabun Nuzul Surah Al-Israa’ Ayat 23-25
Menurut bahasa asbabun nuzul berarti sebab-sebab turunnya ayat-
ayat al-Qur’an. Kata اسباب النزول menurut bahasa berasal dari dua suku kata yaitu اسباب dan َاْسَبابْ .النزول merupakan jamak dari kata سبب yang berasal dari akar kata تسبيبا - يسبب -سبب yang berarti sebab-sebab (Yunus, 2010: 161). Kata النزول berasal dari akar kata ينزل نزوال- نزل -yang berarti turun dari pada (Yunus, 2009: 448).
Asbabun nuzul adalah segala sebab yang terjadi pada masa wahyu
diturunkan yang menyebabkan turunnya wahyu (Hakim, 2006: 36).
Menurut Ali as-Sahbuny dalam kamusnya yang berjudul Kamus Al-Qur’an
Quranic Explorer, mengartikan asbabun nuzul yaitu peristiwa yang
melatarbelakangi turunnya satu ayat atau lebih, sebagai jawaban terhadap
suatu peristiwa atau menjelaskan hukum yang terdapat dalam peristiwa
tersebut (As-Sahbuny 2016: 59).
Menurut pendapat Alifuddin, kata asbab berasal dari kata sabab
yang bermakna sebab, sedangkan kata nuzul secara literal dimaknai sebagai
peristiwa turunnya ayat-ayat al-Qur’an (Alifuddin, 2012: 117). Dengan
demikian, asbab al nuzul berarti pengetahuan atau ilmu yang berkaitan
dengan sebab-sebab turunnya suatu ayat.
-
37
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwasanya
asbabun nuzul merupakan firman Allah yang diturunkan berdasarkan
situasi, kondisi dalam suatu kasus atau kejadian suatu kaum, yang bertujuan
untuk memberikan keterangan atas hukum yang ditetapkan sebagai jawaban
atas problematika yang terjadi pada kaum mukminin.
Banyak ayat al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah tanpa adanya
asbabun nuzul ayat. Berdasarkan al-Qur’an, internet, buku tentang asbabun
nuzul, penulis tidak menjumpai tentang adanya asbabun nuzul mengenai
ayat 23-25 dalam surah al-Israa’. Dengan kata lain surah ayat 23-25 tidak
memiliki sebab khusus, ketika ayat ini diturunkan.
B. Munasabah
Secara etimologis, bahwa kata munasabah berasal dari akar kata
ةا بَ اسَ نَ مُ بُ اسِ نَ ي ُ - بَ سَ ًنَ - yang berarti patut, mirip, serupa, dan sesuai
(Yunus, 2009: 449). Kemudian menurut Ahmad Warson Munawwir dalam
kamusnya yang berjudul Kamus Al-Munawwir bahwa munasabah berasal
dari kata ًَنَسبَ - يُ َناِسبُ - ُمَناَسَبةا yang artinya menyebutkan nasab atau
keturunannya (Al-Munawwir, 2007: 1411).
Pengetahuan mengenai asbabun nuzul mempunyai pengaruh dalam
memahami makna dan menafsirkan ayat, sedangkan pengetahuan tentang
munasabah korelasi antara ayat dan ayat, surah dan surah juga membantu
dalam pentakwilan dan pemahaman ayat dengan baik dan cermat.
-
38
Secara etimologis munasabah berarti al musyakalah, saling
keserupaan, dan al muqarabah, saling berdekatan (Drajat, 2017: 55-57).
Kemudian secara terminologis yang dimaksud dengan munasabah adalah
suatu ilmu untuk mengetahui alasan-alasan sistematis perurutan bagian-
bagian al-Qur’an. Dengan kata lain, ilmu munasabah yaitu suatu ilmu yang
membicarakan hubungan suatu ayat dengan ayat lain, atau suatu surah
dengan surah yang lain.
Menurut penjelasan di atas penulis mendefinisikan bahwa yang
dimaksud munasabah adalah hubungan atau kemiripan antara ayat satu
dengan ayat yang lain dan surah satu dengan surah yang lainnya yang dapat
diterima oleh rasio.
Dalam pembahasan ini penulis membagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Munasabah Ayat
a. Surah al-Israa’ Ayat 22 dan 23
َوَقَضى َربَُّك َأال (۲۲)ال ََتَْعْل َمَع اَّللَِّ ِإََلاا آَخَر فَ تَ ْقُعَد َمْذُموماا ََمُْذوال ُه َوِِبْلَواِلَدْيِن ُلَغنَّ ِعْنَدكَ تَ ْعُبُدوا ِإال ِإَيَّ اْلِكبَ َر َأَحُدُُهَا أَْو ِإْحَساًنا ِإمَّا يَ ب ْ
َهْرُُهَا َوُقْل ََلَُما قَ ْوال َكرمياا ( ۲۳) ِكالُُهَا َفال تَ ُقْل ََلَُما ُأف ٍّ َوال تَ ن ْArtinya:
22. “Janganlah kamu adakan tuhan yang lain di samping
Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan
(Allah)”.
23. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik
pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”
(Departemen Agama RI, 2007: 284).
-
39
Menurut Hamka dalam Tafsir al-Azhar pada ayat 22 surah
al-Israa’ dijelaskan tentang tujuan manusia hidup dalam dunia ini,
yaitu mengakui hanya satu Tuhan, yaitu hanya Allah. Menurut ayat
ini, mempersekutukan Allah dengan yang lain pasti akan tercela dan
terhina. Pengakuan bahwa hanya dengan satu Tuhan, tanpa
bersekutu dengan yang lainnya, itulah yang dinamakan tauhid
rububiyah. Ayat 22 diikuti dengan ayat 23 yang menegaskan
perintah bahwa hanya Allah yang patut disembah, dan dilarang
untuk menyembah selain Allah (Hamka, 2018: 48). Sedangkan
dalam Tafsir Qur’an al-Furqan karya A. Hassan dijelaskan bahwa
pada ayat 23 dalam surah al-Israa’, Allah menerangkan beberapa
petunjuk-Nya tentang adab manusia terhadap Allah dan bersikap
sopan santun kepada kedua orang tua (Hassan, 1956: 532).
Dari beberapa uraian pendapat mufassir di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa ayat 22 dan ayat 23 dalam surah al-Israa’
memiliki hubungan atau munasabah yang sangat jelas. Dalam ayat
22 menjelaskan larangan agar tidak berbuat syirik. Sedangkan dalam
ayat 23 menjelaskan perintah hanya menyembah kepada Allah
kemudian diikuti dengan perintah untuk berbakti kepada kedua
orang tua bahkan saat orang tua telah mengalami kondisi lemah dan
tidak berdaya, kewajiban seorang anak adalah merawat kedua orang
tua dengan kasih sayang dan selalu mendoakan kebaikan untuk
kedua orang tua baik keduanya masih hidup maupun telah
-
41
meninggal dunia. Kedua ayat tersebut sangat erat hubungannya,
yaitu dengan hanya menyembah Allah, maka akan terhidar dari
perbuatan syirik.
b. Surah al-Israa’ Ayat 23 dan 24
ُلَغنَّ ِعْنَدَك ا ُه َوِِبْلَواِلَدْيِن ِإْحَساًنا ِإمَّا يَ ب ْ ْلِكبَ َر َأَحُدُُهَا َوَقَضى َربَُّك َأال تَ ْعُبُدوا ِإال ِإَيََّهْرُُهَا َوُقْل ََلَُما قَ ْوال َكرمياا َواْخِفْض ََلَُما (۲۳) أَْو ِكالُُهَا َفال تَ ُقْل ََلَُما ُأف ٍّ َوال تَ ن ْ
(۲٤) َجَناَح الذُّلٍّ ِمَن الرَّْْحَِة َوُقْل َربٍّ اْرَْحُْهَما َكَما َرب ََّياِن َصِغريااArtinya:
23. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik
pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.
24. “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil”.
Pada ayat 23 diawali dengan huruf (و) di awal ayat 24 juga
diawali dengan huruf (و). Pada ayat 23 di atas, Allah menegaskan
bahwa syarat-syarat iman kepada Allah yaitu beribadah hanya
kepada Allah tanpa mempersekutukan-Nya karena hanya Allah
Tuhan yang berhak untuk disembah. Sesudah itu dilanjutkan dengan
perintah agar berbuat baik kepada kedua orang tua, karena keduanya
yang merupakan sebab nyata dari keberadaan seorang anak manusia
(Departemen Agama RI, 2007: 284).
Atas dasar inilah, susunan ayat tersebut mengaitkan berbakti
kepada kedua orang tua dengan pengabdian kepada Allah sebagai
-
40
tanda deklarasi akan tingginya suatu nilai berbakti keduanya di sisi
Allah. Pada ayat tersebut juga adanya beberapa ketentuan dan sopan
santun serta patuh kepada kedua orang tua yang harus diperhatikan
anak, seperti tidak boleh mengucapkan kata “ah”, tidak boleh
membentak atau menentang kedua orang tua, dan hendaklah anak
mengucapkan kepada keduanya dengan perkataan yang baik dan
lemah lembut (Hassan, 1956: 532).
Pada ayat 24, menerangkan bahwa Allah memerintahkan
kepada kaum muslimin agar selalu merendahkan diri dihadapan
kedua orang tua. Dan pada akhir ayat, Allah juga memerintahkan
supaya anak selalu mendoakan kebaikan untuk kedua orang tua, agar
mereka diberikan imbalan kasih sayang Allah sebagai balasan dari
kasih sayang yang telah diberikan kedua orang tua ketika anak
dalam keadaan masih kecil (Departemen Agama RI, 2007: 284).
Dalam kedua ayat di atas terkandung nilai-nilai pendidikan
seperti pendidikan ketauhidan yaitu hanya mengesakan Allah
dengan tidak menyekutukannya dan pendidikan berbuat baik kepada
kedua orang tua seperti berkata lemah lembut, bersikap tawadhu’
dan mendoakan kebaikan untuk kedua orang tua dengan memohon
kepada Allah agar Dia berkenan untuk menyayangi kedua orang tua
baik masih hidup atau sudah meninggal.
Dengan demikian, hubungan atau munasabah antara ayat 23
dan 24 keduanya saling berkaitan. Karena Allah menempatkan
-
42
posisi berbuat baik kepada kedua orang tua langsung di bawah posisi
pengesaan dan penghambaan kepada-Nya tanpa disela dengan
apapun. Allah sengaja menempatkan berbuat baik kepada kedua
orang tua langsung setelah ibadah kepada Allah karena keeratan
korelasinya dengan ibadah, bahwa kedua orang tua adalah fasilitator
kelahiran seorang anak di muka bumi sekaligus sebagai fasilitator
pendidikan bagi anak. Tidak ada persembahan yang lebih agung
setelah persembahan Allah daripada persembahan orang tua,
kemudian pemberian kedua orang tua mirip dengan pemberian Allah
karena keduanya sama sekali tidak meminta pujian ataupun pahala
dibalik pemberiannya.
c. Surah al-Israa’ Ayat 24 dan 25
َياِن َصِغريااَرب َّ ِمَن الرَّْْحَِة َوُقْل َربٍّ اْرَْحُْهَما َكَما َواْخِفْض ََلَُما َجَناَح الذُّلٍّ َربُُّكْم أَْعَلُم ِبَا ِف نُ ُفوِسُكْم ِإْن َتُكونُوا َصاِِلِنَي فَِإنَُّه َكاَن ِلألوَّاِبنَي (٤۲)
(۲۲) َغُفوراا Artinya:
24. “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasi-
hilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik
aku waktu kecil”.
25. “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam
hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia
Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat”.
Pada ayat 24 di atas, menerangkan bahwasanya Allah
memerintahkan kepada kaum muslimin agar selalu merendahkan
diri di hadapan kedua orang tua. Dan pada akhir ayat, Allah juga
memerintahkan supaya anak selalu mendoakan kebaikan untuk
-
43
kedua orang tua, agar mereka diberikan imbalan kasih sayang Allah
sebagai balasan dari kasih sayang yang telah diberikan kedua orang
tua kepada anak ketika anak dalam keadaan masih kecil.
Surah al-Israa’ ayat 25 menjelaskan tentang keikhlasan dan
niat baik manusia untuk menghambakan diri hanya kepada Allah
serta berusaha patuh dan hormat secara tulus kepada kedua orang
tua, karena Allah mengetahui apa yang terbesit di hati manusia, baik
hal itu menyayangi atau bersikap durhaka kepada keduanya.
Dengan demikian, hubungan atau munasabah antara ayat 24
dengan 25 sangat berkaitan erat karena ketika seorang anak memiliki
sikap tawadhu’ terhadap kedua orang tua, maka sudah pasti akan
memiliki sikap tunduk dan patuh kepada Allah yaitu dengan
menghambakan dirinya hanya kepada Allah semata. Karena tahu
dan berkeyakinan bahwa setiap apa yang terbesit di dalam hati
manusia baik berbuat baik atau bersikap durhaka kepada kedua
orang tua, ada Allah yang selalu mengetahuinya.
d. Surah al-Israa’ Ayat 25 dan 26
اِبنَي َغُفوراا َربُُّكْم أَْعَلُم ِبَا ِف نُ ُفوِسُكْم ِإْن َتُكونُوا َصاِِلِنَي فَِإنَُّه َكاَن ِلألوَّ ْر تَ بْ (۲۲) (۲٦)ِذيراا َوآِت َذا اْلُقْرََب َحقَُّه َواْلِمْسِكنَي َواْبَن السَِّبيِل َوال تُ َبذٍِّ
Artinya:
25. “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam
hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia
Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat”.
26. “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat
akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam
perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros”.
-
44
Surah al-Israa’ ayat 25 menjelaskan tentang adanya
keikhlasan dan niat baik manusia untuk menghambakan diri hanya
kepada Allah semata serta berusaha patuh dan hormat secara tulus
kepada kedua orang tua, karena Allah mengetahui setiap apa yang
terbesit dalam hati manusia, baik hal itu berupa menyayangi kedua
orang tua atau bersikap durhaka kepada keduanya.
Menurut pendapat Hamka dalam Tafsir al-Azhar, ayat 26
menjelaskan selain perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua
dan menanamkan kasih sayang kepada keduanya, hendaklah juga
memberikan hak kepada kaum kerabat, karena kaum kerabat berhak
untuk ditolong (Hamka, 2018: 48).
Maksud kaum kerabat adalah kaum terdekat yang masih
memiliki ikatan darah, seperti saudara-saudara yang seibu sebapak,
saudara yang hanya seibu atau sebapak saja, saudara laki-laki dan
perempuan dari ayah dan ibu, nenek dari pihak ayah dan ibu dan lain
sebagainya.
Selain menolong kaum kerabat tersebut, juga hendaklah
menunaikan hak-hak kepada orang miskin dan orang yang sedang
dalam perjalanan atau ibn al-sabil (Hamka, 2018: 48).
Dengan demikian, dari kedua ayat tersebut tidak tampak
adanya korelasi antara keduanya. Sehingga tidak adanya keterkaitan
antara ayat 25 dengan ayat 26.
-
45
2. Munasabah Surah
a. Munasabah Antara Nama Surah dan Tujuan Turunnya
Larangan menyekutukan Allah dan perintah agar berbuat
baik kepada kedua orang tua, perintah ini termaktub di dalam surah
al-Israa’ ayat 23: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik
pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Perintah Allah kepada kaum muslimin untuk merendahkan
diri dihadapan kedua orang tua dan Allah juga memerintahkan agar
anak selalu mendoakan kebaikan untuk kedua orang tua, perintah ini
termaktub dalam surah al-Israa’ ayat 24: “dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: “wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
Allah mengetahui apa yang terbesit di hati manusia baik itu
menyakiti atau menyayangi dan perintah untuk bertobat. Hal ini
termaktub dalam surah al-Israa’ ayat 25: “Tuhanmu lebih
mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang
-
46
yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-
orang yang bertobat.” (Departemen Agama RI, 2007: 284).