nilai-nilai pendidikan keluarga dalam perspektif al...

127
i NILAI-NILAI PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN SURAH AL-ISRAA’ AYAT 23-25 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh: LAELAH NUR FADLILAH NIM : 23010-15-0184 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2019

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    NILAI-NILAI PENDIDIKAN KELUARGA

    DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

    SURAH AL-ISRAA’ AYAT 23-25

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna

    Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

    Oleh:

    LAELAH NUR FADLILAH

    NIM : 23010-15-0184

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2019

  • ii

  • iii

    NILAI-NILAI PENDIDIKAN KELUARGA

    DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

    SURAH AL-ISRAA’ AYAT 23-25

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna

    Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

    Oleh:

    LAELAH NUR FADLILAH

    NIM : 23010-15-0184

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2019

  • iv

  • v

  • vi

  • vii

    Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda:

    Berbakti kepada orang tua adalah sebaik-baik pintu surga

    HR. Tirmidzi

    PERSEMBAHAN

  • viii

    Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah, atas limpahan rahmat dan

    karunia-Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

    1. Kedua orang tua tercinta Bapak Slamet Wiyono dan Ibu Khamaliyah yang

    sudah merawat dan mendidikku sampai besar, dengan pengorbanan, materi,

    ketulusan dan kesabaran keduanya. Semoga selalu dalam lindungan dan

    mendapat rahmat dari Allah di dunia dan akhirat.

    2. Kakakku Afifa Nur Karima, S.Ak. dan adikku Kharisma Nur 'Ainy yang selalu

    mendukungku dan mendoakanku.

    3. Seluruh keluargaku terimakasih atas dorongan dan doa serta motivasinya.

    4. Bapak Muh Hafidz, M.Ag. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

    motivasi serta pengarahan sampai selesainya skripsi ini.

    5. Almamaterku tercinta IAIN Salatiga semoga tetap jaya.

    6. Al-Mukarom Drs. Romo KH. Nasafi, M.Pd.I. dan Ibu Nyai Hj. Asfiyah selaku

    pengasuh Pondok Pesantren Nurul Asna Salatiga.

    7. Bapak Nur Munafiin, M.Ag., M.Pd. selaku guru Pendidikan Agama Islam SMA

    Negeri 1 Salatiga yang telah memberikan nasihat, arahan, motivasi dan doa

    yang tulus bagi penulis.

    8. Ibu Kumiyati, S.Pd. selaku Kepala SD Negeri Mejing 1 dan rekan kerja yang

    ikut andil sebagai semangat penulis untuk penyelesaian skripsi ini.

    9. Adik-adik TPA Roudotul ‘Ulum Salatiga yang selalu memberikan keceriaan

    dan semangat serta mendoakanku.

    10. Kepada teman-teman Pondok Pesantren Nurul Asna yang telah memberikan

    semangat dan motivasi.

  • ix

    11. Sahabatku tercinta Risalatul Qudsiyah dan Wiwit Setyo Larasati yang selalu

    menghibur dan menyemangatiku dari awal kuliah sampai saat ini.

    12. Kepada seluruh sahabat PAI Kelas E angkatan 2015 terimakasih telah

    memberikan banyak kenangan yang indah dan teman-teman seperjuanganku

    yang telah memberikan dukungan semangat dan doa sehingga dapat

    menyelesaikan skripsi ini.

    13. Kepada teman-teman PPL, KKN angkatan 2019 yang telah memberikan banyak

    pelajaran apa artinya kebersamaan dan kekeluargaan.

    14. Semua pihak yang ikut serta memberikan bantuan dan motivasi yang sangat

    berjasa dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu

    persatu.

    KATA PENGANTAR

  • x

    Tidak ada kata yang paling indah selain puji dan rasa syukur kepada Allah,

    yang telah menentukan segala sesuatu berada di tangan-Nya, sehingga tidak ada

    setetes embun pun dan segelintir jiwa manusia yang lepas dari ketentuan dan

    ketetapan-Nya. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan Nabi

    Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sebagai suri tauladan untuk panutan

    sehingga umatnya dapat mencapai kebahagiaan ketentraman dunia dan akhirat.

    Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

    skripsi ini dengan judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN KELUARGA DALAM

    PERSPEKTIF AL-QUR'AN SURAH AL-ISRA' AYAT 23-25”, yang disusun

    untuk memenuhi kewajiban dan syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan

    (S.Pd.) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam

    Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.Penulis menyadari bahwa penulisan

    skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal itu disadari karena keterbatasan

    kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Dalam penyusunan skripsi ini,

    penulis banyak mendapat pelajaran, dorongan motivasi, bantuan berupa bimbingan

    yang sangat berharga dari berbagai pihak mulai dari pelaksanaan hingga

    penyusunan laporan skripsi ini. Dalam kesempatan baik ini, penulis mengucapkan

    rasa terimakasih banyak kepada :

    1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag. selaku Rektor IAIN Salatiga.

    2. Bapak Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

    Keguruan.

  • xi

    3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si. selaku Ketua Prodi Studi Pendidikan Agama

    Islam.

    4. Bapak Muh. Hafidz M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

    mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya

    membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

    5. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu

    selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.

    6. Bapak Slamet Wiyono dan Ibu Khamaliyah keluarga tercinta, dan seluruh

    pihak yang selalu mendorong dan memberikan motivasi dalam

    menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.

    7. Keluarga besar dan teman-teman yang selalu mendoakan dan memberikan

    dukungan serta bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

    Besar harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis

    khususnya dan bagi pihak lain pada umumnya. Saran dan kritik yang

    membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.

    Salatiga, 27 Juni 2019

    Penulis

    Laelah Nur Fadlilah

    NIM. 23010-15-0184

  • xii

    ABSTRAK

    Fadlilah, Laelah Nur. 2019. Nilai-Nilai Pendidikan Keluarga dalam Perspektif

    al-Qur'an Surah al-Israa’ Ayat 23-25. Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam

    Negeri Salatiga. Pembimbing: Muh. Hafidz

    Kata kunci, Nilai, Pendidikan Keluarga, al-Quran

    Rendahnya pendidikan keluarga yang telah tertanam dalam setiap individu

    menjadi latar belakang permasalahan yang sering muncul di zaman ini seperti

    terjadinya perceraian, kurangnya pendidikan menjadikan orang tua keliru dalam

    mendidik anak sehingga sampai kekerasan pun terjadi, hak dan kewajiban tidak

    terpenuhi. Kembali kepada ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan solusi yang

    tepat dalam menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Penelitian yang berjudul

    “Nilai-Nilai Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Al-Qur'an Surah Al-Isra' Ayat

    23-25” bertujuan untuk menjawab pertanyaan dari permasalahan : 1. Apa nilai-nilai pendidikan keluarga yang terkandung dalam surah al-Israa’ ayat 23-25? 2. Bagaimana

    implementasi pendidikan keluarga di rumah dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat

    dalam surah al-Israa’ ayat 23-25?

    Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan, atau bahan-bahan bacaan

    untuk mencari pendapat para ahli tafsir dan ahli pendidikan tentang pendidikan

    keluarga al-Qur'an surah al-Israa’ ayat 23-25. Kemudian dianalisis untuk mencapai

    tujuan. Metode analisis data yang penulis gunakan adalah analisis tahlili.

    Berdasarkan telaah dari literatur, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa:

    1. Nilai-nilai Pendidikan keluarga yang terkandung dalam surah al-Israa’ ayat 23-25,

    antara lain: pendidikan aqidah dan pendidikan akhlak. 2. Implementasi pendidikan

    keluarga di rumah dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat dalam surah al-Israa’ ayat

    23-25 yaitu senantiasa menyembah dan tidak mempersekutukan Allah dalam berbagai

    peribadatan dalam hal ini kedua orang tua menanamkan nilai-nilai ibadah baik ibadah

    wajib maupun sunnah, mengajarkan kepada anak untuk bersikap lemah lembut dan

    tawadhu’ terhadap kedua orang tua, menaati keduanya serta mendoakan kebaikan

    untuk kedua orang tua agar di rahmati oleh Allah sebagai bentuk imbalan telah

    mengasuh, mendidik dan memelihara ketika masih kecil.

  • xiii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i

    LEMBAR BERLOGO ........................................................................................... ii

    HALAMAN JUDUL ............................................................................................ iii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ iv

    PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ v

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................... vi

    MOTTO .............................................................................................................. vii

    PERSEMBAHAN .............................................................................................. viii

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... x

    ABSTRAK .......................................................................................................... xii

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiii

    BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 2

    A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 2

    B. Rumusan Masalah .................................................................................... 10

    C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 10

    D. Kegunaan Penelitian ................................................................................. 11

    E. Metode Penelitian ..................................................................................... 11

    F. Kajian Pustaka .......................................................................................... 14

    G. Sistematika Penulisan .............................................................................. 16

  • xiv

    BAB II KOMPILASI AYAT ............................................................................... 17

    A. Surah Al-Isra' 23 ...................................................................................... 17

    B. Surah Al-Isra' 24 ...................................................................................... 21

    C. Surah Al-Isra' 25 ...................................................................................... 23

    BAB III ASBABUN NUZUL, MUNASABAH, TAFSIR, DAN POKOK-POKOK

    ISI SURAH AL-ISRAA’ AYAT 23-25 ............................................................... 36

    A. Asbabun Nuzul ......................................................................................... 36

    B. Munasabah ............................................................................................... 37

    1. Munasabah ayat .................................................................................. 38

    2. Munasabah surah ................................................................................ 45

    C. Tafsir Surah Al-Isra' Ayat 23-25 .............................................................. 49

    D. Pokok-Pokok Isi Surah Al-Isra' Ayat 23-25 ............................................ 60

    BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN KELUARGA

    DALAM AL-QUR’AN SURAH AL-ISRAA’ AYAT 23-25 .............................. 65

    A. Nilai-Nilai Pendidikan Keluarga .............................................................. 65

    1. Tauhid Kepada Allah ......................................................................... 65

    2. Perintah Berbakti Kepada Kedua Orang Tua ..................................... 70

    a. Larangan Mengucapkan “Ah” ..................................................... 71

    b. Larangan Berbuat Kasar (Membentak atau Menentang) ............. 72

    c. Perintah Mengucapkan Perkataan Baik atau Mulia ..................... 73

    d. Merawat Kedua Orang Tua yang Telah Lanjut Usia ................... 74

    e. Bersikap Tawadhu’ ...................................................................... 75

    f. Mendoakan Kedua Orang Tua ..................................................... 77

  • xv

    3. Perintah Bertobat ................................................................................ 79

    B. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Keluarga Dalam Kehidupan Sehari-

    Hari ........................................................................................................... 80

    1. Selalu Bertauhid Kepada Allah .......................................................... 80

    a. Mengajak Anak Shalat Tepat Waktu dan Berjamaah .................. 81

    b. Mengajak Anak Berpuasa ............................................................ 82

    c. Mengajak Anak Untuk Bersedekah dan Zakat ............................. 83

    2. Selalu Berbakti Kepada Kedua Orang Tua ........................................ 85

    a. Tidak Mengucapkan “Ah” ........................................................... 86

    b. Tidak Berbuat Kasar (Membentak atau Menentang) ................... 87

    c. Mengucapkan Perkataan Baik atau Mulia .................................... 89

    d. Merawat Kedua Orang Tua yang Telah Lanjut Usia ................... 89

    e. Bersikap Tawadhu’ ...................................................................... 90

    f. Selalu Mendoakan Kedua Orang Tua .......................................... 92

    3. Selalu Bertobat .................................................................................... 93

    BAB V PENUTUP ............................................................................................... 95

    A. Kesimpulan

    1. Nilai-nilai Pendidikan Keluarga yang Terkandung dalam Surat al-Isra' Ayat

    23-25 ................................................................................................... 95

    2. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Keluarga di Rumah dalam Kehidupan

    Sehari-hari yang Terdapat dalam Surah Al-Israa’ ayat 23-25 ................... 95

    B. Saran ......................................................................................................... 96

  • xvi

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    1. Daftar SKK

    2. Nota Pembimbing Skripsi

    3. Lembar Konsultasi

    4. Daftar Riwayat Hidup Penulis

  • 2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Keluarga merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam

    kehidupan. Di era ini banyak terjadi kasus di dalam keluarga seperti

    perceraian, perselingkuhan, anak tidak dididik dengan baik oleh kedua

    orang tua dan lain sebagainya. Problematika tersebut menyebabkan

    keharmonisan dalam keluarga menjadi renggang. Hal ini disebabkan karena

    bahtera rumah tangga tidak dibangun dengan dasar-dasar pendidikan

    keagamaan yang baik. Karena kurangnya tentang pengetahuan inilah yang

    melatarbelakangi adanya ketidakharmonisan dalam keluarga.

    Al-Qur’an adalah khazanah agung dan lengkap, menyajikan menu

    yang dibutuhkan oleh setiap orang agar dicintai dan diridhai Allah. Sangat

    tepat jika al-Qur’an dijadikan sebagai ruh kebangkitan umat. Al-Qur’an

    ibarat matahari yang sinarnya tidak akan memancar kecuali kepada orang

    yang senantiasa membuka diri, al-Qur’an tidak akan memberi pengaruh apa

    pun kecuali kepada orang yang membuka hatinya. Namun, tidak seperti

    matahari, cahaya al-Qur’an tidak akan pernah tenggelam, dan tidak akan

    pernah hilang oleh ruang dan waktu (Khatib, 2011: 12).

    Sebagai pedoman hidup, al-Qur’an diturunkan Allah bukan hanya

    sekedar untuk dibaca secara tekstual saja, akan tetapi al-Qur’an juga untuk

    dipahami, dihayati serta diamalkan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat

    memberikan ketenteraman dalam jiwa (Al Munawar, 2005: 16).

  • 3

    Al-Qur’an memang ibarat sumber mata air yang tidak akan pernah

    kering. Jika al-Qur’an dibaca dan direnungkan setiap saat, maka hati akan

    senantiasa memperoleh sentuhan inspirasional yang akan memperkaya

    hidup sehingga akan merasakan sesuatu yang baru yang mencerahkan,

    bagaikan pupuk bagi pertumbuhan ruhani umat (Effendi, 2012: 42)

    Al-Qur’an adalah petunjuk bagi umat manusia yang selalu

    meletakkan prinsip-prinsip dasar dalam segala persoalan kehidupan

    manusia dan merupakan kitab yang universal. Petunjuk ini merupakan sendi

    utama dalam agama Islam sebagai “way of life” yang menjamin

    kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat nantinya (Chirzin, 2014: 3).

    Allah menurunkan al-Qur’an untuk menjadi undang-undang bagi

    umat manusia, sebagai “hudan linnas” atau petunjuk serta bukti kebenaran,

    sebagai tanda kebesaran Rasul, serta penjelasan atas kenabian dan

    kerasulannya. Juga sebagai dalil yang kuat di hari kemudian dimana akan

    dikatakan bahwa al-Qur’an itu memang benar-benar diturunkan dari Dzat

    Yang Maha Bijaksana lagi Terpuji yaitu Allah. Gerbang rahmat dan

    berkatnya akan tetap terbuka dan tetap cemerlang serta nyata di setiap

    zaman seperti keadaannya ketika di masa Rasulullah. (Hamid, 2016: 29).

    Tujuan al-Qur’an datang adalah membuka lebar-lebar mata

    manusia, agar manusia menyadari jati diri dan hakikat keberadaannya di

    bumi yaitu sebagai khalifah di muka bumi (Shihab, 1991: 21).

  • 4

    Al-Qur’an merupakan suatu bacaan yang mencapai puncak

    kesempurnaan (Shihab, 2014: 22). Kitab suci al-Qur’an tidak akan pernah

    ada yang menandingi kesempurnaannya sampai kapan pun.

    Makna pendidikan keluarga di era modern sekarang ini memang

    telah mengalami perubahan. Berbagai perubahan yang terjadi dipengaruhi

    oleh perkembangan zaman. Pendidikan keluarga akan membutuhkan

    penyesuaian terhadap berkembangnya zaman yang semakin maju.

    Walaupun terjadi pergeseran dalam pendidikan keluarga, yang lebih penting

    adalah mempertahankan pendidikan keluarga agar tidak menghilangkan

    maknanya secara keseluruhan. Pendidikan keluarga harus senantiasa

    ditanamkan dalam diri tiap individu sebelum mengarungi dunia yang

    sesungguhnya yaitu dunia setelah pernikahan. Jadi, meskipun banyak

    rintangan dan masalah yang datang akan dapat dihadapi dengan kedewasaan

    dan penuh kesabaran karena anak telah dibekali pendidikan keluarga oleh

    kedua orang tua sejak dini. Dan juga, meskipun banyak terjadi pernikahan

    usia dini di masa kini, keluarga yang dibina dengan dasar-dasar pendidikan

    keagamaan akan tetap terjalin keharmonisannya.

    Menurut bahasa keluarga berarti ibu dan bapak beserta anak-anaknya

    (KBBI, 2007: 536). Keluarga merupakan pondasi utama yang paling dicintai

    Islam. Dalam keluarga harus ada komunikasi yang baik antara ayah, ibu dan

    anak, supaya tetap terjaga keharmonisannya. Jika komunikasi tidak terjalin

    dengan baik, maka akan berakibat buruk bagi kehidupan keluarga tersebut.

    Keharmonisan antara suami dan istri akan berpengaruh terhadap perilaku anak.

    Anak akan meniru berbagai perilaku dan kebiasaan kedua orang tua, ekspresi

  • 5

    dan emosi yang ditampilkan, serta respon terhadap lingkungan sosial. Semua

    itu akan menjadi contoh bagi anak dalam menjalani kehidupan, maka dari itu

    orang tua harus memberikan contoh yang terbaik untuk anak.

    Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama yang dikenal oleh

    anak. Karena kedua orang tua adalah orang yang pertama kali dikenal dan

    diterimanya pendidikan. Perhatian, bimbingan, cinta dan kasih sayang yang

    terjalin antara kedua orang tua dengan anak, merupakan basis paling ampuh

    bagi pertumbuhan dan perkembangan psikis serta nilai-nilai sosial dan

    religius pada diri anak (Ahid, 2010: 61).

    Oleh karena itu, kedua orang tua menjadi pendidik di rumahnya.

    Pendidikan di rumah tangga sebagai basis utama untuk mencetak manusia

    unggul di era sekarang ini, dunia yang sudah terbuka, ditandai dengan

    perkembangan IPTEK yang luar biasa, yang memunculkan nilai-nilai baru

    dalam kehidupan yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai agama.

    Agama memegang peranan paling penting dalam usaha

    pembentukan keluarga yang sangat diidamkan dalam suatu bahtera rumah

    tangga, yaitu keluarga yang harmonis, bahagia dan sejahtera. Islam telah

    mengajarkan agar selalu menyempurnakan kehidupannya dengan

    melaksanakan sunnah Rasulullah yaitu pernikahan (Rafi'udin, 2001: 21).

    Syarat agama Islam merupakan suatu bentuk ibadah kepada Allah sekaligus

    mengikuti sunnah Rasulullah dalam rangka untuk membangun rumah

    tangga, yaitu keluarga bahagia yang sakinah, mawaddah, dan warahmah

    yang senantiasa diridhai oleh Allah (Indra, 2017: 37).

  • 6

    Oleh sebab itu, dengan pernikahan itulah diharapkan mampu

    terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah dengan ridha

    dari Allah. Dari keluarga seperti itulah akan lahir keturunan yang baik dan

    berkualitas yang diharapkan mampu memenuhi tugas-tugasnya sebagai

    anggota keluarga, hamba Allah, dan warga masyarakat yang baik.

    Rumah tangga yang didirikan atas dasar hanya untuk mencari

    keridhaan dari Allah akan diwarnai oleh nilai-nilai luhur ajaran agama

    (Anggota IKAPI, 2016: 9). Karena memang hakikat dalam ketenangan jiwa

    atau sakinah itu adalah ketenangan yang senantiasa terbimbing dengan

    agama dan datang dari sisi Allah.

    Rumah tangga yang disinari cahaya kasih sayang dan nilai-nilai

    Islami juga akan melahirkan perasaan persamaan hak antar sesama anggota

    keluarga. Tercipta keharmonisan, kerukunan dan keserasian hidup yang

    mengantar kepada kebahagiaan keluarga. Sebaliknya, rumah tangga yang

    tidak pernah ditempa angin cinta dan kasih sayang pasti akan diliputi

    mendung kesengsaraan (Hamid, 1991: 35-36).

    Keluarga adalah ladang terbaik dalam penanaman nilai-nilai agama.

    Orang tua memiliki peranan penting yang strategis dan paling utama dalam

    mentradisikan dasar-dasar keagamaan sehingga nilai-nilai agama dapat

    ditanamkan ke dalam jiwa anak (Djamarah, 2004: 19-20). Islam selalu

    mendorong umatnya agar senantiasa berpegang teguh pada pondasi yang

    telah ada dalam agama Islam, supaya terhindar dari bahaya keruntuhan

    keluarga. Islam juga melindungi keluarga dari perceraian, perselingkuhan,

  • 7

    durhaka terhadap kedua orang tua, memutus silaturahim, dan perzinaan.

    Keluarga merupakan tempat fitrah yang sesuai dengan keinginan Allah bagi

    kehidupan manusia sejak keberadaan khalifah. Hidup berkeluarga adalah

    fitrah setiap manusia. Islam dengan kesempurnaan ajarannya mengatur

    tentang konsep keluarga yang di bangun di atas dasar pernikahan. Melalui

    pernikahan dapat diatur hubungan laki-laki dan perempuan (yang secara

    fitrahnya saling tertarik) dengan aturan yang khusus. Dari hasil pernikahan

    ini juga akan berkembang keturunan sebagai salah satu tujuan dari

    pernikahan tersebut. Dalam pernikahan itulah tebentuk keluarga yang

    diatasnya didirikan peraturan hidup khusus dan sebagai konsekuensi dari

    sebuah pernikahan (Farhanah, 2017: 2).

    Firman Allah yang termaktub dalam Qur’an surah an-Nur ayat 32

    adalah sebagai berikut:

    َوأَْنِكُحوا األََيَمى ِمْنُكْم َوالصَّاِِلِنَي ِمْن ِعَبادُِكْم َوِإَماِئُكْم ِإْن َيُكونُوا فُ َقرَاَء يُ ْغِنِهُم ُ َواِسٌع َعِليٌم ُ ِمْن َفْضِلِه َواَّللَّ (۲۳)اَّللَّ

    Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian (laki-laki

    atau perempuan yang belum menikah) diantara kamu, dan orang-orang

    yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan

    hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan

    memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas

    (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui” (QS. an-Nur ayat 32).

    Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memeritahkan hamba-Nya

    bagi yang sudah mampu menikah untuk segera menikah. Dan jika mereka

    miskin dan tidak memiliki harta benda yang cukup, Allah akan

    memampukannya dalam segala hal dan melapangkan rezekinya, karena

    Allah Maha Kaya dan Maha Luas. Dan jika belum mampu untuk menikah,

  • 8

    maka diperintahkan agar berpuasa untuk mengendalikan dirinya dari hawa

    nafsu. Menikah merupakan sunnah Rasulullah, yang mana jika dilakukan

    akan mendapat pahala sekaligus diakui sebagai umat Rasulullah. Menikah

    juga sebagai gerbang awal dalam menjalin keluarga yang diridhai Allah.

    Al-Qur’an merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi

    Muhammad melalui Malaikat Jibril. Al-Qur’an diturunkan sebagai

    pedoman hidup bagaimana manusia dalam menata kehidupannya, agar

    hidup memperoleh kebahagiaan lahir dan batin di dunia dan akhirat.

    Konsep-konsep yang ada pada al-Qur’an selalu relevan dengan

    permasalahan yang dihadapi oleh manusia, karena al-Qur’an diturunkan

    untuk memberikan penjelasan tentang pendidikan dalam beberapa surah

    yang ada di dalamnya salah satunya yang terdapat dalam surah al-Israa’ ayat

    23-25. Pentingnya pendidikan dalam keluarga merupakan konsekuensi dari

    tanggung jawab orang tua terhadap anaknya karena anak merupakan

    amanah yang Allah titipkan kepada orang tua. Keberadaan keluarga sangat

    penting untuk mencetak generasi yang berkualitas karena keluarga adalah

    tempat dimana pondasi nilai-nilai agama yang diajarkan orang tua kepada

    anaknya. Kunci sukses membina keluarga islami adalah dengan selalu

    menghadirkan al-Qur’an dalam kehidupan keluarga. Dengan demikian,

    orang tua sangat dituntut untuk menjadi pendidik yang baik, yang mampu

    memberikan sikap positif dan menjadi teladan yang baik bagi anak dengan

    mengikuti konsep yang ada pada surah al-Israa’ ayat 23-25.

  • 9

    Dalam kehidupan keluarga pasti ada banyak permasalahan yang

    harus dihadapi dan diselesaikan dengan kepala dingin, dan di dalam setiap

    permasalahan hendaknya dikembalikan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah,

    karena keduanya merupakan pondasi yang senantiasa selalu mendasari

    dalam setiap perilaku seorang muslim. Jangan sampai menghukumi sesuatu

    dengan keinginan diri sendiri tanpa adanya ilmu pengetahuan yang

    mendasari dan mendukung, karena hal itu dapat menyebabkan kesesatan

    yang akan membuat hidup seakan tidak memiliki arti dan tujuan.

    Adapun dalam membina keluarga yang baik Allah telah

    memberikan contoh salah satunya termuat di dalam al-Qur’an yaitu surah

    al-Israa’ ayat 23-25 yang berbunyi:

    ُلَغنَّ ِعْنَدَك ا ُه َوِِبْلَواِلَدْيِن ِإْحَساًنا ِإمَّا يَ ب ْ ْلِكبَ َر َأَحُدُُهَا َوَقَضى َربَُّك َأال تَ ْعُبُدوا ِإال ِإَيََّهْرُُهَا َوُقْل َواْخِفْض ََلَُما (۲۳) ميااََلَُما قَ ْوال َكرِ َأْو ِكالُُهَا َفال تَ ُقْل ََلَُما ُأف ٍّ َوال تَ ن ْ

    َربُُّكْم أَْعَلُم ِبَا ِف (۲٤) َجَناَح الذُّلٍّ ِمَن الرَّْْحَِة َوُقْل َربٍّ اْرَْحُْهَما َكَما َرب ََّياِن َصِغرياا (۲۲) نُ ُفوِسُكْم ِإْن َتُكونُوا َصاِِلِنَي فَِإنَُّه َكاَن ِلألوَّاِبنَي َغُفوراا

    Artinya:

    Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyem-

    bah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan

    sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya

    sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah

    kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu

    membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia

    (QS. al-Israa’ ayat 23).

    Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh

    kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua,

    sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”

    (QS. al-Israa’ ayat 24).

    Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu

    orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi

    orang-orang yang bertobat (QS. al-Israa’ayat 25).

  • 01

    Berdasarkan firman Allah yang termaktub dalam surah al-Israa’ ayat

    23-25, penulis terinspirasi untuk mempelajari lebih lanjut mengenai Nilai-

    Nilai Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Al-Qur’an Surah Al-

    Israa’ Ayat 23-25. Yang menjadi alasan dalam pemilihan judul tersebut

    adalah karena pendidikan keluarga merupakan dasar ilmu sebagai pondasi

    utama untuk berinteraksi dan menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-

    hari. Keberhasilan tentu harus melalui proses belajar mengajar dengan

    menanamkan nilai-nilai pendidikan keluarga pada anak. Oleh sebab itu,

    penulis mengangkatnya menjadi judul skripsi.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan gambaran masalah di atas, maka rumusan masalahnya

    adalah sebagai berikut:

    1. Apa nilai-nilai pendidikan keluarga yang terkandung di dalam surah al-

    Israa’ ayat 23-25?

    2. Bagaimana implementasi pendidikan keluarga di rumah dalam

    kehidupan sehari-hari yang terdapat dalam surah al-Israa’ ayat 23-25?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan keluarga yang terkandung di

    dalam surah al-Israa’ ayat 23-25.

    2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi pendidikan keluarga di

    rumah dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat dalam surah al-Israa’

    ayat 23-25.

  • 00

    D. Kegunaan Penelitian

    Hasil penelitian yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Keluarga

    dalam Perspektif Al-Qur’an Surah Al-Israa’ ayat 23-25” ini akan

    memberikan beberapa manfaat adalah sebagai berikut:

    1. Dari segi teoritis, diharapkan dapat mengembangkan dan menambah

    wawasan sebagai upaya mendidik anak berdasarkan al-Qur’an dan as-

    Sunnah terutama dalam kehidupan keluarga dengan mengikuti konsep

    yang ada pada surah al-Israa’ ayat 23-25 sehingga dapat membentuk

    jiwa anak yang bertakwa dan taat kepada Allah serta mengetahui dan

    melaksanakan atas apa yang menjadi hak dan kewajiban seorang anak

    terhadap kedua orang tua.

    2. Dari segi praktis, sebagai sumbangan ilmiah dalam bidang pendidikan

    dan dalam disiplin ilmu yang lainnya untuk khazanah keilmuan

    pendidikan di Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

    E. Metode Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Kajian ini merupakan penelitian pustaka (library research) yaitu

    menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama dalam penelitian

    ini. Data-data yang ada kaitannya dengan penelitian ini dikumpulkan

    melalui studi pustaka, karena kajian berkaitan dengan pemahaman ayat

    al-Qur’an. Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini penulis

    menggunakan metode mengkaji dari beberapa sumber buku pendidikan

  • 02

    Islam sebagai library research yaitu penelitian kepustakaan (Hadi,

    2001: 9).

    Maksudnya dalam penelitian ini penulis mencari nilai-nilai

    pendidikan keluarga yang terkandung dalam al-Qur’an surah al-Israa’ ayat

    23-25 dari tiga tafsir yaitu Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Muyassar, dan Tafsir

    al-Azhar yang merupakan interpretasi dari para mufassir dalam memahami

    isi, maksud maupun kandungan yang ada dalam surah al-Israa’ ayat 23-25

    sehingga akan mempermudah dalam kajian ini.

    2. Sumber Data

    Data penelitian ini diperoleh dari al-Qur’an surah al-Israa’ ayat

    23-25. Selain itu, sumber data penulis juga diambil dari beberapa buku

    yang relevan dalam pembahasan skripsi ini. Sumber data ini dibedakan

    menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

    a. Sumber data primer

    Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung

    dari subjek penelitian dengan mengambil data secara langsung pada

    subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Dalam hal ini yang

    menjadi sumber data primer adalah al-Qur’an dan tafsir-tafsirnya

    surah al-Israa’ ayat 23-25, seperti Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Muyassar, dan

    Tafsir al-Azhar.

    b. Sumber data sekunder

    Sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh dari

    sumber data lain yang masih berkaitan dengan masalah penelitian.

  • 03

    Sumber data sekunder ini biasa disebut dengan data penunjang yang

    dapat diperoleh dari skripsi, catatan buku, dokumen, dan lain

    sebagainya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa

    sumber data sekunder seperti buku-buku yang representatif, relevan

    dan mendukung terhadap objek kajian sehingga dapat

    dipertanggungjawabkan dalam memecahkan permasalahan yang

    terdapat dalam penelitian ini.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam

    penelitian ini adalah teknik telaah dokumentasi dengan mengumpulkan

    data yang menjadi sumber data primer yaitu terjemahan al-Qur’an surah

    al-Israa’ ayat 23-25, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Muyassar, dan Tafsir al-Azhar,

    serta sumber data sekunder yang relevan berkaitan dengan

    permasalahan. Setelah semua data terkumpul selanjutnya dilakukan

    penelaah secara sistematis yang berkaitan dengan penelitian. Sehingga

    diperoleh bahan-bahan dan penyajian data untuk menyusun skripsi.

    Adapun teknik dalam pengumpulan data ini penulis melakukan

    beberapa langkah sebagai berikut:

    a. Membandingkan pendapat-pendapat mufassir dalam hal ini Al-

    Imam Abul Fida Isma'il Ad-Dimasqi, Asy-Syaikh, Allamah Shalih

    bin Muhammad al-Syaikh dan Hamka tentang ayat-ayat yang

    menjadi kajian penulis kemudian melihat perbedaan dan persamaan

    penafsiran mereka.

  • 04

    b. Membuat analisa atas pendapat-pendapat mufassir yang menjadi

    objek kajian terutama bila terdapat kontradiksi penafsiran dan

    mengambil kesimpulan dari analisa-analisa para mufassir.

    Keuntungan dalam menggunakan teknik telaah dokumentasi ini

    adalah bahwa dokumen itu telah ada, telah tersedia dan siap pakai.

    4. Analisis Data

    Dalam menganalisis data penulis menggunakan metode tahlili.

    Metode tahlili adalah metode tafsir yang bermaksud menjelaskan

    kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Dalam metode

    tahlili mufassir biasanya mengikuti urutan ayat dan surah sebagaimana

    yang tersusun dalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut berbagai

    aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti pergantian kosa

    kata, konotasi kalimat, latar belakang turunnya ayat, kaitannya dengan

    ayat-ayat lain baik sebelum maupun sesudahnya dan tidak ketinggalan

    pendapat-pendapat yang telah diberikan berkaitan dengan tafsiran ayat-

    ayat tersebut, baik yang disampaikan nabi, sahabat, para tabi’in maupun

    oleh ahli tafsir lainnya (Budihardjo, 2012: 132).

    F. Kajian Pustaka

    Kajian pustaka adalah suatu istilah untuk mengkaji bahan atau

    literatur kepustakaan (literature review). Bentuk kegiatan ini memaparkan

    dan mendeskripsikan pengetahuan, argumen, dalil, konsep, atau ketentuan-

    ketentuan yang pernah diungkapkan dan diketemukan oleh peneliti

    sebelumnya yang terkait dengan objek masalah yang hendak dibahas.

  • 05

    Adapun karya-karya yang mendukung dan dijadikan kajian pustaka

    sebagai berikut:

    1. Penelitian yang ditulis oleh Erika Wijayanti Arifah dengan judul skripsi

    “Konsep Pendidikan Keluarga dalam al-Qur’an Surah At-Taghabun

    Ayat 14-16”. Menyimpulkan bahwa dalam surah At-Taghabun ayat

    14-16 terdapat tiga konsep pendidikan yang harus diterapkan yaitu nilai

    pendidikan akidah, nilai pendidikan ibadah, dan nilai pendidikan

    akhlak.

    2. Penelitian yang ditulis oleh Bangkit Putra Dewandaru dengan judul

    skripsi “Nilai-Nilai Pendidikan Keluarga dalam al-Qur’an Surah

    Luqman Ayat 12-19”. Menyimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan

    keluarga dalam surah Luqman ayat 12-19 adalah pendidikan

    kepribadian seperti bersabar, sederhana dan pendidikan keagamaan

    seperti beriman kepada Allah, mendirikan shalat, berbuat amal mar’uf

    nahi mungkar serta pendidikan akhlak seperti berkata yang baik, tidak

    sombong, dan berbakti kepada orang tua.

    Dari beberapa penelitian di atas, ada beberapa perbedaan dengan

    penelitian ini yaitu berbeda pembahasannya dan kajian surah ayatnya,

    adapun persamaannya adalah sama-sama meneliti tafsir ayat al-Qur’an yang

    mana penelitian ini lebih terfokus pada pendidikan birrul al-walidain dalam

    al-Qur’an surah al-Israa’ ayat 23-25 yaitu bagaimana berbuat baik kepada

    kedua orang tua menurut para mufassir.

  • 06

    G. Sistematika Penulisan

    Sistematika yang dimaksud oleh penulis adalah gambaran singkat

    dan menyeluruh mengenai keseluruhan isi skripsi, adapun sistematika

    penulisan skripsi ini meliputi:

    BAB I : PENDAHULUAN. Dalam bab ini berisi tentang: latar

    belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

    penelitian, metode penelitian, kajian pustaka, dan sistematika penulisan.

    BAB II : KOMPILASI AYAT. Dalam bab ini berisi uraian ayat dan

    penjelasan mengenai kata-kata sulit yang terkandung dalam surah al-Israa’

    ayat 23-25 seperti kata-kata sulit dalam surah al-Israa’ ayat 23-25 dan

    kandungan isi surah al-Israa’ ayat 23-25.

    BAB III : Asbabun Nuzul, Munasabah, Tafsir Qur’an Surah al-Israa’

    Ayat 23-25, dan Pokok-Pokok Isi Surah al-Israa’ Ayat 23-25.

    BAB IV : ANALISIS. Pembahasan nilai-nilai pendidikan keluarga

    yang terkandung di dalam surah al-Israa’ ayat 23-25 dan implementasi

    pendidikan keluarga di rumah dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat

    dalam surah al-Israa’ ayat 23-25.

    BAB V : PENUTUP. Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dari

    seluruh uraian yang telah dikemukakan, jawaban dari permasalahan tulisan,

    dan saran.

  • 07

    BAB II

    KOMPILASI AYAT-AYAT

    A. Surah al-Israa’ Ayat 23-25

    ُلَغنَّ ِعْنَدَك ا ُه َوِِبْلَواِلَدْيِن ِإْحَساًنا ِإمَّا يَ ب ْ ْلِكبَ َر َأَحُدُُهَا َوَقَضى َربَُّك َأال تَ ْعُبُدوا ِإال ِإَيََّهْرُُهَا َوُقْل ََلَُما قَ ْوال َواْخِفْض ََلَُما (۲۳) رميااكَ َأْو ِكال ُُهَا َفال تَ ُقْل ََلَُما ُأف ٍّ َوال تَ ن ْ

    َربُُّكْم أَْعَلُم ِبَا ِف (۲٤)َجَناَح الذُّلٍّ ِمَن الرَّْْحَِة َوُقْل َربٍّ اْرَْحُْهَما َكَما َرب ََّياِن َصِغرياا (۲۲) ارا نُ ُفوِسُكْم ِإْن َتُكونُوا َصاِِلِنَي فَِإنَُّه َكاَن ِلألوَّاِبنَي َغُفوْ

    Artinya:

    23. Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan me-

    nyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu

    dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-

    duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali

    janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan jan-

    ganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan

    yang mulia. 24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan

    penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka

    berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.

    25. Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika

    kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun

    bagi orang-orang yang bertobat (Departemen Agama RI, 2007: 284).

    B. Mufradat

    1. Surah al-Israa’ Ayat 23

    ُلَغنَّ ُه َوِِبْلَواِلَدْيِن ِإْحَساًنا ِإمَّا يَ ب ْ ْنَدَك اْلِكبَ َر عِ َوَقَضى َربَُّك َأال تَ ْعُبُدوا ِإال ِإَيََّهْرُُهَا َوُقْل ََلَُما قَ ْوال َكرميا (۲۳) اَأَحُدُُهَا َأْو ِكال ُُهَا َفال تَ ُقْل ََلَُما ُأف ٍّ َوال تَ ن ْ

    Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu

    jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada

    ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara

    keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam

    pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada

    keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan

    ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS. al-Israa’ ayat

    23).

  • 08

    berasal dari akar kata َقَضى yang َقَضاء - ييَ ْقضِ - َقَضى memiliki arti memutuskan (Al-Munawwir, 2007: 1130). Kemudian hal

    senada juga disampaikan oleh Mahmud Yunus dalam kamusnya yang

    berjudul Kamus Arab Indonesia bahwa kata َقَضى berasal dari akar

    kata َقَضاء - ييَ ْقضِ -َقَضى yang memiliki arti menghukum,

    memutuskan (Yunus, 1989: 328). Pada ayat di atas kata ََقض diartikan telah memerintahkan (Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsir

    al-Qur’an, 2017: 427). Kemudian dalam ayat di atas pula kata َقَضى juga diartikan telah memerintahkan.

    تَ ْعُبُدوا berasal dari akar kata yang artinya ِعَباَدةا -يَ ْعُبُد -َعَبَد beribadah (Al-Munawwir, 2007: 329). Makna senada juga diungkapkan

    oleh Mahmud Yunus dalam kamusnya yang berjudul Kamus Arab

    Indonesia bahwa kata تَ ْعُبُدوا berasal dari akar kata ِعَباَدة - يَ ْعُبدُ -َعَبَد yang memiliki arti menyembah, mengabdi menghinakan diri pada Allah

    (Yunus, 2009: 252). Dalam ayat di atas kata تَ ْعُبُدوا diartikan menyembah (Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an,

    2017: 427).

    - ِإْحَساًنا berasal dari akar kata ِإْحَساًنا ُُيِْسُن - yang َاْحَسنَ berarti berbuat kebaikan (Al-Munawwir, 2007: 82). Hal selaras

  • 09

    disampaikan oleh Mahmud Yunus dalam kamusnya yang bejudul

    Kamus Arab Indonesia yang mengatakan bahwa kata ِإْحَساًنا berasal

    dari akar kata ِإْحَساًنا - ُُيِْسُن - َاْحَسَن yang berarti berbuat baik

    (Yunus, 1989: 35). Kemudian dalam ayat di atas kata ِإْحَساًنا berartiberbuat baik. Arti kata tersebut sama seperti yang disampaikan

    Mahmud Yunus dalam kamusnya.

    ُلَغنَّ berasal dari akar kata يَ ب ْ ُلُغ -بَ َلَغ yang berarti بُ ُلْوغاا -يَ ب ْmencapai akil balig, dewasa (Al-Munawwir, 2007: 107). Kemudian

    hal senada juga disampaikan oleh Mahmud Yunus dalam kamusnya

    yang berjudul Kamus Arab Indonesia bahwa kata َُّلَغن berasal dari akar يَ ب ْ

    kata ُلُغ -بَ َلَغ بُ ُلْوغاا -يَ ب ْ yang berarti sampai, balig (Yunus, 1989: 71).

    Di dalam ayat di atas kata ُلَغنَ diartikan sampai (Yayasan يَ ب ْPenyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, 2017: 427).

    ِكبَ راا -َيْكبَ ُر -َكبُ َر berasal dari akar kata اْلِكبَ رَ yang artinya tua umur (Yunus, 1989: 365). Kemudian hal senada juga disampaikan oleh

    Ahmad Warson Munawwir dalam Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia bahwa kata َاْلِكبَ ر berasal dari akar kata ِكبَ راا -َيْكبَ ُر -َكبُ َر yang berarti menjadi tua, lanjut usia (Al-Munawwir, 2007: 1183). Dalam ayat di atas

  • 21

    kata اْلِكبَ َر diartikan berumur lanjut (Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, 2017: 427).

    َهرْ َهُر -نَ َهَر berasal dari akar kata تَ ن ْ ََنراا -يَ ن ْ yang artinya orang yang berani (Yunus, 2009: 470). Senada dengan pernyataan

    sebelumnya bahwa kata َْهر berasal dari akar kata تَ ن ْ َهُر -نَ َهَر ََنراا -يَ ن ْyang berarti membentak (Al-Munawwir, 2007: 122). Di dalam ayat di

    atas kata َْهر diartikan kamu membentak (Yayasan Penyelenggara تَ ن ْPenterjemah Pentafsir al-Qur’an, 2017: 427).

    قوال -يقول - قل berasal dari akar kata قَ ْوال (Al-Munawwir, 2007: 1172) yang artinya perkataan, ucapan. Hal senada juga

    disampaikan oleh Mahmud Yunus dalam Kamus Arab Indonesia

    bahwa kata قَْوال berasal dari kata قوال -يقول - قل yang berarti berkata, bercakap (Yunus, 1989: 360). Di dalam ayat di atas kata قَ ْوال diartikan perkataan (Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir

    al-Qur’an, 2017: 427).

  • 20

    berasal dari akar kata َكرمياا كرما -يكرم -كرم yang artinya mulia (Al-Munawwir, 2007: 588). Senada dengan pernyataan

    sebelumnya bahwa kata َكرمياا berasal dari akar kata كرما -يكرم -كرم

    yang berarti yang mulia (Yunus, 1989: 372). Hal ini juga selaras

    dengan yang disampaikan oleh Mahfan dalam kamusnya yang berjudul

    Kamus Lengkap 3 Bahasa Arab, Inggris dan Indonesia bahwa kata

    كرما -يكرم -كرم berasal dari akar kata َكرمياا yang berarti kemurahan

    hati (Mahfan, 2013: 411). Kata َكرمياا dalam ayat di atas diartikan mulia. 2. Surah al-Israa’ Ayat 24

    (٤۲)َواْخِفْض ََلَُما َجَناَح الذُّلٍّ ِمَن الرَّْْحَِة َوُقْل َربٍّ اْرَْحُْهَما َكَما َرب ََّياِن َصِغرياا Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua

    dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah

    mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu

    kecil” (QS. al-Israa’ ayat 24).

    ْخِفضْ berasal dari akar kata اَخَفضا -َُيُِفُض -َخَفَض yang berarti merendahkan (Al-Munawwir, 2007: 722). Hal senada juga

    disampaikan oleh Mahmud Yunus dalam Kamus Arab Indonesia

    bahwa kata ْخِفْض berasal dari akar kata َخَفضاا -َُيُِفُض -َخَفَض yang juga mengartikan merendahkan (Yunus, 2009: 119). Selaras

    dengan pernyataan sebelumnya, Mahfan dalam kamusnya yang berjudul

    Kamus Lengkap 3 Bahasa yaitu Arab, Inggris dan Indonesia

  • 22

    bahwa kata ْخِفْض berasal dari akar kata َخَفضاا -َُيُِفُض -َخَفَض yang artinya menjadi rendah (Mahfan, 2013: 190). Di dalam ayat diatas kata

    diartikan dan rendahkanlah. (Yayasan Penyelenggara َواْخِفضْ Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, 2017: 428).

    َجَناحَ berasal dari akar kata ُجنُ ْوحاا -ََيَْنُح -َجَنَح yang artinya condong, cenderung (Yunus, 1989: 92). Hal senada juga

    disampaikan oleh Ahmad Warson Munawwir dalam Kamus

    Al-Munawwir Arab Indonesia bahwa kata ََجَناح berasal dari akar

    kata .yang berarti condong, cenderung, berpihak ُجنُ ْوحاا -ََيَْنُح - َجَنحَ

    (Al-Munawwir, 2007: 213). Kata ََجَناح dalam ayat di atas diartikan dirimu (Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an,

    2017: 428).

    ِذلَّةا -َيِذلُّ -لَّ ذَ berasal dari akar kata الذُّلٍّ yang artinya hina, rendah (Yunus, 1989: 134). Kemudian hal serupa juga disampaikan oleh Mahfan dalam kamusnya yang berjudul Kamus Lengkap 3 Bahasa

    yaitu Arab, Inggris dan Indonesia bahwa kata ٍّالذُّل berasal dari akar

    kata َِذلَّةا -َيِذلُّ -لَّ ذ yang artinya hina (Mahfan, 2013: 235). Kata ٍّالذُّل

    dalam ayat di atas diartikan dirimu (Yayasan Penyelenggara

    Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, 2017: 428).

  • 23

    َرْْحَةا – يَ ْرَحمُ –َرِحَم berasal dari kata الرَّْْحَةِ yang berarti mengasihi, menaruh kasihan (Yunus, 1989: 139). Senada dengan

    pernyataan sebelumnya, Ahmad Warson Munawwir dalam kamusnya

    yang berjudul Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia menyampaikan

    bahwa kata ِالرَّْْحَة berasal dari akar kata يَ ْرَحمُ –َرِحَم َرْْحَةا – yang artinya

    menaruh kasihan (Al-Munawwir, 2007: 483). Kata ِالرَّْْحَة dalam ayat di

    atas diartikan dengan penuh kesayangan (Yayasan Penyelenggara

    Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, 2017: 428).

    3. Surah al-Israa’ Ayat 25

    (۲۲) َكاَن ِلألوَّاِبنَي َغُفوراا فَِإنَّهُ َربُُّكْم أَْعَلُم ِبَا ِف نُ ُفوِسُكْم ِإْن َتُكونُوا َصاِِلِنَي Artinya: “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam

    hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia

    Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat” (QS. al-Israa’ayat

    25). ِعْلماا -يَ ْعَلُم -َعِلَم berasal dari akar kata أَْعَلمُ yang artinya

    mengetahui (Al-Munawwir, 2007: 849). Hal senada juga disampaikan oleh Mahmud Yunus dalam Kamus Arab Indonesia yang menjelaskan

    mengetahui sesuatu (Yunus, 2009: 277). Kata ُأَْعَلم di dalam ayat di

    atas diartikan lebih mengetahui (Yayasan Penyelenggara Penterjemah

    Pentafsir al-Qur’an, 2017: 428).

  • 24

    غفور -يَ ْغِفُر - ارَ فَ غَ berasal dari kata َغُفوراا yang artinya Maha Pengampun (Yunus, 1989: 298). Selaras dengan pernyataan

    sebelumnya, Ahmad Warson Munawwir dalam Kamus Al-Munawwir

    Arab Indonesia menyampaikan bahwa kata َغُفوراا berasal dari akar kata غفور -يَ ْغِفُر - ارَ فَ غَ yang berarti pemaaf (Al-Munawwir, 2007: 538).

    Kata َغُفوراا di dalam ayat di atas diartikan Maha Pengampun (Yayasan

    Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, 2017: 428).

    C. Kandungan Surah al-Israa’ Ayat 23-25

    1. Surah al-Israa’ Ayat 23

    ُلَغنَّ ِعْنَدَك اْلِكبَ َر ُه َوِِبْلَواِلَدْيِن ِإْحَساًنا ِإمَّا يَ ب ْ َوَقَضى َربَُّك َأال تَ ْعُبُدوا ِإال ِإَيََّهْرُُهَا َوُقْل ََلَُما قَ ْوال َكرمياا (۳۲) َأَحُدُُهَا َأْو ِكال ُُهَا َفال تَ ُقْل ََلَُما ُأف ٍّ َوال تَ ن ْ

    Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu

    jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada

    ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara

    keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam

    pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada

    keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan

    ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”

    (QS. al-Israa’ ayat 23).

    Adapun uraian kandungan surah al-Israa’ ayat 23 adalah sebagai

    berikut:

    a. Tauhid

    Tauhid adalah pemurnian ibadah hanya kepada Allah

    (Wahab, 2007: 4). Maksudnya adalah menghambakan diri hanya

    kepada Allah secara murni dan konsekuen dengan menaati segala

    perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dengan penuh rasa

  • 25

    rendah diri, cinta dan harap serta takut kepada Allah. Tauhid adalah

    mengesakan Allah, yaitu menjadikan Allah sebagai satu-satunya

    sesembahan yang haq untuk disembah dan meninggalkan

    peribadatan selain Allah. Hal ini sebagaimana firman Allah:

    هُ َوَقَضى َربَُّك َأال تَ ْعُبُدوا ِإال ِإَيَّArtinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu

    jangan menyembah selain Dia” (QS. al-Israa’ ayat 23).

    Maksud dari potongan ayat di atas adalah bahwa Allah

    memerintahkan hamba-Nya untuk menyembah hanya pada-Nya

    semata, tiada sekutu bagi-Nya. Kata “qada” dalam ayat ini

    mengandung makna perintah. Mujahid mengatakan sehubungan

    dengan makna firman-Nya, “waqada”, bahwa makna yang

    dimaksud adalah memerintahkan (Ad-Dimasyqi, 2006: 174).

    Perintah untuk beribadah hanya kepada Allah dan

    menjauhkan diri dari perbuatan syirik telah banyak dijelaskan, baik

    dalam al-Qur’an maupun hadits, bahkan tidak hanya kepada semua

    manusia akan tetapi juga kepada makhluk Allah yang lain yaitu jin

    dan seluruh makhluk Allah, sebagaimana firman-Nya dalam surah

    ad-Draariyat ayat 56 yang berbunyi:

    َوَما َخَلْقُت اْلِْنَّ َواإلْنَس ِإال لِيَ ْعُبُدونِ Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia

    melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (Shihab, 2010: 520).

    Pengesaan Allah merupakan inti dari akhlak dalam agama

    Islam. Jika pengesaan Allah terlaksana dengan baik, maka akan

  • 26

    timbul keinginan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik

    lainnya. Barangsiapa yang hanya mengesakan Allah, maka sudah

    tentu tidak akan menyembah selain Allah karena tauhid telah

    tertanam dalam diri dan selanjutnya pasti akan berbakti kepada

    kedua orang tua serta melakukan amal kebaikan lainnya.

    b. Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

    Tentang berbakti kepada kedua orang tua terdapat dalam

    firman Allah:

    َوِِبْلَواِلَدْيِن ِإْحَساًنا Artinya: “Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu

    bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. al-Israa’ ayat 23).

    Maksud dari potongan ayat di atas menurut Tafsri al-Azhar

    karya Hamka adalah agar sebagai seorang anak untuk selalu berbuat

    baik kepada kedua orang tua dan menghormati keduanya (Hamka,

    2018: 49). Maka jelas bahwasanya seorang anak harus berbuat baik

    dan selalu menghormati kedua orang tua karena keduanya telah

    menjadi sebab seorang anak dapat hidup di dunia ini dan berbakti

    kepada kedua orang tua menjadi kewajiban kedua setelah beribadah

    kepada Allah.

    Kemudian yang dimaksud dengan kata “ihsaana” dalam

    Tafsir al-Azhar karya Hamka disebutkan bahwa kata “ihsan” atau

    berbuat baik dalam ayat tersebut adalah berbakti kepada kedua orang

    tua dengan tujuan untuk mengingat kebaikan keduanya yang telah

    merawat dan mendidik dari kecil (Hamka, 2018: 49).

  • 27

    Jadi, ayat di atas menerangkan bahwa sebagai seorang anak

    harus berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya

    karena sesungguhnya dengan adanya kedua orang tua seorang anak

    itu ada dan Allah juga telah menguatkan hak-hak atas kedua orang

    tua dengan memposisikan di bawah kedudukan setelah beribadah

    kepada Allah.

    Ketika kedua orang tua telah memasuki usia lanjut dan

    membutuhkan perawatan dari seorang anak, sebagaimana seorang

    anak ketika dahulu masih kecil dan masih membutuhkan bantuan

    kedua orang tua, maka sudah seharusnya seorang anak dituntut

    untuk selalu merawat dan menjaga kedua orang tuanya dengan

    sepenuh hati, penuh kasih sayang dan ikhlas hanya untuk mencari

    ridha dari Allah dengan melaksanakan beberapa hal, yang telah

    termaktub dalam surah al-Israa’ ayat 23 adalah

    1) Larangan Mengucapkan “Uffin“ (“ah”)

    Hal ini sebagaimana firman Allah selanjutnya, yaitu:

    ُلَغنَّ ِعْنَدَك اْلِكبَ َر َأَحُدُُهَا َأْو ِكال ُُهَا َفال تَ ُقْل ََلَُما ُأف ٍّ ِإمَّا يَ ب ْArtinya: “Jika salah seorang di antara keduanya atau

    kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,

    maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya

    perkataan “ah” (QS. al-Israa’ ayat 23).

    Maksud dari potongan ayat di atas adalah apabila kedua

    orang tua atau salah seorang diantaranya berada di sisi seorang

    anak hingga mencapai keadaan lemah, tidak berdaya, maka

    seorang anak wajib untuk selalu belas kasih dan menyanyangi

  • 28

    kedua orang tua. Seorang anak harus memperlakukan kedua

    orang tua sebagaimana orang yang bersyukur terhadap orang

    yang telah memberikan karunia kepadanya.

    Kemudian menurut Hamka dalam tafsirnya yang

    berjudul Tafsir al-Azhar menjelaskan bahwa maksud dari ayat

    tersebut adalah jika usia kedua orang tua atau salah seorang

    diantara keduanya telah menginjak usia lanjut dan masih dalam

    pemeliharaan seorang anak, hendaknya seorang anak sabar dan

    berlapang hati memelihara kedua orang tua. Bertambah tua

    terkadang membuat kedua orang tua seperti kanak-kanak seperti

    harus minta dibujuk dan minta belas kasihan anak. Janganlah

    keluar dari mulut seorang anak meskipun itu hanya satu kalimat

    yang mengandung rasa bosan atau jengkel di saat memelihara

    kedua orang tua (Hamka, 2018: 49).

    Pelajaran yang dapat diambil dari ayat di atas adalah jika

    salah seorang dari kedua orang tua atau keduanya sampai pada

    masa usia lanjut dalam pemeliharaan seorang anak, maka jangan

    sekali-kali menyakiti kedua orang tua, misalnya dengan

    mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, yaitu perkataan

    yang mengandung makna kemarahan, bosan maupun rasa

    jengkel tehadap kedua orang tua.

  • 29

    2) Larangan Berbuat Kasar (Membentak/Menentang)

    Sebagaimana bunyi ayat “wala tanharhuma” yang artinya dan janganlah kamu membentak mereka, jangan

    membentak atau menentang kedua orang tua dengan perbuatan

    buruk dan jangan memukul keduanya.

    Sebagaimana perkataan Ata ibnu Abu Rabah “wala

    tanharhuma” yaitu “janganlah kamu melawan atau menentang kedua orang tuamu dengan menggunakan

    tangan” (Ad-Dimasyqi, 2006: 175).

    Di dalam ayat tersebut Allah memerintahkan anak untuk

    tidak menunjukkan perilaku kasar dan selalu berperilaku sopan

    santun terhadap kedua orang tua. Jangan membentak atau

    menentang kedua orang tua jika mereka merepotkan.

    3) Perintah Mengucapkan Perkataan Baik atau Mulia

    Setelah melarang mengeluarkan perkataan dan perbuatan

    buruk terhadap kedua orang tua, Allah memerintahkan untuk

    senantiasa berbuat baik dan bertutur kata baik atau mulia kepada

    keduanya. Untuk itu Allah berfirman:

    َوُقْل ََلَُما قَ ْوال َكرمياا Artinya: “Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan

    yang mulia” (QS. al-Israa’ ayat 23).

    Maksud dari ayat di atas yaitu bertutur kata yang baik

    dan lemah lembutlah kepada keduanya, serta berlaku sopan

    santunlah kepada keduanya dengan perasaan penuh hormat dan

    memuliakannya (Ad-Dimasyqi, 2006: 175).

  • 31

    Pelajaran yang dapat diambil dari ayat tersebut adalah

    sebagai anak sudah seharusnya mengucapkan perkataan yang

    mulia kepada kedua orang tua, yaitu perkataan yang baik dan

    sopan, yang mengandung penghormatan dan rasa kasih sayang.

    2. Surah al-Israa’ Ayat 24

    (٤۲)َواْخِفْض ََلَُماَجَناَح الذُّلٍّ ِمَن الرَّْْحَِة َوُقْل َربٍّ اْرَْحُْهَما َكَما َرب ََّياِن َصِغرياا Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua

    dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah

    mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu

    kecil” (QS. al-Israa’ ayat 24).

    Adapun uraian kandungan surah al-Israa’ ayat 24 adalah sebagai

    berikut:

    a. Bersikap Tawadhu’ Terhadap Kedua Orang Tua

    Sebagaimana firman Allah:

    الذُّلٍّ ِمَن الرَّْْحَةِ َواْخِفْض ََلَُماَجَناَح Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka

    berdua dengan penuh kesayangan” (QS. al-Israa’ ayat 24).

    Dalam ayat di atas Allah memerintahkan agar merendahkan

    diri kepada kedua orang tua dengan penuh rasa kasih sayang.

    Maksud dari merendahkan diri dalam ayat ini adalah menaati apa

    yang orang tua perintahkan selama perintah itu tidak bertentangan

    dengan ketentuan-ketentuan syari'at Islam. Taat anak terhadap

    kedua orang tua merupakan tanda kasih sayangnya kepada kedua

    orang tuanya yang sangat diharapkan terutama saat kedua orang tua

    itu sangat memerlukan pertolongan seorang anak. Ditegaskan bahwa

  • 30

    sikap rendah diri itu haruslah dilakukan dengan penuh kasih sayang

    agar tidak sampai terjadi sikap rendah diri yang dibuat-buat hanya

    sekedar untuk menutupi dari orang lain atau untuk menghindari rasa

    malu pada orang lain, tetapi agar sikap merendahkan diri itu benar-

    benar dilakukan karena kesadaran yang timbul dari hati dengan

    diniatkan hanya untuk mencari ridha Allah.

    Menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di dalam

    Tafsir al-Qur’an bahwa yang dimaksud dengan merendahkan diri

    dalam ayat ini adalah merendah diri atau bersikap tawadhu’ kepada

    kedua orang tua dalam rangka menghinakan diri, ungkapan sayang

    dan berharap pahala dari Allah, bukan karena takut atau mengharap

    sesuatu dari kedua orang tua atau kepentingan lainnya yang tidak

    mendatangkan pahala bagi seseorang (As-Sa'di, 2005: 241).

    Seorang muslim alangkah indahnya jika memiliki sifat

    rendah hati tanpa berlebihan. Rendah hati merupakan akhlak mulia

    yang harus ditanamkan dalam diri anak sejak dini. Sebaliknya, sifat

    sombong itu tidak pantas dimiliki oleh seorang muslim karena ia

    pasti mengetahui bahwa dengan sifat rendah hati akan menaikkan

    derajat dan nama baiknya. Allah akan mengangkat derajat bagi

    orang-orang yang senantiasa selalu memiliki sifat rendah hati.

    Sebagaimana firman Allah yang termaktub dalam surah asy-

    Syu’ara ayat 215 yaitu:

    َواْخِفْض َجَناَحَك ِلَمِن ات َّبَ َعَك ِمَن اْلُمْؤِمِننيَ

  • 32

    Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang

    yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman” (Shihab,

    2010: 483).

    Menurut Hamka dalam Tafsir al-Azhar telah dijelaskan

    bahwa walaupun sebagai anak merasa telah menjadi orang besar

    dalam artian berhasil dalam mencapai cita-cita dan meraih

    kesuksesan, tetap jadilah seorang anak yang merasa kecil dihadapan

    kedua orang tua. Artinya selalu merendahkan diri dengan penuh rasa

    tawadhu’. Berbakti kepada kedua orang tua pun termasuk ibadah

    kepada Allah (Hamka, 2018: 52).

    Kemudian dalam kitab yang berjudul Syarah Adabul Mufrad

    Jilid 1 karya Abu ‘Abdillah Muhammad Luqman As-Salafi

    menjelaskan bahwa:

    Dari ‘Urwah, ia berkata (menafsirkan) ayat, “Dan

    rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh

    kesayangan.” (QS. al-Israa’ ayat 24). Lalu berkata,

    “Janganlah engkau menahan diri untuk melakukan sesuatu

    yang diinginkan keduanya.”

    Maksud dari ayat َِواْخِفْض ََلَُماَجَناَح الذُّلٍّ ِمَن الرَّْْحَة adalah

    suatu kiasan untuk menggambarkan kerendahan hati atau

    ketawdhu’an dan kelembutan yang teramat sangat (As-Salafi, 2009:

    21).

    Jadi, dapat disimpulkan bahwa hadits tersebut memberi

    perhatian kepada anak agar bertutur kata dan berlaku baik kepada

    kedua orang tua. Salah satu bentuk berbakti kepada kedua orang tua

  • 33

    adalah dengan menjaga, memuliakan, menghormati, dan bersikap

    rendah hati atau tawadhu’ terhadap keduanya.

    b. Perintah Untuk Mendoakan Kedua Orang Tua

    Sebagai seorang anak sebaiknya senantiasa mendoakan

    kebaikan untuk kedua orang tua, sebagai firman Allah selanjutnya:

    َوُقْل َربٍّ اْرَْحُْهَما َكَما َرب ََّياِن َصِغرياا Maksud dari potongan ayat di atas yaitu di antara berbuat

    baik terhadap kedua orang tua setelah meninggal adalah dengan

    berdoa kepada Allah untuk keselamatannya dan memohonkan

    ampun bagi keduanya (Aziz dan Nuryana, 2016: 311).

    Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di dalam tafsirnya

    yang berjudul Tafsir al-Karim ar-rahman Fi Tafsir Kalam

    al-Mannan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat terakhir

    dari surah al-Israa’ayat 24 adalah mendoakan kedua orang tua

    dengan penuh rasa kasih sayang, mintakanlah rahmat untuk

    keduanya, baik kedua orang tua masih hidup maupun telah

    meninggal, sebagai balasan pembinaan kasih sayang kedua orang

    tua terhadap anaknya ketika masih kecil (As-Sa'di, 2005: 241).

    Maka jelas bahwasanya, seorang anak harus senantiasa

    mendoakan kebaikan untuk kedua orang tua agar Allah selalu

    berkenan menyanyangi kedua orang tua dengan segala rahmat-Nya

    yang luas semasa kedua orang tua masih hidup maupun telah

    meninggal dunia, sebagai wujud rasa syukur dan balasan kebaikan

  • 34

    atas jasa-jasa keduanya sebagaimana kedua orang tua dahulu telah

    bersabar dalam mendidik anaknya semasa kecil, yang lemah tidak

    berdaya lagi tidak mempunyai kekuatan.

    3. Surah al-Israa’ Ayat 25

    (۲۲) َربُُّكْم أَْعَلُم ِبَا ِف نُ ُفوِسُكْم ِإْن َتُكونُوا َصاِِلِنَي فَِإنَُّه َكاَن ِلألوَّاِبنَي َغُفوراا Artinya: “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam

    hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia

    Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat” (QS. al-Israa’ ayat

    23)

    Dengan demikian, ayat ini memerintahkan kepada setiap

    manusia untuk senantiasa taat kepada Allah dan bertobat kepada-Nya

    dari segala bentuk kemaksiatan (Dzulfikar, 2012: 24).

    Dalam Tafsir Muyassar tentang ayat di atas adalah Allah lebih

    mengetahui apa yang ada dalam hati manusia, yang baik maupun buruk.

    Jika memiliki keinginan dan tujuan hanya mengharap keridhaan Allah

    dan apa saja yang mendekatkan diri kepada-Nya, sesungguhnya Allah

    Maha Pengampun terhadap orang-orang yang ingin kembali kepada-

    Nya di sepanjang waktu (Asy-Syaikh, 2016: 867).

    Inti dari kandungan ayat 25 menerangkan bahwasanya Allah

    mengetahui apa yang ada dalam hati manusia, apa yang terpendam di

    dalamnya berupa berbakti maupun menyakiti. Jika anak yang baik, yang

    taat kepada Allah, maka sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang

    bertobat, yaitu orang-orang yang kembali kepada Allah dengan berbuat

    taat kepada-Nya. Allah Maha Pengampun terhadap apa yang telah

    dilakukan oleh hamba-Nya sehubungan dengan hak-hak kedua orang

  • 35

    tua seperti perbuatan yang menyakitkan lalu dengan segera bertobat,

    berhenti dan berusaha tidak akan melakukan hal yang menyakitkan lagi

    kepada keduanya. Dan hendaknya jangan berputus asa saat bertobat dan

    memohon ampun kepada Allah, karena Allah Maha Pengampun atas

    siapa saja hamba-Nya yang memiliki keinginan untuk bertobat. Jangan

    lelah untuk bertobat karena Allah tidak pernah lelah mengampuni dosa-

    dosa hamba-Nya.

    Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan keluarga

    yang terkandung dalam surah al-Israa‘ ayat 23-25 yaitu berisi tentang

    pendidikan tauhid yang mana larangan menyekutukan Allah karena

    hanya Allah yang patut dan berhak untuk disembah dan cukup Allah,

    tidak ada Tuhan selain Dia. Kemudian pendidikan akhlak dengan

    berbakti kepada kedua orang tua seperti larangan mengucapkan “uffin“

    (“ah”), larangan berbuat kasar seperti membentak, perintah

    mengucapkan perkataan baik, bersikap tawadhu’ terhadap kedua orang

    tua dan perintah untuk mendoakan keduanya. Kemudian isi kandungan

    yang terakhir adalah pendidikan tobat yang mana keduanya saling

    adanya keterkaitan. Allah menempatkan posisi berbuat baik kepada

    kedua orang tua langsung di bawah posisi pengesaan Allah dan

    penghambaan kepada-Nya tanpa disela dengan apapun.

  • 36

    BAB III

    ASBABUN NUZUL, MUNASABAH, TAFSIR,

    DAN POKOK-POKOK ISI SURAH AL-ISRAA’ AYAT 23-25

    A. Asbabun Nuzul Surah Al-Israa’ Ayat 23-25

    Menurut bahasa asbabun nuzul berarti sebab-sebab turunnya ayat-

    ayat al-Qur’an. Kata اسباب النزول menurut bahasa berasal dari dua suku kata yaitu اسباب dan َاْسَبابْ .النزول merupakan jamak dari kata سبب yang berasal dari akar kata تسبيبا - يسبب -سبب yang berarti sebab-sebab (Yunus, 2010: 161). Kata النزول berasal dari akar kata ينزل نزوال- نزل -yang berarti turun dari pada (Yunus, 2009: 448).

    Asbabun nuzul adalah segala sebab yang terjadi pada masa wahyu

    diturunkan yang menyebabkan turunnya wahyu (Hakim, 2006: 36).

    Menurut Ali as-Sahbuny dalam kamusnya yang berjudul Kamus Al-Qur’an

    Quranic Explorer, mengartikan asbabun nuzul yaitu peristiwa yang

    melatarbelakangi turunnya satu ayat atau lebih, sebagai jawaban terhadap

    suatu peristiwa atau menjelaskan hukum yang terdapat dalam peristiwa

    tersebut (As-Sahbuny 2016: 59).

    Menurut pendapat Alifuddin, kata asbab berasal dari kata sabab

    yang bermakna sebab, sedangkan kata nuzul secara literal dimaknai sebagai

    peristiwa turunnya ayat-ayat al-Qur’an (Alifuddin, 2012: 117). Dengan

    demikian, asbab al nuzul berarti pengetahuan atau ilmu yang berkaitan

    dengan sebab-sebab turunnya suatu ayat.

  • 37

    Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwasanya

    asbabun nuzul merupakan firman Allah yang diturunkan berdasarkan

    situasi, kondisi dalam suatu kasus atau kejadian suatu kaum, yang bertujuan

    untuk memberikan keterangan atas hukum yang ditetapkan sebagai jawaban

    atas problematika yang terjadi pada kaum mukminin.

    Banyak ayat al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah tanpa adanya

    asbabun nuzul ayat. Berdasarkan al-Qur’an, internet, buku tentang asbabun

    nuzul, penulis tidak menjumpai tentang adanya asbabun nuzul mengenai

    ayat 23-25 dalam surah al-Israa’. Dengan kata lain surah ayat 23-25 tidak

    memiliki sebab khusus, ketika ayat ini diturunkan.

    B. Munasabah

    Secara etimologis, bahwa kata munasabah berasal dari akar kata

    ةا بَ اسَ نَ مُ بُ اسِ نَ ي ُ - بَ سَ ًنَ - yang berarti patut, mirip, serupa, dan sesuai

    (Yunus, 2009: 449). Kemudian menurut Ahmad Warson Munawwir dalam

    kamusnya yang berjudul Kamus Al-Munawwir bahwa munasabah berasal

    dari kata ًَنَسبَ - يُ َناِسبُ - ُمَناَسَبةا yang artinya menyebutkan nasab atau

    keturunannya (Al-Munawwir, 2007: 1411).

    Pengetahuan mengenai asbabun nuzul mempunyai pengaruh dalam

    memahami makna dan menafsirkan ayat, sedangkan pengetahuan tentang

    munasabah korelasi antara ayat dan ayat, surah dan surah juga membantu

    dalam pentakwilan dan pemahaman ayat dengan baik dan cermat.

  • 38

    Secara etimologis munasabah berarti al musyakalah, saling

    keserupaan, dan al muqarabah, saling berdekatan (Drajat, 2017: 55-57).

    Kemudian secara terminologis yang dimaksud dengan munasabah adalah

    suatu ilmu untuk mengetahui alasan-alasan sistematis perurutan bagian-

    bagian al-Qur’an. Dengan kata lain, ilmu munasabah yaitu suatu ilmu yang

    membicarakan hubungan suatu ayat dengan ayat lain, atau suatu surah

    dengan surah yang lain.

    Menurut penjelasan di atas penulis mendefinisikan bahwa yang

    dimaksud munasabah adalah hubungan atau kemiripan antara ayat satu

    dengan ayat yang lain dan surah satu dengan surah yang lainnya yang dapat

    diterima oleh rasio.

    Dalam pembahasan ini penulis membagi menjadi dua bagian yaitu:

    1. Munasabah Ayat

    a. Surah al-Israa’ Ayat 22 dan 23

    َوَقَضى َربَُّك َأال (۲۲)ال ََتَْعْل َمَع اَّللَِّ ِإََلاا آَخَر فَ تَ ْقُعَد َمْذُموماا ََمُْذوال ُه َوِِبْلَواِلَدْيِن ُلَغنَّ ِعْنَدكَ تَ ْعُبُدوا ِإال ِإَيَّ اْلِكبَ َر َأَحُدُُهَا أَْو ِإْحَساًنا ِإمَّا يَ ب ْ

    َهْرُُهَا َوُقْل ََلَُما قَ ْوال َكرمياا ( ۲۳) ِكالُُهَا َفال تَ ُقْل ََلَُما ُأف ٍّ َوال تَ ن ْArtinya:

    22. “Janganlah kamu adakan tuhan yang lain di samping

    Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan

    (Allah)”.

    23. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu

    jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik

    pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di

    antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam

    pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan

    kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak

    mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”

    (Departemen Agama RI, 2007: 284).

  • 39

    Menurut Hamka dalam Tafsir al-Azhar pada ayat 22 surah

    al-Israa’ dijelaskan tentang tujuan manusia hidup dalam dunia ini,

    yaitu mengakui hanya satu Tuhan, yaitu hanya Allah. Menurut ayat

    ini, mempersekutukan Allah dengan yang lain pasti akan tercela dan

    terhina. Pengakuan bahwa hanya dengan satu Tuhan, tanpa

    bersekutu dengan yang lainnya, itulah yang dinamakan tauhid

    rububiyah. Ayat 22 diikuti dengan ayat 23 yang menegaskan

    perintah bahwa hanya Allah yang patut disembah, dan dilarang

    untuk menyembah selain Allah (Hamka, 2018: 48). Sedangkan

    dalam Tafsir Qur’an al-Furqan karya A. Hassan dijelaskan bahwa

    pada ayat 23 dalam surah al-Israa’, Allah menerangkan beberapa

    petunjuk-Nya tentang adab manusia terhadap Allah dan bersikap

    sopan santun kepada kedua orang tua (Hassan, 1956: 532).

    Dari beberapa uraian pendapat mufassir di atas, maka dapat

    disimpulkan bahwa ayat 22 dan ayat 23 dalam surah al-Israa’

    memiliki hubungan atau munasabah yang sangat jelas. Dalam ayat

    22 menjelaskan larangan agar tidak berbuat syirik. Sedangkan dalam

    ayat 23 menjelaskan perintah hanya menyembah kepada Allah

    kemudian diikuti dengan perintah untuk berbakti kepada kedua

    orang tua bahkan saat orang tua telah mengalami kondisi lemah dan

    tidak berdaya, kewajiban seorang anak adalah merawat kedua orang

    tua dengan kasih sayang dan selalu mendoakan kebaikan untuk

    kedua orang tua baik keduanya masih hidup maupun telah

  • 41

    meninggal dunia. Kedua ayat tersebut sangat erat hubungannya,

    yaitu dengan hanya menyembah Allah, maka akan terhidar dari

    perbuatan syirik.

    b. Surah al-Israa’ Ayat 23 dan 24

    ُلَغنَّ ِعْنَدَك ا ُه َوِِبْلَواِلَدْيِن ِإْحَساًنا ِإمَّا يَ ب ْ ْلِكبَ َر َأَحُدُُهَا َوَقَضى َربَُّك َأال تَ ْعُبُدوا ِإال ِإَيََّهْرُُهَا َوُقْل ََلَُما قَ ْوال َكرمياا َواْخِفْض ََلَُما (۲۳) أَْو ِكالُُهَا َفال تَ ُقْل ََلَُما ُأف ٍّ َوال تَ ن ْ

    (۲٤) َجَناَح الذُّلٍّ ِمَن الرَّْْحَِة َوُقْل َربٍّ اْرَْحُْهَما َكَما َرب ََّياِن َصِغريااArtinya:

    23. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu

    jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik

    pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di

    antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam

    pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan

    kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak

    mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.

    24. “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua

    dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku,

    kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah

    mendidik aku waktu kecil”.

    Pada ayat 23 diawali dengan huruf (و) di awal ayat 24 juga

    diawali dengan huruf (و). Pada ayat 23 di atas, Allah menegaskan

    bahwa syarat-syarat iman kepada Allah yaitu beribadah hanya

    kepada Allah tanpa mempersekutukan-Nya karena hanya Allah

    Tuhan yang berhak untuk disembah. Sesudah itu dilanjutkan dengan

    perintah agar berbuat baik kepada kedua orang tua, karena keduanya

    yang merupakan sebab nyata dari keberadaan seorang anak manusia

    (Departemen Agama RI, 2007: 284).

    Atas dasar inilah, susunan ayat tersebut mengaitkan berbakti

    kepada kedua orang tua dengan pengabdian kepada Allah sebagai

  • 40

    tanda deklarasi akan tingginya suatu nilai berbakti keduanya di sisi

    Allah. Pada ayat tersebut juga adanya beberapa ketentuan dan sopan

    santun serta patuh kepada kedua orang tua yang harus diperhatikan

    anak, seperti tidak boleh mengucapkan kata “ah”, tidak boleh

    membentak atau menentang kedua orang tua, dan hendaklah anak

    mengucapkan kepada keduanya dengan perkataan yang baik dan

    lemah lembut (Hassan, 1956: 532).

    Pada ayat 24, menerangkan bahwa Allah memerintahkan

    kepada kaum muslimin agar selalu merendahkan diri dihadapan

    kedua orang tua. Dan pada akhir ayat, Allah juga memerintahkan

    supaya anak selalu mendoakan kebaikan untuk kedua orang tua, agar

    mereka diberikan imbalan kasih sayang Allah sebagai balasan dari

    kasih sayang yang telah diberikan kedua orang tua ketika anak

    dalam keadaan masih kecil (Departemen Agama RI, 2007: 284).

    Dalam kedua ayat di atas terkandung nilai-nilai pendidikan

    seperti pendidikan ketauhidan yaitu hanya mengesakan Allah

    dengan tidak menyekutukannya dan pendidikan berbuat baik kepada

    kedua orang tua seperti berkata lemah lembut, bersikap tawadhu’

    dan mendoakan kebaikan untuk kedua orang tua dengan memohon

    kepada Allah agar Dia berkenan untuk menyayangi kedua orang tua

    baik masih hidup atau sudah meninggal.

    Dengan demikian, hubungan atau munasabah antara ayat 23

    dan 24 keduanya saling berkaitan. Karena Allah menempatkan

  • 42

    posisi berbuat baik kepada kedua orang tua langsung di bawah posisi

    pengesaan dan penghambaan kepada-Nya tanpa disela dengan

    apapun. Allah sengaja menempatkan berbuat baik kepada kedua

    orang tua langsung setelah ibadah kepada Allah karena keeratan

    korelasinya dengan ibadah, bahwa kedua orang tua adalah fasilitator

    kelahiran seorang anak di muka bumi sekaligus sebagai fasilitator

    pendidikan bagi anak. Tidak ada persembahan yang lebih agung

    setelah persembahan Allah daripada persembahan orang tua,

    kemudian pemberian kedua orang tua mirip dengan pemberian Allah

    karena keduanya sama sekali tidak meminta pujian ataupun pahala

    dibalik pemberiannya.

    c. Surah al-Israa’ Ayat 24 dan 25

    َياِن َصِغريااَرب َّ ِمَن الرَّْْحَِة َوُقْل َربٍّ اْرَْحُْهَما َكَما َواْخِفْض ََلَُما َجَناَح الذُّلٍّ َربُُّكْم أَْعَلُم ِبَا ِف نُ ُفوِسُكْم ِإْن َتُكونُوا َصاِِلِنَي فَِإنَُّه َكاَن ِلألوَّاِبنَي (٤۲)

    (۲۲) َغُفوراا Artinya:

    24. “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua

    dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasi-

    hilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik

    aku waktu kecil”.

    25. “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam

    hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia

    Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat”.

    Pada ayat 24 di atas, menerangkan bahwasanya Allah

    memerintahkan kepada kaum muslimin agar selalu merendahkan

    diri di hadapan kedua orang tua. Dan pada akhir ayat, Allah juga

    memerintahkan supaya anak selalu mendoakan kebaikan untuk

  • 43

    kedua orang tua, agar mereka diberikan imbalan kasih sayang Allah

    sebagai balasan dari kasih sayang yang telah diberikan kedua orang

    tua kepada anak ketika anak dalam keadaan masih kecil.

    Surah al-Israa’ ayat 25 menjelaskan tentang keikhlasan dan

    niat baik manusia untuk menghambakan diri hanya kepada Allah

    serta berusaha patuh dan hormat secara tulus kepada kedua orang

    tua, karena Allah mengetahui apa yang terbesit di hati manusia, baik

    hal itu menyayangi atau bersikap durhaka kepada keduanya.

    Dengan demikian, hubungan atau munasabah antara ayat 24

    dengan 25 sangat berkaitan erat karena ketika seorang anak memiliki

    sikap tawadhu’ terhadap kedua orang tua, maka sudah pasti akan

    memiliki sikap tunduk dan patuh kepada Allah yaitu dengan

    menghambakan dirinya hanya kepada Allah semata. Karena tahu

    dan berkeyakinan bahwa setiap apa yang terbesit di dalam hati

    manusia baik berbuat baik atau bersikap durhaka kepada kedua

    orang tua, ada Allah yang selalu mengetahuinya.

    d. Surah al-Israa’ Ayat 25 dan 26

    اِبنَي َغُفوراا َربُُّكْم أَْعَلُم ِبَا ِف نُ ُفوِسُكْم ِإْن َتُكونُوا َصاِِلِنَي فَِإنَُّه َكاَن ِلألوَّ ْر تَ بْ (۲۲) (۲٦)ِذيراا َوآِت َذا اْلُقْرََب َحقَُّه َواْلِمْسِكنَي َواْبَن السَِّبيِل َوال تُ َبذٍِّ

    Artinya:

    25. “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam

    hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia

    Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat”.

    26. “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat

    akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam

    perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan

    (hartamu) secara boros”.

  • 44

    Surah al-Israa’ ayat 25 menjelaskan tentang adanya

    keikhlasan dan niat baik manusia untuk menghambakan diri hanya

    kepada Allah semata serta berusaha patuh dan hormat secara tulus

    kepada kedua orang tua, karena Allah mengetahui setiap apa yang

    terbesit dalam hati manusia, baik hal itu berupa menyayangi kedua

    orang tua atau bersikap durhaka kepada keduanya.

    Menurut pendapat Hamka dalam Tafsir al-Azhar, ayat 26

    menjelaskan selain perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua

    dan menanamkan kasih sayang kepada keduanya, hendaklah juga

    memberikan hak kepada kaum kerabat, karena kaum kerabat berhak

    untuk ditolong (Hamka, 2018: 48).

    Maksud kaum kerabat adalah kaum terdekat yang masih

    memiliki ikatan darah, seperti saudara-saudara yang seibu sebapak,

    saudara yang hanya seibu atau sebapak saja, saudara laki-laki dan

    perempuan dari ayah dan ibu, nenek dari pihak ayah dan ibu dan lain

    sebagainya.

    Selain menolong kaum kerabat tersebut, juga hendaklah

    menunaikan hak-hak kepada orang miskin dan orang yang sedang

    dalam perjalanan atau ibn al-sabil (Hamka, 2018: 48).

    Dengan demikian, dari kedua ayat tersebut tidak tampak

    adanya korelasi antara keduanya. Sehingga tidak adanya keterkaitan

    antara ayat 25 dengan ayat 26.

  • 45

    2. Munasabah Surah

    a. Munasabah Antara Nama Surah dan Tujuan Turunnya

    Larangan menyekutukan Allah dan perintah agar berbuat

    baik kepada kedua orang tua, perintah ini termaktub di dalam surah

    al-Israa’ ayat 23: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu

    jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik

    pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di

    antara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam

    pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan

    kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak

    mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”

    Perintah Allah kepada kaum muslimin untuk merendahkan

    diri dihadapan kedua orang tua dan Allah juga memerintahkan agar

    anak selalu mendoakan kebaikan untuk kedua orang tua, perintah ini

    termaktub dalam surah al-Israa’ ayat 24: “dan rendahkanlah dirimu

    terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan

    ucapkanlah: “wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua,

    sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”

    Allah mengetahui apa yang terbesit di hati manusia baik itu

    menyakiti atau menyayangi dan perintah untuk bertobat. Hal ini

    termaktub dalam surah al-Israa’ ayat 25: “Tuhanmu lebih

    mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang

  • 46

    yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-

    orang yang bertobat.” (Departemen Agama RI, 2007: 284).