nilai budaya dalam tarian pattudduq towaine di …

15
315 NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT CULTURAL VALUES IN THE DANCE OF PATTUDDUQ TOWAINE IN POLEWALI MANDAR, WEST SULAWESI PROVINCE Ansaar Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km. 7 Makassar, 90221 Telepon (0411) 885119, 883748, Faksimile (0411) 865166 Pos-el: [email protected] ABSTRACT This study is the research result which aims to examine the cultural values contained in the dance of pattudduq towaine, either related to the materials and equipment used or the dance movement reflections. This research is a descriptive qualitative study with data collection techniques in the form of observation, interview, library research as secondary data. The result shows that the dance of pattudduq towaine is one of dances in West Sulawesi which is performed by female dancers with graceful movements. This dance is famous in West Sulawesi and is often performed at various events, such as welcoming events, art performances, and cultural festivals. Several cultural values contain in the materials and equipment in the dance of pattudduq towaine, namely aesthetic value, artistic value (music value), cohesiveness value, and science/knowledge value. Meanwhile, the cultural values reflected on the dance movements of pattudduq towaine include entertainment value, cohesiveness/togetherness value, softness value, aesthetic/beauty value, religious value, personality value, and educational value. Keywords: cultural values, the dance of pattudduq towaine, Polewali Mandar. ABSTRAK Tulisan ini merupakan hasil penelitian lapangan yang bertujuan untuk mengkaji nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tarian pattudduq towaine, baik yang terkait dengan perangkat bahan dan peralatan yang digunakan maupun yang tercermin pada gerakan-gerakan tarian. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa pengamatan, wawancara dan studi pustaka sebagai data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tari patudduq towaine merupakan salah satu tarian tradisional Sulawesi Barat yang dibawakan oleh penari wanita dengan gerakan lemah gemulai. Tarian ini cukup dikenal di Sulawesi Barat dan sering ditampilkan di berbagai acara, seperti acara penyambutan, pertunjukan seni, dan festival budaya. Ada beberapa nilai budaya yang terkandung dalam perangkat bahan dan peralatan pada tarian patudduq towaine, yaitu nilai estetika, nilai seni (seni musik), nilai kekompakan, dan nilai ilmu/ pengetahuan. Sementara itu, nilai budaya yang tercermin dalam gerakan peragaan tarian pattudduq towaine meliputi, nilai hiburan, nilai kekompakan/kebersamaan, nilai kelembutan, nilai estetika/keindahan, nilai religius, nilai kepribadian, dan nilai pendidikan. Kata kunci: Nilai-nilai budaya, tarian pattudduq towaine, Polewali Mandar PENDAHULUAN Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mempunyai berbagai warisan kebudayaan yang beragam dan unik. Kebudayaan merupakan hasil budi daya manusia yang selalu tumbuh dan berkembang yang dapat menunjukkan ciri dan karakter suatu bangsa. Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kebudayaan mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat. Kebudayaan juga mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan

Upload: others

Post on 25-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI …

315

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINEDI POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT

CULTURAL VALUES IN THE DANCE OF PATTUDDUQ TOWAINEIN POLEWALI MANDAR, WEST SULAWESI PROVINCE

AnsaarBalai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan

Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km. 7 Makassar, 90221Telepon (0411) 885119, 883748, Faksimile (0411) 865166

Pos-el: [email protected]

ABSTRACTThis study is the research result which aims to examine the cultural values contained in the dance of pattudduq towaine, either related to the materials and equipment used or the dance movement reflections. This research is a descriptive qualitative study with data collection techniques in the form of observation, interview, library research as secondary data. The result shows that the dance of pattudduq towaine is one of dances in West Sulawesi which is performed by female dancers with graceful movements. This dance is famous in West Sulawesi and is often performed at various events, such as welcoming events, art performances, and cultural festivals. Several cultural values contain in the materials and equipment in the dance of pattudduq towaine, namely aesthetic value, artistic value (music value), cohesiveness value, and science/knowledge value. Meanwhile, the cultural values reflected on the dance movements of pattudduq towaine include entertainment value, cohesiveness/togetherness value, softness value, aesthetic/beauty value, religious value, personality value, and educational value.Keywords: cultural values, the dance of pattudduq towaine, Polewali Mandar.

ABSTRAKTulisan ini merupakan hasil penelitian lapangan yang bertujuan untuk mengkaji nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tarian pattudduq towaine, baik yang terkait dengan perangkat bahan dan peralatan yang digunakan maupun yang tercermin pada gerakan-gerakan tarian. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa pengamatan, wawancara dan studi pustaka sebagai data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tari patudduq towaine merupakan salah satu tarian tradisional Sulawesi Barat yang dibawakan oleh penari wanita dengan gerakan lemah gemulai. Tarian ini cukup dikenal di Sulawesi Barat dan sering ditampilkan di berbagai acara, seperti acara penyambutan, pertunjukan seni, dan festival budaya. Ada beberapa nilai budaya yang terkandung dalam perangkat bahan dan peralatan pada tarian patudduq towaine, yaitu nilai estetika, nilai seni (seni musik), nilai kekompakan, dan nilai ilmu/pengetahuan. Sementara itu, nilai budaya yang tercermin dalam gerakan peragaan tarian pattudduq towaine meliputi, nilai hiburan, nilai kekompakan/kebersamaan, nilai kelembutan, nilai estetika/keindahan, nilai religius, nilai kepribadian, dan nilai pendidikan. Kata kunci: Nilai-nilai budaya, tarian pattudduq towaine, Polewali Mandar

PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mempunyai berbagai warisan kebudayaan yang beragam dan unik. Kebudayaan merupakan hasil budi daya manusia yang selalu tumbuh dan berkembang yang dapat menunjukkan ciri dan karakter suatu bangsa. Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan, tindakan dan hasil karya

manusia yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kebudayaan mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat. Kebudayaan juga mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan

Page 2: NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI …

316

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

pelestarian kesenian tradisional yang ada di setiap daerah di Indonesia.

Kesenian sebagai bagian dari kebudayaan merupakan bagian dari kehidupan manusia di mana saja dan merupakan kebutuhan manusia yang universal sesuai daya ungkap masing-masing orang. Ada seni lukis, seni tari, seni musik, dan seni drama. Perkembangan seni tari, tergantung dari kreatifitas atau kekuatan daya cipta seorang koreografer untuk mampu melahirkan kreasi, bentuk dan komposisi tarian baru. Namun demikian, untuk memupuk budaya suatu daerah dalam merakit dan menciptakan suatu karya seni tari, sebaik apa pun ide atau gagasan yang ada, harus diseimbangkan antara kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sistem sosial, adat kebudayaan, agama dan kepercayaan dari daerah tersebut, utamanya gerakannya, iringannya dan kostumnya.

Seni tari sebagai salah satu unsur kebudayaan bangsa merupakan salah satu bentuk kesenian yang harus dijaga dan dilestarikan dalam era globalisasi saat ini. Di wilayah provinsi Sulawesi Barat, khususnya di Kabupaten Polewali Mandar, dikenal berbagai jenis tarian tradisional, salah satu diantaranya adalah tari Pattudduq. Tari pattudduq ini cukup beragam. Begitu pun jika dilihat dari jenis kelamin orang yang memainkannya, juga dapat dibedakan atas pattudduq tommuane (penari laki-laki), pattudduq towaine (penari perempuan) dan pattudduq sawawar (campuran penari perempuan dan laki-laki). Tarian-tarian ini merupakan bentuk tarian tradisional daerah Mandar yang hingga kini masih dimainkan.

Pattudduq pada masa lampau hanya dipagelarkan pada upacara-upacara resmi, seperti pada upacara pelantikan raja, upacara perkawinan putra atau putri raja, upacara sunatan putra atau putri raja, dan upacara resmi kerajaan lainnya. Penyajian pattudduq pada masa itu awalnya dipertunjukan di arena terbuka, namun seiring perkembangan zaman, tari ini juga dipertunjukkan di panggung pementasan serta mengalami perubahan-

struktur-struktursosial, religius dan lain-lain (Koentjaraningrat, 1990:180)

Manusia dalam berbudaya tidak terbatas pada upaya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok dalam setiap harinya. Namun kita harus sadar bahwa kebutuhan rohani akan seni mendominasi kebudayaan mereka, bahkan tidak jarang mengutamakan kehidupan seni dalam kehidupan sehari-hari. Kesenian mempunyai kedudukan dalam hidup ini, karena kesenian dimiliki oleh siapa pun yang melakukannya. Menurut Budhisantoso (1981:23), bahwa sesungguhnya kesenian sebagai ungkapan rasa keindahan yang merupakan salah satu kebutuhan manusia yang universal, di mana ia tidak hanya milik orang kaya atau yang serba kecukupan melainkan juga menjadi kebutuhan orang kebanyakan.

Kemajuan teknologi dapat mempengaruhi pandangan masyarakat tentang kesenian yang ada. Oleh sebab itu, perlunya kesenian daerah dan hiburan nasional mendapat tempat di hati para pendukungnya. Kesenian tidak hanya dilihat sebagai sarana hiburan semata, tetapi ditinjau dari pembentukan watak dasar manusia, seperti yang diharapkan generasi pendahulu yang biasanya sulit sekali menerima perubahan. Sebaliknya generasi sekarang lebih mudah menerima perubahan karena belum mapan menyerap nilai-nilai budaya lama dan sekarang masih dalam proses transisi.

Memahami unsur-unsur kebudayaan diperlukan, sebab bangsa Indonesia merupakan bangsa yang multi etnis. Oleh karena itu, kebudayaan sangat erat hubungannya dengan kepribadian untuk membentuk suatu budaya. Tidak hanya kebudayaan di lingkungan sendiri akan tetapi juga bagi kebudayaan asing atau di luar kebudayaan sendiri, yang merupakan salah satu tantangan kebudayaan pada kondisi yang majemuk. Dengan adanya tantangan melalui kemajemukan dan ketimpangan maka kondisi ini menentukan kualitas pengolahan hubungan dengan budaya asing. Di samping itu perlu adanya partisipasi berbagai pihak dalam

315 —329

Page 3: NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI …

317

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

perubahan dari segi bentuk maupun fungsinya (Noor dan Ahmad, 2005:18).

Tari pattudduq towaine sebagai bagian dari tari tradisional suku Mandar di Sulawesi Barat, khususnya di Polewali Mandar, akan tetap eksis di masyarakat selama masih ada pendukungnya, terutama dalam memelihara dan mengembangkannya. Namun seiring dalam perkembangannya bisa saja mengalami perubahan, apakah menjadi berkembang atau mengalami kemerosotan, bahkan sampai kepunahannya akibat tidak adanya pembinaan dalam masyarakat pendukungnya. Di samping itu, kurangnya perhatian atau kepedulian dari pihak-pihak yang berwenang yang bertugas menangani masalah tersebut, juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keberadaan tari tradisional tersebut. Jika kondisi seperti ini terjadi, akan mempengaruhi kelangsungan hidup kesenian tari itu sendiri. Untuk menghindari hal tersebut, perlu ada upaya penyelamatan terhadap kesenian tersebut, karena bagaimana pun kesenian pattudduq towaine sebagai salah satu unsur budaya daerah, di dalamnya juga terkandung nilai-nilai budaya yang sangat bermanfaat bagi masyarakat pendukungnya. Koentjaraningrat (1990:190) membatasi pengertian nilai budaya (cultural value) sebagai konsep abstrak mengenai masalah dasar yang amat bernilai, berharga dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan warga masyarakat. Karena itu sangat menarik untuk mengkaji nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tarian pattudduq towaine, baik yang terkait dengan bahan atau peralatan yang digunakan maupun yang berhubungan dengan gerakan peragaan pada tari itu sendiri.

METODE

Penelitian ini bersifat deskriptif-kualitatif yang diharapkan akan menghasilkan data deskriptif-kualitatif pula. Sumber-sumber data dari sebuah penelitian kualitatif diperoleh melalui wawancara (interview), observasi

(observation) dan dokumen personal atau data tertulis. Data yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut dianalisis secara kualitatif dan hasilnya diuraikan dalam kalimat-kalimat yang berbentuk deskripsi. Informan yang dipilih dilakukan secara purposif dengan pertimbangan bahwa mereka memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, terutama yang berkaitan dengan budaya kesenian daerah, khususnya seni tari. Informan-informan yang dimaksud itu antara lain, budayawan setempat, pemerhati seni, pemilik sanggar (sanggar tari), orang-orang yang sering terlibat dalam kegiatan tari (khususnya tari pattudduq towaine) dan beberapa tokoh masyarakat setempat. Untuk menjaga agar informasi yang disampaikan informan tidak mudah terlupakan, maka selama wawancara berlangsung peneliti mencatat jawaban yang dianggap relevan dengan permasalahan penelitian dan juga alat bantu perekam. Berdasarkan jenis data yang terkumpul, maka dalam penelitian ini digunakan metode analisis kualitatif. Analisa kualitatif digunakan untuk menguraikan berbagai informasi atau data yang sebelumnya telah dibaca, dipelajari dan ditelaah serta diseleksi dengan membuat rangkuman. Hasil dari analisis data merupakan jawaban terhadap masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini.

PEMBAHASAN

Gambaran Umum Daerah Penelitian

Polewali Mandar adalah termasuk salah satu kabupaten dalam wilayah Provinsi Sulawesi Barat yang mayoritas dihuni oleh suku bangsa Mandar. Wilayah ini terletak pada jarak kurang lebih 195 km sebelah selatan Mamuju, Ibukota Provinsi Sulawesi Barat atau sekitar 250 km sebelah utara Kota Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk mencapai wilayah kabupaten ini, khususnya jika dari Kota Makassar, maka harus melewati beberapa kabupaten, seperti Kabupaten Maros, Pangkep, Barru, Pare-Pare dan Pinrang dengan waktu tempuh kurang lebih 6 jam.

Nilai Budaya dalam Tarian ... Ansaar

Page 4: NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI …

318

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

Berdasarkan registrasi penduduk akhir tahun 2017, jumlah keseluruhan penduduk Kabupaten Polewali Mandar tercatat sebanyak 212.264 jiwa, tersebar di 16 kecamatan, yaitu Kecamatan Tinambung, Balanipa, Limboro, Tubbi Taramanu, Allu, Luyo, Wonomulyo, Mapilli, Campalagian, Tapango, Matangnga, Kanreapi, Binuang, Bulo, dan Kecamatan Matakali (Polewali Mandar Dalam Angka, 2018).

Kehidupan sosial budaya masyarakat Mandar di Kabupaten Polewali Mandar, dikenal empat tingkatan stratifikasi sosial, yaitu.

• Puang, (golongan bangsawan)• Taupia (golongan keturunan orang baik,

terutama dari segi akhlak, tutur bahasa dan perbuatan, atau disebut Tallo Mariri).

• Joa dan Peampoang (golongan tomara-deka atau rakyat biasa yang tidak diperbudak oleh siapa pun).

• Sansaboarang (golongan hamba atau budak). Golongan ini biasanya berasal dari pihak yang kalah dalam peperangan, tidak membayar hutang atau telah melanggar adat.

Stratifikasi sosial pada masa lalu sebagaimana diuraikan di atas sangat besar pengaruhnya dalam pergaulan sosial maupun kehidupan sosial, terutama yang berkaitan dengan urusan perjodohan. Seorang wanita hanya boleh menikah dengan seorang laki-laki yang berasal dari lapisan sosial sederajat atau yang lebih tinggi tingkat kebangsawanannya. Sebaliknya bangsawan laki-laki boleh saja menikah dengan wanita yang sederajat maupun yang lebih rendah tingkat stratifikasi sosialnya. Demikian pula dalam sistem pemerintahan tradisional setiap jabatan hanya dapat diduduki oleh warga masyarakat yang terhitung bengsawan.

Kondisi kekinian, stratifikasi sosial berdasarkan geneologis sebagaimana disebutkan di atas nampaknya sudah mulai bergeser sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Memang dalam tata krama pergaulan sehari-hari warga masyarakat masih menerapkan

gelar kebangsawanannya, namun hal itu tidak lagi menjadi ukuran utama dalam urusan perjodohan dan pemerintahan. Kenyataan menunjukkan sekarang ini sudah banyak terjadi hubungan perkawinan antara laki-laki dari turunan to maradeka dengan perempuan dari turunan bangsawan. Demikian pula telah ada aparat pemerintah yang berasal dari orang kebanyakan, tetapi mereka ditunjang dengan latar belakang pendidikan yang memadai. Golongan hamba atau budak, dapat dikatakan bahwa saat ini sudah tidak dikenal lagi. Kalau pun ada, tentunya mereka tidak dapat dikenal lagi tanpa menelusuri latar belakang sistem keturunannya. Kondisi seperti ini menunjukkan adanya perubahan sosial dalam masyarakat, khususnya yang bertalian dengan statifikasi sosial (Nawir, 2000:7-8).

Deskipsi Tari Pattuddu Towaine

a. Latar Belakang Keberadaan Tari Pattudduq

Tari patudduq adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari propinsi Sulawesi Barat yang cukup dikenal dan sering ditampilkan di berbagai acara, seperti acara penjemputan, pertunjukan seni dan juga festival budaya. Tarian ini umumnya dibawakan oleh para penari wanita dengan gerakannya yang lemah gemulai dan juga menggunakan kipas sebagai alat menarinya.

Tari patudduq, dulunya ditampilkan untuk menyambut para prajurit yang pulang dari medan perang. Menurut sejarahnya, pada zaman dahulu di daerah Sulawesi Barat pernah terjadi peperangan antara Kerajaan Balanipa dan Passokorang. Sepulangnya dari perang, Kerajaan Balanipa mempunyai caranya tersendiri untuk menyambut para pasukan yang pulang dari medan perang tersebut, salah satunya dengan menampilkan tari patudduq ini. Selain sebagai wujud rasa syukur, tarian ini juga digunakan untuk menghibur para pasukan yang baru tiba dari medan perang. Seiring dengan berakhirnya peperangan, tari patudduq ini kemudian lebih difungsikan sebagai tarian

315 —329

Page 5: NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI …

319

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

penyambutan raja maupun para tamu penting yang datang ke daerah itu, dan inilah yang menjadi tradisi masyarakat Mandar hingga sekarang.

Tarian pattudduq pada masa dahulu hanya dimainkan oleh para penari yang sudah dewasa, namun seiring dengan perkembangan saat ini, tarian tersebut sudah bisa ditampilkan oleh gadis-gadis yang masih tergolong remaja, bahkan anak kecil. Walaupun tergolong tarian lama, tarian ini masih tetap dilestarikan dan dikembangkan hingga sekarang. Berbagai kreasi dan variasi sering ditambahkan di setiap penampilannya sehingga terlihat menarik.

Pattudduq sebagai tarian dapat dibagi (diklasifikasi) menurut ragam, jenis kelamin penari, dan strata sosial penarinya. Menurut ragam tari dapat dibagi menjadi: (1) tudduq sore, (2) tudduq sarabadang, terbagi dua yaitu sarabadang mattipas dan sarabadang tammattipas, (3) tudduq cakkuriri, (4) tudduq losa-losa, (5) tudduq palappa, (6) tudduq kumba, (7) tudduq denggo, (8) tudduq sawawar.

Kelompok penari berdasarkan jenis kelamin, dapat dibagi lagi menjadi: (1) tudduq towaine: yang penarinya adalah perempuan, (2) tudduq tommuane: yang penarinya adalah laki-laki, dan (3) tudduq campuran antara laki-laki dan perempuan, misalnya tudduq sawawar yang dimainkan secara massal (Padalia, 2002: 31).

b. Properti atau Peralatan Tari

Properti atau alat yang digunakan sebagai bahan pelengkap dalam pertunjukan tari adalah dimaksudkan untuk menunjang tampilan para penari agar dapat lebih maksimal saat melakukan gerakan-gerakan di atas pentas. Dalam pertunjukan tari tudduq towaine, properti yang digunakan sangat sederhana, karena penari hanya menggunakan sebuah kipas di tangan yang digerak-gerakkan secara perlahan mengikuti gerakan tangan serta irama musik pengiring. Gerakan dalam tarian ini lebih didominasi dengan gerakan tangan yang memainkan kipas dan juga gerakan kaki yang melangkah secara perlahan.

b. Musik Pengiring Tari

Tari akan lebih hidup bila ada iringan musik, begitu pula musik akan terlihat lebih menarik apabila dibarengi dengan gerakan yang mendukung penampilannya. Dalam hal musik sebagai pengiring tari, musik dapat dikreasikan dengan berbagai cara dan berbagai jenis musik yang disesuaikan dengan bentuk irama tari dalam gerak dan tema dalam tari. Walau musik berfungsi hanya sebagai pengiring atau membantu dalam menguatkan ekpresi (penjiwaan) dalam karya tari, tidak berarti keberadaannya tidak penting. Karena dalam prakteknya perpaduan antara musik dan tari adalah suatu kesatuan yang utuh dan akan memberi dampak terhadap pertunjukannya.

Dewasa ini, dalam setiap pertunjukan tari pattuduq towaine senantiasa diiringi dengan alat musik tradisional seperti gendang, gong, dan keke, bahkan terkadang diikuti syair-syair kalindaqdaq (pantun) yang dilantunkan seorang remaja perempuan. Gerakan-gerakan tari yang ditampilkan biasanya belangsung dalam tempo lambat, sesuai dengan irama musik yang dimainkan. Ini dimaksudkan agar gerakan penari terlihat selaras dengan iringan musik. Selain bunyi gendang dan gong, di beberapa pertunjukan ada pula yang menambahkan alat musik seperti kecapi dan suling sebagai variasi agar terlihat lebih menarik.

c. Tata Rias dan Kostum/Busana

Tata rias dan kostum adalah dua hal yang saling terkait dalam hubungannya dengan pementasan, termasuk pertunjukan tari. Secara umum tata rias adalah usaha untuk mengubah wajah dari bentuk asalnya. Salah satu fungsi utama dari tata rias adalah untuk mempercantik penari itu sendiri agar ketika tampil di atas panggung, orang-orang (penonton) yang menyaksikannya menjadi lebih kagum.

Bagian terpenting dari tata rias tersebut, adalah tata rias wajah dan bagian rambut, sebab pada bagian inilah pertama-tama pandangan

Nilai Budaya dalam Tarian ... Ansaar

Page 6: NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI …

320

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

mata orang yang akan menyaksikannya tertuju. Karena itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa merias wajah merupakan suatu usaha untuk lebih menonjolkan kecantikan asli, untuk menutup kekurangan kulit seseorang, terutama pada bagian wajah. Pada bagian rambut penari, cara merias biasanya digulung dan diberi hiasan seperti bunga, maupun menggunakan tusuk berwarna emas. Kemudian untuk aksesori, penari menggunakan gelang, anting dan kalung khas Mandar. Dalam tudduq towaine, kipas juga termasuk salah satu alat perlengkapan tari yang digunakan penari saat tampil di atas panggung.

Terkait kostum atau busana yang digunakan penari atau patudduq towaine saat tampil di atas panggung, biasanya terdiri atas busana khas Mandar, yaitu kombinasi antara baju rawang boko atau baju pokkoq dan lipaq sabqbe Mandar (sarung tenun khas Mandar) pada bagian bawahnya. Kostum biasa juga disebut tata busana, yaitu seperangkat pakaian yang dipakai dalam sebuah tarian. Pemilihan kostum senantiasa memperhatikan nilai yang terkandung pada pola garapan serta tema dari tarian tersebut.

Kostum atau busana yang dipakai dalam tudduq towaine bukan hanya berfungsi untuk keindahan dan penutup tubuh penari semata, tetapi juga merupakan pendukung desain tari atau pertunjukan tari serta memperjelas karakter tari yang sedang diperankan oleh penari. Karena itu semakin indah kostum maupun aksessoris yang dikenakan penari saat tampil, maka setidaknya hal itu akan meningkatkan kepercayaan diri si penari sehingga gerakan-gerakan tari yang dilakukan bisa lebih maksimal.

Kostum atau busana yang dipakai pattuq-du towaine saat pertunjukan, dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Baju rawang boko atau bisa juga baju pokkoq.

2. Lipaq saqbe Mandar. Lipaq Saqbe Mandar (sarung sutra asli Mandar) terdiri dari berbagai corak, seperti: sureq maraqdia (corak raja), sureq pangulu (corak penghulu), sureq batu dadzima (corak

biji delima), sureq puang Limboro (corak pappuangang limboro ), sureq Puang lembang ) dan lain-lain. Di Mandar masih banyak corak-corak lainnnya, dapat dipakai dalam berbagai acara dan semua golongan namun sesuai klasifikasi corak.

3. Lipaq aqdi diratte. Lipaq aqdi diratte (sarung khas yang pakai rantai) dengan warna yang dominan kuning langsat atau tergantung selera pemakainya. Lipaq aqdi diratte dipakai oleh tingkatan Tau Pia (orang pilihan), Tau Pia Naqe (orang pilihan campuran bangsawan), dan bangsawan biasa (bukan bangsawan tinggi)

4. Lipaq Aqdi Diratte Duattodong. Lipaq aqdi diratte duattodong (dua susun sarung pakai pinggir bawah). Warna kuning langsat atau variasi sesuai dengan selera, namun ini hanya dapat dikenakan oleh bangsawan tinggi atau sederajat.

e. Aksesori Tarian Pattudduq Towaine

Aksesori adalah tambahan yang ditambahkan sebagai ekstra, baik untuk kesenangan saja maupun sebagai pemanis, misalnya pakaian wanita berupa hiasan-hiasan yang menambah pemanis pakaian itu. Terkait dengan hal tersebut, Moeliono (1989:16) mengemukakan bahwa aksesoris adalah barang tambahan, alat ekstra, barang yang berfungsi sebagai pelengkap dan pemanis busana. Benda tersebut sebagai barang tambahan yang dapat menambah nilai estetis pada kostum atau busana yang dipakai.

Aksessori atau perhiasan yang digunakan pattudduq towaine ketika melakukan pertunjukan di atas panggung dapat disebutkan seperti: bunga penghias kepala, perhiasan di badan dan perhiasan di tangan.

Bunga penghias kepala Bunga penghias kepala yang dikenakan

penari pattudduq towaine, jumlahnya bervariasi sesuai status sosial yang memakainya. Apabila bunga hanya terdiri dari 1 pasang dan dikenakan

315 —329

Page 7: NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI …

321

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

pada bagian kiri dan kanan menghadap ke depan, maka itu menunjukkan bahwa yang memakainya adalah golongan Tau Pia Tongan, dan bangsawan biasa. Selanjutnya, jika bunga yang dikenakan berjumlah 2 buah atau sepasang, namun saling berhadapan, maka ini menandakan bahwa yang memakainya adalah semua tingkatan bangsawan dan Tau Pia. Tetapi jika bunga yang dikenakan hanya satu buah dan posisinya menyamping, maka model seperti ini dipakai oleh semua golongan yang ada di masyarakat. Selain itu, ada juga bunga yang melingkar (bandol) disebut gal (terbuat dari logam mulia), ini dipakai khusus anak raja atau golongan bangsawan tinggi.

Dali (anting-anting khas ) atau biasa juga disebut subang dali ini dikenakan di kedua telinga dan dirangkai dengan bunga melati (beru-beru) yang disusun berbentuk bundar mengikuti alur dari bentuk dali tersebut. Dali ini dipakai oleh semua golongan, namun apabila ditambah hiasan yang terurai di bawahnya berbentuk hiasan yang terbuat dari emas atau perak disebut bakkar, maka ini pertanda bahwa pemakainya adalah dari golongan bangsawan dan golongan Tau Pia Tongang serta Tau Pia Naqe, sedangkan jika pemakainya memakai panesser, maka ini pertanda bahwa yang memakai adalah anak raja atau sederajat.

Perhiasan di badanSelain perhiasan di kepala, ada pula

perhiasan yang dipakai setelah mengenakan busana atau kostum di badan, seperti kawari, tombi sare-sare, dan tombi tallu. Kawari (perisai khas) yang berjumlah empat yang dipakai di samping kiri dan kanan (sekitaran pinggul) dan depan belakang sekitaran pusar. Perhiasan ini hanya digunakan oleh golongan anak raja dan bangsawan tinggi sederajat. Jika dikenakan hanya dua, yaitu pada bagian depan dan belakang berarti si pemakai berasal dari golongan Tau Pia biasa atau yang sederajat. Akan tetapi jika dikenakan hanya 1 buah saja, yaitu di bagian belakang, maka berarti yang memakainya adalah semua golongan dan tingkatan. Tombi sare- sare

(hiasan yang terbuat dari kain segi 4 berwarna merah dan hijau dihiasi dengan emas atau perak tersusun dengan jumlah 9) dapat digunakan oleh semua golongan dan tingkatan. Tombi tallu, tombi aqdi (tombi khas 3 macam ) yang terdiri dari 3 macam, dan ketiganya bisa dipakai oleh semua golongan dan tingkatan, seperti tombi Buqang, tombi maqel, dan tombi cucur

Perhiasan di tanganPerhiasan di tangan sebagai salah satu

aksessori yang digunakan penari saat tampil di atas pentas juga dapat disebutkan, seperti: gallang balleq, poto, jimaq salletto, teppang, jimaq maborong, kaliki, dan sima-simang. Gallang balleq (gelang),memiliki ukuran antara 15 hingga 20 cm, dipakai di kedua tangan dan dapat digunakan oleh semua golongan dan tingkatan. Poto (gelang kecil) dikenakan di kedua lengan yang mengapit gelang besar dan dapat dikenakan di semua golongan dan tingkatan. Jimaq salletto yang diikatkan pada bahu lengan kiri kanan dapat dikenakan oleh semua golongan dan tingkatan. Teppang diikatkan di bawah jimaqsalletto dan dapat digunakan oleh semua golongan dan tingkatan. Jimaq maborong adalah pengganti jimaq salletto jika yang mengenakan adalah orang dari golongan bangsawan tinggi atau sederajat. Kaliki (ikat pinggang), dapat dipakai oleh semua golongan dan tingkatan, merupakan pelengkap bagi pattuqduq yang memakai kipas, maupun yang tidak, terkecuali bagi pattudduqdenggo dan pattuduqtommuane. Sima-simmang adalah gelang yang bulirannya sebesar kelereng dan berjumlah delapan, dipakai oleh semua golongan dan tingkatan.

f. Bentuk Gerak Tari Pattudduq Towaine

Berawal dari sejarah tari Pattudduq yang banyak diwarnai oleh Maraqdia Towaine, maka antara tari pattudduq dan tari pakarena dari etnis Makassar mempunyai banyak persamaan, terutama dalam hal gerakan langkah kaki, serta ayunan tangan. Akan tetapi, antara keduanya juga terdapat banyak perbedaan yang nyata, misalnya dapat dilihat pada gerakan tari pattudduq yang

Nilai Budaya dalam Tarian ... Ansaar

Page 8: NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI …

322

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

gerakan tangannya selalu melengkung atau disebut tikanjaq. Selain itu lirikan mata selalu tertuju pada gerakan tangan, ke mana tangan mengayun ke situ pula lirikan mata memandang.

Tangan melengkung ke atas atau dalam bahasa Mandar disebut tikanjaq merupakan ketentuan tradisi atau pandangan masyarakat Mandar, bahwa tidak akan sempurna kecantikan seorang anak gadis walaupun kecantikannya bagaikan bidadari apabila tangannya tidak tikanjaq.

Setiap ragam pada tari pattudduq towaine gerakan langkah kakinya seperti orang yang berjalan biasa atau disebut dalam bahasa Mandar yaitu millamba biasa. Begitu pun selalu mengeper setiap selesai melakukan gerakan kecuali gerakan dalam posisi duduk. Mengeper dalam bahasa Mandar artinya mi’ondo. Tidak akan sempurna tari pattudduq towaine apabila tidak melakukan gerakan mi’ondo karena mi’ondo merupakan penghubung dalam setiap gerakan. Sikap jari-jarinya dalam menarikan Tari pattudduqtowaine posisi jarinya disebut puccuqna. Puccuqna adalah posisi jari telunjuk yang bersentuhan dengan ibu jari.

Proses berdiri maupun proses duduk dalam menarikan satu tarian pattudduq towaine posisi kakiknya selalu tebuka, di mana kedua posisi kaki sejajar dengan bahu. Untuk posisi duduk penari mirip ketika orang Islam duduk tasyahud awal pada rangkaian sholat. Pada saat melakukan suatu gerakan posisi badan selalu tegak sehingga terlihat cantik dan menarik.

Kelebihan tari pattudduq towaine, yaitu kemampuan penari dalam penghayatan dan pendalaman rangkaian gerak dari satu bentuk gerak kebentuk gerak lainnya. Hal ini merupakan syarat bagi penari pattudduq. Bentuk tari pattudduq towaine tersebut tidak mengalami perubahan gerak terutama pada awal memulai tarian sampai di akhir tarian. Perubahan hanya terjadi pada soal waktu, dulunya durasi waktunya berkisar 8-10 menit, sekarang sudah mengalami perubahan yakni sekitar 6-8 menit. Proses memulai tarian ini merupakan bagian dari acara tersebut. Jumlah pemain pada tarian Pattudduq

Towaine bisa lima, enam atau delapan bahkan bisa lebih. Menurut salah seorang informan, bahwa gerakan tarian ini sangat lembut sehingga penarinya hanya boleh ditarikan oleh kaum perempuan.

g. Struktur Ragam Gerak atau Uraian Gerak

Tari pattudduq towaine memiliki setidaknya 6 ragam, di mana setiap ragamnya memiliki gerak ragam dasar yang menghubungkan antara ragam yang satu dengan ragam yang lain. Tarian ini gerakannya sangat lembut. Cara mengayunkan kipas dan gerakan-gerakan lainnya seperti gerakan tangan, kaki, dan gerakan badannya memberi kesan yang harmonis. Untuk mengetahui lebih jelas ragam-ragam gerak pada tari pattudduq towaine tersebut di bawah ini dapat diuraikan sebagai berikut:

Ragam pembuka (uruq-uruqna) Sebagai gerakan pertama atau posisi

awal pada tarian ini, yakni: tangan kanan lurus ke bawah di samping badan memegang kipas (kipas dalam keadaan tertutup), tangan kiri mattiting lipaq (kingking lipaq), kaki kanan dan kiri berjalan memasuki pentas, dan berdiri pada posisi sejajar atau membuat lingkaran searah dengan jarum jam.

Ragam malleppeq sipiqGerakan selanjutnya adalah: tangan

kiri matiting lipaq (kingking lipaq), tangan kanan diayunkan ke depan sampai ujung kipas menyentuh bahu (kipas dalam keadaan tertutup), dan tangan kiri diangkat sejajar bahu. Kemudian jari tangan kiri menghadap ke bawah, dibalik lalu ditekuk, kemudian diturunkan ke samping badan. Selanjutnya tangan kanan diayunkan ke belakang sejajar bahu sambil memegang kipas (kipas dalam keadaan tertutup) dan menghadap ke bawah. Berikutnya, kaki kanan diangkat 45 derajat diikuti dengan kaki kiri sambil mengeper (mi’ondo), lalu tangan kanan ke pundak kanan, kemudian diturunkan ke bawah sambil mengeper.

315 —329

Page 9: NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI …

323

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

Ragam meq oro miq undurPada gerakan ini yakni, kaki kiri ditekuk

dan kaki kanan juga sedikit ditekuk lurus ke depan, tangan kanan memegang kipas di samping badan (kipas dalam keadaan terbuka dan menghadap ke atas), tangan kiri mittiting lipaq (kingking lipaq). Kemudian kedua tangan diayunkan ke depan badan lalu diputar tangan kiri memegang ujung jari kipas bagian atas lalu diturunkan. Gerakan berikutnya yakni, badan diputar ke samping kanan dan kiri serta tangan kiri memegang ujung jari kipas bagian bawah dan dinaikkan. Kedua tangan ke samping badan, tangan kanan memegang kipas menghadap ke atas dan terbuka, tangan kiri diangkat sejajar bahu, jari tangan kiri menghadap ke bawah, dibalik lalu ditekuk, kemudian diturunkan ke samping badan (lihat gambar 1).

Gambar 2

Gambar 1

Ragam appe’ mata angingGerakan ini yakni, tangan kiri mattiting

lpaq (kingking lipaq) dan tangan kanan membuka kipas di samping badan. Selanjutnya, tangan kiri diayunkan ke samping badan sejajar bahu dan jari tangan kiri menghadap ke bawah, dibalik lalu ditekuk, kemudian diturunkan ke samping badan. Gerakan selanjutnya yakni, tangan kanan diayunkan ke depan bahu lalu kembali ke samping badan, kemudian badan merebah ke samping kanan lalu tangan kanan kembali di depan bahu sambil memegang kipas terbuka dan menghadap ke bawah sambil mengeper (miq ondo) (lihat gambar 2).

Ragam maju mundurAdapun bentuk gerakan ini yakni, tangan

kiri mattiting lipaq (kingking lipaq), tangan kanan di depan bahu sambil memegang kipas terbuka dan menghadap ke bawah. Selanjutnya kaki kanan diangkat ke belakang lalu tangan kanan juga diayunkan ke belakang sejajar bahu, lalu kipas menghadap ke luar. Kaki kiri mengikut kaki kanan ke belakang lalu tangan kanan kembali diayunkan ke depan dada. Kaki kanan diangkat ke depan lalu tangan kanan juga diayunkan ke belakang sejajar bahu, lalu kipas menghadap ke luar. Selanjutnya, kaki kiri mengikut kaki kanan ke depan sambil mengeper (miq ondo).

Ragam millamba malaiGerakan tarian ini, yakni, tangan kiri

mattiting lipaq (kingking lipaq) dan tangan kanan memegang kipas (kipas dalam keadaan tertutup). Kemudian tangan kanan perlahan-lahan ke samping badan, lalu berjalan sesuai dengan pola yang sudah ditentukan, dan perlahan-lahan meninggalkan arena atau panggung (lihat gambar 3).

Gambar 3

Nilai Budaya dalam Tarian ... Ansaar

Page 10: NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI …

324

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

h. Nilai-Nilai Budaya dalam Tari Pattudduq Towaine

Salah satu bentuk kesenian tradisional di Kabupaten Polewali Mandar yang hingga kini eksistensinya masih mendapat dukungan dari masyarakat, adalah tari pattudduq (pattudduq towaine). Tarian yang dimainkan oleh gadis remaja ini, pada kenyataannya tidak hanya banyak digemari, akan tetapi di dalamnya juga terkandung nilai-nilai budaya yang dipandang dapat menjadi acuan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengetahui lebih rinci tentang nilai-nilai budaya dimaksud, di bawah ini dapat diuraikan:

Nilai-nilai Budaya yang Terkait dengan Perangkat Bahan dan Peralatan Tari Pattudduq Towaine di Polewali Mandar

1. Nilai estetika (keindahan)Sejak zaman Yunani kuno, keindahan telah

dilihat sebagai nilai hakiki dalam kehidupan manusia. Orang-orang Yunani kuno pada masa itu menempatkan keindahan sebagai dasar dan tujuan pendidikan, keindahan telah menjadi bagian dalam kehidupan mereka. Keindahan pada dasarnya bersifat universal dan terdapat dalam berbagai aspek kehidupan manusia, seperti pada aspek tari, seni suara, seni pahat, seni lukis dan sebagainya. Keindahan merupakan kebutuhan hidup manusia yang dapat membuat seseorang sehat. Orang yang sehat adalah orang yang mulia yang mau memperjuangkan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan. Di mana pun dia berada akan selalu tampil sebagai pembela kebenaran dan kebaikan seperti yang diinginkan sang pencipta bagi manusia (Rafael, 2007: 139).

Nilai estetika adalah kemampuan dari suatu benda untuk dapat menimbulkan pengalaman estetis bagi orang yang mengamati. Semakin besar benda atau karya seseorang menimbulkan tanggapan estetis, maka semakin tinggi nilai estetis benda atau karya seni itu. (Djelantik dalam Anneka South, 2008: 70).

Nilai estetika yang terkandung pada perangkat bahan atau peralatan tari tudduq

towaine, perwujudannya dapat dilihat pada busana atau kostum yang dikenakan, aksesori, tata rias, dan musik pengiringnya. Busana merupakan unsur keindahan tarian yang menyatu dengan tubuh penari. Dengan unsur ini, maka tarian merupakan kesatuan yang akan dihayati keindahannya. Di samping itu, busana dapat pula mengungkapkan jati diri dari suatu tarian.

Busana atau kostum yang digunakan penari atau patudduq towaine merupakan busana khas Mandar, yaitu kombinasi antara baju bodo dan pakaian Toraja, atau disebut pula baju rawang boko atau baju pokkoq. Pada bagian lengan atas biasanya lebih ketat, sedangkan pada bagian bawah biasanya menggunakan sarung tenun khas Mandar. Warna kostum yang paling dominan dipakai adalah merah dan hijau. Jika atasannya berwarna merah maka bawahannya berwarna hijau, demikian sebaliknya.

Adapun aksesori sebagai pelengkap busana, berfungsi untuk memberikan efek dekoratif pada karakter yang dibawakan, misalnya perhiasan gelang, kalung dan beberapa aksesori yang lainnya. Pada tarian pattudduq towaine, aksesori-aksesori yang digunakan terdiri atas: gallang balleq, tombi jijir, bunga ulu, simang-simang, beru-beru, jimaq salettong dan bakkar. Berbagai macam aksesori tersebut, selain terpasang pada kostum/busana, ada pula yang dikenakan di kepala serta di lengan penari. Di samping itu, tata rias juga merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan karena dapat menunjang penampilan penari sehingga terlihat indah. Adapun estetika instrumen/alat, terlihat pada alat musik yang digunakan, seperti gendang, gong, kecapi termasuk seruling. Peran alat musik di sini menghidupkan suasana dan memberi irama setiap gerak badan penari.

2. Nilai seni (seni musik) Perwujudan nilai seni (seni musik) yang

terkandung dalam bahan atau perlengkapan tarian terdapat pada bunyi-bunyian yang dihasilkan oleh alat musik tradisional yang digunakan mengiringi tarian, seperti gendang,

315 —329

Page 11: NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI …

325

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

gong, kecapi dan suling. Perpaduan bunyi dari alat musik yang dimainkan oleh orang-orang yang terampil, menghasilkan bunyi yang indah mendukung indahnya gerakan-gerakan yang ditampilkan oleh para penari (pattudduq towaine).

3. Nilai kekompakanNilai kekompakan juga termasuk salah

satu nilai budaya yang terkait dengan bahan atau peralatan pendukung yang digunakan dalam tarian pattudduq. Perwujudannya dapat dilihat ketika alat musik pengiring tari sedang dimainkan oleh beberapa orang yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk itu. Kekompakan memainkan alat musik dalam tarian ini memang sangat diutamakan agar tarian yang diiringi bisa benar-benar terlihat menarik dan berjalan lancar. Bagi orang yang memainkan gendang harus benar-benar tahu kapan gendang ditabuh dengan ritme yang lambat dan kapan harus ditabuh dengan ritme yang cepat. Begitu pun dengan yang memainkan alat musik lainnya, seperti kecapi atau suling juga harus senantiasa menjaga kekompakan satu dengan yang lainnya sehingga perpaduan musik pengiring dengan tarian dapat berjalan dengan baik dan menarik untuk disaksikan.

4. Nilai ilmu/pengetahuanAksesori adalah merupakan pelengkap

atau alat tambahan yang berfungsi untuk memperindah busana atau kostum penari. Beragamn aksessori yang dikenakan penari (pattudduq towaine) saat tampil di atas pentas, tidak terlepas dari peran serta orang-orang yang membuatnya atau yang menciptakannya. Sebab dalam membuat aksesori tersebut, si pembuat tentu tidak asal membuatnya begitu saja, tetapi butuh pemikiran, pengetahuan tentang bagaimana aksesori yang dibuatnya itu bisa tercipta dengan baik dan serasi digunakan pada kostum tarian. Selain itu, antara aksesoris yang satu dengan yang lainnya, juga memiliki tingkat kesulitan dalam membuatnya. Sebagai contoh dapat dilihat pada aksesoris gallang balle’ (gelang) dengan teppang (pengikat pada

lengan kostum). Jika dilihat dari bentuk maupun karakternya, gallang balle termasuk salah satu jenis aksessoris yang dalam pembuatannya lebih sulit dan dibutuhkan pengetahuan serta keterampilan yang tinggi bila dibandingkan dengan teppang yang hanya terbuat dari kain dipadu dengan bahan perak. Semua ini menunjukkan bahwa perwujudan nilai ilmu/pengetahuan juga tercermin pada ragam aksesoris sebagai pelengkap busana.

Nilai-Nilai Budaya yang Terkait dengan Gerakan Peragaan Pattudduq Towaine di Polewali Mandar

1. Nilai hiburanNilai hiburan pada umumnya

berkaitan dengan kegiatan menghibur yang mengakibatkan orang lain yang menyaksikan merasa larut dan ikut menikmati sajian yang ditampilkan. Tari pattudduq towaine sebagai salah satu jenis tarian yang ada di Kabupaten Polewali Mandar menjadi salah satu bentuk hiburan bagi masyarakat, terlebih jika ditampilkan pada event-event tertentu, misalnya pada pesta budaya atau pada acara-acara penting lainnya. Dalam setiap penampilannya, tarian ini diiringi dengan alat musik tradisional guna menghidupkan suasana dan memberi irama pada setiap gerak badan penari. Musik tradisional yang mengiringinya kebanyakan bertempo lambat sesuai karakter tarian itu sendiri. Ketika musik tradional mulai mengiringi tarian yang diperankan oleh beberapa penari wanita, maka disitulah masyarakat atau orang-orang yang menyaksikannya mulai terhibur, terlebih saat para penari mulai berimprovisasi atau melakukan gerakan-gerakan indah, seperti memainkan kipas sebagai alat pendukung. Ini menggambarkan, bahwa aspek hiburan sebagai salah satu nilai budaya benar-benar terwujud dalam pertunjukan tari, dan bahkan boleh dikata nilai budaya ini termasuk paling dominan selama pertunjukan tari berlangsung.

Nilai Budaya dalam Tarian ... Ansaar

Page 12: NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI …

326

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

2. Nilai kebersamaan/kekompakanSebagai mahluk sosial, manusia tidak

dapat hidup sendiri, manusia harus saling berinteraksi satu dengan yang lain, saling membutuhkan dan saling menolong, memiliki rasa kebersamaan satu dengan yang lain. Rasa kebersamaan/kekompakan ini terlihat pula ketika beberapa penari mulai memasuki area pentas dengan berjalan perlahan secara bersamaan sambil diiringi alunan musik tradisional berupa gendang, gong, kecapi dan seruling. Kekompakan mereka akan semakin terlihat ketika sudah mulai melakukan gerakan-gerakan lembut, diiringi musik tradisional. Kebersamaan dalam hal ini memang sangatlah diperlukan agar tarian yang ditampilkan benar-benar dapat berjalan sukses dan dinikmati sebagai suatu hiburan yang menarik. Di samping itu, perwujudan nilai kebersamaan lainnya juga tercermin pada alat musik yang mengiringinya. Ketika penari berada di atas pentas, orang-orang yang memainkan musik juga menunjukkan kebersamaan di antara mereka. Mereka saling menjaga kebersamaan dan kekompakan serta berupaya tidak melakukan kesalahan. Ini dimaksudkan untuk menjaga keterpaduan antara musik pengiring dengan tarian yang ditampilkan.

4. Nilai kelembutan. Nilai kelembutan atau kehalusan

merupakan sikap dan perilaku yang menunjukkan kehalusan perasaan akan keadaan orang lain. Nilai kelembutan ini juga didapati dalam pertunjukan tari pattudduq towaine, misalnya ketika penari mulai melangkahkan kaki secara perlahan saat memasuki area pentas. Begitupun ketika melakukan gerakan-gerakan tangan secara lembut, memainkan kipas sebagai kelengkapan tari, dan menggerak-gerakkan tubuh atau badan ke kiri maupun ke kanan secara perlahan, semuanya menunjukkan nilai kelembutan yang ditunjukkan para penari. Intinya bahwa semua gerakan dalam tarian pattuduq towaine ini dilakukan dengan penuh kelembutan, sesuai dengan karakter

tarian dan orang yang membawakannya. Cara mengayunkan kipas dan gerakan-gerakan lainnya seperti gerakan tangan, kaki, dan gerakan badannya juga memberi kesan yang harmonis.

4. Nilai estetika (keindahan)Nilai estetika dalam pertunjukan tari

pattudduq towaine, antara lain dapat dilihat perwujudannya pada beberapa gerakan tari seperti:

- uruq-uruqna. Pada gerakan pertama atau posisi awal dari tarian ini, yakni: tangan kanan penari lurus ke bawah di samping badan memegang kipas (kipas dalam keadaan tertutup), tangan kiri mattiting lipaq (kingking lipaq), kaki kanan dan kiri berjalan memasuki pentas, dan berdiri pada posisi sejajar atau membuat posisi melingkar.

- malleppeq sipiq, yaitu gerakan yang dilakukan setelah penari berada di atas pentas. Pada gerakan ini, tangan kiri matiting lipaq (kingking lipaq), tangan kanan diayunkan ke depan sampai ujung kipas menyentuh bahu (kipas dalam keadaan tertutup), lalu tangan kiri diangkat sejajar bahu. Selanjutnya jari tangan kiri menghadap ke bawah, dibalik lalu ditekuk, kemudian diturunkan ke samping badan.

- meq oro miq undur, yaitu kaki kiri ditekuk dan kaki kanan juga sedikit ditekuk lurus ke depan, tangan kanan memegang kipas di samping badan (kipas dalam keadaan terbuka dan menghadap ke atas), tangan kiri mittiting lipaq (kingking lipaq). Kedua tangan diayunkan ke depan badan lalu diputar tangan kiri memegang ujung jari kipas bagian atas lalu diturunkan. Selanjutnya badan diputar ke samping kanan dan kiri dan tangan kiri memegang ujung jari kipas bagian bawah dan dinaikkan. Kedua tangan ke samping badan, tangan kanan memegang kipas menghadap ke atas dan terbuka, tangan kiri diangkat sejajar bahu, jari tangan kiri

315 —329

Page 13: NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI …

327

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

menghadap ke bawah, dibalik lalu ditekuk, kemudian diturunkan ke samping badan.

- appeq mata anging, yaitu gerakan di mana tangan kiri mattiting lpaq (kingking lipaq), dan tangan kanan membuka kipas di samping badan. Tangan kiri diayunkan ke samping badan sejajar bahu dan jari tangan kiri menghadap ke bawah, dibalik lalu ditekuk, kemudian diturunkan ke samping badan. Selanjutnya tangan kanan diayunkan ke depan bahu lalu kembali ke samping badan.

- Gerak maju mundur, yaitu tangan kiri mattiting lipaq (kingking lipaq), tangan kanan di depan bahu sambil memegang kipas terbuka dan menghadap ke bawah. Selanjutnya kaki kanan diangkat ke belakang lalu tangan kanan juga diayunkan ke belakang sejajar bahu, lalu kipas menghadap ke luar. Kaki kiri mengikut kaki kanan ke belakang lalu tangan kanan kembali diayunkan ke depan dada. Kaki kanan diangkat ke depan lalu tangan kanan juga diayunkan ke belakang sejajar bahu, lalu kipas menghadap ke luar. Kaki kiri mengikut kaki kanan ke depan sambil mengeper (miq ondo).

Dengan melihat beberapa uraian tentang gerak dalam tari pattudduq towaine sebagaimana digambarkan di atas, menunjukkan bahwa tari tersebut terbentuk dari berbagai gerak yang memiliki ciri yang berbeda-beda. Gerak-gerak tersebut dirangkai satu dengan yang lain dan hasil rangkai gerak itu memperlihatkan keindahan.

5. Nilai religiusSebagaimana lazimnya, bahwa dalam

pertunjukan tari tradisional pattudduq towaine, sebelum penari keluar atau naik pentas untuk mempertunjukkan tariannya, terlebih dahulu diperdengarkan suatu “nyanyian” atau dalam bahasa Mandarnya disebut royong (aqroyong tudduq) yang diperankan oleh seorang wanita remaja di atas pentas, didampingi pemain

musik pengiring tari lainnya. Royong ini adalah merupakan doa khas tradisional yang disajikan dalam bentuk “nyanyian” yang mengandung nilai religius.

Bagi masyarakat Mandar, khususnya yang masih memahami budaya-budaya leluhur, royong merupakan suatu cara untuk melakukan penghayatan spiritual yang intens dan penuh ketakjuban terhadap kekuatan gaib, kekuatan supranatural. Karena itu mereka meyakini, bahwa dengan dilakukannya aqroyong sebelum dimulainya suatu kegiatan budaya, seperti upacara-upacara adat perkawinan, sunatan atau acara adat lainnya, termasuk pementasan tari, maka kekuatan-kekuatan gaib yang menguasai alam semesta dapat diatasi. Atau dengan kata lain royong adalah sebagai penolak bala dan dapat menjauhkan dari roh-roh jahat. Jadi merupakan doa agar pertunjukan tarian yang akan dilaksanakan senaniasa berjalan lancar. Demikian, royong (royong tudduq) yang diperdengarkan sebelum tarian dimulai adalah merupakan pencerminan nilai simbolis-religius dalam kaitannya dengan pertunjukan tari yang sedang dilaksanakan.

6. Nilai kepribadianNilai ini tercermin dari gerakan-gerakan

tari yang ditampilkan para penari (pattudduq towaine) ketika berada di atas pentas. Saat menari, mereka tidak saja melakukan gerakan-gerakan yang lemah lembut dan indah, tetapi mereka pun juga senantiasa memperlihatkan senyum dan ekspresi wajah yang cerah, sehingga orang-orang yang menyaksikannya benar-benar menikmatinya sebagai suatu tontonan yang menghibur. Ini merupakan gambaran sifat kepribadian wanita yang suci, penuh kelembutan dan juga penuh kasih.

7. Nilai pendidikanPendidikan adalah sebuah proses

melalui kebudayaan yang mengontrol orang dan membentuknya sesuai dengan tujuan kebudayaan (Munan, 1989:17). Dengan kata lain pendidikan merupakan usaha yang ditempuh seseorang untuk memperoleh pengetahuan dan

Nilai Budaya dalam Tarian ... Ansaar

Page 14: NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI …

328

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

pelajaran guna bekal untuk penyesuaian hidup. Dalam tari pattudduq towaine ini, penarilah yang paling mendapat dampak positif tentang nilai pendidikan dari tari yang dibawakannya. Dampak nilai pendidikan yang diperolehnya, yakni selain mereka belajar tentang tari, juga melatih kedisiplinan, kekompakan, kesabaran, baik pada saat proses latihan bersama maupun ketika tampil di atas panggung. Hal yang lebih penting lagi, mereka juga bisa memahami makna tari, isi dan tujuan tari itu sendiri.

PENUTUP

Tari patudduq towaine adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Sulawesi Barat. Tari ini merupakan tarian yang lebih bersifat tarian penyambutan atau hiburan, sering ditampilkan untuk acara penyambutan tamu terhormat. Tarian ini dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur dan gembira atas kedatangan para tamu. Hal tersebut terlihat dari senyum dan ekspresi para penari saat menari.

Pattudduq sebagai tarian, dapat dibagi (diklasifikasi) menurut ragamnya, yakni 1) tudduq sore, 2) tudduq sarabadang, terbagi dua lagi yaitu sarabadang mattipas dan sarabadang tammattipas, 3) tudduq cakkuriri, 4) tudduq losa-losa, 5) tudduq palappa, 6) tudduq kumba, 7) tudduq denggo, dan 8) tudduq sawawar. Sementara jika diklasifikasi berdasarkan jenis kelamin, dapat dibagi lagi menjadi: 1) tudduq towaine (penari perempuan), 2) tudduq tommuane (penari laki-laki), dan 3) tudduq campuran antara laki-laki dan perempuan, misalnya tudduq sawawar yang dimainkan secara massal.

Tari pattudduq towaine memiliki setidaknya 6 ragam, dimana setiap ragamnya memiliki gerak ragam dasar yang merupakan ragam gerak yang menghubungkan antara ragam yang satu dengan ragam yang lain. Keenam ragam gerak tersebut, yaitu: uruq-uruqnq, malleppeq sipiq, meq oro miqundur, appe mata anging, maju mundur dan millamba malai. Dalam tarian pattudduq towaine terdapat beberapa nilai budaya, baik yang terkait dengan

bahan atau peralatan upacara maupun yang berhubungan dengan gerakan-gerakan yang ditampilkan dalam tari. Nilai-nilai budaya yang dimaksud itu, seperti nilai estetika (keindahan), nilai seni (seni musik), nilai kekompakan, nilai ilmu/keterampilan, nilai hiburan, nilai kelembutan, nilai religius, nilai kepribadian da nilai pendidikan. Sesungguhnya inti dari suatu tari itu terletak pada nilai yang mendasari gerak yang dilakukan para penari. Kostum atau busana, aksesori dan iringan musik yang dimainkan hanyalah bersifat pelengkap. Dari uraian tentang gerak dalam tari pattudduq towaine sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, menunjukkan bahwa tari tersebut terbentuk dari berbagai gerak yang memiliki ciri yang berbeda-beda. Gerak-gerak tersebut dirangkai satu dengan yang lain dan hasil rangkai gerak itulah memperlihatkan keindahan.

Mencegah punahnya tarian ini yang berdampak pada kehilangan jati diri budaya, maka perlu dilakukan upaya-upaya pelestarian yang dilakukan secara terpadu oleh pemerintah, sanggar-sanggar seni dan masyarakat pada umumnya, khususnya yang ada di Kabupaten Polewali Mandar. Pemerintah diharapkan akan menjadi motivator dan fasilitator, begitupun sanggar-sanggar seni menjadi penggerak.

Upaya pelestarian lainnya juga dapat dilakukan dengan mengagendakan jadwal perlombaan secara kontinu setiap tahun di sekolah-sekolah, serta perlunya mempertunjukkan tari ini dalam hajatan-hajatan resmi, seperti memperingati hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, hari Pendidikan setiap tanggal 2 Mei dan hari-hari penting lainnya. Dengan adanya upaya-upaya pelestarian tersebut, generasi yang ada sekarang dan generasi yang akan datang akan tetap memahami dan mencintai budaya tari ini.

DAFTAR PUSTAKA

Budhisantoso, S. 1981. Kesenian dan Nilai-Nilai Budaya, Analisis Budaya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

315 —329

Page 15: NILAI BUDAYA DALAM TARIAN PATTUDDUQ TOWAINE DI …

329

WALASUJI Volume 11, No. 2, Desember 2020:

Bastomi, Suwaji. 1992. Wawasan Seni: Semarang Pres.

Jazuli, M. 1996. Telaah Teoritis Seni Tari: Semarang Press.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Kantor BPS Kabupaten Polewali Mandar: Kabupaten Polewali Mandar Dalam Angka, 2018.

Maleong, J.Lexy, 2001.Metode Penelitian Kualitatif. Cetakan ke-15. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Mulyono, Anton. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Bakti.

Munan. 1989. Pendidikan Sebuah Proses Kebudayaan. Bandung: ASI

Noor, Novianty dan Ahmad Hasan. 2005. Tarian Tradisional Mandar di Kabupaten Majene. Majene: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Majene.

Najamuddin, Munasiah. 1982. Tari tradisional Sulawesi Selatan. Makassar: Bhakti Centra Baru.

Noor, Novianty. 2005. Kumpulan tari Tradisional Mandar. Majene

Padalia, Andi. 2002. Tari Pattudduq Suatu Kajian Antropologi Seni Tentang Pergeseran Orientasi Nilai dari Sakral ke Profan di Tinambung Polmas. Makassar: Tesis Pasca Sarjana UNM.

Rafael, Maran Raga. 2007. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.

South, Aneke J. 2008. Seni Pertunjukan Etnis Bolaang Mongondow. Manado:BPSNT Manado.

Singarimbun, Masri, Irawati dan Sofyan Effendi. 1981. Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3S.

Soedarsono, 1984.Komposisi Tari, Elemen-elemen Dasar, Yogyakarta, ASTI.

Wahyudiyanto, 2008. Pengertian Tari. ISI Press Solo Guru.Yogyakarta: Ikalastis.

Nilai Budaya dalam Tarian ... Ansaar